Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH KARAKTER KEBHAYANGKARAAN

TINDAK PIDANA KORUPSI DAN UPAYA UNTUK


MEMBERANTASNYA

Disusun oleh :

MUHAMMAD RAFIF RIVAI


NO. AK 19.026
KELAS B

AKADEMI KEPOLISIAN
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah kami haturkan kepada Allah atas segala limpahan


nikmat-Nya, sehingga penyusunan makalah ini dapat selesai tepat waktu. Shalat
salam semoga terhadiahkan untuk Rasulullah Muhammad SAW atas tauladannya
yang sempurna untuk umat.
Korupsi merupakan penyakit bangsa yang saat ini menjamur di hampir
seluruh lapisan masyarakat. Tindakan pencucian kepentingan untuk maksud
kesejahteraan pribadi ini, merebak dan menjadikan negara kita harus terkuras
anggarannya banyak sekali. Akibatnya kesejahteraan rakyat semakin jauh dari
harapan. Makalah ini kami susun untuk membekali diri tentang perkara-perkara
yang termasuk tindakan korupsi serta upaya setiap elemen masyarakat dalam
menanggulangi korupsi sehingga korupsi dapat terkikis dan akhirnya hilang dari
bumi negara Pancasila kita.
Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca sekaligus kami sebagai
penyusunnya. Kami mengharapkan arahan dan saran pembaca, agar pada
penyusunan makalah selanjutnya, kami bisa menyajikan dengan lebih baik dan
sempurna.

Semarang, 12 Agustus 2022

Penulis

ii
DATAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i


KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii
DATAR ISI ...................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.......................................................................... 1
B. Permasalahan............................................................................. 2
C. Manfaat Penulisan .................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Korupsi.................................................................... 3
B. Akibat dari Korupsi .................................................................. 4
C. Upaya Memerangi Tindakan Korupsi ...................................... 5
D. Upaya Memerangi Korupsi Menurut Para ahli ........................ 13
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................... 17
B. Saran.......................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 18

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan peradaban dunia semakin sehari seakan-akan berlari menuju
modernisasi. Perkembangan yang selalu membawa perubahan dalam setiap sendi
kehidupan tampak lebih nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan
juga senantiasa mengikuti perkembangan jaman dan bertransformasi dalam
bentuk-bentuk yang semakin canggih dan beranekaragam. Kejahatan dalam
bidang teknologi dan ilmu pengetahuan senantiasa turut mengikutinya. Kejahatan
masa kini memang tidak lagi selalu menggunakan cara-cara lama yang telah
terjadi selama bertahun-tahun seiring dengan perjalanan usia bumi ini. Bisa kita
lihat contohnya seperti, kejahatan dunia maya (cybercrime), tindak pidana
pencucian uang (money laundering), tindak pidana korupsi dan tindak pidana
lainnya.
Salah satu tindak pidana yang menjadi musuh seluruh bangsa di dunia ini.
Sesungguhnya fenomena korupsi sudah ada di masyarakat sejak lama, tetapi baru
menarik perhatian dunia sejak perang dunia kedua berakhir. Di Indonesia sendiri
fenomena korupsi ini sudah ada sejak Indonesia belum merdeka. Salah satu bukti
yang menunjukkan bahwa korupsi sudah ada dalam masyarakat Indonesia jaman
penjajahan yaitu dengan adanya tradisi memberikan upeti oleh beberapa golongan
masyarakat kepada penguasa setempat.
Kemudian setelah perang dunia kedua, muncul era baru, gejolak korupsi ini
meningkat di Negara yang sedang berkembang, Negara yang baru memperoleh
kemerdekaan. Masalah korupsi ini sangat berbahaya karena dapat menghancurkan
jaringan sosial, yang secara tidak langsung memperlemah ketahanan nasional
serta eksistensi suatu bangsa. Reimon Aron seorang sosiolog berpendapat bahwa
korupsi dapat mengundang gejolak revolusi, alat yang ampuh untuk
mengkreditkan suatu bangsa. Bukanlah tidak mungkin penyaluran akan timbul
apabila penguasa tidak secepatnya menyelesaikan masalah korupsi.
Di Indonesia sendiri praktik korupsi sudah sedemikian parah dan akut.
Telah banyak gambaran tentang praktik korupsi yang terekspos ke permukaan. Di

iv
negeri ini sendiri, korupsi sudah seperti sebuah penyakit kanker ganas yang
menjalar ke sel-sel organ publik, menjangkit ke lembaga-lembaga tinggi Negara
seperti legislatif, eksekutif dan yudikatif hingga ke BUMN. Apalagi mengingat di
akhir masa orde baru, korupsi hampir kita temui dimana-mana. Mulai dari pejabat
kecil hingga pejabat tinggi.Walaupun demikian, peraturan perundang-undangan
yang khusus mengatur tentang tindak pidana korupsi sudah ada.

B. Permasalahan
1 Apakah yang dimaksud dengan korupsi ?
2 Bagaimana cara menanggulangi terjadinya korupsi dimulai dari diri sendiri,
lingkungan sekolah, masyarakat serta berbangsa dan bernegara.

C. Manfaat Penulisan
a. Mengetahui pengertian dari korupsi
b. Mengetahui langkah-langkah dalam menanggulangi korupsi
c. Mengetahui sikap-sikap positif dalam memerangi korupsi
d. Menghilangkan cara berfikir negatif sehingga memunculkan niat buruk
korupsi.

v
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Korupsi
Menurut perspektif hukum, pengertian korupsi secara gamblang
dijelaskan dalam 13 buah pasal dalam UU No.31 tahun 1999 yang telah
diubah menjadi UU No.20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana
korupsi. Berdasarkan pasal-pasal tersebut, korupsi dirumuskan kedalam 30
bentuk tindak pidana korupsi. Pasal-pasal tersebut menjelaskan secara
terperinci mengenai perbuatan yang bisa dikenakan sanksi pidana korupsi.
Korupsi adalah produk dari sikap hidup satu kelompok masyarakat
yang memakai uang sebagai standar kebenaran dan sebagai suatu kekuasaan
mutlak. Sebagai akibat korupsi ketimpangan antara si miskin dan si kaya
semakin kentara. Orang-orang kaya dan memiliki politisi korup bisa masuk
dalam golongan elite yang berkuasa dan sangat dihormati. Mereka juga
memiliki status sosial yang tinggi.
Korupsi menurut Dr. Kartini Kartono, korupsi adalah tingkah laku
yang menggunakan jabatan dan wewenang guna mengeduk keuntungan
pribadi, merugikan kepentingan umum Dijabarkan pula oleh Dr. Sarlito W.
Sarwono, faktor seorang melakukan tindak korupsi adalah factor dorongan
dalam diri (keinginan, hasrat, kehendak) dan faktor rangsangan dari luar
(kesempatan, dorongan teman-teman, kurang kontrol, dan lain-lain).
Secara bahasa, korupsi berasal dari Bahasa Inggris, yaitu corrupt,
yang berasal dari perpaduan dua kata dalam Bahasa Latin yaitu com yang
berarti bersama-sama dan rupere yang berarti pecah atau jebol. Istilah
korupsi juga bisa dinyatakan sebagai suatu perbuatan tidak jujur atau
penyelewengan yang dilakukan karena adanya suatu pemberian. Dalam
prakteknya korupsi lebih dikenal menerima uang yang ada hubungannya
dengan jabatan tanpa adanya catatan administrasi. Pengertian korupsi lebih
ditekankan pada perbuatan yang merugikan kepentingan publik atau
masyarakat luas untuk keuntungan pribadi atau golongan.

vi
Sebab-sebab terjadinya korupsi adalah sebagai berikut :
 Gaji yang rendah, kurang sempurnanya peraturan perundang-undangan,
administrasi yang lamban dan sebagainya.
 Warisan pemerintahan kolonial.
 Sikap mental pegawai yang ingin cepat kaya dengan cara yang tidak
halal, tidak ada kesadaran bernegara, tidak ada pengetahuan pada bidang
pekerjaan yang dilakukan oleh pejabat pemerintah.

B. Akibat dari Korupsi


Tindak korupsi tak ubahnya seperti tindakan pengecut yang
memanfaatkan jabatan dan posisi yang telah dipercayakan kepada
seseorang. Korupsi lebih kejam dari pencurian. Secara psikologi, pencurian
terjadi karena keadaan sosial ekonomi masyarakat yang timpang dengan
tuntutan kebutuhan yang tiada pernah terhenti, sehingga dengan upaya
apapun harus didapatkan penghasilan. Maka mencuri merupakan jalan akhir
yang ditempuh untuk menutup segala kebutuhan ini. Namun korupsi adalah
tindakan amoral yang lebih culas. Korupsi bukan karena kebutuhan,
melainkan karena kesempatan dan kedudukan. Korupsi adalah penyakit
birokrasi pemimpin yang harus ditanggulangi secara menyeluruh. Karena
akibat yang ditimbulkan sebagai dampak dari korupsi tidaklah sedikit,
diantaranya yaitu :
a pemborosan sumber-sumber, modal yang lari, gangguan terhadap
penanaman modal, terbuangnya keahlian, bantuan yang lenyap.
b ketidakstabilan, revolusi sosial, pengambilan alih kekuasaan oleh
militer, menimbulkan ketimpangan sosial budaya.
c pengurangan kemampuan aparatur pemerintah, pengurangan kapasitas
administrasi, hilangnya kewibawaan administrasi.
Selanjutnya Mc Mullan (1961) menyatakan bahwa akibat korupsi
adalah ketidakefisienan, ketidakadilan, rakyat tidak mempercayai
pemerintah, memboroskan sumber-sumber negara, tidak mendorong
perusahaan untuk berusaha terutama perusahaan asing, ketidakstabilan
politik, pembatasan dalam kebijaksanaan pemerintah dan tidak represif.

vii
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan
akibat-akibat korupsi diatas adalah sebagai berikut :
a Tata ekonomi seperti larinya modal keluar negeri, gangguan terhadap
perusahaan, gangguan penanaman modal.
b Tata sosial budaya seperti revolusi sosial, ketimpangan sosial.
c Tata politik seperti pengambil alihan kekuasaan, hilangnya bantuan luar
negeri, hilangnya kewibawaan pemerintah, ketidakstabilan politik.
d Tata administrasi seperti tidak efisien, kurangnya kemampuan
administrasi, hilangnya keahlian, hilangnya sumber-sumber negara,
keterbatasan kebijaksanaan pemerintah, pengambilan tindakan-tindakan
represif.
Secara umum akibat korupsi adalah merugikan negara dan merusak
sendi-sendi kebersamaan serta memperlambat tercapainya tujuan nasional
seperti yang tercantum dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945.
Upaya perang terhadap korupsi saat ini belum sekuat nganguan
layaknya perang terhadap narkoba. Namun demikian, kita dapat memerangi
korupsi sebagai wujud Nasionalisme dan upaya membangun Negara
Pancasila ini, sesuai dengan jabatan dan posisi kita masing-masing.

C. Upaya Memerangi Tindakan Korupsi


Tugas memerangi korupsi bukan hanya KPK atau Badan Inspektorat
Negara. Korupsi akan terkikis dari bumi pertiwi ini melalui semua elemen
pemerintahan, dari terendah sampai paling tinggi. Bukan hanya sebagai
pemimpin tapi sampai sikap dan watak pribadi atau perorangan.
1. Upaya Memerangi Korupsi dari Diri Sendiri
Hal mendasar yang harus ditamkan dalam mengendalikan diri dari
kesempatan atau peluang korupsi adalah menanamkan nilai agama yang
mantap pada diri sendiri. Bentang Agama merupakan benteng tak
tertaklukkan. Karena agama dibangun dari kitab yang langsung
disampaikan Tuhan. Bagi Islam, mempercayakan segala tuntunan pada
Al Quran dan Rasulullah, bagi Hindu menjadikan Weda sebagai

viii
tuntunan, demikian pula untuk Katolik dan Kristen dari Injil dan Budha
dari Tripitaka.
Menanamkan ajaran agama yang kuat, bahwasanya korupsi,
pencurian, pembunuhan dan tindakan kriminal lain, termasuk ucapan
sehari-hari kita tidak akan lepas dari pengawasan Ilahi yang kelak akan
dimintai pertanggungan jawab.
Maka dari itu, hal pertama dalam memerangi korupsi adalah upaya
seseorang untuk membentengi diri dengan agama, serta tidak
mencampuradukkan kebenaran agama dengan kepentingan, yang
nantinya hanya akan menghancurkan sendi-sendi kebenaran agama.

2. Upaya Memerangi Korupsi pada Keluarga


Keluarga adalah lahan kedua yang sangat berperan aktif dalam
mendidik kepribadian seseorang. Keluarga harus dapat mencerminkan
sikap yang berada pada rel agama dan sikap yang harus dijauhi dari
kehidupan bermasyarakat dan benegara, salah satunya adalah korupsi.
Banyak masyarakat yang beranggapan bahwasanya korupsi adalah
tindakan yang dilakukan oleh kaum pemimpin sahaja di atas kursi
kepemimpinan, seperti kepala desa, anggota dewan, menteri atau bahkan
presiden. Pengertian ini perlu diluruskan terlebih dahulu. Bahwa korupsi
adalah pengambilalihan hak seseorang atau kelompok orang untuk
kepentingan pribadi.
Dalam hal ini keluarga harus bertindak sebagai wadahnya teladan.
Bahwa sikap dan perilaku dalam keluarga harus menciptakan
kehangatan dan keharmonisan. Kepala keluarga bertindak sebagai
payung dan pemimpin yang memberikan pengarahan, ibu bertindak
sebagai penampung aspirasi dan motor pendidik anak. Maka upaya
keluarga untuk menumbuhkan peran dan tanggung jawab kepada anak,
akan membuat hegemoni secara universal, bahwa sesama manusia
mempunyai tugas dan peran yang sama besar, sesuai jabatan yang
diembannya.

ix
3. Upaya Memerangi Korupsi dalam Sekolah
Sekolah adalah salah satu lembaga dalam menanamkan nilai-nilai
pendidikan akhlak dan spiritual. Kewajiban sekolah dalam
mencerdaskan anak bangsa tidak sebatas ketika jam-jam sekolah
berlangsung.
Jadi, sistem pendidikan sangat memengaruhi perilaku generasi
muda ke depannya. Termasuk juga pendidikan anti korupsi dini.
Pendidikan, sebagai awal pencetak pemikir besar, termasuk koruptor
sebenarnya merupakan aspek awal yang dapat merubah seseorang
menjadi koruptor atau tidak. Pendidikan merupakan salah satu tonggak
kehidupan masyarakat demokrasi yang madani, sudah sepantasnya
mempunyai andil dalam hal pencegahan korupsi. Salah satu yang bisa
menjadi gagasan baik dalam kasus korupsi ini adalah penerapan anti
korupsi dalam pendidikan karakter bangsa di Indonesia.
Disamping sistem pendidikan, sekolah mempunyai andil dalam
menanggulangi korupsi dengan cara meminimalisir contoh tindakan
korupsi melalui diri setiap personil dalam sekolah.
Tindakan kecil yang dapat mencerminkan korupsi adalah
membiarkan kelas tanpa jam pelajaran atau jam kosong. Jam kosong
akan merugikan anak. Lebih dari itu, jam kosong di sekolah, akan
melahirkan pemikiran dini, bahwa pengambilalihan waktu untuk
keperluan sendiri adalah dibenarkan. Padahal hal ini sangat salah besar.
Maka pemaknaan demikian, akan merefleksikan kepada anak di usia
dini sebagai hal yang wajar dan lumrah, dan pada kesempatan yang lebih
besar, ketika sang anak sudah menduduki kursi panas pemimpin, maka
pengambilalihan kekuasaan untuk kepentingan pribadi adalah hal yang
lumrah.
Maka pendidikan adalah lembaga besar, yang tidak hanya
memberikan pengaruh secara akademik, namun juga pengaruh
psikologis anak di luar lingkungan keluarga.

x
4. Upaya Generasi Muda dalam Memarangi Korupsi
Pemuda adalah aset zaman yang paling menentukan kondisi
zaman tersebut dimasa depan. Dalam skala yang lebih kecil, pemuda
adalah aset bangsa yang akan menentukan mati atau hidup, maju atau
mundur, jaya atau hancur, sejahtera atau sengsaranya suatu bangsa.
Belajar dari masa lalu, sejarah telah membuktikan bahwa
perjalanan bangsa ini tidak lepas dari peran kaum muda yang menjadi
bagian kekuatan perubahan. Hal ini membuktikan bahwa pemuda
memiliki kekuatan yang luar biasa. Tokoh-tokoh sumpah pemuda 1928
telah memberikan semangat nasionalisme bahasa, bangsa dan tanah air
yang satu yaitu Indonesia. Peristiwa sumpah pemuda memberikan
inspirasi tanpa batas terhadap gerakan-gerakan perjuangan kemerdekaan
di Indonesia. Semangat sumpah pemuda telah menggetarkan relung-
relung kesadaran generasi muda untuk bangkit, berjuang dan berperang
melawan penjajah Belanda.
Untuk konteks sekarang dan mungkin masa-masa yang akan
datang yang menjadi musuh bersama masyarakat adalah praktek
bernama Korupsi. Fakta bahwa korupsi sudah sedemikian sistemik dan
kian terstruktur sudah tidak terbantahkan lagi. Ada cukup banyak bukti
yang bisa diajukan untuk memperlihatkan bahwa korupsi terjadi dari
pagi hingga tengah malam, dari mulai soal pengurusan akta kelahiran
hingga kelak nanti pengurusan tanah kuburan, dari sektor yang berkaitan
dengan kesehatan hingga masalah pendidikan, dari mulai pedagang kaki
lima hingga promosi jabatan untuk menduduki posisi tertentu di
pemerintahan.
Oleh karena itulah, peran kaum muda sekarang adalah mengikis
korupsi sedikit demi sedikit, yang mudah-mudahan pada waktunya
nanti, perbuatan korupsi dapat diberantas dari negara ini atau sekurang-
kurangnya dapat ditekan sampai tingkat serendah mungkin.

xi
5. Upaya Memerangi Korupsi oleh Bangsa dan Negara
Keberadaan Inpres No. 5 Tahun 2004 tentang Percepatan
Pemberantasan Korupsi di Indonesia, telah mendorong berbagai insiatif-
inisiatif di lingkungan Pemerintahan Pusat sampai ke daerah. Melalui
Inpres ini, Presiden Republik Indonesia mengamanatkan untuk
melakukan langkah-langkah upaya strategis dalam rangka mempercepat
pemberantasan korupsi, salah satunya dengan menyusun Rencana Aksi
Nasional Pemberantasan Korupsi (RAN-PK 2004-2009). Dokumen
RAN-PK 2004-2009 menekankan kepada upaya pencegahan,
penindakan, upaya pencegahan dan penindakan korupsi dalam
rehabilitasi dan rekonstruksi Daerah Istimewa Aceh dan Sumatera Utara,
serta pedoman pelaksanaan monitoring dan evaluasi pelaksanaan RAN
PK. Dengan demikian, RAN-PK diharapkan menjadi acuan dalam upaya
pemberantasan korupsi bagi setiap lini pemerintahan di tingkat Pusat
dan Daerah.
Perkembangan yang menarik berkaitan dengan upaya pencegahan
korupsi di Indonesia, terjadi baik pada tingkat kebijakan pemerintah,
pembentukan dan konsolidasi kelembagaan hingga kian kritisnya
kesadaran masyarakat tentang pentingnya pemberantasan korupsi.
Kebijakan pemerintah dimaksud tidak hanya telah dirumuskan dalam
Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi tetapi juga beberapa
daerah telah mengembangkan Rencana Aksi Daerah Pemberantasan
Korupsi, dan mempelopori usaha-usaha mengembangkan kebijakan
inovatif yang terbukti mampu mencegah praktik korupsi di dalam
birokrasi pemerintahan. Di sejumlah kota dan kabupaten, ada inovasi
lokal untuk mewujudkan Tata Pemerintahan yang Baik dalam bentuk
pelayanan satu atap atau one stop service seperti dilakukan di Kota
Surabaya, Kabupaten Sragen, maupun perbaikan pelayanan publik
seperti di Kabupaten Jembrana Bali, Kabupaten Musi Banyuasin Sumsel
dan lainnya.
Namun, keberadaan RAN-PK yang seharusnya menjadi acuan dari
seluruh instansi Pemerintah, pada tahun terakhir pelaksanaannya belum

xii
dapat diasumsikan telah dilaksanakan seluruhnya oleh Pemerintah Pusat
yang terkait. Hal ini disebabkan karena upaya-upaya tersebut dilakukan
secara terpisah-pisah, meskipun pada akhirnya masing-masing
Kementerian/Lembaga telah bekerja dalam rangka pemenuhan butir-
butir kegiatan sebagaimana isi RAN-PK 2004-2009.
Dengan diratifikasinya UNCAC oleh Republik Indonesia melalui
UU No. 7 Tahun 2006, maka perlu dilakukan penyesuaian-penyesuaian
kembali langkah-langkah strategis yang diperlukan dalam rangka
pemberantasan korupsi di Indonesia. Berbagai inisiatif yang ada seperti
Strategi Pencegahan KPK, Gap Analysis UNCAC dan RAN-PK 2004-
2009 perlu diperkaya dengan masukan-masukan berupa perkembangan
dalam upaya pemberantasan korupsi pada umumnya maupun upaya
implementasi UNCAC pada khususnya, sehingga menghasilkan strategi
pemberantasan korupsi yang lebih komprehensif yang dapat dijadikan
sebagai acuan bagi seluruh stakeholders . Strategi Nasional tersebut
ditujukan untuk melanjutkan, mengkonsolidasi dan menyempurnakan
berbagai upaya dan kebijakan pemberantasan korupsi agar mempunyai
dampak yang konkrit bagi peningkatan kesejahteraan, keberlangsungan
pembangunan berkelanjutan dan konsolidasi demokrasi. Strategi
dimaksud harus dirumuskan melalui pelibatan aktif dari berbagai
pemangku kepentingan, seperti masyarakat sipil dan kalangan dunia
usaha, selain peran aktif dari pemerintahan. Berkenaan dengan itu,
komitmen politik yang lebih kuat, strategi yang lebih sistematis dan
komprehensif serta perumusan kebijakan yang lebih fokus dan
konsolidatif untuk mendorong dan meningkatkan percepatan
pemberantasan korupsi seyogianya harus senantiasa dilakukan oleh
pemerintah dan para pemangku kepentingan lainnya.
Visi Nasional Pemberantasan Korupsi adalah “Terbangunnya tata
pemerintahan yang bebas dari praktek-praktek korupsi dengan daya
dukung kapasitas pencegahan dan penindakan serta sistem integritas
yang terkonsolidasi secara nasional”. Tata pemerintahan yang bersih
perlu diwujudkan di berbagai ranah, yaitu ranah pemerintahan dalam arti

xiii
luas, ranah masyarakat sipil, dan ranah dunia usaha. Sementara itu,
pemberantasan praktek korupsi yang terkonsolidasi dilaksanakan
sebagai upaya bersama di antara berbagai pelaku dan pemangku
kepentingan dari ketiga ranah tersebut. Untuk mewujudkan visi nasional
tersebut, serangkaian Misi Nasional Pemberantasan Korupsi dirumuskan
sebagai berikut:
MISI 1: MEMBANGUN DAN MEMANTAPKAN SISTEM,
PROSEDUR, MEKANISME DAN KAPASITAS PENCEGAHAN
KORUPSI YANG TERPADU DI TINGKAT PUSAT DAN DAERAH
Pencegahan korupsi memerlukan serangkaian kebijakan
pemerintahan, sosial, politik dan ekonomi yang kondusif dan memiliki
kekuatan memaksa untuk mencegah terjadinya praktek-praktek korupsi.
MISI 2: MENGKONSOLIDASIKAN DAN MEMANTAPKAN
SISTEM, PROSEDUR, MEKANISME DAN KAPASITAS
PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI
Penindakan terhadap tindak pidana korupsi membutuhkan
kejelasan dan konsistensi dari aturan-aturan penindakan, mekanisme
pelaporan, kerjasama antar lembaga peradilan tindak pidana korupsi,
serta sistem otorisasi dalam hal penanganan perkara.
MISI 3: MELAKUKAN REFORMASI PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL DAN DAERAH YANG
MENDUKUNG PENCEGAHAN DAN PENINDAKAN KORUPSI
SECARA KONSISTEN
Berbagai peraturan perundang-undangan di tingkat pusat dan
daerah perlu ditinjau ulang, agar pembaharuan secara mendasar dapat
dilakukan terhadap kaidah-kaidah hukum yang belum sepenuhnya
mendukung upaya-upaya pencegahan dan penindakan korupsi.
MISI 4: MEMBANGUN DAN MENGKONSOLIDASIKAN
SISTEM DAN MEKANISME NASIONAL PENYELAMATAN ASET
HASIL KORUPSI
Penyelamatan aset hasil korupsi di tingkat pusat dan daerah perlu
ditinjau-ulang dan dikembangkan untuk menjamin akuntabilitas publik

xiv
dan efektivitas pengendalian yang dilaksanakan oleh otoritas-otoritas
paska penetapan hukum.
MISI 5: MENGEMBANGKAN DAN MELAKSANAKAN
STRATEGI KERJASAMA DAERAH, NASIONAL DAN
INTERNASIONAL DALAM PENCEGAHAN DAN PENINDAKAN
KORUPSI SECARA EFEKTIF
Pencegahan dan penindakan tidak pidana korupsi membutuhkan
kerjasama antar-daerah, nasional dan internasional secara terus menerus.
MISI 6: MENGEMBANGKAN SISTEM PELAPORAN
KINERJA IMPLEMENTASI STRANAS PK TINGKAT PUSAT DAN
DAERAH YANG TRANSPARAN DAN TERKONSOLIDASI
Semua pelaku dari ranah pemerintahan, masyarakat sipil dan
sektor swasta perlu dan wajib menyediakan informasi mengenai
program-program yang direncakanan dan dilaksanakan berkenaan
dengan implementasi Strategi Nasional dan Rencana Aksi
Pemberantasan Korupsi 2010-2025. Mereka juga perlu menyampaikan
kepada publik tentang mekanisme pengkajian dan pelaporan secara
sektoral atau lintas sektor. Beberapa aspek penting dalam optimalisasi
pelaporan Strategi Nasional dan Rencana Aksi Pemberantasan Korupsi
2010-2025 dapat mencakup dua hal pokok, yaitu: (i) konsolidasi sistem
pelaporan daerah dan nasional, baik masing-masing sektor maupun
lintas sektor; dan (ii) variabel-variable utama yang perlu dicakup dalam
laporan.
Dari penjabaran Visi dan Misi Nasional Pemberantasan Korupsi
sebagaimana di atas, untuk selanjutnya dirumuskan dalam Strategi
Nasional dan Rencana Aksi Pemberantasan Korupsi 2010-2025 yang
memperlihatkan komitmen Pemerintah dan stakeholders lainnya, antara
lain:

xv
Strategi 1 : Melaksanakan upaya-upaya pencegahan
Strategi 2 : Melaksanakan langkah-langkah strategis di bidang
penindakan
Strategi 3 : Melaksanakan Harmonisasi dan Penyusunan Peraturan
Perundang-undangan di bidang Pemberantasan Korupsi
dan sektor lainnya yang terkait
Strategi 4 : Melaksanakan Penyelamatan Aset Hasil Tindak Pidana
Korupsi
Strategi 5 : Meningkatkan Kerjasama Internasional dalam rangka
Pemberantasan Korupsi
Strategi 6 : Meningkatkan Koordinasi dalam rangka Pelaporan
Pelaksanaan Upaya Pemberantasan Korupsi

Mengingat praktek-praktek korupsi terus berkembang sejalan


dengan perkembangan teknologi, dan modus yang digunakan juga
semakin canggih dan kompleks, maka Strategi Nasional dan Rencana
Aksi Pemberantasan Korupsi 2010-2025 akan disesuaikan dengan
berbagai kebutuhan (living document) sehingga akan mempermudah
dalam pelaksanaannya.

D. Upaya Memerangi Korupsi Menurut Para ahli


Korupsi tidak dapat dibiarkan berjalan begitu saja kalau suatu negara
ingin mencapai tujuannya, karena kalau dibiarkan secara terus menerus,
maka akan terbiasa dan menjadi subur dan akan menimbulkan sikap mental

xvi
pejabat yang selalu mencari jalan pintas yang mudah dan menghalalkan
segala cara (the end justifies the means). Untuk itu, korupsi perlu
ditanggulangi secara tuntas dan bertanggung jawab. Ada beberapa upaya
penggulangan korupsi yang ditawarkan para ahli yang masing-masing
memandang dari berbagai segi dan pandangan. Caiden (dalam Soerjono,
1980) memberikan langkah-langkah untuk menanggulangi korupsi sebagai
berikut :
a Membenarkan transaksi yang dahulunya dilarang dengan menentukan
sejumlah pembayaran tertentu.
b Membuat struktur baru yang mendasarkan bagaimana keputusan dibuat.
c Melakukan perubahan organisasi yang akan mempermudah masalah
pengawasan dan pencegahan kekuasaan yang terpusat, rotasi penugasan,
wewenang yang saling tindih organisasi yang sama, birokrasi yang
saling bersaing, dan penunjukan instansi pengawas adalah saran-saran
yang secara jelas diketemukan untuk mengurangi kesempatan korupsi.
d Bagaimana dorongan untuk korupsi dapat dikurangi ? dengan jalan
meningkatkan ancaman.
e Korupsi adalah persoalan nilai. Nampaknya tidak mungkin keseluruhan
korupsi dibatasi, tetapi memang harus ditekan seminimum mungkin,
agar beban korupsi organisasional maupun korupsi sestimik tidak terlalu
besar sekiranya ada sesuatu pembaharuan struktural, barangkali
mungkin untuk mengurangi kesempatan dan dorongan untuk korupsi
dengan adanya perubahan organisasi.
Cara yang diperkenalkan oleh Caiden di atas membenarkan (legalized)
tindakan yang semula dikategorikan ke dalam korupsi menjadi tindakan
yang legal dengan adanya pungutan resmi. Di lain pihak, celah-celah yang
membuka untuk kesempatan korupsi harus segera ditutup, begitu halnya
dengan struktur organisasi haruslah membantu ke arah pencegahan korupsi,
misalnya tanggung jawab pimpinan dalam pelaksanaan pengawasan
melekat, dengan tidak lupa meningkatkan ancaman hukuman kepada
pelaku-pelakunya.

xvii
Persoalan korupsi beraneka ragam cara melihatnya, oleh karena itu
cara pengkajiannya pun bermacam-macam pula. Korupsi tidak cukup
ditinjau dari segi deduktif saja, melainkan perlu ditinjau dari segi
induktifnya yaitu mulai melihat masalah praktisnya (practical problems),
juga harus dilihat apa yang menyebabkan timbulnya korupsi.
Kartono (1983) menyarankan penanggulangan korupsi sebagai
berikut :
a Adanya kesadaran rakyat untuk ikut memikul tanggung jawab guna
melakukan partisipasi politik dan kontrol sosial, dengan bersifat acuh
tak acuh.
b Menanamkan aspirasi nasional yang positif, yaitu mengutamakan
kepentingan nasional.
c Para pemimpin dan pejabat memberikan teladan, memberantas dan
menindak korupsi.
d Adanya sanksi dan kekuatan untuk menindak, memberantas dan
menghukum tindak korupsi.
e Reorganisasi dan rasionalisasi dari organisasi pemerintah, melalui
penyederhanaan jumlah departemen, beserta jawatan dibawahnya.
f Adanya sistem penerimaan pegawai yang berdasarkan “achievement”
dan bukan berdasarkan sistem “ascription”.
g Adanya kebutuhan pegawai negeri yang non-politik demi kelancaran
administrasi pemerintah.
h Menciptakan aparatur pemerintah yang jujur.
i Sistem budget dikelola oleh pejabat-pejabat yang mempunyai tanggung
jawab etis tinggi, dibarengi sistem kontrol yang efisien.
j Herregistrasi (pencatatan ulang) terhadap kekayaan perorangan yang
mencolok dengan pengenaan pajak yang tinggi.
Marmosudjono (Kompas, 1989) mengatakan bahwa dalam
menanggulangi korupsi, perlu sanksi malu bagi koruptor yaitu dengan
menayangkan wajah para koruptor di televisi karena menurutnya masuk
penjara tidak dianggap sebagai hal yang memalukan lagi.

xviii
Berdasarkan pendapat para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
upaya penanggulangan korupsi adalah sebagai berikut :
a) Preventif.
1) Membangun dan menyebarkan etos pejabat dan pegawai baik di
instansi pemerintah maupun swasta tentang pemisahan yang jelas
dan tajam antara milik pribadi dan milik perusahaan atau milik
negara.
2) mengusahakan perbaikan penghasilan (gaji) bagi pejabat dan
pegawai negeri sesuai dengan kemajuan ekonomi dan kemajuan
swasta, agar pejabat dan pegawai saling menegakan wibawa dan
integritas jabatannya dan tidak terbawa oleh godaan dan kesempatan
yang diberikan oleh wewenangnya.
3) Menumbuhkan kebanggaan-kebanggaan dan atribut kehormatan diri
setiap jabatan dan pekerjaan. Kebijakan pejabat dan pegawai
bukanlah bahwa mereka kaya dan melimpah, akan tetapi mereka
terhormat karena jasa pelayanannya kepada masyarakat dan negara.
4) Bahwa teladan dan pelaku pimpinan dan atasan lebih efektif dalam
memasyarakatkan pandangan, penilaian dan kebijakan.
5) menumbuhkan pemahaman dan kebudayaan politik yang terbuka
untuk kontrol, koreksi dan peringatan, sebab wewenang dan
kekuasaan itu cenderung disalahgunakan.
6) Hal yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana menumbuhkan
“sense of belongingness” di kalangan pejabat dan pegawai, sehingga
mereka merasa perusahaan tersebut adalah milik sendiri dan tidak
perlu korupsi, dan selalu berusaha berbuat yang terbaik.
b) Represif
1) Perlu penayangan wajah koruptor di televisi.
2) Herregistrasi (pencatatan ulang) terhadap kekayaan pejabat.

xix
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
1 Korupsi adalah penyalahgunaan wewenang yang ada pada pejabat atau
pegawai demi keuntungan pribadi, keluarga dan teman atau kelompoknya.
2 Korupsi menghambat pembangunan, karena merugikan negara dan merusak
sendi-sendi kebersamaan dan menghianati cita-cita perjuangan bangsa.
3 Cara penaggulangan korupsi adalah bersifat Preventif dan Represif.
Pencegahan (preventif) yang perlu dilakukan adalah dengan
menumbuhkan dan membangun etos kerja pejabat maupun pegawai tentang
pemisahan yang jelas antara miliknegara atau perusahaan dengan milik
pribadi, mengusahakan perbaikan penghasilan (gaji), menumbuhkan
kebanggaan-kebanggaan dan atribut kehormatan diri setiap jabatan dan
pekerjaan, teladan dan pelaku pimpinan atau atasan lebih efektif dalam
memasyarakatkan pandangan, penilaian dan kebijakan, terbuka untuk kontrol,
adanya kontrol sosial dan sanksi sosial, menumbuhkan rasa “sense of
belongingness” diantara para pejabat dan pegawai.
Sedangkan tindakan yang bersifat Represif adalah menegakan hukum
yang berlaku pada koruptor dan penayangan wajah koruptor di layar televisi
dan herregistrasi (pencatatan ulang) kekayaan pejabat dan pegawai.

B. SARAN
1. Permasalahan negara berkembang yang paling kompleks adalah perebutan
kekuasaan dan penyelewengan kekuasaan, maka dari itu hal pertama untuk
membentengi diri adalah upaya seluruh pihak untuk kembali kepada moral
pribadi yang berdasarkan nilai dan kaidah agama, serta penegakan hukum
agama yang mantap di segala bidang serta dari usia dini.
2. Korupsi tidak diselesaikan oleh satu badan hukum, tapi harus diadakan
konfigurasi yang erat. Maka dari itu kepada semua kalangan diharapkan dapat
turut serta mengawasi jalannya pemerintahan sekaligus banyak berkaca untuk
melihat keikutsertaan kita dalam membangun bangsa

xx
DAFTAR PUSTAKA

http://jokosaputroblog.blogspot.com/2013/07/makalah-tindak-pidana-korupsi.html

http://hedisasrawan.blogspot.com/2012/11/makalah-peranan-pendidikan-anti-
korupsi.html

xxi

Anda mungkin juga menyukai