Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

HIPERGLIKEMIA

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Praktik Klinik Keperawatan Kritis
Dosen Pembimbing : Ns. Ainnur Rahmanti, M.Kep.

Disusun Oleh :

HENRI PURBA KUSUMA

201014401119053

D-III KEPERAWATAN
STIKES KESDAM IV/DIPONEGORO
SEMARANG
2021
Laporan Pendahuluan Hiperglikemia

A. Definisi
Hiperglikemia adalah keadaan dimana kadar glikosa darah di atas normal,
biasanya lebih dari 200 mg/dl. Hiperglikemia adalah suatu kondisi medik
berupa peningkatan kadar glukosa dalam darah melebihi batas normal.
Hiperglikemia yang terjadi akibat kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya. Kondisi hiperglikemia kronis dapat berhubungan dengan
disfungsi beberapa organ, bahkan berlanjut menjadi kegagalan banyak organ,
terutama mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh darah (Diana & Priyanti.
2020).
Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan
hiperglikemi yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme
karbohidrat, lemak, dan protein yang disebabkan oleh penurunan sekresi
insulin atau penurunan sensitivitas insulin atau keduanya dan menyebabkan
komplikasi kronis, mikrovaskular,makrovaskular, dan neuropati (Amin
Huda,2015).
Diabetes mellitus (DM) adalah salah satu penyakit metabolik yang
ditandai dengan adanya hiperglikemia. Keadaan tersebut disebabkan karena
adanya kelainan sekresi insulin, penurunan kerja insulin atau karena
keduanya. Diabetes mellitus merupakan penyakit kronis yang kompleks,
sehingga dampak yang ditimbulkan adalah kerusakan jangka panjang seperti
gangguan berbagai organ terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh
darah.
B. Klasifikasi
American Diabetes Association/World Health Organization
mengklasifikasikan 4 macam penyakit diabetes mellitus berdasarkan
penyebabnya, yaitu :
a) Diabetes Mellitus Tipe 1
Diabetes mellitus tipe 1 disebut juga dengan juvenile diabetes (diabetes
usia muda) namun ternyata disebut juga dapat terjadi pada orang dewasa,
maka istilahnya lebih sering digunakan diabetes mellitus tipe 1 atau Insulin
Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) yaitu suatu tipe diabetes mellitus
dimana penderitanya akan bergantung pada pemberian insulin dari luar.
Faktor penyebab diabetes mellitus tipe 1 adalah infeksi virus atau auto
imun (rusaknya sistem kekebalan tubuh) yang merusak sel-sel pengasil
insulin, yaitu β pada pankreas secara menyeluruh. Oleh karena itu, pada tipe
ini pankreas sama sekali tidak dapat menghasilkan insulin untuk tetap
bertahan hidup.
b) Diabetes Mellitus Tipe 2
Diabetes mellitus tipe 2 adalah gangguan sekresi insulin ataupun
gangguan kerja insulin (resistensi insulin) pada organ target terutama hati dan
otot. Awalnya resistensi insulin masih belum menyebabkan diabetes secara
klinis. Pada saat tersebut sel β pankreas masih dapat mengkompensasi
keadaan ini dan terjadi suatu hiperinsulinemia dan glukosa darah masih
normal atau sedikit meningkat.
90% dari kasus adalah diabetes mellitus tipe 2 dengan karakteristik
gangguan sensivitas insulin dan atau gangguan sekresi insulin . diabetes
mellitus tipe 2 secara klinis muncul ketika tubuh tidak mampu lagi
memproduksi cukup insulin untuk mengkompensasi peningkatan insulin
resisten.
Penderita diabetes mellitus tipe 2 mempunyai risiko penyakit jantung dan
pembuluh darah 2 – 4 kali lebih tinggi dibandingkan orang tanpa diabetes,
mempunyai risiko hipertensi dan disiplidemia yang lebih tinggi dibandingkan
orang normal. Kelainan pembuluh darah sudah dapat terjadi sebelum
diabetesnya terdiagnosis, karena adanya resistensi insulin pada saat
prediabetes.
Dua patofisiologi utama yang mendasari terjadinya kasus diabetes
mellitus tipe 2 secara genetik adalah insulin dan defek fungsi sel beta
pankreas. Resistensi insulin merupakan kondisi umum bagi orang-orang
dengan berat badan overweight atau obesitas. Insulin tidak dapat bekerja
secara optimal di sel otot, lemak dan hati sehingga memaksa pankreas
mengkompensasi untuk memproduksi insulin lebih banyak. Ketika produksi
insulin oleh sel beta pankreas tidak adekuat guna mengkompensasi
peningkatan resistensi insulin, maka kadar glukosa darah akan meningkat,
pada saatnya akan terjadi hiperglikemia kronik. Hiperglikemia kronik pada
diabetes mellitus tipe 2 semakin merusak sel beta di satu sisi dan
memperburuk resistensi insulin di sisi lain, sehingga penyakit diabetes
mellitus tipe 2 semakin progresif (Decroli, 2019).
c) Diabetes Mellitus Gestasional (DM pada kehamilan)
Wanita hamil yang belum pernah mengidpa diabetes mellitus, tetapi
memiliki angka gula darah cukup tinggi selama kehamilan dapat dikatakan
telah menderita diabetes gestasional.
Diabetes tipe ini merupakan gangguan toleransi glukosa berbagai derajat
yang ditemukan pertama kali pada saat hamil. Biasanya diabetes mellitus
gestasional mulai muncul pada minggu ke-24 kehamilan (6 bulan) dan akan
secara umum akan menghilang sesudah melahirkan. Namun hampir setengah
angka kejadiannya diabetes akan muncul kembali di masa yang akan datang
(Kurniadi & Nurrahmani, 2014).
d) Diabetes Mellitus Lainnya
Penyakit diabetes mellitus tipe lainnya dapat berupa diabetes yang spesifik
yang disebabkan oleh berbagai kondisi seperti kelainan genetik yang spesifik
(kerusakan sel beta pankreas dan kerja insulin), penyakit pada pankreas,
gangguan endokrin lain, infeksi, obat-obatan dan beberapa bentuk lain yang
jarang terjadi.
C. Etiologi
1. DM tipe 1
Diabetes yang tergantung insulin ditandai dengan penghancuran sel-sel
beta pankreas yang disebabkan oleh :
- Faktor genetic penderita tidak mewarisi diabetes tipe itu sendiri, tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetic kearag terjadinya
diabetes tipe 1
- Faktor imunologi (auto imun)
- Faktor lingkungan : virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun
yang menimbulkan ekstrusi sel beta
2. DM tipe 2
Disebabkan oleh kegagalan relative sel beta dan resistensi insulin. Faktor
resiko yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes tipe 2 :
usia,obesitas, riwayat dan keluarga.
Hasil pemeriksaan glukosa darah 2 jam pasca pembedahan dibagi menjadi
3 tipe yaitu :
1) <140 mg/dl = normal
2) 140-<200 mg/dl = toleransi glukosa terganggu
3) >200 mg/dl = diabetes
D. Patofisiologi
Terdapat dua masalah utama pada DM Tipe II yaitu resistensi insulin
dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan berkaitan pada
reseptor khusus dan meskipun kadar insulin tinggi dalam darah tetap saja
glukosa tidak dapat masuk kedalam sel sehingga sel akan kekurangan
glukosa. Mekanisme inilah yang dikatakan sebagai resistensi insulin. Untuk
mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah
yang berlebihan maka harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang
disekresikan. Namun demikian jika sel-sel beta tidak mampu
mengimbanginya, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadilah DM
tipe II. Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas
diabetes tipe II, namun masih terdapat insulin dengan jumlah yang adekuat
untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang
menyertainya. karena itu, ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetis tipe

II (Brruner & suddarth, 2015).


E. Manifestasi Klinik
1) Poliuri
Kekurangan insulin untuk mengangkut glukosa melaluimembrane dalam
sel menyebabkan hiperglikemia sehinggaserum plasma meningkat atau
hiperosmolariti menyebabkancairan intrasel berdifusi kedalam sirkulasi
atau cairanintravaskuler, aliran darah ke ginjal meningkat sebagai
akibatdari hiperosmolaritas dan akibatnya akan terjadi diuresis osmotic
(poliuria)
2) Polidipsia
Akibat meningkatnya difusi cairan dari intrasel kedalam vaskuler
menyebabkan penurunan volume intrasel sehingga efeknya adalah
dehidrasi sel. Akibat dari dehidrasi sel mulut menjadi kering dan sensor
haus teraktivasi menyebabkan seseorang haus terus dan ingin selalu
minum (polidipsia).
3) Poliphagia
Karena glukosa tidak dapat masuk ke sel akibat dari menurunnya kadar
insulin maka produksi energi menurun, penurunan energi akan
menstimulasi rasa lapar. Maka reaksi yang terjadi adalah seseorang akan
lebih banyak makan (poliphagia).
4) Penurunan berat badan
Karena glukosa tidak dapat di transport kedalam sel maka sel kekurangan
cairan dan tidak mampu mengadakan metabolisme, akibat dari itu maka
sel akan menciut, sehingga seluruh jaringan terutama otot mengalami
atrofidan penurunan secara otomatis.
5) Malaise atau kelemahan
Kesemutan, Lemas dan Mata kabur.
F. Pathway

HIPERGLIKEMIA

Herediter, sel B pankreas rusak/terganggu, obesitas

Produksi insulin terganggu

Katabolisme protein ↑ Glukagon ↑ Lipolisis ↑

Hiperglikemi (>100 mg) Asam lemak


BUN Asam amino ↑
bebas ↑

Asam laktat ↑ Glukosuria Hiperosmolaritas Ketonuria Ketonemia

Glukogenesis ↑ Diuretik Penurunan Menumpuk


osmotik kesadaran dalam darah

Poliuria Koma
Ketoasidosis

Risiko Dehidrasi Polidipsi


syok Asidosis
metabolik
Defisit volume cairan dan elektrolit

Sel kelaparan

Selera Produksi energi Hilangnya


makan↑ metabolisme protein tubuh

Polifagia Kelelahan Risiko infeksi

Perubahan nutrisi < kebutuhan tubuh


G. Faktor Risiko
Faktor lain yang terkait dengan risiko diabetes yaitu sebagai berikut :
a) Obesitas (kegemukan)
Adanya hubungan antara obesitas dengan kadar glukosa darah. Jika
derajat kegemukan dengan IMT ˃ 23 bisa menyebabkan peningkatan
kadar glukosa darah menjadi 200mg%.
b) Hipertensi
Peningkatan tekanan darah pada hipertensi memiliki hubungan yang
erat dengan tidak tepatnya penyimpanan garam dan air ataupun
meningkatnya tekanan dari dalam tubuh pada sirkulasi pembuluh
darah perifer.
c) Riwayat Keluarga Diabetes Mellitus
Penderita diabetes mellitus diduga memiliki bakat diabetes karena gen
resesif, sehingga penderita diabetes mellitus dianggap memiliki gen
diabetes. Hanya orang yang bersifat homozigot dengan gen resesif
diabetes yang menderita diabetes mellitus.
d) Dislipidesmia
Dislipidemia adalah kondisi yang ditandai dengan adanya kenaikan
kadar lemak darah (Trigliserida > 250 mg/dl). Pada pasien diabetes
sering ditemukan adanya hubungan antara kenaikan plasma insulin
dengan rendahnya HDL (< 35 mg/dl).
e) Umur
Berdasarkan penelitian, usia terbanyak yang terkena diabetes mellitus
adalah usia > 45 tahun.
f) Riwayat persalinan
Riwayat persalinan yang berulang, malhirkan bayi yang cacat atau
bayi yang memiliki berat > 4000 gram.
g) Faktor genetik
DM tipe 2 berasal dari faktor genetik dan faktor mental.
Penyakit ini sudha lama diduga memiliki hubungan dengan agregasi
familial (massa yang menggumpal). Menurut penelitian bahwa risiko
terjadinya DM tipe 2 akan meningkat dua sampai enam kali lipat
apabila orang tua atau saudara kandung mengalami penyakit diabetes
mellitus.
h) Alkohol dan Rokok
Peningkatan frekuensi diabetes mellitus tipe 2 berhubungan dengan
perubahan gaya hidup. Salah satunya perubahan yang dapat
meningkanya diabetes mellitus yaitu perubahan dari lingkungan
tradisional ke lingkungan yang kebarat-baratan seperti perubahan-
perubahan dalam mengkonsumsi alkohol dan rokok. Alakohol akan
meningkatkan tekanan darah dan mempersulit regulasi darah sehingga
mengganggu metabolisme gula darah. Seseorang akan mengalami
peningkatan tekanan darah bila mengkonsumsi etil alkohol lebih dari
60 ml/hari yaitu setara dengan 100 ml proof wiski, 240 ml wine atau
720 ml.
H. Komplikasi
Komplikasi-komplikasi diabetes mellitus anatara lain (Suryanti, 2021) :
a) Sistem kardiovaskular (peredaran darah jantung) seperti hipertensi, infark
miokard (gangguan pada otot jantung).
b) Mata : retinophaty diabetika, katarak
c) Paru-paru : TBC
d) Ginjal : pielonefritis (infeksi pada piala ginjal), glomerulosklerosis
(pengerasan pada glomerulus)
e) Hati : sirosis hepatis (pengerasan pada hati)
f) Kulit : gangren (jaringan mati pada kulit, jaringan), ulkus (luka)
Menurut (Fatimah, 2015), diabetes yang tidak terkontrol dengan baik akan
menimbulkan komplikasi akut dan kronis.
a) Komplikasi akut
1) Hipoglikemia yaitu kadar glukosa darah seseorang berada di bawah
nilai normal (< 50 mg/dl). Hipoglikemia akan lebih sering terjadi pada
penderita diabetes mellitus tipe 1 yang dapat dialami satu smapai dua
kali per minggu., kadar gula darah yang telalu rendah akan
menyebabkan sel-sel otak tidak mendapat pasokan energi yang akhirnya
tidak berfungsi bahkan bisa mengalami kerusakan.
2) Hiperglikemia yaitu kadar gula darah mengalami peningkatan secara
tiba-tiba dan berkembang menjadi keadaan metabolisme yang
berbahaya, seperti ketoasidosis diabetik, kemolakto asidosis, Koma
Hiperosmoler Non Ketotik (KHNK).
b) Komplikasi kronis
1) Komplikasi makrovaskuler yang biasanya berkembang pada penderita
diabetes mellitus adalah trombosit otak (pembekuan darah pada
sebagian otak), gagal jantung kongestif, mengalami penyakit jantung
koroner (PJK), dan stroke.
Komplikasi mikrovaskuler biasanya terjadi pada penderita DM tipe 1
seperti nefropati, neuropati, diabetik retinopati (kebutaan), dan amputasi.
I. Data Penunjang
Menurut Wijawanti (2016) ada beberapa data penunjang diabetes melitus
dengan hiperglikemia yaitu :
1. Glukosa darah: gula darah puasa > 130 ml/dl, tes toleransi glukosa > 200
mg/dl, 2 jam setelah pemberian glukosa.
2. Aseton plasma (keton) positif secara mencolok.
3. Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat
4. Osmolalitas serum : meningkat tapi biasanya < 330 mOsm/I
5. Elektrolit : Na normal atau meningkat atau menurun, K normal atau
peningkatan semu selanjutnya akan menurun, fosfor sering menurun.
6. Gas darah arteri : menunjukkan Ph rendah dan penurunan HCO3
7. Trombosit darah : Ht meningkat (dehidrasi), leukositosis dan
hemokonsentrasi merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
Ureum/kreatinin : meningkat atau normal
8. Insulin darah : menurun/ tidak ada (Tipe I) atau normal sampai tinggi
(Tipe II)
9. Urine : gula dan aseton positif
10. Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya ISK, infeksi pernafasan
dan infeksi luka
J. Penatalaksanaan
Menurut Smeltzer dan Bare (2015), tujuan utama penatalaksanaan
terapi pada Diabetes Mellitus adalah menormalkan aktifitas insulin dan
kadar glukosa darah, sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah untuk
menghindari terjadinya komplikasi.
Tatalaksana diabetes terangkum dalam 4 pilar pengendalian diabetes.
Empat pilar pengendalian diabetes, yaitu :
1) Edukasi
Penderita diabetes perlu mengetahui seluk beluk penyakit diabetes.
Dengan mengetahui faktor risiko diabetes, proses terjadinya diabetes,
gejala diabetes, komplikasi penyakit diabetes, serta pengobatan diabetes,
penderita diharapkan dapat lebih menyadari pentingnya pengendalian
diabetes, meningkatkan kepatuhan gaya hidup sehat dan pengobatan
diabetes. Penderita perlu menyadari bahwa mereka mampu menanggulangi
diabetes, dan diabetes bukanlah suatu penyakit yang di luar kendalinya.
Terdiagnosis sebagai penderita diabetes bukan berarti akhir dari segalanya.
Edukasi (penyuluhan) secara individual dan pendekatan berdasarkan
penyelesaian masalah merupakan inti perubahan perilaku yang berhasil.
2) Pengaturan Makan (Diit)
Pengaturan makan pada penderita diabetes bertujuan untuk
mengendalikan gula darah, tekanan darah, kadar lemak darah, serta berat
badan ideal. Dengan demikian, komplikasi diabetes dapat dihindari, sambil
tetap mempertahankan kenikmatan proses makan itu sendiri. Pada
prinsipnya, makanan perlu dikonsumsi teratur dan disebar merata dalam
sehari. Seperti halnya prinsip sehat umum, makanan untuk penderita
diabetes sebaiknya rendah lemak terutama lemak jenuh, kaya akan
karbohidrat kompleks yang berserat termasuk sayur dan buah dalam porsi
yang secukupnya, serta seimbang dengan kalori yang dibutuhkan untuk
aktivitas sehari-hari penderita.
3) Olahraga / Latihan Jasmani
Pengendalian kadar gula, lemak darah, serta berat badan juga
membutuhkan aktivitas fisik teratur. Selain itu, aktivitas fisik juga
memiliki efek sangat baik meningkatkan sensitivitas insulin pada tubuh
penderita sehingga pengendalian diabetes lebih mudah dicapai. Porsi
olahraga perlu diseimbangkan dengan porsi makanan dan obat sehingga
tidak mengakibatkan kadar gula darah yang terlalu rendah. Panduan umum
yang dianjurkan yaitu aktivitas fisik dengan intensitas ringan-selama 30
menit dalam sehari yang dimulai secara bertahap. Jenis olahraga yang
dianjurkan adalah olahraga aerobik seperti berjalan, berenang, bersepeda,
berdansa, berkebun, dll. Penderita juga perlu meningkatkan aktivitas fisik
dalam kegiatan sehari-hari, seperti lebih memilih naik tangga ketimbang
lift, dll. Sebelum olahraga, sebaiknya penderita diperiksa dokter sehingga
penyulit seperti tekanan darah yang tinggi dapat diatasi sebelum olahraga
dimulai.
4) Obat / Terapi Farmakologis
Obat oral ataupun suntikan perlu diresepkan dokter apabila gula darah
tetap tidak terkendali setelah 3 bulan penderita mencoba menerapkan gaya
hidup sehat di atas. Obat juga digunakan atas pertimbangan dokter pada
keadaan-keadaan tertentu seperti pada komplikasi akut diabetes, atau pada
keadaan kadar gula darah yang terlampau tinggi
K. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
Asuhan keperawatan pada tahap pertama yaitu pengkajian. Dalam
pengkajian perlu di data biodata pasiennya dan data-data lain untuk
menunjang diagnosa. Data-data tersebut harus yang seakurat-akuratnya,
agar dapat di gunakan dalam tahp berikutnya. Misalnya meliputi nama
pasien, umur, keluhan utama, dan masih banyak lainnya.
a. Aktivitas / Istirahat
Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak / berjalan. Kram otot, tonus otot
menurun. Gangguan tidur/ istirahat. Tanda : Takikardia dan takipnea
pada keadaan istirahat atau dengan aktivitas. Letargi/ disorientasi,
koma. Penurunan kekuatan otot.
b. Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat hipertensi ; IM akut. Klaudikasi, kebas, dan
kesemutan pada ekstremitas. Ulkus pada kaki, penyembuhan yang
lama. Tanda : Takikardia. Perubahan tekanan darah postural ;
hipertensi. Nadi yang menurun / tak ada. Distritmia. Krekels ; DVJ
(GJK). Kulit panas, kering, dan kemerahan ; bola mata cekung.
c. Integritas ego
Gejala : Stres; tergantung pada orang lain. Masalah finansial yang
berhubungan dengan kondisi. Tanda : Ansietas, peka rangsang.
d. Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia. Rasa nyeri /
terbakar, kesulitan berkemih (infeksi), ISK baru / berulang. Nyeri
tekan abdomen. Diare.
Tanda : Urine encer, pucat, kuning ; poliuri (dapat berkembang
menjadi oliguria / anuria jika terjadi hipovolemia berat). Urine
berkabut, bau busuk (infeksi). Abdomen keras, adanya asites. Bising
usus lemah dan menurun ; hiperaktif (diare).
e. Makanan / Cairan
Gejala : Hilang nafsu makan. Mual / muntah. Tidak mengikuti diet ;
peningkatan masukan glukosa / karbohidrat. Penurunan berat badan
lebih dari periode beberapa hari / minggu. Haus. Penggunaan diuretik
(tiazid). Tanda : Kulit kering / bersisik, tugor jelek. Kekakuan /
distensi abdomen, muntah. Pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan
metabolik dengan peningkatan gula darah). Bau halotosis / manis, bau
buah (napas aseton).
f. Neurosensori
Gejala : Pusing / pening. Sakit kepala. Kesemutan, kebas kelemhan
pada otot. Parestesia. Gangguan penglihatan. Tanda : Disoreantasi;
mengantuk, letargi, stupor / koma (tahap lanjut). Gangguan memori
(baru, masa lalu); kacau mental. Refleks tendon dalam (RTD)
menurun (koma). Aktivitas kejang (tahap lanjut dari DKA).
g. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang / nyeri (sedang / berat). Tanda : Wajah
meringis dengan palpitasi ; tampak sangat berhati-hati
h. Pernapasan
Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan / tanpa sputum
purulen (tergantung adanya infeksi / tidak). Tanda : Lapar udara.
Batuk, dengan / tanpa sputum purulen (infeksi). Frekuensi pernapasan
i. Keamanan
Gejala : Kulit kering, gatal ; ulkus kulit. Tanda : Demam, diaforesis.
Kulit rusak, lesi / ulserasi. Menurunnya kekuatan umum / rentang
gerak. Parestesia /paralisis otot termasuk otot-otot pernapasan (jika
kadar kalium menurun dengan cukup tajam).
j. Seksualitas
Gejala : Rabas vagina (cenderung infeksi). Masalah impoten pada pria
; kesulitan orgasme pada wanita.
k. Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : Faktor resiko keluarga ; DM, penyakit jantung, stroke,
hipertensi. Penyembuhan yang lambat. Penggunaan obat seperti
steroid, diuretik (tiazid); Dilantin dan fenobarbital (dapat
meningkatkan kadar glukosa darah). Mungkin atau tidak memerlukan
obat diabetik sesuai pesanan. Pertimbangan : DRG (kelompok
diagnosis yang berhubungan) menunjukan rerata lama dirawat : 5,9
hari. Rencana pemulangan : Mungkin memerlukan bantuan dalam
pengaturan diet, pengobatan, perawatan diri, pemantauan terhadap
glukosa darah.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan penilaian klinis mengenai respon
klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya
baik yang berlangsung aktual maupun potensial (PPNI, 2017).
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien yang mengalami
penyakit diabetes militus:
a) Ketidakstabilan glukosa darah (D.0027)
b) Risiko perfusi perifer tidak efektif (D.0015)
c) Ansietas (D.0080)
3. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan keperawatan atau intervensi keperawatan adalah
perumusan tujuan, tindakan dan penilaian rangkaian asuhan keperawatan
pada klien berdasarkan analisa pengkajian agar masalah kesehatan dan
keperawatan klien dapat diatasi (Nurarif, A. H., & Kusuma, 2016).

No Diagnosa Tujuan dan


Intervensi
. Keperawatan Kriteria Hasil
1. Ketidakstabil Setelah Manajemen Hiperglikemia
an glukosa dilakukan (I.03115)
darah tindakan Observasi
(D.0027) keperawatan -Identifkasi kemungkinan
diharapkan penyebab hiperglikemia
kestabilan -Monitor kadar glukosa darah,
glukosa darah jika perlu
pasien -Monitor intake dan output
(L.03022) dapat cairan
meningkat
Terapeutik
dengan Kriteria
-Berikan asupan cairan oral
Hasil :
-Konsultasi dengan medis jika
1. Kesadaran
tanda dan gejala
meningkat
hiperglikemia tetap ada
2. Kadar glukosa
atau memburuk
dalam darah
membaik Edukasi
3. Kadar gukosa - Ajarkan pengelolaan
dalam urine diabetes (mis. penggunaan
membaik insulin, obat oral, monitor
asupan cairan, penggantian
karbohidrat, dan bantuan
professional kesehatan)

Kolaborasi
– Kolaborasi pemberian
insulin, jika perlu
2 Risiko Setelah Pencegahan syok (I.02068).
perfusi dilakukan Observasi :
perifer tidak tindakan – Monitor status
efektif keperawatan kardiopulmonal.
(D.0015) diharapkan – Monitor status oksigenasi.
perfusi perifer – Monitor status cairan.
(L.02011) – Monitor tingkat kesadaran
meningkat dan respon pupil.
dengan Kriteria – Periksa riwayat alergi.
Hasil : Terapeutik
1. Denyut nadi – Berikan oksigen untuk
perifer mempertahankan saturasi
meningkat oksigen lebih dari 94%
2. Pengisian – Persiapkan intubasi dan
kapiler ventilasi mekanis, jika
membaik perlu
3. Turgor kulit – Pasang jalur IV, jika perlu
membaik – Pasang kateter urine untuk
menilai produksi urine,
jika perlu
– Lakukan skin test untuk
mencegah reaksi alergi
Edukasi
– Jelaskan faktoor risiko
syok
– Jelaskan tanda dan gejala
awal syok
– Anjurkan melapor jika
menemukan tanda dan
gejala awal syok
– Anjurkan memperbanyak
asupan cairan oral
– Anjurkan menghindari
alergen
Kolaborasi
– Kolaborasi pemberian IV,
jika perlu.
– Kolaborasi pemberian
transfusi darah, jika perlu.
– Kolaborasi pemberian
antiinflamasi, jika perlu.
3 Ansietas Setelah Reduksi ansietas (I.09314).
(D.0080) dilakukan Observasi
tindakan – Identivikasi saat tingkat
keperawatan ansietas berubah.
tingkat ansietas – Monitor tanda tanda
(L.01006) ansietas verbal non verbal.
menurun dengan Teraputik
Kriteria Hasil : – Temani klien untuk
1. Verbalisasi mengurangi kecemasan
kebingungan jika perlu.
menurun. – Dengarkan dengan penuh
2. Verbalisasi perhatian
khawatir – Gunakan pendekatan yang
akibat tenang dan meyakinkan
menurun. Edukasi
3. Perilaku – Jelaskan prosedur,
gelisah termasuk sensasi yang
menurun mungkin dialami.
4. Perilaku – Anjurkan keluarga untuk
tegang tetap bersama klien, jika
menurun. perlu
– Anjurkan mengungkapkan
perasaan dan persepsi.
– Latih teknik relaksasi.
Kolaborasi
– Kolaborasi pemberian
obat antiansietas jika
perlu.

4. Pelaksanaan Tindakan Keperawatan


Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status
kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang baik yang
menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Potter, P., & Perry,
2014).
Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan
dimana rencana keperawatan dilaksanakan melaksanakan
intervensi/aktivitas yang telah ditentukan, pada tahap ini perawat siap
untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah dicatat dalam
rencana perawatan klien. Agar implementasi perencanaan dapat tepat
waktu dan efektif terhadap biaya, pertama-tama harus mengidentifikasi
prioritas perawatan klien, kemudian bila perawatan telah dilaksanakan,
memantau dan mencatat respons klien terhadap setiap intervensi dan
mengkomunikasikan informasi ini kepada penyedia perawatan kesehatan
lainnya. Kemudian, dengan menggunakan data, dapat mengevaluasi dan
merevisi rencana perawatan dalam tahap proses keperawatan berikutnya
(Wilkinson.M.J, 2012).
Komponen tahap implementasi :
1. Tindakan keperawatan mandiri.
2. Tindakan keperawatan edukatif.
3. Tindakan keperawatan kolaboratif.
4. Dokumentasi tindakan keperawatan dan respon klien terhadap asuhan
keperawatan.
5. Evaluasi
Menurut (Setiadi, 2012) dalam buku konsep dan penulisan asuhan
keperawatan tahapan penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang
sistematis dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang
telah ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan
melibatkan klien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya. Terdapa dua
jenis evaluasi:
a. Evaluasi Formatif (Proses)
Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan
hasil tindakan keperawatan. Evaluasi formatif ini dilakukan segera
setelah perawat mengimplementasikan rencana keperawatan guna
menilai keefektifan tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
Perumusan evaluasi formatif ini meliputi 4 komponen yang dikenal
dengan istilah SOAP :
1. S (subjektif) : Data subjektif dari hasil keluhan klien, kecuali
pada klien yang afasia.
2. O (objektif) : Data objektif dari hasi observasi yang dilakukan
oleh perawat.
3. A (analisis) : Masalah dan diagnosis keperawatan klien yang
dianalisis atau dikaji dari data subjektif dan data objektif
4. P (perencanaan) : Perencanaan kembali tentang pengembangan
tindakan keperawatan, baik yang sekarang maupun yang akan
datang dengan tujuan memperbaiki keadaan kesehatan klien
b. Evaluasi Sumatif (Hasil)
Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah semua
aktivitas proses keperawatan selesi dilakukan. Evaluasi sumatif ini
bertujuan menilai dan memonitor kualitas asuhan keperawatan yang
telah diberikan. Ada 3 kemungkinan evaluasi yang terkait dengan
pencapaian tujuan keperawatan (Setiadi, 2012), yaitu:
1. Tujuan tercapai atau masalah teratasi jika klien menunjukan
perubahan sesuai dengan standar yang telah ditentukan
2. Tujuan tercapai sebagian atau masalah teratasi sebagian atau
klien masih dalam proses pencapaian tujuan jika klien
menunjukkan perubahan pada sebagian kriteria yang telah
ditetapkan.
3. Tujuan tidak tercapai atau masih belum teratasi jika klien hanya
menunjukkan sedikit perubahan dan tidak ada kemajuan sama
sekali.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth , 2015. Buku Ajar Keperawatan Medikal – Bedah.


Terjemahan Suzanne C. Smeltzer. Edisi 8. Vol 9. Penerbit Buku
Kedokteran EGC: Jakarta.

Diana & Priyanti. 2020. Gizi dan Diet. Pasuruan. Qiara Media.

Erlina & Waluya. 2021. Keperawatan Medikal Bedah : Gangguan Sistem


Pencernaan 9th Indonesia Edition. Singapura. ELSEVIER.

Suryanti, I. 2021. Buku Keperawatan Latihan Efektif Untuk Pasien Diabetes


Mellitus Berbasis Hasil Penelitian. Yogyakarta. Deepublish.

PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Edisi I Cetakan III


(Revisi). Jakarta. Dewan Pengurus Pusat PPNI.

PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi I Cetakan II.


Jakarta. Dewan Pengurus Pusat PPNI.

PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi I Cetakan II.


Jakarta. Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Anda mungkin juga menyukai