Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH KEWARGANEGARAAN

KORUPSI DI INDONESIA

Dosen Pengampu:

Dr. Arini Ratnasari, SKM

Disusun Oleh:

Dhany Setya Handary : 2330308030002

UNIVERSITAS PALANGKA RAYA


FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS
2023
Kata Pengantar

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa karena berkat-Nya saya
dapat menyelesaikan tugas ini, yaitu menulis makalah berjudul "Korupsi Di
Indonesia".

Saya juga berterima kasih kepada Ibu Dr, Arini Ratnasari, SKM yang bertindak
sebagai dosen pembimbing mata kuliah Kewarganegaraan. Untuk menyelesaikan
makalah ini, saya menerima bantuan dari berbagai jurnal, oleh karena itu, saya
mengucapkan terima kasih.

Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dan membutuhkan
koreksi. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran dari semua orang
untuk membantu saya memperbaikinya dan saya berharap ini bermanfaat bagi
siapapun yang membaca makalah ini.

Palangka Raya, 5 Oktober 2023

Dhany Setya Handary


DAFTAR ISI

Kata Pengantar............................................................................................................2
DAFTAR ISI...................................................................................................................3
BAB I............................................................................................................................4
PENDAHULUAN............................................................................................................4
1.1 Latar Belakan......................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................5
1.3 Tujuan Penulisan................................................................................................5
BAB II...........................................................................................................................6
PEMBAHASAN..............................................................................................................6
2.1 Korupsi Umum di Indonesia...............................................................................6
2.2 Persepsi Masyarakat tentang Korupsi.................................................................6
2.3 Fenomena Korupsi di Indonesia.........................................................................7
2.4 Kebijakan pemerintah dalam pemberantasan korupsi.......................................8
2.5 Peran Serta Pemerintah dalam Pemberantasan Korupsi....................................9
2.6 Peran Serta Masyarakat dalam Pemberantasan Korupsi....................................9
2.7 Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi..............................................10
2.8 Teori Partisipasi................................................................................................13
BAB III........................................................................................................................16
PENUTUP...................................................................................................................16
3.1 Kesimpulan.......................................................................................................16
3.2 Saran................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................17
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakan

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang saat ini


sedang bersaing di dalam era reformasi. Di era reformasi ini, Indonesia
mengalami perkembangan di segala aspek seperti aspek ekonomi, aspek
sosial, aspek politik, aspek teknologi, bahkan aspek budaya. Pembangunan
dari Indonesia ini tentu harus didukung oleh semua pihak yaitu pemerintah
dan masyarakat. Keberhasilan dari pembangunan ini akan ditentukan oleh 2
hal, yaitu sumber daya manusianya dan dana dari pembangunan itu sendiri.
Tidak dapat dipungkiri bahwa Indonesia merupakan negara yang kaya akan
sumber daya baik sumber daya alam maupun sumber daya manusianya.
Tapi masalah yang kita hadapi disini adalah bahwa tidak ada kemauan
dari sumber daya manusia yang ada untuk membantu membangun bangsa ini.
Hal inilah yang menjadi akar dari semua permasalahan, sikap apatis yang
tidak dapat dihilangkan dari masyarakat indonesia. Munculnya sikap apatis
ini akhirnya menimbulkan keegoisan diri yang menyebabkan semua
masyarakat selalu mementingkan dirinya atau golongannya untuk mencapai
suatu tujuan. Inilah yang saat ini kita lihat dalam sistem pemerintahan kita.
Bahwa banyak pemerintah dan pejabat yang mementingkan dirinya sendiri
dan mengeksploitasi segala sumber daya yang ada. Inilah penyebab korupsi
yang sudah mengakar dari jiwa masyarakat Indonesia.
Akibatnya, pembangunan bersama bangsa ini akan terhambat karena
setiap orang akan mementingkan dirinya terlebih dahulu. Korupsi yang
memakan dana pembangunan akan menghentikan pembangunan itu sendiri
dan hal ini tentu harus dihentikan oleh kita sebagai generasi muda. Cara yang
paling dasar untuk menghentikan korupsi adalah dengan mengubah
pemahaman generasi muda tentang sistem bernegara dan itu harus dilakukan
mulai dari sekarang.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana menciptakan pemerintahan yang efektif, jujur, adil agar tidak


ada keniatan korupsi
2. Bagaimana pencegahan dalam tindakan korupsi di indonesia

1.3 Tujuan Penulisan

1. Mencerdaskan generasi muda atau penerus agar mengerti mengenai


korupsi dan mengetahui bagaimana upaya untuk mencegah terjadinya
korupsi.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Korupsi Umum di Indonesia

Korupsi di Indonsia dimulai sejak era Orde Lama sekitar tahun 1960 an
bahkan sangat mungkin pada tahun-tahun sebelumnya. Pemerintah melalui
undang-undang nomor 24 Prp 1960 yang diikuti dengan dilaksanakannya Operasi
Budhi dan pembentukan tim pemberantasan korupsi berdasarkan keputusan
presiden nomor 228 tahun 1967 yang dipimpin langsung oleh Jaksa Agung, belum
membuahkan hasil nyata. Pada era orde baru, muncul undang-undang nomor 3
tahun 1971 dengan Operasi Tertib yang dilakukan Komando Operasi Pemulihan
Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib), namun dengan kemajuan iptek, modus
operan di korupsi semakin canggih dan rumit sehingga undang-undang tersebut
gagal dilaksanakan. Selanjutnya dikeluarkan kembali undang-undang nomor 31
tahun 1999.
Upaya-upaya hukum yang telah dilakukan pemerintah sebenarnya sudah
cukup banyak dan sistematis. Namun korupsi di Indonesia semakin banyak sejak
akhir 1997 saat negara mengalami krisis politik, sosial, kepemimpinan, dan
kepercayaan yang pada akhirnya menjadi krisis multidimensi. Gerakan reformasi
yang menumbangkan rezim orde baru menuntut antara lain ditegakkannya
supremasi hukum dan pemberantasan Korupsi, Kolusi & Nepotisme (KKN).
Tuntutan tersebut akhirnya dituangkan di dalam ketetapan MPR nomor
IV/MPR/1999 & undang-undang nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
negara yang bersih dan bebas dari KKN.

2.2 Persepsi Masyarakat tentang Korupsi

Rakyat kecil yang tidak memiliki alat pemukul guna melakukan koreksi dan
memberikan sanksi pada umumnya bersikap acuh tak acuh. Namun yang paling
menyedihkan adalah sikap rakyat menjadi apatis dengan semakin meluasnya
praktik- praktik korupsi oleh beberapa oknum pejabat lokal, maupun nasional.
Kelompok mahasiswa sering menanggapi permasalahan korupsi dengan emosi
dan demonstrasi. Tema yang sering diangkat adalah penguasa yang korup dan
derita rakyat. Mereka memberikan saran kepada pemerintah untuk bertindak tegas
kepada para koruptor. Hal ini cukup berhasil terutama saat gerakan reformasi
tahun 1998. Mereka tidak puas terhadap perbuatan manipulatif dan koruptif para
pejabat. Oleh karena itu, mereka ingin berpartisipasi dalam usaha rekonstruksi
terhadap masyarakat dan sistem pemerintahan secara menyeluruh, mencita-
citakan keadilan, persamaan dan kesejahteraan yang merata.

2.3 Fenomena Korupsi di Indonesia

Fenomena umum yang biasanya terjadi di negara berkembang, contohnya


Indonesia, ialah:

1. Proses modernisasi belum ditunjang oleh kemampuan sumber daya


manusia pada lembaga-lembaga politik yang ada.
2. Institusi-institusi politik yang ada masih lemah disebabkan oleh mudahnya
oknum lembaga tersebut dipengaruhi oleh kekuatan bisnis atau ekonomi,
sosial, keagamaan, kedaerahan, kesukuan, dan profesi serta kekuatan asing
lainnya.
3. Selalu muncul kelompok sosial baru yang ingin berpolitik, namun
sebenarnya banyak di antara mereka yang tidak mampu.
4. Mereka hanya ingin memuaskan ambisi dan kepentingan pribadinya
dengan dalih kepentingan rakyat.

Sebagai akibatnya, terjadilah runtutan peristiwa sebagai berikut :


1. Partai politik sering inkonsisten, artinya pendirian dan ideologinya sering
berubah-ubah sesuai dengan kepentingan politik saat itu.
2. Muncul pemimpin yang mengedepankan kepentingan pribadi dari pada
kepentingan umum.
3. Sebagai oknum pemimpin politik, partisipan dan kelompoknya berlomba-
lomba mencari keuntungan materi dengan mengabaikan kebutuhan rakyat.
4. Terjadi erosi loyalitas kepada negara karena menonjolkan pemupukan
harta dan kekuasaan. Dimulailah pola tingkah para korup.
5. Sumber kekuasaan dan ekonomi mulai terkonsentrasi pada beberapa
kelompok kecil yang mengusainya saja. Derita dan kemiskinan tetap ada
pada kelompok masyarakat besar (rakyat).
6. Lembaga-lembaga politik digunakan sebagai dwi aliansi, yaitu sebagai
sektor di bidang politik dan ekonomi bisnis.
7. Kesempatan korupsi lebih meningkat seiring dengan semakin
meningkatnya jabatan dan hirarki politik kekuasaan.

2.4 Kebijakan pemerintah dalam pemberantasan korupsi

Mewujudkan keseriusan pemerintah dalam upaya memberantas korupsi, telah


dikeluarkan berbagai kebijakan. Di awali dengan penetapan anti korupsi sedunia
oleh PBB pada tanggal 9 Desember 2004, presiden Susilo Budiyono telah
mengeluarkan instruksi presiden nomor 5 tahun 2004 tentang percepatan
pemberantasan korupsi, yang menginstruksikan secara khusus kepada jaksa agung
dan kapolri, yaitu :

1. Mengoptimalkan upaya-upaya penyidikan atau penuntutan terhadap tindak


pidana korupsi untuk menghukum pelaku dan menelamatkan uang negara.
2. Mencegan dan memberikan sanksi tegas terhadap penyalah gunaan
wewenang yang dilakukan oleh jaksa penuntut umum atau anggota polri
dalam rangka penegakan hukum.
3. Meningkatkan kerjasama antara kejaksaan dengan kepolisian Negara RI,
selain denagan BPKP, PPATK,dan intitusi Negara yang terkait denagn
upaya penegakan hukum dan pengembalian kerugian keuangan negara
akibat tindak pidana korupsi kebijakan selanjutnya adalah menetapkan
Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi (RAN-PK) 2004-2009.

Langkah-langkah pencegahan dalam RAN-PK di prioritaskan pada :

1. Mendesain ulang layanan publik.


2. Memperkuat transparasi, pengawasan, dan sanksi pada kegiatan
pemerintah yang berhubungan Ekonomi dan sumber daya manusia.
3. Meningkatkan pemberdayaan pangkat-pangkat pendukung dalam
pencegahan korupsi.

2.5 Peran Serta Pemerintah dalam Pemberantasan Korupsi

Partisipasi dan dukungan dari masyarakat sangat dibutuhkan dalam


mengawali upaya-upaya pemerintah melalui KPK (Komisi Pemberantasan
Korupsi) dan aparat hukum lain. KPK yang ditetapkan melalui Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
untuk mengatasi, menanggulangi, dan memberantas korupsi, merupakan komisi
independen yang diharapkan mampu menjadi martir bagi para pelaku tindak
KKN. Adapun agenda KPK adalah sebagai berikut :

1. Membangun kultur yang mendukung pemberantasan korupsi.


2. Mendorong pemerintah melakukan reformasi public sector dengan
mewujudkan good governance.
3. Membangun kepercayaan masyarakat.
4. Mewujudkan keberhasilan penindakan terhadap pelaku korupsi besar.
5. Memacu aparat hukum lain untuk memberantas korupsi.
2.6 Peran Serta Masyarakat dalam Pemberantasan Korupsi
Bentuk – bentuk peran serta mayarakat dalam pemberantasan tindak
pidana korupsi menurut UU No. 31 tahun 1999 antara lain adalah :

1. Hak Mencari, memperoleh, dan memberikan informasi adanya dugaan


tindak pidana korupsi.
2. Hak untuk memperoleh layanan dalam mencari, memperoleh, dan
memberikan informasi adanya dugaan telah tindak pidana korupsi kepada
penegak hukum.
3. Hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab kepada
penegakhukum yang menangani perkara tindak pidana korupsi.
4. Hak memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang laporan yang di berikan
kepada penegak hukum waktu paling lama 30 hari.
5. Hak untuk memperoleh perlindungan hukum.
6. Penghargaan pemerintah kepada mayarakat.

2.7 Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi

Menurut Baharuddin Lopa, mencegah korupsi tidaklah begitu sulit kalau


kita secara sadar untuk menempatkan kepentingan umum (kepentingan rakyat
banyak) di atas kepentingan pribadi atau golongan. Ini perlu ditekankan sebab
berapa pun sempurnanya peraturan, kalau ada niat untuk melakukan korupsi tetap
ada dihati para pihak yang ingin korup, korupsi tetap akan terjadi karena faktor
mental itulah yang sangat menentukan.
Dalam melakukan analisis atas perbuatan korupsi dapat didasarkan pada 3 (tiga)
pendekatan berdasarkan alur proses korupsi yaitu :

1. Pendekatan pada posisi sebelum perbuatan korupsi terjadi.


2. Pendekatan pada posisi perbuatan korupsi terjadi.
3. Pendekatan pada posisi setelah perbuatan korupsi terjadi.

Dari tiga pendekatan ini dapat diklasifikasikan tiga strategi untuk mencegah dan
memberantas korupsi yang tepat yaitu :

1. Strategi Preventif strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan dengan


diarahkan pada hal-hal yang menjadi penyebab timbulnya korupsi. Setiap
penyebab yang terindikasi harus dibuat upaya preventifnya, sehingga
dapat meminimalkan penyebab korupsi. Disamping itu perlu dibuat upaya
yang dapat meminimalkan peluang untuk melakukan korupsi dan upaya
ini melibatkan banyak pihak dalam pelaksanaanya agar dapat berhasil dan
mampu mencegah adanya korupsi.

2. Strategi Deduktif strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan terutama


dengan diarahkan agar apa bila suatu perbuatan korupsi terlanjur terjadi,
maka perbuatan tersebut akan dapat diketahui dalam waktu yang
sesingkat-singkatnya dan seakurat-akuratnya, sehingga dapat ditindak
lanjuti dengan tepat. Dengan dasar pemikiran ini banyak sistem yang harus
dibenahi, sehingga sistem-sistem tersebut akan dapat berfungsi sebagai
aturan yang cukup tepat memberikan sinyal apabila terjadi suatu perbuatan
korupsi. Hal ini sangat membutuhkan adanya berbagai disiplin ilmu baik
itu ilmu hukum, ekonomi maupun ilmu politik dan sosial.

3. Strategi Represif strategi ini harus dibuat dan dilaksanakan terutama


dengan diarahkan untuk memberikan sanksi hukum yang setimpal secara
cepat dan tepat kepada pihak-pihak yang terlibat dalam korupsi. Dengan
dasar pemikiran ini proses penanganan korupsi sejak dari tahap
penyelidikan, penyidikan dan penuntutan sampai dengan peradilan perlu
dikaji untuk dapat di sempurnakan di segala aspeknya, sehingga proses
penanganan tersebut dapat dilakukan secara cepat dan tepat. Namun
implementasinya harus dilakukan secara terintregasi.
Bagi pemerintah banyak pilihan yang dapat dilakukan sesuai dengan strategi
yang hendak dilaksanakan. Bahkan dari masyarakat dan para pengamat masalah
korupsi banyak memberikan sumbangan pemikiran dan opini strategi
pemberantasan korupsi secara preventif maupun secara represif antara lain :

1. Konsep carrot and stick yaitu konsep pemberantasan korupsi yang


sederhana yang keberhasilannya sudah dibuktikan di Negara RRC dan
Singapura. Carrot adalah pendapatan netto pegawai negeri, TNI dan Polri
yang cukup untuk hidup dengan standar sesuai pendidikan, pengetahuan,
kepemimpinan, pangkat dan martabatnya, sehingga dapat hidup layak
bahkan cukup untu
k hidup dengan gaya dan gagah. Sedangkan Stick adalah bila semua sudah
dicukupi dan masih ada yang berani korupsi, maka hukumannya tidak
tanggung-tanggung, karena tidak ada alasan sedikit pun untuk melakukan
korupsi, bilamana perlu dijatuhi hukuman mati.

2. Gerakan Masyarakat Anti Korupsi yaitu pemberantasan korupsi di


Indonesia saat ini perlu adanya tekanan kuat dari masyarakat luas dengan
mengefektifkan gerakan rakyat anti korupsi, LSM, ICW, Ulama NU dan
Muhammadiyah atau pun ormas yang lain perlu bekerja sama dalam upaya
memberantas korupsi, serta kemungkinan dibentuknya koalisi dari partai
politik untuk melawan korupsi. Selama ini pemberantasan korupsi hanya
dijadikan sebagai bahan kampanye untuk mencaridukungan saja tanpa ada
realisasinya dari partai politik yang bersangkutan. Gerakanrakyat ini
diperlukan untuk menekan pemerintah dan sekaligus memberikan
dukungan moral agar pemerintah bangkit memberantas korupsi.
3. Gerakan Pembersihan yaitu menciptakan semua aparat hukum
(Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan) yang bersih, jujur, disiplin, dan
bertanggung jawab serta memiliki komitmen yang tinggi dan berani
melakukan pemberantasan korupsi tanpa memandang status sosial untuk
menegakkan hukum dan keadilan. Hal ini dapat dilakukan dengan
membenahi sistem organisasi yang ada dengan menekankan prosedur
structure follows strategy yaitu dengan menggambar struktur organisasi
yang sudah ada terlebih dahulu kemudian menempatkan orang-orang
sesuai posisinya masing-masing dalam struktur organisasi tersebut.
4. Gerakan Moral yang secara terus menerus mensosialisasikan bahwa
korupsi adalah kejahatan besar bagi kemanusiaan yang melanggar harkat
dan martabat manusia. Melalui gerakan moral diharapkan tercipta kondisi
lingkungan sosial masyarakat yang sangat menolak, menentang, dan
menghukum perbuatan korupsi dan akan menerima, mendukung, dan
menghargai perilaku anti korupsi. Langkah ini antara lain dapat dilakukan
melalui lembaga pendidikan, sehingga dapat terjangkau seluruh lapisan
masyarakat terutama generasi muda sebagai langkah yang efektif
membangun peradaban bangsa yang bersih dari moral korup.
5. Gerakan Pengefektifan Birokrasi yaitu dengan menyusutkan jumlah
pegawai dalam pemerintahan agar didapat hasil kerja yang optimal dengan
jalan menempatkan orang yang sesuai dengan kemampuan dan
keahliannya. Dan apa bila masih ada pegawai yang melakukan korupsi,
dilakukan tindakan tegas dan keras kepada mereka yang telah terbukti
bersalah dan bilamana perlu dihukum mati karena korupsi adalah
kejahatan terbesar bagi kemanusiaan dan siapa saja yang melakukan
korupsi berarti melanggar harkat dan martabat kehidupan.

2.8 Teori Partisipasi

Partisipasi adalah ke ikut sertaan, peran serta tau keterlibatan yang


berkaitan dengan keadaaan lahiriahnya ( Sastropoetro;1995 ). Pengertian prinsip
partisipasi adalah masyarakat berperan secara aktif dalam proses atau alur tahapan
program dan pengawasannya, mulai dari tahap sosialisasi, perencanaan,
pelaksanaan, dan pelestarian kegiatan dengan memberikan sumbangan tenaga,
pikiran, atau dalam bentuk materi ( PTO PNPM PPK, 2007 ). ( Theodorson dalam
Mardikanto 1994 ) mengemukakan bahwa dalam pengertian sehari-hari,
partisipasi merupakan ke ikut sertaan atau keterlibatan seseorang individu atau
warga masyarakat dalam suatu kegiatan tertentu. Ke ikut sertaan atau keterlibatan
yang dimaksud di sini bukanlah bersifat pasif tetapi secara aktif ditujukan oleh
yang bersangkutan. Oleh karena itu, partisipasi akan lebih tepat diartikan sebagi
ke ikut sertaan seseorang didalam suatu kelompok sosial untuk mengambil bagian
dalam kegiatan masyarakatnya, di luar pekerjaan atau profesinya sendiri.

Faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap tumbuh dan berkembangnya


partisipasi dapat didekati dengan beragam pendekatan disiplin keilmuan. Menurut
konsep proses pendidikan, partisipasi merupakan bentuk tanggapan atau responses
atas rangsangan-rangsangan yang diberikan, yang dalam hal ini tanggapan
merupakan fungsi dari manfaat (rewards) yang dapat diharapkan (Berlo, 1961).

 Syarat tumbuh partisipasi


Margono Slamet (1985) menyatakan bahwa tumbuh dan berkembangnya
partisipasimasyarakat, sangat ditentukan oleh 3 (tiga) unsur pokok, yaitu:
1). Adanya kemauan yang diberikan kepada masyarakat untuk
berpartisipasi.
2). Adanya kesempatan masyarakat untuk berpartisipasi.
3). Adanya kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi.

 Bentuk-bentuk partisipasi
Hamijoyo membedakan bentuk partisipasi ke dalam 6 bentuk yaitu
(Hamijoyo,1979:6)

1. Partisipasi buah pikiran Partisipasi ini diwujudkan dengan memberikan


pengalaman dan pengetahuan guna mengembangkan kegiatan yang
diikutinya. Sumbangan pemikiran diarahkan kepada penataan cara
pelayanan dari lembaga atau badan yang ada, sehingga dapat berfungsi
sosial secara aktif dalam pemenuhuan kebutuhan anggota masyrakat.
2. Partisipasi tenaga partisipasi jenis ini diberikan dalam bentuk tenaga untuk
pelaksanaan usaha-usaha yang dapat menunjang keberhasilan dari suatu
kegiatan.
3. Partisipasi keterampilan jenis keterampilan ini adalah memberikan
dorongan melalui keterampilan yang dimilikinya kepada anggota
masyarakat lain yang membutuhkannya. Kegiatan ini biasanya diadakan
dalam bentuk latihan bagi anggota masyrakat. Partisi paso ini
padaumumnya bersifat membina masyarakat agar dapat memiliki
kemampuan mememnuhi kebutuhannya.
4. Partisipasi uang Partisipasi ini adalah untuk memperlancar usaha-usaha
bagi pencapaian kebutuhan masyarakat yang memerlukan bantuan.
5. Partisipasi harta benda Diberikan dalam bentuk menyumbangkan harta
benda, biasanya berupa perkakas, alat-alat kerja bagi yang dijangkau oleh
badan pelayanan tersebut.
6. Partisipasi social partisipasi jenis ini diberikan oleh partisipan sebagai
tanda paguyuban, misalnya arisan, menghadiri kematian, berkecimpung
dalam sutu kegiatan dan lain-lain.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Korupsi merupakan tindakan buruk yang dilakukan oleh aparatur birokrasi


serta orang-orang yang berkompeten dengan birokrasi. Korupsi dapat bersumber
dari kelemahan-kelemahan yang terdapat pada sistem politik dan sistem
administrasi negara dengan birokrasi sebagai prangkat pokoknya. Keburukan
hukum merupakan penyebab lain meluasnya korupsi. Seperti halnya delik-delik
hukum yang lain, delik hukum yang menyangkut korupsi di Indonesia masih
begitu rentan terhadap upaya pejabat-pejabat tertentu untuk membelokkan hukum
menurut kepentingannya. Dalam realita di lapangan, banyak kasus untuk
menangani tindak pidana korupsi yang sudah diperkarakan bahkan terdakwa pun
sudah divonis oleh hakim, tetapi selalu bebas dari hukuman. Itulah sebabnya
kalau hukuman yang diterapkan tidak drastis, upaya pemberantasan korupsi dapat
dipastikan gagal. Meski demikian, pemberantasan korupsi jangan menajadi jalan
tak ada ujung, melainkan jalan itu harus lebih dekat ke ujung tujuan. Upaya-upaya
untuk mengatasi persoalan korupsi dapat ditinjau dari struktur atau sistem sosial,
dari segi yuridis, maupun segi etika atau akhlak manusia.

3.2 Saran

Pemberantasan dan pencegahan korupsi haruslah dilakukan dari atas atau


“top political will” secara konsisten dari para penyelenggara negara.
Pemberantasan tindak pidana korupsi harus tetap berpegang pada Undang-undang
korupsi yang telah berlaku dengan mengedepankan pertanggung jawaban pidana
terlebih dahulu kemudian pertanggung jawaban secara perdata. Peraturan
perundang-undangan pemberantasan korupsi yang jelas dengan sanksi yang dapat
menimbulkan kejeraan serta proses peradilan yang cepat dan transparan.
DAFTAR PUSTAKA

1. UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

2. Drehel, Axel and Christos Kotsogiannis.Corruption Around the World:


Evidence from aStructural Mode 2004

3. Hartanti, Evi Tindak Pidana Korupsi Jakarta: Sinar Grafika, 2006

4. MuzadiH. MENUJU INDONESIA BARU, Strategi Pemberantasan Tindak


Pidana Korupsi Malang : Bayumedia Publishing. 2004

Anda mungkin juga menyukai