Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MELITUS

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas


keperawatan Gerontik

Dosen pembimbing : Lina Safarina, S.Kp.,M.Kep.


Dosen Pembimbing : Lina Safarina, S.Kp.,M.Kep.

OLEH:
Dicky Kurniawan
(214120093)

PROGRAM PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
JENDERAL ACHMAD YANI
CIMAHI
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
KEPERAWATAN GERONTIK

DIABETES MILITUS (DM)

A. Konsep DM

1. Definisi
Diabetes mellitus adalah penyakit kronis yang kompleks yang
mengakibatkan gangguan metabolisme karbohidrat, protein, lemak
sehingga terjadinya hiperglikemia (kadar gula yang tinggi dalam darah)
dan menjadi komplikasi makrovaskuler, mikrovaskuler dan neurologis.
Keadaan hiperglikemia kronik tersebut tidak dapat disembuhkan tetapi
dapat dikontrol (Barbara C. Long, 1995).
Diabetes mellitus adalah suatu penyakit kronis yang menimbulkan
gangguan multi sistem dan mempunyai karakteristik hiperglikemia yang
disebabkan defisiensi insulin atau kerja insulin yang tidak adekuat
(Brunner dan Sudart, 1999).
Diabetes militus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang
ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia.
Glukosa secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah,
glukosa dibentuk di hati dan makanan yang dikonsumsi. Insulin yaitu
suatu hormon yang diproduksi pankreas, mengendalikan kadar glukosa
dalam darah dengan mengatur produksi dan penyimpanannya. (Suzanne
C, smeltzer brenda G. Bare. 2002).

2. Klasifikasi
a. Diabetes Mellitus mencakup 3 sub kelompok diagnostik, yaitu :

1) Diabetes Mellitus tipe I (Insulin dependent)


DM jenis ini paling sering terdapat pada anak-anak dan
dewasa muda, namun demikian dapat juga ditemukan pada
setiap umur. Destruksi sel-sel pembuat insulin melalui
mekanisme imunologik menyebabkan hilangnya hampir
seluruh insulin endogen. Pemberian insulin eksogen terutama
tidak hanya untuk menurunkan kadar glukosa plasma
melainkan juga untuk menghindari ketoasidosis diabetika
(KAD) dan mempertahankan kehidupan.
2) Diabetes Mellitus tipe II (non-insulin dependent)

DM jenis ini biasanya timbul pada umur lebih 40 tahun.


Kebanyakan pasien DM jenis ini bertubuh gemuk, dan
resistensi terhadap kerja insulin dapat ditemukan pada banyak
kasus. Produksi insulin biasanya 9 memadai untuk mencegah
KAD, namun KAD dapat timbul bila ada stress berat. Insulin
eksogen dapat digunakan untuk mengobati hiperglikemia yang
membandel pada para pasien jenis ini.
3) Diabetes Mellitus lain (sekunder)

Pada DM jenis ini hiperglikemia berkaitan dengan


penyebab lain yang jelas, meliputi penyakit-penyakit pankreas,
pankreatektomi, sindroma cushing, acromegaly dan sejumlah
kelainan genetik yang tak lazim.
b. Toleransi Glukosa yang terganggu merupakan klasifikasi yang
cocok untuk para penderita yang mempunyai kadar glukosa plasma
yang abnormal namun tidak memenuhi kriteria diagnostik.
c. Diabetes Mellitus Gestasional : istilah ini dipakai terhadap pasien
yang menderita hiperglikemia selama kehamilan. Ini meliputi 2-5%
dari seluruh diabetes. Jenis ini sangat penting diketahui karena
dampaknya pada janin kurang baik bila tidak ditangani dengan
benar (Suyono, 2006). Pada pasien-pasien ini toleransi glukosa
dapat kembali normal setelah persalinan (Anonim, 1995).
3. Etiologi
Menurut Padila (2012) terdapat beberapa penyebab Diabetes mellitus
tipe 1 antara lain :
a. Faktor Genetik
Penderita tidak mewarisi diabetes tipe 1 itu sendiri, tetapi mewarisi
suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya
diabetes mellitus tipe 1.
b. Faktor-faktor Imunologi
Adanya respon otoimun dimana antibodi terarah pada jaringan
normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang
dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
c. Faktor Lingkungan
Virus atau toksik tertentu dapat memicu proses otoimun yang
menimbulkan destruksi sel beta.
Menurut Subiyanto (2019) terdapat 2 penyebab diabetes mellitus tipe
2 yaitu terjadi karena ada penurunan sensitivitas dari insulin (resistensi
terhadap insulin) dan penurunan produksi insulin oleh sel beta pankreas.
Terdapat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya diabetes
mellitus tipe 2 antara lain:
a. Obesitas Kelebihan
Berat badan merupakan faktor risiko utama diabetes mellitus tipe 2.
Semakin banyak jaringan lemak yang dimiliki seseorang, semakin
banyak resseptor insulin yang mengalami gangguan yang
menyebabkan terjadinya resistensi insulin.
b. Dislipidemia
Seseorang dengan kadar kolesterol HDL < 35 mg/dL dan atau kadar
trigliserida > 250 mg/dL atau disebut dislipidemia mmeliki resiko
tinggi diabetes mellitus tipe 2.
c. Ras
Meskipun tidak jelas mengapa, orang-orang dari ras tertentu, termasuk
orang kulit hitam, hispanik, indian amerika dan asia-amerika, lebih
cenderung mengembangkan diabetes mellitus tipe 2 dari pada orang
kulit putih.
d. Usia
Risiko diabetes mellitus tipe 2 meningkat seiring bertambahnya usia,
terutama setelah usia 45 tahun. Hal ini terjadi karena orang cenderung
kurang berolahraga, kehilangan massa otot dan mengalami
peningkatan berat badan seiring bertambahnya usia.
e. Pre-diabetes
Pre-diabetes adalah kondisi diamana tingkat gula darah lebih tinggi
dari biasanya, namun tidak cukup tinggi utuk di klasifikasikan sebagai
diabetes. Klien dengan riwayat glukosa darah puasa terganggu
<140mg/dL (GDPT) dan toleransi glukosa terganggu 140-199mg/dL
(TGT). Jika tidak segera ditangani prediabetes dapat berkembang
menjadi diabetes mellitus tipe 2.

f. Gaya hidup sedentary atau jarang melakukan aktivitas fisik


Seseorang yang tidak aktif secara fisik, memiliki kecenderungan
risiko diabetes mellitus tipe 2 yang lebih tinggi. Aktivitas fisik
membantu mengendalikan berat badan, menggunakan glukosa sebagai
energi dan membuat sel lebih sensitif terhadap insulin.
g. Riwayat keluarga atau herediter
Risiko diabetes mellitus tipe 2 meningkat jika orang tua atau saudara
kandung memiliki diabetes mellitus tipe 2.
h. Sindrom Ovarium Polistik
Bagi wanita, memiliki Sindrom Ovarium Polistik, kondisi umum
ditandai dengan menstruasi tdiak teratur, pertumbuhan rambut
berlebih dan obesitas meningkatkan risiko diabetes.
i. Seorang ibu dengan riwayat diabetes gestasional dan pernah
melahirkan bayi dengan berat badan >4000 gram.
j. Penderita hipertensi, PJK dan hipertiroidisme diketahui mempunyai
risiko tinggi diabetes.

4. Tanda dan gejala


Tanda dan gejala yang dialami penderita diabetes mellitus yaitu :
a. Poliuria
Kekurangan insulin untuk mengangkut glukosa melalui membrane
dalam sel menyebabkan hiperglikemia sehingga serum plasma
meningkat atau hiperosmolariti menyebabkan cairan intrasel berdifusi
kedalam sirkulasi atau cairan intravaskuler, aliran darah ke ginjal
meningkat sebagai akibat dari hiperosmolariti dan akibatnya akan
terjadi diuresis osmotik.
b. Polidipsi
Akibat meningkatnya difusi cairan dari intrasel kedalam vaskuler
menyebabkan penurunan volume intrasel sehingga efeknya adalah
dehidrasi sel. Akibat dari dehidrasi sel mulut menjadi kering dan
sensor haus teraktivasi menyebabkan seseorang haus terus dan ingin
selalu minum.
c. Polifagia
Terjadi karena glukosa tidak dapat masuk ke sel akibat dari
menurunnya kadar insulin maka produksi energi menurun, penurunan
energi akan menstimulasi rasa lapar.
d. Penurunan berat badan
Karena glukosa darah tidak dapat ditransport kedalam sel maka sel
kekurangan cairan dan tidak mampu mengadakan metabolisme, akibat
dari itu maka sel akan menciut, sehingga seluruh jaringan terutama
otot mengalami atrofi dan penurunan secara otomatis.
e. Kelemahan
Pada diabetes gula tidak lagi menjadi sumber energy karena
glukosa tidak dapat diangkut ke dalam sel untuk menjadi energy
sehingga menyebabkan kelemahan pada penderita.
Menurut Anies (2018) Gejala diabetes mellitus tipe 2 merupakan
gejala klasik. Artinya ini merupakan gejala yang selalu ada di dalam
diabetes mellitus, baik tipe 1 maupun tipe 2. Diantaranya adalah sebagai
berikut:
a. Sering buang air kecil, terutama di malam hari
b. Sering merasa haus
c. Rasa lapar yang bertambah sering
Gejala lain yang bisa muncul pada diabetes millitus tipe 2, antara
lain sebagai berikut:
a. Kelelahan
b. Berkurang massa otot
c. Turunnya berat badan
d. Luka yang lambat sembuh atau mengalami infeksi
e. Pandangan yang kabur

5. Pathway

Penyakit autoimun (genetik) Obesitas, gaya hidup, usia,
pola makan

Insufisiensi insulin Resistensi insulin

DM tipe I DM tipe II

Penggunaan glukosa
otot dan hati ↓ Pankreas berhenti
Glukosa intrasel ↓ memproduksi insulin
Glukoneogenesis ↑
Produksi glukosa hati↑
Pembentukan ATP Ketidakstabilan
terganggu Hiperglikemia kadar glukosa
Peningkatan metabolisme
protein dan lemak darah
Keseimbangan kalori ↓
Komplikasi
Lemah Glikosuria mikrovaskuler
Cadangan lemak dan
protein menurun
Diuresis osmotik ↑
Keletihan Polifagia
Retinopati Nefroparti Neuropati

BB menurun
Polidipsi Poliuria
Parastesia, sesibilitas
Defisit nutrisi nyeri, suhu menurun
Dehidrasi Gangguan
pola tidur
Hipovolemia Risiko infeksi
6. Komplikasi
Menurut Subiyanto (2019) komplikasi diabetes mellitus terdiri dari
komplikasi akut dan komplikasi kronis.
a. Komplikasi akut
Dalam komplikasi akut dikenal dengan beberapa istilah sebagai
berikut :
1) Hipoglikemia adalah keadaan seseorang dengan kadar glukosa
darah dibawah nilai normal (<60 mg/dL). Gejala ini ditandai
dengan munculnya rasa lapar, gemetar, mengeluarkan keringat,
berdebar-debar, pusing, gelisah dan penderita bisa menjadi tidak
sadar disertai kejang.
2) Hiperglikemia dengan diketahui adanya masukan kalori yang
berlebihan dan pengehntian obat oral maupun insulin. Tanda
khasnya adalah rasa sangat haus, pandangan kabur, muntah, berat
badan menurun, sakit kepala, kulit kering dan gatal, rasa
mengantuk sampai keasadaran menurun dan disertai kekurangan
cairang yang berat akibat banyaknya jumlah air kencing (urine)
yang dikeluarkan.
3) Ketoasidosis diabetik (KAD) atau koma diabetik yang diartikan
sebagai keadaan tubuh yang sangat kekurangan insulin dan bersifat
mendadak akibat infeksi, lupa suntik insulin, pola makan yang
terlalu berlebihan atau bebas dan stres. Penderita akan mengalami
koma (tidak sadar) akibat otak tidak menerima darah dan glukosa
dalam jumlah yang cukup.
4) Koma hiperosmolar non ketotik (HONK) yang diakibatkan adanya
dehidrasi berat, tekanan darah yang menurun dan syok tanpa
adanya badan keton (hasil pemecahan asam lemak) dalam urin.
5) Koma lakto asidosis yang diartikan sebagai keadaan tubuh dengan
asam laktat yang tidak dapat diubah menjadi bikarbonat.
Akibatnya, kadar asam laktat dalam darah meningkat dan
seseorang bisa mengalami koma.
b. Komplikasi kronis
Kerusakan pada pembuluh darah yang mengirimkan darah ke
jantung, otak dan kaki dapat meningkatkan risiko stroke, serangan
jantung (PJK), mati rasa (neuropati) dan penurunan aliran darah ke
kaki (Perifer Arterial Deasease/PAD). Komplikasi ini dikenal dengan
komplikasi makrovaskular.
Kerusakan pada pembuluh darah yang mengaliri darah ke retina
mata, ginjal dan saraf dapat menyebabkan kerusakan pada mata
berupa penglihatan menjadi kabur (retinopati), gangguan pada ginjal
(nefropati) dengan gejala hipertensi dan adanya protein dalam air
kencing (urine), serta timbulnya rasa baal (mati rasa atau neuropati)
terutama pada kaki. Komplikasi ini disebut komplikasi mikrovaskular.
Penderita diabetes juga sangat mudah atau rentan terjadi infeksi
seperti pneumonia, keputihan dan infeksi saluran kemih. Kalaupun
terjadi luka dan infeksi pada kaki akan menyebabkan luka sulit
disembuhkan.
Penderita diabetes memiliki risiko untuk terjadinya penyakit
jantung koroner dan pembuluh darah otak (stroke) 2 kali lebih besar, 5
kali lebih mudah menderita luka gangren, 7 kali lebih mudah
mengidap gagal ginjal kronik dan 25 kali lebih mudah mengalami
kebutuhan akibat kerusakan retina dari pada orang yang tidak
menderita diabetes mellitus.

7. Pemeriksaan penunjang
Beberapa cara pemeriksaan kadar glukosa darah untuk menegakan
diagnosis Diabetes Mellitus (PERKENI, 2006 dalam Subiyanto, 2019)
adalah sebagai berikut:
a. Tes gula darah acak atau sewaktu
Sampel darah akan diambil pada waktu acak. Terlepas kapan
seseorang kapan terakhir makan, kadar glukosa darah sewaktu >200
mg/dL (11,1 mmol/L) sudah digunakan untuk menyatakan seseorang
menderita diabetes, terutama bila digabungkan dengan gejala khas dan
tidak khas diabetes.
b. Tes gula darah puasa
Sampel darah akan diambil setelah puasa semalam selama 8-10
jam. Tingkat gula darah puasa <100 mg/dL (5,6 mmol/L) adalah
normal. Tingkat glukosa darah puasa dari 100-125 mg/dL (5,6 - 6,9
mmol/L) atau lebih tinggi pada dua tes terpisah berarti klien menderita
diabetes.
c. Tes toleransi glukosa oral
Untuk tes ini, pasien harus berpuasa dalam semalam 8-10 jam,
minum air putih tanpa glukosa tetap diperbolehkan. Setelah diperiksa
kadar glukosa darah puasa, klien diberi glukosa 75 mg yang dilarutkan
didalam air 250 cc, lalu diminum dalam waktu 5 menit, selanjutnya
berpuasa kembali. Setelah 2 jam kemudian glukosa darah diperiksa.
Kadar glukosa darah <140 mg/dL (7,8 mmol/L dan 11,0 mmol/L)
menunjukan prediabetes. Pembacaan 200 mg/dL (11,0 mmol/L) atau
lebih tinggi setelah 2 jam pembebanan glukosa dapat mengindikasikan
diabetes.
d. Tes hemoglobin glikosilasi atau glycohemoglobin (HbA1C).
Tes darah ini menunjukan tingkat glukosa darah rata-rata selama 2-
3 bulan terakhir, mengukur presenatse glukosa darah yang melekat
pada hemoglobin sebagai protein pembawa oksigen dalam sel darah
merah. Semakin tinggi kadar glukosa darah, semakin banyak glukosa
yang menempel pada hemoglobin.

8. Penatalaksanaan
Menurut Medika (2017) menatalaksanaan diabetes terbagi menjadi
dua cara yaitu dengan terapi non farmakologi dan terapi farmakologi :
a. Terapi Non-Farmakologi
Terapi non farmakologi merupakan langkah pencegahan agar
terhindar dari segala penyakit terutama penyakit degeneratif. Adapun
terapi non farmakologi yaitu :
1) Edukasi
Pengetahuan berperan penting dalam menurunkan populasi
penderita diabetes. Tujuan dari pemberian pengetahuan ini agar
penderita diabetes dapat mengerti bagaimana penyakit bisa
menyerang dirinya, penderita diabetes harus bisa disiplin untuk
mengontrol dan mengelola penyakitnya secara mandiri, serta agar
terbentuknya perilaku hidup yang sehat. Pemberian pengetahuan
sebaiknya mencakup apa itu diabetes mellitus, apa itu
hipoglikemia, gejala diabetes, komplikasi yang mungkin timbul,
pentingnya pemantauan dan pengendalian diabetes mellitus, dan
penanganannya baik secara mandiri maupun oleh tenaga kesehatan.
2) Aktivitas fisik
Penderita diabetes dianjurkan berolahraga secara teratur 3-4 kali
dalam seminggu selama + 30 menit. Olahraga yang teratur
bermanfaat untuk menurunkan berat badan dan memperbaiki fungsi
insulin sehingga gula darah dapat terkontrol. Disamping itu,
olahraga dapat membantu memperbaiki sirkulasi darah,
menguatkan otot jantung, meningkatkan kolestrol baik dan
menurunkan kolestrol jahat didalam tubuh, mengurangi stress,
cemas, dan tegang serta menjadikan tubuh terasa lebih sehat dan
segar. Dengan begitu, risiko terjadinya komplikasi diabetes juga
akan berkurang.
3) Diet
Salah satu faktor penyebab terjadinya diabetes adalah pola
makan yang salah. Makan dalam porsi yang besar terlalu banyak
ngemil, melewati sarapan dan makan larut malam dapat
menyebabkan berat badan berlebih dan gula menjadi naik.
Penderita diabetes dianjurkan menerapkan terapi diet diabetes.
4) Tanaman obat
Tanaman obat memiliki khasiat menyembuhkan berbagai
penyakit. Dari penyakit menular sampai penyakit tidak menular.
Salah satu penyakit yang dapat dikontrol menggunakan tanaman
obat adalah diabetes mellitus. Tumbuhan sebagai alternatif
pengobatan masih banyak digunakan, dan untuk diabetes sendiri
masyarakat juga masih banyak yang memanfaatkan tumbuh-
tumbuhan untuk digunakan sebagai obat antidiabetes.
b. Terapi farmakologi
1) Obat hipoglikemia oral (OHO)
Pemberian obat hipoglikemik oral (OHO) bertujuan untuk
menormalkan gula darah, menghilangkan gejala dan mencegah
terjadinya komplikasi. Obat OHO ini digunakan untuk penderita
diabetes tipe 2 ringan hingga sedang. Obat ini diberikan jika gula
darah penderita masih diatas 200 mg/dl setelah menerapkan diet
untuk diabetes dan olahraga secara teratur 1-2 bulan. OHO terbagi
menjadi beberapa golongan yakni, sufonilurea, Glinid, Biguanid,
Tiazolidindion, Acarbose, Inhibitor Alfa Glukosidase dan insulin
sensitizing.
2) Insulin
Insulin merupakan salah satu bentuk protein tubuh yang
berfungsi mengantar gula darah masuk ke dalam sel tubuh untuk
dijadikan energy, meningkatkan pembentukan glikogen di dalam
hati, mencegah penguraian glikogen menjadi glukosa, merangsang
pembentukan protein dan lemak dari glukosa serta meningkatkan
penguraian glukosa secara oksidatif. Insulin terbagi menjadi
beberapa tingkat yaitu insulin kerja cepat, insulin kerja pendek,
insulin kerja menengah, insulin kerja panjang dan insulin
campuran.
B. Konsep Lansia

1. Definisi
Lansia menurut BKKBN (1995 dalam Muhith dan Siyoto, 2016),
adalah individu yang berusia di atas 60 tahun, pada umumnya memiliki
tanda-tanda terjadinya penurunan fungsi-fungsi biologis, psikologis,
sosial, ekonomi.
Lansia merupakan priode akhir dari rentang kehidupan manusia.
Melewati masa ini, lansia memiliki kesempatan untuk berkembang
mencapai pribadi yang lebih baik dan semakin matang. Lansia adalah
priode dimana organisme telah mencapai masa keemasannya atau
kejayaannya dalam ukuran, fungsi, dan juga beberapa telah menunjukkan
kemundurannya sejalan dengan berjalannya waktu.
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
lansia adalah seseorang yang berusia 60 tahun ke atas yang sudah
mengalami berbagai proses kehidupan.

2. Batasan Lansia
Menurut WHO (Muhith dan Siyoto, 2016) ada 4 batasan lansia yaitu
usia pertengahan (middle age) antara usia 45-59 tahun, lansia (elderly)
antara 60-74 tahun, lansia tua (old) antara 75-90 tahun, Usia sangat tua
(very old), diatas 90 tahun.
Menurut Depkes RI (2003 dalam Dewi, 2014) menyebutkan bahwa
lansia memiliki batasan sebagai berikut:
a. Pralansia (prasenilis), seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
b. Lansia, seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
c. Lansia resiko tinggi, seseorang yang berusia 60 atau lebih dengan
masalah kesehatan.
d. Lansia potensial, lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan atau
kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa.
e. Lansia tidak potensial, lansia yang tidak berdaya mencari nafkah
sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.

3. Ciri-Ciri Lansia
Menurut Retnaningsih (2018) ada beberapa ciri-ciri lansia antara lain :
a. Lansia merupakan priode kemunduran
Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan
faktor psikologis. Motivasi memiliki peran yang penting dalam
kemunduran pada lansia. Misalnya lansia yang memiliki motivasi
yang rendah dalam melakukan kegiatan, maka akan mempercepat
proses kemunduran fisik, akan tetapi ada juga lansia yang memiliki
motivasi yang tinggi, maka kemunduran fisik lansia akan lebih lama
terjadi.
b. Lansia memiliki status kelompok minoritas
Kondisi ini sebagai akibat dari sikap sosial yang tidak
menyenangkan terhadap lansia dan diperkuat oleh pendapat yang
kurang baik, misalnya lansia yang lebih senang mempertahankan
pendapatnya maka sikap sosial di masyarakat menjadi negatif, tetapi
ada juga lansia yang mempunyai tenggang rasa kepada orang lain
sihingga sikap sosial di masyarakat menjadi positif.
c. Menua membutuhkan perubahan peran
Perubahan peran tersebut di lakukan karena lansia mulai
mengalami kemunduran dalam segala hal. Perubahan peran pada
lansia sebaiknya di lakukan atas dasar keinginan sendiri bukan atas
dasar tekanan dari lingkungan.
d. Penyesuaian yang buruk pada lansia
Perlakuan yang buruk terhadap lansia membuat mereka cenderung
mengembangkan konsep diri yang buruk sehingga dapat
memperlihatkan bentuk perilaku yang buruk. Akibat dari perlakuan
yang buruk itu membuat penyesuaian diri lansia menjadi buruk.

4. Tipe-Tipe Lansia
Menurut Maryam (2008 dalam Retnaningsih, 2018), beberapa tipe
lansia bergantung pada karakter, pengalaman hidup, lingkungan, kondisi
fisik, mental, sosial dan ekonominya. Tipe tersebut dapat di jabarkan
sebagai berikut :
a. Tipe arif bijaksana
Kaya dengan hikmah, pengalaman menyesuaikan diri dengan
perubahan jaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati,
sederhana, dermawan, memenuhi undangan dan panutan.
b. Tipe mandiri
Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru dan selektif
dalam mencari pekerjaan, bergaul, dengan teman dan memehi
undangan.
c. Tipe tidak puas
Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi
pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit di layani, pengkritik
dan banyak menuntut.

d. Tipe pasrah
Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama
dan melakukan pekerjaan apa saja.
e. Tipe bingung
Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder,
menyesal, pasif dan acuh tidak acuh.

5. Proses Menua
Menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri dan mempertahankan
struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap
jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang terjadi (Boedi
dalam Padila, 2013).
Menua adalah suatu keadaan yang terjadi didalam kehidupan
manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup tidak hanya
dimulai pada satu waktu tertentu, namun dimulai sejak permulaan
kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti
seseorang telah melalui tahap-tahap kehidupannya, yaitu neonatus,
toddler, praschool, school, remaja, dewasa dan lansia. Tahap-tahap ini
dimulai baik secara biologis maupun psikologis [ CITATION Pad13 \l
1057 ].
Menurut Dewi (2014) proses menua didefinisikan sebagai perubahan
yang terkait waktu, bersifat universal, intrinsik, profresif dan detrimental.
Keadaan tersebut dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan
beradaptasi terhadap lingkungan untuk dapat bertahan hidup. Proses
menua yang terjadi bersifat individual, yang berarti:
a. Tahap proses menua terjadi pada orang dengan usia berbeda.
b. Setiap lansia memiliki kebiasaan yang berbeda.
c. Tidak ada satu faktor yang dapat mencegah proses menua.

6. Teori Proses Menua


Menurut Sheiera Saul (1974 dalam Muhith dan Siyoto, 2016) secara
individual tahap proses menua terjadi pada orang dengan usia berbeda-
beda. Masing-masing lanjut usia mempunyai kebiasaan yang berbeda
sehingga tidak ada satu faktor pun di temukan untuk mencegah proses
menua. Teori-teori itu dapat di golongkan dalam dua kelompok, yaitu
kelompok teori biologis dan teori kejiwaan sosial.
a. Teori biologi
Teori biologi adalah ilmu alam yang mempelajari kehidupan dan
organisme hidup, termasuk struktur, fungsi, pertumbuhan, evolusi,
persebaran, dan taksonominya. Ada beberapa macam teori biologis,
diantaranya sebagai berikut:
1) Teori genetik dan mutasi (somatic mutatie theory)
Menurut Hayflick (1961 dalam Sri Surini Pudjiastuti, 2003),
menua telah terprogram secara genetik secara spesies-spesies
tertentu. Menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia
yang di program oleh molekul-molekul atau DNA dan setiap sel
pada saatnya akan mengalami mutasi.
2) Teori interaksi seluler
Menurut Berger (1994 dalam Noorkasiani, 2009), bahwa sel-
sel yang saling berinteraksi satu sama lain dan mempengaruhi
keadaan tubuh akan baik-baik saja selama sel-sel masih berfungsi
dalam suatu harmoni.
3) Teori replika DNA
Menurut Cunningham (2003), teori ini mengemukakan bahwa
proses penuaan merupakan akibat akumulasi bertahap kesalahan
dalam replikasi DNA sehingga terjadi kematian sel. Kerusakan
DNA akan menyebabkan pengurangan kemampuan replikasi
ribosomal DNA (rDNA) dan mempengaruhi masa hidup sel.
Sekitar 50% rDNA akan menghilang dari sel jaringan pada usia
kira-kira 70 tahun.
4) Teori ikatan silang
Menurut Yaar dan Gilchrest (2007) proses menua merupakan
akibat dari terjadinya ikatan silang yang progesif antara protein-
protein intraseluler dan interseluler serabut kolagen. Ikatan silang
meningkat sejalan dengan bertambahnya umur. Hal ini
mengakibatkan penurunan elastisitas dan kelenturan kolagen di
membran basalis atau di substansi dasar jaringan penyambung,
keadaan ini akan mengakibatkan kerusakan fungsi organ.
b. Teori kejiwaan sosial
Teori kejiwaan sosial meneliti dampak atau pengaruh sosial
terhadap perilaku manusia. Teori ini melihat pada sikap, keyakinan,
dan prilaku lansia. Ada beberapa teori kejiwaan sosial diantaranya
sebagai berikut:
1) Aktivitas atau kegiatan (activity theory)
Menurut Maslow (1954 dalam Noorkasiani, 2009), menyatakan
bahwa para lanjut usia yang sukses adalah mereka yang aktif dan
ikut banyak dalam kegiatan sosial. Ukuran optimum (pola hidup)
dilanjutkan pada cara hidup dari lanjut usia. Mempertahankan
hubungan antara sistem sosial dan individu agar tetap stabil dari
usia pertengahan ke lanjut usia.
2) Teori pembebasan (didengagement theory)
Teori ini menerangkan putusnya pergaulan atau hubungan
dengan masyarakat dan kemunduran individu dengan individu
lainnya. Cumming dan Henry (1961 dalam Siti Bandiyah, 2009),
menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang secara
berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya
atau menarik diri dari pergaulan sekitarnya. Keadaan ini
mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, baik secara
kualitas maupun kuantitas sehingga sering terjadi kehilangan ganda
(triple loos) yaitu kehilangan peran (loss of role), hambatan kontak
sosial (restraction of contacts and relationships), dan
berkurangnya komitmen (reduced commitment to social mores and
values).
Menurut Lawton (1982 dalam Noorkasiani, 2009), ada
hubungan antara kompetensi individu dengan lingkungannya.
Kompetensi ini merupakan ciri fungsional individu, antara lain
ego, keterampilan motorik, kesehatan biologis, kapasitas kognitif
dan fungsi sensorik.

7. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Proses Menua


Faktor-faktor yang mempengaruhi penuaan seseorang, antara lain:
a. Faktor endogen
Faktor bawaan atau keturunan yang berbeda setiap individu.
Faktor inilah yang mempengaruhi perbedaan efek menua pada setiap
individu, dapat lebih cepat atau lebih lambat. Seperti seseorang yang
memiliki bawaan penuaan dini, penyakit tertentu, perbedaan tingkat
intelegensia, warna kulit dan tipe kepribadian.
b. Faktor intelegensia
Umumnya orang yang berintelegensia tinggi cenderung memiliki
pola pikir kedepan yang lebih baik sehingga berusaha menerapkan
pola hidup sehat.
c. Perbedaan tipe kepribadian
Perbedaan kepribadian dapat memicu seseorang lebih awal
memasuki masa lansia. Kepribadian yang selalu ambisius, cepat
gelisah, mudah tersinggung, cepat kecewa dan sebagainya akan
mendorong seseorang cepat stres dan frustasi, akibatnya orang
tersebut mudah mengalami berbagai penyakit dan mempercepat
proses penuaan.
d. Faktor eksogen
Faktor luar yang mempengaruhi penuaan yaitu faktor lingkungan,
sosial budaya dan gaya hidup.

8. Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia


Menurut Padila (2013) Perubahan biologis secara umum, menjadi tua
ditandai oleh kemunduran biologis yang terlihat sebagai gejala-gejala
kemunduran fisik yaitu kulit mulai mengendur dan wajah mulai keriput
serta garis-garis yang menetap, rambut kepala mulai memutih atau
beruban, gigi mulai lepas (ompong), penglihatan dan pendengaran mulai
berkurang, mudah lelah dan mudah jatuh, mudah terserang penyakit,
nafsu makan menurun, gerkaran menjadi lamban dan kurang lincah, pola
tidur berubah. beberapa perubahan yang terjadi pada lansia yaitu:
a. Perubahan fisik
Sebagian besar perubahan fisik pada usia lanjut terjadi kearah
yang memburuk, proses dan kecepatannya sangat berbeda untuk
masing-masing individu. Perubahan fisik pada lansia ini meliputi:
perubahan penampilan, perubahan bagian dalam tubuh, perubahan
fungsi fisiologi, panca indra dan perubahan seksual.
b. Perubahan kemampuan motorik
Usia lanjut pada umumnya mereka menjadi lebih lambat dan
koordinasi gerakan kurang begitu baik dibanding dengan masa
mudanya. Perubahan ini disebabkan oleh pengaruh fisik dan
psikologis seperti berikut ini:
1) Penyebab fisik yang mempengaruhi perubahan dalam kemampuan
motorik meliputi menurunnya kekuatan dan tenaga yang terjadi
karena bertambahnya usia, menurunnya kekuatan otot, kekakuan
dalam persendian, gemetar pada tangan.
2) Penyebab psikologis berasal dari kesadaran tentang merosotnya
dan perasaan akan rendah diri kalau dibandingkan dengan orang
yang lebih muda dalam arti kekuatan, kecepatan dan keterampilan.
3) Perubahan kemampuan mental dan minat pada usia lanjut.

C. Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan DM

1. Pengkajiaan
a. Identitas
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
alamat.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya DM, penyebab yang terjadi serta
upaya yang telah dilakukan klien untuk mengatasinya.
c. Riwayat kesehatan masa lalu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit-penyakit lain yang ada
kaitannya dengan defesiensi insulin misalnya penyakit pankreas.
d. Riwayat kesehatan keluarga (genogram)
Dari genogram keluarga apakah terdapat anggota keluarga yang juga
menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan
terjadinya defesiensi insulin.
e. Pengkajian fisik
1) Status kesehatan umum meliputi keadaan klien, kesadaran, tanda-
tanda vita, tinggi badan dan berat badan.
2) Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada
leher, adakah gangguan pendengaran, apakah penglihatan
kabur/ganda.
3) Sistem integumen
Turgor kulit biasanya menurun, apakah terdapat luka atau warna
kehitaman pada luka, kelembaban dan suhu kulit sekitar ulkus dan
gangren.
4) Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum.
5) Sistem kardiovaskular
Apakah perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau
berkurang, takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi.
6) Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagia, polidipsi, mual, muntah, dehidrasi, perubahan
berat badan, obesitas.
7) Sistem urinary
Poliuria, retensi urin, inkontinensia urin, rasa panas atau sakit saat
berkemih.
8) Sistem muskuloskeletal
Apakah cepat lelah, lemah, adanya luka ganggren di ekstremitas.
9) Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, letargi, mengantuk, reflek lambat dan
disorientasi.
f. Pengkajian psikososial, emosional dan spritual
1) Psikososial
Jelaskan kemampuan sosialisasi klien pada saat sekarang, sikap
klien pada orang lain, harapan-harapan klien dalam melakukan
sosialisasi, kepuasan klien dalam sosialisasi, dll.
2) Emosional
Meliputi keadaan emosional klien.
3) Spritual
Meliputi agama, kegiatan keagamaan, konsep/keyakinan klien
tentang kematian, harapan-harapan klien, dll.
g. Pengkajian fungsional lansia
Untuk mengetahui tingkat fungsional lansia dapat menggunakan
KATZ Index, Barthel Index.
h. Pengkajian status mental lansia
Meliputi identifikasi tingkat kerusakan intelektual menggunakan
SPMSQ (short portable mental statu quetionare) dan identifikasi
aspek kognitif dari fungsi mental dengan menggunakan MMSE (Mini
Mental Status Exam).

i. Pengkajian keseimbangan
Meliputi 2 komponen yaitu perubahan posisi atau gerakan
keseimbangan dan gaya berjalan atau gerakan.

2. Analisa Data Dan Diagnosa Keperawatan


a. Analisa data
No Data Etiologi Masalah
.
1. Gejala dan tanda Diabetes mellitus Ketidakstabilan kadar
mayor glukosa darah
DS: Pankreas berhenti
Mudah lelah atau memproduksi insulin
lesu, sering makan
dan sering lapar Hiperglikemia
(polifagia)
DO: Ketidakstabilan kadar
Kadar glukosa darah glukosa darah
sewaktu, puasa dan 2
jam PP tinggi
Gejala dan tanda
minor
DS:
Mulut kering, rasa
haus meningkat
DO:
Jumlah urin
meningkat
2. Gejala dan tanda Diabetes mellitus Defisit nutrisi
mayor
DS: - Pankreas berhenti
DO: memproduksi insulin
Berat badan menurun
minimal 10% Hiperglikemia
dibawah rentang ideal
Gejala dan tanda Glikosuria
minor
DS: Keseimbangan
Cepat kenyang kalori ↓
setelah makan,
kram/nyeri abdomen Polifagia
DO:
Bising otot hiperaktif, Defisit nutrisi
membran mukosa
pucat

3. Gejala dan tanda Diabetes mellitus Hipovolemi


mayor
DS: Pankreas berhenti
memproduksi insulin
Banyak kencing,
muntah Hiperglikemia
DO:
Glikosuria
Hiperglikemia,
Diuresis ostomikn ↑
frekuensi nadi
meningkat, nadi Polidipsi, poliuria
teraba lemah,
Dehidrasi
tekananan darah
hipovolemia
menurun, turgor kulit
menurun, membran
mukosa kering,
volume urin menurun,
hematokrit meningkat
Gejala dan tanda
minor
DS:
Merasa lemah,
mengeluh haus
DO:
Status
mental/kesadaran
menurun, suhu tubuh
meningkat,
konsentrasi urin
meningkat, berat
badan turun tiba-tiba
4. DS: - Diabetes mellitus Risiko infeksi
DO: -
Pankreas berhenti
memproduksi insulin

Hiperglikemia

Komplikasi
mikrovaskular

Retinopati, nefropati,
neuropati

Parastesia, sesibilitas
nyeri, suhu menurun

Risiko infeksi

b. Diagnosa keperawatan
1) Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan resistensi
insulin dan/atau penurunan sekresi insulin.
2) Defisit nutrisi berhubungan dengan peningkatan kebutuhan
metabolisme.
3) Hipovolemia berhubungan dengan hiperosmotik dan kehilangan
cairan secara aktif.
4) Risiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan
tubuh sekunder akibat supresi respon inflamasi.

3. Rencana Asuhan Keperawatan


No Diagnosa Tujuan Intervensi
Umum Khusus
. keperawatan
1. (D.0027) Kestabilan Kadar glukosa Manajemen
Ketidakstabilan kadar kadar glukosa darah dalam hiperglikemia dan
glukosa darah darah baik rentang normal survival skill
berhubungan dengan kadar glukosa GD puasa : 80- - Jelaskan pengaruh
resistensi insulin darah puasa 109mg/Dl intake karbohidrat
dan/atau penurunan dan 2 jam GD 2 jam PP: terhadap kadar
sekresi insulin setelah makan 110-144 mg/dL glukosa darah
- Jelaskan pengaruh
aktivitas/olahraga
terhadap kadar
glukosa darah
- Jelaskan nama
OHO/jenis insulin
yang digunakan,
lama & puncak
kerja, cara kerja
serta teknik
penyuntikan insulin
- Ajarkan monitoring
glukosa darah
secara mandiri
- Identifikasi tanda &
gejala
hipo/hiperglikemia
dan penanganannya
- Jelaskan aturan
yang harus diikuti
ketika sedang sakit
- Ajarkan/anjurkan
untuk melakukan
diet diabetes (3 j :
jumlah kalori,
jadwal makan serta
jenis makanan yang
dianjurkan dn yang
dibatasi)
- Ajarkan prinsip-
prinsip olahraga dan
jenis olahraga
aerobik seperti
senam yang perlu
dilakukan bagi
penderita diabetes
- Libatkan
keluarga/orang
terdekat dalam
edukasi, program
dukungan dan
dalam melakukan
manajemen diri
klien diabetes
- Kolaborasi dengan
dokter pemberian
OHO dan atau
Insulin yang tepat
sesuai dengan
kondisi klien
2. (D.0019) Status nutrisi Berat badan Manajemen nutrisi
Defisit nutrisi terpenuhi meningkat - Identifikasi status
berhubungan dengan nutrisi.
peningkatan - Identifikasi alergi
kebutuhan dan intoleransi
metabolisme makanan.
- Identifikasi
kebutuhan kalori
dan jenis nutrien.
- Monitor asupan
makanan.
- Monitor berat
badan.
- Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
menentukan jumlah
kalori dan jenis
nutrien yang
dibutuhkan.
Edukasi diet
- Jelaskan tujuan
kepatuhan diet
terhadap kesehatan.
- Informasikan
makanan yang
diperbolehkan dan
dilarang.
Pemantauan nutrisi
- Timbang berat
badan
- Hitung perubahan
berat badan
3. (D.0023) Tercapainya - TTV kembali Manajemen
Hipovolemia keseimbangan stabil keseimbangan cairan
berhubungan dengan cairan dan - Terhindar tubuh
hiperosmotik dan metabolik dari - Lakukan rehidrasi
kehilangan cairan hiperglikemia oral dan parenteral
secara aktif yang ektrim sesuai kondisi klien
- Terhindar - Kolaborasi dengan
dari dokter untuk
kehilangan mempertimbangkan
berat badan pemberian terapi
secara terus insulin drip atau
menerus dan intravena sampai
memulai glukosa terkendali
berat badan baik
yang ideal - Monitor tanda-tanda
(IMT vital: TD, nadi, RR,
normal) volume urine setiap
jam, selanjutnya
sesuai perkembangan
klien
- Monitor intake dan
output cairan tiap 6-8
jam
- Pantau kadar glukosa
darah setiap jam
untuk penyesuaian
dosis insulin yang
diberikan
4. (D.0142) Risiko infeksi Integritas kulit Pencegahan infeksi
Risiko infeksi terkontrol/ dan jaringan - Monitor tanda dan
berhubungan dengan terkendali membaik gejala infeksi lokal
keadekuatan dan sistemik
pertahanan tubuh - Berikan perawatan
sekunder akibat kulit pada area yang
supresi respon beriko infeksi
inflamasi - Pertahankan teknik
aseptik pada klien
yang beresiko tinggi
- Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
- Ajarkan cara mencuci
tangan dengan benar
- Anjurkan
meningkatkan asupan
nutrisi
- Anjurkan
meningkatkan asupan
cairan
DAFTAR PUSTAKA

Anies. (2018). Penyakit Degeneratif. Yogyakarta: Ar- Ruzz Media.


Dewi, S. R. (2014). buku ajar keperawatan gerontik. Yogyakarta: deepublish.
FKUI. (2011). Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu. Jakarta: FKUI.
Lemone, P., Burke, K. M., & Bauldoff, G. (2012). Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah Edisi 5. Jakarta: EGC.
Medika, T. B. (2017). Berdamai dengan Diabetes. Jakarta: Bumi Medika.
Muhith, A., & Siyoto, S. (2016). Pendidikan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta:
Andi.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis NANDA & NIC-NOC. Jogjakarta: Mediaction.
Padila. (2013). buku ajar keperawatan gerontik. Yogyakarta: Nuha Medika.
Retnaningsih, D. (2018). Keperawatan Gerontik. Bogor: Penerbit in media.
Rumoharbo, H. (2014). Mencegah Diabetes Mellitus Dengan Perubahan Gaya
Hidup . Bogor: In Media.
Shanty, Meita. (2011). Silent Killer Diseases. Yogyakarta: Javalitera.
Subiyanto, P. (2019). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan
Gangguan Sistem Endokrin. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
Tandra, H. (2018). Segala sesuatu yang harus anda ketahui tentang diabetes
panduan lengkap mengenai dan mengatasi diabetes dengan cepat dan
mudah. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Anda mungkin juga menyukai