Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

JENIS-JENIS TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM UNDANG-


UNDANG TIPIKOR

(Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Anti Korupsi)


Dosen Pengampu: Lamlam Pahala, M.Ag.

Disusun oleh:
Dea Permanasari 22.61206.0902
Siti Wahidah 22.61206.0917
Wini Septiani 22.61206.0919

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) SILIWANGI GARUT
TAHUN AJARAN 2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Jenis-jenis Tindak
Pidana Korupsi dalam Undang-Undang Tipikor” ini. Makalah ini merupakan laporan
yang dibuat sebagai bagian dalam memenuhi kriteria mata kuliah Pendidikan Anti Korupsi.
Shalawat dan salam kami kirimkan kepada junjungan kita tercinta Rasulullah Muhammad
SAW., keluarga, para sahabatnya serta seluruh kaum muslimin yang tetap teguh dalam
ajaran beliau.
Selesainya makalah ini juga tidak lepas dari bantuan beberapa pihak, maka kami
mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:
1. Bapak Lamlam Pahala M.Ag., selaku dosen materi kuliah Pendidikan Anti
Korupsi.
2. Semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan bagi para mahasiswa maupun
para pembaca lain. Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami
yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para mahasiswa, dosen atau
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Garut, November 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL
KATA PENGANTAR......................................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan Makalah..................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................4
2.1 Pengertian Korupsi..............................................................................................4
2.2 Tujuh Kelompok Tindak Pidana Korupsi............................................................4
BAB III PENUTUP........................................................................................................10
3.1 Kesimpulan........................................................................................................10
3.2 Saran..................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUA
N

1.1 Latar Belakang


Seperti kita ketahui bersama bahwa korupsi yang terjadi di negara ini sudah
memprihatinkan. Bahkan sudah pada taraf menghancurkan sendi-sendi kehidupan
masyarakat yang seharusnya sejahtera dengan kekayaan alam yang melimpah. Pada
tingkat Internasional, bangsa Indonesia sebagai bagian dari masyarakat dunia
mempunyai citra buruk terkait korupsi. Berdasarkan indeks persepsi Korupsi yang
dikeluarkan oleh Transparency Internasional, Indonesia pada tahun 2017 memiliki
Indeks sebesar 37 dari 100 dan menempati posisi 96 dari 180 negara yang disurvei.
Sementara itu, World Economic Forum dalam The Global Competitivness Report 2017-
2018 menyampaikan bahwa faktor terbesar yang menghambat dalam melakukan bisnis
di Indonesia adalah korupsi dengan nilai 15,4. Keadaan tersebut akan mengakibatkan
investor luar negeri ke negara-negara lain yang dianggap memiliki iklim lebih baik.
Kondisi seperti ini akhirnya memperburuk perekonomian dengan segala aspeknya di
negara ini.
Pemerintah Indonesia telah berusaha keras untuk memerangi korupsi dengan
berbagai cara. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai lembaga independen yang
secara khusus menangani tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh pejabat pemerintah
dan pihak-pihak lain melakukan upaya kuratif tindak korupsi. Upaya penindakan ini
membutuhkan ongkos yang tidak sedikit. Belum lagi jika dihitung dari dampak yang
ditimbulkan bagi kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Upaya memberantas korupsi
yang paling murah dan efektif adalah dengan tindakan pencegahan (preventif), seperti
pendidikan anti-korupsi dan penanaman nilai-nilai integritas kepada anak-anak sejak
dini

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dituliskan di atas, makalah ini dijabarkan
dari rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa saja jenis-jenis tindak pidana korupsi yang sering terjadi di berbagai sektor dan
tingkatan pemerintahan?
2. Bagaimana mekanisme dan pola umum terjadinya korupsi dalam masing-masing
jenis tindak pidana korupsi?
1
3. Apakah terdapat perbedaan karakteristik antara korupsi di sektor publik dan swasta?

2
Jika ada, apa saja faktor-faktor yang memengaruhinya?
4. Bagaimana dampak sosial, ekonomi, dan politik dari masing-masing jenis tindak
pidana korupsi terhadap pembangunan suatu negara?
5. Apa peran lembaga penegak hukum dalam penanggulangan dan pencegahan
berbagai jenis tindak pidana korupsi?
6. Bagaimana upaya pencegahan korupsi dapat ditingkatkan untuk mengurangi insiden
korupsi di berbagai sektor masyarakat?
7. Sejauh mana peran partisipasi masyarakat dan media massa dalam mendeteksi,
melaporkan, dan mencegah tindak pidana korupsi?

1.3 Tujuan Penulisan Makalah


Tujuan penulisan makalah mengenai jenis-jenis tindak pidana korupsi dapat
mencakup beberapa hal yang penting. Berikut adalah beberapa tujuan umum yang dapat
dipertimbangkan:
1. Pemahaman Mendalam: Memberikan pemahaman mendalam mengenai jenis-jenis
tindak pidana korupsi. Ini mencakup pengertian, bentuk-bentuk, dan variasi tindak
pidana korupsi yang mungkin terjadi di berbagai sektor.
2. Sensibilisasi: Menyadarkan pembaca akan besarnya dampak tindak pidana korupsi
terhadap pembangunan dan stabilitas suatu negara. Tujuan ini dapat mencakup
penekanan pada kerugian ekonomi, sosial, dan politik yang diakibatkan oleh
korupsi.
3. Pencegahan: Memberikan wawasan mengenai cara-cara pencegahan tindak pidana
korupsi. Ini bisa melibatkan pembahasan mengenai peran lembaga pemberantasan
korupsi, peraturan hukum, dan praktik-praktik transparansi yang dapat mengurangi
risiko terjadinya korupsi.
4. Edukasi: Memberikan edukasi kepada pembaca mengenai pentingnya peran setiap
individu, masyarakat, dan sektor dalam mencegah serta melawan korupsi. Hal ini
dapat mencakup pemahaman etika dan integritas dalam setiap lapisan masyarakat.
5. Analisis Kasus: Menganalisis kasus-kasus konkret yang terjadi di berbagai negara
untuk memberikan gambaran nyata tentang bagaimana tindak pidana korupsi dapat
terjadi dan bagaimana penegakan hukum dapat dilakukan untuk mengatasinya.
6. Rekomendasi: Menyajikan rekomendasi konkret untuk perbaikan sistem, penguatan
hukum, dan upaya pencegahan korupsi. Rekomendasi ini dapat mencakup
perubahan dalam kebijakan, tata kelola, dan budaya organisasi.

3
7. Kesadaran Global: Meningkatkan kesadaran global tentang dampak korupsi sebagai
masalah lintas batas yang memerlukan kerja sama internasional dalam
pemberantasan dan pencegahannya.
8. Kontribusi Akademis: Memberikan sumbangan pada literatur akademis dan
pemahaman tentang korupsi, memperkaya diskusi dan pemikiran di bidang ini.

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Korupsi


Kata “Korupsi” berasal dari bahasa latin “Coruptio” atau “Corruptus.”
Selanjutnya dikatakan bahwa “Corruption” berasal dari kata “Corrumpere”, suatu
bahasa latin yang lebih tua. Dari bahasa latin tersebut kemudian dikenal istilah
“Corruption, Corruptie” (Inggris), “Corruption” (Perancis) dan “Corruptie/Korruptie”
(Belanda).
Arti kata korupsi secara harfiah adalah kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidak
jujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian. Istilah korupsi yang
telah diterima dalam perbendaharaan kata bahasa Indonesia, adalah “kejahatan,
keburukan, dapat disuap, tidak bermoral, kebejatan, dan ketidak jujuran.”
Pengertian lainnya “Perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang penerimaan
uang sogok, dan sebagainya.”
Selanjutnya untuk beberapa pengertian lain, disebutkan bahwa:
1. Korup artinya busuk, suka menerima uang suap/sogok, memakai kekuasaan untuk
kepentingan sendiri dan sebagainya;
2. Korupsi artinya perbuatan busuk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok,
dan sebagainya, dan
3. Koruptor artinya orang yang melakukan korupsi.
Dengan demikian arti kata korupsi adalah sesuatu yang busuk, jahat dan
merusak, berdasarkan kenyataan tersebut perbuatan korupsi menyangkut; sesuatu yang
bersifat amoral, sifat dan keadaan yang busuk, menyangkut jabatan instansi atau
aparatur pemerintah, penyelewengan kekuasaan dalam jabatan karena pemberian,
mengangkut faktor ekonomi dan politik dan penempatan keluarga atau golongan ke
dalam kedinasan di bawah kekuasaan jabatan.

2.2 Tujuh Kelompok Tindak Pidana Korupsi


Korupsi diatur di dalam 13 pasal UU 31/1999 dan perubahannya yang kemudian
dirumuskan menjadi 30 jenis-jenis tindak pidana korupsi. Ketigapuluh jenis tersebut
disederhanakan ke dalam 7 kelompok tindak pidana korupsi, yaitu korupsi yang terkait
dengan kerugian keuangan negara, suap-menyuap, penggelapan dalam jabatan,
pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan dalam pengadaan, dan gratifikasi.

5
Bentuk-bentuk korupsi tersebut akan dijelaskan dalam pembahasan berikut.
1. Merugikan Keuangan Negara
Pengertian murni merugikan keuangan negara adalah suatu perbuatan yang
dilakukan oleh orang, Pegawai Negeri Sipil (PNS), dan penyelenggara negara yang
melawan hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada
padanya karena jabatan atau kedudukan dengan melakukan tindak pidana korupsi.
Jenis korupsi yang terkait dengan kerugian keuangan negara diatur di dalam
Pasal 2 dan Pasal 3 UU 31/1999 jo. Putusan MK No. 25/PUU-XIV/2016. Adapun
unsur- unsur korupsi yang mengakibatkan kerugian negara dalam kedua pasal
tersebut adalah:
Pasal 2 UU 31/1999 jo. Putusan MK Pasal 3 UU 31/1999 jo. Putusan MK
No. 25/PUU-XIV/2016 No. 25/PUU-XIV/2016
Setiap orang: Setiap orang:
 Memperkaya diri sendiri, orang  Dengan tujuan menguntungkan
lain atau suatu korporasi; diri sendiri atau orang lain atau
 Dengan cara melawan hukum; suatu korporasi;
 Merugikan keuangan negara  Menyalahgunakan kewenangan,
atau perekonomian negara. kesempatan atau sarana;
 Yang ada padanya karena
jabatan atau kedudukan;
 Merugikan keuangan negara
atau perekonomian negara
2. Suap Menyuap
Suap-menyuap adalah tindakan yang dilakukan pengguna jasa secara aktif
memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara
negara dengan maksud agar urusannya lebih cepat, walau melanggar prosedur.
Suap- menyuap terjadi terjadi jika terjadi transaksi atau kesepakatan antara kedua
belah pihak.
Suap menyuap dapat terjadi kepada PNS, hakim maupun advokat, dan dapat
dilakukan antar pegawai ataupun pegawai dengan pihak luar. Suap antar pegawai
dilakukan guna memudahkan kenaikan pangkat atau jabatan. Sementara suap
dengan pihak luar dilakukan ketika pihak swasta memberikan suap kepada pegawai
pemerintah agar dimenangkan dalam proses tender.

6
Korupsi yang terkait dengan suap menyuap diatur di dalam beberapa pasal UU
31/1999 dan perubahannya, yaitu:
a. Pasal 5 UU 20/2021;
b. Pasal 6 UU 20/2021;
c. Pasal 11 UU 20/2021;
d. Pasal 12 huruf a, b, c, dan d UU 20/2021;
e. Pasal 13 UU 31/1999.
Contohnya Pasal 5 ayat (1) huruf a dan b UU 20/2001 dan Pasal 13 UU 31/1999
yang unsur-unsur pasalnya adalah sebagai berikut:
Pasal 5 ayat (1) huruf a Pasal 5 ayat (1) huruf b
Pasal 13 UU 31/1999
UU 20/2001 UU 20/2001
Setiap orang: Setiap orang: Setiap orang:
 Memberi sesuatu  Memberi sesuatu;  Memberi hadiah atau
atau menjanjikan  Kepada pegawai janji;
sesuatu; negeri atau  Kepada pegawai
 Kepada pegawai penyelenggara negeri;
negeri atau negara;  Dengan mengingat
penyelenggara  Karena atau kekuasaan atau
negara; berhubungan dengan wewenang yang
 Dengan maksud sesuatu yang melekat pada jabatan
supaya berbuat atau bertentangan dengan atau kedudukannya
tidak berbuat sesuatu kewajiban, dilakukan atau oleh pemberi
dalam jabatannya atau tidak dilakukan hadiah/janji
sehingga dalam jabatannya dianggap, melekat
bertentangan dengan pada jabatan atau
kewajibannya. kedudukan tersebut
3. Penggelapan dalam Jabatan
Penggelapan dalam jabatan adalah tindakan dengan sengaja menggelapkan uang
atau surat berharga, melakukan pemalsuan buku-buku atau daftar-daftar yang
khusus untuk pemeriksaan administrasi, merobek dan menghancurkan barang bukti
suap untuk melindungi pemberi suap, dan lain-lain.
Adapun, ketentuan terkait penggelapan dalam jabatan diatur di dalam Pasal 8
UU 20/2001, Pasal 9 UU 20/2001 serta Pasal 10 huruf a, b dan c UU 20/2001.

7
Contoh penggelapan dalam jabatan yang diatur dalam Pasal 8 UU 20/2001
memiliki unsur-unsur sebagai berikut:
a. Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan dalam
menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara
waktu;
b. Dengan sengaja; Menggelapkan atau membiarkan orang lain mengambil atau
membiarkan orang lain menggelapkan atau membantu dalam melakukan
perbuatan itu;
c. Uang atau surat berharga; Yang disimpan karena jabatannya.
Menurut R. Soesilo, penggelapan memiliki kemiripan dengan arti pencurian.
Bedanya dalam pencurian, barang yang dimiliki belum ada di tangan pencuri.
Sedangkan dalam penggelapan, barang sudah berada di tangan pencuri waktu
dimilikinya barang tersebut.
4. Pemerasan
Pemerasan adalah perbuatan dimana petugas layanan yang secara aktif
menawarkan jasa atau meminta imbalan kepada pengguna jasa untuk mempercepat
layanannya, walau melanggar prosedur. Pemerasan memiliki unsur janji atau
bertujuan menginginkan sesuatu dari pemberian tersebut.
Pemerasan diatur dalam Pasal 12 huruf (e), (g), dan (h) UU 20/2001 memiliki
unsur-unsur sebagai berikut:
Pasal 12 huruf e UU Pasal 12 huruf f UU Pasal 12 huruf g UU
20/2001 20/2001 20/2001
 Pegawai negeri atau  Pegawai negeri atau  Pegawai negeri atau
penyelenggara negara penyelenggara penyelenggara negara;
 Dengan maksud negara;  Pada waktu
menguntungkan diri  Pada waktu menjalankan tugas;
sendiri atau orang menjalankan tugas;  Meminta, menerima,
lain;  Meminta atau atau memotong
 Secara melawan menerima pekerjaan, pembayaran;
hukum; atau penyerahan  Kepada pegawai
 Memaksa seseorang barang; negeri/penyelenggara
memberikan sesuatu, negara yang lain atau
membaya, atau kepada kas umum;
menerima

8
pembayaran dengan  Seolah-olah  Seolah-olah pegawai
potongan, atau untuk merupakan utang negeri/penyelenggara
mengerjakan sesuai kepada dirinya; negara yang lain atau
bagi dirinya;  Diketahuinya bahwa kepada kas umum
 Menyalahgunakan hal tersebut bukan mempunyai utang
kekuasaan. merupakan utang. kepadanya;
 Diketahuinya bahwa
hal tersebut bukan
merupakan utang
5. Perbuatan Curang
Perbuatan curang dilakukan dengan sengaja untuk kepentingan pribadi yang
dapat membahayakan orang lain. Berdasarkan Pasal 7 ayat (1) UU 20/2001
seseorang yang melakukan perbuatan curang diancam pidana penjara paling singkat
2 tahun dan paling lama tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp100 juta dan
paling banyak Rp350 juta. Berdasarkan pasal tersebut, berikut adalah contoh
perbuatan curang:
a. Pemborong, ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan, atau penjual
bahan bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan, melakukan
perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang, atau
keselamatan negara dalam keadaan perang;
b. Setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan bahan
bangunan, sengaja membiarkan perbuatan curang di atas;
c. Setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan Tentara Nasional
Indonesia (TNI) dan atau kepolisian melakukan perbuatan curang yang dapat
membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang; atau
d. Setiap orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan TNI dan
atau kepolisian dengan sengaja membiarkan perbuatan curang di atas.
6. Benturan Kepentingan dalam Pengadaan
Contoh dari benturan kepentingan dalam pengadaan berdasarkan Pasal 12 huruf
(i) UU 20/2001 adalah ketika pegawai negeri atau penyelenggara negara secara
langsung ataupun tidak langsung, dengan sengaja turut serta dalam pemborongan,
pengadaan atau persewaan padahal ia ditugaskan untuk mengurus atau
mengawasinya.

9
Misalnya, dalam pengadaan alat tulis kantor, seorang pegawai pemerintahan
menyertakan perusahaan keluarganya untuk terlibat proses tender dan
mengupayakan kemenangannya.
7. Gratifikasi
Berdasarkan Pasal 12B ayat (1) UU 20/2001, setiap gratifikasi kepada pegawai
negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan
dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan
ketentuan:
a. Yang nilainya Rp10 juta atau lebih, maka pembuktian bahwa gratifikasi tersebut
bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi;
b. Yang nilainya kurang dari Rp10 juta, maka pembuktian bahwa gratifikasi
tersebut suap dibuktikan oleh penuntut umum.
Adapun sanksi pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang
menerima gratifikasi sebagaimana tersebut di atas, adalah pidana penjara seumur
hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun, dan
pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Namun demikian, perlu dicatat bahwa apabila penerima melaporkan gratifikasi
kepada KPK paling lambat 30 hari kerja sejak tanggal gratifikasi diterima, maka
sanksi atau ancaman pidana terkait gratifikasi tidak berlaku.

10
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dalam penulisan makalah ini, telah dibahas beberapa jenis tindak pidana korupsi
yang merugikan negara dan masyarakat. Tindak pidana korupsi merupakan masalah
serius yang dapat menghancurkan fondasi moral, ekonomi dan sosial suatu bangsa.
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan ini adalah sebagai
berikut:
1. Keanekaragaman Tindak Pidana Korupsi: Telah teridentifikasi bahwa tindak pidana
korupsi memiliki berbagai bentuk dan manifestasi. Mulai dari suap, gratifikasi,
penyuapan, nepotisme, kolusi, hingga pencucian uang, setiap jenis memiliki
karakteristik dan dampaknya sendiri terhadap pemerintahan dan masyarakat.
2. Dampak Luas: Tindak pidana korupsi tidak hanya merugikan sektor keuangan
negara, tetapi juga merusak kepercayaan masyarakat terhadap lembaga-lembaga
pemerintahan. Dampaknya melibatkan penurunan kualitas layanan publik,
ketidaksetaraan dalam distribusi sumber daya, dan ketidakstabilan sosial.
3. Pentingnya Pencegahan: Kesadaran akan pentingnya pencegahan korupsi menjadi
semakin mendesak. Pembahasan tentang pengembangan sistem pengawasan,
peningkatan transparansi, dan peran aktif masyarakat dalam mengawasi
penggunaan keuangan negara menjadi kunci untuk meminimalkan risiko terjadinya
korupsi.
4. Peran Hukum: Penegakan hukum yang efektif dan adil merupakan aspek penting
dalam memberantas tindak pidana korupsi. Sistem peradilan yang independen dan
proses hukum yang transparan menjadi instrumen utama dalam menjamin bahwa
pelaku korupsi mendapatkan hukuman yang setimpal.
5. Pentingnya Etika dan Pendidikan: Selain melalui pendekatan hukum, peningkatan
kesadaran etika dan pendidikan anti-korupsi di semua lapisan masyarakat juga perlu
diperkuat. Pendidikan yang menanamkan nilai integritas dan moralitas sejak dini
dapat membentuk generasi yang tidak mudah tergoda oleh tindak pidana korupsi.
Dengan demikian, upaya bersama dari pemerintah, masyarakat, dan lembaga
terkait sangat diperlukan untuk memberantas korupsi. Kesadaran akan bahaya korupsi,
peningkatan transparansi, dan penegakan hukum yang tegas adalah langkah-langkah
kunci yang harus diambil untuk menciptakan masyarakat yang bersih dan berintegritas.

11
3.2 Saran
1. Taatilah aturan-aturan dan adat istiadat serta Hukum Negara, semua ketentuan-
ketentuan yang berlaku, laksanakan ajaran agama didalam kehidupan sehari-
hari.
2. Mulailah mencegah korupsi itu dari diri kita sendiri, keluarga, lingkungan
masyarakat kita, dengan memberikan contoh yang baik bagi bangsa dengan
tujuan untuk membangun Negara yang lebih baik dan lebih maju ke depan.
3. Membina bersama lingkungan tempat kerja kita masing-masing untuk tidak
melakukan korupsi.
4. Bahwa pejabat atau aparat pemerintah itu di dalam mengemban dan
melaksanakan tugas serta kewajibannya itu harus berdasarkan ketentuan
Hukum yang berlaku, karena sebelumnya telah diangkat dan dilantik serta
disumpah terlebih dahulu, maka semua itu mengandung resiko Hukum untuk
ditaati, sebagai abdi masyarakat dan abdi Negara, baik sebagai pejabat atau
aparat Negara. Dan berkewajiban untuk melakukan suatu pekerjaan dengan,
jujur, bertanggung jawab, adil dan taat hukum dan memberikan contoh yang
terbaik untuk semua. Serta transparan bagi para pihak.
5. Bahwa pengawasan dan kontrol bagi pejabat dan aparatur pemerintah wajib
ditingkatkan dengan berbagai cara termasuk dengan waskat (pengawasan
melekat), di setiap lini dan di setiap keadaan apapun, bahkan rakyat harus
berpartisipasi dalam mengawasi pejabat/aparat pemerintah di dalam
melaksanakan tugasnya.
6. Jangan sampai terjadi tebang pilih di dalam memberantas korupsi.
7. Laksanakan penegakkan hukum didalam pelaksanaan kegiatan kenegaraan
dengan jujur, adil dan bijaksana serta lugas dan tegas.
8. Semua kegiatan didalam ke-giatan kenegaraan mulai dari yang terkecil sampai
dengan yang terbesar harus transparansi, dan harus bisa dapat diketahui oleh
umum/oleh masyarakat secara terbuka, untuk memudahkan jalannya
pengawasan.
9. Jangan memberikan pengampunan/pembebasan kepada koruptor.
10. Pastikan bahwa Indonesia ke depan anti suap, anti korupsi dan anti gratifikasi.
Demikian tulisan yang sangat singkat dan sederhana ini, semoga bermanfaat
dan berguna bagi kita semua, juga untuk Negara bahkan dunia.

12
DAFTAR PUSTAKA

Ismail, Kajian Yuridis terhadap Tindak Pidana Korupsi, Jurnal Legalite: Jurnal
Perundang- Undangan dan Hukum Pidana Islam, Vol. 2, No. 2, 2018.
KBBI, Korupsi diakses pada Jumat, 17 November 2023.
Komisi Pemberantasan Korupsi, Memahami untuk Membasmi: Buku Panduan Untuk
Memahami Tindak Pidana Korupsi, Jakarta: KPK, 2006.
KPK: Ayo Kenali dan Hindari 30 Jenis Korupsi Ini!, diakses pada Jumat, 17 November
2023.
KPK: Pusat Edukasi Antikorupsi, diakses pada Jumat, 17 November 2023.
Pasal 12B ayat (1) dan (2) dan Pasal 12C ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU 20/2001).
R. Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Bogor: Politea, 1986.
Tim Garda Tipikor, Kejahatan Korupsi, Yogyakarta: Rangkang Education, 2016.

Anda mungkin juga menyukai