Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

DM (DIABETES MELLITUS) DENGAN


HIPERGLIKEMI

DISUSUN OLEH :

NUGRAHENI TRI HARYANTI


01202308073

PRODI PROFESI NERS FAKULTAS


ILMU KESEHATAN
ITS PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2022/2023
1. PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Diabetes mellitus merupakan komorbid yang sering ditemukan
pada penderita infeksi covid-19. Data Kemenkes pada tahun 2020,
ditemukan sebanyak 56.385 kasus terkonfirmasi COVID-19 di
indonesia dengan kasus meninggal sebanyak 2.875 orang atau CFR
sebesar 5,1 % yang tersebar di 34 provinsi (Angela, 2022).
Diabetes mellitus merupakan salah satu dari 4 prioritas penyakit
tidak menular (PTM). WHO memprediksi adanya peningkatan jumlah
penyandang DM yang menjadi salah satu ancaman kesehatan global.
Sample Registration Survey (SRS) 2019 menyatakan DM menempati
peringkat kedua dari 10 penyebab kematian di Indonesia.
DM dapat meningkatkan keparahan serta kematian penderita
covid-19, meningkatkan risiko terjadinya gagal nafas, komplikasi
jantung, serta perlunya perawatan di ICU. Hal ini diperkirakan karena
adanya kondisi inflamasi kronik low-grade, kegagalan respon imun
serta abnormalitas koagulasi pada pasien dengan DM. namun
sebaliknya, pasien dengan DM sering muncul dengan gejala
hiperglikemia baik hiperglikemia preprandial maupun postprandial
bahkan hingga ketoasidosis diabetikum.
Hiperglikemia adalah peningkatan kadar glukosa dalam darah yang
melebihi batas normal dan merupakan komplikasi akut DM selain
hipoglikemia (Angela, 2022). Hiperglikemia bisa disebabkan oleh
beberapa faktor diantaranya penggunaan obat-obatan seperti
glukokortikoid atau steroid.
Pemantauan kadar gula mandiri sangat diperlukan oleh penyandang
diabetes agar dapat mengontrol kadar gula darah secara optimal.
Pemantauan tersebut membantu untuk mendeteksi gula darah rendah
dibawah normal dan gula darah yang tinggi diatas normal serta
berperan dalam menentukan kadar normal gula darah.
b. Tujuan
Mahasiswa mampu mengetahui tentang konsep penyakit DM
(Diabetes Mellitus) dengan hiperglikemia.
c. Manfaat
Diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan mahasiswa
dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan DM
(Diabetes Mellitus) dengan hiperglikemia.

2. TINJAUAN TEORI
a. Definisi
Diabetes melitus adalah keadaan hiperglikemi kronik disertai berbagai
kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan
berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh
darah, disertai lesi pada membrane basalis dalam pemeriksaan dengan
mikroskopik electron (Handayani S,, 2017).
Diabetes Mellitus ( DM ) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan
herediter, dengan tanda – tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai
dengan atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai
akibat dari kuranganya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan
primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai
juga gangguan metabolisme lemak dan protein (Syamsu N, 2020).
b. Klasifikasi
Klasifikasi menurut Amerikan Diabetes Association 2018 sesuai
anjuran Endokrinologi Indonesia yaitu:
1) Tipe I Diabetes Mellitus tergantung insulin (Insulin Dependent
Diabetes Mellitus)
2) Tipe II Diabetes Mellitus tidak tergantung insulin ( Non Insulin
Dependent Diabetes Mellitus)
3) Diabetes Mellitus tipe lain
4) Diabetes Gestasional Diabetes Mellitus
c. Etiologi
1) Tipe 1 Diabetes Melitus tergantung insulin
Tipe ini ditandai oleh penghancuran sel-sel beta pancreas
disebabkan oleh:
a) Faktor genetic / hederiter
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tidak mewarisi
diabetes tipe 1 itu sendiri tetapi mewarisi. Suatu predisposisi
atau kecenderungan genetic ke arah terjadinya DM tipe 1
kecenderungan ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe
antigen HLA ( human leucocyte antigen ) tertentu. HLA
merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen
transplantasi dan proses imun lainnya.
b) Faktor imunologis
Respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan
normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut
yang dianggap seolah-olah sebagai jaringan asing
c) Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang
menimbulkan destruksi sel beta.
2) Tipe II Diabetes Mellitus tidak tergantung insulin
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin pada DM tipe II belum diketahui. Namun
faktor genetik diperkirakan memegang peranan dalam proses
terjadinya resistensi insulin. Selain itu terdapat faktor-faktor resiko
tertentu yang berhubungan yaitu:
a) Usia
Umumnya manusia mengalami penurunan fisiologi yang secara
dramatis menurun dengan cepat pada usia setelah 40 tahun.
Penurunan ini yang berisiko pada penurunan fungsi pancreas
untuk memproduksi insulin
b) Obesitas
Obesitas akibat sel-sel beta pancreas mengalami hipertropi
yang akan berpengaruh terhadap penurunan produksi insulin,
Hipertrofi pancreas disebabkan karena peningkatan beban
metabolisme glukosa pada penderita obesitas untuk mencukupi
energy sel yang terlalu banyak
c) Riwayat keluarga
Pada anggota keluarga dekat pasien diabetes tipe II ( pada
kembar non identik), risiko menderita penyakit ini 5 hingga 10
kali lebih besar daripada subjek ( keluarga dengan usia dan
berat yang sama) yang tidak memiliki riwayat penyakit pada
keluarganya.
d) Gaya hidup ( stress)
Stress kronis cenderung membuat seseorang mencari makanan
yang cepat saji yang kaya pengawet ,lemak, dan gula. Makanan
ini berpengaruh besar terhadap pancreas .
d. Manifestasi klinis
Menurut brunner & Suddart, 2020 tanda dan gejala DM adalah sebagai
berikut:
1) Polidipsi ( rasa haus yang berlebihan )
2) Poliuria ( sering kencing)
3) Polifagia ( cepat lapar )
4) Penurunan berat badan secara cepat
5) Lemah
6) Kesemutan pada jari tangan dan kaki
7) Penglihatan kabur
8) Luka sukar sembuh
9) Pada ibu – ibu hamil sering melahirkan bayi dengan berat diatas 4
kg
e. Komplikasi
Menurut Black & Hawks (2019), Smeltzer, et all (2018)
mengklasifikasikan komplikasi diabetes mellitus menjadi 2 kelompok
yaitu :
1) Komplikasi akut
a) Hipoglikemia
Kadar glukosa darah yang abnormal/rendah terjadi jika kadar
glukosa darah turun dibawah 60-50 mg/dL (3,3-2,7 mmol/L).
Keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian insulin atau
preparat oral yang berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu
sedikit atau karena aktivitas fisik yang berat. Hipoglikemia
dapat terjadi setiap saat pada siang atau malam hari. Kejadian
ini bisa dijumpai sebelum makan, khususnya jika waktu makan
tertunda atau bila pasien lupa makan cemilan.
b) Ketoasidosis Diabetik
Keadaan ini disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak
cukupnya jumlah insulin yang nyata. Keadaan ini
mengakibatkan gangguan pada metabolisme karbohidrat,
protein dan lemak. Pada tiga gambaran klinis yang penting
pada diabetes ketoasidosis: dehidrasi, kehilangan elektrolit, dan
asidosis. Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa
yang memasuki sel akan berkurang pula. Di samping itu
produksi glukosa oleh hati menjadi tidak terkendali. Kedua
faktor ini akan menimbulkan hiperglikemia.
c) Sindrom Hiperglikemi Hiperosmolar Nonketotik
Keadaan yang didominasi oleh hiperosmolaritas dan
hiperglikemia dan disertai perubahan tingkat kesadaran (sense
of awareness). Pada saat yang sama tidak ada atau terjadi
ketosis ringan. Kelainan dasar biokimia pada sindrom ini
berupa kekurangan insulin efektif. Keadaan hiperglikemia
persisten menyebabkan diuresis osmotik sehingga terjadi
kehilangan cairan elekrolit. Untuk mempertahankan
keseimbangan osmotik, cairan akan berpindah dari ruang
intrasel ke dalam ruang ekstrasel. Dengan adanya glukosuria
dan dehidrasi, akan dijumpai keadaan hypernatremia dan
peningkatan osmolaritas. Salah satu perbedaan utama antara
sindrom HHNK dan DKA adalah tidak terdapatnya ketosis dan
asidosis pada sindrom HHNK. Perbedaan jumlah insulin yang
terdapat dalam masing-masing keadaan ini dianggap penyebab
parsial perbedaan diatas. Pada hakikatnya, insulin tidak
terdapat pada DKA.
2) Komplikasi kronik
a) Komplikasi Makrovaskuler
Perubahan aterosklerotik dalam pembuluh darah besar sering
terjadi pada diabetes mellitus. Perubahan aterosklerotik ini
serupa dengan yang terlihat pada pasien-pasien nondiabetik,
kecuali dalam hal bahwa perubahan tersebut cemderung terjadi
pada usia yang lebih muda dengan frekuensi yang lebih besar
pada pasienpasien diabetes mellitus.
b) Komplikasi Mikrovaskuler
Perubahan mikrovaskuler merupakan komplikasi unik yang
hanya terjadi pada diabetes mellitus. Penyakit mikrovaskuler
diabetik (mikroangiopati) ditandai oleh penebalan membran
basalis pembuluh kapiler. Membran basalis mengelilingi sel-sel
endotel kapiler.
c) Retinopati Diabetik
Kelainan patologis mata yang disebut retinopati diabetic
disebabkan oleh perubahan dalam pembuluh-pembuluh darah
kecil pada retina mata.
d) Nefropati
Penyakit diabetes mellitus turut menyebabkan kurang lebih
25% dari pasienpasien dengan penyakit ginjal stadium terminal
yang memerlukan dialisis atau transplantasi setiap tahunnya di
Amerika Serikat. Penyandang diabetes mellitus tipe I sering
memperlihatkan tanda-tanda permulaan penyakit renal setelah
15-20 tahun kemudian, sementara pasien diabetes mellitus tipe
2 dapat terkena penyakit renal dalam waktu 10 tahun sejak
diagnosis diabetes ditegakkan. Banyak pasien diabetes mellitus
tipe 2 ini yang sudah menderita diabetes mellitus selama
bertahun-tahun selama penyakit tersebut didiagnosis dan
diobati. 5) Neuropati Neuropati dalam diabetes mellitus
mengacu kepada sekelompok penyakitpenyakit yang
menyerang semua tipe saraf, termasuk saraf perifer
(sensorimotor), otonom dan spinal. Kelainan tersebut tampak
beragam secara klinis dan bergantung pada lokasi sel saraf
yang terkena (Hasdianah, 2019).
f. Patofisiologi
Menurut (Corwin, EJ. 2019), Diabetes tipe I. Pada diabetes tipe
satu terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena
selsel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun.
Hiperglikemi puasa terjadi akibat produkasi glukosa yang tidak terukur
oleh hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak
dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan
menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah makan). Jika
konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya
glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang
berlebihan di ekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan disertai
pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini
dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan cairan
berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih
(poliuria) dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan
lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat
mengalami peningkatan selera makan (polifagia), akibat menurunnya
simpanan kalori. Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan.
Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenolisis
(pemecahan glukosa yang disimpan) dan gluconeogenesis
(pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino dan substansi
lain), namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi
tanpa hambatan dan lebih lanjut akan turut menimbulkan
hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang
mengakibatkan peningkatan produksi badan keton yang merupakan
produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam
yang menggangu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya
berlebihan.
Ketoasidosis yang diakibatkannya dapat menyebabkan tanda-tanda
dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah, hiperventilasi, nafas
berbau aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan
kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian insulin bersama cairan
dan elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat
kelainan metabolik tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemi serta
ketoasidosis. Diet dan latihan disertai pemantauan kadar gula darah
yang sering merupakan komponen terapi yang penting.
Diabetes tipe II. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama
yang berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus
pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan resptor
tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di
dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan
penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak
efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk
mengatasi resistensi insulin dan untuk mencegah terbentuknya glukosa
dalam darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang
disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini
terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan
dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat.
Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi
peningkatan kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan
meningkat dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan
sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM tipe II, namun masih
terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah
pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya.
Karena itu ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II.
Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat
menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom
hiperglikemik hiperosmoler nonketoik (HHNK).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang
berusia lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa
yang berlangsung lambat (selama bertahun-tahun) dan progresif, maka
awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya
dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat
mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, luka pada kulit
yang lama sembuh-sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur
(jika kadra glukosanya sangat tinggi).
g. Pathway

DM TIPE I DM TIPE II

Reaksi autoinum Idiopatik, Usia, Genetik

Sel & pancreas hancur Jumlah sel


pancreas

Definisi insulin

Hiperkemia Katabolisme protein meningkat Liposis


meningkat

Pembatasan diit

Fleksibilitas darah Intake tidak adekuat Penurunan BB


merah

Resiko Nutrisi
Kurang
Pelepasan O2 Poliuri Deficit
Volume
Cairan
Perfusi
Hipoksia perifer
Jaringan
Perifer
Nyeri tidak
efektif
Poliphagi

Polidipsi

Poliurea

Ketidastabilan
kadar glukosa
darah
h. Pemeriksaan penunjang
1) Kadar glukosa darah
a) Kadar Glukosa darah sewaktu (mg/dl) menurut Nurarif &
Kusuma (2018)
Kadar glukosa darah sewaktu
Kadar Glukosa darah DM Belum pasti DM
Sewaktu
Plasma vena >200 100-200
Darah Kapiler >200 80-100

b) Kadar glukosa darah puasa (mg/d) menurut Nurarif & Kusuma


(2018)
Kadar glukosa darah puasa
Kadar glukosa darah DM Belum pasti DM
Puasa
Plasma vena >120 110-120
Darah kapiler >110 90-110
2) Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2
kali pemeriksaan
a) Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
b) Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
c) Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian
sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial
(pp) >200 mg/dl)
3) Tes Laboratorium DM
Jenis tes pada pasien DM dapat berupa tes saring, tes diagnostik,
tes pemantauan terapi dan tes untuk mendeteksi komplikasi.
4) Tes saring
Tes-tes saring pada DM
a) GDS
b) Tes glukosa urine
c) Tes konvensional (metode reduksi/benedict)
d) Tes carik celup (metode glucose oxidase/hexodinase)
5) Tes Diagnostik
Tes-tes duagnostik pada DM adalah GDP, GDS, GD2PP (Glukosa
darah 2 jam post prandial), Glukosa jam ke 2 TTGO.
6) Tes monitoring terapi
a) GDP plasma vena, darah kapiler
b) GD2PP :plasma vena
c) Alc darah vena, darah kapiler
7) Tes untuk mendeteksi komplikasi
a) Mikroalbuminuria urine
b) Ureum, kreatinin, asam urat
c) Kolesterol total plasma vena (puasa)
d) Kolesterol LDL : plasma vena (puasa)
e) Kolesterol HDL :Plasma vena (puasa)
f) Trigliserida : plasma vena (puasa )
i. Pengkajian
1) Identitas
a) Identitas Klien
Meliputi Nama, Umur, Jenis Kelamin, Pendidikan, Pekerjaan,
Agama, Alamat, No. RM, Tanggal Masuk, Diagnose Medis
b) Identitas Penanggung jawab
Meliputi Nama, Umur, Jenis Kelamin, Pendidikan, Pekerjaan,
Agama, Alamat, Hubungan dengan pasien
2) Riwayat Kesehatan
a) Keluhan Utama
Yaitu keluhan yang paling dirasakan oleh klien pada saat
dilakukan pengkajian secara subyektif.
b) Riwayat Kesehatan Sekarang
Menggunakan pola PQRST dan merupakan riwayat kesehatan
yang dimulai dari awal timbulnya gejala yang dirasakan
sehingga membuat klien mencari bantuan pelayanan baik
medik maupun perawatan. Pola PQRST tersebut bisa
dideskripsikan: keluhannya apa? kriteria waktu < / > 1 bulan?
sudah ada tindak lanjut belum? hasilnya bagaimana? kenapa
sampai dibawa ke rumah sakit? Terangkan juga bagaimana
perjalanan selama di rumah sakit sampai diruang pelayanan
berikutnya?. Temuan apa yang dikaji setelah dari IGD?
Bagaimana hasil pengkajian saat pertama kali di IGD?
c) Riwayat Kesehatan Dahulu
Merupakan riwayat kesehatan yang pernah diderita oleh klien,
baik penyakit maupun perilaku yang berhubungan dengan atau
yang dapat menyebabkan keadaan sekarang.
d) Riwayat penyakit sebelumnya, riwayat penggunaan obat-
obatan, pernah dirawat di RS dengan penyakit apa?, yang ada
hubungannya maupun tidak dengan penyakit yang diderita
sekarang.
e) Riwayat Kesehatan Keluarga
Perlu dikaji dari anggota keluarga ada atau tidak yang
menderita penyakit sama seperti yang diderita klien saat ini
oleh karena faktor herediter/genetik maupun penyakit menular.
3) Pengkajian Pola Fungsional
Menurut Virginia Henderson 2019:
a) Kebutuhan bernafas dengan normal
Bagaimana irama, kedalaman, frekuensi, keteraturan bernafas,
kan alat bantu pernafasan atau tidak, adakah retraksi intercosta,
adakah faktor pencetus, faktor lingkungan yang mempengaruhi
dalam bernafas, adakah sesak nafas, hal-hal yang dapat
mengurangi atau memperberat sesak nafas.
b) Kebutuhan nutrisi adekuat
Bagaimana pola makan klien, kebiasaan makan, frekuensi,
komposisi, jenis makanan yang di sukai dan tidak disukai,
jumlah porsi makan, kebiasaan asupan nutrisi (sumber kalori,
lemak, cair atau biasa), adakah keluhan/gangguan yang muncul
berhubungan dengan makan. Bagaimana pola minum klien,
jumlah asupan tiap hari (setiap kali minum), jenis minuman
yang dikonsumsi, adakah keluhan/gangguan yang muncul
berhubungan dengan minum.
c) Kebutuhan eliminasi
Bagaimana pola eliminasi BAB klien, konsistensi feces, bau,
warna, frekuensi BAB tiap hari, kebiasaan waktu BAB, ada
kelainan feces atau tidak, ada darah/tidak, ada lendir/tidak,
konstipasi? Bagaimana eliminasi BAK klien, frekuensi, warna,
volume, terpasang DC/tidak, adakah gangguan dalam BAK
(disuria, hematuria).
d) Kebutuhan keseimbangan dan gerak
Bagaimana pola keseimbangan gerak dan aktivitas klien (ADL
: Activity Daily Living), skala ketergantungan ada atau tidak,
mobilitas dikaji : berapa kekuatan otot, apakah klien ada
gangguan berjalan, menggunakan bantuan alat berjalan atau
tidak, adakah atropi otot, dislokasi sendi, nyeri tulang, sendi
hipertropi, nyeri sendi, atropi otot
e) Kebutuhan istirahat dan tidur
Jumlah dan kualitas tidur klien, adakah gangguan tidur (seperti
: insomnia, hipersomnia, narkolepsi, dll), jam berapa tidur
klien, bagaimana jam tidur siang dan malam, apa kebiasaan
menjelang klien tidur.
f) Kebutuhan mempertahankan temperatur tubuh
Kebiasaan klien mempertahankan temperatur tubuh, seperti
memakai pakaian yang tipis dan menyerap keringat bila udara
panas, memakai selimut saat udara dingin.
g) Kebutuhan personal hygiene
Bagaimana pemenuhan kebutuhan personal hygiene klien
(mandi, gosok gigi, keramas, potong kuku), berapa hari sekali /
berapa minggu sekali, menggunakan bantuan atau tidak saat
melakukan personal hygiene.
h) Kebutuhan berkomunikasi
Bagaimana komunikasi klien dengan orang lain, jenis
komunikasi yang dilakukan (verbal/non verbal), intensitas
komunikasi kuat/lemah, penggunaan bahasa dan kejelasannya.
i) Kebutuhan spiritual
Bagaimana klien dalam menjalankan ibadahnya, agama atau
kepercayaan yang dianut oleh klien, adakah kepercayaan klien
yang bertentangan dengan prinsip kesehatan, bagaimana koping
mekanisme klien dalam menghadapi masalah kesehatan yang
berhubungan dengan kepercayaan yang dianutnya.
j) Kebutuhan berpakaian dan memilih pakaian
Bagaimana pola berpakaian klien (keserasian, waktu dan cara),
jenis pakaian yang disukai atau yang tidak disukai klien.
k) Kebutuhan rasa aman dan nyaman
Hal-hal yang membuat klien merasa aman (berhubungan
dengan hospitalisasi) dan nyaman (adakah nyeri). Jika terdapat
nyeri jelaskan hasil pengkajian nyeri ( data subyek : PQRST
dan data obyek : ekspresi wajah dan perilaku klien).
l) Kebutuhan bekerja
Apa pekerjaan klien, apakah klien mampu melakukan
pekerjaannya, kapan waktu kerja (jam kerja).
m) Kebutuhan rekreasi
Hal-hal yang dilakukan klien untuk menghilangkan kebosanan
atau kejenuhan (seperti : nonton TV, mendengarkan radio,
jalan-jalan, dll), apa yang dilakukan klien untuk mengisi waktu
luang.
4) Pemeriksaan fisik
a) Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi
badan, berat badan dan tanda – tanda vital.
b) Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada
leher, telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan
pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih
kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah,
apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.
c) Sistem integument
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas
luka, kelembaban dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan
gangren, kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan
kuku.
d) Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita
DM mudah terjadi infeksi.
e) Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia,
kardiomegalis.
f) Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi,
dehidrase, perubahan berat badan, peningkatan lingkar
abdomen, obesitas.
g) Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau
sakit saat berkemih.
h) Sistem musculoskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi
badan, cepat lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di
ekstrimitas.
i) Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi,
mengantuk, reflek lambat, kacau mental, disorientasi
5) Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :
a) Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah
puasa >120 mg/dl dan dua jam post prandial > 200 mg/dl.
b) Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine.
Pemeriksaan dilakukan dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil
dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine : hijau ( + ),
kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ).
c) Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik
yang sesuai dengan jenis kuman.
j. Diagnose keperawatan
Diagnosa yang muncul menurut Standar Diagnosa Keperawatan
Indonesia atau SDKI adalah :

1) Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan hiperglikemia


ditandai dengan nyeri ekstremitas, parastesia, edema,
penyembuhan luka lambat, indeks ankle-brachial <0,90, bruit
femoral. (D.0009)

2) Defisit nutrisi berhubungan dengan


3) Ketidastabilan gula darah berhubungan dengan gangguan toleransi
glukosa darah ditandai dengan Lelah atau lesu, kadar glukosa dalam
darah/urine tinggi, mulut kering, haus meningkat, jumlah urine
meningkat. (D.0027)
4) Defisit cairan
k. Intervensi
1) Ketidakefektifan perfusi jaringan parifer ( I. 06195)
Kriteria Hasil
a) Akral (5)
b) Turgor kulit (5)
c) Tekanan darah sistolik (5)
d) Tekanan darah diastolik (5)
Intervensi:
a) Observasi
- Identifikasi penyebab perubahan sensasi
- Periksa perbedaan sensasi panas atau dingin
- Monitor terjadinya paresteris, jika perlu
- Monitor perubahan kulit
b) Terapeutik
- Hindari pemakaian benda-benda yang berlebihan suhunya
(terlalu panas atau dingin )
c) Edukasi
- Anjurkan penggunaan termometer untuk menguji suhu air
d) Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgesik, jika perlu
2) Ketidakseimbangan nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh ( I.
03119)
Kriteria Hasil :
a) Berat badan (5)
b) Nafsu makan (5)
c) Porsi makan yang dihabiskan (5)
d) Berat badan stabil atau adanya penambahan 0,5-1 kg
Intervensi :
a) Observasi
- Monitor berat badan
- Monitor asupan makanan
- Identifikasi makanan yang disukai
- Identifikasi status nutrisi
b) Terapeutik
- Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
- Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
- Berikan maknan tinggi kalori dan tinggi protein
c) Edukasi
- Anjarkan diet yang diprogramkan
d) Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrisi yang dibutuhkan.
3) Ketidakstabilan kadar glukosa darah ( I. 03115)
Kriteria Hasil :
a) Pusing (5)
b) Lesu (5)
c) Kadar glukosa (5)
d) Rasa haus (5)
a) Observasi
- Identifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemia
- Monitor kadar glukosa darah
- monitor tanda dan gejala hiperglikemia
b) Terapeutik
- Berikan asupan cairan oral
- Konsultasi dengan medis jika tanda dan gejala
hiperglikemia tetap ada dan memburuk
c) Edukasi
- Anjurkan menghindari olahraga saat kadar glukosa darah
lebih dari 250 mg/dl
- Anjurkan monitor kadar glukosa darah secara mandiri
d) Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian insulin
- Kolaborasi pemberian kalium
- Kolaborasi pemberian carian IV
DAFTAR PUSTAKA

Angela K., Juliana I Made (2022). DM Tipe II Terinfeksi Covid-19 dengan


Hiperglikemia yang Sulit Terkendali Pasca Hipoglikemia. UMI Medical
Journal Fakultas Kedokteran Muslim Indonesia. Vol.7,1.
Graciella N T (2021) Penatalaksanaan Ulkus Diabetikum. Alomedika.
https://www.alomedika.com/penyakit/endokrinologi/ulkus-
diabetikum/penatalaksanaan

Handayani, S (2017). Laporan Pendahuluan Diabetes Mellitus Dengan Ulkus


Diabetikum Ruang Dahlia Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas. Skripsi.
I Sari , T Basri, P Yakubu (2018) J AgromedUnila :Ulkus Diabetik
Kanan Dengan Diabetes Melitus tipe 2, vol. 4, hal. 133-139
PPNI (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia :Definisi dan
Indikator Diagnostik , Edisi 1. Jakarta Selatan :

PPNI (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia :Definisi dan Kriteria


Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta Selatan : DPP PPNI

PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan


tindakan keperawatan , Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

Syamsu M Nur (2020). Laporan Pendahuluan Diabetes Mellitus Luka Kaki


Diabetik. Skripsi.

Anda mungkin juga menyukai