Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH TINDAK PIDANA KORUPSI

MEKANISME PEMERIKSAAN DALAM TINDAK PIDANA


KORUPSI DI INDONESIA

Dosen Pengampu: Radini, S.H, M.H.

Disusun Oleh:

Ahmad Kalingga 12120713614


Mitha Marchella 12120724268
Citra Nurhaliza 12120723791

PROGRAM STUDI S1 ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM

RIAU

2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur dipersembahkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat, hidayah serta petunjuk-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah

yang berjudul “mekanisme pemeriksaaan dalam tindak pidana korupsi di Indonesia”.

Makalah ini ditulis untuk pemenuhan tugas Program S1 Ilmu Hukum. Pada

kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Radini S.H, M.H

selaku dosen pengampu mata kuliah tindak pidana korupsi.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh

karena itu, segala kritik dan saran yang bersifat membangun akan penulis terima

dengan senang hati. Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat terutama

bagi pribadi dan pihak lain yang berkepentingan.

Pekanbaru, 13 Maret 2024


Penulis

Kelompok 5

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1

A. Latar Belakang ........................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ...................................................................................... 2

C. Tujuan Penulisan ........................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................. 3

A. Pengertian Korupsi ..................................................................................... 3

B. Pemeriksaan Pendahuluan .......................................................................... 5

C. Penuntutan .................................................................................................. 6

D. Pemeriksaan Akhir ..................................................................................... 8

BAB III PENUTUP ................................................................................................... 11

A. Kesimpulan............................................................................................... 11

B. Saran ......................................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 13

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tindak pidana korupsi di Indonesia hingga saat masih menjadi salah satu

penyebab terpuruknya sistem perekonomian di Indonesia yang terjadi secara

sistematik dan meluas sehingga bukan saja merugikan kondisi keuangan negara,

tetapi juga telah melanggar hak – hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas.

Oleh karenanya, tidaklah salah dan berlebihan apabila dikatakan bahwa fenomena

maraknya tidak pidana korupsi yang terjadi di indonesia sudah menjadi penyakit yang

kronis dan sulit unrtuk disembuhkan. Tindak pidana korupsi telah menjadi sesuatu

yang sistematik, sudah menjadi suatu sistem yang menyatu dengan penyelenggaraan

pemerintahan negara dan dapat dikatakan bahwa pemerintah justru akan hancur

apabila tindak pidana korupsi diberantas. 1

Struktur pemerintahan yang dibangun dengan latar belakang korupsi akan

menjadi struktur yang korup dan akan hancur manakala korupsi tersebut dihilangkan.

Sejarah menorehkan catatan panjang perjuangan bangsa Indonesia melawan tindak

pidana korupsi. Namun demikian, hingga saat ini tindak pidana korupsi masih

merajalela bahkan semakin canggih semakin tersistematis. Sebagai bangsa pejuang,

bangsa Indonesia tidak pernah dan tidak boleh menyerah. Perlawanan terhadap tindak

1
Liza and Rusmini Deshaini, Mekanisme Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi Di
Pengadilan, 8, 2019, 107–19.

1
pidana korupsi harus terus dilakukan. Perlawanan terhadap tindak pidana korupsi ini

tentunya harus dilakukan dengn lebih masif, sistematis, konsisten, dan berkomitme

Mekanisme pemeriksaan tindak pidana korupsi adalah dengan menggunakan

hukum acara yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yaitu

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981, kecuali diatur tersendiri dalam undang-

undang tindak pidana korupsi. Mekanisme pemeriksaan tindak pidana korupsi di

Pengadilan adalah pemeriksaan pendahuluan, penuntutan, pemeriksaan akhir dan

bentuk – bentuk putusan Hakim dalam tindak pidana korupsi adalah putusan bebas

(Vrijspraak), putusan pemidanaan (Veroordeling).

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana mekanisme pemeriksaaan dalam tindak pidana korupsi di Indonesia?

2. Apa saja Mekanisme pemeriksaan dalam tindak pidana korupsi di Indonesia?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk Mengetahui Bagaimana mekanisme pemeriksaaan dalam tindak pidana

korupsi di Indonesia?

2. Untuk Mengetahui Apa saja Mekanisme pemeriksaan dalam tindak pidana korupsi

di Indonesia?

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Korupsi

Istilah korupsi berasal dari kata corruptio, corruption, corrupt (Inggris),

corruption (Perancis), dan corruptie, koruptie (Belanda). Secara harfian, kata korupsi

bermakna kebusukan, kebejatan, kecurangan, keburukan kerusakan, penyimpangan

kesucian, dapat disuap, ketidakjujuran, tidak bermoral, memfitnah, atau kata-kata

atau ucapan menghina.2

Pada tahun 2001 dilakukan amandemen terhadap Undang-Undang Nomor 31

Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menjadi Undang-Undang

Nomor 20 tahun 2001. Dalam Undang-Undang yang baru ini lebih diuraikan elemen-

elemen dalam pasal-pasal Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang pada

awalnya hanya disebutkan saja dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999.3

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) merupakan salah satu pengadilan

khusus pascareformasi yang diharapkan dapat menjadi model dari pengadilan yang

independen, berkualitas, adil, dan modern. Pengadilan ini awalnya diatur dalam UU

No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dengan

2
Dr. Nasaruddin Umar, Hukum Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia & Strategi Khusus
Pembinaan Narapidana Korupsi, Lp2M Iain Ambon, 2019.
3
Komisi Pemberantasan Korupsi, „Gratifikasi Akar Korupsi‟, Kpk, 53.9 (2019), 1689–99
<www.journal.uta45jakarta.ac.id>.

3
kewenangan mengadili khusus pada perkara-perkara tipikor yang penuntutannya

dilakukan oleh KPK.4

Tindak Pidana Korupsi sebelumnya, merupakan tindak lanjut dari Putusan

Mahkamah Konstitusi Nomor 012-016-019/PUU-IV/2006 tanggal 19 Desember

2006, telah membawa perubahan terhadap beberapa hal terhadap tindak pidana

korupsi dan pengadilan tindak pidana korupsi, yaitu tindak pidana korupsi sebagai

tindak pidana biasa (umum) dan, oleh sebab itu, penanganan tindak pidana korupsi

dilakukan melalui prosedur biasa/normal. Tidak lagi ada Pengadilan Tipikor yang

khusus memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana korupsi yang

penuntutannya diajukan oleh KPK. Berdasarkan asas kompetensi relatif pengadilan,

KPK sekarang mengajukan perkara tindak pidana korupsi ke pengadilan di tempat

mana tindak pidana terjadi (locus delicti).5

Bentuk atau Jenis tindak pidana korupsi pada dasarnya dapat dikelompok kan

sebagai berikut:6

1. Kerugian keuangan negara

2. Suap menyuap

3. Penggelapan dalam jabatan

4. Pemerasan

5. Perbuatan curang

4
Arsil. and others, Anti-Corruption Courts in Indonesia after 2009 : Between Expectation and
Reality, 2021.
5
Mudzakkir, „Pengadilan Tindak Pidana Korupsi: Tindak Pidana Biasa Penangannya Luar
Biasa‟, Legislasi Indonesia, 8.2 (2011), 297–320.
6
KPK, Memahami Untuk Membasmi, 2006.

4
6. Benturan kepentingan dalam pengadaan

7. Gratifikasi

B. Pemeriksaan Pendahuluan

Pemeriksaan pendahuluan pada tindak pidana korupsi sebelum sampai pada

siding di pengadilan akan melalui beberapa proses yaitu proses penyidikan dan

penyelidikan. Proses penyidikan adalah pengumpulan barang bukti yang dilakukan

oleh penyidik untuk menemukan tersangkanya (pasal 1 angka 2 KUHAP), sedangkan

penyelidikan yaitu dilakukan sebelum penyidikan, untuk mengetahui dan menentukan

peristiwa apayang telah terjadi, membuat berita acara serta laporannya yang nantinya

merupakan dasar permulaan penyidikan. 7

Menurut KUHAP dalam BAB IV pasal 4 yang dimaksud penyelidik adalah

setiap pejabat polisi Negara Republik Indonesia dan penyidik menurut pasal 6 ayat 1

KUHAP adalah pejabat polisi Negara Republik Indonesia dan pejabat pegawai negeri

sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang.

Selanjutnya Penahanan, Mengenai apa menjadi syarat - syarat penahanan bagi

seorang tersangka atau terdakwa diatur di dalam Pasal 21 ayat (1) KUHAPyaitu : 8

1. Diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup

2. Dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau

terdakwa akan melarikan diri, merusak, atau menghilangkan barang buki ; dan

7
Deshaini.
8
Deshaini.

5
3. Mengulangi tindak pidana Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa

di tempat tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim dengan

penetapannya,serta menurut cara yang diatur dalam undang – undang (Pasal 1

butir 21 KUHAP). Penahanan hanya dapat dikenakan terhadap tersangka atau

terdakwa yang melakukan tindak pidana dan/atau Tindak pidana tersebut diancam

dengan pidana penjara lima tahun atau lebih. Jenis-jenis penahanan (Pasal 22

KUHAP) dapat berupa :

a. Penahanan rumah tahanan negara.

b. Penahanan rumah, penahanan rumah dilaksanakan dirumah tempat tinggal atau

Rumah kediaman tersangka atau terdakwa dengan mengadakan pengawasan

terhadapnya untuk segala sesuatu yang dapat menimbulkan

c. kesulitan dalam penyidikan, penuntutan atau pemeriksaan di sidang pengadilan,

penahanan tersebut 1/3 dari jumlahlamanya waktu penahanan.

d. Penahanan kota, Penahanan kota dilakukan di kota tempat tinggal atau tempat

kediaman tersangka atau terdakwa, dengan kewajiban bagi tersangka atau

terdakwa melapor diri pada waktu yang ditentukan. Untuk penahanan kota

pengurangan tersebut 1/5 dari jumlah lamanya waktu penahanan.

C. Penuntutan

Proses penuntutan suatu tindak pidana korupsi merupakan bagian yang sangat

penting dalam sistem peradilan pidana, karena merupakan jembatan yang

menghubungkan antara tahap penyidikan dengan tahap pemeriksaan di sidang

6
pengadilan. Selain itu tujuan dari proses penuntutan adalah sebagai filter atau

penyaring terhaap suatu berkas perkara tindak pidana korupsi apakah sudah layak

untuk dilimpahkan ke pengadilan.9

Sebagaimana dinyatakan dalam KUHAP bahwa tujuan dari pada penuntutan

adalah melimpahkan perkara pidana ke pengadilan yang berwenang dengan

permintaan supaya perkara tersebut diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang

pengadilan. Pasal 1 butir 6 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) disebutkan bahwa :

a. Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk

bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan yang

telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

b. Penuntut umum adalah Jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk

melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim. Ketentuan di atas

memberi pengertian bahwa penuntut umum harus seorang Jaksa. Dan tugas Jaksa

Penuntut Umum untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan

hakim.

Secara garis besar setelah berlakunya, KUHAP, tugas Jaksa adalah :

1. Sebagai penuntut umum;

2. Pelaksana putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap

(eksekutor).

9
Billy Lanongbuka. Olga A.Pangkerego. Christine S.Tooy, „Wewenang Penuntut Umum
Melakukan Penuntutan Tindak Pidana Korupsi‟, Lex Crimen, IX.4 (2020), 75–85
<https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/lexcrimen/article/view/30807>.

7
Dalam tugasnya sebagai penuntut umum, Jaksa mempunyai tugas :

1. Melakukan penuntutan.

2. Melaksanakan penetapan hakim.

Dua tugas tersebut dilakukan oleh penuntut umum dalam proses

persidangan pidana yang sedang berjalan. Penuntut umum dalam perkara pidana

harus mengetahui secara jelas semua pekerjaan yang harus dilakukan penyidik dari

permulaan hingga terakhir yang seluruhnya harus dilakukan berdasarkan hukum.

Jaksa akan mempertanggungjawabkan semua perlakuan terhadap terdakwa itu

mulai tersangka disidik, kemudian diperiksa perkaranya, lalu ditahan, dan akhirnya

apakah tuntutannya yang dilakukan oleh Jaksa itu sah dan benar atau tidak

menurut hukum, sehingga benar-benar rasa keadilan masyarakat dipenuhi10

D. Pemeriksaan Akhir

pemeriksaan akhir merupakan pemeriksaan yang sedang berlangsung di dalam

pengadilan. Pemeriksaan perkara pidana di pengadilan adalah sebagai berikut : 11

a. Pembacaan surat dakwaan (Pasal 155 KUHAP)

b. Eksepsi (Pasal 156 KUHAP)

c. Pemeriksaan saksi dan saksi ahli

d. Keterangan terdakwa

e. Pembuktian (Pasal 181 KUHAP)

10
S.Tooy.
11
Kadek Wijana, I Made Sepud, and Anak Agung Sagung Laksmi Dewi, „Peradilan Tindak
Pidana Korupsi Bagi Anggota Militer‟, Jurnal Analogi Hukum, 2.3 (2020), 404–8
<https://doi.org/10.22225/ah.2.3.2494.404-408>.

8
f. Requisitoir atau tuntutan pidana (Pasal 187 huruf a KUHAP)

g. Pledoi (Pasal 196 ayat (3) KUHAP)

h. Replik – Duplik (Pasal 182 ayat (1) butir c KUHAP )

i. Kesimpulan

j. Putusan Pengadilan

Bentuk dari putusan hakim terhadap terdakwa tindak pidana korupsi adalah :

1. Putuan Bebas (Vrijspraak)

Dalam praktek putusan bebas yang lazim disebut putusan acquittal, yang

berarti bahwa tersakwa dinyatakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan tidak

terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang didakwakan atau dapat

juga disebut terdakwa tidak dijatuhi hukuman pidana. Berdasarkan ketentuan Pasal

191 ayat (1)KUHAP, putusan bebas Terhadap pelaku tindak pidana korupsi atau

tindak pidana pada umumnya dapat dijatuhkan karena :

a. Dari pemeriksaan sidang di pngadilan

b. Kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti

secara sah dan meyakinkan Adapun menurut penjelasan Pasal 19 ayat (1)

menyebutkan bahwa yang yang dimaksud perbutan yang didakwakan

kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan adalah tidak cukup bukti

menurut pertimbangan hakim atas dasar pembuktian dengan menggunakan alat

bukti menurut ketentuan hukum acara pidana.

9
2. Putusan Pemidanaan (Veroordeling)

Putusan pemidanaan dalam tindak pidana korupsi dapat terjadi apabila

perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan

menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan maka majelis

hakim akan menjatuhkan pidana.

Pengadilan dalam menjatuhkan putusan pemidanaan, jika terhadap

terdakwa itu tidak dilakukan penahanan, dapat diperintahkan oleh majelis hakim

supaya terdakwa tersebut ditahan, apabila tindak pidana yang dilakukan itu

diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih, atau apabila tindak pidana

yang dilakukan diatur dalam Pasal 21 ayat (4) huruf b KUHAP dan terdapat cukup

alasan untuk itu. Dalam aspek terdakwa dilakukan suatu penahanan maka

pengadilan dapat menetapkan terdakwa tetap berada dalam tahanan atau

membebaskannya, apabila terdapat cukup alasan untuk itu.

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pentingnya proses pemeriksaan yang transparan dan akuntabel dalam menangani

kasus korupsi.

2. Perlunya penggunaan bukti yang kuat dan prosedur hukum yang benar untuk

memastikan keadilan bagi semua pihak yang terlibat.

3. Implementasi mekanisme pemeriksaan yang efektif dapat membantu mencegah,

mendeteksi, dan menindak tindak pidana korupsi dengan lebih efisien.

4. Diperlukan koordinasi yang baik antara lembaga penegak hukum, pemerintah, dan

masyarakat untuk memastikan keberhasilan mekanisme pemeriksaan dalam

memberantas korupsi.

5. Perlunya reformasi hukum dan penegakan hukum yang lebih baik guna

meningkatkan efektivitas dalam memberantas tindak pidana

korupsi di masyarakat.

B. Saran

Bagi pembaca, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan

pengetahuan terkait dengan Mekanisme Pemeriksaan dalam tindak pidana korupsi di

Indonesia Khususnya untuk mengetahui bagaimana proses mekanisme pemeriksaan

11
dalam rindak pidana korupsi di Indonesia dan mengetahui bentuk-bentuk

peemriksaan dalam tindak pidana korupsi di Indonesia.

12
DAFTAR PUSTAKA

Arsil., Astriyani., Dian Rositawati, M. Tanziel. Aziezi, David (David J.) Cohen, East-

West Center., and others, Anti-Corruption Courts in Indonesia after 2009 :

Between Expectation and Reality, 2021

Deshaini, Liza and rusmini, ‘Mekanisme Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi Di

Pengadilan’, 8, 2019, 107–19

Dr. Nasaruddin Umar, Hukum Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia & Strategi

Khusus Pembinaan Narapidana Korupsi, Lp2M Iain Ambon, 2019

Komisi Pemberantasan Korupsi, ‘Gratifikasi Akar Korupsi’, Kpk, 53.9 (2019), 1689–

99 <www.journal.uta45jakarta.ac.id>

KPK, Memahami Untuk Membasmi, 2006

Mudzakkir, ‘Pengadilan Tindak Pidana Korupsi: Tindak Pidana Biasa Penangannya

Luar Biasa’, Legislasi Indonesia, 8.2 (2011), 297–320

S.Tooy, Billy Lanongbuka. Olga A.Pangkerego. Christine, ‘Wewenang Penuntut

Umum Melakukan Penuntutan Tindak Pidana Korupsi’, Lex Crimen, IX.4

(2020), 75–85

Wijana, Kadek, I Made Sepud, and Anak Agung Sagung Laksmi Dewi, ‘Peradilan

Tindak Pidana Korupsi Bagi Anggota Militer’, Jurnal Analogi Hukum, 2.3

(2020), 404–8 <https://doi.org/10.22225/ah.2.3.2494.404-408>

13

Anda mungkin juga menyukai