Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH KEWARGANEGARAAN

“KORUPSI dan INTEGRITAS “

DOSEN PENGAMPU : Resdiana Safitri,M.Pd

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 5
Bella Febrianti Saputri (208220027)
Najwa Khoiri Putri(208220017)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunianya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah ini disusun
sebagai salah satu tugas mata kuliah Kewarganegaraan. Makalah ini menjelaskan lebih
mendalam mengenai Korupsi dan Integrasi. Makalah ini dibuat dari hasil penyusunan dan
penulisan yang didapat dari buku dan jurnal yang berkaitan dengan Kewarganegaraan.
Penulis berharap dengan membaca makalah ini dapat menambah wawasan mengenai
paragraf yang ditinjau dari aspek Kewarganegaan, khususya bagi penulis.

Penulis mengucapakan terimakasih yang sebesar - besarnya kepada semua


pihak yang terlibat dalam penyusunan makalah ini. Penulis juga mennyadari bahwa
makalah ini tidak luput dari berbagai macam kesalahan. Oleh karena itu, kritik dan saran
sangat diperlukan sehingga makalah ini dapat digunakan dengan baik.

Selasa ,30 mei 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................................... ii


DAFTAR ISI................................................................................................................................. iii
BAB I ........................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .......................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang.................................................................................................................. 1
1.2Rumusan Masalah............................................................................................................. 1
1.3Tujuan Makalah: ............................................................................................................... 2
BAB II .......................................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ............................................................................................................................ 3
2.1 Korupsi ( Definisi, perilaku, Bentuk- bentuk) ................................................................... 3
2.2 Definisi dan Arti Perilaku Koruptif dalam Masyarakat. .................................................... 4
2.3 Perbedaan korupsi dan perilaku koruptif ........................................................................ 4
2.4 Bentuk-bentuk Korupsi Bentuk-bentuk Korupsi. ............................................................. 5
2.5 Integritas .......................................................................................................................... 6
2.6 Sejarah dan pemberantasan korupsi di Indonesia .......................................................... 8
2.7 Nilai nilai antikorupsi ..................................................................................................... 10
2.8 Faktor – Faktor Penyebab Korupsi ................................................................................. 12
2.9 Dampak korupsi ............................................................................................................. 14
2.10 Mungkinkah Indonesia Terbebas dari Korupsi ............................................................ 15
BAB III ....................................................................................................................................... 17
PENUTUP .................................................................................................................................. 17
3.1 Kesimpulan..................................................................................................................... 17
3.2 Saran .............................................................................................................................. 17
Daftar Pustaka.......................................................................................................................... 18

iii
iv
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Persoalan korupsi di Indonesia merupakan masalah yang terjadi secara masif dan
berkepanjangan tanpa ada solusi yang tepat. Korupsi merupakan kegiatan yang dapat
mengancam stabilitas suatu negara, sektor keamanan, ekonomi, kesehatan, dan
pembangunan dapat terdampak korupsi. Hal ini dibutuhkan upaya sungguh-sungguh dalam
penanganan korupsi agar kesejahteraan masyarakat dapat tercapai.
Korupsi merupakan kejahatan yang tidak kunjung usai dalam perjalanan Indonesia.
Kemerosotan nilai-nilai integritas menjadi salah satu penyebab tindak pidana korupsi selalu
tumbuh subur di Indonesia. korupsi merupakan kata yang pasti dikenal dan menjadi popular
di telinga masyarakat indonesia dari tingkat keluarga sampai negara. kata itu selalu
diperbincangkan mulai dari masyarakat kelas bawah hingga pejabat, dari berbagai kalangan
mulai masyarakat biasa, tokoh agama, kaum intelektual, sampai pejabat sepakat
mengatakan bahwa korupsi dikonotasikan sebagai budaya. Sikap masyarakat yang lunak,
dan cenderung acuh memberikan lahan subur terhadap pelaku korupsi di Indonesia. Hal
seperti inilah yang menyebabkan korupsi di Indonesia dianggap sebagai hal yang wajar
atau biasa, dibuktikan dengan seringnya operasi tangkap tangan oleh KPK. Benih- benih
korupsi di Indonesia juga ada pada generasi millenial, kurangnya kejujuran yang ada pada
generasi millenial, tanggung jawab yang tidak ada pada diri generasi muda, sifat curang
dan suka menerabas menjadi benih tindak pidana korupsi di masa yang akan datang.
Pada era globalisasi ini hal paling penting dan mendasar yang harus dimiliki
seseorang adalah Integritas. Orang-orang bertintegritas pasti akan mempunyai rasa
tanggung jawab yang tinggi terhadap keputusannya. Dengan mempunyai rasa tanggung
jawab yang tinggi akan mendorong individu yang berintegritas untuk mendapat
kepercayaan oleh orang-orang sekitarnya karena sikap kepemimpinannya dan
kejujurannya. Sebab itu integritas sering dikaitkan dengan upaya pencegahan korupsi. Di
Indonesia sendiri KPK sebagai Lembaga pemberantas tindakan korupsipun memiliki
standart kompetensi kerja nasional Indonesia (SKKNI) sebagai upaya mencegah korupsi
melalui aktualisasi nilai- nilai integritas. Dalam upayanya yang tercantum dalam keputusan
Menteri ketenagakerjaan nomor 303 tahun 2016 KPK menggunakan nilai-nilai integritas.
Menurut Komisi Pemberantasan Korupsi (2016:1) KPK percaya dengan nilai-nilai
Integritas maka pembenahan karakter dan moral akan terwujud.
Orang yang memiliki Integritas akan menyatukan sikap, perbuatan dam nilai-nilai
moral yang dianutnya untuk tidak tergoyahkan oleh godaan untuk menghianati nilai-nilai
yang diyakininya. Pribadi yang berintegritas merupakan pribadi yang menjaga etika dan
kejujuran sehari-hari. Mereka orang yang kompeten dapat dipercaya dan selalu berlaku adil
terhadap orang lain agar perilaku korupsi dapat di minimalisir. Oleh karena itu, karakter
integritas ini perlu ditanamkan kepada generasi muda sebagai upaya mengantisipasi terkait
degradasi moral yang menggrogoti moralitas bangsa.

1.2Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari korupsi?
2. Apa saja bentuk-bentuk dari korupsi?
3. Apa contoh perilaku korupsi?
4. Apa itu integritas?
5. Bagaimana sejarah korupsi Dan pemberantasan korupsi di Indonesia ?
6. Apa saja nilai- nilai dan prinsip- prinsip Antikorupsi?

1
7. Mungkunkah Indonesia bebas dari Korupsi ?

1.3Tujuan Makalah:
1. Mengetahui definisi dari korupsi
2. Mengetahui bentuk-bentuk dari korupsi
3. Mengetahui contoh perilaku korupsi
4. Mengetahui itu integritas
5. Mengetahui Bagaimana sejarah korupsi Dan pemberantasan korupsi di Indonesia
6. Menerapkan nilai- nilai dan prinsip- prinsip Antikorupsi

2
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Korupsi ( Definisi, perilaku, Bentuk- bentuk)
A. Definisi Korupsi
Pengertian Korupsi
Kata korupsi berasal dari bahasa latin corruptio atau corruptus. Corruptio memiliki
arti beragam yakni tindakan merusak atau menghancurkan. Corruptio juga diartikan
kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral,
penyimpangan dari kesucian, kata-kata atau ucapan yang menghina atau memfitnah.
Kata corruptio masuk dalam bahasa Inggris menjadi kata corruption atau dalam bahasa
Belanda menjadi corruptie. Kata corruptie dalam bahasa Belanda masuk ke dalam
perbendaharaan Indonesia menjadi korupsi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI), korupsi adalah penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan,
organisasi, yayasan, dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain.
Definisi lainnya dari korupsi disampaikan World Bank pada tahun 2000, yaitu
“korupsi adalah penyalahgunaan kekuasaan publik untuk keuntungan pribadi". Definisi
World Bank ini menjadi standar internasional dalam merumuskan korupsi.
Pengertian korupsi juga disampaikan oleh Asian Development Bank (ADB), yaitu
kegiatan yang melibatkan perilaku tidak pantas dan melawan hukum dari pegawai sektor
publik dan swasta untuk memperkaya diri sendiri dan orang-orang terdekat mereka. Orang-
orang ini, lanjut pengertian ADB, juga membujuk orang lain untuk melakukan hal-hal
tersebut dengan menyalahgunakan jabatan
Lembaga Transparency International yang setiap tahunnya merilis Indeks Persepsi
Korupsi (IPK) mendefinisikan korupsi sebagai perbuatan tidak pantas dan melanggar
hukum oleh pejabat publik, baik politisi atau pegawai negeri, demi memperkaya diri sendiri
atau orang-orang terdekat dengan menyalahgunakan wewenang yang dipercayakan oleh
publik.
Sementara Hong Kong Independent Commission Against Corruption (ICAC)
menyebutkan bahwa korupsi adalah penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang oleh
pejabat publik dengan melakukan pelanggaran hukum terkait tugas mereka, demi mencari
keuntungan untuk diri dan pihak ketiga.
Dalam Pasal 8 UN Convention Against Transnational Organized Crime and The
Protocol Thereto yang digagas Kantor PBB Urusan Narkoba dan Kejahatan (United
Nations Office on Drugs and Crime-UNODC), korupsi memiliki dua definisi.

• Pertama, korupsi adalah menjanjikan, menawarkan, atau memberikan


kepada pejabat publik, baik secara langsung maupun tidak langsung, suatu
keuntungan yang tidak semestinya, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk
orang atau badan lain, agar pejabat tersebut bertindak atau tidak bertindak
dalam menjalankan tugas resminya
• Kedua, korupsi adalah permintaan atau penerimaan oleh pejabat publik,
secara langsung atau tidak langsung, untuk keuntungan yang tidak
semestinya, baik untuk pejabat itu sendiri maupun orang atau badan lain,
agar pejabat tersebut bertindak atau tidak bertindak dalam atau tidak
bertindak dalam pelaksanaan tugas resminya.

3
UNODC dalam situsnya menyebut korupsi adalah fenomena sosial, politik, dan
ekonomi yang kompleks. Korupsi, ujar UNODC, telah merendahkan institusi demokrasi,
memperlambat pertumbuhan ekonomi, dan menyebabkan ketidakstabilan pemerintahan.
Sementara Kofi Annan Sekjen PBB periode 1997-2006 dalam sambutannya pada United
Nations Convention against Corruption (UNCAC) mengatakan adalah wabah mengerikan
yang memiliki dampak merusak bagi masyarakat. Korupsi, kata Annan, menyebabkan
pelanggaran HAM, merusak pasar, mengikis kualitas hidup, dan memunculkan kejahatan
terorganisir, terorisme, serta ancaman lainnya bagi kehidupan manusia.

Indonesia sendiri melalui UU No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU No. 20
Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi telah mengelompokkan korupsi
ke dalam 7 jenis utama. Ketujuh jenis tersebut adalah kerugian keuangan negara, suap-
menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan
dalam pengadaan, dan gratifikasi.
Robert Klitgaard mengatakan korupsi bisa didefinisikan sebagai penyalahgunaan
jabatan untuk keuntungan pribadi. Jabatan tersebut bisa merupakan jabatan publik, atau
posisi apapun di kekuasaan, termasuk di sektor swasta, organisasi nirlaba, bahkan dosen di
kampus. Korupsi menurut Klitgaard berbentuk penyuapan, pemerasan, dan semua jenis
peniuan.
Dari berbagai pengertian di atas, korupsi pada dasarnya memiliki lima komponen,
yaitu:
1. Korupsi adalah suatu perilaku.
2. Ada penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan.
3. Dilakukan untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau kelompok.
4. Melanggar hukum atau menyimpang dari norma dan moral.

2.2 Definisi dan Arti Perilaku Koruptif dalam Masyarakat.


Koruptif adalah awal dari perpuatan korupsi yang Diwali oleh sikap ketidak
mampuan untuk berjuang melawan kezaliman sehingga menimbulkan sikap pasrah
terhadap perbuatan yang tidak baik. Perilaku koruptif Diwali dengan perbuatan sederhana
seperti memberi tips, menyontek dan lain sebagainya. Koruptif menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia adalah sikap korupsi yaitu sikap takut berkorban dan menyebabkan
mereka mudah ditaklukkan oleh musuh atau orang lain. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa perilaku koruptif adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan sikap, tindakan, dan
pengetahuan seseorang yang menjebakkan dirinya pada kegiatan korupsi. Dalam peraturan
perundangundangan memang tidak ada rumusan mengenai apa itu perilaku koruptif.
Namun perilaku sehari-hari yang merugikan orang lain diantaranya mencontek,
plagiarisme, berbohong, mencurangi, buang sampah sembarangan, memberi uang pelican
dalam hal pelayanan publik seperti KTP dan SIM, dan lain sebagainya dan perbuatan tidak
tepat waktu.
2.3 Perbedaan korupsi dan perilaku koruptif.
Perilaku koruptif adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan tindakan, sikap dan
pengetahuan seseorang yang menjebakkan dirinya pada kegiatan korupsi. Ada beberapa
contoh perbuatan koruptif misalnya mencontek, plagiarisme, berbohong, memberi uang
sogokan dalam pembuatan SIM dan KTP dan lainnya, sedangkan korupsi adalah tindakan
pejabat publik baik politisi maupun pegawai negeri serta pihak lain yang terlibat dalam
yang terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal yang
menyalahgunakan kepercayaan publik yang telah dikuasakan kepada mereka untuk
mendapatkan keuntungan sepihak.tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal yang

4
menyalahgunakan kepercayaan publik yang telah dikuasakan kepada mereka untuk
mendapatkan keuntungan sepihak.
2.4 Bentuk-bentuk Korupsi Bentuk-bentuk Korupsi.
Definisi korupsi tertuang dalam pasal 13 Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang
pemberantasan tindak pidana korupsi (UU Tipikor) sebagaimana yang telah diubah
dengan Undang-undang nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas undang-undang
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU 20/2001). Berdasarkan pasal
tersebut korupsi dirumuskan dalam tiga puluh bentuk/jenis tindak pidana korupsi,
kemudian dapat disederhanakan ke dalam tujuh kelompok besar yaitu:
1. Kerugian keuangan negara
2. Suap menyuap
3. Penggelapan dalam jabatan
4. Pemerasan
5. Perbuatan curang
6. Benturan kepentingan dalam pengadaan
7. gratifikasi
Kerugian Keuangan Negara Undang-undang Tipikor menganut konsep kerugioan
negara dalam arti delik formal. Usur dapat merugikan keuangan negara diartikan merugikan
negara secara laungsung atau tidak langsung, dimana suatu Tindakan dapat dianggap
merugikan keuangan negara apabila Tindakan tersebut berpotensi menimbulkan kerugian
negara. Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor Jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 25/ PUU-
XIV/2016 mengatur bahwa “Setiap orang yang melawan hukum melakukan perbuatan
memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang merugikan keuangan
negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau
pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan
denda paing sedikit Rp. 200.000.000.00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.
1.000.000.000.00 (satu milyar rupiah)” Selanjutnya pada pasal 3 UU Tipikor menyatakan
“Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri senmdiri atau orang lain atau suatu
korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya
karena jabatan atau kedudukan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau
kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana
dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan
paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000.00 (lima
puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000.00 (satu milyar rupiah).
• Suap Menyuap
Perbuatan suap dalam UU Tipikor dan perubahannya di antaranya diatu dalam
pasal 5 UU 20/2021 yang berbunyi “dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu)
tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp.
50.000.000.00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 250..000.000.00 (dua ratus
lima puluh juta rupiah) setiap orang yang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada
pegawai negeri atau penyelenggara ……..”
• Penggelapan dalam Jabatan
Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan
suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja
menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya atau uang/sura
berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain atau membantu dalam melakukan
perbuatan tersebut. Pemerasan Pegawai negeri atau pemnyelenggara negara yang dengan
maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan
menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar atau
menerima pembayaran dengan potongan atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya

5
sendiri. Perbuatan Curang Pemborong ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan
atau penjual bahan bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan, melakukan
perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau abarang atau atau
keselamatan negara dalam keadaan perang.
• Benturan Kepentingan dalam Pengadaan
Pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak langsung
dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan atau persewaan yang pada saat
dilakukan perbuatan untuk seluruh atau Sebagian ditugaskan untuk mengurus atau
mengawasinya.
• Gratifikasi
Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap suap,
apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawaban dengan kewajiban tugasnya
Bentuk-bentuk Perilaku Koruptif dalam Masyarakat
• Pelanggaran lalu lintas.
• Suap menyuap untuk mempermudah urusan dan lain sebagainya.
• Peraturan yang dibuat-buat untuk menghalalkan segala cara.
• Memberikan tps kepada aparan pelayanan public.
• Kebiasaan terlambat dalam melaksanakan tugas dan lainnya
2.5 Integritas
Menyelisik Asal Mula Makna Integritas
Secara etimologis, kata integritas (integrity), integrasi (integration) dan integral
(integral) memiliki akar kata Latin yang sama, yaitu “integer” yang berarti “seluruh”
(“whole or entire”) atau “suatu bilangan bulat” (“a whole number”), bilangan yang bukan
bilangan pecahan (Skeat 1888, 297; Black 1825, 215-6). Jadi, sesuatu yang berintegritas
merupakan sesuatu yang utuh dalam keseluruhannya, sesuatu yang tidak terbagi, dimana
nuansa keutuhan atau kebulatannya tidak dapat dihilangkan. Meskipun sesuatu yang
berintegritas terdiri dari banyak elemen, keutuhan atau kebulatannya selalu terjaga sebagai
hasil dari hubungan timbal balik yang kuat diantara elemen-elemennya. Namun bersatunya
elemen-elemen itu lebih merupakan suatu persatuan (incorporation) daripada suatu
kesatuan (unity), karena identitas elemen tidak hilang. Identitas tiap elemen dari sesuatu
yang berintegritas masih bisa dikenali, meskipun fungsinya sulit dipisahkan dari fungsi
keseluruhan. Istilah sederhana “kompak” dan “kekompakan” barangkali tepat untuk
menggambarkan bersatunya elemen-elemen sesuatu yang berintegritas sedemikian
sehingga konotasi keutuhan atau kebulatannya (wholeness) tetap terjaga. Menariknya,
integritas bisa masuk dalam kategori peristilahan evaluatif maupun non-evaluatif,
tergantung pada apakah sesuatu yang memiliki integritas itu melibatkan manusia di
dalamnya ataukah tidak. Jika sesuatu yang memiliki integritas adalah sesosok manusia atau
sesuatu yang meliputi manusia sebagai salah satu pengendalinya, seperti misalnya
perusahaan, pasar dan ekosistem, maka integritas merupakan istilah evaluatif. Namun jika
manusia tidak ada di dalam sesuatu yang memiliki integritas, seperti misalnya jembatan,
database, jaringan listrik dan benda-benda mati lainnya, maka integritas merupakan istilah
non-evaluatif.
Sebagai istilah yang evaluatif, integritas diapresiasi sebagai patokan 135 dalam
mempertimbangkan baik-buruk suatu tindakan. Sedangkan sebagai istilah yang non-
evaluatif, integritas hanyalah dipakai untuk menyatakan suatu fakta. Keduanya tetap
mengandung makna konotatif kekompakan (whole) yang menggambarkan kualitas
hubungan antar elemen-elemen sesuatu yang memilikinya. Ketika integritas non-evaluatif
menjadi atribut dari sesuatu yang dari fakta bahwa identitas sesuatu tersebut tetap bertahan
meskipun berada dalam tekanan lingkungan yang berubah-ubah. Jembatan yang memiliki
integritas, misalnya, akan tetap berfungsi baik sebagai jembatan tanpa perubahan bentuk,

6
meskipun jumlah dan berat kendaraan yang melaluinya berubah-ubah. Sistem jaringan
tenaga listrik yang memiliki integritas akan tetap menjamin pasokan tenaga listrik ke
konsumen-konsumen, meskipun beberapa bagiannya diistirahatkan untuk pemeliharaan. Di
sini, integritas menggambarkan kualitas daripada dua proses sekaligus, yaitu proses
pengendalian internal dan proses partisipasi eksternal. Proses pengendalian internal adalah
mekanisme yang terjadi di dalam sesuatu yang memiliki integritas, bagaimana elemen-
elemen mengatur hubungan antara satu dengan yang lain ketika merespon tekanan
lingkungan sedemikian sehingga kekompakan identitasnya tetap terjaga. Proses partisipasi
eksternal adalah mekanisme yang terjadi pada sesuatu yang memiliki integritas, bagaimana
ketika merespon tekanan lingkungan kekompakan diekspresikan secara fungsional sesuai
dengan identitasnya.
Pada integritas non-evaluatif, kedua proses itu tunduk pada hukum alam dan
berlangsung serentak, tak terpisahkan. Keduanya beroperasi secara natural untuk
menyatakan fakta ada-tidaknya identitas yang sudah tertetapkan terlebih dahulu
(predetermined). Jembatan yang memiliki integritas, misalnya, akan tetap berfungsi
sebagaimana identitas jembatan yang sesungguhnya. Sedangkan jembatan yang tidak
memiliki integritas akan gagal berfungsi sebagaimana jembatan dan menjadi bukan
jembatan lagi. Ketika integritas evaluatif menjadi atribut dari sesuatu yang memilikinya,
seperti misalnya sosok individu manusia atau sosok individu organisasi yang dikendalikan
manusia, kekompakan identitas tetap bertahan meskipun sosok individu tersebut tertantang
harus merespon keadaan lingkungan yang berubah-ubah. Sosok individu yang berintegritas
tidak menyerahkan diri pada pengaruh luar atau Menyelisik Makna Integritas dan
Pertentangannya dengan Korupsi (Gunardi Endro) 136 Volume 3, Nomor 1, Maret 2017
mengubah dirinya menjadi sosok lain tergantung konteks hidupnya, melainkan tetap
bertahan dengan perilaku yang menunjukkan satu identitas dirinya yang asli dalam berbagai
konteks hidupnya. Persoalannya, karena manusia memiliki kebebasan kehendak, mau tidak
mau harus memilih: ingin menjadikan diri sosok seperti apa dan ingin berbuat apa, maka
identitas yang dipertahankannya tidak tertetapkan terlebih dahulu (not predetermined).
Demikian pula perbuatan-perbuatan yang mau mengekspresikan identitas tersebut. Baik
identitas yang mau dipertahankan maupun perbuatan yang mau dilakukan sebagai ekspresi
identitasnya bergantung pada pilihan manusia. Dengan kata lain, proses pengendalian
internal dan proses partisipasi eksternal tidak tunduk pada hukum alam dan tidak ada
hubungan natural kausalistik di antara keduanya. Integritas tidak dicapai melalui
pemenuhan hukum alam, melainkan diupayakan secara aktif melalui pilihan identitas dan
tindakan yang seharusnya dilakukan karena ada nilai lebih yang akan diperoleh dengan
pilihan identitas dan tindakan itu. Di sini, integritas bukan menyatakan fakta apa yang
terjadi, melainkan menyatakan apa yang seharusnya diupayakan. Peran sentral manusia
pada sesuatu yang memiliki integritas evaluatif membuat integritas tak dapat dipisahkan
dari aspek moral (aspek baik-buruk manusia sebagai manusia).
Berdasarkan hakekat dirinya sebagai manusia, orang yang berintegritas atau
organisasi yang berintegritas diharapkan mengambil keputusan dan tindakan yang
bermoral. Dan keputusan dan tindakan yang bermoral itu harus mengekspresikan identitas
diri yang dibangunnya untuk menegaskan bahwa makna kekompakan pada dirinya
terwujud dan terekspresikan. Jadi, ada dua aspek integritas bagi individu orang atau
individu organisasi yang berintegritas: pertama, integritas berkaitan dengan bagaimana
individu membangun dan mempertahankan identitas dirinya (proses pengendalian
internal); dan kedua, integritas berkaitan dengan bagaimana individu melakukan perbuatan
yang bermoral (proses partisipasi eksternal). Makna integritas yang benar seharusnya
mencakup dua aspek tersebut bersama-sama. Tetapi tampaknya tidak mudah menemukan
satu kriteria yang dapat merepresentasikan dua aspek tersebut sekaligus. Dalam sejarah

7
perkembangannya, makna integritas-evaluatif cenderung direduksi dengan menekankan
salah satu aspeknya saja. Memang reduksi makna tidak terjadi pada integritas non-evaluatif,
karena proses 137 pengendalian internal dan proses partisipasi eksternal tunduk pada
hukum alam, keduanya memiliki hubungan kausalitas dan secara natural terjadi bersamaan
(serentak). Namun justru integritas dalam makna evaluatif lah yang sering diperbincangkan
di masyarakat. Reduksi makna menjadi persoalan serius.
1. Pemahaman tentang Hubungan dan Tindakan Moral Hubungan baik antar
manusia dipahami sebagai hubungan yang ada di dalam suatu ‘ruang konsep’ komunitas
ideal yang mempersatukan mereka. Hubungan baik antara suami dan istri, misalnya,
dipahami sebagai hubungan yang ada dalam perspektif konsep keluarga yang ideal.
Hubungan moral tidak dipahami secara sederhana sebagai hubungan diadik manusia-A
dan manusia-B, melainkan dipahami sebagai hubungan triadik manusia-A, manusia-B dan
komunitas ideal. Akibatnya, tindakan moral tidak secara sederhana dipahami sebagai
tindakan yang langsung mempengaruhi kepentingan atau kebutuhan manusia lain (other-
regarding action), melainkan dipahami sebagai tindakan berkeutamaan (virtuous action)
yang mempengaruhi kepentingan atau kebutuhan manusia lain melalui proses perwujudan
komunitas ideal. tindakan disiplin-berkeadilan guna mengatasi masalah sosial itu. Melalui
perwujudan komunitas yang ideal, pengemis-pengemis itu akan dihantarkan untuk
memenuhi kebutuhannya sebagai manusia. Jadi, tindakan moral atau tindakan
berkeutamaan merupakan upaya partisipatif mewujudkan komunitas yang ideal.
2. Pemahaman tentang Konsep Diri Konsep diri merupakan konsep yang lumer
karena “diri” tampaknya tidak dapat dianggap secara sederhana sebagai objek untuk suatu
penjelasan yang sifatnya deskriptif. Dengan adanya aneka perjalanan dan pengalaman
hidup, sulit menjelaskan apakah diriku ini tetap sama selamanya ataukah ada perbedaan
antara diriku saat ini dan diriku sepuluh tahun yang lalu.
2.6 Sejarah dan pemberantasan korupsi di Indonesia
Sejarah korupsi di Indonesia terjadi sejak zaman Hindia Belanda, pada masa
pemerintahan Orde Lama, Pemerintahan rezim Orde Baru dan Orde
Reformasi.Pemerintahan rezim Orde Baru yang tidak demokratis dan militerisme
menumbuhsuburkan terjadinya korupsi di semua aspek kehidupan dan seolah-olah menjadi
budaya masyarakat Indonesia. Jika pada masa Orde Baru dan sebelumnya korupsi lebih
banyak dilakukan oleh kalangan elit pemerintahan, maka pada Era Reformasi hampir
seluruh elemen penyelenggara Negara sudah terjangkit “virus korupsi” yang sangat ganas.
Istilah Korupsi pertama sekali hadir dalam khasanah hukum Indonesia dalam
Peraturan Penguasa Perang Nomor Prt/Perpu/013/1958 tentang Peraturan Pemberantasan
Korupsi. Kemudian, dimasukkan juga dalam Undang-Undang Nomor 24/Prp/1960 tentang
Pengusutan Penuntutan dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi, yang kemudian sejak
tanggal 29 Maret 1971 digantikan oleh Undang-undang No.3 tahun 1971 karena Undang-
undang No. 24 Prp. tahun 1960 tentang Pengusutan, Penuntutan dan Pemeriksaan Tindak
Pidana Korupsi berhubung dengan perkembangan masyarakat kurang mencukupi untuk
dapat mencapai hasil yang diharapkan, dan oleh karenanya Undang-undang tersebut perlu
diganti, yang kemudian sejak tanggal 16 Agustus 1999 digantikan oleh Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999 karena undang-undang No. 3 tahun 1971 tentang pemberantasan
tindak pidana korupsi sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan kebutuhan hukum,
karena itu perlu diganti dengan undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi yang
baru sehingga diharapkan lebih efektif dalam mencegah dan membrantas tindak pidana
korupsi dan kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tanggal 21
November 2001 Perubahan atas Undang-undang No. 30 tahun 1999 tentang pembrantasan
tindak pidana korupsi, karena untuk menjamin kepastian hukum, menghindari keragaman
penafsiran hukum dan memberikan perlindungan terhadap hak-hak sosial dan ekonomi

8
masyarakat, serta perlakuan secara adil dalam pembrantasan tindak pidana korupsi.
Selanjutnya korupsi terus menerus menunjukkan perkembangannya, sebagai respon akan
hal tersebut pemerintah kemudian membentuk suatu komisi untuk mengatasi,
menanggulangi, dan memberantas korupsi di Indonesia berdasarkan Uundang-undang No
30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Hal ini membawa
sebuah perubahan besar dalam sejarah pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia.
Pada era keterbukaan informasi seperti sekarang ini masyarakat semakin ingin tahu dan
menuntut keterbukaan informasi mengenai perkembangan penanganan kasus korupsi.
Media dalam hal ini memberikan andil yang besar terhadap penyampaian informasi
mengenai tindak pidana korupsi yang sedang terjadi di Indonesia. Berdasarkan survey yang
dilakukan oleh KPK pada tahun 2011 terdapat tiga besar (modus) kasus korupsi yang
mendapatkan perhatian masyarakat paling besar yaitu kasus pajak yang melibatkan Gayus
Tambunan, kasus Bank Century, serta kasus Wisma Atlet yang melibatkan Nazaruddin.
Kasus korupsi lain yang menjadi perhatian sebagian kecil responden adalah kasus
penyuapan yang melibatkan Arthalita Suryani, Kasus Bank Indonesia yang melibatkan
Aulia Pohan, Kasus BLBI, Kasus korupsi APBD di sejumlah daerah, Kasus kriminalisasi
KPK yang melibatkan pimpinan KPK, dan kasus yang melibatkan Anggodo serta kasus
kasus korupsi lain di daerah di mana responden berdomisili. 3 Hal tersebut semakin
menunjukkan bahwa masyarakat menaruh perhatian besar terhadap kasus-kasus tindak
pidana korupsi yang terjadi diIndonesia.Akan tetapi, sangat disayangkan bahwa masyarakat
menganggap korupsi suatu hal yang lumrah terjadi.
Kejahatan yang termasuk kategori white collar crime ini terus mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun.Tidak hanya itu, tindak pidana korupsi juga telah meluas
dalam masyarakat, baik dari jumlah kasus yang terjadi, jumlah kerugian negara, maupun
dari segi kualitas tindak pidana yang dilakukan semakin sistematis serta lingkupnya yang
memasuki seluruh aspek kehidupan masyarakat. Peningkatan kasus tindak pidana korupsi
di Indonesia membuat pemerintah memberikan respon dengan terus melakukan perbaikan-
perbaikan dalam hal pengaturan tentang tindak pidana korupsi.Hal tersebut dapat terlihat
melalui perundang-undangan korupsi yang telah mengalami beberapa kali perubahan
maupun pergantian. Dimulai dari Perpu No. 24/Prp/1960 yang kemudian disahkan menjadi
Undang-undang No. 24/1960 (Era Orde Lama), Undang-undang No. 3/1971 (Era Orde
Baru) yang menggantikan Undang undangNo. 24/1960, yang kemudian diganti lagi dengan
Uundang-undang No. 31/1999 (Era Reformasi), hingga revisi terakhir melalui Undang-
undang No. 20/2001. Tidak hanya dalam perundang-undangan nasional, sebagai bukti
keseriusan pemerintah dalam memerangi korupsi, Indonesia juga turut berpartisipasi dalam
Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Korupsi tahun 2003UNCAC (United
Nations Convention Against Corruption). UNCAC atau yang sering disebut Konvensi PBB
anti korupsi merupakan suatu Konvensi anti korupsi yang mencakup ketentuan-ketentuan
kriminalisai, kewajiban terhadap langkah-langkah pencegahan dalam sektor publik dan
privat, kerjasama internasional dalam penyelidikan dan penegakan hukum, langkah-
langkah bantuan teknis, serta ketentuan mengenai pengembalian asset. Seperti salah satu
kasus yang akan dibahas oleh penulis yaitu Tindak Pidana Korupsi, Tindak pidana korupsi
selalu mendapatkan perhatian yang lebih dibandingkan dengan tindak pidana lain di
berbagai belahan dunia. Fenomena ini dapat dimaklumi mengingat dampak negatif yang
ditimbulkan oleh tindak pidana ini.Dampak yang ditimbulkan dapat menyentuh berbagai
bidang kehidupan.Korupsi merupakan masalah serius, tindak pidana ini dapat
membahayakan stabilitas dan keamanan masyarakat, membahayakan pembangunan sosial
ekonomi dan juga politik, serta dapat merusak nilai– nilai demokrasi dan moralitas karena
lambat laun perbuatan ini seakan menjadi sebuah budaya.Korupsi merupakan ancaman
terhadap cita- cita menuju masyarakat adil dan makmur.

9
2.7 Nilai nilai antikorupsi
Jujur
Jujur adalah sikap lurus hati, tidak berbohong, tidak curang dan tulus-ikhlas.
Seseorang dengan nilai kejujuran di hatinya tidak akan pernah korupsi, karena tahu
tindakan tersebut adalah bentuk kebohongan dan kejahatan. Orang dengan berintegritas
jujur akan selalu berpegang pada prinsip yang diyakininya benar.
Orang dengan nilai kejujuran juga harus menolak ketidakjujuran. Dia harus berani
menegur atau melaporkan tindak ketidakjujuran seperti korupsi atau yang lainnya.
Pelaporan masyarakat ini menjadi salah satu yang sarana efektif untuk memberantas
korupsi. Maka dari itu, masyarakat yang berintegritas akan menciptakan lingkungan yang
bebas dari korupsi.

Tanggung Jawab
Seseorang yang bertanggung jawab berani mengakui kesalahan yang dilakukan,
mereka juga amanah dan dapat diandalkan. Tanggung jawab akan membuat seseorang
memenuhi tuntutan pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Orang yang bertanggung jawab
tidak akan korupsi, karena yakin segala tindakan buruknya akan dibayar dengan setimpal
pula.
Rasa tanggung jawab tidak begitu saja muncul, akan tetapi terjadinya melalui
sebuah proses. Dimulai dari hal-hal kecil, seperti jika mengambil sesuatu harus
mengembalikan pada tempatnya. Jika berjanji, janji tersebut harus ditepati. Hal itu
dilakukan secara terus-menerus sehingga menjadi kebiasaan. Kebiasaan dibentuk oleh
latihan. Seseorang dapat bertanggung jawab karena telah terbiasa dengan hal-hal yang
memerlukan tanggung jawab.

Disiplin
Disiplin adalah sikap mental untuk melakukan hal-hal yang seharusnya pada saat
yang tepat dan benar-benar menghargai waktu. Sikap mental tersebut perlu dilatih agar
segala perbuatannya tepat sesuai aturan yang ada.
Komitmen adalah salah satu kunci terbentuknya disiplin. Komitmen adalah sikap
mental pada diri seseorang untuk melakukan segala sesuatu yang telah ditetapkan. Hal itu
terbentuk dengan pembiasaan. Seseorang yang komitmen tinggi akan selalu melakukan
segala sesuatu sesuai yang telah ditetapkannya. Disiplin sangat diperlukan oleh seorang
pemimpin, apa yang dilakukan akan dicontoh anak buahnya. Jika pemimpin tidak disiplin,
maka bisa menularkan perilaku yang buruk tersebut ke sekelilingnya.

Mandiri
Menurut KBBI, kata mandiri dimaknai dalam keadaan dapat berdiri sendiri; tidak
bergantung pada orang lain. Adapun kemandirian merupakan hal atau keadaan dapat berdiri
sendiri tanpa bergantung pada orang lain. Pribadi yang mandiri tentunya berani menata diri
dan menjaga diri. Ia terus berlatih untuk menjadi berkepribadian yang terpuji.
Pribadi yang mandiri berani menetapkan gambaran hidup yang ia inginkan. Dia
berani mengarahkan kegiatan hidupnya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya. Ia memiliki langkah-langkah, kegiatan atau tingkah laku yang efektif untuk
mencapai gambaran kehidupan yang diidealkannya. Misalnya seseorang yang bercita-cita
menjadi ekonom mulai sekarang belajar dengan sungguh-sungguh mengenai masalah
ekonomi, tidak berleha-leha.

10
Kerja Keras
Kerja keras adalah kegiatan yang dikerjakan secara sungguh-sungguh tanpa
mengenal lelah atau berhenti sebelum target kerja tercapai dan selalu mengutamakan atau
memperhatikan kepuasan hasil pada setiap kegiatan yang dilakukan. Mereka dapat
memanfaatkan waktu optimal sehingga kadang-kadang tidak mengenal waktu, jarak, dan
kesulitan yang dihadapainya. Mereka sangat bersemangat dan berusaha keras untuk meraih
hasil yang baik dan maksimal. Seseorang yang bekerja keras tidak bersifat malas dan
mengeluh terhadap suatu pekerjaan karena akan mempengaruhi etos kerja yang sudah
dibangun. Dia juga tidak suka menunda-nunda pekerjaan yang dapat dilakukan dengan
cepat dan tepat

Sederhana
Menurut KBBI, sederhana memiliki pengertian bersahaja; tidak berlebih-lebihan
atau dapat dinyatakan sedang, dalam arti pertengahan, tidak tinggi, tidak rendah, dan
sebagainya. Berbeda dengan kemiskinan, kesederhanaan adalah sebuah pilihan, keputusan
untuk menjalani hidup yang berfokus pada apa yang benar-benar berarti. Seorang yang
sederhana membebaskan dirinya dari segala ikatan yang tidak diperlukan. Sederhana juga
berarti hidup secara wajar. Artinya, seseorang mampu menggunakan hartanya sesuai
kebutuhan yang ada, tidak menghamburkan uang untuk sesuatu yang tidak penting. Korupsi
salah satunya dipicu oleh hidup mewah yang berlebihan dan tidak sesuai dengan besaran
gajinya. Kesederhanaan akan membuat seseorang menjauhi korupsi.

Berani
Berani adalah tidak takut menghadapi bahaya atau kesulitan. Orang yang berani
memiliki hati yang mantap dan rasa percaya diri yang besar, pantang mundur dan tidak
gentar. Keberanian diperlukan untuk mencegah korupsi dan melaporkan tindak pidana
korupsi ke aparat. Keberanian tentu saja mesti dilandasi dengan kebenaran. Berani karena
benar. Seseorang yang berani melaporkan tindak pidana korupsi karena dia yakin bahwa
itu adalah tindakan yang benar dan korupsi adalah kejahatan. Nilai keberanian perlu
dimiliki oleh masyarakat untuk mencegah terjadinya korupsi.

Peduli
Makna peduli menurut KBBI adalah mengindahkan, memperhatikan, dan
menghiraukan. Jadi kepedulian berarti sikap memperhatikan kondisi sekitar dan orang lain.
Pendapat lain menyebut, peduli adalah sikap keberpihakan kita untuk melibatkan diri dalam
persoalan, keadaan, atau kondisi di sekitar kita.
Orang yang peduli adalah mereka yang terpanggil melakukan sesuatu dalam rangka
memberi inspirasi, perubahan, dan kebaikan. Peduli berarti kita mengasihi dan
memperlakukan orang lain sebagaimana kita ingin dikasihi atau diperlakukan. Dengan
kepedulian, kita menjadikan dunia ini sebagai tempat tinggal yang nyaman dan damai bagi
semua makhluk.

Adil
Adil berasal dari bahasa Arab yang berarti berada di tengah-tengah, jujur, lurus, dan
tulus. Menurut KBBI, adil memiliki arti sama berat, tidak berat sebelah, tidak memihak.
Adil juga bisa diartikan berpihak kepada yang benar, berpegang pada kebenaran. Secara
terminologis adil bermakna suatu sikap yang bebas dari diskriminasi dan ketidakjujuran.

11
Seseorang yang adil selalu bersikap imparsial, tidak memihak kecuali kepada
kebenaran. Bukan berpihak karena pertemanan, persamaan suku, bangsa maupun agama.
Sehingga penilaian, kesaksian dan keputusan hukum hendaknya berdasar pada kebenaran
walaupun kepada diri sendiri. Sikap ini pada akhirnya akan mencegah konflik kepentingan
yang menjadi salah satu cikal bakal korupsi

2.8 Faktor – Faktor Penyebab Korupsi


Faktor penyebab korupsi bisa bermacam-macam, ada yang berasal dari internal dan
ada juga yang berasal dari lingkup eksternal. Faktor penyebab korupsi internal dan eksternal
ini perlu diketahui oleh setiap masyarakat. Mengetahui faktor penyebab korupsi internal
dan eksternal juga menjadi pengingat untuk masyarakat agar tidak terjebak dalam praktik
korupsi.
Penyebab korupsi secara internal berasal dari diri sendiri atau dorongan keluarga.
Sedangkan penyebab korupsi secara eksternal berasal dari luar kehidupan pribadi
seseorang. Berikut faktor faktor dari penyebab orang orang melakukan korupsi:

1. Sifat Tamak dari Manusia


Faktor penyebab korupsi internal dan eksternal yang pertama adalah karena
sifat tamak yang dimiliki oleh manusia. Sifat tamak ini tergolong penyebab
internal. Umumnya, pelaku korupsi adalah pejabat atau para petinggi yang
sudah memiliki banyak kekayaan. Namun, sifat tamak dan rakus
memunculkan hasrat besar untuk memperkaya diri sendiri.

2. Gaya Hidup
Faktor penyebab korupsi internal dan eksternal yang kedua yaitu karena gaya
hidup yang konsumtif. Menjalani hidup di kota-kota besar biasanya akan
mendorong gaya hidup seseorang menjadi lebih konsumtif.
3. Moral yang Lemah

Faktor penyebab korupsi internal dan eksternal yang ketiga yakni karena moral
yang dimiliki lemah. Orang yang memiliki moral yang tidak kuat atau lemah,
cenderung mudah terpengaruh untuk melakukan tindakan korupsi. Pengaruh-
pengaruh ini bisa datang dari atasan, teman kerja, atau pihak mana pun yang
memberi kesempatan untuk melakukan korupsi.

12
4. Dorongan Keluarga

Faktor penyebab korupsi internal dan eksternal yang keempat adalah karena
dorongan keluarga. Sangat disayangkan jika tindakan korupsi seseorang justru
karena dorongan dari keluarga. Kaum behavioris mengatakan bahwa
lingkungan keluargalah yang secara kuat memberikan dorongan pada
seseorang untuk melakukan korupsi. Dorongan ini bahkan bisa mengalahkan
sifat baik dari orang yang sudah menjadi traits pribadinya. Lingkungan yang
seharusnya mengarahkan dan membangun moral yang baik, justru mendukung
seseorang ketika ia menyalahgunakan kekuasaannya.

5. Aspek Ekonomi
Faktor penyebab korupsi internal dan eksternal berikutnya masuk pada
penyebab eksternal. Yang pertama adalah aspek ekonomi. Dalam perjalanan
hidup seseorang, ada kalanya mereka mengalami situasi yang mendesak yang
berkaitan dengan ekonomi. Faktor mendesak tersebut, apalagi jika ditambah
dengan moral yang lemah, akan membuat seseorang memikirkan jalan pintas
dalam mengatasi masalahnya, di antaranya adalah dengan melakukan korupsi.
6. Aspek Politis
Menurut Rahardjo (1983), kontrol sosial adalah suatu proses yang dilakukan
untuk mempengaruhi orang-orang agar bertingkah laku sesuai dengan harapan
masyarakat. Kontrol sosial tersebut dijalankan dengan menggerakkan berbagai
aktivitas yang melibatkan penggunaan kekuasaan negara sebagai suatu
lembaga yang diorganisasikan secara politik, melalui lembaga-lembaga yang
dibentuknya. Dengan demikian instabilitas politik, kepentingan politis, meraih
dan mempertahankan kekuasaan sangat berpotensi untuk menyebabkan
perilaku korupsi.
7. Aspek Organisasi
Faktor penyebab korupsi internal dan eksternal berikutnya adalah karena
aspek organisasi. Penyebab aspek organisasi tersebut di antaranya adalah
• Tidak adanya sikap keteladanan dari pimpinan

• Tidak adanya kultur/budaya organisasi yang benar

• Kurang memadainya sistem akuntabilitas yang benar

• Lemahnya sistem pengendalian manajemen

13
• Lemahnya pengawasan.

2.9 Dampak korupsi


1. Dampak Korupsi di Bidang Ekonomi
Korupsi berdampak buruk pada perekonomian sebuah negara. Salah satunya
pertumbuhan ekonomi yang lambat akibat dari multiplier effect rendahnya tingkat
investasi. Hal ini terjadi akibat investor enggan masuk ke negara dengan tingkat korupsi
yang tinggi. Ada banyak cara orang untuk tahu tingkat korupsi sebuah negara, salah satunya
lewat Indeks Persepsi Korupsi (IPK).
Melambatnya perekonomian membuat kesenjangan sosial semakin lebar. Orang
kaya dengan kekuasaan, mampu melakukan suap, akan semakin kaya. Sementara orang
miskin akan semakin terpuruk dalam kemelaratan. Tindakan korupsi juga mampu
memindahkan sumber daya publik ke tangan para koruptor, akibatnya uang pembelanjaan
pemerintah menjadi lebih sedikit. Ujung-ujungnya rakyat miskin tidak akan mendapatkan
kehidupan yang layak, pendidikan yang baik, atau fasilitas kesehatan yang mencukupi.

2. Dampak Korupsi di Bidang Kesehatan


Di masa pandemi COVID-19 seperti sekarang, korupsi di bidang kesehatan akan
semakin terasa dampaknya. Korupsi proyek dan anggaran kesehatan kerap terjadi di antara
pejabat pemerintah, bahkan menteri. Sudah dua mantan dua mantan menteri kesehatan
Indonesia yang ditahan karena korupsi, yaitu Achmad Suyudi dan Siti Fadilah Supari.
Menurut catatan Indonesia Corruption Watch (ICW), korupsi jadi biang keladi
buruknya pelayanan kesehatan, dua masalah utama adalah peralatan yang tidak memadai
dan kekurangan obat. Korupsi juga membuat masyarakat sulit mengakses pelayanan
kesehatan yang berkualitas. Dampak dari korupsi bidang kesehatan adalah secara langsung
mengancam nyawa masyarakat. ICW mencatat, pengadaan alat kesehatan dan obat
merupakan dua sektor paling rawan korupsi. Perangkat medis yang dibeli dalam proses
korupsi berkualitas buruk, pelayanan purnajualnya juga jelek, serta tidak presisi. Begitu
juga dengan obat yang pembeliannya mengandung unsur korupsi, pasti keampuhannya
dipertanyakan.

3. Dampak Korupsi Terhadap Pembangunan

Salah satu sektor yang paling banyak dikorupsi adalah pembangunan dan
infrastruktur. Salah satu modus korupsi di sektor ini, menurut Studi World Bank, adalah
mark up yang sangat tinggi mencapai 40 persen. KPK mencatat, dalam sebuah kasus
korupsi infrastruktur, dari nilai kontrak 100 persen, ternyata nilai riil infrastruktur hanya
tinggal 50 persen, karena sisanya dibagi-bagi dalam proyek bancakan para koruptor.
Dampak dari korupsi ini tentu saja kualitas bangunan yang buruk sehingga dapat
mengancam keselamatan publik. Proyek infrastruktur yang sarat korupsi juga tidak akan
bertahan lama, cepat rusak, sehingga harus dibuka proyek baru yang sama untuk dikorupsi
lagi. KPK mencatat, korupsi di sektor ini terjadi dari tahapan perencanaan, proses
pengadaan, hingga pelaksanaan. Di tahap perencanaan, koruptor sudah mencari celah
terkait kepastian anggaran, fee proyek, atau cara mengatur pemenang tender. Pada
pelaksanaan, terjadi manipulasi laporan pekerjaan atau pekerjaan fiktif, menggerogoti uang
negara.

14
4. Korupsi Meningkatkan Kemiskinan
Kemiskinan berdasarkan klasifikasi Badan Pusat Statistik dibagi menjadi empat
kategori, yaitu:
1. Kemiskinan absolut
Warga dengan pendapatan di bawah garis kemiskinan atau tidak cukup memenuhi
kebutuhan pangan, sandang, papan, kesehatan, perumahan dan pendidikan yang dibutuhkan
untuk dapat hidup dan bekerja dengan layak.
2. Kemiskinan relatif
Merupakan kemiskinan yang terjadi karena pengaruh kebijakan yang dapat
menyebabkan ketimpangan pendapatan. Standar kemiskinan relatif ditentukan dan
ditetapkan secara subyektif oleh masyarakat.
3. Kemiskinan kultural
Merupakan kemiskinan yang disebabkan oleh faktor adat atau budaya yang
membelenggu sehingga tetap berada dalam kondisi miskin.
4. Kemiskinan struktural
Merupakan kemiskinan yang terjadi akibat ketidakberdayaan seseorang atau
sekelompok masyarakat tertentu terhadap sistem yang tidak adil sehingga mereka tetap
terjebak dalam kemiskinan.
Korupsi yang berdampak pada perekonomian menyumbang banyak untuk
meningkatnya kemiskinan masyarakat di sebuah negara. Dampak korupsi melalui
pertumbuhan ekonomi adalah kemiskinan absolut. Sementara dampak korupsi terhadap
ketimpangan pendapatan memunculkan kemiskinan relatif. Alur korupsi yang terus
menerus akan semakin memunculkan kemiskinan masyarakat. Korupsi akan membuat
masyarakat miskin semakin menderita, dengan mahalnya harga pelayanan publik dan
kesehatan. Pendidikan yang buruk akibat korupsi juga tidak akan mampu membawa
masyarakat miskin lepas dari jerat korupsi.

5. Dampak Korupsi Terhadap Budaya


Korupsi juga berdampak buruk terhadap budaya dan norma masyarakat. Ketika
korupsi telah menjadi kebiasaan, maka masyarakat akan menganggapnya sebagai hal
lumrah dan bukan sesuatu yang berbahaya. Hal ini akan membuat korupsi mengakar di
tengah masyarakat sehingga menjadi norma dan budaya.

Beberapa dampak korupsi terhadap budaya pernah diteliti oleh Fisman dan Miguel
(2008), Barr dan Serra (2010). Hasil penelitian Fisman dan Miguel (2008) menunjukkan
bahwa diplomat di New York dari negara dengan tingkat korupsi tinggi cenderung lebih
banyak melakukan pelanggaran parkir dibanding diplomat dari negara dengan tingkat
korupsi rendah. Perilaku ini dianggap sebagai indikasi budaya. Sementara hasil penelitian
Barr dan Serra (2010) menunjukkan bahwa data di Inggris memberikan hasil serupa yaitu
adanya hubungan positif antara tingkat korupsi di negara asal dengan kecenderungan para
imigran melakukan penyogokan. Ketika masyarakat permisif terhadap korupsi, maka
semakin banyak individu yang melanggar norma antikorupsi atau melakukan korupsi dan
semakin rendah rasa bersalah.

2.10 Mungkinkah Indonesia Terbebas dari Korupsi


Anti-Corruption Learning Center (ACLC) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
menegaskan bahwa pemberantasan di Indonesia tidak dapat dilakukan oleh KPK
sendiri, tetapi membutuhkan partisipasi seluruh lapisan masyarakat.meskipun banyak
undang-undang dan peraturan yang berlaku, Indonesia belum bebas dari korupsi
Sebuah artikel dari Pusdiklat Aparatur Perdagangan menyoroti potensi Indonesia,

15
termasuk kekayaan keanekaragaman hayati dan sumber daya maritimnya, dan
menunjukkan bahwa Indonesia bebas korupsi adalah mungkin. Makalah Setiadi
membahas bahaya korupsi bagi masyarakat Indonesia dan menyarankan solusi dan
regulasi untuk memberantasnya .Walaupun mungkin sulit untuk mencapai Indonesia
yang benar-benar bebas korupsi, penting untuk melanjutkan upaya pemberantasan
korupsi dan mempromosikan transparansi dan akuntabilitas di semua sektor
masyarakat. Hal ini membutuhkan partisipasi dan komitmen semua individu dan
Lembaga di Indonesia.

16
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari materi diatas, dapat disimpulkan bahwa korupsi adalah perilaku yang
merugikan masyarakat dan negara, dan perlu dilawan dengan integritas dan pendidikan
antikorupsi . Korupsi adalah perilaku yang melanggar hukum dan tidak pantas yang
dilakukan oleh pejabat publik untuk memperkaya diri sendiri atau orang terdekat dengan
menyalahgunakan wewenang yang dipercayakan oleh public. Tindak pidana korupsi
semakin banyak terjadi dan memberikan dampak bagi rakyat. Pemiskinan koruptor belum
menjadi suatu terobosan hukum bagi penegak hukum di Indonesia dalam memberantas
tindak pidana korupsi. ada sembilan nilai integritas yang bisa mencegah terjadinya tindak
korupsi, yaitu jujur, peduli, mandiri, disiplin, bertanggung jawab, adil, kerjasama, tanggung
jawab sosial, dan keberanian. Tujuan pendidikan antikorupsi adalah untuk membangun
karakter jujur agar anak tidak melakukan korupsi.

3.2 Saran
Setelah membaca makalah diatas penulis menyarankan: Pendidikan dan
pemahaman yang lebih baik tentang korupsi dan integritas harus diberikan kepada
para penegak hukum agar mereka dapat melaksanakan sanksi pidana dengan baik.
Pentingnya memahami teori dasar mengenai korupsi dan pembahasan korupsi di
Indonesia. Perlu adanya upaya untuk meningkatkan integritas para penegak hukum
dan masyarakat secara umum. Guru dapat mengaitkan materi pelajaran dengan isu
korupsi untuk menyadarkan tindakan-tindakan siswa yang dapat menjurus pada
terbentuknya perilaku korupsi. KPK merilis sembilan nilai integritas yang bisa
mencegah terjadinya tindak korupsi, yaitu jujur, peduli, mandiri, disiplin,
bertanggung jawab, adil, bijaksana, berani, dan nasionalis.

17
Daftar Pustaka
Aryadji. Awas, sekarang polisi ikut awasi dana desa. diakses tanggal 23 Oktober
2017.
http://www.berdesa.com/awas-sekarang-polisi-ikut-awasi-dana-desa/
Direktorat jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan. diakses 17
April 2019.
Http://www.djpk.kemenkeu.go.id/?ufaq=bagaimana-penggunaan-dana-desa
Risman. Polres Gowa usut penyalahgunaan 32 kasus dana desa, ditulis pada 6
maret 2019.
Https://suarapalu.com/polres-gowa-usut-penyalahgunaan-32-kasus-dana-desa/.
Ansari Yamamah. 2009. diunduh dari Perilaku-Konsumtif-Penyebab-Korupsi
http://dellimanusantara.com/index.php (di akses pada 15 Oktober 2014).
Apeldoorn Van. 2005. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Pradnya Paramita
Basyaib, Hamid, Richard Holloway dan Nono Anwar Makarim (Editor). 2002.
Mencuri Uang Rakyat: 16
Kajian Korupsi di Indonesia Buku 1-4. Jakarta: Yayasan Aksara

18

Anda mungkin juga menyukai