Anda di halaman 1dari 20

TUGAS MAKALAH

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
“SISTEM KONSTITUSI”
DOSEN PENGAMPU : A. AHMAD TENRILIWENG, S.ST., M. Si

OLEH
KELOMPOK 3
ROSMUNDA MOGO (K021221001)
A. SITI NURHALIZAH MS (K021221016)
PUTRI DWI MUFIDAH (K021221023)
TRI HANDAYANI (K021221032)
NABILAH NUR INAYAH (K021221037)
TITA ALIFIYAH (K021221045)

PROGRAM STUDI ILMU GIZI


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2022
1
KATA PENGANTAR

Puji syukut kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan karunia-Nya, sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini yang berjudul “SISTEM KONSTITUSI”
dengan batas waktu yang telah ditentukan. Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada
Bapak A. Ahmad Tenriliweng, S.ST., M. Si selaku Dosen Pendidikan Kewarganegaraan yang
telah memberikan tugas kepada kami untuk menulis makalah ini guna memperluas
pengetahuan dan pemahaman kami tentang Pendidikan Kewarganegaraan.

Makalah ini diharapkan agar mahasiswa dapat mengetahui mengenai konsep, realita,
masalah, dan solusi pada system konstitusi di Indonesia terkhususnya terkait mengenai
Undang-Undang dan Rancangan Undang-Undang.

Demikianlah makalah ini disusun, semoga dapat membantu teman-teman dalam


meningkatkan minat dalam mempelajari Pendidikan Kewarganegaraan. Semoga dengan
adanya makalah ini juga mampu memberikan manfaat dan tujuan pada disusunnya makalah
ini dapat tercapai.

Makassar, 16 Oktober 2022

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................

DAFTAR ISI...................................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................

1.1. Latar Belakang..................................................................................................................

1.2. Rumusan Masalah.............................................................................................................

1.3. Tujuan...............................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................................

2.1. Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)................................................

2.2. Undang-Undang Cipta Kerja............................................................................................

2.3. Undang-Undang Penanggulangan Covid..........................................................................

2.4. Rancangan Undang-Undang Pidana...............................................................................

2.5. Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (HIP)......................................

BAB III PENUTUP.......................................................................................................................

3.1. Kesimpulan.....................................................................................................................

3.2. Saran................................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

UUD 1945 yang sebelumnya dianggap sacral dan tidak dapat diubah, akhir-
akhir ini mengalami beberapa kali revisi. Permohonan amandemen UUD 1945 pada
hakikatnya merupakan permohonan penataan Kembali tata kehidupan berbangsa dan
bernegara. Atau, dengan kata lain, sebagai upaya untuk memulai “Kekompakan
Sosial” baru antara rakyat dan pemerintah menuju tujuan yang dianut bersama dan
ditentukan dalam Undang-Undang Dasar (Konstitusi). Amandemen konstitusi ini juga
berupaya mengubah system dan kondisi negara otoriter menjadi demokrasi dengan
ikatan yang harmonis antar lembaganya. Akibatnya, mengubah konstitusi menjadi isu
yang mendesak. Hal ini menjadi syarat dan krusial bagi demokratisasi suatu negara.
Realitas yang muncul saat itu sebenarnya telah mengungkapkan keinginan
pemersatu seluruh lapisan masyarakat untuk mengubah UUD 1945. Elemen yang
menarik dan penting dari proses ini adalah bagaimana melaksanakan komitmen itu,
siapa yang memiliki kekuatan untuk mencapainya, dan dalam kondisi apa
transformasi itu terjadi. Oleh karena itu, dapat ditentukan apakah hasil-hasil tersebut
secara akurat mencerminkan keinginan rakyat dan apakah itu mempengaruhi
bagaimana Indonesia akan berkembang di masa depan. Nilai-nilai keadilan social,
kesejateraan manusia, dan pluralism tercermin di luar Indonesia yang demokratis dan
pluralistic. Kita akan dapat menentukan apakah formulasi penyesuaian yang
dihasilkan benar-benar dapat dianggap lebih baik dan lebih sempurna dengan melihat
Kembali hasil dari perubahn tersebut. Sejauh mana perumusan perubahan telah
menangkap kensensus umum. Perubahan yang membentuk landasan fundamental dan
berdampak signifikan terhadap perubahan yang mnegikutinya. Karena konstitusi
dapat dipandang sebagai titik ketika sebuah pergeseran berhasil.

1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)?


2. Bagaimana Undang-Undang Cipta Kerja?
3. Bagaimana Undang-Undang Penanggulangan Covid?

4
4. Bagaimana Rancangan Undang-Undnag Pidana?
5. Bagaimana Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (HIP)?

1.3. Tujuan

1. Untuk mengetahui Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)


2. Untuk mengetahui Undang-Undang Cipta Kerja
3. Untuk mengetahui Undang-Undang Penanggulangan Covid
4. Untuk mengetahui Rancangan Undang-Undang Pidana
5. Untuk mengetahui Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (HIP)

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

Korupsi secara harfiah berarti kejahatan yang merusak. Padahal ketika kita
berbicara mengenai korupsi, kita bisa menemukan kenyataan seperti itu karena
korupsi mencakup dimensi moral, sifat situasi korupsi, status hadiah, faktor ekonomi
dan politik, dan penempatan dalam layanan keluarga dan kelompok, serta posisi
otoritas. Dari sini secara harfiah kita daoat menyimpulkan bahwa istilah korupsi
sebenarnya memiliki arti yang sangat luas.
Korupsi dianggap sebagai kejahatan luar biasa. Korupsi menyebabkan
hilangnya peoses demokrasi dan hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat luas. Dalam
perkembangannya, korupsi di Indonesia bersifat sistemik dan merajalela, karena
terjadi di mana-mana baik di lembaga pemerintah amaupun non pemerintah.
Korupsi merupakan kejahatan luar biasa dan memerlukan upaya pencegahan
dan penyelidikan yang luar biasa pula. Dibutuhkan tekad dan upaya yang kuat dari
seluruh pelosok tanah air, baik pejabat pemerintah maupun masyarakat luas pada
umumnya. Seperti yang terjadi sekarang ini, kebanyakan orang hanya sibuk
memfitnah dan meneriaki tindakan dan kasus korupsi mereka di Indonesia. Maka dari
itu diperlukan langkah-langkah lebih konkrit yang harus dilakukan di seluruh lapisan
masyarakat untuk mencegah dan memberantas korupsi. Oleh karena itu, Komisi
Pemberantasan Korupsi sejk awal diberkahi dengan kekuatan luar biasa untuk
mengungkap konspirasi keji dan menembus benteng-benteng korupsi yang paling
kuat sekalipun.
Di Indonesia, badan khusus pemberantasan korupsi dibentuk berdasarkan
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemeberantasan Korupsi
yang merupakan lembaga Negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya
bersifat independen dan bebas tanpa adanya pengaruh kekuasaan manapun.
Komisi Pemberatasan Korupsi ini memeliki empat bidang , yakni :
a. Deputi Bidang Pencegahan
b. Deputi Bidang Penindakan
c. Deputi Bidang Informasi dan Data
d. Deputi Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat

6
Kasus korupsi di Indonesia masih ada. Menurut Indeks Persepsi Korupsi 2021,
Indonesia menempati urutan ke-96 dari 180 negara korupsi di dunia. Sementara itu,
Indeks Tindak Pidanan Korupsi berada pada kisaran 3,88% pada tahun 2021, menurut
Studi Badan Pusat Statistik (BPS). Korupsi adalah kejahatan kolosal yang
mempengaruhi masyarakat dan merusak bangsa. Contoh kasus korupsi terbesar di
Indoensia adalah kasus Jiwasraya, Asabri, dan Bank Century.

Hingga Juni 2022, berbagai upaya telah dilakukan oleh KPK untuk menangani
tindak pidana korupsi. Dalam situs resmi KPK melaporkan bahwa pada paruh pertama
tahun 2022, KPK melakukan 66 penyelidikan, 60 penyidikan, 71 dakwaaan, 59 kasus,
dan 51 putusan. KPK telah menetapka 68 tersangka dari total 61 surat perintah
penyelidikan (sprindik). Secara khusus, jumlah saat ini di babak pertama adalah 99
kasus, di mana 63 adalah carry over, 36 kasus adalah baru, dan 61 spindic
dikeluarkan.

Pada semester pertama tahun 2022, KPK memulihkan kerugian uang


pemerintah sebesar RP. 313,7 miliar yang disebabkan oleh tindak pidana korupsi atau
penyitaan aset. Total set yang dihimpun terdiri dari Rp. 248,01 miliar, hasil sitaan
karena korupsi, pencucian uang, dan dana alternatif yang ditentukan oleh pengadilan.
Selanjutnya, Rp. 41,5 miliar berasal dari denda korupsi dan pencucian uang serta
penjualan hasil lelang, dan Rp. 24,2 miliar berasal dari penetapan status penggunaan
dan hibah. Adapun kinerja aset recovery ini meningkat 83,2 % dibandingkan periode
yang sama tahun lalu. Pada semester satu 2021, aset recovey KPK sebesar Rp. 171,23
miliar.

Seperti yang baru-baru ini terjadi menengenai kasus korupsi pada PT


Pertamina yang diduga korupsi LNG (Liquefied Natural Gas). Kasus ini termasuk
dalam kasus yang harus diselesaikan dengan priorias. Kasus dugaan korupsi itu
sebelumnya pernah ditangani Kejaksaan Agung. Namun, kasus tersebut kemudian
diambil alih oleh KPK karena masih belum menemukan titik terang pada kasus
tersebut. Sejauh ini, KPK belum menetapkan tersangka dalam insiden LNG di PT
Pertamina. Sebanyak empat orang saksi tekah memberikan keterangan terkait kasus
tersebut hingga saat ini KPK juga mendeportasi empat orang tersebut ke luar negeri.

Terkait masalah tersebut, KPK senantiasa terus melakukan pengumpulan


bukti-bukti untuk menetapkan tersangka. Dalam penangan kasus ini KPK telah

7
memiliki beberapa prioritas yang dimana diantaranya fokus pada area. Fokus area
yang dimaksud di sini yakni fokus pada Sumber Daya Alam (SDA) yang bertujuan
untuk menutup kerugian besar pemerintah akibat korupsi.

2.2. Undang-Undang Cipta Kerja

Omnibus law adalah undang-undang yang menitikberatkan pada penyederhanaan


jumlah regulasi agar lebih tepat sasaran. Omnibus Law adalah sebuah konsep
pembentukan produk hukum yang berfungsi untuk mengatur berbagai tema, materi,
subjek, dan peraturan perundang-undangan yang sebelumnya diatur oleh beberapa UU
atau satu UU yang sekaligus merevisi beberapa UU. Omnibus Law tentang cipta kerja
terdiri dari 11 klaster pembahasan, antara lain :

- Penyederhanaan perizinan berusaha


- Persyaratan investasi
- Ketenagakerjaan
- Kemudahan dan perlindungan UMKM
- Kemudahan berusaha
- Dukungan riset dan inovasi
- Administrasi pemerintahan
- Pengenaan sanksi
- Pengadaan lahan
- Investasi dan proyek pemerintahan
- Kawasan ekonomi

Terbentuknya RUU Cipta Kerja menunjukkan adanya politik hukum dari


eksekutif untuk dilanjutkan melalui proses legislasi. Politik hukum dari RUU Cipta
Kerja yakni pembentukan hukum dengan mengaplikasikan omnibus law di dalam
perumusan hukum untuk peningkatan investasi sehingga terbentuklah lapangan
pekerjaan.

RUU Cipta Kerja yang bertujuan untuk menarik investasi dan memperkuat
perekonomian nasional ternyata mendapati banyak kritikan dari berbagai pihak,
terutama buruh. Permasalahan RUU Cipta Kerja Dengan Konsep Omnibus Law ialah
terdapat penghapusan cuti melahirkan serta Pemberian Pesangon Kepada Pekerja

8
Yang Di PHK. Undang-Undang No 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan
menjelaskan bahwa harus ada cuti bagi wanita yang melahirkan dan pemutusan
hubungan kerja ialah pemutusan hubungan kerja yang disebabkan satu hal tertentu
yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja atau buruh dan
pengusaha. Cuti melahirkan ialah hak bagi wanita, sedangkan pesangon merupakan
pembayaran kepada pekerja akibat dari adanya pemutusan hubungan kerja. Kedua hal
ini seharusnya tertulis didalam kontrak kerja sebagai dasar adanya perjanjian kerja
antara pekerja dengan pengusaha. Permasalahan lainnya ialah para buruh menolak
adanya pengurangan nilai pesangon dari 32 bulan upah menjadi 25 bulan, PWKT atau
kontrak seumur hidup tidak memiliki batas waktu kontrak, dan waktu kerja
eksploitatif. Secara yuridis permasalahan ini akan semakin mempersempit ruang
gerak para buruh untuk memperjuangkan hak-hakya dan memberikan dominasi kaum
pengusaha untuk melakukan eksploitasi terhadap buruh.

Namun pemerintah tak hanya diam, mereka justru menegaskan bahwa dengan
adanya omnibus law ini akan mendorong para buruh untuk bekerja lebih produktif
dan dapat melindungi para pekerja. Dijelaskan juga bahwa RUU Cipta kerja ini
bertujuan untuk menyelesaikan bermacam-macam masalah yang menghambat
peningkatan dari suatu investasi dan pembukaan lapangan kerja dengan dilakukannya
sistem birokrasi dan perizinan.

Didalam RUU Cipta Kerja juga sudah diatur bonus yang akan diterima oleh buruh
berbasis kinerja kerja mereka. Dijelaskan kembali juga bahwa RUU Cipta kerja tidak
menghilangkan hak cuti haid dan cuti hamil yang telah teratur didalam UU
ketenagakerjaan.

Terdapat beberapa manfaat dari diberlakukannya UU Cipta kerja, antara lain


diberikannya dukungan kepada para pelaku UMKM dengan bentuk kemudahan dan
kepastian dalam proses perizinan lewat Online Single Submission, dimudahkannya
seseorang dalam mendirikan PT perseorangan, kemudahan dalam mendaftarkan Hak
Kekayaan Intelektual, kemudahan dalam pendirian koperasi dan juga akan membantu
mempercepat pembangunan rumah bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah.

2.3. Undang-Undang Penanggulangan Covid

9
Dunia dikejutkan oleh pandemi COVID-19 (Corona Virus Disease 2019) yang
melanda pada tahun 2020. Penyebaran Corona Virus Disease 2019 yang telah
merenggut nyawa di beberapa negara di dunia, termasuk Indonesia dan menimbulkan
kekhawatiran bagi Kesehatan masyarakat luas. Pandemi COVID-19 yang berdampak
parah terhadap perekonomian pada sebagian besar negara di dunia, termasuk
Indonesia juga telah mengganggu aktivitas perekonomian secara signifikan.

Dampak penyebaran pandemic global Covid-19 dirasakan tidak hanya dari


segi Kesehatan, tetapi juga dari segi social dan stabilitas ekonomi. Penetapan COVID-
19 sebagai pandemic global dan penyebarannya ke lebih dari 212 negara, di mana
setiap negaramelakukan Tindakan pencegahan. Aspek ekonomi dan stabilitas
keuangan dipengaruhi oleh hal ini. Baik lockdown maupun pemisahan social sebagai
metode pencegahan dapat berdampak pada aktivitas sosial ekonomi di dalam
masyarakat yang mau tidak mau akan berdampak pada Kesehatan ekonomi dan
kesejahteraan masyakarat.

Sesuai dengan pernyataan di atas, penyebaran pandemic Corona Virus Disease


2019 (COVID-19) juga dapat mengganggu aktivitas perekonomian Indonesia. Salah
satu dampaknya adalah melambatnya pertumbuhan ekonomi di Indonesia yang
diprediksi akan mencapai 4% atau kurang, tergantung seberapa lama dan seberapa
parah pandemic Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) berdampak atau bahkan
menghentikan aktivitas social dan ekonomi.

Gangguan aktivitas ekonomi akan berdampak pada bagaimana posisi


Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2020 dari sisi
Penerimaan Negara, Belanja Negara, dan Pembiayaan. Gangguan kegiatan ekonomi
dapat mengakibatkan perubahan APBN Tahun Anggaran 2020, atau sebaliknya.
APBN 2020 dapat dipengaruhi oleh terganggunya kegiatan ekonomi dari sisi
Penerimaan Negara.

Untuk mengatasi bahaya pandemic Corona Virus Disease 2019 (COVID-19),


diperlukan Tindakan kebijakan keuangan dan fiscal negara, termasuk meningkatkan
pengeluaran untuk mengurangi risiko Kesehatan, melindungi masyarakat, dan
mempertahankan operasi perusahaan. APBN Tahun Anggaran 2020 akan dipengaruhi
oleh tekanan pada industry keuangan, khususnya dari sisi keuangan.

10
Penyebaran pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) memerlukan
kebijakan dan Tindakan yang luar biasa (extraordinary) di bidang keuangan negara,
termasuk di bidang perpajakan dan keuangan daerah, serta sector keuangan, yang
harus diambil oleh Pemerintah dan instansi terkait dalam rangka penanggulangannya.
Hal ini antara lain disebabkan oleh menurunnya penerimaan negara dan
ketidakpastian ekonomi global.

Akibatnya, pembuatan kebijakan dan inisiatif tersebut oleh pemerintah dan


entitas terkait lainnya memerlukan kerangka hukum yang sesuai. Presiden
menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020
tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Dalam
Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan atau dalam rangka
penanganan ancaman yang membahayakan Perekonomian Nasional pada 31 Maret
2020, sesuai dengan kewenangannya berdasarkan ketentuan Pasal 22 ayat (1)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Tidak seperti dengan pengimplementasiannya, realita penanggulangan covid


terhadap penyaluran dana APBN tidak lepas dari berbagai masalah. Ada berbagai
demo atas tuntutan transparasi dana penanggulan COVID yang dilakukan oleh
masyarakat. Tidak hanya itu, masalah pula didapatkan sendiri oleh BPK. BPK
berkesimpulan bahwa kondisi COVID-19 belum sepenuhnya mewujudkan keuangan
negara dikarenakan ada 3 alasan.

1. Alokasi anggaran COVID-19 dalam APBN belum ditetapkan dan dikodifikasikan


dengan baik.
2. Belum terpenuhinya persyaratan secara lengkap dalam hal akuntabilitas dan pelaporan
program, termasuk pengadaan barang dan jasa
3. Ada beberapa ketidakefektifan dalam program dan operasi penanggulan bencana
COVID-19.

Maka dari itu, BPK memberikan sejumlah rekomendasi atau solusi kepada
pemerintah berdasarkan hasil dan kesimpulan tersebut. Diantaranya Menyusun
strategi luas rencana kerja Gugus Tugas COVID-19 yang lebih jelas dan terukur serta
menghasilkan daftar barang dan jasa yang dibutuhkan untuk penanganan COVID-19.

Langkah selanjutnya adalah memprioritaskan penggunaan anggaran untuk


penanggulangan COVID-19 guna penataan metode pwnawaran insentif, pengaturan

11
pemenuhan dan pelaporan pendistribusian alat Kesehatan, serta penetapan kewajaran
harga mitra.

Selain itu, menyederhanakan proses pemberian bantuan kepada penerima dan


memverifikasi data penerima berdasarkan nama dan alamat. Terakhir adalah
mengolah tanda-tanda kerugian daerah dan negara.

2.4. Rancangan Undang-Undang Pidana

RUU KUHP juga merupakan salah satu rancangan UU yang disusun dengan
tujuan untuk memperbaiki atau meng-update KUHP yang berasal dari Wetboek van
Srafrecht voor Nederlandsch, serta untuk menyesuaikan dengan politik hukum,
keadaan, dan perkembangan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
pada saat ini. Selain itu juga, RUU disusun dengan tujuan untuk mengatur
keseimbangan antara kepentingan umum,negara atau kepentingan tersendiri, antara
melindungi seorang pelaku terhadap pelaku dan juga korban atas tindakan pidana,
antara unsur perbuatan dan juga sikap batin, antara hukum tertulis dan hukum yang
hidup dalam masyarakat, serta antara hak dan kewajiban asasi manusia.

RUU KUHP juga telah disusun pada tahun 1968 dan juga mempunyai 628
pasal didalamnya. Tetapi karna di dalam penyusunannya selalu disesuaikan
perkembangan kehidupan bermasyarakat selama lebih dari 50 tahun, maka tidak
dipungkiri ada beberapa pasal yang mungkin dianggap kurang sesuai dengan
kehidupan masyarakat milenial saat ini dan dianggap sebagai pasal-pasal
kontroversial.

Isu Krusial Rancangan KUHP

Tujuan isu krusial dalan RKUHP akan di bahas pada juli 2019

 Hukum Adat
- Pasal 2 ayat 2
- Pasal 12 ayat 2
- Pasal 618
 Pidana Mati
- Pasal 64 huruf c

12
- Pasal 67
 Kesusilaan
- Pasal 426
- Pasal 433

Pidana maksimal 1 tahun

 Penghinaan Presiden Dan Wakil Presiden


- Pasal 222
- Pasal 224
- Pasal 232 ayat 1

Pidana maksimal 5 tahun

 Terorisme Korupsi Dan Narkotika


 Terorisme

- Pasal 621
- Pasal 622
- Pasal 623
Pidana Maksimum seumur hidup atau sampai mati
 Korupsi

- Pasal 624
- Pasal 638
- Pasal 626
Maksimal 20 tahun atau seumur hidup

 Narkotika

- Pasal 630
- Pasal 631
- Pasal 634
- Pasal 635
- Pasal 645
Maksimal 20 tahun atau seumur hidup atau mati

 Ketentuan Peralihan

13
- Pasal 426
Penggantian atau penyamaan istilah dalam KUHP

 Ketentuan Penutup

- Pasal 643
- Pasal 645

Penetapan KUHP paling lama 3 tahun sejak disahkan dan pemberlakuan terhadap UU
pengadilan HAM,UU Terorisme, UU Tipikor, Dan UU pencucian uang.

Berbagai jenis kejahatan yang timbul di masyarakat, seperti pencurian,


pembunuhan, pemerkosaan, penipuan, dan lain sebagainya. Para pelakunya akan
dikenakan sanksi pidana sesuai peraturan hukum pidana yang berlaku di Indonesia.
perbuatan pidana merupakan masalah kemampuan bertanggungjawab dan menjadi
dasar yang penting untuk menentukan adanya kesalahan, yang mana keadaan jiwa
orang yang melakukan perbuatan pidana haruslah sedemikian rupa sehingga dapat
dikatakan normal. misal seseorang akan menjadi korban pencurian dengan kekerasan,
karena korban ingin menyelamatkan diri, maka korban melakukan serangan balik
langsung dengan memukul begal tersebut sehingga menyebabkan begal tersebut luka-
luka. Berdasarkan ilustrasi contoh kasus yang dipaparkan, perbuatan tersebut tidak
bisa dijatuhi pidana..

Bab III Buku I KUHP memuat alasan alasan penghapusan kejahatan.


Peraturan tersebut menjelaskan tentang alasan yang atas dasar hukuman terhadap
orang yang bersalah dapat dihilangkan, yang dimana alasan ini dinamakan dengan
alasan penghapusan pidana, yakni alasanalasan yang memungkinkan orang
melakukan perbuatan yang sebenarnya melanggar aturan, tetapi tidak dipidana.
Alasan-alasan yang menghapuskan pidana ini dibedakan menjadi alasan pembenar,
alasan pemaaf, dan alasan penghapus penuntutan. Alasan yang menghilangkan sifat
melawan hukum dari perbuatan yang meskipun melanggar aturan, namun perbuatan
tersebut harus dilakukan untuk mengamankan kepentingan yang lebih besar. Alasan-
alasan dalam alasan pembenar ini, antara lain: 1) Adanya peraturan perundang-
undangan; 2) Pelaksanaan perintah jabatan yang sah; 3) Keadaan memaksa; dan 4).
Pembelaan terpaksa.

14
Pembelaan terpaksa adalah salah satu diantara alasan pembenar yang
ketentuannya diatur dalam pasal 49 ayat 1 KUHP. Dengan demikian , pembelaan
terpaksa dapat dijadikan sebagai pembelaan yang sah di muka pengadilan dan sebagai
pertimbangan hakim dalam memberikan putusan suatu kasus tindak pidana. Seorang
hakim menyelidiki kasus pidana sebelum persidangan untuk melihat apakah orang
tersebut telah dihukum sampai berdasarkan keyakinan hakim sendiri dan bukti.
Hakim harus memiliki dasar berdasarkan bukti dan keputusan yang tegas untuk
memutuskan perkara pidana yang diajukan kepada mereka dan memperhatikan serius
nilai hukum yang hidup di masyarakat.

2.5. Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (HIP)

Haluan Ideologi Pancasila adalah pedoman bagi cipta, rasa, karsa dan karya
seluruh bangsa Indonesia dalam mencapai keadilan dan kesejahteraan sosial dengan
semangat kekeluargaan dan gotong royong untuk mewujudkan suatu tata masyarakat
Indonesia yang adil dan makmur berdasarkanketuhanan, kemanusiaan, kesatuan,
kerakyatan/demokrasi yang berkeadilan sosial. Pengusulan mengenai RUU HIP
inimenuai pro dan kontra dari berbagai kalangan dan masyarakat umum.Beberapa
kalangan menilai bahwa tujuan RUU ini sebagaimana disebutkan di dalam
naskah akademik masih belum jelas dan tidak memilik urgensi yang tepat

Alasan RUU Haluan Ideologi Pancasila di tentang karena:

 Pertama, rumusan identifikasi masalah. Menurut Fadli Zon membaca naskah


akademik RUU HIP, rumusan identifikasi masalah semacam lebih tepat ketika hendak
merumuskan UUD, bukan setingkat UU.
 Kedua, Pancasila menjadi dasar negara, sumber dari segala sumber hukum. Karena
itu, Pancasila seharusnya menjadi rujukan dalam setiap regulasi atau pembuatan UU.
Ironisnya, RUU HIP malah hendak menjadikan Pancasila sebagai UU
 Ketiga, RUU HIP gagal memisahkan ‘wacana’ dari ‘norma’. Menurutnya, Pancasila
dengan rumusan kelima silanya adalah ‘norma’. Rumusannya pun terjaga dalam
naskah pembukaan UUD 1945. Sementara istilah ‘Trisila’ dan ‘Ekasila’ sebagaimana
tertuang dalam Pasal 7 RUU HIP hanyalah ‘wacana’ yang muncul saat gagasan
Pancasila kali pertama dipidatokan Bung Karno pada 1 Juni 1945.

15
Haluan Ideologi Pancasila dijelaskan sebagai pedoman bagi cipta, rasa, karsa,
dan karya seluruh bangsa Indonesia dalam mencapai keadilan dan kesejahteraan sosial
dengan semangat kekeluargaan dan gotong royong untuk mewujudkan suatu tata
masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan ketuhanan, kemanusiaan,
kesatuan, kerakyatan/demokrasi yang berkeadilan sosial.

Dalam Bab II Pasal 2, Haluan Ideologi Pancasila terdiri atas pokok-pokok


pikiran dan fungsi Haluan Ideologi Pancasila; tujuan, sendi pokok, dan ciri pokok
Pancasila; masyarakat Pancasila; dan demokrasi Pancasila.

Adapun yang menuai kontroversi di antaranya Pasal 7 tentang ciri pokok


Pancasila. Disebutkan bahwa ciri pokok Pancasila berupa trisila, yaitu sosio-
nasionalisme, sosio-demokrasi, serta ketuhanan yang berkebudayaan. Trisila yang
dimaksud terkristalisasi dalam ekasila, yaitu gotong royong. Pasal 7 yang memuat
setidaknya tiga kata kunci, yakni trisila, ekasila, dan ketuhanan yang berkebudayaan
ini dikritik lantaran dianggap merujuk pada Pancasila 1 Juni 1945, bukan Pancasila
yang disepakati dalam sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).

Faktor lain yang juga menjadi polemik adalah dasar hukum dari RUU
HIP yang tidak mencantumkan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (TAP
MRR) NoXXV/MPRS/1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI),
Pernyataan sebagai Organisasi Terlarang di Seluruh Wilayah Negara Republik
Indonesia dan Larangan Setiap Kegiatan untuk Menyebarkan atau Mengembangkan
Paham atau Ajaran Komunis/ Marxisme-Leninisme.

Polemik mengenai RUU HIP ini dikarenakan oleh ketidakjelasan tujuan


maupun substansi dari naskah usulan RUU. Tujuan diusulkannya RUU HIP ini dirasa
tidak memeliki tujuan yang esensial dan urgen jika melihat isi dari naskah akademik
tersebut. Disebutkan di dalam naskah akademiknya bahwa RUU ini diusulkan salah
satunya adalah untuk mengatur pedoman kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara yang berdasarkan kepada Pancasila, padahal jika kita kaji ulang
dan kilas balik ke sejarah, Pancasila ini merupakan hasil visualisasi kepribadian
dan jiwa bangsa itu sendiri yang telah tertanam sejak dulu dan bahkan hingga ke
generasi yang akan dating. Dengan demikian upaya Pemerintah untuk menyusun
RUU yang mengatur mengenai hal tersebut tidak relevan dengan kondisi

16
dan kebutuhan masyarakat.Oleh karena itulah, Pancasila dijadikan sebagai dasar
dan cita-cita hukum Negara dan menempati posisi paling tinggi

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
UUD 1945 yang sebelumnya dianggap sacral dan tidak dapat diubah, akhir-
akhir ini mengalami beberapa kali Amandemen. Amandemen konstitusi ini berupaya
mengubah system dan kondisi negara otoriter menjadi demokrasi dengan ikatan yang
harmonis antar lembaganya. Akibatnya, mengubah konstitusi menjadi isu yang
mendesak. Hal ini menjadi syarat dan krusial bagi demokratisasi suatu negara. Di
Indonesia, telah terjadi berbagai macam masalah yang dihadapi, baik itu terkait
korupsi, RUU Cipta Kerja, Tindak pidana, dan Haluan Ideologi Pancasila. Namun
tidak sedikit pula di antaranya masih ada beberapa masalah yang belum menemukan
solusi yang tepat terkait masalah tersebut.

3.2. Saran
Dalam penulisan makalah ini kami menyadari bahwa penulisan masih jauh dari
kata sempurna, kedepannya kami akan lebih berhati-hati dalam menjelaskan tentang
makalah dengan sumber-sumber yang lebih banyak dan dapat lebih dipertanggung
jawabkan.

17
18
DAFTAR PUSTAKA

Sosiawan, U. M. (2019, December). PERAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI


(KPK) DALAM PENCEHAGAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI. Jurnal
Penelitian Hukum, vol. XIX, No.(4), pp. 518-527.

Dikutip pada tanggal 15 Oktober 2022 dari


https://www.academia.edu/20339049/Artikel_tentang_korupsi_di_Indonesia_serta_ca
ra_penangannya_tugas_ibu_siti

Dikutip pada tanggal 15 Oktober 2022 dari


https://katadata.co.id/safrezi/berita/6201fc94110d8/8-kasus-korupsi-di-indonesia-
berdasarkan-total-kerugian-negara

Neununy, D. J. (2021). Urgensi Omnibus Law (Undang-Undang Cipta Kerja) Terhadap Hak
Masyarakat Adat di Wilayah Pesisir. Balobe Law Journal, I(2), 119-131.

Sandi, F. (2020). 7 Alasan Buruh Tolak Omnibus Law: Benar PHK tak Ada Pesangon?.
Diakses pada 15 Oktober 2022, dikutip dari
https://www.cnbcindonesia.com/news/20201005131005-4-191944/7-alasan-buruh-
tolak-omnibus-law-benar-phk-tak-ada-pesangon

Syarif Hidayatullah, D. W. (2021). Menimbang Efektivitas Undang-Undang Cipta Kerja


Terhadap Peningkatan Investasi Asing. Jurnal Surya Kencana Satu: Dinamika
Masalah Hukum dan Keadilan, 115-122.

Syahputri, S. F., Widya, E. A., Nabiela, N., Attarsyah, A. A., & M. Pimada, L. (2021).
Perspektif Ekonomi: Stimulus Pandemi Covid-19Dalam Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2020. Journal of Economic, Management, Accounting and Technology
(JEMATech), Vol. 4, No. 2, 139-142.

Pebrianto, F., & Silaban, M. W. (2021). BPK Ungkap Lagi Dana Rp 2,94 Triliun Covid-19
yang Bermasalah, Apa Saja?. Diakses pada 14 Oktober 2022, dikutip dari
https://bisnis.tempo.co/read/1505955/bpk-ungkap-lagi-dana-rp-294-triliun-covid-19-
yang-bermasalah-apa-saja?page_num=2:

Dikutip pada tanggal 14 Oktober 2022 dari


https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/137323/uu-no-2-tahun-2020

19
Bahri, S. (2021). Problema dan Solusi Peradilan Pidana yang Berkeadilan dalam Perkara
Pembelaan Terpaksa. Jurnal Wawasan Yuridika, vol. 5, No. 1, 132-134.

Dikutip pada tanggal 16 Oktober 2022 dari http://misaelandpartners.com/kontroversi-


rancangan-undang-undang-kuhp/#:~:text=RUU%20KUHP%20merupakan
%20rancangan%20undang,berbangsa%2C%20dan%20bernegara%20saat%20ini

Dikutip pada tanggal 17 Oktober 20222 dari


https://www.hukumonline.com/berita/a/sejumlah-alasan-ruu-haluan-ideologi-
pancasila-dicabut-dari-prolegnas-lt5ee87d9d4e720

Dikutip pada tanggal 17 Oktober 2022 dari https://nasional.tempo.co/read/1354850/inilah-isi-


ruu-haluan-ideologi-pancasila-yang-menuai-kontroversi

Susilawati, N. (2020). Polemik Pengusulan Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi


Pancasila (RUU HIP), vol. 3, No. 2. Jurnal Politik Islam.

20

Anda mungkin juga menyukai