Anda di halaman 1dari 40

Dra. Hj. ROSMAWATI IBRAHIM, SST., MS., M.

Kes

PENDIDIKAN BUDAYA ANTI KORUPSI

LATAR BELAKANG PERUBAHAN PERATURAN PERUNDANG


– UNDANGAN TINDAK PIDANA KORUPSI

DI SUSUN OLEH :
NOVITA SAFITRI
NIM : Pbd21.105

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PELITA IBU


TAHUN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam yang
senantiasa melimpahkan nikmat-Nya serta selalu memberikan yang terbaik bagi
hamba-Nya. Berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah.
Semoga Allah SWT melimpahkan rahmat-Nya dan membalas amal
kebaikan mereka. Penulis menyadari bahwa meskipun makalah ini dibuat dengan
usaha yang maksimal, tidak menutup kemungkinan di dalamnya masih terdapat
kekurangan. Oleh karena itu, penulis terbuka dalam menerima kritik dan saran
yang sifatnya membangun sehingga dapat berkarya lebih baik lagi pada masa
yang akan datang. Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan dan bernilai ibadah di sisi-Nya. Aamiin.

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL
KATA PENGANTAR....................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................iii

BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.....................................................................................1
B. Permasalahan.......................................................................................2
C. Tujuan..................................................................................................2

BAB II : PEMBAHASAN
A. Pengertian Korupsi.......................................................................................3
B. 30 Kasus Korupsi di Indonesia............................................................4
C. Sejarah Perundang-Undangan Korupsi Di Indonesia..........................21
D. Perkembangan Pengaturan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia.......21
E. Unsur-Unsur Tindak Pidana Korupsi Yang terkait
Dengan Kerugian Keuangan Negara...................................................23
F. Jenis Tindak Pidana Korupsi...............................................................27
G. Latar Belakang Lahirnya Delik Korupsi Dalam
Perundang-Undangan Korupsi.............................................................31

BAB III : PENUTUP


A. Kesimpulan...........................................................................................34
B. Saran.....................................................................................................34

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................35

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Korupsi merupakan masalah serius karena dapat membahayakan
stabilitas dan keamanan masyarakat, merusak nilai-nilai demokrasi dan
moralitas, dan membahayakan pembangunan ekonomi, sosial politik, dan
menciptakan kemiskinan secara masif sehingga perlu mendapat perhatian dari
pemerintah dan masyarakat serta lembaga sosial. Salah satu upaya untuk
menekan tingginya angka korupsi adalah upaya pencegahan. Upaya serius KPK
dalam memberantas korupsi dengan pendekatan pencegahan merupakan upaya
cerdas. Pendekatan ini menunjukkan bahwa KPK menyadari bahwa masa depan
bangsa yang lebih baik perlu dipersiapkan dengan orang-orang yang paham akan
bahaya korupsi bagi peradaban bangsa.
Upaya pencegahan kejahatan korupsi harus dilakukan sedini mungkin,
dan dimulai dari anak. Salah satu isu penting yang harus mendapat perhatian
dalam upaya mencegah korupsi adalah menanamkan pendidikan antikorupsi di
kalangan anak pra usia sekolah sampai mahasiswa juga pada Peserta Didik dari
kalangan Komunitas dan Organisasi Masyarakat, Aparatur Sipil Negara
(Kementrian/Lembaga/Pemerintah Daerah), BUMN/BUMD/Sektor Swasta,
Masyarakat Politik, dan Masyarakat Umum lainnya.
Perlunya pemahaman terhadap dasar hukum, asas-asas, unsur-unsur,
dan modus operandi tindak pidana korupsi tersebut bagi peserta didik, maka
Komisi Pemberantasan Korupsi menyusun modul mengenai tindak pidana
korupsi. Adapun tujuan penyusunan modul tersebut adalah untuk memberikan
pemahaman mengenai Dasar Hukum, Asas, Unsur Dan Modus Operandi Tindak
Pidana Korupsi, Mengenal 7 Delik Tindak Pidana Korupsi, Proses Penanganan
Tindak Pidana Korupsi Di KPK, Studi Kasus Perkara Korupsi yang pernah
ditangani oleh KPK, dan Kaitan Tindak Pidana Pencucian Uang Dengan Tindak
Pidana Korupsi.

1
A. Permasalahan
Adapun yang menjadi permsalahan pada pembuatan makalah ini yaitu ;
1. Untuk mengetahui pengertian korupsi ?
2. Sebutkan 30 kasus korupsi di Indonesia?
3. Bagaimanakah Sejarah Perundang-Undangan Korupsi Di Indonesia?
4. Jelaskan alasan dan Perkembangan Pengaturan Tindak Pidana Korupsi di
Indonesia?
5. Jelaskan Unsur-Unsur Tindak Pidana Korupsi Yang terkait
Dengan Kerugian Keuangan Negara?
6. Menjelaskan Jenis Tindak Pidana Korupsi?
7. Jelaskan Latar Belakang Lahirnya Delik Korupsi Dalam Perundang-
Undangan Korupsi ?
8. Jelaskan apa itu Gratifikasi ?

B. Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui Tindak Pidana Korupsi
dalam Peraturan Perundang-undangan di Indonesia.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Korupsi
Kata Korupsi berasal dari bahasa latin, Corruptio-Corrumpere yang artinya
busuk, rusak, menggoyahkan, memutar balik atau menyogok. Menurut Dr. Kartini
Kartono, korupsi adalah tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan
jabatan guna mencari keuntungan, dan merugikan kepentingan umum. Menurut
saya sendiri tindakan korupsi merupakan tindakan dimana para pejabat public
menggelapkan uang untuk kepentingan pribadi sebagai pemuas kebutuhan dalah
kehidupannya. Jadi korupsi merupakan gejala salah pakai dan salah urus dari
kekuasaan, demi keuntungan pribadi, salah urus terhadap sumber-sumber
kekayaan negara dengan menggunakan wewenang dan kekuatan-kekuatan formal
(misalnya denagan alasan hukum dan kekuatan senjata) untuk memperkaya diri
sendiri. Korupsi terjadi disebabkan adanya penyalahgunaan wewenang dan
jabatan yang dimiliki oleh pejabat atau pegawai demi kepentingan pribadi dengan
mengatas namakan pribadi atau keluarga, sanak saudara dan teman. Hal itu akan
masuk dalam dalam pembahasan saya mengenai tindak korupsi Masyarakat
Pancasila Dalam Persepektif Paradigma Konflik Dan Sruktural Fungsional.
Pengertian korupsi menurut UU No. 31 Tahun 1999 Jo UU No. 20 Tahun
2001 tentang pemberantasan tindakan pidana korupsi adalah tindakan melawan
hukum dengan maksud memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korupsi yang
berakibatkan merugikan negara atau perekonomian negara.

3
B. 30 Kasus Korupsi Di Indonesia

1. Kasus TPPU Flu Burung


Negara diduga dirugikan Rp 770 miliar dalam kasus korupsi paket
pengadaan peralatan pembangunan fasilitas produksi, riset, dan alih tehnologi
vaksin flu burung untuk manusia pada Ditjen Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan (P2PL), Kementerian Kesehatan RI 2008-2010.
Sebanyak 2 tersangka ditetapkan dalam kasus ini. Yaitu Tunggul P
Sihombing selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Rachmat Basuki selaku
Ketua Panitia Pengadaan Barang dan Jasa.

2. Suap CPNS 2014 Musi Rawas


Perkara ini diawali dengan adanya proses pengadaan CPNS dalam
pembentukan struktur kabupaten baru di Musi Rawas Utara, Sumatera Selatan.
Dalam proses ini kabag kepegawaian Muhammad Rifa'i yang ditugaskan oleh
Bupati Musi Rawas Utara (AA) untuk melakukan pengurusan pengadaan CPNS di
Kementerian PAN dan RB, diduga telah menerima sejumlah uang yang
diketahuinya diberikan dalam rangka meluluskan pelamar CPNS. Berkas Perkara
saat ini telah memasuki Tahap I dan sedang diteliti oleh jaksa peneliti di
Kejaksaan Agung.

4
3. Pengadaan Buku di Disdik Kabupaten Garut
Diduga terjadi tindak pidana korupsi pada pengadaan buku pengayaan,
buku referensi , Entik Karyana (EK) sebagai tersangka. dan buku panduan
pendidik SMP di Dinas Pendidikan Kabupaten Garut 2010. Kasus ini diduga
melibatkan Kabid Dikmen Disdik Kab Garut, EK. Korupsi diduga dilakukan
dengan cara menandatangani atau mengesahkan Harga Perkiraan Sendiri (HPS)
yang dibuat oleh panitia lelang yang tidak dilakukan sesuai prosedur. Tidak pula
melakukan pengawasan pekerjaan dengan benar.

4. Bandara Juwata Tarakan Kaltim


Kejaksaan Negeri Tarakan akhirnya melakukan eksekusi terpidana kasus
korupsi kegiatan pekerjaan pematangan lahan di Bandara Juwata Tarakan, Djoko
Priambodo. Kepala Kejaksaan Negeri Tarakan, Fatkhuri melalui Kasi Pidsus
Tohom Hasiholan menerangkan, Djoko dieksekusi sekira pukul 18.00 Wita, Senin
(11/11/2019).
Diduga terjadi tindak pidana korupsi dalam pengadaan pekerjaan pengembangan
Bandara Juwata Tarakan, Kalimantan Timur berupa pekerjaan pematangan,
pembersihan lahan persiapan, pembuatan paralel runway 375.000 M3 melalui
program stimulus fiskal TA 2009, dan pekerjaan perbaikan tanah landas pacu
tahap I (75.000 M2) TA 2010. Proyek ini dipimpin oleh HD selaku Kepala Bandar
Udara Juwata Tarakan Kaltim

5
5. Penyuapan Perkara Judi Online
Kasus suap dalam perkara judi online yang melibatkan sejumlah perwira di
lingkungan Polda Jabar, akan segera disidangkan di Pengadilan Tipikor pada
Pengadilan Negeri (PN) Bandung. Tiga berkas sudah diterima oleh pihak
Pengadilan Tipikor dari kejaksaan pada Rabu (7/1/2015) lalu dengan nomor
10/Pid-Sus-TPK/2015/PN.Bdg.

Berkas yang masuk yakni atas nama AKP Dudung Suryana, Brigadir
Amin Iskandar dan Ali Irawan. Sementara berkas milik satu nama lainnya yakni
AKBP Murjoko Budoyono tidak masuk ke Pengadilan Tipikor Bandung.
Diduga terjadi tindak pidana korupsi penyuapan dalam proses penyidikan kasus
judi melalui internet (online) oleh penyidik Ditreskrimum Polda Jabar dengan
tersangka AKBP MB (Kasubdit III Ditreskrimum Polda Jabar). Tersangka diduga
menerima uang Rp 5 miliar dan US$ 168.000. Korupsi diduga dilakukan dengan
pemblokiran rekening yang diduga terlibat dalam tindak pidana perjudian online
tersebut. Kemudian beberapa rekening dibuka tanpa melalui prosedur dan
penyidik yang menangani perkara tersebut diduga menerima uang.

6. Angelina Sondakh Jadi Tersangka kasus suap pembangunan wisma atlet.


KPK menetapkan Anggota Komisi X DPR Angelina Sondakh sebagai
tersangka dalam kasus suap pembangunan wisma atlet di Palembang. Menurut
Ketua KPK Abraham Samad, penetapan tersangka ini karena pihaknya telah
menemukan dua alat bukti yang kuat. Dalam kasus suap wisma atlet kami
menemukan fakta-fakta hukum baru dan menemukan dua alat bukti berdasarkan
KUHAP sehingga dalam kasus ini ditemukan tersangka baru atau pengembangan
dari kasus sebelumnya. Tersangka baru adalah sebelumnya saksi inisialnya AS,
seorang perempuan," tutur Abraham di KPK, Jumat (3/2). Abraham mengatakan,

6
AS diduga menerima hadiah atau janji yang berkaitan dengan proyek yang
menggunakan anggaran negara sebesar Rp191 miliar. Tapi, ia tak menjelaskan
berapa suap yang diterima AS dan dari mana suap itu diberikan.Ini soal alat bukti,
alat bukti itu tidak boleh kita sampaikan di depan publik. Karena itu bagian dari
strategi penyidikan. Bukti ini nantinya kita hadirkan ke persidangan," kata
pimpinan KPK yang berlatarbelakang profesi advokat ini. Surat Perintah
Penyidikan (Sprindik) atas nama tersangka AS ini ditandatangani oleh KPK
kemarin, Kamis (2/2) Sepanjang jumpa pers, Abraham memang tidak eksplisit
menyebut nama Angelina Sondakh, namun kalangan wartawan meyakini bahwa
inisial AS menunjuk ke istri mendiang artis Ajie Massaid. Atas perbuatannya
tersebut, Angelina yang juga Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR ini
disangka melanggar Pasal 5 Ayat (2) atau Pasal 11 atau Pasal 12 huruf a UU
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dengan ancaman pidana penjara paling
lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.

7. Komisioner KPU yang Terlibat Kasus Korupsi tertangkap tangan


meloloskan anggota DPR RI
Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan telah
resmi ditetapkan sebagai tersangka, usai terjaring dalam operasi tangkap
tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Wahyu terbukti menerima
suap dari anggota DPR RI 2019-2024 Harun Masiku untuk meloloskannya
menjadi anggota DPR RI Pengganti Antarwaktu (PAW).Penetapan status
tersangka disampaikan langsung oleh Wakil Ketua KPK Lili Pintauli
Siregar dalam konferensi pers yang turut dihadiri oleh Ketua KPU, Arief
Budiman pada Kamis (9/1/2020) malam.KPK menyimpulkan adanya
dugaaan tindak pidana korupsi menerima hadiah atau janji penetapan

7
Anggota DPR RI terpilih tahun 2019-2024," ucap Lili.Tak ayal, penetapan
komisioner KPU Wahyu Setiawan sebagai tersangka KPK ini menggegerkan
publik. Apalagi ia bukan orang pertama dari jajaran KPU yang terseret
dalam kasus korupsi.

8. Kasus Korupsi, Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah Diduga Terima Rp 5,4


Miliar,
Kasus Korupsi, Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah Diduga Terima Rp 5,4
Miliar, Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah termasuk salah satu yang terjaring
dalam operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di
Sulawesi Selatan (Sulsel) pada Jumat (26/2/2021) malam. Nurdin Abdullah
menjadi kepala daerah pertama yang terjaring OTT KPK pada tahun 2021 ini.
Pada Minggu (28/2/2021) Nurdin Abdullah ditetapkan sebagai tersangka bersama
dua orang lainnya Kasus dugaan suap proyek infrastruktur Diberitakan
Kompas.com, Minggu (28/2/2021) Nurdin ditetapkan sebagai tersangka kasus
dugaan suap proyek infrastruktur di lingkungan Pemerintah Provinsi Sulsel.
Dalam operasi tangkap tangan, KPK mengamankan enam orang, yaitu AS, NY,
SB, ER, IF, dan NA di tiga tempat berbeda di Sulawesi Selatan. Ketiga tempat itu
adalah Rumah Dinas ER di kawasan Hertasening, jalan poros Bulukumba, dan
Rumah jabatan Gubernur Sulsel. Nurdin Abdullah (NA) bersama dengan Edy
Rahmat (ER) ditetapkan sebagai tersangka penerima dalam kasus dugaan suap
proyek infrastruktur di lingkungan Pemprov Sulsel. Keduanya disangka
melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B
Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan
UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. Sementara

8
itu AS ditetapkan sebagai tersangka pemberi. AS disangkakan melanggar Pasal 5
ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah
dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke KUHP.

9. Kasus korupsi suap terkait perizinan tambang nikel Gubernur Sulawesi


Tenggara ( Nur Alam )
Gubernur nonaktif Sulawesi Tenggara, Nur Alam divonis 12 tahun penjara untuk kasus
korupsi terkait pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) dalam persidangan di Pengadilan
Tindak Pidana Korupsi, Rabu (28/03). Vonis ini lebih rendah dari tuntutan jaksa Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) selama 18 tahun.

9
10. Kasus korupsi Gubernur Bengkulu Tersangka Kasus Korupsi RSUD M
Yunus
Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri akhirnya menetapkan
Gubernur Bengkulu Junaidi Hamzah sebagai tersangka kasus dugaan
korupsi pembayaran honor tim pembina di RSUD M Yunus.Junaidi dinilai
telah menyalahgunakan wewenang dengan menerbitkan Surat Keputusan
Gubernur Nomor 17 Tahun 2011 tanggal 21 Februari 2011 tentang
Pembentukan Tim Pembina Manajemen RSUD M Yunus. Pembentukan
jabatan itu dinilai tidak memiliki dasar hukum dan bertentangan dengan
Peraturan Mendagri No 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan
Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).Kepala Subdirektorat I Tipikor
Bareskrim Polri Kombes Pol Adi Deriyan mengatakan, penetapan Junaidi
sebagai tersangka dilakukan melalui mekanisme gelar perkara sebelumnya
bersama dengan penyidik Polda Bengkulu. “Mereka menjelaskan
konstruksi hukumnya. Hasilnya, JH diputuskan tersangka,” ungkap Adi
Deriyan di Bareskrim Polri, Jakarta, kemarin. Junaidi dijerat Pasal 2 ayat 1
UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Muspaniselakukuasahukum
Junaidi Hamsyah, mengaku bingung dengan penetapan tersangka kliennya
tersebut.

11. Operasi Tangkap Tangan Kasus korupsi (Polda Kalteng)


Dugaan korupsi hasil operasi tangkap tangan terkait pemberian dan
penerimaan dalam bentuk uang yang disampaikan Pemkab Kapuas melalui Dinas
PU Kabupaten Kapuas. Yang diserahkan oleh Kabid Bina Marga kepada Ketua

1
DPRD Kab Kapuas Iif Syafrudin dan selanjutnya diperuntukkan bagi anggota
DPRD Kabupaten Kapuas terkait pembahasan RAPBD Kabupaten Kapuas 2015.

12. Korupsi CPNS Kabupaten Muna (Polda Sultra)


Dugaan korupsi dalam penerimaan CPNS Tambahan untuk Kabupaten
Muna, Sulawesi Tenggara pada tahun 2013 dengan cara menerima uang dari para
honorer CPNS K2 dalam rangka pengurusan di Jakarta. Ada 3 tersangka yang
sudah ditetapkan dalam kasus ini. Yaitu Kepala Badan Kepegawaian Daerah
(BKD) Kab Muna L Irian, staf BKD Kab Muna Ikrar Paramai dari pihak swasta,
dan Kamaruddin alias La Pato dari pihak swasta yang kini masih masuk dalam
DPO.
13. Korupsi Penyuap Wali Kota Kendari Divonis 2 Tahun
Penjara (Hasmun Hamzah )
Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat menjatuhkan vonis 2
tahun penjara untuk Hasmun Hamzah karena terbukti memberi suap Wali Kota
Kendari Adriatma Putra dan mantan Wali Kota Kendari, Asrun. Pengusaha itu
disebut memberikan suap sebesar Rp 6,8 miliar. Menjatuhkan pidana penjara 2
tahun denda Rp 200 juta atau apabila tidak mampu membayar maka diganti
pidana kurungan 3 bulan," ujar Hakim Hariono saat membacakan vonis suap Wali
Kota Kendari di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (30/7/2018).Uang suap
diberikan Hasmun kepada Adriatma melalui Fatmawati Faqih, orang dekat Asrun,
sebanyak dua tahap dengan setiap transaksi dikeluarkan uang sebesar Rp 4
miliar.Sementara Rp 2,8 miliar diserahkan Hasmun untuk kepentingan pencalonan

1
Gubernur Sulawesi Tenggara, Asrun, yang merupakan ayah Adriatma.Saat
mengambil putusan terkait kasus suap Wali Kota Kendari ini, majelis hakim
mempertimbangkan hal yang memberatkan dan meringankan. Hal yang
memberatkan adalah tindakan Hasmun tidak mendukung program pemerintah
dalam memberantas korupsi.Sementara hal yang meringankan, masih punya
tanggungan keluarga, mengakui, dan menyesali perbuatannya ,kata hakim.

14. Korupsi Pejabat di Pemkot Kendari


Fatmawati Faqih Didakwa Terima Suap
Rp 2,8 M
Mantan Kepala Badan Pengelolaan
Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Kendari, Fatmawati Fakih, didakwa
menerima uang Rp 2,8 miliar. Uang tersebut diterima dari pemilik dan Direktur
PT Sarana Bangun Nusantara (SBN) Hasmun Hamzah. Demikian disampaikan
Jaksa KPK Kresno Anto Wibowo dalam persidangan dengan agenda pembacaan
dakwaan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Jakarta Pusat, Rabu (18/7/2018).
Fatmawati disebut bersama-sama menerima uang yaitu selaku Wali Kota Kendari
masa jabatan 2017-2002, yang menerima hadiah bersama Wali
Kota Kendari Adriatma Dwi Putra dan mantan Wali Kota Kendari Asrun.
Uang tersebut rencananya akan digunakan untuk biaya pencalonan Asrun
sebagai calon gubernur Sulawesi Tenggara.Bersama-sama dengan Asrun dan
Adriatma Dwi Putra selaku pegawai negeri atau penyelenggara negara yaitu
menerima uang sebesar Rp 2,8 miliar dari Hasmun Hamzah selaku pemilik dan
Direktur PT Sarana Bangun Nusantara. Padahal diketahui atau patut diduga hadiah
tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau
tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan
kewajibannya," jelas dia.Jaksa melanjutkan, uang Rp 2,8 miliar tersebut diberikan
karena Adriatma telah menyetujui Hasmun Hamzah akan mendapatkan proyek
untuk pekerjaan tahun jamak, (multi years) pembangunan Jalan Bungkutoko-
Kendari New Port tahun anggaran 2018-2020. Fatmawati merupakan orang

1
kepercayaan Asrun dan Adriatma.Setelah pensiun sebagai Kepala BPKAD pada
2016, Fatmawati ditunjuk sebagai staf khusus nonformal untuk membantu
pengelolaan keuangan daerah di Pemkot Kendari. Hal ini berlanjut setelah
Adriatma menjabat Wali Kota pada 2017 menggantikan ayahnya Asrun yang maju
di Pilkada Sulawesi Tenggara 2018.

15. Kasus Korupsi dan Pencucian Uang Kesehatan Masyarakat (Tubagus


chaeri wardana )
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengagendakan pemeriksaan tiga
orang saksi pada kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menjerat
pengusaha Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan. Dalam kasus ini, Wawan
sudah ditetapkan sebagai tersangka pada Januari 2014. Tiga orang saksi yang
dipanggil KPK yakni Direktur PT Usaha Jayamas Bhakti, Edi Amin, Komisaris
PT Usaha Jayamas Bhakti, Charles Setiawan, dan seorang pekerja swasta Molly
Oetary. "Ketiganya akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka TCW," kata Juru
Bicara KPK Febri Diansyah, saat dikonfirmasi, Jumat (10/11/2017). Baca: Anak
Atut Bantah Sejumlah Asetnya Berasal dari Perusahaan Wawan Diketahui,
Wawan, yang merupakan adik Gubernur Banten Atut Chosiyah tersebut
ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini berdasarkan hasil pengembangan
penyidikan kasus dugaan korupsi yang menjerat Wawan sebelumnya. Kasus itu
adalah dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan di Tangerang Selatan, pengadaan
alkes di Pemerintah Provinsi Banten, dan dugaan suap sengketa pilkada di Lebak,
Banten. Baca: Kasus Pencucian Uang Wawan, KPK Periksa Anak Atut Wawan
disangka dengan dua undang-undang pencucian uang, yakni Pasal 3 dan 4
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Tindak Pidana Pencucian Uang. Ia juga diduga melanggar Pasal 3 ayat 1 dan atau

1
Pasal 6 ayat 1 serta UU Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian
Uang .

16. Terbukti Korupsi, Hak Politik Wali Kota Kendari dan Ayahnya Dicabut
Majelis hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta,
menjatuhkan hukuman tambahan kepada Wali Kota Kendari Adriatma Dwi Putra
dan ayahnya Asrun. Hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik.
"Hukuman tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik,
masing-masing 2 tahun setelah selesai menjalani pidana pokok," ujar ketua
majelis hakim Haryono saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tindak
Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (31/10/2018). Menurut hakim, pencabutan hak
politik tersebut untuk melindungi publik atau masyarakat terkait kemungkinan
terpilihnya kembali kepala daerah atau pejabat publik yang pernah dihukum
karena korupsi. Adriatma Dwi Putra dan ayahnya Asrun divonis 5,5 tahun penjara.
Keduanya juga diwajibkan membayar denda Rp 250 juta subsider 3 bulan
kurungan.

1
17 Korupsi kasus suap pengesahan RAPBD Provinsi Jambi pada tahun 2017-
2018
Mantan Gubernur Jambi Zumi Zola mengajukan Peninjauan
Kembali (PK) terhadap vonis 6 tahun penjara terkait perkara gratifikasi dan
pemberian suap kepada anggota DPRD Jambi.
"Alasan pengajuan PK adalah adanya novum dan kekhilafan hakim di
pengadilan tingkat pertama," kata jaksa KPK selaku termohon PK Iskandar
Marwanto di Jakarta, Rabu 6 Januari 2021.
Zumi Zola divonis 6 tahun penjara ditambah denda Rp500 juta subsider 3 bulan
oleh majelis hakim pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada 6
Desember 2018. Zumi Zola pun menjalani hukuman tersebut di Lembaga
Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin Jawa Barat sejak 14 Desember 2018 Mantan
Gubernur Jambi Zumi Zola mengajukan Peninjauan Kembali (PK) terhadap
vonis 6 tahun penjara terkait perkara gratifikasi dan pemberian suap kepada
anggota DPRD Jambi.Alasan pengajuan PK adalah adanya novum dan
kekhilafan hakim di pengadilan tingkat pertama," kata jaksa KPK selaku
termohon PK Iskandar Marwanto di Jakarta, Rabu 6 Januari 2021.

18. Korupsi Pengadaan Tanah untuk Bandara (Polda Sulsel)


Dugaan tindak pidana korupsi proses pembayaran pembebasan lahan untuk
pembangunan Bandara Baru Kecamatan Mengkendek Kabupaten Tana Toraja
2012. Dengan tersangka Sekda Kabupaten Tana Toraja Enos Karoma dan Camat
Mangkendek Kabupaten Tana Toraja Ruben Rombe Randa.

19. Mark Up Pengadaan Alat Kesehatan (Polda Lampung)

1
Pejabat pembuat kemenangan (PPK) Sunaryo diduga tak melaksanakan
survei harga saat menentukan harga perkiraan sendiri (HPS). Namun hanya secara
administrasi saja sehingga diduga terjadi mark up yang tak sesuai harga penjualan
sebenarnya. Selain itu, spesifikasi alat kesehatan yang dibutuhkan mengarah pada
produk tertentu yang membuat peserta lelang terbatas. Sebanyak 22 orang telah
diperiksa sebagai saksi dalam kasus ini. Sementara itu, selain Sunaryo, juga
terdapat tersangka baru dalam kasus ini, yakni Jhon Lukman (kuasa pengguna
anggaran (KPA)) dan Direktur PT MBM Suhadi Ridhuan.

20. Korupsi Pengadaan Alat Kedokteran (Polda Sumut)


Dugaan tindak pidana korupsi pada pengadaan alat kedokteran, kesehatan,
dan KB pada RSUD Perdagangan Kabupaten Simalungun pada 2013. Dengan
sumber dana Tabungan Pemerintah APBN dan nilai kontrak Rp 23. 675.541.000.
Ada penggelembungan harga atau mark up yang diduga dilakukan oleh 6 orang.
Keenamnya, yakni Amrianto (komisi pengguna anggaran (KPA)), Jenner Siregar
(PPK), Welsen M Sitorus (Pokja KLP), pelaksana dan pengendali kegiatan Alfin
Hartanto, penyedia barang/penandatanganan kontrak Heru Wardoyo, dan Thomas
Pankas. Akibat kasus ini negara diduga mengalami kerugian sebesar Rp
10.537.655.416.

21. Kasus Bagi Kupon Umroh di Jaksel, Mandala Shoji Divonis 3 Bulan Bui
Caleg DPR dari PAN Mandala Abadi alias Mandala Shoji terbukti
bersalah melanggar aturan Pemilu karena membagikan kupon umrah saat
berkampanye di Pasar Rawajati, Jakarta Selatan. Mandala divonis hukuman 3

1
bulan penjara dan denda Rp 5 juta subsider 1 bulan.Mengadili, menyatakan
terdakwa Mandala Abadi terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah
melakukan tindak pidana dengan sengaja menjanjikan, sebagai pelanggaran
pemilu secara langsung," kata Ketua Majelis Hakim Joni, di Pengadilan Negeri
Jakarta Selatan, Jl Ampera Raya, Jakarta Selatan, Senin (21/1/2019). Mandala
Shoji dinyatakan terbukti melanggar Pasal 523 ayat 1, jo 280 ayat 1 huruf j UU
nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu. Selain itu hakim juga memerintahkan barang
bukti berupa kupon berhadiah umroh dan doorprize menarik lainnya disita.

22. Korupsi Pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah


(APBD) Mantan Kadis Kesehatan Kolaka Timur Ditangkap

Tim Intel Kejaksaan Agung RI menangkap mantan Kepala Dinas


Kolaka Timur Herry Faisal, Selasa (3/11/2020). Herry merupakan buron
masuk daftar pencarian orang (DPO) sejak tahun 2017 dengan kasus tindak
korupsi. Berdasarkan Putusan Kasasi Mahkamah Agung R.l.
Maros.
1850K/Pid.Sus/2016 tanggal 13 Maret 2017, Herry Faisal merupakan
dalam tindak pidana korupsi secara bersama-sama pada Pengelolaan
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) pada Dinas Kesehatan
Kolaka Timur tahun anggaran 2014.Saat ini, terpidana Herry telah
Kepala Kejaksaan Negeri Kolaka Indawan Kuswadi, didampingi Kasi Intel
Malo Manurung dan Kasubagbin T Mohd Faisal melakukan penjemputan
terpidana Herry di Bandara Makassar dan langsung menuju Kejaksaan

1
23. Korupsi Tanah Pabrik Kelapa Sawit (Polda Aceh)
Tindak pidana korupsi dan atau penyalahgunaan wewenang pada
pengadaan tanah untuk lokasi pembangunan Pabrik Kelapa Sawit (PKS) di Dusun
Lhok Gayo Desa Pantee Rakyat Kecamatan Babahrot, Kabupaten Aceh Barat
Daya pada 2011. Dengan realisasi anggaran sebesar Rp 793.551.000. Mantan
Bupati Aceh Barat Daya Periode 2007-2012 Akmal Ibrahim menjadi tersangka
dalam kasus ini.

24. Kasus Pengelolaan Deposito (Polda Maluku)


Tindak pidana korupsi dan pencucian uang pengelolaan deposito
pemerintah Kabupaten Seram Bagian Timur pada 2008 sebesar Rp 2,5 miliar dan
pendapatan bunga deposito 2008. Kasus yang menjerat Bupati Seram Bagian
Timur, Maluku, Abdullah Vanath ini kini masih dalam proses penyidikan.

25. Kasus Korupsi Pemda Maybrat (Polda Papua)


Tindak pidana korupsi dan pencucian uang dengan menyalahgunakan dana
hibah/bantuan keuangan kepada Pemkab Maybrat pada 2009 sebesar Rp
3.261.667.247. Bupati Maybrat Bernard Sagrim menjadi persangka dalam kasus
ini. Sementara berkas perkara kasus ini telah memasuki Tahap II.

26. Kasus Korupsi Dana Bansos (Polda Papua)


Tindak pidana korupsi berupa penyalahgunaan dana bansos di Dinas
Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten
Dogiyai pada 2013 sebesar Rp 17 miliar oleh Kadis DPKAD Kabupaten Dogiyai
Soleman Rante Tomassoyan. Sebanyak 31 orang telah diperiksa sebagai saksi
dalam kasus ini.

27. Kasus Korupsi Dana Hibah (Polda NTT)

1
Tindak pidana korupsi pemberian dana hibah kepada Unit Layanan
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Kabupaten Alor pada 2012 dan 2013 yang
diduga dilakukan oleh mantan Bupati Alor Simeon TH Pally, Kepala Unit
Layanan Pengadaan (ULP) Abdul Djalal, Kabag Hukum Setda Kabupaten Alor
Nelzon Beri. Saat ini kasus ini tengah menunggu perhitungan besar kerugianegara
dari BPK perwakilan NTT.

28. Kasus Korupsi Mesjid Raya Kepulauan Sula (Polda Maluku Utara)
Tindak pidana korupsi dalam pembangunan Mesjid Raya di Kepulauan
Sula. Sebanyak 8 orang menjadi tersangka dalam kasus ini. Mereka, yakni Mange
Tjiarso, Safiudin Buamonabot, Mahmud Safrudin, Debby Ivone Quelin, Aris
Purwanto, Isbar Arafat, Hamid Idris, Ahmad Hamid, Bupati Kepulauan Sula
Ahmad Hidayat Mus. Salah seoranng di antara 8 orang itu kini menjadi DPO,
yakni Ahmad Hamid. Dan Ahmad Hidayat Mus tengah dalam penyelesaian
berkas. Sementara lainnya sudah memasuki tahap II.

29. Korupsi Sidang Bansos Covid-19, Juliari Akui Beri Duit ke Ketua
PDIP
Bekas Menteri Sosial Juliari Batubara bersaksi dalam sidang lanjutan
dugaan korupsi Bantuan Sosial atau Bansos Covid-19 pada Senin, 22 Maret
2021. Dia bersaksi untuk dua terdakwa yaitu, Harry Van Sidabukke dan Ardian
Iskandar Maddanatja. Keduanya didakwa menyuap Juliari untuk mendapatkan

1
kuota pengadaan bansos. Dalam perkara ini, KPK mendakwa Harry dan Ardian
menyuap Juliari supaya dipilih menjadi penyedia paket bansos Covid-19. Harry
didakwa menyuap sebanyak Rp 1,28 miliar dan mendapatkan jatah 1,5 juta paket
bansos. Sementara Ardian didakwa mendapatkan Rp 115 ribu paket bansos.
Dalam dakwaan, KPK juga menyebut Juliari Batubara memerintahkan
bawahannya menarik komitmen fee sebanyak Rp 10 ribu per paket bansos.
Selain komitmen fee, Juliari juga diduga meminta bawahannya menarik duit
operasional dari pengusaha yang mendapatkan jatah.

30. Istri Wakil Bupati Bone Jadi Tersangka Dugaan Korupsi PAUD Rp 4,9
Miliar
Istri Wakil Bupati Bone, Hj Erniati yang juga selaku Kepala Bidang
PAUD dan Dinas Pendidikan Kabupaten Bone ditetapkan sebagai tersangka dalam
kasus pengadaan buku bahan belajar senilai Rp 4.916.305.000. Kabid Humas
Polda Sulsel, Kombes Polisi Dicky Sondani yang dikonfirmasi, Selasa
(8/10/2019) mengatakan, selain Erniati, penyidik Unit Tipikor Polres Bone
dibantu penyidik Subdit Tipikor Ditreskrimsus Polda Sulsel juga menetapkan tiga
orang tersangka lainnya. Tiga tersangka lainnya dalam kasus tersebut masing-
masing, Dra. Sulastri M.Pd selaku Kepala Sekai Paud Dinas Pendidikan
Kabupaten Bone, Drs. Muh Ikhsan M.Si Selaku Staf Paud Dinas Pendidikan
Kabupaten Bone, Masdar S.Pd selaku Pengawas TK Dinas Pendidikan Kabupaten
Bone. “Keempatnya ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak
pidana korupsi penggunaan dana alokasi khusus non fisik BOP Paud dengan
anggaran bersumber dari APBN tahun 2017 dan tahun 2018 untuk pengadaan
buku bahan belajar pada Satuan Paud di Kabupaten Bone,” kata Dicky. Baca juga:
Fakta di Balik OTT Bupati Lampung Utara, Ancam Pecat PNS yang Korupsi
hingga Sosok Royal Dalam kasus itu, lanjut Dicky,

2
C. Sejarah Perundang-Undangan Korupsi Di
Indonesia
Sejarah perundang-undangan korupsi di Indonesia dapat dikelompokkan
dalam beberapa peraturan perundang-undangan yang pernah lahir berkaitan
dengan upaya pemberantasan tindak pidana korupsi, diantaranya:
1. Delik-delik Korupsi dalam KUHP.
2. Peraturan Pemberantasan Korupsi Penguasa Perang Pusat (Angkatan
Darat dan Laut).
3. Undang-Undang Nomor 24 (PRP) Tahun 1960 Tentang Pemberantasan
tindak Pidana Korupsi.
4. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi.
5. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi.
6. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi.

D. Perkembangan Pengaturan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia


Perkembangan pengaturan perundang-undangan pidana dalam
pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari
perkembangan dan proses pembaruan hukum pidana pada umumnya.
Pembaharuan hukum pidana itu sendiri erat kaitannya dengan sejarah
perkembangan bangsa Indonesia, terutama sejak proklamasi kemerdekaan
sampai pada era pembangunan dan era reformasi seperti sekarang ini. Barda
Nawawi Arief menegaskan bahwa latar belakang dan urgensi dilakukannya
hukum pidana dapat ditinjau dari aspek sosiopolitik, sosiopilosofik, maupun

2
dari aspek sosiokultural. Disamping itu dapat pula ditinjau dari aspek
kebijakan, baik kebijakan sosial (social policy), kebijakan kriminal
(criminalpolicy) maupun dari aspek kebijakan penegakan hukum pidana
(criminal lawenforcement) .

Dasar Hukum dalam Penerapan Tindak Pidana Korupsi sebagai berikut:


1) TAP MPR Nomor XI Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Pemerintah
yang
Bersih dan Bebas KKN
2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian
Uang (TPPU)
3) Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak
Pidana Korups
4) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 tentang Ratifikasi UNCLC 2003
5) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan
Tindak Korupsi
6) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Tindak Pidana Korupsi
7) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Pemerintahan yang
Bersih dari KKN
8) Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2014 Aksi Pencegahan dan
Pemberantasan Korupsi tahun 2014
9) Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2013 Aksi Pencegahan dan
Pemberantasan Korupsi tahun 2013
10) Instruksi Presiden Nomor 56 Tahun 2012 Strategi Nasional
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 2012 – 2025
11) Instruksi Presiden Nomor 17 Tahun 2011 Aksi Pencegahan dan
Pemberantasan Korupsi tahun 2012
12) Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan
Pemberantasan Korupsi
13) Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2000 tentang Peran Aktif

2
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 tentang Ratifikasi UNCLC 2003
14) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan
Tindak Korupsi
15) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Tindak Pidana Korupsi
16) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Pemerintahan yang
Bersih dari KKN
17) Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2014 Aksi Pencegahan dan
Pemberantasan Korupsi tahun 2014
18) Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2013 Aksi Pencegahan dan
Pemberantasan Korupsi tahun 2013
19) Instruksi Presiden Nomor 56 Tahun 2012 Strategi Nasional
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 2012 – 2025
20) Instruksi Presiden Nomor 17 Tahun 2011 Aksi Pencegahan dan
Pemberantasan Korupsi tahun 2012
21) Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan
Pemberantasan Korupsi
22) Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2000 tentang Peran Aktif
Masyarakat.

E. Unsur-Unsur Tindak Pidana Korupsi Yang terkait


Dengan Kerugian Keuangan Negara
Unsur-unsur tindak pidana korupsi tidak akan terlepas dari unsur-unsur
yang terdapat dalam pasal 2 dan pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1999 Jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi, sebagai berikut:
• Pasal 2 : Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan
perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi
yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara,
dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling
singkat 4 (empat) tahun paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan denda
paling sedikit dua ratus juta rupiah dan paling banyak satu milyar rupiah.

2
• Pasal 3 : Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri
atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan,
kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau
kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian
negara, dipidana dengan pidana seumur hidup, atau pidana penjara paling
singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau
denda paling sedikit lima puluh juta rupiah dan paling banyak satu milyar
rupiah.
Firman Wijaya menguraikan unsur-unsur delik korupsi yang terdapat dalam
pasal 2 UU PTPK tersebut sebagai berikut:
1) Setiap orang
2) Secara melawan hukum
3) Perbuatan memperkaya diri sendiri dan orang lain atau suatu korporasi
4) Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara
Sementara itu, dalam pasal 3 UU PTPK tersebut unsur-unsur deliknya adalah
sebagai berikut:
1. Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi
2. Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada
padanya karena jabatan atau kedudukan
3. Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara
Penjelasan lebih lanjut unsur-unsur tersebut antara lain sebagai berikut:
a. Penjelasan Pasal 2 UU PTPK
a) Setiap orang
Pengertian setiap orang selaku subjek hukum pidana dalam tindak
pidana korupsi ini dapat dilihat pada rumusan Pasal 1 butir 3
UU PTPK, yaitu merupakan orang perseorangan atau termasuk
korporasi. Berdasarkan pengertian tersebut,maka pelaku tindak pidana
korupsi dapat disimpulkan menjadi orang perseorangan selaku manusia
pribadi dan korporasi. Korporasi yang dimaksudkan disini adalah

2
kumpulan orang dan atau kekayaan yang terorganisasi baik badan
hukum maupun bukan badan hukum (Pasal 1 butir (1) UU PTPK).
b) Secara melawan hukum
Sampai saat ini masih ditemukan adanya perbedaan pendapat
mengenai ajaran sifat melawan hukum dalam kajian hukum pidana.
Perbedaan pendapat tersebut telah melahirkan adanya dua pengertian
tentang ajaran sifat melawan hukum, yaitu sifat melawan hukum dalam
pengertian formil (formielewederrechtelijkheid) dan melawan hukum
dalam pengertian materil ("materielewederrechtelijkheid). Suatu
perbuatan dikatakan melawan hukum secara formil adalah apabila
perbuatan itu bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang (hukum
tertulis). Berdasarkan pengertian ini, maka suatu perbuatan bersifat
melawan hukum adalah apabila telah dipenuhi semua unsur yang
disebut di dalam rumusan delik. Dengan demikian, jika semua unsur
tersebut telah terpenuhi, maka tidak perlu lagi diselidiki apakah
perbuatan itu menurut masyarakat dirasakan sebagai perbuatan yang
tidak patut dilakukan Parameter untuk mengatakan suatu perbuatan
telah melawan hukum secara materil, bukan didasarkan pada ada atau
tidaknya ketentuan dalam suatu perundang-undangan, melainkan
ditinjau dari rasa kepantasan di dalam masyarakat. Ajaran melawan
hukum secara materil hanya mempunyai arti dalam mengecualikan
perbuatan-perbuatan yang meskipun termasuk dalam rumusanUndang-
Undang dan karenanya dianggap sebagai tindak pidana.

c) Unsur Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi.
Secara harfiah, "memperkaya" artinya menjadikan bertambah
kaya. Sedangkan "kaya" artinya "mempunyai banyak harta (uang dan
sebagainya)”, ”demikian juga dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia
buah tangan Poerwadarminta." Dapat disimpulkan bahwa memperkaya
berarti menjadikan orang yang belum kaya menjadi kaya, atau
orang yang sudah kaya menjadi bertambah kaya.Berdasarkan

2
UNDANG-UNDANG TIPIKOR terdahulu, yaitu dalam penjelasan UU
PTPK 1971, yang dimaksud dengan unsur memperkaya dalam Pasal 1
ayat (1) sub (a) adalah "memperkaya diri sendiri" atau "orang lain" atau
"suatu badan" dalam ayat ini dapat dihubungkan dengan Pasal 18 ayat (2)
yang memberi kewajiban kepada terdakwa untuk memberikan keterangan
tentang sumber kekayaan sedemikian rupa sehingga kekayaan yang tidak
seimbang dengan penghasilannya atau penambahan kekayaan tersebut
dapat digunakan untuk memperkuat keterangan saksi lain bahwa telah
melakukan tindak pidana korupsi. (Pasal 37 ayat (4) UU PTPK 1999).
Berdasarkan uraian di atas, maka penafsiran istilah "memperkaya" antara
yang harfiah dan yang dari pembuat Undang-Undang hampir sama
karena kedua penafsiran di atas menunjukkan perubahan kekayaan
seseorang atau pertambahan kekayaannya, diukur dari penghasilan yang
telah diperolehnya.

d) Unsur dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.


Pada penjelasan Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 sebagaimana yang diperbaharui dengan Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsidinyatakan bahwa kata "dapat" sebelum frasa "merugikan
keuangan atau perekonomian

e) Penjelasan Pasal 3 UU PTPK


Perbuatan Menyalahgunakan Kewenangan karena jabatan atau
Kedudukan Sejak Peraturan Penguasa Militer tahun 1957 hingga
sekarang yang dimasukkan dalam bagian inti delik (bestanddeel delict)
dalam tindak pidana korupsi adalah penyalahgunaan wewenang. Akan
tetapi dalam peraturan perundang-undangan tidak ada memberikan
penjelasan yang memadai mengenai penyalahgunaan wewenang,
sehingga membawa impikasi interpretasi yang beragam. Berbeda dengan
penjelasan mengenai “melawan hukum”(wederrechtelijkheid) yang

2
dirasakan cukup memadai walaupun dalampenerapannya masih
debatable.

2
F. Jenis Tindak Pidana Korupsi
Menurut perspektif hukum, definisi korupsi telah gamblang dijelaskan ke
dalam 13 pasal Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2001. Berdasarkan pasal-pasal tersebut, korupsi dirumuskan ke
dalam 30 bentuk/jenis tindak pidana korupsi (tipikor).
Dari ke-30 jenis tersebut, kemudian dikelompokkan lagi menjadi tujuh
tindak pidana korupsi. Yaitu:
1. kerugian keuangan negara,
2. suap-menyuap,
3. penggelapan dalam jabatan,
4. pemerasan,
5. perbuatan curang,
6. benturan kepentingan dalam pengadaan,
7. gratifikasi.
penjelasan mengenai ketujuh kelompok tindak pidana korupsi tersebut,
Dengan demikian jelas, bahwa pemerasan merupakan salah satu jenis tindak
pidana korupsi. Penjelasan mengenai pemerasan itu sendiri, sesuai dengan Pasal
12 huruf e, Pasal 12 huruf g, dan Pasal 12 huruf h. Maka, apabila seorang
penyelenggara/pegawai negeri yang memiliki kekuasaan dan kewenangan,
kemudian memaksa orang lain untuk memberi atau melakukan sesuatu yang
menguntungkan dirinya, perbuatannya dianggap korupsi. Pelakunya, terancam
hukuman maksimal 20 tahun penjara atau denda maksimal Rp1 miliar karena
melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Tindak pidana korupsi memang sangat
beragam. Baik yang termasuk korupsi kecil atau pettycorruption hingga korupsi
kelas kakap (grand corruption). Dan, sebagaimana disebut di atas, berdasarkan
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, mulanya korupsi dikelompokkan
menjadi 30 jenis yaitu sebagai berikut:
1. Menyuap pegawai negeri
2. Memberi hadiah kepada pegawai negeri karena jabatannya
3. Pegawai negeri menerima suap

2
4. Pegawai negeri menerima hadiah yang berhubungan dengan jabatannya
5. Menyuap hakim
6. Menyuap advokat
7. Hakim dan advokat menerima suap
8. Hakim menerima suap
9. Advokat menerima suap
10. Pegawai negeri menggelapkan uang atau membiarkan penggelapan
11. Pegawai negeri memalsukan buku untuk pemeriksaan administrasi
12. Pegawai negeri merusakan bukti
13. Pegawai negeri membiarkan orang lain merusakkan bukti
14. Pegawai negeri membantu orang lain merusakkan bukti
15. Pegawai negeri memeras
16. Pegawai negeri memeras pegawai negeri yang lain
17. Pemborong membuat curang
18. Pengawas proyek membiarkan perbuatan curang
19. Rekanan TNI/Polri berbuat curang
20. Pengawas rekanan TNI/Polri berbuat curang
21. Penerima barang TNI/Polri membiarkan perbuatan curang
22. Pegawai negeri menyerobot tanah negara sehingga merugikan orang
lain
23. Pegawai negeri turut serta dalam pengadaan yang diurusnya
24. Pegawai negeri menerima gratifikasi dan tidak melaporkan ke KPK
25. Merintangi proses pemeriksaan perkara korupsi
26. Tersangka tidak memberikan keterangan mengenai kekayaan
27. Bank yang tidak memberikan keterangan rekening tersangka
28. Saksi atau ahli yang tidak memberikan keterangan atau memberi
keterangan palsu
29. Seseorang yang memegang rahasia jabatan, namun tidak
memberikanketerangan atau memberikan keterangan palsu
30. Saksi yang membuka identitas pelapor.

2
Dari ketiga puluh bentuk/jenis korupsi tersebut, akhirnya dapat diklasifikasikan
menjadi hanya tujuh kelompok, termasuk pemerasan sebagaimana disebut pada
awal tulisan. Secara lengkap.

 ketujuh kategori/jenis tindak pidana korupsi tersebut adalah:


1. Merugikan keuangan negara
Ketentuan mengenai tindak pidana korupsi jenis merugikan keuangan
negara diatur dalam Pasal
2 dan 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2001. Disebutkan bahwa, segala sesuatu yang merugikan negara
baik langsung maupun tidak langsung termasuk kategori perbuatan korupsi.
Contohnya adalah penggunaan fasilitas yang diberikan negara untuk pejabat
ataupun pegawai negeri sipil, termasuk tentara dan polisi, tetapi dipergunakan
untuk urusan pribadi yang tidak ada sangkut pautnya dengan pekerjaan.
Fasilitas mobil dinas dari negara adalah fasilitas yang kerap digunakan untuk
urusan pribadi keluarga sehingga hal ini dapat digolongkan sebagai korupsi.

2. Suap Menyuap
Jika terdapat semacam “award”, bisa jadi jenis tipikor suap-menyuap
termasuk yang dinominasikan. Pasalnya, dari berbagai kasus yang tipikor, suap
memang termasuk yang paling sering dilakukan. Mulai kasus anggota DPR
AAN hingga mantan Ketua Mahkamah Konstitusi AM, semua adalah tipikor
jenis ini. Suap sangat populer sebagai upaya memuluskan ataupun meloloskan
suatu harapan/keinginan/kebutuhan si penyuap dengan memberi sejumlah uang.
Aksi suap banyak dilakukan para pengusaha dan dianggap sebagai aksi
yangumum melibatkan pejabat publik ketika menjalankan bisnis. Setidaknya
itulah yang terungkap dari Indeks Pemberi Suap (Bribery Payers Index) 2011
yang dirilis Transparency International. Indeks tersebut dibuat berdasarkan
survei terhadap 3.016 pebisnis eksekutif dari 30 negara-negara maju dan
berkembang, termasuk Indonesia, ketika mereka berbisnis di luar negeri.
Ironisnya pebisnis Indonesia masuk empat besar dalam survei tersebut. Dalam

3
keseharian, suap banyak terjadi di mana-mana. Misalnya, di atas kereta
api dahulu sebelum ketatnya pengawasan, banyak “penumpang gelap”
yangnaik tanpa karcis. Keberanian naik tanpa karcis ini karena didorong
kemudahan melakukan suap di atas kereta. Para oknum masinis “berdamai”
dengan penumpang gelap tersebut untuk membiarkan mereka berada di atas
kereta tanpa karcis dengan membayar uang tidak sejumlah harga karcis. Akibat
aksi tersebut, tentulah saja operator kereta api, yakni PT Kereta Api Indonesia
(PT KAI), dalam hal ini negara, sangat dirugikan. Suap-suap yang lain juga
sudah berkelindan dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Ada suap untuk
memuluskan perizinan usaha agar lebih cepat atau tidak dipersulit karena
kurang lengkap. Ada suap untuk dapat lulus dalam ujian, baik di sekolah
maupun di instansi untuk pegawai negeri. Ada suap untuk menang dalam
pertandingan. Ada suap untuk menang dalam persidangan atau mengurangi
masa hukuman. Ada suap untuk mengeluarkan seorang terpidana dari penjara.
Banyak sekali praktik suap sehingga seperti tidak terkendali dan menggurita.
Baik yang disuap maupun penyuap sama-sama akan dijatuhi hukuman sesuai
dengan Undang- Undang. Para penyuap dan yang disuap sama-sama pula
dikenakan hukuman pidana kurungan ataupun denda bernilai ratusan juta
rupiah. Praktik suap yang juga masih sering terjadi adalah suap di jalan
raya atau menyuap oknum aparat (polisi lalu lintas) agar tidak dikenai
hukuman karena lalai dalam berlalu lintas. Dalam dunia pendidikan, muncul
pula suap-menyuap untuk oknum guru terkait dengan penilaian atau ujian agar
sang siswa (penyuap) dapat lulus dengan nilai memuaskan. Selain itu, setiap
tahun ajaran baru muncul pula praktik suap terkait penerimaan siswa baru
di sekolah tertentu, terutama negeri yang dilakukan para orangtua siswa
kepada kepala sekolah/ SD, SMP, SMA Negeri atau pejabat dinas yang
berwenang.

3
G. Latar Belakang Lahirnya Delik Korupsi Dalam Perundang-Undangan
Korupsi
Untuk memahami delik korupsi yang diatur dalam undang-undang tentang
pemberantasan korupsi perlu meninjau latar belakang lahirnya ketentuan-
ketentuan delik tersebut mengingat munculnya undang-undang korupsi yang
lebih baru adalah untuk memperbaiki kekurangan yang ada pada undang-undang
sebelumnya, termasuk adanya kelemahan pengaturan mengenai rumusan delik.
Secara umum, lahirnya delik-delik korupsi di dalam perundang-undangan korupsi
dapat dibagi ke dalam 2 (dua) bagian utama, yaitu:
a. Delik korupsi yang dirumuskan oleh pembuat undang- undang.
Delik korupsi yang dirumuskan oleh pembuat undang-undang adalah
delik-delik yang memang dibuat dan dirumuskan secara khusus sebagai
delik korupsi oleh para pembuat undang-undang. Menurut berbagai literatur,
delik korupsi yang dirumuskan oleh pembuat undang-undang hanya
meliputi 4 pasal saja yaitu sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 2, Pasal
3, Pasal 13, dan Pasal 15 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 juncto
Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-
undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi. Namun apabila kita perhatikan secara seksama apa yang diatur
dalam Pasal 15 undang-undang tersebut sesungguhnya bukanlah murni
rumusan pembuat undang-undang akan tetapi mengambil konsep
sebagaimana yang diatur di dalam KUHP.
b. Delik korupsi yang diambil dari KUHP, delik mana dapat kita bagi
menjadi 2 bagian, yaitu:
a. Delik korupsi yang ditarik secara mutlak dari KUHP.
Yang dimaksud dengan delik korupsi yang ditarik secara mutlak dari KUHP
adalah delik-delik yang diambil dari KUHP yang diadopsi menjadi delik
korupsi sehingga delik tersebut di dalam KUHP menjadi tidak berlaku lagi.
Dengan demikian sebagai konsekuensi diambilnya delik tersebut dari
KUHP adalah ketentuan delik tersebut di dalam KUHP menjadi tidak
berlaku lagi. Atau dengan kata lain, apabila perbuatan seseorang

3
memenuhi rumusan delik itu maka kepadanya akan diancamkan delik
korupsi sebagaimana diatur dalam undang-undang pemberantasan tindak
pidana korupsi dan bukan lagi sebagaimana delik itu di dalam KUHP. Delik
korupsi yang ditarik secara mutlak dari KUHP adalah Pasal 5 sampai
dengan Pasal 12 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 juncto Undang-
undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang
Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Secara lebih terinci penarikan delik korupsi secara mutlak dari KUHP
adalah sebagai berikut:
Tabel 7.1.
Delik Korupsi yang Secara Mutlak Diambil dari KUHP

UU NO. 31 TAHUN 1999 DIADOPSI DARI KUHP


PASAL 5 AYAT (1) HURUF A PASAL 209 AYAT (1) KE-1
PASAL 5 AYAT (1) HURUF B PASAL 209 AYAT (1) KE-2
PASAL 6 AYAT (1) HURUF A PASAL 210 AYAT (1) KE-1
PASAL 6 AYAT (1) HURUF B PASAL 210 AYAT (2) KE-2
PASAL 7 AYAT (1) HURUF A PASAL 387 AYAT (1)
PASAL 7 AYAT (1) HURUF B PASAL 387 AYAT (2)
PASAL 7 AYAT (1) HURUF C PASAL 388 AYAT (1)
PASAL 7 AYAT (1) HURUF D PASAL 388 AYAT (2)
PASAL 8 PASAL 415
PASAL 9 PASAL 416
PASAL 10 PASAL 417
PASAL 11 PASAL 418
PASAL 12 HURUF A PASAL 419 KE-1
PASAL 12 HURUF B PASAL 419 KE-2
PASAL 12 HURUF C PASAL 420 AYAT (1) KE-1
PASAL 12 HURUF D PASAL 420 AYAT (1) KE-2
PASAL 12 HURUF E PASAL 423
PASAL 12 HURUF F PASAL 425 KE-1
PASAL 12 HURUF G PASAL 425 KE-2
PASAL 12 HURUF H PASAL 425 KE-3
PASAL 12 HURUF I PASAL 435

b. Delik korupsi yang ditarik tidak secara mutlak dari KUHP.


Yang dimaksud dengan delik korupsi yang ditarik tidak secara mutlak dari

3
KUHP adalah delik-delik yang diambil dari KUHP yang, dengan syarat
keadaan tertentu yaitu berkaitan dengan pemeriksaan tindak pidana korupsi,
diadopsi menjadi delik korupsi namun dalam keadaan lain tetap menjadi delik
sebagaimana diatur di dalam KUHP. Berbeda dengan penarikan secara mutlak,
ketentuan delik ini di dalam KUHP tetap berlaku dan dapat diancamkan kepada
seorang pelaku yang perbuatannya memenuhi unsur, akan tetapi apabila ada
kaitannya dengan pemeriksaan delik korupsi maka yang akan diberlakukan adalah
delik sebagaimana diatur dalam undang-undang pemberantasan korupsi.Delik
korupsi yang ditarik tidak secara mutlak dari KUHP terdapat di dalam Pasal 23
Undang-undangNomor 31 tahun 1999 Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,
yaitu diambil dari Pasal 220, Pasal 231, Pasal 421, Pasal 422, Pasal 429, dan Pasal
430 KUHP.

3
BAB II
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat disampaikan simpulan, tindakan pidana
korupsi bukanlah tindak pidana baru di dalam peraturan perundang – undangan
di Indonesia. Istilah tindak pidana korupsi itu sendiri telah digunakan sejak
diberlakukannya peraturan pemberantasan korupsi penguasa peran pusat nomor
PRT / Peperpu / 013 / 1950. Namun perbuatan korupsi yang di atur di dalam
peraturan perundang – undangan Indonesia pada hakikatnya telah dikenal dan
di atur di dalam kitab undang – undang hukum pidana ( KUHP) . hal ini
terbukti dengan diadopsinya beberapa ketentuan hukum pidana dalam KUHP
menjadi delik korupsi.

B. Saran
Diharapakan agar makalah ini dapat menjadi pembelajaran bagi kita
sebagai mahasiswa untuk mencegah terjadinya korupsi di lingkungan kita.

3
DAFTAR PUSTAKA

Moeljatno (1994), Kitab Undang Hukum Pidana (KUHP), Edisi Baru, Cetakan
ke-18, Jakarta: Bumi Aksara

Peraturan perundangan – Undangan :


Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi.
Undang-undang No. 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang No.
31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Undang-undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi.
Undang-undang No. 7 tahun 2006 tentang Pengesahan United Nation
Convention Against Corruption (UNCAC) 2003

3
3

Anda mungkin juga menyukai