Oleh
Amelia Delia Fransiska 21360269
Fadhilan Nur Ramadhan 21360289
Mega Siti Rohimah 22360025
Pembimbing
dr.Rina Kriswiastiny,Sp.PD FINASIM
DEFINISI
Diabetes Mellitus adalah suatu penyakit gangguan metabolik disebabkan oleh kekurangan insulin secara
relative maupun absolut. Kekurangan insulin absolute adalah insulin tidak dapat dihasilkan sama sekali oleh
pancreas. Kekurangan insulin relative :
• Insulin yang disekresikan sedikit
• Resistensi insulin atau tubuh tidak menggunakan insulin untuk metabolism glukosa terutama
jaringan otot.
Diabetes melitus merupakan suatu kelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa
dalam darah atau hyperglikemia. Glukosa secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah.
Glukosa dibentuk di hati dari makanan yang dikonsumsi (Brunner & Suddarth, 2002).
EPIDEMIOLOGI
Indonesia berkisar ± 1,4 – 1,6 % dari jumlah penduduk. Pada 30 tahun yang akan datang penduduk
Indonesia meningkat 40% dan pasien DM diperkirakan meningkat 86-138 %. Diantara penyakit
degenerative,diabetes adalah salah satu diantara penyakit tidak menular yang akan meningkat jumlahnya di
masa yang akan datang. Diabetes sudah merupakan salah satu ancaman utama bagi kesehatan umat
manusia pada abad 21.
Menurut penelitian epidemiologi yang sampai saat ini dilaksanakan di Indonesia,kekerapan diabetes
di Indonesia berkisar antara 1,4 dengan 1,6% .Diperkirakan dalam jangka waktu 30 tahun penduduk
Indonesia akan naik sebesar 40% dengan peningkatan jumlah pasien diabetes yang jauh lebih besar yaitu
86 – 138%, yang disebabkan oleh :
➢ Faktor demografi
KLASIFIKASI
Klasifikasi DM yang dianjurkan oleh PERKENI adalah yang sesuai dengan anjuran klasifikasi
DM American Diabetes Association (ADA) 1997.
Klasifikasi Etiologis Diabetes Mellitus (ADA 1997)
1. Diabetes tipe 1. (destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut) :
✓ Autoimun
✓ Idiopatik
2. Diabetes tipe 2. (bervariasi mulai yang terutama dominan resistensi insulin disertai defisiensi
insulin relatif sampai yang terutama defek sekresi insulin disertai resistensi insulin).
3. Diabetes tipe Lain
a) Defek genetik fungsi sel beta :
♦ Maturity-Onset Diabetes of the Young (MODY) 1,2,3
♦ DNA mitokondria
b) Defek genetik kerja insulin
c) Penyakit eksokrin pankreas
♦ Pankreatitis
♦ tumor/pankreatektomi
♦ pankreatopati fibrokalkulus
d) Endokrinopati
♦ akromegali
♦ sindrom Cushing
♦ feokromositoma
♦ hipertiroidisme
e) Karena obat/zat kimia
♦ vacor, pentamidin, asam nikotinat
♦ glukokortikoid, hormon tiroid
♦ tiazid, dilantin, interferon alfa dan lain-lain.
f) Infeksi
♦ Rubella kongenital, Cyto-MegaloVirus (CMV)
g) Sebab imunologi yang jarang
♦ antibodi anti insulin
h) Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM
♦ sindrom Down, sindrom Klinefelter, sindrom Turner, dan lain-lain
4. Diabetes Melitus Gestasional (DMG)
ETIOLOGI
Diabetes Melitus (Brunner & Suddarth, 2002)
A. Diabetes Tipe I
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua
glukosa yang tersaring keluar akibatnya glukosa tersebut diekskresikan dalam urin (glukosuria).
Ekskresi ini akan disertai oleh pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan, keadaan ini
dinamakan diuresis osmotik. Pasien mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus
(polidipsi).
B. Diabetes Tipe II
Terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu: resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan
sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam
metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan
reaksi intrasel, dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan
glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah harus
terdapat peningkatan insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan
ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipe rtahankan pada
tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun jika sel-sel β tidak mampu
mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin maka kadar glukosa akan
meningkat dan terjadi diabetes tipe II.
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas diabetes tipe II, namun
terdapat jumlah insulin yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton.
Oleh karena itu, ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun demikan, diabetes
tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom
hiperglikemik hiperosmoler nonketotik. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan
progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi, gejalanya sering bersifat
ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang tidak
sembuh-sembuh, infeksi dan pandangan yang kabur.
Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) atau Diabetes Melitus Tidak
Tergantung Insulin (DMTTI) disebabkan karena kegagalan relatif sel β dan
resistensi insulin. Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk
merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat
produksi glukosa oleh hati. Sel β tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini
sepenuhnya, artinya terjadi defisiensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini
terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa, namun pada
rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain. Berarti sel β
pankreas mengalami desensitisasi terhadap glukosa (Kapita Selekta Kedokteran, 2001).
C. Diabetes Gestasional
90% dari wanita hamil yang menderita Diabetes termasuk ke dalam kategori DM Gestasional (Tipe
II) dan DM yang tergantung pada insulin (Insulin Dependent Diabetes Mellitus = IDDM, tipe I).
Terjadi pada wanita yang tidak menderita diabetes sebelum kehamilannya. Hiperglikemia terjadi
selama kehamilan akibat sekresi hormone-hormon plasenta. Sesudah melahirkan bayi, kadar glukosa
darah pada wanita yang menderita diabetes gestasional akan kembali normal.
Faktor Risiko terkena DM :
♦ Keturunan
♦ Obesitas / Kegemukan
♦ Hipertensi
♦ Kurang olah raga
♦ Penyakit kronis
♦ Kurang gizi. 1
PATOFISIOLOGI
Tubuh manusia membutuhkan energi agar dapat berfungsi dengan baik. Energi tersebut diperoleh
dari hasil pengolahan makanan melalui proses pencernaan di usus. Di dalam saluran pencernaan itu,
makanan dipecah menjadi bahan dasar dari makanan tersebut. Karbohidrat menjadi glukosa, protein
menjadi menjadi asam amino, dan lemak menjadi asam lemak. Ketiga zat makanan tersebut akan diserap
oleh usus kemudian masuk ke dalam pembuluh darah dan akan diedarkan ke seluruh tubuh untuk
dipergunakan sebagai bahan bakar. Dalam proses metabolisme, insulin memegang peranan sangat penting
yaitu memasukkan glukosa ke dalam sel, untuk selanjutnya digunakan sebagai bahan bakar. Pengeluaran
insulin tergantung pada kadar glukosa dalam darah. Kadar glukosa darah sebesar > 70 mg/dl akan
menstimulasi sintesa insulin. Insulin yang diterima oleh reseptor pada sel target, akan mengaktivasi
tyrosin kinase dimana akan terjadi aktivasi sintesa protein, glikogen, lipogenesis dan meningkatkan
transport glukosa ke dalam otot skelet dan jaringan adipose dengan bantuan transporter glukosa (GLUT
4).
Inkretin
Suatu hormone yang diproduksi di usus ( jejunum dan ileum) akibat adanya makanan dalam usus
dan dilepaskan ke darah dengan tujuan respon insulin menjadi lebih intensif.
Patofisiologi DM tipe 1
Pada saat diabetes mellitus tergantung insulin muncul, sebagian sel beta pancreas sudah rusak.
Proses perusakan ini hampir pasti karena proses autoimun, meski rinciannya masih samar. Pertama, harus
ada kerentanan genetik terhadap penyakit ini. Kedua, keadaan lingkungan biasanya memulai proses ini
pada individu dengan kerentanan genetik. Infeksi virus diyakini merupakan satu mekanisme pemicu tetapi
agen non infeksius juga dapat terlibat. Ketiga, dalam rangkaian respon peradangan pankreas, disebut
insulitis. Sel yang mengifiltrasi sel beta adalah monosit atau makrofag dan limfosit T teraktivasi.
Keempat, adalah perubahan atau transformasi sel beta sehingga tidak dikenali sebagai sel sendiri, tetapi
dilihat oleh sistem imun sebagai sel. Kelima, perkembangan respon imun karena dianggap sel asing
terbentuk antibodi sitotoksik dan bekerja bersama-sama dengan mekanisme imun seluler. Hasil akhirnya
adalah perusakan sel beta dan penampakan diabetes.
Patofisiologi DM tipe 2
Pasien Diabetes Mellitus tipe 2 mempunyai dua efek fisiologis. Sekresi insulin abnormal dan
resistensi terhadap kerja insulin pada jaringan sasaran. Ada tiga fase normalitas. Pertama glukosa plasma
tetap normal meskipun terlihat resistensi urin karena kadar insulin meningkat. Kedua, resistensi insulin
cenderung menurun sehingga meskipun konsentrasi insulin meningkat, tampak intoleransi glukosa bentuk
hiperglikemia.
Pada diabetes mellitus tipe 2, jumlah insulin normal, malah mungkin banyak, tetapi jumlah reseptor
pada permukaan sel yang kurang. Dengan demikian, pada DM tipe 2 selain kadar glukosa yang tinggi,
terdapat kadar insulin yang tinggi atau normal. Keadaan ini disebut sebagai resistensi insulin. Penyebab
resistensi insulin sebenarnya tidak begitu jelas, tetapi faktor berikut ini turut berperan :
♦ Faktor keturunan.
Baik pada DM tipe 1 atau 2, jika kadar glukosa dalam darah melebihi ambang batas ginjal, maka
glukosa itu akan keluar melalui urine.
Pada DM tipe II, jumlah insulin normal atau mungkin jumlahnya banyak, tetapi jumlah reseptor
insulin yang terdapat dalam permukaan sel berkurang. Akibatnya glukosa yang masuk ke dalam sel
sedikit dan glukosa di dalam pembuluh darah meningkat (Suyono, 2002).
DM TIPE II. 1
glukagon
Glukagon meningkat
PENGOBATAN INSULIN,DIET,OLAHRAGA
DIET,OLAHRAGA,TABLET,INSULIN
Gula darah perlu dipertahankan normal ( 70-150mg%) karena Sel otak dan sel-sel mata
energinya terutama berasal dari glukosa darah. Mencegah kerusakan organ tubuh, apabila gula
darah terlalu rendah atau terlalau tinggi baik yang terjadi secara akut maupun kronik. 1
Pada umumnya pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk
kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan kadar glukosa darah pasien. Kalau dengan
sulfonilurea atau metformin sampai dosis maksimal ternyata sasaran kadar glukosa darah belum tercapai,
perlu dipikirkan kombinasi 2 kelompok obat hipoglikemik oral yang berbeda (sulfonilurea + metformin
atau metformin + sulfonilurea, acarbose + metformin atau sulfonilurea). Kombinasi OHO dosis kecil
dapat pula digunakan untuk menghindari efek samping masing-masing kelompok obat. Dapat pula
diberikan kombinasi ketiga kelompok OHO bila belum juga dicapai sasaran yang diinginkan, atau ada
alasan klinik di mana insulin tidak memungkinkan untuk dipakai.
Kalau dengan dosis OHO maksimal baik sendiri-sendiri ataupun secara kombinasi sasaran glukosa
darah belum tercapai, dipikirkan adanya kegagalan pemakaian OHO. Pada keadaan demikian dapat
dipakai kombinasi OHO dan insulin (lihat skema pengelolaan DM).
Ada berbagai cara kombinasi OHO dan insulin (OHO + insulin kerja cepat 3 kali sehari, OHO +
insulin kerja sedang pagi hari, OHO + insulin kerja sedang malam hari). Yang banyak dipergunakan
adalah kombinasi OHO dan insulin malam hari mengingat walaupun dapat diperoleh keadaan kendali
glukosa darah yang sama, tetapi jumlah insulin yang diperlukan paling sedikit pada kombinasi OHO dan
insulin kerja sedang malam hari.
Semua dapat diberikan obat minum kecuali :
✓ Kurus / Malnutrisi
✓ Kehamilan
✓ Pembedahan
✓ Penyakit hati
Terapi insulin
Pada diabetes tipe I, pankreas tidak dapat menghasilkan insulin sehingga harus diberikan insulin
pengganti. Pemberian insulin hanya dapat dilakukan melalui suntikan, insulin dihancurkan di dalam
lambung sehingga tidak dapat diberikan per-oral (ditelan). Bentuk insulin yang baru (semprot hidung)
sedang dalam penelitian. Pada saat ini, bentuk insulin yang baru ini belum dapat bekerja dengan baik
karena laju penyerapannya yang berbeda menimbulkan masalah dalam penentuan dosisnya. Insulin
disuntikkan dibawah kulit ke dalam lapisan lemak, biasanya di lengan, paha atau dinding perut.
Digunakan jarum yang sangat kecil agar tidak terasa terlalu nyeri. Insulin terdapat dalam 3 bentuk dasar,
masing-masing memiliki kecepatan dan lama kerja yang berbeda :
Insulin umumnya diberikan dengan suntikan di bawah kulit (subkutan). Pada keadaan khusus
diberikan intramuskular atau intravena secara bolus atau drip. Insulin dapat diberikan tunggal (satu
macam insulin kerja cepat, kerja menengah atau kerja panjang), tetapi dapat juga diberikan kombinasi
insulin kerja cepat dan kerja menengah, sesuai dengan respons individu terhadap insulin, yang dinilai dari
hasil pemeriksaan kadar glukosa darah harian. Untuk menyuntik insulin kombinasi kerja cepat dan
menengah atau panjang, diperlukan teknik khusus untuk mencampur kedua macam insulin tersebut dalam
satu semprit. Lokasi penyuntikan juga harus diperhatikan benar, demikian pula mengenai rotasi tempat
suntik. Apabila diperlukan, sejauh sterilitas penyimpanan terjamin, semprit insulin dapat dipakai lebih
dari satu kali (sampai satu minggu) oleh pasien yang sama. Jarum suntik dapat dipakai sampai dirasakan
tidak nyaman lagi.
✓ Stress : 10 s/d 20 %
Diet + 20 s/d 30 %
Diet – 20 s/d 30 %
Pada kedua jenis gangren bila sirkulasi tidak dapat diperbaiki lagi à dilakukan amputasi.
Pencegahan :
1. Kontrol DM
2. Kebersihan kaki
3. Hindari goresan, luka, iritasi kulit, kuku
4. Hindari perhiasan/kaus kaki yang ketat à mengganggu sirkulasi
5. Menghindari merokok
KOMPLIKASI
A. Penyulit akut
✓ Ketoasidosis diabetik
✓ Hiperosmolar non ketotik
✓ Hipoglikemia
O Mikro angiopati :
✓ Retinopati diabetik
✓ Nefropati diabetik
O Neuropati
ORentan infeksi
Misalnya: TB.Paru, Ginggivitis, Infeksi sal.kemih
PENCEGAHAN DM
A. Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada orang-orang yang termasuk kelompok
risiko tinggi, yakni mereka yang belum menderita, tetapi berpotensi untuk menderita DM (lihat
halaman 4). Tentu saja untuk pencegahan primer ini harus dikenal faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap timbulnya DM dan upaya yang perlu dilakukan untuk menghilangkan faktor-faktor tersebut.
Penyuluhan sangat penting perannya dalam upaya pencegahan primer. Masyarakat luas melalui
lembaga swadaya masyarakat dan lembaga sosial lainnya harus diikutsertakan. Demikian pula
pemerintah melalui semua jajaran terkait seperti Departemen Kesehatan dan Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan perlu memasukkan upaya pencegahan primer DM dalam program penyuluhan dan
pendidikan kesehatan. Sejak masa prasekolah hendaknya telah ditanamkan pengertian tentang
pentingnya kegiatan jasmani teratur, pola dan jenis makanan yang sehat, menjaga badan agar tidak
terlalu gemuk, dan risiko merokok bagi kesehatan.
B. Pencegahan Sekunder
Maksud pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya penyulit
dengan tindakan deteksi dini dan memberikan pengobatan sejak awal penyakit. Deteksi dini
dilakukan dengan pemeriksaan penyaring, namun kegiatan tersebut memerlukan biaya besar.
Memberikan pengobatan penyakit sejak awal berarti mengelola DM dengan baik agar tidak timbul
penyulit lanjut DM.
Dalam mengelola pasien DM, sejak awal sudah harus diwaspadai dan sedapat mungkin dicegah
kemungkinan terjadinya penyulit menahun. Penyuluhan mengenai DM dan pengelolaannya
memegang peran penting untuk meningkatkan kepatuhan pasien berobat. Sistem rujukan yang baik
akan sangat mendukung pelayanan kesehatan primer yang merupakan ujung tombak pengelolaan
DM. Melalui langkah-langkah yang disebutkan di atas diharapkan dapat diperoleh hasil yang
optimal, apalagi bila ditunjang pula dengan adanya tatacara pengobatan baku yang akan menjadi
pegangan bagi para pengelola.
C. Pencegahan Tersier
Kalau kemudian penyulit menahun DM ternyata terjadi juga, maka pengelola harus berusaha
mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut dan merehabilitasi pasien sedini mungkin, sebelum
kecacatan tersebut menetap. Sebagai contoh aspirin dosis rendah (80 - 325 mg) dapat dianjurkan
untuk diberikan secara rutin bagi pasien DM yang sudah mempunyai penyulit makro-angiopati.
Pelayanan kesehatan yang holistik dan terintegrasi antar disiplin terkait sangat diperlukan,
terutama di rumah sakit rujukan, baik dengan para ahli sesama disiplin ilmu seperti ahli penyakit
jantung dan ginjal, maupun para ahli dari disiplin lain seperti dari bagian ilmu penyakit mata, bedah
ortopedi, bedah vaskular, radiologi, rehabilitasi medis, gizi, podiatri dan lain sebagainya.
PENYULUHAN
Penyuluhan bagi pasien DM tidak hanya dilakukan oleh dokter yang mengobati, tetapi juga oleh
segenap jajaran terkait dengan pengelolaan DM, seperti perawat penyuluh, pekerja sosial, ahli gizi, dan
sebagainya sesuai dengan bidang keahlian masing- masing. Tentu saja penataran/penyuluhan berkala bagi
para penyuluh juga sangat penting untuk setiap saat dapat menyegarkan dan memperbaiki materi
penyuluhan yang mereka berikan kepada para pasien DM. Dalam menjalankan tugasnya tenaga kesehatan
dalam bidang diabetes memerlukan suatu landasan empati, yaitu kemampuan untuk ikut merasakan apa
yang dirasakan oleh orang lain.
✓ Berikan dukungan dan nasehat yang positif dan hindari terjadinya kecemasan.
✓ Mulailah dengan hal yang sederhana, baru kemudian yang lebih sulit.
Penderita diabetes tipe II pada umumnya memiliki kondisi yang disebut dengan resistensi insulin.
Resistensi insulin adalah kondisi dimana seseorang memiliki jumlah insulin yang cukup untuk merombak
glukosa, namun tidak bekerja sebagaimana mestinya. Insulin yang ada tidak digunakan untuk merombak
glukosa, yang mengakibatkan kadar glukosa dalam darah naik, yang mengakibatkan diabetes. Insulin
yang tidak bekerja ini tidak akan dirombak menjadi apapun, dia akan tetap berada dalam bentuk insulin.
Insulin berlebih ini lah yang menyebabkan terjadinya hipertensi pada pasien diabetes.
Insulin, selain bekerja untuk merubah glukosa menjadi glikogen (yang nantinya akan disimpan di
jaringan perifer tubuh) dapat mengakibatkan peningkatan retensi natrium di ginjal dan meningkatkan
aktivitas sistem syaraf simpatik. Retensi natrium dan meningkatnya aktivitas sistem syaraf simpatik
merupakan dua hal yang berpengaruh terhadap meningkatnya tekanan darah. Lebih lanjut, insulin juga
dapat meningkatkan konsentrasi kalium di dalam sel, yang mengakibatkan naiknya resistensi pembuluh,
yang merupakan salah satu faktor naiknya tekanan darah.
Pasien penderita diabetes yang juga menderita hipertensi, pengobatannya perlu diperhatikan dengan
seksama. Karena beberapa obat antihipertensi justru dapat meningkatkan kadar gula darah pasien, yang
akan memperburuk kondisi diabetesnya. Oleh karena itu biasanya untuk menangani kondisi
hipertensinya, pasien diabetes diberikan obat dari golongan ACE Inhibitor (seperti captopril, lisinopril)
atau Angiotensin Receptor Blocker (Valsartan, Irbesartan).
Hipertensi dan Sindroma Metabolik Ú satu kelompok gejala klinis dan biokimia yang sangat kuat
hubungannya dengan kejadian aterosklerosis.
✓ β-Bloker & diuretik tiazid : pengaruh kontrol KGD, Trigliseri & dan HDL
DAFTAR PUSTAKA
1. Penanganan diabetes secara menyeluruh, Dr Taufiq M.Waly,Sp.Pd, 2010
2. Buku ajar ilmu penyakit dalam, Jilid II Edisi IV, FKUI,2007
3. Patofisiologi Edisi VI, 2006, Jakarta, EGC
4. Brunner & Suddarth. (1997), Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa Hartono, A., Kuncara, M.,
Ester, M., Edisi 8, Vol. 2, Jakarta: EGC
5. Waspadji, S. (1996), Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 3, Jilid I, Jakarta: Balai Penerbit FKUI
6. Smetzer. (2001), Buku Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa Waluyo, A., Edisi 8, Vol. I,
Jakara: EGC
7. Mansjoer, A. (2001), Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ketiga, Jilid pertama, Jakarta: Media
Aesculapius FKUI
8. Carpenito, L. (), Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Edisi 2, Jakarta: EGC
9. Sibbuea, W. (1997), Perencanaan Makan Penderita Diabetes Dengan sistem Unit , Jakarta:
Infomedika
10. Doenges, M. (1999), Rencana Asuhan Keperawatan, alih bahasa Kariasa, M,. Sumarwati, M.,
Edisi 3, Jakarta: EGC
11. Carpenito, L. (2000), Diagnosa Keperawatan, editor Ester, M,. Edisi 8, Jakarta: EGC
12. Atmosukarto, K. (2001), Terapi Nutrisi Kromium Untuk Penderita Diabetes, Majalah Kesehatan
Masyarakat Indonesia, Tahun XXIX, No. 2, Page 107-110
13. Sarwono, S. (1993), Sosiologi Kesehatan, Jogjakarta: UGM
14. Soegondo Sidartawan, dkk. 2002. Diabetes Melitus Penatalaksanaan Terpadu. Jakarta: FKUI..
15. Subekti, 2002 dalam Soegondo. Patofisiologi Diabetes. Jakarta: FKUI.
16. Buku Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus di Indonesia 1998 Perkumpulan Endokrinologi Indonesia.
17. Waspadji S., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2001
18. Peranan Diit dalam Penanggulangan Diabetes, Available at
www.depkes.com/makalah/pekanDm/pdf.
19. Diabetes Mellitus, Available at www.medicastore.com/diabetesmellitus
20.Puasa pada Penderita DM tipeII, Available at www.FKunpad.htm 21.Diagnosis
DM, Available at www.EijkmanInstitute.htm
22.Kiat Sehat Diabetesi yang Berpuasa, Available at www.CyberMANHEALTH.htm