Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH PAPER

“ KORUPSI ”

Dosen Pengampu:
SALIMIN. A, S.H., M.H
Dr. Muhamad Saleh, S.Pd., M,Pd

Disusun oleh:
Rendi Kiki Marsuki (A1O120030)
PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
TAHUN 2023/2024
Telp. (0895321926643/082233798354)
Email : rendikmarsuki@gmail.com
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan
kekuatan dan kemampuan sehingga makalah paper ini bisa selesai tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penyusunan makalah paper ini adalah untuk memenuhi tugas Mata
Kuliah Pendidikan Pancasila yang membahas mengenai Korupsi.
Saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan
mendukung dalam penyusunan makalah paper ini.
Saya sadar makalah paper ini belum sempurna dan memerlukan berbagai perbaikan,
oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat dibutuhkan.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan semua
pihak.

Kendari , 8 oktober 2023

Rendi Kiki Marsuki


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................


DAFTAR ISI ..................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................
1.1. LATAR BELAKANG...............................................................................
1.2. IDENTIFIKASI PEMBAHASAN………………………………………
1.3. TUJUAN....................................................................................................
1.4. SISTEMATIKA PENULISAN ................................................................

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................


2.1. Pengertian Korupsi secara Teoritis dan Pengertian Korupsi Menurut Para
Ahli……………………………………………………………………………
2.2. Integrasi, Nilai, dan Prinsip Anti Korupsi……………………………….
2.3. Faktor-Faktor Penyebab Korupsi…………………………………………
2.4. Dampak Masif Korupsi…………………………………………………
2.5. Upaya Pemberantasan Korupsi……………………………………………
2.6. Tindak Pidana Korupsi Dalam Perundang-Undangan
dan Perkembangannya…………………………………………………………

BAB III PENUTUP.........................................................................................


3.1.ABSTRAK..................................................................................................
3.2.SARAN.......................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kemajuan suatu negara sangat ditentukan oleh kemampuan dan keberhasilannya
dalam melaksanakan pembangunan. Pembangunan sebagai suatu proses perubahan yang
direncanakan mencakup semua aspek kehidupan masyarakat. Efektifitas dan keberhasilan
pembangunan terutama ditentukan oleh dua faktor, yaitu sumber daya manusia, yakni (orang-
orang yang terlibat sejak dari perencanaan samapai pada pelaksanaan) dan pembiayaan.
Diantara dua faktor tersebut yang paling dominan adalah faktor manusianya. Indonesia
merupakan salah satu negara terkaya di Asia dilihat dari keanekaragaman kekayaan sumber
daya alamnya. Tetapi ironisnya, negara tercinta ini dibandingkan dengan negara lain di
kawasan Asia bukanlah merupakan sebuah negara yang kaya malahan termasuk negara yang
miskin. Mengapa demikian? Salah satu penyebabnya adalah rendahnya kualitas sumber daya
manusianya. Kualitas tersebut bukan hanya dari segi pengetahuan atau intelektualnya tetapi
juga menyangkut kualitas moral dan kepribadiannya. Rapuhnya moral dan rendahnya tingkat
kejujuran dari aparat penyelenggara negara menyebabkan terjadinya korupsi. Korupsi di
Indonesia dewasa ini sudah merupakan penyakit social yang sangat berbahaya yang
mengancam semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Korupsi telah
mengakibatkan kerugian material keuangan negara yang sangat besar. Persoalannya adalah
dapatkah korupsi diberantas? Tidak ada jawaban lain kalau kita ingin maju, adalah korupsi
harus diberantas. Korupsi telah menjadi masalah serius yang memengaruhi negara-negara di
seluruh dunia. Praktik-praktik korupsi merusak tata kelola yang baik, menghambat
pembangunan ekonomi, dan menciptakan ketidaksetaraan sosial. Dalam upaya untuk
memahami, mencegah, dan memerangi korupsi, penting untuk memiliki pemahaman yang
kuat tentang pengertian korupsi, integritas, nilai, prinsip anti-korupsi, serta faktor penyebab
dan dampaknya yang masif. Jika kita tidak berhasil memberantas korupsi, atau paling tidak
mengurangi sampai pada titik nadir yang paling rendah maka jangan harap negara ini akan
mampu mengejar ketertinggalannya dibandingkan negara lain untuk menjadi sebuah negara
yang maju. Karena korupsi membawa dampak negatif yang cukup luas dan dapat membawa
negara ke jurang kehancuran.

1.2. Identifikisi Pembahasan


1. Pengertian Korupsi secara Teoritis dan Pengertian Korupsi Menurut Para Ahli
2. Integrasi, Nilai, dan Prinsip Anti Korupsi
3. Faktor-Faktor Penyebab Korupsi
4. Dampak Masif Korupsi
5. Upaya Pemberantasan Korupsi
6. Tindak Pidana Korupsi Dalam Perundang-Undangan dan Perkembangannya

1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian korupsi, integritas, nilai, dan perinsip anti korupsi.
2. Untuk mengetahui faktor penyebab atau latar belakang terjadinya korupsi.
3. Untuk mengetahui upaya pemberantasan korupsi.
4. Untuk mengetahui tindak pidana korupsi dalam perundang-undangan serta
perkembangannya.

1.4. Sistematika Penulisan


BAB I PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
1.2. IDENTIFIKASI PEMBAHASAN
1.3. TUJUAN
1.4. SISTEMATIKA PENULISAN
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Korupsi secara Teoritis dan Pengertian Korupsi Menurut Para Ahli
2.2. Integrasi, Nilai, dan Prinsip Anti Korupsi
2.3. Faktor-Faktor Penyebab Korupsi
2.4. Dampak Masif Korupsi
2.5. Upaya Pemberantasan Korupsi
2.6. Tindak Pidana Korupsi Dalam Perundang-Undangan dan Perkembangannya
BAB III PENUTUP
3.1KESIMPULAN
3.2. SARAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Korupsi secara Teoritis dan Pengertian Korupsi Menurut Para Ahli
Kata Korupsi berasal dari bahasa latin, Corruptio-Corrumpere yang artinya busuk,
rusak, menggoyahkan, memutar balik atau menyogok. Menurut Dr. Kartini Kartono, korupsi
adalah tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna mencari
keuntungan, dan merugikan kepentingan umum.
Menurut Henry Campbell Black dalam Black’s Law Dictionary korupsi diartikan
sebagai “An act done with an intent to give some advantage inconsisten with official duty and
rights of others. The act of an official or fiduciary person who unlawfully and wrongffuly
uses his station or character to procure some benefit for himself or for another person,
contrary to duty and the rights of others” (Henry Campbell Black,1990). Dalam hal ini
korupsi dimaknai sebagai perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk memberikan suatu
keuntungan yang tidak sesuai dengan kewajiban resmi dan hak-hak dari pihak-pihak lain,
secara salah menggunakan jabatannya atau karakternya untuk mendapatkan suatu keuntungan
untuk dirinya sendiri atau untuk orang lain, bersamaan dengan kewajibannya dan hak-hak
dari pihak lain. Dengan demikian menurut Henry Campbell Black korupsi merujuk kepada
perbuatan yang berkaitan penyalahgunaan jabatan, untuk mendapatkan keuntungan bagi
dirinya atau orang lain dimana perbuatan yang dilakukan bertentangan atau tidak sesuai
dengan kewajibannya.
Menurut saya sendiri tindakan korupsi merupakan tindakan dimana para pejabat
public menggelapkan uang untuk kepentingan pribadi sebagai pemuas kebutuhan dalah
kehidupannya. Jadi korupsi merupakan gejala salah pakai dan salah urus dari kekuasaan,
demi keuntungan pribadi, salah urus terhadap sumber-sumber kekayaan negara dengan
menggunakan wewenang dan kekuatan-kekuatan formal (misalnya denagan alasan hukum
dan kekuatan senjata) untuk memperkaya diri sendiri.
Korupsi terjadi disebabkan adanya penyalahgunaan wewenang dan jabatan yang
dimiliki oleh pejabat atau pegawai demi kepentingan pribadi dengan mengatas namakan
pribadi atau keluarga, sanak saudara dan teman. Hal itu akan masuk dalam dalam
pembahasan saya mengenai tindak korupsi.
2.2. Integrasi, Nilai, dan Prinsip Anti Korupsi
a) Integrasi anti-korupsi adalah pendekatan yang berfokus pada upaya untuk
mengintegrasikan atau menyatukan prinsip-prinsip, strategi, dan praktik anti-korupsi ke
dalam berbagai aspek kehidupan sosial, ekonomi, dan politik. Tujuan utama dari
integrasi anti-korupsi adalah mencegah, mengidentifikasi, dan mengatasi korupsi dengan
cara yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan dan sektor, sehingga korupsi
menjadi lebih sulit dilakukan dan lebih mudah di deteksi.
Berikut beberapa aspek penting dalam integrasi anti korupsi yaitu:
Pemberdayaan pemangku kepentingan, Integrasi dalam kebijakan dan praktik organisasi,
Integrasi dalam proses pengadaan dan kontrak, Integrasi dalam Pendidikan dan pelatihan,
Integrasi dalam system hukum dan perundang-undangan, Integrasi dalam teknologi dan
investasi, Integrasi dalam media dan kampanye social.

b) Nilai anti-korupsi adalah prinsip-prinsip moral dan etika yang mendorong individu,
organisasi, dan masyarakat untuk menentang dan melawan korupsi. Nilai-nilai ini
membentuk dasar bagi budaya anti-korupsi yang bertujuan untuk menghentikan dan
mencegah tindakan korupsi dalam semua aspek kehidupan.
Beberapa niali yang termasuk yaitu:
Kejujuran, Transparansi, Akuntabilitas, Keadilan, Pencegahan, Integritas, Partisipasi
Masyarakat, Kepatuhan hukum.
c) Prinsip anti-korupsi adalah pedoman atau aturan yang dirancang untuk mencegah,
mengidentifikasi, dan mengatasi tindakan korupsi. Prinsip-prinsip ini membentuk dasar
bagi upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi di berbagai sektor dan tingkatan
dalam masyarakat. Prinsip-prinsip anti-korupsi membantu menciptakan kerangka kerja
yang mempromosikan integritas, transparansi, dan akuntabilitas
Berikut beberapa prinsip anti korupsi yaitu:
Transparansi, Akuntabilitas, Pencegahan, Keadilan, Partisipasi Masyarakat, Kepatuhan
hukum, Integritas, Komitmen terhadap nilai-nilai anti korupsi.
Dalam rangka memerangi korupsi dan memastikan tata kelola yang baik, penting
untuk memahami, menerapkan, dan mempromosikan prinsip, nilai, dan prinsip anti-korupsi.
Upaya bersama untuk menghormati dan mematuhi prinsip-prinsip ini dapat membantu
menciptakan masyarakat yang lebih adil, integritas, dan berkelanjutan.
2.3. Faktor-Faktor Penyebab Korupsi
1. Perilaku individu
Perilaku individu dapat menjadi penyebab korupsi ketika mereka terlibat dalam
tindakan yang melanggar prinsip-prinsip integritas, transparansi, dan akuntabilitas.
Perilaku individu dapat menyebabkan korupsi karena berbagai alasan yang berkaitan
dengan motivasi, peluang, dan tekanan yang dihadapi oleh individu tersebut dalam
konteks tertentu.

2. Faktor keluarga
Peran keluarga sebagai faktor penyebab korupsi dapat terjadi dalam beberapa konteks.
Ini tidak berarti bahwa semua keluarga mendukung atau terlibat dalam tindakan
korupsi, tetapi ada situasi di mana hubungan keluarga dapat menjadi faktor yang
mempengaruhi perilaku individu terkait korupsi.
3. Pendidikan
Korupsi adalah kejahatan yang dilakukan oleh para intelektual. Pejabat rata-rata yang
terjebak dalam kasus korupsi adalah mereka yang berpendidikan tinggi, pendidikan
tinggi seharusnya membuat mereka tidak melakukan korupsi, seperti yang
dikatakan Kats dan Hans bahwa peran akademisi tampaknya masih paradoks.
4. Siap kerja
Tindakan korupsi juga bisa datang dari sikap bekerja dengan pandangan bahwa segala
sesuatu yang dilakukan harus dapat melahirkan uang. Biasanya yang ada dalam
pikiran mereka sebelum melakukan pekerjaan adalah apakah mereka akan mendapat
untung atau tidak, untung atau rugi dan sebagainya. Dalam konteks birokrasi, pejabat
yang menggunakan perhitungan ekonomi semacam itu pasti tidak akan menyatukan
manfaat.
5. Hukum dan peraturan
Tindakan korupsi akan dengan mudah muncul karena undang-undang dan peraturan
memiliki kelemahan, yang meliputi sanksi yang terlalu ringan, penerapan sanksi yang
tidak konsisten dan sembarangan, lemahnya bidang revisi dan evaluasi legislasi.
6. Faktor pengawasan
Pengawasan oleh lembaga terkait bisa kurang efektif karena ada beberapa faktor,
termasuk pengawas yang tidak profesional, pengawasan yang tumpang tindih di
berbagai lembaga, kurangnya koordinasi antara pengawas, pengawas yang tidak patuh
pada etika hukum atau etika pemerintah. Hal ini menyebabkan pengawas sering
terlibat dalam praktik korupsi. Padahal pengawasan eksternal oleh masyarakat dan
media juga masih lemah.
7. Faktor politik
Praktik korupsi di Indonesia dilakukan disemua bidang, tetapi yang paling umum
adalah korupsi di bidang politik dan pemerintahan. Menurut Daniel S. Lev,
politiktidak berjalan sesuai dengan aturan hukum, tetapi terjadi sesuai dengan
pengaruh uang, keluarga, status sosial, dan kekuatan militer.

2.4. Dampak Masif Korupsi


a. Dampak ekonomi
Korupsi memiliki berbagai efek penghancuran yang hebat (an enermous destruction
effects) terhadap berbagai sisi kehidupan bangsa dan negara, khususnya dalam sisi
ekonomi sebagai pendorong utama kesejahteraan masyarakat. Mauro menerangkan
hubungan antara korupsi dan ekonomi. Menurutnya korupsi memiliki korelasi negatif
dengan tingkat investasi, pertumbuhan ekonomi, dan dengan pengeluaran pemerintah
untuk program sosial dan kesejahteraan (Mauro: 1995).
b. Dampak social dan kemiskinan masyarakat
Bagi masyarakat miskin korupsi mengakibatkan dampak yang luar biasa dan saling
bertaut satu sama lain. Pertama, dampak langsung yang dirasakan oleh orang miskin
yakni semakin mahalnya jasa berbagai pelayanan publik, rendahnya kualitas
pelayanan, dan pembatasan akses terhadap berbagai pelayanan vital seperti air,
kesehatan, dan pendidikan. Kedua, dampak tidak langsung terhadap orang miskin
yakni pengalihan sumber daya milik public untuk kepentingan pribadi dan kelompok,
yang seharusnya diperuntukkan guna kemajuan sektor sosial dan orang miskin,
melalui pembatasan pembangunan.
c. Runtuhnya otoritas pemerintah
Korupsi dapat mengakibatkan mati/runtuhnya otoritas pemerintah dengan berbagai
cara:
1. Kehilangan Kepercayaan Publik: Korupsi seringkali membuat masyarakat
kehilangan kepercayaan terhadap pemerintah dan lembaga-lembaga publik.
2. Penyimpangan Sumber Daya Publik: Korupsi mengarah pada penyalahgunaan
sumber daya publik yang seharusnya digunakan untuk kepentingan masyarakat.
3. Merosotnya Layanan Publik: Korupsi dapat mengganggu penyediaan layanan
publik yang efisien dan efektif.
4. Polarisasi Sosial: Ketika korupsi merajalela, hal ini dapat menciptakan polarisasi
sosial yang lebih besar.
5. Krisis Politik: Korupsi dapat memicu krisis politik dengan melibatkan skandal
korupsi yang merusak reputasi pemerintah dan pemimpinnya.
6. Ketidakstabilan Politik dan Sosial: Korupsi dapat merongrong stabilitas politik dan
sosial suatu negara.
7. Pemborosan Sumber Daya: Korupsi seringkali menyebabkan pemborosan sumber
daya yang berharga.
8. Kehilangan Investasi Asing: Negara-negara dengan tingkat korupsi yang tinggi
cenderung kurang menarik bagi investor asing.
Secara keseluruhan, korupsi merusak kepercayaan, kredibilitas, dan otoritas
pemerintah. Ini dapat mengancam stabilitas politik, sosial, dan ekonomi suatu negara
dan menghambat perkembangan yang berkelanjutan. Oleh karena itu, pencegahan dan
pemberantasan korupsi adalah penting untuk mempertahankan otoritas pemerintah
yang kuat dan mendukung tata kelola yang baik.
d. Dampak terhadap politik dan demokrasi
1. Munculnya kepemimpinan korup
Kondisi politik yang carut marut dan cenderung sangat koruptif menghasilkan
masyarakat yang tidak demokratis. Perilaku koruptif dan tindak korupsi dilakukan
dari tingkat yang paling bawah.
2. Hilangnya kepercayaan publik kepada demokrasi
Demokrasi yang diterapkan di Indonesia sedang menghadapi cobaan berat yakni
berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap demokrasi. Hal ini dikarenakan
terjadinya tindak korupsi besar-besaran yang dilakukan oleh petinggi pemerintah,
legislatif atau petinggi partai politik. Kondisi ini mengakibatkan berkurangnya
bahkan hilangnya kepercayaan publik terhadap pemerintahan yang sedang
berjalan.
3. Menguatnya plutokrasi
Korupsi yang sudah menyandera pemerintahan pada akhirnya akan menghasilkan
konsekuensi menguatnya plutokrasi (sitem politik yang dikuasai oleh pemilik
modal/kapitalis) karena sebagian orang atau perusahaan besar melakukan
‘transaksi’ dengan pemerintah, sehingga pada suatu saat merekalah yang
mengendalikan dan menjadi penguasa di negeri ini.
4. Hancurnya kedaulatan rakyat
Dengan semakin jelasnya plutokrasi yang terjadi, kekayaan negara ini hanya
dinikmati oleh sekelompok tertentu bukan oleh rakyat yang seharusnya.
Perusahaan besar mengendalikan politik dan sebaliknya juga politik digunakan
untuk keuntungan perusahaan besar.
e. Dampak terhadap penegakan hukum
1. Fungsi pertahanan mandul
Korupsi telah mengikis banyak kemampuan pemerintah untuk melakukan fungsi
yang seharusnya. Bentuk hubungan yang bersifat transaksional yang lazim
dilakukan oleh berbagai lembaga pemerintahan begitu juga Dewan Perwakilan
Rakyat yang tergambar dengan hubungan partai politik dengan voter-nya,
menghasilkan kondisi yang sangat rentan terhadap terjadinya praktek korupsi.
2. Hilangnhya kepercayaan masyarakat terhadap Lembaga negara
Korupsi yang terjadi pada lembaga-lembaga negara seperti yang terjadi di
Indonesia dan marak diberitakan di berbagai media massa mengakibatkan
kepercayaan masyarakat terhadap lembaga tersebut hilang.

f. Dampak terhadap pertahanan dan keamanan


1. Kerawanan HANKAMNAS karena lemahnya alusista dan SDM
Wilayah Indonesia terbentang sepanjang 3.977 mil antara Samudra Hindia dan
Samudra Pasifik. Apabila perairan antara pulau-pulau itu digabungkan, maka luas
Indonesia akan sepanjang London sampai Iran, sebuah wilayah yang sangat besar.
Sudah seharusnya Negara Indonesia mempunyai armada laut yang kuat dan
modern untuk melindungi perairan yang begitu luasnya, serta didukung oleh
angkatan udara dengan pesawat-pesawat canggih yang cukup besar yang mampu
menghalau pengganggu kedaulatan dengan cepat, tentunya juga harus dibarengi
dengan kualitas dan integritas yang tinggi dari TNI yang kita banggakan.Tentunya
ini membutuhkan anggaran yang besar. Apabila anggaran dan kekayaan negara ini
tidak dirampok oleh para koruptor maka semua itu akan bisa diwujudkan. Dengan
ini Indonesia akan mempunyai pertahanan dan keamanan yang baik yang pada
akhirnya menghasilkan stabilitas negara yang tinggi.
2. Lemahnya garis batas negara
Indonesia dalam posisinya berbatasan dengan banyak negara, seperti Malaysia,
Singapura, China, Philipina, Papua Nugini, Timor Leste dan Australia. Perbatasan
ini ada yang berbentuk perairan maupun daratan. Daerah-daerah perbatasan ini
rata-rata terisolir dan mempunyai fasilitas yang sangat terbatas, seperti jalan raya,
listrik dan energi, air bersih dan sanitasi, gedung sekolah dan pemerintahan dan
sebagainya. Kondisi ini mengakibatkan masyarakat yang hidup di wilayah
perbatasan harus menanggung tingginya biaya ekonomi. Kita bisa bayangkan,
andaikan kekayaan negara tidak dikorupsi dan dipergunakan untuk membangun
daerah-daerah perbatasan, maka negara ini akan semakin kuat dan makmur.
3. Dampak kerusakan lingkungan
1. Menurunnya kualitas lingkungan
Kerusakan lingkungan hidup ini dipicu oleh berbagai sebab, seperti
kepentingan ekonomi, di mana hasil hutan yang ada di eksplotasi besar-
besaran untuk mendapatkan keuntungan. Eksploitasi ini dianggap paling
mudah dan murah untuk mendapatkan keuntungan, namun di lain sisi
eksploitasi yang dilakukan tidak dibarengi dengan upaya penanaman kembali
(reboisasi) yang baik dan terencana, sehingga hasil eksploitasi hutan ini
meninggalkan kerusakan yang parah bagi lingkungan.
2. Menurunnya kualitas hidup
Lingkungan hidup yang telah rusak akan bukan saja akan menurunkan kualitas
lingkungan itu sendiri, namun lebih jauh akan berdampak terhadap
menurunnya kualitas hidup manusia yang ada di dalamnya, serta kualitas
hidup global. Luar biasa sekali akibat yang dihasilkan oleh kerusakan
lingkungan, dan sebagian besar lingkungan hidup kita rusak diakibatkan oleh
tindakan korupsi.

2.5. Upaya Pemberantasan Korupsi


1. Peningkatan Integritas dan Etika Penyelenggara Negara dalam Rangka Mewujudkan
Aparatur Negara yang Profesional dan Berintegritas
Lemahnya integritas dan etika penyelenggara atau aparatur negara menjadi penyebab
utama terjadinya penyimpangan dan penyalahgunaan kewenangan atau kekuasaan.
Aparatur negara merupakan faktor utama keberhasilan pemerintah mewujudkan tata
kelola pemerintahan yang baik, bersih, dan bebas Korupsi Kolusi Nepotisme (KKN).
Tanpa aparatur yang berintegritas dan beretika mustahil program kerja pemerintah
dapat berjalan dengan baik. Untuk itu, salah satu aspek utama dari program reformasi
birokrasi ialah reformasi aspek sumber daya manusia (SDM), karena aspek inilah
yang nantinya akan mengimplementasikan atau menggerakkan semua program
reformasi birokrasi. Dengan demikian, maka penguatan integritas dan etika
merupakan suatu keharusan agar upaya pemberantasan korupsi dapat berjalan baik.
2. Pemantapan dan Percepatan Reformasi Birokrasi Dalam Rangka Mewujudkan Tata
Kelola Pemerintahan yang Baik, Bersih, dan Bebas KKN
Reformasi birokrasi merupakan suatu upaya untuk menata ulang biorkrasi
pemerintahan agar mampu memberikan pelayanan prima kepada masyarakat.
Reformasi birokrasi awalnya mencakup 3 (tiga) aspek pokok yaitu : Kelembagaan
(organisasi); Ketatalaksanaan (business process); dan sumber daya manusia
(aparatur).
a) Aspek Kelembagaan Reformasi di bidang kelembagaan diperlukan untuk menata
ulang struktur organisasi agar terbentuk organisasi yang tepat fungsi dan ukuran (right
sizing) sehingga tercipta organisasi modern yang mampu mendukung pelaksanaan
tugas dan fungsi secara efektif, efisien, transaparan, dan akuntabel serta lebih
mengutamakan pelayanan kepada masyarakat.
b) Aspek Ketatalaksanaan Reformasi di bidang tata laksana diperlukan agar dalam
setiap pelaksanaan tugas dan fungsi, baik yang sifanya teknis yuridis maupun
administratif mempunyai panduan yang jelas sehingga hasil-hasilnya dapat terukur
dengan jelas.
c) Aspek Sumber Daya Manusia (SDM) Reformasi di bidang SDM, meliputi 3 (tiga)
hal yaitu : perubahan pola pikir (mindset), perubahan budaya kerja (culture set), dan
perubahan tata laku (behavior).
3. Pembangunan Budaya Anti Korupsi Masyarakat Dalam Rangka Membangun Sikap
dan Mental Masyarakat yang Anti Korupsi
Upaya mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, bersih, dan bebas KKN pada
hakikatnya tidak bisa hanya dilakukan oleh aparatur negara atau instansi pemerintah.
Sebab pada hakikatnya stakeholder kepemerintahan yang baik, bersih, dan bebas
KKN itu ada 3 (tiga), yaitu : negara, sektor swasta, dan masyarakat.
4. Penegakan Hukum yang Tegas, Konsisten, dan Terpadu Dalam Rangka Mewujudkan
Keadilan, Kepastian Hukum, dan Kemanfaatan, Yaitu Timbulnya Efek Jera Bagi
Koruptor dan Mencegah Calon Koruptor
Penegakan hukum yang konsisten dan terpadu sangat penting bagi terwujudnya pilar-
pilar keadilan dan kepastian hukum. Pilar-pilar keadilan dan kepastian hukum
merupakan pondasi utama berjalannya proses demokratisasi
2.6. Tindak Pidana Korupsi Dalam Perundang-Undangan dan Perkembangannya
A. Pendahuluan
Pada waktu undang-undang nomor 3 tahun 1971 tentang tindak pidana korupsi
diundangkan pada tanggal 29 Maret 1971 berbagai harapan diungkapkan agar undang-
undang tersebut menjadi sarana yang efektif dalam pemberantasan tindak pidana korupsi
titik Ternyata apa yang diharapkan dengan kelahiran undang-undang nomor 3 tahun
1971 dalam perjalanan waktu masih belum dapat memenuhi harapan karena dipandang
sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan hukum.
Memasuki era reformasi pada tanggal 16 Agustus 1999 diundangkanlah undang-undang
Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi menggantikan
undang-undang nomor 3 tahun 1971 titik dalam penjelasan undang-undang Nomor 31
tahun 1999 ditegaskan, bahwa undang-undang ini diharapkan mampu memenuhi dan
mengantisipasi perkembangan kebutuhan hukum masyarakat dalam rangka mencegah
dan memberantas secara lebih efektif setiap bentuk tindak pidana korupsi yang sangat
merugikan keuangan negara maupun perekonomian negara pada khususnya serta
masyarakat pada umumnya dari aspek nilai, undang-undang Nomor 31 tahun 1999
memiliki beberapa nilai tambah jika dibandingkan dengan undang-undang nomor 3 tahun
1971 antara lain:
1. dalam kaitannya dengan partisipasi publik untuk membantu upaya pencegahan dan
pemberantasan tindak pidana korupsi, penerapan sistem pembuktian terbalik secara
terbatas.
2. Kemudian untuk membuka kerahasiaan bank tentang keadaan keuangan
tersangka/terdakwa tanpa harus meminta izin terlebih dahulu kepada Menteri
Keuangan Republik Indonesia.
3. mengatur tentang ancaman pidana minimum khusus pidana denda yang lebih tinggi
dan ancaman pidana mati serta pembentukan komisi pemberantasan tindak pidana
korupsi (KPK)
4. peran serta masyarakat dengan reward system dan dengan rincian tentang
perlindungan hukum

Untuk lebih menjamin kepastian hukum menghindari keragaman penafsiran hukum dan
memberikan perlindungan terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat serta
perlakuan secara adil dalam memberantas tindak pidana korupsi, maka perlu diadakan
perubahan atas undang-undang Nomor 31 tahun 1999 yang dikenal dengan undang-
undang nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas undang-undang Nomor 31 tahun
1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.

B. Perubahan perumusan delik


Undang-undang nomor 3 tahun 1971 Apabila dibandingkan dengan undang-undang
nomor 31 tahun 1999 yang diubah dan ditambah dengan undang-undang nomor 21
tahun 2001 maka salah satu perubahannya adalah perubahan rumusan delik

rumusan delik yang termuat dalam undang-undang nomor 3 tahun 1971 hanya 7
pasal dari 26 pasal yang ada dalam undang-undang tersebut titik 7 pasal tersebut
adalah pasal 1 ayat 1 sub a, b, di, dan e; pasal-pasal 29, 30, dan 31 titik tetapi untuk
pasal 29 sampai dengan pasal 31 tidak berkenaan dengan korupsi dalam arti material
dan keuangan hanya mengenai perbuatan yang mempersulit pemeriksaan perkara
korupsi pada tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di muka persidangan
pengadilan titik Dengan demikian, korupsi dalam arti material dan keuangan terdapat
hanya dalam 4 rumusan, yaitu sub a, b, d, dan e dalam pasal 1 ayat 1 sedangkan
rumusan yang tercantum dalam pasal 1 ayat 1 sub c adalah penarikan 13 pasal dari
kitab undang-undang hukum pidana (KUHP)

pasal 1 ayat 1 sub A undang-undang Nomor 3 tahun 1971 berubah menjadi pasal 2
undang-undang Nomor 31 tahun 1999 dengan beberapa perubahan redaksi titik begitu
pula rumusan pasal 1 ayat 1 sub B undang-undang nomor 3 tahun 1971 menjadi pasal
3 undang-undang nomor 31 tahun 1999 titik pasal 1 ayat 1 sub D undang-undang
nomor 3 tahun 1971 menjadi pasal 13 undang-undang Nomor 31 tahun 1999 Jo
undang-undang nomor 21 tahun 2001 titik pasal 1 ayat 1 sub E undang-undang
Nomor 3 tahun 1971 dihapus karena tidak logis.
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Korupsi adalah suatu tindak perdana yang memperkaya diri yang secara langsung
merugikan negara atau perekonomian negara. Jadi, unsur dalam perbuatan korupsi
meliputi dua aspek. Aspek yang memperkaya diri dengan menggunakan
kekuasaannya dan aspek penggunaan uang negara untuk kepentingannya. Adapun
penyebabnya antara lain, ketiadaan dan kelemahan pemimpin, kelemahan pengajaran
dan etika, kolonialisme, penjajahan rendahnya pendidikan, kemiskinan, tidak adanya
hukuman yang keras, kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku korupsi,
rendahnya sumber daya manusia, serta struktur ekonomi. Korupsi dapat
diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu bentuk, sifat,dan tujuan. Dampak korupsi
dapat terjadi di berbagai bidang diantaranya, bidang demokrasi, ekonomi, dan
kesejahteraan negara. Hal-hal yang sangat mendasar untuk diperhatikan dalam
penegakan hukum memberantas korupsi adalah tekad dan komitmen terhadap
perbuatan korupsi sebagai musuh yang harus diberantas. peningkatan profesionalisme
dengan penguatan ilmu pengetahuan hukum dan asas-asas hukum dan perundang-
undangan yang berlaku merupakan faktor yang amat menentukan dalam
melaksanakan tugas peradilan demi memberantas korupsi.

3.2. Saran
Sikap untuk menghindari korupsi seharusnya ditanamkan sejak dini. Dan pencegahan
korupsi dapat dimulai dari hal yang kecil. Ada 3 hal menurut saya yang harus dilakukan guna
mengurangi sifat dan perilaku masyarakat untuk korupsi, anatara lain;
(1) menaikkan gaji pegawai rendah dan menengah,
(2) menaikkan moral pegawai tinggi,
(3) Pendidikan dan pelatihan anti korupsi gencar dilakukan di sekolah, perguruan
tinggi, perusahaan serta lembaga Negra.
(3) hukuman dan peraturan tentang KKN diperkuat dan diperjelas.
DAFTAR PUSTAKA

Bahasan, P., & Bahasan, S. P. DAMPAk MASiF KORUPSi. Anti-Korupsi, 53

Dewantara, A. (2017). Diskursus Filsafat Pancasila Dewasa Ini. Dewantara, A. (2017).


Alangkah Hebatnya Negara Gotong Royong (Indonesia dalam Kacamata Soekarno).
SUMBER: http://makalainet.blogspot.com/2013/10/korupsi.html.

Pujiyono, S. H. Istilah, Pengertian dan Ruang Lingkup Tindak Pidana Korupsi. MODUL 1:
ISTILAH, PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP.

Syarief, R. A. O., & Prastiyo, D. (2018). Korupsi Kolektif (Korupsi Berjamaah) di Indonesia:
Antara Faktor Penyebab dan Penegakan Hukum. Jurnal Hukum Respublica, 18(1), 1-13.

Waluyo, B. (2014). Optimalisasi pemberantasan korupsi di indonesia. Jurnal


Yuridis, 1(2), 169-162.

Anda mungkin juga menyukai