Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

PERKEMBANGAN TINDAK PIDANA KORUPSI

MATA KULIAH PENDIDIKAN KARAKTER ANTI KORUPSI

Dosen Pengampu:

Yulian Surya Pratama, M.Pd

Disusun Oleh

1. R. Bagus Hidayat (2201060017)


2. Nuru Aini (2201061009)

Kelas/Semester:

TPM A/2

TADRIS MATEMTIKA

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI METRO

2022/2023

i
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
memberikan taufik, nikmat dan hidayah-Nya serta memberikan kekuatan kepada penulis,
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah pada mata kuliah Pendidikan
Karakter dan Anti Korupsi ”Perkembangan Tindak pidana Korupsi”.

Dengan terselesaikanya tugas ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :


1. Yulian Surya Pratama, M.Pd, Selaku Dosen Pengampu Matakuliah
Pendidikan Karakter dan Anti Korupsi
2. Orang tua yang telah membiayai dan memberikan dukungan serta
semangatkepada penulis.
3. Teman-teman dan semua pihak yang telah membantu dalam
penyelesaianmakalah ini.
Dalam hal ini besar kemungkinan makalah yang penulis susun ini masih
kurang dari kesempurnaan yang diharapkan, itu semua karena terbatasnya
kemampuan yang ada pada penulis. Demi penyempurnaan dari isi makalah ini, maka
kritik dan saran dari semua pihak, akan penulis terima dengan senang hati. Penulis
berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada penulis khususnya
serta kepada semua pihak pembaca makalah ini demi kemajuan ilmu pengetahuan
khususnya dibidang pendidikan. AmiinYa Rabbal ‘Alamiin.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Metro, 25 April 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii

DAFTAR ISI ........................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .............................................................................................. 1


B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 2
C. Tujuan .......................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

PERKEMBANGAN TINDAK PIDANA KORUPSI .............................................. 3

A. Tindak Pidana Korupsi ................................................................................. 3


B. Gratifikasi ..................................................................................................... 3
C. Tindak Pidan Pencucian Uang (TPPU) ........................................................ 3
D. Obstruction of Justice (OoJ) ......................................................................... 5
E. Whisteleblower (WB) dan Justice Collaboration (JC) ................................ 5
F. Saber Pungli .................................................................................................. 7

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................................... 9
B. Saran ............................................................................................................. 9

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 10

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Korupsi sudah dianggap sebagai kejahatan yang sangat luar biasa,
sehingga kejahatan ini sering dianggap sebagai ”beyond the law” karena
melibatkan para pelaku kejahatan ekonomi kelas atas (high level economic) dan
birokrasi kalangan atas, baik birokrat ekonomi maupun pemerintahan1 Pemerintah
Indonesia menyambut baik kerjasama internasional dalam upaya pemberantasan
korupsi dalam kerangka Konvensi PBB Menentang Korupsi Tahun 2003 (UN
Convention Against Corruption), dengan konsekuensi pembentukan undang-
undang pemberantasan tindak pidana korupsi yang baru harus mengacu pada
prinsip-prinsip yang terdapat dalam UNCAC. Namun demikian, pembenahan
terhadap sistem hukum yang ditujukan bagi upaya perbaikan haruslah tetap
berlandaskan kepada nilai-nilai Pancasila yang hidup dalam masyarakat Indonesia
yang selanjutnya mengkristal dan mewujud menjadi hukum yang tercipta dan
berlaku di tengah-tengah masyarakat hukum Indonesia.
Adanya ratifikasi tersebut yang mengatur hal-hal baru dalam rangka
pencegahan dan pemberantasan korupsi membawa konsekuensi berupa upaya
harmonisasi dan revisi peraturan perundang-undangan Indonesia sesuai dengan
isi Konvensi PBB Anti-Korupsi tersebut. Penyempurnaan dan pembaharuan
peraturan perundang-undangan yang progresif diharapkan dapat membantu
percepatan pemberantasan korupsi yang sudah merupakan extraordinary crime,
sehingga diperlukan kajian hukum, sosial, politik dan budaya tersendiri untuk
menjawab tantangan upaya pemberantasan korupsi secara global dan nasional.
Walaupun sudah berkali-kali dirubah dan diganti, akan tetapi peraturan
perundang-undangan yang mengatur pemberantasan tindak pidana korupsi
dianggap belum memadai dan belum maksimal mendukung pencegahan dan
penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi. Salah satunya peraturan

1
Indriyanto Seno Adji, 2007, Korupsi, Kebijakan Aparatur Negara & Hukum Pidana, CV. Diadit Media,
Jakarta

1
perundang-undangan yang ada tersebut belum mengatur mengenai kerja sama
internasional, utamanya dalam hal pengembalian hasil tindak pidana
korupsi2

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah makalah ini adalah sebagai berikut
1. Tindak Pidana Korupsi
2. Gratifikasi
3. Tindak Pidan Pencucian Uang (TPPU)
4. Obstruction of Justice (OoJ)
5. Whisteleblower (WB) dan Justice Collaboration (JC)
6. Saber Pungli

C. Tujuan
1. Mahasiswa dapat mengetahui Tindak Pidana Korupsi
2. Mahasiswa dapat mengetahui Gratifikasi
3. Mahasiswa mengetahui Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)
4. Mahasiswa dapat mengetahui Obstruction of Justice (OoJ)
5. Mahasiswa dapat mengetahui Whisteleblower (WB) dan Justice
Collaboration (JC)
6. Mahasiswa dapat mengetahui Saber Pungli

2
UU No. 7 Tahun 2006

2
BAB II

PEMBAHASAN

PERKEMBANGAN TINDAK PIDANA KORUPSI

Korupsi di Indonesia sudah ‘membudaya’ sejak dulu, sebelum dan sesudah


kemerdekaan, di era Orde Lama, Orde Baru, berlanjut hingga era Reformasi. Berbagai
upaya telah dilakukan untuk memberantas korupsi, namun hasilnya masih jauh panggang
dari api. Lalu bagaimanakah Untuk lebih jelasnya mari kita simak materi berikut ini!

A. Tindak Pidana Korupsi


Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar
memenuhi unsur-unsur seperti perbuatan melawan hukum, penyalahgunaan
kewenangan, kesempatan, atau sarana, memperkaya diri sendiri, orang lain, atau
korporasi, dan merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

B. Gratifikasi
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), gratifikasi adalah
pemberian yang diberikan karena layanan atau manfaat yang diperoleh. Dengan
demikian yang dimaksud dengan grarifikasi adalah pemberian dalam arti luas,
yakni meliputi pemberian uang, komisi, dan fasilitas lainya3

C. Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)


Secara umum, tindakan pencucian uang bertujuan untuk memperkaya diri
dengan menyamarkan asal usul uang tersebut berasal. Di Indonesia, tindak
pencucian uang ini sudah diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun
2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan tindak pidana Pencucian Uang.
Pencucian uang adalah menggabungkan uang yang diperoleh dari hasil

3
UU Nomor 20/2021 penjelasan pasal 12b ayat 1

3
kejahatan/ilegal dengan uang yang diperoleh secara sah untuk menyembunyikan
uang yang diperoleh dari hasil tindakan yang ilegal tersebut.4

Pencucian uang dibedakan dalam tiga tindak pidana

1. Tindak pidana pencucian uang aktif. Tindak pidana pencucian uang aktif,
yaitu setiap orang yang menempatkan,mentransfer, mengalihkan,
membelanjakan, menbayarkan, menghibahkan,menitipkan, membawa ke luar
negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan uanguang atau surat berharga
atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang diketahuinyaatau patut
diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalamPasal
2 ayat (1) dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul
hartakekayaan dipidana karena tindak pidana pencucian uang dengan pidana
penjara palinglama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp.
10.000.000.000,00 (sepuluhmiliar rupiah)5
2. Tindak pidana pencucian uang dikarenakan pula bagi mereka yang menikmati
hasil tindak pidana pencucian uang yng dikenakan kepada setiap orang yang
menyembunyikan atau menyamarkan asal usul,sumber lokasi, peruntukan
pengalihan hak hak ,atau kepemilikan yang sebenarnya atas harta kekayaan
yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana karena tindak pidana
pencucian uangdengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan
denda paling banyak Rp.5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah
3. Tindak pidana pencucian uang pasif yang dikenakan kepada setiap orang
yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran,
hibah,sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan harta kekayaan
yangdiketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima)tahun dan denda paling banyak Rp.

4
Sutan Remy Sjahdeini,Seluk-Beluk Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pembiayaan Terorisme,
(Jakarta:Pustaka Utama Grafiti, 2007), hal. 5.

5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak


Pidana PencucianUang, Pasal 3

4
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Haltersebut dianggap juga sama
dengan melakukan pencucian uang. Namun,dikecualikan bagi Pihak Pelapor
yang melaksanakan kewajiban pelaporansebagaimana diatur dalam undang-
undang ini

D. Obstruction of Justice (OoJ)


Dalam ilmu hukum, secara umum arti “Obstruction of Justice” adalah
perbuatan menghalang-halangi proses peradilan (proses hukum). Sementara itu,
dalam doktrin ilmu hukum pidana di Indonesia, umumnya “Obstruction of
Justice” didefinisikasi sebagai tindak pidana yang menghalangi proses hukum.
Dalam ajaran hukum pidana, suatu tindak pidana dirumuskan berdasarkan unsur-
unsur yang ada sehingga dapat dikatakan sebagai suatu tindak pidana, Simons
dalam menjelaskan perumusan mengenai delik yakni sebagai:6
“Een Strafbaar gestelde onrechmatige (wederrechtelijke), met schuld
in verband staade handeling vaneen toerekeningsvatbaar person”.
Perumusan tersebut, apabila dibagi berdasarkan unsur-unsur yang ada
di dalam suatu tindak pidana, pendapat Simons tersebut menurut Satochid
Kertanegara dapat dibagi berdasarkan unsur sebagai berikut:7
1. Tindakan yang dapat dihukum;
2. Tindakan yang dilakukan bertentangan dengan hukum;
3. Tindakan dengan kesalahan yang berhubungan dengan;
4. Tindakan yang dilakukan oleh orang yang dapat dihukum
(toerekeningsvatbaar)

Berdasarkan sifatnya perbuatan “Obstruction of Justice”, ditujukan agar


suatu proses hukum terhadap sesorang pelaku tindak pidana menjadi terhambat
atau terhenti, maka sudah barang tentu bahwa perbuatan yang dilakukan adalah
perbuatan pada saat dilakukannya proses peradilan yang meliputi

6
Satochid Kartanegara, Hukum Pidana (Kumpulan Kuliah) (Balai Lektur Mahasiswa 1998).[91]
7
Ibid [91]

5
penyelidikan, penyidikan, penuntutan maupun pemeriksaan persidangan, yang
dilaksanakan oleh pejabat yang berwenang

E. Whisteleblower (WB) dan Justice Collaboration (JC)


Kehadiran justice whistleblower dan collaborator dapat membantu
penegak hukum dalam mengungkap kasus hukum. Keduanya memiliki peran
yang sangat penting dalam sistem peradilan pidana. Lalu, apa beda whistleblower
dan justice collaborator?
“Whistleblower” adalah orang yang mengungkapkan fakta mengenai
sebuah tindak pidana yang terjadi. “Whistleblower” adalah pihak yang
mengetahui dan melaporkan tindak pidana tertentu dan bukan merupakan bagian
dari pelaku kejahatan yang dilaporkannya
“Justice collaborator” adalah salah satu pelaku tindak pidana tertentu
yang mengakui kejahatan yang dilakukannya.8 Pelaku tindak pidana yang
bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk membongkar kasus tindak
pidana tertentu yang terorganisir dan menimbulkan ancaman serius.9 “Justice
Collaborator” bukan pelaku utama dalam kejahatan tersebut serta memberikan
keterangan sebagai saksi di dalam proses peradilan.
Tindak pidana yang dimaksud seperti korupsi, terorisme, narkotika,
pencucian uang, perdagangan orang, maupun tindak pidana terorganisir yang lain.

perlindungan hukum atas kasus yang diungkap keduanya. Whistleblower tidak


dapat dituntut secara hukum, baik pidana maupun perdata atas laporan yang
diberikannya, kecuali laporan tersebut diberikan tidak dengan iktikad baik.
Sedangkan justice collaborator, sebagai bagian dari pelaku tindak pidana
tidak akan dibebaskan dari tuntutan hukum. Namun, atas perannya dalam
mengungkap kasus, justice collaborator akan diberikan penanganan khusus dalam
proses pemeriksaan. Misalnya, pemisahan tempat penahanan atau tempat
menjalani pidana dengan pelaku yang diungkap tindak pidananya. Justice

8
Widhia Arum Wibawana, Perbedaan Justice Collaborator dan Whistleblower, (detik news,2023)

9
Tri Purna Jaya, Perbedaan Justice Collaborator dan Whistleblower Kompas.com,2022

6
collaborator juga akan mendapatkan penghargaan atas kesaksiannya, yaitu
keringanan penjatuhan pidana atau pembebasan bersyarat, remisi tambahan, dan
hak narapidana lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

F. Saber Pungli
Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli) adalah pemberantasan
pungutan liar, mempunyai tugas melaksanakan pemberantasan pungutan liar
secara efektif dan efisien dengan mengoptimalkan pemanfaatan personil, satuan
kerja, dan sarana prasarana, baik yang berada di kementerian/lembaga maupun
pemerintah daerah yang dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 87 Tahun 2016 Tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan
Liar.
Dalam melaksanakan tugasnya, menurut Perpres, Satgas Saber Pungli
menyelenggarakan fungsi:
1 Intelijen;
2 Pencegahan;
3 Penindakan; dan
4 Yustisi.

Adapun wewenang Satgas Saber Pungli adalah:

1 Membangun sistem pencegahan dan pemberantasan pungutan liar;


2 Melakukan pengumpulan data dan informasi dari
kementerian/lembaga dan pihak lain yang terkait dengan
menggunakan teknologi informasi;
3 Mengoordinasikan, merencanakan, dan melaksanakan operasi
pemberantasan pungutan liar;
4 Melakukan operasi tangkap tangan;
5 Memberikan rekomendasi kepada pimpinan kementerian/lembaga,
serta kepala pemerintah daerah untuk memberikan sanksi kepada

7
pelaku pungli sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
6 Memberikan rekomendasi pembentukan dan pelaksanaan tugas lain
unit Saber Pungli di setiap instansi penyelenggara pelayaan publik
kepada pimpinan kementerian/lembaga dan kepala pemerintah
daerah; dan
7 Melakukan evaluasi pemberantasan pungutan liar.

Anggota Satgas Saber Pungli terdiri dari:

1. Polri;
2. Kejaksaan Agung;
3. Kementerian Dalam Negeri;
4. Kementerian Hukum dan HAM;
5. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK);
6. Ombudsman RI;
7. Badan Intelijen Negara (BIN); dan
8. Polisi Militer TNI.

8
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari materi yang telah kami sampaikan, dapat kita peroleh kesimpulan
yaitu
1. Tindak pidana korupsi yaitu perbuatan melawan hukum,
penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana, dan
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
2. gratifikasi adalah pemberian yang diberikan karena layanan atau
manfaat yang diperoleh
3. tindakan pencucian uang bertujuan untuk memperkaya diri dengan
menyamarkan asal usul uang tersebut berasal
4. “Obstruction of Justice” adalah perbuatan menghalang-halangi proses
peradilan (proses hukum).
5. Whistleblower” adalah orang yang mengungkapkan fakta mengenai
sebuah tindak pidana yang terjadi “Justice collaborator” adalah salah
satu pelaku tindak pidana tertentu yang mengakui kejahatan yang
dilakukannya
6. Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli) adalah pemberantasan
pungutan liar,

B. Saran
Setelah mempelajari materi ini diharapkan kita dapat megetahui serta
berhati hati dalam bertindak. Agar tindakan kita tidak termasuk dari perilaku
korupsi dan kita dapat mengetahui perkembangan tindak pidana korupsi.

9
DAFTAR PUSTAKA

Adji Indriyanto Seno, 2007, Korupsi, Kebijakan Aparatur Negara & Hukum Pidana,
CV. Diadit Media, Jakarta

Kartanegara Satochid, Hukum Pidana (Kumpulan Kuliah) (Balai Lektur Mahasiswa


1998).[91]

Sjahdeini Sutan Remy,Seluk-Beluk Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pembiayaan


Terorisme, (Jakarta:Pustaka Utama Grafiti, 2007), hal. 5.

Tri Purna Jaya, Perbedaan Justice Collaborator dan Whistleblower Kompas.com,2022

UU No. 7 Tahun 2006

UU Nomor 20/2021 penjelasan pasal 12b ayat 1

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak


Pidana PencucianUang, Pasal 3

Widhia Arum Wibawana, Perbedaan Justice Collaborator dan Whistleblower, (detik


news,2023)

10

Anda mungkin juga menyukai