KASUS KORUPSI
KELOMPOK 5
Disusun Oleh:
1. ROSMANELI (2315201112)
2. MELIA ERIKA (2315201096)
3. NOVA SUSANTI (2315201100)
4. NUR ALJANAH (2315201101)
5. YULIANI (2315201123)
6. SUNARTI (2315201116)
7. HANDRE SILVIA EXA (2315201090)
8. SUSI HELMI (2315201117)
9. MELIZA NURFIKA (2315201097)
10. RUSILAH (2315201113)
11. KARMIATI (2315201093)
Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena atas berkat dan limpahannya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Kasus korupsi dana Bantuan Operasional
kesehatan (BOK) Puskesmas”. Penulis mengucapakan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
mendukung Penulis dalam pembuatan makalah ini,terkhususnya kepada seluruh teman sejawat dan
anggota kelompok yang telah membantu dan bekerjasama selama pembuatan makalah ini. Tidak
lupa pula, penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan selama proses penyelesaian makalah ini. penulis menyadari bahwa makalah
ini masih jauh dari kesempurnaan untuk itu penulis sangat mengharapkan saran & kritik yang
membangun dari para pembaca. Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk kedepannya. Akhir
kata,penulis mengucapkan terima kasih
Kelompok 5
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN................................................................................................4
3.1 Kesimpulan...............................................................................................................15
3.2 Saran..........................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
merusak ke segala bidang, tidak hanya berkembang Dalam bidang eksekutif dan yudikatif
serta legislatif saja, namun korupsi juga telah merambah ke lingkungan masyarakat pada
umumnya.Tindak pidana korupsi merupakan delik khusus yang diatur secara tersendiri di
luar Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Di dalam proses penanganan kasus korupsi
berlaku prinsip yang diutamakan atau didahulukan proses penyelesaiannya. Hal ini sesuai
dengan Pasal 25 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan Atas UU No.
31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang menyatakan bahwa
penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di siding pengadilan dalam perkara korupsi
didahulukan dari perkara lain guna penyelesaian secepatnya. Seperti tindak pidana pada
umumnya, dalam tindak pidana korupsi memiliki unsur unsur yang harus dibuktikan,
termasuk unsur melawan hukum yang pada bagian pengertian korupsi disebutkan bahwa
yang dimaksud dengan melawan hukum disini adalah melawan hukum materiil dan formil.
Tindak pidana materiil adalah tindak pidana yang dianggap telah selesai dengan yang
ditimbulkannya akibat yang dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang undang
sedangkan sudarto memberikan pengertian tindak pidana materiil adalah tindak pidana yang
perumusan dititik beratkan pada akibat yang tidak dikehendaki (dilarang) tersebut dan benar
benar terjadi.Tindak pidana. Korupsi memiliki bebrapa cangkupan bidang ada terdapat
dibidang pendidikan,perbankan, politik, dan tidak terkecuali dalam bidang Kesehatan atau
tenaga medis. Dalam hal ini terdapat pembahasan tindak pidana kesehatan yang dimana
menyangkut tenaga medis maupun rumah sakit itu sendiri, dalam putusan nomor 14/pid.sus-
tpk/2018/PN.Plg korupsi yang dilakukan oleh tenaga medis terjadi karena adanya
penyalahgunaan kekuasaan dan kepentingan individual yang mengedepankan aspek
komersial dan materil dari tenaga medis itu sendiri. Oleh karena itu di satu sisi tindakan
tenaga medis atau dokter yang melakukan korupsi ini dapat dikatakan tidak melaksanakan
tanggung jawab dan tidak melakukan tugas sesuai dalam kode etik kedokteran (KODEKI).
Dari kasus diatas, terlihat bahwa kasus korupsi terutama dalam bidang tenaga medis atau
kesehatan masih terjadi di Indonesia.Korupsi bukan hanya terjadi ditingkatan pusat tetapi
telah masuk dalam tingkatan daerah-daerah maupun kabupaten/kota.Korupsi bukan hanya
dilakukan oleh para pejabat berwenang tetapi berbagai kalangan profesi juga telah
melakukan perbuatan terlarang tersebut. Dalam hal ini korupsi pada bidang kesehatan dapat
berpotensi merugikan dana Kesehatan negara dan menurunkan mutu pelayanan kesehatan
dan menimbulkan kerugian finansial negara, korupsi dalam sektor kesehatan juga dapat
dilakukan oleh siapa saja dan dalam bentuk apa saja yang biasa berupa bentuk tujangan
kesehatan, penyediaan pelayanan kesehatan, penyediaan obat dan alat kesehata atau medis
dan juga dana dan anggaran dari rumah sakit itu sendiri. Rumah sakit adalah salah satu
fasilitas pelayanan kesehatan yang sangat diperlukan dalam mendukung penyelenggaraan
pelayanan kesehatan rumah sakit, berbagai jenis tenaga kesehatan dan perangkat
keilmuannya masing masing berinteraksi satu sama lain. Ilmu pengetahuan dan teknologi
kedokteran berkembang angat pesat, membuat semakin kompleksnya permasalahan dalam
rumah sakit. Di sisi lain, tenaga medis ( dokter ) sebagai salah satu komponen utama
pemberi pelayanan kesehatan kepada masyarakat, dan landasan utama bagi dokter adalah
dapat melakukan tindakan medis terhadap orang lain, tanpa disadari dari berkembangnya
pengetahuan dan teknologi, beberapa tenaga medis menyalahgunakan kekuasaan dan
wewenang yang dimiliki. Salah satunya adalah melakukan tindakan korupsi yang dimana
tindakan tersebut merugikan negara, seperti, korupsi gaji dari para dokter yang sangat terikat
dengan penyalahgunaan kekuasaan dari oknum yang memiliki jabatan yang lebih
tinggi.Untuk itu para penegak hukum harus tegas dalam menjatuhkan hukuman terhadap
para pelaku tindak pidana korupsi agar ada efek jera bagi para pelaku kejatahan tersebut.
Berdasarkan latar belakang yang penulis kemukakan diatas, ada beberapa rumusan masalah
yang menjadi objek pembahasan dalam penelitian ini. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
2. Apakah kendala bagi penyidik dalam proses penyidikan kasus dugaan korupsi danabantuan
Operasional Kesehatan (BOK)di puskesmas Gandasuli, kecamatan Bacan selatan ?
Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan diatas terdapat beberapa tujuan yang
ingin penulis capai. Adapun yang ingin penulis adalah:
a. Untuk mengetahui bagaimana proses pelaksanaan penyidikan dalam mengungkap kasus
dugaan Korupsi Dana BOK Puskesmas Gandasuli
b. Untuk mengetahui apa yang menjadi kendala bagi penyidik dalam proses penyidikan kasus
dugaan korupsi Dana BOK Puskesmas Gandasuli
BAB II
3
PEMBAHASAN
Sumber Berita:
1. Kabar Daerah, Kejari Halmahera Selatan Tetapkan Kepala Puskesmas Gandasuli
Tersangka Korupsi BOK, 11/5/2021;
2. Liputan Malut, Korupsi Dana BOK, Kepala Puskesmas Gandasuli Ditetapkan Jadi
Tersangka, 11/5/2021.
Catatan:
1. Menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi dan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-
undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal 3,
“Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya
karena jabatan atau kedudukan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan
yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana
penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20
(dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) dan
paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”.
5
2. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2019 tentang Petunjuk Teknis
Penggunaan Dana Alokasi Khusus Nonfisik Bidang Kesehatan:
a. Pasal 2 ayat (1), “DAK Nonfisik Bidang Kesehatan diberikan kepada daerah untuk
membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan
prioritas pembangunan kesehatan nasional.”
b. Pasal 3:
2) ayat (2), Bantuan operasional kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
diutamakan untuk upaya kesehatan bersifat promotif dan preventif, yang meliputi:
3) ayat (5), Bantuan operasional kesehatan Puskesmas sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf c diarahkan untuk mendukung operasional Upaya Kesehatan Masyarakat primer.
Endnote/Catatan Akhir:
1. Ketetapan MPR RI Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan
Bebas Dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
2. Undang-undang Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan
Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme;
3. Undang-undang No. 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang
selanjutnya disempurnakan dengan Undang-Undang No. 20 tahun 2001.
4. Undang-undang No. 20 tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-undang No. 31 tahun
1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
7
5. Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
6. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 127 Tahun 1999 tentang Pembentukan
Komisi Pemeriksaan Kekayaan Penyelenggara Negara dan Sekretariat Jenderal Komisi
Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara.
Disamping itu Pemerintah dan DPR sedang memproses penyelesaian Rancangan Undang-undang
tentang Pembentukan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pemberantasan korupsi tidak
cukup dilakukan hanya dengan komitmen semata karena pencegahan dan penanggulangan korupsi bukan
suatu pekerjaan yang mudah. Komitmen tersebut harus diaktualisasikan dalam bentuk strategi yang
komprehensif untuk meminimalkan keempat aspek penyebab korupsi yang telah dikemukakan
sebelumnya. Strategi tersebut mencakup aspek preventif, detektif dan represif, yang dilaksanakan secara
intensif dan terus menerus. BPKP dalam buku SPKN yang telah disebut di muka, telah menyusun
strategi preventif, detektif dan represif yang perlu dilakukan, sebagai berikut :
1. Strategi Preventif
Strategi preventif diarahkan untuk mencegah terjadinya korupsi dengan cara
menghilangkan atau meminimalkan faktor-faktor penyebab atau peluang terjadinya korupsi.
Strategi preventif dapat dilakukan dengan:
Memperkuat Dewan Perwakilan Rakyat;
Memperkuat Mahkamah Agung dan jajaran peradilan di bawahnya
Membangun kode etik di sektor publik ;
Membangun kode etik di sektor Parpol, Organisasi Profesi dan Asosiasi Bisnis. 5)
Meneliti sebab-sebab perbuatan korupsi secara berkelanjutan.
Penyempurnaan manajemen sumber daya manusia (SDM) dan peningkatan
kesejahteraan Pegawai Negeri ;
Pengharusan pembuatan perencanaan stratejik dan laporan akuntabilitas kinerja bagi
instansi pemerintah;
Peningkatan kualitas penerapan sistem pengendalian manajemen;
Penyempurnaan manajemen Barang Kekayaan Milik Negara (BKMN)
Peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat ;
Kampanye untuk menciptakan nilai (value) anti korupsi secara nasional;
2. Strategi Detektif 8
Strategi detektif diarahkan untuk mengidentifikasi terjadinya perbuatan korupsi. Strategi detektif
dapat dilakukan dengan :
3. Strategi Represif
Strategi represif diarahkan untuk menangani atau memproses perbuatan korupsi sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Strategi represif dapat dilakukan dengan :
Pelaksanaan strategi preventif, detektif dan represif sebagaimana tersebut di atas akan memakan
waktu yang lama, karena melibatkan semua komponen bangsa, baik legislatif, eksekutif maupun judikatif.
Sambil terus berupaya mewujudkan strategi di atas, perlu dibuat upaya-upaya nyata yang bersifat segera.
Upaya yang dapat segera dilakukan untuk mencegah dan menanggulangi korupsi tersebut antara lain adalah
dengan meningkatkan fungsi pengawasan, yaitu sistem pengawasan internal (built in control), maupun
pengawasan fungsional, yang dipadukan dengan pengawasan masyarakat (wasmas) dan pengawasan
legislatif (wasleg). Salah satu usaha yang dilakukan dalam rangka peningkatan pengawasan internal dan
fungsional tersebut, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) ditugaskan menyusun
petunjuk teknis operasional pemberantasan KKN sesuai surat Menteri PAN Nomor : 37a/M.PAN/2/2002
tanggal 8 Februari 2002. Petunjuk teknis ini diharapkan dapat digunakan sebagai petunjuk praktis bagi
Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintah (APFP)/ Satuan Pengawasan Internal (SPI) BUMN/D dan
Perbankan dalam upaya mencegah dan menanggulangi korupsi di lingkungan kerja masing-masing. B.
Pengertian Umum Dalam buku ini yang dimaksud dengan:
1. Upaya preventif adalah usaha pencegahan korupsi yang diarahkan untuk meminimalkan
penyebab dan peluang untuk melakukan korupsi ;
2. Upaya detektif adalah usaha yang diarahkan untuk mendeteksi terjadinya kasus-kasus
korupsi dengan cepat, tepat dengan biaya murah, sehingga dapat segera ditindaklanjuti ;
3. Upaya represif adalah usaha yang diarahkan agar setiap perbuatan korupsi yang telah
diidentifikasi dapat diproses secara cepat, tepat, dengan biaya murah, sehingga kepada para
pelakunya dapat segera diberikan sanksi sesuai peraturan perundangan yang berlaku ;
4. Instansi Pemerintah adalah Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, Sekretariat
Lembaga Tertinggi Negara dan Lembaga Tinggi Negara, Pemerintah Daerah Propinsi,
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, dan Instansi Pemerintah lainnya ;
5. Keuangan negara adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun yang dipisahkan
atau yang tidak dipisahkan termasuk di dalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala
hak dan kewajiban yang timbul, karena:
berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban pejabat lembaga
negara, baik di tingkat pusat maupun di daerah;
berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban Badan Usaha Milik
Negara/Badan Usaha Milik Daerah, Yayasan, Badan Hukum, dan perusahaan yang
menyertakan modal negara, atau perusahaan yang menyertakan modal pihak ketiga
berdasarkan perjanjian dengan Negara.
6. Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan
pemerintahan daerah yarvg dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk
kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut, dalam rangka
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
7. APBN adalah suatu rencana keuangan tahunan negara yang ditetapkan berdasarkan undang-
undang tentang APBN;
8. APBD adalah suatu rencana keuangan tahunan daerah yang ditetapkan berdasarkan.
Prinsip-Prinsip Good Governance Bedasarkan teori yang dikemukakan oleh Sedarmayanti (2012;74)
bahwa prinsip-prinsip Good Governance terdiri dari :
a. Akuntabilitas
Aparatur pemerintah harus mampu mempertanggung-jawabkan pelaksanaan kewenangan yang
diberikan di bidang tugas dan fungsinya.Aparatur pemerintah harus dapat mempertanggung - jawabkan
kebijaksanaan, program dan kegiatannya yang dilaksanakan atau dikeluarkannya termasuk pula yang terkait
erat dengan pendayagunaan ketiga komponen dalam birokrasi pemerintahan, yaitu kelembagaan (organisasi),
ketatalaksanaan, dan sumber daya manusianya. Prinsip akuntabilitas mensyaratkan adanya perhitungan cost
and benefit analysis (tidak terbatas dari segi ekonomi, tetapi juga sosial, dan sebagainya tergantung bidang
kebijaksanaan atau kegiatannya) dalam berbagai kebijaksanaan dan tindakan aparatur pemerintah. Selain itu,
akuntabiltas juga berkaitan erat dengan pertanggungjawaban terhadap efektivitas kegiatan dalam pencapaian
sasaran atau target kebijaksanaan atau program.Dengan demikian, tidak ada satu kebijaksanaan, program,
dan kegiatan yang dilaksanakan oleh aparatur pemerintahan yang dapat lepas dari prinsip ini.
Membangun Pondasi Good Governance di Masa Transisi”, MTI, Jakarta, Mei 2000.
Dalam perspektif MTI, good governance mensyaratkan empat azas, yaitu: transparansi (transparency),
pertanggungjawaban (accountability), kewajaran atau kesetaraan (fairness), dan kesinambungan
(sustainability), dengan pengertian sebagai berikut:
1. Transparansi, bermakna tersedianya informasi yang cukup, akurat dan tepat waktu tentang kebijakan
publik, dan proses pembentukkannya. Dengan ketersediaan informasi seperti itu, masyarakat dapat
ikut sekaligus mengawasi sehingga kebijakan publik yang muncul bisa memberikan hasil yang
optimal bagi masyarakat,serta mencegah terjadinya kecurangan dan manipulasi yang hanya akan
menguntungkan salah satu kelompok masyarakat saja secara tidak proporsional.
2. Akuntabilitas,bermakna pertanggungjawaban dengan menciptakan pengawasan melalui distribusi
kekuasaan pada berbagai lembaga pemerintah, sehingga mengurangi penumpukkan kekuasaan
sekaligus menciptakan kondisi saling mengawasi (checks and balances system). Lembaga
pemerintahan yang dimaksud adalah eksekutif (presiden, wakil presiden, dan kabinetnya), yudikatif
(MA dan sistem peradilan), serta legislatif (MPR dan DPR). Selain itu, peranan pers yang semakin
penting dalam fungsi pengawasan ini menempatkannya sebagai pilar keempat.
3. Kewajaran atau kesetaraan,bermakna memberikan kesempatan yang sama bagi semua kelompok
masyarakat untuk ambil bagian dalam pengambilan pengambilan keputusan public
4. Kesinambungan
2.5 DAMPAK KORUPSI
12
Korupsi atau riswah menimbulkan berbagai distorsi dalam kehidupan bernegara dan
berrmasyarakat. Kejahatan ini bisa dikategorikan sebagai dosa besar dikarenakan daya rusaknya
yang luar biasa pada semua lini kehidupan.
Menurut Syed Hussein Alatas dalam buku Sosiologi Korupsi, tindakan korupsi tidak saja
berupa penyelewengan keuangan Negara tetapi mencakup beberapa perilaku sebagai berikut:
1. Korupsi paling rendah, yakni perilaku yang berkaitan dengan pengkhianatan terhadap
kepercayaan, seperti tidak disiplin dalam bertugas.
2. Penyalahgunaan kekuasaan, seperti nepotisme dalam pengangkatan sanak saudara, teman-
teman atau rekan politik tanpa melihat kompetensi.
3. Segala bentuk kekuasaan yang medatangkan keuntungan baik untuk dirinya, keluarga dan
golongan primordial tertentu.
Korupsi sangat berbahaya bagi kehidupan masyarakat dan menghancurkan harmoni sosial, karena
merusak sistem keadilan dan memutarbalikkan fakta kebenaran.
Jangan ditanya berapa banyak kasus korupsi di Indonesia. Praktik- praktik tindak pidana korupsi
yang terjadi di Indonesia hampir setiap hari diberitakan oleh media massa. Kenyataannya praktik
korupsi yang terjadi di Indonesia bukan hanya melibatkan personal, tetapi juga instansi politik dan
hukum.
1. Merusak Kedisiplinan
Sebagai contoh korupsi merusak sikap disiplin misalnya orang tua menyogok sekolah agar anaknya
bisa sekolah di tempat yang dia inginkan, sehingga anaknya menjadi sombong dan seenaknya
dalam belajar dikarenakan semuanya bisa dibayar dengan uang.
2. Menghambat Profesionalisme
Korupsi bisa menghambat nilai profesionalisme. Misalnya, seorang staf perusahaan tidak
berprestasi, dengan sogokan bisa menempati posisi yang penting. Sementara itu, staf yang
berprestasi, jujur dan tidak mau menyogok karirnya “mentok” karena tidak mendapatkan promosi
yang profesional.
Korupsi dapat menyebabkan biaya tinggi contohnya biaya perijinan usaha yang birokratis sehingga
untuk mendapatkan izin, tiap meja harus mengeluarkan uang. Ada lagi kasus seperti pembuatan
SIM menjadi mahal tidak masuk akal. Semua tes dipersulit agar peserta bisa melalui jalur pintas.
Minggu ini adalah pengumuman pembacaan keputusan sidang jaksa Pinangki. Jaksa muda nan
cantik ini sebagai contoh kekacauan hukum dikarenakan tindak korupsi. Kasarnya, hukum bisa
dibuat sesuai pesanan bandar yang mempunyai uang.
5. Kekacauan Politik
6. Kebencian Sosial
Para koruptor akan diingat selamanya oleh masyarakat bahwa dia adalah pencuri uang rakyat dan
penjahat bangsa.
Sangat berbahayanya korupsi hingga Rasulullah memberi peringatan akan siksa Allah SWT gang
sangat Pedih. Sabdanya, “Laknat Allah untuk orang gang memberi suap dan yang menerina
Suap.”(H.R Ibnu Majah).
Tidak dapat dipungkiri, betapa banyak pejabat di tanah air ini yang mendadak kaya setelah
beberapa waktu menempati posisi tertentu. Boleh dong bertanya, apakah itu semua hasil korupsi?
Wallahualam Bissawab
BAB III
14
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Dari berbagi undang-undang tentang korupsi dengan melihat perkembang dari pengertian,
unsur-unsur dan sistem hukumnya maka diperoleh suatu kesimpulan sebagai berikut : 1. Pengertian
mengenai korupsi mengalami perluasan, yaitu semua bentuk pemberian dalam arti luas, yakni
meliputi pemberian uang, barang, rabat (diskon), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan
wisata, pengobatan cuma-cuma dan fasilitas lainnya, masuk dalam pengertian korupsi.. 2. Peraturan
Perundangan tentang korupsi pada tahun 1957-1960 kurang bisa mengakomodasi perbuatan korupsi
pada tahun tersebut karena dalam perundang-undangan harus mensyaratkan adanya kejahatan
koruptif, kemudian dilihat dari penegakan hukumnya kurang bisa konsisten, dalam peraturan
perundang-undangan korupsi terdapat dua pertanggung jawaban hukum, yaitu secara pidana dan
perdata, dimana pertanggung jawaban secara pidana harus didahulukan dari pertanggung jawaban
perdata.
3.2 SARAN
Setelah melihat perkembangan pengertian dan unsur- unsur korupsi di Indonesia serta fakta
implementasi dari perturan perundang-undangan tentang korupsi, maka penulis memunculkan saran-
saran sebagai berikut:
1. Pemberantasan dan pencegahan korupsi haruslah dilakukan dari atas atau “top political will”
secara konsisten dari para penyelenggara negara;
2. Pemberantasan tindak pidana korupsi harus tetap berpegang pada Undangundang korupsi
yang telah berlaku dengan mengedepankan pertanggung jawaban pidana terlebih dahulu
kemudian pertanggung jawaban secara perdata.
3. Peraturan perundang-undangan pemberantasan korupsi yang jelas dengan sanksi yang dapat
menimbulkan kejeraan serta proses peradilan yang cepat dan transparan.
DAFTAR PUSTAKA 15
Jay Green, David, Investment Behavior and The Economic Crisis in Indonesia, Journal of Asian Economics,
Vol. 15, No. 2, April 2004, New Brunswick: Rutger University, Elsevier Group