Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PENTINGNYA HARMONISASI ANTAR LEMBAGA-LEMBAGA ANTI KORUPSI


DALAM PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah : Pendidikan Karakter dan Anti Korupsi

Dosen Pengampu : Eko Arief cahyono, S. H. I., M. EK

Disusun Oleh :

1. Erlina Evi Alfianti (20040863)

2. Puji Astutik (20040855)

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH DAN ADAB

UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SUNAN GIRI

2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis
dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Pentingnya Harmonisasi antar Lembaga-
lembaga Anti Korupsi Dalam Pemberantasan Korupsi di Indonesia " dengan tepat waktu.

Makalah ini berisikan tentang peran dan wewenang dari Lembaga-lembaga anti korupsi
di Indonesia makalah yang dibuat ini tidaklah sempurna. Oleh karena itu, apabila ada kritik
dan saran yang bersifat membangun terhadap makalah ini, kami sangat berterima kasih.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak. Eko Arief Cahyono, S. H. I., M. EK


selaku Dosen pengampu mata kuliah Pendidikan Karakter dan Anti Korupsi. Ucapan terima
kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu diselesaikannya makalah
ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan
kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Bojonegoro, 20 Februari 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................... i

DAFTAR ISI........................................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................... 1

A. Latar Belakang......................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah....................................................................................................2
C. Tujuan pembahasan.................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................................3

I. Kajian Teori.............................................................................................................3
A. KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi)............................................................3
B. Kepolisian.........................................................................................................5
C. Kejaksaan..........................................................................................................7
II. Temuan di Lapangan................................................................................................8
III. Analisis Studi Kasus................................................................................................8
A. Harmonisasi Antar Lembaga-lembaga Penaganan
Tindak Pidana Korupsi.....................................................................................8
BAB III PENUTUP.............................................................................................................11
A. Kesimpulan............................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................12

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bukan rahasia umum lagi bahwa korupsi diberbagai belahan dunia, selalu mendapat
perhatian lebih dari kejahatan lainnya. Hal ini dapat dimaklumi mengingat dampak
negatifnya. Saat ini korupsi merupakan musuh bersama seluruh rakyat Indonesia yang ingin
hidup damai dan berbangsa yang merdeka. Korupsi merupakan masalah serius karena dapat
membahayakan stabilitas dan keamanan masyarakat, membahayakan pembangunan sosial
ekonomi, dan politik, serta merusak nilai-nilai dan moralitas demokras.1
Mudah kita jumpai ditelevisi, surat kabar, majalah, sering kita lihat, dengar, kita baca
banyak pejabat negara maupun penyelenggara negara di Indonesia ini melakukan tindak
pidana korupsi. Harta Negara yang di korupsi, tidak hanya jutaan, miliaran, bahkan sampai
triliunan. Kasus bank Century, proyek Hambalang, Simulator SIM, pejabat daerah yang
korupsi dan masih banyak yang lainnya, ini menunjukan korupsi di negara Indonesia sudah
menjadi sebuah penyakit yang kronis. Walaupun perkara-perkara korupsi diatas, sudah
ditangani oleh lembaga-lembaga yang berwenang menangani hal tersebut.
Beberapa kasus korupsi yang telah terungkap tidak membuat jera para pelaku korupsi
lainnya, dan semakin gencarnya pemerintah melakukan pemberantasan terhadap aksi korupsi
maka semakin cerdik pula tindakan para pelaku korupsi untuk mengelabui para aparat
pemErintahan khususnya. Kedudukan dan jabatan yang dipunyai menjadi senjata ampuh di
samping beberapa alasan untuk mengelabui para aparatur hukum Negara di bidang
pemberantasan korupsi.
Tidak jarang pula, yang melakukan tindak pidana korupsi adalah orang-orang yang ada
dalam Lembaga-lembaga yang seharusnya menjadi Lembaga penegak korupsi. Hal semacam
inilah yang membuat masyarakat geram akan penegak hukum yang ada di negeri ini. Contoh
kasus yang pernah viral yang menyeret nama jaksa perempuan yakni jaksa Pinangki yang
terjerat beberapa kasus, mulai dari suap USD 500 ribu dari buronan Djoko Tjandra,
pencucian uang senilai 444.900 dolar AS, hingga pemufakatan jahat menyuap pejabat
Mhakamah Agung dan Kejaksaan Agung.
Kasus jaksa Pinangki hanya satu dari banyaknya kasus korupsi yang terjadi di negara
ini. Mirisnya Lembaga-lembaga yang seharusnya menegakkan dan saling kerja sama untuk

1
Andin Sofyanoor “PERAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA DALAM PEMBERANTASAN
KORUPSI DI INDONESIA”, Vol. 1, No. 02, (Sibatik Journal, Januari 2022), Hal. 21

1
2

memberantas korupsi ini malah saling berseteru. Masih hangat dibenak tentang kasus cicak
vs buaya, yakni antara KPK dengan kepolisian. Tentunya masalah ini menjadi perhatian
khusus bagi kita semua khususnya pada Lembaga-lembaga anti korupsi untuk memberantas
korupsi yang ada.
Dalam penanganan kasus korupsi tidak cukup hanya KPK saja, namun perlu adanya
Kerjasama yang baik antar Lembaga-lembaga anti korupsi ini. Sampai saat ini, masyarakat
Indonesia masih menilai dan beranggapan bahwa penegakan hukum tindak pidana korupsi
masih tumpang tindih antara kepolisian, kejaksaan, dan KPK.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah peran serta wewenang Lembaga-lembaga anti korupsi yang ada di
Indonesia?
2. Sudahkah lembaga-lembaga anti korupsi bekerja sama secara harmonis dalam
melaksanakan peran dan wewenangnya untuk memberantas korupsi yang ada di
Indonesia?

C. Tujuan Pembahasan
Dalam makalah ini, akan menjelaskan tentang peran serta wewenang dari Lembaga-
lembaga anti korupsi serta hubungan kerja atau keharmonisan antar Lembaga penanganan
tindak pidana korupsi.
BAB II

PEMBAHASAN

I. Kajian Teori
A. KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi)
KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) adalah lembaga negara yang dalam
melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh
kekuasaan manapun (Undang–Undang No. 30 Tahun 2002).
KPK dalam memberantas korupsi berasaskan pada :
a) Kepastian hukum
b) Keterbukaan
c) Akuntabilitas
d) Kepentingan umum
e) Proporsionalitas.

Yang dimaksud dengan kepastian hukum adalah asas dalam negara hukum yang
mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam
setiap kebijakan menjalankan tugas dan wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi.

Asas. keterbukaan adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk
memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang kinerja Komisi
Pemberantasan Korupsi dalammmenjalankan tugas dan fungsinya.

Akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir
kegiatan Komisi Pemberantasan Korupsi harus dapat dipertanggung jawabkan kepada
masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Asas kepentingan umum adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan
cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif. Sedangkan proporsionalitas adalah asas yang
mengutamakan keseimbangan antara tugas, wewenang, tanggung jawab, dan kewajiban
Komisi Pemberantasan Korupsi.

Kewenangan dan peranan KPK yang luar biasa sudah diatur dalam Pasal 6 butir b, c,
d dan e UU. No. 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
bahwa lembaga ini dapat bertindak mulai dari :

3
4

a) Mensupervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan tindak pidana korupsi


b) Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana
korupsi
c) Melakukan tindakan pencegahan korupsi
d) Memonitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.

Dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002, KPK juga diberi


kerwenangan untuk melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana
korupsi yang :

a) Melibatkan aparat pengak hukum, penyelengara negara dan orang lain yang ada
kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak
hukum dan penyelengara negara,
b) Mendapat perhatian dan meresahkan masyarakat;
c) Menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah).

Untuk memerangi tindak pidana korupsi yang dikategorikan sebagai tindak pidana
luar biasa (extra ordinary crime), maka KPK diberi tambahan kewenangan yang tidak
dimiliki instititusi lain yaitu :

a) Melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan,


b) Memerintahkan kepada instansi yang terkait untuk melarang seseorang
berpergian keluar negeri,
c) Meminta keterangan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya tentang
keadaan keuangan tersangka atau terdakwa yang sedang diperiksa,
d) Memerintahkan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya untuk memblokir
rekening yang diduga hasil dari korupsi milik tersangka, terdakwa, atau pihak lain
yang terkait,
e) Meminta data kekayaan dan data perpajakan tersangka atau terdakwa kepada
instansi terkait,
f) Menghentikan sementara suatu transaksi keuangan, transaksi perdagangan, dan
perjanjian lainnya atau pencabutan sementara perizinan, lisensi serta konsesi yang
dilakukan atau dimiliki oleh tersangka atau terdakwa yang diduga berdasarkan
bukti awal yang cukup ada hubungannya dengan tindak pidana korupsi yang
sedang diperiksa,
5

g) Meminta bantuan interpol Indonesia atau instansi penegak hukum negara lain
untuk melakukan pencarian, penangkapan, dan penyitaan barang bukti di luar
negeri,
h) Meminta bantuan kepolisian atau instansi lain yang terkait untuk melakukan
penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan dalam perkara tindak
pidana korupsi yang sedang ditangani.

B. Kepolisian
Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia Pasal 5 ayat (1), Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara
yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan
hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat
dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.
Fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang
pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan,
pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat (Pasal 2 undang-undang No 2 tahun
2002).
Tugas dan Tanggung Jawab Polisi dalam Tindak Pidana Korupsi adalah sebagai
Penyidik. Tugas dan tanggung jawab Penyidik telah diatur jelas dalam Undang-Undang
No. 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP dan Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pasal 4 sampai pasal 9 KUHAP menguraikan
tentang Penyidik adalah Pejabat kepolisian Negara Republik Indonesia yang mempunyai
tugas dan tanggung jawab melakukan Penyelidikan, Penyidikan sampai penyerahan berkas
perkara untuk semua tindak pidana yang terjadi termasuk tindak pidana korupsi dan
tatacara dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab tersebut terurai dalam pasal 102
sampai pasal 136 KUHAP.2
Pada Undang-Undang No 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia telah diuaraikan juga mengenai tugas dan tanggung jawab sebagai Penyidik
(Pasal 1 sampai Pasal 8 serta pasal 10), Pasal 14 huruf g menyatakan dalam tugas dan
tanggung jawab penyidik berpedoman pada KUHAP.
Untuk menangani tindak pidana korupsi, kepolisian, berpedoman pada :

2
Lilik Mulyadi, “Tindak pidana Korupsi (Tinjauan khusus terhadap proses penyidikan, penuntutan,
peradilan serta upaya hukumnya menurut Undang-undang Nomor. 31 tahun 1999)”, (Bandung : PT. Citra
Aditya Bakti, 2000). Hal. 55
6

a) Undang-Undang No 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP, dijelaskan bahwa Penyidik


adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia. Penyidik menurut KUHAP
berwenang melakukan penyidikan tindak pidana yang terjadi, dimana pasal 1 ayat
(1),(2) tidak mengenal istilah pidana umum atau pidana khusus, dengan demikian
setiap perbuatan yang melawan hukum dan diancam dengan pidana baik yang ada
di dalam maupun di luar KUHP, Penyidik dalam hal ini Polisi berwenang
melakukan penyidikan. Dengan demikian kewenangan tersebut telah ada sejak
diberlakukannya KUHAP.
b) Berdasarkan Undang-Undang No.31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan tindak
Pidana Korupsi yang diperbaharui dengan Undang-Undang No.20 Tahun 2001.
Undang-undang ini memberikan kewenangan seluas-luasnya kepada Penyidik
kepolisian untuk melakukan penyidikan Tindak Pidana Korupsi yang dijelaskan
dalam Undang-undang ini secara rinci dan memuat ketentuan pidana yaitu
menentukan ancaman pidana minimum khusus, pidana denda yang lebih tinggi
dan diancam pidana khusus yang merupakan pemberantasan tindak pidana
korupsi. Pasal 26 menjelaskan : Penyelidikan, Penuntutan dan pemeriksaan di
siding pengadilan terhadap Tindak Pidana Korupsi dilakukan berdasarkan hukum
Acara Pidana yang berlaku dan ditentukan lain dalam undang– undang ini dimana
kewenangan penyidik dalam pasal ini termasuk wewenang untuk melakukan
penyadapan.
c) Berdasarkan Undang Undang RI No.2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia Pasal 14 ayat (1) yaitu melakukan penyelidikan dan
penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan
peraturan perundang – undangan lain.

Dengan demikian kewenangan penyidik Kepolisian dalam memberantas tindak pidana


korupsi sudah jelas dan terarah sehingga apa yang diharapkan oleh pemerintah/
masyarakat kepada aparat penegak hukum dalam hal ini Kepolisian dapat berjalan dengan
baik.

C. Kejaksaan
Kejaksaan adalah lembaga negara yang melaksanakan kekuasaan negara, hususnya di
bidang penuntutan (Undang Undang Nomor 16 Tahun 2004). Sedangkan yang di maksud
7

jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk
bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksana putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan undangundang.
Tugas dan wewenang Kejaksaan di bidang pidana :
1) Melakukan penuntutan,
2) Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap,
3) Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan
pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat,
4) Melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tentunya berdasarkan undang-
undang.
5) Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan
tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya
dikoordinasikan dengan penyidik.

Dengan adanya tugas dan wewenang kejaksaan pada poin 4, yakni melakukan
penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan Undang Undang, maka kejaksaan
bisa menangani tindak pidana korupsi, karena tindak pidana korupsi merupakan salah satu
tindak pidana yang diatur dalam undang Undang, yakni Undang Undang Nomor 31 tahun
1999.

Dalam hal penanganan tindak pidana korupsi, kejaksaan berpedoman pada :

a) Undang-undang No 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia,


b) Pasal 91 ayat (1) KUHAP mengatur tentang kewenangan jaksa untuk mengambil
alih berita acara pemeriksaan, Pasal 284 ayat (2) KUHAP menyatakan : “Dalam
waktu dua tahun setelah undang–undang ini diundangkan, maka terhadap semua
perkara diberlakukan ketentuan undang–undang ini, dengan pengecualian untuk
sementara mengenai ketentuan khusus acara pidana sebagaimana tersebut pada
undang–undang tertentu, sampai ada perubahan dan/atau dinyatakan tidak berlaku
lagi.

II. Temuan di Lapangan


Lembaga-lembaga anti korupsi seperti KPK, Polri, Kejaksaan menjadi sebuah penerang
bagi penegakan hukum di Indonesia terutama pada kasus pidana korupsi. Tapi nyatanya
Lembaga-lembaga ini tak jarang saling menjatuhkan. Inilah mengapa yang menjadikan
8

masyarakat beranggapan bahwa penegakan hukum yang ada di Indonesia khusunya tindak
pidana korupsi masih tumpang tindih antara kepolisian, kejaksaan, dan KPK.
Masih hangat diingatan tentang perseteruan cicak vs buaya yang menyeret institusi
besar KPK dan Polri. Permasalahan ini semakin menghangat dengan terjadinya penyerangan
dan terror yang dialami oleh anggota-naggota KPK yang diduka didalangi oleh petinggi-
petinggi yang ada di polri. Saling menuduh dan menjatuhkan, menjadikan problem ini
semakin berkepanjangan. Mirisnya, kasus ini malah menjadi konsumsi public yang tiada
habisnya.
Kepercayaan masyarakat terhadap Lembaga-lembaga ini mengalami penurunan, yang
seharusnya saling bekerja sama untuk memberantas korupsi, nyatanya dalam inplementasinya
tak sama.

III. Analisis Studi Kasus


A. Harmonisasi Antar Lembaga-lembaga Penaganan Tindak Pidana Korupsi
Sampai saat ini, masyarakat Indonesia masih beranggapan bahwa penegakan hukum
tindak pidana korupsi masih tumpang tindih antara kepolisian, kejaksaan dan KPK.
Padahal sudah jelas tugas dan wewenang masing-masing Lembaga.
Akan tetapi, dalam implementasinya, kadangkala antar lembaga ini saling
menjatuhkan, seperti kepolisian dan KPK (kasus cicak dan buayanya). Hal ini di sebabkan
kurang memahami penegakan hukum tindak pidana korupsi.
Di satu pihak, fungsi KPK, sebagai lembaga Super Body institusi penegak hukum
kejahatan korupsi telah mendapatkan pembenaran juridis. Sehingga kehadiran KPK,
umumnya cenderung menimbulkan kontorversial dalam praktek penegakan hukum
kejahatan korupsi di tingkat lapangan. Terutama, adanya kesan tebang pilih yang tidak
dapat dihilangkan jejaknya. Di pihak lain, peran institusi penegak hukum, seperti
kepolisian, kejaksaan merasa terkurangi. Sebab, dahulu penanganan kasus korupsi
merupakan kewenangan bersama polisi, jaksa. Akan tetapi, sejak keluarnya Undang
Undang No.31/2002, kejahatan korupsi, dalam ukuran tertentu (di atas 1 miliar)
merupakan jurisdiksi kompetensi KPK. Sehingga, pihak kepolisian, yang merupakan pintu
gerbang proses penyelidikan dan penyidikan dalam penegakan hukum dalam tindak
pelanggaran dan kejahatan, termasuk kejahatan korupsi menjadi amat terkurangi. Dalam
kejahatan korupsi tertentu, polisi tidak dapat melakukan penyelidikan dan penyidikan di
tingkat lapangan, menempatkan situasi kontra-produktif bagi citra kepolisian.
9

Problematika dalam penegakan hukum tindak pidana korupsi ini harus diselesaikan
dengan baik, maka perlu harmonisasi antar lembaga penanganan tindak pidana korupsi,
artinya lembaga penanganan korupsi mengetahui tugas dan wewenang masing-masing
dalam memberantas dan menegakkan hukum tindak pidana korupsi. Yang paling penting
dalam penegakan hukum tindak pidana korupsi ini adalah kerjasama antar lembaga
penanganan tindak pidana korupsi dengan memberikan penanganan penyelidikan maupun
penyidikan bahkan bisa sharing dalam menangani kasus korupsi.
Yang paling penting, aturan main penegakan hukum tindak pidana korupsi antar
lembaga berbeda-beda. Kepolisian mengacu pada Undang Undang No. 8 Tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), pejabat polisi negara RI adalah bertindak sebagai
penyelidik dan penyidik perkara Jadi, polisi berwenang untuk menjadi penyelidik dan
penyidik untuk setiap tindak pidana (termasuk di dalamnya adalah tindak pidana korupsi).
Adapun kewenangan kejaksaan untuk melakukan penyidikan disebutkan dalam Undang
Undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia (Undang Undang
Kejaksaan). Berdasarkan pasal 30 Undang Undang Kejaksaan, kejaksaaan berwenang
untuk melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang.
Termasuk kewenangan kejaksaan ini Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana
telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001. Sedangkan untuk Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK), kewenangannnya diberikan oleh Undang Undang KPK. Berdasarkan
pasal 6 Undang Undang KPK, bertugas untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, dan
penuntutan terhadap tindak pidana korupsi. Pasal 11 Undang Undang KPK selanjutnya
membatasi bahwa kewenangan KPK melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan
dibatasi pada tindak pidana korupsi yang :
1. Melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang
ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak
hukum atau penyelenggara negara,
2. Mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat,
3. Menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar
rupiah).
Dalam penjelasan Undang Undang KPK di jelaskan dengan pengaturan Undang-
Undang ini, Komisi Pemberantasan Korupsi :
1. Dapat menyusun jaringan kerja (networking) yang kuat dan memperlakukan
institusi yang telah ada sebagai “counterpartner” yang kondusif sehingga
pemberantasan korupsi dapat dilaksanakan secara efsien dan efektif,
10

2. Tidak memonopoli tugas dan wewenang penyelidikan, penyidikan, dan


penuntutan,
3. Berfungsi sebagai pemicu dan pemberdayaan institusi yang telah ada dalam
pemberantasan korupsi (trigger mechanism),
4. Berfungsi untuk melakukan supervisi dan memantau institusi yang telah ada, dan
dalam keadaan tertentu dapat mengambil alih tugas dan wewenang penyelidikan,
penyidikan, dan penuntutan (superbody) yang sedang dilaksanakan oleh
kepolisian dan/atau kejaksaan.

Jadi, tidak semua perkara korupsi menjadi kewenangan KPK, tapi terbatas pada
perkara-perkara korupsi yang memenuhi. Dengan demikian, penanganan tindak pidana
korupsi bisa dilakukan masing-masing lembaga kepolisian, kejaksaan dan KPK.
Sebagaimana ketentuan Pasal 26 Undang Undang Nomor 31 tahun 1999 ditentukan bahwa :
“Penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap Tindak Pidana
korupsi, dilakukan berdasarkan hukum acara pidana yang berlaku, kecuali ditentukan lain
dalam undang-undang ini”. Dari pasal di atas dapat diambil kesimpulan bahwa hukum acara
pidana yang digunakan untuk penanganan tindak pidana korupsi adalah Hukum Acara
Pidana yang berlaku pada saat itu yaitu Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Bahwa tugas dan wewenang kepolisian, kejaksaan dan KPK sama-sama bisa
menangani tindak pidana korupsi sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya masing-masing.
Khusus KPK bisa menangani kasus korupsi dengan syarat melibatkan aparat penegak hukum,
penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang
dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara Negara, mendapat perhatian yang
meresahkan masyarakat dan menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp.
1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

11
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, J. (2014, Juni). Tugas dan Wewenang Lembaga-lembaga Penanganan Tindak


Pidana Korupsi di Indonesia. Yudisia, 5, 103.

Marpaung, L. (2007). Tindak Pidana Korupsi. Jakarta: Djambatan.

Mulyadi, L. (2000). Tindak Pidana Korupsi (Tinjauan khusus terhadap proses penyisikan,
penuntutan, peradilan serta upaya hukumnya menurut Undang-undang Nomor 31
Tahun 1999). Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

Nurdjana. (2010). Sistem Hukum Pidana dan Bahaya Laten Korupsi. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.

Nurhadi. (2023, September 07). Bebas bersyarat, begini kilas balik kasus yang menjerat
jaksa Pinangki. Retrieved from Tempo.co:
https://nasional.tempo.co/read/1631328/bebas-bersyarat-begini-kilas-balik-kasus-
yang-menjerat-jaksa-pinangki.com

Sofyanoor, A. (2022, Januari). Peran Hukum Administrasi Negara dalam Pemberesan


Korupsi diIndonesia. Sibatik Journal, 01, 21.

Undang-undang No. 2 tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia

Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi

Undang-undang Republik Indonesia No. 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik


Indonesia

12

Anda mungkin juga menyukai