Tinjauan Pustakan
1. Diabetes Mellitus
A. Pengertian
oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. glukosa secara normal
bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah. glukosa dibentuk di hati dari
makanan yang dikonsumsi. Insulin, yaitu suatu hormon yang diproduksi pankreas,
kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah (Mansjoer, 2005. cit.
Windasari,2014).
terjadi karena gangguan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa Diabetes Mellitus merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan
Menurut Perkeni (2011) dan ADA (2012) diabetes melitus adalah suatu
berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah.
kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Brunner dan Suddart, 2002).
B. Klasifikasi
1) Diabetes Mellitus tipe I atau IDDM (Insulin Dependent Diabetes Mellitus), tipe
ini disebabkan oleh kerusakan sel beta pankreas sehingga kekurangan insulin
menyebabkan kematian. Pada diabetes mellitus tipe ini biasanya terjadi sebelum
umur 30 tahun dan harus mendapatkan insulin dari luar. Beberapa faktor resiko
dalam diabetes mellitus tipe ini adalah : autoimun, infeksi virus, riwayat
Mellitus), pada tipe ini pankreas relatif menghasilkan insulin tetapi insulin
yang bekerja kurang sempurna karena adanya resistensi insulin akibat kegemukan.
Faktor genetis dan pola hidup juga sebagai penyebabnya. Faktor resiko NIDDM
adalah : obesitas, stress fisik dan emosional, kehamilan umur lebih dari 40 tahun,
pengobatan dan riwayat keluarga dengan diabetes mellitus. Hampir 90% penderita
kehamilan padahal sebelumnya kadar glukosa darah selalu normal. Tipe ini akan
normal kembali setelah melahirkan. Faktor resiko pada DGM adalah wanita yang
hamil dengan umur lebih dari 25 tahun disertai dengan riwayat keluarga dengan
diabetes mellitus, infeksi yang berulang, melahirkan dengan berat badan bayi
4) Diabetes tipe lain disebabkan karena defek genetik fungsi sel beta, defek genetik
fungsi insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, karena obat atau zat
kimia, infeksi dan sindrome genetik lain yang berhubungan dengan diabetes
dan epinefrin bersifat antagonis atau melawan kerja insulin. Kelebihan hormon
insulin dan kelainan pada produksi insulin pada beta sel pankreas .seiring berjalannya
waktu,disfungsi beta sel pankreas akan semakin parah dan berakibat kekurangan
gangguan sekresi insulin dari resistansi terhadap kerja insulin yang sering kali
disebabkan oleh obesitas (defisiensi relatif) (Bilous, R., & Donelly, R.2015).
resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang dominan defek sekresi
gestasional masa lalu dan usia lanjut. Individu dapat mengalami tanda dan gejala
diabetes yang berbeda, serta kadang-kadang mungkin tidak ada tanda-tanda. Tanda
umum yang dialami yaitu sering buang air kecil (poliuria), haus yang berlebihan
kurangnya minat dan konsentrasi, sebuah sensasi kesemutan atau mati rasa di tangan
atau kaki, penglihatan kabur, sering infeksi, lambat penyembuhan luka, muntah dan
penyimpanan karbohidrat. Hal ini yang akan meningkatkan konsentrasi insulin plasma
penurunan sensitivitas jaringan terhadap efek metabolisme insulin (Guyton & Hall,
2012). DM tipe 2 bisa terjadi pada anak-anak dewasa dan dewasa,tetapi biasanya
terjadi setelah usia 30 tahun. Faktor utama penyebab DM tipe 2 adalah obesitas,
(M.adib,2011).
Pada keadaan resistensi insulin, kerja insulin dihambat hingga kadar glukosa
darah akan meningkat, apabila peningkatan sekresi insulin tidak bisa mengimbangi
menjadi “lelah” untuk menyekresi sejumlah besar insulin (Guyton & Hall, 2012) yang
nantinya akan mengakibatkan penurunan fungsi sel beta secara progresif (Suyono,
2009), namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan
kebutuhan akan insulin, maka kadar glukosa akan terus meningkat dan terjadi DM
D. Etiologi
Menurut Brunner dan Suddart (2002) etiologi dari Diabetes Mellitus adalah
1) DM Tipe I
Beta.
a) Faktor Genetik
b) Faktor Imunologi
Pada penderita tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Respon ini
insulin endogen (internal) terdeteksi pada saat diagnosis dibuat dan bahkan
c) Faktor Lingkungan
Penyelidikan juga sedang dilakukan untuk factor eksternal yang dapat memicu
virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang menimbulkan
2) DM Tipe II
resistensi insulin. Selain itu terdapat pula faktor-faktor resiko tertentu yang
berhubungan dengan proses terjadinya diabetes tipe II. Faktor-faktor ini adalah:
2. Obesitas
3. Riwayat keluarga
4. Kelompok etnik (di Amerika Serikat, golongan hispanik serta penduduk asli
3) DM Gestasional (GDM)
II.
E. Faktor resiko diabetes mellitus
Menurut Sustrani, Alam dan Hadibroto (2010) ada beberapa faktor resiko
1) Usia
bahwa umur sangat erat kaitannya dengan kenaikan kadar glukosa darah.
Diabetes mellitus tipe II biasanya terjadi setelah usia diatas 30 tahun dan
semakin sering terjadi setelah usia 40 tahun serta akan terus meningkat pada usia
lanjut. WHO menyebutkan bahwa setelah usia 30 tahun, kadar glukosa darah
akan meningkat 1-2 mg/dl/tahun pada saat puasa dan naik 5,6-13
pasien diabetes mellitus tipe IIsering terjadi diatas usia 45 tahun dikarenakan
2) Jenis kelamin
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Santoso, Lian dan Yudi
(2006) tentang Gambaran pola penyakit diabetes mellitus di bagian rawat inap
darah saat masuk rata-rata 201-500 mg/dl. Sedangkan menurut penelitian yang
dilakukan oleh Sousa (2009), bahwa penderita diabetes mellitus tipe II lebih
adanay persentase timbunan lemak badan pada wanita yang lebih besar
sehingga dapat menurunkan sensitifitas terhadap kerja insulin pada otot dan
hati.
3) Lama menderita Diabetes Mellitus
(Waspadji, 2009).
4) Penyakit penyerta
penyakit jantung koroner dan penyakit pembuluh darah otak 2 kali lebih
mengidap gagal ginjal terminal dan 25 kali lebih mudah mengalami kebutaan
akibat kerusakan retina daripada pasien non diabetes mellitus. Jika sudah disertai
normal akan sulit, kerusakan yang sudah terjadi umumnya akan menetap
(Waspadji,2009).
F. Manifestasi Klinis
(banyak minum), lemas, dan berat badan turun. Gejala lain yang mungkin dikeluhkan
pasien adalah kesemutan, gatal, mata kabur, dan impotensi pada pria, serta pruritus
Indonesia), gejala khas diabetes melitus terdiri dari poliuria, polidipsi, polifagi,
dan berat badan menurun tanpa sebab yang jelas, sedangkan gejala yang tidak khas
diabetes melitus diantaranya lemas, kesemutan, luka yang sulit sembuh, gatal, mata
G. Patofisiologi
adalah
1) DM tipe I
karena sel-sel beta dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemia puasa terjadi
akibat produksi glukosa berlebihan di hati,di samping itu glukosa yang berasal
dari makanan tidak dapat di simpan di hati meskipun tetap berada dalam darah
glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua
nafas bau aseton. bila tidak ditangani akan menimbulkan penurunan kesadaran
bahkan kematian.
2) DM tipe II
Pada DM tipe II terdapat 2 masalah utama yaitu resistensi insulin dan
glukosa jaringan .DM tipe II paling sering terjadi pada penderita yang berusia
lebih dari 30 tahun dan obesitas. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung
lambat dan progresif maka gejala awal dapat berjalan tanpa terdeteksi.Gejala
pada kulit yang lama sembuhnya, infeksi vagina, pandangan yang kabur jika
3) Diabetes Gestasional
sudah memulai program terapi yang intensif (pemeriksaan kadar glukosa darah
empat kali perhari dan pemberian suntikan insulin tiga hingga empat kali perhari)
dengan maksud untuk mencapai kadar hemoglobin yang normal tiga bulan
Menurut PERKENI (2011) Kondisi kadar gula darah tetap tinggi akan
timbul berbagai komplikasi. Komplikasi pada diabetes melitus dibagi menjadi dua
yaitu komplikasi akut dan komplikasi kronis. Komplikasi akut meliputi ketoasidosis
diabetik, hiperosmolar non ketotik, dan hipoglikemia. Menurut Perkeni (2011) yang
darah tepi dan otak. Mikroangiopati terjadi pada pembuluh darah kecil
I. Diagnosis
Pertama, jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma > 200
mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis diabetes melitus. Kedua, dengan
pemeriksaan glukosa plasma puasa yang lebih mudah dilakukan, mudah diterima
oleh pasien serta murah, sehingga pemeriksaan ini dianjurkan untuk diagnosis
diabetes melitus. Ketiga dengan TTGO. Meskipun TTGO dengan beban 75 gram,
glukosa lebih sensitif dan spesifik di banding dengan pemeriksaan glukosa plasma
puasa, namun memiliki keterbatasan sendiri. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat di
gambar 2.1.
Gambar 2.1
Langkah-Langkah Diagnostik Diabetes Melitus dan toleransi
GlukosaTerganggu (Sumber : Perkeni, 2011).
Selain itu pada tabel 2.2, dapat dilihat untuk membedakan kadar Glukosa
darah antara yang pasti diabetes melitus dan yang bukan diabetes melitus sebagai
patokan penyaring.
Tabel 2.1
Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa sebagai Patokan Penyaring dan
Diagnosis Diabetes Mellitus
1) Pencegahan Primer
kelompok yang memiliki faktor resiko, yaitu kelompok yang belum mengalami
sebagai berikut:
ii. Jenis kelamin. Berdasarkan hasil studi yang dilakukan oleh Wexler
iii. Usia. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Meneilly &
Elahi (2005), resiko DM lebih tinggi pada usia dewasa daripada lansia.
insulin.
oleh Morato et.al. (2007), seseorang yang kurang bergerak atau sedikit
(3) Hipertensi. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Eyre et.al.
(4) Dislipidemia (HDL < 35 mg/dL dan atau trigliserida > 250 mg/dL).
(5) Diet tidak sehat (unhealthy diet). Diet dengan tinggi gula dan rendah
(1) Pasien Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) atau keadaan klinis lain
glukosa darah.
sebelumnya.
2) Pencegahan Sekunder
tindakan deteksi dini sejak awal pengelolaan penyakit DM. Program penyuluhan
3) Pencegahan Tersier
kolaborasi antar tenaga medis. Kolaborasi yang baik antar para ahli di berbagai
disiplin (jantung dan ginjal, mata, bedah ortopedi, bedah vaskular, radiologi,
rehabilitasi medis, gizi, podiatris, dan lain sebagainya) sangat diperlukan dalam
1) Edukasi
kepada pasien harus dilakukan dengan melihat latar belakang pasien, ras,
bertahap yang meliputi konsep dasar DM, pencegahan DM, pengobatan DM, dan
lain serta pasien dan keluarganya). Prinsip pengaturan nutrisi pada pasien DM
tipe 2 yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat
pasien dengan terapi insulin (PERKENI, 2011; Smeltzer & Bare, 2001. cit.
Windasari, 2014).
3) Latihan Jasmani
dasar dalam pembuatan materi DSME yang memiliki arti latihan jasmani
relaksasi secara teratur, gerak cepat dan lambat secara bergantian, berangsur-
angsur dari latihan ringan ke latihan yang lebih berat secara bertahap dan
insulin. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat
aerobik seperti jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan
4) Intervensi Farmakologis
DM tipe 2. Obat-obatan yang diberikan dapat berupa obat oral dan bentuk
suntikan. Obat dalam bentuk suntikan meliputi pemberian insulin dan agonis
Alat pengukur gula darah Alat yang digunakan untuk mengukur kadar gula
darah kapiler disebut glucometer. Glucometer merupakan alat untuk mengukur kadar
glukosa darah dengan menggunakan darah dari kapiler. Alat ini pertama kali
diperkenalkan di Amerika Utara pada tahun 1980 dimana pada saat itu glucometer
dibagi menjadi 2 jenis yaitu glucometer accu – check meter (ronche) dan glucometer
Salah satu model pemeriksaan yang praktis dengan akurasi tinggi adalah
dengan menggunakan Blood Glucose Test Meter GlucoDr. Dasar pemeriksaan adalah
dengan menggunakan 2,5 – 4 mikroliter darah kapiler yang direaksikan dengan reagen
yang terdapat pada Check Strip kemudian dimasukan ke dalam Glucose Test Meter
GlucoDr, sehingga terbaca secara digital. Alat ini ampuh membaca gula darah 20 –
600 mg/dL. Menurut peneliti keakuratan pada pemeriksaan kadar glukosa darah
untuk digunakan dengan memiliki tingkat sensitivitas sebesar 70% dan spesivitas
Metode Pemeriksaan Untuk mengukur kadar glukosa dipakai terutama dua macam
tekni. Cara-cara kimia memanfaatkan sifat mereduksi molekul glukosa yang tidak
banyaknya diukur secara tak langsung. Nilai-nilai yang ditemukan dalamm cara
reduksi adalah 5-15 mg/dl lebih tinggi dari yang didapat dengan cara-cara enzimatik,
karena disamping glukosa terdapat zat-zat mereduksi lain dalam darah. Sistem-sistem
indikator yang dipakai pada berbagai metode enzimatik yang otomatik berpenngaruh
kepada hasil penetapan, jadi juga kepada nilai rujukan (Suyono, 2019).
1. Metode folin
Prinsip dari metode ini adalah filtrat darah bebas protein dipanaskan dengan
CuSO4 alkali. Endapan CuSO4 yang dibentuk gula larut dengan penambahan
2. Metode samogyi-nelson
Prinsip dari metode ini adalah filtrat mereduksi Cu dalam lartan alkali panas.
3. Metode ortho-toluidin
dalam larutan asam kuat panas menghasilkan warna hijau yang ditentukan
Prinsip dari metode ini adalah hydrogen peroksidase bereaksi dengan oksigen
Prinsip dari metode ini adalah gula ditemukan setelah reaksi enzimatis dengan
violet.
POD
mereduksi dari glukosa, dengan bahan indikator yang akan berubah warna
apabila tereduksi. Akan tetapi metode ini tidak spesifik karena senyawa-
senyawa lain yang ada dalam darah juga dapat mereduksi (misal : urea,
saat ini adalah metode toluidin, karena murah, cara kerja sederhana, dan
tetapi tidak pada gula lain (misal : fruktosa, galaktosa, dan lain-lain) dan
enzimatik, tidak lagi dengan prinsip reduksi untuk menghindari ikut terukurnya zat-
zat lain yang akan memberikan hasil tinggi palsu. Cara enzimatik dapat dilakukan
dengan cara otomatis seperti dengan GOD- PAP dan cara Strip (Suryaatmadja, 2003).
A. Pengertian
Slow deep breathing ialah salah satu bagian dari latihan relaksasi dengan teknik latihan
pernapasan yang dilakukan secara sadar. Slow deep breathing merupakan relaksasi yang
dilakukan secara sadar untuk mengatur pernapasan secara dalam dan lambat (Martini, 2006).
Terapi relaksasi banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari untuk dapat mengatasi
berbagai masalah, misalnya stress, ketegangan otot, nyeri, hipertensi, gangguan pernapasan,
dan lain-lain (Martini, 2006). Relaksasi secara umum merupakan keadaan menurunnya
Slow deep breathing (nafas dalam) merupakan suatu teknik melakukan nafas dalam , nafas
lambat (menahan inspirasi secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan nafas secara
perlahan. Terapi relaksasi deep breathing (nafas dalam) merupakan teknik relaksasi yang
paling mudah diterapkan tanpa harus menggunakan instruktur salah satu upaya untuk
Menurut Riadi (2016), manfaat dari teknik slow deep breathing (nafas dalam)
adalah :
1. Ketentraman hati
7. Tidur lelap
11. Meningkatkan kreativitas
12. Meningkatkan keyakinan
14. Intuisi
Slow deep breathing adalah salah satu teknik pengontrolan napas dan relaksasi (Sepdianto et
al., 2007). Menurut Tarwoto (2012), langkah-langkah melakukan latihan slow deep
c) Anjurkan melakukan napas secara perlahan dan dalam melalui hidung dan
d) tarik napas selama tiga detik, rasakan perut mengembang saat menarik napas.
i) Latihan slow deep breathing dilakukan dua kali sehari, yaitu pagi dan sore
hari.
Pengendalian pengaturan pernafasan secara sadar dilakukan oleh korteks serebri, sedangkan
pernafasan yang spontan atau automatik dilakukan oleh medulla oblongata. Nafas dalam
lambat dapat menstimulasi respon saraf otonom yaitu dengan menurunkan respon saraf
aktifitas tubuh sedangkan proses parasimpatis lebih banyak menurunkan aktifitas metabolik.
dengan penurunan aktifitas metabolik akan memperlambat kerja glikogenesis dan kadar gula
Mekanisme penurunan metabolisme tubuh pada pernafasan lambat dan dalam masih belum
jelas, namun menurut hipotesanya nafas lambat dan dalam di sadari akan mempengaruhi
sistem saraf otonom melalui penghambatan sinyal respon peregangan dan arus hiperpolarisasi
baik melalui jaringan saraf dan non saraf dengan mensinkronisasi elemen saraf di jantung ,
paru-paru, sistem limbik dan korteks serebri. Selama inspirasi peregangan jaringan paru
peregangan lambat atau Slow adaption stretch reseptors (SARs) dan hiperpolarisasi pada
fibroblas. Kedua penghambat hantaran implus dan hiperpolarisasi ini untuk menyingkronkan
unsur saraf yang menuju ke modulasi sistem saraf dan penurunan aktifitas metabolik yang
menurunkan kebutuhan insulin sehingga kadar gula darah dapat menurun (Tarwoto,2020)
Kerangka Teori Penelitian
Obesitas
Hipertensi
Riwayat Keluarga
Dislipidemia
Umur
Riwayat persalinan
Alkohol Dan Rokok
P
Gambar 2.1 Kerangka teori Pengaruh Latihan Slow Deep Breathing terhadap perubahan
C. Hipotesis penelitian
Berdasarkan teori yang berkaitan dengan slow deep breathing terhadap penurunan kadar gula
darah maka hipotesis yang di tegakkan dalam penelitian ini adalahada pengaruh latihan slow
deep breathing dalam menurunkan kadar gula darah pada pasien diabetes mellitus tipe II