Anda di halaman 1dari 82

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK


PADA LANSIA DENGAN DIABETES MELLITUS

OLEH:
KELOMPOK 2 :
1. I Gede Jaya Suputra (193213013)
2. Kadek Ayu Ulan Sudariyanthini (193213020)
3. Ni Nyoman Ayu Krisna Sari (193213037)
4. Ni Putu Cintya Dewi (193213038)
5. Ni Putu Eka Cintya Parwita (193213040)
6. Putu Riska Pramudita Dewi (193213049)
7. Rai Putra Angga Gunawan (193213051)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI
DENPASAR
2022
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA
DENGAN DIABETES MELLITUS

I. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Definisi/ Pengertian Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus adalah keadaan hiperglikemi kronik yang disertai berbagai
kelainan metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai
komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah. Diabetes mellitus
klinis adalah sindroma gangguan metabolisme dengan hiperglikemia yang tidak
semestinya sebagai akibat suatu defisiensi sekresi insulin atau berkurangnya
efektifitas biologis dari insulin atau keduanya (M. Clevo Rendy dan Margareth Th,
2019).
Diabetes Melitus (DM) merupakan keadaan hiperglikemia kronik yang disertai
dengan berbagai kelainan metabolik yang diakibatkan oleh gangguan hormonal
yang menimbulkan berbagai macam komplikasi kronik pada organ mata, ginjal,
saraf, pembuluh darah disertai lesi padda membran basalis dalam dengan
menggunakan pemeriksaan dalam mikroskop (Arief Mansjoer dkk, 2011).
Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit metabolik menahun akibat
pankreas tidak memproduksi cukup insulin atau kemampuan tubuh untuk bereaksi
terhadap insulin menurun. Akibatnya, terjadi peningkatan glukosa di dalam darah
(hiperglikemia) (Kemenkes RI, 2014).
Berdasarkan pengertian dari para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa diabetes
mellitus adalah suatu gangguan metabolisme yang ditandai dengan hiperglikemi
yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak, dan
protein yang disebabkan oleh penurunan sekresi insulin atau penurunan sensitivitas
insulin atau keduanya dan menyebabkan komplikasi kronis mikrovaskuler,
makrovaskuler, dan neuropati.
2. Epidemiologi Diabetes Mellitus
Banyak orang pada awalnya tidak tahu bahwa mereka menderita diabetes.
Catatan dari International Diabetes Federation (IDF) 2015 adalah, dari 415 juta
pengidap diabetes dewasa usia 20-79 tahun di seluruh dunia, ada 193 juta (hampir
50 %) yang tidak tahu bahwa dirinya terkena diabetes. Bahkan, diperkirakan ada
318 juta orang dewasa lainnya yang sebenarnya sudah mengalami gangguan
toleransi gula, atau yang dinamakan prediabetes, calon pengidap diabetes. Jumlah
di atas melampaui populasi penduduk di negara kita. Di negara-negara Asia, lebih
dari 50% (bahkan ada yang mencapai 85%) penderita diabetes mengalami hal yang
serupa. Khusus di Singapura yang pelayanan kesehatannya sudah maju, angkanya
hanya mencapai 20%. Ketidaktahuan ini disebabkan karena kebanyakan penyakit
diabetes terus berlangsung tanpa keluhan sampai beberapa tahun, setelah timbul
komplikasi barulah mereka memeriksakan diri ke dokter (Hans Tandra, 2018).
Atlas Diabetes edisi ke-7 tahun 2015 dari IDF menyebutkan bahwa dari catatan
220 negara di seluruh dunia, jumlah penderita diabetes diperkirakan akan naik dari
415 juta orang di tahun 2015 menjadi 642 juta pada tahun 2040. Hampir setengah
dari angka tersebut berada di Asia, terutama India, China, Pakistan, dan Indonesia.
Fakta yang mengerikan adalah terdapat 1 orang per 6 detik atau 10 orang per menit
yang meninggal akibat diabetes. Diabetes telah merenggut nyawa 5 juta orang
dewasa di tahun 2015. Angka ini jauh melebihi catatan WHO 2013 untuk penyakit
lainnya misalnya kematian lantaran HIV/AIDS 1,5 juta, karena tuberkulosa paru-
paru juga 1,5 juta dan 500.000 kematian akibat malaria (Hans Tandra, 2018).
Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menunjukkan bahwa Indonesia
merupakan negara dengan penderita DM terbanyak keempat di dunia setelah India,
Cina, dan Amerika Serikat, dengan jumlah penderita sebanyak 12 juta jiwa dan
diperkirakan akan meningkat menjadi 21,3 juta jiwa pada tahun 2030 (Sonta
Imelda, 2018). Di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada Riskesdas tahun
2018 provinsi yang paling banyak menderita DM adalah provinsi DKI Jakarta
sebanyak 2,6% penduduk.
3. Etiologi Diabetes Mellitus
Etiologi diabetes mellitus menurut M. Clevo Rendy dan Margareth Th, 2019
yaitu:
1) Diabetes mellitus tergantung insulin (DM tipe I)
(1) Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah
terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetik ini ditentukan pada
individu yang memiliki tipe antigen HLA (Human Leucocyte
Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung
jawab atas antigen transplantasi oleh proses imun lainnya.
(2) Faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini
merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan
normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang
dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
(3) Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel beta pankreas
sebagai contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau
toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang dapat
menimbulkan destruksi sel beta pankreas. Faktor lingkungan diyakini
memicu perkembangan DM tipe I. Pemicu tersebut dapat berupa
infeksi virus (campak, rubela, atau koksakievirus B4) atau bahkan
kimia beracun, misalnya yang dijumpai di daging asap dan awetan.
Akibat pajanan terhadap virus atau bahan kimia, respon autoimun
tidak normal terjadi ketika antibody merespon sel beta islet normal
seakan-akan zat asing sehingga akan menghancurkannya (Priscilla
LeMone, dkk, 2016).
2) Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (DM tipe II)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, faktor
genetik diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya
resistensi insulin. Resistensi ini ditingkatkan oleh kegemukan, tidak
beraktivitas, penyakit, obat-obatan dan pertambahan usia. Pada
kegemukan, insulin mengalami penurunan kemampuan untuk
mempengaruhi absorpsi dan metabolisme glukosa oleh hati, otot rangka,
dan jaringan adiposa. DM tipe II yang baru didiagnosis sudah mengalami
komplikasi.
Menurut Priscilla LeMone, dkk, 2016 adapun faktor-faktor resiko DM
tipe II yaitu:
(1) Riwayat DM pada orang tua dan saudara kandung. Meski tidak ada
kaitan HLA yang terindentifikasi, anak dari penyandang DM tipe II
memiliki peningkatan resiko dua hingga empat kali menyandang DM
tipe II dan 30% resiko mengalami, intoleransi aktivitas
(ketidakmampuan memetabolisme karbihodrat secara normal).
(2) Kegemukan, didefinisikan kelebihan berat badan minimal 20% lebih
dari berat badan yang diharapkan atau memiliki indeks massa tubuh
(IMT) minimal 27 kg/m. Kegemukan, khususnya viseral (lemak
abdomen) dikaitkan dengan peningkatan resistensi insulin.
(3) Tidak ada aktivitas fisik.
(4) Ras/etnis.
(5) Pada wanita, riwayat DM gestasional, sindrom ovarium polikistik atau
melahirkan bayi dengan berat lebih dari 4,5 kg.
(6) Hipertensi (≥ 130/85 pada dewasa), kolesterol HDL ≥ 35 mg/dl dan
atau kadar trigliserida ≥ 250 mg/dl.

4. Patofisiologi Diabetes Mellitus


Menurut Brunner Suddarth (2013) adapun patofisiologi dari diabetes mellitus
yaitu:
1) DM tipe I
Pada diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan pankreas menghasilkan
insulin karena hancurnya sel-sel beta pankreas telah dihancurkan dengan
proses autoimun. Hiperglikemia puasa terjadi akibat produksi glukosa
yang tidak terukur oleh hati. Disamping itu, glukosa yang berasal dari
makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam
darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan).
Jika konsenterasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa
tersebut muncul dalam urin (glukosaria). Ketika glukosa yang berlebihan
diekskresikan dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan
elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik.
Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, klien akan
mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus
(polidipsia).
Defisiensi insulin juga menganggu metabolisme protein dan lemak
yang menyebabkan penurunan berat badan. Klien dapat mengalami
peningkatan selera makan (polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori.
Gejala lainnya mencakup kelemahan dan kelelahan.
Dalam keadaan normal insulin mengendalikan glikogenelisis
(pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukosaneogenesis
(pembentukan glukosa baru dari asam-asam amino serta substansi lain),
namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa
hambatan dan lebih lanjut turut menimbulkan hiperglikemia. Di samping
itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan
produksi badan keton yang merupakan produksi samping pemecahan
lemak.
2) DM tipe II
Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan
dengan insulin, yaitu: resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan
sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi
suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi
insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini.
Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi
pengambilan glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya
glukosa dalam darah, harus terdapat peningkatan insulin yang
disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini
terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan, dan kadar glukosa akan
dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun
demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan
kebutuhan insulin, maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadi
diabetes tipe II.
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas
diabetes tipe II, namun masih terdapat insulin yang mencegah pemecahan
lemak dan produksi badan keton yang menyertainya. Karena itu,
ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II.

5. Pathway Diabetes Mellitus


Pathway Terlampir

6. Klasifikasi Diabetes Mellitus


Klasifikasi etiologis diabetes menurut American Diabetes Association 2018
dibagi dalam 4 jenis yaitu:
1) Diabetes Melitus Tipe 1
DM tipe 1 terjadi karena adanya destruksi sel beta pankreas karena
sebab autoimun. Pada DM tipe ini terdapat sedikit atau tidak sama sekali
sekresi insulin dapat ditentukan dengan level protein c-peptida yang
jumlahnya sedikit atau tidak terdeteksi sama sekali. Manifestasi klinik
pertama dari penyakit ini adalah ketoasidosis.
Faktor penyebab terjadinya DM Tipe I adalah infeksi virus atau
rusaknya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan karena reaksi autoimun
yang merusak sel-sel penghasil insulin yaitu sel β pada pankreas, secara
menyeluruh. Oleh sebab itu, pada tipe I, pankreas tidak dapat
memproduksi insulin. Penderita DM untuk bertahan hidup harus diberikan
insulin dengan cara disuntikan pada area tubuh penderita. Apabila insulin
tidak diberikan maka penderita akan tidak sadarkan diri, disebut juga
dengan koma ketoasidosis atau koma diabetic.
2) Diabetes Melitus Tipe 2
Pada penderita DM tipe ini terjadi hiperinsulinemia tetapi insulin tidak
bisa membawa glukosa masuk ke dalam jaringan karena terjadi resistensi
insulin yang merupakan turunnya kemampuan insulin untuk merangsang
pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat
produksi glukosa oleh hati. Oleh karena terjadinya resistensi insulin
(reseptor insulin sudah tidak aktif karena dianggap kadarnya masih tinggi
dalam darah) akan mengakibatkan defisiensi relatif insulin. Hal tersebut
dapat mengakibatkan berkurangnya sekresi insulin pada adanya glukosa
bersama bahan sekresi insulin lain sehingga sel beta pankreas akan
mengalami desensitisasi terhadap adanya glukosa.
Diabetes mellitus tipe II disebabkan oleh kegagalan relatif sel β
pankreas dan resisten insulin. Resisten insulin adalah turunnya
kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan
perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel β pankreas
tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya
terjadi defensiesi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari
berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan glukosa, maupun pada
rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin lain.
Gejala pada DM tipe ini secara perlahan-lahan bahkan asimptomatik.
Dengan pola hidup sehat, yaitu mengonsumsi makanan bergizi seimbang
dan olah raga secara teratur biasanya penderita berangsur pulih. Penderita
juga harus mampu mepertahannkan berat badan yang normal. Namun pada
penerita stadium akhir kemungkinan akan diberikan suntik insulin.
3) Diabetes Melitus Tipe Lain
DM tipe ini terjadi akibat penyakit gangguan metabolik yang ditandai
oleh kenaikan kadar glukosa darah akibat faktor genetik fungsi sel beta,
defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, penyakit
metabolik endokrin lain, iatrogenik, infeksi virus, penyakit autoimun dan
sindrom genetik lain yang berkaitan dengan penyakit DM. Diabetes tipe
ini dapat dipicu oleh obat atau bahan kimia (seperti dalam pengobatan
HIV/AIDS atau setelah transplantasi organ).
4) Diabetes Melitus Gestasional
DM tipe ini terjadi selama masa kehamilan, dimana intoleransi
glukosa didapati pertama kali pada masa kehamilan, biasanya pada
trimester kedua dan ketiga. DM gestasional berhubungan dengan
meningkatnya komplikasi perinatal. Penderita DM gestasional memiliki
risiko lebih besar untuk menderita DM yang menetap dalam jangka waktu
5-10 tahun setelah melahirkan.

7. Tanda dan Gejala Diabetes Mellitus


Seseorang dapat dikatakan menderita diabetes mellitus apabila menderita dua
dari tiga gejala yaitu:
1) Keluhan TRIAS: polidipsi, poliphagi, poliuria.
2) Kadar glukosa darah pada waktu puasa lebih dari 120 mg/dl.
3) Kadar glukosa darah dua jam sesudah makan lebih dari 200 mg/dl
4) Keluhan yang sering terjadi pada penderita diabetes mellitus adalah
poliuria, polidipsi, polifagia, berat badan menurun, lemah, kesemutan
gatal, visus menurun, bisul/luka, keputihan (M. Clevo Rendy dan
Margareth Th, 2019).
Adapun manifestasi klinis DM menurut Priscilla LeMone, dkk 2016 yaitu:
1) Manifestasi klinis DM tipe I
Manifestasi klinis meliputi poliuria, polidipsi, dan polifagia disertai
dengan penurunan berat badan, malaise, dan keletihan. Bergantung pada
tingkat kekurangan insulin, manifestasinya bervariasi dari ringan sampai
berat. Orang dengan DM tipe I membutuhkan sumber insulin untuk
mempertahankann hidup.
2) Manifestasi klinis DM tipe II
Penyandang DM tipe II mengalami awitan, manifetasi yang lambat
dan sering kali tidak menyadari penyakit sampai mencari perawatan
kesehatan untuk beberapa masalah lain. Polifagia jarang dijumpain dan
penurunan berat badan tidak terjadi. Manifestasi lain juga akibat
hiperglikemi, penglihatan buram, keletihan, paratesia, dan infeksi kulit.
Gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering ditemukan adalah:
1) Katarak.
2) Glaucoma.
3) Retinopati.
4) Gatal seluruh badan.
5) Pruritus vulvae.
6) Infeksi bakteri kulit.
7) Infeksi jamur di kulit.
8) Dermatopati.
9) Neuropati perifer.
10) Neuropati visceral.
11) Amiotropi.
12) Ulkus neurotropik.
13) Penyakit ginjal.
14) Penyakit pembuluh darah perifer.
15) Penyakit coroner.
16) Penyakit pembuluh darah otak.
17) Hipertensi

8. Pemeriksaan Fisik Diabetes Mellitus


Adapun pemeriksaan fisik yang khas dapat diperiksa pada penderita diabetes
mellitus adalah:
1) Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher,
telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah
sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi
mudah bengkak dan berdarah, apakah penglihatan kabur/ganda, diplopia,
lensa mata keruh.
2) Neuro sensori
Disorientasi, mengantuk, stupor/koma, gangguan memori, kekacauan
mental, reflek tendon menurun, aktifitas kejang.
3) Kardiovaskuler
Takikardi/nadi menurun atau tidak ada, perubahan TD postural,
hipertensi dysritmia.
4) Pernafasan
Takipnue pada keadaan istirahat/dengan aktifitas, sesak nafas, batuk
dengan tanpa sputum purulent dan tergantung ada/tidaknya infeksi,
panastesia/paralise otot pernafasan (jika kadar kalium menurun tajam), RR
> 24 x/menit, nafas berbau aseton.
5) Gastro intestinal
Muntah, penurunan BB, kekakuan/distensi abdomen, aseitas, wajah
meringis pada palpitasi, bising usus lemah/menurun.
6) Eliminasi
Urine encer, pucat, kuning, poliuria, urine berkabut, bau busuk, diare
(bising usus hiper aktif).
7) Reproduksi/seksualitas
Rabbas vagina (jika terjadi infeksi), keputihan, impotensi pada pria,
dan sulit orgasme pada wanita.
8) Muskulo skeletal
Tonus otot menurun, penurunan kekuatan otot, ulkus pada kaki, reflek
tendon menurun kesemuatan/rasa berat pada tungkai.
9) Integumen
Kulit panas, kering dan kemerahan, bola mata cekung, turgor jelek,
pembesaran tiroid, demam, diaforesis (keringat banyak), kulit rusak,
lesi/ulserasi/ulkus.
9. Pemeriksaan Penunjang Diabetes Mellitus
Adapun pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mendeteksi
menderita diabetes mellitus yaitu:
1) Gula darah meningkat
Kriteria diagnostik WHO untuk DM pada dewasa yang tidak hamil. Pada
sedikitnya 2 x pemeriksaan yaitu:
(1) Glukosa plasma sewaktu/random > 200 mg/dl (11,1 mmol/L).
(2) Glukosa plasma puasa/nuchter > 140 mg/dl (7,8 mmol/L).
(3) Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial) > 200 mg/dl.
2) Tes Toleransi Glukosa
Tes toleransi glukosa oral: pasien mengkonsumsi makanan tinggi
kabohidrat (150 – 300 gr) selama 3 hari sebelum tes dilakukan, sesudah
berpuasa pada malam hari keesokan harinya sampel darah diambil,
kemudian karbohidrat sebanyak 75 gr diberikan pada pasien:
(1) Aseton plasma (keton): positif secara mencolok.
(2) Asam lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat.
(3) Osmolaritas serum: meningkat, < 330 mosm/dl.
(4) Elektrolit
(5) Natrium: meningkat atau menurun
(6) Kalium: (normal) atau meningkat semu (pemindahan seluler)
selanjutnya menurun.
(7) Fosfor: lebih sering meningkat.
(8) Gas darah arteri: biasanya menunjukkan pH rendah dan Po menurun
pada HCO3 (asidosis metabolik) dengan kompensasi alkolosis
resperatorik.
(9) Trombosit darah: H+ mungkin meningkat (dehidrasi) ; leukositosis;
hemokonsentrasi merupakan resnion terhadap sitosis atau infeksi.
(10) Ureum/kreatinin: meningkat atau normal (dehidrasi/menurun fungsi
ginjal).
(11) Urine: gula dan aseton (+), berat jenis dan osmolaritas mungkin
meningkat.
10. Diagnosis Diabetes Mellitus
Diagnosis diabetes melitus dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis dan pemeriksaan
fisik dapat ditemukan gejala klasik DM antara lain poliuria, polidipsi, polifagia, dan
berat badan yang cepat menurun. Walupun demikian, beberapa penderita bahkan
tidak menampakkan satupun gejala seperti yang telah dipaparkan sebelumnya.
Dalam mendiagnosis DM, klinisi sangat dibantu dengan adanya pemeriksaan
penunjang, terutama untuk mengetahui kondisi hiperglikemia pada pasien. Hal
yang ditemukan pada pemeriksaan penunjang penderita dengan DM antara lain
(Rustama, 2010):
1) Kadar glukosa darah puasa >126 mg/dL dan 2 jam setelah makan > 200
mg/dL.
2) Ketonemia dan/atau ketonuria.
3) Glukosuria.
4) Bila hasil kadar glukosa darah puasa meragukan atau asimptomatis, perlu
dilakukan uji toleransi glukosa oral (oral glucosa tolerance test).
5) Kadar C-peptide.
6) Marker imunologis antara lain ICA, IA, GAD dan IA2.

11. Penatalaksaan Diabetes Mellitus


TNM merupakan bagian penting dari penatalaksanaan DMT2 secara
komprehensif. Kunci keberhasilannya adalah keterlibatan secara menyeluruh dari
anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain serta pasien dan
keluarganya). Guna mencapai sasaran terapi TNM sebaiknya diberikan sesuai
dengan kebutuhan setiap penyandang DM.
1) Diet DM
Prinsip pengaturan makan pada penyandang DM hampir sama dengan
anjuran makan untuk masyarakat umum, yaitu makanan yang seimbang
dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu.
Penyandang DM perlu diberikan penekanan mengenai pentingnya
keteraturan jadwal makan, jenis dan jumlah kandungan kalori, terutama
pada mereka yang menggunakan obat yang meningkatkan sekresi insulin
atau terapi insulin itu sendiri. Komposisi Makanan yang dianjurkan terdiri
dari:
(1) Karbohidrat
• Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi.
Terutama karbohidrat yang berserat tinggi.
• Pembatasan karbohidrat total <130 gr/ hari tidak dianjurkan.
• Glukosa dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang
diabetes dapat makan sama dengan makanan keluarga yang lain.
• Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi.
• Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti glukosa, asal
tidak melebihi batas aman konsumsi harian (Accepted Daily
Intake/ADI).
• Dianjurkan makan tiga kali sehari dan bila perlu dapat diberikan
makanan selingan seperti buah atau makanan lain sebagai bagian
dari kebutuhan kalori sehari.
(2) Lemak
• Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori, dan
tidak diperkenankan elebihi 30% total asupan energi.
• Komposisi yang dianjurkan, lemak jenuh <7% kebutuhan kalori,
lemak tidak jenuh ganda <10%, selebihnya dari lemak tidak jenuh
tunggal.
• Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak
mengandung lemak jenuh dan lemak trans antara lain: daging
berlemak dan susu fullcream, Konsumsi kolesterol dianjurkan, 200
g/hari
(3) Protein
Kebutuhan protein sebesar 10 – 20% total asupan energi. Sumber
protein yang baik adalah ikan, udang, cumi, daging tanpa lemak, ayam
tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacangkacangan, tahu dan
tempe. Pada pasien dengan efropati diabetik perlu penurunan asupan
protein menjadi 0,8 g/kg BB perhari atau 10% dari ebutuhan energi,
dengan 65% diantaranya bernilai biologik tinggi. Kecuali pada
penderita DM yang sudah menjalani hemodialisis asupan protein
menjadi 1-1,2 g/kg BB perhari.
(4) Natrium
• Anjuran asupan natrium untuk penyandang DM sama dengan
orang sehat yaitu <2300 mg perhari. Penyandang DM yang juga
menderita hipertensi perlu dilakukan pengurangan natrium secara
individual.
• Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan
bahan pengawet seperti natrium benzoat dan natrium nitrit.
(5) Serat
• Penyandang DM dianjurkan mengonsumsi serat dari
kacangkacangan, buah dan sayuran serta sumber karbohidrat yang
tinggi serat.
• Anjuran konsumsi serat adalah 20-35 gram/hari yang berasal dari
berbagai sumber bahan makanan.
(6) Pemanis alternatif
Pemanis alternatif aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas
aman (Accepted Daily Intake/ADI). Pemanis alternatif
dikelompokkan menjadi pemanis berkalori yang perlu diperhitungkan
kandungan kalorinya sebagai bagian dari kebutuhan kalori, seperti
glukosaalkohol dan fruktosa. Glukosa alkohol antara lain isomalt,
lactitol, maltitol, mannitol, sorbitol dan xylitol. Pemanis tak berkalori
termasuk: aspartam, sakarin, acesulfame potassium, sukralose,
neotame.
2) Diet 3J (Jumlah, Jenis dan Jadwal)
(1) Tepat Jumlah Kebutuhan Kalori
Kebutuhan kalori sesuai untuk mencapai dan mempertahankan
berat badan ideal yaitu berat badan sesuai tinggi badan. Ada beberapa
cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan penyandang
DM, antara lain dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal
yang besarnya 25-30 kal/kgBB ideal. Jumlah kebutuhan tersebut
ditambah atau dikurangi bergantung pada beberapa faktor yaitu: jenis
kelamin, umur, aktivitas, berat badan, dan lain-lain.
Jumlah kalori untuk IMT normal 1700-2100 kkal dan gemuk
1300-1500 kkal dengan komposisi sebagai berikut, 45-65% berasal
dari karbohidrat, pembatasan karbohidrat total <130 g/hari tidak
dianjurkan, sukrosa <5% dari total energi dan serat dianjurkan sekitar
25 /1000 kkal/hari, protein 10-20%, lemak 20-25%, dengan asam
lemak jenuh <7% dan kandungan kolesterol <300 mg/hari.
(2) Tepat jenis
Penderita DM dianjurkan memilih jenis bahan makanan maupun
makanan yang tidak cepat meningkatkan kadar glukosa darah. bahan
makanan atau makanan yang cepat meningkatkan kadar glukosa darah
dikarenakan memiliki indeks glikemik (IG) tinggi. konsep indeks
glikemik dikembang untuk mengurutkan makanan berdasarkan
kemampuannya dalam meningkatkan kadar glukosa darah setelah
dbandingkan dengan makanan standar. Selain dari bahan makanan
yang memiliki indfeks glikemik tinggi, perlu pula cara pemgolahan
makanan, karena terdapat beberapa pengolahan dapat meningkatkan
indeks glikemik, yaitu merebus/mengukus dan menghaluskan bahan
(bubur, juice, dan lain-lain).
(3) Tepat jadwal
Makan dalam porsi kecil tapi sering dapat membantu menurukan
kadar glukosa darah. makan teratur (makan pagi, makan siang dan
makan malam serta selingan diantara waktu makan) akan
memungkinkan glukosa darah turun sebelum makan berikutnya.
3) Latihan Jasmani
Menurut Suryono untuk penderita DM dianjurkan melakukan latihan
jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama + 30 menit, yang sesuai
prinsip CRIPE (continuous, rhythmical, interval, progressive, endurance
training).
4) Edukasi
Edukasi diabetes merupakan pendidikan dan pelatihan mengenai
pengetahuan dan keterampilan bagi pasien diabetes yang bertujuan
menunjang perubahan perilaku untuk meningkatkan pemahaman pasien
akan penyakitnya, yang bermanfaat untuk mencapai keadaan sehat optimal
dan penyesuaian keadaan psikologik serta kualitas hidup yang lebih baik.
Tujuan utama edukasi gizi adalah menanamkan pengertian kepada
seseorang sehingga pengertian terwujud dalam sikap serta perbuatan dan
kemudian menjadi kebiasaan yang baik dalam mengelola dan mengontrol
kesehatannya, khususnya dalam hal gizi. Salah satu cara dalam
penyampaian edukasi gizi adalah dengan melakukan konseling gizi.
5) Farmakologi
Sarana pengelola farmakologis diabetes dapat berupa:
(1) Obat Hipoglikemik Oral
❖ Pemicu sekresi insulin:
• Sulfonilurea merupakan golongan obat yang memiliki
mekanisme kerja untuk menstimulasi sel beta pancreas untuk
untuk melepaskan insulin, menurunkan ambang sekresi insulin
dan meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan
glukosa.
• Glinid merupakan obat yang mekanisme kerjanya sama dengan
sulfonilurea dengan mensekresi insulin fase pertama.
❖ Penambah sensitivitas terhadap insulin:
• Biguanid, golongan obat ini yang masih dipakai adalah
metformin yang berfungsi untuk menurunkan glukosa darah
melalui pengaruhnya terhadap kerja insulin pada tingkat seluler,
distal dari reseptor insulin dan efeknya pada penurunan produksi
glukosa hati.
• Tiazolidindion merupakan golongan obat yang bekerja untuk
meningkatkan sensitivitas insulin.
❖ Penghambat glukosidase alfa, obat ini memiliki mekanisme keja
sebagai penghambat kerja enzim glukosidase alfa di dalam saluran
cerna sehingga dapat menurunkan penyerapan glukosa dan
menurunkan hiperglikemia postpandrial.
❖ Incretin mimetic, penghambat DPP-4.
(2) Insulin
Sebanyak 20%-25% pasien DM tipe akan memerlukan insulin
untuk mengendalikan kadar gula darahnya. Terutama bagi pasien
yang sudah tidak dapat dikendalikan kadar glukosa darahnya dengan
kombinasi sulfonylurea dan metformin, langkah selanjutnya yang
diberikan adalah insulin.

12. Komplikasi Diabetes Mellitus


Beberapa komplikasi dari diabetes mellitus menurut M. Clevo Rendy dan
Margareth (2019) yaitu:
1) Akut
(1) Hipoglikemia dan hiperglikemia.
(2) Penyakit makrovaskuler: mengenai pembuluh darah besar, penyakit
jantung koroner (cerebrovaskuler, penyakit pembuluh darah kapiler).
(3) Penyakit mikrovaskuler, mengenai pembuluh darah kecil, retinopati,
nefropati.
(4) Neuropati saraf sensorik (berpengaruh pada ekstremitas), saraf
otonom berpengaruh pada gastrointestinal, kardiovaskuler.
2) Kompikasi menahun diabetes mellitus
(1) Neuropati diabetik.
(2) Retinopati diabetik.
(3) Nefropati diabetik.
(4) Proteinuria.
(5) Kelainan koroner.
(6) Ulkus/gangren. Terdapat lima grade ulkus diabetikum antara lain:
• Grade 0: tidak ada luka
• Grade 1: kerusakan hanya sampai pada permukaan kulit.
• Grade 2: kerusakan kulit mencapai otot dan tulang
• Grade 3: terjadi abses
• Grade 4: gangren pada kaki bagian distal

II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
1) Identitas pasien
Identitas pasien berisi nama, usia, jenis kelamin, alamat, No. RM,
agama, status maritas, suku bangsa, diagnosa medis.
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan utama gatal-gatal pada
kulit yang disertai bisul/lalu tidak sembuh-sembuh, kesemutan/rasa berat,
mata kabur, kelemahan tubuh. Disamping itu klien juga mengeluh poliuri,
polidipsi, anorexia, mual dan muntah, BB menurun, diare kadang-kadang
disertai nyeri perut, kramotot, gangguan tidur/istirahat, haus-haus, pusing-
pusing/sakit kepala, kesulitan orgasme pada wanita dan masalah impoten
pada pria, mudah lelah, sering megantuk.
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
(1) Riwayat hipertensi/infark miocard akut dan diabetes gestasional.
(2) Riwayat ISK berulang.
(3) Penggunaan obat-obat seperti steroid, dimetik (tiazid), dilantin dan
penoborbital.
(4) Riwayat mengkonsumsi glukosa/karbohidrat berlebihan.
(5) Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya,
mendapat terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya
apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk
menanggulangi penyakitnya.
(6) Tindakan medis yang pernah didapat maupun obat-obatan yang telah
digunakan klien.

4) Riwayat Kesehatan Keluarga


Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga
yang juga menderita DM atau penyakit keturunan yang menyebabkan
terjadinya defisiensi insulin misal hipertensi, jantung.
5) Pola Kebutuhan Dasar Fungsi Gordon
(1) Pola Persepsi dan Manajemen Kesehatan
Pada pasien ganggren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi
dan tata laksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang
dampak gangren kaki diabetuk sehingga menimbulkan persepsi yang
negatif terhadap dirinya dan kecenderungan untuk tidak mematuhi
prosedur pengobatan dan perawatan yang lama, lebih dari 6 juta dari
penderita DM tidak menyadari akan terjadinya resiko Kaki diabetik
bahkan mereka takut akan terjadinya amputasi.
(2) Pola Nutrisi Metabolik
Akibat produksi insulin yang tidak adekuat atau adanya defisiensi
insulin maka kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga
menimbulkan keluhan sering kencing, banyak makan, banyak minum,
berat badan menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat
mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang
dapat mempengaruhi status kesehatan penderita. Nausea, vomitus,
berat badan menurun, turgor kulit jelek, mual/muntah.
(3) Pola Eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik
yang menyebabkan klien sering kencing (poliuri) dan pengeluaran
glukosa pada urine (glukosuria). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada
gangguan.
(4) Pola aktivitas dan latihan
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan
istirahat dan tidur, takikardi/takipnea pada waktu melakukan aktivitas
dan bahkan sampai terjadi koma. Adanya luka gangren dan kelemahan
otot – otot pada tungkai bawah menyebabkan penderita tidak mampu
melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal, penderita mudah
mengalami kelelahan.
(5) Pola tidur dan istirahat
Istirahat tidak efektif adanya poliuri, nyeri pada kaki yang luka,
sehingga klien mengalami kesulitan tidur.
(6) Pola Kognitif dan Persepsi
Pasien dengan gangren cenderung mengalami neuropati/mati rasa
pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya nyeri. Pengecapan
mengalami penurunan, gangguan penglihatan.
(7) Pola Persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan
penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang sukar
sembuh, lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan
pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan
gangguan peran pada keluarga (self esteem).
(8) Pola Peran-Hubungan
Luka ganggren yang sulit sembuh dan berbau menyebabkan
penderita malu dan menarik diri dari pergaulan.
(9) Pola Seksual-Reproduksi
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ
reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi sek, gangguan
kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi
serta orgasme. Adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme
menurun dan terjadi impoten pada pria. risiko lebih tinggi terkena
kanker prostat berhubungan dengan nefropati.
(10) Pola Toleransi Stress-Koping
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik,
perasaan tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi
psikologis yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung
dan lain – lain, dapat menyebabkan penderita tidak mampu
menggunakan mekanisme koping yang konstruktif/ adaptif.

(11) Pola Nilai keprercayaan


Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh
serta luka pada kaki tidak menghambat penderita dalam melaksanakan
ibadah tetapi mempengaruhi pola ibadah penderita.
6) Pemeriksaan Fisik
(1) Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada
leher, telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan
pendengaran, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi
mudah goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah penglihatan
kabur/ganda, diplopia, lensa mata keruh.
(2) Neuro sensori
Disorientasi, mengantuk, stupor/koma, gangguan memori,
kekacauan mental, reflek tendon menurun, aktifitas kejang.
(3) Kardiovaskuler
Takikardi/nadi menurun atau tidak ada, perubahan TD postural,
hipertensi dysritmia.
(4) Pernafasan
Takipnue pada keadaan istirahat/dengan aktifitas, sesak nafas,
batuk dengan tanpa sputum purulent dan tergantung ada/tidaknya
infeksi, panastesia/paralise otot pernafasan (jika kadar kalium
menurun tajam), RR > 24 x/menit, nafas berbau aseton.
(5) Gastro intestinal
Muntah, penurunan BB, kekakuan/distensi abdomen, aseitas,
wajah meringis pada palpitasi, bising usus lemah/menurun.
(6) Eliminasi
Urine encer, pucat, kuning, poliuria, urine berkabut, bau busuk,
diare (bising usus hiper aktif).
(7) Reproduksi/seksualitas
Rabbas vagina (jika terjadi infeksi), keputihan, impotensi pada
pria, dan sulit orgasme pada wanita.

(8) Muskulo skeletal


Tonus otot menurun, penurunan kekuatan otot, ulkus pada kaki,
reflek tendon menurun kesemuatan/rasa berat pada tungkai.
(9) Integumen
Kulit panas, kering dan kemerahan, bola mata cekung, turgor
jelek, pembesaran tiroid, demam, diaforesis (keringat banyak), kulit
rusak, lesi/ulserasi/ulkus.
7) Aspek psikososial
(1) Stress, anxientas, depresi.
(2) Peka rangsangan.
(3) Tergantung pada orang lain.
8) Pemeriksaan diagnostic
(1) Gula darah meningkat > 200 mg/dl.
(2) Aseton plasma (aseton): positif secara mencolok.
(3) Osmolaritas serum: meningkat tapi < 330 m osm/lt.
(4) Gas darah arteri pH rendah dan penurunan HCO3 (asidosis
metabolik).
(5) Alkalosis respiratorik.
(6) Trombosit darah: mungkin meningkat (dehidrasi), leukositosis,
hemokonsentrasi, menunjukkan respon terhadap stress/infeksi.
(7) Ureum/kreatinin: mungkin meningkat atau normal lochidrasi atau
penurunan fungsi ginjal.
(8) Amilase darah: mungkin meningkat > pankacatitis akut.
(9) Insulin darah: mungkin menurun sampai tidak ada (pada tipe I),
normal sampai meningkat pada tipe II yang mengindikasikan
insufisiensi insulin.
(10) Pemeriksaan fungsi tiroid: peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat
meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
(11) Urine: gula dan aseton positif, BJ dan osmolaritas mungkin
meningkat.
(12) Kultur dan sensitivitas: kemungkinan adanya infeksi pada saluran
kemih, infeksi pada luka.
9) Pengkajian Fungsional
ADL (Activity Daily Living)
Pengkajian fungsional berdasarkan INDEKS KATZ
Pengkajian ini meliputi obsservasi kemampuan klien untuk melakukan
aktivitas kehdupan sehari-hari/Activity Daily Living
(1) INDEKS KATZ
Termasuk/katagori manakah klien?
Skore Kriteria
Kemandirian dalam hal makan, kontinen (BAB atau
A BAK), berpindah, ke kamar kecil, mandi dan
berpakaian
Kemandirian dalam semua hal kecuali satu dari fungsi
B
tersebut
Kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi dan
C
satu fungsi tambahan
Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi,
D
berpakaian dan satu fungsi tambahan
Kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi,
E
berpakaian, ke kamar kecil, dan satu fungsi tambahan
Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi,
F berpakaian, ke kamar kecil, berpindah dan satu fungsi
tambahan
G Ketergantungan pada ke enam fungsi tersebut
Lain- Tergantung pada sedikitnya dua fungsi, tetapi tidak
Lain dapat diklasifikasikan sebagai C, D, E atau F
Keterangan:
Mandiri berarti tanpa pengawasan, pengarahan atau bantuan efektif
dari orang lain, seseorang yang menolak untuk melakukan suatu
fungsi dianggap tidak melakukan fungsi meskipun ia dianggap
mampu.

(2) Modifikasi Dari Barthel Indeks


Termasuk yang manakah klien?
Item yang
NO Skor Nilai
dinilai
1 Makan 0 = Tidak mampu
(Feeding) 1 = Butuh bantuan memotong, mengoles
mentega, dll
2 = Mandiri
2 Mandi 0 = Tergantung dengan orang lain
(Bathing) 1 = Mandiri
3 Perawatan 0 = Membutuhkan bantuan orang lain
diri 1 = Mandiri dalam perawatan muka,
(Grooming) rambut, gigi, dan bercukur
4 Berpakaian 0 = Tergantung dengan orang lain
(Dressing) 1 = Sebagian dibantu (missal mengancing
baju)
2 = Mandiri
5 Buang air 0= Inkontinensia atau pakai kateter dan
kecil tidak terkontrol
(Bladder) 1 = Kadang inkotinensia (maks, 1x 24
jam)
2 = Kontinensia (teratur untuk lebih dari 7
hari)
6 Buang air 0 = Inkontinensia (tidak teratur atau perlu
besar (Bowel) enema)
1 = Kadang inkotinensia (sekali
seminggu)
2 = Kontinensia (teratur)
7 Penggunaan 0 = Tergantung bantuan orang lain
toilet 1= Membutuhkan bantuan, tapi dapat
melakukan beberapa hal sendiri
2 = Mandiri
8 Transfer 0 = Tidak mampu
1 = Butuh bantuan untuk bisa duduk (2
orang)
2 = Bantuan kecil (1 orang)
3 = Mandiri
9 Mobilitas 0 = Imobilitas (tidak mampu)
1 = Menggunakan kursi roda
2 = Berjalan dengan bantan satu orang
3= Mandiri (meskipun menggunakan alat
bantu seperti tongkat)
10 Naik turun 0 = Tidak mampu
tangga 1 = Membutuhkan bantuan (alat bantu)
2 = Mandiri
Interpretasi hasil:
20 : Mandiri
12-19 : Ketergantungan Ringan
9-11 : Ketergantungan Sedang
5-8 : Ketergantungan Berat
0-4 : Ketergantungan Total
10) Pengkajian Kognitif
1) Identifikasi tingkat intelektual dengan Short Protable Mental Status
Questioner (SPMSQ)
Instruksi :
Ajukan pertanyaan 1-10 pada daftar ini dan catat semua jawaban
Catat jumlah kesalahan total berdasarkan total kesalahan berdasarkan
10 pertanyaan

Skore
No Pertanyaan Jawaban
+ -
1 Tanggal berapa hari ini?
2 Hari apa sekarang?
3 Apa nama tempat ini?
4 Berapa nomor telepon Anda?
Dimana alamat Anda?
(tanyakan bila tidak memiliki telepon)
5 Berapa umur Anda?
6 Kapan Anda lahir?
7 Siapa Presiden Indonesia sekarang?
8 Siapa Presiden sebelumnya?
9 Siapa nama Ibu Anda?
10 Berapa 20 dikurangi 3? (Begitu seterusnya
sampai bilangan terkecil)
Keterangan
Kesalahan 0-2 : Fungsi intelektual utuh
Kesalahan 3-4 : Kerusakan intelektual ringan
Kesalahan 5-7 : Kerusakan intelektual sedang
Kesalahan 8-10 : Kerusakan intelektual berat
2) Identifikasi aspek kognitif dari fungsi mental dengan mnggunakan
MMSE (Mini Mental Status Exam)
Nilai Nilai Pertanyaan
maksimum pasien
Orientasi
5 (tahun) (musim) (tanggal) (hari) (bulan
apa sekarang?)
5 Dimana kita: (Negara bagian) (wilayah)
(kota) (rumah sakit) (lanatai)?
Registrasi
3 Sebutkan nama 3 objek : 1 detik untuk
mengtakan masing-masing. Beri 1 poin
untuk setiap jawaban yang benar
Perhatian dan kalkulasi
5 Seri 7’s 1 poin untuk setiap kebenaran.
Berhenti setelah 5 jawaban. Berganti eja
“kata” ke belakang
Nilai Nilai Pertanyaan
maksimum pasien
Mengingat
3 Meminta untuk mengulang ketiga objek
di atas. Berikan 1 poin untuk setiap
kebenaran
Bahasa
9 Nama pensil dan melihat (2 poin)
Mengulang hal berikut : tidak ada jika,
dan atau tetapi (1 poin)
Nilai total
Keterangan
Nilai maksimal 30, nilai 21 atau kurang biasanya indikasi adanya
kerusakan kognitif yang memerlukan penyelidikan lebih lanjut
11) Pengkajian Status Emosional
Identifikasi masalah emosional
Pertanyaan tahap 1
• Apakah klien mengalami kesulitan tidur?
• Apakah klien sering merasa gelisah?
• Apakah klien sering murung dan menangis sendiri?
• Apakah klien sering was-was atau khawatir?
Pertanyaan tahap 2
• Keluhan lebih dari 3 bulan atau lebih dari satu kali dalam satu bulan?
• Ada atau banyak pikiran?
• Ada masalah atau gangguan dengan keluarga lain?
• Menggunakan obat tidur/penenang atas anjuran dokter?
• Cenderung mengurung diri?
Bila lebih dari satu atau sama 1 jawaban “ya” MASALAH EMOSIONAL
POSITIF (+)
12) Pengkajian Psikososial
Jelaskan kemampuan sosialisasi klien pada saat sekarang,sikap klien pada
orang lain, harapan-harapan klien dalam melakukan sosialisasi
13) Pengkajian Spiritual
Kaji agama, kegiatan keagamaan, konsep/keyainan klien tentang
kematian, harapan-harapan klien, dan lain-lain.
14) Pengkajian Depresi (menggunakan Geriatric Depression Scale)
NO ITEM PERTANYAAN YA TIDAK
1 Apakah Bapak/ Ibu sekarang ini merasa puas dengan
kehidupannya?
2 Apakah Bapak/ Ibu telah meninggalkan banyak
kegiatan atau kesenangan akhir-akhir ini?
3 Apakah Bapak/ Ibu sering merasa hampa/ kosong di
dalam hidup ini?
4 Apakah Bapak/ Ibu sering merasa bosan?
5 Apakah Bapak/ Ibu merasa mempunyai harapan yang
baik di masa depan?
6 Apakah Bapak/ Ibu merasa mempunyai pikiran jelek
yang mengganggu terus menerus?
7 Apakah Bapak/ Ibu memiliki semangat yang baik
setiap saat?
8 Apakah Bapak/ Ibu takut bahwa sesuatu yang buruk
akan terjadi pada Anda?
9 Apakah Bapak/ Ibu merasa bahagia sebagian besar
waktu?
10 Apakah Bapak/ Ibu sering merasa tidak mampu
berbuat apa- apa?
11 Apakah Bapak/ Ibu sering merasa resah dan gelisah?
12 Apakah Bapak/ Ibu lebih senang tinggal dirumah
daripada keluar dan mengerjakan sesuatu?
13 Apakah Bapak/ Ibu sering merasa kawatir tentang
masa depan?
14 Apakah Bapak/ Ibu akhir – akhir ini sering pelupa?
15 Apakah Bapak/ Ibu pikir bahwa hidup Bapak/ Ibu
sekarang ini menyenangkan?
16 Apakah Bapak/ Ibu sering merasa sedih dan putus
asa?
17 Apakah Bapak/ Ibu merasa tidak berharga akhir-akhir
ini?
18 Apakah Bapak/ Ibu sering merasa kawatir tentang
masa lalu?
19 Apakah Bapak/ Ibu merasa hidup ini mengembirakan?
20 Apakah sulit bagi Bapak/ Ibu untuk memulai kegiatan
yang baru?
21 Apakah Bapak/ Ibu merasa penuh semangat?
22 Apakah Bapak/ Ibu merasa situasi sekarang ini tidak
ada harapan?
23 Apakah Bapak/ Ibu berpikir bahwa orang lain lebih
baik keadaanya daripada Bapak/ Ibu?
24 Apakah Bapak/ Ibu sering marah karena hal- hal yang
sepele?
25 Apakah Bapak/ Ibu sering merasa ingin menangis?
26 Apakah Bapak/ Ibu sulit berkonsentrasi?
27 Apakah Bapak/ Ibu merasa senang waktu bangun
tidur di pagi hari?
28 Apakah Bapak/ Ibu tidak suka berkumpul di
pertemuan sosial?
29 Apakah mudah bagi Bapak/ Ibu membuat suatu
keputusan?
30 Apakah pikiran Bapak/ Ibu masih tetap mudah dalam
memikirkan sesuatu seperti dulu?
Ket: Setiap jawaban yang “SESUAI” diberi skor 1
Skor 0-10 : Menunjukkan tidak depresi
Skor 11-20 : Menunjukkan depresi ringan
Skor 21-30 : Menunjukkan depresi sedang/ berat
15) Pengkajian Risiko Jatuh
Pengakjian dengan menggunakan skala MORSE
Tgl
No Item Penilaian Jam
Skor IA 1 2 3 4
1 Usia
a. Kurang dari 60 0
b. Lebih dari 60 1
c. Lebih dari 80 2
2 Defisit Sensoris
a. Kacamata bukan bifokal 0
b. Kacamata bifokal 1
c. Gangguan pendengaran 1
d. Kacamata multifokal 2
e. Katarak/ glaukoma 2
f. Hamper tidak melihat/ 3
buta
3 Aktivitas
a. Mandiri 0
b. ADL dibantu sebagian 2
c. ADL dibantu penuh 3
4 Riwayat Jatuh
a. Tidak pernah 0
b. Jatuh< 1 tahun 1
c. Jatuh < 1bulan 2
d. Jatuh pada saat dirawat 3
sekarang
5 Kognisi
a. Orientasi baik 0
b. Kesulitan mengerti 2
perintah 2
c. Gangguan memori 3
d. Kebingungan 3
e. Disorientasi
6 Pengobatan dan
Penggunaan Alat
Kesehatan 1
a. >4 jenis pengobatan 2
b. Antihipertensi/ 2
hipoglikemik/ 2
antidepresan
c. Sedative/
psikotropika/narkotika
d. Infuse/ epidural/ spinal/
dower catheter/ traksi
7 Mobilitas
a. Mandiri 0
b. Menggunakan alat bantu 1
berpindah 2
c. Kordinasi/ 3
keseimbangan 4
memburuk 4
d. Dibantu sebagian
e. Dibantu
penuh/bedrest/nirse
assist
f. Lingkungan dengan
banyak furniture

8 Pola BAB/BAK
a. Teratur 0
b. Inkotinensia urine/feses 1
c. Nokturia 2
d. Urgensi/frekuensi 3
9 Komorbiditas
a. Diabetes/ penyakit 2
jantung/ stroke/ ISK 2
b. Gangguan saraf pusat/ 3
Parkinson
c. Pasca bedah 0-24 jam

Total skor
Keterangan
Risiko Rendah 0-7
Risiko Tinggi 8-13
Risiko Sangat Tinggi ≥ 14
Nama/ paraf
Catatan:
(1) Pengkajian awal risiko jatuh dilakukan pada saat pasien masuk rumah
sakit, dituliskan pada kolom IA (Initial Assessment)
(2) Pengkajian ulang untuk pasien risiko jatuh ditulis pada kolom
keterangan dengan kode:
• Setelah pasien jatuh (Post Falls) dengan kode: PF
• Perubahan kondisi (Change of Condition) dengan kode: CC
• Menerima pasien pindahan dari ruangan lain (On Ward Transfer)
dengan kode: WT
• Setiap minggu (Weekly) dengan kode: WK
• Saat pasien pulang (Discharge) dengan kode: DC
Kode ini dituliskan pada kolom keterangan
Pengkajian dengan instrumen “THE TIMED UP AND GO” (TUG)
NO LANGKAH
1 Posisi pasien duduk di kursi
2 Minta pasien berdiri dari kursi, berjalan 10 langkah (3 meter),
kembali ke kursi, ukur waktu dalam detik
Ket:
Skor
>12 detik : risiko jatuh tinggi
≤ 12 detik : risiko jatuh rendah
16) APGAR keluarga
NO ITEMS PENILAIAN SELALU KADANG - TIDAK
(2) KADANG PERNAH
(1) (0)
1 A: Adaptasi
Saya puas bisa kembali pada
keluarga (teman- teman) saya
untuk membantu apabila saya
mengalami kesulitan (adaptasi)
2 P: Partnership
Saya puas dengan cara keluarga
(teman-teman) saya
membicarakan sesuatu dan
mengungapkan masalah dengan
saya (hubungan)
3 G: Growth
Saya puas bahwa
keluarga(teman-teman) saya
menerima dan mendukung
keinginan saya untuk melakukan
aktivitas (pertumbuhan)
4 A: Afek
Saya puas dengan cara keluarga
(teman-teman) saya
mengekspresikan afek dan
berespons terhadap emosi saya,
seperti marah, sedih atau
mencintai
5 R: Resolve
Saya puas dengan cara teman
atau keluarga saya dan saya
menyediakan waktu bersama-
sama mengekspresikan afek dan
berespon
JUMLAH
Penilaian:
Total nilai <3 : disfungsi keluarga yang sangat tinggi
Total nilai 4-6 : disfungsi keluarga sedang
Total nilai 7-10: tidak ada disfungsi keluarga
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons
klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang
berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan untuk
mengidentifikasi respons klien individu, keluarga, dan komunitas terhadap situasi
yang berkaitan dengan kesehatan (PPNI, 2017).
Adapun diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada penderita diabetes
mellitus menurut SDKI PPNI (2017) yaitu:
1) Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah
Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah
Definisi:
Variasi kadar glukosa darah naik/turun dari rentang normal
Penyebab:
Hiperglikemia
(1) Disfungsi pancreas
(2) Resistensi insulin
(3) Gangguan toleransi glukosa darah
(4) Gangguan glukosa darah puasa
Hipoglikemia
(1) Penggunaan insulin atau obat glikemik oral
(2) Hyperinsulinemia (mis. Insullnoma)
(3) Endokrinopati (mis. Kerusakan adrenal atau pituari)
(4) Disfungsi hati
(5) Disfungsi ginjal kronis
(6) Efek agen farmakologis
(7) Tindakan pembedahan neoplasma
(8) Gangguan metabolic bawaan (mis. Gangguan penyimpanan
lisosomal, galaktosemia, gangguan penyimpanan glikogen)
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif Objektif
Hipoglikemia Hipoglikemia
(1) Mengantuk (1) Gangguan koordinasi
(2) Pusing (2) Kadar glukosa dalam
Hiperglikemia darah/urin rendah
(1) Lelah atau lesu Hiperglikemia
(1) Kadar glukosa dalam darah/
urin tinggi
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif Objektif
Hipoglikemia Hipoglikemia
(1) Palpitasi (1) Gemetar
(2) Mengeluh lapar (2) Kesadaran menurun
Hiperglikemia (3) Perilaku aneh
(1) Mulut kering (4) Sulit bicara
(2) Haus meningkat (5) Berkeringat
Hiperglikemia
(1) Jumlah urin meningkat
Kondisi Klinis Terkait:
(1) Diabetes melitus
(2) Ketoasidosis diabetic
(3) Hipoglikemia
(4) Hiperglikemia
(5) Diabetes gestasional
(6) Penggunaan kortikosteroid
(7) Nutrisi parenteral total (TPN)
2) Hipovolemia
Hipovolemia
Definisi:
Penurunan volume cairan intravascular, interstisial, dan/atau intraseluler
Penyebab:
(1) Kehilangan cairan aktif
(2) Kegagalan mekanisme regulasi
(3) Peningkatan permeabilitas kapiler
(4) Kekurangan intake cairan
(5) Evaporasi
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif: Objektif:
(tidak tersedia) (1) Frekuensi nadi meningkat
(2) Nadi teraba lemah
(3) Tekanan darah menurun
(4) Tekanan nadi menyempit
(5) Turgor kulit menurun
(6) Membrane mukosa kering
(7) Volume urin menurun
(8) Hematokrit meningkat
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif: Objektif:
(1) Merasa lemah (1) Pengisian vena menurun
(2) Mengeluh haus (2) Status mental berubah
(3) Suhu tubuh meningkat
(4) Konsentrasi urin meningkat
(5) Berat badan turun tiba-tiba
Kondisi klinis terkait:
(1) Penyakit Addison
(2) Trauma/ perdarahan
(3) Luka bakar
(4) AIDS
(5) Penyakit Crohn
(6) Muntah
(7) Diare
(8) Kolitis ulseratif
(9) Hipoalbuminemia
3) Defisit Nutrisi
Defisit Nutrisi
Definisi:
Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
Penyebab:
(1) Ketidakmampuan menelan makanan
(2) Ketidakmampuan mencerna makanan
(3) Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient
(4) Peningkatan kebutuhan metabolism
(5) Faktor ekonomi (mis. Finansial tidak mencukupi)
(6) Faktor psikologis (mis. Stress, keengganan untuk makan)
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif: Objektif:
(tidak tersedia) (1) Berat badan menurun minimal
10% di bawah rentang ideal
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif: Objektif:
(1) Cepat kenyang setelah makan (1) Bising usus hiperaktif
(2) Kram/ nyeri abdomen (2) Otot mengunyah lemah
(3) Nafsu makan menurun (3) Otot menelan lemah
(4) Membrane mukosa pucat
(5) Sariawan
(6) Serum albumin tutun
(7) Rambut rontok berlebihan
(8) Diare

Kondisi klinis terkait:


(1) Stroke
(2) Parkinson
(3) Mobius syndrome
(4) Cerebal palsy
(5) Cleft lip
(6) Cleft palate
(7) Amvotropic lateral sclerosis
4) Perfusi Perifer Tidak Efektif
Perfusi Perifer Tidak Efektif
Definisi:
Penurunan sirkulasi darah pada level kapiler yang dapat mengganggu
metabolism tubuh
Penyebab:
(1) Hiperglikemia
(2) Penurunan konsentrasi hemoglobin
(3) Peningkatan tekanan darah
(4) Kekurangan volume cairan
(5) Penurunan aliran arteri dan/atau vena
(6) Kurang terpapar informasi tentang faktor pemberat (mis. Merokok,
gaya hidup menoton, trauma, obesitas, asupan garam, imobilitas)
(7) Kurang terpapar informasi tentang proses penyakit (mis. Diabetes
melitus, hiperlipidemia)
(8) Kurang aktivitas fisik
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif Objektif
(tidak tersedia) (1) Pengisisan kapiler >3 detik
(2) Nadi perifer menurun atau
tidak tersedia
(3) Akral teraba dingin
(4) Warna kulit pucat
(5) Turgor kulit menurun
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif Objektif
(1) Parastesia (1) Edema
(2) Nyeri ekstremitas (klaudikasi (2) Penyembuhan luka lambat
intermiten) (3) Indeks ankle-brachial <0,90
(4) Bruit femoral
Kondisi Klinis Terkait:
(1) Tromboflebitis
(2) Diabetes melitus
(3) Anemia
(4) Gagal jantung kongestif
(5) Kelainan jantung kongenital
(6) Thrombosis arteri
(7) Varises
(8) Thrombosis vena dalam
(9) Sindrom kompartemen
5) Nyeri Akut
Nyeri Akut
Definisi:
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan
jaringan actual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan
berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan
Penyebab:
(1) Agen pencedera fisiologis (mis. Inflamasi, iskemia, neoplasma)
(2) Agen pencedera kimiawi (mis. Terbakar, bahan kimia iritan)
(3) Agen pencedera fisik (mis. Abses, amputasi, terbakar, terpotong,
mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan)
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif: Objektif:
(1) Mengeluh nyeri (1) Tampak meringis
(2) Bersikap protektif (mis.
Waspada, posisi menghindar
nyeri)
(3) Gelisah
(4) Frekuensi nadi meningkat
(5) Sulit tidur
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif: Objektif:
(Tidak tersedia) (1) Tekanan darah meningkat
(2) Pola napas berubah
(3) Nafsu makan berubah
(4) Proses berpikir terganggu
(5) Menarik diri
(6) Berfokus pada diri sendiri
(7) Diaphoresis
Kondisi Klinis Terkait:
(1) Kondisi pembedahan
(2) Cedera traumatis
(3) Infeksi
(4) Sindrom coroner akut
(5) Glaucoma
6) Gangguan Integritas Kulit
Gangguan Integritas Kulit
Definisi:
Kerusakan kulit (dermis, dan/atau epidermis) atau jaringan (membrane
mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, tulang, kartilago, kapsul sendi
dan/atau ligament)
Penyebab:
(1) Perubahan sirkulasi
(2) Perubahan status nutrisi (kelebihan atau kekurangan)
(3) Kekurangan/ kelebihan volume cairan
(4) Penurunan mobilotas
(5) Bahan kimia iritatif
(6) Suhu lingkungan yang ekstrem
(7) Faktor mekanis (mis. Penekanan pada tonjolan tulang, gesekan)
atau faktor elektris (elektrodiatermi, energi listrik bertegangan
tinggi)
(8) Efek samping terapi radiasi
(9) Kelembapan
(10) Proses penuaan
(11) Neuropati perifer
(12) Perubahan pigmentasi
(13) Perubahan hormonal
(14) Kurang terpapar informasi tentang upaya mempertahankan/
melindungi integritas jaringan
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif: Objektif:
(tidak tersedia) (1) Kerusakan jaringan dan/atau
lapisan kulit
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif: Objektif:
(tidak tersedia) (1) Nyeri
(2) Perdarahan
(3) Kemerahan
(4) Hematoma
Kondisi klinis terkait:
(1) Imobilisasi
(2) Gagal jantung kongestif
(3) Gagal ginjal
(4) Diabetes melitus
(5) Imunodefisiensi (mis. AIDS)
7) Resiko Infeksi
Resiko Infeksi
Definisi:
Berisiko mengalami peningkatan terserang organisme patogenik
Penyebab:
(1) Penyakit kronis (mis. Diabetes melitus)
(2) Efek prosedur invasive
(3) Malnutrisi
(4) Peningkatan paparan organisme pathogen lingkungan
(5) Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer
• Gangguan peristaltic
• Kerusakan integritas kulit
• Perubahan sekresi pH
• Penurunan kerja siliaris
• Ketuban pecah lama
• Ketuban pecah sebelum waktunya
• Merokok
• Statis cairan tubuh
(6) Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder
• Penurunan hemoglobin
• Imununosupresi
• Leukopenia
• Supresi respon inflamasi
• Vaksinasi tidak adekuat
Kondisi klinis terkait:
(1) AIDS
(2) Luka bakar
(3) Penyakit paru obstruksi kronis
(4) Diabetes melitus
(5) Tindakan invasive
(6) Kondisi penggunaan terapi steroid
(7) Penyalahgunaan obat
(8) Ketuban pecah sebelum waktunya (KPSW)
(9) Kanker
(10) Gagal ginjal
(11) Imunosupresi
(12) Lymphedema
(13) Leukositopenia
(14) Gangguan fungsi hati

8) Resiko Cedera
Resiko Cedera
Definisi:
Berisiko mengalami bahaya atau kerusakan fisik yang menyebabkan
seseorang tidak lagi sepenuhnya sehat atau dalam kondisi baik.
Faktor Resiko:
Eksternal
(1) Terpapar pathogen
(2) Terpapar zat kimia toksik
(3) Terpapar agen nosocomial
(4) Ketidaksamaan transportasi
Internal
(1) Ketidaknormalan profil darah
(2) Perubahan orientasi afektif
(3) Perubahan sensasi
(4) Disfungsi autoimun
(5) Disfungsi biokimia
(6) Hipoksia jaringan
(7) Kegagalan mekanisme pertahanan tubuh
(8) Malnutrisi
(9) Perubahan fungsi psikomotor
(10) Perubahan fungsi kognitif
Kondisi Klinis Terkait:
(1) Kejang
(2) Sinkop
(3) Vertigo
(4) Gangguan penglihatan
(5) Gangguan pendengaran
(6) Penyakit Parkinson
(7) Hipotensi
(8) Kelainan nervus vestibularis
(9) Retardasi mental
3. Rencana Keperawatan
Rencana keperawatan merupakan segala bentuk terapi yang dikerjakan oleh
perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai
peningkatan, pencegahan dan pemulihan kesehatan klien individu, keluarga dan
komunitas (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018).
1) Ketidakstabilan kadar gukosa darah
Ketidakstabilan Kadar Glukosa Darah
Tujuan:
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama … x 24 jam diharapkan
kadar glukosa dalam rentang normal.
Kriteria hasil:
1) Kesadaran meningkat
2) Mengantuk menurun
3) Pusing menurun
4) Lelah/lesu menurun
5) Keluhan lapar menurun
6) Rasa haus menurun
7) Berkeringat menurun
8) Mulut kering menurun
9) Kadar glukosa dalam darah membaik
10) Palpitasi membaik
11) Jumlah urine membaik
Intervensi Rasional
Manajemen Hiperglikemia Manajemen Hiperglikemia
Observasi: Observasi:
1) Identifikasi kemungkinan 1) Mengetahui penyebab
penyebab hiperglikemia hiperglikemia dapat membantu
2) Identifikasi situasi yang petugas memberikan
menyebabkan kebutuhan insulin perawatan yang tepat untuk
meningkat (mis. Penyakit penderita hiperglikemia
kambuhan) 2) Situasi yang menjadi pendukup
3) Monitor kadar glukosa darah, penyebab terjadinya
jika perlu hiperglikemia perlu dikaji
4) Monitor tanda dan gejala dikarena hal tersebut dapat
hiperglikemia (mis. Polyuria, mempengaruhi meningkatnya
polidipsis, polifagia, kelemahan, kadar glukosa darah
malaise, pandangan kabur, sakit 3) Agar kadar glukosa darah tetap
kepala) terpantau dalam batas yang
5) Monitor intake dan output cairan sesuai
4) Hiperglikemia terjadi Ketika
Terapeutik: jumlah insulin ke glukosa tidak
1) Berikan asupan oral mencukupi. Kelebihan glukosa
2) Konsultasikan dengan medis jika dalam darah mencipakan efek
tanda dan gejala hiperglikemia osmotic yang meningkatkan
tetap ada atau memburuk peningkatan rasa haus
(polidipsi), rasa lapar
Edukasi: (polifagia), dan peningkatan
1) Anjurkan menghindari olahraga buang air kecil (polyuria).
saat kadar glukosa darah lebih Pasien juga dapat melaporkan
dari 250 mg/dL kejadian yang melaporkan
2) Anjurkan monitor kadar glukosa bahwa penglihatan yang tidak
darah secara mandiri spesifik.
3) Anjurkan kepatuhan terhadap diet 5) Penderita hiperglikemia lebih
dan olahraga cenderuang suka haus dan
4) Anjarkan indikasi dan pentingnya kencing, maka dari itu untuk
pengujian keton urine, jika perlu mengetahui apakah kecukupan
5) Ajarkan pengelolaan diabetes pasien terpenuhi perlu
(mis. Penggunaan insulin, obat pemantauan antara cairan yang
oral, monitor asupan cairan, dikonsumsi pasien dan yang
penggantian karbohodrat, dan keluar melalui urin.
bantuan professional Kesehatan)
Terapeutik:
Kolaborasi: 1) Asupan oral dapat membantu
1) Kolaborasi pemberian insulin, memnuhi kebutuhan cairan
jika perlu pasien dikarenakan penderita
2) Kolaborasi pemberian cairan IV, hiperglikemia sering merasa
jika perlu haus dan sering kencing dan
3) Kolaborasi pemberian kalium, mencegah terjadinya
jika perlu hipovolemia.
2) Agar diberikan tindakan terapi
Manajemen hipoglikemia yang lebih intensif dalam
Observasi: penanganan hiperglikemia
1) Identifikasi tanda dan gejala
hipoglikemia Edukasi:
2) Identifikasi kemungkinan 1) Gula darah yang tinggi tidak
penyebab hipoglikemia bisa di serap oleh tubuh
sehingga akan membuat orang
Terapeutik: tersebut jika langsung
1) Berikan karbohidrat sederhana, beolahraga akan menjadi lemas.
jika perlu 2) Agar penderita hiperglikemia
2) Berikan glucagon, jika perlu dapat memantau kadar glukosa
3) Berikan karbohidrat kompleks darahnya sewaktu-waktu dan
dan protein sesuai diet mengantisipasi jika terjadi
4) Pertahankan kepatenan jalan peningkatan.
napas 3) Penderita hiperglikemia perlu
5) Pertahankan akses IV, jika perlu diberikan diet dan anjuran
6) Hubungi layanan medis darurat, olahraga yang sesuai agar
jika perlu penderita meskipun mengalami
hiperglikemia masih dapat
Edukasi: melakukan olahraga dan
1) Anjurkan membawa karbohodrat memakan makanan yang sesuai.
sederhana setiap hari 4) Keton adalah asam kuat
2) Anjurkan memakai identitas termasuk asam
darurat yang tepat betahidroksibutirat, asam
3) Anjurka monitor kadar glukosa asetoasetat, dan aseton, jika
darah menumpuk di tubuh maka akan
menyebabkan ketoasidosis
4) Anjurkan berduskusi dengan tim diabetikum dan dapat
perawatan diabetes tentang menyebabkan koma, sehingga
penyesuain program pengobatan perlu pemantauan.
5) Jelaskan interaksi antara diet, 5) Untuk menjaga keselamtan
insulin/agen oral, dan olahraga diabetisi, membantu upaya
6) Ajarkan penglolaan hipoglikemia perubahan gaya hidup,
(mis. Tanda dan gejala, faktor membantu pengambila
resiko, dan pengobatan) keputusan serta penyesuain
7) Ajarkan perawatan mandiri untuk dosis insulin.
mencegah hipoglikemia (mis.
Mengurangi insulin/ agen oral Kolaborasi:
dan/atau meningkatkan asupan 1) Insulin merupakan hormone
makanan untuk berolahraga) yang bertugas membantu
mengelola gula yang telah
Kolaborasi: diserap tubuh agar menjadi
1) Kolaborasi pemberian dekstrose, energi. Insulin juga berperan
jika perlu dalam menyimpan cadangan
2) Kolaborasi pemberian glucagon, energi yang nantinya digunakan
jika perlu oleh tubuh. Dengan diberikan
insulin maka pada penderita
hiperglikemia di dalam
tubuhnya dapat membantu
pengontrolan kadar gula darah
dan mencegah hati
memproduksi gula secara
berlebihan.
2) Pemberian cairan IV jika pasien
mengalami hipovolemia
dikarenakan sering merasa haus
dan kencing
3) Pemberian kalium berguna
untuk meningkatkan kepekaan
insulin, sehingga proses
pengurasn gula dalam darah
berlangsung efektif, kalium
juga menurunkan resiko
hipertensi serta jantung pada
penderita diabetes.

Manajemen hipoglikemia
Observasi:
1) Pemantauan tanda dan gejala
hipoglikemia akan membantu
petugas untuk memberikan
perawatan yang tepat saat
terjadinya hal tersebut.
2) Pentingnya mengetahui
penyebab terjadinya
hipoglikemia dapat membantu
petugas memberikan terapi
pengobatan yang sesuai
Terapeutik:
1) Karbohidrat sederhana adalah
karbohidrat yang terdiri dari
satu atau dua molekul gula dan
karbohodrat sederhana lebih
cepat dicerna dan menghasilkan
energi seperti buah-buahan,
sayuran, kue kering, pudding,
jus, roti, soda, permen.
2) Glucagon adalah hormone yang
diproduksi pancreas dan
dibutuhkan tubuh untuk
mengubah glukosa menjadi
energi. Glucagon bekerjasama
dengan insulin dalam menjaga
keseimbangan kadar glukosa
darah dan mencegah gula darah
turun terlalu rendah.
3) Karbohidrat kompleks
cenderung lebih lama dicerna
sehingga pemberiannya harus
sesuai dengan kondisi
penderita.
4) Jika pasien mengalami
ketoasidosis maka diperlukan
mempertahankan jalan napas
pasien
5) Supaya pasien tetap
mendapatkan asupan nutrisi dan
cairan melalui IV
6) Agar lebih cepat mendapatkan
penanganan
Edukasi:
1) Agar terpenuhinya kebutuhan
energi setiap saat dan tidak
lemas
2) Identitas darurat digunakan
untuk memperingati jika adanya
komplikasi yang serius
3) Agar kadar glukosa darah tetap
terpantau dalam batas yang
sesuai
4) Agar mendapat pengobatan
yang tepat sesuai keluhan
5) Agar pasien dan keluarga
mengetahui adanya hubungan
antara diet, insulin, dan
olahraga yang di jalankan
penderita
6) Agar penderita dan keluarga
mengetahui dengan segera dan
melakukan penanganan segera
sebelum kondisi pasien
memburuk
7) Agar penderita dapat
mengontrol sendiri cara
merawat dirinya sendiri

Kolaborasi:
1) Dektrosa merupakan obat yang
membantu kebutuhan gula di
dalam tubuh
2) Glucagon adalah hormone yang
diproduksi pancreas dan
dibutuhkan tubuh untuk
mengubah glukosa menjadi
energi. Glucagon bekerjasama
dengan insulin dalam menjaga
keseimbangan kadar glukosa
darah dan mencegah gula darah
turun terlalu rendah.

2) Hipovolemia
Hipovolemia
Tujuan:
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama …. X 24 jam diharapkan
status cairan membaik.
Kriteria Hasil:
1) Turgor kulit meningkat
2) Output urine meningkat
3) Kekuatan nadi membaik
4) Frekuensi nadi meningkat
5) Tekanan darah membaik
6) Tekanan nadi membaik
7) Membrane mukosa membaik
8) Kadar hematocrit membaik
9) Status mental membaik
10) Suhu tubuh membaik
11) Keluahan haus menurun
12) Mata cekung membaik
13) Berat badan membaik
Intervensi Rasional
Manajemen Hipovolemia Manajemen Hipovolemia
Observasi: Observasi:
1) Observasi tanda-tanda vital dan 1) Mengetahui keadaan umum
gelaja hypovolemia pasien dan memantau adanya
2) Monitor intake dan output perubahan tanda-tanda vital serta
cairan gejala-gejala yang memberparah
hypovolemia.
Terapeutik: 2) Menentukan status
1) Hitung kebutuhan cairan keseimbangan cairan tubuh
2) Berikan posisi modified pasien dan menentukan tingkat
trendelenburg dehidrasi ataupun tingkat
3) Berikan asupan cairan oral kelebihan cairan pasien.

Edukasi: Terapeutik:
1) Anjurkan memperbanyak asupan 1) Agar kebutuhan cairan pasien
cairan oral terpenuhi sesuai dengan
2) Anjurkan menghindari kondisinya.
perubahan posisi mendadak 2) Posisi modified Trendelenburg
mampu digunakan untuk
Kolaborasi: menstabilkan pasien syok
1) Kolaborasi pemberian cairan IV hemodinamik karena mampi
isotonis (mis. NaCl, RL) meningkatkan aliran balik vena
2) Kolaborasi pemberian cairan IV dan meningkatkan curah
hipotonis (mis. Glukosa 2,5%, jantung.
NaCl 0,4%) 3) Asupan oral diberikan untuk
3) Kolaborasi pemberian cairan mempercepat pemenuhan
koloid (mis. Albumin, kebutuhan cairan selain cairan
plasmanate) IV.
4) Kolaborasi pemberian produk
darah Edukasi:
1) Membantu keluarga pasien
Manajemen syok hipovolemik memberikan asupan oral kepada
Observasi: pasien agar mempercepat
1) Monitor status kardiopulmonal pemenuhan cairan yang kurang.
(frekuensi dan kekuatan nadi, 2) Perubahan posisi yang
frekuensi napas, dan TD) mendadak menyebabkan
2) Monitor status oksigenasi menjadi pusing dan berkunang-
(oksimetri nadi, AGD) kunang.
3) Monitor status cairan (masukan
dan keluaran, turgor kulit, CRT) Kolaborasi:
4) Periksa tingkat kesadaran dan 1) Cairan IV isotonis membantu
respon pupil menenuhi sejumlah cairan yang
5) Periksa seluruh permukaan telah hilang yang sesuai dengan
tubuh. komponen osmolalitas darah dan
membantu meningkatkan
Terapeutik: volume ekstraseluler.
1) Pertahankan jalan napas paten 2) Cairan hipotonis bersungsi untuk
2) Berikan oksigen untuk menggantikan cairan seluler, dan
mempertahankan saturasi menyediakan air bebas untuk
oksigen >94% eksresi sampah tubuh, sehingga
3) Persiapkan intubasi dan ventilasi mendorong air masuk ke dalam
mekanis, jika perlu sel untuk memperbaiki
4) Berikan posisi syok (modified keseimbangan di intrasel dan
trendelenberg) ekstrasel.
5) Pasang jalur IV berukuran besar 3) Pemberian cairan koloid
(mis, no 14/16) membantu mempercepat
6) Pasang kateter urin untuk pemenuhan cairan yang mana
menilai produksi urin cairan berpindah dari sel ke
7) Pasang selang nasogastrik untuk intravaskuler sehingga
dekompresi lambung menyebabkan sel-sel mengkerut.
8) Ambil sampel darah untuk 4) Pemberian darah membantu
pemeriksaan darah lengkap dan dalam meningkatkan volume
elektrolit darah sehingga proses
homeostatis tubuh tetap terjaga.
Kolaborasi:
1) Kolaborasi pemberian infus Manajemen syok hipovolemik
cairan kristaloid 20 mL/kgBB Observasi:
pada anak 1) Memastikan tidak adanya
perubahan keadaan umum
melewati batas normal dan
menunjukkan syok yang parah.
2) Untuk mengetahui
perkembangan status kesehatan
pasien dan mencegah komplikasi
lanjutan.
3) Mencegah terjadinya
kekurangan cairan dan
kebutuhan cairan tetap terjaga
4) Untuk menjaga kesadaran pasien
tidak menurun dan pasien masih
meberikan respon terhadap
lingkungan sekitar.

Terapeutik:
1) Pasien dapat memenuhi
kebutuhan oksigen dengan
maksimal
2) Untuk mencegah dan
memperbaiki hipoksia jaringan.
3) Pemasangan ventilasi mekanik
bertujuan untuk mendapatkan
PaO2 lebih daro 90 mmHg atau
SaO2 lebih dari 90% sehingga
pemenuhan oksigenasi terpenuhi
dengan baik.
4) Posisi modified Trendelenburg
mampu digunakan untuk
menstabilkan pasien syok
hemodinamik karena mampi
meningkatkan aliran balik vena
dan meningkatkan curah
jantung.
5) Pemberian cairan dengan jalur
IV besar dapat membantu
kekurangan cairan yang besar
terpenuhi dengan cepat.
6) Pemasangan kateter diperlukan
karena untuk memantau cairan
yang keluar sehingga antara
cairan yang masuk dan keluar
tetep balance.
7) Pemasangan NGT membantu
untuk dekompresi lampung
bertujuan untuk mengeluarkan
darah yang ada pada lambung
(bilas lambung)
8) Untuk mengukur keasaman
(pH), jumlah oksigen, dan
karbondioksida dalam darah.
Pemeriksaan ini digunakan
untuk menilai fungsi kerja paru-
paru dalam menghantarkan
oksigen ke dalam sirkulasi darah
dan mengambil karbondioksida
dalam darah.

Kolaborasi:
1) Mempertahankan atau
mengganti cairan tubuh yang
mengandung air, elektrolit,
protein, karbohidrat, dan lemak,
memperbaiki keseimbangan
asam basa, dan memperbaiki
volume komponen darah.
3) Defisit nutrisi
Defisit Nutrisi
Tujuan:
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama …. X 24 jam diharapkan
status nutrisi membaik
Kriteria hasil:
1) Frekuensi makan membaik
2) Nafsu makan meningkat
3) Perasaan cepat kenyang menurun
4) Berat badan dalam kondisi ideal
5) Porsi makan dihabiskan sesuai diet
Intervensi Rasional
Manajemen Nutrisi Manajemen Nutrisi
Observasi Observasi
1) Identifikasi status nutrisi 1) Pengkajian penting dilakukan
2) Identifikasi alergi dan untuk mengetahui status nutrisi
intoleransi makanan pasien sehingga dapat
3) Identifikasi makanan yang menentukan intervensi yang
disukasi diberikan.
4) Identifiksi kebutuhan kalori dan 2) Untuk mencegah terjadinya
jenis nutrient komplikasi yang serius saat
5) Identifikasi perlunya makanan yang tidak sesuai
penggunaan selang nasogastric dikonsumsi oleh pasien dan
6) Monitor asupan makanan mengakibatkan memperburuk
7) Monitor berat badan kondisi pasien.
8) Monitor hasil pemeriksaan 3) Makanan yang disukai
laboratorium cenderung memberikan nafsu
makan yang baik untuk pasien
Terapeutik sehingga pasien dapat makan
1) Lakukan oral hygiene sebelum lebih lahap.
makan, jika perlu 4) Untuk memberikan diet yang
2) Fasilitasi menentukan pedoman tepat kepada pasien sesuai
diet (mis. Piramida makanan) dengan kondisi tubuhnya
3) Sajikan makanan secara sehingga kebutuhan nutisinya
menarik dan suhu yang sesuai terpenuhi.
4) Berikan makanan tinggi kalori 5) Penggunaan selang nasogastric
dan tinggi protein membantu jika pasien suit
5) Berikan suplemen makanan, menelan makanan secara
jika perlu spontan sehingga pemenuhan
6) Hentikan pemberian makan nutrisi tetap terpenuhi walaupun
melalui selang nasogastric jika melalui selang.
asupan orang dapat ditoleransi 6) Untuk memantau frekuensi
makan pasien apakah sudah
Edukasi mengalami peningkatan atau
1) Anjurkan posisi duduk, jika sebaliknya.
mampu 7) Dengan menimbang berat badan
2) Anjurkan diet yang dapat memantau peningkatan
diprogramkan dan pemenuhan nutrisi pasien.
8) Hasil laboratorium yang
Kolaborasi mendukung pemenuhan nutrisi
1) Kolaborasi pemberian medikasi dapat membantu kita apakah
sebelum makan (mis. Pereda pasien sudah mendapat asupan
nyeri, antiemetic), jika perlu nutrisi yang pas atau mengalami
2) Kolaborasi dengan ahli gizi kekurangan sehingga dapat
untuk menentukan jumlah kalori membantu memberikan
dan jenis nutrient yang perawatan yang tepat.
dibutuhkan, jika perlu
Terapeutik
Promosi berat badan 1) Mulut yang bersih dapat
Observasi meningkatkan nafsu makan.
1) Identifikasi kemungkinan 2) Dapat membantu pasien
penyebab BB kurang memenuhi kebutuhan nutrisi dan
2) Monitor asanya mual dan meningkatkan nafsu makan
muntah dengan makanan pilihannya
3) Monitor jumlah kalori yang sendiri.
dikonsumsi sehari-hari 3) Makanan selagi hangat dan suhu
4) Monitor berat badan pas dapat mencegah terjadi mual
5) Monitor albumin, limfosit, dan dan lebih enak dikonsumsi.
elektrolit 4) Makanan berprotein tinggi
membantu memperbaiki
Terapeutik jaringan yang rusak dan tinggi
1) Berikan perawatan mulut kalori mebantu memenuhi
sebelum pemberian makan, jika kebutuhan energi untuk
perlu melakukan aktivitas.
2) Sediakan makan yang tepat 5) Suplemen makanan dapat
sesuai kondisi pasien (mis. membantu meningkatkan nafsu
Makanan dengan tekstur halus, makan pasien dengan kandungan
makanan yang di blander, yang berada didalamnya.
makanan cair yang diberikan 6) Mencegah pasien
melalui NGT atau gastrostomy, ketergantungan menggunakan
total parenteral nutrition sesuai selang saat mengkonsumsi
indikasi) makanan.
3) Hidangkan makanan secara
menarik Edukasi
4) Berikan suplemen, jika perlu 1) Posisi duduk dapat membantu
5) Berikan pujian pada pasien atau mencegah naiknya asam
keluarga untuk peningkatan lambung dan perut kembung
yang dicapai sehingga saat duduk makanan
cepat dicerna oleh tubuh.
2) Sesuai dengan kondisi pasien
sehingga tidak melebihi asupan
nutrisi kebutuhan tubuh pasien.
Edukasi Kolaborasi
1) Jelaskan jenis makanan yang 1) Pemberian obat antiemetic dapat
bergizi tinggi, namun tetap membantu mencegah rasa mual
terjangkau saat akan makan sehingga
2) Jelaskan peningkatan asupan asupan makan dapat masuk
kalori yang dibutuhkan kedalam tubuh dengan baik.
2) Untuk menentukan kebutuhan
nutrisi yang tepat sesuai
kebutuhan tubuh pasien.

Promosi berat badan


Observasi
1) Untuk mengetahui penyebab
terjadinya penurunan BB
sehingga dapat menentukan
perawatan yang tepat.
2) Kondisi mual dan muntah dapat
mempengaruhi asupan nutrisi
masuk kedalam tubuh sehingga
nafsu makan pasien menjadi
menurun.
3) Untuk menentukan diet yang
tepat diberikan kepada pasien
sehingga pasien tidak
mengalami kelebihan atau
kekurangan kalori dalam
tubuhnya.
4) Dengan menimbang berat badan
dapat memantau peningkatan
dan pemenuhan nutrisi pasien.
5) Serum albumin, limfosit dan
elektrolit serum yang normal
menandakan bahwa intake
nutrisi sudah sesuai dengan
kebutuhan tubuh pasien.

Terapeutik
1) Mulut yang bersih dapat
meningkatkan nafsu makan.
2) Agar mempermudah pasien
makan dan asupan makanan
terpenuhi.
3) Makanan yang menarik dapat
membantu meningkatkan nafsu
makan pasien.
4) Suplemen dapat membantu
meningkatkan nafsu makan
pasien karena kandungan yang
terkandung di dalamnya.
5) Dengan memberikan pujian
pasien dan keluarganya merasa
dihargai atas usahanya dalam
membantu perawatan pasien.

Edukasi
1) Dengan memberikan edukasi
mengenai jenis makanan dapat
membantu keluarga
menyiapakan makanan yang
sesaui dengan kondisi pasien
saat dirumah.
2) Asupan kalori yang dibutuhkan
disesuaikan dengan kondisi
pasien maka dari itu penjelasan
sangat diperlukan sehingga tidak
terjadinya salah persepsi.
4) Perfusi perifer tidak efektif
Perfusi Perifer Tidak Efektif
Tujuan:
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama … x 24 jam diharapkan
perfusi perifer membaik
Kriteria hasil:
1) Denyut nadi perifer meningkat
2) Sensasi meningkat
3) Warna kulit pucat menurun
4) Edema perifer menurun
5) Nyeri ekstremitas menurun
6) Akral membaik
7) Turgor kulit membaik
8) Tekanan darah sistolik membaik
9) Tekanan darah diastolik membaik
Intervensi Rasional
Perawatan Sirkulasi Perawatan Sirkulasi
Observasi: Observasi:
1) Periksa sirkulasi perifer (mis. 1) Untuk mengetahui kondisi
Nadi perifer, edema, pengisian sirkulasi perifer dan dapat
kapiler, warna, suhu, ankle mengantisifasi konplikasi yang
brachial index). serius.
2) Identifikasi faktor resiko 2) Untuk mengetahui factor yang
gangguan sirkulasi (mis. mempengaruhi perfusi perifer
Diabetes, perokok, orang tua menurun.
hipertensi dan kadar kolestrol 3) Untuk mengetahui adanya tanda-
tinggi). tanda keparahan dari penurunan
3) Monitor panas, kemerahan, perfusi pertifer.
nyeri atau bengkak pada
ekstermitas. Terapeutik:
1) Untuk menghindari terjadinya
Teraupetik: pembekuan darah.
1) Hindari pemasangan infus atau 2) Untuk menghindari terjadinya
pengambilan darah di daerah pembekuan darah.
keterbatasan perfusi. 3) Untuk mencegah terjadinya
2) Hindari pengukuran tekanan cedera perifer lebih parah lagi.
darah pada ekstermitas dengan 4) Untuk mencegah kuman dan
keterbatasan perfusi bakteri masuk ke dalam sirkulasi
perifer yang sedang mengalami
penurunan.
3) Hindari penekanan dan 5) Untuk menjaga kebersihan kaki
pemasangan tourniquet pada dan kuku serta menjegah
area yang cidera. terjadinya infeksi dan luka
4) Lakukan pencegahan infeksi.
5) Lakukan perawatan kaki dan Edukasi:
kuku. 1) Agar tidak membuat sirkulasi
perifer semakin kekurangan
Edukasi: oksigen.
1) Anjurkan berhenti merokok. 2) Olahraga dapat membantu
2) Anjurkan berolah raga rutin. memperbaiki sirkulasi darah
3) Anjurkan mengecek air mandi menjadi lebih lancer.
untuk menghindari kulit 3) Kondisi perifer yang mengalami
terbakar. kekurangan suplai oksigen maka
4) Anjurkan minum obat akan cepat membuat terjadinya
pengontrol tekanan darah, kerusakan kulit.
antikoagulan, dan penurun 4) Antikoagulan merupakan obat
kolestrol, jika perlu. menghambat pembekuan darah.
5) Anjurkan minum obat 5) Agar kondisi tekanan darah
pengontrol tekanan darah secara pasien tetap dalam kondisi stabil.
teratur. 6) Obat penyekat beta merupakan
6) Anjurkan menggunakan obat obat membantu menurunkan
penyekat beta. tekanan darah.
7) Ajarkan program diet untuk 7) Untuk membantu memperlancar
memperbaiki sirkulasi (mis. peredaran darah.
Rendah lemak jenuh, minyak 8) Untuk mengetahui perubahan
ikam omega 3). kondisi pasien secara cepat.
8) Informasikan tanda dan gejala
darurat yang harus dilaporkan Manajemen Sensasi Perifer
(mis. Raasa sakit yang tidak Observasi:
hilang saat istirahat, luka tidak 1) Untuk mengetahui penyebab dari
sembuh, hilangnya rasa). perubahan sensasi yang dialami
Manajemen Sensasi Perifer pasien dan dapat menentukan
Observasi: pengobatan secara segera.
1) Identifikasi penyebab 2) Untuk mengetahui apakah ada
perubahan sensasi. alat-alat yang digunakan pasien
2) Identifikasi penggunaan alat memperburuk kondisinya.
pengikat, prosthesis, sepatu, dan 3) Untuk mengetahui respon
pakaian. apakah pasien masih merasakan
3) Periksa perbedaan sensasi tajam sensasi tajam dan tumpul.
dan tumpul. 4) Untuk mengetahui respon pasien
4) Periksa perbedaan sensasi panas apakah masih merasakan sensasi
dan dingin. panas dan dingin.
5) Periksa kemampuan 5) Untuk mengetahui kemampuan
mengidentifikasi lokasi dan pasien mengetahui tekstur benda
tekstur benda. yang dapat kemungkinan
6) Monitor terjadinya parestesia, memperburuk kondisinya.
jika perlu. 6) Untuk mengetahui adanya
7) Monitor perubahan kulit. hambatan sirkulasi darah yang
8) Monitor adanya tromboflebitis lebih berarti.
dan tromboemboli vena 7) Untuk mengetahui adanya
komplikasi dari adanya
Teraupetik: penurunan sirkulasi perifer.
1) Hindari pemakaian benda- 8) Untuk dapat melakukan
benda yang berlebihan suhunya pencegahan jika terjadi
(terlalu panas atau dingin). perubahan kondisi yang serius.
Edukasi:
1) Anjurkan penggunaan Terapeutik:
thermometer untuk menguji 1) Agar tidak merusak bagian
suhu air. perifer yang sedang mengalami
2) Anjurkan penggunaan sarung gangguan.
tangan termal saat memasak.
3) Anjurkan memakai sepatu Edukasi:
lembut dan bertumit rendah.
1) Suhu air yang panas dapat
Kolaborasi: merusak kulit yang sedang
1) Kolaborasi pemberian mengalami gangguan.
analgesik, jika perlu. 2) Untuk mencegah terkena panas.
2) Kolaborasi pemberian 3) Untuk mencegah kerusakan
kortikosteroid, jika perlu. perifer lebih parah lagi.

Kolaborasi:
1) Untuk membantu mengatasi rasa
nyeri jika pasien mengalami
nyeri.
2) Untuk mencegah terjadinya
peradangan atau inflamansi.
5) Nyeri akut
Nyeri Akut
Tujuan:
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama … x 24 jam diharapkan
tingkat nyeri menurun
Kriteria Hasil:
1) Frekuensi nadi membaik
2) Pola napas membaik
3) Keluhan nyeri menurun
4) Tidak tampak meringis
Intervensi Rasional
Manajemen Nyeri Manajemen Nyeri
Observasi Observasi
1) Identifikasi lokasi, karakteristik, 1) Untuk mengetahui tingkat nyeri
durasi, frekuensi, kualitas, pasien.
intensitas nyeri 2) Untuk mengetahui seberapa
2) Identifikasi skala nyeri berat nyeri yang dialami pasien
3) Identifikasi respon nyeri non 3) Untuk mengetahui ekspresi
verbal pasien saat mengalami nyeri
4) Identifikasi faktor yang 4) Untuk membantu mengatasi
memperberat dan memperingan faktor-faktor yang memperberat
nyeri nyeri pasien.
5) Identifikasi pengetahuan dan 5) Untuk mengetahui seberapa
keyakinan tentang nyeri paham pasien mengetahui
6) Identifikasi pengaruh budaya mengenai nyeri.
terhadap respon nyeri 6) Untuk mengetahui pengaruh
7) Identifikasi pengaruh nyeri pada yang memperberat nyeri.
kualitas hidup 7) Untuk mengetahui apakah nyeri
8) Monitor keberhasilan terapi pasien mempengaruhi kualitas
komplementer yang sudah hidupnya sehingga petugas dapat
diberikan memberikn perawatan yang
9) Monitor efek samping tepat.
penggunaan analgetic 8) Untuk mengetahui tingkat
keberhasilan terapi
Terapeutik komplementer yang sudah kita
1) Berikan Teknik berikan.
nonfarmakologis untuk 9) Untuk mengetahui apakah pasien
mengurangi rasa nyeri (mis. mengalami kontraindikasi dari
TENS, hypnosis, akupresur, penggunaan analgetic
terapi music, biofeedback,
terapi pijat, aroma terapi, Terapeutik:
Teknik imajinasi terbimbing, 1) Teknik nonfarmakologi dapat
kompres hangat/dingin, terapi membantu mempercepat
bermain) menurunkan tingkat nyeri pasien
2) Kontrol lingkungan yang diluar penggunaan analgetic
memperberat rasa nyeri (mis. 2) Untuk mengurangi tingkat
Suhu ruangan, pencahayaan, ketidaknyamanan yang
kebisingan) dirasakan pasien.
3) Fasilitasi istirahat dan tidur 3) Istirahat dan tidur juga dapat
membnatu pasien menurunkan
rasa nyerinya karena tidur
4) Pertimbangkan jenis dan membatu menghistirahatkan
sumber nyeri dalam pemilihan tubuh sejenak.
strategi meredakan nyeri 4) Agar dapat memilihkan
perawatan yang tepat mengenai
Edukasi nyeri yang dialami pasien
1) Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri Edukasi
2) Jelaskan strategi meredakan 1) Agar mengetahui penyebab,
nyeri periode, dan pemicu nyeri yang
3) Anjurkan memonitor nyeri dialami pasien.
secara mandiri 2) Agar pasien dapat menggunakan
4) Anjurkan menggunakan Teknik menurunkan rasa nyeri.
analgetic secara tepat 3) Agar pasien mampu mengetahui
5) Ajarkan Teknik seberapa nyeri yang
nonfarmakologis untuk dirasakannya.
mengurangi rasa nyeri 4) Agar pasien mampu
menggunakan obat analgetic
Kolaborasi secara tepat dosis.
1) Kolaborasi pemberian analgetic, 5) Agar pasien mampu
jika perlu menggunakan Teknik
nonfarmakologi dan dapat
Pemberian Analgetik menerapkannya dirumah jika
Observasi mengalami nyeri.
1) Identifikasi karakteristik nyeri
(mis. Pencetus, Pereda, kualitas, Kolaborasi
lokasi, intensitas, frekuensi, 1) Dengan pemberian analgetic
durasi) dapat membantu mengurangi
2) Identifikasi riwayat alergi obat rasa nyeri pasien.
3) Identifikasi kesesuaian jenis
analgesic (mis. Narkotika, non- Pemberian Analgetik
narkotika, atau NSAID) dengan Observasi
tingkat keparahan nyeri
4) Monitor tanda-tanda vital 1) Untuk mengetahui karakteristik
sebelum dan sesudah pemberian nyeri pasien.
analgesic 2) Untuk mengetahui apakah pasien
5) Monitor efektifitas analgetic mengalami alergi obat sehingga
pemberian analgetic dapat
Terapeutik diberikan dengan tepat.
1) Diskusikan jenis analgetic yang 3) Untuk menentukan jenis
disukai untuk mencapai analgetic yang tepat diberikan
analgesia optimal, jika perlu kepada pasien.
2) Pertimbangkan penggunaan 4) Untuk mengetahui keadaan
infus kontinu, atau bolus opioid pasien sesudah dan sebelum
untuk mempertahankan kadar pemberian analgetic.
dalam serum 5) Untuk mengetahui keberhasilan
3) Tetapkan target efektifitas analgetic diberikan kepada
analgetic untuk pasien.
mengoptimalkan respon pasien
4) Dokumentasikan respon Edukasi
terhadap efek analgesik dan 1) Agar keluarga dan pasien
efek yang tidak diinginkan mengetahui kontraindikasi dari
pengobatan yang dilakukan.
Edukasi
1) Jelaskan efek terapi dan efek Kolaorasi
samping obat 1) Agar dapat memberikan dosis
analgesik secara tepat.
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian dosis dan
jenis analgesik, sesuai indikasi

6) Gangguan integritas kulit


Gangguan Integritas Kulit
Tujuan:
Setelah diberikan Tindakan keperawatan selama …. X 24 jam diharapkan
integritas kulit membaik
Kriteria hasil:
1) Kerusakan intergritas kulit membaik
2) Nyeri berkurang dengan skala nyeri 2 (dari 0-10)
3) Perdarahan berkurang
4) Kemerahan berkurang
5) Hematoma berkurang
Intervensi Rasional
Perawatan Integritas Kulit Perawatan Integritas Kulit
Observasi Observasi
1) Identifikasi penyebab gangguan 1) Untuk mengetahui penyebab
integritas kulit (mis. Perubahan terjadinya gangguan integritas
sirkulasi, perubahan status kulit dan dapat menentukan
nutrisi, penurunan kelembapan, perawatan serta pengobatan
suhu lingkungan ekstrem, yang tepat sesuai penyebab
penurunan mobilitas) gangguan.

Terapeutik Terapeutik
1) Ubah posisi setiap 2 jam jika 1) Mencegah terjadinya decubitus
tirah baring dan kerusakan kulit lebih parah.
2) Lakukan pemijatan pada area 2) Untuk mencegah terjadinya lecet
penonjolan tulang, jika perlu atau iritatif pada penonjolan
3) Bersihkan perineal dengan air tulang karena penekanan.
hangat, terutama selama periode 3) Membentu mencegah terjadinya
diare iritatif perineal saat diare karena
4) Gunakan produk berbahan sering di gosok.
petroleum atau minyak pada 4) Untuk membantu melembabkan
kulit kering kulit.
5) Gunakan produk berbahan 5) Untuk membantu mencegah
ringan/ alami dan hipoalergik terjadinya kerusakan kulit yang
pada kulit sensitive lebih parah.
6) Hindari produk berbahan dasar 6) Dapat mencegah kulit yang
alcohol pada kulit kering rusak menjadi lebih parah lagi.

Edukasi Edukasi
1) Anjurkan menggunakan 1) Pelembab dapat membantu
pelembab (mis. Lotin, serum) mencegah kulit kering dan lecet.
2) Anjurkan minum air yang cukup 2) Kebutuhan cairan yang cukup
3) Anjurkan meningkatkan asupan dapat mencegah penurunan
nutrisi turgor kulit sehingga kulit lebih
4) Anjurkan meningkatkan asupan terasa lembab.
buah dan sayur 3) Asupan nutrisi yang sesuai
5) Anjurkan menghindari terpapar dengan tubuh membantu
suhu ekstrem mencegah kerusakan kulit
6) Anjurkan menggunakan tabir karena nutrient yang dibutuhkan
surya SPF minimal 30 saat menjaga Kesehatan kulit
berada diluar rumah menjaga Kesehatan kulit dengan
baik.
Perawatan Luka 4) Buah dan sayur banyak
Observasi mengandung nutrient yang baik
1) Monitor karakteristik luka (mis: untuk menjaga Kesehatan kulit.
drainase, warna, ukuran, bau). 5) Suhu ekstrem seperti panas yang
2) Monitor tanda-tanda infeksi terik dapat membakar kulit dan
menyebabkan iritasi.
Terapeutik 6) Penggunaan tabir surya SPF
1) Lepaskan balutan dan plester dapat membantu mencegah kulit
secara perlahan yang terpapar panas mengalami
2) Cukur rambut disekitar daerah iritasi atau terbakar dengan
luka, jika perlu kandungan yang didalam tabir
surya.
3) Bersihkan dengan cairan NACL Perawatan Luka
atau pembersih non toksik, Observasi
sesuai kebutuhan 1) Untuk mengetahui jenis
4) Bersihkan jaringan nekrotik perawatan yang tepat diberikan
5) Berikan salep yang sesuai di sesuai kondisi luka.
kulit/ lesi, jika perlu 2) Agar mencegah bakteri yang
6) Pasang balutan sesuai jenis luka menempel di rambut sekitar luka
7) Pertahankan Teknik steril saat menginfeksi luka Kembali.
perawatan luka 3) Cairan NaCl dapat membantu
8) Ganti balutan sesuai jumlah mempercepat penyembuhan luka
eksudat dan drainase karena mengandung garam yang
9) Jadwalkan perubahan posisi mempercepat penyembuhan
setiap dua jam atau sesuai luka.
kondisi pasien 4) Membersihkan jaringan nekrotik
10) Berikan diet kalori 30-35 dapat membantu jaringan baru
kkal/kgBB/ hari dan protein untuk tumbuh.
1,25-1,5 g/kg BB/hari 5) Salep yang sesuai dengan
11) Berikan suplemen vitamin dan kondisi lesi dapat membantu
mineral (mis. Vitamin A, penyembuhan iritasi atau luka
vitamin C, Zinc, Asam amonio) pasien.
sesuai indikasi 6) Balutan membantu luka
12) Berikan terapi TENS (Stimulasi terkontaminasi dengan
saraf transcutaneous) jika perlu lingkungan luar dan balutan
yang sesuai mencegah bakteri
Edukasi dan kuman masuk kedalam luka.
1) Jelaskan tanda dan gejala 7) Untuk mencegah
infeksi terkontaminasinya luka karena
2) Anjurkan mengkonsumsi bakteri dan kuman yang masuk
makanan tinggi kalium dan dari luar.
protein 8) Mencegah kuman dan bakteri
3) Anjarkan prosedur perawatan bersarang ke dalam luka
luka secara mandiri sehingga menginfeksi luka.
Kolaborasi 9) Mencegah terjadinya luka
1) Kolaborasi prosedur debridement bertambah di lokasi lain.
(mis: enzimatik biologis 10) Kalori dan protein membantu
mekanos, autolotik) jika perlu untuk memenuhi nutrisi
2) Kolaborasi pemberian antibiotic, sehingga jaringan tubuh yang
jika perlu rusak dapat segera terganti
dengan yang baru.
11) Suplemen vitamin dapat
membantu memperbaiki
jaringan tubuh yang rusak.
12) Terapi TENS dapat membantu
untuk mengurangi rasa sakit
pada bagian yang cedera.

Edukasi
1) Agar pasien dan keluarga
mengetahui tanda dan gejala
terjadinya infeksi sehingga dapat
mencegah terjadinya infeksi
berulang.
2) Tinggi kalium dan protein
membantu memberbaiki kondisi
sel dna jaringan yang rusak.
3) Agar pasien dan keluarga
mampu melakukan perawatan
luka secara mandiri dirumah.

Kolaborasi
1) Debridement luka membantu
membersihkan luka dari jaringan
nekrotik dan bakteri sehingga
dasar luka menjadi bersih.
2) Pemberian antibiotic membantu
mencegah terjadinya infeki
bakteri dan membantu
penyembuhan luka lebih cepat.
7) Resiko infeksi
Resiko Infeksi
Tujuan:
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama …. X 24 jam diharapkan
derajat infeksi menurun
Kriteria Hasil:
1) Tidak demam
2) Tidak ada kemerahan
3) Tidak ada nyeri
4) Tidak ada bengkak
5) Kadar sel darah putih normal
Intervensi Rasional
Pencegahan Infeksi Pencegahan Infeksi
Observasi Observasi
1) Monitor tanda dan gejala infeksi 1) Untuk mengetahui kondisi
local dan sistemik pasien apakah mengalami infeksi
atau tidak.
Terapeutik
1) Batasi jumlah pengunjung Terapeutik
2) Berikan perawatan kulit pada 1) Pengunjung yang banyak akan
daerah edema membuat pasien lebih banyak
3) Cuci tangan sebelum dan sesudah terpapar bakteri virus dari luar
kontak dengan pasien dan sehingga infeksi bisa bertambah.
lingkungan pasien 2) Untuk mencegah terjadinya
4) Pertahankan Teknik aseptic pada infeksi yang meluas.
pasien berisiko tinggi 3) Untuk mencegah terjadinya
infeksi nosocomial.
Edukasi
1) Jelaskan tanda dan gejala infeksi 4) Untuk mencegah terjadinya
2) Ajarkan cara memeriksa luka infeksi nosocomial.
3) Anjurkan meningkatkan asupan
cairan Edukasi
1) Agar keluarga pasien dan pasien
Kolaborasi paham mengenai tanda dan
1) Kolaborasi pemberian imunisasi, gejala infeksi dan dapat
jika perlu melakukan pencegahan.
2) Agar luka tidak menginfeksi
Manajemen Imunisasi semakin luas.
Observasi 3) Asupan cairan yang cukup dapat
1) Identifikasi riwayat Kesehatan membantu system metabolism
dan riwayat alergi berjalan dalam kondisi normal.
2) Identifikasi kontraindikasi
pemberian imunisasi
3) Identifikasi status imunisasi Kolaborasi
setiap kunjungan ke pelayanan 1) Imunisasi membantu untuk
Kesehatan menambah imunitas tubuh.

Terapeutik Manajemen Imunisasi


1) Berikan suntikan pada bayi Observasi
dibagian paha anterolateral 1) Untuk mengetahui kondisi pasien
2) Dokumentasi informasi vaksinasi dan dapat melakukan antisipasi
3) Jadwalkan imunisasi pada perawatan jika hal yang tidak
interval waktu yang tepat diinginkan terjadi.
2) Mencegah terjadinya tanda-tanda
Edukasi alergi dan memperburuk kondisi
1) Jelaskan tujuan, manfaat, resiko pasien.
yang terjadi, jadwal dan efek 3) Untuk membantu pasien
samping mendapat imunisasi yang belum
2) Informasikan imunisasi yang didapatkan.
diwajibkan pemerintah
3) Informasikan imunisasi yang Terapeutik
melindungi terhadap penyakit 1) Daerah paha amterolateral
namun saat ini tidak diwajibkan merupakan banyak lapisan otot
pemerintah sehingga bayi tidak terasa sakit
4) Informasikan vaksinasi untuk saat disuntik.
kejadian khusus 2) Untuk mengingat bahwa
5) Informasikan penundaan imunisasi sudah diberikan dan
pemberian imunisasi tidak berarti tidak terjadi pemberian yang
mengulang jadwal imunisasi double.
kembali 3) Dengan jadwal imunisasi yang
6) Informasikan penyedia layanan tepat maka pasien mendapat
pekan imunisasi nasional yang imunisasi sesuai dengan
menyediakan vaksin gratis waktunya.

Edukasi
1) Untuk mencegah terjadinya miss
komunikasi.
2) Agar pasien mendapat imunisasi
yang sudah ditetapkan oleh
pemerintah.
3) Agar pasien mengetahui jenis
imunisasi lain yang tidak
diwajibkan pemerintah tetapi
boleh digunakan.
4) Dapat membantu pasien
memperoleh informasi mengenai
vaksinasi pada kejadian khusus
jika terjadi pada dirinya.
5) Penundaan imunisasi dilakukan
jika pasien dalam kondisi tidak
baik maka itu dapat mencegah
terjadinya komplikasi dari
pemberian imunisasi.
6) Agar pasien dapat melakukan
imunisasi tetapi dengan biaya
yang murah dan membantu bagi
yang ekonominya tidak mampu.
8) Resiko cedera
Resiko Cedera
Tujuan:
Setelah diberikan tindakan keperawatan selama … x 24 jam diharapkan
tingkat cedera menurun
Kriteria Hasil:
1) Kejadian cedera menurun (dari point 1-5)
2) Luka/ lecet menurun (dari point 1-5)
3) Gangguan mobilitas menurun (dari point 1-5)
4) Ketegangan otot menurun (dari point 1-5)
5) Perdarahan menurun (dari point 1-5)
Intervensi Rasional
Manajemen Keselamatan Manajemen Keselamatan
Lingkungan Lingkungan
Observasi Observasi
1) Identifikasi kebutuhan 1) Untuk mengetahuo kebutuhan
keselamatan (mis. Kondisi fisik, keselamatan apa yang dapat
fungsi kognitif dan riwayat mempengaruhi timbulnya
perilaku) cedera pada pasien
2) Monitor perubahan status 2) Dengan memonitor
keselamatan lingkungan keselamatan lingkungan, dapat
mencegah terjadinya cedera
Terapeutik pada pasien yaitu dengan
1) Hilangkan bahaya keselamatan menghilangkan segala hal yang
lingkungan (mis. Fisik, biologi, dapat menimbulkan cedera
dan kimia), jika memungkinkan
2) Modifikasi lingkungan untuk Terapeutik
meminimalkan bahaya dan risiko 1) Bahaya fisik atau biologi dan
3) Sediakan alat bantu keamanan kimia perlu dijauhkan agar
lingkungan (mis. Commode pasien tidak mengalami cedera
chair dan pegangan tangan) yang semakin parah
4) Gunakan perangkat pelindung 2) Dengan memodifikasi
(mis. Pengekangan fisik, rel lingkungan dapat membantu
samping, pintu terkunci, pagar) pasien tercegah mengalami
cedera yang akan memperparah
Edukasi kondisinya.
1) Ajarkan individu, keluarga, dan 3) Alat bantu keamanan
kelompok resiko tinggi bahaya lingkungan sangat membantu
lingkungan pasien mencegah terjadinya
cedera dimana alat tersebut
Pencegahan Cedera dapat menjadi tumpuan saat
Observasi: bergerak oleh pasien.
1) Identifikasi area lingkungan yang 4) Perangkat pelindung juga
berpotensi menyebabkan cedera membantu pasien tercegah
2) Identifikasi obat yang berpotensi mengalami cedera saat pasien
menyebabkan cedera melakukan pergerakan atau
3) Identifikasi kesesuaian alas kaki aktivitas.
atau stoking elastis pada
ekstremitas bawah Edukasi
1) Agar pasien dan keluarga
Terapeutik mengetahui apa saja yang dapat
1) Sediakan pencahayaan yang menjadi bahaya lingkungan
memadai penyebab terjadinya cedera
2) Gunakan lampu tidur selama
jam tidur Pencegahan Cedera
3) Sosialisasikan pasien dan Observasi
keluarga dengan lingkungan 1) Untuk mengetahui agar tidak
ruang rawat (mis. Penggunaan terjadi cedera pada pasien
telepon, tempat tidur, 2) Untuk mengetahui obat-obatan
penerangan ruangan, dan lokasi yang dapat beresiko
kamar mandi) menyebabkan cedera pada
4) Sediakan pispot atau urinal pasien
untuk eleminasi ditempat tidur, 3) Untuk mengetahui stoking atau
jika perlu atau alas kaki apa yang tepat
5) Pastikan bel panggilan atau dan sesuai diberikan kepada
telepon mudah dijangkau pasien sehingga alas akia tau
6) Pertahankan posisi tempat tidur stoking tersebut tidak
di posisi terendah saat menimbulkan cedera pada
digunakan pasien
7) Pastikan roda tempat tidur atau
kursi roda dalam kondisi
terkunci
8) Gunakan pengaman tempat Terapeutik
tidur sesuai dengan kebijakan 1) Pencahayaan yang memadai
fasilitas pelayanan Kesehatan dapat memabntu penglihatan
9) Diskusikan mengenai Latihan pasien jelas dan terhindar dari
dan terapi fisik yang diperlukan yang namanya cedera
10) Diskusikan bersama anggota 2) Untuk membantu pasien agar
keluarga yang dapat ruangan tidak gelap dan
mendampingi pasien mengurangi terjadinya cedera
karena kondisi ruangan yang
Edukasi gelap
1) Jelaskan alasan intervensi 3) Supaya pasien dan keluarga
pencegahan jatuh ke pasien dan dapat menggunakan fasilitas
keluarga yang tersedia dengan baik
2) Anjurkan berganti posisi secara 4) Untuk membatasi pasien
perlahan dan duduk selama kekamar mandi dan
beberapa menit sebelum berdiri menghindari adanya lantai licin
dan pasien beresiko terpeleset
5) Untuk mencegah pasien jatuh
saat akan memencet bel atau
telepon
6) Agar pasien tetap berada pada
posisinya dengan baik dan
mencegah terjadinya cedera
karena pasien jatuh dari tempat
tidur yang tinggi
7) Mencegah terjadinya
pergerakan pada tempat tidur
atau kursi roda dan mencegah
pasien jatuh dari tempat tidur
atau kursi roda karena tempat
tidur dan kursi roda yang tidak
terkunci.
8) Supaya pasien aman dan
mencegah pasien jatuh dari
tempat tidur.
9) Agar Latihan fisik yang akan
dijalani pasien tetap aman
untuk pasien dan tidak
menimbulkan cedera lebih
parah dialami pasien
10) Agar anggota keluarga yang
mendampingi pasien selalu
berada disisi pasien sehingga
pasien tercegah dari cedera
karena terdapat pengawasan
keluarga

Edukasi
1) Agar pasien dan keluarga
mengetahui alasan intervensi
dilakukan untuk mencegah
pasien mengalami cedera
2) Agar kondisi pasien tetap
dalam kondisi stabil, dan jika
dari tidur langsung berdiri dan
berjalan ditakutkan pasien
mengalami pusing sehingga
dapat menyebabkan pasien
riskan mengalami cedera saat
berdiri atau bergerak langsung
saat bangun tidur.

4. Implementasi
Pelaksanaan (Implementasi) adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi
pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan sesudah
pelaksanaan tindakan, serta menilai data yang baru (Rohmah & Wahid, 2016:99).

5. Evaluasi
Evaluasi dilakukan setelah melakukan intervensi yang telah dibuat untuk
mengetahui respon klien terhadap tindakan keperawatan yang telah diberikan.
Berdasarkan diagnosa keperawatan di atas, evaluasi hasil yang diharapkan adalah
sebagai berikut:
1) Kadar glukosa dalam rentang normal
2) Status cairan membaik
3) Status nutrisi membaik
4) Perfusi perifer membaik
5) Tingkat nyeri menurun
6) Integritas kulit membaik
7) Derajat infeksi menurun/ tidak terjadi infeksi
8) Tingkat cedera menurun/ tidak terjadi cedera
DAFTAR PUSTAKA
American Diabetes Association. 2018. “Standards of Medical Care in Diabetes
2018”. Vol. 41. USA: ADA.
Arief Mansjoer. 2010. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 4. Jakarta: Media
Aesculapius.
Brunner & Suddarth.2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 volume
2. Jakarta EGC
Imelda, Sonta. 2018. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Diabetes
Mellitus di Puskesmas Harapan Raya Tahun 2018. Jurnal Akademi
Kebidanan Dharma Husada Pekanbaru (Online) Volume 8, No. 2
(https://media.neliti.com, diakses 08 Februari 2021).
International Diabetes Federation (IDF). 2015.Diabetes Atlas.seventh Ed. UK:
International Diabetes Federation;
Kemenkes RI, 2018. Riset Kesehatan Dasar 2018: Jakarta
LeMone, Priscilla, dkk. 2016. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Gangguan
Intergumen, Gangguan Endokrin, dan Gangguan Gastrointestinal Vol 2
Edisi 5. Terjemahan oleh, Bhetsy Angelina, et al. 2015. Jakarta: EGC.
Maulana, Mirza. 2009 Mengenal Diabetes Melitus.Yogyakarta:Kata Hati.
Nurrahmani, Ulfah. 2012. Stop Diabetes. Yogyakarta: Familia.
Padila. 2019. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika.
PERKENI. 2015. Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di
Indonesia. PERKENI. Jakarta.
Rohmah & Wahid. 2016. Proses Keperawatan Teori & Aplikasi. Yogyakarta: ar-
Ruzz Media.
Sulistiyowati, Etik, 2016. Ilmu Gizi Teori Dan Aplikasi. Jakarta: Penerbit buku
kedokteran EGC.
Tandra, Hans. 2018. Segala Sesuatu Yang Harus Anda Ketahui Tentang Diabetes.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
TH, M.Clevo Rendy Margaret. 2019. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dan
Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika.
Tim Pogja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Indikator Diagnostik. Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
PPNI.
Tim Pogja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Edisi 1. Cetakan II. Jakarta: Dewan
Pengurus Pusat PPNI.
Tim Pogja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Edisi 1. Cetakan II. Jakarta:
Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Pathway
Reaksi Autoimun Obesitas, Usia, Genetik Ketidaksta
bilan Kadar
DM tipe 1 DM tipe 2 Glukosa
Darah
Sel beta pankreas hancur sel beta pantreas hancur
Defisiensi Insulin

Anabolisme Protein Katabolisme Protein Lipolisis Penurunan pemakaian


Glukosa

Kerusakan pada merangsang Gliserol Asam Hiperglikemi


antibodi hipotalamus lemak bebas

kekebalan tubuh pusat lapar Aterosklerosis Ketogenesis Glycosuria Viskositas


& haus darah
Ketonuria Osmotik

Resiko Infeki Polidipsi & Polifagi Diuresis Aliran


Ketoasidosis darah
Neuropati Poliurea melambat
Defisit
Sensori perifer Nutrisi Nyeri Abdomen
Mual muntah Dehidrasi IskemikJaringan
Klien merasa tidak Hiperventilasi
Sakit saat luka Nafas bau keton Hipovolemia Perfusi
Koma Perifer
Tidak
Makro Vaskuler Mikro Vaskuler Efektif

Jantung Serebral Retina Ginjal Nekrosis Luka

Miocard infark Penyumbatan Gangguan Neuropati Ganggren


pada otak Penglihatan
Gagal Ginjal Gangguan
Nyeri Stroke Resiko Cedera Integritas
Akut Kulit

Anda mungkin juga menyukai