Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH HUKUM KEBIJAKAN PUBLIK

dalam Mengatasi Tindak Pidana Korupsi

Dosen Pengampu : Dr. M. JAELANI, S.H.,M.H

Disusun Oleh :
Siti Kurnia Sari
2100874201093

UNIVERSITAS BATANGHARI

FAKULTAS HUKUM

JAMBI

2023
KATA PENGANTAR

Segala puji kepada Allah subhanahu wata’ala, karena hanya dengan izin-Nyalah, Saya

dapat menyelesaikan makalah dengan judul “ Tentang Mengatasi Tindak Pidana Korupsi ” dapat

terselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Tak lupa Salam dan Salawat kepada Nabi

Muhammad shallallahu ‘alihi wasallam.

Makalah ini telah Saya kerjakan dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai

pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Terlepas dari semua itu, Saya

menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata

bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka Saya menerima segala saran dan kritik dari

pembaca agar saya dapat memperbaiki makalah ini. Akhirnya, Saya hanya dapat berharap

makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan terkhusus bagi mahasiswa hukum maupun

pada bidang ilmu lainnya yang berkaitan dengan makalah ini, dan dapat menambah khazanah

ilmu pengetahuan bagi masyarakat.

Jambi , 19 Juni 2023

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang Masalah...................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah...........................................................................................................2
1.3. Tujuan Penulisan.............................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................3
2.1. Formulasi Kebijakan Publik dalam Mengatasi Tindak Pidana Korupsi.........................3
2.1.1. Agenda Setting.........................................................................................................3
2.1.2 Policy Problem Formulation.....................................................................................3
2.1.3 Policy Design............................................................................................................4
2.1.3.1. Tujuan Kebijakan…………………………………………………………………………………………………………..4

2.1.3.2. Alternatif Kebijakan dalam mengatasi Tindak Pidana Korupsi……………………………………….5

2.1.3.3. Penyusunan Model Alternatif Kebijakan……………………………………………………………………….6

2.1.3.4. Penilaian dan Perangkingan Alternatif………………………………………………………………………….8

2.1.3.5. Rekomendasi Alternatif Kebijakan………………………………………………………………………………11

2.2 Strategi Pelaksanaan Alternatif Kebijakan yang Dipilih...............................................10


1. Bidang Pencegahan......................................................................................................11
2. Bidang Penindakan.......................................................................................................12
BAB III PENUTUP................................................................................................................14
3.1 Kesimpulan....................................................................................................................14
3.2 Saran...............................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................15
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Korupsi di Indonesia sudah menjadi permasalahan mendasar bahkan telah mengakar


sedemikian dalam sehingga sulit untuk diberantas. Hal ini terlihat semakin lama tindak
pidana korupsi di Indonesia semakin meluas. Maraknya korupsi di Indonesia disinyalir
terjadi di semua bidang dan sektor pembangunan. Apalagi setelah ditetapkannya pelaksanaan
otonomi daerah, berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah yang diperbaharui dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, disinyalir korupsi
terjadi bukan hanya pada tingkat pusat tetapi juga pada tingkat daerah dan bahkan menembus
ke tingkat pemerintahan yang paling kecil di daerah. Korupsi tidak saja terjadi pada
lingkungan pemerintahan dan pengusaha bahkan telah merambah sampai lembaga
perwakilan rakyat dan lembaga peradilan.

Berdasarkan hasil survei lembaga konsultan PERC yang berbasis di Hong Kong
menyatakan bahwa Indonesia merupakan negara yang paling korup di antara 12 negara Asia.
Pemerintah Indonesia sebenarnya telah berupaya banyak dalam mengatasi praktek-praktek
korupsi. Upaya pemerintah dilaksanakan melalui berbagai kebijakan berupa peraturan
perundang-undangan dari yang tertinggi yaitu Undang-Undang Dasar 1945 sampai dengan
Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Selain itu,
pemerintah juga membentuk komisi-komisi yang berhubungan langsung dengan pencegahan
dan pemberantasan tindak pidana korupsi seperti Komisi Pemeriksa Kekayaan
Penyelenggara Negara (KPKPN) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Upaya pencegahan praktek korupsi juga dilakukan di lingkungan eksekutif atau


penyelenggara negara, di mana masing-masing instansi memiliki Internal Control Unit (unit
pengawas dan pengendali dalam instansi) yang berupa inspektorat. Fungsi inspektorat
mengawasi dan memeriksa penyelenggaraan kegiatan pembangunan di instansi masing-
masing, terutama pengelolaan keuangan negara, agar kegiatan pembangunan berjalan secara
efektif, efisien, dan ekonomis sesuai sasaran. Di samping pengawasan internal, ada juga
pengawasan dan pemeriksaan kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh instansi eksternal
yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawas Keuangan Pembangunan
(BPKP).

Dengan telah berlakunya Undang-Undang Pemberantasan Korupsi sebagai landasan


hukum pemberantasan korupsi dan dibentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi yang
bersifat independen dan komitmen politik pemerintah melalui Instruksi Presiden tentang
Percepatan Pemberantasan Korupsi diharapkan dari waktu ke waktu korupsi di Indonesia
berhasil diberantas dan dihilangkan.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai
berikut :

1. Bagaimana Formulasi Kebijakan Publik dalam Mengatasi Tindak Pidana Korupsi ?


2. Bagaimana Strategi Pelaksanaan Alternatif Kebijakan yang Dipilih dalam Mengatasi
Tindak Pidana Korupsi ?

1.3. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka dapat dirumuskan beberapa maksud dan tujuan
sebagai berikut :

1. Menjelaskan bagaimana Formulasi Kebijakan Publik dalam Mengatasi Tindak Pidana


Korupsi

2. Menjelaskan bagaimana Strategi Pelaksanaan Alternatif Kebijakan yang Dipilih dalam


Mengatasi Tindak Pidana Korupsi

BAB II

PEMBAHASAN
2.1. Formulasi Kebijakan Publik dalam Mengatasi Tindak Pidana Korupsi

2.1.1. Agenda Setting

Korupsi di Indonesia terlanjur membudaya dan mengakar kuat sejak sekian lama.
Begitu memprihatinkan, bahkan sampai budaya korupsi seakan sempat dilabeli sebagai salah
satu gaya hidup. Dianggap biasa dan wajar untuk dilakukan. Hukum Indonesia pada tahun
2000 sampai dengan 2006 dinilai melambat saat menangani kasus korupsi. Satu demi satu
kasus ditimbun dan hanya mengendap di arsip persidangan. Ada tersangka yang akhirnya
mangkir, atau dengan beruntung dihadiahi Surat Penghentian Penyidikan oleh persidangan.
Memang perlu perjuangan keras hukum Indonesia untuk berani bersikap tegas pada kasus
korupsi. Terutama pada kasus korupsi yang menyerang nama-nama penting di Indonesia.
Ketegasan tersebut mulai kentara pada era Antasari Azhar berkuasa pada ujung tombak
Komisi Pemberantasan Korupsi yang dibentuk pada masa pemerintahan Susilo Bambang
Yudhoyono ini.

Berita pengungkapan secara besar-besaran kasus korupsi yang dimuat dalam media
dapat menimbulkan efek gentar pada koruptor. Media melalui kuasa pengagendaan dan
settingnya selain berperan mengungkap kasus korupsi juga membantu pemerintah dalam hal
sosialisasi anti korupsi. Media dapat mencelikan mata koruptor, bahwa bukan lagi saatnya
hidup tenang dengan uang rakyat.

Dalam teori Agenda Setting, terdapat tiga macam agenda, yaitu agenda media, agenda
publik, dan agenda kebijakan. Agenda media merupakan prioritas media dalam meliput suatu
berita kejadian, agenda publik, merupakan tingkat perbedaan penonjolan suatu berita
menurut opini publik dan pengetahuan mereka, dan agenda kebijakan, yang adalah
penggambaran berita dan kebijakan yang dikemukan oleh politikus.

2.1.2. Policy Problem Formulation

Policy problem formulation dalam mengatasi tindak Pidana Korupsi :

1. Penegakan hukum yang tidak konsisten dan cenderung setengah-setengah


2. Struktur birokrasi yang berorientasi ke atas, termasuk perbaikan birokrasi yang
cenderung terjebak perbaikan renumerasi tanpa membenahi struktur dan kultur
3. Kurang optimalnya fungsi komponen-komponen pengawas atau pengontrol, sehingga
tidak ada check and balance
4. Banyaknya celah atau lubang-lubang yang dapat dimasuki tindakan korupsi pada sistem
politik dan sistem administrasi negara Indonesia
5. Kesulitan dalam menempatkan atau merumuskan perkara, sehingga dari contoh-contoh
kasus yang terjadi para pelaku korupsi begitu gampang mengelak dari tuduhan yang
diajukan oleh jaksa
6. Taktik-taktik koruptor untuk mengelabui aparat pemeriksa, masyarakat, dan negara yang
semakin canggih
7. Kurang kokohnya landasan moral untuk mengendalikan diri dalam menjalankan amanah
yang diemban.

2.1.3. Policy Design

2.1.3.1. Tujuan Kebijakan

Tujuan kebijakan undang-undang Tindak Pidana Korupsi :

1. Tujuan dengan diundangkan UU korupsi ini diharapkan dapat memenuhi dan


mengantisipasi perkembangan dan kebutuhan hukum bagi masyarakat dalam rangka
mencegah dan memberantas secara lebih efektif setiap tindak pidana korupsi yang sangat
merugikan keuangan, perekonomian negara pada khususnya serta masyarakat pada
umumnya (UU No 31 Tahun 1999)
2. Mengoptimalkan upaya – upaya penyidikan atau penuntutan terhadap tindak pidana
korupsi untuk menghukum pelaku dan menyelamatkan uang negara.
3. Mencegan dan memberikan sanksi tegas terhadap penyalah gunaan wewenang yang di
lakukan oleh jaksa (Penuntut Umum) atau Anggota polri dalam rangka penegakan hukum
4. Meningkatkan Kerjasama antara kejaksaan dgn kepolisian Negara RI, selain denagan
BPKP,PPATK,dan intitusi Negara yang terkait denagn upaya penegakan hukum dan
pengembalian kerugian keuangan negara akibat tindak pidana korupsi (instruksi Presiden
Nomor 5tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi, yang menginstruksikan
secara khusus Kepada Jalsa Agung dan kapolri)
5. Adanya gerakan perlawanan terhadap KPK sebagai simbol antikorupsi mengindikasikan
adanya konsolidasi dari orang atau kelompok yang berharap situasi tidak berubah. Karena
itu, KPK perlu menjadi bagian penting dari usaha mengkonsolidasikan gerakan
antikorupsi di Indonesia, sehingga usaha melawan KPK bisa ditangkis.
6. Selain kriminalisasi terhadap pimpinan KPK yang terjadi pada Bibit dan Chandra, upaya
pelemahan KPK dilakukan melalui jalur hukum, yakni permohonan uji materiil (judicial
review) terhadap Undang-Undang KPK kepada Mahkamah Konstitusi. Dalam catatan
ICW, sedikitnya sudah 13 kali permohonan judicial review atas sejumlah ketentuan
dalam UU KPK diajukan.
7. Bentuk lain dari upaya sistematis melemahkan KPK adalah memangkas wewenang
lembaga ini melalui proses legislasi. Ada sejumlah kewenangan KPK yang menjadi target
pemangkasan. Beberapa di antaranya adalah, kewenangan melakukan penyadapan,
penuntutan, kewenangan penyitaan dan penggeledahan yang akan diatur lebih lanjut,
larangan SP3 yang akan dipertimbangkan kembali oleh DPR, dan lain sebagainya.

2.1.3.2. Alternatif Kebijakan dalam mengatasi Tindak Pidana Korupsi

Alternatif Kebijakan dalam mengatasi Tindak Pidana Korupsi terdiri dari :

 Menegakkan hukum secara adil dan konsisten sesuai dengan peraturan perundang-

undangan dan norma-norma lainnya yang berlaku

 Menciptakan kondisi birokrasi yang ramping struktur dan kaya fungsi. Penambahan

/rekruitmen pegawai sesuai dengan kualifikasi tingkat kebutuhan, baik dari segi kuantitas

maupun kualitas

 Optimalisasi fungsi pengawasan atau kontrol, sehingga komponen-komponen tersebut

betul-betul melaksanakan pengawasan secara programatis dan sistematis

 Mendayagunakan segenap suprastruktur politik maupun infrastruktur politik dan pada

saat yang sama membenahi birokrasi sehingga lubang-lubang yang dapat dimasuki

tindakan-tindakan korup dapat ditutup

 Adanya penjabaran rumusan perundang-undangan yang jelas, sehingga tidak

menyebabkan kekaburan atau perbedaan persepsi diantara para penegak hukumdalam

menangani kasus korupsi

 Semua elemen (aparatur negara, masyarakat, akademisi, wartawan) harus memiliki

idealisme, keberanian untuk mengungkap penyimpangan-penyimpangan secaraobjektif,


jujur, kritis terhadap tatanan yang ada disertai dengan keyakinan penuhterhadap prinsip-

prinsip keadilan

 Melakukan pembinaan mental dan moral manusia melalui khotbah-khotbah, ceramah

atau penyuluhan di bidang keagamaan, etika dan hukum. Karena bagaimanapun juga

baiknya suatu sistem, jika memang individu-individu di dalamnya tidak dijiwai olehnilai-

nilai kejujuran dan harkat kemanusiaan, niscaya sistem tersebut akan dapat

disalahgunakan, diselewengkan atau dikorup.

2.1.3.3. Penyusunan Model Alternatif Kebijakan

Model yang digunakan dalam kebijakan mengatasi Tindak Pidana Korupsi adalah
Institutional Model yaitu hubungan kebijkan publik dengan lembaga pemerintah sangat kuat
karena pemahamannya tidak akan ada kebijakan publik bila tidak diformulasikan,
diimplementasikan, dan ditegakan oleh lembaga pemerintah.

2.1.3.4. Penilaian dan Perangkingan Alternatif

A. Penilaian Alternatif Kebijakan

No KRITERIA DIMENSI

Technical Feasibility Menegakkan hukum secara adil dan konsisten

sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan


1.
norma-norma lainnya yang berlaku, merupakan

langkah yang sangat fundamental dalam mengatasi

kasus korupsi di Indonesia karena dengan cara


tersebut kasus korupsi dapat ditekan dan

memberikan efek jera

2. Economic and Financial Menciptakan kondisi birokrasi yang ramping

feasibility struktur dan kaya fungsi. Penambahan/rekruitmen

pegawai sesuai dengan kualifikasi tingkat

kebutuhan, baik dari segi kuantitas maupun

kualitas adalah cara yang tepat dalam

menyederhanakan pelayanan terhadap masyarakat,

memperkecil peluang bagi pegawai untuk

melakukan korupsi dan menurunkan beban APBN

dalam belanja pegawai.

3. Political Viability Sejauh ini dampak dari Semua elemen (aparatur

negara, masyarakat, akademisi, wartawan) harus

memiliki idealisme, keberanian untuk mengungkap

penyimpangan-penyimpangan secara objektif,

jujur, kritis terhadap tatanan yang ada disertai

dengan keyakinan penuh terhadap prinsip-prinsip

keadilan, dan untuk mencapai semua itu harus

adanya sikap partisipatif dari semua stake holder

dalam mewujudkan Indonesia bersih dari praktik

KKN
4. Administrative Tercapainya suatu kebijakan tidak terlepas dari

Operability adanya komitmen dari semua stake holder tersebut

dalam mencapai sebuah kebijakan

B. Perangkingan Alternatif Kebijakan

NO KRITERIA ALTERNATIF KEBIJAKAN KETERANGAN

Bobot Nilai Skor

1 Technical 100 56,25 80

Feasibility

2 Economic and 100 75 80 Untuk mengatasi tindak pidana

Financial korupsi pemerintah telah

feasibility mengeluarkan biaya yang cukup

besar hal ini terlihat dari

terbentuknya Komisi

Pemberantasan Korupsi (KPK)

3 Political Viability 100 62,5 80

4 Administrative 100 62,5 80


Operability

Jumlah 300 256,5 240

Rangking 2

Keterangan :

B=Bobot; N=NIilai; S=Skor;

2.1.3.5. Rekomendasi Alternatif Kebijakan

Rekomendasi alternatif kebijakan terdiri dari :

 Menegakkan hukum secara adil dan konsisten sesuai dengan peraturan perundang-
undangan dan norma-norma lainnya yang berlaku merupakan cara yang tepat dalam
mengantisipasi pemberantasan korupsi yang sistemik dan konsisten demi tercapainya visi
Indonesia yang bebas korupsi. Namun meski pun merupakan hal yang sulit,
pemberantasan korupsi yang sistemik di Indonesia bukan merupakan hal yang mustahil,
terlebih dengan adanya lembaga seperti KPK yang mempunyai kewenangan yang
lengkap di bidang penindakan maupun pencegahan.
 Dengan strategi pencegahan yang memperhatikan prinsip supply dan demand, dan
strategi penindakan yang difokuskan pada peningkatan efek jera dan penyelamatan
kebocoran keuangan negara yang dipadukan dalam suatu strategic map yang terintegrasi
memberikan harapan bahwa proses pemberantasan korupsi di Indonesia dapat segera
terwujud.
 Meski pun KPK sudah dilengkapi dengan berbagai kewenangan dan fasilitas yang
menunjang untuk menjadi focal point dalam pemberantasan korupsi yang sistemik di
Indonesia, namun tetap dibutuhkan beberapa prasyarat demi tercapainya visi Indonesia
yang bebas korupsi. Secara umum prasyarat keberhasilan suatu strategi pemberantasan
korupsi adalah:
(i)kesiapan dan keahlian dari personel penegak hukum dalam menangani kasus
korupsi yang semakin sistemik dan rumit,
(ii)perlunya dukungan politik yang konsisten dari pemerintah, serta
(iii)perlunya dukungan masyarakat luas baik masyarakat Indonesia mau pun
dukungan internasional untuk mendukung terlaksananya program antikorupsi
yang telah disusun dan dipublikasikan selama ini. Pemberantasan korupsi harus
diorientasikan kepada usaha penyelamatan keuangan dan kekayaan negara,
memerangi kemiskinan dan keterbelakangan. Seiring dengan peringatan
seratus tahun hari Kebangkitan Nasional penulis mengajak masyarakat untuk
secara bersama-sama untuk memerangi korupsi dan meninggalkan perilaku
koruptif demi peningkatan kualitas hidup masyarakat Indonesia.

2.2. Strategi Pelaksanaan Alternatif Kebijakan yang Dipilih

Strategi pelaksanaan alternatif kebijakan yang diambil terdiri dari :

1. Bidang Pencegahan

 Pembentukan Integritas Bangsa

Mengingat begitu luas dan kompleksnya korupsi di Indonesia, salah satu


kesimpulan yang bisa diambil adalah bahwa integritas bangsa Indonesia saat
ini masih rendah. Dibutuhkan upaya untuk membentuk integritas bangsa.
Upaya ini tentunya tidak mudah, diperlukan jangka waktu yang panjang dan
konsistensi dalam pelaksanaannya.Pembentukan integritas bangsa dapat
dimulai dari pelaksanaan pendidikan anti korupsi dengan target semua usia
mulai dari usia anak-anak hingga dewasa. Kita menyadari bahwa
pembentukan mental dan kepribadian seseorang dimulai sejak dini sehingga
penyusunan kurikulum anti korupsi untuk dimasukkan dalam kurikulum
sekolah formal di Indonesia mulai digalakkan. Kampanye dan Training For
Trainers (TOT) dengan materi anti korupsi harus terus diupayakan.

 Penerapan Tata Kelola Pemerintahan yang baik (Good Governance)

Seiring dengan telah diberlakukannya sistem desentralisasi dalam


pemerintahan Indonesia, penerapan konsep dasar tata kelola pemerintahan
yang baik, hendaknya digali dari best practices yang telah dirancang dan
diperkenalkan terlebih dahulu oleh beberapa pemerintah
provinsi/kota/kabupaten di wilayah Indonesia. Lingkup perbaikan sistem
administrasi yang mereka lakukan secara umum meliputi perbaikan layanan
publik, penegakan hukum, administrasi, keuangan, dan partisipasi aktif dari
masyarakat dengan mengacu kepada prinsip-prinsip yang transparan,
akuntabel, efisien, konsisten, partisipatif, dan responsif.

 Reformasi Birokrasi

Pada dasarnya semua instansi pemerintah secara bertahap akan diarahkan


untuk melakukan reformasi birokrasi. Namun akibat terbatasnya anggaran
yang dimiliki negara perlu dilakukan pilot project terlebih dahulu, selain
untuk dievaluasi dampaknya juga untuk dijadikan pembelajaran (lesson learn)
bagi instansi lain yang akan direformasi.

2. Bidang Penindakan

Strategi total penindakan, seperti yang dulu dijalankan sejumlah badan-badan


antikorupsi, terbukti tidak efektif dalam mengatasi problem korupsi yang sudah sistemik di
Indonesia. Namun, kegiatan antikorupsi yang bersifat penindakan harus tetap dilaksanakan.
Dalam konteks Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi,
terutama pasal 11 dan 12, kegiatan penindakan meliputi penyelidikan, penyidikan, dan
penuntutan terhadap tindak pidana korupsi yang "melibatkan aparat penegak hukum dan
penyelenggara negara; mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat; dan/atau
menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp satu milyar". Adanya ketentuan-ketentuan
yang mengatur kegiatan penindakan oleh KPK menekankan tetap pentingnya aktivitas
represif dalam konteks perlawanan terhadap korupsi secara nasional.
Secara umum, strategi antikorupsi KPK telah didesain sehingga berimbang dimana
strategi pencegahan, penindakan, institution-building, dan penggalangan partisipasi
masyarakat dapat berjalan secara sinergi. Secara spesifik, strategi penindakan difokuskan
kepada aspek-aspek yang paling relevan, untuk kemudian secara periodik disusun-ulang agar
dapat beradaptasi dan mengantisipasi kegiatan-kegiatan korupsi yang selalu berubah; baik
karena semakin meningkatnya kompleksitas tindakan-tindakan korupsi, atau pun karena
perlawanan pihak-pihak yang merasa terancam oleh kegiatan-kegiatan antikorupsi KPK.

Secara eksplisit, strategi antikorupsi KPK untuk periode 2008-2012 bertujuan


"berkurangnya korupsi di Indonesia". Untuk bidang penindakan, strategi berkesinambungan
yang dimulai pada tahun 2008 adalah fokus pada kegiatan penindakan kepada aparat
penegakan hukum dan sektor pelayanan publik, terutama untuk meningkatkan efek jera.

Berdasarkan analisis SWOT, potensi peluang yang ada lebih besar dibandingkan
dengan ancaman yang dihadapi, sedangkan kekuatan yang dimiliki juga lebih besar
dibandingkan kelemahan. Berdasarkan pertimbangan tersebut dan memperhatikan visi, misi,
tujuan, dan sasaran, grand strategy yang dikembangkan dalam rangka mencapai visi, misi,
tujuan, dan sasaran adalah sebagai berikut:

1. Pelibatan semua pihak dalam pemberantasan korupsi, dimana KPK menempatkan


diri sebagai pemicu dan pendorong dalam pemberantasan korupsi
2. Pemberantasan korupsi dilakukan secara komprehensif menggunakan pola deteksi
aksi dengan kegiatan: proaktif investigasi (deteksi), preventif, represif, dan
rehabilitasi.
3. Adapun strategi operasional yang dipakai adalah sebagai berikut:
Strategi Penindakan dan koordinasi serta supervisi dengan lembaga penegak
hukum;
 Strategi Pencegahan dan koordinasi serta supervisi dengan lembaga

negara/pemerintah pusat dan daerah;

 Strategi Monitoring dan supervisi instansi pelayanan publik;


 Strategi Penggalangan Keikutsertaan Masyarakat;

 Strategi Pembangunan Kelembagaan

BAB III

PENUTUP

3.1.Kesimpulan

Uraian mengenai fenomena korupsi dan berbagai dampak yang ditimbulkannya telah

menegaskan bahwa korupsi merupakan tindakan buruk yang dilakukan oleh aparatur

birokrasi serta orang-orang yang berkompeten dengan birokrasi. Korupsi dapat bersumber

dari kelemahan-kelemahan yang terdapat pada sistem politik dan sistem administrasi negara
dengan birokrasi sebagai prangkat pokoknya. Keburukan hukum merupakan penyebab lain

meluasnya korupsi. Seperti halnya delik-delik hukum yang lain, delik hukum yang

menyangkut korupsi di Indonesia masih begitu rentan terhadap upaya pejabat-pejabat tertentu

untuk membelokkan hukum menurut kepentingannya. Dalam realita di lapangan, banyak

kasus untuk menangani tindak pidana korupsi yang sudah diperkarakan bahkan terdakwapun

sudah divonis oleh hakim, tetapi selalu bebas dari hukuman. Itulah sebabnya kalau hukuman

yang diterapkan tidak adil, upaya pemberantasan korupsi dapat dipastikan gagal.

3.2.Saran

Jadi, Oleh karena itu alternatif kebijakan yang diambil adalah dengan menegakkan
hukum secara adil dan konsisten sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan norma-
norma lainnya yang berlaku dan mendayagunakan segenap suprastruktur politik maupun
infrastruktur politik dan pada saat yang sama membenahi birokrasi sehingga lubang-lubang
yang dapat dimasuki tindakan-tindakan korup dapat ditutup dan dicegah agar birokrasi yang
dijalankan berjalan sebagaimana mestinya.

DAFTAR PUSTAKA

UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

http://www.kpk.go.id/modules/news/article.php?storyid=2694

http://www.tempo.co/read/kolom/2012/01/17/514/Komisi-Pemberantasan-Korupsi-dan-

Tantangan-2012-

http://www.scribd.com/doc/39076873/Kebijakan-Pemberantasan-Korupsi-Paper
http://blog.bestlagu.com/contoh-kebijakan-publik

http://www.setneg.go.id/index.php?Itemid=219&id=2259&option=com_content&task=view

Anda mungkin juga menyukai