Dosen Pengampu:
Lina Sundayani, S.Pd, M. Kes.
Disusun Oleh:
Kelompok 4
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat-Nya dan karunia-Nya sehingga makalah ini dapat tersusun sampai dengan
selesai. Adapun judul dari makalah ini adalah “Upaya Pencegahan Korupsi dan
Kerja Sama Internasional Dalam Pemberantasan Korupsi”.
Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari pihak
yang telah berkontribusi dalam mengarahkan penulis untuk membuat makalah ini
yaitu ibu Lina Sundayani, S.Pd, M. Kes sebagai dosen pengampu mata kuliah
Pendidikan Budaya Anti Korupsi. Penulis sangat berharap semoga makalah ini
dapat menambah pengetahuan bagi pembaca.
Kami sebagai penyusun, merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman penulis.
Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dari
makalah ini sebagai berikut: Apa yang dimaksud dengan korupsi dan
bagaimana upaya pencegahan korupsi?
1.3 Tujuan
Makalah ini dibuat bertujuan dalam rangka tugas mata kuliah Pendidikan
Budaya Anti Korupsi yang terkait dengan upaya pencegahan korupsi dan kerja
sama internasional dalam pemberantasan korupsi.
1.4 Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:
a) Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai sumber referensi, sumber bahan bacaan dan bahan pengajaran
terutama tentang upaya pencegahan korupsi dan kerja sama internasional
dalam pemberantasan korupsi.
b) Bagi Mahasiswa
Mahasiswa mengerti mengenai upaya pencegahan korupsi dan kerja sama
internasional dalam pemberantasan korupsi.
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
3
2.2 Gambaran umum tentang korupsi di Indonesia dan Jenis-Jenis Korupsi
Korupsi di Indonsia dimulai sejak era Orde Lama sekitar tahun 1960-an bahkan
sangat mungkin pada tahun-tahun sebelumnya. Pemerintah melalui Undang-Undang
Nomor 24 Prp 1960 yang diikuti dengan dilaksanakannya “Operasi Budhi” dan
Pembentukan Tim Pemberantasan Korupsi berdasarkan Keputusan Presiden Nomor
228 Tahun 1967 yang dipimpin langsung oleh Jaksa Agung, belum membuahkan hasil
nyata.
Pada era Orde Baru, muncul Undang-Undang Nomor3 Tahun 1971 dengan
“Operasi Tertib”yang dilakukan Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan
Ketertiban (Kopkamtib), namun dengan kemajuan iptek, modus operandi korupsi
semakin canggih dan rumit sehingga Undang-Undang tersebut gagal dilaksanakan.
Selanjutnya dikeluarkan kembali Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999.
Upaya-upaya hukum yang telah dilakukan pemerintah sebenarnya sudah cukup
banyak dan sistematis. Namun korupsi di Indonesia semakin banyak sejak akhir 1997
saat negara mengalami krisis politik, sosial, kepemimpinan, dan kepercayaan yang
pada akhirnya menjadi krisis multidimensi. Gerakan reformasi yang menumbangkan
rezim Orde Baru menuntut antara lain ditegakkannya supremasi hukum dan
pemberantasan Korupsi, Kolusi & Nepotisme (KKN). Tuntutan tersebut akhirnya
dituangkan di dalam Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1999 & Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penye-lenggaraan Negara yang Bersih & Bebas dari
KKN.
Menurut UU. No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,
ada tiga puluh jenis tindakan yang bisa dikategorikan sebagai tindak korupsi. Namun
secara ringkas tindakan-tindakan itu bisa dikelompokkan menjadi:
1. Kerugian keuntungan Negara
2. Suap-menyuap (istilah lain : sogokan atau pelicin)
3. Penggelapan dalam jabatan
4. Pemerasan
5. Perbuatan curang
6. Benturan kepentingan dalam pengadaan
7. Gratifikasi (istilah lain : pemberian hadiah).
4
2.3 Fenomena Korupsi Di Indonesia
Fenomena umum yang biasanya terjadi di negara berkembang contohnya
Indonesia ialah:
1. Proses modernisasi belum ditunjang oleh kemampuan sumber daya manusia pada
lembaga-lembaga politik yang ada.
2. Institusi-institusi politik yang ada masih lemah disebabkan oleh mudahnya “ok-
num” lembaga tersebut dipengaruhi oleh kekuatan bisnis/ekonomi, sosial, keaga-
maan, kedaerahan, kesukuan, dan profesi serta kekuatan asing lainnya.
3. Selalu muncul kelompok sosial baru yang ingin berpolitik, namun sebenarnya
banyak di antara mereka yang tidak mampu.
4. Mereka hanya ingin memuaskan ambisi dan kepentingan pribadinya dengan dalih
“kepentingan rakyat”.
1. Sebagai akibatnya, terjadilah runtutan peristiwa sebagai berikut :
1. Partai politik sering inkonsisten, artinya pendirian dan ideologinya sering beru-
bah-ubah sesuai dengan kepentingan politik saat itu.
2. Muncul pemimpin yang mengedepankan kepentingan pribadi daripada kepenting-
an umum.
3. Sebagai oknum pemimpin politik, partisipan dan kelompoknya berlomba-lomba
mencari keuntungan materil dengan mengabaikan kebutuhan rakyat.
4. Terjadi erosi loyalitas kepada negara karena menonjolkan pemupukan harta dan
kekuasaan. Dimulailah pola tingkah para korup.
5. Sumber kekuasaan dan ekonomi mulai terkonsentrasi pada beberapa kelompok
kecil yang mengusainya saja. Derita dan kemiskinan tetap ada pada kelompok
masyarakat besar (rakyat).
6. Lembaga-lembaga politik digunakan sebagai dwi aliansi, yaitu sebagai sektor di
bidang politik dan ekonomi-bisnis.
7. Kesempatan korupsi lebih meningkat seiring dengan semakin meningkatnya ja-
batan dan hirarki politik kekuasaan.
5
instruksi Presiden Nomor 5tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi,
yang menginstruksikan secara khusus Kepada Jalsa Agung Dan kapolri:
1. Mengoptimalkan upaya – upaya penyidikan/Penuntutan terhadap tindak pidana
korupsi untuk menghukum pelaku dan menelamatkan uang negara.
2. Mencegan & memberikan sanksi tegas terhadap penyalah gunaan wewenang yg
di lakukan oleh jaksa (Penuntut Umum)/ Anggota polri dalam rangka penegakan
hukum.
3. Meningkatkan Kerjasama antara kejaksaan dgn kepolisian Negara RI, selain
denagan BPKP,PPATK,dan intitusi Negara yang terkait denagn upaya
penegakan hukum dan pengembalian kerugian keuangan negara akibat tindak
pidana korupsi
Kebijakan selanjutnya adalah menetapkan Rencana aksi nasional Pemberantasan
Korupsi (RAN-PK) 2004-2009. Langkag – langkah pencegahan dalam RAN-PK di
prioritaskan pada :
1. Mendesain ulang layanan publik .
2. Memperkuat transparasi, pengawasan, dan sanksi pada kegiatan pemerintah yg
berhubungan Ekonomi dan sumber daya manusia.
3. Meningkatkan pemberdayaan pangkat – pangkat pendukung dalam pencegahan
korupsi.
6
5. Memacu aparat hukum lain untuk memberantas korupsi
7
f) Sistem keuangan dikelola oleh para pejabat yang memiliki tanggung
jawab etis tinggi dan dibarengi sistem kontrol yang efisien.
g) Melakukan pencatatan ulang terhadap kekayaan pejabat yang
mencolok.
h) Berusaha melakukan reorganisasi dan rasionalisasi organisasi
pemerintahan mela-lui penyederhanaan jumlah departemen beserta
jawatan di bawahnya.
2. Upaya Penindakan (Kuratif):
Upaya penindakan, yaitu dilakukan kepada mereka yang terbukti
melanggar dengan dibe-rikan peringatan, dilakukan pemecatan tidak
terhormat dan dihukum pidana. Beberapa contoh penindakan yang
dilakukan oleh KPK :
a) Dugaan korupsi dalam pengadaan Helikopter jenis MI-2 Merk Ple
Rostov Rusia milik Pemda NAD (2004).
b) Menahan Konsul Jenderal RI di Johor Baru, Malaysia, EM. Ia diduga
melekukan pungutan liar dalam pengurusan dokumen keimigrasian.
c) Dugaan korupsi dalam Proyek Program Pengadaan Busway pada
Pemda DKI Jakarta (2004).
d) Dugaan penyalahgunaan jabatan dalam pembelian tanah yang
merugikan keuang-an negara Rp 10 milyar lebih (2004).
e) Dugaan korupsi pada penyalahgunaan
fasilitas preshipment dan placement deposito dari BI kepada PT
Texmaco Group melalui BNI (2004).
f) Kasus korupsi dan penyuapan anggota KPU kepada tim audit BPK
(2005).
g) Kasus penyuapan panitera Pengadilan Tinggi Jakarta (2005).
h) Kasus penyuapan Hakim Agung MA dalam perkara Probosutedjo.
i) Menetapkan seorang bupati di Kalimantan Timur sebagai tersangka
dalam kasus korupsi Bandara Loa Kolu yang diperkirakan merugikan
negara sebesar Rp 15,9 miliar (2004).
j) Kasus korupsi di KBRI Malaysia (2005).
8
3. Upaya Edukasi Masyarakat/Mahasiswa:
a) Memiliki tanggung jawab guna melakukan partisipasi politik dan
kontrol sosial terkait dengan kepentingan publik.
b) Tidak bersikap apatis dan acuh tak acuh.
c) Melakukan kontrol sosial pada setiap kebijakan mulai dari
pemerintahan desa hingga ke tingkat pusat/nasional.
d) Membuka wawasan seluas-luasnya pemahaman tentang
penyelenggaraan peme-rintahan negara dan aspek-aspek hukumnya.
e) Mampu memposisikan diri sebagai subjek pembangunan dan berperan
aktif dalam setiap pengambilan keputusan untuk kepentingan
masyarakat luas
4. Upaya Edukasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat):
a) Indonesia Corruption Watch (ICW) adalah organisasi non-pemerintah
yang meng-awasi dan melaporkan kepada publik mengenai korupsi di
Indonesia dan terdiri dari sekumpulan orang yang memiliki komitmen
untuk memberantas korupsi me-lalui usaha pemberdayaan rakyat
untuk terlibat melawan praktik korupsi. ICW la-hir di Jakarta pd tgl
21 Juni 1998 di tengah-tengah gerakan reformasi yang meng-hendaki
pemerintahan pasca-Soeharto yg bebas korupsi.
b) Transparency International (TI) adalah organisasi internasional yang
bertujuan memerangi korupsi politik dan didirikan di Jerman sebagai
organisasi nirlaba se-karang menjadi organisasi non-pemerintah yang
bergerak menuju organisasi yang demokratik. Publikasi tahunan oleh
TI yang terkenal adalah Laporan Korupsi Global. Survei TI Indonesia
yang membentuk Indeks Persepsi Korupsi (IPK) In-donesia 2004
menyatakan bahwa Jakarta sebagai kota terkorup di Indonesia, disu-
sul Surabaya, Medan, Semarang dan Batam. Sedangkan survei TI
pada 2005, In-donesia berada di posisi keenam negara terkorup di
dunia. IPK Indonesia adalah 2,2 sejajar dengan Azerbaijan, Kamerun,
Etiopia, Irak, Libya dan Usbekistan, ser-ta hanya lebih baik dari
Kongo, Kenya, Pakistan, Paraguay, Somalia, Sudan, Angola, Nigeria,
9
Haiti & Myanmar. Sedangkan Islandia adalah negara terbebas dari
korupsi.
10
2. Menciptakan kondisi birokrasi yang ramping struktur dan kaya fungsi.
Penambahan/rekruitmen pegawai sesuai dengan kualifikasi tingkat kebutuhan,
baik dari segi kuantitas maupun kualitas.
3. Optimalisasi fungsi pengawasan atau kontrol, sehingga komponen-komponen
tersebut betul-betul melaksanakan pengawasan secara programatis dan
sistematis.
4. Mendayagunakan segenap suprastruktur politik maupun infrastruktur politik dan
pada saat yang sama membenahi birokrasi sehingga lubang-lubang yang dapat
dimasuki tindakan-tindakan korup dapat ditutup.
5. Adanya penjabaran rumusan perundang-undangan yang jelas, sehingga tidak
menyebabkan kekaburan atau perbedaan persepsi diantara para penegak hukum
dalam menangani kasus korupsi.
6. Semua elemen (aparatur negara, masyarakat, akademisi, wartawan) harus
memiliki idealisme, keberanian untuk mengungkap penyimpangan-
penyimpangan secara objektif, jujur, kritis terhadap tatanan yang ada disertai
dengan keyakinan penuh terhadap prinsip-prinsip keadilan.
7. Melakukan pembinaan mental dan moral manusia melalui khotbah-khotbah,
ceramah atau penyuluhan di bidang keagamaan, etika dan hukum. Karena
bagaimanapun juga baiknya suatu sistem, jika memang individu-individu di
dalamnya tidak dijiwai oleh nilai-nilai kejujuran dan harkat kemanusiaan,
niscaya sistem tersebut akan dapat disalahgunakan, diselewengkan atau dikorup.
11
Beberapa gerakan serta instrumen internasional dan multilateral untuk
pencegahan dan pemberantasan korupsi diantaranya:
a. Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations)
Pada Kongres PBB ke-10 tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakuan
terhadap Penjahat atau sering disebut United Nation Congress on Prevention on
Crime and Treatment of Offenders di Vienna (Austria) pada tahun 2000, isu
mengenai korupsi menjadi topik pembahasan yang utama. Dalam introduksi di
bawah tema International Cooperation in Combating Transnational Crime: New
Challenges in the Twenty-first Century dinyatakan pula bahwa tema korupsi
telah lama menjadi prioritas pembahasan. Dalam resolusi 54/128 of 17
December 1999, di bawah judul "Action against Corruption", Majelis Umum
PBB menegaskan perlunya pengembangan strategi global melawan korupsi dan
mengundang negara-negara anggota PBB untuk melakukan review terhadap
seluruh kebijakan serta peraturan perundang-undangan domestik masing-masing
negara untuk mencegah dan melakukan kontrol terhadap korupsi. Dinyatakan
dalam Kongres PBB ke-10 bahwa perhatian perlu ditekankan pada apa yang
dinamakan Top- Level Corruption. Berikut dapat dilihat pernyataan tersebut:
Top-level corruption is often controlled by hidden networks and represents
the sum of various levels and types of irregular behavior, including abuse of
power, conflict of interest, extortion, nepotism, tribalism, fraud and corruption.
It is the most dangerous type of corruption and the one that causes the most
serious damage to the country or countries involved. In developing countries,
such corruption may undermine economic development through a number of
related factors: the misuse or waste of international aid; unfinished development
projects; discovery and replacement of corrupt politicians, leading to political
instability; and living standards remaining below the country's potential.
Masyarakat internasional menganggap bahwa top-level corruption adalah
tipe korupsi yang paling berbahaya. Kerusakan besar dalam suatu negara dapat
terjadi karena tipe korupsi ini. la tersembunyi dalam suatu network atau jejaring
yang tidak terlihat secara kasat mata yang meliputi penyalahgunaan kekuasaan,
konflik kepentingan, pemerasan, nepotisme, tribalisme, penipuan dan korupsi.
Tipe korupsi yang demikian sangat mempengaruhi perkembangan ekonomi
suatu negara, terutama negara berkembang.
12
b. Bank Dunia (World Bank)
World Bank cukup aktif dalam gerakan anti korupsi di tingkat internasional.
World Bank Institute misalnya mengembangkan Anti- Corruption Core Program
yang bertujuan untuk menanamkan awareness mengenai korupsi dan pelibatan
masyarakat sipil untuk pemberantasan korupsi termasuk menyediakan sarana
bagi negara-negara berkembang untuk mengembangkan rencana aksi nasional
untuk memberantas korupsi.
c. OECD atau Organization for Economic Co- operation and Development pada
tanggal 21 Nopember 1997 telah mengadopsi Convention on Combating Bribery
of Foreign Public Officials in International Business Transactions.
d. Masyarakat Uni Eropa
Ada beberapa instrumen hukum untuk pencegahan korupsi sebagaimana
disepakati oleh Masyarakat Uni Eropa diantaranya Convention on the Fight
against Corruption involving Officials of the European Communities or Officials
of Member States of the European Union, yang diadopsi oleh the Council of the
European Union pada 26 Mei 1997; The Criminal Law Convention on
Corruption, yang diadopsi oleh the Committee of Ministers of the Council of
Europe pada 27 Januari 1999; dan The Civil Law Convention on Corruption,
yang diadopsi oleh the Committee of Ministers of the Council of Europe pada 4
November 1999.
e. Inter-American Convention against Corruption, yang diadopsi oleh the
Organization of American States pada tanggal 29 March 1996
f. The African Union Convention on Preventing and Combating Corruption, yang
diadopsi oleh the Heads of State and Government of the African Union pada 12
Juli 2003.
Adapun beberapa instrumen hukum tingkat nasional terkini yang penting dalam
rangka pencegahan dan pemberantasan korupsi adalah sebagai berikut:
a. Tap MPR No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan
Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme;
b. Undang-undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih
dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme;
c. Undang-undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi;
13
d. Undang-undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang
No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
e. Undang-undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi;
f. Undang-undang No. 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan UN Convention against
Corruption (UNCAC) 2003;
g. Undang-undang No. 1 Tahun 2006 tentang Bantuan Timbal Balik dalam
Masalah Pidana;
h. Undang-undang No. 8 Tahun 2010 tentarig Pencegahan dan pemberantasan
Tindak Pidana Pencucian Uang;
i. Peraturan pemerintah No. 71 Tahun 2000 tentang Peranserta Masyarakat dan
Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi;
j. Instruksi Presiden No. 5 tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi
k. Kitab Undang-undang Hukum Pidana dll.
14
Darussalam Laos, Vietnam, Kamboja, Hongkong, Cina, Jepang, Jerman, Swiss,
Korea, Belanda, Timor Leste, Kanada, Spanyol, Dominika dsb. Network atau
jejaring ini sangat penting karena salah satu modus operandi korupsi adalah
dengan menggunakan yurisdiksi negara asing sebagai tempat untuk bersembunyi
dan menyimpan uang hasil korupsi. Oleh KPK kerjasama tersebut digambarkan
sebagai berikut:
15
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Korupsi berasal dari kata latin Corrumpere, Corruptio, atau Corruptus. Arti
harfiah dari kata tersebut adalah penyimpangan dari kesucian (Profanity),
tindakan tak bermoral, kebejatan, kebusukan, kerusakan, ketidakjujuran atau
kecurangan. Dengan demikian korupsi memiliki konotasi adanya tindakan-
tindakan hina, fitnah atau hal-hal buruk lainnya. Bahasa Eropa Barat kemudian
mengadopsi kata ini dengan sedikit modifikasi; Inggris : Corrupt, Corruption;
Perancis : Corruption; Belanda : Korruptie. Dan akhirnya dari bahasa Belanda
terdapat penyesuaian ke istilah Indonesia menjadi : Korupsi.
Ada beberapa upaya yang dapat ditempuh dalam memberantas tindak
korupsi di Indonesia, salah satunya adalah upaya Pencegahan (Preventif)
yakni: (a) Menanamkan semangat nasional yang positif dengan mengutamakan
pengabdian pada bangsa dan negara melalui pendidikan formal, informal dan
agama, (b) Melakukan penerimaan pegawai berdasarkan prinsip keterampilan
teknis, (c) Para pejabat dihimbau untuk mematuhi pola hidup sederhana dan
memiliki tang-gung jawab yang tinggi, (d) Para pegawai selalu diusahakan
kesejahteraan yang memadai dan ada jaminan masa tua, (e) Menciptakan
aparatur pemerintahan yang jujur dan disiplin kerja yang tinggi, (f) Sistem
keuangan dikelola oleh para pejabat yang memiliki tanggung jawab etis tinggi
dan dibarengi sistem kontrol yang efisien, (g) Melakukan pencatatan ulang
terhadap kekayaan pejabat yang mencolok, (h) Berusaha melakukan
reorganisasi dan rasionalisasi organisasi pemerintahan mela-lui
penyederhanaan jumlah departemen beserta jawatan di bawahnya.
16
3.2 Saran
1. Bagi Institusi Pendidikan
Makalah ini dapat dijadikan sebagai sumber referensi, sumber bahan
bacaan dan bahan pengajaran yang berkaitan dengan upaya pencegahan
korupsi dan kerja sama internasional dalam pemberantasan korupsi.
2. Bagi Mahasiswa
Mahasiswa diharapkan dapat terus mempelajari mengenai Pendidikan
Budaya Anti Korupsi terutama yang terkait dengan upaya pencegahan
korupsi dan kerja sama internasional dalam pemberantasan korupsi.
17
DAFTAR PUSTAKA
18