Anda di halaman 1dari 17

6

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2. Konsep Dasar Diabetes Melitus

II.1 Pengertian

Diabetes Millitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik

dengan karakterisitik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi

insulin, kerja insulin atau kedua – duanya (PERKENI, 2015). Diabetes mellitus

adalah penyakit kronis serius yang terjadi karena pancreas tidak menghasilan cukup

insulin (hormone yang mengatur gula darah atau glukosa) atau ketika tubuh tidak

dapat secara efektif menggunakan insulin yang dihasilkannya (WHO Global Report,

2016). Diabetes Melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan

karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan skresi insulin atau keduanya

(Smeltzer, 2013).

II.2 Etiologi

Menurut Price& Wilson (2006) etiologi dari diabetes mellitus adalah

sebagai berikut:

a. Tipe I

Diabetes tipe I ditandai oleh penghancuran sel – sel beta

pancreas.Kombinasi faktor genetik, imunologi, dan mungkin pula

lingkungan (misalnya infeksi virus) diperkirakan turut menimbulkan

destruksi sel beta.


7

Adapun faktor – faktor yang berhubungan dengan diabetes mellitus

antara lain :

1) Faktor genetik

Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri, tetapi

mewarisi suatu predisposisi atau kecendrungan genetik ke arah terjadinya

diabetes tipe I. Kecendrungan genetic ini ditemukan pada individu yang

memiliki tipe antigen HLA (human leucocyte antigen) tertentu. HLA

merupakan kumpulan gen yang bertangguang jawab atas antigen

transplantasi dan proses imun lainnya.

2) Faktor Imunologi

Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun.

Respon ini merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada

jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut

yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Autoantibodi

terhadap sel – sel pulau langerhans dan insulin endogen (internal)

terdeteksi pada saat diagnosis dibuat dan bahkan beberapa tahun sebelum

timbulnya tanda – tanda klinis diabetes tipe I.

Riset dilakukan untk mengevaluasi efek preparat imun supresif

terhadap perkembangan penyakit pada pasien diabetes mellitus tipe I

yang baru terdiagnosis. Riset lainnya meneylidiki efek protektif yang

ditimbulkan insulin dengan dosis kecil terhadap fungsi sel beta.


8

3) Faktor lingkungan

Penyelidikan juga sedang dilakukan terhadap kemungkinan

faktor-faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel beta.

b. Tipe II

Mekanisme yang tepat menyebabkan resistensi insulin dan gangguan

sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik

diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.

Selain itu terdapat pula faktor-faktor resiko tertentu yang berhubungan dengan

proses terjadinya diabetes tipe II. Faktor – faktor tersebut adalah :

1) Usia (resistensi insulin cendrung meningkat pada usia di atas 65 tahun)

2) Obesitas

3) Riwayat keluarga

4) Kelompok etnik (di Amerika Serikat, golongan Hispanik serta penduduk

asli Amerika tertentu memiliki kemungkinan yang lebihbesar untuk

terjadinya dibetes mellitus Tipe II dibandingkan dengan golongan Afro-

Amerika).
9

II.3 Klasifikasi

Menurut Sudoyo (2009) Klasifikasi Diabetes Mellitus adalah sebagai

berikut :

a. Diabetes mellitus Tipe 1

(destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolute)

1. Autoimun

2. Idiopatik

Pada Diabetes tipe 1 (Diabetes Insulin Dependent), lebih sering ternyata

pada usia remaja. Lebih dari 90% dari sel pankreas yang memproduksi

insulin mengalami kerusakan secara permanen. Oleh karena itu, insulin

yang diproduksi sedikit atau tidak langsung dapat diproduksikan. Hanya

Diabetes tipe 2 sekitar 10% dari semua penderita diabetes melitus

menderita tipe 1. Diabetes tipe 1 kebanyakan pada usia dibawah 30 tahun.

Para ilmuwan percaya bahwa faktor lingkungan seperti infeksi virus atau

faktor gizi dapat menyebabkan penghancuran sel penghasil insulin di

pankreas

b. Diabetes tipe 2 (bervariasi mulai yang terutama dominan resistensi insulin

disertai defesiensi insulin relatif sampai yang terutama defek sekresi insulin

disertai resistensi insulin).

Diabetes tipe 2 ( Diabetes Non Insulin Dependent) ini tidak ada kerusakan

pada pankreasnya dan dapat terus menghasilkan insulin, bahkan kadang-

kadang insulin pada tingkat tinggi dari normal. Akan tetapi, tubuh manusia

resisten terhadap efek insulin, sehingga tidak ada insulin yang cukup untuk
10

memenuhi kebutuhan tubuh. Diabetes tipe ini sering terjadi pada dewasa yang

berumur lebih dari 30 tahun dan menjadi lebih umum dengan peningkatan

usia. Obesitas menjadi faktor resiko utama pada diabetes tipe 2. Sebanyak

80% sampai 90% dari penderita diabetes tipe 2 mengalami obesitas. Obesitas

dapat menyebabkan sensitivitas insulin menurun, maka dari itu orang obesitas

memerlukan insulin yang berjumlah sangat besar untuk mengawali kadar gula

darah normal

c. Diabetes tipe lain.

1. Defek genetik fungsi sel beta :

2. DNA mitokondria.

3. Defek genetik kerja insulin.

4. Penyakit eksokrin pankreas :

a) Pankreatitis.

b) Tumor/ pankreatektomi.

c) Pankreatopati fibrokalkulus.

5. Endokrinopati.

a) Akromegali.

b) Sindroma Cushing.

c) Feokromositoma.

d) Hipertiroidisme.

6. Karena obat/ zat kimia.

7. Pentamidin, asam nikotinat.

8. Glukokortikoid, hormon tiroid.


11

d. Diabetes mellitus Gestasional

Cara diagnosis diabetes melitus dapat dilihat dari peningkatkan kadar

glukosa darahnya. Terdapat beberapa kriteria diagnosis Diabetes Melitus

berdasarkan nilai kadar gula darah.

II.4 Patofisiologi

Kelainan dasar yang terjadi pada DM tipe 2 yaitu: 1) resistenssi

insulin pada jaringan lemak, otot, dan hati menybabkan respon reseptor

terhadap insulin berkurang sehingga ambilan, penyimpanan, dan penggunaan

glukosa pada jaringan tersebut menurun, 2) kenaikan produksi glukosa oleh

hati mengakibatkan kondisi hiperglikemia, 3) kekurangan sekresi insulin oleeh

pancreas yang menyebabkan turunnya kecepatan transport glukosa ke jaringan

lemak, otot, dan hepar. Resistensi insulin awalnya belum menyebabkan DM

secara klinis. Sel beta pancreas masih dapat melakukan kompensasi bahkan

sampai overkompensasi, insulin disekresi scara berlebihan sehingga terjadi

kondisi hiperinsulinemia dengan tujuan normalisasi kadar glukosa darah.

Mekanisme kompensasi yang terus menerus menyebabkan kelelahan sel beta

pancreas yang disebut dekompensasi,mengakibatkan produksi insulin menurun

secara absolut. Kondisi resistensi insulin diperberat oleh produksi insulin yang

menurun akibatnya kadar glukosa darah semakin meningkat sehingga

memenuhi kritria diagnose DM (Sudoyo, 2009).


12

II.6 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis diabetes mellitus menurut Black & Hawks (2009)

adalah sebagai berikut :

a. Poli uria, poli dipsia, poli fagia.

b. Keletihan dan kelemahan, perubahan pandangan secara mendadak, sensasi

mati rasa atau kesemutan ditangan atau dikaki, kulit kering, lesi kulit atau

luka yang lambat sembuh, atau infeksi berulang.

c. Awitan diabetes tipe 1 dapat disertai dengan penurunan berat badan

mendadak atau mual, muntah, atau nyeri lambung.

d. Peningkatan kadar glukosa darah

e. Diabetes tipe 2 disebabkan oleh intoleransi glukosa yang progresif dan

berlangsung perlahan (bertahun-tahun) dan mengakibatkan komplikasi jangka

panjang apabila diabetes tidak terdeteksi selama bertahun-tahun (mis,

penyakit mata, neuropati perifer, penyakit veskuler perifer). Komplikasi

dapat muncul sebelum diagnosis yang sebenarnya ditegakkan.

f. Tanda dan gejala ketoasidosis diabetes (DKA) mencakup nyeri abdomen,

mual muntah, hiperfentilasi dan napas berbau buah. DKA yang tidak

tertangani dapat menyebabkan perubahan tingkat kesadaran (koma).

II.7 Pemeriksaan Penunjang

Menurut Perhimpunan Endokrinologi Indonesia (PERKENI, 2011)

Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara :


13

a. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu

>200 mg/dL sudah cukup untuk enegakkan diagnosis DM

b. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL dengan adanya keluhan

klasik.

c. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan beban 75 g

glukosa lebih sensitive dan spesifik dibandingkan dengan pemeriksaan

glukosa plasma puasa, namun pemeriksaan ini memiliki keterbatasan sendiri.

TTGO sulit untuk dilakukan berulang – ulang dan dalam praktek sangat

jarang dilakukan karena membutuhkan persiapan khusus.

Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi criteria normal atau DM,

bergantung pada hasil yang diperoleh, maka dapat digolongkan ke dalam

kelompok toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa

terganggu (GDPT).

a. TGT : diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO

didapatkan glukosa plasma 2 jam antara 140 – 199 mg/Dl (7,8 – 11,0

mmol/L).

b. GDPT: diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa

plasma puasa didapatkan antara 100 – 125 mg/dl (5,6 – 6,9 mmol/L) dan

pemeriksaan TTGO gula darh 2 jam <140 mg/dl.

Adapun kriteria diagnosis DM:

1) Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu 200 mg/dl (11,1

mmol/L)Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sasaat

pada suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir


14

2) Gejala klasik DM + kadar glukosa plasma puasa 126 mg/dl (7,0 mmol/L)

puasa diartikan pasien tak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam

3) Kadar gula plasma 2 jam pada TTGO 200 mg/dl (11,1 mmol/L) TTGO

yang dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang

setara dengan 75 g glukosa anhidrus yang dilarutkan kedalam air.

4) Pemeriksaan HbA1c (>6.5%) oleh ADA 2011 sudah dimasukkan menjadi

salah satu criteria diagnosis DM, jika dilakukan pada sarana laboratorium

yang telah terstandardisasi dengan baik (PERKENI,2011)

II.8 Komplikasi

Komplikasi diabetes mellitus menurut Price & Wilson (2006) adalah

sebagai berikut:

a. Komplikasi Akut

1) DKA (Diabetic Ketoasidosis)

DKA merupakan suatu komplikais metabolic akut yang terutama

terjadi pada diabetes tipe 1 dan ditandai dengan adanya hiperglikemia

(>300 mg/dl ), asidosis metabolik akibat penimbunan asam keton,

serta diuresis osmotic. Ketosis terjadi akibat sangat meningkatnya

pelepasan asam lemak bebas dari adiposity, yang menyebabkan

bergesernya sintesis badan keton dalam hati,bergesernya sintesis badan

keton dalam hati. DKA dapat dicetuskan oleh hal-hal yang

menyebabkan meningkatnya defisit insuli, seperti infeksi akut atau

stress fisiologis.
15

2) Hipoglikemia

Hipoglikemia adalah suatu kondisi yang menunjukkan kadar glukosa

dalam darah rendah. Kadar glukosa dalam darah turun dibawah 50 mg/dl

kondisi ini menyebabkan sel – sel otak tidak mendapatkan cukup glukosa

sehingga menimbulkan gangguan pada sistem saraf pusat. Medikasi

menurunkan gula darah dengan menstimulasi atau meningkatakan sekresi

insulin.

1) Syndrom Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik (SHHNK)

Merupakan keadaan yang didominasi oleh hiperosmolaria dan

hiperglikemia yang disertai perubahan tingkat kesadaran. Keadaan

hiperglikemia persisten menyebabkan diuresis osmotic sehingga terjadi

kehilangan cairan dan elektrolit. Untuk mempertahankan keseimbangan

osmotic, cairan akan berpindah dari intrasel ke ruang ekstrasel dengan

adanya glukosiria dan dehidrasi.

b. Komplikasi jangka panjang

1) Retinopati diabetik

Merupakan penyebab utama kebutaan dan disebabkan oleh

mikroangiopati yang mendasarinya

2) Glomelurosklerosis diabetik

Merupakan penyebab utama pnyakit ginjal stadium akhir

3) Nefropati diabetik

Dapat melibatkan saraf perifer, saraf kranial, atau sistem saraf otonom dan

merupakan suatu komplikasi jangka panjang yang lazim terjadi pada

diabetes tipe 1 maupun tipe 2


16

2.9 Penatalaksanaan

Menurut Perhimpunan Endokrinologi Indonesia (Perkeni 2011)

adapun pilar dalam penatalaksanaan diabetes mellitus yaitu sebagai berikut :

a. Edukasi

Diabetes tipe 2 umunya terjadi pada saat pola gaya hidup dan

perilaku telahterbentuk dengan mapan.pemerdayaan penyandang

diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien, dalam menuju perubahan

perilaku sehat. Untuk mencapai perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi

yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi. Pengetahuan

tentang pemantauan glukosa darah mandiri, tanda dan gejala

hipoglikemia serta cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien.

Pemantauan kadar glukosa darah dapat dilakukan dengan secara

mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus.

b. Terapi Nutrisi Medis

1) Terapi Nutrisi Medis (TNM) merupakan bagian dari

penatalaksanaan diabetes secara total. Kunci keberhasilan TNM

adalah keterlibatan secara menyeluruh dari anggota tim (dokter,

ahli gizi, petugas kesehatan yang lain serta pasien dan keluarga).

2) Setiap penyandang diabetes sebaliknya mendapat TNM sesuai

dengan kebutuhannya guna mencapai sasaran terpai.

3) Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama

dengan anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makan yang

seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi


17

masing-masing individu. Makan dalam hal jadwal makan, jenis,

dan jPada penyandang diabetes perlu ditekankan pentingnya

keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis, dan jumlah

makan, terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun

glukosa darah atau insulin

c. Latihan Jasmani

Kegiatan jasmani sehari – hari dan latihan jasmani secara teratur

(3-4 kali seminggu selama ± 30 menit), merupakan salah satu pilar

dalam pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan sehari – hari seperti berjalan

kaki ke pasar, menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan.

Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat

menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga

akan memperbaiki kendali glukosa darah.

Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang

bersifat aerobic seperti jalan kaki, besrpeda santai, jogging, dan

berenang. Latihan jasmani sebaiknnya disesuaikan dengan umur dan

status kesegaran jasmani. Untuk mereka yang relative sehat, intensitas

latihan jasmani bisa ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat

komplikasi DM dapat dikurangi. Hindarkan kebiasaan hidup yang

kurang gerak atau bermalas - malasan.

d. Terapi Farmakologis

Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan

makan dan latihan jasmani (gaya hidup sehat).Terapi farmakologis


18

terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan. Berdasarkan cara kerjanya

Obat Hipoglikemik Oral (OHO) dibagi menjadi 5 golongan:

1) Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonylurea dan

glinid

2) Peningkat sensitivitas terhadap insulin: metformin dan

tiazolidindion

3) Penghambat glukoneogenesis (metformin)

4) Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa

5) DPP-IV inhibitor

e. Pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM)

Untuk memantau glukosa darah dapat dipakai darah kapiler.

Saat ini dipasarkan alat pengukur kadar glukosa darah cara reagen

kering yang umumnya sederhana dan mudah dipakai. Hasil

pemeriksaan kadar glukosa darah memakai alat – alat tersebut dapat

dipercaya.Sejauh kaliberasi dilakukan dengan baik dan cara

pemeriksaan dilakukan sesuai dengan cara standar yang dianjurkan.

Secara berkala, hasil pemantauan dengan cara reagen kering perlu

dibandingkan dengan cara konvensional. PGDM dianjurkan bagi pasien

dengan pengobatan insulin atau pemicu sekresi insulin. Waktu

pemeriksaan PGDM bervariasi, tergantung pada tujuan pemeriksaan

yang pada umumnya terkait dengan terapi yang diberikan.

Waktu yang dianjurkan adalah pada saat sebelum makan, 2 jam

setelah makan (menilai ekskursi maksimal glukosa), menjelang waktu


19

tidur (untuk menilai resiko hipoglikemia), dan di antara siklus tidur

(untuk menilai adanya hipoglikemia nocturnal yang kadang tanpa

gejala), atau ketika mengalami gejala seperti hypoglycemic spells.

2.10 Pencegahan

Diabetes dapat dicegah (ADA, 2015) dengan memiliki gaya hidup

sehat sedini mungki. Pencegahan diabetes bagi penyandang prediabetes

dilakukan dengan deteksi penyakit secara dini dan pengelolaan prediabetes

secara tepat. Deteksi dini mengandung makna mengetahui seawall mungkin

terjadinya penyakit. Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan kepekaan

terhadap tanda dan gejala yang perlu diwaspadai seperti banyak makan,

minum dan berkemih. Disamping itu kesadaran terhadap faktor resiko yang

tidak tampak seperti genetic perlu dikenali secara dini.

Pencegahan diabetes difokuskan pada perubahan gaya hidup

khususnya dalam pola makan seimbang dan pola latihan fisik rutin dan

teratur dalam upaya mencegah obesitas sebagai faktor resiko utama diabetes

(Smeltzer, 2013).

Pola makan pada pasien diabetes mellitus diatur berdasarkan jumlah

kalori yang dibutuhkan serta kandungan karbohidrat dalam makanan yang

tersedia. Waktu makan dan saat pemberian isulin harus ditetapkan setiap

hari agar gula darah terkendali secara efektif (Arisman, 2014).


20

2.11 Pengkajian Teoris

Menurut Ignatavicius and Workman (2016), konsep dasar

keperawatan teoritis meliputi:

a. Pengkajian

1. Umur

2. Perubahan berat badan

3. Perubahan kebiasaan makan

4. Perubahan jadwal latihan atau tingkat aktifitas

5. Kehadiran dan durasi polyuria, polydipsia, polifagia dan kehilangan

energy

6. Sejarah cidera kulit kecil yang terinfeksi atau memakai waktu yang

lama untuk sembuh

7. Kehadiran penyakit kardiovaskuler seperti hiperlipidema, hipertensi,

gagal jantung atau stroke

8. Kehadiran diabetes pada orang tua atau saudara kandung

9. Riwayat kadar glukosa darah puasa tinggi

 > 126 mg/dl

 Tes toleransi glukosa oral (2 jam post-load test) >200 mg/dl

 Glycosylated hemoglobin assay (HbA) menghasilkan > 5,5

hingga 6,0

10. Hasil positif untuk keton kemih, albumin dan glukosa dalam urin

11. Nyeri perut, mual dan muntah (dalam DKA)


21

12. Dehidrasi ( turgor kulit yang buruk, membrane mukosa kering,

hemokonsentrasi dengan peningkatan hematocrit dan kadar

hemoglobin, penurunan output urin, gelap dan bau uri kuat)

b. Diagnose Teoritis

Berdasarkan Smeltzer & bare (2014) diagnosa yang muncul pada

Diabetes Melitus adalah :

1. Perubahan nutrisi yang behubungan dengan peningkatan kadar

hormone stress (akibat problem medis primer) dan gangguan

keseimbangan pada pemberian insulin, makanan serta kativitas jas

mani

2. Resiko terputusnya integritas kulit yang berhubungan dengan

imobilitas dan penurunan sensibilitas (akibat neuropati)

3. Potensial kurang pengetahuan tentang keterampilan perawatan-

mandiri diabetes (akibat kurangnya pendidikan dasar atau pendidikan

lanjutan mengenai diabetes)

c. Masalah Kolaboratif/ Komplikasi Potensial

Berdasarkan pada data-data hasil pengkajian, komplikasi potensial

mencakup :

1. Pengendalian kadar glukosa yang tidak adekuat.

2. Timbulnya komplikasi diabetes jangka-pendek akibat pengendalian

kadar glukosa yang tidak adekuat.


22

d. Perencanaan dan Implementasi

Tujuan. Tujuan utama mencakup perbaikan status nutrisi, pemeliharaan

integritas kulit, kemampuan untuk melaksanakan keterampilan perawatan

mandiri diabetes disamping perawatan preventif untuk menghindari komplikasi

jangka panjang dan tidak adanya komplikasi.

e. Intervensi Keperawatan

1. Memperbaiki status nutrisi.

2. Perawatan kulit.

3. Pendidikan pasien dan pertimbangan perawatan dirumah.

4. Pemantauan dan penatalaksanaan komplikasi potensial.

f. Evaluasi

Hasil yang diharapkan:

1. Mencapai pengendalian glukosa darah yang optimal.

a. Menghindari keadaan hipoglikemia dan hiperglikemia yang

ekstrim.

2. Mempertahankan integritas kulit.

a. Kulit tetap halus tanpa menjadi kering dan pecah-pecah.

b. Menghindari ulkus yang disebabkan oleh tekanan dan neuropati.

3. Menjelaskan dengan kata-kata keterampilan untuk bertahan pada

diabetes dan perawatan preventif.

Anda mungkin juga menyukai