Anda di halaman 1dari 21

ASUHAN KEPERAWATAN

“Diabetes Melitus”

Dosen Pembimbing : Bu Umi Faridah, S.Kep., Ns., MNS

Disusun Oleh :

1. Ririn Navita Sari (132021030088)


2. Mutiara Puspitasari (132021030089)
3. Syifa Marchsanda W. A (132021030090)
4. Tarisha Agustina (132021030091)
5. Amelia Putri Widyawati (132021030092)
6. Rizka Kurnia Anggraini (132021030093)
7. Amelia Nurul Wahdah (132021030094)
8. Aulia Fauziyah (132021030095)
9. Mela Damayanti (132021030096)
10. Zanadira Althofia (132021030097)
11. Inggit Dyah Permatasari (132021030098)

FAKULTAS KESEHATAN PRODI S1-KEPERAWATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS

TAHUN AJARAN 2022/2023


1. DEFINISI
Diabetes Mellitus merupakan kondisi kronis yang terjadi jika ada peningkatan kadar
glukosa dalam darah karena tubuh tidak menghasilkan insulin atau menggunakan insulin
secara efektif. Insulin merupakan hormon penting yang diproduksi oleh pancreas kelenjar
tubuh, yang merupakan transports glukosa dari aliran darah ke sel-sel tubuh di mana
glukosa diubah menjadi energi. Kurangnya insulin atau ketidakmampuan sel tubuh untuk
merespons insulin akan menyebabkan kadar glukosa darah menjadi tinggi atau
hiperglikemi, yang merupakan ciri khas DM. Hiperglikemi jika dibiarkan dalam jangka
waktu yang lama, dapat menyebabkan kerusakan pada berbagai organ tubuh, yang
menyebabkan perkembangan komplikasi kesehatan yang melumpuhkan dan mengancam
jiwa seperti penyakit kardiovaskular, neuropati, nefropati dan penyakit mata, yang
menyebabkan retinopati dan kebutaan (International Diabetes Federation, 2017).
Diabetes Melitus (DM) adalah suatu penyakit dengan keadaan abnormal yang
ditunjukkan dengan tingginya kadar glukosa dalam darah. DM merupakan kondisi kronis
yang ditandai dengan peningkatan konsentrasi glukosa darah disertai dengan munculnya
gejala utama yang khas yaitu urine yang berasa manis dalam jumlah yang besar
(Simatupang, 2017).
DM merupakan penyakit yang gula darah sewaktu maupun gula darah puasa melebihi
normal yaitu untuk gula darah sewaktu melebihi 200 mg/dl dan gula darah puasa melebihi
126 mg/dl (Hestiana, 2017).
DM merupakan penyakit metabolik dengan karakteristik peningkatan kadar gula
(glukosa) darah atau hiperglikemia (Jonathan, 2019).
Diabetes mellitus adalah kondisi serius jangka panjang yang terjadi ketika ada
peningkatan kadar glukosa dalam darah seseorang, karena tubuh mereka tidak dapat
menghasilkan hormon insulin apa pun atau cukup, atau tidak dapat efektif menggunakan
insulin yang dihasilkannya. Insulin adalah hormon penting yang diproduksi di pankreas.
Ini memungkinkan glukosa dari aliran darah untuk memasuki sel-sel tubuh di mana
glukosa diubah menjadi energi. Insulin juga penting untuk metabolisme protein dan lemak.
Kurangnya insulin, atau ketidakmampuan sel untuk meresponnya, menyebabkan tingginya
kadar glukosa darah (hiperglikemia) (IDF, 2019).
DM adalah suatu kondisi yang terjadi ketika tubuh tidak dapat menghasilkan cukup
insulin atau tidak dapat menggunakan insulin dan di diagnosis dengan mengamati
peningkatan kadar glukosa dalam darah (Azis, 2020).

2. ETIOLOGI
Etologi DM menurut Black dan Wulandari (2018), dikelompokkan menjadi 4 yaitu:
a. DM tipe I
DM Tipe I merupakan kondisi kronis saat pankreas memproduksi insulin sedikit atau
tidak sama sekali.
1) Faktorgenetik
Pasien diabetes tidak mewarisi diabetes tetapi mewarisi suatu faktor penyebab atau
kecenderungan genetik kearah terjadinya diabetes. Kecenderungan genetik ini
ditentukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA (Human Leucocyte
Antigen) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas
antigen transplantasi dan proses imun lainnya.
2) Faktorimunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan
respon abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara
bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah
sebagai jaringan asing.
3) FaktorLingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel beta pankreas, sebagai contoh
hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu
proses autoimun yang dapat menimbulkan destruksi sel beta pankreas. DM sering
terjadi pada usia sebelum 30 tahun. Biasanya juga disebut Juvenile Diabetes,
gangguan ini ditandai dengan adanya hiperglikemia (meningkatnya kadar gula
darah).
Faktor genetik dan lingkungan merupakan faktor pencetus DM, oleh karena itu
insiden lebih tinggi atau adanya infeksi virus (dari lingkungan) misalnya
coxsackievirus B dan streptococcus sehingga pengaruh lingkungan dipercaya
mempunyai peranan dalam terjadinya DM. Virus atau mikroorganisme akan
menyerang pankreas, yang membuat kehilangan produksi insulin. Dapat pula
akibat respon autoimmune, dimana antibodi sendiri akan menyerang sel beta
pankreas. Faktor herediter, juga dipercaya memainkan peran munculnya penyakit
ini.
Contoh Kasus : DM Tipe 1 : MD perempuan, usia 8 tahun, datang ke poliklinik anda
diantar oleh ibunya. Ibu mengeluh sejak 3 bulan terakhir ini anak makin kurus dan berat
badannya menurun namun nafsu makan anak biasa bahkan kesannya makan cukup.
Gejala lain adalah sering kencing dan kadang-kadang ngompol. Keringat malamdan
riwayat kontak disangkal. Prestasi sekolah baik. Pemeriksaan lab darah atas anjuran
dokter umum adalah Hb 11,7 g/dL; lekosit 7800/mm3 dengan hitung jenis
0/3/0/45/45/2; LED 7 mm/jam. Keluhan lain tidak ada Pada pemeriksaan ditemukan
anak sadar, tidak demam, nafas terlihat lebih cepat dengan frekwensi 40 x/mnt, nadi
kuat: 104 x/mnt. BB: 25 kg; TB; 134 cm; lain-lain dalam batas normal.
b. DM tipe II
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui. Faktor genetik diperkirakan
memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. DM tipe II disebabkan
kegagalan relatif sel beta dan resisten insulin. Resisten insulin adalah turunnya
kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan
untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel beta tidak mampu mengimbangi
resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi defisiensi relatif insulin.
Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada rangsangan
glukosa, maupun pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi insulin
lain. Berarti sel beta pankreas mengalami desensitisasi terhadap glukosa. Penyebab
resistensi insulin pada diabetes sebenarnya tidak begitu jelas, faktor yang banyak
berperan antara lain:
1) Riwayat keluarga
Diabetes dapat menurun menurut silsilah keluarga yang mengidap diabetes. Ini
terjadi karena DNA pada orang DM akan ikut diinformasikan pada gen berikutnya
terkait dengan penurunan produksi insulin. Glukosa darah puasa yang tinggi
dikaitkan dengan risiko DM di masa depan. Keluarga merupakan salah satu faktor
risiko DM. Jika salah satu dari orang tua menderita DM tipe II, risiko anak mereka
terkena DM tipe II dengan sebesar 40%. Risiko ini akan menjadi 70% jika kedua
orang tuanya menderita DM tipe II. Kembar identik akan berisiko lebih tinggi
terkena DM dibandingkan dengan kembar yang tidak identik. Gen pembawa DM
tersebut ikut mengatur fungsi dari sel yang memproduksi insulin beta (Wulandari,
2018).
2) Jenis kelamin
Pria lebih rentan terkena hiperglikemia dibandingkan dengan wanita. Persentase
hiperglikemia pada pria sebesar 12,9%, sedangkan pada wanita 9,7%. Hal ini
berbeda dengan penelitian Wulandari (2018), dimana DM tipe II dominan terjadi
pada wanita daripada pria. Tidak ada perbedaan prevalensi DM tipe II antara pria
dan wanita ketika berusia di bawah 25 tahun. Akan tetapi, mulai ada perbedaan
sebesar 20% pada wanita daripada pria yang berusia 25-34 tahun. Pada kelompok
usia 35-44 tahun perbedaannya menjadi 60% dan kelompok usia 45-64 tahun DM
tipe II lebih tinggi 2 kali lipat pada wanita daripada pria.
3) Kelainan genetik
DM dapat menurun menurut silsilah keluarga yang mengidap DM. Ini terjadi
karena DNA pada orang DM akan ikut diinformasikan pada gen berikutnya terkait
dengan penurunan produksi insulin.
4) Usia
Umumnya manusia mengalami penurunan fisiologis yang secara dramatis
menurun dengan cepat pada usia setelah 40 tahun. Penurunan ini yang berisiko
pada penurunan fungsi endokrin pankreas yang memproduksi insulin. DM tipe II
biasanya bermula pada pasien yang usianya lebih dari 30 tahun dan menjadi
semakin lebih umum dengan peningkatan usia. Sekitar 15% dari orang yang lebih
tua dari 70 tahun menderita DM tipe II. DM tipe II di negara maju relatif terjadi di
usia yang lebih muda, tetapi di negara berkembang terjadi pada kelompok usia
lebih tua. Kenaikan prevalensi DM dimulai pada masa dewasa awal. Di Amerika
orang yang berusia 45-55 tahun terkena DM empat kali lebih banyak dibandingkan
pada mereka yang berusia 20-44 tahun (Finucane & Popplewell dalam Wulandari,
2018).
5) Gaya hidup
Stress cenderung membuat hidup seseorang mencari makan yang cepat saji yang
kaya pengawet, lemak, dan gula. Makanan ini berpengaruh besar terhadap kerja
pankreas. Stress juga meningkatkan kerja metabolisme dan meningkatkan
kebutuhan sumber energi yang berakibat pada kenaikan kerja pankreas mudah
rusak sehingga berdampak pada penurunan insulin Pola makan yang salah Kurang
gizi atau kelebihan berat badan sama-sama risiko terkena DM. Malnutrisi dapat
merusak pankreas, sedangkan obesitas meningkatkan gangguan kerja dan
resistensi insulin. Pola makan yang tidak teratur dan cenderung terlambat juga
akan berperan pada ketidakstabilan kerja pankreas.
6) Obesitas
Obesitas mengakibatkan sel-sel beta pankreas mengalami hipertropi pankreas.
Hipertropi pankreas disebabkan karena peningkatan beban metabolisme glukosa
pada pasien obesitas untuk mencukupi energi sel yang terlalu banyak.
7) Kebiasaan merokok
Rokok mengandung zat adiktif yang bernama nikotin. Nikotin ini dapat
mengakibatkan ketergantungan dan kehilangan kontrol. Merokok dapat
mengakibatkan peningkatan sementara kadar glukosa darah sehingga merusak
sensitivitas organ dan jaringan terhadap aksi insulin. Asupan nikotin dapat
meningkatkan kadar hormon seperti kortisol, yang dapat mengganggu efek insulin.
8) Infeksi
Masuknya bakteri atau virus kedalam pankreas akan mengakibatkan rusaknya sel-
sel pankreas. Kerusakan ini berakibat pada penurunan fungsi pankreas. Seseorang
yang sedang menderita sakit karena virus atau bakteri tertentu, merangsang
produksi hormon tertentu yang secara tidak langsung berpengaruh pada kadar gula
darah.
Contoh DM Tipe II : Dm tipe 2 : Ny.S umur 57 tahun seorang ibu rumah tangga
mempunyai keluhan utama Penglihatan kabur, pusing, dan badan terasa lemas. Periksa
kadar gula darah terakhir tanggal 4 Januari 2023 dengan hasil 217 mg/dL. Pada waktu
di IGD RSUD Tidar Kota Magelang diketahui Kadar Gula Darah Ny. S adalah 431
mg/dL
c. DM Gestasional
DM gestasional adalah DM yang di diagnosis selama hamil namun akan menghilang
ketika kehamilannya berakhir. Disebabkan oleh hormon yang disekresikan plasenta
dan menghambat kerja insulin. dan resistensi insulin. Resistensi insulin adalah
turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa. Perempuan
dengan riwayat keluarga DM atau lahir dengan berat badan lebih dari 4 kg dan obesitas
juga merupakan faktor risiko terjadinya DM gestasional.
Contoh : Ny. W usia 32 tahun dengan keluhan utama muntah dengan G2P1A0 merasa
hamil 3 bulan. Pasien menyatakan keluhan disertai pusing, lemas badan, dan nyeri di
bagian perut,namun pasien menyangkal nyeri mereda setelah makan. Pasien
menyangkal kulitnya menjadi lebih kuning. Pasien menyangkal mengalami demam dan
gangguan dalam berkemih. Pasien merasa berat badannya turun, saat awal kehamilan
berat badan 63 kg,kini berat badan pasien 54 kg, pasien juga merasa padahal untuk
awal kehamilan pasiensering merasa lapar dan makan.Pasien menyatakan keluhan
sering mual dan muntah sudah dirasakan sejak awal 3 minggu yang lalu. Sekitar
minggu yang lalu pasien sempat dirawat di RS akibat keluhanmuntah yang parah
d. DM tipe lain
DM tipe ini terjadi sebagai akibat dari defek genetik fungsi sel beta, penyakit pankreas
atau penyakit yang diinduksi oleh obat- obatan dan juga dari gangguan-gangguan lain
atau pengobatan. Jumlah berlebihan dari beberapa hormon juga dapat menyebabkan
DM. Selain itu beberapa obat tertentu juga dapat menyebabkan DM.
Contoh : Pasien SK, perempuan 72 tahun didiagnosis dengan Diabetes Melitus Tipe
lain + neuropathy, dyslipidemia, Heprtensi terkontrol. Dari hasil kunjungan pada
tanggal 22 Maret 2017, didapatkan permasalahan berupa pasien sering mengalami
kesemutan pada kaki dan tangan saat beraktivitas, sehingga pasien harus berhenti
beraktivitas sejenak menunggu keluhannya hilang.

3. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis diabetes mellitus menurut Suyono, S. (2018) tanda & gejala DM antara
lain :
1) BB menurun & rasa lemas
Jika terjadi depresiasi BB dengan jangka sangat cepat hingga kita perlu waspada.
Penurunan prestasi dan olah raga terkadang juga menimbulkan rasa lemas yang
dahsyat. Semua ini diakibatkan karena glukosa yang ada di dalam darah tidak bisa
masuk ke dalam sel, yang akan mengakibatkan sel kesulitan bahan bakar buat
memproduksi energi. Dan akhirnya sumber energi pun diambilkan lewat cadangan
lain seperti sel lemak dan otot agar bisa melakukan kelangsungan hidupnnya.
Sehingga hal ini dapat penderita bertambah kurus.
2) Poliuria
Kadar gula darah yang banyak dapat menyebabkan glukosa hingga ke air kemih.
Apabila kadar semakin tinggi, ginjal akan melepaskan air tambahan untuk
menghancurkan sebanyak glukosa yang hilang. Sehingga ginjal memproduksi air
kemih dengan frekuensi yang sangat banyak, dampaknya penderita sering berkemih
dengan total berlebihan.
3) Polidipsia
Polidipsia atau timbul rasa haus hal ini timbul karena penderita menjalani
penimbunan cairan di dalam tubuh gangguan osmolaritas darah. Cairan dibuang
melewati kencing sehingga banyak cairan yang keluar dari fisik dan mengakibatkan
pengidap
mudah merasa haus sehingga penderita akan kerap minum.
4) Polifagia
Polifagia timbul karena adanya penurunan kekuatan insulin mengadaptasikan kadar
gula dalam darah. Walaupun kadar gula darah normal tapi fisik merespon lain
sehingga raga dituntut makan guna memenuhi kadar gula darah yang dapat
ditangkap insulin. Ketika telat makan, fisik akan menggangu persediaan tenaga lain
semacam lemak, sehingga raga akan semakin kurus. Beberapa banyak kalori yang
tercerna akan habis kedalam air kemih sehingga pengidap mengalami penurunan
berat badan. Buat mengganti rugi kejadian ini, pengidap akan mengalami lapar
yang mencengangkan hingga makan berlebihan.
terang terangan.

4. PATOFISIOLOGI
Pada DM terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu
resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan
reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor
tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa dalam sel. Resistensi
insulin disertai dengan penurunan reaksi intrasel. Dengan demikian insulin menjadi tidak
efektif untuk menstimulasi pengambilan oleh jaringan.
Ada beberapa faktor yang diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya
resistensi insulin. Antara lain yaitu faktor genetik, usia (resistensi insulin cenderung
meningkat pada usia di atas 65 tahun), obesitas, riwayat keluarga dan kelompok etnik
tertentu seperti golongan Hispanik serta penduduk asli Amerika (Wulandari, 2018). Untuk
mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah, harus
terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada pasien toleransi glukosa
terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa
akan dipertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian
jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, maka
kadar glukosa akan meningkat dan terjadi DM (Wulandari, 2018). Meskipun terjadi
gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas DM, namun masih terdapat insulin
dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton
yang menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetes jarang terjadi pada DM. Jika DM
tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom
hiperglikemik hyperosmolar nonketotik (HHNK) (Wulandari, 2018).
5. PATHWAY

Sumber : Smeltzer,Suzane C dan Brenda G. Bare.


Keperawatan Medikal Bedah 2, Edisi 8. Jakarta :
EGC, SDKI, SLKI. 2018

Diabetes Melitus

Aterosklerosis Ketidakstabilan Insufiensi Sel Beta


Kadar Glukosa Pada Pankreas
darah

Mikroangiopati Kadar Gula Dalam Pembatasan Intake


Darah Meningkat
(Hiperglikemia)

Neuropati Perubahan Pola Diet


Peningkatan
Osmolalitas Darah

Penurunan Minat/Selera
Sensitivitas Perifer Diuresis Osmotik Terhadap Makanan
Menurun/Anoreksia

Mudah Terluka Peningkatan


Pembentukan urine Intake Tidak Kuat
(Poliuria)

Gangguan
Integritas Output Cairan Defisit Nutrisi
Kulit/Jaringan Berlebih

Resiko
Ketidakseimbanga
n Cairan
6. KOMPLIKASI
Menurut Astuti (2017), komplikasi yang ditimbulkan DM yaitu ada komplikasi akut dan
komplikasi menahun.
a. Komplikasi Akut.
1) Hipoglikemia yaitu keadaan dimana kadar gula dalam darah berada di bawah kadar
normal.
2) Hiperglikemia yaitu keadaan dimana kadar gula dalam darah berada di atas kadar
normal.
3) Penyakit makrovaskuler yaitu penyakit mengenai pembuluh darah besar, penyakit
jantung koroner (cerebrovaskuler, penyakit pembuluh darah kapiler).
4) Penyakit mikrovaskuler yaitu penyakit mengenai pembuluh darah kecil, renopati
dan nefropati.
b. Komplikasi Menahun.
1) Neuropatik diabetikum yaitu kerusakan syaraf kaki yang meningkatkan kejadian
ulkus kaki dan infeksi.
2) Retinopati diabetikum yaitu salah satu penyebab kebutaan yang terjadi karena
kerusakan pembuluh darah.
3) Nefropatik diabetikum yaitu penyakit ginjal diabetes yang menyebabkan kerusakan
fungsi ginjal.
4) Proteinuria yaitu faktor risiki penurunan faal ginjal.
5) Kelainan koroner yaitu keadan yang terjadi karena penyempitan, penyumbatan dan
adanya kelainan di pembuluh nadi koroner. Akibat dari penyempitan atau
penyumbatan ini dapat menghentikan aliran darah ke otot.
6) Ulkus atau gangren diabetikum yaitu kematian karena penyumbatan pembuluh
darah oleh mikroemboli retrombosis akibat penyakit vaskular perifir oklusi yang
menyertai pasien DM sebagai komplikasi menahun.

7. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada pasien diabetes
milletus adalah sebagai berikut :
a. Penatalaksanaan Medis
1) Terapi Farmakologi
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan
jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk
suntikan.
2) Obat Antihiperglikemia Oral
Berdasarkan cara kerjanya, obat anti-hiperglikemia oral dibagi menjadi 5 golongan
:
➢ Pemacu sekresi insulin (insulin Secretagogue)
Sulfonilurea, Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi
insulin oleh sel beta pankreas. Efek samping utama adalah hipoglikemia dan
peningkatan berat badan. Hati-hati menggunakan sulfonilurea pada pasien
dengan risiko tinggi hipoglikemia (orang tua, gangguan fungsi hati dan ginjal).
Contoh obat dalam golongan ini adalan glibenclamide, glipizide, glimepiride,
gliquidone dan gliclazide.
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya mirip dengan sulfonilurea, namun
berbeda lokasi reseptor, dengan hasil akhir berupa penekanan pada peningkatan
sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu
Repaglinid dan Nateglinid. Obat ini diabsorbsi cepat setelah pemberian secara
oral dan dieskresi secara cepat melalui hati. Obat ini dapat mengatasi
hiperglikemia post prandial. Efek samping yang mungkin terjadi adalah
hipoglikemia. Obat golongan glinid sudah tidak tersedia di Indonesia.
➢ Peningkat sensitivitas terhadap insulin (insulin sensitizers)
Metformin mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati
(gluconeogenesis), dan memperbaiki ambilan glukosa di jaringan perifer.
Metformin merupakan pilihan pertama pada sebagian besar kasus DM tipe 2.
Dosis metformin diturunkan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (LFG
30-60 ml/menit/17,3 m2). Metformin tidak boleh diberikan pada beberapa
keadaan seperti LFG < 30 ml/menit/17,3 m2 , adanya gangguan hati berat, serta
pasien-pasien dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit
serebrovaskular, sepsis, renjatan, PPOK, gagal jantung NYHA (New York
Heart Assiciation) fungsional kela III-IV. Efek samping yang mungkin terjadi
adalah gangguan saluran pencernaan seperti dispepsia dan diare.
Tiazolidinedion (TZD) merupakan agonis dari peroxisome Prolierator
Activated Receptor Gamma (PPAR- gamma), suatu reseptor inti yang terdapat
antara lain di sel otot, lemak, dan hati. Golongan ini mempunyai efek
menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein
pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di jaringan
perifer. Tiazolidinedion menyebabkan retensi cairan tubuh sehingga
dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung (NYHA fungsional kela
III-IV) karena dapat memperberat edema/retensi cairan. Hati-hati pada
gangguan faal hati, dan bila diberikan perlu pemantauan faal hati secara berkala.
Obat yang masuk dalam golongan ini adalah pioglitazone.
➢ Penghambat Alfa Glukosidase
Obat ini bekerja dengan menghambat kerja enzim alfa glukosidase di saluran
pencernaan sehingga menghambat absorpsi glukosa dalam usus halus.
Penghambat glukosidase ala tidak digunakan pada keadaan LFG ≤ 30
ml/menit/17,3 m2 , gangguan faal hati yang berat. Efek samping yang mungkin
terjadi berupa bloating (penumpukan gas dalam usus) sehingga sering
menimbulkan flatus. Guna mengurangi efek samping tersebut dapat diberikan
dengan dosis kecil. Contoh obat golongan ini acarbose.
➢ Penghambat enzim dipeptidil peptidase-4
DPP-4 adalah suatu serin protease, yang didistribusikan secara luas dalam
tubuh. Emzim ini memecah dua asam amino dari peptide yang mengandung
alanine atau prolin di posisi kedua peptide N-terminal. Enzim DPP-4
terekspresikan di berbagai organ tubuh, termasuk di usus dan membrane brush
border ginjal, di hepatosit, endotelium vaskuler dari kapiler villi, dan dalam
bentuk larut dalam plasma. Penghambat DPP-4 akan menghambat lokasi
pengikatan pada DPP-4 sehingga mencegah inaktivasi dari glucagon-like
peptide glucose-dependent insulinotropic polypeptide (GIP) dalam bentuk aktif
di sirkulasi darah, sehingga dapat memperbaiki toleransi glukosa,
meningkatkan respons insulin, dan mengurangi sekresi glukagon. Penghambat
DPP-4 merupakan agen oral, dan yang termasuk dalam golongan ini adalah
vildagliptin, linagliptin, sitagliptin, saxagliptin dan alogliptin.
➢ Penghambat enzim Sodium Glucose co-Transporter 2
Obat ini bekerja dengan cara menghambat reabsorpsi glukosa di tubulus
proksimal dan meningkatkan eksresi glukosa melalui urine. Obat golongan ini
mempunyai manfaat untuk menurunkan berat badan dan tekanan darah. Efek
samping yang dapat terjadi akibat pemberian obat ini adalah infeksi saluran
kencing dan genital. Pada pasien DM dengan gangguan fungsi ginjal perlu
dilakukan penyesuaian dosis, dan tidak diperkenankan menggunakan obat ini
bila LFG kurang dari 45 ml/menit. Hati-hati karena obat ini juga dapat
mencetuskan ketoasidosis.
3) Obat Antihiperglikemia Suntik
Insulin digunakan pada keadaan HbA1c saat diperiksa ≥ 7.5% dan sudah
menggunakan satu atau dua obat antidiabetes, penurunan berat badan yang cepat,
hiperglikemia berat yang disertai ketosis, krisis hiperglikemia, gangguan fungsi
ginjal atau hati yang berat, dan kontraindikasi dan alergi terhadap OHO. Efek
samping insulin adalah dapat terjadinya hipoglikemia dan reaksi alergi terhadap
insulin. Cara penyuntikan insulin umumnya diberikan dengan suntikan di bawah
kulit (subkutan), dengan arah alat suntik tegak lurus terhadap cubitan permukaan
kulit. Kesesuaian konsentrasi insulin dalam kemasan (jumlah unit/mL) dengan
semprit yang dipakai (jumlah unit/mL dari semprit) harus diperhatikan, dan
dianjurkan memakai konsentrasi yang tetap. Saat ini yang tersedia hanya U100
(artinya 100 unit/mL). penyuntikan dilakukan pada daerah perut dan sekitar pusat
sampai ke samping, kedua lengan atas bagian luar (bukan daerah deltoid), kedua
paha bagian samping luar.
b. Penatalaksanaan Non-Farmakologi
1) Edukasi
Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan sebagai bagian
dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting dari pengelolaan
DM secara holistik. Perilaku hidup sehat bagi penyandang diabetes adalah
memenuhi anjuran mengikuti pola makan sehat, meningkatkan kegiatan jasmani
dan latihan jasmani yang teratur, menggunakan obat DM, melakukan pemantauan
glukosa darah mandiri (PGDM), melakukan perawatan kaki secara berkala, dan
mempunyai keterampilan mengatasi masalah yang sederhana dan mau bergabung
dengan kelompok penyandang diabetes serta mengajak keluarga untuk mengerti
pengelolaan penyandang DM serta mampu memanfaatkan fasilitas pelayanan
kesehatan yang ada. Prinsip yang perlu diperhatikan pada proses edukasi DM
adalah memberikan dukungan dan nasehat yang positif serta hindari terjadinya
kecemasan, memberikan informasi secara bertahap, dimulai dengan hal-hal
sederhana dengan cara yang mudah dimengerti, melakukan pendekatan untuk
mengatasi masalah dengan melakukan stimulasi, mendiskusikan program
pengobatan secara terbuka dan perhatikan keinginan pasien, melakukan kompromi
dan negosiasi agar tujuan pengobatan dapat diterima, memberikan motivasi dengan
memberikan penghargaan, melibatkan keluarga atau pendamping dalam proses
edukasi dan perhatikan kondisi jasmani dan psikologis serta tingkat pendidikan
pasien dan keluarganya (PERKENI, 2021).
2) Terapi Nutrisi Medis (TNM)
Terapi nutrisi medis merupakan bagian penting dari penatalaksanaan DM secara
komprehensif. Kunci keberhasilannya adalah keterlibatan secara menyeluruh dari
anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain serta pasien dan
keluarganya). Terapi TNM sebaiknya diberikan sesuai dengan kebutuhan setiap
penyandang DM agar mencapai sasaran. Prinsip pengaturan makan pada pasien
DM hampir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat umum, yaitu makanan
yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing
individu. Pasien DM perlu diberikan penekanan mengenai pentingnya keteraturan
jawdal makan, jenis dan jumlah kandungan kalori, terutama pada mereka yang
menggunakan obat yang meningkatkan sekresi insulin atau teripi insulin itu sendiri.
Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari Karbohidrat sebesar 45- 65% total
asupan energi, glukosa dalam bumbu diperbolehkan sehingga pasien diabetes dapat
makan sama dengan makanan keluarga lain, sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total
asupan energi, dan dianjurkan makan tiga kali sehari dan bila perlu dapat diberikan
makanan selingan seperti buah. Komposisi makanan yang dianjurkan berikutnya
adalah lemak sekitar 20- 25% kebutuhan kalori, dan tidak diperkenankan melebihi
30% total asupan energi, bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak
mengandung lemak jenuh dan lemak trans anatara lain : daging berlemak dan susu
fullcream, konsumsi kolestrol yang dianjurkan adalah < 200 mg/hari. Protein pada
pasien dengan nefropati diabetik perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8 g/kg
BB perhari atau 10% dari kebutuhan energi, dengan 65% diantaranya bernilai
biologik tinggi. Sumber protein yang baik adalah ikan, udang, cumi, daging tanpa
lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu dan
tempe. Sumber bahan makanan protein dengan kandungan saturated fatty acid
(SAFA) yang tinggi seperti daging sapi, daging babi, daging kambing dan produk
hewani olahan sebaiknya dikurangin untuk konsumsi. Natrium bagi pasien DM
yang juga menderita hipertensi perlu dilakukan pengurangan natrium secara
individual. Anjuran asupan natrium untuk pasien DM sama dengan orangsehat
yaitu < 1500 mg per hari. Pada upaya pembatasan asupan natrium ini, perlu juga
memperhatikan bahan makanan yang mengandung tinggi natrium antara lain
adalah garam dapur, monosodium glutamat, soda, dan bahan pengawet seperti
natrium brnzoat dan natrium nitrit. Berikutnya pasien DM juga dianjurkan
mengonsumsi serat dari kacang-kacangan, buah dan sayuran serta karbohidrat yang
tinggi serat, jumlah konsumsi serat yang disarankan adalah 20-35 gram per hari
(PERKENI, 2021).
3) Latihan Fisik
Latihan fisik merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM tipe 2. Program
latihan fisik secara teratur dilakukan 3-5 kali seminggu selama sekitar 30-45 menit,
dengan total 150 menit per minggu, dengan jeda antar latihan tidak lebih dari 2 hari
berturut-turut. Kegiatan sehari-hari atau aktivitas sehari-hari bukan termasuk dalam
latihan fisik. Latihan fisik selain untuk menjaga kebugaan juga dapat menurunkan
berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki
kendali glukosa darah.Latihan fisik yang dianjurkan berupa latihan fisik yang
bersifat aerobik dengan intensitas sedang (50-70% denyut jantung maksimal)
seperti jalan cepat, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Denyut jantung
maksimal dihitung dengan cara mengurangi 220 dengan usia pasien (Lesmana dan
Broto, 2019). Pengukuran kadar glukosa darah menggunakan glukosa strip test alat
easy touch) dengan satuan mg/dl. Pengambilan glukosa darah dilakukan sebelum,
sesudah latihan fisik serta sesudah melakukan pemulihan. Pasien diabetes
asimptomatik tidak diperlukan pemeriksaan medis khusus sebelum memulai
aktivitas fisik intensitas ringan-sedang, seperti berjalan cepat. Subyek yang akan
melakukan latihan intensitas tinggi atau memiliki kriteria risiko tinggi harus
dilakukan pemeriksaan medis dan uji latih sebelum latihan fisik. Pada pesien DM
tanpa kontraindikasi (contoh: osteoartritis, hipertensi yang tidak terkontrol,
retinopati, nefropati) dianjurkan juga melakukan resistance training (latihan beban
2-3 kali/perminggu sesuai dengan petunjuk dokter. Latihan fisik sebaiknya
disesuaikan dengan umur dan status kesegaran fisik. Intensitas latihan fisik pada
pesien DM yang relatif sehat bisa diitngkatkan, sedangkan pada pesien DM yang
disertai komplikasi intesitas latihan perlu dikurangi dan disesuaikan dengan
masing-masing individu (PERKENI, 2021).

8. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons klien terhadap
masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang berlangsung actual
maupun potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respons klien
individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan (Tim
Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien yang mengalami penyakit diabetes militus
(Nursalam, 2016) :
a. Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan disfungsi pankreas.
b. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi nutrisi.
c. Resiko ketidak seimbangan cairan berhubungan dengan pengeluaran cairan berlebihan.
d. Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan neuropati Perifer.

9. INTERVENSI KEPERAWATAN
Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh perawat didasarkan
pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran (outcome) yang diharapkan.
Sedangkan tindakan keperawatan adalah perilaku atau aktivitas spesifik yang dikerjakan
oleh perawat untuk mengimplementasikan intervensi keperawatan.Tindakan
pada intervensi keperawatan terdiri atas observasi, terapeutik, edukasi dan kolaborasi
(PPNI, 2018).
Menurut Tim pokja SDKI PPNI (2017) diagnosa yang muncul pada pasien diabetes
mellitus adalah sebagai berikut :
a. Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan disfungsi pankreas
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kestabilan kadar glukosa
darah meningkat.
Kriteria hasil : Kestabilan kadar glukosa darah meningkat (L.05022)
➢ Keluhan pusing menurun (5)
➢ Lelah/lesu menurun (5)
➢ Keluhan lapar menurun (5)
➢ Berkeringat menurun (5)
➢ Mulut kering menurun (5)
➢ Rasa haus menurun (5)
➢ Kadar glukosa dalam darah membaik (5)
Intervensi : Manajemen Hiperglikemia (I.03115)
Observasi :
➢ Identifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemia
➢ Monitor kadar glukosa darah, jika perlu
➢ Monitor tanda dan gejala hiperglikemia (mis: poliuria, polidipsia,
kelemahan,pandangan kabur, sakit kepala)
➢ Monitor intake dan output cairan
Terapeutik :
➢ Berikan asupan cairan oral
➢ Konsultasi dengan medis jika tanda dan gejala hiperglikemia tetap ada atau
memburuk
Edukasi :
➢ Anjurkan menghindari olahraga saat kadar glukosa darah lebih dari 250 mg/dL
➢ Anjurkan monitor kadar glukosa darah secara mandiri
➢ Anjurkan kepatuhan terhadap diet dan olahraga
Kolaborasi :
➢ Kolaborasi pemberian insulin, jika perlu
b. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi nutrisi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan status nutrisi membaik.
Kriteria hasil : Status nutrisi meningkat (L.03030)
➢ Porsi makan yang dihabiskan meningkat (5)
➢ Verbalisasi keinginan untuk meningkatkan nutrisi meingkat (5)
➢ Frekuensi makan membaik (5)
➢ Pengetahuan tentang pilihan makann yang sehat meningkat (5)
➢ Nafsu makan membaik (5)
Intervensi : Manajemen nutrisi (I.03119)
Observasi :
➢ Identifikasi status nutrisi
➢ Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
➢ Identifikasi makanan yang disukai
➢ Monitor asupan makanan
➢ Monitor berat badan
Terapeutik :
➢ Lakukan oral hygience sebelum makan
➢ Berikan makan tinggi protein dan kalori
➢ Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
Edukasi :
➢ Anjurkan posisi duduk, jika mampu
➢ Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi :
➢ Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien yang
dibutuhkan, jika perlu
c. Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan neuropati perifer
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan integritas kulit dan
jaringan meningkat.
Kriteria hasil : Integritas kulit dan jaringan meningkat (L.14125)
➢ Perfusi jaringan meningkat (5)
➢ Kerusakan jaringan menurun (5)
➢ Keruskan lapisan kulit menurun (5)
➢ Kemerahan menurun (5)
Intervensi : Perawatan integritas kulit (I.11353)
Observasi :
➢ Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (Mis. Perubahan sirkulasi,
perubahan status nutrisi, penurunan kelembaban, suhu lingkungan ekstrem,
penurunan mobilitas)
Terapeutik :
➢ Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
➢ Lakukan pemijatan pada area penonjolan tulang, jika perlu
➢ Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit kering
Edukasi :
➢ Anjurkan menggunakan pemlembab (Mis. Lotion, serum)
➢ Anjurkan minum air yang cukup
➢ Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
➢ Anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur.
DAFTAR PUSTAKA

Marbun, A.S. (2022), Pelaksanaan Empat Pilar Pada Penderita Diabetes Melitus.
Volume 3, Nomor : 1, Februari 2022. Diakses pada tanggal 5 Mei 2023.
Dihar, A.A. (2021), Proposal. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Diabetes
Mellitus Dengan Masalah Keperawatan Manajemen Kesehatan Keluarga Tidak
Efektif Di Desa Sumberdawesari Kabupaten Pasuruan. Diakses pada tanggal 5
Mei 2023.
Anggraeni, Wiewid Tyas. (2018), Proposal. Asuhan Keperawatan Dengan
Diagnosa Medis Diabetes Mellitus di Ruang Melati RSUD Bangil Pasuruan.
Diakses pada 7 Mei 2023. Tersedia :
https://www.academia.edu/1577026/Studi_Kasus_Asuhan_Keluarga_Pada_Pasie
n_Hipertensi_Di_Puskesmas_Pajintan_Kecamatan_Singkawang_Timur_Tahun_2
017

Anda mungkin juga menyukai