KELOMPOK KEJAKSAAN
SEMESTER 7D
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM SYEKH-YUSUF TANGERANG
FAKULTAS HUKUM
2021/2022
1
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbilalamin, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta
hidayah-Nya terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah mata kuliah Studi Kasus Hukum Pidana Dan Bisnis yang berjudul
“ANALISIS TENTANG KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PENYIDIKAN
TINDAK PIDANA KORUPSI” ini. Kemudian shalawat beserta salam kita sampaikan
kepada Nabi besar kita Muhammad SAW yang telah memberikan pedoman hidup yakni Al-
Qur’an dan sunnah untuk keselamatan umat di dunia. Makalah ini merupakan salah satu tugas
mata kuliah Studi Kasus Hukum Pidana Dan Bisnis di program studi Ilmu Hukum, Fakultas
Hukum pada Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang. Selanjutnya penulis mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak RAENDHI RAHMADI, SH.,M.Kn.
Selaku dosen pembimbing mata kuliah Studi Kasus Hukum Pidana Dan Bisnis dan kepada
segenap pihak yang telah memberikan bimbingan serta arahan selama penulisan makalah ini.
Amin!
2
DAFTAR ISI
➢ Kesimpulan …………………………………………………………….. 18
➢ Saran ………………………………………………………………….... 19
3
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Proses penyidikan merupakan apakah suatu peristiwa yang terjadi cukup bukti
dan merupakan tindak pidana atau bukan, apakah delik tersebut memenuhi
unsurunsur ketentuan pidana atau tidak, sehingga putusan akhir atau vonis hakim
juga dipengaruhi oleh proses pengumpulan bukti pada tahap penyidikan, karena
itu professional penyidik menjadi penting, karena kesalahan penerapan pasal akan
berakibat fatal bagi proses penegakkan hukum selanjutnya dan ketidakmampuan
untuk menerapkan aturan normatif hukum pidana pada peristiwa hukum hukum
konkret yang terjadi akan berdampak pada tumpulnya penegakkan hukum atau
merajalelanya kejahatan, sehingga impian tentang tegaknya hukum akan jauh dari
harapan.
Sebagaimana yang kita ketahui bahwa penelitian terhadap sistem hukum
pidana khususnya dalam penegakkan hukum terhadap tindak pidana korupsi
dirasakan sangat serius. Munculnya kembali pemberitaan mengenai berbagai
kasus korupsi di media massa pusat maupun daerah, nampaknya berawal dari
lemahnya sanksi hukuman yang dijatuhkan oleh badan yudikatif terhadap para
koruptor. Jika diamati sejak tahun 1957 telah dilakukan usaha membasmi koruptor
dengan membuat peraturan yang kemudian diperbaiki agar lebih sempurna. Tetapi
hasilnya belum mencapai sasaran, bahkan ternyata korupsi berlangsung terus.
Pemberantasan tindak pidana korupsi dikaitkan dengan kondisi tren kejahatan
tindak pidana korupsi di Indonesia yang tetap meningkat dan masih menduduki
peringkat kedua asia dan keenam dunia.
Terdapat lembaga instansi yang mengatur penegakkan hukum yang menangani
korupsi seperti: Jaksa, yang memiliki kewenangan untuk melakukan penyidikan
terhadap tindak pidana sesuai dengan undang-undang yang menjadi dasar
hukumnya. Khususnya tindak pidana korupsi yang terjadi diberbagai kesenjangan
dunia termasuk di Indonesia, sehingga diperlukan lembaga kejaksaan untuk dapat
menangani tindak pidana korupsi sesuai undang-undang serta aturan-aturan yang
berlaku di Indonesia. Jadi penyidikan pada pokoknya bertujuan untuk membuat
4
terang tentang tindak pidana yang terjadi guna menemukan tersangkanya. Apakah
memang jaksa memiliki kewenangan dalam penyidikan tindak pidana korupsi ,
sedangkan ada pula jaksa yang terlibat dalam melakukan hal tindak pidana
korupsi. Tetapi tidak semua jaksa melakukan tindak pidana korupsi.
Dalam berlakunya Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan
diatur dalam pasal 30 ayat (1) huruf d menyebutkan : Tugas dan Kewenangan
adalah “melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan
undang-undang.” Akan tetapi yang jelas sampai saat ini masalah korupsi di
Indonesia belum dapat diselesaikan secara tuntas, namun berbagai harapan agar
supaya bangsa Indonesia terbebas dari kasus korupsidan tekad baru disertai nilai
baik para pejabat penegak hukum khususnya Jaksa akan berusaha melakukan
tugas wewenangnya menindak korupsi secara lebih tegas dan adil.
Berkembangnya korupsi sampai saat ini sudah merupakan akibat dari sistem
penyelenggaraan pemerintahan yang tidak tertata secara tertib dan tidak terawasi
secara baik, karena adanya landasan hukum yang dipergunakan juga mengandung
banyak kelemahan dalam implementasinya. Artinya, sistem “check and balances”
yang lemah diantara Ketiga kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif
menyebabkan korupsi sudah melembaga dan mendekati suatu budaya yang
hampir sulit dihapuskan.
Sebagai ilustrasi, hampir seluruh anggota masyarakat tidak dapat menghindar
diri dari “kewajiban” memberikan upeti (hadiah) manakala berhadapan dengan
pejabat pemerintahan terutama di bidang pelayanan publik. Tampaknya tidak akan
memberikan sesuatu hadiah (graft) adalah merupakan perbuatan dosa bagi mereka
yang berkepentingan dengan utusan pemerintah.
Di berbagai belahan dunia, korupsi mendapatkan perhatian yang lebih
dibandingkan dengan kasus-kasus pidana lainnya. Fenomena seperti ini dapat
dimaklumi mengingat adanya dampak negatif yang timbul dengan adanya tindak
pidana korupsi. Dalam hal ini, korupsi merupakan permasalahan yang sangat
serius, bahkan korupsi juga dapat membahayakan stabilitas dan juga sistem
politik, serta dapat juga merusak nilai demokrasi dan moral sehingga lambat laun
perbuatan ini seakan-akan menandai sebuah budaya. Bahkan korupsi kerap
menjadi ancaman terhadap masyarakat yang adil dan makmur.
Menyadari kompleksnya permasalahan korupsi di tengah-tengah krisis
multidimensional serta ancaman nyata yang pasti akan terjadi, maka korupsi dapat
5
disebut sebagai permasalahan nasional yang harus dihadapi secara sungguh-
sungguh. Langkah-langkah yang tegas dan jelas dengan melibatkan potensi yang
ada di dalam masyarakat, khususnya pemerintah serta aparat penegak hukum.
Berikut ini akan dikemukakan beberapa contoh kasus korupsi yang melibatkan
pejabat publik. Sebut saja misalnya Kasus PT Asabri, sebagai berikut :
Kasus korupsi PT. Asabri dengan tersangka Mantan Direktur Utama PT.
Asabri Subarda Midjaja dan salah seorang pengusaha bernama Henry Leo telah
resmi menjadi tersangka kasus korupsi dana deposito milik PT Asabri sebesar Rp.
410 Miliar. Sementara dalam kasus korupsi yang lain, sering terjadi dalam tubuh
Komisi yudisial dan Komisi pemberantasan korupsi. Dalam hal ini, wakil ketua
Komisi yudisial Thahir Saimima, diperiksa kurang dari empat jam oleh tim
penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi. Thahir Saimima diperiksa terkait kasus
dugaan suap kepada anggota non-aktif Komisi Yudisial, Irawady Joenoes, KPK
telah meminta keterangan dari Komisioner Komisi Yudisial, Busyro Muqoddis
(Ketua KY), Soekotjo Soeparto, Mustafa Abdullah, serta Sekjen KY, Muzzayin
Mahbub. Sesuai pemeriksaan, Thahir Saimima dipanggil sebagai saksi dalam
kasus dugaan suap Irawadi Joenoes, bahwa dirinya tidak dipanggil dalam kasus
pengadaan tanah untuk gedung Komisi Yudisial. Thahir juga ditanya tentang
kronologis –pengadaan tanah, karena tanah itu milik direktur PT. Persada
Sembada Fredy Santoso di jalan Kramat Raya No. 57, Jakarta Pusat. Selain itu
Thahir Saimima juga ditanya mengenai surat tanah yang dijadikan agunan di Bank
Mandiri. Thahir mengaku mengetahui bahwa surat tanah itu diagunkan setelah
diberi tahu Mussaqin Mahbub.
Sehubungan dengan penjelasan di atas, bahwa tindak pidana korupsi bisa
terjadi dalam tubuh lembaga-lembaga negara, yang tugasnya untuk memberantas
praktik-praktik tindak pidana korupsi. Bahwa Komisi pemberantasan korupsi
memeriksa anggota-anggota Komisi yudisial yang terkait dugaan suap kepada
Irawady Joenoes. Yang pada saat ini telah di nonaktifkan sebagai anggota Komisi
Yudisial (KY).
Berdasarkan uraian di atas, kasus-kasus tindak pidana korupsi sulit
diungkapkan, karena para pelakunya menggunakan suatu peralatan yang canggih
serta biasanya dilakukan lebih dari satu orang dalam keadaan yang terselubung
dan terorganisasi. Oleh karena itu, tindak pidana korupsi ini sering disebut “White
collar crime” atau kejahatan kerah putih.
6
Korupsi di Indonesia sudah meluas dan terjadi pada masyarakat, baik dari
jumlah kasus yang terjadi dan jumlah kerugian negara, maupun dari segi kualitas
tindak pidana yang dilakukan semakin sistematis serta lingkupnya yang memasuki
seluruh aspek di kehidupan masyarakat. Sementara itu dalam hal lain, faktor-
faktor yang paling penting dalam dinamika korupsi adalah keadaan moral dan
intelektual para pemimpin masyarakat. Keadaan moral dan intelektual dalam
konfigurasi kondisi-kondisi yang lain. adapun beberapa faktor yang dapat
menjinakkan korupsi, walaupun tidak akan memberantasnya adalah sebagai
berikut:
1) Keterikatan positif pada pemerintahan dan keterlibatan spiritual serta
tugas kemajuan;
2) Administrasi yang efisien serta penyesuaian struktural yang layak dari
mesin dan aturan pemerintah sehingga menghindari penciptaan
sumbersumber korupsi;
3) Kondisi sejarah dan sosiologis yang menguntungkan;
4) Berfungsinya suatu sistem anti korupsi;
5) Kepemimpinan yang berpengaruh dengan standar moral dan
intelektual yang tinggi.
7
keturunan maupun untuk kepentingan partai. Keahlian dalam bidang yang berkaitan
dengan masalah keuangan dan perbankan. Pengalaman dalam melakukan
penyelidikan, penyidikan, serta penuntut perkara-perkara korupsi, merupakan faktor-
faktor yang signifikan dan menentukan keberhasilannya. Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) merupakan sarana hukum dan lembaga terakhir harapan bangsa
Indonesia dalam upaya pemberantasan korupsi dan tidak adanya alasan sekecil
apapun untuk menjustifikasi kegagalan Komisi ini dalam pemberantasan korupsi.
Kecuali tidak adanya komitmen politik yang kuat dari petinggi di negara Indonesia.
8
II. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka permasalahan yang dapat dirumuskan
adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana kewenangan Kejaksaan dalam penanggulangan tindak pidana
korupsi ?
2. Bagaimana analisis tentang kewenangan Kejaksaan dalam penyidikan
tindak pidana korupsi yang terjadi dengan PT Asabri ?
9
BAB II
PEMBAHASAN
10
Tahun 2010 dan PERJA Nomor PER. 009/A/JA/2011, PERJA Nomor PERJA-
039/A/JA/2010, Putusan MK Nomor 16/P/ UU-X/2012. Dengan begitu mengaskan
bahwa sampai saat ini Jaksa mempunyai kewenangan dalam melakukan penyidikan
tindak pidana korupsi. Hambatan yang Kejaksaan alami dalam melakukan penyidikan
adalah kurang kooperatifnya pihak-pihak yang terkait dalam memberikan keterangan
untuk mencari barang bukti dan alat bukti, menginggat pelaku korupsi biasanya
bersama-sama dan menutupi, tidak ada laporan dari kban langung sehingga
menyulitkan penyidik dalam melakukukan penyidikan.
Penyidikan merupakan salah satu tahap dalam proses penengakkan hukum pidana
dan merupakan tahap awal dalam proses peradilan pidana, oleh karena itu proses
penyidikan ini menjadi sentral dan merupakan tahap kunci dalam upaya penegakkan
aturan-aturan hukum pidana terhadap berbagai peristiwa yang terjadi. Karena itu
profesional penyidik menjadi penting. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa
penelitian terhadap sistem hukum pidana khususnya penegakkan hukum terhadap
tindak pidana korupsi dirasakan sangat serius. Sehingga diperlukan lembaga
kejaksaan untuk dapat menangani tindak pidana korupsi sesuai dengan undang-
undang serta aturan-aturan yang berlaku di Indonesia.
Yang menjadi dasar untuk jaksa dalam melakukan penyidikan terhadap kasus
korupsi terdapat dalam Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan
diatur dalam pasal 30 ayat (1) huruf d menyebutkan : Tugas dan Kewenangan Jaksa
adalah “melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-
undang”. Dalam penjelasannya yang dimaksud dengan tindak pidana tertentu
berdasarkan undang-undang adalah diatur dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun
1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi.
B. Kasus Posisi
Kasus pengelolaan keuangan dan dana investasi oleh PT Asuransi Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia (Asabri) memasuki babak baru. Kejaksaan Agung
(Kejagung) menetapkan delapan tersangka dalam kasus korupsi PT Asabri. Dua di
antaranya merupakan mantan Dirut Asabri Adam Rachmat Damiri dan Sonny
Widjaja. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer
Simanjuntak kemudian membeberkan kronologi kasus dugaan korupsi dalam
11
pengelolaan keuangan dan dana investasi oleh PT Asabri. Dia menyebut kasus dugaan
korupsi Asabri ini merugikan keuangan negara sebesar Rp 23,7 triliun. Melansir
laman Antara, dia menyebutkan jika pada 2012 hingga 2019, Direktur Utama,
Direktur Investasi dan Keuangan serta Kadiv Investasi Asabri bersepakat dengan
pihak di luar Asabri yang bukan merupakan konsultan investasi ataupun manajer
investasi. Pihak dimaksud yaitu Heru Hidayat, Benny Tjokrosaputro dan Lukman
Purnomosidi untuk membeli atau menukar saham dalam portofolio Asabri dengan
saham-saham milik Heru Hidayat, Benny Tjokrosaputro dan Lukman dengan harga
yang telah dimanipulasi menjadi tinggi dengan tujuan agar kinerja portofolio Asabri
terlihat seolah-olah baik.
Setelah saham-saham tersebut menjadi milik Asabri, kemudian saham-saham
tersebut ditransaksikan atau dikendalikan Heru, Benny dan Lukman berdasarkan
kesepakatan bersama dengan Direksi Asabri sehingga seolah-olah saham tersebut
bernilai tinggi dan likuid. Padahal transaksi-transaksi yang dilakukan hanya transaksi
semu dan menguntungkan Heru, Benny dan Lukman serta merugikan investasi
Asabri, karena Asabri menjual saham-saham dalam portofolionya dengan harga
dibawah harga perolehan saham-saham tersebut. Untuk menghindari kerugian
investasi Asabri, maka saham-saham yang telah dijual di bawah harga perolehan,
dibeli kembali dengan nomine Heru, Benny dan Lukman serta dibeli lagi oleh Asabri
melalui underlying reksadana yang dikelola oleh manajer investasi yang dikendalikan
Heru dan Benny. Diketahui jika seluruh kegiatan investasi Asabri pada 2012 sampai
2019 tidak dikendalikan oleh Asabri, namun seluruhnya dikendalikan oleh Heru,
Benny dan Lukman.
Delapan tersangka tersebut adalah mantan Direktur Utama PT Asabri periode
tahun 2011 - Maret 2016 (Purn) Mayjen Adam Rachmat Damiri, mantan Direktur
Utama PT Asabri periode Maret 2016 - Juli 2020 (Purn) Letjen Sonny Widjaja, eks
Direktur Keuangan PT Asabri periode Oktober 2008-Juni 2014 Bachtiar Effendi,
mantan Direktur Asabri periode 2013 - 2014 dan 2015 - 2019 Hari Setiono, Kepala
Divisi Investasi PT Asabri Juli 2012 - Januari 2017 Ilham W. Siregar dan Direktur
Utama PT Prima Jaringan Lukman Purnomosidi. Kemudian Dirut PT Hanson
International Tbk Benny Tjokrosaputro dan Komisaris PT Trada Alam Minera Heru
Hidayat. Baik Benny maupun Heru merupakan tersangka dalam kasus korupsi di PT
Asuransi Jiwasraya.
12
Atas perbuatannya, para tersangka dikenakan pasal sangkaan primer yakni Pasal 2
ayat (1) jo. Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No. 20 Tahun 2001
tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak pidana
Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP serta subsidair Pasal 3 jo. Pasal 18 UU No.
31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah
diubah dan ditambah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No.
31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke
1 KUHP, demikian Leonard Eben Ezer Simanjuntak.
Pada butir pertama disebutkan bahwa hukum acara pidana bertugas untuk
mencari dan menemukan fakta menurut kebenaran. Tindak pidana korupsi telah
dikenal sebagai tindak pidana yang sulit dalam penyelidikan dan penyidikannya
karena tindak pidana tersebut seringkali dilakukan dengan menggunakan berbagai
fasilitas atau perangkat-perangkat berteknologi tinggi dan alat-alat digital. Untuk itu
memang diperlukan suatu kerjasama khusus antara Kepolisian dan Kejaksaan untuk
melakukan penyelidikan maupun penyidikan sehingga akan tercipta keefektifan
dalam menemukan fakta dibalik suatu kasus pidana korupsi.
17
BAB II
PENUTUP
➢ Kesimpulan
PT Asabri (Persero) adalah sebuah BUMN yang bergerak dibidang Asuransi
Sosial dan pembayaran pensiun khusus untuk prajurit TNI, Anggota Porli, PNS
Kementerian Pertahanan Republik Indonesia dan PORLI. Belakangan ini PT Asabri
terjerat kasus dugaan korupsi yang merugikan keuangan negara sebesar Rp, 23,7
triliun. Kejaksaan agung telah menelusuri aset yang dimiliki para tersangka korupsi.
Huru Hidayat, Benny Tjokrosaputro dan Lukman Purnomosidi membeli atau menukar
saham dalam portofolio Asabri dengan saham saham milik Heru Hidayat, Benny
Tjokrosaputro dan Lukman dengan harga yang telah dimanipulasi menjadi tinggi
dengan tujuan agar kinerja portofolio Asabri terlihat seolah olah baik. Diketahui jika
seluruh kegiatan investasi Asabri pada 2012 sampai 2019 tidak dikendalakan oleh
Asabri, namun seluruhnya dikendalikan oleh Heru, Benny dan Lukman.
Dalam kasus tersebut, apabila disangkut pautkan dengan materi, para
tersangka telah melakukan penyalahgunaan kekuasaan untuk mendapatkan
keuntungan materil dalam menjalankan tugas nya sebagai pemimpin. Material benefit
merupakan penyimpanan kekuasaan untuk mendapatkan keuntungan meterial baik
begi dirinya sendiri maupun oranglain. Korupsi pada level ini merupakan tingkat
paling membahayakan karena melibatkan kekuasaan dan keutungan material. Hal
yang dilakukan Heru,Benny dan Lukman merupakan salah satu bentuk penggunaan
kekuasaan salah satu untuk mendapatkan keuntungan meterial.
Tersangka Heru, Benny, dan Lukman juga telah melanggar prinsip anti
korupsi yaitu transparasi. Transparasi merupakan prinsip yang mengharuskan semua
proses kebijakan dilakukan secara terbuka, sehingga segala bentuk penyimpangan
dapat diketahui oleh publik. Namun pada kasus ini, tersangka menjalankan rencana
alias skenario secara diam diam dengan menukar dan membeli saham Asabri dengan
pribadinya, hal ini menjelaskan jika tersangka sudah melanggar prinsip anti korupsi.
Selain transparan, prinsip lain yang dilanggar oleh para tersangka adalah
prinsip fairness. Prinsip fairness ditujukan untuk mencegah terjadinya manipulasi
(ketidakwajaran) dalam pelanggaran, baik dalam bentuk ketidakwajaran lainnya.
Namun dalam kasus tersebut telah terjadi manipulasi material yang membuat kerugian
18
uang negara sebanyak Rp. 23,7 triliun. Hal ini jelas membuktikan jika para tersangka
telah melakukan manipulasi dan juga melanggar prinsip anti korupsi.
Penyelesaian kasus Atas perbuatannya, para tersangka dikenakan pasal
sangkaan primer yakni Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah
dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP serta
subsidair Pasal 3 jo. Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No. 20 Tahun
2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP
➢ Saran
Maka bagi penegak hukum khususnya bagi Kejaksaan harus.
• Dalam berperannya Jaksa sebagai penyidik sekaligus sebagai penuntut umum
dalam tindak pidana korupsi, maka perlu ditingkatkan koordinasi antara
sesama penegak hukum,
• Dalam proses penyidikan tindak pidana korupsi harus dilakukan secara
sungguh-sungguh guna mendapatkan bukti-bukti yang kuat sehingga dapat
dilimpahkan ke pengadilan,
• Dalam proses penuntutan, Jaksa menuntut terdakwa harus sesuai berdasarkan
aturan undang-undang yang berlaku.
19
DAFTAR PUSTAKA
http://www2.kompas.com-/kompas-cetak/0503/10/opini/1594209.htm (Diakses
Tangal 23 November 2021)
https://id.scribd.com/document/501064619/Tugas-Analisis-Kasus-Korupsi
(Diakses Tanggal 24 November 2021)
https://www.beritasatu.com/nasional/726769/ini-latar-belakang-perjalanan-korupsi-
asabri (Diakses Tanggal 24 November 2021)
https://www.merdeka.com/uang/kronologi-terkuaknya-kasus-korupsi-asabri-
terbesar-sepanjang-sejarah-indonesia.html (Diakses Tanggal 24 November
2021)
20