Anda di halaman 1dari 26

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. M.S.

DENGAN

GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN : DM TIPE II

DI RSUD DOLOKSANGGUL T.A 2022/2023

OLEH:

NAMA : HIZKIA SIBURIAN

NIM : 2114007

PRODI : D-III KEPERAWATAN

DOSEN PEMBIMBING : MAYES FELDA SIMAMORA,SKM,M.KM

PRODI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KESEHATAN


BARU DOLOKSANGGUL KABUPATEN
HUMBANG HASUNDUTAN
T.A 2022/2023
BAB 1

TINJAUAN TEORITIS

A. DEFENISI

Diabetes mellitus adalah keadaan hiperglikemi kronik yang disertai berbagai kelainan metabolik
akibat gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan
pembuluh darah. Diabetes mellitus klinis adalah sindroma gangguan metabolisme dengan hiperglikemia
yang tidak semestinya sebagai akibat suatu defisiensi sekresi insulin atau berkurangnya efektifitas
biologis dari insulin atau keduanya (M. Clevo Rendy dan Margareth Th, 2019).

Menurut PERKENI (2019) seseorang dapat didiagnosa diabetes melitus apabila mempunyai
gejala klasik diabetes melitus seperti poliuria, polidipsi dan polifagi disertai dengan kadar gula darah
sewaktu ≥200 mg/dl dan gula darah puasa ≥126 mg/dl.

Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik


hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.

Diabetes melitus adalah penyakit metabolisme yang merupakan suatu kumpulan gejala yang
timbul pada seseorang karena adanya peningkatan kadar glukosa darah di atas nilai normal. Penyakit ini
disebabkan gangguan metabolisme glukosa akibat kekurangan insulin baik secara absolut maupun relatif
(RISKESDAS, 2018).

B. ETIOLOGI

Etiologi diabetes mellitus menurut M. Clevo Rendy dan Margareth Th, 2019 yaitu:

1) Diabetes mellitus tergantung insulin (DM tipe I)

1. Faktor genetik

Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu predisposisi
atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetik ini ditentukan pada
individu yang memiliki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan
kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen transplantasi oleh proses imun lainnya.

2. Faktor imunologi

Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan respon abnormal
dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut
yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.

3. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel beta pankreas sebagai contoh hasil penyelidikan
menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang dapat menimbulkan
destruksi sel beta pankreas. Faktor lingkungan diyakini memicu perkembangan DM tipe I. Pemicu
tersebut dapat berupa infeksi virus (campak, rubela, atau koksakievirus B4) atau bahkan kimia
beracun, misalnya yang dijumpai di daging asap dan awetan. Akibat pajanan terhadap virus atau bahan
kimia, respon autoimun tidak normal terjadi ketika antibody merespon sel beta islet normal seakan-
akan zat asing sehingga akan menghancurkannya (Priscilla LeMone, dkk, 2018).

2) Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (DM tipe II)

Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, faktor genetik diperkirakan memegang
peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Resistensi ini ditingkatkan oleh kegemukan, tidak
beraktivitas, penyakit, obat-obatan dan pertambahan usia. Pada kegemukan, insulin mengalami
penurunan kemampuan untuk mempengaruhi absorpsi dan metabolisme glukosa oleh hati, otot 9
rangka, dan jaringan adiposa. DM tipe II yang baru didiagnosis sudah mengalami komplikasi.

Menurut Priscilla LeMone, dkk, 2018 adapun faktor-faktor resiko DM tipe II yaitu:

1. Riwayat DM pada orang tua dan saudara kandung. Meski tidak ada kaitan HLA yang terindentifikasi,
anak dari penyandang DM tipe II memiliki peningkatan resiko dua hingga empat kali menyandang
DM tipe II dan 30% resiko mengalami, intoleransi aktivitas (ketidakmampuan memetabolisme
karbihodrat secara normal).

2. Kegemukan, didefinisikan kelebihan berat badan minimal 20% lebih dari berat badan yang
diharapkan atau memiliki indeks massa tubuh (IMT) minimal 27 kg/m. Kegemukan, khususnya
viseral (lemak abdomen ) dikaitkan dengan peningkatan resistensi insulin.

3. Tidak ada aktivitas fisik.

4. Ras/etnis.

5. Pada wanita, riwayat DM gestasional, sindrom ovarium polikistik atau melahirkan bayi dengan
berat lebih dari 4,5 kg. 6. Hipertensi (≥ 130/85 pada dewasa), kolesterol HDL ≥ 35 mg/dl dan atau
kadar trigliserida ≥ 250 mg/dl.

C. MANIFESTASI KLINIS

Beberapa gejala umum yang dapat ditimbulkan oleh penyakit DM diantaranya:

a. Pengeluaran urin (Poliuria) Poliuria adalah keadaan dimana volume air kemih dalam 24 jam meningkat
melebihi batas normal. Poliuria timbul sebagai gejala DM dikarenakan kadar gula dalam tubuh relatif
tinggi sehingga tubuh tidak sanggup untuk mengurainya dan berusaha untuk mengeluarkannya melalui
urin. Gejala pengeluaran urin ini lebih sering terjadi pada malam hari dan urin yang dikeluarkan
mengandung glukosa.
b. Timbul rasa haus (Polidipsia), Polidipsia adalah rasa haus berlebihan yang timbul karena kadar
glukosa terbawa oleh urin sehingga tubuh merespon untuk meningkatkan asupan cairan.

c. Timbul rasa lapar (Polifagia), Pasien DM akan merasa cepat lapar dan lemas, hal tersebut disebabkan
karena glukosa dalam tubuh semakin habis sedangkan kadar glukosa dalam darah cukup tinggi.

d. Penyusutan berat badan Penyusutan berat badan pada pasien DM disebabkan karena tubuh terpaksa
mengambil dan membakar lemak sebagai cadangan energy.

D. PATOFISIOLOGI

Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu resistensi
insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada
permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu reaksi dalam
metabolisme glukosa dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi
intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh
jaringan.

Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang
adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu
ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak
terkontrol dapat meimbulkan masalah akut lainnyayang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmolar
nonketotik (HHNK).

Untuk sebagian besar pasien (kurang lebih 75%), penyakit diabetes tipe II yang didieritanya
ditemukan secara tidak sengaja (misalnya, pada saat pasien menjalani pemeriksaan laboratorium yang
rutin). Salah satu konsekuensi tidak terdeteksinya penyakit diabetes jangka bertahun–tahun adalah
komplikasi diabetes jangka panjang (misalnya, kelainan mata, neuropati perifer, kelainan vaskuler perifer)
mungkin sudah terjadi sebelum diagnosa ditegakan.

E. PENATALAKSANAAN

Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah
dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap
tipe DM adalah mencapai kadar glukosa darah normal (euglikemia), tanpa terjadi hipoglikemia dan
gangguan serius pada pola aktivitas pasien.

Ada lima komponen dalam penatalaksanaan DM yaitu:

1. Diet
Syarat diet DM hendaknya dapat :
1. Memperbaiki kesehatan umum penderita
2. Mengarahkan pada berat badan normal
3. Menormalkan pertumbuhan DM dewasa muda
4. Menekan dan menunda timbulnya penyakit angiopati diabetic
5. Memberikan modifikasi diit sesuai keadaan penderita

Prinsip diet DM adalah :

1. Jumlah sesuai kebutuhan


2. Jadwal diet ketat
3. Jenis : boleh dimakan / tidak

Diet DM sesuai dengan paket – paket yang telah disesuaikan dengan kandungan kalorinya

1. Diit DM I : 1100 kalori


2. Diit DM II : 1300 kalori
3. Diit DM III: 1500 kalori
4. Diit DM IV: 1700 kalori
5. Diit DM V: 1900 kalori
6. Diit DM VI: 2100 kalori
7. Diit DM VII: 2300 kalori
8. Diit DM VIII: 2500 kalori

Diit I s/d III : diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk.

Diit IV s/d V : diberikan kepada penderita dengan berat badan normal.

Diit VI s/d VIII: diberikan kepada penderita kurus, diabetes remaja dan diabetes komplikasi.

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Pemeriksaan diagnostik yang digunakan untuk mendiagnosis dan memantau DM mencakup


glukosa darah puasa, pemeriksaan toleransi glukosa oral, dan hemoglobin terglikolisasi. Pemeriksaan
albumin 32 dalam urine digunakan untuk mendeteksi awitan awal kerusakan ginjal.

1. Pemantauan glukosa darah

Penyandang DM harus dipantau kondisinya setiap hari dengan memeriksa kadar glukosa darah.
Tersedia dua tipe pemeriksaan. Tipe pertama, yang digunakan jauh sebelum adanya alat yang dapat
mengukur glukosa darah secara langsung, adalah pemeriksaan glukosa dan keton dalam urine.

2. Pemeriksaan keton dan glukosa dalam urine

Pada keadaan sehat, glukosa tidak terdapat dalam urine karena insulin mempertahankan glukosa
serum di bawah ambang batas ginjal 180 mh/dl. Pemeriksaan urine direkomendasikan untuk
memantau hiperglikemia dan ketoasidosis pada penyandang DM tipe I yang mengalami
hiperglikemia yang tidak dapat dijelaskan selama sakit atau hamil. Keton dapat di deteksi lewat
pemeriksaan urine dan mencermikan adanya DKA.

3. Pemantauan mandiri glukosa darah

Pemantauan oleh pasien DM tipe II tidak menggunakan insulin harus cukup untuk membantu
mereka mencapai tujuan glukosa.

G. KOMPLIKASI
Menurut Priscilla LeMone, dkk, 2018 penyandang DM apapun tipenya, berisiko tinggi
mengalami komplikasi yang melibatkan banyak sistem tubuh yang berbeda. Perubahan kadar
glukosa darah, perubahan sistem kardiovaskuler, neuropati, peningkatan kerentanan terhadap infeksi,
dan penyakit peridontal umum terjadi. Selain itu, interaksi dari beberapa komplikasi dapat
menyebabkan masalah kaki. Pembahasan tiap komplikasi adalah sebagai berikut:
A. Komplikasi akut : perubahan kadar glukosa darah
1. Hiperglikemia
Masalah utama akibat hiperglikemia pada penyandang DM adalah DKA dan HHS. Dua
masalah lain adalah fenomena fajar dan fenomena somogy. Fenomena fajar adalah kenaikan
glukosa darah jam 4 pagi dan jam 8 pagi yang bukan merupakan respon terhadap
hipoglikemia. Kondisi ini terjadi pada penyandang DM baik tipe I maupun tipe II. Fenomena
somogy adalah kombinasi hipoglikemia selama malam hari dengan pantulan kenaikan
glukosa darah di pagi hari terhadap kadar hiperglikemia. Hiperglikemia menstimulasi hormon
kontraregulator, yang menstimulasi glukoneogenesis dan glikogenolisis dan juga
menghambat pemakaian glukosa perifer. Ini dapat menyebabkan resistensi insulin selama 12-
48 jam.
2. Ketoasidosis diabetik
Ketika patofisiologi DM tipe I yang tidak diobati berlanjut, kekurangan insulin menyebabkan
cadangan lemak dipecah untuk menyediakan energi, yang menghasilkan hiperglikemia
berkelanjutan dan mobilisasi asam lemak dengan ketosis bertahap.
3. Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah (kadar glukosa rendah) umum terjadi pada penyandang DM tipe I dan
terkadang terjadi pada penyandang DM tipe II yang diobati dengan agens hipoglikemik
tertentu. Kondisi ini sering kali disebut syok insulin, reaksi insulin, atau penurunan pada
pasien DM tipe I. Hipoglikemia terutama disebabkan oleh ketidaksesuaian antara asupan
insulin (mis, kesalahan dosis insulin), aktivitas fisik, dan kurang tersedianya karbohidrat (mis,
melewatkan makanan). Asupan alkohol dan obat-obatan seperti kloramfenikol
(Chloromycetin), Coumadin, Inhibitor monoamin oksidase (MAO), probenesid (Benemid),
salisilat dan sulfonamid juga dapat menyebabkan hipoglikemia.

B. Komplikasi kronik

1. Perubahan pada sistem kardiovaskuler


Makrosirkulasi (pembuluh darah besar) pada penyandang DM mengalami perubahan
akibat aterosklerosis, trombosit, sel darah merah dan faktor pembekuan yang tidak normal, serta
perubahan dinding arteri. Telah ditetapkan bahwa aterosklerosis mengalami peningkatan
insidensi dan usia awitan penyandang DM menjadi lebih dini

2. Penyakit arteri koroner

Merupakan faktor resiko utama terjadinya infark miokard pada penyandang DM,
khususnya pada penyandang DM tipe II usia paruh baya hingga lansia. Penyakit arteri koroner
merupakan penyebab terbanyak kematian pada penyandang DM tipe II. Penyandang DM yang
mengalami infark miokard lebih rentan terhadap terjadinya gagal jantung kongestif sebagai
komplikasi infark dan juga cenderung bertahan hidup pada periode segera setelah mengalami
infark.

3. Hipertensi

Hipertensi merupakan komplikasi umum pada DM. Ini menyerang 75% penyandang DM
dan merupakan faktor resiko utama pada penyakit kardiovaskuler dan komplikasi mikrovaskuler
seperti retinopati dan nefropati.

4. Stroke (cedera serebrovaskular)


Penyandang DM, khususnya lansia dengan DM tipe II, dua hingga empat kali lebih sering
mengalami stroke. Meskipun hubungan pasti antara DM dan penyakit vaskular serebral tidak 21
diketahui, hipertensi (salah satu faktor resiko stroke) merupakan masalah kesehatan umum yang
terjadi pada penyandang DM. Selain itu, aterosklerosis pembuluh darah serebral terjadi pada usia
lebih dini dan semakin ekstensif pada penyandang DM.
5. Penyakit vaskular perifer
Penyakit vaskular perifer di ekstremitas bawah menyertai kedua tipe DM, tetapi
insidennya lebih besar pada penyandang DM tipe II. Aterosklerosis pembuluh darah tungkai pada
penyandang DM mulai pada usia dini, berkembang dengan cepat dan frekuensinya sama pada pria
dan wanita. Kerusakan sirkulasi vaskular perifer menyebabkan insufisiensi vaskular perifer
dengan klaudikasi (nyeri) intermiten di tungkai bawah dan ulkus pada kaki.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Identitas
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat,
pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan MRS, nomor register, dan diagnosis medis.
2. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah kelemahan anggota
gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi dan penurunan tingkat kesadaran.
3. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala,
pengunaan kontrasepsi hormonal yang lama, penggunaan anti koagulan, aspirin, vasodilatator,
obat-obat adiktif, dan kegemukan.
4. Riwayat psikososial dan spiritual
Peranan pasien dalam keluarga, status emosi meningkat, interaksi meningkat, interaksi sosial
terganggu, adanya rasa cemas yang berlebihan, hubungan dengan tetangga tidak harmonis, status
dalam pekerjaan. Dan apakah klien rajin dalam melakukan ibadah sehari-hari.
5. Aktivitas sehari – hari
a) Nutrisi
Klien makan sehari-hari apakah sering makan makanan yang mengandung lemak, makanan
apa yang sering dikonsumsi oleh pasien, misalnya : masakan yang mengandung garam,
santan, goreng-gorengan, suka makan hati, limpa, usus, bagaimana nafsu makan klien.
b) Minum
Apakah ada ketergantungan mengkonsumsi obat, narkoba, minum yang mengandung alkohol.
c) Eliminasi Pada pasien stroke hemoragik biasanya didapatkan pola eliminasi BAB yaitu
konstipasi karena adanya gangguan dalam mobilisasi, bagaimana eliminasi BAK apakah ada
kesulitan, warna, bau, berapa jumlahnya, karena pada klien stroke mungkn mengalami
inkotinensia urine sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan
kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung kemih karena kerusakan
kontrol motorik dan postural.
6. Pemeriksaan fisik
a) Kepala
Pasien pernah mengalami trauma kepala, adanya hemato atau riwayat operasi.
b) Mata Penglihatan adanya kekaburan, akibat adanya gangguan nervus optikus (nervus II),
gangguan dalam mengangkat bola mata (nervus III), gangguan dalam memotar bola mata
(nervus IV) dan gangguan dalam menggerakkan bola mata kelateral (nervus VI).
c) Hidung
Adanya gangguan pada penciuman karena terganggu pada nervus olfaktorius (nervus I).
d) Mulut
Adanya gangguan pengecapan (lidah) akibat kerusakan nervus vagus, adanya kesulitan dalam
menelan.
e) Dada
 Inspeksi : Bentuk dada pectus carinum simetris kanan kiri, tidak ada dypsnea, tidak
ada retraksi otot dada, transversal banding antero posterial 2:2. Pernapasan dada.
 Palpasi : Ekspansi dada simetris
 Perkusi : Interkosta kanan 1-5 resonan, interkosta 6 redup. Sebelah kiri interkosta 1-4
resonan, interkosta 5 dan 6 redup.
 Auskultasi : Suara nafas vesiculer. Auskultasi jantung S1 dan S2 tunggal reguler,
tidak ada mur-mur, dan tidak ada bruit.
f) Abdomen
 Inspeksi : Tidak ada joundis, warna kulit sama dengan warna sekitar, perut tidak
membesar, venavena tidak membesar.
 Auskultasi : Peristaltik usus terdengar 5-15x/menit.
 Perkusi : Pada kuadran kanan atas terdengar timpani.
Pada kuadran kiri atas terdengar redup, kuadran kiri bawah dan kanan bawah juga
terdengar timpani.
 Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
g) Ekstremitas Pada pasien dengan stroke hemoragik biasnya ditemukan hemiplegi paralisa atau
hemiparase, mengalami kelemahan otot dan perlu juga dilakukan pengukuran kekuatan otot,
normal : 5
Pengukuran kekuatan otot :
Nilai 0 : Bila tidak terlihat kontraksi sama sekali.
Nilai 1 : Bila terlihat kontraksi dan tetapi tidak ada gerakan pada sendi.
Nilai 2 : Bila ada gerakan pada sendi tetapi tidak bisa melawan grafitasi.
Nilai 3 : Bila dapat melawan grafitasi tapi tidak dapat melawan tekanan pemeriksaan.
Nilai 4 : Bila dapat melawan tahanan pemeriksaan tetapi kekuatanya berkurang.
Nilai 5 : bila dapat melawan tahanan pemeriksaan dengan kekuatan penuh.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kekurangan volume cairan b/d dieresis osmosis
2. Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d penurunan masukan oral, anoreksia,
mual, dan peningkatan metabolism protein dan lemak
3. Resiko perfusi jaringan serebral tidak efektif b/d gangguan aliran darah serebral
4. Kerusakan integritas kulit b/d perubahan status metabolik
5. Resiko cedera b.d penurunan fungsi penglihatan
C. INTERVENSI
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan
keberhasilan dari diagnosis keperawatan, rencana intervensi dan implementasinya.
Perencanaan meliputi pengembangan strategi desain untuk mencegah, mengurangi, atau
mengoreksi masalah- masalah yang telah diidentifikasi pada diagnosis keperawatan. Tahap ini
dimulai setelah menentukan diagnosis keperawatan dan menyimpulkan rencana dokumentasi.
kualitas asuhan keperawatan dapat dievaluasi pada saat proses keperawatan (formatif) dan dengan
melihat hasilnya (sumatif).
a. Evaluasi Proses
Fokus pada evaluasi proses (formatif) adalah aktivitas dari proses keperawatan dan hasil
kualitas pelayanan asuhan keperawatan. Evaluasi proses harus dilaksanakan segera setelah
perencanaan keparawatan diimplementasikan untuk membantu menilai efektifitas intervensi
tersebut. Evaluasi proses harus terus menerus dilaksanakan hingga tujuan yang telah
ditentukan tercapai.
b. Evaluasi hasil
Fokus evaluasi hasil (sumatif) adalah perubahan perilaku atau status kesehatan klien pada
akhir asuhan keperawatan. Tipe evaluasi ini dilaksanakan pada akhir asuhan keperawatan
secara paripurna

D. IMPLEMENTASI
Implementasi keperawatan adalah tindakan keperawatan yang dilakukan untuk
mencapai hasil yang diinginkan dari goal yang telah ditetapkan untuk pasien. Tindakan
keperawatan dilakukan dengan mengacu pada rencana tindakan/intervensi keperawatan yang
telah ditetapkan/dibuat.

E. EVALUASI
Evaluasi keperawatan adalah proses sistematis untuk menilai kualitas, nilai, kelayakan
suatu asuhan keperawatan. Evaluasi merupakan langkah akhir dari proses keperawatan tetapi
bukan merupakan akhir dari proses karena informasi yang diperoleh saat evaluasi
digunakan untuk memulai silkus baru. Dalam proses keperawatan eveluasi merupakan
aktivitas yang direncanakan, terus-menerus, dilakukan petugas kesehatan menentukan kemajuan
pasien terhadap outcome yang dicapai dalam rencana keperawatan. Evaluasi dimulai dari
pengkajian dasar dan dilanjutkan selama setiap kontak antara perawat dan pasien. Frekuensi
evaluasi tergantung pada frekuensi kontak perawat dengan keadaan yang dialami pasien atau
kondisi yang dieveluasi. Evaluasi keperawatan dilakukan untuk menilai masalah keperawatan
telah teratasi, atau tidak teratasi atau dengan mengacu pada kriteria evaluasi.
BAB III
TINJAUAN KASUS
1. Pengkajian
a. Identitas
Nama pasien : Melati Simamora
Tempat, tanggal lahir : Doloksanggul, 20 Mei 1965
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Kristen Protestan
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Petani
Status perkawinan : Kawin
Suku / bangsa : Batak / Indonesia
Alamat : Doloksanggul
Diagnose medic : DM Tipe II pada Stroke Non Hemoragik
Tanggal masuk RS : 20– 03 - 2023
b. Riwayat kesehatan
- Keluhan utama saat pengkajian
Pasien mengatakan kaki kanan terasa kebas, sulit digerakan, dan terasa panas.
- Riwayat kesehatan sekarang
(1) Alasan masuk RS
Pada tanggal 29 Juni 2018 malam pukul 23.15 WIB tiba tiba kaki kanan terasa lemas dan kebas.
Pasien mengatakan kaki kanan sulit untuk digerakan.Seketika itu keluarga langsung membawa
pasien ke RS
(2) Riwayat kesehatan pasien
 Pasien datang dengan diganosa post stroke hiperglikemi pada DM tipe II dengan keadaan kaki
kanan lemah dan kebas.
TD : 180/90 mm/Hg

HR : 90 x/menit

RR : 20 x/menit

T : 36ºc

 Kesadaran Compos Mentis


 Terpasang infus NaCl 20 tt/menit di tangan kiri
- Riwayat kesehatan dahulu
Pasien mengatakan sekitar 3 tahun yang lalu baru mengetahui gula darah pasien tinggi saat periksa
di RSUD doloksanggul. Setelah itu pasien tidak pernah mengontrolkan gula darahnya lagi. Pasien
hanya periksa ke puskesmas apabila terasa tidak enak badan.
c. Kesehatan Fungsional
1. Aspek fisik – Biologis
a. Nutrisi
(1) Sebelum sakit
Pasien mengatakan biasanya sebelum sakit makan sehari 3 kali dengan porsi satu piring
habis (nasi, lauk, sayur) serta minum air putih 6 – 8 gelas perhari
(2) Selama sakit
Selama sakit, pasien mengatakan makan 3 kali sehari dan selalu menghabiskan porsi makan
yang diberikan dari RS (Bubur Nasi Diabetes Melitus Rendah Garam), serta minum air putih
5 gelas perhari.
b. Pola eliminasi
(1) Sebelum sakit
Pasien mengatakan sebelum sakit BAB lancar 1 kali dalam sehari dengan konsistensi
lembek tidak ada darah dan berwarna kuning, BAK lancar 4 – 5 kali sehari warna kuning
jernih.
(2) Selama sakit
Selama sakit pasien mengatakan BAB 2 hari sekali dengan konsistensi lembek dan berwana
kuning, BAK lancar 5 – 6 kali sehari, dengan warna urin kuning jernih.
c. Pola aktivitas
(1) Sebelum sakit
a) Keadaan Aktivitas Sehari – Hari
Pasien mengatakan sehari hari bekerja sebagai karyawan taman kota. Pasien bekerja dari
pukul 08.00 – 15.00 WIB. Saat dirumah pasien lebih banyak menghabiskan waktu
dengan keluarga.
b) Keadaan Pernafasan
Pasien mengatakan tidak pernah sesak nafas sebelumnya. Paling hanya batuk biasa.
Pasien mengatakan tidak merokok.
c) Keadaan Kardiovaskuler
Pasien mengatakan tidak pernah merasakan nyeri di bagian dada kiri, dada seperti
berdebar – debar ataupun terasa cepat lelah saat aktivitas.
(2) Setelah sakit
a) Keadaan aktivitas sehari – hari
Pasien dan kelurga mengatakan selama di rumah sakit pasien untuk makan minum bisa
sendiri tapi kalo untuk berpindah atau mau ke kamar mandi pasien di bantu oleh
keluarga.

b) Keadaan Pernafasan
Pasien terlihat terpasng selang oksigen kanul binasal 2 lt/menit
c) Keadaan Kardiovaskuler
Pasien mengatakan tidak terasa nyeri di dada dan berdebar debar, Nadi 84 x/menit.
d. Kebutuhan istirahat – tidur
(1) Sebelum sakit
Pasien dan kelurga mengatakan pasien biasa tidur pukul 10 malam dan bangun ketika subuh
sekitar 6 – 7 jam perhari. Pasien mengatakan tidak sulit untuk tidur.
(2) Selama sakit
Pasien mengatakan selama di rumah sakit pasien lebih banyak tidur dan istirahat. Pasien bisa
tidur siang sekitar 2 jam. Pasien tidur saat malam dari pukul 21.00 – 04.00 WIB. Pasien juga
dapat tertidur lagi walau terbangun saat perawat datang untuk menyuntikan obat saat malam.

2. Aspek Psiko – Sosial – Spiritual


a. Pemiliharaan dan Pengetahuan Terhadap kesehatan Pasien kurang memperhatikan jadwal
kontrol untuk berobat. Pasien kurang memahami tentang penyakitnya sehingga tidak pernah
kontrol untuk penyakit Diabetes Melitusnya.
b. Pola hubungan
Sebelum sakit pasien mengatakan selalu ramah dengan orang lain termasuk tetangga dan teman
kerja. Selama sakit pasien tetap ramah dengan orang lain termasuk perawat ditandai dengan
banyaknya pengunjung yang menjenguknya dan pasien dapat kooperatif saat dilakukan
pengkajian.
c. Koping dan Toleransi Stres
Pasien mengatakan selalu bermusyawarah dengan keluarga jika ada masalah, termasuk
keputusan dirawat di rumah sakit
d. Kognitif dan Persepsi Tentang Penyakitnya
Pasien dan keluarga mengatakan yakin bahwa dirinya akan cepat sembuh dari penyakitnya dan
dapat berkumpul dengan keluarganya kembali.
e. Konsep Diri
1) Gambaran Diri
Pasien mengatakan mempunyai anggota badan yang lengkap dan bersyukur karena
merupakan anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa
2) Harga Diri
Pasien mengatakan tidak malu dengan kondisi dirinya.
3) Peran Diri
Pasien mengatakan sebagai kepala keluarga dan pasien merupakan karyawan di perusahan.
4) Ideal Diri
Pasien mengatakan ingin cepat sembuh supaya bisa cepat pulang ke rumah.
5) Identitas Diri
Pasien mengatakan bahwa dirinya adalah seorang laki – laki layaknya laki – laki yang
sebagai kepala kelurga
f. Seksual dan Menstruasi
Pasien adalah seorang laki – laki dan sudah mempunyai dua orang anak.
g. Nilai
Pasien adalah seorang muslim. Sebelum sakit pasien selalu menjalankan ibadah secara muslim.
Selama sakit pasien tetap menjalankan ibadahnya yaitu berdoa.
h. Aspek Lingkungan Fisik
Pasien mengatakan sebelum sakit pasien selalu aktif dalam kegiatan di desa dan saat sakit pasien
memelihara hubungan baik dengan perawat yang bertugas.

d. Pemeriksaan fisik
1) Keadaaan Umum
a. Kesadaran
GCS : E : 6; V : 5; M : 4
Kesadaran : Compos Mentis
TD : 180/90 mm/Hg
HR : 90 x/menit
RR : 20 x/menit
T : 36ºc
b. Status Gizi
TB : 165 cm
BB : 94 kg
IMT = 34,5 ( gemuk )
2) Pemeriksaan Secara Sistematik (Cephalo –Ccaudal)
a. Kulit
Warna kulit normal tidak tampak pucat dan bersih. Tugor kulit baik
b. Kepala
Mesochepal, warna rambut putih kehitaman, tidak ada lesi, dan bersih. Pada muka bentuk
simetri dan tidak ada lesi
c. Leher
Bentuk simetris, tidak terdapat lesi, tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid. Tidak terdapat
kekakuan kuduk dan tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid.
d. Tengkuk
Tidak terdapat benjolan, dan tidak terdapat kaku kuduk
e. Dada
- Inspeksi
Bentuk dada pectus carinum simetris kanan kiri, tidak ada dypsnea, ada retraksi otot dada,
transversal banding antero posterial 2:2. Pernapasan dada.
- Palpasi
Ekspansi dada simetris, tidakadanyeritekan
- Perkusi
Interkosta kanan 1-5 resonan, interkosta 6 redup. Sebelah kiri interkosta 1-4 resonan,
interkosta 5 dan 6 redup.
- Auskultasi
Suara nafas rongki. Auskultasi jantung S1 dan S2 tunggal reguler, tidak ada mur-mur, dan
tidak ada bruit.
f. Abdomen
1. Inspeksi
Tidak ada joundis, warna kulit sama dengan warna sekitar, perut tidak membesar, vena-vena
tidak membesar.
- Auskultasi
Peristaltik usus terdengar 5 x/menit.
- Perkusi
Pada kuadran kanan atas terdengar timpani. Pada kuadran kiri atas terdengar redup, kuadran
kiri bawah dan kanan bawah juga terdengar timpani.

2. Palpasi

Bagian tengah perut sampai garis batas sebelah kiri teraba keras.

g. Payudara
1. Inspeksi
Bentuk simetris, tidak tampak lesi atau benjolan
2. Palpasi
Tidak teraba benjolan di payudara
h. Punggung
Tidak tampak lesi dan kemerahan. Anus dan Rectum
i. Anus dan rectum
1) Inspeksi
Tidak tampak hemoroid, tidak tampak kemerahan dan tidak tampak lesi
2) Palpasi
Tidak ada massa serta nyeri tekan
j. Ektermitas
- Atas
Anggota gerak lengkap dan ditangan kiri klien terpasang infuse NaCl 0,9% dengan terapi 20
tpm. Akral teraba hangat.
- Bawah
Anggota gerak lengkap dan tidak terlihat adanya edema. Akral teraba hangat.
- Kekuatan otot
Keterangan :
0 : paralisis total
1 : tidak ada gerakan
2 : Gerakan otot penuh dengan sokongan
3 : Gerakan normal menentang gravitasi
4 : Gerakan normal dengan sedikit tahanan
5 : Gerakan normal penuh menentang gravitasi dengan tahanan penuh

2. Analisa Data

No Data Penyebab Masalah

1. Data Subjektif:Ny.SS menyatakan Lemah/mual-


mual,badan pegal-pegal,demam naik turun,sakit
kepala,nyeri ulu hati.

Data Objektif:TD : 180/ 90 mmHg gangguan aliran darah Resiko perfusi jaringan
serebral serebral tidak efektif
HR : 90x/i

RR : 20 x/i

T : 360 C

2. Data Subjektif:Ny.SS menyatakan 3 tahun lalu


punya sakit gula dan tidak rutin untuk periksa
ataupun minum obat gula
Konflik dalam
Pasien tampak lesu, lemas dan bingung ketika Manajeman regimen
memutuskan terapi dan
ditanya tentang penyakitnya teraputik tidak efektif
defisit support keluarga

Data Objektif:GD Puasa : 224

GD PP : 228

3. Diagnosa Keperawatan
A. Resiko perfusi jaringan serebral tidak efektif berhubungan dengan Gangguan aliran darah serebral (infark
serebri) ditandai dengan;
DS : Pasien mengatakan kelemahan pada kaki kanan dan kiri. terasa kebas

DO : Kekuatan otot
B. Manajemen regimen terapeutik tidak efektif b/d deficit support keluarga
DS : Pasien mengatakan 3 tahun lalu sakit gula dan tidak rutin untuk pperiksa ataupun meminum obat gula

DO : Pasien tampak lesu, lemas, dan bingung etika ditanya tentang penyakitnya

GD Puasa : 224

GD PP : 228

4. Perencanaan Keperawatan

Hari, Diagnosa Perencanaan Rasional


Keperawatan Tujuan Intervensi
tanggal,
jam
Rabu Resiko perfusi jaringan Setelah dilakukan 1. Monitor tanda – 1. Mengetahui keadaan umum
08– 03 serebral tidak efektif tindakan keperawatan tanda vital pasien sebagai standar dalam
– selama 3 x 24 jam di menuntukan inetrvensi yang
harapkan perfusi tepat.
2023 berhubungan dengan
jaringan serebral efektif 2. Pemberian oksigen yang tepat
Gangguan aliran darah
dengan kriteria hasil sehingga suplai oksigen ke otak
serebral (infark serebri),
1. Tanda tanda 2. Berikan O2 lancar.
ditandai dengan vital normal sesuai terapi
DS : ( TD : 100- 3. Meningkat atau
Pasien mengatakan 130/70-90mmHg, berkurangnya kekuatan otot
RR:12-20x/mnt, N merupakan penentu adanya
kelemahan pada kaki
: 60-100x/mnt, 3. Monitor
gangguan neurologis pada
kanan dan kiri, terasa kekuatan otot
S: 36ºC-37ºC). pasien.
Kebas
2. Fungsi motorik 4. Latihan gerak pada anggota
dan kekuatan otot tubuh yang lemas dan kebas
DO : 3. Pasien tampak bisa sebagai fisioterapi yang

Kekuatan otot rileks. mudah agar aliaran darah lanacr.


4. Ajarkan pasien
untuk
menggerakan
anggota badan
yg kebas (jari –
jari)
5 5 5. Pasien akan merasa
nyaman
6. Sebagai terapi te
3 5 5. Berikan posisi gangguan neurolog
Fowler gangguan aliran darah.
6. Kelola pemberian
TD : 130/80 mm/Hg Terapi
a. Injeksi Citicolin
N : 84 x/menit
500 mg /12 jam
RR : 22 x/menit Intravena
b. Injeksi
S : 360 C
Mecobalamin
500
mg /12 jam
Intravena
c. CPG 75 mg Per
Oral
d. Miniaspi 80
mg
Per Oral

Manajeman regimen Setelah dilakukan 1. Cek gula darah 1. Pengecekan rutin gula
teraputik tidak efektif tindakan keperawatan secara rutin sebagai pengetahuan pasien
gula darah pasien secara rutin
berhubungan dengan selama 3 x 24 jam di
2. Pasien akan lebih mandir
Konflik dalam harapkan manajeman
2. Ajarkan pasien paham cara
memutuskan terapi teraputik pasien
cara
dan menjadi
defisit support efektif dengan kriteria menyuntik insulin menyuntikkan insulin.
keluarga, ditandai hasil : 3. Perilaku beresiko ini bila
dengan 1. Gula darah dalam 3. Diskusiakan dengan dicegah makan
DS: batas normal (GDS pasien dan keluarga menimbulkan komplikasi yan
Pasien mengatakan 3 70 mengenai perilaku terhadap pasien
tahun lalu punya sakit – 140 mg/dl) yang
gula dan tidak rutin 2. Pasien dan
untuk periksa ataupun keluarga mampu beresiko (menjaga
meminum obat gula mencegah perilaku pola makan dan
yang beresiko menghindari luka
DO: berupa menjaga akibat benda tajam)
Pasien tampak lesu, pola makan dan terhadap kesehatan
lemas dan bingung menghindari luka pasien
ketika ditanya tentang akibat benda tajam. 4. Penanganan yang tepat
penyakitnya. 3. Pasien dan 4. Diskusikan dengan meminimalisirkan efek kom
GD puasa : 224 GD 2 keluarga pasien dan keluarga pada pasien.
PP : 228 mengetahui mengenai
tentang penanganan yang
komplikasi yang tepat apabila terjadi
mungkin terjadi komplikasi pada
dan cara pasien.
penanganan
5. Dengan mengetahui makana
apabila terjadi 5. Kolaborasi dengan
yang boleh dimakan oleh
komplikasi ahli gizi mengenai
dan
terhadap pasien diet yang tepat
untuk pasien

nilai gizi apa saja yang terka


didalamnya membuat pasien
menjaga pola makan.
5. Pelaksanaan Keperawatan

Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi


Resiko perfusi jaringan Rabu,08 maret 2023 Kamis, 09 maret 2023

serebral tidak efektif Pukul 09.00 WIB Pukul 08.30 WIB

berhubungan dengan

Gangguan aliran darah 1. Mengkaji keadaan umum dan tanda S:


serebral (infark serebri) vital pasien
 Pasien mengatakan kelemahan pada kaki kanan dan
2. Memberikan posisi semi fowler
kiri, terasa kebas, pasien mengatakan lebih nyaman
3. Memberikan oksigen (O2) sesuai terapi saat posisi tempat tidur agak di tinggikan.
yaitu 2 lt/menit
Titik

O:
Pukul 10.00 WIB
 Kekuatan otot 5 5
4. Mengkaji kekuatan otot pasien 3 5
5. Mengajarkan pasien menggerkan bagian - TD : 180/90 mm/Hg
kaki kanan yang kebas (naik turun, - HR : 90 x/menit
menekuk, dan menggerakan jari jari - RR : 20 x/menit
kaki)
- T : 36ºc

 Pasien masih tampak kesulitan dalam


menggerakan kaki dan jari jari kaki.
Pukul 12.00 WIB A :

6. Mengelola terapi pasien  Resiko perfusi jaringan serebral tidak efektif


Injeksi Citicolin 500 mg /12 jam berhubungan dengan Gangguan aliran darah serebral
intra vena (infark serebri) belum teratasi.
P :
Injeksi Mecobalamin 500 mg /12
 Lanjutkan intervensi
jam intra vena
1. Monitor tanda – tanda vital
CPG 75 mg Per Oral
Miniaspi 80 mg Per Oral 2. Berikan O2 sesuai terapi
3. Monitor kekuatan otot
4. Ajarkan pasien untuk menggerakan anggota
badan yg kebas (jari – jari)
5. Berikan posisi semi fowler
6. Kelola pemberian terapi
a. Injeksi Citicolin 500 mg /12 jam
intravena
b. Injeksi Mecobalamin 500 mg /12 jam
intravena
c. CPG 75 mg Per Oral
d. Miniaspi 80 mg Per Oral
Manajeman regimen Rabu, 08 maret 2023 Kamis, 09 maret 2023

teraputik tidak efektif Pukul 09.00 WIB Pukul 13.00 WIB

berhubungan dengan

Konflik dalam 1. Mengkaji keadaan umum pasien S:


2. Mengecek gula darah puasa
memutuskan terapi dan  Pasien mengatakan 3 tahun lalu punya sakit gula dan
defisit support keluarga tidak rutin untuk periksa ataupun meminum
obat gula,
O :
Pukul 10.00 WIB

3. Mengkaji pengetahuan pasien tentang  Pasien tampak lesu, lemas dan bingung ketika

penyakit diabetes ditanya tentang penyakitnya.

4. Mengkaji penegtahuan pasien mengenai  GD puasa : 224

perilaku yang beresiko terhadap  GD 2 PP : 228


kesehatan pasien. A :

 Manajeman regimen teraputik tidak efektif


berhubungan dengan Konflik dalam
memutuskan terapi dan defisit support keluarga
Pukul 11.30 WIB
belum teratasi
5. Mengecek gula darah 2 jam PP P :
6. Memberikan obat insulin ( injeksi sub
 Lanjutkan Inetrvensi
cutan Apidra 10 unit )
1. Cek gula darah secara rutin
2. Ajarkan pasien cara menyuntik insulin
3. Diskusikan dengan pasien dan keluarga
mengenai komplikasi dan cara penanganan
yang tepat apabila terjadi komplikasi pada
pasien.
4. Kolaborasi dengan ahli gizi mengenai diet yang
tepat untuk pasien

Resiko perfusi jaringan Kamis, 09 maret 2023 Jumat, 10 maret 2023


serebral tidak efektif
Pukul 08.00 WIB Pukul 14.00 WIB
berhubungan dengan
Gangguan aliran darah
S:
serebral (infark serebri)
1. Mengkaji keadaan umum dan tanda
 Pasien mengatakan masih terasa sedikit lemas pada
vital pasien
kaki kanan dan kiri, terasa kebas, pasien mengatakan
2. Memberikan posisi semi fowler
lebih nyaman saat posisi tempat tidur agak di
tinggikan.

3. Memberikan oksigen (O2) sesuai terapi


yaitu 2 lt/menit dengan kanul binasal O:
Pukul 09.00 WIB
 Kekuatan otot 5 5
4. Mengkaji kekuatan otot pasien 4 5
5. Mengajarkan pasien menggerkan bagian
 TD : 110/80 mm/Hg
kaki kanan yang kebas (naik turun,
 N : 80 x/menit
menekuk, dan menggerakan
 RR : 20 x/menit
jari jari kaki)  S : 36.50 C

 Pasien terlihat sudah agak bisa untuk menggerakan


kaki dan jari jari kaki.
A :
Pukul 12.00 WIB
 Resiko perfusi jaringan serebral tidak efektif
6. Mengelola terapi pasien
berhubungan dengan Gangguan aliran darah serebral
Injeksi Citicolin 500 mg /12 jam
(infark serebri) Teratasi Sebagian
intra vena
Injeksi Mecobalamin 500 mg /12
P :
jam intra vena
CPG 75 mg Per Oral  Lanjutkan intervensi
Miniaspi 80 mg Per Oral 1. Monitor tanda – tanda vital
2. Berikan O2 sesuai terapi
3. Monitor kekuatan otot
4. Ajarkan pasien untuk menggerakan anggota
badan yg kebas (jari – jari)
5. Berikan posisi semi fowler
6. Kelola pemberian terapi
a. injeksi Citicolin 500 mg /12 jam
intravena
b. Injeksi Mecobalamin 500 mg /12 jam
intravena
c. CPG 75 mg Per Oral
d. Miniaspi 80 mg Per Oral

Anda mungkin juga menyukai