DIABETES MELITUS
OLEH:
Dicky Kurniawan
(214120093)
A. Konsep DM
1. Definisi
Diabetes mellitus adalah penyakit kronis yang kompleks yang
mengakibatkan gangguan metabolisme karbohidrat, protein, lemak
sehingga terjadinya hiperglikemia (kadar gula yang tinggi dalam darah)
dan menjadi komplikasi makrovaskuler, mikrovaskuler dan neurologis.
Keadaan hiperglikemia kronik tersebut tidak dapat disembuhkan tetapi
dapat dikontrol (Barbara C. Long, 1995).
Diabetes mellitus adalah suatu penyakit kronis yang menimbulkan
gangguan multi sistem dan mempunyai karakteristik hiperglikemia yang
disebabkan defisiensi insulin atau kerja insulin yang tidak adekuat
(Brunner dan Sudart, 1999).
Diabetes militus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang
ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia.
Glukosa secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah,
glukosa dibentuk di hati dan makanan yang dikonsumsi. Insulin yaitu
suatu hormon yang diproduksi pankreas, mengendalikan kadar glukosa
dalam darah dengan mengatur produksi dan penyimpanannya. (Suzanne
C, smeltzer brenda G. Bare. 2002).
2. Klasifikasi
a. Diabetes Mellitus mencakup 3 sub kelompok diagnostik, yaitu :
5. Pathway
↑
Penyakit autoimun (genetik) Obesitas, gaya hidup, usia,
pola makan
DM tipe I DM tipe II
Penggunaan glukosa
otot dan hati ↓ Pankreas berhenti
Glukosa intrasel ↓ memproduksi insulin
Glukoneogenesis ↑
Produksi glukosa hati↑
Pembentukan ATP Ketidakstabilan
terganggu Hiperglikemia kadar glukosa
Peningkatan metabolisme
protein dan lemak darah
Keseimbangan kalori ↓
Komplikasi
Lemah Glikosuria mikrovaskuler
Cadangan lemak dan
protein menurun
Diuresis osmotik ↑
Keletihan Polifagia
Retinopati Nefroparti Neuropati
BB menurun
Polidipsi Poliuria
Parastesia, sesibilitas
Defisit nutrisi nyeri, suhu menurun
Dehidrasi Gangguan
pola tidur
Hipovolemia Risiko infeksi
6. Komplikasi
Menurut Subiyanto (2019) komplikasi diabetes mellitus terdiri dari
komplikasi akut dan komplikasi kronis.
a. Komplikasi akut
Dalam komplikasi akut dikenal dengan beberapa istilah sebagai
berikut :
1) Hipoglikemia adalah keadaan seseorang dengan kadar glukosa
darah dibawah nilai normal (<60 mg/dL). Gejala ini ditandai
dengan munculnya rasa lapar, gemetar, mengeluarkan keringat,
berdebar-debar, pusing, gelisah dan penderita bisa menjadi tidak
sadar disertai kejang.
2) Hiperglikemia dengan diketahui adanya masukan kalori yang
berlebihan dan pengehntian obat oral maupun insulin. Tanda
khasnya adalah rasa sangat haus, pandangan kabur, muntah, berat
badan menurun, sakit kepala, kulit kering dan gatal, rasa
mengantuk sampai keasadaran menurun dan disertai kekurangan
cairang yang berat akibat banyaknya jumlah air kencing (urine)
yang dikeluarkan.
3) Ketoasidosis diabetik (KAD) atau koma diabetik yang diartikan
sebagai keadaan tubuh yang sangat kekurangan insulin dan bersifat
mendadak akibat infeksi, lupa suntik insulin, pola makan yang
terlalu berlebihan atau bebas dan stres. Penderita akan mengalami
koma (tidak sadar) akibat otak tidak menerima darah dan glukosa
dalam jumlah yang cukup.
4) Koma hiperosmolar non ketotik (HONK) yang diakibatkan adanya
dehidrasi berat, tekanan darah yang menurun dan syok tanpa
adanya badan keton (hasil pemecahan asam lemak) dalam urin.
5) Koma lakto asidosis yang diartikan sebagai keadaan tubuh dengan
asam laktat yang tidak dapat diubah menjadi bikarbonat.
Akibatnya, kadar asam laktat dalam darah meningkat dan
seseorang bisa mengalami koma.
b. Komplikasi kronis
Kerusakan pada pembuluh darah yang mengirimkan darah ke
jantung, otak dan kaki dapat meningkatkan risiko stroke, serangan
jantung (PJK), mati rasa (neuropati) dan penurunan aliran darah ke
kaki (Perifer Arterial Deasease/PAD). Komplikasi ini dikenal dengan
komplikasi makrovaskular.
Kerusakan pada pembuluh darah yang mengaliri darah ke retina
mata, ginjal dan saraf dapat menyebabkan kerusakan pada mata
berupa penglihatan menjadi kabur (retinopati), gangguan pada ginjal
(nefropati) dengan gejala hipertensi dan adanya protein dalam air
kencing (urine), serta timbulnya rasa baal (mati rasa atau neuropati)
terutama pada kaki. Komplikasi ini disebut komplikasi mikrovaskular.
Penderita diabetes juga sangat mudah atau rentan terjadi infeksi
seperti pneumonia, keputihan dan infeksi saluran kemih. Kalaupun
terjadi luka dan infeksi pada kaki akan menyebabkan luka sulit
disembuhkan.
Penderita diabetes memiliki risiko untuk terjadinya penyakit
jantung koroner dan pembuluh darah otak (stroke) 2 kali lebih besar, 5
kali lebih mudah menderita luka gangren, 7 kali lebih mudah
mengidap gagal ginjal kronik dan 25 kali lebih mudah mengalami
kebutuhan akibat kerusakan retina dari pada orang yang tidak
menderita diabetes mellitus.
7. Pemeriksaan penunjang
Beberapa cara pemeriksaan kadar glukosa darah untuk menegakan
diagnosis Diabetes Mellitus (PERKENI, 2006 dalam Subiyanto, 2019)
adalah sebagai berikut:
a. Tes gula darah acak atau sewaktu
Sampel darah akan diambil pada waktu acak. Terlepas kapan
seseorang kapan terakhir makan, kadar glukosa darah sewaktu >200
mg/dL (11,1 mmol/L) sudah digunakan untuk menyatakan seseorang
menderita diabetes, terutama bila digabungkan dengan gejala khas dan
tidak khas diabetes.
b. Tes gula darah puasa
Sampel darah akan diambil setelah puasa semalam selama 8-10
jam. Tingkat gula darah puasa <100 mg/dL (5,6 mmol/L) adalah
normal. Tingkat glukosa darah puasa dari 100-125 mg/dL (5,6 - 6,9
mmol/L) atau lebih tinggi pada dua tes terpisah berarti klien menderita
diabetes.
c. Tes toleransi glukosa oral
Untuk tes ini, pasien harus berpuasa dalam semalam 8-10 jam,
minum air putih tanpa glukosa tetap diperbolehkan. Setelah diperiksa
kadar glukosa darah puasa, klien diberi glukosa 75 mg yang dilarutkan
didalam air 250 cc, lalu diminum dalam waktu 5 menit, selanjutnya
berpuasa kembali. Setelah 2 jam kemudian glukosa darah diperiksa.
Kadar glukosa darah <140 mg/dL (7,8 mmol/L dan 11,0 mmol/L)
menunjukan prediabetes. Pembacaan 200 mg/dL (11,0 mmol/L) atau
lebih tinggi setelah 2 jam pembebanan glukosa dapat mengindikasikan
diabetes.
d. Tes hemoglobin glikosilasi atau glycohemoglobin (HbA1C).
Tes darah ini menunjukan tingkat glukosa darah rata-rata selama 2-
3 bulan terakhir, mengukur presenatse glukosa darah yang melekat
pada hemoglobin sebagai protein pembawa oksigen dalam sel darah
merah. Semakin tinggi kadar glukosa darah, semakin banyak glukosa
yang menempel pada hemoglobin.
8. Penatalaksanaan
Menurut Medika (2017) menatalaksanaan diabetes terbagi menjadi
dua cara yaitu dengan terapi non farmakologi dan terapi farmakologi :
a. Terapi Non-Farmakologi
Terapi non farmakologi merupakan langkah pencegahan agar
terhindar dari segala penyakit terutama penyakit degeneratif. Adapun
terapi non farmakologi yaitu :
1) Edukasi
Pengetahuan berperan penting dalam menurunkan populasi
penderita diabetes. Tujuan dari pemberian pengetahuan ini agar
penderita diabetes dapat mengerti bagaimana penyakit bisa
menyerang dirinya, penderita diabetes harus bisa disiplin untuk
mengontrol dan mengelola penyakitnya secara mandiri, serta agar
terbentuknya perilaku hidup yang sehat. Pemberian pengetahuan
sebaiknya mencakup apa itu diabetes mellitus, apa itu
hipoglikemia, gejala diabetes, komplikasi yang mungkin timbul,
pentingnya pemantauan dan pengendalian diabetes mellitus, dan
penanganannya baik secara mandiri maupun oleh tenaga kesehatan.
2) Aktivitas fisik
Penderita diabetes dianjurkan berolahraga secara teratur 3-4 kali
dalam seminggu selama + 30 menit. Olahraga yang teratur
bermanfaat untuk menurunkan berat badan dan memperbaiki fungsi
insulin sehingga gula darah dapat terkontrol. Disamping itu,
olahraga dapat membantu memperbaiki sirkulasi darah,
menguatkan otot jantung, meningkatkan kolestrol baik dan
menurunkan kolestrol jahat didalam tubuh, mengurangi stress,
cemas, dan tegang serta menjadikan tubuh terasa lebih sehat dan
segar. Dengan begitu, risiko terjadinya komplikasi diabetes juga
akan berkurang.
3) Diet
Salah satu faktor penyebab terjadinya diabetes adalah pola
makan yang salah. Makan dalam porsi yang besar terlalu banyak
ngemil, melewati sarapan dan makan larut malam dapat
menyebabkan berat badan berlebih dan gula menjadi naik.
Penderita diabetes dianjurkan menerapkan terapi diet diabetes.
4) Tanaman obat
Tanaman obat memiliki khasiat menyembuhkan berbagai
penyakit. Dari penyakit menular sampai penyakit tidak menular.
Salah satu penyakit yang dapat dikontrol menggunakan tanaman
obat adalah diabetes mellitus. Tumbuhan sebagai alternatif
pengobatan masih banyak digunakan, dan untuk diabetes sendiri
masyarakat juga masih banyak yang memanfaatkan tumbuh-
tumbuhan untuk digunakan sebagai obat antidiabetes.
b. Terapi farmakologi
1) Obat hipoglikemia oral (OHO)
Pemberian obat hipoglikemik oral (OHO) bertujuan untuk
menormalkan gula darah, menghilangkan gejala dan mencegah
terjadinya komplikasi. Obat OHO ini digunakan untuk penderita
diabetes tipe 2 ringan hingga sedang. Obat ini diberikan jika gula
darah penderita masih diatas 200 mg/dl setelah menerapkan diet
untuk diabetes dan olahraga secara teratur 1-2 bulan. OHO terbagi
menjadi beberapa golongan yakni, sufonilurea, Glinid, Biguanid,
Tiazolidindion, Acarbose, Inhibitor Alfa Glukosidase dan insulin
sensitizing.
2) Insulin
Insulin merupakan salah satu bentuk protein tubuh yang
berfungsi mengantar gula darah masuk ke dalam sel tubuh untuk
dijadikan energy, meningkatkan pembentukan glikogen di dalam
hati, mencegah penguraian glikogen menjadi glukosa, merangsang
pembentukan protein dan lemak dari glukosa serta meningkatkan
penguraian glukosa secara oksidatif. Insulin terbagi menjadi
beberapa tingkat yaitu insulin kerja cepat, insulin kerja pendek,
insulin kerja menengah, insulin kerja panjang dan insulin
campuran.
B. Konsep Lansia
1. Definisi
Lansia menurut BKKBN (1995 dalam Muhith dan Siyoto, 2016),
adalah individu yang berusia di atas 60 tahun, pada umumnya memiliki
tanda-tanda terjadinya penurunan fungsi-fungsi biologis, psikologis,
sosial, ekonomi.
Lansia merupakan priode akhir dari rentang kehidupan manusia.
Melewati masa ini, lansia memiliki kesempatan untuk berkembang
mencapai pribadi yang lebih baik dan semakin matang. Lansia adalah
priode dimana organisme telah mencapai masa keemasannya atau
kejayaannya dalam ukuran, fungsi, dan juga beberapa telah menunjukkan
kemundurannya sejalan dengan berjalannya waktu.
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
lansia adalah seseorang yang berusia 60 tahun ke atas yang sudah
mengalami berbagai proses kehidupan.
2. Batasan Lansia
Menurut WHO (Muhith dan Siyoto, 2016) ada 4 batasan lansia yaitu
usia pertengahan (middle age) antara usia 45-59 tahun, lansia (elderly)
antara 60-74 tahun, lansia tua (old) antara 75-90 tahun, Usia sangat tua
(very old), diatas 90 tahun.
Menurut Depkes RI (2003 dalam Dewi, 2014) menyebutkan bahwa
lansia memiliki batasan sebagai berikut:
a. Pralansia (prasenilis), seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
b. Lansia, seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
c. Lansia resiko tinggi, seseorang yang berusia 60 atau lebih dengan
masalah kesehatan.
d. Lansia potensial, lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan atau
kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa.
e. Lansia tidak potensial, lansia yang tidak berdaya mencari nafkah
sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.
3. Ciri-Ciri Lansia
Menurut Retnaningsih (2018) ada beberapa ciri-ciri lansia antara lain :
a. Lansia merupakan priode kemunduran
Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan
faktor psikologis. Motivasi memiliki peran yang penting dalam
kemunduran pada lansia. Misalnya lansia yang memiliki motivasi
yang rendah dalam melakukan kegiatan, maka akan mempercepat
proses kemunduran fisik, akan tetapi ada juga lansia yang memiliki
motivasi yang tinggi, maka kemunduran fisik lansia akan lebih lama
terjadi.
b. Lansia memiliki status kelompok minoritas
Kondisi ini sebagai akibat dari sikap sosial yang tidak
menyenangkan terhadap lansia dan diperkuat oleh pendapat yang
kurang baik, misalnya lansia yang lebih senang mempertahankan
pendapatnya maka sikap sosial di masyarakat menjadi negatif, tetapi
ada juga lansia yang mempunyai tenggang rasa kepada orang lain
sihingga sikap sosial di masyarakat menjadi positif.
c. Menua membutuhkan perubahan peran
Perubahan peran tersebut di lakukan karena lansia mulai
mengalami kemunduran dalam segala hal. Perubahan peran pada
lansia sebaiknya di lakukan atas dasar keinginan sendiri bukan atas
dasar tekanan dari lingkungan.
d. Penyesuaian yang buruk pada lansia
Perlakuan yang buruk terhadap lansia membuat mereka cenderung
mengembangkan konsep diri yang buruk sehingga dapat
memperlihatkan bentuk perilaku yang buruk. Akibat dari perlakuan
yang buruk itu membuat penyesuaian diri lansia menjadi buruk.
4. Tipe-Tipe Lansia
Menurut Maryam (2008 dalam Retnaningsih, 2018), beberapa tipe
lansia bergantung pada karakter, pengalaman hidup, lingkungan, kondisi
fisik, mental, sosial dan ekonominya. Tipe tersebut dapat di jabarkan
sebagai berikut :
a. Tipe arif bijaksana
Kaya dengan hikmah, pengalaman menyesuaikan diri dengan
perubahan jaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati,
sederhana, dermawan, memenuhi undangan dan panutan.
b. Tipe mandiri
Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru dan selektif
dalam mencari pekerjaan, bergaul, dengan teman dan memehi
undangan.
c. Tipe tidak puas
Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi
pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit di layani, pengkritik
dan banyak menuntut.
d. Tipe pasrah
Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama
dan melakukan pekerjaan apa saja.
e. Tipe bingung
Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder,
menyesal, pasif dan acuh tidak acuh.
5. Proses Menua
Menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri dan mempertahankan
struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap
jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang terjadi (Boedi
dalam Padila, 2013).
Menua adalah suatu keadaan yang terjadi didalam kehidupan
manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup tidak hanya
dimulai pada satu waktu tertentu, namun dimulai sejak permulaan
kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti
seseorang telah melalui tahap-tahap kehidupannya, yaitu neonatus,
toddler, praschool, school, remaja, dewasa dan lansia. Tahap-tahap ini
dimulai baik secara biologis maupun psikologis [ CITATION Pad13 \l
1057 ].
Menurut Dewi (2014) proses menua didefinisikan sebagai perubahan
yang terkait waktu, bersifat universal, intrinsik, profresif dan detrimental.
Keadaan tersebut dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan
beradaptasi terhadap lingkungan untuk dapat bertahan hidup. Proses
menua yang terjadi bersifat individual, yang berarti:
a. Tahap proses menua terjadi pada orang dengan usia berbeda.
b. Setiap lansia memiliki kebiasaan yang berbeda.
c. Tidak ada satu faktor yang dapat mencegah proses menua.
1. Pengkajiaan
a. Identitas
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
alamat.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya DM, penyebab yang terjadi serta
upaya yang telah dilakukan klien untuk mengatasinya.
c. Riwayat kesehatan masa lalu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit-penyakit lain yang ada
kaitannya dengan defesiensi insulin misalnya penyakit pankreas.
d. Riwayat kesehatan keluarga (genogram)
Dari genogram keluarga apakah terdapat anggota keluarga yang juga
menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan
terjadinya defesiensi insulin.
e. Pengkajian fisik
1) Status kesehatan umum meliputi keadaan klien, kesadaran, tanda-
tanda vita, tinggi badan dan berat badan.
2) Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada
leher, adakah gangguan pendengaran, apakah penglihatan
kabur/ganda.
3) Sistem integumen
Turgor kulit biasanya menurun, apakah terdapat luka atau warna
kehitaman pada luka, kelembaban dan suhu kulit sekitar ulkus dan
gangren.
4) Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum.
5) Sistem kardiovaskular
Apakah perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau
berkurang, takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi.
6) Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagia, polidipsi, mual, muntah, dehidrasi, perubahan
berat badan, obesitas.
7) Sistem urinary
Poliuria, retensi urin, inkontinensia urin, rasa panas atau sakit saat
berkemih.
8) Sistem muskuloskeletal
Apakah cepat lelah, lemah, adanya luka ganggren di ekstremitas.
9) Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, letargi, mengantuk, reflek lambat dan
disorientasi.
f. Pengkajian psikososial, emosional dan spritual
1) Psikososial
Jelaskan kemampuan sosialisasi klien pada saat sekarang, sikap
klien pada orang lain, harapan-harapan klien dalam melakukan
sosialisasi, kepuasan klien dalam sosialisasi, dll.
2) Emosional
Meliputi keadaan emosional klien.
3) Spritual
Meliputi agama, kegiatan keagamaan, konsep/keyakinan klien
tentang kematian, harapan-harapan klien, dll.
g. Pengkajian fungsional lansia
Untuk mengetahui tingkat fungsional lansia dapat menggunakan
KATZ Index, Barthel Index.
h. Pengkajian status mental lansia
Meliputi identifikasi tingkat kerusakan intelektual menggunakan
SPMSQ (short portable mental statu quetionare) dan identifikasi
aspek kognitif dari fungsi mental dengan menggunakan MMSE (Mini
Mental Status Exam).
i. Pengkajian keseimbangan
Meliputi 2 komponen yaitu perubahan posisi atau gerakan
keseimbangan dan gaya berjalan atau gerakan.
Hiperglikemia
Komplikasi
mikrovaskular
Retinopati, nefropati,
neuropati
Parastesia, sesibilitas
nyeri, suhu menurun
Risiko infeksi
b. Diagnosa keperawatan
1) Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan resistensi
insulin dan/atau penurunan sekresi insulin.
2) Defisit nutrisi berhubungan dengan peningkatan kebutuhan
metabolisme.
3) Hipovolemia berhubungan dengan hiperosmotik dan kehilangan
cairan secara aktif.
4) Risiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan
tubuh sekunder akibat supresi respon inflamasi.