OLEH:
NAMA : NI LUH INDAH SUARDEWI
NIM : 229012884
KELOMPOK : 9
2. Penyebab/Etiologi
Etiologi diabetes mellitus menurut M. Clevo Rendy dan Margareth Th (2019)
yaitu:
1) Diabetes mellitus tergantung insulin (DM tipe I)
(1) Faktor Genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah
terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetik ini ditentukan pada
individu yang memiliki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen)
tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas
antigen transplantasi oleh proses imun lainnya.
(2) Faktor Imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini
merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan
normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang
dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
(3) Faktor Lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel beta pankreas sebagai
contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu
dapat memicu proses autoimun yang dapat menimbulkan destruksi sel
beta pankreas. Faktor lingkungan diyakini memicu perkembangan DM
tipe I. Pemicu tersebut dapat berupa infeksi virus (campak, rubela, atau
koksakievirus B4) atau bahkan kimia beracun, misalnya yang dijumpai
di daging asap dan awetan. Akibat pajanan terhadap virus atau bahan
kimia, respon autoimun tidak normal terjadi ketika antibody merespon
sel beta islet normal seakan-akan zat asing sehingga akan
menghancurkannya (Priscilla LeMone, dkk, 2018).
2) Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (DM tipe II)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, faktor genetik
diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Resistensi ini ditingkatkan oleh kegemukan, tidak beraktivitas, penyakit,
obat-obatan dan pertambahan usia. Pada kegemukan, insulin mengalami
penurunan kemampuan untuk mempengaruhi absorpsi dan metabolisme
glukosa oleh hati, otot rangka, dan jaringan adiposa. DM tipe II yang baru
didiagnosis sudah mengalami komplikasi. Menurut Priscilla LeMone, dkk,
2018 adapun faktor-faktor resiko DM tipe II yaitu:
(1) Riwayat DM pada orang tua dan saudara kandung. Meski tidak ada
kaitan HLA yang terindentifikasi, anak dari penyandang DM tipe II
memiliki peningkatan resiko dua hingga empat kali menyandang DM
tipe II dan 30% resiko mengalami, intoleransi aktivitas
(ketidakmampuan memetabolisme karbihodrat secara normal).
(2) Kegemukan, didefinisikan kelebihan berat badan minimal 20% lebih dari
berat badan yang diharapkan atau memiliki indeks massa tubuh (IMT)
minimal 27 kg/m. Kegemukan, khususnya viseral (lemak abdomen)
dikaitkan dengan peningkatan resistensi insulin.
(3) Tidak ada aktivitas fisik.
(4) Ras/etnis.
(5) Pada wanita, riwayat DM gestasional, sindrom ovarium polikistik atau
melahirkan bayi dengan berat lebih dari 4.5 kg.
(6) Hipertensi (≥ 130/85 pada dewasa), kolesterol HDL ≥ 35 mg/dl dan atau
kadar trigliserida ≥ 250mg/dl.
3. Patofisiologi
Sel beta pankreas, merupakan sel yang berfungsi untuk menghasilkan
hormon insulin. Hormon insulin berfungsi untuk menurunkan kadar gula dalam
darah, apabila kadar gula dalam darah berlebihan, maka insulin akan
menyimpan gula berlebih tersebut dalam hati. Ketika terjadi kerusakan pada sel
beta pankreas maka terjadi kegagalan dalam produksi insulin sehingga dapat
meningkatkan gula darah yang dapat memunculkan diagnosa keperawatan
yaitu ketidakstabilan kadar glukosa darah. Saat gula darah meningkat
osmolaritas (pengukuran suatu zat yang terlarut dalam zat lain) juga meningkat
yang biasanya ditandai dengan poliuri, polidipsi, dan poliphagi. Dari gejala
poliuri dan polidipsi ini bisa memunculkan diagnosa keperawatan yaitu risiko
hipovolemia.
Peningkatan gula darah dalam jangka waktu yang lama (kronik) dapat
menyebabkan arterosklerosis (menumpuknya lemak, kolesterol, dan zat lain di
dalam dan didinding arteri) yang dapat menyebabkan hipertensi dan
peningkatan kadar LDL (low density lipoprotein yang dikenal sebagai
kolesterol jahat karena memiliki pengaruh buruk bagi kesehatan jika kadarnya
melebihi batas normal), sehingga suplai darah menjadi menurun yang bisa
memunculkan diagnosa keperawatan yaitu perfusi perifer tidak efektif.
Peningkatan kadar gula darah kronik juga menyebabkan gangguan fungsi
imun yaitu kekebalan tubuh menjadi menurun sehingga terjadinya gangguan
dalam proses penyembuhan luka yang bisa memunculkan diagnosa
keperawatan yaitu risiko infeksi. Dari gangguan dalam proses penyembuhan
luka bisa mengakibatkan kerusakan jaringan sehingga memunculkan diagnosa
keperawatan yaitu gangguan integritas kulit/jaringan. Selain itu, gangguan
proses penyembuhan luka biasanya dapat menimbulkan terjadinya proses
pembedahan yang dapat memunculkan diagnosa keperawatan yaitu nyeri akut.
Saat dilakukan amputasi maka pasien akan kehilangan bagian tubuhnya yang
dapat memunculkan diagnosa keperawatan yaitu gangguan citra tubuh.
Sel alfa pankreas, merupakan sel yang berfungsi untuk menghasilkan
hormon glukagon. Hormon glukagon berfungsi untuk meningkatkan kadar gula
dalam darah, dan memecah cadangan gula dalam hati lalu membawanya ke
darah. Apabila terjadi kerusakan pada sel alfa pankreas maka produksi
glukagon menjadi berlebih dan produksi gula dari lemak dan protein juga
menjadi meningkat sehingga tubuh akan berupaya membuang massa yang
ditandai dengan berat badan menjadi menurun yang dapat memunculkan
diagnosa keperawatan yaitu risiko defisit nutrisi.
4. Klasifikasi
Klasifikasi Diabetes Melitus menurut (American Association of Diabetes
Educators (AADE), 2020) yaitu:
1) Diabetes Tipe 1
Diabetes tipe ini terjadi karena akibat kerusakan sel autoimun atau destruksi
sel beta di pankreas. kerusakan ini berakibat pada keadaan defisiensi insulin
yang terjadi secara absolut. Penyebab dari kerusakan sel beta antara lain
autoimun dan idiopatik.
2) Diabetes Melitus Tipe 2
Diabetes tipe 2 terjadi karena akibat hilangnya sekresi insulin sel-b secara
progresif sering dengan latar belakang resistensi insulin. Dalam masalah ini
terjadi insulin dalam jumlah yang cukup tetapi tidak dapat bekerja secara
optimal sehingga menyebabkan kadar gula dalam darah meningkat.
Defisiensi insulin juga dapat terjadi secara relatif pada penderita DM tipe 2
dan sangat mungkin untuk menjadi defisiensi insulin absolut.
3) Diabetes Melitus Gestasional
Diabetes tipe ini merupakan diabetes yang dialami oleh ibu hamil, biasanya
terjadi pada trimester kedua atau ketiga kehamilan.
4) Jenis Diabetes Tertentu Karena Sebab Lain
Diabetes tipe ini merupakan diabetes yang disebabkan dari sebab lain atau
penyakit lain. misalnya sindrom diabetes monogenik (seperti diabetes
neonatal dan diabetes usia muda), penyakit pankreas eksokrin (seperti
fibrosis kistik dan pankreatitis), dan obat- atau diabetes yang diinduksi
bahan kimia (seperti dengan penggunaan glukokortikoid, dalam pengobatan
HIV / AIDS, atau setelah transplantasi organ).
5. Gejala Klinis
Menurut American Diabetes Association, 2020 gejala umum penyakit diabetes
melitus meliputi:
1) Buang air kecil lebih banyak dari biasanya
2) Merasa sangat haus
3) Merasa lapar bahkan setelah makan
4) Merasa lelah
5) Memiliki penglihatan kabur
6) Sering mengalami infeksi atau luka dan luka yang lambat sembuh
7) Penurunan berat badan yang tidak wajar biasanya terjadi pada diabetes tipe 1
8) Kesemutan, nyeri, atau mati rasa di tangan atau kaki biasanya terjadi pada
diabetes tipe 2
Seseorang dapat dikatakan menderita diabetes mellitus apabila menderita dua
dari tiga gejala yaitu:
1) Keluhan TRIAS: banyak minum, banyak kencing, dan penurunan berat
badan.
2) Kadar glukosa darah dua jam waktu puasa lebih dari 120mg/dl.
3) Kadar glukosa darah pada sesudah makan lebih dari 200 mg/dl. Keluhan
yang sering terjadi pada penderita diabetes mellitus adalah poliuria,
polidipsi, polifagia, berat badan menurun, lemah, kesemutan gatal, visus
menurun, bisul/luka, keputihan (M. Clevo Rendy dan Margareth Th, 2019).
Adapun manifestasi klinis DM menurut Priscilla LeMone, dkk (2016) yaitu:
1) Manifestasi Klinis DM Tipe I
Manifestasi DM tipe I terjadi akibat kekurangan insulin untuk
menghantarkan glukosa menembus membran sel ke dalam sel. Molekul
glukosa menumpuk dalam peredaran darah mengakibatkan hiperglikemia.
Hiperglikemia menyebabkan hiperosmolaritas serum, yang menarik air dari
ruangan intra seluler ke dalam sirkulasi umum. Peningkatan volume darah
meningkatkan aliran darah ginjal dan hiperglikemia bertindak sebagai
diuretik osmosis. Diuretik osmosis yang dihasilkan meningkatkan haluaran
urin. Kondisi ini disebut poliuria. Ketika kadar glukosa darah melebihi
ambang batas glukosa biasanya sekitar 180 mg/dL, glukosa dieksresikan ke
dalam urin, suatu yang disebut glukosuria.
Penurunan volume intraseluer dan peningkatan haluaran urine yang
menyebabkan dehidrasi. Mulut menjadi kering dan sensor haus diaktifkan
yang menyebabkan orang tersebut minum jumlah air yang banyak
(polidipsia). Karena glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel tanpa insulin,
produksi energi menurun. Penurunan energi sel menstimulasi rasa lapar dan
orang makan lebih banyak (polifagia). Meski asupan makanan meningkat,
berat badan orang tersebut turun saat tubuh kehilangan air dan memecah
protein dan lemak sebagai upaya memulihkan sumber energi. Malaise dan
keletihan menyertai penurunan energi.
Penglihatan yang buram juga umum terjadi akibat pengaruh osmotik yang
menyebabkan pembengkakan lensa mata. Oleh sebab itu, manifestasi klasik
meliputi poliuria, polidipsi, dan polifagia disertai dengan penurunan berat
badan, malaise, dan keletihan. Bergantung pada tingkat kekurangan insulin,
manifestasinya bervariasi dari ringan sampai berat. Orang dengan DM tipe I
membutuhkan sumber insulin untuk mempertahankann hidup.
2) Manifestasi klinis DM tipeII
Penyandang DM tipe II mengalami awitan, manifetasi yang lambat dan
sering kali tidak menyadari penyakit sampai mencari perawatan kesehatan
untuk beberapa masalah lain. Polifagia jarang dijumpain dan penurunan
berat badan tidak terjadi. Manifestasi lain juga akibat hiperglikemi,
penglihatan buram, keletihan, paratesia, dan infeksikulit.
6. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk penderita DM yaitu:
1) Kadar Glukosa Darah
Tabel: kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik
sebagai patokan penyaring (Nuratif, Kusuma 2015).
Kadar Glukosa Darah Sewaktu (mg/dl)
Kadar Glukosa Darah Sewaktu DM Belum Pasti DM
Plasma Vena >200 100-200
Darah Kapiler >200 80-100
Kadar Glukosa Darah Puasa (mg/dl)
Kadar Glukosa Darah Puasa DM Belum Pasti DM
Plasma Vena >120 110-120
Darah Kapiler >110 90-110
2) Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitya 2 kali
pemeriksaan:
(1) Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
(2) Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
(3) Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (PP) > 200mg/dl).
5) Tes Laboratorium DM
Jenis tes pada pasien DM dapat berupa tes saring, tes diagnostic, tes
pemantauan terapi dan test untuk mendeteksi komplikasi.
6) Tes Saring
Tes-tes saring pada DM adalah: GDP, GDS, Tes Glukosa Urin.
7) Tes Diagnostik
Test-test diagnostik pada DM adalah: GDP, GDS, GD2PP (Glukosa darah 2
jam post prandinal), glukosa jan ke 2 TTGD.
8) Tes Monitoring Terapi
(1) GDP: Plasma vena, darah kapiler
(2) GD2PP: Plasma vena
(3) A1c: darah vena, darah kapiler
9) Tes Untuk Mendeteksi Komplikasi
(1) Mikroalbuminuria: urin
(2) Ureum, kreatinin, asam urat
(3) Kolesterol total: plasma vena (puasa)
(4) Kolesterol LDL: plasma vena (puasa)
(5) Kolesterol HDL: plasma vena (puasa)
(6) Trigliserida: plasma vena (puasa)
7. Komplikasi
Komplikasi DM secara umum terdiri dari dua jenis komplikasi, yaitu
komplikasi jangka pendek (komplikasi akut) dan komplikasi jangka panjang
(komplikasi kronik).
1) Komplikasi Akut menurut Waspadji (2014):
(1) Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah keadaan klinik gangguan saraf yang
disebabkan penurunan glukosa darah. Penyebab tersering hipoglikemia
adalah akibat obat hipoglikemik oral golongan sulfonilurea. Penyebab
glikemia yaitu makan kurang dari aturan yang telah ditentukan, berat
badan menurun, pemberian suntikan insulin yang tidak tepat, sesudah
olahraga dan sesudah melahirkan. Beberapa gejala seperti gugup,
gemetar, lapar dan pusing dianggap tanda-tanda peringatan awal. Hal itu
dinamakan gejala autonomik karena gula darah rendah memengaruhi
sistem syaraf autonomik. Sebagian gejala hipoglikemia timbul karena
pengaruh glukosa darah rendah yang lama pada otak. Untuk mengetahui
dengan pasti sebaiknya segera melakukan pemeriksaan kadar glukosa
darah. Apabila hipoglikemia ringan tidak diketahui dan diabaikan,
penderita bisa mengalami hipoglikemia berat. Apabila glukosa darah
sangat rendah dalam jangka waktu terlalu lama, otak tidak akan
mendapatkan glukosa dan penderita dapat kehilangan kesadaran.
(2) Hiperglikemi
Kelompok hiperglikemia secara anamnesis ditemukan adanya
masukan kalori yang berlebihan, penghentian obat oral maupun insulin
yang didahului oleh stres akut. Tanda khas adalah kesadaran menurun
disertai dehidrasi berat (Soegondo, 2009). Hiperglikemia pada DM tipe 2
biasanya kurang memproduksi keton seperti DM tipe 1, namun kadar
glukosa darah dapat naik sampai 600 mg/dl dan bahkan mencapai 1000
mg/dl.
Ketoasidosis Diabetik (KAD) merupakan defisiensi insulin berat
dan akut dari suatu perjalanan penyakit DM. Timbulnya KAD
merupakan ancaman kematian bagi penyandang DM. Data mortalitas di
negara maju menunjukkan angka antara 4,7 sampai dengan 10%. Faktor
yang mempengaruhi angka kematian adalah terlambat ditegakkan
diagnosis karena biasanya penyandang DM dibawa setelah koma, pasien
belum tahu mengidap DM, sering ditemukan bersama-sama dengan
komplikasi lain yang berat.
(3) Hiperglikemik Non Ketotik (HNK)
HNK ditandai dengan hiperglikemia berat non ketotik atau ketotik
dan asidosis ringan. Pada keadaan lanjut dapat mengalami koma. Koma
hiperosmolar hiperglikemik non ketotik ialah suatu sindrom yang
ditandai hiperglikemik berat, hiperosmolar, dehidrasi berat tanpa
ketoasidosis disertai menurunnya kesadaran. Beberapa tanda dari HNK
yaitu: sering ditemukan pada usia lanjut, yaitu lebih dari 60 tahun,
semakin muda semakin berkurang, hampir separuh pasien tidak
mempunyai riwayat DM atau DM tanpa pengobatan insulin, mempunyai
penyakit dasar, ditemukan 85% pasien mengidap penyakit ginjal atau
kardiovaskuler, sering disebabkan oleh obat-obatan, dan mempunyai
faktor pencetus seperti infeksi, CVD, pancreatitis.
2) Komplikasi Kronik menurut Hotma (2014):
Komplikasi kronik DM dapat menyerang semua sistem organ tubuh.
Kerusakan organ tubuh disebabkan oleh menurunnya sirkulasi darah ke
organ akibat kerusakan pada pembuluh darah.
(1) Mata (Retinopati Diabetik)
Tiga masalah mata yang dapat terjadi pada penderita DM dan perlu
diwaspadai adalah katarak, glaukoma, dan retinopati. Dari ke tiga
masalah ini yang paling umum adalah retinopati. Penyakit DM
mempengaruhi retina mata dengan berbagai cara, yaitu: perubahan kadar
glukosa darah yang tidak normal karena DM dapat mempengaruhi lensa
di dalam mata. Terutama apabila DM tidak terkendali. Ini dapat
mengakibatkan mata kabur yang datang dan pergi tergantung kadar
glukosa darah. Pengaruh jangka lama DM adalah lensa mata dapat
menjadi berawan atau katarak. Katarak pada diabetes adalah lensa mata
yang berawan atau berkabut yang seharusnya terang apabila tidak ada
katarak.
Gejala katarak, yaitu penglihatan kabur atau tidak jelas, kacamata
tidak membantu melihat dengan baik, biji mata yang hitam kelihatan
kelabu, kuning atau putih, warna kelihatan pudar. Glaukoma adalah
penumpukan cairan pada mata yang menyebabkan tekanan bola mata
meningkat apabila cairan di dalam mata tidak tersalurkan dengan baik,
terjadi penumpukan cairan yang mengakibatkan peningkatan tekanan
dalam optik. Tekanan ini merusak syaraf dan pembuluh darah pada mata
yang menyebabkan perubahan peradangan. Retinopati diabetik adalah
masalah mata diabetes yang disebabkan kerusakan pembuluh darah
kecil. Semakin lama seseorang penyandang diabetes semakin tinggi
risiko berkembangnya penyakit ini. Apabila retinopati tidak ditemukan
dini atau tidak diobati akan menjurus kepada kebutaan.
(2) Nefropati Diabetic
Bila kadar glukosa darah meninggi makan mekanisme filtrasi
ginjal akan mengalami stress yang mengakibatkan kerusakan pada
membrane filtrasi sehingga terjadi kebocoran protein darah ke dalam
urin. Kondisi ini mengakibatkan tekanan dalam pembuluh darah ginjal
meningkat. Kenaikan tekanan tersebut diperkirakan berperan sebagai
stimulus dalam terjadinya nefropati. Nefropati diabetik dapat
menyebabkan gagal ginjal. Timbulnya gejala penyakit ginjal
memerlukan waktu yang lama. Kerusakan ginjal dapat mulai 5-10 tahun
sebelum gejala dimulai. Penyandang diabetes yang mengalami penyakit
ginjal yang lebih berat dan kronik dapat mempunyai gejala seperti: lelah,
sakit kepala, mual dan muntah, kurang nafsu makan dan kaki bengkak.
(3) Neuropati Diabetic
Kerusakan syaraf atau neuropati bisa terjadi pada penyandang DM.
Neuropati dapat mempengaruhi saraf mana saja diluar otak dan sumsum
tulang belakang, yaitu syaraf tepi Polineuropati distal simetrik adalah
kerusakan syaraf polineuropati menuju kaki dan kadang-kadang tangan.
Penyandang DM dapat mengalami baal atau kehilangan rasa, kelemahan
otot, rasa tertusuk, nyeri tersentuh alas tempat tidur atau baju. Neuropati
fokal yaitu kerusakan pada satu atau sekumpulan syaraf yang
berkembang ketika suplai darah ke syaraf tertutup karena blokade
pembuluh darah yang mensuplai syaraf.
8. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan secara umum menurut Decroli, 2019 adalah
meningkatkan kualitas hidup penyandang diabetes. Tujuan penatalaksanaan
meliputi:
1) Tujuan jangka pendek: menghilangkan keluhan DM, memperbaiki kualitas
hidup, dan mengurangi risiko komplikasi akut.
2) Tujuan jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyakit
mikroangiopati dan makroangiopati.
3) Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas DM.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa
darah, tekanan darah, berat badan, dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien
secara komprehensif. Penatalaksanaan DM dimulai dengan menerapkan pola
hidup sehat bersamaan dengan intervensi farmakologis dengan obat anti
hiperglikemia secara oral dan/atau suntikan. Edukasi dengan tujuan promosi
hidup sehat, perlu selalu dilakukan sebagai bagian dari upaya pencegahan dan
merupakan bagian yang sangat penting dari pengelolaan DM secara holistik.
Penatalaksanaan untuk penderita DM yaitu:
1) Penatalaksanaan Non Farmakologi
Pendidikan diabetes penting tetapi harus dialihkan ke tindakan atau
kegiatan perawatan diri untuk sepenuhnya bermanfaat bagi pasien. Aktivitas
perawatan diri mengacu pada perilaku seperti mengikuti rencana diet,
menghindari makanan berlemak tinggi, peningkatan olahraga, pemantauan
glukosa diri, dan perawatan kaki. Perubahan dalam aktivitas perawatan diri
juga harus dievaluasi untuk kemajuan menuju perubahan perilaku. Swa-
monitor dari kontrol glikemik adalah landasan perawatan diabetes yang
dapat memastikan partisipasi pasien dalam mencapai dan mempertahankan
target glikemik tertentu.
Swa-monitor memberikan informasi tentang status glikemik saat ini,
memungkinkan untuk penilaian terapi dan panduan penyesuaian dalam diet,
olahraga dan pengobatan untuk mencapai kontrol glikemik yang optimal.
Terlepas dari penurunan berat badan, melakukan aktivitas fisik secara teratur
telah ditemukan terkait dengan hasil kesehatan yang lebih baik di antara
penderita diabetes. National Institutes of Health dan American College of
Sports Medicine merekomendasikan bahwa semua orang dewasa, termasuk
mereka yang menderita diabetes, harus melakukan aktivitas fisik secara
teratur (Shrivastava, Shrivastava, & Ramasamy, 2013). Berikut aktivitas self
care penderita diabetes melitus:
(1) Pola Diet Diabetes Mellitus
Dalam penerapan diet pada penderita diabetes melitus dibutuhkan gizi
seimbang seperti zat gizi yang dibutuhkan: Karbohidrat, protein, lemak,
vitamin, dan mineral. Dalam pemenuhan nutrisi pada penderita diabetes
melitus menurut (Kusumo et al., 2020) perlu diterapkan 3 J yaitu:
a. Jadwalkan Makan Teratur
Jadwalkan makan teratur 3 kali makan pokok (Sarapan pagi, makan
siang dan makan malam) dan 2-3 kali makanan selingan (selingan
pagi, selingan siang dan sebelum tidur). Jumlah makanan yang
dimakan dalam satu hari dibagi dan diatur dengan baik terutama bagi
penderita yang menggunakan obat dan suntikkan insulin.
b. Jumlah Kalori
Sesuai dengan anjuran ahli gizi karena setiap orang berbeda
kebutuhan kalorinya. Jumlah kalori ditentukan menurut umur, jenis
kelamin, berat badan, tinggi badan dan aktivitas. Penentuan jumlah
kalori diet DM harus disesuaikan oleh status gizi penderita, penetuan
gizi dilaksankan dengan menghitung percentage of relative body
weight (BPR=berat badan normal) dengan rumus:
BPR= BB (kg) X 100%
TB (cm) -100
Keterangan:
a) Kurus (underweight): BPR<90%
b) Normal (ideal): BPR 90% -110%
c) Gemuk (overweight): BPR >110%
d) Obesitas apabila: BPR>120%
e) Obesitas ringan: BPR 120% -130%
f) Obesitas sedang: BPR 130% -140%
g) Obesitas berat: BPR 140 – 200%
h) Morbid: BPR >200%
c. Jenis Makanan
Jenis makanan dibatasi terutama karbohidrat komplek seperti nasi,
kentang, roti dan singkong. Sebaiknya hindari karbohidrat sederhana
seperti gula pasir, gula merah dan sirup. Bahan makanan yang
diperbolehkan: Lauk hewani dan nabati dalam jumlah yang cukup
sesuai dengan yang dianjurkan. Aneka ragam sayuran untuk
memberikan rasa kenyang dan kandungan serat tinggi. Buah-buahan
dalam jumlah cukup. Minyak dan garam dalam jumlah yang tidak
berlebihan.
(2) Aktivitas Fisik
Program aktifitas fisik merupakan salah satu pilar yang digunakan dalam
pengelolaan kencing manis yang belum mengalami komplikasi. Menurut
WHO 2017 dalam buku panduan sehat kecing manis merekomendasikan
aktifitas fisik dilakukan setiap hari selama 30 menit atau setiap dua hari
sekali selama 60 menit yang dilakukan secara teratur (Kusumo et al.,
2020). Aktivitas fisik yang dianjurkan bersifat aerobik dengan intensitas
sedang seperti: jalan cepat, bersepeda santai, jogging, dan berenang.
Olahraga dianjurkan minimal 30 sampai dengan maksimal 45 menit
dengan menggunakan 20 perlengkapan olahraga yang nyaman dan
sesuai. Dilakukan secara bertahap dimulai dari pemanasan 5-10 menit,
diikuti dengan latihan inti minimal 20-30 menit dan diakhiri dengan
pendinginan selama 5 menit. Untuk mencapai hasil optimal, olahraga
perlu dilakukan minimal 3 kali seminggu (Kusumo et al., 2020).
(3) Pengukuran Gula Darah
Melakukan kontrol kadar gula darah secara teratur merupakan upaya
pencegahan terjadinya komplikasi yang dilakukan oleh pasien DM.
Standar pemeriksaan kadar gula darah idealnya dilakukan minimal 3
bulan sekali setelah kunjungan pertama. Standar pemeriksaan kadar gula
darah di pelayanan kesehatan idealnya dilakukan minimal tiga bulan
sekali setelah kunjungan pertama, yang meliputi pemeriksaan kadar gula
darah puasa, kadar gula darah 2 jam setelah makan, dan pemeriksaan
HbA1C (Rachmawati et al., 2015).
(4) Perawatan Kaki Diabetes Melitus
Pengelolaan DM tidak hanya menggantungkan peran dari tenaga
kesehatan, namun dibutuhkan manajemen diri diabetisi. Hal ini sesuai
dengan model perawatan penyakit kronis yang dikembangkan oleh
International Council of Nurses (ICN) yaitu The Chronic Care Model.
Model perawatan ini menitikberatkan peran diabetisi dalam melakukan
manajemen diri pada dirinya yang berkolaborasi dengan tenaga
kesehatan. Salah satu manajemen diri diabetisi untuk pencegahan ulkus
diabetik adalah perawatan kaki. Perawatan kaki dapat meminimalisir
terjadinya luka yang berkembang menjadi ulkus dan terbukti mampu
menurunkan risiko terjadinya amputasi sampai 85% (Safitri, 2020).
(5) Terapi Diabetes Melitus
Penatalaksanaan DM dimulai dengan menerapkan pola hidup sehat
(terapi nutrisi medis dan aktivitas fisik) bersamaan dengan intervensi
farmakologis dengan obat anti hiperglikemia secara oral dan/atau
suntikan. Obat anti hiperglikemia oral dapat diberikan sebagai terapi
tunggal atau kombinasi (S. Soelistijo et al., 2015).
2) Penatalaksanaan Farmakologis
(1) Terapi dengan Insulin
Terapi farmakologi untuk pasien diabetes melitus geriatri tidak
berbeda dengan pasien dewasa sesuai dengan algoritma, dimulai dari
monoterapi untuk terapi kombinasi yang digunakan dalam
mempertahankan kontrol glikemik. Apabila terapi kombinasi oral gagal
dalam mengontrol glikemik maka pengobatan diganti menjadi insulin
setiap harinya. Meskipun aturan pengobatan insulin pada pasien lanjut
usia tidak berbeda dengan pasien dewasa, prevalensi lebih tinggi dari
faktor-faktor yang meningkatkan risiko hipoglikemia yang dapat
menjadi masalah bagi penderita diabetes pasien lanjut usia. Alat yang
digunakan untuk menentukan dosis insulin yang tepat yaitu dengan
menggunakan jarum suntik insulin premixed atau predrawn yang dapat
digunakan dalam terapi insulin.
Lama kerja insulin beragam antar individu sehingga diperlukan
penyesuaian dosis pada tiap pasien. Oleh karena itu, jenis insulin dan
frekuensi penyuntikannya ditentukan secara individual. Umumnya
pasien diabetes melitus memerlukan insulin kerja sedang pada awalnya,
kemudian ditambahkan insulin kerja singkat untuk mengatasi
hiperglikemia setelah makan. Namun, karena tidak mudah bagi pasien
untuk mencampurnya sendiri, maka tersedia campuran tetap dari kedua
jenis insulin regular (R) dan insulin kerja sedang. Idealnya insulin
digunakan sesuai dengan keadaan fisiologis tubuh, terapi insulin
diberikan sekali untuk kebutuhan basal dan tiga kali dengan insulin
prandial untuk kebutuhan setelah makan. Namun demikian, terapi
insulin yang diberikan dapat divariasikan sesuai dengan kenyamanan
penderita selama terapi insulin mendekati kebutuhan fisiologis.
(2) Obat Antidiabetik Oral
a. Sulfonilurea
Pada pasien lanjut usia lebih dianjurkan menggunakan OAD generasi
kedua yaitu glipizid dan gliburid sebab resorbsi lebih cepat, karena
adanya non ionic-binding dengan albumin sehingga resiko interaksi
obat berkurang demikian juga resiko hiponatremi dan hipoglikemia
lebih rendah. Dosis dimulai dengan dosis rendah. Glipizid lebih
dianjurkan karena metabolitnya tidak aktif sedangkan 18 metabolit
gliburid bersifat aktif. Glipizide dan gliklazid memiliki sistem kerja
metabolit yang lebih pendek atau metabolit tidak aktif yang lebih
sesuai digunakan pada pasien diabetes geriatri. Generasi terbaru
sulfoniluera ini selain merangsang pelepasan insulin dari fungsi sel
beta pankreas juga memiliki tambahan efek ekstra pankreatik.
b. Golongan Biguanid Metformi
Pada pasien lanjut usia tidak menyebabkan hipoglekimia jika
digunakan tanpa obat lain, namun harus digunakan secara hati-hati
pada pasien lanjut usia karena dapat menyebabkan anorexia dan
kehilangan berat badan. Pasien lanjut usia harus memeriksakan
kreatinin terlebih dahulu. Serum kretinin yang rendah disebakan
karena massa otot yang rendah pada orang tua.
c. Penghambat Alfa Glukosidase/Acarbose
Obat ini merupakan obat oral yang menghambat alfaglukosidase,
suatu enzim pada lapisan sel usus, yang mempengaruhi digesti
sukrosa dan karbohidrat kompleks. Sehingga mengurangi absorb
karbohidrat dan menghasilkan penurunan peningkatan glukosa
postprandial. Walaupun kurang efektif dibandingkan golongan obat
yang lain, obat tersebut dapat dipertimbangkan pada pasien lanjut usia
yang mengalami diabetes ringan. Efek samping gastrointestinal dapat
membatasi terapi tetapi juga bermanfaat bagi mereka yang menderita
sembelit. Fungsi hati akan terganggu pada dosis tinggi, tetapi hal
tersebut tidak menjadi masalah klinis.
d. Thiazolidinediones
Thiazolidinediones memiliki tingkat kepekaan insulin yang baik dan
dapat meningkatkan efek insulin dengan mengaktifkan PPAR alpha
reseptor. Rosiglitazone telah terbukti aman dan efektif untuk pasien
lanjut usia dan tidak menyebabkan hipoglekimia. Namun, harus
dihindari pada pasien dengan gagal jantung. Thiazolidinediones
adalah obat yang relatif.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Menurut NANDA (2018), fase pengkajian merupakan sebuah komponen
utama untuk mengumpulkan informasi, data, menvalidasi data,
mengorganisasikan data, dan mendokumentasikan data. Pengumpulan data
antara lain meliputi:
1) Identitas
(1) Identitas pasien (nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, agama, suku, alamat, status, tanggal masuk, tanggal
pengkajian, diagnosa medis).
(2) Identitas penanggung jawab (nama, umur, pekerjaan, alamat,
hubungan dengan pasien).
2) Keluhan/Alasan masuk Rumah Sakit
Cemas, lemah, anoreksia, mual, muntah, nyeri abdomen, nafas pasien
mungkin berbau aseton, pernapasan kussmaul, gangguan pada pola tidur,
poliuri, polidipsi, penglihatan yang kabur, kelemahan, dan sakit kepala.
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya penyakit, penyebab terjadinya penyakit
serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Adanya riwayat penyakit diabetes melitus atau penyakit-penyakit lain
yang ada kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas.
Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun arterosklerosis,
tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-obatan yang biasa
digunakan oleh penderita.
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat atau adanya faktor resiko, riwayat keluarga tentang penyakit,
obesitas, riwayat pankreatitis kronik, riwayat melahirkan anak lebih dari 4
kg, riwayat glukosuria selama stres (kehamilan, pembedahan, trauma,
infeksi, penyakit) atau terapi obat (glukokortikosteroid, diuretik tiasid,
kontrasepsi oral).
6) Riwayat Psikososial
Meliputi informasi mengenai perilaku, perasaan, dan emosi yang dialami
penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga
terhadap penyakit penderita.
7) Pola Aktivitas Sehari-Hari
Menggambarkan pola latihan, aktivitas, fungsi pernafasan dan sirkulasi.
Pentingnya latihan/gerak dalam keadaan sehat dan sakit, gerak tubuh dan
kesehatan berhubungan satu sama lain.
8) Pola Eliminasi
Menjelaskan pola fungsi eksresi, kandung kemih dan sulit kebiasaan
defekasi, ada tidaknya masalah defekasi, masalah miksi (oliguri, disuri,
dan lain-lain), penggunaan kateter, frekuensi defekasi dan miksi,
karakteristik urin dan feses, pola input cairan, infeksi saluran kemih,
masalah bau badan, perspirasi berlebih.
9) Pola Makan
Menggambarkan masukan nutrisi, balance cairan dan elektrolit, nafsu
makan, pola makan, diet, fluktuasi BB dalam 6 bulan terakhir, kesulitan
menelan, mual/muntah, kebutuhan jumlah zat gizi, masalah/penyembuhan
kulit, makanan kesukaan.
10) Personal Hygiene
Menggambarkan kebersihan dalam merawat diri yang mencakup,
mandi, bab, bak, dan lain-lain.
11) Pemeriksaan Fisik
(1) Keadaan Umum
Meliputi keadaan penderita tampak lemah atau pucat. Tingkat
kesadaran apakah sadar, koma, disorientasi.
(2) Tanda-Tanda Vital
Tekanan darah tinggi jika disertai hipertensi. Pernapasan reguler
ataukah ireguler, adanya bunyi napas tambahan, respiration rate
(RR) normal 16-20 kali/menit, pernapasan dalam atau dangkal.
Denyut nadi reguler atau ireguler, adanya takikardia, denyutan kuat
atau lemah. Suhu tubuh meningkat apabila terjadi infeksi.
(3) Pemeriksaan head to toe
a. Kepala: normal, kepala tegak lurus, tulang kepala umumnya
bulat dengan tonjolan frontal di bagian anterior dan oksipital di
bagian posterior.
b. Rambut: biasanya tersebar merata, tidak terlalu kering, tidak
terlalu berminyak.
c. Mata: simetris mata, refleks pupil terhadap cahaya, terdapat
gangguan penglihatan apabila sudah mengalami retinopati
diabetik.
d. Telinga: fungsi pendengaran mungkin menurun.
e. Hidung: adanya sekret, pernapasan cuping hidung, ketajaman
saraf hidung menurun.
f. Mulut: mukosa bibir kering.
g. Leher: tidak terjadi pembesaran kelenjar getah bening.
h. Pemeriksaan Dada:
Pernafasan: sesak nafas, batuk dengan tanpa sputum purulent dan
tergantung ada/tidaknya infeksi, panastesia/paralise otot
pernafasan (jika kadar kalium menurun tajam), RR > 24 x/menit,
nafas berbau Naseton.
Kardiovaskuler: takikardia/nadi menurun, perubahan TD
postural, hipertensi disritmia dan krekel.
i. Pemeriksaan Abdomen
Adanya nyeri tekan pada bagian pankreas, distensi abdomen,
suara bising usus yang meningkat.
j. Pemeriksaan Reproduksi
Rabbas vagina (jika terjadi infeksi), keputihan, impotensi pada
pria, dan sulit orgasme pada wanita.
k. Pemeriksaan Integumen
Biasanya terdapat lesi atau luka pada kulit yang lama sembuh.
Kulit kering, adanya ulkus di kulit, luka yang tidak kunjung
sembuh. Adanya akral dingin, capillarry refill kurang dari 3
detik, adanya pitting edema.
l. Pemeriksaan Ekstremitas
Kekuatan otot dan tonus otot melemah. Adanya luka pada kaki
atau kaki diabetik.
m.Pemeriksaan Status Mental
Biasanya penderita akan mengalami stres, menolak kenyataan,
dan keputusasaan.
2. Diagnosa Keperawatan
Batasan Karakteristik
No. Diagnosa Penyebab Gejala Dan Tanda Mayor Gejala Dan Tanda Minor
Subjektif Objektif Subjektif Objektif
1. Ketidakstabilan Hiperglikemia: Hipoglikemia: Hipoglikemia: Hipoglikemia: Hipoglikemi:
Kadar Glukosa 1. Disfungsi pancreas 1. Mengantuk 1. Gangguan 1. Palpitasi 1. Gemetar
Darah (D.0027) 2. Resistensi insulin 2. Pusing koordinasi 2. Mengeluh lapar 2. Kesadaran menurun
3. Gangguan toleransi Hiperglikemia: 2. Kadar glukosa Hiperglikemia: 3. Perilaku aneh
glukosa darah 1. Lelah atau lesu dalam darah/urin 1. Mulut kering 4. Sulit bicara
4. Gangguan glukosa rendah 2. Haus meningkat 5. Berkeringat
darah puasa Hiperglikemia: Hiperglikemia:
Hipoglikemia: 1. Kadar glukosa 1. Jumlah urin
1. Penggunaan insulin dalam darah/urin meningkat
atau obat glikemik oral tinggi
2. Hiperinsulinemia (mis.
insulinoma)
3. Endokrinopati (mis.
kerusakan adrenal atau
pituitari)
4. Disfungsi hati
5. Disfungsi ginjal kronis
6. Efek agen
farmakologis
7. Tindakan pembedahan
Neoplasma
8. Gangguan metabolik
bawaan (mis.
gangguan
penyimpanan
lisosomal,
galaktosemia,
gangguan
penyimpanan
glikogen)
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah akhir dalam proses keperawatan. Evaluasi
adalah kegiatan yang disengaja dan terus-menerus dengan melibatkan klien,
perawat dan anggota tim kesehatan lainnya. Tujuan evaluasi adalah untuk
menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan tercapai atau tidak dan
untuk melakukan pengkajian ulang (Padila, 2012). Evaluasi merupakan
langkah proses keperawatan yang memungkinkan perawat untuk menentukan
apakah intervensi keperawatan telah berhasil meningkatkan kondisi pasien.
Evaluasi keperawatan terdiri dari dua jenis (Nursalam, 2017), yaitu:
1) Evaluasi formatif merupakan evaluasi berjalan dimana evaluasi dilakukan
sampai dengan tujuan tercapai.
2) Evaluasi sumatif merupakan evaluasi akhir dimana dalam metode evaluasi
ini menggunakan SOAP:
S: Data yang didapatkan melalui keluhan pasien
O: Data yang diamati atau di observasi oleh perawat dan tenaga medis
lainnya
A: Tujuan yang ingin dicapai dalam melakukan tindakan
P : Rencana yang akan dilakuakan, bila tujuan tersebut tidak tercapai
No. Dx. Evaluasi Hasil
1. Diagnosa Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah diharapkan
memenuhi kriteria hasil:
1. Kadar glukosa dalam darah cukup membaik (4)
2. Mulut kering menurun (5)
3. Rasa haus cukup menurun (4)
4. Lelah/lesu cukup menurun (4)
5. Keluhan lapar cukup menurun (4)
2. Diagnosa Risiko Infeksi diharapkan memenuhi kriteria hasil:
1. Kemerahan cukup menurun (4)
2. Nyeri cukup menurun (4)
3. Bengkak cukup menurun (4)
4. Cairan berbau busuk cukup menurun (4)
3. Diagnosa Risiko Hipovolemia diharapkan memenuhi kriteria
hasil:
1. Keluhan haus sedang (3)
2. Membran mukosa membaik (5)
3. Turgor kulit meningkat (5)
4. Perasaan lemah menurun (5)
4. Diagnosa Nyeri Akut diharapkan memenuhi kriteria hasil:
1. Keluhan nyeri cukup menurun (4)
2. Meringis menurun (5)
3. Gelisah menurun (5)
4. Sikap protektif menurun (5)
5. Kesulitan tidur menurun (5)
5. Diagnosa Gangguan Integritas Kulit/Jaringan diharapkan
memenuhi kriteria hasil:
1. Kerusakan jaringan cukup menurun (4)
2. Kerusakan lapisan kulit cukup menurun (4)
3. Nyeri cukup menurun (4)
4. Perdarahan cukup menurun (4)
5. Kemerahan cukup menurun (4)
6. Diagnosa Gangguan Citra Tubuh diharapkan memenuhi kriteria
hasil:
1. Verbalisasi kecacatan bagian tubuh cukup menurun (2)
2. Verbalisasi kehilangan bagian tubuh cukup menurun (2)
3. Verbalisasi perasaan negatif tentang perubahan tubuh cukup
menurun (2)
4. Verbalisasi kekhawatiran pada penolakan/reaksi orang lain
cukup menurun (2)
5. Menyembunyikan bagian tubuh berlebihan cukup menurun
(2)
7. Diagnosa Risiko Defisit Nutrisi diharapkan memenuhi kriteria
hasil:
1. Porsi makanan yang dihabiskan meningkat (5)
2. Berat badan cukup membaik (4)
3. Frekuensi makan membaik (5)
4. Nafsu makan membaik (5)
5. Membran mukosa membaik (5)
8. Diagnosa Perfusi Perifer Tidak Efektif diharapkan memenuhi
kriteria hasil:
1. Penyembuhan luka cukup meningkat (4)
2. Edema perifer cukup menurun (4)
3. Turgor kulit membaik (5)
4. Sensasi cukup meningkat (4)
DAFTAR PUSTAKA
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Potter & Perry. 2015. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan
Praktik. Edisi 4. Volume 2. Jakarta: EGC.
Black and Hawks. 2014. Keperawatan Medikal Bedah Manajemen Klinis Untuk
Hasil Yang Diharapkan. Jakarta: Salemba Emban Patria
Waspadji. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing.