Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MELITUS

Di susun guna memenuhi tugas Praktik Klinik


Keperawatan Gerontik
Dosen Pembimbing : Sugiharto.Ph.D

Disusun Oleh:
Pramesti Sindy Ariesty
202202040036

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN PEKALONGAN
2023
A. Konsep Dasar Diabetes Melitus (DM)
1. Pengertian
Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolic dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin
atau kedua-duanya. Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen
yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemi, glukosa
secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah.
Diabetik merupakan suatu bentuk kelainan kronik dan progresif yang ditandai
dengan ketidakmampuan tubuh dalam metabolisme karbohidrat, lemak dan protein
yang dapat memicu terjadinya hiperglikemia. Hiperglikemia mengakibatkan
resistensi insulin, insulin yang diproduksi tidak dapat digunakan secara efektif
sehingga glukosa tidak dapat digunakan oleh sel yang mengakibatkan glukosa dalam
darah menjadi tinggi.
2. Klasifikasi DM
a. Diabetes tipe I
Diabetes tipe 1 biasanya terjadi pada remaja atau anak, dan terjadi karena
kerusakan sel β (beta). Rusaknya sel β pankreas diduga karena proses autoimun,
namun hal ini juga tidak diketahui secara pasti. Diabetes tipe 1 rentan terhadap
ketoasidosis, memiliki insidensi lebih sedikit dibandingkan diabetes tipe 2, akan
meningkat setiap tahun baik di negara maju maupun di negara berkembang
b. Diabetes tipe II
Diabetes tipe 2 biasanya terjadi pada usia dewasa. Seringkali diabetes tipe 2
didiagnosis beberapa tahun setelah onset, yaitu setelah komplikasi muncul
sehingga tinggi insidensinya sekitar 90% dari penderita DM di seluruh dunia dan
sebagian besar merupakan akibat dari memburuknya faktor risiko seperti
kelebihan berat badan dan kurangnya aktivitas fisik.
c. Diabetes gestasional
Gestational diabetes mellitus (GDM) adalah diabetes yang didiagnosis selama
kehamilan, dengan ditandai dengan hiperglikemia (kadar glukosa darah di atas
normal). Wanita dengan diabetes gestational memiliki peningkatan risiko
komplikasi selama kehamilan dan saat melahirkan, serta memiliki risiko
diabetes tipe 2 yang lebih tinggi di masa depan.
d. Tipe diabetes lainnya
Diabetes melitus tipe khusus merupakan diabetes yang terjadi karena adanya
kerusakan pada pankreas yang memproduksi insulin dan mutasi gen serta
mengganggu sel beta pankreas, sehingga mengakibatkan kegagalan dalam
menghasilkan insulin secara teratur sesuai dengan kebutuhan tubuh. Sindrom
hormonal yang dapat mengganggu sekresi dan menghambat kerja insulin yaitu
sindrom chusing, akromegali dan sindrom genetik.
3. Etiologi
a. DM tipe I
Diabetes yang tergantung insulin ditandai dengan pengahancuran sel-sel beta
pancreas yang disebabkan oleh :
1) Faktor genetic penderita tidak mewarisi diabetes tipe itu sendiri, tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetic kearah terjadinya
diabetes tipe I
2) Faktor imunologi (autoimun)
3) Faktor lingkungan : virus atau vaksin tertentu dapat memicu proses autoimun
yang menimbulkan ekstrusi si beta
b. DM tipe II
Disebabkan oleh kegagalan relative sel beta dan resistensi insulin. Faktor resiko
yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes tipe II : usia, obesitas,
riwayat dan keluarga.
4. Tanda dan Gejala
a. Poliuri : hiperglikemia berat berakibat glukosaria yang akan menjadi dieresis
osmotic yang meningkatkan pengeluaran urin. Poliuria adalah keadaan dimana
volume air kemih dalam 24 jam meningkat melebihi batas normal. Poliuria
timbul sebagai gejala DM dikarenakan kadar gula dalam tubuh relatif tinggi
sehingga tubuh tidak sanggup untuk mengurainya dan berusaha untuk
mengeluarkannya melalui urin. Gejala pengeluaran urin ini lebih sering terjadi
pada malam hari dan urin yang dikeluarkan mengandung glukosa
b. Polidipsi : adalah rasa haus berlebihan yang timbul karena kadar glukosa terbawa
oleh urin sehingga tubuh merespon untuk meningkatkan asupan cairan
c. Polifagi : Pasien DM akan merasa cepat lapar dan lemas, hal tersebut disebabkan
karena glukosa dalam tubuh semakin habis sedangkan kadar glukosa dalam
darah cukup tinggi.
d. Penurunan BB secara drastis : pasien DM disebabkan karena tubuh terpaksa
mengambil dan membakar lemak sebagai cadangan energi.
e. Lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi
f. GDS ≥ 200 mg/ dl
g. GDP : ≥ 126 mg/ dl
5. Patofisiologi
Diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk mengahasilakan insulin karena
sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemi puasa
terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Disamping itu glukosa
yang berasal dari makan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada
dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia posprandial (sesudah makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi maka ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar. Akibatnya glukosa tersebut
muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di eksresikan ke
dalam urin, eksresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang
berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Sebagai akibat dari kehilangan
cairan berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria)
dan rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga akan menggangu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan cetakan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan
selera makan (polifagia), akibat menurunnya simpanan kalori. Gejala lainnya
mencakup kelelahan dun kelemahan. Dalam keadaan normal insulin mengendalikan
glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan dan glukoneogenesis
pembentukan glukosa baru dari dari asam-asam amino dan substansi lain), namun
pada penderita defisiensi insulin. Keadaan lebih lanjut akan turut menimbulkan
hiperglikemia. Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan
peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping tanpa hambatan
pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang menggangu keseimbangan
asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan. Ketoasidosis yang diakibatkannya
dapat menyebabkan tanda-tanda dan gejala seperti nyeri abdomen, mual, muntah,
hiperventilasi, nafas berbau aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan
perubahan kesadaran, koma bahkan kematian. Pemberian insulin bersama cairan dan
elektrolit sesuai kebutuhan akan memperbaiki dengan cepat kelainan metabolik
tersebut dan mengatasi gejala hiperglikemia serta ketoasidosis Diet dan latihan
disertai pemantauan kadar gula darah yang sering merupakan komponen terapi yang
penting.
Diabetes tipe II, pada diabetes tipe Il terdapat dua masalah yang berhubungan
dengan insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya
insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel sebagai akibat
terikatnya insulin dengan resptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam
metabolisme glukosa di dalam sel resistensi insulin pada diabetes tipe Il disertai
dengan penurunan reaksi intrasel ini dengan demikian insulin menjadi tidak efektif
untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatusi resistensi insulin dun untuk mencegah terbentuknya glukosa
dalam darah. Dapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan pada penderita
toleransi glukena harus terdapat peningkatan terganggu keduan ini terjadi akibat
sekresi insulin yang berlebiluan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat
yang formal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel tidak mampu
mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, kadar glukosa akan meningkat
dan terjadi diabetes tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang
merupakan khas DM tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang
adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang
menyertainya, karena itu ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II.
Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan
masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmolar
nonketoik (HHNK).
Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia lebih
dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat
selama bertahun-tahun dan progresif, muka awitan diabetes tipe II dapat berjalan
tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan
dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas poliure polidipsi, luka pada kulit yang
lama sembuh- sembuh, infeksi vagina atau pandang an yang kabur (jika kadra
glukosanya sangat tinggi).
6. Pathway

DM Tipe 1 DM Tipe 2

Reaksi Autoimun Idiopatik, usia, genetic, dll

Sel β pancreas hancur jml sel pancreas menurun

Definisi insulin

Hiperglikemia Ketabolisme protein meningkat Liposis meningkat

Pembatasan diit Penurunan BB

Fleksibilitas Intake tidak adekuat Resiko nutrisi kurang


darah merah

Pelepasan O2 Poliuria Deficit volume cairan

Hipoksia perifer Perfusi jaringan perifer


tidak efektif

Nyeri

7. Pemeriksaan Penunjang
a. Kadar glukosa darah
b. Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali
pemeriksaan
1) Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2) Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3) Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) >200 mg/dl)
c. Tes laboratorium DM
Jenis tes pada pasien DM dapat berupa tes saring, tes diagnostik, tes pemantauan
terapi dan tes untuk mendeteksi komplikasi
d. Tes saring
1) GDP, GDS
2) Tes glukosa urin
e. Tes diagnostik
Tes-tes diagnostik pada DM adalah GDP, GDS, GD2PP (glukosa darah 2 jam
post prondial)
f. Tes monitoring terapi
1) GDP : plasma vena, darah kapiler
2) GD2PP : plasama vena
3) A1c : darah vena, darah kapiler
g. Tes untuk mendeteksi komplikasi
1) Mikroalbuminuria : urin
2) Ureum, kreatinin, asam urat
3) Kolesterol total : plasma vena (puasa)
4) Kolesterol LDL : plasma vena (puasa)
5) Kolesterol HDL : plasma vena (puasa)
6) Trigliserida : plasma vena (puasa)
B. ASUHAN KEPERAWATAN

1) Pengkajian fisik
a) Identitas
b) Keluhan utama
Klien mengeluh nyeri pada persendian, bengkak, dan terasa kaku.
c) Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang dengan keluhan sakit pada persendian, bengkak, dan terasa kaku.
d) Pola fungsi Gordon
 Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan
Kaji pengetahuan klien tentang penyakitnya, saat klien sakit
tindakan yang dilakukan klien untuk menunjang kesehatannya.

 Nutrisi/metabolic
Kaji makanan yang dikonsumsi oleh klien, porsi sehari, jenis makanan, dan
volume minuman perhari, makanan kesukaan.

 Pola eliminasi
Kaji frekuensi BAB dan BAK, ada nyeri atau tidak saat BAB/BAK dan warna
 Pola aktivitas dan latihan
Kaji kemampuan klien saat beraktivitas dan dapat melakukan mandiri, dibantu
atau menggunakan alat

 Pola tidur dan istirahat


Kaji pola istirahat, kualitas dan kuantitas tidur, kalau terganggu kaji penyebabnya
 Pola kognitif-perseptual
Status mental klien, kaji nyeri dengan Provokasi (penyebab), Qualitas
9nyerinya seperti apa), Reqion (di daerah mana yang nyeri), Scala
(skala nyeri 1-10), Time (kapan nyeri terasa bertambah berat).

 Pola persepsi diri


Pola persepsi diri perlu dikaji, meliputi; harga diri, ideal diri, identitas
diri, gambaran diri.
 Pola seksual dan reproduksi
kaji manupouse, kaji aktivitas seksual
 Pola peran dan hubungan
Kaji status perkawinan, pekerjaan
 Pola manajemen koping stress
 Sistem nilai dan keyakinan.
b.Fungsional klien

1) Indeks Barthel yang dimodifikasi


Penilaian didasarkan pada tingkat bantuan orang lain dalam meningkatkan aktivitas
fungsional. Penilaian meliputi makan, berpindah tempat, kebersihan diri, aktivitas di
toilet, mandi, berjalan di jalan datar, naik turun tangga, berpakaian, mengontrol
defikasi dan berkemih. Cara penilaian :

NO KRITERIA BANTUAN MANDIRI

1 Makan 5 10

2 Minum 5 10

3 Berpindah dari kursi roda ketempat tidur/sebaliknya 5-10 15

4 Personal toilet (cuci muka, menyisir rambut, menggosok gigi) 0 5

5 Keluar masuk toilet (mencuci pakaian, menyeka tubuh, 5 10


menyiram)
6 Mandi 5 15

7 Jalan di permukaan datar 0 5

8 Naik turun tangga 5 10

9 Menggunakan pakaian 5 10

10 Kontrol bowel (BAB) 5 10

11 Kontrol Bladder (BAK) 5 10

Total skor

Cara penilaian:
< 60 : ketergantungan penuh/total
65-105 : ketergantungan sebagian
110 : mandiri
2) Indeks Katz
Pengkajian menggunakan indeks kemandirian katz untuk aktivitas kehidupan sehari-
hari yang berdasarkan pada evaluasi fungsi mandiri atau bergantung dari klien dalam
hal: makan, kontinen (BAB/BAK), berpindah, ke kamar mandi, mandi dan
berpakaian. Indeks Katz adalah pemeriksaan disimpulkan dengan system penilaian
yang didasarkan pada tingkat bantuan orang lain dalam melakukan aktivitas
fungsionalnya. Salah satukeuntungan dari alat ini adalah kemampuan untuk mengukur

perubahan fungsi aktivitas dan latihan setiap waktu, yang diakhiri evaluasi dan
aktivitas rehabilitasi. Pengukuran pada kondisi ini meliputi:
Termasuk kategori manakah klien?
A. Mandiri dalam makan, kontinensia (BAB/BAK), menggunakan pakaian, pergi
ke toilet, berpindah dan mandi
B. Mandiri semuanya kecuali salah satu dari fungsi diatas
C. Mandiri kecuali mandi dan salah satu fungsi lain
D. Mandiri kecuali mandi, berpakaian dan salah satu fungsi diatas
E. Mandiri kecuali mandi, berpakaian, ke toilet dan salah satu fungsi yang lain
F. Mandiri kecuali mandi, berpakaian, ke toilet, berpindah dan satu fungsi yang
lain

G. Ketergantungan untuk semua fungsi diatas


Keterangan :

Mandiri berarti tanpa pengawasan, pengarahan atau bantuan efektif dari orang lain,
seseorang yang menolak untuk melakukan suatu fungsi dianggap tidak melakukan
fungsi, meskipun ia dianggap mampu.

c. Status mental dan kognitif gerontik


 Short Portable Mental Status Questioner (SPMSQ)
Digunakan untuk mendeteksi adanya tingkat kerusakan intelektual. Pengujian
terdiri atas 10 pertanyaan yang berkenan dengan orientasi, riwayat pribadi,
memoridalam hubungannya dengan kemampuan perawatan diri, memori jangka
panjang dan kemampuan matematis atau perhitungan (Pfeiffer, 2002).
NO PERTANYAAN BENAR SALAH

1 Tanggal berapa hari ini

2 Hari apa sekarang

3 Apa nama tempat ini

4 Alamat anda?

5 Berapa umur anda?

6 Kapan anda lahir (minimal tahun lahir)

7 Siapa presiden indonesia sekarang?

8 Siapa presiden ndonesia sebelumnya?

9 Siapa nama ibu anda?

10 Kurangi 3 dari 20 dan tetap pengurangan 3 dari setiap angka baru,


semua secara menurun
Jumlah

Interpretasi hasil :

1) Salah 0-3 : fungsi intelektual utuh


2) Salah 4-5 : kerusakan intelektual ringan
3) Salah 6-8 : kerusakan intelektual sedang
4) Salah 9-10 : kerusakan intelektual berat

 Mini Mental Status Exam (MMSE)


Mini mental status exam (MMSE) menguji aspek kognitif dari
fungsi mental: orientasi, registrasi, perhatian dan kalkulasi,
mengingat kembali dan bahasa. Nilai kemungkinan ada 30,
dengan nilai 21 atau kurang biasanya indikasi adanya kerusakan
kognitif yang memerlukan penyelidikan lanjut. Pemeriksaan
memerlukan hanya beberapa menit untuk melengkapi dan
dengan mudah dinilai, tetapi tidak dapat digunakan sendiri
untuk tujuan diagnostic. karena pemeriksaan MMSE mengukur
beratnya kerusakan kognitif dan mendemonstrasikan perubahan
kognitif pada waktu dan dengan tindakan. Ini merupakan suatu
alat yang berguna untuk mengkaji kemajuan klien yang
berhubungan dengan intervensi. Alat pengukur status afektif
bdigunakan untuk membedakan jenis depresi serius yang
mempengaruhi fungsi-fungsi dari suasana hati. Depresi adalah
umum pada lansia dan sering dihubungkan dengan kacau
mental dan disorientasi, sehingga seorang lansia depresi sering
disalah artikan dengan dimensia. Pemeriksaan status mental
tidak dengan jelas membedakan antara depresi dengan
demensia, sehingga pengkajian afektif adalah alat tambahan
yang penting.

a. Diagnosa keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan injuri biologis (penurunan perfusi jaringan
perifer)
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan gangguan keseimbangan insulin, maknan dan aktivitas jasmani
c. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan nekrosis kerusakan
jaringan (nekrosisi luka gangrene)
b. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan kriteria Rencana tindakan rasional


1. Nyeri akut Setelah dilakukan - Monitor TTV - Mengetahui
berhubungan tindakan perkembangan
dengan injuri keperawatan selama nyeri pasien
biologis 3 x 24 jam - Lakukan teknik - Mengurangi nyeri

(penurunan perfusi diharapkan nyeri relaksasi napas dalam

jaringan perifer) berkurang, dengan ataupun distraksi

kriteria hasil : - Ajarkan bagaimana - Mengurangi nyeri

- Frekuensi nyeri 2 cara mengontrol nyeri yang timbul

- TTV normal - Kolaborasi dalam - Mempercepat


pemberian analgesik proses
penyembuhan
2. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan - Monitor intake - Mengetahui
nutrisi kurang dari tindakan makanan dan kebutuhan tubuh
kebutuhan tubuh keperawatan selama minuman yang pasien
berhubungan 3 x 24 jam dikonsumsi klien
dengan gangguan diharapkan nafsu setiap hari - Memudahkan
keseimbangan makan pasien - Beri makanan lewat makanan untuk
insulin, maknan meningkat dengan oral, jika masuk
dan aktivitas kriteria hasil : memungkinkan - Meningkatkan
jasmani - BB mneingkat - Ajarkan makan sedikit nafsu makan
- Intake makanan tapi sering, dan pasien
peroral adekuat makanan yang hangat - Mengatur kadar
- Kolaborasi mengenai glukosa darah
diit DM dalam tubuh
3. Kerusakan Setelah dilakukan - Monitor kulit adanya - Mengetahui
integritas jaringan tindakan kemerahan tanda-tanda
berhubungan keperawatan selama infeksi
dengan nekrosis 3 x 24 jam - Mobilisasi pasien - Menghindari
kerusakan jaringan diharapkan integritas setiap 2 jam sekali terjadinya luka
(nekrosisi luka kulit yang baik bisa tekan
gangrene) dipertahankan, - Ajarkan pasien untuk - Supaya tidak
dengan kriteria menggunakan pakaian terjadi luka
hasil : yang longgar

- Tidak ada lesi - Kolaborasi dengan tim - Mempercepat

- Mampu kesehatan lain proses


melindungi kulit penyembuhan
supaya tetap
lembab
DAFTAR PUSTAKA

Agustin, Yeni, dkk. 2013. Pengalaman Klien Diabetes Melitus Tipe 2 Pasca Amputasi
Mayor Ekstremitas Bawah. Jurnal Keperawatan Indonesia

 Brunner & Suddarth. 20012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bed Pola
peran dan hubungan
Kaji status perkawinan, pekerjaan
 Pola manajemen koping stress
 Sistem nilai dan keyakinan.
ah, edisi 8 vol 3. Jakarta : EGC

Corwin Ej. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta : EGC

Herdmsn, T. Heather. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017.


Jakarta : EGC.

https://www.slideshare.net/mobile/menantisenjadihati/laporan-pendahuluan-diabetes-
melitus-70364189 diakses pada 06 Maret 2023.

Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Kperawatan Diagnosis
Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta : Media Action.

Anda mungkin juga menyukai