Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

CEDERA MEDULA SPINALIS

Disusun Oleh :

Mochamad Fajar Pamungkas

PROGRAM STUDI Ners

NERS STIKes KHARISMA KARAWANG

Tahun Ajaran 2020

Jl.Pangkal Perjuangan KM 1 (By Pass), Tanjungpura, Karawang Bar., Kabupaten


Karawang, Jawa Barat 41316.

TAHUN 2020
A. KONSEP DASAR PENYAKIT

1. DEFINISI
Cedera tulang belakang adalah cedera mengenai cervicalis, vertebralis dan
lumbalis akibat trauma ; jatuh dari ketinggian, kecelakakan lalu lintas,
kecelakakan olah raga dsb ( Sjamsuhidayat, 1997).
Cedera medulla spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang sering
kali disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas. Apabila cedera itu mengenai daerah
L1-2 dan/atau dibawahnya maka akan dapat mengakibatkan hilangnya fungsi
motorik dan sensorik serta kehilangan fungsi defekasi dan berkemih. (Doengoes,
1999; 338)
Cedera medulla spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang
disebabkan oleh benturan pada daerah medulla spinalis. (smeltzer, 2001 ; )
Trauma tulang belakang adalah cedera pada tulang belakang (biasanya mengenai
servikal dan lumbal) yang ditandai dengan memar, robeknya bagaian pada
tulang belakang akibat luka tusuk atau fraktur/ dislokasi di kolumna spinalis.
(ENA, 2000)
Trauma spinal cord adalah cedera yang mengakibatkan fungsi konduksi saraf
terganggu, reflex dan fungsi motorik berkurang, terjadi perubahan sensasi, dan
syok neurogenik. (Campbell, 2004)
2. PENYEBAB
Adapun penyebab dari trauma servikal dan spinal antara lain :
 Seseorang yang terpeleset di lantai,
 Menyelam di air yang dangkal.
 Terlempar dari kuda atau motor
 Jatuh dari ketinggian dalam posisi berdiri
 Kecelakaan motor.
 Terjatuh.Anak-anak yang memakai sabuk bahu yang tidak sesuai di sekitar
leher.Leher tergantung.(Campbell, 2004 ; 131)

Berikut ini adalah mekanisme cedera tumpul spinal menurut Campbell (2004 ;
131) :
- Hiperektensi
Kepala dan leher bergerak ke belakang / hiperektensi secara berlebihan.
- Hiperfleksi
Kepala di atas dada bergerak ke depan / heperfleksi dengan berlebihan.
- Kompresi
Bobot tubuh dari kepala hingga pelvis mengakibatkan penekanan pada leher
atau batang tubuh.
- Rotasi
Rotasi yang berlebih dari batang tubuh atau kepala dan leher sehingga
terjadi pergerakan berlawanan arah dari kolumna spinalis.
- Penekanan ke samping
Pergerakan ke samping yang berlebih menyebabkan pergeseran dari
kolumna spinalis.
- Distraksi
Peregangan yang berlebihan dan kolumna spinalis dan spinal cord.

3. TANDA DAN GEJALA


Menurut menurut ENA (2000 : 426), tanda dan gejala adalah sebagai berikut:
a. Pernapasan dangkal
b. penggunaan otot-otot pernapasan
c. pergerakan dinding dada
d. Hipotensi (biasanya sistole kurang dari 90 mmHg)
e. Bradikardi
f. Kulit teraba hangat dan kering
g. Poikilotermi (Ketidakmampuan mengatur suhu tubuh, yang mana suhu tubuh
bergantung pada suhu lingkungan)
h. Kehilangan sebagian atau keseluruhan kemampuan bergerak
i. Kehilangan sensasi
j. Terjadi paralisis, paraparesis, paraplegia atau quadriparesis/quadriplegia
k. Adanya spasme otot, kekakuan

Menurut menurut Campbell (2004 ; 133)


a. Kelemahan otot
b. Adanya deformitas tulang belakang
c. Adanya nyeri ketika tulang belakang bergerak
d. Terjadinya perubahan bentuk tulang servikal akibat cedera
e. Kehilangan control dalam eliminasi urin dan feses,
f. Terjadinya gangguan pada ereksi penis (priapism)

4. PATOFISIOLOGI
Akibat kecelakaan, terpeleset, terjatuh dari motor, jatuh dari ketinggian dalam
posisi berdiri menyebabkan cedera pada kolumna vertebra dan medulla spinalis
yang dapat menyebabkan gangguan pada beberapa system, diantaranya :
a. Kerusakan jalur simpatetik desending yang mengakibatkan terputusnya
jaringan saraf medulla spinalis, karena jaringan saraf ini terputus maka akan
menimbulkan paralisis dan paraplegi pada ekstremitas.
b. Dari cedera tersebut akan menimbulkan perdarahan makroskopis yang akan
menimbulkan reaksi peradangan, dari reaksi peradangan tersebut akan
melepaskan mediator kimiawi yang menyebabkan timbulnya nyeri hebat
dan akut, nyeri yang timbul berkepanjangan mengakibatkan syok spinal
yang apabila berkepanjangan dapat menurunkan tingkat kesadaran. Reaksi
peradangan tersebut juga menimbulkan juga menyebabkan edema yang
dapat menekan jaringan sekitar sehingga aliran darah dan oksigen ke
jaringan tersebut menjadi terhambat dan mengalami hipoksia jaringan.
Reaksi anastetik yang ditimbulkan dari reaksi peradangan tersebut juga
menimbulkan kerusakan pada system eliminasi urine.
c. Blok pada saraf simpatis juga dapat diakibatkan dari cedera tulang belakang
yang menyebabkan kelumpuhan otot pernapasan sehinggan pemasukan
oksigen ke dalam tubuh akan menurun, dengan menurunnya kadar oksigen
ke dalam tubuh akan mengakibatkan tubuh berkompensasi dengan
meningkatkan frekuensi pernapasan sehingga timbul sesak.
Pathway
5. KLASIFIKASI
Holdsworth membuat klasifikasi cedera spinal sebagai berikut :
- Cedera fleksi
Cedera fleksi menyebabkan beban regangan pada ligamentum posterior, dan
selanjutnya dapat menimbulkan kompresi pada bagian anterior korpus
vertebra dan mengakibatkan wedge fracture (teardrop fracture). Cedera
semacam ini dikategorikan sebagai cedera yang stabil
- Cedera fleksi-rotasi
Beban fleksi-rotasi akan menimbulkan cedera pada ligamentum posterior
dan kadang juga prosesus artikularis, selanjutnya akan mengakibatkan
terjadinya dislokasi fraktur rotasional yang dihubungkan dengan slice
fracture korpus vertebra. Cedera ini merupakan cedera yang paling tidak
stabil.
- Cedera ekstensi
Cedera ekstensi biasanya merusak ligamentum longitudinalis anterior dan
menimbulkan herniasi diskus. Biasanya terjadi pada daerah leher. Selama
kolum vertebra dalam posisi fleksi, maka cedera ini masih tergolong stabil.
- Cedera kompresi vertikal (vertical compression)
Cedera kompresi vertical mengakibatkan pembebanan pada korpus vertebra
dan dapat menimbulkan burst fracture.
- Cedera robek langsung (direct shearing)
Cedera robek biasanya terjadi di daerah torakal dan disebabkan oleh pukulan
langsung pada punggung, sehingga salah satu vertebra bergeser, fraktur
prosesus artikularis serta ruptur ligamen.

Berdasarkan sifat kondisi fraktur yang terjadi, Kelly dan Whitesides


mengkategorikan cedera spinal menjadi cedera stabil dan cedera non-stabil.
Cedera stabil mencakup cedera kompresi korpus vertebra baik anterior atau
lateral dan burst fracture derajat ringan. Sedangkan cedera yang tidak stabil
mencakup cedera fleksi-dislokasi, fleksi-rotasi, dislokasi-fraktur (slice
injury), dan burst fracture hebat.
a. Cedera stabil
- Fleksi
Cedera fleksi akibat fraktura kompresi baji dari vertebra
torakolumbal umum ditemukan dan stabil. Kerusakan neurologik
tidak lazim ditemukan. Cedera ini menimbulkan rasa sakit, dan
penatalaksanaannya terdiri atas perawatan di rumah sakit selama
beberapa hari istorahat total di tempat tidur dan observasi terhadap
paralitik ileus sekunder terhadap keterlibatan ganglia simpatik. Jika
baji lebih besar daripada 50 persen, brace atau gips dalam ekstensi
dianjurkan. Jika tidak, analgetik, korset, dan ambulasi dini
diperlukan. Ketidaknyamanan yang berkepanjangan tidak lazim
ditemukan.
- Fleksi ke Lateral dan Ekstensi
Cedera ini jarang ditemukan pada daerah torakolumbal. Cedera ini
stabil, dan defisit neurologik jarang. Terapi untuk kenyamanan
pasien (analgetik dan korset) adalah semua yang dibutuhkan.
- Kompresi Vertikal
Tenaga aksial mengakibatkan kompresi aksial dari 2 jenis : (1)
protrusi diskus ke dalam lempeng akhir vertebral, (2) fraktura
ledakan. Yang pertama terjadi pada pasien muda dengan protrusi
nukleus melalui lempeng akhir vertebra ke dalam tulang berpori yang
lunak. Ini merupakan fraktura yang stabil, dan defisit neurologik
tidak terjadi. Terapi termasuk analgetik, istirahat di tempat tidur
selama beberapa hari, dan korset untuk beberapa minggu. Meskipun
fraktura ”ledakan” agak stabil, keterlibatan neurologik dapat terjadi
karena masuknya fragmen ke dalam kanalis spinalis. CT-Scan
memberikan informasi radiologik yang lebih berharga pada cedera.
Jika tidak ada keterlibatan neurologik, pasien ditangani dengan
istirahat di tempat tidur sampai gejala-gejala akut menghilang. Brace
atau jaket gips untuk menyokong vertebra yang digunakan selama 3
atau 4 bulan direkomendasikan. Jika ada keterlibatan neurologik,
fragmen harus dipindahkan dari kanalis neuralis. Pendekatan bisa
dari anterior, lateral atau posterior. Stabilisasi dengan batang kawat,
plat atau graft tulang penting untuk mencegah ketidakstabilan setelah
dekompresi.
b. Cedera Tidak Stabil
- Cedera Rotasi – Fleksi
Kombinasi dari fleksi dan rotasi dapat mengakibatkan fraktura
dislokasi dengan vertebra yang sangat tidak stabil. Karena cedera ini
sangat tidak stabil, pasien harus ditangani dengan hati-hati untuk
melindungi medula spinalis dan radiks. Fraktura dislokasi ini paling
sering terjadi pada daerah transisional T10 sampai L1 dan
berhubungan dengan insiden yang tinggi dari gangguan neurologik.
Setelah radiografik yang akurat didapatkan (terutama CT-Scan),
dekompresi dengan memindahkan unsur yang tergeser dan stabilisasi
spinal menggunakan berbagai alat metalik diindikasikan.
- Fraktura ”Potong”
Vertebra dapat tergeser ke arah anteroposterior atau lateral akibat
trauma parah. Pedikel atau prosesus artikularis biasanya patah. Jika
cedera terjadi pada daerah toraks, mengakibatkan paraplegia lengkap.
Meskipun fraktura ini sangat tidak stabil pada daerah lumbal, jarang
terjadi gangguan neurologi karena ruang bebas yang luas pada
kanalis neuralis lumbalis. Fraktura ini ditangani seperti pada cedera
fleksi-rotasi.
- Cedera Fleksi-Rotasi
Change fracture terjadi akibat tenaga distraksi seperti pada cedera
sabuk pengaman. Terjadi pemisahan horizontal, dan fraktura
biasanya tidak stabil. Stabilisasi bedah direkomendasikan.
6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG
a. Hasil AGD menunjukkan keefektifan pertukaran gas dan upaya ventilasi
b. CT Scan untuk menentukan tempat luka atau jejas
c. MRI untuk mengidentifikasi kerusakan saraf spinal
d. Foto Rongen Thorak untuk mengetahui keadaan paru
e. Sinar – X Spinal untuk menentukan lokasi dan jenis cedera tulang
(Fraktur/Dislokasi)
f. Tomogram
g. Mielogram
h. Odontoid View Films
i. Spinal Films (lateral and oblique) (ENA, 2000 ; 427)

7. KOMPLIKASI
- Autonomic Dysreflexia
terjadi adanya lesi diatas T6 dan Cervical
Bradikardia, hipertensi paroksimal, berkeringat banyak, sakit kepala berat, goose
flesh, nasal stuffness
- Fungsi Seksual
Impotensi, menurunnya sensasi dan kesulitan ejakulasi, pada wanita kenikmatan
seksual berubah
       
8. PENATALAKSANAAN KEGAWATDARURATAN DAN TERAPI
PENGOBATANNYA
a. Mempertahankan ABC (Airway, Breathing, Circulation)
b. Mengatur posisi kepala dan leher untuk mendukung airway : jaw thrust. Jangan
memutar atau menarik leher ke belakang (hiperekstensi), mempertimbangkan
pemasangan intubasi nasofaring.
c. Stabilisasi tulang servikal dengan manual support, gunakan servikal collar,
imobilisasi lateral kepala, meletakkan papan di bawah tulang belakang.
d. Stabililisasi tulang servikal sampai ada hasil pemeriksaan rontgen (C1 - C7)
dengan menggunakan collar (mencegah hiperekstensi, fleksi dan rotasi), member
lipatan selimut di bawah pelvis kemudian mengikatnya.
e. Menyediakan oksigen tambahan.
f. Memonitor tanda-tanda vital meliputi RR, AGD (PaCO2), dan pulse oksimetri.
g. Menyediakan ventilasi mekanik jika diperlukan.
h. Memonitor tingkat kesadaran dan output urin untuk menentukan pengaruh dari
hipotensi dan bradikardi.
i. Meningkatkan aliran balik vena ke jantung.
 Berikan antiemboli
 Tinggikan ekstremitas bawah
 Gunakan baju antisyok.
j. Meningkatkan tekanan darah
 Monitor volume infuse
 Berikan terapi farmakologi ( vasokontriksi)
k. Berikan atropine sebagai indikasi untuk meningkatkan denyut nadi jika terjadi
gejala bradikardi.
l. Mengetur suhu ruangan untuk menurunkan keparahan dari poikilothermy.
m. Memepersiapkan pasien untuk reposisi spina.
n. Memberikan obat-obatan untuk menjaga, melindungi dan memulihkan spinal
cord : steroid dengan dosis tinggi diberikan dalam periode lebih dari 24 jam,
dimulai dari 8 jam setelah kejadian.
o. Memantau status neurologi pasien untuk mengetahui tingkat kesadaran pasien.
p. Memasang NGT untuk mencegah distensi lambung dan kemungkinan aspirasi
jika ada indikasi.
q. memasang kateter urin untuk pengosongan kandung kemih.
r. Mengubah posisi pasien untuk menghindari terjadinya dekubitus.
s. Memepersiapkan pasien ke pusat SCI (jika diperlukan).
t. Mengupayakan pemenuhan kebutuhan pasien yang teridentifikasi secara
konsisten untuk menumbuhkan kepercayaan pasien pada tenaga kesehatan.
u. Melibatkan orang terdekat untuk mendukung proses penyembuhan.(ENA, 2000 ;
427).

B.   KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1.    PENGKAJIAN
- PENGKAJIAN PRIMER
Data Subyektif
a. Riwayat Penyakit Sekarang
1) Mekanisme Cedera
2) Kemampuan Neurologi
3) Status Neurologi
4) Kestabilan Bergerak
b. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
1) Keadaan Jantung dan pernapasan
2) Penyakit Kronis
Data Obyektif
a. Airway
Adanya desakan otot diafragma dan interkosta akibat cedera spinal
sehingga mengganggu jalan napas
b. Breathing
Pernapasan dangkal, penggunaan otot-otot pernapasan, pergerakan
dinding dada
c. Circulation
Hipotensi (biasanya sistole kurang dari 90 mmHg), Bradikardi, Kulit
teraba hangat dan kering, Poikilotermi (Ketidakmampuan mengatur suhu
tubuh, yang mana suhu tubuh bergantung pada suhu lingkungan)
d. Disability
Kaji Kehilangan sebagian atau keseluruhan kemampuan bergerak,
kehilangan sensasi, kelemahan otot

·   PENGKAJIAN SEKUNDER
a. Exposure
Adanya deformitas tulang belakang
b. Five Intervensi
 Hasil AGD menunjukkan keefektifan pertukaran gas dan upaya
ventilasi
 CT Scan untuk menentukan tempat luka atau jejas
 MRI untuk mengidentifikasi kerusakan saraf spinal
 Foto Rongen Thorak untuk mengetahui keadaan paru
 Sinar – X Spinal untuk menentukan lokasi dan jenis cedera tulang
(Fraktur/Dislokasi)
c. Give Comfort
Kaji adanya nyeri ketika tulang belakang bergerak
d. Head to Toe
 Leher : Terjadinya perubahan bentuk tulang servikal akibat cedera
 Dada  :  Pernapasan dangkal, penggunaan otot-otot pernapasan,
pergerakan dinding dada, bradikardi, adanya desakan otot
diafragma dan interkosta akibat cedera spinal
 Pelvis dan Perineum : Kehilangan control dalam eliminasi urin dan
feses, terjadinya gangguan pada ereksi penis (priapism)
 Ekstrimitas : terjadi paralisis, paraparesis, paraplegia atau
quadriparesis/quadriplegia
e. Inspeksi Back / Posterior Surface
Kaji adanya spasme otot, kekakuan, dan deformitas pada tulang
belakang
DAFTAR PUSTAKA

Wikipedia, the free encyclopedia, 2009, Spinal cord injury, (Online), (http://en.wikipedia.
org/wiki/Triage, Diakses pada tgl 20 Februari 2013)
http://www.scribd.com/doc/29163472/asuhan-Keperawatan-pada-klien-dengan-cidera-
medula-spinalis diakses tgl 20 Februari 2013
http://www.nardinurses.files.wordpress.com%2F2008%2F10%2Faskep-pasien-dengan-
trauma-medspin.ppt diakses tgl 20 Februari 2013
http://www.fik.ui.ac.id/pkko/files/UTS_SIM_2011.pdf

Anda mungkin juga menyukai