DISUSUN OLEH:
CHANDRA DWI PUTRA
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah ini terselesaikan tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Pendidikan Anti Korupsi. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Saya mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah Pendidikan
Anti Korupsi yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan
wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni. Saya juga mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah ini.
Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
COVER ..............................................................................................................................i
KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1
A. Latar Belakang .....................................................................................................1
C. Tujuan....................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................3
A. Kesimpulan..........................................................................................................19
B. Saran....................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................21
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
kehidupan tampak lebih nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga
yang semakin canggih dan beranekaragam. Kejahatan dalam bidang teknologi dan
ilmu pengetahuan senantiasa turut mengikutinya. Kejahatan masa kini memang tidak
lagi selalu menggunakan cara-cara lama yang telah terjadi selama bertahun-tahun
seiring dengan perjalanan usia bumi ini. Bisa kita lihat contohnya seperti, kejahatan
dunia maya (cybercrime), tindak pidana pencucian uang (money laundering), tindak
Salah satu tindak pidana yang menjadi musuh seluruh bangsa di dunia ini.
Sesungguhnya fenomena korupsi sudah ada di masyarakat sejak lama, tetapi baru
menarik perhatian dunia sejak perang dunia kedua berakhir. Di Indonesia sendiri
fenomena korupsi ini sudah ada sejak Indonesia belum merdeka. Salah satu bukti
yang menunjukkan bahwa korupsi sudah ada dalam masyarakat Indonesia jaman
penjajahan yaitu dengan adanya tradisi memberikan upeti oleh beberapa golongan
Kemudian setelah perang dunia kedua, muncul era baru, gejolak korupsi ini
jaringan sosial, yang secara tidak langsung memperlemah ketahanan nasional serta
1
eksistensi suatu bangsa. Reimon Aron seorang sosiolog berpendapat bahwa korupsi
dapat mengundang gejolak revolusi, alat yang ampuh untuk mengkreditkan suatu
bangsa. Bukanlah tidak mungkin penyaluran akan timbul apabila penguasa tidak
Di Indonesia sendiri praktik korupsi sudah sedemikian parah dan akut. Telah
banyak gambaran tentang praktik korupsi yang terekspos ke permukaan. Di negeri ini
sendiri, korupsi sudah seperti sebuah penyakit kanker ganas yang menjalar ke sel-sel
eksekutif dan yudikatif hingga ke BUMN. Apalagi mengingat di akhir masa orde
baru, korupsi hampir kita temui dimana-mana. Mulai dari pejabat kecil hingga pejabat
tinggi. Berangkat dari latar belakang di atas makalah ini dibuat dengan membahas
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut.
C. Tujuan Penulisan
2
3. Untuk mengetahui peranan pendidikan anti korupsi dini di kalangan generasi muda
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kajian Teori
Kata “korupsi” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, berarti
penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau perusahaaan) dan sebagainya
untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Perbuatan korupsi selalu mengandung
unsur “penyelewengan” atau dis-honest (ketidakjujuran). Sesuai dengan Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelewengan Negara yang Bersih dan
Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme disebutkan bahwa korupsi adalah tindak
pidana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang
mengatur tentang pidana korupsi.
Menurut UU No. 31 Tahun 1999 Pasal 2, korupsi adalah secara melawan
hukum untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang dapat
merugikan negara atau perekonomian negara. Menurut Undang-Undang No. 20
Tahun 2001 Pasal 6 Ayat (1) Korupsi adalah memberi atau menjanjikan sesuatu
kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan
kepadanya untuk diadili Undang-Undang.
Korupsi (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere = busuk, rusak,
menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) menurut Transparency International
adalah perilaku pejabat publik, baik politikus, politisi maupun pegawai negeri, yang
secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang
dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan
kepada mereka.
Dalam UU No 31 Tahun 1999 jo UU No 20 Tahun 2001 dalam pasal-
pasalnya, terdapat 33 jenis tindakan yang dapat dikategorikan sebagai korupsi. 33
tindakan tersebut dikategorikan ke dalam 6 kelompok yaitu :
Korupsi yang terkait dengan penggelapan dalam jabatan
Korupsi yang terkait dengan suap-menyuap
Korupsi yang terkait dengan merugikan keuangan Negara
Korupsi yang terkait dengan pemerasan
Korupsi yang terkait dengan perbuatan curang.
4
Kolusi paling sering terjadi dalam satu bentuk pasar oligopoli, dimana keputusan
beberapa perusahaan untuk bekerja sama, dapat secara signifikan mempengaruhi
pasar secara keseluruhan. Kartel adalah kasus khusus dari kolusi berlebihan, yang
juga dikenal sebagai kolusi tersembunyi.
Kolusi merupakan sikap dan perbuatan tidak jujur dengan membuat kesepakatan
secara tersembunyi dalam melakukan kesepakatan perjanjian yang diwarnai dengan
pemberian uang atau fasilitas tertentu sebagai pelicin agar segala urusannya menjadi
lancar.
Nepotisme adalah setiap perbuatan pentelenggara negara secara melawan
hukumyang menguntungkan kepentingan keluarga dan/atau kroninya di atas
kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara. Pakar-pakar biologi telah
mengisyaratkan bahwa tendensi terhadap nepotisme adalah berdasarkan naluri,
sebagai salah satu bentuk dari pemilihan saudara.
Kebiasaan mengambil “upeti” dari rakyat kecil yang dilakukan oleh Raja Jawa
ditiru oleh Belanda ketika menguasai Nusantara (1800 – 1942) minus Zaman Inggris
(1811 – 1816), Akibat kebijakan itulah banyak terjadi perlawanan-perlawanan rakyat
terhadap Belanda. Sebut saja misalnya perlawanan Diponegoro (1825 -1830), Imam
Bonjol (1821 – 1837), Aceh (1873 – 1904) dan lain-lain. Namun, yang lebih
menyedihkan lagi yaitu penindasan atas penduduk pribumi (rakyat Indonesia yang
5
terjajah) juga dilakukan oleh bangsa Indonesia sendiri. Sebut saja misalnya kasus
penyelewengan pada pelaksanaan Sistem “Cuituur Stelsel (CS)” yang secara harfiah
berarti Sistem Pembudayaan. Walaupun tujuan utama sistem itu adalah
membudayakan tanaman produktif di masyarakat agar hasilnya mampu untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat dan memberi kontribusi ke kas Belanda, namun
kenyataannya justru sangat memprihatinkan.
Pada era di bawah kepemimpinan Soekarno, tercatat sudah dua kali dibentuk
Badan Pemberantasan Korupsi – Paran dan Operasi Budhi – namun ternyata
pemerintah pada waktu itu setengah hati menjalankannya. Paran, singkatan dari
Panitia Retooling Aparatur Negara dibentuk berdasarkan Undang-undang Keadaan
Bahaya, dipimpin oleh Abdul Haris Nasution dan dibantu oleh dua orang anggota
yakni Prof M Yamin dan Roeslan Abdulgani.
Salah satu tugas Paran saat itu adalah agar para pejabat pemerintah diharuskan
mengisi formulir yang disediakan – istilah sekarang : daftar kekayaan pejabat negara.
6
Dalam perkembangannya kemudian ternyata kewajiban pengisian formulir tersebut
mendapat reaksi keras dari para pejabat. Mereka berdalih agar formulir itu tidak
diserahkan kepada Paran tetapi langsung kepada Presiden.
Dalam kurun waktu 3 bulan sejak Operasi Budhi dijalankan, keuangan negara
dapat diselamatkan sebesar kurang lebih 11 miliar rupiah, jumlah yang cukup
signifikan untuk kurun waktu itu. Karena dianggap mengganggu prestise Presiden,
akhirnya Operasi Budhi dihentikan. Menurut Soebandrio dalam suatu pertemuan di
Bogor, “prestise Presiden harus ditegakkan di atas semua kepentingan yang lain”.
7
1. Era Orde Baru
1. Era Reformasi
Jika pada masa Orde Baru dan sebelumnya “korupsi” lebih banyak dilakukan
oleh kalangan elit pemerintahan, maka pada Era Reformasi hampir seluruh elemen
8
penyelenggara negara sudah terjangkit “Virus Korupsi” yang sangat ganas. Di era
pemerintahan Orde Baru, korupsi sudah membudaya sekali, kebenarannya tidak
terbantahkan. Orde Baru yang bertujuan meluruskan dan melakukan koreksi total
terhadap ORLA serta melaksanakan Pancasila dan DUD 1945 secara murni dan
konsekwen, namun yang terjadi justru Orde Baru lama-lama rnenjadi Orde Lama juga
dan Pancasila maupun UUD 1945 belum pernah diamalkan secara murni, kecuali
secara “konkesuen” alias “kelamaan”.
Badan ini dibentuk dengan Keppres di masa Jaksa Agung Marzuki Darusman
dan dipimpin Hakim Agung Andi Andojo, Namun di tengah semangat menggebu-
gebu untuk rnemberantas korupsi dari anggota tim, melalui suatu judicial review
Mahkamah Agung, TGPTPK akhirnya dibubarkan. Sejak itu, Indonesia mengalami
kemunduran dalam upaya. pemberantasan KKN.
9
kepemimpinan Taufiequrachman Ruki, KPK hendak memposisikan dirinya sebagai
katalisator (pemicu) bagi aparat dan institusi lain untuk terciptanya jalannya sebuah
"good and clean governance" (pemerintahan baik dan bersih) di Republik Indonesia.
Sebagai seorang mantan Anggota DPR RI dari tahun 1992 sampai 2001,
Taufiequrachman walaupun konsisten mendapat kritik dari berbagai pihak tentang
dugaan tebang pilih pemberantasan korupsi.
Korupsi sudah terjadi sejak jaman dahulu (sejak awal mula berdirinya bangsa
Indonesia tahun 1945an) dan sepertinya sudah menjadi tradisi di negara Indonesia ini.
11
Memang pada masa itu tak terdengar ada orang yang terseret ke pengadilan karena
kasus korupsi. Namun, dalam roman-roman Pramoedya Ananta Toer (Di Tepi Kali
Bekasi) dan Mochtar Lubis (Maut dan Cinta) tertulis sesuai dengan fenomena yang ia
ketahui di lingkungan sekitar terdapat orang-orang yang mengambil keuntungan dari
kekayaan negara untuk dirinya sendiri ketika yang lain berjuang mempertaruhkan
jiwa dan raga untuk merebut kemerdekaan bangsa Indonesia. Setelah tahun 1950an
Pramoedya Ananta Toer kembali menulis roman yang berjudul “Korupsi” yang
mengisahkan pegawai negeri yang melakukan korupsi secara kecil-kecilan. Kemudian
di sebutkan Mr. M... seorang pegawai negeri yang diseret ke pengadilan dan dijatuhi
hukuman karena kasus korupsi.
Korupsi berjalan sebagai suatu sistem yang dikerjakan secara berjama’ah dan sangat
rapi. Sejak jaman pemerintahan Soeharto, korupsi kian marak dilakukan secara
berjama’ah, saling mendukung dan saling menutupi satu sama lain dalam suatu sitem
yang rapi dan saling bekerjasama, sehingga kasus korupsi sulit sekali terbongkar dan
diselidiki. Akibatnya dalam menangani kasus ini sangat rumit dan susah terungkap,
hal tersebut dikarenakan para pelaku korupsi merupakan orang-orang yang memiliki
intelegensi tinggi (orang-orang pintar) yang bisa memutar balikkan fakta serta
menutup rapat tindakan yang mereka lakukan.
Konsentrasi kekuasan, pada pengambil keputusan yang tidak bertanggung jawab
langsung kepada rakyat, seperti yang sering terlihat di rezim-rezim yang bukan
demokratik dan juga kurangnya transparansi dalam pengambilan keputusan
pemerintah yang biasanya dengan kebijakan tersebut memungkikan para penguasa
mudah dalam melakukan tndakan korupsi dan menutupi kesalahannya.
Kampanye-kampanye politik yang mahal, dengan pengeluaran lebih besar dari
pendanaan politik yang normal. Kampanye yang begitu mahal dalam mencalonkan
diri menjadi kepala-kepala pemerintahan baik pada tingkat pusat maupun daerah
merupakan salah satu faktor penyebab maraknya kasus korupsi di Indonesia. Hal ini
terjadi karena mereka ingin mengembalikan modal dari uang yang telah mereka
kaluarkan untuk mencalonkan diri dan mengikuti kampanya. Selain mengembalikan
modal tentunya mereka juga berharap mendapatkan keuntungan yang lebih dari modal
yang telah mereka keluarkan.
Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar. Sekarang ini banyak sekali
proyek-proyek pembangunan baik infrastuktur maupun sumber daya manusia yang
12
menggunakan uang rakyat tidak sebagaimana mestinya. Hal ini dapat diketahui
misalnya dalam hal pembangunan SDM pada acara seminar/workshop-workshop
yang mengeluarkan biaya tidak sedikit. Mereka biasanya melakukan workshop di
hotel berbintang, ditempat yang relatif jauh dan dengan alasan refreshing sehingga
menguras dana rakyat sangat besar, padahal kebanyakan mereka disana tidak fokus
untuk mengikuti workshop dalam rangka meningkatkan pengetahuan mereka,
melainkan mereka banyak menghabiskan banyak waktu untuk berjalan-jalan, shoping,
dan sebagainya. Kemudian pembangunan infrastruktur yang tidak semestinya seperti
pembangunan toilet DPR yang menghabiskan uang puluhan juta rupiah.
Lingkungan tertutup yang mementingkan diri sendiri dan jaringan “teman lama”.
Lingkungan yang tertutup sangat memungkinkan terjadinya kasus korupsi karena
mereka akan dapat dengan mudah melakukan tindakan korupsi secara berjama’ah
dalam lingkungannya sehingga orang lain yang berada diluar jaringan sulit untuk
mengontrol dan mengetahui tindakan-tindakan yang mereka lakukan termasuk
tindakan korupsi.
Lemahnya ketertiban hukum. Ketertiban hukun di Indonesia ini dapat diibaratkan
seperti pisau. Ia akan sangat tegas menghukum masyarakat bawah ketika melakukan
tindakan kejahatan seperti mencuri sandal jepit, mencuri ayam, dsb. Namun untuk
kelas atas yang mencuri uang rakyat sampai puluhan bahkan ratusan juta rupiah
hukum sulit sekali ditindak, sepertinya kasusnya sangat berbelt-belit dan sulit sekali
diungkap. Selain itu banyak kasus pejabat-pejabat negara yang terlibat kasus korupsi
mendapat perlakuan khusus ketika di dalam penjara, seperti pemberian fasilitas yang
mewah, dapat menyogok aparat penegak hukum agar bisa jalan-jalan keluar tahanan
bahkan sampai keluar negeri.
Lemahnya profesi hukum. Prosesi hukum yang sangat berbelit belit dan sulit sekali
untuk mengungkap kasus korupsi merupakan salah satu penyebab para aparat negara
untuk melakukan korupsi. Mereka tidak takut terlibat kasus korupsi karena mereka
beranggapan bahwa kasus yang akan mereka lakukan bakal sulit terungkap atau
bahkan tidak terungkap. Selain itu aparat penegak hukum dalam melakukan tugasnya
masih dapat disogok dengan sejumlah uang agar menutupi kasusnya dan
membenarkan pihak terdakwa kasus korupsi.
13
Rakyat mudah dibohongi oleh para pejabat, seperti halnya pada saat pencalonan
seorang pejabat, baik itu presiden, DPR, bupati, dll. Mereka akan mau memilih calon
tersebut apabila mereka diberi imbalan uang (money politic).
Ketidak adaannya kontrol yang cukup untuk mencegah penyuapan atau “sumbangan
kampanye”. Pihak kontrol di Indonesia ini sangatlah lemah, bahkan pihak kontrol
sendiri banyak yang terlibat kasus suap sehinga mereka dapat dengan mudah
membiarkan kasus-kasus kampanye dengan uang. Dan bisa dibilang mereka
membiarkn kasus suap karena mereka sendiri telah disuap.
Kurangnya keimanan dan ketakwaan para pemimpin dan birokrat negara kepada
Tuhan YME. Lemahnya tingkat keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan YME
merupakan salah satu faktor utama maraknya kasus korupsi di negeri ini. Mereka
tidak takut terhadap dosa dari perilaku yang telah mereka lakukan, jika mereka takut
terhadap dosa dan ancaman yang diberikan akibat perbuatan mereka pasti para
pemimpin dan borokrat negara ini tidak akan melakukan perbuatan korupsi walaupun
tidak ada pengawasan. Sebab mereka dengan sendirinya akan merasa diawasi oleh
Tuhan YHE dan takut terhdap ancaman dosa yang dapat menyeret mereka dalam
lembah kesengsaraan yaitu neraka.
Dengan melihat beberapa kondisi di atas maka memang sudah sewajarnya perilaku
korupsi itu mudah timbul, berkembang dan tumbuh pesat di Indonesia. Penyebab utama
dari tindakan korupsi tersebut dikarenakan lemahnya penegak hukum di Indonesia.
Indonesia banyak memiliki undang-undang dan peraturan-peraturan yang mengatur
tentang pelarangan tindak korupsi, akan tetapi peraturan-peraturan tersebut tidak di
tegakkan dan dijalankan secara optimal. Lemah dan rendahnya tingkat keimanan
(religius), menipisnya etika dan moral seseorang juga dapat menjadi faktor menyebabkan
seseorang mudah tergiur dengan uang, harta, kekayaan, sehingga mereka tidak bisa
membentengi diri mereka dari godaan-godaan yang mendorong mereka untuk melakukan
tindakan korupsi.
14
modus penyuapan. Data yang diperoleh dari KPK selama kurun waktu 2004-2012 ini
setidaknya ada 116 kasus yang menggunakan modus penyuapan yang terjadi di
Indonesia. Dari hasil penelitian tersebut, modus penyuapan itu didasari oleh tigal hal
yang paling sering terjadi. Yang pertama terkait dengan jabatan. Kasus penyuapan
terkait jabatan yang paling menghebohkan itu tertangkapnya kasus Jaksa Urip Tri
Gunawan, dengan nominal uang yang cukup besar Kedua, dalam hal pengadaan
barang dan jasa. Ketiga, perizinan.
Modus penyuapan tak hanya di lingkungan petinggi Negara, di dunia
pendidikan masih banyak kasus penyuapan dan korupsi. Siti Juliantari, peneliti ICW
(Indonesia Corruption Watch) mengungkapkan, tak ada dana pendidikan yang lolos
dari belenggu korupsi. Ini salah satu kesimpulan hasil kajian ICW soal korupsi
pendidikan selama sepuluh tahun terakhir. Alokasi APBN dan APBD seperti BOS,
beasiswa, pembangunan dan rehabilitasi sekolah, gaji dan honor guru, pengadaan
buku, pengadaan sarana prasarana, operasional. Dana-dana ini dikorupsi politisi,
rektor, pejabat kampus, kepala sekolah, pejabat dan rekanan pemerintah.\
Hasil pemantauan ICW mengungkap bahwa selama satu dasawarsa terakhir
terdapat 296 kasus korupsi pendidikan. Indikasi kerugian negara sebesar 619 miliar
rupiah dengan jumlah tersangka 479 orang.
Inilah hasil pantauan ICW selama satu dasawarsa korupsi pendidikan
Peningkatan kerugian negara Walau jumlah kasus korupsi cenderung tetap setiap
meningkat tahun. Rata-rata 29 kasus korupsi terjadi setiap tahun,
dengan kerugian negara mencapai 53,5 miliar rupiah.
15
menggunakan penggelapan dan mark up untuk
menyelewengkan DAK dan BOS.
Baru-baru ini terungkap kasus penyuapan dan
penyalahgunaan wewenang terkait perencanaan
pendidikan. Ini terjadi dalam perencanaan dan
penganggaran pengadaan laboratorium di perguruan
tinggi oleh anggota DPR (AS).
16
menetapkan 479 tersangka terkait korupsi pendidikan.
71 orang adalah kepala dinas pendidikan, 179 orang
anak buah kepala dinas pendidikan, serta 114 adalah
rekanan
Yang menjadi persoalan sekarang ini adalah para penegak hukum itu sendiri, mereka
tidak tegas dalam mengusut dan memberantas tindakan korupsi di Indonesis. Munculnya
istilah mafia hukum merupakan bukti kerendahan mental para penegak hukum di Indonesia.
Lagi-lagi karena pengaruh budaya korupsi yang sudah cukup kronis menjangkiti Indonesia.
Para petugas hukum yang ditugaskan untuk mengadili para koruptor alih-alih malah
menerima amplop dari para koruptor. Ditugaskan menjadi petugas pemberantas korupsi
malah menggadaikan diri menjadi koruptor. Inilah hal miris yang kerap dialami disetiap
penanganan kasus-kasus korupsi di Indonesia. Bagaimana mungkin seorang petugas hukum
akan tegas memberikan hukuman pada koruptor, kalau dirinya sendiri ternyata juga seorang
koruptor.
Secara umum dampak korupsi sangatlah besar baik dalam aspek politik, ekonomi,
birokrasi, kesejahteraan umum negara, termasuk terhadap masyarakat dan individu. Di
bawah ini beberapa dampak KKN dari beberapa segi:
1. Ekonomi
Korupsi dapat mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat ketidakefisienan
yang tinggi. Dalam sektor privat, korupsi meningkatkan ongkos niaga karena kerugian
dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan pejabat korup,
dan risiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan. Korupsi menyebabkan
inflasi ongkos niaga dan mengacaukan lapangan perniagaan. Perusahaan yang
memiliki koneksi dilindungi dari persaingan dan sebagai hasilnya mempertahankan
perusahaan-perusahaan yang efisien.
17
aturan-aturan lain. Korupsi juga mengurangi kualitas pelayanan pemerintah dan
infrastruktur serta menambahkan tekanan- tekanan terhadap anggaran pemerintah.
2. Politik
Kekuasaan politik yang dicapai dengan korupsi akan menghasilkan pemerintahan dan
pemimpin masyarakat yang tidak legitimate di mata publik. Dengan demikian
masyarakat tidak akan percaya pada pemerintah dan pemimpin tersebut. Akibatnya
rakyat tidak akan patuh dan tunduk pada otoritas pemimpin. Untuk mempertahankan
kekuasaan, penguasa korup itu akan menggunakan kekerasan (otoriter) atau
menyebarkan korupsi lebih luas lagi di masyarakat.
Di samping itu keadaan yang demikian akan memicu terjadinya instabilitas sosial
poltik dan integrasi sosial karena pertentangan antara penguasa dan rakyat. Bahkan
dalam banyak kasus, hal ini mengakibatkan jatuhnya kekuasaan pemerintahan secara
tidak terhormat.
3. Birokrasi
Korupsi juga menyebabkan tidak efisiennya birokrasi dan meningkatnya biaya
administrasi dalam birokrasi. Jika birokrasi telah dilingkungi oleh korupsi, maka
prinsip dasar birokrasi yang rasional, efisien, dan kualifikasi tidak akan pernah
terlaksana. Kualitas layanan pasti sangat jelek dan mengecewakan publik. Hanya
orang yang mempunyai uang saja yang akan mendapatkan layanan yang baik karena
mampu menyuap. Keadaan ini dapat mengakibatkan meluasnya keresahan sosial,
ketidaksetaraan sosial, dan kerahan sosial yang menyebabkan jatuhnya para birokrat.
4. Masyarakat dan Individu
Jika korupsi dalam suatu masyarakat telah merajalela dan menjadi makanan
setiap hari, maka akibatnya akan menjadikan masyarakat tersebut sebagai masyarakat
yang kacau, tidak ada sistem sosial yang dapat berlaku dengan baik. Setiap individu
dalam masyarakat hanya akan mementingkan diri sendiri. Tidak akan ada kerjasama
dan persaudaraan yang tulus.
18
membahayakan terhadap standar moral dan intelektual masyarakat. Jika suasana
masyarakat telah tercipta seperti demikian, maka keinginan publik untuk berkorban
demi kebaikan dan perkembangan masyarakat akan terus menurun dan mungkin akan
hilang.
19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari paparan masalah di atas, dapat penulis simpulkan KKN kini sudah
meralela di negri kita tercinta, dan menjadi suatu tren dalam berkehidupan. Korupsi di
Indonsia dimulai sejak era Orde Lama sekitar tahun 1960-an bahkan sangat mungkin
pada tahun-tahun sebelumnya. Korupsi di Indonesia semakin banyak sejak akhir 1997
saat negara mengalami krisis politik, sosial, kepemimpinan dan kepercayaan yang
pada akhirnya menjadi krisis multidimensi. Namun sayangnya, rakyat kecil umumnya
bersikap apatis dan acuh tak acuh. Kelompok mahasiswa sering menanggapi
permasalahan korupsi dengan emosi dan demonstrasi. Fenomena umum yang
biasanya terjadi di Indonesia ialah selalu muncul kelompok sosial baru yang ingin
berpolitik, namun sebenarnya banyak di antara mereka yang tidak mampu. Mereka
hanya ingin memuaskan ambisi dan kepentingan pribadinya dengan dalih
“kepentingan rakyat”. Dan ironisnya, penyumbang terbesar kasus korupsi dan
nepotisme berasal dari dunia pendidikan, dimana seharusnya instansi tersebut menjadi
wadah untuk mencetak warga Negara yang mampu membimbing Negara ini untuk
lebih maju. Dampak korupsi sangatlah besar baik dalam aspek politik, ekonomi,
birokrasi, kesejahteraan umum negara, termasuk terhadap masyarakat dan individu.
B. Saran
20
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2013. Rapor Merah Sepuluh Tahun Korupsi Pendidikan. Tersedia pada :
http://www.antikorupsi.org/id/content/rapor-merah-sepuluh-tahun-korupsi-
pendidikan DIakses pada tanggal 19 November 2013.
Anonim. 2013. Sepanjang 2004-2012 Ditemukan 116 Kasus Penyuapan. Tersedia pada :
http://nasional.sindonews.com/read/2013/05/29/13/744032/sepanjang-2004-2012-
ditemukan-116-kasus-penyuapan. Diakses pada tanggal 20 November 2013
21