Oleh:
CI Lahan CI Institusi
( ) ( )
melitus tipe ini dapat disebabkan oleh defek genetik fungsi sel beta,
C. Manifestasi Klinis
Berikut beberapa manifestasi klinis diabetes melitus, yaitu
(Hasanuddin & Purnama, 2022) :
1. Poliuria
Poliuria adalah keadaan dimana volume air kemih dalam 24
jam meningkat melebihi batas normal. Poliuria timbul sebagai gejala
diabetes melitius karena kadar glukosa darah di dalam tubuh relatif
tinggi sehingga mengakibatkan tubuh tidak sanggup untuk mengurainya
dan berusaha untuk mengeluarkannya melalui urine. Gejala pengeluaran
urine lebih sering terjadi pada malam hari dan urine yang dikeluarkan
mengandung glukosa.
2. Polidipsia
Polidipsia merupakan suatu keadaan dimana individu merasakan
haus berlebihan yang timbul dikarenakan kadar glukosa terbawa oleh
urine sehingga tubuh merespon untuk meningkatkan asupan cairan.
3. Poliphagia
Keadaan dimana penderita diabetes melitus akan merasa cepat
lapar dan lemas, hal tersebut disebabkan karena glukosa dalam tubuh
semakin habis sedangkan kadar glukosa dalam tubuh cukup tinggi.
4. Penyusutan berat badan
Pada penderita diabetes melitus terjadi penyusutan berat badan hal
ini disebabkan karena tubuh terpaksa mengambil dan membakar lemak
sebagai cadangan energi.
5. Malaise
Penderita diabetes melitus terdapat glukosa tidak dapat masuk ke
dalam sel sehingga membuat proses metabolisme dalam tubuh dan asupan
makanan ke sel terganggu, hal ini dapat menyebabkan kelemahan pada
pasien diabetes melitus.
D. Patofisiologi
Kondisi ini disebabkan oleh kekurangan insulin namun tidak mutlak.
Ini berarti bahwa tubuh tidak mampu memproduksi insulin yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan yang ditandai dengan kurangnya sel beta atau defisiensi
insulin resistensi insulin perifer (Lestari et al., 2021). reseptor insulin rusak
yang menyebabkan resistensi insulin perifer, sehingga insulin kurang efektif
dalam mentransmisikan pesan biokimia ke sel. Dalam kebanyakan kasus
diabetes tipe 2, ketika obat oral tidak dapat merangsang pelepasan insulin
yang memadai, suntikan dapat menjadi alternatif. (Sari & Wijaya, 2019).
Kurangnya insulin juga dapat mengganggu metabolisme protein dan
lemak, yang menyebabkan penurunan berat badan. Jika terjadi kekurangan
insulin, kelebihan protein dalam darah yang bersirkulasi tidak akan disimpan
di jaringan. Dengan tidak adanya insulin, semua aspek metabolisme lemak
akan meningkat pesat. Biasanya hal ini terjadi di antara waktu makan, saat
sekresi insulin minimal, namun saat sekresi insulin mendekati, metabolisme
lemak pada DM akan meningkat secara signifikan (Ardiani et al., 2021).
Mengatasi resistensi insulin dan mencegah pembentukan glukosa dalam
darah, maka perlu dilakukan peningkatan jumlah insulin yang disekresikan
oleh sel beta pankreas. Pada pasien dengan gangguan toleransi glukosa, hal
ini terjadi karena sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa tetap
normal atau sedikit meningkat. Namun, jika sel beta tidak dapat memenuhi
peningkatan permintaan insulin, kadar glukosa meningkat dan diabetes tipe II
berkembang. (Lestari et al., 2021).
E. Penyimpangan KDM
Resistensi insulin
DIABETES
MELITUS
Kerusakan prostaglandin
Dehidrasi saraf
(neuropati)
Ganggguan
Polidipsia Mobilitas
nekrosis luas Fisik
Hipovolemia
Amputasi
Risiko Syok
Gangguan Citra Tubuh
F. Pencegahan
Menurut WHO 2020 berikut langkah-langkah gaya hidup sederhana
yang telah terbukti efektif dalam mencegah atau menunda timbulnya diabetes
tipe II serta mencegah komplikasinya (Eva Decroli, 2019) :
1. Mempertahankan berat badan yang ideal dan sehat.
2. Melakukan aktivitas fisik setidaknya 30 menit aktivitas reguler dengan
intensitas sedang hampir setiap hari. Lebih sering melakukan aktivitas
fisik dinilai sangat efektif dalam mengontrol berat badan.
3. Makan makanan yang sehat, hindari gula dan lemak jenuh
4. Hindari merokok dikarenakan perilaku merokok dapat meningkatkan
risiko diabetes dan penyakit kardiovaskular.
G. Komplikasi
Diabetes melitus dapat mengakibatkan berbagai komplikasi yang dibagi
menjadi dua secara garis besar yaitu (Fandinata & Ernawati, 2020) :
1. Komplikasi Macrovaskular
Komplikasi makrovaskuler adalah komplikasi yang mengenai
pembuluh darah arteri yang lebih besar, sehingga menyebabkan
atherosklerosis. Akibat atherosklerosis anta ra lain timbul penyakit
jantung koroner, hipertensi, dan stroke. Komplikasi makrovaskular
yang umum berkembang pada penderita diabetes adalah penyakit
jantung koroner, penyakit pembuluh darah otak, dan penyakit pembuluh
darah perifer. Komplikasi makrovaskular ini sering terjadi pada
penderita diabetes mellitus tipe II yang umumnya menderita hipertensi,
dislipidemia dan atau kegemukan.
2. Komplikasi Microvaskular
Komplikasi mikrovaskular terutama terjadi pada penderita diabetes
mellitus tipe I. Hiperglikemia yang persisten dan pembentukan protein
yang terglikasi menyebabkan dinding pembuluh darah menjadi makin
lemah dan rapuh sehingga terjadi penyumbatan pada pembuluh-
pembuluh darah kecil. Hal inilah yang mendorong timbulnya komplikasi-
komplikasi mikrovaskuler, antara lain retinopati, nefropati, dan neuropati.
H. Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis DM ditegakkan berdasarkan pemeriksaan glukosa darah.
Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa
darah enzim dengan bahan plasma darah intravena. Penggunaan darah vena
atau kapiler tetap dapat digunakan dengan mempertimbangkan banyaknya
kriteria diagnostik yang berbeda menurut kriteria WHO 2018 . Untuk tujuan
pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan
pemeriksaan glukosa darah kapiler. Kecurigaan adanya DMT2 perlu
dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik berupa; poliuria, polidipsia,
polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur,
disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita (Eva Decroli,
2019)
Berdasarkan PERKENI tahun 2019, diagnosis DM dapat dipastikan
jika terdapat salah satu hasil pemeriksaaan sebagai berikut :
1. Gejala klasik DM yaitu dengan kadar glukosa darah sewaktu > 200 mg/dL
gejala kalsik DM seperti sering kencing, mudah lapar, sering haus, berat
badan berkurang cepat tanpa penyebab yang jelas
2. Gejala klasik DM dengan kadar glukosa darah puasa > 126 mg/dL
3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO) didapatkan hasil pemeriksaan glukosa
darah 2 jam > 200 mg/dL sesudah pemberian beban glukosa 75 gr
Glukosa Darah Normal, IFG, IGT, dan HbA1c
Kadar Glukosa Darah Mg/dl Mmol/l HbA1c
Normal ≤ 5,6%
1. Puasa < 100 < 5,6
2. 2 jam setelah makan < 140 < 7,8
Impaired Fasting Glucose 5,7-6,4%
(IFG)
1. Puasa ≥ 100 & < 126 ≥ 5,6 & < 7,0
2. 2 jam sesudah makan < 140 < 7,8
Impaired Glucose Tolerance 5,7-6,4%
(IGT)
1. Puasa ≥ 126 ≤ 7,0
2. jam setelah makan ≥ 140 & < 200 ≥ 7,8 & <11,1
Diabetes Mellitus ≥ 6,5%
1. Puasa ≥ 126 ≥ 7,0
2. 2 jam setelah makan ≥ 200 ≥ 11,1
Prediksi
Keterangan :
1. Setelah puasa malam 8 jam, gula darah puasa diuji.
2. Setelah puasa semalam, pasien diberikan 75 gram glukosa untuk
dikonsumsi dalam Oral Glucose Tolerance Test (OGTT). Kemudian, dua
jam kemudian, gula darah diukur.
3. Kadar gula darah dapat diperiksa setiap saat.
4. Bila diperoleh hasil yang menyimpang, maka diperlukan pemeriksaan
ulang untuk mendapatkan konfirmasi diagnosis diabetes yang akurat.
Adanya gejala yang spesifik dapat digunakan untuk mendiagnosis diabetes
(tipikal).
I. Penatalaksanaan
Mengendalikan diabetes merupakan salah satu faktor yang dapat
meningkatkan angka kesembuhan (Silalahi, 2019). Tujuan pengendalian DM
antara lain menghilangkan gejala; menciptakan dan memelihara kesehatan,
meningkatkan kualitas hidup, mencegah komplikasi akut dan kronis,
mengurangi tingkat perkembangan komplikasi yang ada, dan mengurangi
kematian (Haskas & Suryanto, 2019). Maka dari itu perubahan kebiasaan
gaya hidup, terutama yang berkaitan dengan makan, aktivitas fisik, dan
perawatan diri yang konstan, dapat memainkan peran utama dalam
mengendalikan penyakit ini (Haskas et al., 2019).
Tatalaksana non farmakologis terdiri atas edukasi, nutrisi medis, dan
latihan fisik. Edukasi dilakukan dengan tujuan untuk promosi kesehatan,
sebagai bagian dari upaya pencegahan dan pengelolaan DM secara holistik.
Seperti halnya edukasi perawatan kaki yang merupakan intervensi
keperawatan yang tepat untuk meningkatkan pengetahuan pasien dan praktik
perawatan diri (Abrar et al., 2020). Penderita DM juga perlu diberikan
edukasi mengenai betapa pentingnya keteraturan terhadap jenis makanan,
jadwal makan, dan jumlah kalori yang terkandung dalam makanannya (Rahul
et al., 2021). Ini sejalan dengan penelitian Haskas, (2018) bahwa perlunya
menjaga 3 J (jenis, jadwal dan jumlah) 3 pilar pilar tersebut salah satu solusi
yang dapat ditawarkan kepada pasien DM yang berfungsi untuk menjaga