Disusun Oleh:
Yonathan Hutagalung (2114021)
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas semua limpahan rahmat dan
karunianya sehingga makalah yang berjudul “Nilai dan Prinsip Perilaku Anti Korupsi” ini
dapat tersusun hingga selesai. Makalah ini dibuat karena untuk pemenuhan tugas mata kuliah
“Pendidikan Anti Korupsi”. Saya berharap semoga makalah ini mampu menambah
pengalaman serta ilmu bagi para pembaca. Serta dapat memberikan manfaat maupun inpirasi
terhadap pembaca. Karena keterbatasan ilmu maupun pengalaman Saya, Saya menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna baik dari segi susunan kalimat maupun tata
bahasanya. Karenanya penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca sekalian. Dan semoga untuk ke depannya Saya sanggup memperbaiki bentuk
maupun meningkatkan isi makalah menjadi yang miliki wawasan yang luas dan lebih baik
lagi. Demikian apa yang bisa Saya sampaikan, semoga pembaca dapat mengambil manfaat
dari makalah ini.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang....................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................................................2
1.3 Tujuan..................................................................................................................................2
BAB 2 ISI..................................................................................................................................3
2.1 PENGERTIAN KORUPSI DAN SEJARAH KORUPSI DI INDONESIA.....................3
2.1.1 Pengertian Pendidikan Anti Korupsi Secara Umum...............................................3
2.1.2 Pengertian Korupsi menurut Ahli..............................................................................3
2.1.3 Pengertian Korupsi Menurut Undang-Undang.........................................................5
2.2 SEJARAH KORUPSI DI INDONESIA.............................................................................5
2.2.1 Era Sebelum Indonesia Merdeka................................................................................5
2.2.2 Era Pasca Kemerdekaan.............................................................................................6
2.2.3 Era Orde Lama............................................................................................................7
2.2.4 Era Orde Baru.............................................................................................................8
2.2.5 Era Reformasi..............................................................................................................9
2.3 PERILAKU KORUPTIF..................................................................................................10
2.4 BENTUK-BENTUK KEJAHATAN KORUPSI DI INDONESIA BERDASARKAN
UU TIPIKOR NO. 20 TAHUN 2001 PERUBAHAN ATAS UU NO. 31 TAHUN 1999
............................................................................................................................................12
2.5 KORUPSI DI INDONESIA DENGAN NEGARA LAIN................................................19
2.5.1 Lembaga Anti Korupsi Singapura “Role Model” KAK Dunia Singapura...................19
2.5.2 Pemberantasan Korupsi Hongkong..........................................................................20
2.5.3 Pemberantasan Korupsi Madagascar......................................................................21
2.5.4 Pemberantasan Korupsi Zimbia...............................................................................22
2.5.5 Pemberantasan Korupsi Tanzania...........................................................................22
2.5.6 Pemberantasan Korupsi China.................................................................................23
2.5.7 Pemberantasan Korupsi Thailand............................................................................23
2.5.8 Pemberantasan Korupsi Indonesia...........................................................................24
2.6 STRATEI PEMBERANTASAN KORUPSI....................................................................25
2.7 KASUS................................................................................................................................27
BAB 3 PENUTUP...................................................................................................................28
3.1 KESIMPULAN..................................................................................................................28
3.2 SARAN...............................................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................29
BAB 1
PENDAHULUAN
Korupsi yang terjadi di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan dan berdampak buruk luar
biasa pada hampir seluruh sendi kehidupan. Korupsi telah menghancurkan sistem perekonomian,
sistem demokrasi, sistem politik, sistem hukum, sistem pemerintahan, dan tatanan sosial
kemasyarakatan di negeri ini.
Dilain pihak upaya pemberantasan korupsi yang telah dilakukan selama ini belum
menunjukkan hasil yang optimal. Korupsi dalam berbagai tingkatan tetap saja banyak terjadi
seolah-olah telah menjadi bagian dari kehidupan kita yang bahkan sudah dianggap sebagai hal
yang biasa. Jika kondisi ini tetap kita biarkan berlangsung maka cepat atau lambat korupsi akan
menghancurkan negeri ini. Korupsi harus dipandang sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary
crime) yang oleh karena itu memerlukan upaya luar biasa pula untuk memberantasnya. Upaya
pemberantasan korupsi – yang terdiri dari dua bagian besar,
Yaitu: (1) penindakan, dan (2) pencegahan –tidak akan pernah berhasil optimal jika hanya
dilakukan oleh pemerintah saja tanpa melibatkan peran serta masyarakat. Oleh karena itu tidaklah
berlebihan jika mahasiswa –sebagai salah satu bagian penting dari masyarakat yang merupakan
pewaris masa depan– diharapkan dapat terlibat aktif dalam upaya pemberantasan korupsi di
Indonesia.
Peran aktif mahasiswa diharapkan lebih difokuskan pada upaya pencegahan korupsi dengan
ikut membangun budaya anti korupsi di masyarakat. Mahasiswa diharapkan dapat berperan
sebagai agen perubahan dan motor penggerak gerakan anti korupsi di masyarakat. Untuk dapat
berperan aktif mahasiswa perlu dibekali dengan pengetahuan yang cukup tentang seluk beluk
korupsi dan pemberantasannya. Yang tidak kalah penting, untuk dapat berperan aktif mahasiswa
harus dapat memahami dan menerapkan nilai-nilai anti korupsi dalam kehidupan sehari-hari.
Upaya pembekalan mahasiswa dapat ditempuh dengan berbagai cara antara lain melalui kegiatan
sosialisasi, kampanye, seminar atau perkuliahan. Pendidikan Anti Korupsi bagi mahasiswa
bertujuan untuk memberikan pengetahuan yang cukup tentang seluk beluk korupsi dan
pemberantasannya serta menanamkan nilai-nilai anti korupsi. Tujuan jangka panjangnya adalah
menumbuhkan budaya anti korupsi di kalangan mahasiswa dan mendorong mahasiswa untuk
dapat berperan serta aktif dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.
1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian korupsi secara umum (di Indonesia dan Negara Lainnya) ?
2. Bagaimana perilaku koruptif lembaga negara dan warganegara?
3. Apa bentuk-bentuk kejahatan korupsi berdasarkan UU TIPIKOR?
4. Bagaimana perbandingan korupsi di Indonesia dengan negara lain?
5. Bagaimana strategi pemberantasan korupsi?
6. Apa contoh kasus tentang korupsi?
1.3 Tujuan
2
BAB 2
ISI
3
Korupsi investif yaitu korupsi yang melibatkan suatu
penawaran barang atau jasa tanpa adanya pertalian langsung
dengan keuntungan tertentu yang diperoleh pemberi, selain
keuntungan yang di harapkan akan di peroleh di masa datang.
Korupsi nepotistik yaitu korupsi berupa pemberian perlakukan
khusus pada teman atau yang mempunyai kedekatan hubungan
dalam rangka menduduki jabatan publik. Dengan kata lain
mengutamakan kedekatan hubungan dan bertentangan dengan
norma dan aturan yang berlaku.
Korupsi autigenik yaitu korupsi yang dilakukan individu
karena mempunyai kesempatan untuk memperoleh keuntungan
dari pengetahuan dan pemahamannya atas sesuatu yang hanya
diketahui sendiri.
Korupsi suportif yaitu korupsi yang menicu penciptaan
suasana yang kondusif untuk melindungi atau mempertahankan
keberadaan tindak korupsi.
Korupsi defensif yaitu tindak korupsi yang terpaksa di lakukan
dalam rangka mempertahankan diri dari pemerasan.
d. Menurut Gibbons (1999) menyebutkan ada sembilan bentuk korupsi:
patronase politik atau menggunakan sumberdaya publik sebagai pendukung
dalam pemilihan; mempekerjakan pegawai pemerintah yang mendukung
pandangan politik penguasa atau kontrak alokasi pegawai berdasarkan kriteria
partisan; membeli suara (money politic); pork-barreling atau menjanjikan
pekerjaan umum kepada pemilih tetapi calon tahu bahwa pemilih tersebut
tidak mampu menjalankan pekerjaan; penyuapan atau warga negara yang
membayar pejabat untuk mendukung kepentingan mereka; graft atau sogok-
menyogok, ketika seorang pejabat menunjukkan bahwa dia harus dihargai agar
sesuai dengan tindakan publik; nepotisme atau menyewa atau mengalokasikan
kontrak berdasarkan kekerabatan atau persahabatan; mendorong pejabat
publik lain atau perantara untuk melakukan tindakan korupsi; dan kampanye
uang atau menerima dana dari kelompok yang berkompromi dalam pemilihan.
e. Menurut Ilmu Politik
Dalam ilmu politik, korupsi didefinisikan sebagai penyalahgunaan
jabatan dan administrasi, ekonomi atau politik, baik yang disebabkan
oleh diri sendiri maupun orang lain, yang ditujukan untuk memperoleh
keuntungan pribadi, sehingga meninmbulkan kerugian bagi masyarakat
umum, perusahaan, atau pribadi lainnya.
f. Menurut Ahli Ekonomi
Para ahli ekonomi menggunakan definisi yang lebih konkret. Korupsi
didefinisikan sebagai pertukaran yang menguntungkan (antara prestasi
dan kontraprestasi, imbalan materi atau nonmateri), yang terjadi secara
diam-diam dan sukarela, yang melanggar norma-norma yang berlaku,
dan setidaknya merupakan penyalahgunaan jabatan atau wewenang
4
yang dimiliki salah satu pihak yang terlibat dalam bidang umum dan
swasta.
g. Menurut Haryatmoko
Korupsi adalah upaya campur tangan menggunakan kemampuan yang
didapat dari posisinya untuk menyalahgunakan informasi, keputusan,
pengaruh, uang atau kekayaan demi kepentingan keuntungan dirinya.
h. Menurut Brooks
Menurut Brooks, korupsi adalah dengan sengaja melakukan kesalahan
atau melalaikan tugas yang diketahui sebagai kewajiban, atau tanpa
keuntungan yang sedikit banyak bersifat pribadi.
5
Pada tahun 1755 dengan Perjanjian Giyanti, VOC memecah Mataram
menjadi dua kekuasaan yaitu Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta.
Kemudian tahun 1757/1758 VOC memecah Kasunanan Surakarta menjadi dua
daerah kekuasaan yaitu Kasunanan Surakarta dan Mangkunegaran. Baru pada
beberapa tahun kemudian Kasultanan Yogyakarta juga dibagi dua menjadi
Kasultanan Yogyakarta dan Pakualaman.
6
hasilnya mampu untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan memberi
kontribusi ke kas Belanda, namun kenyataannya justru sangat memprihatinkan.
9
upaya pemberantasan korupsi. Kegemaran beliau melakukan pertemuan-
pertemuan di luar agenda kepresidenan bahkan di tempat-tempat yang tidak
pantas dalam kapasitasnya sebagai presiden, melahirkan kecurigaan masyarakat
bahwa Gus Dur sedang melakukan proses tawar-menawar tingkat tinggi.
Proses pemeriksaan kasus dugaan korupsi yang melibatkan
konglomerat Sofyan Wanandi dihentikan dengan Surat Perintah Penghentian
Penyidikan (SP3) dari Jaksa Agung Marzuki Darusman. Akhirnya, Gus Dur
didera kasus Buloggate. Gus Dur lengser, Mega pun menggantikannya melalui
apa yang disebut sebagai kompromi politik.
Di masa pemerintahan Megawati pula kita rnelihat dengan kasat mata
wibawa hukum semakin merosot, di mana yang menonjol adalah otoritas
kekuasaan. Masyarakat menilai bahwa pemerintah masih memberi
perlindungan kepada para pengusaha besar yang nota bene memberi andil bagi
kebangkrutan perekonomian nasional. Pemerintah semakin lama semakin
kehilangan wibawa. Belakangan kasus-kasus korupsi merebak pula di sejumlah
DPRD era Reformasi.
11
d. Pemerasan
Berasal dari kata “chantage” dalam bahasa Perancis, atau “extortion”
dalam bahasa Inggris, yang berarti pemerasan dengan memfitnah.
Pemerasan dapat dikatakan bentuk korupsi yang paling mendasar, karena
pelaku memiliki kekuasaan dan menggunakannya untuk memaksa orang
lain untuk memberikan atau melakukan sesuatu yang dapat
menguntungkan dirinya.
Contoh yang sering kita temui adalah saat kita ingin mengurus
pembuatan KTP (Kartu Tanda Penduduk). Ketika kita datang menghadap
kepada pegawai kelurahan, seringkali kita jumpai pegawai tersebut
meminta sejumlah uang dengan alasan sebagai uang administrasi
pembuatan KTP. Saat kita tidak memberikan, maka pegawai pun tidak
akan membuatkan KTP tersebut hingga kita memenuhi permintaannya.
e. Perbuatan Curang
Merupakan ketidakjujuran dan ketidakadilan terhadap suatu hal. Dalam
konteks bentuk korupsi ini, perbuatan curang dapat diartikan sebagai
tindakan tidak jujur seseorang terhadap apa yang seharusnya dilakukan.
Contohnya, pada proyek pembangunan gedung perkantoran pemerintahan.
Dalam akta perjanjian, tertulis bahwa gedung tersebut akan menggunakan
pondasi cakar ayam yang paling baik untuk konstruksi gedung 4 lantai.
Namun, pada praktiknya justru menggunakan pondasi yang biasa
digunakan untuk gedung 2 lantai.
f. Benturan Kepentingan Dalam Pengadaan
Pengadaan merupaka proses, cara, atau tindakan untuk menyediakan
dan mengadakan. Pada konteks ini, pengadaan yang dimaksud adalah
pengadaan barang dan jasa yang dibutuhkan untuk operasional sebuah
instansi. Dan proses pengadaan ini dapat juga melibatkan pihak ketiga
sebagai pemasok, melalui mekanisme tender. Tender merupakan tawaran
untuk mengjaukan harga, memborong pekerjaan, ataupun menyediakan
barang. Hakikatnya, pada proses tender ini dilakukan seleksi terhadap
vendor, dimana vendor tersebut harus memenuhi kriteria yang telah
ditentukan atau sesuai peraturan yang berlaku. Sebagai contoh, tender
pembuatan kertas suara untuk Pilgub (Pemilihan Gubernur) oleh KPU
Daerah.
g. Gratifikasi
Gratifikasi merupakan sebuah hadiah, imbalan, atau balasan atas jasa
atau manfaat yang diberikan secara sukarela, tanpa ajakan atau janji. Pada
dasarnya, gratifikasi ini tidak mengandung unsur korupsi, selama tindakan
ini tidak menimbulkan kecurangan. Maka dari itu, gratifikasi, dalam
konteks bentuk korupsi, harus dilihat pada perspektif kepentingan
gratifikasi.
12
Sebagai contoh, pada saat menjelang Hari Raya Natal, seorang
pegawai instansi menerima paket yang diantarkan langsung ke rumah oleh
kurir. Paket tersebut berasal dari orang atau nasabah yang pernah
bekerjasama sebelumnya sebagai ucapan terimakasih. Pada tahap ini,
gratifikasi yang terjadi akan tergolong gratifikasi yang positif jika pegawai
penerima paket ini melaporkan paket tersebut kepada KPK (Komisi
Pemberantasan Korupsi) paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung
sejak tanggal gratifikasi diterima. Namun, gratifikasi tersebut akan
tergolong sebagai gratifikasi yang negatif (suap), jika penerima paket tak
kunjung melaporkan paket tersebut kepada KPK.
Pasal 2
(2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukandalam keadaan tertentu pidana mati dapat dijatuhkan.
13
Pasal 3
(1) Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain
atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana
yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan atau sarana yang ada padanya
karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau
pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh)
tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) dan
paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 5
Ayat (1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling
lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima
puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh
juta rupiah) setiap orang yang:
Ayat (2): Bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima
pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau huruf b,
dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Pasal 6
Ayat (1): Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling
lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 150.000.000,00
(seratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus
lima puluh juta rupiah) setiap orang yang:
Pasal 11
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5
(lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh
juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta
rupiah) pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau
janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut
diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan
jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji
tersebut ada hubungan dengan jabatannya.
Pasal 12
Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat
4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling
sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah):
a. Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji,
padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut
diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu
dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya
b. Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal
diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat
atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam
jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya
c. Hakim yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga
bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan
perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili
d. Seseorang yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan
ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri sidang pengadilan, menerima
hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji
tersebut untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan,
berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili;
Pasal 12 A
(1) Ketentuan mengenai pidana penjara dan pidana denda sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11 dan Pasal 12
15
tidak berlaku bagi tindak pidana korupsi yang nilainya kurang dari Rp
5.000.000,00 (lima juta rupiah).
(2) Bagi pelaku tindak pidana korupsi yang nilainya kurang dari Rp 5.000.000,00
(lima juta rupiah) sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda paling banyak Rp
50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Pasal 12 B
(1) Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap
pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan
dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut:
Pasal 12 C
(1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 B ayat (1) tidak berlaku,
jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
(2) Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dilakukan
oleh penerima gratifikasi paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak
tanggal gratifikasi tersebut diterima.
(3) Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam waktu paling lambat 30
(tiga puluh) hari kerja sejak tanggal menerima laporan wajib menetapkan
gratifikasi dapat menjadi milik penerima atau milik negara.
Pasal 13
16
Setiap orang yang memberikan hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan
mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau
kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada
jabatan atau kedudukantersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3
(tiga) dan atau denda paling banyak Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta
rupiah)
Pasal 8
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15
(lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus
lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima
puluh juta rupiah), pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang
ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk
sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang
disimpan karena jabatannya, atau membiarkan uang atau surat berharga tersebut
diambil atau digelapkan oleh orang lain, atau membantu dalam melakukan
perbuatan tersebut.
Pasal 9
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5
(lima) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah)
pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan
suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan
sengaja memalsu buku-buku atau daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan
administrasi.
Pasal 10
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7
(tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta
rupiah) dan paling banyak Rp 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah)
pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan
suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan
sengaja:
17
c. membantu orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau
membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar tersebut.
Pasal 12
Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat
4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling
sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah):
5. Korupsi terkait Perbuatan Curang, diatur dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a,
Pasal 7 ayat (1) huruf b, Pasal 7 ayat (1) huruf c, Pasal 7 ayat (1) huruf d,
Pasal 7 ayat (2), dan Pasal 12 huruf h.
Pasal 7
(1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama
7 (tujuh) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus
juta rupiah) dan paling banyak Rp 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta
rupiah):
a. pemborong, ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan, atau penjual
bahan bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan, melakukan
perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang,
atau keselamatan negara dalam keadaan perang;
b. setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan bahan
bangunan, sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud
dalam huruf a;
18
c. setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan Tentara
Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia
melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keselamatan negara
dalam keadaan perang; atau
d. setiap orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan Tentara
Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan
sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf c.
(2) Bagi orang yang menerima penyerahan bahan bangunan atau orang yang
menerima penyerahan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau
Kepolisian Negara Republik Indonesia dan membiarkan perbuatan curang
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau huruf c, dipidana dengan pidana
yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Pasal 12
Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4
(empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling
sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah):
Pasal 12
Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat
4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling
sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah):
Pasal 12 B
19
yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan
sebagai berikut:
Pasal 12 C
(1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 B ayat (1) tidak berlaku,
jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
(2) Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dilakukan
oleh penerima gratifikasi paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak
tanggal gratifikasi tersebut diterima.
(3) Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dalam waktu paling lambat 30
(tiga puluh) hari kerja sejak tanggal menerima laporan wajib menetapkan
gratifikasi dapat menjadi milik penerima atau milik negara.
UU No. 20 Tahun 2001 perubahan dari UU No. 31 Tahun 1999 juga mengatur
jenis tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi dalam pasal
21, Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24. Bentuk-bentuk tindak pidananya mencakup
6 (enam) macam yaitu merintangi proses pemeriksaan perkara korupsi, tidak
memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar, pihak bank yang
tidak memberikan keterangan rekening tersangka, saksi atau ahli yang tidak
memberi keterangan atau memberi keterangan palsu, orang yang memegang
rahasia jabatan tidak memberikan keterangan atau memberikan keterangan palsu,
saksi yang membuka identitas pelapor.
20
2.5 KORUPSI DI INDONESIA DENGAN NEGARA LAIN
2.5.1 Lembaga Anti Korupsi Singapura “Role Model” KAK Dunia Singapura
Gerakan pemberantasan korupsi sudah berjalan dalam kurun waktu yang lama
di Singapura. Pemerintah kolonial Inggris, sudah mulai memikirkan strategy
yang tepat untuk mengurangi korupsi yang semakin parah di negara ini.
Hingga tahun 1952, semua kasus korupsi ditangani oleh unit kecil di kesatuan
polisi Singapura yang dikenal sebagai “Unit Anti Korupsi” . Namun unit ini
dianggap kurang mencukupi setelah pada Oktober 1951, ditemukannya
keterlibatan polisi Singapura dalam penyelundupan opium senilai S$ 400 ribu.
Terbongkarnya kasus ini mengawali dibentuknya CPIB (Corrupt Practices
Investigation Bureau)sebagai organisasi baru yang independen dan terpisah
dari lembaga kepolisian untuk melakukan penyidikan semua kasus korupsi.
Landasan undang-undang dan dukungan politis yang kuat dalam program
pemberantasan korupsi menjadikan CPIB sebagai pelopor terbentuknya citra
Singapura yang bersih dari korupsi. Wewenang CPIB dalam memberantas
kasus korupsi:
21
2.5.2 Pemberantasan Korupsi Hongkong
23
lembaga donor diantaranya DFID. Dalam membangun pemerintahannya Mwai
Kibaki ini masih banyak menggunakan pejabat pemerintahan lama yang
menjadi tersangka korupsi. Hal inilah yang menyulitkan presiden Mwai
Kibaki untuk secara drastis memerangi korupsi. Program pemberantasan
korupsi hanya akan dapat terjadi jika pejabat tinggi negara yang terlibat
korupsi tersebut ditangkap.
24
2.5.7 Pemberantasan Korupsi Thailand
25
negara Indonesia. Tugas KPK di Indonesia pada dasarnya, merupakan
lembaga yang bersifat independen serta bebas dari pengaruh kekuasaan
manapun dalam melakukan pemusnahan terhadap tindak pidana korupsi. Visi
dan misi Komisi Pemberantasan Korupsi negara Indonesia:
Menjadi lembaga penggerak pemberantasan korupsi yang berintegritas,
efektif, dan efisien
Melakukan koordinasi pada instansi terkait dan berwenang untuk
melakukan pemberantasan Korupsi
Melakukan supervisi terhadap instansi yang berwenang dalam
melakukan pemberantasan Tindak pidana korupsi
Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap Tindak
Pidana Korupsi
Melakukan tindakan-tindakan pencegahan terhadap tindakan korupsi
Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan sistem pemerintahan
negara.
2.7 KASUS
Korupsi massal yang terjadi di malang atau lebih tepatnya kasus korupsi yang
dilakukan oleh 41 dari 45 orang DPRD malang. Wakil Ketua Komisi Pemberantasan
Korupsi ( KPK) Saut Situmorang melihat inti permasalahan dari kasus korupsi massal
anggota DPRD Kota Malang adalah lemahnya integritas mereka. KPK telah
menetapkan 41 dari 45 anggota DPRD Kota Malang sebagai tersangka terkait kasus
dugaan suap pembahasan APBN-P Pemkot Malang Tahun Anggaran 2015. Menurut
Saut, konflik kepentingan para anggota muncul dalam proses penganggaran tersebut
sehingga meruntuhkan integritas 41 anggota DPRD itu. “Jadi kalo Anda tanya,
persoalannya integritas, mau sistemnya kayak apa pun, pengawasannya kayak apa
pun, KPK nungguin kayak apa pun, ya akan bisa terjadi karena ini persoalan
28
integritas.” ujar Saut di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (5/9/2018). Ia
tak mau berspekulasi bahwa praktik serupa terjadi di semua daerah. Namun, ia
melihat kemungkinan korupsi massal dipraktikkan di daerah lain.
Oleh sebab itu, Saut berpesan agar setiap orang terus menjunjung tinggi
integritasnya sebagai anggota pemerintahan. “Jangan lupa ada orang-orang
berintegritas juga di daerah-daerah, yang kemudian bersama dengan KPK, mulai dari
planning-nya sampai pengeluarannya ke belakang itu berintegritas.” katanya.
Diberitakan sebelumnya, sebanyak 41 dari total 45 anggota DPRD Kota Malang
periode 2014-2019 ditetapkan sebagai tersangka korupsi. Hal itu dilakukan setelah
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan 22 anggota DPRD Kota
Malang sebagai tersangka kasus dugaan suap pembahasan APBN-P Pemkot Malang
Tahun Anggaran 2015. Penetapan tersangka ini merupakan hasil pengembangan
penyidikan KPK. Sebelumnya, dalam kasus yang sama, KPK sudah menetapkan 19
tersangka anggota DPRD Kota Malang. Penetapan 22 anggota DPRD Kota Malang
tersebut merupakan tahap ketiga. “Hingga saat ini, dari total 45 anggota DPRD Kota
Malang, sudah ada 41 anggota yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK,” papar
Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan dalam konferensi pers di gedung Merah Putih
KPK, Senin. Dari studi kasus di atas dan juga kasus-kasus korupsi lainnya, Untuk
mengatasi banyaknya praktik korupsi di indonesia , sebenarnya pemerintah sudah
melakukan upaya yang cukup baik yaitu dengan membentuk suatu lembaga
pemberantasan korupsi yaitu Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK).
BAB 3
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Korupsi adalah penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau
perusahaan) untuk kepentingan pribadi atau orang lain. Korupsi di Indonesia sudah
membudaya sejak dulu, sebelum dan sesudah kemerdekaan, di era Orde Lama, Orde
Baru, berlanjut hingga era Reformasi. Berbagai upaya telah dilakukan untuk
memberantas korupsi, namun hasilnya masih jauh dari apa yang diharapkan. Beberapa
bentuk tindakan korupsi yaitu seperti suap-menyuap, gratifikasi, penggelapan jabatan,
pemerasan dll. Indonesia sendiri memiliki lembaga anti korupsi yang disebut
29
KPK(Komisi Pemberantasan Korupsi). Namun, lembaga pemberantasan korupsi ini
hanya mengusut kasus korupsi sektor pemerintahan saja dan belum mampu menekan
angka kasus korupsi yang besar di Indonesia. Lemahnya hukum di Indonesia juga
menjadi salah satu faktor penyebab merajalelanya kasus korupsi yang terjadi di
Indonesia. Sehingga pemerintah harus memiliki strategi khusus untuk mengatasi
berbagai macam kasus korupsi yang terjadi di Indonesia seperti strategi preventif,
detektif dan represif.
3.2 SARAN
Mahasiswa sebagai calon penerus bangsa ini sudah selayaknya lebih peka dan peduli
akan kondisi bangsa dan negara. Pendidikan Anti Korupsi yang didapat dari bangku
perkuliahan harusnya dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Apabila
sudah mengenali dan memahami korupsi, alangkah baiknya kita dapat mencegahnya
mulai dari diri kita sendiri kemudian setelah itu baru mencegah orang lain.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.google.co.id/books/edition/Pendidikan_Anti_Korupsi_Berani_Jujur/rYcOEAAAQBAJ?
hl=id&gbpv=1&dq=sejarah+pendidikan+anti+korupsi&printsec=frontcover
bnSuyanto, Totok. 205. “Pendidikan Anti Korupsi dan Pengembangan Budaya Sekolah”.
JPIS. Nomor 23 tahun XIII Edisi Juli – Desember 2005.
30
Pohan, S. 2014. PERBANDINGAN LEMBAGA ANTI KORUPSI DI INDONESIA DAN
BEBERAPA NEGARA DUNIA.Jurnal Justitia Vol. 1 No. 03.
Ditlitbang Deputi Pencegahan KPK. 2006. Komisi Anti Korupsi di Luar Negeri (Deskripsi
Singapura, Hongkong, Thailand, Madagascar, Zambia, Kenya, dan Tanzania). Jakarta:
KPK.
Puspito, Nanang T., et al. 2011. Pendidikan Anti Korupsi untuk Perguruan Tinggi. Jakarta:
Ditjen Dikti Kemdikbud RI.
31