Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

TUGAS MATA KULIAH PENDIDIKAN ANTI KORUPSI

“PERAN MAHASISWA DALAM PEMBERANTASAN KORUPSI”

Dosen Pengampu : RUDINI HASYIM RADO, S.H., M.H.

Disusun Oleh :

SINTA YULIA PRATIWI (202274201102)

PROGAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MUSAMUS

MERAUKE

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan kesehatan dan rahmat-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan sebaik-baiknya. Makalah tentang “Peran Mahasiswa Dalam
Pemberantasan Korupsi”, ini disusun sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan tugas
Mata Kuliah Pendidikan Anti Korupsi.

Demikian pula kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini kami masih
banyak kekurangan dan kesalahan baik dalam segi substansi maupun tata bahasa.
Namun, kami tetap berharap agar makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.
Oleh karena itu, kritik dan saran dari penulisan makalah ini sangat kami harapkan dengan
harapan sebagai masukan dalam perbaikan dan penyempurnaan pada makalah kami
berikutnya. Untuk itu kami ucapkan terima kasih.

Merauke, 04 Maret 2023

Sinta Yulia Pratiwi

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL....................................................................................................................................i

KATA PENGANTAR.................................................................................................................................ii

DAFTAR ISI..............................................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................................1

A. Latar Belakang........................................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah...................................................................................................................................2

C. Tujuan......................................................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................................................3

A. Pengertian Korupsi..................................................................................................................................3

B. Faktor – Faktor Penyebab Korupsi..........................................................................................................4

C. Hukuman Yang Diperoleh Dari Tindak Pidana Korupsi........................................................................7

D. Peran Mahasiswa Dalam Pemberantasan Korupsi................................................................................11

BAB III PENUTUP...................................................................................................................................13

A. Kesimpulan...........................................................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................15

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Korupsi yang ada di Indonesia sudah merajalela dan mengalami perkembangan dari masa
kemasa. Bicara tentang korupsi seakan tiada habisnya, bagai jamur yang tumbuh di musim hujan.
Itu terjadi karena adanya wewenang dan kekuasaan yang besar tanpa pertanggung jawaban yang
jelas. Untuk mendapatkan kekuasaan, para pejabat atau calon-calon pejabat banyak yang
melakukan korupsi dan berlomba-lomba menikmati harta Negara dengan semaunya sendiri.
Entah dari skala yang terkecil sampai skala yang terbesar.

Lemahnya hukum di Indonesia yang kurang tegas menyebabkan para koruptor tiada henti
melakukan tindakan korupsi. Demi mendapatkan kekuasaan yang di inginkan para pejabat itu
rela menyuap. Belum tuntas kasus A, bermunculan kasus B, kasus C dan sebagainya.
Penyelesaian kasus yang lama dapat menyita waktu, tenaga dan biaya. Korupsi seperti parasit
dalam pemerintahan yang merusak moral para pejabat. 

Upaya pemberantasan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh pemerintah sampai saat
ini masih terus bergulir, walaupun berbagai strategi telah dilakukan, tetapi perbuatan korupsi
masih tetap saja merebak di berbagai sektor kehidupan. Beberapa kalangan berpendapat bahwa
terpuruknya perekonomian Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini, salah satu penyebabnya
adalah korupsi yang telah merasuk ke seluruh lini kehidupan yang diibaratkan seperti jamur di
musim penghujan, tidak saja di birokrasi atau pemerintahan tetapi juga sudah merambah ke
korporasi termasuk BUMN.

Begitu membudayanya tindak pidana korupsi (tipikor) di Indonesia membuat masyarakat


tidak sadar bahwa korban yang paling dirugikan sebenarnya adalah rakyat. Yakni kita semua.
Runtuhnya nilazi-nilai, macam macam norma, etika, moral, budaya dan religi di suatu wilayah
memang sangat berpengaruh  pada perkembangan tipikor.Bahkan sering kali perilaku kita
mengarah ke korup tanpa kita mengerti bahwa tindakan tersebut masuk dalam delik pidana
korupsi. Keterbatasan pemahaman mengenai korupsi telah membentuk image bahwa korupsi di
negara kita sulit untuk dicegah ataupun diberantas. dan kita selalu beranggapan bahwa masalah
korupsi adalah tanggung jawab pemerintah. pernyataan seperti itu adalah salah besar. Justru

1
masyarakat seharusnya berperan penting ketika kita semua mau turut serta terlibat dalam upaya
pencegahan dan pemberantasannya.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan korupsi?


2. Apa faktor – faktor penyebab korupsi?
3. Apa hukuman yang diperoleh dari tindak pidana korupsi?
4. Bagaimana peran serta mahasiswa dalam pemberantasan korupsi?

C. Tujuan Penulis

1. Untuk mengetahui definisi korupsi.


2. Untuk mengetahui faktor – faktor penyebab korupsi.
3. Untuk mengetahui hukuman yang diperoleh dari tindak pidana korupsi.
4. Untuk mengetahui peran serta mahasiswa dalam pemberantasan korupsi.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Korupsi

Korupsi atau rasuah (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna


busuk,rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) adalah tindakan pejabat publik,
baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang
secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada
mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak.

Menurut Ibnu Santoso dalam buku Memburu Tikus-tikus Otonom, korupsi adalah sebuah
tindakan yang salah serta merugikan baik orang lain maupun negara. Dari segi semantik, kata
korupsi berasal dari bahasa inggris ‘Corrupt’, dari perpaduan dua kata dalam bahasa latin
yaitu Com yang berarti bersama-sama dan Rumpere yang berarti pecah atau jebol.

Istilah ini juga dapat diartikan sebagai suatu tindakan yang tidak jujur atau
penyelewengan yang dilakukan karena adanya suatu pemberian. Pada praktiknya, korupsi dapat
dilihat sebagai penerimaan uang yang berhubungan dengan jabatan tanpa tercatat dalam
administrasi. Berdasarkan Transperency international, korupsi adalah perilaku pejabat publik,
atau pemain politik, atau para Pegawai negeri yang secara tidak wajar dan tidak legal
memperkaya diri atau golongan yang ada hubungan kedekatan dengan dirinya. Ia melakukan
tindakan tersebut dengan cara menyalahgunakan kekuasaan publik atau wewenang yang
dipercayakan kepada mereka.

Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi
untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah|pemerintahan rentan korupsi dalam
praktiknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan
pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat
yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti
harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, di mana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada
sama sekali.

3
B. Faktor – Faktor Penyebab Korupsi

Faktor Internal Dan Eksternal Penyebab Korupsi

Perilaku korupsi menyangkut berbagai hal yang bersifat kompleks. Faktor-faktor


penyebabnya bisa dari internal pelaku-pelaku korupsi, tetapi bisa juga bisa berasal dari situasi
lingkungan yang kondusif bagi seseorang untuk melakukan korupsi. Dengan demikian secara
garis besar penyebab korupsi dapat dikelompokan menjadi dua yaitu faktor internal dan faktor
eksternal.

Faktor internal, merupakan faktor pendorong korupsi dari dalam diri, yang dapat dirinci
menjadi:
Aspek Perilaku Individu:

Sifat tamak/rakus manusia. Korupsi, bukan kejahatan kecil-kecilan karena mereka


membutuhkan makan. Korupsi adalah kejahatan orang profesional yang rakus. Sudah
berkecukupan, tapi serakah. Mempunyai hasrat besar untuk memperkaya diri. Unsur penyebab
korupsi pada pelaku semacam itu datang dari dalam diri sendiri, yaitu sifat tamak dan rakus.
Maka tindakan keras tanpa kompromi, wajib hukumnya. 

Moral yang kurang kuat. Seorang yang moralnya tidak kuat cenderung mudah tergoda untuk
melakukan korupsi. Godaan itu bisa berasal dari atasan, teman setingkat, bawahannya, atau pihak
yang lain yang memberi kesempatan untuk itu.

Gaya hidup yang konsumtif. Kehidupan di kota-kota besar sering mendorong gaya hidup
seseong konsumtif. Perilaku konsumtif bila tidak diimbangi dengan pendapatan yang memadai
akan membuka peluang seseorang untuk melakukan berbagai tindakan untuk memenuhi
hajatnya. Salah satu kemungkinan tindakan itu adalah dengan korupsi.
Aspek Sosial :

Perilaku korup dapat terjadi karena dorongan keluarga. Kaum behavioris mengatakan bahwa
lingkungan keluargalah yang secara kuat memberikan dorongan bagi orang untuk korupsi dan
mengalahkan sifat baik seseorang yang sudah menjadi traits pribadinya. Lingkungan dalam hal
ini malah memberikan dorongan dan bukan memberikan hukuman pada orang ketika ia
menyalahgunakan kekuasaannya.

4
Faktor eksternal, pemicu perilaku korup yang disebabkan oleh faktor di luar diri pelaku. 

Aspek sikap masyarakat terhadap korupsi :

Pada umumnya jajaran manajemen selalu menutupi tindak korupsi yang dilakukan oleh
segelintir oknum dalam organisasi. Akibat sifat tertutup ini pelanggaran korupsi justru terus
berjalan dengan berbagai bentuk. Oleh karena itu sikap masyarakat yang berpotensi
menyuburkan tindak korupsi terjadi karena : 

Nilai-nilai di masyarakat kondusif untuk terjadinya korupsi. Korupsi bisa ditimbulkan oleh
budaya masyarakat. Misalnya, masyarakat menghargai seseorang karena kekayaan yang
dimilikinya. Sikap ini seringkali membuat masyarakat tidak kritis pada kondisi, misalnya dari
mana kekayaan itu didapatkan.

Masyarakat kurang menyadari bahwa korban utama korupsi adalah masyarakat sendiri.
Anggapan masyarakat umum terhadap peristiwa korupsi, sosok yang paling dirugikan adalah
negara. Padahal bila negara merugi, esensinya yang paling rugi adalah masyarakat juga, karena
proses anggaran pembangunan bisa berkurang sebagai akibat dari perbuatan korupsi.

Masyarakat kurang menyadari bila dirinya terlibat korupsi. Setiap perbuatan korupsi pasti
melibatkan anggota masyarakat. Hal ini kurang disadari oleh masyarakat. Bahkan seringkali
masyarakat sudah terbiasa terlibat pada kegiatan korupsi sehari-hari dengan cara-cara terbuka
namun tidak disadari.

Masyarakat kurang menyadari bahwa korupsi akan bisa dicegah dan diberantas bila
masyarakat ikut aktif dalam agenda pencegahan dan pemberantasan. Pada umumnya masyarakat
berpandangan bahwa masalah korupsi adalahtanggung jawab pemerintah semata. Masyarakat
kurang menyadari bahwa korupsi itu bisa diberantas hanya bila masyarakat ikut melakukannya.

Aspek ekonomi :

Pendapatan tidak mencukupi kebutuhan. Dalam rentang kehidupan ada kemung-kinan


seseorang mengalami situasi terdesak dalam hal ekonomi. Keterdesakan itu membuka ruang bagi
seseorang untuk mengambil jalan pintas diantaranya dengan melakukan korupsi.

5
Aspek Politis :

Menurut Rahardjo (1983) bahwa kontrol sosial adalah suatu proses yang dilakukan untuk
mempengaruhi orang-orang agar bertingkah laku sesuai dengan harapan masyarakat. Kontrol
sosial tersebut dijalankan dengan menggerakkan berbagai aktivitas yang melibatkan penggunaan
kekuasaan negara sebagai suatu lembaga yang diorganisasikan secara politik, melalui lembaga-
lembaga yang dibentuknya. Dengan demikian instabilitas politik, kepentingan politis, meraih dan
mempertahankan kekuasaan sangat potensi menyebabkan perilaku korupsi.

Aspek Organisasi :

Kurang adanya sikap keteladanan pimpinan. Posisi pemimpin dalam suatu lembaga formal
maupun informal mempunyai pengaruh penting bagi bawahannya. Bila pemimpin tidak bisa
memberi keteladanan yang baik di hadapan bawahannya, misalnya berbuat korupsi, maka
kemungkinan besar bawahnya akan mengambil kesempatan yang sama dengan atasannya.

Tidak adanya kultur organisasi yang benar. Kultur organisasi biasanya punya pengaruh kuat
terhadap anggotanya. Apabila kultur organisasi tidak dikelola dengan baik, akan menimbulkan
berbagai situasi tidak kondusif mewarnai kehidupan organisasi. Pada posisi demikian perbuatan
negatif, seperti korupsi memiliki peluang untuk terjadi.

Kurang memadainya sistem akuntabilitas. Institusi pemerintahan umumnya pada satu sisi


belum dirumuskan dengan jelas visi dan misi yang diembannya, dan belum dirumuskan tujuan
dan sasaran yang harus dicapai dalam periode tertentu guna mencapai hal tersebut. Akibatnya,
terhadap instansi pemerintah sulit dilakukan penilaian apakah instansi tersebut berhasil mencapai
sasaranya atau tidak. Akibat lebih lanjut adalah kurangnya perhatian pada efisiensi penggunaan
sumber daya yang dimiliki. Keadaan ini memunculkan situasi organisasi yang kondusif untuk
praktik korupsi.

Kelemahan sistim pengendalian manajemen. Pengendalian manajemen merupakan salah satu


syarat bagi tindak pelanggaran korupsi dalam sebuah organisasi. Semakin longgar/lemah
pengendalian manajemen sebuah organisasi akan semakin terbuka perbuatan tindak korupsi
anggota atau pegawai di dalamnya.

6
Lemahnya pengawasan. Secara umum pengawasan terbagi menjadi dua, yaitu pengawasan
internal (pengawasan fungsional dan pengawasan langsung oleh pimpinan) dan pengawasan
bersifat eksternal (pengawasan dari legislatif dan masyarakat). Pengawasan ini kurang bisa
efektif karena beberapa faktor, diantaranya adanya tumpang tindih pengawasan pada berbagai
instansi, kurangnya profesional pengawas. 

C. Hukuman Yang Diperoleh Dari Tindak Pidana Korupsi.

Sesuai dengan definisinya, korupsi sebagai prilaku yang menyimpang merupakan suatu
tindakan yang melanggar aturan etis formal yang dilakukan oleh seseorang dalam posisi
penguasa. Korupsi cenderung dilakukan oleh orang yang memiliki kuasa atau wewenang
terhadap sesuatu. Apabila seseorang tersebut tidak memiliki kuasa, kecil kemungkinan bagi
dirinya untuk melakukan korupsi. Namun, merupakan suatu kemustahilan bagi manusia yang
tidak memiliki sebuah ‘kekuasaan’. Selain itu, ciri paling utama dari korupsi adalah tindakan
tersebut dilakukan untuk kepentingan dan keuntungan pribadi semata dan merugikan pihak lain
di luar dirinya. Contoh Kasus Soeharto Bekas presiden Soeharto diduga melakukan tindak
korupsi di tujuh yayasan (Dakab, Amal Bakti Muslim Pancasila, Supersemar, Dana Sejahtera
Mandiri, Gotong Royong, dan Trikora) Rp 1,4 triliun.

Melihat konteks kasus-kasus korupsi yang terjadi di Indonesia, korupsi kelas kakap,
merupakan korupsi serius yang merugikan negara dan masyarakat banyak. Korupsi yang
dimaksud ini juga tidak lepas dari masalah kekuasaan. Para pejabat publik telah dengan sengaja
menyalahgunakan wewenangnya untuk melakukan tindakan melanggar hukum untuk
kepentingan pribadi. Seorang pejabat publik yang memegang kekuasaan  secara otomatis
memiliki daya untuk mempengaruhi kebijakan yang akan dikeluarkan. Sesuai dengan sifat dari
kekuasan politik itu, yaitu mengendalikan tingkah laku masyarakat yang secara koersif
(memaksa) agar supaya masyarakat mau untuk tunduk kepada negara. Dalam hal ini, setiap
kebijaksanaan yang diberlakukan sebenarnya merupakan sebuah ketentuan atau aturan yang
sesuai dengan tujuan-tujuan para sang penguasa sendiri. Dari sini lah peluang untuk terjadinya
tindakan korupsi besar sekali.

7
Dengan demikian dampak dari korupsi korupsi mempersulit demokrasi dan tata
pemerintahan yang baik, dengan cara menghancurkan proses formal. Korupsi di pemilihan
umum dan di badan legislatif mengurangi akuntabilitas dan perwakilan di pembentukan
kebijaksanaan, korupsi di sistem pengadilan menghentikan ketertiban hukum, dan korupsi di
pemerintahan publik menghasilkan ketidak-seimbangan dalam pelayanan masyarakat. Secara
umum, korupsi mengkikis kemampuan institusi dari pemerintah, karena pengabaian prosedur,
penyedotan sumber daya, dan pejabat diangkat atau dinaikan jabatan bukan karena prestasi. Pada
saat yang bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi pemerintahan dan nilai demokrasi seperti
kepercayaan dan toleransi.

Oleh sebab itu korupsi masih banyak terjadi dikarenakan memiliki banyak celah antara
lain korporatisme. Korporatisme, dalam khasanah literature ekonomi-politik, sering
dibandingkan dengan praktek politik di mana pemerintah atau penguasa berinteraksi secara
tertutup (idak diketahui oleh masyarakat) dengan sektor swasta besar (pengusaha kelas kakap).
Dalam ketertutupan tersebut, transaksi ekonomi mapun politik terjadi hanya untuk kepentingan
segelintir kelompok kepentingan (interest group) yang terlibat di dalamnya. Biasanya transaksi
politik maupun eknomi yang seperti ini terjadi secara informal dalam tatanan hukum yang kabur
atau tatanan hukum yang memihak kepentingan kelompok kecil tersebut. Adanya
persengkongkolan seperti ini membuka peluang besar bagi hukum untuk dipermainkan (mafia
hukum) sehingga hukum seorah-olah telah dipegang oleh tangan-tangan tertentu.

Upaya pemberantasan korupsi telah mulai direalisasikan dalam kerangka yuridis pada
masa pemerintahan Habibie dengan keluarnya UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi yang menggantikan UU No. 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi. Alasan pergantian Undang-Undang Korupsi dari UU No. 3 Tahun 1971
menjadi UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dapat dilihat
dalam diktum UU No. 31 Tahun 1999.

Maka dari itu pemerintah sudah membuat undang-undang pidana tentang korupsi, dan
undang-undang tentang tindak pidana korupsi sudah 4 (empat) kali mengalami perubahan.
Adapun peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang korupsi, yakni:

1) Undang-undang nomor 24 Tahun 1960 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi,

8
2) Undang-undang nomor 3 Tahun 1971 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi,
3) Undang-undang nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi,
4) Undang-undang nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang
pemberantasan tindak pidana korupsi.

Maka dari itu pasal untuk pidana kurungan bagi para pelaku korupsi adalah sebagai berikut:

 Pasal 28
Barangsiapa melakukan tindak pidana korupsi yang dimaksud Pasal 1 ayat (1) sub a, b, c, d, e
dan ayat (2) Undang-undang ini, dihukum dengan hukuman penjara seumur hidup atau
penjaraselama-lamanya 20 tahun dan/ atau denda setinggi-tingginya 3 0 (tiga puluh) juta rupiah.
Selain dari pada itu dapat dijatuhkan juga hukuman tambahan tersebut dapat Pasal 34 sub a, b,
dan c Undang-undang ini.
 Pasal 29
Barang siapa dengan sengaja menghalangi, mempersulit, secara langsung tidak langsung
penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan dimuka Pengadilan terhadap terdakwa maupun para
saksi dalam perkara korupsi diancam dengan hukuman penjara selama-lamanya 12 tahun
dan/atau denda setinggi-tingginya 5 (lima)juta rupiah.
 Pasal 30
Barang siapa yang menurut Pasal 6, 7, 8, 9, 18, 20, 21, dan 22 Undang-undang ini wajib
memberi keterangan dengan sengaja tidak member keterangan atau memberi keterangan yang
tidak benar, diancam dengan hukuman penjara selama-lamanya 12 tahun dan/atau denda
setinggitingginya 5 (lima) juta rupiah.
 Pasal 31
Saksi yang tidak memenuhi ketentuan termaksud Pasal 10 dan 19 Undang-undang ini diancam
dengan hukuman penjara selama-lamanya 3 tahun dan/atau denda setinggi-tingginya 2 (dua) juta
rupiah.
 Pasal 32
Pelanggaran Pasal 220, 231, 421,422, 429 dan Pasal 430 K.U.H.P. dalamperkara korupsi
diancam dengan hukuman penjara selama-lamanya 6 (enam) tahundan/atau denda setinggi-
tingginya 4 (empat)juta rupiah.
 Pasal 33

9
Perbuatan-perbuatan yang diancam dengan hukuman yang tersebut dalam Pasal 28 sampai
dengan Pasal 32 Undang-undang ini adalah kejahatan.
 Pasal 34
Selain ketentuan-ketentuan Pidana yang dimaksud dalam K.U.H.P. maka sebagai hukuman
tambahan adalah:
a. perampasan barang-barang tetap maupun tak tetap yang berujud dan yang tak berujud, dengan
mana atau mengenai mana tindak pidana itu dilakukan atau yang seluruhnya atau sebagian
diperolehnya dengan tindak pidana korupsi itu, begitu pula harga lawan barang-barang yang
menggantikan barang-barang itu, baik apakah barang-barang atau harga lawan itu kepunyaan si
terhukum ataupun bukan;
b. Perampasan barang-barang tetap maupun tak tetap yang berujud dan tak berujud
yangtermaksud perusahaan si terhukum, dimana tindak pidana korupsi itu dilakukan begitu pula
harga lawan barang-barang yang menggantikan barang-barang itu, baik apakah barang-barang
atau harga lawan itu kepunyaan si terhukum ataupun bukan,akan tetapi tindak pidananya
bersangkutan dengan barang-barang yang dapat dirampas menurut ketentuan tersebut sub a pasal
ini.
c. Pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta-benda
yang diperoleh dari korupsi.
 Pasal 35
(1) Perampasan barang-barang bukan kepunyaan si terhukum tidak dijatuhkan, apabila hak-hak
pihak ketiga dengan iktikad baik akan terganggu.
(2) Jika didalam putusan perampasan barang-barang itu termasuk juga barang-barang
pihakketiga yang mempunyai iktikad baik, maka mereka ini dapat mengajukan suratkeberatan
terhadap perampasan barangbarangnya kepada Pengadilan yangbersangkutan, dalam waktu tiga
bulan setelah pengumuman Hakim.

Dari kasus diatas masalah korupsi sudah di atur oleh undang-undang Negara Indonesia. Namun
kasus korupsi tidak ada habisnya. Jadi sebaiknya untuk para jaksa sebaiknya dengan tegas dan
cepat dalam menuntaskan kasus tindak pidana korupsi.  Dengan adanya pasal-pasal tentang
pidana korupsi lebih bisa untuk membuat politik yang jujur dan terbuka keapada rakyat sehingga
dapat mengurai penyebab korupsi.

10
D. Peran Mahasiswa Dalam Pemberatan Korupsi

1. Moralitas

Sebagai generasi penerus bangsa, mahasiswa diharapkan memiliki kemampuan interpersonal


yang lebih tinggi sehingga memiliki moral, rasa peduli dan rasa bertanggung jawab untuk turut
memajukan Negara Indonesia dengan memberantas korupsi. Mahasiswa yang menyelesaikan
pendidikannya cenderung memiliki tenggang rasa yang lebih baik terhadap Negara dan
masyarakat sekitarnya dan cenderung benci terhadap tindakan korupsi.

2. Identifikasi korupsi

Mahasiswa fakultas tertentu (khususnya hukum dan ekonomi) memiliki kemampuan untuk
mengidentifikasi dan menganalisa suatu tindakan korupsi lebih baik daripada masyarakat pada
umumnya. Mahasiswa memiliki pengetahuan mengenai standar standar identifikasi dan analisis
korupsi dari segi finansial maupun hukum. Dengan kemampuan ini mahasiswa diharapkan dapat
memperbaiki kualitas penegakkan hukum di Indonesia.

3. Pelaporan

Seorang mahasiswa yang telah mengidentifikasi adanya tindakan korupsi oleh suatu entitas,
cenderung berhasil melaporkan tindakan korupsi tersebut kepada pemerintah karena mahasiswa
dianggap memiliki suara yang lebih didengarkan oleh pemerintah dan mampu menekan
pemerintah. Selain itu mahasiswa cenderung lebih berani untuk melaporkan tindakan korupsi
tersebut karena mereka memiliki pengetahuan akan prosedur dan langkah hukum untuk
melaporkan suatu tindakan korupsi.

4.Generasi masa depan

Ketika mahasiswa yang memiliki moralitas tinggi dan memiliki kemampuan interpersonal tinggi
naik dan menggantikan generasi sekarang yang dianggap penuh dengan koruptor, Tindakan
korupsi diharapkan dapat ditekan bahkan dihapuskan karena adanya kesadaran dalam diri
mahasiswa untuk turut memajukan Negara dengan tidak melakukan korupsi.

11
Kualitas kualitas professional maupun interpersonal yang ditanamkan pada mahasiswa saat ini
diharapkan mampu untuk memberantas korupsi yang terus menggerogoti Negara Indonesia.
Dengan artikel peran mahasiswa dalam pemberantasan korupsi ini, kami harapkan anda dapat
lebih mengerti pentingnya pendidikan bukan hanya untuk memperoleh hard skill, namun juga
untuk mendapatkan kemampuan interpersonal dan moralitas yang lebih baik.

12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulam

Korupsi atau rasuah (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna


busuk,rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) adalah tindakan pejabat publik,
baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang
secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada
mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak.

Perilaku korupsi menyangkut berbagai hal yang bersifat kompleks. Faktor-faktor


penyebabnya bisa dari internal pelaku-pelaku korupsi, tetapi bisa juga bisa berasal dari situasi
lingkungan yang kondusif bagi seseorang untuk melakukan korupsi. Dengan demikian secara
garis besar penyebab korupsi dapat dikelompokan menjadi dua yaitu faktor internal dan faktor
eksternal.

Upaya pemberantasan korupsi telah mulai direalisasikan dalam kerangka yuridis pada
masa pemerintahan Habibie dengan keluarnya UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi yang menggantikan UU No. 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi. Alasan pergantian Undang-Undang Korupsi dari UU No. 3 Tahun 1971
menjadi UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dapat dilihat
dalam diktum UU No. 31 Tahun 1999.

Mahasiswa harus berani berpikir lebih luas, bahwa penilaian akademik hanyalah  angka,
tidak terlalu berdampak dalam membentuk karakternya sebagai mahasiswa. Hal yang
sesungguhnya dapat membentuk karakter seorang mahasiswa adalah kepekaan mereka terhadap
fenomena yang terjadi di sekitar mereka. Mereka harus dapat lebih reaktif terhadap segala yang
terjadi di bangsa ini. Sehingga peran mahasiswa sebagai Agent of Change dapat lebih terasa,
baik oleh masyarakat maupun pemerintah. Mereka berfungsi sebagai wakil masyarakat dalam
mengawal segala kebijakan pemerintah. Termasuk juga mengawal pencegahan dan
pemberantasan korupsi. Untuk mewujudkan hal tersebut, mahasiswa dapat memulai dari lingkup
yang lebih kecil. Yaitu menciptakan lingkungan kampus yang berintegritas. Oleh karena mereka

13
adalah calon pemimpin bangsa di masa depan, melatih diri sejak dini untuk menghilangkan
perilaku-perilaku koruptif adalah termasuk langkah dalam pencegahan korupsi di masa
mendatang.

    Kemudian mashasiswa juga dapat berperan untuk melakukan pencegahan dengan terjun
langsung ke masyarakat. Mahasiswa dapat mensosialisasikan segala hal yang merupakan
pencegahan terjadinya korupsi dan menghilangkan budaya perilaku koruptif di dalam
masyarakat. Kemudian yang lebih vital lagi adalah mahasiswa harus mengontol segala kebijakan
yang dihasilkan oleh pemerintah. Pemerintah butuh untuk diawasi dan dikritisi supaya terwujud
kebijakan-kebijakan yang dapat menghasilkan keadilan dan dan kesejahteraan bagi masyarakat.
Termasuk hal terkait pemberantasan korupsi, mahasiswa bisa menuntut pemerintah untuk lebih
aktif dan serius dalam segala upaya pemberantasan korupsi.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. http://j2ng.blogspot.nl/2013/02/makalah-upaya-pemberantasan-korupsi-di.html
2. http://andicvantastic.blogspot.nl/2015/08/makalah-pendidikan-anti-korupsi-dan.html
3. http://www.kompasiana.com/depina/upaya-menanggulangi-korupsi-di-
indonesia_5852bd67b07e61292f17f5f5

15

Anda mungkin juga menyukai