Anda di halaman 1dari 18

DEFENISI DAN PERKEMBANGAN ANTI KORUPSI DI INDONESA

DAN LUAR NEGERI

UNTUK MEMENUHI TUGAS ANTI KORUPSI

Dosen pengampu: BD.OKNALIATA SIMBOLON Str,keb,Mtr.keb

DI SUSUN OLEH : DORA CHYSTINA MANIK

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATA BARU PRODI D3 KEPERAWATAN


KEBIDANAN BUKIT INSPIRASI SIPALAKKI KECAMATAN DOLOKSANGGUL
KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN T.A 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT yang mana atas berkat
rahmat dan karunianya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “korupsi
di Sektor Publik” ini tepat pada waktunya.Penyusunan makalah ini bertujuan
untuk memenuhi salah satu tugas mata KuliahPendidikan Anti Korupsi sebagai
nilai tugas dari Dosen pengampu mata kuliah Ibu BD.OKNALIATA SIMBOLON
Str,keb,Mtr.keb.Kami menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari
sempurna, mengingatke t e rb a t a sa n p en ge t a hua n d a n pe n ga lama n ya n g
ka mi mi li ki . Ole h k a re n a i t u, ka mi me ngha ra p ka n kri t i k d a n sa ra n ya n g
si fa t n ya me mb a n gun d a ri b e rb a ga i p i ha k d e mi kesempurnaan Makala saya
ini.Besar harapan kami, semoga pembuatan makalah ini ada manfaatnya bagi
pembaca,khususnya bagi mahasiswa.

Penulis 13,September,2022

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1
A. Latar belakang...........................................................................................1
B. Rumusan masalah...................................................................................1
C. Tujuan masalah.........................................................................................2
BAB II LANDASAN TEORI................................................................................3
A. Pengertian penyuluhan antikorupsi........................................................3
B. Rencana penyuluhan antikorupsi..........................................................4
C. Pengorganisasian penyuluhan antikorupsi..............................................5
D. Metode Penyuluhan antikorupsi..............................................................5
E. Media yang dilakukan penyuluhan antikorupsi....................................11
F. Evaluasi penyuluhan antikorupsi….......................................................13
BAB III PENUTUP..............................................................................................16
A. Kesimpulan......................................................................................................16
B. Saran....................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................17

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Korupsi telah menjadi perhatian semua pihak pada saat ini. Bentuk bentuk dan
perwujudan korupsi jauh lebih banyak daripada kemampuan untuk melukiskannya. Iklim yang
diciptakan oleh korupsi menguntungkan bagi tumbuh suburnya berbagai kejahatan Kasus
korupsi sudah tidak terhitung lagi jumlahnya. Kasus terjadinya korupsi dari hari kehari kian
marak. Bahkan Korupsi dianggap biasa dan dimaklumi banyak orang sehingga masyarakat sulit
membedakan nama perbuatan korup dan mana perbuatan yang tidak korup. Meskipun sudah
ada komisi pemberantasan korupsi (KPK) dan beberapa instansi antikorupsi lainnya, faktanya
negeri ini menduduki rangking teratas sebagai negara terkorup di dunia.
Memerangi korupsi bukan cuma menangkapi koruptor. Sejarah mencatat, dari sejumlah
kejadian terdahulu, sudah banyak usaha menangkapi dan menjebloskan koruptor ke penjara.
Era orde baru, yang berlalu, kerap membentuk lembaga pemberangus korupsi. Mulai Tim
Pemberantasan Korupsi di tahun 1967, Komisi Empat pada tahun 1970, Komisi Anti Korupsi
pada 1970, Opstib di tahun 1977, hingga Tim Pemberantas Korupsi. Nyatanya, penangkapan
para koruptor tidak membuat jera yang lain. Koruptor junior terus bermunculan.Upaya
pemberantasan korupsi semata-mata hanya lewat penuntutan korupsi, padahal yang perlu saat
sekarang ini adalah kesadaran setiap orang untuk taat pada undang-undang korupsi. Bangsa
Indonesia sekarang butuh penerus bangsa yang berakhlak mulia, dalam artian mempunyai
sikap dan perilaku yang baik. Kesadaran tersebut membuat pemerintah memutar otak untuk
bagaimana menciptakan hal tersebut. Lebih khusus kepada penanaman nilai antikorupsi pada
setiap individu putra bangsa. Namun masalahnya adalah Membentuk hal tersebut tidaklah
mudah seperti membalikkan telapak tangan.

1
Upaya pencegahan budaya korupsi dimasyarakat terlebih dahulu dapat dilakukan
dengan mencegah berkembangnya mental korupsi pada anak bangsa Indonesia melalui
pendidikan. Semangat antikorupsi yang patut menjadi kajian adalah penanaman pola pikir,

sikap, dan perilaku antikorupsi melalui sekolah, karena sekolah adalah proses pembudayaan.
Sedikit sekali upaya untuk pencegahan korupsi, salah satunya yaitu lewat pendidikan
antikorupsi.

1.2 Rumusan Masalah


a.Apapengertian antikorupsi ?
b. bagaimana sejarah antikorupsi di indonesia?
c. bagaimana sejarah antikorupsi di singapura?
d. apa itu struktur CPIB singapura ?
e.pencegahan dan pemberantasan korupsi di singapura?

1.3.Tujuan
a. Untuk mengetahui pengertian arti dari korupsi
b. Untuk mengetahui penyebab dan kondisi yang mendukung munculnya Korupsi
c. Untuk mengetahui dampak negatif dari korupsi
d. Untuk mengetahui nilai dan prinsip anti korupsi itu

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. defenisi antikorupsi?


Adanya Lembaga anti korupsi sebenarnya sangat efektif dan juga penting untuk
Indonesia. Karena dengan adanya lembaga ini paling tidak kasus kasus korupsi bisa
diminimalisir secara cepat. Selain itu adanya hukuman dan juga monitor terhadap tersangka
pelaku korupsi akan bisa memberikan efek takut dan jera pada orang orang lain yang
mungkin saja ingin melakukan korupsi ke depannya. Secara garis besar, adanya lembaga anti
korupsi ini memang tidak selalu akan menjamin bahwa semua orang akan berhenti
melakukan korupsi tapi bisa meminimalisir adanya prakter korupsi dan sangat penting untuk
ke depannya.

2.2.sejarah antikorupsi di Indonesia


indonesia memiliki sejarah panjang dalam pemberantasan korupsi. Perlawanan
terhadap korupsi terlihat bahkan sejak awal kemerdekaan.
• orde lama
Pemberantasan korupsi secara yuridis dimulai sejak 1957 dengan dikeluarkannya
Peraturan Penguasa Militer Nomor 6 Tahun 1957 atau PRT/PM/06/1957 tentang Langkah
Pemberantasan Korupsi. Fokus dari peraturan ini adalah menyelidiki politisi yang
menghimpun aset mencurigakan dengan memeriksa rekening pribadi mereka. Tentara juga
diberi kewenangan untuk menyita aset tersangka tapi terbatas pada pelaku korupsi sesudah 9
April 1957. Langkah pemberantasan korupsi ini pun akhirnya menggetarkan banyak pihak.
Namun, Jenderal AH Nasution akhirnya mengaku kesulitan dalam memberantas korupsi.
Berbagai pergejolakan menggoyang langkah pemberantasan korupsi saat itu, termasuk
korupsi di tubuh Angkatan Darat sendiri. Pada tahun 1959, Presiden Soekarno membentuk
Badan Pengawasan Kegiatan Aparatur Negara (Bapekan) yang bertugas mengawasi setiap
aktivitas aparatur negara dan melakukan penelitian. Lembaga ini mendapatkan respon yang
luar biasa di awal kehadirannya. Hingga Juli 1960, tercatat ada 912 laporan korupsi yang
dilaporkan masyakarat di mana 400 di antaranya diproses.

3
Lembaga kedua yang bernama Panitia Retooling Aparatur Negara (Paran) didirikan pada
Januari 1960 dengan persetujuan Soekarno. Lembaga ini diprakarsai dan diketuai oleh AH
Nasution.

Namun, keberadaan dua lembaga ini akhirnya tumpang tindih. Bapekan kemudian
sepakat untuk fokus pada pengawasan dan penelitian aktivitas aparatur negara, sementara
Paran pada penindakan korupsi. Bapekan kemudian dibubarkan pada Mei 1962. Sementara,
Paran dibubarkan saat lembaga ini baru menangani 10 persen dari kasus mereka pada Mei
1964.

• Orde Baru
Pemberantasan korupsi pada Orde Baru tidak jauh berbeda dari Orde Lama. Bahkan,
korupsi disebut semakin merajalela dan merata hingga ke semua lini kehidupan dan
pemerintahan. Presiden kala itu, Soeharto, terus dituntut untuk menunjukkan keseriusannya
dalam memberantas korupsi. DPR akhirnya mengesahkan UU Nomor 3 Tahun 1971 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Namun, terdapat beberapa kelemahan dalam UU ini,
yaitu tidak berlaku surut dan tidak menempatkan tentara kepada yurisdiksi sipil. Seiring
waktu, UU ini pun terbukti tidak berjalan efektif dalam pemberantasan korupsi. Orde Baru
merupakan rezim yang paling banyak mengeluarkan peraturan karena masa pemerintahannya
yang cukup panjang. Namun, sayangnya, tidak banyak peraturan yang dibuat itu berjalan
efektif. Berikut ini beberapa peraturan yang terbit di masa Orde Baru terkait pemberantasan
korupsi dikutip dari laman Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK): GBHN Tahun 1973 tentang
Pembinaan Aparatur yang Berwibawa dan Bersih dalam Pengelolaan Negara GBHN Tahun
1978 tentang Kebijakan dan Langkah-Langkah dalam rangka Penertiban Aparatur Negara
dari Masalah Korupsi, Penyalahgunaan Wewenang, Kebocoran dan Pemborosan Kekayaan
dan Kuangan Negara, Pungutan-Pungutan Liar serta Berbagai Bentuk Penyelewengan
Lainnya yang Menghambat Pelaksanaan Pembangunan UU Nomor 3 Tahun 1971 tentang
Tindak Pidana Korupsi Keppres Nomor 52 Tahun 1971 tentang Pelaporan Pajak Para Pejabat
dan PNS Inpres Nomor 9 Tahun 1977 tentang Operasi Penertiban UU Nomor 11 Tahun 1980
tentang Tindak Pidana Suap.

4
• Reformasi
Era reformasi yang lahir dari gerakan nasional penyelamatan Indonesia dari Korupsi,
Kolusi dan Nepotisme (KKN) diharap dapat menunjukkan keseriusan dalam pemberantasan
korupsi. Di era Presiden BJ Habibie, pemberantasan korupsi dimulai dengan dikeluarkannya
UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dari KKN. Dengan
berlandaskan UU ini, dibentuklah sejumlah lembaga anti korupsi, seperti Komisi Pengawas
Kekayaan Pejabat Negara (KPKPN).

Pemerintah era BJ Habibie juga mengeluarkan UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang


Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Namun, UU berikut lembaga-lembaga tersebut belum
juga menunjukkan hasil yang signifikan. Di masa pemerintahan Abdurrahman Wahid (Gus
Dur), dibentuk sebuah Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TGPTPK) pada
tahun 2000. Lingkup wilayah kerja tim ini menyasar pejabat penegak hukum dan unsur
masyarakat sipil. Gus Dur bahkan mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 71 Tahun
2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan
dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. PP ini bertujuan untuk
meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pemberantasan korupsi. Mahkamah Agung (MA)
kemudian membatalkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2000, yang menjadi dasar
hukum TGPTPK, atas putusan hak uji aturan hukum yang diajukan salah satu hakim MA.
TGPTPK pun dibubarkan pada Agustus 2001. Di era Presiden Megawati Soekarno Putri,
berbagai kasus korupsi menguap dan berakhir dengan cerita yang tidak memuaskan
masyarakat. Di tengah rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga negara,
pemerintahan Megawati kemudian membentuk Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
(KPTPK) melalui UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi. Lembaga inilah yang menjadi cikal bakal Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Struktur dan kelembagaan KPK berdiri independen dan tidak dipengaruhi kekuasaan manapun.
KPK pun langsung menunjukkan taringnnya dan menjadi lembaga yang ditakuti para pejabat.

5
Meski berpindah rezim, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tetap mempertahankan
KPK. SBY pun membuat gebrakan dengan membentuk Tim Pemberantas Tindak Pidana
Korupsi (TimTas Tipikor) berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 2005. Tim ini
bertanggung jawab langsung kepada presiden. Namun, keberadaan tim ini tidak bertahan lama.
Pertengahan 2007, TimTas Tipikor dibubarkan. Meski begitu, KPK tetap bekerja. Berbagai
kasus korupsi besar dan kecil diungkap. Sederet nama pejabat ikut ditangkap akibat kasus
korupsi. KPK pun mendapatkan hati masyarakat.
2.3.sejarah antikorupsi di singapura
Sejarah Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi di Singapura dengan Pembentukan
CPIB Singapura memiliki lembaga pencegahan dan pemberantasan korupsi yang independen
yang didirikan oleh Pemerintah Kolonial Inggris pada tahun 152 dengan nama Corrupt
Practices Investigation Bureau (CPIB) atau dalam Bahasa Melayu bernama Biro Siasatan
Pencegahan Rasuah.
Biro ini diciptakan secara independen, setelah sebelumnya terintegrasi dengan
Kepolisian Singapura dengan nama Anti-Corruption Branch. Pembentukan CPIB dan
pemisahannya dari Kepolisian Singapura, disebabkan oleh kegagalan Anti-Corruption Branch
of Singapore Police Force dalam menangani kasus korupsi pada pada era sebelum tahun 1959,
setelah terungkapnya skandal pejabat senior Kepolisian Singapura yang menerima suap dari
pedagang opium. Hal itu membuat People’s Action Party yang dipimpin oleh Lee Kwan Yew
menyerukan perang terhadap korupsi dengan semboyan “No one, not even top government
officials are immuned from investigation and pubishment for corruption”. Setelah
kemerdekaan Singapura dari Inggris, Biro ini dipindahkan ke Kantor Perdana Menteri dengan
tugas utama melakukan investigasi terkait korupsi dan kasus kriminal lain yang terindikasi
berhubungan dengan korupsi. Struktur Organisasi CPIB CPIB termasuk ke dalam
struktur Kantor Perdana Menteri. Direktur CPIB membawahi 3 (tiga) departemen, yaitu:
(1) Departemen Operasional Departemen ini terbagi menjadi 2 (dua) divisi, yaitu:
a. Divisi Manajemen dan Dukungan Operasional (semacam Tata Usaha)
b. Divisi Intelijen
(2) Departemen Hubungan Korporasi Departemen ini terbagi menjadi 4 (empat) divisi,
yaitu:

6
a. Divisi Keuangan dan Administrasi
b. Divisi Perencanaan, Kebijakan, dan Hubungan Korporasi
c. Divisi Informasi dan Teknologi
d. Divisi Manajemen dan Pengembangan Sumber Daya Manusia
(3) Departemen Investigasi Departemen ini terbagi menjadi 2 (dua) divisi, yaitu:
a. Divisi Investigasi Khusus
b. Divisi Investigasi Umum
3) Posisi CPIB dalam Struktur Pemerintahan CPIB dalam struktur Republik Singapura
adalah sebagai lembaga independen yang memiliki kewenangan penuh dalam
menangani kasus korupsi di Negara Singapura. Sesuai dengan PCA, Presiden
berwenang menunjuk direktur, deputi direktur, asisten direktur, dan investigator
istimewa yang dianggap layak. Sehingga dalam hal ini CPIB berada pada kendali
Kepala Negara. Sedangkan dalam melakukan aktivitasnya, CPIB memiliki akses
pelaporan langsung kepada Perdana Menteri.
4) Kewenangan CPIB Setelah mendirikan CPIB pada tahun 1959, pada bulan Juni 1960
pemerintah Singapura menetapkan Prevention of Corruption Act (PCA) atau Undang-
undang Pencegahan Korupsi yang ditetapkan pada tahun xxx. Undang-undang tersebut
kemudian diganti pada tanggal 1 Juli 1989 dengan nama Corruption, Drug Trafficking
and Other Serious Crimes (Confiscation of Benefits) Act atau disingkat CBA yang telah
mengalami 33 kali dengan revisi paling terbarunya diundangkan pada tanggal 1 Juli
2013. Undang-undang tersebut pada tahun 2014 ini berusia 25 tahun, tetapi telah
mengalami revisi sebanyak 33 kali.
Hal ini menunjukkan keseriusan Pemerintah Singapura untuk mengakomodasi
segala macam tindak pidana sesuai perkembangan jamannya, sehingga hukum dapat
ditegakkan seadil-adilnya. Secara umum CPIB memiliki kewenangan sebagai berikut:
(1) Kekuasaan Menahan Berdasarkan pasal 15 PCA, CPIB memiliki Investigator
Istimewa (Special Investigator) yang ditunjuk Presiden yang mempunyai
Certificate of
(2) Pemberantasan Korupsi-Bintaro, 26 Februari 2014 Appointment (semacam surat
mandat) yang memberikan kewenangan untuk menahan seseorang yang dicurigai

7
sebagai koruptor tanpa harus menunggu terbitnya surat perintah penahanan,
menyita segala barang yang melekat pada tubuh tersangka atau berada pada lokasi
penangkapan dan tempat lain yang diduga terkait, serta menggiring orang yang
ditangkap tersebut ke kantor CPIB atau kantor polisi. (2) Kekuasaan Investigasi
Berdasarkan pasal 17 PCA, Direktur dan Special Investigator berwenang
melakukan penyidikan dengan segala cara terkait investigasi kepolisian dan
pengaduan tipikor lainnya. Melakukan investigasi tersangka, keluarga tersangka
dan atau lembaga tempat tersangka bekerja dan menguji rekaman keuangan dan
transaksi lainnya. Memanggil para saksi untuk dimintai keterangan. Melakukan
investigasi secara menyeluruh dan memperluas ruang lingkupnya dalam rangka
memperjelas kasus korupsi yang sedang ditanganinya. (3) Kekuasaan Melakukan
Penyelidikan dan Penyitaan Berdasarkan pasal 22 PCA, Direktur CPIB dapat
menerbitkan surat tugas untuk memerintahkan anggotanya mendatangi setiap
tempat/penggerebekan (dengan kekerasan jika perlu) dan untuk mencari, merebut
dan menahan dokumen, artikel atau harta benda terkait tindak pidana korupsi,
atau upaya dan niat konspirasi/persekongkolan terkait tindak pidana korupsi.
Jika petugas CPIB memiliki alasan untuk percaya bahwa setiap keterlambatan
dalam memperoleh surat perintah penggeledahan kemungkinan untuk
menggagalkan obyek pencarian, ia dapat melaksanakan kekuasaan pencarian
tersebut di atas tanpa surat perintah penggeledahan. Kewenangan tersebut terus
berkembang seiring berjalannya waktu dan perkembangan undang-undang yang
telah mengalami 33 kali revisi tersebut. Dalam situs resminya, CPIB
memperkenalkan diri sebagai lembaga pemerintah anti korupsi yang bekerja secara
tegas, jelas, dan tanpa keraguan menggiring semua orang yang bertindak korup ke
pengadilan tanpa memandang status, pangkat, maupun jabatannya. Dalam rangka
membantu menjaga integritas pelayanan publik, CPIB berwenang menangani kasus
korupsi sektor publik dan memberikan pengawasan lebih terhadap aparat yang
pekerjaannya rentan terhadap risiko korupsi. Dalam rangka mendorong praktek
bisnis yang adil, CPIB berwenang menangani kasus korupsi sektor swasta yang
biasanya melibatkan pembayaran atau penerimaan komisi ilegal atau suap, yang,
dalam beberapa kasus, dapat menjadi substantif.

8
Direktur CPIB memberikan laporan langsung kepada Perdana Menteri dan
independen terhadap kepolisian dan lembaga pemerintahan lain untuk mencegah
intervensi atas investigasi yang dilakukannya. CPIB memiliki kewenangan yang
setara dengan Departemen Pertahanan Dalam Negeri Singapura untuk melakukan
penangkapan tersangka korupsi tanpa proses hukum terlebih dahulu. Berdasarkan
pasal 13 PCA, Ketika pelaku korupsi dihukum, pengadilan juga memerintahkan
pembayaran sejumlah denda yang setara dengan jumlah suap yang diterima.
Berdasarkan CBA Bab 65, untuk memastikan terdakwa tidak mendapatkan
keuntungan dari hasil korupsinya, maka pengadilan diperbolehkan menyita
kekayaan terdakwa, jika harta kekayaan tersebut terindikasi didapat dari hasil
korupsi. 5) Definisi Korupsi Berdasarkan The Prevention of Corruption Act
Menurut Pasal 5 PCA, seseorang melakukan pelanggaran korupsi ketika ia, sendiri,
atau dalam hubungannya dengan orang lain:
(1) Secara koruptif meminta, menerima, atau menyetujui untuk menerima
gratifikasi apapun untuk dirinya sendiri, atau untuk orang lain, atau
(2) Secara koruptif memberi, janji, atau menawarkan kepada setiap orang
Pemberantasan Korupsi-Bintaro, 26 Februari 2014 gratifikasi apapun, apakah
untuk kepentingan orang itu atau orang lain, sebagai bujukan atau hadiah kepada
seseorang untuk melakukan atau menahan diri untuk melakukan sesuatu terkait
dengan masalah atau transaksi apapun, perjanjian maupun pengajuan penawaran.
Menurut Pasal 6 PCA, pelanggaran korupsi terjadi ketika:
(1) Pegawai secara koruptif menerima atau memperoleh atau menyetujui untuk
menerima atau berupaya untuk memperoleh, dari setiap orang, untuk dirinya
sendiri atau untuk orang lain, gratifikasi sebagai bujukan atau hadiah untuk
melakukan atau tidak melakukan apa yang harus dilakukan, atau karena telah
melakukan atau tidak melakukan setiap tindakan terkait tupoksi ataupun bisnisnya,
atau untuk menampilkan atau tidak menampilkan persetujuan atau
ketidaksetujuannya terhadap seseorang terkait tupoksi atau bisnisnya.
(2) Setiap orang secara koruptif memberikan atau setuju untuk memberikan atau
menawarkan setiap gratifikasi kepada pegawai sebagai bujukan atau hadiah untuk

9
melakukan atau tidak melakukan yang harus dilakukan, atau karena telah
melakukan atau tidak melakukan setiap tindakan terkait tupoksi ataupun bisnisnya,
atau untuk menampilkan atau tidak menampilkan persetujuan atau
ketidaksetujuannya terhadap seseorang terkait tupoksi atau bisnisnya, atau
(3) Setiap orang dengan sengaja memberikan kepada pegawai, atau jika pegawai
tersebut secara sadar menggunakan dengan maksud melakukan penipuan
permodalan, segala macam penerimaan, rekening maupun dokumen lainnya terkait
permodalan, dan memuat pernyataan palsu atau keliru atau pembelokan dalam
materi tertentu, dan yang dengan sepengetahuannya dimaksudkan untuk
penyalahgunaan permodalan. Siapapun yang ditemukan bersalah karena
melakukan kejahatan berdasarkan Pasal 5 atau 6 dari PCA harus bertanggung
jawab sepenuhnya dengan hukuman denda maksimal $100,000 atau hukuman
penjara maksimal 5 tahun atau keduanya. Menurut Pasal 26 PCA, setiap orang
yang:
(1) Menolak Direktur atau aparat berwenang untuk memasuki atau melakukan
pencarian, memberi akses ke tempat manapun;
(2) Menyerang, menghalangi, menghambat atau menunda aparat dalam
menjalankan tindakan berdasarkan Undang-Undang ini, atau dalam pelaksanaan
tugas apapun yang dikenakan atau kekuasaan yang diberikan oleh Undang-Undang
ini;
(3) Gagal mematuhi permintaan resmi dari Direktur atau pejabat apapun dalam
pelaksanaan tugasnya berdasarkan Undang-Undang ini ; atau
(4) Menolak atau lalai untuk memberikan informasi yang secara wajar diminta oleh
aparat dari orang yang diminta dan yang diberi kuasa untuk memberikan informasi
tersebut, Dinyatakan bersalah karena melakukan kejahatan dan harus bertanggung
jawab sepenuhnya dengan hukuman denda maksimal $ 10.000 atau hukuman
penjara maksimal satu tahun atau keduanya.
6) Pelayanan Masyarakat masyarakat Singapura pada umumnya, pelaku bisnis dan
aparatur negara pada khususnya dapat secara online memberikan pengaduan atas
sebuah tindakan yang berindikasi korupsi.

10
Atas pengaduan tersebut, pengadu dapat memantau secara online perkembangan
atas aduannya tersebut. Selain itu dalam rangka pencegahan CPIB juga
memberikan layanan konsultansi dan diskusi pencegahan dengan cara memesan
waktu dan tempat terlebih dahulu secara online sebelum acara dilaksanakan.
7) Supremasi Hukum di Singapura Ketegasan dan wibawa hukum Republik
Singapura yang sangat teruji ini terbukti dengan dijeratnya Direktur Biro Pusat
Narkotika Singapura Ng Boon Gay yang sangat berpengaruh di negerinya ketika
yang bersangkutan menerima gratifikasi sex dari pegawai rekanan kontraktor atas
proyek pengadaan teknologi informasi pada tahun 2012. Pada pertengahan tahun
2013 Singapura kembali diguncang skandal korupsi besar dan memalukan ketika
Wakil Direktur CPIB 4
(2) Pemberantasan Korupsi-Bintaro, 26 Februari 2014 Edwin Yeow Seow Hiong dijerat
tuntutan penyalahgunaan anggaran sebesar $1,7 juta atau setara Rp13,6 milyar yang
digunakannya untuk memperkaya diri dan berjudi ketika yang bersangkutan masih
menjabat sebagai Direktur Departemen Riset Lapangan dan Bantuan Teknis. Atas
kasus tersebut yang bersangkutan dapat dijerat hukuman penjara seumur hidup jika
terbukti bersalah. Dua contoh penanganan kasus korupsi yang melibatkan pejabat tinggi
negara tersebut, membuktikan bahwa supremasi hukum di Singapura sangat kuat.
Selain pola korupsi yang merugikan keuangan negara, terdapat contoh lain korupsi
dalam definisi tindakan kecurangan yang lebih luas, yaitu ketika 3 wasit sepak bola asal
Lebanon yang terbukti menerima suap seks dari sindikat judi bola Singapura. Baik
ketiga wasit maupun pemberi suap dikenakan hukuman atas tindakan curang berupa
gratifikasi tersebut karena melakukan konspirasi untuk mengatur hasil pada laga Piala
AFC 2013 untuk pertandingan antara kesebelasan Tampines Rover dari Singapura
dengan East Bengal dari India. Kedua belah pihak dianggap telah merusak sportivitas
olah raga dan melakukan tindak pidana korupsi di Republik Singapura.
8) Sosio Kultural Masyarakat Singapura merupakan negara di kawasan Semenanjung
Malaka yang mayoritas penduduknya adalah peranakan Cina, dan hanya sebagian
penduduk asli Melayu, sedangkan sisanya adalah pendatang dari Gujarat dan Timur
Tengah, Eropa, dan lainnya. Dengan komposisi demikian, kebudayaan berbangsa di
negara multi-etnis ini sangat dipengaruhi oleh tradisi Cina.

11
Budaya orang Cina yang giat bekerja dan disiplin dalam mengelola perekonomian,
menjadikan Singapura sebagai negara yang sangat berkomitmen menjaga akuntabilitas
keuangannya. Walaupun kebudayaan Cina mengedepankan bisnis kongsi keluarga
yang berarti memiliki risiko nepotisme yang kuat, namun transparansi dan akuntabilitas
menjadi hal yang lebih diutamakan. Dengan demikian masyarakat Singapura dapat
memilah penerapan budaya Cina yang tidak boleh dilakukan ketika di dalamnya
terdapat konflik kepentingan.
9) Komitmen Pemerintah Singapura Demokrasi di Singapura bukanlah yang
terbaik di dunia, hal ini disebabkan pengaruh kebudayaan kongsi bisnis ala Cina yang
mengedepankan kekeluargaan (nepotisme). Pemerintahan yang berkuasa merupakan
hasil dari kaderisasi rezim sebelumnya. Tentunya implementasi demokrasi menjadi
sangat rendah dalam hal kehidupan bernegara. Namun demikian Kualitas birokrasi
Singapura sangat efisien, efektif, bersih dan memudahkan tumbuhnya dunia usaha.
Transparansi dalam pelayanan sektor publik dan penegakan hukum dapat membangun
akuntabilitas dan mencegah tindakan koruptif.
10) Perbandingan antara Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi di Singapura dan
Indonesia
(1) Tinjauan atas Pengertian Korupsi Undang-undang Pencegahan Korupsi (PCA) di
Singapura memberikan definisi yang sangat luas terhadap kata “Korupsi”. Tindak
pidana korupsi di Singapura tidak hanya terkait pada hal- hal yang merugikan keuangan
negara, namun lebih luas sebagai tindakan kecurangan (fraudulence) yang bisa
mengakibatkan kerugian baik negara, masyarakat umum, maupun swasta. Dengan
demikian CPIB mempunyai kewenangan luas untuk menangani kasus korupsi dalam
definisi yang lebih komprehensif tersebut. Sedangkan Undang-undang Pemberantasan
Tipikor di Indonesia masih memiliki ruang lingkup yang sempit atas definisi korupsi,
yaitu sebatas pada hal-hal terkait merugikan keuangan negara. Sehingga KPK pada saat
ini hanya menangani permasalahan korupsi yang merugikan keungan negara. Sehingga
terdapat kewenangan yang berbeda antara CPIB dengan KPK.
(2) Tinjauan Kewenangan Pelimpahan kewenangan yang jelas dari Kepolisian
Singapura kepada CPIB menjadi modal utama independensi CPIB terhadap penegakan
hukum terkait korupsi. Sehingga lebih independen dan tidak terjadi tumpang tindih
penindakan. 5

12
(3) Pemberantasan Korupsi-Bintaro, 26 Februari 2014 Sedangkan di Indonesia,
kewenangan penanganan kasus tindak pidana korupsi berada pada 3 (tiga) institusi yaitu
Kepolisian, Kejaksaan, dan KPK. Hal ini disebabkan masih terdapat unsur politis tarik
ulur konflik kepentingan antar pihak.
Kejaksaan dan Kepolisian sebagai lembaga resmi amanat konstitusi (UUD
1945) memiliki kewenangan penyidikan kasus tindak pidana korupsi sesuai Undang-
undang pendirian kedua lembaga tersebut. Ketika tingkat kepercayaan masyarakat dan
pemerintah menurun atas kinerja pemberantasan korupsi melalui Aparat Penegak
Hukum tersebut, maka Pemerintah berinisiatif membentuk Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) yang mengambil alih sebagian tupoksi kedua APH tersebut yaitu untuk
melakukan penanganan kasus tindak pidana korupsi secara efektif dan efisien. Namun
pembentukan KPK tersebut tidak mencabut kewenangan kedua APH tersebut dalam
menangani kasus tindak pidana korupsi. Sehingga seringkali terjadi perselisihan paham
di antara tiga lembaga tersebut.
Tinjauan Visi dan Misi Pembentukan Lembaga Anti Korupsi Pemerintah
Singapura dalam melakukan pencegahan dan pemberantasan korupsi menitikberatkan
pada penciptaan iklim investasi dan usaha yang bebas suap dan beretika, serta
berorientasi pada keberpihakan terhadap kegiatan pembangunan ekonomi nasional.
Arah pemberantasan korupsi disesuaikan dengan kebijakan utama pemerintah.
Sedangkan langkah reguler yang sudah dilakukan pemerintah antara lain
penyederhanaan prosedur administrasi, menghilangkan berbagai pungutan, dan
menghukum pihak yang terkait kasus suap, mereviu legal framework secara periodik
dan menganalisa kebutuhan amandemen yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi
terkini, serta meningkatkan gaji pegawai negeri setara dengan gaji karyawan swasta.
Dalam hal ini Pemerintah Indonesia melakukan upaya yang sama dengan Singapura.

13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Korupsi pada dasarnya ada disekeliling kita, mungkin terkadang kita tidak menyadari
itu. Korupsi bisa terjadi dirumah, sekolah, masyarakat, maupun diintansi tertinggi dan dalam
pemerintahan. Korupsi adalah suatu tindak perdana yang memperkaya diri yang secara
langsung merugikan negara atau perekonomian negara. Jadi, unsur dalam perbuatan korupsi
meliputi dua aspek. Aspek yang memperkaya diri dengan menggunakan kedudukannya dan
aspek penggunaan uang negara untuk kepentingannya. Adapun penyebabnya antara lain,
ketiadaan dan kelemahan pemimpin, kelemahan pengajaran dan etika, kolonialisme,
penjajahan rendahnya pendidikan, kemiskinan, tidak adanya hukuman yang keras, kelangkaan
lingkungan yang subur untuk perilaku korupsi, rendahnya sumber daya manusia, serta struktur
ekonomi. Korupsi dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu bentuk, sifat, dan tujuan.
Dampak korupsi dapat terjadi di berbagai bidang diantaranya, bidang demokrasi,
ekonomi, dan kesejahteraan negara. Dibutuhkan kecerdasan dan keberanian untuk mendobrak
dan merobohkan pilar-pilar korupsi yang menjadi penghambat utama lambatnya pembangunan
ekonomi nan paripurna di Indonesia. Korupsi yang telah terlalu lama menjadi wabah yang tidak
pernah kunjung selesai, karena pembunuhan terhadap wabah tersebut tidak pernah tepat
sasaran. Oleh sebab itu dibutuhkan kecerdasan masyarakat sipil untuk mengawasi dan
membuat keputusan politik untuk mencegah makin mewabahnya penyakit kotor korupsi di
Indonesia.
Adapun penyebabnya antara lain, ketiadaan dan kelemahan pemimpin, kelemahan
pengajaran dan etika, kolonialisme, penjajahan rendahnya pendidikan, kemiskinan, tidak
adanya hukuman yang keras, kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku korupsi,
rendahnya sumber daya manusia, serta struktur ekonomi. Korupsi dapat diklasifikasikan
menjadi tiga jenis, yaitu bentuk, sifat, dan tujuan. Dampak korupsi dapat terjadi di berbagai
bidang diantaranya, bidang demokrasi, ekonomi, dan kesejahteraan negara. Dibutuhkan
kecerdasan dan keberanian untuk mendobrak dan merobohkan pilar-pilar korupsi yang menjadi
penghambat utama lambatnya pembangunan ekonomi nan paripurna di Indonesia.
3.2 Saran
Sikap untuk menghindari korupsi seharusnya ditanamkan sejak dini. Dan pencegahan korupsi
dapat dimulai dari hal yang kecil.

14
DAFTAR PUSTAKA

mikykholle.makalah-anti-korupsi/
indrayanti_prastica-fisip15.web.unair.ac.id/artikel_detail-160456-
Pendidikan%20Kewarganegaraan-Makalah%20Pendidikan%20Anti%20Korupsi.html
academia.edu/27358522/Makalah_Pendidikan_Anti_Korupsi_di_Perguruan_Tinggi
Paper Mata Kuliah Seminar Pemberantasan Korupsi-Bintaro, 26 Februari 2014 [11]

15

Anda mungkin juga menyukai