Anda di halaman 1dari 19

Tugas

Individu

Dosen Pengampu :
Bendriwati Maharmi, ST. MT

MAKALAH BAHASA INDONESIA


UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA

INDRA
NIM. 141123025

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO S1


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI PEKANBARU
PEKANBARU
2015

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah
memberikan kekuatan dan kemampuan sehingga makalah ini bisa selesai tepat
pada waktunya. Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk
memenuhi tugas Mata Kuliah Bahasa Indonesia. Tugas makalah ini Mengenai
pembahasan Upaya Pemberantasan Korupsi di Indonesia
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dan mendukung dalam penyusunan makalah ini.
Penulis sadar makalah ini belum sempurna dan memerlukan berbagai
perbaikan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat dibutuhkan.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca
dan semua pihak.
Pekanbaru, Mei 2015
Penulis,

Indra

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................

DAFTAR ISI....................................................................................................

ii

BAB I

PENDAHULUAN........................................................................

1.1 Latar Belakang Masalah..........................................................

1.2 Rumusan Masalah....................................................................

1.3 Tujuan .....................................................................................

PEMBAHASAN...........................................................................

BAB II

2.1 Pengertian Korupsi..................................................................


4
2.2 Gambaran Umum Korupsi di Indonesia..................................
4
2.3 Penggunaan Teknologi Informasi Dalam Memperkuat
Pembuktian Kasus Korupsi.....................................................
5
2.4 Usaha KPK Dalam Mengatasi Korupsi...................................
6
2.5 Persepsi Masyarakat tentang Korupsi......................................
7
2.6 Fenomena Korupsi di Indonesia..............................................
8
2.7 Peran Serta Pemerintah dalam Memberantas Korupsi...........
9
2.8 Upaya yang Dapat Ditempuh dalam Pemberantasan
Korupsi....................................................................................
9
2.8.1 Upaya Pencegahan (Preventif).......................................
10
2.8.2 Upaya Penindakan (Kuratif)..........................................
10

2.8.3 Upaya Edukasi Masyarakat/Mahasiswa.........................


11
2.8.4 Upaya Edukasi LSM (Lembaga Swadaya
Masyarakat)...................................................................
12
BAB III

PENUTUP.....................................................................................

13

3.1 Kesimpulan..............................................................................

13

3.2 Saran.........................................................................................

14

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kemajuan suatu negara sangat ditentukan oleh kemampuan dan
keberhasilannya dalam melaksanakan pembangunan. Pembangunan sebagaisuatu
proses perubahan yang direncanakan mencakup semua aspek kehidupan
masyarakat. Efektifitas dan keberhasilan pembangunan terutama ditentukan oleh
dua faktor, yaitu sumber daya manusia, yakni (orang-orang yang terlibatsejak dari
perencanaan samapai pada pelaksanaan) dan pembiayaan. Diantaradua faktor
tersebut yang paling dominan adalah faktor manusianya.Indonesia merupakan
salah satu negara terkaya di Asia dilihat dari keanekaragaman kekayaan sumber
daya alamnya. Tetapi ironisnya, negaratercinta ini dibandingkan dengan negara
lain di kawasan Asia bukanlah merupakan sebuah negara yang kaya malahan
termasuk negara yang miskin.Mengapa demikian? Salah satu penyebabnya adalah
rendahnya kualitas sumber daya manusianya. Kualitas tersebut bukan hanya dari
segi pengetahuan atau intelektualnya tetapi juga menyangkut kualitas moral dan
kepribadiannya. Rapuhnya moral dan rendahnya tingkat kejujuran dari aparat
penyelenggara negara menyebabkan terjadinya korupsi.Korupsi di Indonesia
dewasa ini sudah merupakan patologi social (penyakit social) yang sangat
berbahaya yang mengancam semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara. Korupsi telah mengakibatkan kerugian materiil keuangan negara
yang sangat besar. Namun yang lebih memprihatinkan lagi adalah terjadinya
perampasan dan pengurasankeuangan negara yang dilakukan secara kolektif oleh
kalangan anggotalegislatif dengan dalih studi banding, THR, uang pesangon dan

lainsebagainya di luar batas kewajaran. Bentuk perampasan dan pengurasan


keuangan negara demikian terjadi hampir di seluruh wilayah tanah air. Hal
itumerupakan cerminan rendahnya moralitas dan rasa malu, sehingga yang
menonjol adalah sikap kerakusan dan aji mumpung. Persoalannya adalah
dapatkah korupsi diberantas? Tidak ada jawaban lain kalau kita ingin maju, adalah
korupsi harus diberantas. Jika kita tidak berhasil memberantas korupsi,atau paling
tidak mengurangi sampai pada titik nadir yang paling rendahmaka jangan harap
Negara ini akan mampu mengejar ketertinggalannya dibandingkan negara lain
untuk menjadi sebuah negara yang maju. Karenakorupsi membawa dampak
negatif yang cukup luas dan dapat membawa negara ke jurang kehancuran.
Tindak perilaku korupsi akhir-akhir ini makin marak dipublikasikan di
media massa maupun media cetak. Tindak korupsi ini mayoritas dilakukan oleh
para pejabat tinggi negara yang sesungguhnya dipercaya oleh masyarakat luas
untuk memajukan kesejahteraan rakyat sekarang malah merugikan negara. Hal ini
tentu saja sangat memprihatinkan bagi kelangsungan hidup rakyat yang dipimpin
oleh para pejabat yang terbukti melakukan tindak korupsi. Maka dari itu, di sini
kami akan membahas tentang korupsi di Indonesia dan upaya untuk
memberantasnya.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun beberapa rumusan masalah yang kami angkat adalah sebagai
berikut :
1.
2.
3.
4.
5.

Apa yang dimaksud dengan korupsi ?


Gambaran umum tentang korupsi di Indonesia Dan Jenis Jenis Korupsi ?
Bagaimana persepsi masyarakat tentang korupsi ?
Bagaimana fenomena korupsi di Indonesia ?
Kebijakan Pemerintah Dalam Pemberantasan Korupsi ?
2

6. Peran Serta Pemerintah dalam Memberantas Korupsi


7. Peran Serta Mayarakat Dalam Upaya Pemberantasan Korupsi Di Indonesia ?
8. Upaya upaya yang harus di lakukan dalam pemberantasan korupsi di
indonesia.?

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Mengetahui pengertian dari korupsi.


Mengetahui gambaran umum tentang korupsi yang ada di Indonesia.
Mengetahui persepsi masyarakat tentang korupsi.
Mengetahui fenomena korupsi di Indonesia.
Mengetahui peran serta pemerintah dalam memberantas korupsi.
Mengetahui upaya yang dapat ditempuh dalam pemberantasan korupsi.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Korupsi
Kata korupsi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, berarti
penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau perusahaaan) dan sebagainya
untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Perbuatan korupsi selalu mengandung
unsur penyelewengan atau dis-honest (ketidakjujuran). Sesuai dengan UndangUndang Nomor 28Tahun 1999 tentang Penyelewengan Negara yang Bersih dan
Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme dise-butkan bahwa korupsi adalah
tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan per-aturan perundangundangan yang mengatur tentang pidana korupsi.
2.2 Gambaran Umum Korupsi di Indonesia
Korupsi di Indonsia dimulai sejak era Orde Lama sekitar tahun 1960-an
bahkan sangat mungkin pada tahun-tahun sebelumnya. Pemerintah melalui
Undang-Undang Nomor 24 Prp 1960 yang diikuti dengan dilaksanakannya
Operasi Budhi dan Pembentukan Tim Pemberantasan Korupsi berdasarkan
Keputusan Presiden Nomor 228 Tahun 1967 yang dipimpin langsung oleh Jaksa
Agung, belum membuahkan hasil nyata.
Pada era Orde Baru, muncul Undang-Undang Nomor3 Tahun 1971 dengan
Operasi Tertibyang dilakukan Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan
Ketertiban (Kopkamtib), namun dengan kemajuan iptek, modus operandi korupsi
semakin

canggih

dan

rumit

sehingga

Undang-Undang

tersebut

gagal

dilaksanakan. Selanjutnya dikeluarkan kembali Undang-Undang Nomor 31 Tahun


1999.
Upaya-upaya hukum yang telah dilakukan pemerintah sebenarnya sudah
cukup banyak dan sistematis. Namun korupsi di Indonesia semakin banyak sejak
akhir 1997 saat negara mengalami krisis politik, sosial, kepemimpinan, dan
kepercayaan yang pada akhirnya menjadi krisis multidimensi. Gerakan reformasi
yang menumbangkan rezim Orde Baru menuntut antara lain ditegakkannya
supremasi hukum dan pemberantasan Korupsi, Kolusi & Nepotisme (KKN).
Tuntutan tersebut akhirnya dituangkan di dalam Ketetapan MPR Nomor
IV/MPR/1999

&

Undang-Undang

Nomor

28

Tahun

1999

tentang

Penyelenggaraan Negara yang Bersih & Bebas dari KKN.


2.3 Penggunaan Teknologi Informasi Dalam Memperkuat Pembuktian Kasus
Korupsi
Penegak hukum di Indonesia, dalam hal ini Kepolisian, Kejaksaan, dan
Komisi Pemberantasan Korupsi sama-sama diberi kewenangan melakukan
penyadapan. Dan tidak seperti yang dipersepsikan banyak orang, para penegak
hukum tidak bisa sekehendak hatinya menggunakan instrumen yang sensitif ini.
Bagi KPK, penyadapan hanya dapat dilakukan setelah ada surat tugas yang
ditandatangani Pimpinan KPK yang menganut kepemimpinan kolektif di antara
lima komisionernya. Sedangkan keputusan untuk melakukan penyadapan
didasarkan pada kebutuhan untuk memperkuat alat bukti dalam kegiatan
penyelidikan. Penyelidikan itu sendiri dilakukan setelah kegiatan pengumpulan
data dan keterangan dilakukan setelah ditemukan indikasi tindak pidana korupsi.
Dengan demikian, penyadapan bukan merupakan langkah pertama yang dilakukan

untuk mendapatkan bukti adanya suatu tindak pidana korupsi, dan keputusan
untuk melakukannya bukanlah keputusan yang mudah.
2.4 Usaha KPK Dalam Mengatasi Korupsi
KPK berusaha melaksanakan tugas yang diamanahkan oleh undangundang dengan semaksimal mungkin memanfaatkan kewenangan yang ada.
Karena itu Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik akan kami cermati
sebagai salah satu aturan yang harus ditaati dan dilaksanakan.
Dalam penjelasan umum Undang-Undang tentang KPK disebutkan
bahwa : ..Tindak pidana korupsi yang meluas dan sistematis juga
merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan hak-hak ekonomi
masyarakat, dan karena itu semua maka tindak pidana korupsi tidak lagi dapat
digolongkan sebagai kejahatan biasa melainkan telah menjadi suatu kejahatan luar
biasa.
Dari keinginan rakyat yang diterjemahkan dalam undang-undang yang
menyatakan bahwa korupsi merupakan kejahatan luar biasa, seharusnya
membawa implikasi pada penanganan korupsi dengan cara-cara yang luar biasa
pula sekalipun tetap dalam koridor aturan hukum yang berlaku.
Terkait dengan kontroversi penyadapan dalam penindakan korupsi kita
dapat mengambil penyadapan atas kasus terorisme sebagai pembanding. POLRI
telah lama melakukan penyadapan untuk kasus terorisme dan tidak pernah ada
yang mempermasalahkannya. Besar kemungkinan karena kita sudah memahami
bahaya terorisme. Hal ini menjadi tantangan bagi KPK untuk lebih giat
menyampaikan betapa seriusnya implikasi dari korupsi ini. Betapa besar ongkos
sosial korupsi yang harus dibayar seluruh rakyat Indonesia. Ketika seorang

Penyelenggara Negara menerima suap, uang suap itu masih bisa berperan dalam
memutar roda perekonomian negara, sebagian bisa digunakan untuk membantu
orang lain, atau bahkan disumbangkan ke lembaga keagamaan. Namun yang
selama ini kurang kita sadari kerusakan sudah terjadi, ketika seseorang
dibiarkan melanggar aturan yang ditetapkan dengan tujuan-tujuan tertentu karena
dia telah menyuap, entah itu membabat hutan, memasukkan barang ilegal,
menjual obat palsu, atau ribuan jenis lain pelanggaran yang pada akhirnya akan
bermuara pada kesengsaraan rakyat Indonesia.
2.5 Persepsi Masyarakat tentang Korupsi
Rakyat kecil yang tidak memiliki alat pemukul guna melakukan koreksi
dan memberikan sanksi pada umumnya bersikap acuh tak acuh. Namun yang
paling menyedihkan adalah sikap rakyat menjadi apatis dengan semakin
meluasnya praktik-praktik korupsi oleh beberapa oknum pejabat lokal, maupun
nasional.
Kelompok mahasiswa sering menanggapi permasalahan korupsi dengan
emosi dan demonstrasi. Tema yang sering diangkat adalah penguasa yang korup
dan derita rakyat. Mereka memberikan saran kepada pemerintah untuk
bertindak tegas kepada para korup-tor. Hal ini cukup berhasil terutama saat
gerakan reformasi tahun 1998. Mereka tidak puas terhadap perbuatan manipulatif
dan koruptif para pejabat. Oleh karena itu, mereka ingin berpartisipasi dalam
usaha rekonstruksi terhadap masyarakat dan sistem pemerin-tahan secara
menyeluruh, mencita-citakan keadilan, persamaan dan kesejahteraan yang merata.

2.6 Fenomena Korupsi di Indonesia


Fenomena umum yang biasanya terjadi di negara berkembang contohnya
Indonesia ialah:
1. Proses modernisasi belum ditunjang oleh kemampuan sumber daya manusia
pada lembaga-lembaga politik yang ada.
2. Institusi-institusi politik yang ada masih lemah disebabkan oleh mudahnya
oknum lembaga tersebut dipengaruhi oleh kekuatan bisnis/ekonomi, sosial,
keagamaan, kedaerahan, kesukuan, dan profesi serta kekuatan asing lainnya.
3. Selalu muncul kelompok sosial baru yang ingin berpolitik, namun sebenarnya
banyak di antara mereka yang tidak mampu.
4. Mereka hanya ingin memuaskan ambisi dan kepentingan pribadinya dengan
dalih kepentingan rakyat.
Sebagai akibatnya, terjadilah runtutan peristiwa sebagai berikut :
1. Partai politik sering inkonsisten, artinya pendirian dan ideologinya sering
berubah-ubah sesuai dengan kepentingan politik saat itu.
2. Muncul pemimpin yang mengedepankan kepentingan pribadi daripada
kepentingan umum.
3. Sebagai oknum pemimpin politik, partisipan dan kelompoknya berlombalomba mencari keuntungan materil dengan mengabaikan kebutuhan rakyat.
4. Terjadi erosi loyalitas kepada negara karena menonjolkan pemupukan harta
dan kekuasaan. Dimulailah pola tingkah para korup.
5. Sumber kekuasaan dan ekonomi mulai terkonsentrasi pada beberapa
kelompok kecil yang mengusainya saja. Derita dan kemiskinan tetap ada pada
kelompok masyarakat besar (rakyat).

6. Lembaga-lembaga politik digunakan sebagai dwi aliansi, yaitu sebagai sektor


di bidang politik dan ekonomi-bisnis.
7.

Kesempatan korupsi lebih meningkat seiring dengan semakin meningkatnya


jabatan dan hirarki politik kekuasaan.

2.7 Peran Serta Pemerintah dalam Memberantas Korupsi


Partisipasi dan dukungan dari masyarakat sangat dibutuhkan dalam
mengawali upaya-upaya pemerintah melalui KPK (Komisi Pemberantasan
Korupsi) dan aparat hukum lain.
KPK yang ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002
Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi untuk mengatasi,
menanggulangi, dan memberantas korupsi, merupakan komisi independen yang
diharapkan mampu menjadi martil bagi para pelaku tindak KKN.
Adapun agenda KPK adalah sebagai berikut :
1. Membangun kultur yang mendukung pemberantasan korupsi.
2. Mendorong

pemerintah

melakukan

reformasi

public

sector

dengan

mewujudkan good governance.


3. Membangun kepercayaan masyarakat.
4. Mewujudkan keberhasilan penindakan terhadap pelaku korupsi besar.
5. Memacu aparat hukum lain untuk memberantas korupsi.
2.8 Upaya yang Dapat Ditempuh dalam Pemberantasan Korupsi
Ada beberapa upaya yang dapat ditempuh dalam memberantas tindak
korupsi di Indone-sia, antara lain sebagai berikut :

1. Upaya pencegahan (preventif).


2. Upaya penindakan (kuratif).
3. Upaya edukasi masyarakat/mahasiswa.
4. Upaya edukasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat).
2.8.1 Upaya Pencegahan (Preventif)
1. Menanamkan semangat nasional yang positif dengan mengutamakan
pengabdian pada bangsa dan negara melalui pendidikan formal, informal dan
agama.
2. Melakukan penerimaan pegawai berdasarkan prinsip keterampilan teknis.
3. Para pejabat dihimbau untuk mematuhi pola hidup sederhana dan memiliki
tang-gung jawab yang tinggi.
4. Para pegawai selalu diusahakan kesejahteraan yang memadai dan ada jaminan
masa tua.
5. Menciptakan aparatur pemerintahan yang jujur dan disiplin kerja yang tinggi.
6. Sistem keuangan dikelola oleh para pejabat yang memiliki tanggung jawab
etis tinggi dan dibarengi sistem kontrol yang efisien.
7. Melakukan pencatatan ulang terhadap kekayaan pejabat yang mencolok.
8. Berusaha melakukan reorganisasi dan rasionalisasi organisasi pemerintahan
melalui penyederhanaan jumlah departemen beserta jawatan di bawahnya.
2.8.2 Upaya Penindakan (Kuratif)
Upaya penindakan, yaitu dilakukan kepada mereka yang terbukti
melanggar dengan dibe-rikan peringatan, dilakukan pemecatan tidak terhormat
dan dihukum pidana. Beberapa contoh penindakan yang dilakukan oleh KPK :

10

1. Dugaan korupsi dalam pengadaan Helikopter jenis MI-2 Merk Ple Rostov
Rusia milik Pemda NAD (2004).
2. Menahan Konsul Jenderal RI di Johor Baru, Malaysia, EM. Ia diduga
melekukan pungutan liar dalam pengurusan dokumen keimigrasian.
3. Dugaan korupsi dalam Proyek Program Pengadaan Busway pada Pemda
DKI Jakarta (2004).
1. Dugaan penyalahgunaan jabatan dalam pembelian tanah yang merugikan
keuang-an negara Rp 10 milyar lebih (2004).
2. Dugaan korupsi pada penyalahgunaan fasilitas preshipment dan placement
3.
4.
5.
6.

deposito dari BI kepada PT Texmaco Group melalui BNI (2004).


Kasus korupsi dan penyuapan anggota KPU kepada tim audit BPK (2005).
Kasus penyuapan panitera Pengadilan Tinggi Jakarta (2005).
Kasus penyuapan Hakim Agung MA dalam perkara Probosutedjo.
Menetapkan seorang bupati di Kalimantan Timur sebagai tersangka dalam
kasus korupsi Bandara Loa Kolu yang diperkirakan merugikan negara sebesar

Rp 15,9 miliar (2004).


7. Kasus korupsi di KBRI Malaysia (2005).
2.8.3 Upaya Edukasi Masyarakat/Mahasiswa
1. Memiliki tanggung jawab guna melakukan partisipasi politik dan kontrol
sosial terkait dengan kepentingan publik.
2. Tidak bersikap apatis dan acuh tak acuh.
3. Melakukan kontrol sosial pada setiap kebijakan mulai dari pemerintahan desa
hingga ke tingkat pusat/nasional.
4. Membuka wawasan seluas-luasnya pemahaman tentang penyelenggaraan
peme-rintahan negara dan aspek-aspek hukumnya.
5. Mampu memposisikan diri sebagai subjek pembangunan dan berperan aktif
dalam setiap pengambilan keputusan untuk kepentingan masyarakat luas.

11

2.8.4 Upaya Edukasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat)


1. Indonesia Corruption Watch (ICW) adalah organisasi non-pemerintah yang
meng-awasi dan melaporkan kepada publik mengenai korupsi di Indonesia
dan terdiri dari sekumpulan orang yang memiliki komitmen untuk
memberantas korupsi melalui usaha pemberdayaan rakyat untuk terlibat
melawan praktik korupsi. ICW lahir di Jakarta pada tanggal 21 Juni 1998 di
tengah-tengah gerakan reformasi yang meng-hendaki pemerintahan pascaSoeharto yg bebas korupsi.
2. Transparency International (TI) adalah organisasi internasional yang bertujuan
memerangi korupsi politik dan didirikan di Jerman sebagai organisasi nirlaba
se-karang menjadi organisasi non-pemerintah yang bergerak menuju
organisasi yang demokratik. Publikasi tahunan oleh TI yang terkenal adalah
Laporan Korupsi Global. Survei TI Indonesia yang membentuk Indeks
Persepsi Korupsi (IPK) In-donesia 2004 menyatakan bahwa Jakarta sebagai
kota terkorup di Indonesia, disusul Surabaya, Medan, Semarang dan Batam.
Sedangkan survei TI pada 2005, In-donesia berada di posisi keenam negara
terkorup di dunia. IPK Indonesia adalah 2,2 sejajar dengan Azerbaijan,
Kamerun, Etiopia, Irak, Libya dan Usbekistan, serta hanya lebih baik dari
Kongo, Kenya, Pakistan, Paraguay, Somalia, Sudan, Angola, Nigeria, Haiti &
Myanmar. Sedangkan Islandia adalah negara terbebas dari korupsi.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

12

Dari teori yang telah kami sajikan, dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut :
1. Korupsi adalah penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau
perusahaaan) dan sebagainya untuk keuntungan pribadi atau orang lain serta
selalu mengandung unsur penyelewengan atau dishonest (ketidakjujuran).
2. Korupsi di Indonsia dimulai sejak era Orde Lama sekitar tahun 1960-an
bahkan sangat mungkin pada tahun-tahun sebelumnya. Korupsi di Indonesia
semakin banyak sejak akhir 1997 saat negara mengalami krisis politik, sosial,
kepemimpinan dan kepercayaan yang pada akhirnya menjadi krisis
multidimensi.
3. Rakyat kecil umumnya bersikap apatis dan acuh tak acuh. Kelompok
mahasiswa sering menanggapi permasalahan korupsi dengan emosi dan
demonstrasi.
4. Fenomena umum yang biasanya terjadi di Indonesia ialah selalu muncul
kelom-pok sosial baru yang ingin berpolitik, namun sebenarnya banyak di
antara mereka yang tidak mampu. Mereka hanya ingin memuaskan ambisi dan
kepentingan pri-badinya dengan dalih kepentingan rakyat.
5. Peran serta pemerintah dalam pemberantasan korupsi ditunjukkan dengan
KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dan aparat hukum lain. KPK yang
ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi untuk mengatasi, menanggulangi dan
memberantas korupsi.
6. Ada beberapa upaya yang dapat ditempuh dlam memberantas tindak korupsi
di Indonesia, antara lain :upaya pencegahan (preventif), upaya penindakan
(kuratif), upaya edukasi masyarakat/mahasiswa dan upaya edukasi LSM
(Lembaga Swadaya Masyarakat).
3.2 Saran

13

Perlu dikaji lebih dalam lagi tentang teori upaya pemberantasan korupsi di
Indonesia agar mendapat informasi yang lebih akurat.
Diharapkan para pembaca setelah membaca makalah ini mampu
mengaplikasikannya di dalam kehidupan sehari-hari.

14

DAFTAR PUSTAKA
Budiyanto, Drs. MM. 2006. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Erlangga
Komisi Pemberantasan Korupsi (2008), Survei Persepsi Masyarakat Terhadap
KPK dan Korupsi Tahun 2008.
Transparency International (2008), Transparency International 2008 Corruption
Perceptions Index Immediate Release.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah
dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik.
Mauro, Paolo (1995), Corruption and Growth, The Quarterly Journal of
Economics, August 1995.
Campos, Edgardo and Pradhan, Sanjay (1999), The impact of corruption on
investment: predictability matters.
Wei, Shang-Jin; Smarzynska, Beata (2000), Corruption and the Composition of
Foreign Direct Investment: firm-level evidence, World Bank Working
Paper No. 2360.
Kaufmann, Daniel, Aart Kraay, and Pablo Zoido-Lobaton (1999), Governance
Matters, World Bank Policy Research Working Paper No. 2196.

15

Anda mungkin juga menyukai