Anda di halaman 1dari 114

TINJAUAN YURIDIS TUGAS LEMBAGA BADAN ANTI-DOPING

BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2022


TENTANG KEOLAHRAGAAN

PENULISAN HUKUM

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat guna

menyelesaikan Program Sarjana (S1) Ilmu Hukum

Disusun Oleh:

M. Ivan Fairuz Taher

11000118140197

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2022
HALAMAN PENGUJIAN

TINJAUAN YURIDIS TUGAS LEMBAGA BADAN ANTI-DOPING


BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2022
TENTANG KEOLAHRAGAAN

PENULISAN HUKUM
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat guna

menyelesaikan Program Sarjan (S1) Ilmu Hukum

Dipersiapkan dan disusun:

Oleh:
MUHAMMAD IVAN FAIRUZ TAHER
NIM. 11000118140197
Belum diujikan di depan Dewan Penguji

Dewan Penguji
Ketua

Prof. Dr. Retno Saraswati, S.H., M.Hum


NIP. 196711191993032002

Anggota Penguji I Anggota Penguji II

Indarja, S.H., M.H. Kadek Cahya Susila Wibawa,SH.,M.Hum


NIP 196203221987031003 NIP 198105162003121001

Mengesahkan Mengetahui
Dekan Fakultas Hukum Ketua Program Studi Ilmu Hukum
Universitas Diponegoro

Prof. Dr. Retno Saraswati, S.H., M.Hum Dr. Aditya Yuli S.H., M.H.
NIP. 196711191993032002 NIP 198407092008121002

i
HALAMAN PENGESAHAN

TINJAUAN YURIDIS TUGAS LEMBAGA BADAN ANTI-DOPING

BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2022

TENTANG KEOLAHRAGAAN

PENULISAN HUKUM

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat guna

menyelesaikan Program Sarjana (S1) Ilmu Hukum

Oleh:

M. IVAN FAIRUZ TAHER

NIM 11000118140197

Penulisan hukum dengan judul diatas telah disahkan dan disetujui


untuk diperbanyak

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Retno Saraswati, S.H.,M.Hum Indarja, S.H., M.H.


NIP. 196711191993032002 NIP. 196203221987031003

ii
PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa Penulisan Hukum ini tidak pernah diajukan

untuk memperoleh gelar sarjana di suatu Peruguruan Tinggi lain, dan sepanjang

pengetahuan saya didalamnya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah

ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis dirujuk dalam

naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Semarang, 10 November 2022

M. Ivan Fairuz Taher


NIM. 11000118140197

iii
MOTTO

“Bayar cacian dengan pembuktian.”

-IvanTaher.

iv
PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan untuk:

1. Keluarga yang selalu memberikan dukungan, bantuan, doa dan restunya

serta yang menjadi inspirasi dan motivasi dalam menyelesaikan Penulisan

Hukum.

2. Dosen pembimbing yang senantiasa memberikan waktu dan bantuan

dalam membimbing Penulis menempuh penulisan skripsi dari awal hingga

akhir.

3. Komisariat HmI Hukum UNDIP, UKM Karate UNDIP dan UKM-F Bela

Diri Fakultas Hukum UNDIP.

4. Teman-teman yang selalu memberikan dukungan bagi Penulis.

5. Almamater Universitas Diponegoro.

6. Semua pihak yang membaca dan mengambil ilmu dari Penulisan Hukum

ini.

v
ABSTRAK

Penggunaan doping sangat ditentang oleh masyarakat internasional, karena


selain merupakan bentuk pelanggaran terhadap prinsip fairness dalam olahraga,
penggunaan doping juga berdampak buruk terhadap kesehatan. Untuk itu,
Indonesia mengambil langkah tegas dengan meratifikasi International Convention
againts Doping in Sport (ICADS), yang salah satu kewajibannya adalah setiap
negara penandatanganan wajib membentuk suatu lembaga pengawas independen
yang bertugas mengawasi implementasi program anti-doping yang dikeluarkan
oleh World Anti Doping Agency (WADA), serta menindak para atlet yang
melanggar ketentuan dalam WADA Prohibited list.
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis
normatif dengan spesifikasi penelitian berupa deskriptif analitis. Jenis data dalam
penelitian ini adalah data kualitatif yang diperoleh bedasarkan sumber data
sekunder terdiri dari bahan-bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Metode
pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui studi kepustakaan.
Seluruh data tersebut dianalisis dengan menggunakan metode analisis kualitatif.
Dalam pemenuhan tanggung jawab negara terhadap ketentuan ICADS,
Indonesia membentuk Lembaga Anti Doping Indonesia (LADI) yang berwenang
untuk melakukan pengawasan implementasi program anti doping serta berperan
dalam penindakan terhadap atlet yang melanggar peraturan anti doping melalui
Peraturan Menteri Pemuda dan Olahraga Nomor 15 tahun 2017 tentang Lembaga
Anti Doping Indonesia yang diganti dengan Peraturan Menteri Pemuda dan
Olahraga Nomor 1 tahun 2021 tentang Lembaga Anti Doping Indonesia.
Kata Kunci: Doping, LADI, Karate, ICADS.

vi
ABSTRACT

The use of doping is strongly opposed by the international community


because apart from being a violation of the principle of fairness in sports, the use
of doping also hurts health. For this reason, Indonesia took a firm step by
ratifying the International Convention against Doping in Sport (ICADS), one of
whose obligations is that each signing country must establish an independent
supervisory body tasked with overseeing the implementation of the anti-doping
program issued by the World Anti Doping Agency (WADA). ), as well as taking
action against athletes who violate the provisions of the WADA Prohibited list.

The approach method used in this study is normative juridical with research
specifications in the form of analytical descriptive. The type of data in this study
is qualitative data obtained based on secondary data sources consisting of
primary, secondary and tertiary legal materials. The data collection method in
this study was carried out through library research. All of these data were
analyzed using qualitative analysis methods.

In fulfilling state responsibility for ICADS provisions, Indonesia established


the Indonesian Anti-Doping Agency which has the authority to supervise the
implementation of the anti-doping program and play a role in taking action
against athletes who violate anti-doping regulations through Minister of Youth
and Sports Regulation Number 15 of 2017 concerning the Indonesian Anti-
Doping Agency which was replaced by Regulation of the Minister of Youth and
Sports Number 1 of 2021 concerning the Indonesian Anti-Doping Agency.

Keywords: Doping, LADI, Karate, ICADS.

vii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis sampaikan ke hadirat Allah SWT, karena berkat

rahmat- Nya Skripsi ini dapat penulis selesaikan sesuai dengan yang diharapakan.

Penulis juga beryukur atas rizki dan kesehatan yang telah diberikan oleh- Nya

sehingga penulis dapat menyusun skripsi ini.

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar

Sarjana Strata Satu Fakultas Hukum, dengan judul ”TINJAUAN YURIDIS

TUGAS LEMBAGA BADAN ANTI-DOPING Berdasarkan Undang-Undang

Nomor 11 Tahun 2022 Tentang Keolahragaan”.

Dalam penyusunan penulisan hukum ini, penulis menyadari bahwa masih terdapat

banyak kekurangan, oleh karena itu saran dan juga kritik yang membangun sangat

penulis harapkan. Penulisan hukum ini tidak akan terwujud apabila tidak adanya

bantuan, bimbingan, serta arahan dari berbagai pihak yang telah membantu,

mengarahkan dan membimbing Penulis dalam menyusun skripsi ini. Maka penulis

ingin memberikan rasa hormat dan juga ucapan terimakasih yang setinggi-

tingginya kepada:

1. Prof. Dr. Yos Johan Utama, S.H., M.Hum, selaku Rektor Universitas

Diponegoro Semarang.

2. Prof. Dr. Retno Saraswati, S.H., M.Hum. sebagai Dekan Fakultas Hukum

sekaligus Dosen Pembimbing I, atas segala dukungan sehingga penulis

dapat menyelesaikan studi S1 ini.

viii
3. Bapak Dr. Aditya Yuli Sulistyawan, S.H., M.H. Selaku Ketua Program

Studi Sarjana Strata Satu (S1) Fakultas Hukum Universitas Diponegoro.

4. Ibu Sekar Anggun Gading Panilih, S.H, M.H., Selaku Ketua Bagian

Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Diponegoro.

5. Dosen Pembimbing II Bapak Indarja, S.H., M.H. yang tidak pernah lelah

untuk membimbing saya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

dengan baik dan tepat waktu.

6. Ibu Dr. Nur Rochaeti, S.H., M.Hum. selaku dosen wali yang selalu

membimbing dari semester awal hingga penulis bisa menyelesaikan

skripsi ini.

7. Bapak Dr. Nuswantoro Dwiwarno, S.H., M.H. selaku dosen Pembina dari

UKM-F Bela Diri Fakultas Hukum Universitas Diponegoro.

8. Para dosen Fakultas Hukum yang selama ini telah mengajarkan penulis

tentang ilmu dan pengetahuan hukum, serta pengalaman yang sangat

berguna bagi penulis untuk kedepannya.

9. Untuk kedua Orangtua penulis yang tidak pernah berhenti untuk selalu

membimbing dan memberikan restunya. Terimakasih telah selalu

mendukung hingga sekarang dan selalu memberikan nasihat serta motivasi

kepada penulis dalam berjuang menuntut ilmu hingga akhirnya penulis

dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan lancar.

10. Untuk para senior di Himpunan mahasiswa Islam, terkhusus Kakanda

Bilal Baihaqi dan Kakanda Reibyron Nazurullah.

11. Untuk teman hidup Nadila Meulemans.

ix
12. Para junior andalan, terkhusus Jose Alfares, Weno Pratama, Raja Siregar,

Ghiffari Akmal, Nicky Abdullah, Gabriel Twiska, Nabela Zaidah, Meidina

Riani, Azadel Areliano, Dyva Aprianda, Alvito Naufal, Zakira Amanda,

Tashal Hafish dan Riskiando Charlos.

13. Para sahabat seperjuangan Mohammad Dio, Ryandra Nurrahaldi, Dyna,

Adi Hariyadi, Mahendra Jeddi dan Aditya Fauzi.

14. Keempat sahabat sekaligus beregu karate Detrina Sabda, Erick Samuel,

Agvyan Rizky, dan Irfan Arsal.

15. Para kader di Komisariat HmI Hukum UNDIP, terkhusus Naufal Abror,

Syahrul Ramadhan, Dhimas Kurniawan, Amin Isnan, dan Rizky Adly.

16. Seluruh jajaran pengurus UKM-F Bela Diri Fakultas Hukum UNDIP.

17. Para sahabat penulis lainnya yang tidak lelah selalu mendukung penulis

untuk menyelesaikan skripsi ini.

Demikian, penulis ucapkan terima kasih dan mohon maaf yang sebesar-

besarnya apabila terdapat kata-kata di dalam penulisan hukum ini yang kurang

berkenan bagi pihak-pihak tertentu. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua

pihak, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.

Semarang, 10 Desember 2022

Penulis

x
DAFTAR ISI

PENULISAN HUKUM............................................................................................I

HALAMAN PENGUJIAN.......................................................................................i

HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................ii

PERNYATAAN.....................................................................................................iii

MOTTO..................................................................................................................iv

PERSEMBAHAN..................................................................................................v

ABSTRAK..............................................................................................................vi

KATA PENGANTAR..........................................................................................viii

DAFTAR ISI...........................................................................................................xi

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

A. Latar Belakang................................................................................................1

B. Rumusan Masalah..........................................................................................9

C. Tujuan Penelitian............................................................................................9

D. Manfaat Penelitian..........................................................................................9

1. Secara Teoritis.........................................................................................10

2. Secara Praktis...........................................................................................10

E. Metode Penelitian.........................................................................................10

1. Metode Pendekatan...............................................................................10

2. Spesifikasi Penelitian...............................................................................11

xi
3. Jenis dan Sumber Data.............................................................................11

4. Metode Pengumpulan Data......................................................................13

5. Metode Analisis Data..............................................................................14

F. Sistematika Penulisan...................................................................................14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................16

A. Tinjauan Umum Olahraga............................................................................16

1. Ruang Lingkup Olahraga di Indonesia....................................................16

2. Tinjauan Khusus Tentang Karate............................................................22

B. Tinjauan Umum Lembaga Anti Doping.......................................................29

1. WADA (WORLD ANTI-DOPING AGENCY)......................................29

2. LADI (LEMBAGA ANTI DOPING INDONESIA)...............................30

C. Tinjauan Umum Doping...............................................................................37

1. Sejarah Doping........................................................................................37

2. Definisi Doping.......................................................................................38

3. Pelanggaran Terhadap Aturan Anti-Doping............................................40

4. Prosedur Pemeriksaan Doping.................................................................42

5. Alasan Penggunaan Doping.....................................................................43

6. Jenis-Jenis Zat dan Metode Doping yang dilarang di Indonesia.............51

7. Sanksi Penggunaan Doping.....................................................................71

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.......................................46

A. Pengawasan Anti-Doping oleh Lembaga Anti Doping Indonesia...............46

xii
B. Peran LADI dalam Penindakan Atlet yang Menggunakan Doping

pada Kompetisi Karate di Indonesia.............................................................74

1. Pelaksanaan Kompetisi atau Kejuaraan Karate.......................................77

2. Penindakan LADI Terhadap Pelanggar Peraturan Anti-Doping.............82

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN...............................................................95

A. KESIMPULAN............................................................................................95

B. SARAN.........................................................................................................97

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................98

xiii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia adalah negara hukum sebagaimana telah diamanatkan pada


Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun
1945(selanjutnya disebut sebagai “UUD NRI 1945”), bahwa untuk itu
pengelolaan negara haruslah dilandasi pada aturan yuridis yang jelas serta
memperhatikan landasan hak-hak masyarakat serta terhadap pembangunan
sosial sebagaimana telah diamanatkan dalam UUD NRI 1945 serta aturan
organik lainnya. Bahwa berkaitan dengan hal tersebut, pembangunan sosial
dapat dilaksanakan dalam berbagai aspek kehidupan. Penting juga untuk
mengetahui mengenai konstruksi sosial dari aspek olahraga agar dapat
dipahami mengenai pentingnya olahraga sebagai bagian tonggak kebudayaan
serta perkembangan kebudayaan masyarakat.1
Olahraga memberikan manfaat bagi individu dalam bentuk kesehatan serta
kebugaran secara jasmani, selain itu olahraga juga dapat menimbulkan
kebahagiaan. Masalah kesehatan seringkali timbul akibat penurunan kualitas
kesehatan karena kurang berolahraga dan melakukan aktivitas fisik. Olahraga
selain dapat menjadi salah satu aktivitas fisik, juga dapat menjadi pertujukan
yang menarik bagi masyarakat yang dapat memberikan dampak positif pada
kesehatan mental2. Sepanjang perkembangannya, olahraga mulai menjadi
sebuah ajang berkompetisi untuk mengharumkan nama bangsa dan negara.
Olahraga dapat menjadi tolok ukur seseorang atau suatu negara dalam
mengukur kemampuan, kekuatan, serta kompetensi yang dimiliki oleh diri
pribadi atau warga negara dari suatu negara. Hal ini menjadi lebih menarik
lagi, mengingat kompetisi atau kejuaraan olahraga makin marak dilaksanakan
pada cakupan daerah, nasional, hingga internasional.

1
Syariah, R. (2008). Keterkaitan Budaya Hukum Dengan Pembangunan Hukum
Nasional. Jurnal Equality, 13(1), hlm. 15
2
Suleyman,Yildiz. (2012). Instruments for measuring service quality in sport and
physical activity services. Coll. Antropol. 36 2: 689–696.

1
Para atlet yang mengikuti kejuaraan dilatarbelakangi oleh beragam
motivasi, misalnya karena tertarik dengan tantangan dan persaingan dalam
suatu kejuaraan, ajang aktualisasi diri, serta berkomitmen untuk menjadi juara
dalam kejuaraan. Juara menjadi indikator terpenting bagi atlet sebagai ajang
untuk membuktikan ketangkasan dan kekuaran fisik atlet, memperoleh
kedudukan, afirmasi, medali, hingga hadiah materi yang didapat dari
kejuaraan. Kendati demikian, menjadi juara dalam sebuah kejuaraan bukanlah
hal yang mudah bagi atlet. Diperlukan pelatihan yang konsisten dan fokus
selama jangka waktu yang panjang. Kemudian, atlet juga perlu mandapatkan
dukungan moril serta materiil bagi para atlet agar tetap konsisten atau tidak
putus asa dalam menghadapi kejenuhan dalam pemenuhan standar gizi. Selain
tantangan tersebut, atlet seringkali dihadapkan dengan tantangan lain yang
cukup menguras tenaga serta mental para atlet, yaitu rasa ragu terhadap kondisi
diri serta kemampuan prbadi, ketakutan menghadapi pihak lawan, harapan
menang dari pelatih, orang tua, sponsor, dan pihak lainnya, serta secaara
biologis dapat terjadi perubahan hormon yang mengakibatkan kepanikan,
mudah marah, serta akibat lain. Rasa khawatir yang dirasakan atlet sangat
mempengaruhi tingkat kepercayaan diri dan penurunan konsentrasi atlet dalam
bertanding. Atas tantangan tersebut, beragam cara dilakukan oleh atlet, pelatih,
serta penanggung jawab lain dalam mencari solusi.
Besarnya harapan yang dimiliki oleh para atlet untuk memenangkan suatu
perlombaan serta rendahnya pemahaman atlet tentang doping adalah penyebab
utama yang mendasari penggunaan doping oleh para atlet dalam suatu
kompetisi. Doping sendiri dapat didefinisikan dalam beberapa bentuk tindakan,
antara lain3:
1) Atlet atau pelatih dan orang-orang penunjang atlet lain menggunakan
obat atau hal lain yang mengakibatkan termuatnya substansi terlarang ke
dalam tubuh atlet;

3
Mutohir., Maksum. (2007). Sport development index. (Konsep metodologi dan aplikasi).
Alternatif baru mengukur kemajuan pembangunan bidang keolahragaan. Penerbit PT.
Index. Jakarta, hlm. 54

2
2) Atlet menolak atau tidak mengumpulkan sampel yang ditujukan untuk
pengujian pada kegiatan pemeriksaan oleh Otoritas Anti Doping;
3) Atlet melakukan pelanggaran terhadap persyaratan pemeriksaan doping;
4) Atlet atau pendamping melakukan perusakan terhadap fasilitas pengujian
pada saat kegiatan pengawasan doping;
5) Atlet atau pendamping memiliki dan/atau menyembunyikan obat atau
suatu metode yang mengandung substansi yang dilarang sesuai peraturan
anti doping; dan
6) Atlet dan/atau pendamping memberikan substansi atau metode yang
dilarang.
Pelarangan Penggunaan Doping mendapatkan dukungan dari Pierre de
Courbetin, bahwa sebagaimana dikemukakan oleh beliau, hasil akhir dari atau
tujuan adanya olahraga serta pendidikan adalah sebagai wadah
penyempurnaan moralitas/watak, lebih lanjut sebagai instrumen pembentukan
dan pelatihan karakter yang kuat, moral yang baik dan sifat yang mulia 4.
Menurutnya, Atlet atau masyarakat seperti itulah yang diharapkan terbentuk
dari hadirnya olahraga serta masyarakat seperti itulah yang dapat menjadi
tonggak berdirinya suatu negara yang kokoh, karena negara yang kuat adalah
negara yang ditopang oleh masyarakat yang kuat. (Lutan: 2002:1). Kemudian
lebih dalam pada pendapat Baron Pierre de Courbetin, tujuan olahraga
sejatinya bukanlah pada ajang atau kompetisi persaingan, unjuk kekuatan,
saling mengalahkan, sikut menyikut dalam kompetisi secara inharfiah, atau
hanya sebatas pada tujuan memperoleh kemenangan. Namun, tujuan olahraga
memiliki kompleksitas yang lebih tinggi dibanding hanya berlandaskan pada
hal-hal materil seperti itu. Yaitu, bahwa olahraga adalah wadah pembentukan
individu agar individu memiliki sikap dan perilaku manusiawi, penghormatan
dan penghargaan terhadap sesama, pembentukan sikap dan perilaku yang
agung nan mulia, penghindaran akan keserakahan, serta pembentukan
manusia yang kuat agar dapat memberikan manfaat kepada sesamanya
manusia juga terhadap lingkungan sekitar.  Oleh karena itu, jika atlet

4
ibid, hlm. 67

3
menggunakan doping maka secara langsung atlet yang demikian telah
menentang esensi dari olahraga.5
Dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2022 tentang Keolahragaan
dijelaskan pada Pasal 15 bahwa Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
bertanggung jawab untuk mewujudkan tujuan penyelenggaraan
Keolahragaan. Kemudian pada Pasal 22 Ayat (2) beleid tersebut, Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah wajib melakukan pembinaan dan
pengembangan olahraga sesuai dengan kewenangan dan tanggung jawabnya.
Ayat (3) Pembinaan dan pengembangan Olahraga sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi Peolahraga, ketenagaan, pengorganisasian, pendanaan,
metode, prasarana dan sarana, serta Penghargaan Olahraga. Ayat (4)
Pembinaan dan pengembangan Olahraga dilakukan secara sistematis melalui
tahap pengenalan, pemantauan, pemanduan, pengembangan bakat secara
berkelanjutan, dan peningkatan Prestasi.”, lalu pada ayat (5) diatur bahwa
Pembinaan dan pengembangan Olahraga dilaksanakan melalui jalur keluarga,
jalur pendidikan, dan jalur Masyarakat yang berbasis pada pengembangan
Olahraga untuk semua orang yang berlangsung sepanjang hayat. Bahwa
kemudian sebagiamana diatur dalam ayat (6), Pembinaan dan Pengembangan
Olahraga bertujuan untuk:
1) Membentuk..Karakter;
2) Memberikan..pengetahuan..dasar.berolahraga;
3) Meningkatkan..derajat..kebugaran..dan..kesehatan; dan
4) Menciptakan..kebiasaan..gaya..hidup..sehat dan..aktif hingga akhir hayat.
Melalui peraturan tersebut, dapat kita pahami secara jelas mengenai
eksistensi olahraga sebagai suatu kegiatan yang sudah sangat terproteksi oleh
peraturan, termasuk perlindungan bagi para atlet yang telah membela nama
Kota, Provinsi maupun Indonesia. Selain itu, negara juga memberikan
perlindungan mengenai eskistensi olahraga secara keseluruhan, dapat dilihat
melalui hak-hak bagi pelaku olahraga6 yang telah diatur di dalam Pasal 55
5
Achmad Sanusi. (1984). Masalah Kesadaran Hukum dalam Masyarakat Indonesia.
Dewasa ini. Jakarta : Bina Cipta.
6
Sanyoto. (2008). Penegakan hukum di indonesia. Jurnal Dinamika Hukum, 8(244),
199–204, hlm. 201

4
ayat 3 berisi tentang Setiap olahragawan profesional mempunyai hak untuk
(a) didampingi oleh, antara lain, manajer, pelatih, tenaga medis, psikolog, dan
ahli hukum (b) mengikuti kejuaraan pada semua tingkatan sesuai dengan
ketentuan (c) mendapatkan pembinaan dan pengembangan dari induk
organisasi cabang olahraga, organisasi olahraga profesional, atau organisasi
olahraga fungsional. Lalu, pada Pasal 87 ayat (1) diatur bahwa setiap
olahragawan berkewajiban (a) menjunjung tinggi nilai luhur dan nama baik
bangsa dan negara kesatuan republik indonesia; (b) mengedepankan sikap
sportivitas dalam setiap kegiatan olahraga yang dilaksanakan; (c) ikut
menjaga upaya pelestarian lingkungan hidup; dan (d) menaati peraturan dan
kode etik yang berlaku dalam setiap cabang olahraga yang diikuti dan/atau
yang menjadi profesinya.
Dalam implementasinya, hampir seluruh atlet akan mengupayakan yang
terbaik agar dapat menjadi juara dan menjadi yang terbaik pada kompetisi
yang diikutinya. Namun, dalam beberapa kesempatan, terdapat atlet yang
menggunakan cara curang yang bertentangan dengan esensi olahraga serta
peraturan yang berlaku demi memenangkan perlombaan 7. Hal ini disebabkan
karena ketatnya persaingan antar atlet pada suatu kompetisi serta tidak
pahamnya atlet mengenai dampak yang mungkin timbul akibat penggunaan
doping (Mujika, 2017) bahwa sebagaimana dikemukakan oleh Mujika “in
winning, sometimes lifted athletes justify a variety of ways that are not good”
Dalam tafsiran bebas, untuk meraih juara, terkadang beberapa atlet
mengupayakan berbagai cara bahkan cara yang curang demi mendapatkan
prestasi, hal ini tentu sangat bersangkutan dengan eksistensi hukum, bahwa
demi terwujudnya keadilan, maka hukum harus dapat mengatur tindakan-
tindakan atau norma agar masyarakat tidak melakukan tindakan yang dapat
merugikan individu lain dalam masyarakat. Termasuk dalam hal ini berkaitan
dengan atlet yang terbukti melanggar ketentuan anti doping, harus dikenakan
sanksi hukum.
7
Nicholls, A and Madigan, D and Backhouse, SH and Levy, A (2017), Personality traits
and performance enhancing drugs: The Dark Triad and doping attitudes among
competitive athletes. Personality and Individual Differences. ISSN 0191-8869 DOI:
https://doi.org/10.1016/j.paid.2017.02.062, hlm. 6

5
Dalam olahraga internasional, suksesnya kasus doping digebrak dengan
nama atlet yang divonis doping: Bintang bulutangkis Malaysia Lee Chong
Wei gagal tes doping dexamethasone saat mengikuti Kejuaraan Piala Dunia
2014. Tiga bulan lalu, tepat di bulan November, hasil tes Badminton World
Federation (BWF) diumumkan, Maria Sharapova diskors oleh International
Tennis Federation (ITF) selama 2 tahun. Hasil doping membuktikan
meldonium positif. Pada Sidang Dewan ITF pada 8 Juni 2016, Sharapova
tidak sengaja atau sengaja menipu, terbukti melakukan pelanggaran serius,
petenis Kroasia Marin Čilić diskors selama 9 bulan (mulai 1 Mei 2013)
karena diketahui menggunakan doping di BMW Open di Munich pada testing
yang dilakukan. Pada April 2012, sampel uji doping seorang pemain tenis
Kroasia positif mengandung stimulan terlarang Nikethamide. Zat ini
tergolong zat yang dilarang oleh Badan Anti Doping Dunia (WADA) karena
dapat meningkatkan daya tahan tubuh atlet. Cilic mengungkapkan, kadar
nikethamide dalam urinnya disebabkan timnya mengonsumsi tablet gula
Coramine yang dibelinya di apotek.
Menurut IOC (Komite Olimpiade Internasional) pada tahun 1990, doping
dilarang dalam olahraga dan dilarang dalam olahraga. Alasan doping doping
herbal meliputi: Utama, alasan etis. Penggunaan doping melanggar standar
fair play cabang olahraga. Sailing, hal ini diatur karena menentukan
keselamatan dan keamanan para peselancar dan pergerakan regu (Barkoukis,
Lazuras, & Harris, 2015) menyatakan bahwa “when doping is used, it can
harm the driver's health, even if it is dangerous”, yang berarti bahwa doping
dapat menyebabkan kerusakan serius pada kesehatan atlet, bahkan akibat
yang mematikan. 8
Sejumlah mekanisme medis yang dapat melanggar peraturan doping jika
tidak diterapkan dengan baik atau dilarang oleh atlet, antara lain: doping
darah (doping darah sendiri/transfusi), penggunaan artificial oxygen carrier
atau plasma dilator (pemberian artificial oxygen carrier atau infus plasma).
8
Valkenburg, D., de Hon, O., & Van Hilvoorde, I. (2014). Doping control, providing
whereabouts and the importance of privacy for elite athletes. International Journal of
Drug Policy, 25(2), 212–218. https://doi.org/10.1016/j.dru gpo.2013.12.013 , hlm. 215

6
ekspander), Manipulasi Farmakologi, Kimia dan Fisik (manipulasi
farmakologi, kimia dan fisik). Secara umum, alkohol (minuman),
kanabinoid/ganja (populer, merokok), anestesi lokal/anestesi lokal (pereda
nyeri), glukokortikosteroid/glukokortikosteroid (pembentukan/perbaikan
jaringan), beta-blocker/beta-blocker (kombinasi obat penenang/jantung)
Berikut ini adalah pelanggaran aturan anti-doping dalam setiap pertandingan
profesional:: 
1) Sampel atlet mengandung zat atau metabolit atau penanda yang dilarang;
2) Atlet menggunakan atau berusaha menggunakan zat terlarang atau cara
yang dilarang;
3) Menghindari atau menolak atau gagal untuk mengirimkan sampel;
4) Tidak memberitahukan fakta yang sebenarnya tentang atlet;
5) Memanipulasi atau mencoba memanipulasi bagian manapun dari kontrol
doping;
6) Kepemilikan zat terlarang dan metode terlarang;
7) Perdagangan narkoba atau setiap usaha untuk menyelundupkan zat
terlarang atau cara yang dilarang;
8) Menyediakan atau menguji zat-zat terlarang atau cara-cara yang dilarang
untuk atlet di dalam atau di luar kompetisi;
9) Menjalin hubungan/kerja sama yang dilarang;
Karena atlet lebih cenderung melakukan kesalahan, setiap atlet harus
tahu, antara lain, cara menghindari doping: doping yang paling banyak adalah
efedrin, fenilpropanolamin, dll. Hati-hati dengan obat flu yang banyak
mengandung zat perangsang seperti asma. Obat-obatan yang mengandung
banyak stimulant dan agonis b2 tergolong doping, jika memang harus
diminum dengan cara dihirup dan atas persetujuan dokter, berhati-hatilah
dengan pil diet yang mengandung banyak zat tersebut.stimulan (amfetamin)
dan diuretik adalah bagian dari diuretik. Kategori doping, tidak menggunakan
obat pereda nyeri, obat pereda nyeri narkotik, tidak minum kopi atau
minuman berkafein sebelum pertandingan karena konsentrasi dalam urine > 1
mL.

7
Di Indonesia sendiri berdasarkan Permenpora nomor 15 Tahun
2017 telah dibentuk Lembaga Anti Doping Indonesia (selanjutnya disebut
sebagai “LADI”), LADI adalah perpanjangan tangan WADA dalam
pengawasan serta pelaksanaan program anti-doping terhadap atlet nasional
yang berkompetisi pada perlombaan yang berada di bawah naungan World
Anti-Doping Agency (WADA). WADA memiliki fungsi promosi, koordinasi,
dan pemantauan kegiatan anti-doping dalam berbagai kompetisi olahraga di
dunia. LADI dalam hal ini merupakan representasi Indonesia dalam kegiatan
pengawasan program anti-doping dunia yang kemudian dituangkan dalam the
WADA code.
Setiap negara yang telah meratifikasi International Convention Againts
Doping memiliki kewajiban untuk mengadopsi mekanisme tertentu baik yang
timbul dalam negaranya maupun dalam pergaulan internasional yang sesuai
dengan prinsip-prinsip The Code9, mendukung segala bentuk kerjasama
internasional yang bertujuan untuk melindungi atlet serta etika dalam
berolahraga ataupun dalam tujuan untuk berbagi hasil penelitian, mendorong
kolaborasi dan kerjasama yang baik antara negara anggota dengan pemimpin
organisasi yang memiliki semangat yang sama dalam menentang penggunaan
doping dalam olahraga, yang selaras dengan WADA. Oleh karena itu,
Indonesia harus melaksanakan kewajiban tersebut mengingat Indonesia telah
meratifikasi international Convention Againts Doping melalui Peraturan
Presiden Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2007 Tentang Pengesahan
International Convention Against Doping In Sport (Konvensi Internasional
Menentang Doping Dalam Olahraga).
Oleh karena itu, penulis merasa penting untuk mengetahui mekanisme
pengawasan pelaksanaan program anti-doping oleh LADI serta seberapa jauh
kewenangan LADI dalam penjatuhan sanksi terhadap atlet yang melanggar.
Maka, Penulis mencoba mengkaji lebih lanjut dalam bentuk penelitian hukum
dengan judul “TINJAUAN YURIDIS TUGAS LEMBAGA BADAN

9
Lihat World Anti-Doping Code yang diadopsi oleh WADA pada 5 March 2003 di
Copenhagen.

8
ANTI-DOPING BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11
TAHUN 2022 TENTANG KEOLAHRAGAAN”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan urutan yang telah dikemukakan di atas maka dapat


dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana Kewenangan LADI dalam melakukan pengawasan anti-doping
di Indonesia?
2. Bagaimana Peran LADI dalam melakukan penindakan terhadap
penggunaan doping pada kompetisi Karate di Indonesia?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang diharapkan dari penelitian hukum ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui Kewenangan LADI dalam melakukan pengawasan


pelaksanaan program anti-doping di Indonesia.

2. Untuk mengetahui Peran LADI dalam melakukan penindakan terhadap


penggunaan doping pada kompetisi Karate di Indonesia

D. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian hukum ini diharapkan dapat memberikan manfaat


secara teoritis dan secara praktis.

E. Secara Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi nyata terhadap


ilmu pengetahuan hukum secara umum dan dapat dijadikan referensi studi
atau kajian dalam bidang hukum tata negara khususnya mengenai peran
LADI dalam pengawasan serta penindakan terhadap penggunaan doping
dalam kompetisi olahraga di Indonesia.

9
F. Secara Praktis

Penulisan ini diharapkan dapat memberikan jawaban dari masalah yang


menjadi alasan penelitian yaitu mengenai pengawasan, penindakan, serta
pencegahan penggunaan doping pada kompetisi olahraga di Indonesia.
Dilaksanakannya penelitian ini diharapkan memberikan kegunaan sebagai
berikut:

1) Manfaat bagi masyarakat yaitu dapat menyediakan sumber informasi


aktual dan faktual bagi masyaraat umum, mahasiswa, maupun praktisi
hukum tentang pengkajian mengenai kewenangan LADI terhadap
melakukan pengawasan pelaksanaan program anti-doping di Indonesia.
2) Manfaat bagi akademisi yaitu dapat mengembangkan penalaran yang
akan memicu adanya pengembangan ilmu hukum berdasarkan
permasalahan yang diangkat, membentuk pola pikir yang dinamis,
sekaligus untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu
yang diperoleh selama menempuh perkuliahan dengan arahan yang telah
diberikan saat pengajaran maupun ilmu pengetahuan yang didapatkan
dari lingkungan di luar perkuliahan yang sesuai dengan permasalahan
yang sedang diangkat.

G. Metode Penelitian

1. Metode Pendekatan

Demi mencapai tujuan dan sasaran, Metode pendekatan penelitian hukum


pada tugas akhir ini akan dilakukan secara pendekatan doktrinal. Pendekatan
Doktrinal adalah penelitian yang bersifat normatif kualitatif atau bisa juga
dikatakan sebagai penelitian kepustakaan (library research)10.

10
Fenti Hikmawati, Metodologi Penelitian, (Depok: PT Rajagrafindo Persada, 2017),
hlm. 89

10
. Metode pendekatan yuridis menggunakan pendekatan yang mengacu
pada suatu hukum dan peraturan Perundang- undangan yang berlaku.11
Metode pendekatan yang kedua menggunakan metode pendekatan normatif,
Pendekatan normatif dalam hal ini dimaksudkan sebagai usaha mendekatkan
masalah yang diteliti dengan sifat hukum yang normatif. Pendekatan normatif
itu meliputi asas-asas hukum, sistematika hukum, sinkronisasi (penyesuaian)
hukum, perbandingan hukum atau sejarah hukum.12

Dalam kaitanya dengan penelitian ini, selain mendasarkan pada


penelitian yang dilakukan oleh Kementerian dan badan usaha terkait, penulis
juga melakukan penelitian secara mendalam terhadap peraturan Perundang-
undangan berkaitan dengan penelitian yang sedang dibahas.

2. Spesifikasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan Spesifikasi deskriptif-analitis, yaitu


dengan menggambarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
dikaitkan dengan teori-teori hukum dan praktek pelaksanaan hukum positif
yang berkaitan dengan permasalahan.13

Buku Pengantar Penelitian Hukum yang ditulis oleh Soerjono Soekanto


menuliskan bahwa suatu penelitian deskriptif bertujuan untuk memberikan
data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala
lainnya. Maksud utamanya adalah data tersebut akan digunakan untuk
mempertegas hipotesis-hipotesis agar dapat membantu di dalam memperkuat
teori-teori lama, atau didalam kerangka menyusun teori-teori baru.14

Penelitian deskriptif analitis sesuai dengan penelitian yang dilakukan


oleh penulis, karena dalam penelitian ini penulis berusaha menguraikan

11
Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Jakarta: Ghalia
Indonesia, 1982), hlm. 34.
12
Hilman Hadikusuma, Metode Pembuatan Kertas Kerja atau Skripsi Ilmu Hukum,
(Bandung: Mandar Maju, 2013), hlm. 60.
13
Ronny Haniatjo Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan Jurumetri, (Jakarta: PT
Ghalia Indonesia, 1990),hlm. 97-98
14
Ronny Hanitijo Soemitro, Op.cit., hlm. 35.

11
kenyataan-kenyataan yang ada atau fakta yang ada dan mendeskripsikan
sebuah masalah yang terdapat pada pelaksanaan15 Undang-Undang Nomor 11
tahun 2022 tentang Keolahragaan.

3. Jenis dan Sumber Data

Dalam penelitian ini Jenis data yang digunakan penulis adalah data
sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari berbagai sumber
yang telah ada. Data sekunder diperoleh melalui studi kepustakaan. Studi
kepustakaan adalah pengumpulan data-data yang bersumber dari buku-buku,
literatur, dan pendapat ahli hukum yang berkaitan dengan penelitian ini,
ataupun sumber lain yang ada di lapangan untuk menunjang keberhasilan dan
efektifitas penelitian, yaitu dengan pemisahan secara garis besar antara data
primer dan data sekunder.16
Data Sekunder sendiri dapat diperoleh melalui mekanisme mempelajari,
menganalisis, serta memahami bahan Hukum. Data Sekunder yang penulis
pakai dalam penelitian ini dapat dikelompokkan dalam 3 (tiga) kelompok
bahan, yaitu:
a. Bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan, yaitu
Undang-Undang Dasar, Undang-Undang, dan peraturan lainnya, yang
meliputi:
1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2) Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan;
3) Undang-Undang Nomor 11 tahun 2022 tentang Keolahragaan;
4) Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 2007 tentang Pendanaan
Keolahragaan;
5) Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 2007 tentang
Penyelenggaraan Keolahragaan Nasional;
6) Peraturan Pemerintah Nomor 44 tahun 2004 tentang Pemberian
Penghargaan Olahraga; dan
15
Suteki dan Galang Taufani, Metodologi Penelitian Hukum: Filsafat Teori dan Praktik,
(Depok: Rajawali Press, 2018), hlm. 133.
16
Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2010), hlm.205

12
7) Peraturan Menteri Pemuda Olahraga Nomor 15 Tahun 2017
tentang Lembaga Anti-Doping Indonesia yang dicabut dengan
Peraturan Menteri Pemuda dan Olahraga Nomor 1 Tahun 2021
tentang Lembaga Anti Doping Indonesia.
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang dapat membantu
memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer dan juga
untuk menganalisa dan memahami bahan hukum primer. Diperoleh
dengan cara melakukan inventaris terhadap data yang diperoleh dari
instansi, buku-buku, jurnal-jurnal hukum, disertasi, tesis, skripsi
hukum, makalah serta sumber-sumber kepustakaan lain yang dapat
dijadikan sebagai referensi.
c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder,
terdiri dari:
1) Kamus Besar Bahasa Indonesia
2) Kamus Ilmiah Populer
3) Kamus hukum
4) Ensiklopedia hukum

5) Bahan rujukan lainnya

4. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data akan dilakukan menggunakan teknik


pengumpulan studi kepustakaan. Studi Pustaka meliputi beberapa proses,
seperti mengindentifikasi teori secara sistematis, penemuan pustaka,dan
analisis dokumen yang memuat informasi yang berkaitan dengan topik
penelitian.17 Pengumpulan data dalam studi kepustakaan merupakan kegiatan
menelusuri, memeriksa, mengkaji data-data sekunder.18 Sumber data dalam
penelitian ini menggunakan sumber data sekunder, yakni data-data yang

17
Mohammad Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003), hlm. 27.
18
Suteki dan Galang Taufani, Op.cit., hlm. 217.

13
diperoleh dari bahan-bahan pustaka.19 Penulis melakukan studi kepustakaan
berdasarkan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum
sekunder, dan bahan hukum tersier yang berkaitan dengan objek penelitian.

5. Metode Analisis Data

Metode analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara analisis
kualitatif. Analisis penelitian dengan kualitatif adalah penelitian yang tidak
menggunakan perhitungan.20 Data yang diperoleh melalui teknik kepustakaan
(library research) dilakukan dengan cara mencari bahan penelitian dari
beberapa buku yang memiliki relevansi dengan penelitian yang sedang diteliti
oleh penulis, dipahami lalu dicatat isi dari informasi yang diperoleh atas
bahan hukum primer, bahan hukum sekunder serta bahan hukum tersier,
kemudian informasi tersebut diolah dan dikelompokkan secara sistematis
sesuai dengan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini.

H. Sistematika Penulisan

Pada penulisan hukum ini merupakan suatu penjabaran secara deskriptif

tentang hal yang akan ditulis, yang secara garis besar terdiri dari:

Bab I. Pendahuluan

Dalam bab pertama ini penulis akan membahas mengenai latar belakang

pemilihan Judul Penelitian, Identifikasi Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat

Penelitian, Metode Penelitian (Memuat: Metode Pendekatan Permasalahan,

Spesifikasi Penelitian, Sumber dan Jenis Data, Metode Pengumpulan Data

dan Metode Analisis Data) dan Sistematika Penulisan.

Bab II. Tinjauan Pustaka

19
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia Press, 1986), hlm. 10.
20
Soejono dan Abdurrahman, Metode Penelitian: Suatu Pemikiran dan Penerapan
(Jakarta: Rineka Cipta, 2005), hlm. 26.

14
Dalam bab ini tinjauan pustaka akan membahas mengenai tinjauan umum

Olahraga dan Karate, kemudian menjelaskan mengenai lembaga anti doping,

lalu dilanjutkan pada penjelasan mengenai Doping.

Bab III. Hasil Penelitian dan Pembahasan

Pada bab ini berisi tentang hasil penelitian dan pembahasan mengenai

kewenagnan LADI dalam melakukan Pengawasan program anti doping, yaitu

berupa promosi program anti doping, pencegahan, dan pengujian sampel.

Kemudian akan menjelaskan juga mengenai kewenangan dan praktik LADI

dalam menegakkan aturan anti doping terhadap atlet yang terbukti

menggunakan doping pada salah satu kejuaraan olahraga di Indonesia, serta

pembahasan mengenai peran LADI dalam pengecekan terhadap atlet Karate

dalam kompetisi olahraga di Indonesia.

Bab IV. Penutup

Pada bab ini memuat kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang

merupakan intisari hasil dari penelitian dan pembahasan atau kesimpulan

merupakan jawaban bagi permasalahan yang dirumuskan.

15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Olahraga

Olahraga sejatinya merupakan satu dari berbagai macam kegiatan


tindakan yang tidak dapat terpisahkan dalam kehidupan manusia. Olahraga
adalah salah satu faktor primer bagi manusia untuk dapat memelihara
kesehatannya21. Olahraga adalah kegiatan fisik layaknya permainan yang
bertemakan perlawanan terhadap hal-hal berunsurkan alam, pihak lain
ataupun sendiri . Dengan adanya perkembangan waktu serta kebutuhan,
22

olahraga bukan hanya menjadi kegiatan bagi manusia dalam memelihara


kesehatan, melainkan juga menjadi ajang perlombaan.
Merujuk pada definisi yang telah diuraikan diatas, dapat dipahami bahwa
gagasan tentang olahraga sejatinya telah menggambarkan bahwa dengan
olahraga, seseorang dapat membuktikan eksistensi atas kemahiran,
ketangkasan, kemampuan serta kompetensi yang dimiliki. Seiring dengan
perkembangannya, semakin banyak perlombaan diadakan di berbagai tingkat
baik nasional maupun internasional. Berbagai asa serta harapan seseorang
sebagai atlet dalam berpartisi di perlombaan menjadikan kegiatan perlombaan
sebagai wadah untuk mengekspresikan kemampuannya. Hal tersebut
dilatarbelakangi tujuan yakni mendapatkan penghargaan atas kemenangan
yang diraih pada ajang perlombaan yang diikutinya. Fokus utama dalam
mendapatkan penghargaan tersebut dilatar belakangi oleh berbagai faktor,
termasuk diantaranya sebagai wadah pembuktian atas kemahiran dalam
cabang olahraga tersebut, memperoleh kebanggan atas penghargaan,
kepuasan batin serta ganjaran hadiah yang didapat baik berupa materi
maupun immateriil.

21
Aritonang I. 2012. Perencanaan & Evaluasi Program Intervensi Gizi Kesehtan.
Leutika. Yogyakarta, hlm 30
22
Notoatmodjo S. 2010. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Rineka Cipta. Jakarta., hlm 89

16
1. Ruang Lingkup Olahraga di Indonesia
Merujuk pada Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2022
tentang Keolahragaan (UU Keolahragaan), Olahraga adalah segala kegiatan
yang melibatkan pikiran, raga, dan jiwa secara terintegrasi dan sistematis
untuk mendorong, membina, serta mengembangkan potensi jasmani, rohani,
dan budaya. Kemudian, Keolahragaan adalah segala aspek yang berkaitan
dengan Olahraga yang memerlukan pengaturan, pendidikan, pelatihan,
pembinaan, pengembangan, peningkatan, pengawasan, dan evaluasi.
Pengertian olahraga sebagaimana dimaksud Agus Mahendra adalah
sebuah wujud aktivitas fisik yang direncanakan dan disusun dalam sebuah
kombinasi Body movement atau gerakan tubuh yang berulang-ulang yang
bertujuan dalam rangka peningkatan kualitas kebugaran jasmani. Berolahraga
adalah wujud pilihan alternatif yang sangat baik atau efektif dalam upaya
untuk mendapatkan kebugaran tubuh, karena olahraga memberikan berbagai
manfaat, diantaranya adalah kesehatan fisik dalam kaitannya dengan
meningkatkan kemampuan anggota tubuh serta kesehatan tubuh secara
keseluruhan, selain itu berolahraga juga memberikan psikis yaitu ketahanan
personal terhadap tekanan stress dan lebih mampu untuk berkonsentrasi,
dalam aspek sosial berolahraga juga dapat meningkatkan kepercayaan diri
serta juga dapat menjadi salah satu moda berinteraksi terhadap individu
lainnya.
Negara berperan besar dalam pengembangan serta pelestarian
Keolahragaan melalui Pemerintah Pusat sebagai bentuk pengejawantahan
dalam menindaklanjuti tujuan bernegara sebagaimana termaktub dalam
Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 yakni mencerdaskan kehidupan bangsa,
memajukan kesejahteraan umum, dan ikut serta dalam perdamaian dunia.
Sehubungan dengan hal tersebut, diperlukan adanya sinergitas dalam
pembangunan Keolahragaan sehingga dapat menjadi menjadi katalisator
dalam mewujudkan pembangunan nasional termasuk dalam hal ini di bidang
ilmu pengetahuan, sosial serta budaya. Pembangunan Keolahragaan harus
dapat memastikan tercapainya keseragaman berkesempatan bagi setiap warga

17
negara dalam Olahraga, mengeskalasikan kualitas serta efektif dan efisien
manajemen olahraga sehingga dapat beradaptasi dalam menjawab adanya
dinamika serta tantangan global dalam bidang olahraga yang saat ini berada
dalam era industri digital. 23
Pelaksanaan keolahragaan nasional, Keolahragaan di Indonesia harus
dijalankan berdasarkan Pancasila dan UUD NRI 1945 yang berakar pada
nilai-nilai keolahragaan, kebudayaan nasional Indonesia, dan tanggap
terhadap tuntutan perkembangan Olahraga. Makna yang dapat ditarik dari
pengertian normatif dari Keolahragaan Nasional. Yaitu bahwa setiap
perkembangan dari olahraga yang sesuai edngan nilai-nilai keolahragaan
termasuk fairness, kebudayaan nasioal, semangat Pancasila dan pengilhaman
nilai-nilai konstitusional, harus diikuti oleh Indonesia. Termasuk dalam hal
ini program anti doping dunia yang bertujuan untuk mewujudkan
keolahragaan yang fair dalam setiap pertandingan.
Ruang lingkup olahraga di Indonesia dikelompokkan pada 3 (tiga)
kelompok, yaitu Olahraga Pendidikan, Olahraga Masyarakat, dan Olahraga
Prestasi, yang akan dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut:

B. Olahraga Pendidikan
Indonesia mengatur mengenai penyelenggaraan olahraga pendidikan
sebagai bentuk pembangunan semangat keolahragaan sejak usia dini, hal ini
adalah salah satu bentuk akselerasi pembangunan nasional. Olahraga
pendidikan ditujukan dalam rangka penanaman nilai-nilai karakter serta
upaya untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang kokoh
dan benar untuk membangun gaya hidup yang sehat sepanjang hayat. Dengan
terbangunnya hal-hal tersebut, kehidupan masyarakat Indonesia kedepannya
akan bergerak dan terus berkembang dalam pembangunan nasional agar
tercapainya pemerataan kesempatan berolahraga.24
Penyelenggaraan olahraga pendidikan akan dilaksanakan melalui jalur
pendidikan formal, yaitu dimuat dalam kurikulum pembelajaran
23
Indonesia, Undang-Undang No.11 Tahun 2022 Tentang Keolahragaan, LN No.71
Tahun 2022, TLN No. 6782. Bab Penjelasan Umum
24
ibid, …., Undang-Undang No.11 Tahun 2022 Tentang Keolahragaan, ….., Pasal 28

18
(intrakulikuler) ataupun melalui kegiatan ekstrakulikuler yang bentuk
kegiatannya disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik. Dalam
penyelenggaraan tersebut, olahraga pendidikan tetap mengacu pada
akumulasi atas tumbuh dan kembang peserta didik. Pembina penyelenggaraan
olahraga pendidikan di lingkungan sekolah/kampus adalah guru/dosen yang
juga akan dilengkapi dengan bantuan dari Ahli di bidang keolahragaan lain
yang dihadirkan melalui setiap satuan pendidikan.25
Selain menyiapkan pembimbing serta tenaga keolahragaan, satuan
pendidikan juga berkewajiban dalam penyediaan sarana prasarana olahraga
yang disesuaikan dengan standar nasional pendidikan yang akan ditentukan
oleh pihak kementerian. Kewajiban satuan pendidkan tersebut pastinya juga
akan mendapatkan bantuan dana dari pemerintah pusat, tujuannya agar
peserta didik dalam mengembangkan kemampuan berolahraganya dalam
program pelatihan yang ditentukan itu dapat maksimal serta dapat terfasilitasi
dalam hal hendak meningkatkan kualitas diri dalam mengejar target prestasi
atau bahkan meningkatkan mood secara psikologis yang mana secara implisit
dapat memaksimalkan peserta didik dalam hal kualitas belajar.
Agar terciptanya rasa persaudaraan, keterampilan sosial, serta
keterampilan berkompetisi antar peserta didik dalam satuan pendidikan,
maka satuan pendidikan perlu untuk melaksanakan kejuaraan olahraga
dan/atau festival olahraga yang sesuai dengan taraf pertumbuhan dan
perkembangan peserta didik secara berkala. Program kompetisi dapat terus
ditingkatkan hingga tingkat kabupaten/kota, lalu tingkat provinsi, wilayah,
nasional, bahkan hingga tingkat internasional.

C. Olahraga Masyarakat
Pada Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem
Keolahragaan dikenal salah satu ruang lingkup yang diatur yaitu Olahraga
Rekreasi, namun setelah berlakunya UU Keolahragaan (UU No.11 tahun
2022 tentang Keolahragaan), olahraga rekreasi kemudian dimasukkan dalam

25
ibid, …., Undang-Undang No.11 Tahun 2022 Tentang Keolahragaan, …., Pasal 28
ayat (4)

19
cakupan Olahraga Masyarakat. Olahraga masyarakat dapat dilaksanakan oleh
setiap orang, satuan pendidikan, lembaga, perkumpulan, atau organisasi
olahraga. Terdapat beberapa tujuan Olahraga Masyarakat, antara lain
ditujukan untuk membudayakan aktivitas fisik, menumbuhkan kegembiraan,
mempertahankan, memulihkan, dan meningkatkan kesehatan serta kebugaran
tubuh, membangun hubungan sosial, melestarikan dan meningkatkan
kekayaan budaya daerah dan nasional, mempererat interaktsi sosial yang
kondusif dan memperkukuh ketahanan nasional, dan meningkatkan
produktivitas ekonomi nasional. Oleh karena tujuan itu, Pemerintah baik di
Pusat maupun di Daerah, dan masyarakat berkewajiban untuk menggali,
mengembangkan, dan memajukan olahraga masyarakat. 26
Dalam pelaksanaan kegiatan keolahragaan bagi masyarakat tertentu dapat
risiko yang ditimbulkan dalam hal pemeliharaan sarana dan prasarana,
keselamatan dan kebugaran bagi peserta serta kelestarian lingkungan, maka
penyelenggara harus mematuhi segala prosedur dan ketentuan yang telah
disepakati dan telah disosialisasikan oleh organisasi olahraga yang diikuti,
mempersiapkan tenaga ahli yang berkompeten, berkualifikasi dan/atau
memiliki sertifikasi, serta menghadirkan tenaga Kesehatan yang memadai.
Sebagaimana dikemukakan oleh Kristiyanto yakni “olahraga rekreasi
sangat berkaitan terkait kegiatan waktu senggang orang-orang yang
menjalankannya, dalam hal ini seringkali dilakukan dalam waktu yang
kosong dari pekerjaan atau aktivitas rutin orang-orang tersebut. Sehingga,
orang-orang yang melakukan olahraga rekreasi tidak terganggu dengan
komitmennya terhadap tanggung jawab sosial maupun tanggung jawab
rutinnya”. Maka, olahraga yang dilakukan dalam olahraga rekreasi adalah
olahraga yang ditujukan sebagai hiburan yang melepas stress selama
seminggu bekerja, dan seringkali hanya dilakukan di hari libur atau di akhir
minggu.
Bahwa seringkali diadakannya olahraga masyarakat dihadirkan dalam
tujuannya untuk bagian dari recovery atau pemulihan baik dari segi

26
ibid, …., Undang-Undang No.11 Tahun 2022 Tentang Keolahragaan, …., Pasal 19

20
kebugaran maupun kesehatan peserta. Untuk itu, olahraga masyarakat dapat
membentuk sebuah perkumpulan olahraga masyakarat yang nantinya
perkumpulan tersebut apabila terdaftar secara sah akan dapat menerima
bantuan pendanaan dari pemerintah baik melalui APBN ataupun APBD.
D. Olahraga Prestasi
Olahraga Prestasi adalah Olahraga yang membina dan mengembangkan
Olahragawan secara terencana, sistematis, terpadu, berjenjang, dan
berkelanjutan melalui kompetisi untuk mencapai prestasi dengan dukungan
ilmu pengetahuan dan teknologi Keolahragaan.27
Sependapat dengan Kristiyanto yakni “cakupan olahraga prestasi, ialah
menghadirkan prestasi semasif dan setinggi-tingginya. Oleh karena itu,
seluruh pihak untuk bersinergi dan berkolaborasi agar dapat terus
meningkatkan prestasi yang dimiliki terkhusus di bidang olahraga. Dalam
mewujudkan olahraga prestasi, selain diimbangi dengan pemograman dan
perencanaan pelatihan yang mengilhami prinsip-prinsip keolahragaan, atlet
juga harus memperhatikan kandungan gizi dari asupan yang diterimanya
sehingga atlet dapat optimal dalam menjalankan latihan28. Selain itu perlu
juga untuk menerapkan kompetisi yang konsisten agar atlet memiliki wadah
dalam implementasi teknik dan taktik yang diperoleh dari pelatihan serta
dapat mematangkan mental para atlet dalam bertanding di kompetisi. Atlet
yang memiliki jam terbang yang tinggi akan lebih tenang serta
berpengalaman dalam menghadapi situai yang dinamis selama pertandingan.
Faktor yang sangat penting pada perkembangan zaman pada saat ini di
dunia olahraga adalah pengembangan serta pembinaan prestasi olahraga.
Karena, tolok ukur berkembang atau tidaknya olahraga itu ditentukan pada
kualitas dan kuantitas pembinaan olahraga itu sendiri. Salah cabang olahraga
yang sangat bergantung pada pembinaan olahraga adalah karate29. Karate
27
ibid, …., Undang-Undang No.11 Tahun 2022 Tentang Keolahragaan, …., Pasal 1
angka 12
28
Septian, D. A., Kristiyanto, A., & Purnama, S. K. (2016). Analisis Pembinaan Prestasi
Olahraga Panahan Pada PERPANI Kabupaten Ponorogo. Ilmu Olahraga. Pascasarjana.
Universitas Sebelas Maret, 3, 93–100., hlm 98
29
Muzamil, A. (2015). Pendidikan Karakter Melalui Kegiatan Ekstrakulikuler Karate
BKC Pada Siswa MI Nurussibyan. Skripsi. Universitas Islam Negeri Walisongo, 1–127,
hlm 73

21
dapat memberikan manfaat dalam kemampuan untuk memberikan
perlindungan terhadap diri sendiri atau orang lain pada saat bahaya, jadi
karate bukanlah olahraga yang ditujukan hanya untuk mengisi waktu luang,
karena selai itu, karate juga dapat ditujukan untuk mengejar prestasi diri baik
dari tingkat kota, karasidenan, provinsi, nasional maupun tingkat
internasional.
Olahraga karate tidak hanya menjadi perhatian KONI, melainkan dewasa
ini Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) serta Menteri
Pendidikan Nasional (Mendiknas) telah berfokus dalam pengembangan
kualitas dan kemampuan para atlet. Karena, telah disadari bahwa olahraga
karate saat ini juga memberikan kesempatan bagi peserta untuk turut serta
dalam perlombaan untuk membuktikan diri secara fair yang sekaligus
membentuk karakter anak-anak tersebut. Selain itu, peserta didik juga senang
untuk mendalami serta terus mengikuti latihan karate, karena juara-juara
karate mendapatkan banyak hadiah, baik itu berupa bantuan prestasi maupun
juga pengiriman atlet ke luar negeri untuk berkompetisi dengan lawan-lawan
dari negara lain.

5. Tinjauan Khusus Tentang Karate


a. Sejarah Singkat Tentang Karate

Sejarah mencatatakan Karate pertama kali dikenal dengan istilah Tote


yang merupakan beladiri asli dari Okinawa di Jepang pada Mei 1992 yang
pertama kali didemostrasikan pada rangkaian acara yang diadakan di Tokyo
mengenai pertunjukan Atletik Nasional pada saat tersebut. Presiden Okinawa
Shobu Kai (kelompok masyarakat yang mempopulerkan bela diri Okinawa)
yaitu Master Gichin Funakhosi pada acara tersebut diundang untuk
memperagakan Tote yang hingga saat ini dikenal dengan nama Karate. Karate
sendiri adalah olahraga dengan jenis seni beladiri menggunakan tangan
kosong dan merupakan perpaduan dari tendangan dan pukulan yang
terstruktur dengan tujuan untuk menyerang pada bagian lemah tubuh lawan.
Pada saat ini Karate telah dikenal dan dipopulerkan sebagai salah satu seni

22
bela diri yang dipertandingkan. Bahkan pertumbuhan organisasi pendidikan
dan pelatihan Karate di dunia berkembang dengan sangat pesat.
Lebih jauh mengenai sejarah Karate, sejatinya diawali pada masuknya
seni beladiri China yaitu Kempo yang dihadirkan di Jepang oleh Master
Gichin Funakoshi melalui Okinawa yang kemudian berkembang secara masif
di Ryukyu Islands. Di Jepang Karate awalnya dikenal dengan isitalh Tote
yang bermakna “Tangan China”. Namun, pada masa tersebut Jepang sedang
berada pada masa puncak nasionalisme, sehingga Master Gichin mengubah
istilah tersebut menjadi Karate yang secara etimologis, Karate berasal dari
bahasa Jepang, yaitu “Kara” yang memiliki arti adalah “kosong”, serta “Te”
yang memiliki arti “tangan:, sehingga Karate memiliki arti “Tangan Kosong”
tujuannya adalah agar beladiri tersebut dapat lebih mudah diadopsi oleh
masyarakat Jepang.30 Dalam perkembangan dunia Karate dikenal dengan
istilah Karate-do, dalam bahasa Jepang “do” artinya “cara”. Artinya, dalam
Karate-do dimaknai lebih dari sekedar mekanisme pertahanan diri, melainkan
mengadopsi nilai-nilai filosofis yang dapat dimaknai sebagai cara hidup.31
Karate-do yang artinya berjalan dengan tangan hampa dengan maksud untuk
peningkatan kedisiplinan diri serta pemurnian keutuhan manusia bagi setiap
atletnya yang mempunyai keunikan ciri yakni berbudi pekerti yang luhur,
semangat juang yang terus membara dan memiliki etika serta mental yang
dewasa. Karate-Do adalah satu dari berbagai jenis beladiri oriental yang dapat
dijadikan motivasi untuk menumbuh kembangkan diri atlet melalui
diberikannya pengetahunan secara teoritis maupun praktis.
World Karate Federation (WKF) sebuah organisasi Karate yang terbesar
di dunia hanya mengakui 4 (empat) aliran dari begitu banyaknya aliran Karate
di dunia. Yaitu Shotokan, Gojuryu, Shitoryu, dan Wadoryu. Setiap aliran

30
Rani Oktasari, Akor Sitepu, Frans Nurseto, Herman Tarigan. Pengaruh Power Tungkai
Dan Fleksibilitas Terhadap Hasil Tendangan Mawashi Geri Pelajar Ekstrakurikuler
Karate Sma Negeri 2 Kalianda, Physical Education, Health and Recreation; Vol. 3, No. 1,
2018 ISSN-E: 25489208- ISSN-P: 25489194, hlm. 58
31
Rista Mart Dwi Utanti, Tirto Apriyanto, Firmasyah Dlis. Hubungan Disiplin dan
Motivasi Terhadap Hasil Latihan Beladiri Karate Anak Usia 7-9 Tahun Dojo KKA
(Karate Kid’s Academy) Depok. Jurnal Ilmiah Sport Coaching and Education Vol.1,
No.1, ISSN-E: 2613-9839, ISSN-P: 2548-8511, hlm. 50

23
tersebut punya ciri khasnya masing-masing, hal ini dapat dilihat dari
beragamnya jenis kata yang mereka miliki.32
Puncak kejayaan Karate terjadi pada tahun 1940 yaitu pada saat Lembaga
Perguruan tinggi tertinggi terkenal di Jepang mendirikan dojo-nya masing-
masing. Masyarakat Jepang pada saat menjalankan upaya pemulihan setelah
Perang Dunia II pun mulai banyak tertarik untuk mempelajari Karate,
sehingga untuk pertama kali-nya diadakanlah Japan Championship
Tournament pada bulan Oktober tahun 1957 oleh Japan Karate Association
(JKA) yang berkolaborasi dengan All Japan Student Karate Foundation33.
Setelah melalui berbagai tantangan, akhirnya Karate menjadi seni beladiri
yang sejatinya memiliki peran yang signifikan dalam pengembangan karate
sebagai cabang olahraga seni beladiri modern.
Karate pertama kali berkembang di Indonesia pada tahun 1957 yang
mana latihan pertama kali dilakukan di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta
Selatan. Pada saat itu, kegiatan pelatihan Karate dipimpin oleh seorang
Kapten Kapal bernama Haji Muchtar Ruskan, dengan pengalamannya pada
beberpa tahun bertugas dan tinggal sekaligus berlatih Karate di Okinawa,
yaitu dengan aliran Okinawa-te. Pengalaman Karate Muchtar Ruskan
bukanlah pengalaman yang biasa-biasa, melainkan beliau telah mencapai
pencapaian tertinggi dalam tingkatan Karate yaitu telah memperoleh sabuk
hitam. Latihan Karate yang diajarkan oleh Mochtar sedikit dimodernisasi
dengan beberapa jurus dari pencak silat asli Indonesia. Latihan Karate pada
sat itu dilakukan secara misterius, tertutup, dan rahasia. Namun, tentu saja
disertai dengan upaya untuk meningkatkan jurus-jurus Karate dengan
kearifan seni bela diri tanah air. Dalam rentang waktu 2 (dua) jam latihan,
teknik yang diajarkan Mochtar hanya akan berfokus pada satu jurus yang

32
Putranto, P., Hadi, R., & Hadi, H. (2015). Hubungan Antara Ketebalan Lemak Tubuh
Dengan Kondisi Fisik Atlet Karate Pelajar Putra. Unnes Journal of Sport Sciences, 4(2).
https://doi.org/10.15294/ujoss.v4i2.8649 , hlm. 67
33
Purba, P. H. (2015). Pembelajaran Kihon dalam Olahraga Beladiri Karate. Jurnal Ilmu
Keolahragaan, 14(2), 57–64, hlm 59

24
difokuskan, misalnya untuk jadwal latihan hari ini hanya akan mempelajari
gerakan Shuto-uke (yaitu tangkisan tangan terbuka).34
Lebih lanjut, sejak tahun 1960, seorang mahasiswa Indonesia yang telah
menyelesaikan pendidikannya di salah satu perguruan tinggi di Jepang, yaitu
Drs. Baud A.D. Adikusumo yang merupakan seorang Karateka yang telah
memperoleh sabuk hitam langsung dari M. Nayakama, JKA dengan aliran
Shotokan. Pada saat itu, beliau tertarik dan bersemangat untuk mengajarkan
Karate untuk pemuda dan remaja Indonesia, yang akhirnya menjadi lebih
berkembang sejak beliau menyadari bahwa terdapat begitu banyak pemuda
yang berminat untuk belajar Karate. Untuk itu, pada tanggal 10 Maret tahun
1964 mendirikan PORKI (Persatuan Olahraga Karate-Do Indonesia) yang
kemudian menjadi batu pijakan dalam didirikannya FORKI (Federasi
Olahraga Karate-do Indonesia)35. Lebih lanjut, mahasiswa lulusan negeri
Sakura seperti Setyo Haryono (pendiri Gojukai) bersama dengan Anton
Lesiangi, Sabeth Muchsin dan Chairul Taman yang terlibat aktif dalam
perkembangan karate di Tanah Air. Selain itu, terdapat pula orang-orang
Jepang yang datang ke Indonesia dengan maksud untuk ikut mengembangkan
serta memberikan warna dalam kegiatan karate di Tanah Air antara lain:
Matsusaki (Kuchinryu 1966), Ishi (Gojuryu 1969), Hayashi (Shitoryu 1971),
dan Oyama (Kyokushinkai 1967).
Karate sejatinya telah mendapatkan atensi oleh masyarakat ramai yang
dalam hal ini dapat dilihat dengan hadirnya bebagai organisasi pengurus
karate yang dibedakan atas aliran yang dianut oleh pendiri organisasi tersebut.
Konsekuensi terhadap eksisnya berbagai macam organisasi tersebut
mengakibatkan adanya segregasi di dalam PORKI. Dalam perkembangannya,
pihak-pihak terkait telah bersepaka untuk bersatu dalam mengembangkan
karate di Indonesia. (Muzamil, 2015).

34
Muhammad Rifky Hazmi, (2015), Hubungan Kepuasan Anggota Perguruan Karate
Institut Karate-do Indonesia (INKAI) DIY terhadap Gaya Kepemimpinan Pelatih. Skripsi,
Universitas Negeri Yogyakarta, Program Studi Pendidikan Kepelatihanan Olahraga
Jurusan Pendidikan Kepelatihanan., hlm. 40
35
Lembaga Karate-do Indonesia, Laporan Perkembangan Organisasi Sampai Tahun
2015. 2015 , hlm. 3

25
B. Organisasi Karate
World Karate Federation (WKF) adalah satu-satunya organisasi karate
internasional yang diakui oleh Komite Olimpiade Internasional (IOC) yang
dalam hal ini menjadi organisasi karate yang bertugas dalam administrasi,
mengelolan, dan melaksanakan kompetisi serta persatuan karate dunia. WKF
dapat mengeluarkan peraturan mengenai panduan gerakan yang
diperbolehkan dalam kompetisi. Sejauh ini, WKF memiliki 5 (lima) federasi
di tiap benua, antara lain European Karate Federation (EKF), Asian Karate-do
Federation (AKF), United Federation of African Karate (UFAK),
Panamerican Karate Federation (PKF), dan Oceanian Karate Federation
(OKF). Kepemimpinan organisasi karate di benua Asia dipimpin oleh AKF,
yang bertanggung jawab atas kompetisi dan regulasi di tingkat Asia. Sejatinya
terdapat orgasnisasi Karate tingkat internasional lainnya, yaitu World Union
of Karate-do Organization (WUKO). WUKO sendiri memiliki fungsi yang
sama dengan WKF yaitu meneguhkan olahraga karate yang bersifat non-
contact. Sedangkan untuk organisasi Karate internasional yang menaungi
pertandingan Karate full body contact adalah Traditional Karate Federation
(ITKF). Perwakilan Indonesia pada WKF adalah Federasi Olahraga Karate-do
Indonesia (FORKI) yang dalam hal ini merupakan media bagi para Karateka
untuk dapat berlaga di forum internasional utamanya terhadap kompetisi yang
disponsori oleh Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI). Namun, pada
tahun 1985 di dalam tubuh FORKI terdapat perpecahan sehingga beberapa
Karateka membentuk organisasi Karate baru yang disebut Persatuan Karate
Seluruh Indonesia (PKSI) yang kemudian pada tahun 2000, PKSI berganti
nama menjadi Federasi Karate Tradisional Indonesia (FKTI). Pada
perkembangannya FORKI menjadi organisasi Karate Aliran, sedangkan FKTI
menjadi organisasi Karate tanpa Aliran.36
FORKI dideklarasikan di Jakarta pada tanggal 30 November 1972 oleh
24 pimpinan dari 25 perguruan Karate Indonesia yang sebelumnya bersatu

Koni Depok, Perkembangan Karate di Indonesia, 14 April 2015, diakses melalui


36

https://konidepok.or.id/perkembangan-karate-di-indonesia/ pada 8 Desember 2022, pukul


23.02 WIB

26
dalam wadah organisasi bernama Persatuan Olahraga Karate Indonesia
disingkat PORKI, yang di dirikan pada tanggal 10 Maret 1964 37.
Pendeklarasian berdirinya FORKI dilakukan pada saat Kongres PORKI IV di
Jakarta yang secara musyawarah mufakat menyetujui pergantian nama dari
PORKI menjadi FORKI. FORKI didirikan sebagai wadah berhimpun dari
perguruan-perguruan karate yang ada di indonesia saat itu dengan latar
belakang berbagai macam aliran.38
Struktur Organisasi Federasi Olahraga Karate-Do Indonesia (FORKI)
terbagi dalam 3 (tiga) tingkatan, yaitu Pengurus Besar (PB) sebagai
pemegang pucuk kepemimpinan yang bertugas untuk memimpin seluruh
organisasi karate secara nasional, lalu Pengurus Provinsi (PENGPROV) yaitu
Pemimpin seluruh organisasi karate pada suatu Provinsi39. Kemudian,
Pengurus Cabang (PENGCAB) yaitu Pengurus pemimpin yang memimpin
seluruh organisasi karate dalam suatu Kota/Kabupaten. Badan Pengurus besar
pada Federasi Olahraga Karate-Do Indonesia (FORKI) terbagi atas pembina,
penasehat, ketua umum, bendahara, sekretaris jendral, bidang organisasi,
bidang litbang, bidang dana, dan bidang disiplin. Pelaksanaan pertandingan
Karate di Indonesia sebagian besar diwarnai dengan keterlibatan WKF
melalui pembuatan peraturan yang kemudian akan diikuti oleh FORKI. 40
C. Jenis-Jenis Nomor Pertandingan dan Pertandingan Karate

Berdasarkan peraturan terbaru WKF mengenai ketentuan usia dan nomor


pertandingan Karate baik yang dilaksanakan sendiri oleh WKF, AKF,
ataupun pertandingan Karate Multy event International, yang kemudian
peraturan tersebut diteruskan melalui PB FORKI melalui Surat Edaran
Nomor 13/PB.FORKI-SEKJEN/SE/I/09 tertanggal 15 Januari 2009 tentang

37
Purwanto, S., et al, The Sports Development Program At The Indonesia Karate Sport
Federation (FORKI) In The DIY Province of Indonesia, Journal Sport Science Vol.15
(2011), No. 1, page 77-85, hlm. 79
38
Ibid, hlm. 82
39
Paul, Perry. Bebas Cedera karate. Jakarta: Ghalla Indonesia, 1994. Dalam Rose, Mini.
Disiplin Pada Anak. Jakarta: Erlangga, 2011, hlm 59
40
Muhammad Rifky Hazmi, Op. Cit., …., hlm. 56

27
Peraturan Baru Pertandingan Karate EKF yang ditujukan kepada seluruh
PENGPROV, PENGCAB, maupun pengurus Perguruan Karate. Bahwa:
Tabel 1.1. Nomor Pertandingan Karate.
Sumber: https://www.wkf.net
No Usia Putera Puteri
1. Kadet (14 & 15 Tahun) 52 kg, 57 kg, 47 kg, 54 kg,
63 kg, 70 dan 54+
kg, dan kg.
70+ kg.
2. Junior (16 &17 Tahun), 55 kg, 61 kg, 48 kg, 53 kg,
berlaku untuk 68 kg, 76 59kg, dan
perorangan maupun kg, dan 59+ kg.
beregu. 76+ kg.
3. Di bawah 21 tahun, 18, 19, 68 kg, 78 kg, 53 kg, 60 kg,
& 20 tahun. dan 78+ dan 60+
kg. kg.
4. Senior (18+ tahun) 60 kg, 67 kg, 50 kg, 55 kg,
75 kg, 84 61 kg, 68
kg, dan kg, dan
84+ kg. 68+ kg.
Karate sendiri memiliki beberapa jenis kompetisi, yaitu tingkat Dojo,
Cabang, Daerah, Nasional, dan tingkat Internasional. Dojo adalah
pertandingan Karate antar Dojo (tempat perguruan), kemudian tingkat
Cabang, yaitu pertandingan Karate yang mempertarungkan dua cabang karate
yang berbeda. Kemudian jenis selanjutnya adalah pertandingan antar Daerah,
yaitu perlombaan karate regional yang mempertarungkan Karateka antar
wilayah kabupaten dalam satu provinsi yang sama di Indonesia. Selanjutnya,
adalah pertandingan tingkat Nasional yaitu mempertandingkan Karateka
terbaik dari masing-masing wilayah di Indonesia. Lalu yang terakhir adalah
pertandingan tingkat Internasional, yaitu pertandingan yang
mempertandingkan karateka terbaik antar negara-negara di dunia..

28
D. Tinjauan Umum Lembaga Anti Doping

1. WADA (WORLD ANTI-DOPING AGENCY)

WADA adalah sebuah yayasan swasta yang didirikan di bawah hukum


Swiss yang bermarkas di Montreal, Canada. WADA memiliki beberapa
kantor cabang yang bertempat di negara-negara sebagai perwakilan regional
WADA, yaitu untuk perwakilan Eropa kantor cabangnya bertempat di
Lausanne (Switszerland), Afrika bertempat di Cape Town (Afrika Selatan),
Asia-Oceania bertempat di Tokyo (Japan), Asian Tenggara (Regional Anti-
Doping Organizations/RADO’s) bertempat di Singapura 41. Selain kantor
cabang tersebut, setiap negara juga memiliki lembaga masing-masing yang
mewakili pelaksanaan program anti doping di negaranya masing-masing.

Terhadap setiap kantor Perwakilan Regional serta lembaga representasi


negara-negara dalam program anti doping, WADA berwenang untuk
membuat suatu landasan peraturan yang dikenal dengan The Code, yang
berisi mengenai garis-garis umum pelaksanaan dan pengawasan program
anti-doping di dunia. Selanjutnya, The Code akan dirumuskan lebih lanjut
oleh Perwakilan Regional dan juga oleh Lembaga Anti-Doping Perwakilan
Negara. Perumusan lebih lanjut ini mencakup penetapan mekanisme-
mekanisme promosi, pencegahan, pengawasan, pengujian, serta mekanisme
banding terhadap hasi Pengujian dalam dugaan penggunaan doping.

2. LADI (LEMBAGA ANTI DOPING INDONESIA)

a. Fungsi dan Tugas LADI

Indonesia sebagai negara penandatanganan International Convention


Againts Doping in Sports (ICADS) yang wajib membentuk lembaga anti

41
Suatu entitas regional yang dirancang oleh negara-negaranya untuk berkoordinasi dan
mengelola area program anti-doping nasionalnya yang didelegasikan, yang dapat
mencakup adopsi dan pelaksanaan aturan anti-doping, perencanaan dan pengumpulan
Sampel, managemen hasil, review TUEs, pelaksanaan hearing, dan pelaksanaan program
Pendidikan pada suatu tingkat regional. Vide WADA CODE 2021, Appendix-List of
Definition

29
doping sebagai perpanjangan tangan WADA di negara, telah memenuhi
kewajibannya dengan membentuk Lembaga Anti-Doping Indonesia yang
dilandasi pada Peraturan Menteri Pemuda dan Olahraga Nomor 0730 tahun
2015 tentang Lembaga Anti-Doping Indonesia (Permenpora 0730/2015)
yang kemudian digantikan dengan Peraturan Menteri Pemuda dan Olahraga
Nomor 15 tahun 2017 tentang Lembaga Anti Doping Indonesia
(Permenpora 15/2017) dan digantikan dengan peraturan baru yaitu Peraturan
Menteri Pemuda dan Olahraga No.1 Tahun 2021 tentang Lembaga Anti
Doping Indonesia (Permenpora LADI). Sebagaimana dirumuskan pada
Pasal 2 ayat (3) Permenpora 15/17 bahwa LADI memiliki serta patuh dengan
ketentuan yang ditetapkan WADA serta Lembaga Anti Doping Regional-
merujuk ke kantor Regional WADA di Singapura. Peraturan tersebut telah
diperbaharui oleh Permenpora No. 1 tahun 2021 tentang Lembaga Anti
Doping Indonesia (Permenpora 1/2021), yang pada Pasal 2 beleid tersebut
diatur bahwa LADI merupakan pihak yang berwenang dalam kegiatan anti
doping dengan cakupan nasional yang memiliki sifat mandiri serta terafiliasi
dengan WADA dan lembaga anti doping di tingkat regional. LADI memiliki
kebebasan dari pengaruh maupun intervensi pihak lain dalam pengambilan
keputusan serta dalam pelaksanaan kegiatan, hal ini ditujukan untuk menjaga
netralitas dan profesionalitas LADI. Kantor Pusat LADI bertempat di Negara
Republik Indonesia dan dapat mendirikan kantor perwakilan di tingkat daerah
provinsi. Dalam menjalankan tugasnya LADI bertanggung jawab ke pada
Menteri, yait Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora).
LADI sebagai representasi Indonesia dalam keanggotaan WADA
menjalankan tugas pengawasan pelaksanaan program anti doping yang tata
cara serta arahan lebih lanjutnya dimuat dalam The WADA Code yang
dikeluarkan dan akan diperbaharui oleh WADA, hal ini sebagaimana diatur
dalam Pasal 3 Permenpora LADI.
Pada Pasal 4 peraturan tersebut, LADI menjalankan tugas dengan
menyelenggarakan beberapa fungsi, yaitu merencanakan program serta
rencana anggaran, melaksanakan monitoring serta evaluasi terhadap

30
pelaksanaan program kerja, menyusun bahan kebijakan, peraturan, dan
pedoman, mengembangkan kompetensi melalui pelatihan, seminar, dan
kursus, melakukan pengelolaan administrasi dan informasi elektronik,
menatausahakan kerja sama bersama organisasi anti doping baik tingkat
internasional, regional, maupun terhadap mitra strategis LADI lainnya,
mengelola aspek kehumasan dan publikasi, melaksanakan sosialisasi program
anti doping, melaksanakan program edukasi, advokasi, dan konsultasi hukum,
melaksanakan riset/penelitian mengenai doping pada bidang medis, sosial,
dan keolahragaan, menyusun rencana penyebaran/distribusi pengujian,
memantau keberadaan olahragawan yang wajib uji doping, melakukan
pengambilan sampel terhadap atlet baik pada saat kompetisi maupun di luar
kompetisi, melakukan pengujian atas sampel, menyampaikan informasi hasil
pengujian sampel, melaksanakan penyelidikan (investigasi) terhadap potensi
ataupun dugaan pelanggaran oleh atlet dan/atau tenaga pendukung atlet,
melaksanakan proses pemberian pengecualian terapi (TUE), memberikan
fasilitasn dengar pendapat serta banding atas hasil penetapan melalui Result
Management dan Panel Dengar Pendapat, serta mengeksekusi keputusan
Manajemen Hasil.
Dalam pelaksanaan tugas dan fungsi yang dijelaskan di atas, Pasal 5
Permenpora LADI telah memberikan kewenangan bagi LADI untuk
membahas serta memberikan ketetapan atas peraturan Doping dengan tetap
mengacu pada ketentuan The Code serta hukum positif yang berlaku,
melakukan pengujian, menerbitkan lisensi terhadap Doping Educator dan
DCO, serta melakukan pengawasan dan penindakan terhadap pelaksanaan
anti doping di tanah air.
B. Kewenangan dan Struktur Organisasi LADI.
Dalam susunan organisasi pengurus LADI terdiri atas Dewan Pembina,
Dewan Pengurus Harian, Komite TUE dan Komite RM, Kelompok Kerja dan
Komite Ad-hoc, dan Pelaksana Teknis Kesekretariatan. Bahwa kewenangan
pengangkatan dan pemberhentian Dewan Pembina dan Dewan Pengurus
LADI berada pada kewenangan Menteri, yaitu Menteri Pemuda dan Olahraga

31
(Menpora) sebagai pembantu Presiden dalam melaksanakan kewenangan
eksekutif di bidang keolahragaan, pengurus yang menjabat berdasarkan
keputusan Menpora melaksanakan tugasnya selama masa jabatan yang
berlangsung selama 5 (lima) tahun serta dapat diangkat kembali untuk 1
(satu) periode berikutnya. Untuk pengurus lain serta keanggotaan LADI
ditentukan oleh Badan Pengurus LADI yang juga memperhatikan
pertimbangan dari Dewan Pembina LADI.
Struktur organisasi LADI sebagaimana diatur dalam Pasal 6 Permenpora
LADI adalah sebagai berikut:

Gambar 1.1. Stuktur Organisasi LADI


Sumber: Lampiran Peraturan Menteri Pemuda dan Olahraga
Republik Indonesia No.1 tahun 2021 tentang LADI.

32
Tugas dan wewenang Struktur tersebut diuraikan sebagai berikut:
 Dewan Pembina dalam hal ini memiliki tugas untuk memberikan arah
kebijakan strategis dan otonom kegiatan/keputusan teknis LADI,
memfasilitasi komunikasi lintas kementerian/lembaga, memberikan
dukungan kebijakan dan peraturan perundang-undangan. Struktur Dewan
Pembina terdiri dari Ketua, Sekretaris, Wakil Sekretaris, dan Anggota.
Untuk Ketua Dewan Pembina LADI secara ex-officio dipimpin oleh
Menpora.
 Dewan Pengurus Harian LADI bertugas dalam pelaksanaan tugas harian
kepengurusan LADI, dalam melaksanakan tugas tersebut Dewan
Pengurus Harian LADI akan membentuk struktur yang terdiri atas Ketua,
Wakil Ketua, Sekretaris, Wakil Sekretaris dan Wakil Sekretaris,
Bendahara, Wakil Bendahara, Direktur Administrasi dan Kemitraan,
Direktur Edukasi dan Sosialisasi, Direktur Intelijen dan Investigasi, dan
Direktur Testing dan Analisa.
o Ketua bertanggung jawab kepada Menteri dalam memimpin
pelaksanaan tugas, fungsi, dan wewenang LADI; mengoordinasikan
Dewan Pengurus Harian, Komite TUE, Komite RM, dan Pelaksana
Teknis Kesekretariatan dalam menjalankan tugas dan fungsinya;
menetapkan rencana kerja LADI; menyampaikan laporan pelaksanaan
tugas LADI secara berkala kepada Menpora; dan melakukan
pengawasan internal terhadap kinerja LADI.
o Wakil Ketua membantu dan bertanggung jawab kepada Ketua LADI
dalam pelaksanaan tugas, fungsi, dan kewenangan LADI.
o Sekretaris bertanggung jawab kepada Ketua LADI dalam pelaksanaan
kelancaran tugas kesekretariatan;
o Wakil Sekretaris bertanggung jawab pada Sekretaris dalam membantu
kelancaran pelaksanaan tugas Sekretaris;
o Bendahara bertanggung jawab pada Ketua LADI untuk melaksanakan
tugas pengelolaan keuangan LADI dan memfasilitasi pengalokasian
anggaran bagi kelancaran pelaksanaan tugas, fungsi, dan kewenangan

33
LADI;
o Wakil Bendahara bertanggung jawab pada Bendahara dalam
membantu kelancaran tugas Bendahara;
o Direktur Administrasi dan Kemitraan bertanggung jawab kepada
Ketua LADI dalam pengelolaan data administrasi terkait Testing serta
pengendalian dan koordinasi pelaksanaan fungsi pengelolaan
organisasi LADI, dalam pelaksanaan tugasnya Direktur Administrasi
dan Kemitraan dibantu oleh Wakil Direktur;
o Direktur Edukasi dan Sosialisasi bertanggung jawab kepada Ketua
LADI dan dibantu oleh Wakil Direktur dalam melaksanakan tugas
sosialisasi dan edukasi terkait Doping dalam rangka pengendalian dan
pencegahan penyalahgunaan doping;
o Direktur Intelejen dan Investigasi bertanggung jawab kepada Ketua
LADI dan dibantu oleh Waklil Direktur dalam melaksanakan tugas
pengamatan dan penelusuran potensi Penyalahgunaan Doping pada
kegiatan olahraga;
o Direktur Testing dan Analisa bertanggung jawab kepada Ketua LADI
dan dibantuk oleh Wakil Direktur dalam melaksanakan pengendalian
dan koordinasi pelaksanaan pengawasan doping pada kegiatan
olahraga serta menganalisa hasil pemeriksaan;
o Komite Therapeutic Use Exemption (Komite TUE) dan Komite Result
Management (Komite RM) dibentuk oleh dan bertanggung jawab
kepada Ketua, Komite TUE bertugas untuk memverifikasi,
menganalisa, dan memutuskan pengajuan pengecualian penggunaan
zat dan/atau metode terlarang dalam Doping sebagai kebutuhan
Pengobatan/terapi. Sedangkan Komite RM bertugas untuk
menindaklanjuti hasil temuan merugikan dari sampel dan membuat
keputusan mengenai ada atau tidaknya Penyalahgunaan Doping.
Komite TUE terdiri dari Ketua (berasal dari unsur praktisi medis yang
berpengalaman paling sedikit 5 (lima) tahun di bidangnya) dan
Anggota dengan jumlah gasal paling sedikit 3 (tiga) orang yang

34
berasal dari unsur praktisi medis dari berbagai disiplin ilmu dan telah
mengikuti pelatihan TUE. Kemudian, Komite RM terdiri dari Ketua
(berasal dari unsur praktisi medis yang berpengelaman paling sedikit 5
(lima) tahun di bidangnya) dan Anggota yang berjumlah gasal paling
sedikit 3 (tiga) orang yang berasal dari unsur praktisi hukum, praktisi
medis, dan olahragawan atau mantan olahragawan, atau pembina
olahraga. Masa Jabata Komite TUE ataupun Komite RM mengikuti
masa jabatan Dewan Pembina dan Dewan Pengurus Harian.
o Kelompok kerja dan Komite Ad-hoc dibentuk untuk
menyelenggarakan kegiatan olahraga yang nantinya akan dipimpin
oleh salah satu Dewan Pengurus Harian. Ketua dan Anggota
Kelompok Kerja dan Komite Ad-hoc diangkat dan diberhentikan
dengan keputusan Ketua.
o Pelaksana Teknis Kesekretariatan yang terdiri atas Manajer, Asisten,
dan Staf Pendukung bertugas untuk membantu Dewan Pembina dan
Dewan Pengurus Harian dalam urusan administrasi dan operasional
kesekretariatan LADI. Dalam pelaksanaan tugas Pelaksana Teknis
Kesekretariatan tunduk pada Sekretaris dan diangkat serta
diberhentikan oleh keputusan Ketua LADI dalam jabatannya yang
mengikuti masa jabatan Dewan Pembina dan Dewan Pengurus Harian
LADI yang mengangkatnya.
o Panel Dengar Pendapat dibentuk oleh Ketua LADI yang bertugas
untuk melakukan uji pemeriksaan untuk menentukan Sanksi atas
penyalahgunaan Doping, Panel Dengar Pendapat terdiri dari Ketua
(berasal dari unsur praktisi medis yang memiliki pengalaman paling
sedikit 5 (lima) tahun di bidangnya) dan Anggota berjumlah gasal
paling sedikit 3 (tigas) orang yang berasal dari unsur praktisi hukum,
praktisi medis, dan Olahragawan, mantan olahragawan, atau pembina
olahraga.
o Panel Banding dibentuk oleh Ketua LADI yang terdiri dari Ketua
(yang dari unsur praktisi media yang berpengalaman paling sedikit 5

35
(lima) tahun di bidangnya) dan Anggota yang berjumlah gasal yang
paling sedikit 3 (tiga) orang yang berasal dari unsur praktisi hukum,
praktisi medis, dan olahragawan, mantan olahragawan, atau pembina
olahraga.
Dalam menjalankan operasional serta pelaksanaan pengujian doping, LADI
menggunakan kas LADI. Kas LADI sebagaimana dimuat dalam Pasal 30
Permenpora LADI bahwa sumber pendanaan dapat berasal dari sumber
pendanaan keolahragaan pemerintah dari Anggaran Pendapatan Belanja
Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanda Daerah (APBD).
Selain itu, LADI tetap dapat menerima pendanaan lain yang lain yang sah dan
tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

C. Tinjauan Umum Doping


1. Sejarah Doping
Ketika manusia bersaing satu sama lain, baik dalam perang, dalam bisnis,
atau dalam olahraga, pesaing, menurut definisi, berusaha untuk mencapai
keunggulan atas lawan. Seringkali mereka menggunakan obat-obatan dan zat
lain untuk mendapatkan puncak tangan. Selain itu, selalu ada individu yang
mengejar kemenangan telah melampaui norma-norma sosial. Dalam olahraga
perilaku seperti itu biasanya diistilahkan sebagai kecurangan yang sudah ada
sejak olahraga diselenggarakan. Saat ini, tiang-tiang batu berjajar di pintu
masuk stadion Olimpiade di Olympia, Yunani, situs Olimpiade kuno (776BC-
394 AD)42.
Doping atau istilah dope pertama kali muncul pada tahun 1889 dalam
sautu pacuan kuda di negara Inggris, penggunaan dope oleh orang-orang di
zaman itu dipercaya dapat menambah kekuatan dan keberanian pada waktu
berburu dan dalam mengadakan perjalanan jauh-biasanya dilakukan oleh
beberapa suku di Afrika dengan cara mengkonsumsi tumbuhan jenis
tertentu43. Pada Olahraga doping digunakan untuk atlet agar ketahanan
42
Pausanias, The World of Greek Myth, (Oxford, 2021; online edn, Oxford Academic, 21
Oct. 2021), https://doi.org/, diakses pada 29 Nov. 2022, hlm. 58
43
Charles E. Yesalis, Michael S. Bahrke, History of Doping in Sport, International Sports
Studies, vol. 24, no. 1, 2002, hlm. 45

36
tubuhnya baik dari segi stamina, endurance, dan lain-lain dapat menjadi lebih
kuat.
Pada tahun 1964 dalam pertemuan ilmuah pada saatu Olimpiade di
Tokyo diadakan, kemudian didefinisikanlah suatu istilah “Doping”, yang
didefinisikan sebagai pemberian kepada, atau pemakaian oleh seorang
olahragawan yang bertanding, suatu zat fisiologis dengan jumlah yang tak
wajar dengan jalan atau cara apapun, dengan tujuan khusus untuk
meningkatkan kemampuan seorang olahragawan secara tidak jujur dlm
pertandingan.Kemudian, dengan perkembangan pengetahuan dan teknologi
di bidang medis, ditemukanlah bahwa dalam jangka panjang dan dosis tinggi,
penggunaan doping dapat membahayakan olahragawan/atlet yang
mengkonsumsinya, serta di sisi lain masyarakat internasional sepakat bahwa
penggunaan doping merupakan tindakan yang tidak sportif sehingga pada
Olimpiade Mexico tahun 1968 diadakan pemeriksaan doping pada para
olahragawan yang bertanding. Ambisi untuk memenangkan pertandingan
akibat kekhawatiran yang terjadi dalam diri atlet melatarbelakangi tingginya
penggunaan doping di lingkungan atlet berbagai cabang olahraga. Sedangkan
pengetahuan dan pemahaman atlet tentang doping sangat minim.
2. Definisi Doping
Doping pada pertama kali dikenal dengan istilah dope, yaitu sebuah
campuran zat yang mengandung zat adiktif (narkotika) yang dahulu
digunakan sebagai alat mempercepat ketahanan dan kemampuan seekor kuda
yang diperlombakan pada pacuan kuda di Inggris. Istilah Doping juga dikenal
juga sebagai sebuah tindakan pemberian zat dalam bentuk obat (baik pil
ataupun cairan) yang diberikan baik secara oral ataupun dengan cara disuntik
atau parental kepada atlet pada sebuah kompetisi yang bertujuan untuk
meningkatkan ketahanan atau kemampuan tubuh seorang atlet secara tidak
alamiah. Menurut Djokok Pekik44, Doping adalah pemberian obat atau zat
terlarang oleh atlet yang menjadi peserta pada sebuah kompetisi, yang mana
obat tersebut adalah bahan asing bagi organisme atau juga pemberian zat
44
Irianto, Djoko Pekik. “Panduan Gizi Lengkap Keluarga dan Olahragawan”. 2006. PT.
Andi Yogyakarta: Yogyakarta, hlm. 49

37
fisiologis dalam jumlah yang tidak biasa (abnormal), pemberian yang
dimaksud dalam hal ini dilakukan dengan cara apa saja yang dilakukan dalam
rangka meningkatkan prestasi (atau kemampuan tubuh secara tidak wajar).
WADA menyusun program anti-doping yang kemudian harus ditaati oleh
negara-negara yang telah meratifikasi International Convention Againts
Doping in Sport (ICADS), ICADS adalah konvensi yang disusun oleh
UNESCO bersama dengan hampir 100 negara yang kemudian diadopsi
UNESCO pada 19 Oktober 2005. ICADS mulai berlaku (entered into force)
pada 1 Februari 2007 setelah diratifikasi oleh 191 negara. Hadirnya ICADS
membantu negara-negara penandatanganan dalam menyelaraskan peraturan,
pedoman, serta aturan internasional anti-doping yang dapat mewujudkan
kompetisi olahraga yang adil dan merata untuk semua atlet.
Negara-negara penandatanganan diberikan fleksibilitas sesuai dengan
kebutuhan negaranya masing-masing dalam mengefektifkan berjalannya
program anti doping yang dimuat dalam ICADS, negara-negara
penandatanganan dapat menggunakan pengaturan yang dimuat dalam aturan
legislasi, kebijakan, praktif administratif, dan mekanisme lain. Kendati
demikian, negara-negara penandatanganan harus tetap berkomitmen terhadap
6 (enam) hal, yaitu mendukung kerja sama internasional yang mendukung
perlindungan terhadap atlet dan etika dalam berolahraga, membatasi
ketersediaan serta memerangi perdagangan tehradap zat serta metode
terlarang yang kemudian akan ditentukan oleh WADA sesuai dengan
Prohibited list yang akan terus diperbaharui sesuai perkembangan zaman,
memfasilitasi dan mendukung program kontrol dan pengujian doping
nasional, mendorong produsen dan distributor dalam menggunakan
mekanisme terbaik (best practice)-dapat dalam bentuk pelabelan, pemasaran,
dan distribusi- terhadap suplemen nutrisi yang mungkin memuat zat terlarang,
mendukung pelaksanaan program pendidikan anti-doping nasional, serta
mensponsori program penelitian anti-doping nasional.
ICADS juga memuat bantuan pendanaan bagi negara-negara
penandatanganan untuk mendesain serta mengimplementasikan program anti

38
doping dalam tujuan untuk peningkatan kapasitas, pendidikan, serta
penerapan kebijakan program anti doping melalui Fund for the Elimination of
Doping in Sport45.
Definisi tentang doping diantaranya adalah:
1) penggunaan beberapa hal yang mengandung substansi terlarang pada
tubuh seorang atlet dan atlet;
2) menolak melakukan pengumpulan sampel yang ditujukan untuk
pengujian doping pada atlet;
3) melakukan larangan pada persyaratan pengetesan doping;
4) merusak fasilitas pada tempat pengujian doping;
5) memiliki obat atau alat yang memuat zat terlarang; dan
6) memberikan obat yang mengandung zat terlarang.
Substansi dan metode yang terlarang dalam doping diantaranya sebagai
berikut:
(1) Obat terlarang seperti anabolic agents, hormones and related
substances,beta-2 agonists, agents with anti estrogenic activity, diuretics and
other masking agents, stimulants, narcotics, cannabinoids,
glucocorticosteroids.
(2) Metode terlarang seperti Enhancement of oxygen Transfer, Chemical and
physical Manipulation, Gene Doping46.

3. Pelanggaran Terhadap Aturan Anti-Doping


Olahragawan dalam berkompetisi wajib untuk mengutamakan dan
menjunjung tinggi prinsip-prinsip keolahragaan yang salah satunya adalah
prinsip Fairness, salah satu wujud dari prinsip tersebut adalah menjunjung
tinggi semangat perjuangan untuk berkompetisi dengan mengikuti setiap
aturan perlombaan tanpa kecurangan.

45
Sebuah program pendanaan yang menyediakan dukungan finansial terhadap 3 (tiga)
program prioritas, yaitu edukasi program anti-doping terhadap pemuda dan organisasi
keolahragaan, advokasi kebijakan, dan mentoring serta peningkatan kapasitas pengujian.
Sejak 2008, dukungan finansial ini sudah membantu menyediakan dana untuk 218 projek
nasional maupun regional yang senilai dengan 4,2 juta dolar yang diwujudkan dalam
bentuk investasi terhadap 108 negara.
46
Klein, A. (1986). Pumping irony: Crisis and contradiction in bodybuilding. Sociology
of Sport Journal, 3, 33-112, hlm 49

39
Sebagaimana ditetapkan oleh World Anti-Doping Code 2021, yang diatur
dalam Pasal 2 bahwa Olahragawan atau orang lain yang terlibat dalam
kepesertaan atlit pada suatu kompetisi baik itu Pelatih, Sponsor, Keluarga, dll,
harus dianggap telah mengetahui peraturan anti-doping yang ditetapkan oleh
WADA. Oleh karena itu, Olahragawan akan harus dapat
dipertanggungjawabkan apabila terjadi pelanggaran terhadap suatu aturan
doping baik itu terhadap metode maupun zat yang masuk dalam Daftar Yang
Terlarang (prohibited list). Olahragawan dianggap melanggar peraturan Anti-
doping dalam hal:
 Diketahui terdapat zat atau metabolisme tubuh yang tidak wajar akibat
penggunaan zat atau metode terlarang oleh atau terhadap
Atlet/Olahragawan. Untuk itu, Atlet bertanggung jawab secara pribadi
untuk memastikan bahwa tidak terdapat zat terlarang di dalam tubuh
mereka dan juga bertanggung jawab terhadap sampel dan hasil yang
diterima atas pengujian sampel tersebut. Maka, pelanggaran terhadap
penggunaan zat atau metode terlarang tidak dilandaskan pada ada atau
tidaknya niat, kesalahan, atau kelalaian oleh Atlet, melainkan murni
dilandaskan pada hasil pengujian sampel yang diambil dari Atlet. Bahwa
pengecualian terhadap zat terlarang yang ada di tubuh atlet hanya
ditoleransi terhadap zat dan dalam batasan tertentu yang dimuat dalam
Daftar Terlarang yang ditetapkan oleh WADA yaitu prohibited list, selain
dari pada itu atlet akan dikenakan sanksi yang ditentukan oleh LADI,
WADA, dan Sanksi dari Organisasi keolahragaan yang diikuti. Hal ini
berlaku terhadap tindakan atlet dalam menggunakan ataupun mencoba
menggunakan Zat atau metode terlarang.
 Atlet melakukan penghindaran, penolakan, atau gagal untuk
menyampaikan sampel, dalam hal Atlet melakukan pelanggaran47 tersebut
47
Lihat World Anti-Doping Code 2021, akan disebut sebagai suatu pelanggaran terhadap
aturan anti-doping karena menghindarkan penyampaian kumpulan Sampel seandainya
diyakini bahwa seorang Olahragawan dengan sengaja menghindari seorang petugas
Doping Control untuk menghindari pencatatan atau Testing. Suatu pelanggaran
“kegagalan menyampaikan kumpulan Sampel” mungkin didasarkan pada baik
kesengajaan atau kelalaian dari Olahragawan, sementara “penghindaran” atau
“penolakan” pengumpulan Sampel memaksa dianggap kesengajaan oleh seorang
Olahragawan yang bersangkutan

40
setelah dipanggil dengan patut dan layak oleh lembaga penguji baik itu
oleh LADI, WADA, atau lembaga regional, maka atlet tersebut akan
dikenakan sanksi sesuai keputusan dari otoritas terkait.
 Kepemilikan suatu Zat terlarang atau suatu Metode Terlarang oleh Atlet
atau Orang Pendukung, Atlet yang memiliki suatu zat atau metode
terlarang baik di dalam maupun di luar kompetisi dianggap telah
melanggar peraturan WADA ini, kecuali Atlet dapat membuktikan
kepemilikan hal tersebut adalah berdasarkan TUE (Pengecualian terhadap
Penggunaan Terapi untuk Atlet). Orang Pendukung, diantaranya Pelatih,
Manajer, Sponsor, Keluarga, dll, yang memiliki zat atau metode terlarang
baik di dalam maupun di luar kompetisi yang dikaitkan dengan
digunakannya hal tersebut oleh Atlet maka dianggap sebagai pelanggaran
terhadap keteentuan ini, kecuali untuk penggunaan TUE.
 Keterlibatan atau mencoba terlibat dalam upaya pelanggaran terhadap
aturan anti-doping dianggap pelanggaran terhadap Peraturan Anti-Doping
WADA.
 Menganggu atau mencoba menganggu Doping Control (petugas penguji
sampel) dalam proses pengujian sampel yang bertujuan atau akan
bertujuan untuk mempengaruhi hasil dari pengujian adalah pelanggaran
terhadap Peraturan Anti-Doping.
 Mengurus atau mencoba mengurus penggantian sampel baik terhadap
Atlet di dalam maupun di luar kompetisi, hal ini berkaitan dengan
menggantikan sampel untuk mencurangi hasil pengujian terhadap Atlet.
 Terindikasi bekerjasama dengan orang dalam Otoritas Anti-Doping
manapun yang bertujuan untuk mengubah atau mempengaruhi hasil
pengujian atau sampel oleh Atlet maupun Orang Pendukung.
 Melakukan intervensi terhadap orang yang melaporkan dugaan atau suatu
bentuk pelanggaran peraturan anti-doping.

41
4. Prosedur Pemeriksaan Doping

Indikasi atas Penggunaan Doping oleh Olahragawan secara positif (sah)


baru dapat diketahui berdasarkan hasil pemeriksaan resmi oleh LADI melalui
hasil testing yang dikeluarkan oleh laboratorium yang terakreditasi WADA.
Sebagaimana diatur pada Pasal 1 angka 6 peraturan tersebut, bahwa tugas
LADI yang merupakan bagian dari proses pengawasan program anti doping
yaitu Testing yang meliputi tahapan:
1) Perencanaan, dalam hal ini termasuk perencanaan terhadap program
pengujian baik di dalam perlombaan atau di luar perlombaan yang
juga termasuk perencanaan besaran anggaran yang dibutuhkan;
2) Distribusi yaitu dalam hal ini adalah penyebaran pengujian di
berbagai cabang olahraga dalam suatu kompetisi, berbagai jenis
kompetisi, dan berbagai daerah di Indonesia;
3) Pengambilan Sampel yaitu tindakan pengambilan sampel baik di
dalam maupun di luar kompetisi;
4) Penanganan Sampel yaitu tindakan menjaga keamanan, keaslian, dan
kebenaran dari sampel yang diambil; dan
5) Pengiriman Sampel ke Laboratorium yang terakreditasi oleh
WADA, bahwa pengujian sampel hanya dapat dilakukan di
Laboratorium yang terakreditasi oleh WADA, hal ini sebagaimana
dimuat dalam The WADA Code.
Hasil pemeriksaan dari Laboratorium yang terakreditasi WADA
mengenai ada atau tidaknya pelanggaran/penyalahgunaan doping akan dimuat
dalam keputusan Komite RM yang kemudian akan disampaikan ke Panel
Dengar Pendapat. Keputusan Panel Dengar Pendapat dapat dilakukan upaya
hukum melalui pemeriksaan pada Panel Banding. Dalam hal keputusan Panel
Banding membatalkan keputusan sanksi yang ditetapkan oleh Panel Dengar
Pendapat, maka sanksi terhadap olahragawan terkait akan dicabut. Kemudian
dalam hal keputusan Panel Banding adalah menguatkan Panel Dengar
Pendapat maka keputusan Panel Dengar Pendapat akan tetap berlaku dan

42
diterapkan. Namun, masih dapat dilakukan upaya hukum terhadap keputusan
LADI yaitu mengajukan Banding kepada WADA. Dalam hal dilakukan
demikian, maka keputusan LADI akan ditunda sementara hingga sebelum
terdapat keputusan WADA mengenai keberlanjutan, pencabutam, atau
perubahan terhadap keputusan LADI.
5. Alasan Penggunaan Doping

Dalam dunia olahraga, doping telah menjadi suatu larangan, karena


penggunaan doping dalam pertandingan olahraga membuat pertandingan
antar atlet tidak lagi berjalan dengan kemampuan fisik yang sama sebagai
manusia, melainkan atlet yang menggunakan doping akan mendapatkan efek
lebih yang akan memicu zat-zat dalam tubuhnya sehingga atlet dapat
memiliki kemampuan yang tidak wajar. Oleh karena itu, penggunaan doping
pada perlombaan adalah pelanggaran terhadap prinsip fairness serta keadilan
antar atlet.
Kendati larangan penggunaan doping terus digaungkan, sanksi juga telah
ditegakkan terhadap atlet-atlet yang tertangkap atau terbukti menggunakan
doping dalam suatu kompetisi, hal ini tidak membuat penggunaan doping
menjadi berkurang. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Djoko Pekik
pada tahun 2006, ditemukan beberapa alasan penggunaan doping oleh atlet.
Antara lain:
a) Aspek Psikososial dan lingkungan sosial, pada dasarnya setiap orang
berpotensi untuk melakukan kecurangan, kecurangan dapat terjadi karena
banyak aspek, diantaranya juga dapat disebabkan oleh aspek sosial
masyarakat yaitu lingkungan tempat atlet tumbuh, misalnya suatu
lingkungan masyarakat yang banyak melakukan kecurangan untuk
mencapai tujuan, maka atlet yang tumbuh di lingkungan secara tidak
langsung berpotensi untuk tumbuh dengan pemikiran yang sama, yaitu
mewajarkan tindakan curang untuk mencapai tujuan. Kendati demikian,
hal ini tidak dapat menjadi alasan absolut atau pasti dalam alasan-alasan
atlet menggunakan doping.

43
b) Aspek Kepribadian, bahwa seringkali terdapat beberapa individu yang
memiliki pandangan negatif terhadap dirinya dalam hal bertemu dengan
situasi-situasi baru yang mungkin berada di luar kemampuan atau
kapabilitas dirinya. Bahwa orang-orang yang memiliki konsep diri
negatif akan cenderung untuk mencari keuntungan pribadi dengan cara
yang dilarang sekalipun. Dalam hal ini termasuk penggunaan doping.
Selain aspek tersebut, sejatinya masih terdapat banyak alasan lain yang
melatarbelakangi penggunaan doping oleh atlet, yaitu misalnya ketatnya
persaingan dalam kompetisi sehingga kemungkinan terlalu kecil bagi atlet
untuk menang, propaganda yaitu adanya janji bonus kemenangan bagi atlet
yang berhasil mendapatkakn predikat terbaik, ketidaktahuan atlet mengenai
bahaya penggunaan doping sehingga berpotensi menjadi korban
komersialisasi, bahwa hal ini sering sekali terjadi di kalangan atlet, akibat
ketidaktahuan atlet atau pelatih mengenai zat-zat dan metode yang dilarang
dalam peraturan anti-doping, maka seringkali pelatih ataupun pemain
menerima setiap tawaran obat-obatan dari sponsor, produsen, atau pihak-
pihak lain.

44
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pengawasan Anti-Doping oleh Lembaga Anti Doping Indonesia


1. Kewenangan LADI dalam melakukan Pengawasan Program Anti
Doping

Pada tanggal 19 Oktober 2005 di Paris Perancis, UNESCO selaku


organisasi yang merupakan katalisator dari perkembangan edukasi &
olahraga di tingkat dunia beserta negara penandatanganan ICADS yang
merupakan konvensi internasional menentang penggunaan doping dalam
kegiatan olahraga yang kemudian pelaksanaan konvensi ICADS tersebut
berlaku sejak 1 Februari 2007.48 Tujuan diadakannya konvensi ICADS ialah
untuk menindaklanjuti program kerja UNESCO yang berfokus pada
pengembangan di bidang edukasi serta olahraga dengan melarang
penggunaan doping dalam kegiatan keolahragaan demi terciptanya iklim
sportivitas dalam kegiatan olahraga bagi masyarakat dunia. Berkaitan dengan
hal tersebut, Indonesia pada momen tersebut sejatinya telah memiliki
semangat pelarangan penggunaan anti doping dalam kegiatan keolahragaan
yang diatur dalam Pasal 85 UU 3/2005 tentang Sistem Keolahragaan
Nasional yang kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 11 tahun
2022 tentang Keolahragaan.
Sehubungan dengan hal tersebut, konsekuensi hukum sejak
ditandatanganinya ICADS yang merupakan konvensi internasional
menentang penggunaan doping dalam kegiatan olahraga pada tanggal 1
Februari 2007 melalui diterbitkannya Peraturan Presiden Nomor 101 tahun
2007 tertanggal 26 November 2007 dan berlaku efektif pada tanggal 1 maret
2008.49 Dengan ditandatanginya ICADS, Indonesia memiliki kewajiban untuk
membentuk lembaga anti doping di tingkat nasional yang terafiliasi dengan

48
Michael Straubel (2008), The International Convention Against Doping in Sport:
WADC Coverage of U.S Pro Athletes. Vol 9,No. 1. Hal 64-89
49
States Parties. Diakses melalui http://www.unesco.org/eri/la/convention.asp?KO
=31037&language=E . pada tanggal 2 Desember 2022.

45
WADA. Hal ini pun sejalan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 32 ayat (1)
dan (2) PP 17/2007 yang mengatur bahwa pada setiap pelaksanaan Pekan atau
Kejuaraan Olahraga, maka setiap peserta dilarang menggunakan doping
dalam bentuk atau wujud apapun sebagaimana dimuat dalam Peraturan anti
doping, kemudian terhadap pelaksanaan Pekan atau Kejuaraan Olahraga
dilakukan pengawasan oleh Pemerintah terhadap atlet yang berkompetisi.
Tugas Pemerintah tersebut diwakili oleh lembaga anti doping nasional yang
berafiliasi dengan lembaga anti doping internasional.
Sehubungan dengan hal tersebut, demi mewujudkan kegiatan
keolahragaan yang sportif dan terbebas akan penggunaan doping serta
menindaklanjuti kewajiban membentuk Lembaga anti doping di tingkat
nasional, akan dilaksanakan oleh organisasi anti-doping nasional yang
melaksanakan tugas, fungsi dan kewenangan sesuai dengan peraturan
organisasi anti-doping dunia sebagaimana yang telah diamanatkan dalam
Penjelasan Pasal 32 ayat (2) PP 17/2007 dalam hal pengawasan doping dalam
setiap pekan olahraga di tingkat nasional akan diserahkan kepada lembaga
anti doping nasional yakni Lembaga Anti Doping Indonesia sebagaimana
yang telah dijelaskan dalam bagian penjelasan pasal tersebut. Berkaitan
dengan hal tersebut, Pasal 1 ayat (1) Permenpora 1/2021 yang berbunyi
“Lembaga Anti Doping Indonesia yang selanjutnya disingkat LADI
adalah satuan tugas di lingkungan Kementerian Pemuda dan Olahraga
tingkat nasional untuk membantu Menteri dalam pelaksanaan ketentuan
anti Doping di Indonesia.”
Berdasarkan ketentuan tersebut, dapat diimplikasikan bahwa LADI
memiliki kewenangan dalam melaksanakan ketentuan anti doping di
Indonesia pada tingkat nasional yang dalam melaksanakan tugas pengawasan
doping pada setiap kegiatan keolahragaan di Indonesia haruslah mengacu
pada ketentuan The Code yang dikeluarkan oleh WADA yang mana hal
tersebut telah ditegaskan Kembali dalam Pasal 1 ayat (1) dan Pasal 3
Permenpora 1/2021 yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 1 ayat (1) Permenpora 1/2021

46
“Lembaga Anti Doping Indonesia yang selanjutnya disingkat LADI
adalah satuan tugas di lingkungan Kementerian Pemuda dan
Olahraga tingkat nasional untuk membantu Menteri dalam
pelaksanaan ketentuan anti Doping di Indonesia.”
Pasal 3 Permenpora 1/2021

1) LADI mempunyai tugas melaksanakan pengawasan anti
Doping pada setiap kegiatan olahraga.
2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), LADI mengacu pada ketentuan The Code yang
dikeluarkan oleh WADA.”
Berdasarkan ketentuan tersebut, dapat diimplikasikan bahwa LADI
memiliki tugas melaksanakan pengawasan ketentuan anti doping di Indonesia
yang bertugas serta bertanggung jawab kepada Menteri. Adapun bentuk
pengawasan ketentuan anti doping yang dilaksanakan oleh LADI
sebagaimana telah diatur dalam Pasal 32 ayat (3) PP 17/2017 berbunyi
sebagai berikut:
“Pengawasan doping sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
mencakup kampanye anti doping, pencegahan terhadap doping, dan
pengambilan sampel.”
Pengawasan doping yang dilakukan oleh LADI tersebut sejatinya dilatar
belakangi oleh article 8 ICADS yang berbunyi sebagai berikut:
“Article 8.2 - Restricting the availability and use in the sport of
prohibited substances and methods. States Parties shall adopt, or
encourage, where appropriate, the relevant entities within their
jurisdictions to adopt measures to prevent and to restrict the use and
possession of prohibited substances and methods by athletes in sport
unless the use is based upon a theurapetic use exemption.”50

50
UNESCO. (2005). Op.Cit

47
Upaya pengawasan doping tersebut ditindaklanjuti dengan diadakannya
sosialisasi dampak buruk dari doping yang dihadiri oleh pelatih, atlet, dokter
mencakup materi mengenai:
1. Pengetahuan terhadap zat dan metode terlarang, Peserta sosialisasi
diharapkan dapat memahami berbagai macam zat dan metode yang
dilarang untuk digunakan yang mengacu pada daftar yang dirilis oleh
WADA.
2. Ketentuan pelaksanaan uji doping, Pelaksanaan uji doping dapat
diakukan pada saat perlombaan berlangsung maupun setelah
dilaksanakannya perlombaan dan/atau di luar perlombaan.
3. Sanksi penggunaan doping, terdapat 3 jenis sanksi penggunaan atas
doping yang dapat dijatuhkan kepada atlet, yakni:
a. Diskualifikasi, Sanksi diskualifikasi mengakibatkan
batalnya keputusan kemenangan dalam suatu kompetisi
terhadap atlet yang terbukti melakukan pelanggaran
b. Larangan keikutsertaan, Sanksi larangan keikutsertaan
mengakibatkan adanya restriksi terhadap atlet dalam
kompetisi atau kegiatan lain atau pendanaan yang terbukti
melakukan pelanggaran
c. Skorsing sementara, Sanksi skorsing sementara
mengakibatkan pembatasan terhadap atlet untuk ikut
berkompetisi dalam suatu kegiatan perlombaan untuk
sementara waktu yang telah ditentukan.
Selain itu, tindak lanjut atas pengawasan doping ialah dengan
pengambilan sampel yang kemudian akan diuji oleh petugas LADI sesuai
dengan peraturan yang telah ditetapkan.
Dalam pelaksanaan pengawasan doping sebagaimana yang telah
diuraikan diatas, LADI dapat bekerja sama dengan pihak internasional
apabila terdapat keterbatasan sarana dan prasana laboraturium di Indonesia
dengan rujukan ke laboratorium yan berlokasi di Bangkok, Thailand. 51
51
Tes Doping Atlet PON 2012 numpang di Bangkok, diakses melalui
http://sport.tempo.co/read/news/2012/09/10/10 3428562/Tes-Doping-Atlet-PON-2012-

48
Kerjasama Internasional tersebut sejatinya telah diatur dalam article 16
ICADS yang berbunyi sebagai berikut:
“Article 16.5 - International cooperation in doping control. Recognizing
that the fight against doping in sports can only be effective when athletes
can be tested with no advance notice and samples can be transported in a
timely manner to laboratories for analysis, States Parties shall, where
appropriate and in accordance with domestic law and procedures:
promote cooperation between doping control laboratories within their
jurisdiction and those within the jurisdiction of other States Parties. In
particular, States Parties with accredited doping control laboratories
should encourage laboratories within their jurisdiction to assist other
States Parties in enabling them to acquire the experience, skills, and
techniques necessary to establish their own laboratories should they wish
to do”52
Dalam hal ini, sampel yang dikirimkan ke laboraturium negara Thailand
akan diuji melalui metodologi serta standar yang bertingkat internasional
yang kemudian akan disimpan untuk sementara waktu untuk kepentingan
keberlangsungan perlombaan dan atlet.dengan harapan dalam pelaksanaan
kegiatan keolahragaan dapat terbebas dari doping.53
Sehubungan dengan hal tersebut, kewenangan LADI dalam
melaksanakan sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, pengawasan
anti doping pada setiap kegiatan olahraga telah diatur pula dalam Pasal 5
Permenpora 1/2021 yang berbunyi sebagai berikut:
“Untuk pelaksanaan tugas dan fungsi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 dan Pasal 4, LADI memiliki kewenangan untuk:
a. menetapkan peraturan Doping sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan dan The Code;
b. melakukan Testing;

Numpangdi-Bangkok pada tanggal 2 Desember 2022


52
UNESCO. (2005). Op.Cit
53
Waluyo, Tri Joko, and Ismul Al Azom. Implementasi International Convention Against
Doping In Sport di Indonesia (Studi Kasus: Penyelenggaraan Pon XVIII di Provinsi Riau
Tahun 2012). Diss. Riau University. Hlm. 34

49
c. memberikan Lisensi DCO dan Lisensi Doping Educator; dan
d. melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan pengawasan
Doping di Indonesia”
Dalam melaksanakan wewenang yang dimiliki, LADI mendapatkan
pendanaan yang bersumber sebagaimana yang diatur dalam Pasal 98 ayat (4)
UU 11/2022 yang berbunyi sebagai berikut:
“Pendanaan yang diperlukan untuk mendukung kegiatan organisasi anti-
Doping nasional bersumber dari:
a. anggaran pendapatan dan belanja negara;
b. anggaran pendapatan dan belanja daerah;
c. donasi masyarakat; dan/atau d. sumber dana lain yang sah dan
tidak mengikat, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.”

2. Jenis-Jenis Zat dan Metode Doping yang dilarang di Indonesia


Indonesia melalui LADI telah menerapkan beberapa program yang
mendukung perwujudan olahraga yang adil, fair, dan merata terhadap atlet-
atlet di Indonesia, yaitu salah satunya adalah mengadopsi WADA Prohibited
List tahun 202254, yang memberikan pengaturan mengenai zat dan metode apa
saja yang menjadi larangan bagi atlet untuk digunakan pada saat atlet sedang
berkompetisi. Zat da Metode tersebut penulis kelompokan ke dalam 3 (tiga)
klasifikasi, yaitu zat dan metode yang dilarang setiap saat, zat dan metode
yang dilarang dalam kompetisi, serta zat yang dilarang dalam olahraga
tertentu. Yang diuraikan pada tabel-tabel berikut:
a) Zat yang terlarang setiap saat baik di luar maupun pada saat kompetisi
Tabel 2.2. Zat Terlarang Setiap Saat
Sumber: Peraturan yang diatur dalam WADA Prohibited List 2022
Zat Yang Terlarang Setiap Saat
No. Jenis Zat Nama Zat dan Metode Keterangan
dan
54
Daftar Terlarang adalah Standar Internasional wajib sebagai bagian dari World Anti-
Doping Program. Daftar ini diperbarui setiap tahun setelah proses konsultasi ekstensif
difasilitasi oleh WADA. Daftar berlaku mulai 1 Januari 2022.

50
Metode
1. Zat yang Zat Farmakolis Setiap zat farmakologis
tidak yang digunakan sebagai
disetujui penggunaan terapeutik pada
manusia yang tidak dibahas
dalam Daftar dan diberikan
tanpa persetujuan oleh
Pemerintah.
(misalnya obat yang sedang
dalam pengembangan pra-
klinis atau klinis atau
dihentikan penggunaannya,
termasuk obat yang masih
dalam tahap rancangan, dan
zat yang yang hanya
digunakan untuk hewan),
dilarang setiap saat.
Kategori ini mencakup
banyak zat berbeda yang
termasuk tetapi tidak
terbatas pada BPC-157.
2. Anabolic Anabolic Androgenic Zat-zat berikut dilarang untuk
Agents Steroids (AAS) digunakan oleh atlet baik di
dalam maupun saat di luat
kompetisi, termasuk namun
tidak terbatas pada:
1. 1-Androstenediol (5α-
androst-1-ene-3β, 17β-
diol)
2. 1-Androstenedione (5α-
androst-1-ene-3, 17-

51
dione)
3. 1-Androsterone (3α-
hydroxy-5α-androst-1-
ene-17-one)
4. 1-Epiandrosterone (3β-
hydroxy-5α-androst-1-
ene-17-one)
5. 1-Testosterone (17β-
hydroxy-5α-androst-1-
en-3-one)
6. 4-Androstenediol
(androst-4-ene-3β,17β-
diol)
7. 4-Hydroxytestosterone
(4,17β-dihydroxyandrost-
4-en-3-one)
8. 5-Androstenedione
(androst-5-ene-3,17-
dione)
9. 7α-hydroxy-DHEA
10. 7β-hydroxy-DHEA
11. 7-Keto-DHEA
12. 19-Norandrostenediol
(estr-4-ene-3,17-diol)
13. 19-Norandrostenedione
(estr-4-ene-3,17- dione)
14. Androstanolone (5α-
dihydrotestosterone, 17β-
hydroxy-5α-androstan-3-
one)
15. Androstenediol (androst-

52
5-ene-3β,17β-diol)
16. Androstenedione
(androst-4-ene-3,17-
dione)
17. Bolasterone
18. Boldenone
19. Boldione (androsta-1,4-
diene-3,17-dione)
20. Calusterone
21. Clostebol
22. Danazol
([1,2]oxazolo[4’,5’:2,3]p
regna-4-en-20-yn-17α-
ol)
23. Dehydrochlormethyltesto
sterone (4-chloro-17β-
hydroxy-17α-
methylandrosta-1,4-dien-
3-one)
24. Desoxymethyltestosteron
e (17α-methyl-5α-
androst-2-en-17β-ol and
17α-methyl-5α-androst-
3-en-17β-ol)
25. Drostanolone
26. Epiandrosterone (3β-
hydroxy-5α-androstan-
17-one)
27. Epi-dihydrotestosterone
(17β-hydroxy-5β-
androstan-3-one)

53
28. Epitestosterone
29. Ethylestrenol (19-
norpregna-4-en-17α-ol)
30. Fluoxymesterone
31. Formebolone
32. Furazabol (17α-methyl
[1,2,5]
oxadiazolo[3’,4’:2,3]-
5α-androstan-17β-ol)
33. Gestrinone
34. Mestanolone
35. Mesterolone
36. Metandienone (17β-
hydroxy-17α-
methylandrosta-1,4-dien-
3-one)
37. Metenolone
38. Methandriol
39. Methasterone (17β-
hydroxy-2α,17α-
dimethyl-5α-androstan-
3-one)
40. Methyl-1-testosterone
(17β-hydroxy-17αmethyl-
5α-androst-1-en-3-one)
41. Methylclostebol
42. Methyldienolone (17β-
hydroxy-17αmethylestra-
4,9-dien-3-one)
43. Methylnortestosterone
(17β-hydroxy-17α-

54
methylestr-4-en-3-one)
44. Methyltestosterone
45. Metribolone
(methyltrienolone, 17β-
hydroxy-17α-
methylestra-4,9,11-trien-
3-one)
46. Mibolerone
47. Nandrolone (19-
nortestosterone)
48. Norboletone
49. Norclostebol (4-chloro-
17β-ol-estr-4-en-3-one)
50. Norethandrolone
51. Oxabolone
52. Oxandrolone
53. Oxymesterone
54. Oxymetholone
55. Prasterone
(dehydroepiandrosterone
, DHEA, 3β-
hydroxyandrost-5-en-17-
one)
56. Prostanozol (17β-
[(tetrahydropyran-2-
yl)oxy]- 1’H-
pyrazolo[3,4:2,3]-5α-
androstane)
57. Quinbolone
58. Stanozolol
59. Stenbolone

55
60. Testosterone
61. Tetrahydrogestrinone
(17-hydroxy-18a-homo-
19-nor-17α-pregna-
4,9,11-trien-3-one)
62. Tibolone
63. Trenbolone (17β-
hydroxyestr-4,9,11-trien-
3- one); and
64. other substances with a
similar chemical
structure or similar
biological effect(s).
Other Anabolic Agents Zat-zat berikut adalah zat lain
dari yang dikemukakan di
atas, namun juga bersifat
sama yaitu dilarang baik di
dalam maupun di luar
pertandingan/kompetisi, yaitu
termasuk namun tidak
terbatas pada zat-zat sejenis
Clenbuterol, Osilodrostat,
Selective Androgen Receptor
Modulators (SARMS e.g
andarine, enobosarm,
ostarine, LGD-403
(ligandrol) and RAD140),
zeranol zilpaterol.
3. Peptide ERYTHROPOITEINS Zat-zat berikut juga dilarang
Hormones (epo) And Agents untuk digunakan atlet baik di
, Growth dalam maupun di luar

56
Factors, Affecting Erythropoiesis kompetisi, termasuk juga
Zat terhadap zat-zat yang sejenis
Terkait, atau memiliki efek yang sama
dan dengan zat-zat berikut:
mimetic 1.Erythropoietin receptor
agonists, e.g. darbepoetins
(dEPO); erythropoietins
(EPO); EPO-based
constructs [e.g. EPO-Fc,
methoxy polyethylene
glycol-epoetin beta
(CERA)]; EPO-mimetic
agents and their constructs
(e.g. CNTO-530,
peginesatide).
2.Hypoxia-inducible factor
(HIF) activating agents,
e.g. cobalt; daprodustat
(GSK1278863); IOX2;
molidustat (BAY 85-3934);
roxadustat (FG-4592);
vadadustat (AKB-6548);
xenon.
3.GATA inhibitors, e.g. K-
11706.
4.Transforming growth
factor beta (TGF-β)
signalling inhibitors, e.g.
luspatercept; sotatercept.
5.Innate repair receptor
agonists, e.g. asialo EPO;

57
carbamylated EPO
(CEPO)
Peptide Hormones And Zat-zat yang berlaku sama
Their Releasing Factors dengan zat-zat sebelumnya
yang berguna untuk
meningkatkan hormon juga
dilarang untuk digunakan
oleh atlet dalam kompetisi,
yaitu:
1. Chorionic gonadotrophin
(CG) and luteinizing
hormone (LH) and their
releasing factors in males,
e.g. buserelin, deslorelin,
gonadorelin, goserelin,
leuprorelin, nafarelin and
triptorelin
2. Corticotrophins and their
releasing factors, e.g.
corticorelin
3. Growth hormone (GH), its
analogues and fragments
including, but not limited to:
a. growth hormone analogues,
e.g. lonapegsomatropin,
somapacitan and
somatrogon; and
b. growth hormone fragments,
e.g. AOD-9604 and hGH
176-191
4. Growth hormone releasing

58
factors, including, but not
limited to:
a. growth hormone-releasing
hormone (GHRH) and its
analogues (e.g. CJC-1293,
CJC-1295, sermorelin and
tesamorelin)
b. growth hormone
secretagogues (GHS) and its
mimetics [e.g. lenomorelin
(ghrelin), anamorelin,
ipamorelin, macimorelin and
tabimorelin]
c. GH-releasing peptides
(GHRPs) [e.g. alexamorelin,
GHRP-1, GHRP-2
(pralmorelin), GHRP-3,
GHRP-4, GHRP-5, GHRP-6,
and examorelin (hexarelin)]
Growth Factors and Zat-zat yang tidak dapat
Modulator Growth digunakan bagi atlet baik di
Factor dalam maupun di luar
kompetisi, yaitu sebagai
berikut:
1. Fibroblast growth
factors (FGFs)
2. Hepatocyte growth
factor (HGF)
3. Insulin-like growth
factor 1 (IGF-1) dan
analognya

59
4. Mechano growth
factors (MGFs)
5. Platelet-derived
growth factor (PDGF)
6. Thymosin-β4 and its
derivatives e.g. TB-
500
7. Vascular endothelial
growth factor (VEGF)
dan faktor
pertumbuhan lain atau
modulator faktor
pertumbuhan yang
mempengaruhi
sintesis/degradasi
protein otot, tendon
atau ligamen,
vaskularisasi,
pemanfaatan energi,
kapasitas regeneratif
atau peralihan jenis
serat.
5. Beta-2 Semua agonis beta-2 Pengecualian terhadap
Agonists selektif dan non-selektif, larangan tersebut dalam hal:
termasuk semua isomer 1. Salbutamol inhalasi:
optik, dilarang. maksimum 1600
Termasuk, namun tidak mikrogram selama 24
terbatas pada: jam dalam dosis
1. Arformoterol terbagi tidak melebihi
2. Fenoterol 600 mikrogram
3. Formoterol selama 8 jam mulai

60
4. Higenamine dari dosis apa pun;
5. Indacaterol 2. Formoterol inhalasi:
6. Levosalbutamol dosis maksimum yang
7. Olodaterol diberikan 54
8. Procaterol mikrogram selama 24
9. Reproterol jam;
10. Salbutamol 3. Salmeterol inhalasi:
11. Salmeterol maksimum 200
12. Terbutaline mikrogram selama 24
13. Tretoquinol jam;
(trimetoquinol) 4. Vilanterol inhalasi:
14. Tulobuterol maksimum 25
15. Vilantero mikrogram selama 24
jam.

Catatan:
Salbutamol dalam urin yang
kandungannya lebih dari
1000 ng/mL atau kandungan
formoteril yang sama atau
lebih dari 40 ng/mL akan
dianggap sebagai Adverse
Analytical Finding, kecuali
dalam hal ini atlet dapat
membuktikan bahwa
berdasarkan studi
farmakokinetik hasil
kandungan dalam urin
tersebut adalah konsekuensi
dari dosis terapeutik (melalui
inhalasi) hingga dosis

61
maksimum sebagaimana
dimaksud di atas.

b) Zat yang Terlarang saat kompetisi


Tabel 2.3. Zat yang terlarang saat kompetisi
Sumber: Peraturan yang diatur dalam WADA Prohibited List 2022
Zat Yang Terlarang Saat Kompetisi
No Jenis Zat
& Metode Nama Zat dan Metode Keterangan

1. Stimulan Stimulan Non-Spesifik Terhadap zat ini


1. Adrafinil dikecualikan beberapa hal
2. Amfepramone yaitu:
3. Amfetamine 1. Clonidine;
4. Amfetaminil 2. Imidazoline derivat
5. Amiphenazole untuk dermatologi,
6. Benfluorex nasal atau
7. Benzylpiperazine ophthalmic (e.g.
8. Bromantan brimonidine,
9. Clobenzorex clonazoline,
10. Cocaine fenoxazoline,
11. Cropropamide indanazoline,
12. Crotetamide naphazoline,
13. Fencamine oxymetazoline,
14. Fenetylline xylometazoline) dan
15. Fenfluramine stimulannya yang
16. Fenproporex termasuk dalam
17. Fonturacetam [4- Program Monitoring
phenylpiracetam 2022*.
(carphedon)]
18. Furfenorex
19. Lisdexamfetamin

62
e
20. Mefenorex
21. Mephentermine
22. Mesocarb
23. Metamfetamine(d
-)
24. p-
methylamfetamine
25. Modafinil
26. Norfenfluramine
27. Phendimetrazine
28. Phentermine
29. Prenylamine
30. Prolintane
Stimulan Spesifik
1. 3-Methylhexan-2-
amine (1,2-
dimethylpentylamin
e)
2. 4-
fluoromethylphenid
ate
3. 4-Methylhexan-2-
amine
(methylhexaneamin
e)
4. 4-Methylpentan-2-
amine (1,3-
dimethylbutylamine)
5. 5-Methylhexan-2-
amine (1,4-

63
dimethylpentylamin
e)
6. Benzfetamine
7. Cathine**
8. Cathinone dan
analognya, e.g.
mephedrone,
methedrone,dan α -
pyrrolidinovaleroph
enone
9. Dimetamfetamine
(dimethylamphetami
ne)
10. Ephedrine***
11. Epinephrine****
(adrenaline)
12. Etamivan
13. Ethylphenidate
14. Etilamfetamine
15. Etilefrine
16. Famprofazone
17. Fenbutrazate
18. Fencamfamin
19. Heptaminol
20. Hydrafinil
(fluorenol)
21. Hydroxyamfetamine
(parahydroxyamphe
tamine)
22. Isometheptene
23. Levmetamfetamine

64
24. Meclofenoxate
25. Methylenedioxymet
hamphetamine
26. Methylephedrine**
*
27. Methylnaphthidate
[((±)-methyl-2-
(naphthalen-2- yl)-
2-(piperidin-2-
yl)acetate]
28. Methylphenidate
29. Nikethamide
30. Norfenefrine
31. Octodrine (1,5-
dimethylhexylamine
)
32. Octopamine
33. Oxilofrine
(methylsynephrine)
34. Pemoline
35. Pentetrazol
36. Phenethylamine dan
derivatnya
37. Phenmetrazine
38. Phenpromethamine
39. Propylhexedrine
40. Pseudoephedrine**
***
41. Selegiline
42. Sibutramine
43. Strychnine

65
44. Tenamfetamine
(methylenedioxyam
phet-amine)
45. Tuaminoheptane
4. Narkotika 1. Buprenorphine Semua zat terlarang di
2. Dextromoramide kategori ini adalah Zat
3. Diamorphine Spesifik. Penyalahgunaan
(heroin) Zat di bagian ini:
4. Fentanyl dan diamorphine (heroin)
derivatifnya
5. Hydromorphone
6. Methadone
7. Morphine
8. Nicomorphine
9. Oxycodone
10. Oxymorphone
11. Pentazocine
12. Pethidine
5. Cannabino 1. Cannabis (hashish, Semua cannabinoid alami
id marijuana) dan dan sintetis dilarang,
produk cannabis. Kecuali Cannabidiol
2. Tetrahydrocannabin
ols (THCs) alami
dan sintetis.
3. Cannabinoid sintetis
yang menyerupai
efek THC
6. Glukokort 1. Beclometasone Semua glukokortikoid
ikoid 2. Betamethasone dilarang bila diberikan
3. Budesonide melalui injeksi, oral
[termasuk oromucosal

66
4. Ciclesonide (misalnya bukal, gingiva,
5. Cortisone sublingual)] atau melalui
6. Deflazacort rektal.
7. Dexamethasone Dalam hal pemberian
8. Fluocortolone menggunakan mekanisme
9. Flunisolide lain (termasuk inhalasi, dan
10. Fluticasone topikal: gigi-intrakanal,
11. Hydrocortisone dermal, intranasal,
12. Methylprednisolo oftalmologis dan perianal)
ne tidak dilarang bila
13. Mometasone digunakan dalam dosis dan
14. Prednisolone indikasi terapeutik berlisensi
15. Prednisone manufaktur.
16. Triamcinolone
acetonide
7. Modulator Aromatase Inhibtors Termasuk, namun
Hormon tidak terbatas pada:
dan a. 2-Androstenol (5α-
Metabolik androst-2-en-17-ol)
b. 2-Androstenone (5α-
androst-2-en-17-one)
c. 3-Androstenol (5α-
androst-3-en-17-ol)
d. 3-Androstenone (5α-
androst-3-en-17-one)
e. 4-Androstene-3,6,17
trione (6-oxo)
f. Aminoglutethimide
g. Anastrozole
h. Androsta-1,4,6-triene-
3,17-dione

67
(androstatrienedione)
i. Androsta-3,5-diene-
7,17-dione
(arimistane)
j. Exemestane
k. Formestane
l. Letrozole
Testolacton
c) Zat yang terlarang dalam kompetisi tertentu
Tabel 2.4. Zat yang Terlarang dalam Kompetisi Tertentu
Sumber: Peraturan yang diatur dalam WADA Prohibited List 2022

Zat Yang Terlarang Dalam Kompetisi Tertentu


No Jenis Zat
dan Nama Zat dan Metode Keterangan
Metode
1. Beta- Zat Spesifik 1. Beta-blocker dilarang
Blocker 1. Beta-blocker yang hanya dalam Kompetisi,
mencakup: dalam olahraga berikut,
i. Acebutolol kecuali untuk Kompetisi
ii. Alprenolol yang diindikasikan (*)
iii. Atenolol termasuk dilarang di luar
iv. Betaxolol kompetisi.
v. Bisoprolol i. Panahan (WA)*
vi. Bunolol ii. Automobile (FIA)
vii. Carteolol iii. Billiards (all disciplines)
viii. Carvedilol (WCBS)
ix. Celiprolol iv. Darts (WDF)
x. Esmolol v. Golf (IGF)
xi. Labetalol vi. Menembak (ISSF,
xii. Metipranolol IPC)*

68
xiii. Metoprolol vii. Skiing/Snowboarding
xiv. Nadolol (FIS) pada ski jumping,
xv. Nebivolol freestyle aerials/halfpipe
xvi. Oxprenolol dan snowboard
xvii. Pindolol halfpipe/big air
xviii. Propranolol viii. Underwater sports
xix. Sotalol (CMAS) pada semua
xx. Timolol subdisiplin freediving,
spearfishing dan target
shooting

3. Sanksi Penggunaan Doping


LADI di Indonesia telah melakukan beberapa penegakan terhadap atlet
yang terbukti melanggar aturan dan larangan penggunaan doping dalam
WADA Prohibited list, atlet-atlet tersebut diantaranya terbukti melakukan
penggunaan doping berdasarkan hasil pemeriksaan Komite Result
Manajemen dari LADI, yang kemudian akan dilanjutkan pada penetapan
sanksi oleh Panel Dengar Pendapat dari LADI dalam tugasnya untuk
menetapkan sanksi, antara lain:
a. Diskualifikasi, yaitu pencabutan capaian-capaian atlet tersebut sejak
penggunaan doping hingga terbukti sebagai pengguna doping oleh LADI,
hal ini mencakup pencabutan medali, poin, pengembalian hadiah, dan
pencabutan gelar;
b. Larangan keikutsertaan dalam perlombaan, bahwa atlet akan dilarang
untuk mengikuti kompetisi atau pertandingan selama suatu jangka waktu
tertentu, termasuk pencabutan hak atas pendanaan negara baik melalui
organisasi keolahragaan maupun juga pendanaan dari pemerintah pusat,
kementerian, pemerintah daerah (vide pasal 10.9 The WADA Code);
dan/atau
c. Skorsing, larangan sementara untuk mengikuti perlombaan atau kompetisi
tingkat apapun sebelum keluarnya keputusan tetap dari Panel Dengar
Pendapat atau bahkan dalam hal dilakukan upaya hukum terhadap

69
keputusan Panel Dengar Pendapat, maka akan di-skorsing hingga
keluarnya penetapan dari Panel Banding (Hak atas Dengar Pendapat yang
Adil).
Berikut daftar atlet yang terbukti menggunakan doping serta sanksi yang
diterima, disajikan sebagai berikut:
Tabel 3.1. Daftar Atlet Terjerat Doping.
Daftar Atlet Terjerat Doping
No Nama Atlet Doping Sanksi

1 Natalia Hormon Testosteron Larangan bertanding


Tobias dalma jangka waktu 2
(dua) tahun.
2 Inna Hormon Testosteron Larangan bertanding
Eftimova dalma jangka waktu 2
(dua) tahun.

3 Antonina Hormon Testosteron Larangan bertanding


Yefremova dalma jangka waktu 2
(dua) tahun.

4 Irini Hormon Testosteron Larangan bertanding


Kokkinarioi dalma jangka waktu 2
(dua) tahun.

5 Svetlana Hormon Testosteron Larangan bertanding


Klyuka dalma jangka waktu 2
(dua) tahun.

6 Mariem Hormon Testosteron Larangan bertanding


Alaoui dalma jangka waktu 2

70
(dua) tahun.

7 Abderrahum Hormon Testosteron Larangan bertanding


Goumri dalma jangka waktu 2
(dua) tahun.

8 Nailiya Hormon Testosteron Larangan bertanding


Yulamanova dalma jangka waktu 2
(dua) tahun.

9 Yevgenia Hormon Testosteron Larangan bertanding


Zinurova dalma jangka waktu 2
(dua) tahun.

10 Marion Jones Tetrahydrogestrinon Sanksi Penjara serta


e larangan bertanding
dalma jangka waktu 2
(dua) tahun.

11 Asafa Powel Oxilofrine Larangan bertanding


dalma jangka waktu 2
(dua) tahun.

Sumber: www.Republika.co.id (data diolah)

D. Peran LADI dalam Penindakan Atlet yang Menggunakan Doping pada


Kompetisi Karate di Indonesia

LADI merupakan salah satu National Anti-Doping Organization


(NADO) yang merupakan representasi Indonesia sebagai anggota WADA,
dalam hal ini LADI menjalankan tugas yang berkaitan dengan tanggung
jawab negara untuk melakukan pengawasan serta penindakan penggunaan
doping oleh atlet pada kompetisi. Tanggung jawab negara tersebut lahir dari
penandatanganan Indonesia atas International Convention Againts Doping in

71
Sport (ICADS) yang kemudian dituangkan pada Peraturan Presiden
Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2007 Tentang Pengesahan
Konvensi Internasional Menentang Doping. Indonesia sendiri sejak
penandatangan dan sebelum ratifikasi ICADS, telah memuat norma
pelarangan penggunaan doping pada semua kegiatan olahraga, hal ini diatur
pada Pasal 85 Undang-Undang Nomor 3 tahun 2005 tentang Sistem
Keolahragaan Nasional. Sebagaimana diatur pada pasal tersebut bahwa setiap
induk organisasi cabang olahraga dan/atau organisasi nasional wajib
membuat peraturan doping dan disertai sanksi. Namun, sejak pembaharuan
regulasi serta peningkatan koordinasi antara NADO, WADA, dan organisasi
regional, penentuan sanksi bagi pelanggar ketentuan anti-doping tidak hanya
ditentukan berdasarkan sanksi yang ditetapkan oleh Organisasi/lembaga
doping pada cabang olahraga tertentu. Melainkan juga ditetapkan oleh
WADA serta LADI.
Sebagaimana ditetapkan oleh Pasal 98 UU Keolahragaan yang
mewajibkan bagi setiap Organisasi Cabang Olahraga, lembaga/organisasi
olahraga nasional, dan/atau pelaku olahraga untuk mematui peraturan anti-
doping yang kemudian diperkuat berdasarkan Pasal 20 The WADA Code
2021, bahwa tanggung-jawab Indonesia yang diwakilkan LADI itu dapat
didelegasikan kepada pihak ketiga yang tidak ikut menandatangi. Pihak-pihak
yang dapat menerima delegasi tersebut adalah:
a. Komite Olimpiade Internasional (International Olympic
Committee/IOC);
b. Komite Paralimpiade Internasional (International Paralympic
Committee);
c. Federasi Internasional (WKF/World Karate-do International);
d. Komite Olimpade Nasional (KONI) dan Komite Paralimpiade Nasional
(NPC);
e. Organisasi Penyelenggara Event Utama (misalnya Panitia
Penyelenggara PON)

72
Bahwa kewajiban utama pengawasan, penegakan, dan pemberian sanksi
berada di WADA dan LADI, namun pendelegasian kewenangan kepada
lembaga-lembaga dapat dimungkinkan selain terhadap pihak-pihak yang
disebutkan di atas.
Pendelegasian tanggung jawab kepada lembaga-lembaga lain itu tidak
melepaskan LADI dari pelaksanaan tugasnya, bahwa selain tetap harus
melakukan pengawasan, penindakan, serta penyelesaian sengketa dalam hal
timbul sengketa antara olahragawan dengan LADI terhadap kasus
pelanggaran ketentuan doping. LADI juga tetap terikat dan bertanggung
jawab terhadap koordinasi dan pengawasan pelaksanaan pendelegasian
kewenangan tersebut serta tetap harus mempertanggungjawabkan (membuat
laporan hasil pertanggungjawaban) pengawasan program anti-doping yang
merupakan tanggung jawabnya kepada Negara dan kepada WADA termasuk
RADO’s (Regional Anti-Doping Organizaton’s), yang mana Indonesia
sebagai negara penandatanganan memiliki kewajiban untuk
mempertanggungjawabkan pelaksanaan isi ICADS kepada UNESCO setiap 2
(dua) tahun sekali.55 Kewajiban tersebut haruslah dipatuhi karena dalam hal
dilanggar, WADA serta organisasi/federasi olahraga nasional termasuk IOC
dapat melakukan pemberian sanksi kepada LADI maupun Indonesia, yakni
antara lain pelarangan pengibaran bendera negara pada kompetisi
Internasional, pelarangan menjadi tuan rumah pada event olahraga
internasional, dll.56 Pemerintah juga memiliki tanggung jawab lain berkaitan
dengan pengawasan program anti-doping yaitu mencabut atau tidak
memberikan izin terhadap setiap orang atau badan yang melakukan atau
terlibat dalam pelanggaran ketentuan anti-doping.
Menurut Handoko, Koordinasi merupakan proses integrasi goal-goal
atau target-target terhadap lembaga atau unit-unit fungsional yang terpisah-
pisah dari suatu organisasi untuk mengefektifkan keberjalanan organisasi
demi tercapainya tujuan itu sendiri atau kerjasama dalma bentuk saling bantu-
membantu, pembagian tugas, serta gerakan saling ketergantungan antar
55
WADA, World Anti-Doping Code 2021, Jakarta:Kemenpora, Article 22
56
Ibid, Article 22.10

73
lembaga yang memiliki tujuan yang sama demi tercapainya tujuan tersebut.
57
Mewujudkan kompetisi olahraga yang fair, sehat, dan persaingan yang jujur
demi peningkatan kualitas dari olahraga itu sendiri. Dalam langkah
mewujudkan hal tersebut diperlukan penanganan serta pencegahan atlet dari
penggunaan doping. Atlet yang menggunakan doping akan mendapatkan
efek-efefk tertentu dalam tubuhnya yang dapat meningkatkan kemampuan
tubuh melebihih batas wajar, namun efek samping dari penggunaan doping
adalah gangguan terhadap kinerja tubuh, metabolisme tubuh, dan/atau
kerusakan pada organ vital atlet yang pada akhirnya dapat menyebabkan
kelumpuhan bahkan hingga kematian. Oleh karena itu, pelaksanaan program
anti-doping yang baik akan membantu terwujudnya kompetisi olahraga yang
fair, sehat, dan bersaing dalam persaingan yang jujur. LADI, FORKI,
WADA, IOC, dan KONI serta Pemerintah berada pada perahu yang sama
dalam perjalanan untuk mewujudkan tujuan tersebut. Untuk itu, perlu
dilaksanakan koordinasi yang baik antara organisasi, instansi, dan lembaga-
lembaga tersebut.
LADI sendiri sebagaimana diatur dalam Pasal 32 Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2017 Tentang Penyelenggaraan Pekan
dan Kejuaran Olahraga, memiliki kewenangan untuk melaksanakan
kampanye anti-doping, pencegahan penggunaan doping, dan pengambilan
sampel. Bahwa pengambilan sampel dapat dilakukan di dalam maupun di luar
pelaksanaan pekan/kejuaraan olahraga. Yang kemudian, LADI wajib untuk
menguji sampel tersebut pada laboratorium yang mendapatkan akreditasi
WADA, hasil dari pengujian tersebut kemudian akan dipublikasikan oleh
LADI melalui Panel Dengar Pendapat (PDP), yang dalam hal ini akan berisi
mengenai pelanggaran yang dilakukan oleh atlet atau orang pendukung atlet
(pelatih, manajer tim, sponsor, kerabat, dll) yang mengakibatkan atlet
terjangkit atau tercemar dengan doping. Sanksi terhadap pelanggar (siapapun
itu) akan tetap ditanggung oleh atlet sebagaimana ditentukan oleh WADA
Code 2021 dan WADA Prohibited List, bahwa atlet harus bertanggung jawab

57
Handoko T. Tani, 2003, Manajemen Sumber Daya Manusia, Yogyakarta: BPEF

74
terhadap setiap kandungan dan sampel yang ada dalam dan diambil dari
dirinya. Keputusan LADI yang akan dipublikasikan melalui PDP dalam hal
ini dapat dilakukan Upaya Banding baik oleh Olahragawan terkait ataupun
pelatih resminya, Upaya Banding dilakukan dan diajukan kepada Panel
Banding yang merupakan salah satu struktur dari LADI itu sendiri.
1. Pelaksanaan Kompetisi atau Kejuaraan Karate
a. Tujuan Pelaksanaan Kompetisi dan Kejuaraan Olahraga Karate
Olahraga adalah segala bentuk kegiatan yang melibatkan pikiran, raga,
dan jiwa secara terintegrasi dan tersusun secara sistematis untuk mendorong,
membina, serta mengembangkan potensi jasmani, rohani, sosial, dan budaya.
Dalam rangka mencapai tujuan dari olahraga itu sendiri yakni
mengembangkan potensi jasmani, rohonasi, sosial, dan budaya dari
masyasarakat, atau tujuan yang lebih jauh yaitu untuk kualitas hidup dan
kesejahteraan manusia, pembangunan nasional di bidang keolahragaan, maka
terhadap olahraga di Indonesia diatur mengenai program pembinaan dan
pengembangan. Pembinaan dan Pengembangan keolahragaan adalah usaha
sadar yang dilakukan secara sistematis untuk mencapi tujuan tersebut.
Indonesia sendiri mengenal 3 (tiga) bentuk ruang lingkup olahraga, yakni
olahraga masyarakat, olahraga pendidikan, dan olahraga prestasi. dan
pengembangan olahraga di Indonesia dapat dilaksanakan atau
diselenggarakan baik oleh perorangan, badan/organisasi atau bahkan oleh
Instansi Pemerintah.
Setiap warga negara Indonesia mempuyai hak yang sama untuk dapat
melakukan kegiatan olahraga, memilih dan mengikuti jenis atau cabang
olahraga yang sesuai dengan bakat dan minatnya, memperoleh pembinaan
dan pengembangan keolahragaan, memperoleh penghargaan olahraga,
berpartisipasi dalam pengawasan kegiatan keolahragaan, serta terdapat hak-
hak lainnya dalam kaitannya dengan olahraga. Warga Negara juga memiliki
kewajiban untuk berperan serta dalam kegiatan menjaga, melestarikan
olahraga serta memelihara sarana dan prasarana olahraga serta kondusifitas
lingkungan olahraga itu sendiri.

75
Pembinaan dan pengembangan olahraga dapat dilaksanakan pada seluruh
ruang lingkup olahraga di Indonesia, yang orientasinya tetap diarahkan pada
tujuan kebugaran, kesehatan, dan interaksi sosial di dalam masyarakat. dalam
penyelenggaraan pembinaan dan pengembangan olahraga di Indonesia harus
memperhatikan nilai kemanusiaan, sosial, budaya, literasi fisik, kemanusiaan,
sosial, budaya, norma kepatutan dan kesusilaan, serta melaksanakan sesuai
dengan norma lain yang dimuat dalam peraturan perundang-undangan.
Pembinaan dan pengembangan olahraga itu sendiri adalah bagian integral
dari pembangunan nasional, yang dalam hal ini wajib dilaksankan oleh
Pemerintah Pusat dan Daerah dan pihak lain berhak untuk membantu
pembinaan serta pengembangan keolahragaan nasional. Pembinaan dan
pengembangan olahraga itu sendiri meliputi peolahraga (atlet), ketenagaan
(pembantu atlet, termasuk manajer, pelatih, dll), organisasi olahraga,
pendanaan kegiatan olahraga, metode olahraga serta pelaksanaan olahraga,
sarana dan prasarana olahraga, dan termasuk juga penghargaan olahraga.
Perkembangan olahraga di Indonesia semakin cepat pesat, dapat dilihat
dari mulai beragamnya event yang diselenggarakan dalam tujuan untuk
meningkatkan prestasi olahraga di Inodnesia. Karate adalah salah satu cabang
olahraga yang menarik untuk diperlombakan, karena selain memiliki
organisasi yang terstruktur di tingkat internasional juga nasional, karate juga
memiliki nilai yang baik untuk dianut oleh atlet. Pada sebuah pertandingan
Karate, seorang karateka diuji baik secara jasmani maupun psikis dalam
menghadapi tekanan rasa takut, ego/emosi diri sendiri, nafsu untuk juara dan
mengalahkan lawan. Sehingga, atlet yang terbiasa menghadapi tekanan yang
demikian beratnya pada saat pertandingan akan terbentuk dalam aspek
karakter diri, jiwa sportivitas, kepedulian terhadap sesama, serta berbudi
luhur.
Tujuan diselenggarakannya kejuaraan karate pada umumnya ditujukan
sebagai wadah pembinaan dan pembentukan karakter seorang karateka yang
berpotensi, memotivasi serta mengembangkan secara terus-menerus
perlombaan karate di Indonesia, penyaluran minat serta bakat pada atlet,

76
wadah untuk melatih jiwa sportivitas antar atlet dalam upaya untuk meraih
prestasi, ajang untuk melakukan evaluasi dari sesi latihan yang telah
dilakukan secara konsisten dalam suatu jangka waktu tertentu, dan wadah
untuk membangun mental juara para karateka.

B. Jenis-Jenis Kejuaraan Olahraga Karate


Salah satu bentuk pelaksanaan dan pengembangan olahraga adalah
dilaksanakannya kompetisi secara berjenjang dan berkelanjutan. Artinya,
penyelenggaraan kompetisi itu dilaksanakan secara berjenjang mulai dari
daerah, wilayah, nasional, dan internasional. Peserta atau atlet yang berhasil
memenangkan atau memenuhi kriteria terbaik pada kompetisi dapat
melanjutkan ke tahap lebih tinggi secara berkelanjutan. Penyelenggaraan
olahrahraga secara bertahap dan berkelanjutan sebagaimana dimaksud
sebelumnnya itu diatur pada Pasal 2 Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 7 tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah
Nomor 17 tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Pekan dan Kejuaraan
Olahraga (PP Kejuaraan Olahraga), bahwa Kejuaraan Olahraga di Indonesia
itu dapat berupa Pekan Olahraga maupun Kejuaraan Olahraga.
Kejuaraan olahraga ditujukan untuk memenuhi tujuan olahraga
diselenggarakan dalam bentuk kejuaraan olahraga tingkat internasional,
nasional, wilayah, provinsi, dan kabupaten/kota. Sebagaimana diatur pada
pasal 3 PP Kejuaraan Olahraga bahwa peserta dari Pekan Olahraga maupun
Kejuaraan Olahraga dapat berupa olahragawan organisasi dari suatu cabang
olahraga atau organisasi olahraga fungsional.
Pekan Olahraga Nasional diselenggarakan dalam tujuan memelihara
persatuan dan kesatuan bangsa, penjaringan bibit atlet profesional, serta
peningkatan prestasi olahraga. Penyelenggaraan pekan olahraga nasional
berada dalam tanggung jawab Pemerintah yang dilaksanakan oleh Menpora
yang mendelegasikan tugas tersebut pada KONI (Komite Olahraga Nasional
Indonesia), berkaitan dengan penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional dan
Daerah ini juga berada dalam tanggung jawab Pemerintah Daerah yang akan

77
dibantu oleh KONI. Dalam menjalankan tugasnya KONI menyelenggarakan
Pekan Olahraga Nasional (PON) dalam beberapa tahapan, yaitu perencanaan,
pengorgasisasian, pelaksanaan, dan pengawasan. Hal ini sebagaimana diatur
dalam Pasal 38 ayat (1) UU Keolahragaan, bahwa:
“Pasal 38
(1) Pengelolaan Olahraga di provinsi dilakukan oleh Pemerintah
Daerah provinsi dengan dibantu oleh komite olahraga nasional di
provinsi.”
Kepesertaan atlet, dalam setiap pertandingan baik pekan olahraga
maupun kejuaraan olahraga, dilarang untuk menggunakan doping dalam
bentuk apapun sesuai dengan ketentuan anti doping. Pengawasan doping ini
dilakukan oleh Pemerintah yang pelaksanaannya diserahkan kepada LADI.
Hal ini diatur dalam Pasal 32 PP Kejuaraan Olahraga, bahwa:
“Pasal 32
(1) Dalam setiap pekan olahraga atau kejuaraan olahraga, peserta dilarang
untuk menggunakan doping dalam bentuk apapun sesuai dengan ketentuan
anti doping.
(2) Pengawasan doping sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
Pemerintah, yang pelaksanaannya diserahkan kepada lembaga anti doping
nasional yang berafiliasi dengan lembaga anti doping internasional.
(3) Pengawasan doping sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
mencakup kampanye anti doping, pencegahan terhadap doping, dan
pengambilan sampel.
(4) Pengambilan sampel sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan
sebelum dan/atau selama berlangsungnya pekan olahraga atau kejuaraan
olahraga.
(5) Sampel sebagaimana dimaksud pada ayat (4) yang didapat dari peserta
diuji oleh laboratorium doping yang mendapat akreditasi dari lembaga anti
doping internasional.
(6) Peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (5) yang melanggar ketentuan

78
anti doping dikenakan sanksi oleh induk organisasi cabang olahraga yang
bersangkutan.”
Ketentuan tersebut mengatur bahwa dalam setiap kompetisi atau
kejuaraan olahraga termasuk olahraga karate, setiap peserta yang dalam hal
ini merujuk pada atlet, itu dilarang untuk menggunakan doping, bahwa LADI
memiliki legitimasi kewenangan berdasarkan Pasal 32 PP Kejuaraan
Olahraga untuk melakukan testing baik di dalam maupun di luar kejuaraan,
baik itu tingkat nasional maupun tinkat internasional.
Pada tingkat internasional, kejuaraan karate biasanya diselenggarakan
oleh organisasi karate internasional, maupun regional, yaitu WKF dan AKF,
misalnya WKF Series A yang diselenggarakan di Jakarta pada November
tahun 2022. Sedangkan pada tingkat nasional terdapat banyak kompetisi atau
event karate58, antara lain Pekan Olahraga Nasional, Pekan Olahraga
Mahasiswa Nasional, Pekan Olahraga Pelajar Nasional, Kejuaraan Nasional
Karate Piala Ketua Umum PB FORKI, dll. Untuk tingkat daerah biasanya
dikenal dengan Pekan Olahraga Provinsi, Pekan Olahraga Pelajar Daerah,
hingga Pekan Olahraga Kabupaten dan Pekan Olahraga Kota.
C. Penindakan LADI Terhadap Pelanggar Peraturan Anti-Doping
WADA mengatur mengenai kewenangan LADI dalam pengujian,
penindakan LADI pada kompetisi olahraga. Penindakan yang dimaksud
adalah penegakan aturan WADA pada prohibited list 2022 serta WADA Code
sebagai norma hukum yang berlaku bagi kompetisi olahraga dunia dalam
semangat anti doping. Menurut John Kenedi, penegakan hukum adalah proses
penerapan atau upaya penegakan atau berfungsinya norma-norma hukum
yang menjadi landasan perilaku hukum yang berlaku pada suatu masyarakat
dan negara. Sistem penegakan hukum berkaitan dengan terciptanya
keserasian antara norma dan nilai yang dimuat dalam kaidah hukum dengan
kenyataan yang hidup dalam masyarakat.59

58
WKF, WKF Series A host of Indonesia and Japan triumph on final day #Karate1
Jakarta, Diakses melalui https://www.wkf.net/karate1-main/209 pada 5 Desember 2022,
pukul 05:03 WIB
59
John Kenedi, (2016), Urgensi Penegakan Hukum dalam Hidup Berbangsa, El-Afkar:
Jurnal Pemikiran Keislaman dan Tafsir Hadis, Vol. 5 No.2, 51-62 , hlm. 59

79
WADA International Standart of Testing and Investigation 2021 menjadi
suatu norma hukum baru yang mengatur mengenai kewenangan LADI pada
pengujian dan investigasi terhadap dugaan pelanggaran aturan anti doping.
Standar tersebut dibentuk berdasarkan hasil konsultasi negara
penandatanganan, otoritas terkait, serta para pemangku kepentingan yang
berkaitan dengan penggunaan doping dalam olahraga. untuk merencanakan
Pengujian yang cerdas dan efektif, baik dalam Kompetisi maupun di luar
Kompetisi, dan untuk menjaga integritas dan identitas Sampel yang
dikumpulkan sejak saat Atlet diberitahu tentang pemilihannya untuk
Pengujian, sampai Sampel dikirim ke Laboratorium untuk dianalisis. Tujuan
lain ditetapkannya standar tersebut adalah sebagai standar wajib untuk
pengumpulan, penilaian dan penggunaan intelijen anti-doping yang efisien
dan efektif dan untuk pelaksanaan investigasi yang efisien dan efektif
terhadap kemungkinan pelanggaran aturan anti-doping
LADI selaku NADO diharuskan untuk membuat perencanaan pengujian
dengan cara yang cermat terhadap atlet yang mungkin memiliki risiko
penggunaan doping. Hal ini ditujukan agar testing dilakukan itu dapat
berjalan dengan efektif dan terarah, karena berdasarkan keterangan dari
negara-negara penandatanganan ICADS, kendala yang dialami berkaitan
dengan pengujian doping adalah biaya yang mahal. Mengingat, pengujian
harus dilakukan pada laboratorium yang terakreditasi WADA.
Indonesia sendiri dalam melakukan testing yang diwakilkan oleh LADI
itu mengirimkan sampel testing ke negara-negara terdekat yang memiliki
laboratorium terakreditasi, yaitu diantaranya adalah India, Thailand, dan
Jepang. Hal ini dapat terjadi dikarenakan Indonesia sendiri belum memiliki
laboratorium untuk pengujian sampel doping yang telah terakreditasi WADA.
Ketidaktersediaan laboratorium tersebut membawa LADI pada suatu
permasalahan, yaitu Sanksi dari WADA pada 15 September 2021, bahwa
berdasarkan keterangan LADI dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia pada Senin, 8 November 2021,
tantangan yang dihadapi LADI antara lain.

80
Sanksi yang ditetapkan WADA terhadap LADI itu disebabkan karena
beberapa permasalahan yang terjadi sejak 2017 dalam hal ini mempengaruhi
kinerja LADI pada tahun-tahun berikutnya, masalah tersebut meliputi
permasalahn struktur organisasi, ketersediaan anggaran, dan kualitas serta
kuantitas sumber daya manusia yang belum mumpuni dan terbatas.
Secara yuridis LADI memiliki kewenangan untuk melakukan testing
terhadap atlet yang berkompetisi baik pada kejuaraan olahraga maupun pekan
olahraga. Sebagaimana diatur dalam pasal 3 Permenpora 1/2021, bahwa:
“1. LADI mempunyai tugas melaksanakan pengawasan anti Doping
pada setiap kegiatan olahraga.

2. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1),


LADI mengacu pada ketentuan The Code yang dikeluarkan oleh
WADA.

Berdasarkan ketentuan tersebut, dapat diimplikasikan bahwa LADI


memiliki tugas melaksanakan pengawasan ketentuan anti doping di Indonesia
yang bertugas serta bertanggung jawab kepada Menteri. Adapun bentuk
pengawasan ketentuan anti doping yang dilaksanakan oleh LADI
sebagaimana telah diatur dalam Pasal 32 ayat (3) PP 17/2017 berbunyi
sebagai berikut:
“Pengawasan doping sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
mencakup kampanye anti doping, pencegahan terhadap doping, dan
pengambilan sampel.”
Sehubungan dengan hal tersebut, kewenangan LADI dalam
melaksanakan pengawasan anti doping pada setiap kegiatan olahraga telah
diatur pula dalam Pasal 5 Permenpora 1/2021 yang berbunyi sebagai berikut:
“Untuk pelaksanaan tugas dan fungsi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 dan Pasal 4, LADI memiliki kewenangan untuk:
e. menetapkan peraturan Doping sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan dan The Code;
f. melakukan Testing;

81
g. memberikan Lisensi DCO dan Lisensi Doping Educator; dan
h. melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan pengawasan
Doping di Indonesia”
Kemudian diatur dalam Pasal 32 PP Kejuaraan Olahraga, sebagai
berikut:
“Pasal 32
(1) Dalam setiap pekan olahraga atau kejuaraan olahraga, peserta
dilarang untuk menggunakan doping dalam bentuk apapun sesuai
dengan ketentuan anti doping.
(2) Pengawasan doping sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
oleh Pemerintah, yang pelaksanaannya diserahkan kepada lembaga anti
doping nasional yang berafiliasi dengan lembaga anti doping
internasional.
(3) Pengawasan doping sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) mencakup kampanye anti doping, pencegahan terhadap doping, dan
pengambilan sampel.
Oleh karena itu, dapat ditarik kesimpulan bahwa LADI memiliki
kewenangan penuh sebagai NADO yang menjadi anggota WADA pada
pelaksanaan dan pengawasan program anti-doping pada setiap kompetisi di
Indonesia.
Salah satu bentuk penindakan yang dilakukan oleh LADI pada kompetisi
di Indonesia adalah Pada penyelenggaraan PON XVIII di provinsi Riau tahun
2012 terdapat kasus penggunaan doping pada event olahraga tersebut.
Koordinator Bidang Hukum Lembaga Anti Doping Indonesia (LADI),
menyatakan bahwa 8 (delapan) atlet dalam Pekan Olahraga Nasional (PON)
di Riau September 2012 lalu, positif menggunakan doping.60 Menteri Pemuda
dan Olahraga membentuk Dewan Disiplin Anti Doping untuk Penyelesaian
Penggunaan Doping Pada Penyelenggaraan PON XVIII tahun 2012 melalui
keputusan Menteri Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia Nomor 0009
Tahun 2013.
60
Daftar Hasil Pengujian Atlet yang Terdeteksi Mengandung Zat Doping Pada PON
XVIII. Sumber : Riset di Kantor LADI (Jakarta). Pada tanggal 26 Mei 2015.

82
ICADS sebagai konvensi internasional menentang doping memberikan
pengaturan sebagaimana diatur pada Pasal 8 ICADS, bahwa:
“Restricting the availability and use in sport of prohibited
substances and methods. States Parties shall adopt, or encourage, where
appropriate, the relevant entities within their jurisdictions to adopt
measures to prevent and to restrict the use and possession of prohibited
substances and methods by athletes in sport unless the use is based upon
a therapeutic use exemption”
Dalam tafsiran bebas:
“untuk membatasi ketersediaan dan penggunaan doping dalam
kegaitan olahraga, maka negara penandatangan harus mengadopsi,
mendorong, dan bila perlu melarang penjualan serta penggunaan
terhadap zat atau metode terlarang yang diatur kemudian dalam panduan,
serta mengambil langkah-langkah pencegahan dan pembatasan terhadap
penggunaan obat-obatan, zat, dan metode terlarang oleh atlet dalam
kegiatan olahraga, kecuali terhadap TUE (pengecualian dalam
penggunaan terapi bagi Atlet).”

Berdasarkan hal tersebut negara melalui LADI harus mengupayakan


langkah-langkah pencegahan terhadap penggunaan obat-obatan terlarang oleh
atlet dalam kegiatan keolahragaan. Salah satu upaya pencegahan penggunaan
doping dalam olahraga yang dapat diupayakan oleh LADI adalah pengujian
dan penindakan terhadap atlet yang melanggar. Dalam menjalankan tanggung
jawab tersebut LADI tidak hanya dapat menjalankan tanggung jawabnya
secara mandiri, melainkan dapat berkoordinasi dengan panitia penyelenggara
suatu kompetisi. Hal ini pun juga dilegitimasi berdasarkan Pasal 20 The
WADA Code.
Sebagaimana pada penyelenggaraan PON XVIII di Riau dulu, divisi
kesehatan PB PON setelah berkoordinasi dengan LADI kemudian melakukan
pencegahan dalam upaya untuk pembatasan penggunaan doping oleh para
Atlet. Yaitu berupa tindakan pencerdasan kepada atlet mengenai zat, metode,

83
dan obat-obatan yang dilarang dalam prohibited list yang dikeluarkan oleh
WADA, sanksi pelanggaran terhadap aturan tersebut serta akibat dari
penggunaan doping terhadap kesehatan atlet. Tindakan tersebut dilakukan
melalui seminar dan sosialiasi pada sebelum pelaksanaan PON.61
Bahwa langkah pengawasan terhadap prohibited list yang dikeluarkan
oleh WADA dilakukan melalui pengumpulan sampel berupa urin atau darah
yang diambil dari Atlet. Dalam rangka mengutamakan objektifitas, nilai
keadilan, nilai kejujuran, dan ketepatan, pengambilan sampel dilakukan oleh
petugas yang dipilih dan dilatih oleh LADI yang telah mendapatkan sertifikat.
Hal ini sebagaimana diatur dalam Article 17.3 The WADA Code.
Terdapat beberapa tahapan prosedur yang dilewati pada pengujian
sampel pada atlet yang berkompetisi di PON XVIII di Riau, antara lain yaitu:
1) TAHAP 1, Notifikasi kepada Atlet
a. Notifikasi oleh petugas Dopping Control Officer atau Chaperone
kepada atlet yang terpilih. Notifikasi dilakukan secara langsung
kepada yang bersangkutan dengan terlebih dahulu
memperkenalkan diri serta menunjukkan identitas petugasnya
serta memberitahukan asalnya yaitu dari LADI;
b. Penjelasan mengenai hak dan kewajiban dari atlet, salah satunya
adalah hak atlet untuk didampingi oleh pendamping selama masa
pengujian. Setelah itu, Atlet akan dimohon untuk mengisi
formulir yang memuat keterangan bahwa atlet telah mendapatkan
penjelasan yang jelas dari petugas dan atlet akan dibuatkan
salinan atas formulir tersebut;
2) TAHAP 2, Laporan ke Petugas Doping
a. Atlet akan memperoleh notifikasi agar segera mendatangi ruang
pengawasan doping dalam jangka waktu yang disampaikan oleh
petugas (liason officer). Dalam hal atlet sedang terjadwal pada
suatu kegiatan olahgara baik itu latihan ataupun sedang

61
Ismul Al Azoom, Implementasi International Convention Againts Doping in Sport di
Indonesia (Studi kasus: penyelenggaraan PON XVIII di Provinsi Riau tahun 2012),
Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Riau, hlm. 15

84
berkompetisi, maka atlet dapat melakukan penundaan
pengambilan sampel hingga selesainya kegiatan tersebut dengan
terlebih dahulu memberikan laporan kepada petugas. Setelah itu,
atlet akan melakukan pengambilan sampel yang akan diawasi
penuh oleh petugas;
b. Atlet kemudian diberikan air minum setelah menunjukkan tanda
pengenal serta foto yang tecantum;
3) TAHAP 3, Pemilihan Wadah62
a. Atlet diberikan kesempatan untuk mengambil wadah yang telah
disediakan oleh petugas dan harus secara mandiri memastikan
bahwa wadah tersebut bersih, kosong, bersegel, serta dalam
keadaan baik atau tercemar. Atlet harus memegang wadah
tersebut sendiri;
4) TAHAP 4, Pengumpulan Sampel
a. Atlet yang terpilih akan didampingi oleh petugas yang berjenis
kelamin yang sama untuk melakukan pengambilan sampel di
kamar mandi, pendampingan petugas ditujukan agar
pengumpulan sampel dilakukan dengan prosedur yang benar;
b. Atlet akan diminta untuk melepaskan pakaian yang digunakan
mulai dari lutut hingga dada serta jari tangan sampai siku,
tujuannya agar petugas dapar secara objektif memastikan bahwa
terhadap sampel tidak dilakukan manipulasi;
c. Setelah pengumpulan sampel, Atlet diperkenankan untuk
membawa sendiri sampel tanpa bantuan dari Pendamping, kecuali
terhadap atlet yang disabilitas;
5) TAHAP 5, Volume urin
a. Petugas melakukan verifikasi di dalam laboratorium terhadap
sampel dengan berbagai teknik dan spesifikasi tertentu, hal ini
dilakukan dengan penuh pengawasan dari atlet, agar dapat
memastikan volume yang dibutuhkan untuk pengujian itu cukup,

62
Ibid, hlm.16

85
yaitu sekita 75-100 ml. Dalam hal sampel tidak mencukupi maka
atlte akan diproses agar melanjutkan pada pengambilan sampel
tambahan (Partial sampel process) dengan prosedur yang sama
dengan sebelumnya;
6) TAHAP 6, Pemilihan Botol Sampel
a. Dalam hal volume sampel telah mencukupi, maka atlet akan
dimohon untuk melakukan pemilihan terhadap botol sampel A
dan B yang dimuat dalam satu perangkat yang disegel. Atlet akan
diminta untuk memastikan dengan teliti bahwa botol sampel
masih dalam keadaan tersegel, tepat, bersih dan tidak tercemar,
memiliki label yang benar, serta dalam keadaan layak;
7) TAHAP 7, Pembagian Volume Sampel
a. Atlet akan diminta untuk melakukan pembagian sampel secara
mandiri yang kemudian akan dikumpulkan dalam botl sampel
yang sebelumnya telah dipilih sendiri oleh atlet. Terhadap Atlet
penyandang disabilitas, dibantu oleh Pendamping;
b. Atlet akan diminta untuk menuangkan 1/3 (sepertiga) dari jumlah
urin pada wadah penampung pada Botol B, sedangkan sisanya
akan dimasukkan pada Botol A. Namun, atlet akan diminta untuk
menyisakan sedikit jumlah urin dalam wadah penampung agar
dilakukan pemeriksaan berat ataupun jenis serta pH dari sampel
urin oleh petugas, hal ini ditujukan dalam hal memastikan kondisi
sampel berada pada keadaan yang baik dan sesuai dengan
kebutuhan laboratorium;
8) TAHAP 8, Penyegelan Botol Sampel
a. Atlet akan diminta untuk melakukan secara mandiri penyegelan
terhadap botol A dan B, Pendamping dan Petugas Pengawas akan
memastikan botol sedang tersegel dengan benar dan baik;
9) TAHAP 9, Pengecekan Berat Jenis, Massa, dan pH dari Sampel
a. Pemeriksaan berat jenis, massa, dan pH dari sampel dilakukan
oleh Petugas dengan menggunakan sisa urin atau sampel yang

86
tertampung dalam wadah penampung. Hasil tersebut kemudian
akan dimuat dalam formulir pengawasan doping (doping control
form). Dalam hal sampel tidak sesuai dengan kebutuhan, maka
atlet akan dimohon untuk mengulang prosedur pengumpulan
sampel sedari awal.
10) Tahap 10, Atlet Mengisi Formulir Pengawasan Doping
a. Atlet dimohon untuk menginformasikan penggunaan obat-obatan
atau suplemen yang dikonsumsi sejak 3-7 (tiga sampai tujuh) hari
sebelum hari pengambilan sampel, Atlet akan memuat informasi
tersebut pada formulir, atlet pada kesempatan ini memiliki hak
untuk dapat memberikan keterangan tambahan serta mengecek
kembali kebenaran informasi yang kemudian akan dicatat oleh
petugas dengan nomor kode khusus untuk sampel;
b. Petugas akan mengawasi pengumpulan sampel, termasuk dalam
hal ini juga diawasi oleh Pendamping, Atlet, dan Petugas Penguji
Doping yang kemudian akan menandatangani formulir
pengawasan doping di akhir masa pengumpulan sampel;63
c. Atlet akan diberikan salinan terhadap formulir tersebut.
Pelaksanaan pengujian doping pada PON XVIII oleh PB PON adalah
terhadap 781 (tujuh ratus delapan puluh satu) atlet, mekanisme pemeriksaan
doping dilakukan dengan mekanisme in competition (dalam pertandingan),
lebih tepatnya dilakukan terhadap atlet pada akhir pertandingan.64
Indonesia belum memiliki laboratorium pengujian sampel doping yang
telah terakreditasi WADA. Oleh karena itu, pengujian sampel doping
dilakukan di Laboratorium luar negeri, biasanya dilakukan di Thailand
sebagia negara terdekat. Hal ini sebagiamana diatur pada Pasal 16 Konvensi
Internasional menetang Doping dalam olahraga menjelaskan bahwa:
“International cooperation in doping control . Recognizing that the
fight against doping in sport can only be effective when athletes can be

63
Ibid, hlm.16
64
Dikakses melalui http://www.riaupos.co/25266-berita-nama--atlet-doping-pon-riau-
segera-diumumkan.html#.VxkeTaObvQw pada 12 Desember 2022, pukul 08.23 WIB

87
tested with no advance notice and samples can be transported in a timely
manner to laboratories for analysis, States Parties shall, where
appropriate and in accordance with domestic law and procedures:
promote cooperation between doping control laboratories within their
jurisdiction and those within the jurisdiction of other States Parties. In
particular, States Parties with accredited doping control laboratories
should encourage laboratories within their jurisdiction to assist other
States Parties in enabling them to acquire the experience, skills and
techniques necessary to establish their own laboratories should they
wish to do so”65
Sampel tersebut kemudian akan diterima oleh Pihak Laboratorium di
Thailand yang akan dilanjutkan pada tahapan pemeriksaan yang dilakukan
sesuai dengan standar internasional yang ditetapkan oleh WADA. Sampel
Botol A akan dilakukan pengujian terhadap sampel dengan mencocokkan
terhadap Prohibited List serta Sampel B disimpan dalam kulkas agar aman
dan dapat digunakan dalam hal timbul kerugian atau keberatan terhadap hasil
pengujian.66 Setelah dilakukan pengujian maka akan dilanjutkan dengan
prosedur lanjutan.
Setelah Dewan Displin Anti Doping LADI mendapatkan temuan analitik
sampel positif doping dari pihak laboratorium Thailand, Dewan Disiplin Anti
Doping akan melakukan tinjauan ulang untuk menentukan apakah temuan
analitik sampel positif doping tersebut merupakan pengecualian penggunaan
terapeutik oleh atlet. Pada PON XVIII di Provinsi Riau, penggunaan
terapeutik tidak ada digunakan oleh para atlet. Sehingga sampel yang di
analisis positif doping sebelumya merupakan hasil temuan analitik final untuk
di proses ke tahap kosekuensi atau hukuman.
Prosedur lanjutannya adalah peninjauan kembali oleh Dewan Disiplin
LADI yang kemudian akan memberikan ketentuan mengenai kepastian dari
hasil analisis sampel positif doping dari Laboratorium terakreditasi LADI,

65
UNESCO. (2005). International Convention Against Doping In Sport. Paris: UNESCO
66
WADA, (2021), Testing and Investigation (International Standart), France: WADA,
hlm. 45

88
kepastian ini ditentukan bahwa apakah zat terlarang yang terbukti berada
dalam tubuh atlet tersebut dapat dikecualikan karena alasan penggunaan
terapi atau tidak. Melihat pada kasus PON XVIII di Provinsi Riau, Para Atlet
yang positif menggunakan doping itu tidak dikecualikan atas penggunaan
terapi. Sehingga hasil dari Laboratorium tersebut merupakan hasil akhir yang
akan diberikan sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Setiap NADO memiliki kewajiban untuk menyediakan mekanisme
manajemen hasil sesuai dengan panduan yang disediakan dan diatur oleh
WADA. Salah satu dari mekanisme tersebut adalah tersedianya forum dengan
pendapat bagi atlet yang akan menerima hasil. Hal ini berguna untuk
mengetahui penyebab ditemukannya zat terlarang yang dimaksud sehingga
dapat ditentukan mengenai kepastian dari penjatuhan sanksi yang tepat.67
Oleh karena itu sesuai dengan kasus tersebut, Dewan Disiplin LADI
mengemban beberapa tugas, antara lain68 melakukan koordinasi serta
komunikasi terhadap PB PON XVIII yang akan membahas mengenai hal-hal
yang berkaitan dengan penyelesaian kasus penggunaan doping oleh atlet yang
berlaga di PON XVIII. Lalu, menyiapkan dan menyelenggarakan Sidang bagi
atlet yang diduga melanggar ketentuan yang dimuat dalam peraturan anti
doping dalam kepesertaannya di PON XVIII. Kemudian, melakukan tugas-
tugas lain yang mungkin dibutuhkan untuk menyelesaikan kasus penggunaan
doping oleh atlet pada kompetisi tersebut.
Dalam tujuan untuk menyelesaikan kasus tersebut, Dewan Disiplin LADI
menyelenggarakan sidang dengar pendapat bersama para atlet yang terbukti
positif setelah melalui 4 (empat) kali pengujian. Seluruh sidang
diselenggarakan di kantor LADI yang berkedudukan di Jakarta. Sidang
tersebut diselenggarakan sebanyak 4 (empat) kali, yaitu pada Senin, 14
Januari 2013, Kamis, 28 Januari 2014, Kamis, 18 April 2013, dan Senin, 3
Juni 2013. Melalui sidang tersebut, Dewan Disiplin mengeluarkan keputusan

Ibid. hlm. 12
67
68
Peraturan Menteri Pemuda dan Olahraga Nomor 1 tahun 2022 tentang Lembaga Anti
Doping Indonesia, Pasal 17

89
bahwa dilakukan penjatuhan sanksi terhadap 8 (delapan) orang atlet yang
terbukti positif menggunakan doping. Dengan sanksi sebagai berikut:
Tabel 4.1. Daftar Atlet Menerima Sanksi LADI Pada PON
XVII
Data diolah dari: http://olahraga.kompas.com/read/2013/03/02/01
504878/Emas.Delapan.Atlet.Dicabut
Tabel 4.1. Daftar Atlet Menerima Sanksi LADI
Pada PON XVIII
No Nama Atlet Jenis Doping Sanksi
1) Iwan Samurai Diuretic dan Larangan
masking agnet bertanding
dalam jangka
waktu 2 (dua)
tahun serta
pencabutan
medali emas.
2) Mas Endeng S Exogenous AAS Larangan
bertanding
dalam jangka
waktu 2 (dua)
tahun serta
pencabutan
medali emas.
3) Hendrik Tarigan Peptide Larangan
Hormones bertanding
dalam jangka
waktu 2 (dua)
tahun serta
pencabutan
medali emas.
4) Vegi Safriani A. stimulant Larangan

90
bertanding
dalam jangka
waktu 2 (dua)
tahun serta
pencabutan
medali emas.
5) Indriliyanti stimulant Larangan
bertanding
dalam jangka
waktu 2 (dua)
tahun serta
pencabutan
medali emas.
6) Santi Tri Exogenous AAS Teguran dan
Kusuma medali emas
dicabut
7) Zisilia Gloria Diuretic dan Larangan
Mailoa masking agnet bertanding
dalam jangka
waktu 2 (dua)
tahun serta
pencabutan
medali emas.
8) Peter Taslim Peptide Larangan
Hormones bertanding
dalam jangka
waktu 2 (dua)
tahun serta
pencabutan
medali emas.

91
Dalam Kasus tersebut, terdapat salah satu atlet yang hanya menerima
sanksi teguran serta pencabutan medali emas yang telah diraih, sedangkan
atlet lainnya menerima sanksi berupa larangan bertanding selama dua tahun
serta pencabutan medali emas yang telah diraih. Sebagaimana diatur dalam
Article 10.5.2. WADA Code yaitu jika seorang atau beberapa atlet dapat
memberikan bukti yang logis mengenai suatu pelanggaran peraturan anti-
doping yang dapat menberikan fakta bahwa atlet yang bersangkuran tidak
terlibat dalam kesengajaan maupun ketidaksengajaan atas suatu pelanggaran
yang dinyatakan oleh suatu lembaga anti doping, maka masa atlet yang
bersangkutan dapat dibebaskan dari sanksi larangan bermain.69.
Hingga kini, pengecekan penggunaan doping dalam olahraga karate di
Indonesia oleh LADI itu sangat terbatas. Hal ini dilandasi pada beberapa
alasan, yaitu pengujian doping membutuhkan biaya yang cukup besar, untuk
itu sebagaimana dianjurkan dalam The WADA Code serta international
standart for investigation and doping testing yang dikeluarkan oleh WADA
bahwa pengujian doping harus dilaksanakan seefektif mungkin. Melihat dari
kompetisi karate di Indonesia sebagain besar dilaksanakan oleh FORKI yang
dalam hal ini kebanyakan memperlombakan cabang lomba kata tunggal dan
beregu, maka sejatinya olahraga tersebut tidak terlalu banyak menggunakan
kemampuan otot dan lebih berfokus pada penampilan gerakan yang indah
serta sesuai, maka risiko penggunaan doping dalam cabang olahraga tersebut
sangat kecil. Oleh karena itu, pengujian terhadap cabang olahraga Karate baik
juga terhadap kejuaraan karate di Indonesia bukan menjadi fokus utama dari
LADI.
Latar belakang terjadinya hal tersebut adalah keterbatasan anggaran dari
LADI, kendati LADI dibiayai oleh APBN atau APBD, namun dana yang
disediakan untuk LADI itu sangat terbatas, bahkan beberapa kali mengalami
pemotongan anggaran, sehingga hal ini pun membatasi LADI dalam
melaksanakan tugasnya sesuai amanat The WADA Code ataupun ketentuan di
dalam ICADS.
69
Op. Cit. Waluyo, Tri Joko, and Ismul Al Azom. …. Diss. Riau University. Hlm. 10

92
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan dan


diuraikan menganai Tinjauan Yuridis Tugas Lembaga Badan Anti-Doping
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2022 Tentang Keolahragaan,
penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut:

1. LADI sebagai NADO yang mewakili Indonesia dalam keanggotaan


WADA memiliki kewenangan untuk pengawasan program anti-doping.
Sebagaimana diatur berdasarkan legitimasi dari Undang-Undang Nomor
3 tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan yang diganti dengan Undang-
Undang Nomor 11 tahun 2022 tetang Keolahragaan yang diatur lebih
rigid dalam Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 2007 tentang
Penyelenggaraan Pekan dan Kejuaraan Olahraga, memiliki tanggung
jawab untuk melakukan pengawasan penggunaan doping terhadap atlet
yang berkompetisi baik dalam setiap Pekan atau Kejuaraan Nasional dan
Internasional. Untuk menjalankan tanggung jawab tersebut Indonesia
membentuk LADI melalui Peraturan Menteri Pemuda dan Olahraga
Nomor 15 tahun 2017 tentang Lembaga Anti-Doping Indonesia yang
kemudian diganti dengan Peraturan Menteri Pemuda dan Olahraga
Nomor 1 tahun 2021 tentang Lembaga Anti Doping Indonesia. Tanggung
jawab Indonesia dalam menjalankan kesepakatan yang dituangkan dalam
ICADS sepenuhnya dijalankan oleh LADI.
Secara garis besar tugas dan kewenangan LADI antara lain melakukan
promosi kepada setiap atlet mengenai zat dan metode terlarang yang
dimuat dalam WADA Prohibited List, melakukan pengujian pada
laboratorium yang terakreditasi WADA terhadap atlet yang terpilih, dan
menetapkan sanksi terhadap atlet yang terbukti melanggar ketentuan
dalam peraturan anti doping yang dikeluarkan oleh WADA yang dikenal

93
dengan WADA Prohibited List. Dalam hal terdapat upaya ketidakpuasan
dari Pihak Atlet terhadap hasil pengujian atau keputusan yang ditetapkan
oleh Panel Dengar Pendapat yang merupakan bagian dari LADI, maka
LADI menyediakan mekanisme Banding melalui Panel Banding.
Pengimplementasian kewajiban dalam WADA Code serta ICADS telah
diupayakan oleh Indonesia melalui LADI baik dalam pelaksanaan PON
maupun dalam kejuaraan lainnyai. Terhadap pelaksanaan PON ke XVIII
di Riau pada tahun 2012, setelah LADI melakukan pengujian terhadap
ratusan atlet, ditemukan sejumlah 8 (delapan) orang atlet yang terbukti
menggunakan doping dan dikenakan sanksi sesuai ketentuan yang
berlaku, namun terdapat beberapa atlet yang terbebas dari sanksi karena
dapat membuktikan bahwa kandungan zat terlarang dalam tubuhnya itu
dikarenakan suatu upaya terapik yang dijalaninya, hal ini juga menjadi
salah satu ketentuan yang dimuat dalam ICADS. Yaitu, dalam hal atlet
dapat membuktikan dengan alasan yang logis berkaitan dengan
penggunaan zat terlarang disebabkan karena adanya terapi yang diikuti
oleh atlet, maka pengeceualian dilakukan terhadapnya.
2. Pelaksanaan kompetisi atau kejuaraan Karate di Indonesia dapat
dilakukan oleh berbagai pihak, antara lain perseorangan, badan/lembaga
pemerintah baik pusat maupun daerah, satuan pendidikan, dan bahkan
pihak swasta. Peran LADI dalam melakukan pengawasan kejuaraan-
kejuaraan karate di Indonesia dapat disimpulkan sangat minim, terbukti
dari sangat terbatasnya testing yang dilakukan oleh LADI terhadap atlet
karate pada kejuaraan dan pekan keolahragaan yang dilaksanakan di
Indonesia.
Kondisi ini merupakan rangkaian peristiwa yang saling terkait seperti
mata rantai, yang diawali dari kondisi saat ini bahwa Indonesia sendiri
belum memiliki laboratorium terakreditasi WADA, oleh karena itu dalam
melakukan testing LADI harus mengirimkan sampel ke Negara-negara
terdekat yang memiliki laboratorium terakreditasi WADA, salah satu
diantaranya adalah Thailand. Sehingga, dibutuhkan biaya yang sangat

94
besar bagi LADI untuk menjalankan fungsi tersebut. Di sisi lain,
anggaran yang dimiliki LADI seringkali tidak mencukupi biaya yang
harus dikeluarkan untuk memaksimalkan perannya.
Oleh karena itu, dalam menjalankan perannya LADI harus melakukan
tindakan-tindakan yang paling efektif, dalam hal ini yaitu hanya
melakukan pengujian terhadap atlet karate yang memperoleh emas pada
suatu kejuaraan tersebut saja. Sehingga, dapat disimpulkan Peran LADI
dalam penindakan penggunaan doping di kompetisi karate di Indonesia
masih sangat minim.

B. SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan dan


diuraikan mengenai Tinjauan Yuridis Tugas Lembaga Badan Anti-Doping
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2022 Tentang Keolahragaan,
penulis mengambil saran sebagai berikut:
1. Pemerintah harus melakukan peningkatan jumlah anggaran untuk LADI
agar dapat memaksimalkan tugas dan tanggung jawabnya sebagai NADO
yang mewakili Indonesia pada WADA;
2. LADI harus memperbaiki pola komunikasi dalam organisasi sehingga
tidak terjadi pengabaian dalam suatu informasi penting yang diberikan
WADA, utamanya terhadap kewajiban LADI sebagai NADO;
3. Pemerintah harus membuat pengaturan yang jelas mengenai mekanisme
panduan anti-doping yang harus disosialisasikan kepada atlet dan
organisasi keolahragaan secara rutin;

95
DAFTAR PUSTAKA

1. Buku
Achmad Sanusi. (1984). Masalah Kesadaran Hukum dalam Masyarakat
Indonesia Dewasa ini. Bina Cipta: Jakarta.

Andi Mappiare. (2009). Dasar-dasar Metodologi Riset Kualitatif Untuk Ilmu


Sosial dan Profesi. Jenggala Pustaka Utama : Malang.

Aritonang I. (2012). Perencanaan & Evaluasi Program Intervensi Gizi


Kesehtan. Leutika: Yogyakarta

Boer Mauna. 2000. Hukum Internasional, Penyelesaian Secara Hukum ,


Pengertian, Peranan, dan Fungsi dalam Era Dinamika Global.
Alumni, cetakan ke IV : Bandung

Diamond Louise & McDonald John. 1996. Multi-Track Diplomacy : A System


Approach to Peace. Amerika: Kumarian Press

Fenti Hikmawati, Metodologi Penelitian (Depok: PT Rajagrafindo Persada,


2017), hlm. 89

Irianto, Djoko Pekik. (2006). Panduan Gizi Lengkap Keluarga dan


Olahragawan. PT. Andi Yogyakarta: Yogyakarta.

Khuzaifah Dimyati, Kelik Wardiono. (2008). Metode Penelitian Hukum.


Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah: Surakarta.

M. Nazir. (2003). Metode Penelitian. Ghalia Indonesia: Jakarta.

Mappiare, Andi. 2009. Dasar-dasar Metodologi Riset Kualitatif Untuk Ilmu


Sosial dan Profesi. Jenggala Pustaka Utama: Malang

Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R. Agoes. 2003. Pengantar Hukum


Internasional. PT Alumni: Bandung

96
Mutohir., Maksum. (2007). Sport development index. (Konsep metodologi dan
aplikasi). Alternatif baru mengukur kemajuan pembangunan bidang
keolahragaan. PT. Index. Jakarta.

Notoatmodjo S. (2010). Ilmu Kesehatan Masyarakat. Rineka Cipta,


Jakarta.Fenti Hikmawati, (2017), Metodologi Penelitian, PT
Rajagrafindo: Depok.

Rumintang, Lusiana. (2008). Bekerja Sebagai Diplomat. Jakarta: Erlangga.

Soemitro, Ronny Hanitijo. (1990). Metodologi penelitian hukum dan jurimetri.


Ghalia Indonesia: Jakarta

2. Peraturan Perundang-Undangan dan Peraturan Lainnya


1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2) Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan;
3) Undang-Undang Nomor 11 tahun 2022 tentang Keolahragaan;
4) Peraturan Pemerintah Nomor 5 tahun 2007 tentang Keolahragaan
Nasional.
5) Peraturan Pemerintah Nomor 44 tahun 2004 tentang Pemberian
Penghargaan Olahraga.
6) Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 2007 tentang Penyelenggaraan
Keolahragaan Nasional.
7) Peraturan Menteri Pemuda dan Olahraga Nomor 1 tahun 2022 tentang
Lembaga Anti Doping Indonesia.
8) World Anti-Doping Agency. 2021. World Anti-Doping Code
International Standard Code Compliance By Signatories 2021.
Canada: World Anti Doping Agency.

3. Jurnal dan Skripsi


Andi Mappiare. Dasar-dasar Metodologi Riset Kualitatif Untuk Ilmu Sosial
dan Profesi. Jenggala Pustaka Utama (2009), Malang.

97
Charles E. Yesalis, Michael S. Bahrke, History of Doping in Sport,
International Sports Studies, vol. 24, no. 1, 2002.

Franke, W. & Berendonk, B. (1997). Hormonal doping and androgenization of


athletes: A secret program of the German Democratic Republic
government. Clinical Chemistry, 43(7), 1262-79.

Kementrian Pemuda dan Olahraga. (2021, Oktober 18). Ambil Langkah Cepat
Sikapi Sanksi WADA, Menpora Amali Bentuk Tim Akselerasi dan
Investigasi. Retrieved from kemenpora.go.id:
https://kemenpora.go.id/detail/1179/ambil-langkah-cepat-sikapi-
sanksi-wada-menpora-amali-bentuk-tim-akselerasi-dan-investigasi

Klein, A. (1986). Pumping irony: Crisis and contradiction in bodybuilding.


Sociology of Sport Journal, 3, 33-112,

Lembaga Karate-do Indonesia, (2015), Laporan Perkembangan Organisasi


Sampai Tahun 2015. FORKI.

M. Nazir. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia (2003), Jakarta. Hlm 27.

Marijke, T., Christine, G., Laura, M., Laurence., Chalip. (2014). Evaluation
sport development outcomes: The case of a medium-sized
international sports event. European Sport Management Quarterly.
Human Kinetics Publications. Vol. 5, p. 4.,

Muhammad Rifky Hazmi, (2015), Hubungan Kepuasan Anggota Perguruan


Karate Institut Karate-do Indonesia (INKAI) DIY terhadap Gaya
Kepemimpinan Pelatih. Skripsi, Universitas Negeri Yogyakarta,
Program Studi Pendidikan Kepelatihanan Olahraga Jurusan
Pendidikan Kepelatihanan.

Nicholls, A and Madigan, D and Backhouse, SH and Levy, A (2017),


Personality traits and performance enhancing drugs: The Dark Triad

98
and doping attitudes among competitive athletes. Personality and
Individual Differences. ISSN 0191-8869 DOI:
https://doi.org/10.1016/j.paid.2017.02.062.

Pausanias, The World of Greek Myth, (Oxford, 2021; online edn, Oxford


Academic, 21 Oct. 2021), https://doi.org/, diakses pada 29 Nov. 2022.

Purba, P. H. (2015). Pembelajaran Kihon dalam Olahraga Beladiri Karate.


Jurnal Ilmu Keolahragaan, 14(2), 57–64.

Purwanto, S., et al, The Sports Development Program At The Indonesia Karate
Sport Federation (FORKI) In The DIY Province of Indonesia, Journal
Sport Science Vol.15 (2011), No. 1, page 77-85.

Putranto, P., Hadi, R., & Hadi, H. (2015). HUBUNGAN ANTARA


KETEBALAN LEMAK TUBUH DENGAN KONDISI FISIK
ATLET KARATE PELAJAR PUTRA. Unnes Journal of Sport
Sciences, 4(2). https://doi.org/10.15294/ujoss.v4i2.8649

Rani Oktasari, Akor Sitepu, Frans Nurseto, Herman Tarigan. PENGARUH


POWER TUNGKAI DAN FLEKSIBILITAS TERHADAP HASIL
TENDANGAN MAWASHI GERI PELAJAR
EKSTRAKURIKULER KARATE SMA NEGERI 2 KALIANDA,
Physical Education, Health and Recreation; Vol. 3, No. 1, 2018 ISSN-
E: 25489208- ISSN-P: 25489194.

Rista Mart Dwi Utanti, Tirto Apriyanto, Firmasyah Dlis. Hubungan Disiplin
dan Motivasi Terhadap Hasil Latihan Beladiri Karate Anak Usia 7-9
Tahun Dojo KKA (Karate Kid’s Academy) Depok. Jurnal Ilmiah
Sport Coaching and Education Vol.1, No.1, ISSN-E: 2613-9839,
ISSN-P: 2548-8511

Sanyoto. (2008). Penegakan hukum di indonesia. Jurnal Dinamika Hukum,


8(244), 199–204.

99
Sanyoto. (2008). Penegakan hukum di Indonesia. Jurnal Dinamika Hukum,
8(244), 199–204, hlm. 201

Sekretariat Jenderal Komisi Yudisial Republik Indonesia. (2019). Memperkuat


Peradaban Hukum dan Ketatanegaraan Hukum. Sekretariat Jenderal
Komisi Yudisial Republik Indonesia, Cetakan Pertama : Jakarta.

Suleyman,Yildiz. (2012). Instruments for measuring service quality in sport


and physical activity services. Coll. Antropol. 36 2: 689–696.

Syariah, R. (2008). Keterkaitan Budaya Hukum Dengan Pembangunan Hukum


Nasional. Jurnal Equality, Vol. 13(1).

Syariah, R. (2008). Keterkaitan Budaya Hukum Dengan Pembangunan Hukum


Nasional. Jurnal Equality, 13(1), hlm. 15

Valkenburg, D., de Hon, O., & Van Hilvoorde, I. (2014). Doping control,
providing whereabouts and the importance of privacy for elite
athletes. International Journal of Drug Policy, 25(2), 212–218.
https://doi.org/10.1016/j.dru gpo.2013.12.013.

Valkenburg, D., de Hon, O., & Van Hilvoorde, I. (2014). Doping control,
providing whereabouts and the importance of privacy for elite
athletes. International Journal of Drug Policy, 25(2), 212–218.
https://doi.org/10.1016/j.dru gpo.2013.12.013

100

Anda mungkin juga menyukai