Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

“pendidikan anti korupsi dalam membentuk good and smart citizenship untuk menciptakan
clean goverment”

Dosen Pengampu:

Ammar zaki, S,pd.,M,pd

Di Susun Oleh :

Evi Hafriani 22185069

DIPLOMA TIGA KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ABULYATAMA

ACEH BESAR

2024
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kehadirat Tuhan yang telah memberikan nikmat serta hidayah-Nya
terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah mata
kuliah Pendidikan budaya anti korupsi dengan judul “pendidikan anti korupsi dalam
membentuk good and smart citizenship untuk menciptakan clean goverment”. Penulisan
makalah ini merupakan salah satu tugas yang diberikan dalam mata kuliah Pendidikan budaya
anti korupsi di universitas abulyatama.

Dalam penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan baik pada teknik
penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu, kritik dan
saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-
besarnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini, khususnya
kepada Dosen kami yang telah memberikan tugas dan petunjuk kepada kami, sehingga kami
dapat menyelesaikan tugas ini.

Aceh Besar, 29 Februari 2024

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................ i

DAFTAR ISI .............................................................................................................................ii

BAB I ......................................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN .................................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah. ...................................................................................................... 2

1.3 Tujuan Pembahasan. .................................................................................................... 2

BAB II ....................................................................................................................................... 3

PEMBAHASAN ....................................................................................................................... 3

2.1 Pengertian Korupsi ...................................................................................................... 3

2.2 Bentuk dan Faktor Penyebab Korupsi Bentuk-Bentuk Korupsi ................................. 4

2.3 Faktor Penyebab Korupsi ............................................................................................ 4

2.4 Berbagai Strategi dan/atau Upaya Pemberantasan Korupsi ........................................ 7

BAB III.................................................................................................................................... 10

PENUTUP............................................................................................................................... 10

3.1 Kesimpulan................................................................................................................ 10

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 11

ii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di mata internasional, bangsa Indonesia sebagai bagian dari masyarakat dunia, citra
buruk akibat korupsi menimbulkan kerugian. Kesan buruk ini menyebabkan rasa rendah diri
saat berhadapan dengan negara lain dan kehilangan kepercayaan pihak lain. Ketidakpercayaan
pelaku bisnis dunia pada birokrasi mengakibatkan investor luar negeri berpihak ke negara-
negara tetangga yang dianggap memiliki iklim yang lebih baik. Kondisi seperti ini merugikan
perekonomian dengan segala aspeknya di negara ini. Pemerintah Indonesia telah berusaha
keras untuk memerangi korupsi dengan berbagai cara. KPK sebagai lembaga independen yang
secara khusus menangani tindak korupsi, menjadi upaya pencegahan dan penindakan tindak
pidana. Korupsi dipandang sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang oleh
karena itu memerlukan upaya luar biasa pula untuk memberantasnya. Upaya pemberantasan
korupsi - yang terdiri dari dua bagian besar, yaitu penindakan dan pencegahan - tidak akan
pernah berhasil optimal jika hanya dilakukan oleh pemerintah saja tanpa melibatkan peran serta
masyarakat. Oleh karena itu tidaklah berlebihan jika mahasiswa - sebagai salah satu bagian
penting dari masyarakat yang merupakan pewaris masa depan - diharapkan dapat terlibat aktif
dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
Keterlibatan mahasiswa dalam upaya pemberantasan korupsi tentu tidak pada upaya
penindakan yang merupakan kewenangan institusi penegak hukum. Peran aktif mahasiswa
diharapkan lebih difokuskan pada upaya pencegahan korupsi dengan ikut membangun budaya
antikorupsi di masyarakat. Mahasiswa diharapkan dapat berperan sebagai agen perubahan dan
motor penggerak gerakan anti korupsi di masyarakat. Untuk dapat berperan aktif, mahasiswa
perlu dibekali dengan pengetahuan yang cukup tentang seluk beluk korupsi dan
pemberantasannya. Yang tidak kalah penting, untuk dapat berperan aktif mahasiswa harus
dapat memahami dan menerapkan nilai-nilai antikorupsi dalam kehidupan sehari-hari.Upaya
pembekalan mahasiswa dapat ditempuh dengan berbagai cara antara lain melalui kegiatan
sosialisasi, kampanye, seminar atau perkuliahan. Untuk keperluan perkuliahan dipandang perlu
membuat sebuah Buku Ajar yang berisikan materi dasar mata kuliah Pendidikan Antikorupsi
bagi mahasiswa . Pendidikan Antikorupsi bagi mahasiswa bertujuan untuk memberikan
pengetahuan yang cukup tentang seluk beluk korupsi dan pemberantasannya serta
menanamkan nilai-nilai antikorupsi. Tujuan jangka panjangnya adalah menumbuhkan budaya

1
antikorupsi di kalangan mahasiswa dan mendorong mahasiswa untuk dapat berperan serta aktif
dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah.


1. Apa pengertian korupsi ?
2. Bentuk dan Faktor Penyebab Korupsi ?
3. Bagaimana Strategi dan/atau Upaya dalam Pemberantasan Korupsi ?

1.3 Tujuan Pembahasan.


1. Mengetahui Pengertian dari Korupsi .
2. Mengatahui dan Memahami Bentuk dan Faktor Penyebab Korupsi.
3. Mengerti Bagaimana Strategi dan/atau Upaya dalam Pemberantasan Korupsi.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Korupsi


Kata “korupsi” berasal dari bahasa Latin “corruptio” atau “corruptus” . Selanjutnya
dikatakan bahwa “corruptio” berasal dari kata “corrumpere”, suatu bahasa Latin yang lebih tua.
Dari bahasa Latin tersebut kemudian dikenal istilah “corruption, corrupt” (Inggris),
“corruption” (Perancis) dan “corruptie/korruptie” (Belanda). Dari asal usul bahasanya korupsi
bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) adalah tindakan pejabat
publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu
yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan
kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak
Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar mencakup unsur-
unsur sebagai berikut:

1. Perbuatan melawan hukum;


2. Penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana;
3. Memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi;
4. Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara;

Selain itu terdapat beberapa jenis tindak pidana korupsi yang lain, di antaranya:

1. Memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan);


2. Penggelapan dalam jabatan;
3. Pemerasan dalam jabatan;
4. Ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara);
5. Menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara).

Jika melihat dari pengertian korupsi diatas, bisa disimpulkan jika korupsi adalah sejenis
penghianatan, dalam hal ini adalah penghianatan terhadap rakyat yang telah memberikan
amanah dalam mengemban tugas tertentu.

3
2.2 Bentuk dan Faktor Penyebab Korupsi Bentuk-Bentuk Korupsi

 Penyuapan

Penyuapan merupakan sebuah perbuatan kriminal yang melibatkan sejumlah


pemberian kepada seorang dengan sedemikian rupa sehingga bertentangan dengan tugas dan
tanggungjawabnya. Sesuatu yang diberikan sebagai suap tidak harus berupa uang, tapi bisa
berupa barang berharga, rujukan hak-hak istimewa, keuntungan ataupun janji tindakan, suara
atau pengaruh seseorang dalam sebuah jabatan public.

 Penggelapan (embezzlement) dan pemalsuan atau penggelembungan (froud).

Penggelapan merupakan suatu bentuk korupsi yang melibatkan pencurian uang,


properti, atau barang berharga. Oleh seseorang yang diberi amanat untuk menjaga dan
mengurus uang, properti atau barang berharga tersebut. Penggelembungan menyatu kepada
praktik penggunaan informasi agar mau mengalihkan harta atau barang secara suka rela.

 Pemerasan (Extorion)

Pemerasan berarti penggunaan ancaman kekerasan atau penampilan informasi yang


menghancurkan guna membujuk seseorang agar mau bekerjasama. Dalam hal ini pemangku
jabatan dapat menjadi pemeras atau korban pemerasan.

 Nepotisme (nepotism)

Kata nepotisme berasal dari kata Latin “nepos” yang berarti “nephew”
(keponakan). Nepotisme berarti memilih keluarga atau teman dekat berdasarkan pertimbagan
hubunga, bukan karena kemamuannya.

2.3 Faktor Penyebab Korupsi


Faktor Internal Dan Eksternal Penyebab Korupsi
Perilaku korupsi menyangkut berbagai hal yang bersifat kompleks. Faktor-faktor
penyebabnya bisa dari internal pelaku-pelaku korupsi, tetapi bisa juga bisa berasal dari situasi
lingkungan yang kondusif bagi seseorang untuk melakukan korupsi. Dengan demikian secara
garis besar penyebab korupsi dapat dikelompokan menjadi dua yaitu faktor internal dan faktor
eksternal.

4
Faktor internal, merupakan faktor pendorong korupsi dari dalam diri, yang dapat dirinci
menjadi:

Aspek Perilaku Individu :

Sifat tamak/rakus manusia. Korupsi, bukan kejahatan kecil-kecilan karena mereka


membutuhkan makan. Korupsi adalah kejahatan orang profesional yang rakus. Sudah
berkecukupan, tapi serakah. Mempunyai hasrat besar untuk memperkaya diri. Unsur penyebab
korupsi pada pelaku semacam itu datang dari dalam diri sendiri, yaitu sifat tamak dan rakus.
Maka tindakan keras tanpa kompromi, wajib hukumnya.
Moral yang kurang kuat. Seorang yang moralnya tidak kuat cenderung mudah
tergoda untuk melakukan korupsi. Godaan itu bisa berasal dari atasan, teman setingkat,
bawahannya, atau pihak yang lain yang memberi kesempatan untuk itu.
Gaya hidup yang konsumtif. Kehidupan di kota-kota besar sering mendorong gaya
hidup seseong konsumtif. Perilaku konsumtif bila tidak diimbangi dengan pendapatan yang
memadai akan membuka peluang seseorang untuk melakukan berbagai tindakan untuk
memenuhi hajatnya. Salah satu kemungkinan tindakan itu adalah dengan korupsi.

Aspek Sosial :
Perilaku korup dapat terjadi karena dorongan keluarga. Kaum behavioris mengatakan
bahwa lingkungan keluargalah yang secara kuat memberikan dorongan bagi orang untuk
korupsi dan mengalahkan sifat baik seseorang yang sudah menjadi traits pribadinya.
Lingkungan dalam hal ini malah memberikan dorongan dan bukan memberikan hukuman pada
orang ketika ia menyalahgunakan kekuasaannya.

Faktor eksternal, pemicu perilaku korup yang disebabkan oleh faktor di luar diri pelaku.

Aspek sikap masyarakat terhadap korupsi :


Pada umumnya jajaran manajemen selalu menutupi tindak korupsi yang dilakukan oleh
segelintir oknum dalam organisasi. Akibat sifat tertutup ini pelanggaran korupsi justru terus
berjalan dengan berbagai bentuk. Oleh karena itu sikap masyarakat yang berpotensi
menyuburkan tindak korupsi terjadi karena :

5
Nilai-nilai di masyarakat kondusif untuk terjadinya korupsi. Korupsi bisa ditimbulkan
oleh budaya masyarakat. Misalnya, masyarakat menghargai seseorang karena kekayaan yang
dimilikinya. Sikap ini seringkali membuat masyarakat tidak kritis pada kondisi, misalnya dari
mana kekayaan itu didapatkan.
Masyarakat kurang menyadari bahwa korban utama korupsi adalah masyarakat sendiri.
Anggapan masyarakat umum terhadap peristiwa korupsi, sosok yang paling dirugikan adalah
negara. Padahal bila negara merugi, esensinya yang paling rugi adalah masyarakat juga, karena
proses anggaran pembangunan bisa berkurang sebagai akibat dari perbuatan korupsi.
Masyarakat kurang menyadari bila dirinya terlibat korupsi. Setiap perbuatan korupsi
pasti melibatkan anggota masyarakat. Hal ini kurang disadari oleh masyarakat. Bahkan
seringkali masyarakat sudah terbiasa terlibat pada kegiatan korupsi sehari-hari dengan cara-
cara terbuka namun tidak disadari.
Masyarakat kurang menyadari bahwa korupsi akan bisa dicegah dan diberantas bila
masyarakat ikut aktif dalam agenda pencegahan dan pemberantasan. Pada umumnya
masyarakat berpandangan bahwa masalah korupsi adalahtanggung jawab pemerintah semata.
Masyarakat kurang menyadari bahwa korupsi itu bisa diberantas hanya bila masyarakat ikut
melakukannya.
Aspek ekonomi :
Pendapatan tidak mencukupi kebutuhan. Dalam rentang kehidupan ada kemung-kinan
seseorang mengalami situasi terdesak dalam hal ekonomi. Keterdesakan itu membuka ruang
bagi seseorang untuk mengambil jalan pintas diantaranya dengan melakukan korupsi.
Aspek Politis :
Menurut Rahardjo (1983) bahwa kontrol sosial adalah suatu proses yang dilakukan
untuk mempengaruhi orang-orang agar bertingkah laku sesuai dengan harapan masyarakat.
Kontrol sosial tersebut dijalankan dengan menggerakkan berbagai aktivitas yang melibatkan
penggunaan kekuasaan negara sebagai suatu lembaga yang diorganisasikan secara politik,
melalui lembaga-lembaga yang dibentuknya. Dengan demikian instabilitas politik,
kepentingan politis, meraih dan mempertahankan kekuasaan sangat potensi menyebabkan
perilaku korupsi.

6
Aspek Organisasi :
Kurang adanya sikap keteladanan pimpinan. Posisi pemimpin dalam suatu lembaga
formal maupun informal mempunyai pengaruh penting bagi bawahannya. Bila pemimpin tidak
bisa memberi keteladanan yang baik di hadapan bawahannya, misalnya berbuat korupsi, maka
kemungkinan besar bawahnya akan mengambil kesempatan yang sama dengan atasannya.
Tidak adanya kultur organisasi yang benar. Kultur organisasi biasanya punya pengaruh
kuat terhadap anggotanya. Apabila kultur organisasi tidak dikelola dengan baik, akan
menimbulkan berbagai situasi tidak kondusif mewarnai kehidupan organisasi. Pada posisi
demikian perbuatan negatif, seperti korupsi memiliki peluang untuk terjadi.
Kurang memadainya sistem akuntabilitas. Institusi pemerintahan umumnya pada satu
sisi belum dirumuskan dengan jelas visi dan misi yang diembannya, dan belum dirumuskan
tujuan dan sasaran yang harus dicapai dalam periode tertentu guna mencapai hal tersebut.
Akibatnya, terhadap instansi pemerintah sulit dilakukan penilaian apakah instansi tersebut
berhasil mencapai sasaranya atau tidak. Akibat lebih lanjut adalah kurangnya perhatian pada
efisiensi penggunaan sumber daya yang dimiliki. Keadaan ini memunculkan situasi organisasi
yang kondusif untuk praktik korupsi.
Kelemahan sistim pengendalian manajemen. Pengendalian manajemen merupakan
salah satu syarat bagi tindak pelanggaran korupsi dalam sebuah organisasi. Semakin
longgar/lemah pengendalian manajemen sebuah organisasi akan semakin terbuka perbuatan
tindak korupsi anggota atau pegawai di dalamnya.
Lemahnya pengawasan. Secara umum pengawasan terbagi menjadi dua, yaitu
pengawasan internal (pengawasan fungsional dan pengawasan langsung oleh pimpinan) dan
pengawasan bersifat eksternal (pengawasan dari legislatif dan masyarakat). Pengawasan ini
kurang bisa efektif karena beberapa faktor, diantaranya adanya tumpang tindih pengawasan
pada berbagai instansi, kurangnya profesional pengawas.
2.4 Berbagai Strategi dan/atau Upaya Pemberantasan Korupsi
Berikut akan dipaparkan berbagai upaya atau strategi yang dilakukan untuk
memberantas korupsi :
1. Pembentukan Lembaga Anti-Korupsi

1. Salah satu cara untuk memberantas korupsi adalah dengan membentuk lembaga yang
independen yang khusus menangani korupsi. Sebagai contoh di beberapa negara di-
dirikan lembaga yang dinamakan Ombudsman. Lembaga ini pertama kali didirikan
oleh Parlemen Swedia dengan nama Justitieombudsmannen pada tahun 1809. Peran

7
lembaga ombudsman --yang kemudian berkembang pula di negara lain--antara lain
menyediakan sarana bagi masyarakat yang hendak mengkomplain apa yang dilakukan
oleh Lembaga Pemerintah dan pegawainya. Selain itu lembaga ini juga memberikan
edukasi pada pemerintah dan masyarakat serta mengembangkan standar perilaku serta
code of conduct bagi lembaga pemerintah maupun lembaga hukum yang
membutuhkan. Salah satu peran dari ombudsman adalah mengembangkan kepedulian
serta pengetahuan masyarakat mengenai hak mereka untuk mendapat perlakuan yang
baik, jujur dan efisien dari pegawai pemerintah (UNODC : 2004). Di Hongkong
dibentuk lembaga anti korupsi yang bernama Independent Commission against
Corruption (ICAC); di Malaysia dibentuk the Anti-Corruption Agency (ACA). Kita
sudah memiliki Lembaga yang secara khusus dibentuk untuk memberantas korupsi.
Lembaga tersebut adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
2. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah memperbaiki kinerja lembaga peradilan baik
dari tingkat kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan Lembaga Pemasyarakatan.
Pengadilan adalah jantungnya penegakan hukum yang harus bersikap imparsial (tidak
memihak), jujur dan adil. Banyak kasus korupsi yang tidak terjerat oleh hukum karena
kinerja lembaga peradilan yang sangat buruk. Bila kinerjanya buruk karena tidak
mampu (unable), mungkin masih dapat dimaklumi. Ini berarti pengetahuan serta
ketrampilan aparat penegak hukum harus ditingkatkan. Yang menjadi masalah adalah
bila mereka tidak mau (unwilling) atau tidak memiliki keinginan yang kuat (strong
political will) untuk memberantas korupsi, atau justru terlibat dalam berbagai perkara
korupsi. Tentunya akan menjadi malapetaka bagi bangsa ini bukan? Dimana lagi kita
mencari keadilan ?

2. Pencegahan Korupsi di Sektor Publik

1. Salah satu cara untuk mencegah korupsi adalah dengan mewajibkan pejabat publik
untuk melaporkan dan mengumumkan jumlah kekayaan yang dimiliki baik sebelum
maupun sesudah menjabat. Dengan demikian masyarakat dapat memantau tingkat
kewajaran peningkatan jumlah kekayaan yang dimiliki khususnya apabila ada
peningkatan jumlah kekayaan setelah selesai menjabat. Kesulitan timbul ketika
kekayaan yang didapatkan dengan melakukan korupsi dialihkan kepemilikannya
kepada orang lain misalnya anggota keluarga.

8
2. Untuk kontrak pekerjaan atau pengadaan barang baik di pemerintahan pusat, daerah
maupun militer, salah satu cara untuk memperkecil potensi korupsi adalah dengan
melakukan lelang atau penawaran secara terbuka. Masyarakat harus diberi otoritas atau
akses untuk dapat memantau dan memonitor hasil dari pelelangan atau penawaran
tersebut. Untuk itu harus dikembangkan sistem yang dapat memberi kemudahan bagi
masyarakat untuk ikut memantau ataupun memonitor hal ini
3. Korupsi juga banyak terjadi dalam perekruitan pegawai negeri dan anggota militer baru.
Korupsi, kolusi dan nepotisme sering terjadi dalam kondisi ini. Sebuah sistem yang
transparan dan akuntabel dalam hal perekruitan pegawai negeri dan anggota militer juga
perlu dikembangkan.

3. Pencegahan Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat


Salah satu upaya memberantas korupsi adalah memberi hak pada masyarakat untuk
mendapatkan akses terhadap informasi (access to information). Sebuah sistem harus dibangun
di mana kepada masyarakat (termasuk media) diberikan hak meminta segala informasi yang
berkaitan dengan kebijakan pemerintah yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak. Hak ini
dapat meningkatkan keinginan pemerintah untuk membuat kebijakan dan menjalankannya
secara transparan.Pemerintah memiliki kewajiban melakukan sosialisasi atau diseminasi
berbagai kebijakan yang dibuat dan akan dijalankan.
4. Pencegahan dengan memasukan pendidikan anti korupsi di sekolah / perguruan tinggi.
Pendidikan antikorupsi bagi siswa mengarah pada pendidikan nilai, yaitu nilai-nilai
kebaikan. Suseno (dalam Djabbar, 2009) berpendapat bahwa pendidikan yang mendukung
orientasi nilai adalah pendidikan yang membuat orang merasa malu apabila tergoda untuk
melakukan korupsi, dan marah bila ia menyaksikannya. Menurut Suseno, ada tiga sikap moral
fundamental yang akan membuat orang menjadi kebal terhadap godaan korupsi. Ketiga sikap
moral fundamental tersebut adalah kejujuran, rasa keadilan, dan rasa tanggung jawab.
Melaui pendidikan karakter antikorupsi inilah yang pertama, para siswa sejak usia dini
sudah mengetahui tentang seluk-beluk praktek korupsi sekaligus konsekuensi yang akan
diterima oleh para pelaku. Yang kedua, juga memberikan proses pembelajaran tentang
kepakaan terhadap praktek-praktek korupsi yang ada disekitar kita. Ketiga, mendidik para
siswa dari usia dini tentang akhlak atau moral yang sesuai dengan ajaran-ajaran sosial
keagamaan. Keempat, menciptakan generasi penerus yang bersih dari perilaku penyimpangan,
dan Kelima, membantu seluruh cita-cita warga bangsa dalam menciptakan clean and good-
goverment demi masa depan yang lebih baik dan beradab.

9
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari berbagai penjelasan diatas kami menarik kesimpulan bahwa korupsi adalah
kejahatan yang sangat merugikan public. Korupsi adalah penghianatan, dalam hal ini adalah
penghianatan terhadap rakyat yang telah memberikan amanah dalam mengemban tugas
tertentu.
Korupsi merupakan perbuatan yang bertentangan dengan kaidah-kaidah umum yang
berlaku di masyarakat. Korupsi di Indonesia telah dianggap sebagai kejahatan luar biasa.
Melihat realita tersebut timbul public judgement bahwa korupsi adalah manisfestasi budaya
bangsa. Telah banyak usaha yang dilakukan untuk memberantas korupsi. Namun walaupun
begitu dengan upaya apapun memang harus terus dilakukan untuk memberantas korupsi .
Seperti yang sekarang ini kita lakukan di lingkungan mahasiswa ,memasukan Pendidikan Anti
korupsi guna mengoptimalkan intelektual, sifat kritis dan etika integritas mahasiswa agar
kedepannya bisa menghasilkan sosok sosok pembangun bangsa yang berjiwa anti korupsi
tentunya.

10
DAFTAR PUSTAKA
1. Asikin, Z., & Aryani, S. N. (2020). Eksistensi Pendidikan Kewarganegaraan dalam
Pembentukan Karakter Disiplin Anti Korupsi di Era Digital. Jurnal Penelitian
Pendidikan, 8(1), 57-67.
2. Asmawi, M. R., & Andrianie, A. A. (2019). Membangun Good Citizenship Melalui
Pendidikan Karakter di Sekolah Dasar. Jurnal Pendidikan Karakter, 9(1), 26-35.
3. Rosadi, D., & Huda, M. (2018). Pendidikan Karakter Sebagai Upaya Membentuk
Kepemimpinan Pemerintahan yang Bersih dan Cerdas. Jurnal Ilmu Pendidikan, 10(2),
123-132.
4. Saidi, B., & Fatmawati, I. (2017). Pengaruh Pendidikan Anti Korupsi terhadap Smart
Citizenship di Sekolah Menengah Atas. Jurnal Pendidikan Karakter, 7(2), 95-106.
5. Tirtayasa, S. M., & Setiawan, B. (2016). Pendidikan Anti-Korupsi Sebagai Pilar
Pembangunan Good Governance. Jurnal Ilmu Administrasi Bisnis, 5(1), 40-52.
6. Yusuf, M., & Kurniawan, F. (2019). Pengaruh Pendidikan Karakter terhadap Clean
Government: Studi Kasus pada Institusi Pemerintahan Daerah. Jurnal Ilmu
Pemerintahan, 12(2), 97-108.
7. Zulaikha, N., & Sembiring, I. A. (2018). The Effectiveness of Anti-Corruption
Education in Strengthening Smart Citizenship: A Case Study in Indonesian High
Schools. Journal of Education and Learning, 12(2), 149-158.

11

Anda mungkin juga menyukai