Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PERATURAN PERUNDANG - UNDANGAN


INDONESIA

Disusun oleh :

Kelompok 4

1. Indriani Syafitri

2. Nensi Oktavia

3. Novita Hardiani

4. Sonia Asrika

Dosen Pengampu :

Rendi Dwipa, SE., M.Ak

INSTITUT AGAMA ISLAM NUSANTARA BATANG HARI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT. karena atas rahmat, karunia serta kasih
sayangNya kami dapat menyelesaikan makalah ini. Sholawat serta salam semoga tetap tercurah
kepada Nabi terakhir, penutup para Nabi sekaligus satu-satunya uswatun hasanah kita, Nabi
Muhammad SAW. tidak lupa pula saya ucapkan terima kasih Bapak Rendi Dwipa, SE.,M.Ak
selaku dosen Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan dan Anti Korupsi

Dalam penulisan makalah ini, kami menyadari masih banyak terdapat kesalahan dan
kekeliruan, baik yang berkenaan dengan materi pembahasan maupun dengan teknik
pengetikan, walaupun demikian, inilah usaha maksimal kami selaku para penulis
usahakan.Semoga dalam makalah ini para pembaca dapat menambah wawasan ilmu
pengetahuan dan diharapkan kritik yang membangun dari para pembaca guna memperbaiki
kesalahan sebagaimana mestinya.

Muara Bulian, November 2022

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................II

DAFTAR ISI .............................................................................................................III

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar belakang.............................................................................................4

B. Rumusan masalah......................................................................................6

C. Tujuan .........................................................................................................6

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Anti korupsi .............................................................................7

B. Jenis tindak pidana korupsi ......................................................................7

C. Penuntutan Perkara Pidana Tindak Pidana Korupsi ..............................8

D. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi ..........................................................9

E. Cara pencegahan korups .........................................................................13

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ......................................................................................14

3.2 Saran ...............................................................................................14


DAFTAR PUSTAKA

.
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sejarah pemberantasan korupsi yang cukup panjang di Indonesia menunjukkan bahwa
pemberantasan tindak pidana korupsi memang membutuhkan penanganan yang ekstra keras
dan membutuhkan kemauan politik yang sangat besar dan serius dari pemerintah yang
berkuasa.Politik pemberantasan korupsi itu sendiri ter-cermin dari peraturan perundang-
undangan yang dilahirkan pada periode pemerintahan ter-tentu.Keberadaan undang-undang
pemberan-tasan korupsi hanyalah satu dari sekian banyak upaya memberantas korupsi dengan
sungguh-sungguh.Di samping peraturan perundang-undangan yang kuat,juga diperlukan
kesadaran masyarakat dalam memberantas korupsi.Ke-sadaran masyarakat hanya dapat timbul
apa-bila masyarakat mempunyai pengetahuan dan pemahaman akan hakikat tindak pidana
korupsi yang diatur dalam undang-undang.Pengetahuan masyarakat secara umumnya dan
pengetahuan para penegak hukum,utamanya KPK pada khu-susnya mengenai tindak pidana
korupsi,mutlak diperlukan.

Tindak pidana korupsi merupakan salah satu bagian dari hukum pidana khusus di samping
mempunyai spesifikasi tertentu yang berbeda dengan hukum pidana khusus, seperti adanya
penyimpangan hukum acara serta apabila ditinjau dari materi yang diatur maka tindak pidana
korupsi secara langsung maupun tidak langsung dimaksudkan menekan seminimal mungkin
terjadinya kebocoran dan penyimpangan terhadap keuangan dan perekonomian negara.
Dengan diantisipasi sedini dan seminimal mungkin penyimpangan tersebut, diharapkan roda
perekonomian dan pembangunan dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya sehingga lambat
laun akan membawa dampak adanya peningkatan pembangunan dan kesejahteraan
masyarakat pada umumnya.Satu di berbagai belahan dunia, korupsi selalu mendapatkan
perhatian yang lebih dibandingkan dengan tindak pidana lainnya. Fenomena ini dapat
dimaklumi mengingat dampak negatif yang ditimbulkan oleh tindak pidana ini. Dampak yang
ditimbulkandapat menyentuh berbagai bidang kehidupan. Korupsi merupakan masalah serius,
tindak pidana ini dapat membahayakan stabilitas dan keamanan masyarakat, membahayakan.
pembangunan sosial ekonomi, dan juga politik, serta dapat merusak nilainilai demokrasi
dan moralitas karena lambat laun perbuatan ini seakan menjadi budaya. Korupsi merupakan
ancaman terhadap cita-cita menuju masyarakat adil dan makmur.Selama ini korupsi lebih
banyak dimaklumi oleh berbagai pihak daripada memberantasnya, padahal tindak pidana
korupsi adalah salah satu jenis kejahatan yang dapat menyentuh berbagai kepentingan yang
menyangkut hak asasi, ideologi negara, perekonomian, keuangan negara, moral bangsa, dan
sebagainya, yang merupakan perilaku jahat yang cenderung sulit untuk ditanggulangi. Sulitnya
penanggulangan tindak pidana korupsi terlihat dari banyak diputusan bebas terdakwa kasus
tindak pidana korupsi atau minimnya pidana yang ditanggung oleh terdakwa yang tidak
sebanding dengan apa yang dilakukannya. Hal ini sangat merugikan negara dan menghambat
pembangunan bangsa. Jika ini terjadi secara terus-menerus dalam waktu yang lama, dapat
meniadakan rasa keadilan dan rasa kepercayaan atas hukum dan peraturan
perundangundangan oleh warga negara. Perasaaan tersebut memang telah terlihat semakin
lama semakin menipis dan dapat dibuktikan dari banyaknya masyarakat yang ingin melakukan
aksi main hakim sendiri kepada pelaku tindak pidana di dalam kehidupan masyarakat dengan
mengatasnamakan keadilan.

mencatat bahwa Indonesia adalah negara pertama di Asia yang mencanangkan suatu
peraturan khusus mengenai pemberantasan. Berdasarkan Pasal 53 Undang-undang Nomor 30
Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi maka Pengadilan Tindak
Pidana Korupsi dibentuk sebagai Lembaga Peradilan yang khusus menerima, memeriksa, dan
memutuskan perkara Tindak pidana Korupsi yang jujur, adil, benar, bermartabat, dan
berintegritas tinggi. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dalam pendiriannya diharapkan menjadi
lembaga yang menghasilkan putusan yang berdasarkan hukum, Undang-Undang, kebenaran,
dan keadilan yang sesuai dengan rasa keadilan dalam masyarakat dan keadilan bagi terdakwa
itu sendiri, sehingga penegakan hukum ditegakkan dengan seadil-adilnya dengan tidak
melanggar norma dan prinsip-prinsip keadilan.Pertama kali Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di
bentuk pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang wilayah hukumnya meliputi seluruh wilayah
Negara Republik Indonesia, selain berwenang memeriksa dan mengadili serta memutus perkara
tindak pidana korupsi yang dilakukan diluar negara Republik Indonesia oleh warga negara
Indonesia.Berdasarkan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi maka Penuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi hanya dilakukan
oleh Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

Maraknya kejahatan korupsi terjadi di-sebabkan oleh banyak hal.Salah satu penyebab
utama adalah ketidaktahuan masyarakat me- ngenai lingkup kejahatan korupsi tersebut.Meski
dalam pertanggungjawaban pidana ketidaktahuan bukan alasan untuk menghin- dar dari
tanggungjawab hukumnya,kebutuhan untuk menyosialisasikan lingkup kejahatan ko-rupsi
adalah hal yang sangat penting.Oleh ka-renanya perlu penjabaran secara menyeluruh mengenai
kejahatan korupsi yang diatur oleh perundang-undangan Indonesia.

Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan korupsi ?


2. Bagaimana jenis tindak pidana korupsi ?

3. Bagaimana Penuntutan Perkara Tindak Pidana Korupsi ?

4. Bagaimana Pengadilan Tindak Pidana Korupsi ?

5. Apa saja cara pencegahan korupsi ?

Tujuan Masalah

1. Untuk mengetahui apa itu korupsi

2. Untuk mengetahui jenis tindak pidana korupsi

3. Untuk mengetahui penuntutan perkara serta pengadilan tindak pidana korupsi

4. Untuk mengetahui cara pencegahan korupsi


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Korupsi
Korupsi berasal dari kata Latin “Corruptio” atau 1. Pengertian Korupsi Korupsi berasal dari
kata Latin “Corruptio” atau “Corruptus” yang kemudian muncul dalam bahasa Inggris dan
Prancis “Corruption”, dalam bahasa Belanda “Korruptie” dan selanjutnya dalam bahasa
Indonesia dengan sebutan “Korupsi”. Korupsi secara harfiah berarti jahat atau busuk, rusak,
atau dapat disuapi. Oleh karena itu, tindak pidana korupsi berarti suatu delik akibat perbuatan
buruk, busuk, jahat, rusak atau suap.Korupsi dikenal pembuktian terbalik terbatas yaitu orang
yang diteriksa harta bendanya oleh pengadilan wajib memberikan keterangan secukupnya yaitu
mengenai harta benda sendiri dan harta benda orang lain yang dipandang erat hubungannnya
menurut ketentuan pengadilan.Jika membicarakan tentang korupsi memang akan menemukan
kenyataan semacam itu karena korupsi menyangkut segi-segi moral, sifat dan keadaan yang
busuk, jabatan dalam instansi atau aparatur pemerintah, penyelewengan kekuasaan dalam
jabatan karena pemberian, faktor ekonomi dan politik, serta penempatan keluarga atau
golongan ke dalam kedinasan di bawah kekuasaan jabatannya.11 Dengan demikian, secara
harfiah dapat ditarik kesimpulan bahwa sesungguhnya istilah korupsi memiliki arti yang sangat
luas.

a. Korupsi, penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau perusahaan dan sebagainya)
untuk kepentingan pribadi dan orang lain.
b. Korupsi : busuk; rusak; suka memakai barang atau uang yang
dipercayakan kepadanya; dapat disogok (melalui kekuasaannya untuk kepentingan pribadi).

Tindak pidana korupsi bukan merupakan barang baru di Indonesia. Sejak zaman
kerajaankerajaan terdahulu, korupsi telah terjadi meski tidak secara khusus menggunakan
istilah korupsi. Pasca zaman kemerdekaan, ketika Indonesia mulai membangun dan mengisi
kemerdekaan dengan pembangunan, korupsi terus mengganas sehingga mengganggu jalannya
pembangunan nasional. Berbagai upaya pemberantasan korupsi dilakukan oleh pemerintah
sejak kemerdekaan, baik dengan menggunakan peraturan perundangundangan yang ada
maupun dengan membentuk peraturan perundang-undangan baru yang secara khusus
mengatur mengenai pemberantasan tindak pidana korupsi.
B.Jenis Tindak Pidana Korupsi
Tindak pidana korupsi berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
dikelompokkan menjadi 7 macam sebagai berikut :
a. Perbuatan yang Merugikan Negara.
b. Suap Menyuap.
c. Penyalahgunaan Jabatan.
d. Pemerasan.
e. Korupsi yang berhubungan dengan Kecurangan.

f. Korupsi yang berhubungan dengan pengadaan.

g. Korupsi yang berhubungan dengan gratifikasi (Hadiah).


Jenis Tindak Pidana Lain yang Berkaitan dengan Tindak Pidana Korupsi berdasarkan Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah :
a. Merintangi Proses Pemeriksaan Perkara Korupsi
b. Tidak Memberi Keterangan atau Memberi Keterangan yang tidak benar.
c. Bank yang tidak memberikan keterangan rekening tersangka.
d. Saksi atau ahli yang tidak memberi keterangan atau memberi keterangan palsu.
e. Orang yang memegang rahasia jabatan tidak memberi keterangan atau memberi keterangan
palsu.
f. Saksi yang membuka identitas pelapor.
C. Penuntutan Perkara Pidana Tindak Pidana Korupsi
Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana mengatur dalam Pasal 8 bahwa penyidik yakni
pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dan atau Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu
yang diberi wewenang khusus oleh Undang-undang, membuat berita acara
tentang tindakan penyidikan kemudian penyidik menyerahkan berkas perkara kepada penuntut
umum. Pasal 13 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana mengatur bahwa Penuntut Umum
adalah Jaksa yang diberi

wewenang oleh Undang-undang untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan


hakim. Pasal 110 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana mengatur bahwa setelah penyidik
telah selesai melakukan penyidikan, maka penyidik wajib menyerahkan berkas perkara itu
kepada penuntut umum, namun dalam hal penuntut umum berpendapat bahwa hasil
penyidikan tersebut ternyata masih kurang lengkap, maka penuntut umum segera
mengembalikan berkas perkara itu kepada penyidik disertai petunjuk untuk dilengkapi dan
Penyidik wajib melakukan penyidikan tambahan sesuai dengan petunjuk dari penuntut
umum.Pasal 138 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana mengatur bahwa penuntut umum
setelah menerima hasil penyidikan dari penyidik segera mempelajari dan menelitinya serta
dalam waktu tujuh hari wajib memberitahukan kepada penyidik apakah hasil penyidikan itu
sudah lengkap atau belum dan dalam hal hasil penyidikan ternyata belum lengkap, maka
penunutut umum mengembalikan berkas perkara kepada penyidik disertai petunjuk tentang
hal yang harus dilakukan untuk dilengkapi dan dalam waktu empat belas hari sejak tanggal
penerimaan berkas, penyidik harus sudah menyampaikan kembali berkas perkara itu kepada
penuntut umum.
D.Pengadilan Tindak Pidana Korupsi

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (disingkat Pengadilan Tipikor) adalah Pengadilan Khusus
yang berada di lingkungan Peradilan Umum. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi merupakan satu-
satunya pengadilan yang berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak
pidana korupsi. Saat ini Pengadilan Tindak Pidana Korupsi telah dibentuk di setiap Pengadilan
Negeri yang berkedudukan di Ibukota Provinsi.
a. Tempat Kedudukan.
Pada awalnya Pengadilan Tindak Pidana Korupsi hanya dibentuk di Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat yang wilayah hukumnya meliputi seluruh wilayah negara Republik Indonesia. Setelah
diterbitkannya Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
dibentuk pada setiap Pengadilan Negeri di Ibu Kota Provinsi yang meliputi daerah hukum
provinsi yang bersangkutan.
b. Kewenangan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.Pengadilan Tindak Pidana Korupsi berwenang
memeriksa, mengadili, dan memutus perkara:
1) tindak pidana korupsi;
2) tindak pidana pencucian uang yang tindak pidana asalnya

adalah tindak pidana korupsi; dan/atau


3) tindak pidana yang secara tegas dalam undang-undang lain ditentukan sebagai tindak pidana
korupsi.Khusus untuk Pengadilan Tipikor di Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat mempunyai kewenangan untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak
pidana korupsi yang dilakukan oleh Warga Negara Indonesia di luar wilayah negara Republik
Indonesia.
c. Susunan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
Susunan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi terdiri atas:
1) Pimpinan
Pimpinan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi terdiri atas seorang ketua dan seorang wakil ketua.
Ketua dan Wakil Ketua Pengadilan Tindak Pidana Korupsi adalah Ketua dan Wakil Ketua
Pengadilan Negeri. Ketua bertanggung jawab atas administrasi dan pelaksanaan Pengadilan
Tindak Pidana Korupsi.
2) Hakim.
Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi terdiri dari hakim karir dan hakim ad hock. Hakim karir
ditetapkan oleh Mahkamah Agung Indonesia dan selama menangani perkara tindak pidana
korupsi dibebaskan dari tugasnya untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara lain.
Sementara hakim ad hock diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Ketua Mahkamah
Agung. Hakim ad hoc diangkat untuk masa jabatan selama 5 (lima) tahun dan dapat diangkat
kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.

3) Panitera.
Pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dapat ditetapkan adanya kenaiteraan khusus yang
ipimpin oleh seorang

E. Delik Korupsi dalam KUHP

Meski tidak secara khusus mengatur mengenai tindak pidana korupsi di dalamnya, KUHP
telah mengatur banyak perbuatan korupsi, yang mana pengaturan tersebut kemudian diikuti
dan ditiru oleh pembuat undang-undang pemberantasan korupsi hingga saat ini. Namun
meskipun demikian tetap terbuka jalan lapang untuk menerapkan hukum pidana yang sesuai
dan selaras dengan tata hidup masyarakat Indonesia mengingat KUHP sekarang ini sudah tua
dan seringkali dilabeli sebagai merek kolonial. Dalam perjalanannya KUHP telah di-
ubah,ditambah,dan diperbaiki oleh beberapa undang-undang nasional seperti UU No.1Tahun
1946 tentang Peraturan Hukum Pidana,UU No.20Tahun 1946 tentang HukumTutupan,dan UU
No.73Tahun 1958 tentang Keberlakuan UU No.1Tahun 1946 untuk SeluruhWilayah
Indonesia,termasuk berbagai undang-undang mengenai korupsi yang mengatur secara lebih
khusus be-berapa ketentuan yang ada di KUHP.

Delik korupsi yang ada di dalam KUHP meliputi delik jabatan dan delik yang berkaitan
dengan delik jabatan.Sesuai dengan sifat dan kedudukan KUHP,delik korupsi yang diatur di
dalamnyamasihmerupakankejahatanbiasa.Pada bagian berikutnya dalam modul ini akan
dibahas secara khusus mengenai delik-delik korupsi yang secara mutlak ditarik atau diambil dari
KUHP.

Pemberantasan Korupsi Penguasa Perang Pusat (Pepperpu) No. Prt/Peperpu/013/1950


Peraturan ini dapat dikatakan sebagai peraturan pertama yang memakai istilah korupsi
sebagai istilah hukum dan juga turut memberikan pengertian korupsi sebagai perbuatan-
perbuatan yang merugikan keuangan dan perekonomian negara. Peraturan ini setidaknya
membagi korupsi menjadi dua perbuatan, yaitu korupsi sebagai perbuatan pidana dan korupsi
sebagai perbuatan lainnya. Pembagian ini menuai banyak kritik dari para sarjana hukum,
meskipun sebenarnya apabila ditelisik secara objektif, terdapat perkembangan yang cukup baik
dibandingkan dengan peraturan sebelumnya. Adapun pembagian korupsi ke dalam dua jenis
perbuatan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Korupsi Sebagai Perbuatan Pidana
a) Kejahatan-kejahatan yang tercantum dalam Pasal 41-50 dalam Pepperpu ini dan dalam Pasal
209, 210, 418, 419, dan 420 KUHP.

b) Kejahatan atau pelanggaran memperkaya diri sendiri atau orang lain yang secara langsung
atau tidak langsung merugikan keuangan atau
perekonomian negara atau daerah atau merugikan suatu badan yang menerima bantuan dari
keuangan negara atau badan hukum lain yang mempergunakan modal dan kelonggaran-
kelonggaran masyarakat.
c) Kejahatan atau pelanggaran memperkaya diri sendiri atau orang lain yang dilakukan dengan
menyalahgunakan jabatan atau kedudukan.
2) Korupsi Sebagai Perbuatan Bukan Pidana atau Perbuatan Lainnya
a) Kejahatan atau pelanggaran memperkaya diri sendiri atau orang lain yang secara langsung
atau tidak langsung merugikan keuangan atau perekonomian negara atau daerah atau
merugikan suatu badan yang menerima bantuan dari keuangan negara atau badan hukum lain
yang mempergunakan modal dan kelonggaran-kelonggaran masyarakat.
b) Kejahatan atau pelanggaran memperkaya diri sendiri atau orang lain yang dilakukan dengan
menyalahgunakan jabatan atau kedudukan.

UU No. 24 (PRP) Tahun 1960 tentang Tindak Pidana Korupsi


Perubahan yang signifkan dari Peraturan Penguasa Perang Pusat ke dalam bentuk Undang-
Undang ini hanyalah pengubahan istilah dari “perbuatan” menjadi “tindak pidana”. Salah satu
hal menarik yang patut diperhatikan adalah bahwa Peraturan Penguasa Perang Pusat tentang
Pemberantasan Korupsi bersifat darurat, temporer, dan berdasarkan UU Keadaan Bahaya.
Sehingga dalam keadaan normal diperlukan penyesuaian-penyesuaian tertentu agar dapat lebih
diterima secara luas, baik dari segi legitimasi maupun segi penerapan hukumnya.

UU No. 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi


Tercatat sepanjang periode 1960-1970 terdapat banyak perkara tindak pidana korupsi.
Meskipun demikian masih terlalu dini untuk mengambil hipotesis bahwa banyaknya perkara
tindak pidana korupsi sejalan dengan efektifnya undang-undang yang telah diberlakukan.
Beberapa masalah yang timbul saat pembentukan undang-undang ini antara lain, usulan untuk
memberlakukan pembuktian terbalik dan ketentuan berlaku surut (retroaktif).Pada tahun 1970-
an juga, Presiden membentuk Komisi 4 dengan tujuan agar usaha usaha pemberantasan
korupsi dapat berjalan lebih efektif dan efsien. Adapun anggota Komisi4 tersebut yaitu Wilopo,
I.J. Kasimo, Prof. Johannes, dan Anwar Tjokroaminoto, dengan tugas sebagai berikut:
1. Mengadakan penelitian dan penilaian terhadap kebijakan dan hasil-hasil yang telah dicapai
dalam pemberantasan korupsi.

2. Memberikan pertimbangan kepada pemerintah mengenai kebijaksanaan yang masih


diperlukan dalam pemberantasan korupsi

Istilah Hukum dalam Penanganan Kasus Tindak Pidana Korupsi

1. Saksi: Orang yang dapat memberikan keterangan untuk kepentingan penyidikan,


penuntutan, dan peradilan suatu perkara pidana yang pernah didengar, dilihat, dan dialaminya
sendiri.

2. Tersangka: Seseorang yang berdasarkan perbuatan atau keadaannya, berdasarkan bukti


permulaan, patut diduga telah melakukan kejahatan.

3. Terdakwa: Seorang tersangka yang dituntut, ditanyai, dan diadili oleh pengadilan.

4. Dihukum: Seseorang yang dihukum oleh pengadilan dengan kekuatan hukum tetap.

5. Tindakan perbaikan: Kejaksaan atau terdakwa dapat mengambil tindakan perbaikan jika
mereka menganggap keputusan pengadilan tingkat pertama di pengadilan distrik tidak
memuaskan.

6. Kasasi: Upaya hukum dapat dilakukan oleh Penuntut Umum atau oleh termohon jika
keputusan akhir dari pengadilan selain Mahkamah Agung ditemukan tidak cukup.

Cara Pencegahan Korupsi

1. Pembentukan Lembaga Anti Korupsi

2. Pencegahan Korupsi di Sektor Publik

3. Pencegahan Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat

Berikut upaya detektif dalam mencegah korupsi:

1. Memperbaiki sistem dan memantau pengaduan masyarakat.

2. Pemberlakuan kewajiban pelaporan transaksi keuangan tertentu.

3. Pelaporan harta pribadi pemegang kekuasaan dan fungsi publik.

4. Partisipasi Indonesia pada gerakan anti korupsi dan anti pencucian uang di kancah
internasional.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Korupsi merupakan penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau perusahaan dan
sebagainya) untuk kepentingan pribadi dan orang lain. Tindak pidana korupsi berarti suatu
delik akibat perbuatan buruk, busuk, jahat, rusak atau suap.Korupsi dikenal pembuktian terbalik
terbatas yaitu orang yang diteriksa harta bendanya oleh pengadilan wajib memberikan
keterangan secukupnya yaitu mengenai harta benda sendiri dan harta benda orang lain yang
dipandang erat hubungannnya menurut ketentuan pengadilan.Istilah hukum dalam
penangangan kasus tindak pidana korupsi yaitu saksi,tersangka,terdakwa,dihukum,tindakan
perbaikan,dan kasasi. Cara pencegahan korupsiadalah dengan Pembentukan Lembaga Anti
Korupsi, Pencegahan Korupsi di Sektor Publik,Pencegahan Sosial dan Pemberdayaan
Masyarakat.

3.2 Saran
Kami menyadari bahwa penjelasan mengenai Tindak Pidana Korupsi dalam Peraturan
Perundang - undangan Indonesia masih banyak terdapat kekurangan.Kritik dan saran yang
membangun sangat kami harapkan agar makalah ini bisa berguna untuk kedepannya.

DAFTAR PUSTAKA
Lilik Mulyadi.(2000).Tindak Pidana Korupsi (Tinjauan Khusus Terhadap Proses Penyidikan,
Penuntutan, Peradilan Serta Upaya Hukumnya Menurut Undang-undang Nomor 31 Tahun
1999).Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

Darwan Prinst.(2002).Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

Andi Hamzah.(2005). Pemberantasan Korupsi, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

https://aclc.kpk.go.id/materi-pembelajaran/hukum/buku/modul-tindak-pidana-korupsi-dan-
komisi-pemberantasan-korupsi

https://www.gramedia.com/best-seller/strategi-cara-pemberantasan-korupsi/

Anda mungkin juga menyukai