Anda di halaman 1dari 29

Tinjauan Yuridis Upaya Hukum terhadap Keputusan Rapat Dengar

Pendapat Lembaga Anti Doping Indonesia oleh Atlet

M. Ivan Fairuz Taher


Fakultas Hukum
Universitas Diponegoro
Email: ivanfairuztaher@gmail.com

ABSTRAK
Prinsip fairness dalam olahraga merupakan prinsip dasar yang harus
dihormati oleh seluruh atlet saat berkompetisi. Namun dewasa ini mulai marak
penggunaan doping dalam kompetisi olahraga, hal ini antara lain disebabkan oleh
persaingan yang kian ketat sehingga atlet memilih cara yang instan untuk
mencapai kemenangan, selain itu beberapa atlet juga tidak mengetahui mengenai
zat-zat yang termasuk dalam golongan doping. Berdasarkan Peraturan menteri
pemuda dan olahraga nomor 1 tahun 2021 tentang lembaga anti doping,
merupakan kewenangan LADI untuk menjatuhkan sanksi terhadap atlet atas hasil
pengujian dari laboratorium terakreditasi, melalui forum Rapat Dengar Pendapat
(RDP). Namun, terdapat kemungkinan seorang atlet yang terbukti positif doping
berdasarkan hasil pengujian laboratorium terakreditasi meskipun sejatinya atlet
tersebut tidak sengaja atau bahkan tidak mengetahui mengenai kandungan tersebut
termuat dalam tubuhnya sebelum pertandingan. Dalam The World Anti-Doping
Agency Code diatur upaya hukum banding terhadap keputusan suatu lembaga anti
doping nasional. Oleh karena itu, merupakan hal yang penting untuk mengetahui
mengenai ketentuan banding atas suatu keputusan Lembaga Anti Doping
Indonesia (LADI).

Kata kunci: Doping, LADI, Olahraga.

ABSTRACT
The principle of fair play in sports is a basic principle that every athlete
must respect when competing. However, nowadays, the use of doping in
competitive sports has become widespread, partly due to the increasing
competition, so athletes immediately choose all but a few ways to achieve victory.
Athletes are also not aware of substances in doping. group. Based on Regulation
No. 1 2021 of the Minister of Youth and Sports on Anti-Doping Agencies, the
LADI has the power to impose sanctions on athletes for test results from
laboratories of recognized experience through the Hearings Meeting Forum
(RDP). However, an athlete can test positive for doping based on the results of an
accredited laboratory test, even if the athlete does not actually intend or know
about the substance in the body before the match. The World Anti-Doping Agency
Code allows for appeals against decisions of National Anti-Doping Agencies.
Therefore, it is important to know about the conditions of appeal against the
decision of the Indonesian Anti-Doping Agency (LADI).

Keywords: Doping, LADI, Sports.

A. PENDAHULUAN
Penelitian ini membahas mengenai upaya hukum yang dapat dilakukan oleh
atlet terhadap suatu keputusan yang dikeluarkan oleh forum Rapat Dengar
Pendapat dari Lembaga Anti Doping Indonesia (LADI) mengenai penjatuhan
sanksi terhadap seoarang atlet yang terbukti positif berdasarkan hasil laboratorium
menggunakan zat atau metode terlarang yang dimuat dalam World Anti Doping
Agency (WADA) Prohibited List. Penelitian ini didasari pada suatu studi kasus
banding terhadap keputusan LADI oleh seorang atlet balap sepeda andalan
Indonesia yang bernama Santi Tri Kusuma pada penyelenggaraan Pekan Olahraga
Nasional XVIII yang diselenggarakan di Provinsi Riau Tahun 2012 (selanjutnya
disebut “PON”). Dalam menyusun penelitian ini penulis lebih berfokus pada
landasan yuridis mekanisme banding atas suatu keputusan yang dikeluarkan oleh
LADI melalui forum Rapat Dengar Pendapat (RDP).
Olahraga memberikan manfaat bagi individu dalam bentuk kesehatan serta
kebugaran secara jasmani, selain itu olahraga juga dapat menimbulkan
kebahagiaan. Masalah kesehatan seringkali timbul akibat penurunan kualitas
kesehatan karena kurang berolahraga dan melakukan aktivitas fisik. Olahraga
selain dapat menjadi salah satu aktivitas fisik, juga dapat menjadi pertujukan yang
menarik bagi masyarakat yang dapat memberikan dampak positif pada kesehatan
mental1. Sepanjang perkembangannya, olahraga mulai menjadi sebuah ajang
berkompetisi untuk mengharumkan nama bangsa dan negara. Olahraga dapat
menjadi tolok ukur seseorang atau suatu negara dalam mengukur kemampuan,
kekuatan, serta kompetensi yang dimiliki oleh diri pribadi atau warga negara dari
suatu negara. Hal ini menjadi lebih menarik lagi, mengingat kompetisi atau
kejuaraan olahraga makin marak dilaksanakan pada cakupan daerah, nasional,
hingga internasional.
Ketika manusia bersaing satu sama lain, baik dalam perang, dalam bisnis, atau
dalam olahraga, pesaing, menurut definisi, berusaha untuk mencapai keunggulan
atas lawan. Seringkali mereka menggunakan obat-obatan dan zat lain untuk
mendapatkan puncak tangan. Selain itu, selalu ada individu yang mengejar
kemenangan telah melampaui norma-norma sosial. Dalam olahraga perilaku
seperti itu biasanya diistilahkan sebagai kecurangan yang sudah ada sejak
olahraga diselenggarakan. Saat ini, tiang-tiang batu berjajar di pintu masuk
stadion Olimpiade di Olympia, Yunani, situs Olimpiade kuno (776BC-394 AD)2.
Doping atau istilah dope pertama kali muncul pada tahun 1889 dalam sautu
pacuan kuda di negara Inggris, penggunaan dope oleh orang-orang di zaman itu
dipercaya dapat menambah kekuatan dan keberanian pada waktu berburu dan
dalam mengadakan perjalanan jauh-biasanya dilakukan oleh beberapa suku di
Afrika dengan cara mengkonsumsi tumbuhan jenis tertentu3. Pada Olahraga
doping digunakan untuk atlet agar ketahanan tubuhnya baik dari segi stamina,
endurance, dan lain-lain dapat menjadi lebih kuat.
Pada tahun 1964 dalam pertemuan ilmuah pada saatu Olimpiade di Tokyo
diadakan, kemudian didefinisikanlah suatu istilah “Doping”, yang didefinisikan
sebagai pemberian kepada, atau pemakaian oleh seorang olahragawan yang
bertanding, suatu zat fisiologis dengan jumlah yang tak wajar dengan jalan atau
cara apapun, dengan tujuan khusus untuk meningkatkan kemampuan seorang
1
Suleyman,Yildiz. (2012). Instruments for measuring service quality in sport and
physical activity services. Coll. Antropol. 36 2: 689–696., hlm. 693
2
Pausanias, The World of Greek Myth, (Oxford, 2021; online edn, Oxford Academic, 21
Oct. 2021), https://doi.org/, diakses pada 29 Nov. 2022, hlm. 58
3
Charles E. Yesalis, Michael S. Bahrke, History of Doping in Sport, International Sports
Studies, vol. 24, no. 1, 2002, hlm. 45
olahragawan secara tidak jujur dlm pertandingan.Kemudian, dengan
perkembangan pengetahuan dan teknologi di bidang medis, ditemukanlah bahwa
dalam jangka panjang dan dosis tinggi, penggunaan doping dapat membahayakan
olahragawan/atlet yang mengkonsumsinya, serta di sisi lain masyarakat
internasional sepakat bahwa penggunaan doping merupakan tindakan yang tidak
sportif sehingga pada Olimpiade Mexico tahun 1968 diadakan pemeriksaan
doping pada para olahragawan yang bertanding. Ambisi untuk memenangkan
pertandingan akibat kekhawatiran yang terjadi dalam diri atlet melatarbelakangi
tingginya penggunaan doping di lingkungan atlet berbagai cabang olahraga.
Sedangkan pengetahuan dan pemahaman atlet tentang doping sangat minim.
WADA menyusun program anti-doping yang kemudian harus ditaati oleh
negara-negara yang telah meratifikasi International Convention Againts Doping
in Sport (ICADS), ICADS adalah konvensi yang disusun oleh UNESCO bersama
dengan hampir 100 negara yang kemudian diadopsi UNESCO pada 19 Oktober
2005. ICADS mulai berlaku (entered into force) pada 1 Februari 2007 setelah
diratifikasi oleh 191 negara. Hadirnya ICADS membantu negara-negara
penandatanganan dalam menyelaraskan peraturan, pedoman, serta aturan
internasional anti-doping yang dapat mewujudkan kompetisi olahraga yang adil
dan merata untuk semua atlet.
Negara-negara penandatanganan diberikan fleksibilitas sesuai dengan
kebutuhan negaranya masing-masing dalam mengefektifkan berjalannya program
anti doping yang dimuat dalam ICADS, negara-negara penandatanganan dapat
menggunakan pengaturan yang dimuat dalam aturan legislasi, kebijakan, praktif
administratif, dan mekanisme lain. Kendati demikian, negara-negara
penandatanganan harus tetap berkomitmen terhadap 6 (enam) hal, yaitu
mendukung kerja sama internasional yang mendukung perlindungan terhadap atlet
dan etika dalam berolahraga, membatasi ketersediaan serta memerangi
perdagangan tehradap zat serta metode terlarang yang kemudian akan ditentukan
oleh WADA sesuai dengan Prohibited list yang akan terus diperbaharui sesuai
perkembangan zaman, memfasilitasi dan mendukung program kontrol dan
pengujian doping nasional, mendorong produsen dan distributor dalam
menggunakan mekanisme terbaik (best practice)-dapat dalam bentuk pelabelan,
pemasaran, dan distribusi- terhadap suplemen nutrisi yang mungkin memuat zat
terlarang, mendukung pelaksanaan program pendidikan anti-doping nasional,
serta mensponsori program penelitian anti-doping nasional. ICADS juga memuat
bantuan pendanaan bagi negara-negara penandatanganan untuk mendesain serta
mengimplementasikan program anti doping dalam tujuan untuk peningkatan
kapasitas, pendidikan, serta penerapan kebijakan program anti doping melalui
Fund for the Elimination of Doping in Sport4.
Para atlet yang mengikuti kejuaraan dilatarbelakangi oleh beragam motivasi,
misalnya karena tertarik dengan tantangan dan persaingan dalam suatu kejuaraan,
ajang aktualisasi diri, serta berkomitmen untuk menjadi juara dalam kejuaraan.
Juara menjadi indikator terpenting bagi atlet sebagai ajang untuk membuktikan
ketangkasan dan kekuaran fisik atlet, memperoleh kedudukan, afirmasi, medali,
hingga hadiah materi yang didapat dari kejuaraan. Kendati demikian, menjadi
juara dalam sebuah kejuaraan bukanlah hal yang mudah bagi atlet. Diperlukan
pelatihan yang konsisten dan fokus selama jangka waktu yang panjang.
Kemudian, atlet juga perlu mandapatkan dukungan moril serta materiil bagi para
atlet agar tetap konsisten atau tidak putus asa dalam menghadapi kejenuhan dalam
pemenuhan standar gizi. Selain tantangan tersebut, atlet seringkali dihadapkan
dengan tantangan lain yang cukup menguras tenaga serta mental para atlet, yaitu
rasa ragu terhadap kondisi diri serta kemampuan prbadi, ketakutan menghadapi
pihak lawan, harapan menang dari pelatih, orang tua, sponsor, dan pihak lainnya,
serta secaara biologis dapat terjadi perubahan hormon yang mengakibatkan
kepanikan, mudah marah, serta akibat lain. Rasa khawatir yang dirasakan atlet
sangat mempengaruhi tingkat kepercayaan diri dan penurunan konsentrasi atlet
dalam bertanding. Atas tantangan tersebut, beragam cara dilakukan oleh atlet,
pelatih, serta penanggung jawab lain dalam mencari solusi.

4
Sebuah program pendanaan yang menyediakan dukungan finansial terhadap 3 (tiga)
program prioritas, yaitu edukasi program anti-doping terhadap pemuda dan organisasi
keolahragaan, advokasi kebijakan, dan mentoring serta peningkatan kapasitas pengujian.
Sejak 2008, dukungan finansial ini sudah membantu menyediakan dana untuk 218 projek
nasional maupun regional yang senilai dengan 4,2 juta dolar yang diwujudkan dalam
bentuk investasi terhadap 108 negara.
Besarnya harapan yang dimiliki oleh para atlet untuk memenangkan suatu
perlombaan serta rendahnya pemahaman atlet tentang doping adalah penyebab
utama yang mendasari penggunaan doping oleh para atlet dalam suatu kompetisi.
Doping sendiri dapat didefinisikan dalamlk .l. beberapa bentuk tindakan, antara
lain5:
1. Atlet atau pelatih dan orang-orang penunjang atlet lain menggunakan obat
atau hal lain yang mengakibatkan termuatnya substansi terlarang ke dalam
tubuh atlet;
2. Atlet menolak atau tidak mengumpulkan sampel yang ditujukan untuk
pengujian pada kegiatan pemeriksaan oleh Otoritas Anti Doping;
3. Atlet melakukan pelanggaran terhadap persyaratan pemeriksaan doping;
4. Atlet atau pendamping melakukan perusakan terhadap fasilitas pengujian
pada saat kegiatan pengawasan doping;
5. Atlet atau pendamping memiliki dan/atau menyembunyikan obat atau suatu
metode yang mengandung substansi yang dilarang sesuai peraturan anti
doping; dan
6. Atlet dan/atau pendamping memberikan substansi atau metode yang
dilarang.
Sependapat dengan Pierre de Courbetin mengenai larangan penggunaan
doping, bahwa sebagaimana dikemukakan oleh beliau, hasil akhir dari atau tujuan
adanya olahraga serta pendidikan adalah sebagai wadah penyempurnaan
moralitas/watak, lebih lanjut sebagai instrumen pembentukan dan pelatihan
karakter yang kuat, moral yang baik dan sifat yang mulia6. Menurutnya, Atlet atau
masyarakat seperti itulah yang diharapkan terbentuk dari hadirnya olahraga serta
masyarakat seperti itulah yang dapat menjadi tonggak berdirinya suatu negara
yang kokoh, karena negara yang kuat adalah negara yang ditopang oleh
masyarakat yang kuat. Bahkan tujuan sejati dari olahraga bukanlah berfokus pada
kompetisi yang berlandaskan persaingan, unjuk kekuatan, saling mengalahkan,
sikut menyikut, atau hanya sebatas pada tujuan memperoleh kemenangan. Namun,
5
Mutohir., Maksum. (2007). Sport development index. (Konsep metodologi dan aplikasi).
Alternatif baru mengukur kemajuan pembangunan bidang keolahragaan. Penerbit PT.
Index. Jakarta, hlm. 54
6
ibid, hlm. 67
tujuan olahraga sejaitnya bernilai lebih tinggi, yaitu olahraga sebagai wadah
pembentukan individu agar individu memiliki sikap dan perilaku manusiawi,
penghormatan dan penghargaan terhadap sesama, pembentukan sikap dan perilaku
yang agung nan mulia, menghindari keserakahan, serta pembentukan manusia
yang kuat agar dapat memberikan manfaat kepada sesamanya manusia juga
terhadap lingkungan sekitar.  Oleh karena itu, jika atlet menggunakan doping
maka secara langsung atlet yang demikian telah menentang esensi dari olahraga.7
Menurut IOC (Komite Olimpiade Internasional) pada tahun 1990, doping
dilarang dalam olahraga dan dilarang dalam olahraga. Alasan doping doping
herbal meliputi: Utama, alasan etis. Penggunaan doping melanggar standar fair
play cabang olahraga. Sailing, hal ini diatur karena menentukan keselamatan dan
keamanan para peselancar dan pergerakan regu (Barkoukis, Lazuras, & Harris,
2015) menyatakan bahwa “when doping is used, it can harm the driver's health,
even if it is dangerous”, yang berarti bahwa doping dapat menyebabkan kerusakan
serius pada kesehatan atlet, bahkan akibat yang mematikan. 8
Setiap negara yang telah meratifikasi International Convention Againts Doping
memiliki kewajiban untuk mengadopsi mekanisme tertentu baik yang timbul
dalam negaranya maupun dalam pergaulan internasional yang sesuai dengan
prinsip-prinsip The Code9, mendukung segala bentuk kerjasama internasional
yang bertujuan untuk melindungi atlet serta etika dalam berolahraga ataupun
dalam tujuan untuk berbagi hasil penelitian, mendorong kolaborasi dan kerjasama
yang baik antara negara anggota dengan pemimpin organisasi yang memiliki
semangat yang sama dalam menentang penggunaan doping dalam olahraga, yang
selaras dengan WADA. Oleh karena itu, Indonesia harus melaksanakan kewajiban
tersebut mengingat Indonesia telah meratifikasi International Convention Againts
Doping In Sport (ICADS) melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor

7
Achmad Sanusi. (1984). Masalah Kesadaran Hukum dalam Masyarakat Indonesia.
Dewasa ini. Jakarta : Bina Cipta.
8
Valkenburg, D., de Hon, O., & Van Hilvoorde, I. (2014). Doping control, providing
whereabouts and the importance of privacy for elite athletes. International Journal of
Drug Policy, 25(2), 212–218. https://doi.org/10.1016/j.dru gpo.2013.12.013 , hlm. 215
9
Lihat World Anti-Doping Code yang diadopsi oleh WADA pada 5 March 2003 di
Copenhagen.
101 Tahun 2007 Tentang Pengesahan International Convention Against Doping
In Sport (Konvensi Internasional Menentang Doping Dalam Olahraga).
Dalam olahraga internasional, suksesnya kasus doping digebrak dengan nama
atlet yang divonis doping: Bintang bulutangkis Malaysia Lee Chong Wei gagal tes
doping dexamethasone saat mengikuti Kejuaraan Piala Dunia 2014. November
2015, hasil tes Badminton World Federation (BWF) diumumkan, Maria
Sharapova diskors oleh International Tennis Federation (ITF) selama 2 tahun.
Hasil doping membuktikan meldonium positif. Pada Sidang Dewan ITF pada 8
Juni 2016, Sharapova tidak sengaja atau sengaja menipu, terbukti melakukan
pelanggaran serius, petenis Kroasia Marin Čilić diskors selama 9 bulan (mulai 1
Mei 2013) karena diketahui menggunakan doping di BMW Open di Munich pada
testing yang dilakukan pada April 2012, sampel uji doping seorang pemain tenis
Kroasia positif mengandung stimulan terlarang Nikethamide. Zat ini tergolong zat
yang dilarang oleh Badan Anti Doping Dunia (WADA) karena dapat
meningkatkan daya tahan tubuh atlet. Cilic mengungkapkan, kadar nikethamide
dalam urinnya disebabkan timnya mengonsumsi tablet gula Coramine yang
dibelinya di apotek.
Hal ini menjadi salah satu contoh yang membuktikan bahwa seorang atlet
sangat mungkin tidak mengetahui atau tidak sengaja menggunakan suatu zat atau
metode yang dimuat dalam WADA Prohibited List.
Oleh karena itu, penulis merasa penting untuk mengetahui upaya hukum yang
dapat diambil oleh seorang atlet di Indonesia terhadap keputusan LADI. Maka,
Penulis mencoba mengkaji lebih lanjut dalam bentuk penelitian hukum dengan
judul “TINJAUAN YURIDIS UPAYA HUKUM TERHADAP KEPUTUSAN
RAPAT DENGAR PENDAPAT LEMBAGA ANTI DOPING INDONESIA
OLEH ATLET”.
B. PEMBAHASAN
Pada tanggal 19 Oktober 2005 di Paris Perancis, UNESCO selaku organisasi
yang merupakan katalisator dari perkembangan edukasi & olahraga di tingkat
dunia beserta negara penandatanganan ICADS yang merupakan konvensi
internasional menentang penggunaan doping dalam kegiatan olahraga yang
kemudian pelaksanaan konvensi ICADS tersebut berlaku sejak 1 Februari 2007.10
Tujuan diadakannya konvensi ICADS ialah untuk menindaklanjuti program kerja
UNESCO yang berfokus pada pengembangan di bidang edukasi serta olahraga
dengan melarang penggunaan doping dalam kegiatan keolahragaan demi
terciptanya iklim sportivitas dalam kegiatan olahraga bagi masyarakat dunia.
Berkaitan dengan hal tersebut, Indonesia pada momen tersebut sejatinya telah
memiliki semangat pelarangan penggunaan anti doping dalam kegiatan
keolahragaan yang diatur dalam Pasal 85 UU 3/2005 tentang Sistem
Keolahragaan Nasional yang kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor
11 tahun 2022 tentang Keolahragaan.
Sehubungan dengan hal tersebut, konsekuensi hukum sejak ditandatanganinya
ICADS yang merupakan konvensi internasional menentang penggunaan doping
dalam kegiatan olahraga pada tanggal 1 Februari 2007 melalui diterbitkannya
Peraturan Presiden Nomor 101 tahun 2007 tertanggal 26 November 2007 dan
berlaku efektif pada tanggal 1 maret 2008.11 Dengan ditandatanginya ICADS,
Indonesia memiliki kewajiban untuk membentuk lembaga anti doping di tingkat
nasional yang terafiliasi dengan WADA. Hal ini pun sejalan sebagaimana yang
diatur dalam Pasal 32 ayat (1) dan (2) PP 17/2007 yang mengatur bahwa pada
setiap pelaksanaan Pekan atau Kejuaraan Olahraga, maka setiap peserta dilarang
menggunakan doping dalam bentuk atau wujud apapun sebagaimana dimuat
dalam Peraturan anti doping, kemudian terhadap pelaksanaan Pekan atau
Kejuaraan Olahraga dilakukan pengawasan oleh Pemerintah terhadap atlet yang
berkompetisi. Tugas Pemerintah tersebut diwakili oleh lembaga anti doping
nasional yang berafiliasi dengan lembaga anti doping internasional.
Kewajiban pembentukan Lembaga Anti Doping oleh Pemerintah Indonesia
telah dipenuhi melalui pembentukan Lembaga Anti Doping Indonesia melalui
Peraturan Menteri Pemuda Olahraga Nomor 15 Tahun 2017 tentang Lembaga
Anti-Doping Indonesia yang dicabut dengan Peraturan Menteri Pemuda dan
Olahraga Nomor 1 Tahun 2021 tentang Lembaga Anti Doping Indonesia. Hal ini
10
Michael Straubel (2008), The International Convention Against Doping in Sport:
WADC Coverage of U.S Pro Athletes. Vol 9,No. 1. Hal 64-89
11
States Parties. Diakses melalui http://www.unesco.org/eri/la/convention.asp?KO
=31037&language=E . pada tanggal 22 Desember 2022.
sejatinya merupakan pengejawantahan kewenangan dari Pasal 32 ayat (1) dan ayat
(2) Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pekan
dan Kejuaraan Olahraga, yang mengatur bahwa:
“(1)Dalam setiap pekan olahraga atau kejuaraan olahraga, peserta dilarang
untuk menggunakan doping dalam bentuk apapun sesuai dengan ketentuan anti
doping.
(2) Pengawasan doping sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
Pemerintah, yang pelaksanaannya diserahkan kepada lembaga anti doping
nasional yang berafiliasi dengan lembaga anti doping internasional.”
Berdasarkan ketentuan tersebut, dapat diimplikasikan bahwa LADI memiliki
kewenangan dalam melaksanakan ketentuan anti doping di Indonesia pada tingkat
nasional yang dalam melaksanakan tugas pengawasan doping pada setiap kegiatan
keolahragaan di Indonesia haruslah mengacu pada ketentuan The Code yang
dikeluarkan oleh WADA yang mana hal tersebut telah ditegaskan Kembali dalam
Pasal 1 ayat (1) dan Pasal 3 Permenpora 1/2021 yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 1 ayat (1) Permenpora 1/2021
“Lembaga Anti Doping Indonesia yang selanjutnya disingkat LADI
adalah satuan tugas di lingkungan Kementerian Pemuda dan Olahraga
tingkat nasional untuk membantu Menteri dalam pelaksanaan ketentuan
anti Doping di Indonesia.”
Pasal 3 Permenpora 1/2021

1) LADI mempunyai tugas melaksanakan pengawasan anti Doping
pada setiap kegiatan olahraga.
2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
LADI mengacu pada ketentuan The Code yang dikeluarkan oleh WADA.”
Berdasarkan ketentuan tersebut, dapat diimplikasikan bahwa LADI memiliki
tugas melaksanakan pengawasan ketentuan anti doping di Indonesia yang bertugas
serta bertanggung jawab kepada Menteri.
a) Mekanisme Penjatuhan Sanksi Pelanggaran Ketentuan Anti Doping oleh
LADI pada PON
Pekan Olahraga Nasional diselenggarakan dalam tujuan memelihara persatuan
dan kesatuan bangsa, penjaringan bibit atlet profesional, serta peningkatan prestasi
olahraga. Penyelenggaraan pekan olahraga nasional berada dalam tanggung jawab
Pemerintah yang dilaksanakan oleh Menpora yang mendelegasikan tugas tersebut
pada KONI (Komite Olahraga Nasional Indonesia), berkaitan dengan
penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional dan Daerah ini juga berada dalam
tanggung jawab Pemerintah Daerah yang akan dibantu oleh KONI. Dalam
menjalankan tugasnya KONI menyelenggarakan Pekan Olahraga Nasional (PON)
dalam beberapa tahapan, yaitu perencanaan, pengorgasisasian, pelaksanaan, dan
pengawasan. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 38 ayat (1) UU
Keolahragaan, bahwa:
“Pasal 38
(1) Pengelolaan Olahraga di provinsi dilakukan oleh Pemerintah Daerah
provinsi dengan dibantu oleh komite olahraga nasional di provinsi.”
Kepesertaan atlet, dalam setiap pertandingan baik pekan olahraga
maupun kejuaraan olahraga, dilarang untuk menggunakan doping dalam
bentuk apapun sesuai dengan ketentuan anti doping. Pengawasan doping ini
dilakukan oleh Pemerintah yang pelaksanaannya diserahkan kepada LADI.
Hal ini diatur dalam Pasal 32 PP Kejuaraan Olahraga, bahwa:
“Pasal 32
(1) Dalam setiap pekan olahraga atau kejuaraan olahraga, peserta
dilarang untuk menggunakan doping dalam bentuk apapun sesuai
dengan ketentuan anti doping.
(2) Pengawasan doping sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
oleh Pemerintah, yang pelaksanaannya diserahkan kepada lembaga anti
doping nasional yang berafiliasi dengan lembaga anti doping
internasional.
(3) Pengawasan doping sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
mencakup kampanye anti doping, pencegahan terhadap doping, dan
pengambilan sampel.
(4) Pengambilan sampel sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan
sebelum dan/atau selama berlangsungnya pekan olahraga atau kejuaraan
olahraga.
(5) Sampel sebagaimana dimaksud pada ayat (4) yang didapat dari peserta
diuji oleh laboratorium doping yang mendapat akreditasi dari lembaga anti
doping internasional.
(6) Peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (5) yang melanggar
ketentuan anti doping dikenakan sanksi oleh induk organisasi cabang
olahraga yang bersangkutan.”
Ketentuan tersebut mengatur bahwa dalam setiap kompetisi atau kejuaraan
olahraga nasional, setiap peserta yang dalam hal ini merujuk pada atlet, itu
dilarang untuk menggunakan doping, bahwa LADI memiliki legitimasi
kewenangan berdasarkan Pasal 32 PP Kejuaraan Olahraga untuk melakukan
testing baik di dalam maupun di luar kejuaraan, baik itu tingkat nasional maupun
tinkat internasional.
LADI dalam menjalankan tugas pengawasan terhadap penerapan ketentuan anti
doping bertugas dengan mengacu pada ketentuan pasal Pasal 32 ayat (3) PP
17/2017 berbunyi sebagai berikut:
“Pengawasan doping sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
mencakup kampanye anti doping, pencegahan terhadap doping, dan pengambilan
sampel.”
Pengawasan doping yang dilakukan oleh LADI tersebut sejatinya dilatar
belakangi oleh article 8 ICADS yang berbunyi sebagai berikut:
“Article 8.2 - Restricting the availability and use in the sport of prohibited
substances and methods. States Parties shall adopt, or encourage, where
appropriate, the relevant entities within their jurisdictions to adopt measures to
prevent and to restrict the use and possession of prohibited substances and
methods by athletes in sport unless the use is based upon a theurapetic use
exemption.”12

12
UNESCO. (2005). Loc.Cit, hlm 12
Upaya pengawasan doping tersebut ditindaklanjuti dengan diadakannya
sosialisasi dampak buruk dari doping yang dihadiri oleh pelatih, atlet, dokter
mencakup materi mengenai:
1. Pengetahuan terhadap zat dan metode terlarang, Peserta sosialisasi
diharapkan dapat memahami berbagai macam zat dan metode yang dilarang
untuk digunakan yang mengacu pada daftar yang dirilis oleh WADA.
2. Ketentuan pelaksanaan uji doping, Pelaksanaan uji doping dapat diakukan
pada saat perlombaan berlangsung maupun setelah dilaksanakannya
perlombaan dan/atau di luar perlombaan.
3. Sanksi penggunaan doping, terdapat 3 jenis sanksi penggunaan atas doping
yang dapat dijatuhkan kepada atlet, yakni:
a. Diskualifikasi, Sanksi diskualifikasi mengakibatkan batalnya keputusan
kemenangan dalam suatu kompetisi terhadap atlet yang terbukti
melakukan pelanggaran
b. Larangan keikutsertaan, Sanksi larangan keikutsertaan mengakibatkan
adanya restriksi terhadap atlet dalam kompetisi atau kegiatan lain atau
pendanaan yang terbukti melakukan pelanggaran
c. Skorsing sementara, Sanksi skorsing sementara mengakibatkan
pembatasan terhadap atlet untuk ikut berkompetisi dalam suatu kegiatan
perlombaan untuk sementara waktu yang telah ditentukan.
Selain itu, tindak lanjut atas pengawasan doping ialah dengan pengambilan
sampel yang kemudian akan diuji oleh petugas LADI sesuai dengan peraturan
yang telah ditetapkan.
Dalam pelaksanaan pengawasan doping sebagaimana yang telah diuraikan
diatas, LADI dapat bekerja sama dengan pihak internasional apabila terdapat
keterbatasan sarana dan prasana laboraturium di Indonesia dengan rujukan ke
laboratorium yang berlokasi di Bangkok, Thailand. 13 Kerjasama Internasional
tersebut sejatinya telah diatur dalam article 16 ICADS yang berbunyi sebagai
berikut:

13
Tes Doping Atlet PON 2012 numpang di Bangkok, diakses melalui
http://sport.tempo.co/read/news/2012/09/10/10 3428562/Tes-Doping-Atlet-PON-2012-
Numpangdi-Bangkok pada tanggal 2 Desember 2022
“Article 16.5 - International cooperation in doping control. Recognizing
that the fight against doping in sports can only be effective when athletes can
be tested with no advance notice and samples can be transported in a timely
manner to laboratories for analysis, States Parties shall, where appropriate
and in accordance with domestic law and procedures: promote cooperation
between doping control laboratories within their jurisdiction and those within
the jurisdiction of other States Parties. In particular, States Parties with
accredited doping control laboratories should encourage laboratories within
their jurisdiction to assist other States Parties in enabling them to acquire the
experience, skills, and techniques necessary to establish their own laboratories
should they wish to do”14
Dalam hal ini, sampel yang dikirimkan ke laboraturium negara Thailand akan
diuji melalui metodologi serta standar yang bertingkat internasional yang
kemudian akan disimpan untuk sementara waktu untuk kepentingan
keberlangsungan perlombaan dan atlet.dengan harapan dalam pelaksanaan
kegiatan keolahragaan dapat terbebas dari doping.15
Sehubungan dengan hal tersebut, kewenangan LADI dalam melaksanakan
sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, pengawasan anti doping pada
setiap kegiatan olahraga telah diatur pula dalam Pasal 5 Permenpora 1/2021 yang
berbunyi sebagai berikut:
“Untuk pelaksanaan tugas dan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
3 dan Pasal 4, LADI memiliki kewenangan untuk:
a. menetapkan peraturan Doping sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan dan The Code;
b. melakukan Testing;
c. memberikan Lisensi DCO dan Lisensi Doping Educator; dan
d. melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan pengawasan
Doping di Indonesia”

14
UNESCO. (2005). Loc. Cit
15
Waluyo, Tri Joko, and Ismul Al Azom. Implementasi International Convention Against
Doping In Sport di Indonesia (Studi Kasus: Penyelenggaraan Pon XVIII di Provinsi Riau
Tahun 2012). Diss. Riau University. Hlm. 34
Dalam melaksanakan wewenang yang dimiliki, LADI mendapatkan pendanaan
yang bersumber sebagaimana yang diatur dalam Pasal 98 ayat (4) UU 11/2022
yang berbunyi sebagai berikut:
“Pendanaan yang diperlukan untuk mendukung kegiatan organisasi anti-
Doping nasional bersumber dari:
a. anggaran pendapatan dan belanja negara;
b. anggaran pendapatan dan belanja daerah;
c. donasi masyarakat; dan/atau d. sumber dana lain yang sah dan
tidak mengikat, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.”
Oleh karena itu, dapat ditarik kesimpulan bahwa LADI memiliki
kewenangan penuh sebagai NADO yang menjadi anggota WADA pada
pelaksanaan dan pengawasan program anti-doping pada setiap kompetisi di
Indonesia.
Salah satu bentuk penindakan yang dilakukan oleh LADI pada kompetisi
di Indonesia adalah Pada penyelenggaraan PON XVIII di provinsi Riau tahun
2012 terdapat kasus penggunaan doping pada event olahraga tersebut.
Koordinator Bidang Hukum Lembaga Anti Doping Indonesia (LADI),
menyatakan bahwa 8 (delapan) atlet dalam Pekan Olahraga Nasional (PON)
di Riau September 2012 lalu, positif menggunakan doping.16 Menteri Pemuda
dan Olahraga membentuk Dewan Disiplin Anti Doping untuk Penyelesaian
Penggunaan Doping Pada Penyelenggaraan PON XVIII tahun 2012 melalui
keputusan Menteri Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia Nomor 0009
Tahun 2013.
ICADS sebagai konvensi internasional menentang doping memberikan
pengaturan sebagaimana diatur pada Pasal 8 ICADS, bahwa:
“Restricting the availability and use in sport of prohibited
substances and methods. States Parties shall adopt, or encourage, where
appropriate, the relevant entities within their jurisdictions to adopt
measures to prevent and to restrict the use and possession of prohibited
16
Daftar Hasil Pengujian Atlet yang Terdeteksi Mengandung Zat Doping Pada PON
XVIII. Sumber : Riset di Kantor LADI (Jakarta). Pada tanggal 26 Mei 2015.
substances and methods by athletes in sport unless the use is based upon
a therapeutic use exemption”
Dalam tafsiran bebas:
“untuk membatasi ketersediaan dan penggunaan doping dalam
kegaitan olahraga, maka negara penandatangan harus mengadopsi,
mendorong, dan bila perlu melarang penjualan serta penggunaan
terhadap zat atau metode terlarang yang diatur kemudian dalam panduan,
serta mengambil langkah-langkah pencegahan dan pembatasan terhadap
penggunaan obat-obatan, zat, dan metode terlarang oleh atlet dalam
kegiatan olahraga, kecuali terhadap TUE (pengecualian dalam
penggunaan terapi bagi Atlet).”
Berdasarkan hal tersebut negara melalui LADI harus mengupayakan
langkah-langkah pencegahan terhadap penggunaan obat-obatan terlarang oleh
atlet dalam kegiatan keolahragaan. Salah satu upaya pencegahan penggunaan
doping dalam olahraga yang dapat diupayakan oleh LADI adalah pengujian
dan penindakan terhadap atlet yang melanggar. Dalam menjalankan tanggung
jawab tersebut LADI tidak hanya dapat menjalankan tanggung jawabnya
secara mandiri, melainkan dapat berkoordinasi dengan panitia penyelenggara
suatu kompetisi. Hal ini pun juga dilegitimasi berdasarkan Pasal 20 The
WADA Code.
Sebagaimana pada penyelenggaraan PON XVIII di Riau dulu, divisi
kesehatan PB PON setelah berkoordinasi dengan LADI kemudian melakukan
pencegahan dalam upaya untuk pembatasan penggunaan doping oleh para
Atlet. Yaitu berupa tindakan pencerdasan kepada atlet mengenai zat, metode,
dan obat-obatan yang dilarang dalam prohibited list yang dikeluarkan oleh
WADA, sanksi pelanggaran terhadap aturan tersebut serta akibat dari
penggunaan doping terhadap kesehatan atlet. Tindakan tersebut dilakukan
melalui seminar dan sosialiasi pada sebelum pelaksanaan PON.17

17
Ismul Al Azoom, Implementasi International Convention Againts Doping in Sport di
Indonesia (Studi kasus: penyelenggaraan PON XVIII di Provinsi Riau tahun 2012),
Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Riau, hlm. 15
Bahwa langkah pengawasan terhadap prohibited list yang dikeluarkan
oleh WADA dilakukan melalui pengumpulan sampel berupa urin atau darah
yang diambil dari Atlet. Dalam rangka mengutamakan objektifitas, nilai
keadilan, nilai kejujuran, dan ketepatan, pengambilan sampel dilakukan oleh
petugas yang dipilih dan dilatih oleh LADI yang telah mendapatkan sertifikat.
Hal ini sebagaimana diatur dalam Article 17.3 The WADA Code.
Terdapat beberapa tahapan prosedur yang dilewati pada pengujian
sampel pada atlet yang berkompetisi di PON XVIII di Riau, antara lain yaitu:
1) TAHAP 1, Notifikasi kepada Atlet
a. Notifikasi oleh petugas Dopping Control Officer atau Chaperone
kepada atlet yang terpilih. Notifikasi dilakukan secara langsung
kepada yang bersangkutan dengan terlebih dahulu
memperkenalkan diri serta menunjukkan identitas petugasnya
serta memberitahukan asalnya yaitu dari LADI;
b. Penjelasan mengenai hak dan kewajiban dari atlet, salah satunya
adalah hak atlet untuk didampingi oleh pendamping selama masa
pengujian. Setelah itu, Atlet akan dimohon untuk mengisi
formulir yang memuat keterangan bahwa atlet telah mendapatkan
penjelasan yang jelas dari petugas dan atlet akan dibuatkan
salinan atas formulir tersebut;
2) TAHAP 2, Laporan ke Petugas Doping
a. Atlet akan memperoleh notifikasi agar segera mendatangi ruang
pengawasan doping dalam jangka waktu yang disampaikan oleh
petugas (liason officer). Dalam hal atlet sedang terjadwal pada
suatu kegiatan olahgara baik itu latihan ataupun sedang
berkompetisi, maka atlet dapat melakukan penundaan
pengambilan sampel hingga selesainya kegiatan tersebut dengan
terlebih dahulu memberikan laporan kepada petugas. Setelah itu,
atlet akan melakukan pengambilan sampel yang akan diawasi
penuh oleh petugas;
b. Atlet kemudian diberikan air minum setelah menunjukkan tanda
pengenal serta foto yang tecantum;
3) TAHAP 3, Pemilihan Wadah18
a. Atlet diberikan kesempatan untuk mengambil wadah yang telah
disediakan oleh petugas dan harus secara mandiri memastikan
bahwa wadah tersebut bersih, kosong, bersegel, serta dalam
keadaan baik atau tercemar. Atlet harus memegang wadah
tersebut sendiri;
4) TAHAP 4, Pengumpulan Sampel
a. Atlet yang terpilih akan didampingi oleh petugas yang berjenis
kelamin yang sama untuk melakukan pengambilan sampel di
kamar mandi, pendampingan petugas ditujukan agar
pengumpulan sampel dilakukan dengan prosedur yang benar;
b. Atlet akan diminta untuk melepaskan pakaian yang digunakan
mulai dari lutut hingga dada serta jari tangan sampai siku,
tujuannya agar petugas dapar secara objektif memastikan bahwa
terhadap sampel tidak dilakukan manipulasi;
c. Setelah pengumpulan sampel, Atlet diperkenankan untuk
membawa sendiri sampel tanpa bantuan dari Pendamping, kecuali
terhadap atlet yang disabilitas;
5) TAHAP 5, Volume urin
a. Petugas melakukan verifikasi di dalam laboratorium terhadap
sampel dengan berbagai teknik dan spesifikasi tertentu, hal ini
dilakukan dengan penuh pengawasan dari atlet, agar dapat
memastikan volume yang dibutuhkan untuk pengujian itu cukup,
yaitu sekita 75-100 ml. Dalam hal sampel tidak mencukupi maka
atlte akan diproses agar melanjutkan pada pengambilan sampel
tambahan (Partial sampel process) dengan prosedur yang sama
dengan sebelumnya;
6) TAHAP 6, Pemilihan Botol Sampel

18
Ibid, hlm.16
a. Dalam hal volume sampel telah mencukupi, maka atlet akan
dimohon untuk melakukan pemilihan terhadap botol sampel A
dan B yang dimuat dalam satu perangkat yang disegel. Atlet akan
diminta untuk memastikan dengan teliti bahwa botol sampel
masih dalam keadaan tersegel, tepat, bersih dan tidak tercemar,
memiliki label yang benar, serta dalam keadaan layak;
7) TAHAP 7, Pembagian Volume Sampel
a. Atlet akan diminta untuk melakukan pembagian sampel secara
mandiri yang kemudian akan dikumpulkan dalam botl sampel
yang sebelumnya telah dipilih sendiri oleh atlet. Terhadap Atlet
penyandang disabilitas, dibantu oleh Pendamping;
b. Atlet akan diminta untuk menuangkan 1/3 (sepertiga) dari jumlah
urin pada wadah penampung pada Botol B, sedangkan sisanya
akan dimasukkan pada Botol A. Namun, atlet akan diminta untuk
menyisakan sedikit jumlah urin dalam wadah penampung agar
dilakukan pemeriksaan berat ataupun jenis serta pH dari sampel
urin oleh petugas, hal ini ditujukan dalam hal memastikan kondisi
sampel berada pada keadaan yang baik dan sesuai dengan
kebutuhan laboratorium;
8) TAHAP 8, Penyegelan Botol Sampel
a. Atlet akan diminta untuk melakukan secara mandiri penyegelan
terhadap botol A dan B, Pendamping dan Petugas Pengawas akan
memastikan botol sedang tersegel dengan benar dan baik;
9) TAHAP 9, Pengecekan Berat Jenis, Massa, dan pH dari Sampel
a. Pemeriksaan berat jenis, massa, dan pH dari sampel dilakukan
oleh Petugas dengan menggunakan sisa urin atau sampel yang
tertampung dalam wadah penampung. Hasil tersebut kemudian
akan dimuat dalam formulir pengawasan doping (doping control
form). Dalam hal sampel tidak sesuai dengan kebutuhan, maka
atlet akan dimohon untuk mengulang prosedur pengumpulan
sampel sedari awal.
10) Tahap 10, Atlet Mengisi Formulir Pengawasan Doping
a. Atlet dimohon untuk menginformasikan penggunaan obat-obatan
atau suplemen yang dikonsumsi sejak 3-7 (tiga sampai tujuh) hari
sebelum hari pengambilan sampel, Atlet akan memuat informasi
tersebut pada formulir, atlet pada kesempatan ini memiliki hak
untuk dapat memberikan keterangan tambahan serta mengecek
kembali kebenaran informasi yang kemudian akan dicatat oleh
petugas dengan nomor kode khusus untuk sampel;
b. Petugas akan mengawasi pengumpulan sampel, termasuk dalam
hal ini juga diawasi oleh Pendamping, Atlet, dan Petugas Penguji
Doping yang kemudian akan menandatangani formulir
pengawasan doping di akhir masa pengumpulan sampel;19
c. Atlet akan diberikan salinan terhadap formulir tersebut.
Pelaksanaan pengujian doping pada PON XVIII oleh PB PON adalah
terhadap 781 (tujuh ratus delapan puluh satu) atlet, mekanisme pemeriksaan
doping dilakukan dengan mekanisme in competition (dalam pertandingan),
lebih tepatnya dilakukan terhadap atlet pada akhir pertandingan.20
Indonesia belum memiliki laboratorium pengujian sampel doping yang
telah terakreditasi WADA. Oleh karena itu, pengujian sampel doping
dilakukan di Laboratorium luar negeri, biasanya dilakukan di Thailand
sebagia negara terdekat. Hal ini sebagiamana diatur pada Pasal 16 Konvensi
Internasional menetang Doping dalam olahraga menjelaskan bahwa:
“International cooperation in doping control. Recognizing that the
fight against doping in sports can only be effective when athletes can be
tested with no advance notice and samples can be transported in a timely
manner to laboratories for analysis, States Parties shall, where
appropriate and in accordance with domestic law and procedures:
promote cooperation between doping control laboratories within their
jurisdiction and those within the jurisdiction of other States Parties. In

19
Ibid, hlm.16
20
Dikakses melalui http://www.riaupos.co/25266-berita-nama--atlet-doping-pon-riau-
segera-diumumkan.html#.VxkeTaObvQw pada 12 Desember 2022, pukul 08.23 WIB
particular, States Parties with accredited doping control laboratories
should encourage laboratories within their jurisdiction to assist other
States Parties in enabling them to acquire the experience, skills and
techniques necessary to establish their own laboratories should they
wish to do so”21
Sampel tersebut kemudian akan diterima oleh Pihak Laboratorium di
Thailand yang akan dilanjutkan pada tahapan pemeriksaan yang dilakukan
sesuai dengan standar internasional yang ditetapkan oleh WADA. Sampel
Botol A akan dilakukan pengujian terhadap sampel dengan mencocokkan
terhadap Prohibited List serta Sampel B disimpan dalam kulkas agar aman
dan dapat digunakan dalam hal timbul kerugian atau keberatan terhadap hasil
pengujian.22 Setelah dilakukan pengujian maka akan dilanjutkan dengan
prosedur lanjutan.
Setelah Dewan Displin Anti Doping LADI mendapatkan temuan analitik
sampel positif doping dari pihak laboratorium Thailand, Dewan Disiplin Anti
Doping akan melakukan tinjauan ulang untuk menentukan apakah temuan
analitik sampel positif doping tersebut merupakan pengecualian penggunaan
terapeutik oleh atlet. Pada PON XVIII di Provinsi Riau, penggunaan
terapeutik tidak ada digunakan oleh para atlet. Sehingga sampel yang di
analisis positif doping sebelumya merupakan hasil temuan analitik final untuk
di proses ke tahap kosekuensi atau hukuman.
Prosedur lanjutannya adalah peninjauan kembali oleh Dewan Disiplin
LADI yang kemudian akan memberikan ketentuan mengenai kepastian dari
hasil analisis sampel positif doping dari Laboratorium terakreditasi LADI,
kepastian ini ditentukan bahwa apakah zat terlarang yang terbukti berada
dalam tubuh atlet tersebut dapat dikecualikan karena alasan penggunaan
terapi atau tidak. Setelah itu, Dewan Disiplin LADI yang dikenal sebagai
Komite Result Management (RM) akan mengirimkan keputusan atas hasil

21
UNESCO. (2005). International Convention Against Doping In Sport. Paris: UNESCO
22
WADA, (2021), Testing and Investigation (International Standart), France: WADA,
hlm. 45
laboratorium kepada Panel Dengar Pendapat LADI.23Panel Dengar Pendapat
LADI akan melakukan pemeriksaan serta investigasi terhadap atlet, dalam hal
ini mencari penyebab termuatnya zat atau kandungan yang ditemukan sebagai
doping oleh hasil laboratorium, serta memutuskan bahwa apakah pada hasil
pengujian di laboratorium itu termuat zat yang dikecualikan karena alasan
terapi, kemudian memetakan bahwa apakah terdapat kesengajaan atau
keteledoran dari seorang atlet sehingga mengakibatkan terkandungnya zat
tersebut dalam hasil uji laboratorium. Kemudian, pada akhirnya PDP akan
memberikan keputusan serta sanksi pada atlet yang melanggar ketentuan anti
doping.
Melihat pada kasus PON XVIII di Provinsi Riau, Para Atlet yang positif
menggunakan doping itu tidak dikecualikan atas penggunaan terapi. Sehingga
hasil dari Laboratorium tersebut merupakan hasil akhir yang akan diberikan
sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.24

b) Mekanisme Banding atas keputusan LADI melalui Panel Banding


Pengertian Upaya Hukum sebagaimana dikemukakan oleh P.A.F Lamintang
terhadap suatu putusan pengadilan adalah hak dari seorang yang terdampak atas
putusan dan merasa belum puas atau tidak puas dengan putusan yang diterima.25
Terhadap putusan yang dikeluarkan oleh PDP LADI dapat diajukan upaya
hukum banding melalui pemeriksaan persidangan dalam Panel Banding. Hal ini
sebagaimana diatur dalam Pasal 28 Permenpora 11/22, Panel Banding memiliki
tanggung jawab untuk menindaklanjuti putusan Penyalahgunaan Doping yang
dikeluarkan oleh PDP LADI.
Hal ini juga merupakan sebuah perwujudan dari ketentuan yang dimuat dalam
Article 13 The WADA Code, yang mengatur bahwa:
“Decisions made under the Code or under rules adopted pursuant to the
Code may be appealed as set forth below in Articles 13.2 through 13.4 or as

23
Peraturan Menteri Pemuda dan Olahraga Nomor 11 tahun 2021 tentang Lembaga Anti
Doping Indonesia, Pasal 26
24
Ibid. hlm. 12
25
P.A.F Lamintang, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dengan Pembahasan
secara Yurisprudensi dan Ilmu Pengetahuan hukum Pidana, ( Bandung : Penerbit Sinar
Baru : 1985) hlm 215
otherwise provided in the Code or International Standards. Such decisions
shall remain in effect while under appeal unless the appellate body orders
otherwise.”
Dalam tafsiran bebas,
“Setiap keputusan yang dibuat berdasarkan Code ini atau berdasarkan
aturan yang mengadopsi Code ini (merujuk pada Permenpora 11/21) dapat
diajukan banding sesuai dengan mekanisme yang diatur dalam Pasal 13.2
hingga Pasal 13.4 The WADA Code ataupus standar internasional.
Keputusan tersebut dianggap tetap berlaku selama belum diputus sebaliknya
oleh Panel Banding”.
Bahwa kemudian dimuat dalam Article 13.1 The WADA Code diatur bahwa:
” The scope of review on appeal includes all issues relevant to the matter and
is expressly not limited to the issues or scope of review before the initial
decision maker. Any party to the appeal may submit evidence, legal
arguments and claims that were not raised in the first instance hearing so
long as they arise from the same cause of action or same general facts or
circumstances raised or addressed in the first instance hearing.”
Dalam tafsiran bebas,
“Ruang lingkup dari upaya hukum banding adalah terhadap setiap peristiwa
yang berkaitan dengan pengambilan keputusan pada Panel Dengar
Pendapat. Dalam upaya banding tersebut, Pembanding boleh menyertakan
bukti, pendapat, serta klaim yuridis terhadap peristiwa-peristiwa atau fakta-
fakta yang tidak diangkat/dibawa dalam persidangan pertama selama hal-
hal tersebut berkaitan langsung dengan kondisi dengan kasus yang
dibanding, sebagaimana dimuat dalam kronologis kasus pada persidangan
pertama”.
Sebagaimana dimuat dalam Pasal 13.2.3.2 The WADA Code, diatur bahwa:
“In cases under Article 13.2.2, the parties having the right to appeal to the
appellate body shall be as provided in the National Anti-Doping
Organization’s rules but, at a minimum, shall include the following parties:
(a) the Athlete or other Person who is the subject of the decision being
appealed; (b) the other party to the case in which the decision was rendered;
(c) the relevant International Article 13 Results Management: Appeals World
Anti-Doping Code 2021 95 Federation; (d) the National Anti-Doping
Organization of the Person’s country of residence or countries where the
Person is a national or license holder; (e) the International Olympic
Committee or International Paralympic Committee, as applicable, where the
decision may have an effect in relation to the Olympic Games or Paralympic
Games, including decisions affecting eligibility for the Olympic Games or
Paralympic Games, and (f) WADA. For cases under Article 13.2.2, WADA,
the International Olympic Committee, the International Paralympic
Committee, and the relevant International Federation shall also have the
right to appeal to CAS with respect to the decision of the appellate body. Any
party filing an appeal shall be entitled to assistance from CAS to obtain all
relevant information from the Anti-Doping Organization whose decision is
being appealed and the information shall be provided if CAS so directs”,
Dalam tafsiran bebas,
“Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13.2.2 bahwa pihak yang dapat
mengajukan upaya hukum banding atas keputusan suatu otoritas doping
kepada suatu pihak yang bertanggung jawab melakukan proses banding
adalah pihak-pihak yang diatur dalam aturan Organisasi Anti-Doping
Nasional (merujuk pada Permenpora 11/21, yakni atlet itu sendiri atau orang
yang diberikan kuasa oleh atlet), bahwa atas upaya hukum banding tersebut
setidak-tidaknya harus menjelaskan: a. Kedudukan Atlet atau pihak lain yang
menjadi subjek dalam pengajuan banding; b. Kedudukan dari Otoritas
Banding untuk memproses upaya banding atas kasus terkait; c. Federasi
Internasional yang berkaitan; d. Organisasi Anti-Doping Nasional tempat
Pembanding berkewarganegaraan; e. Keputusan dari Panitia pelaksana
suatu kompetisi nasional ataupun internasional yang berkaitan dan
memberikan dampak terhadap atlet atau Pembanding; f. Panitia Pelaksana
kompetisi sebagaimana dimaksud dalam huruf e, harus menghormati dan
menghargai segala keputusan yang dikeluarkan oleh Komite Banding, serta
bekerja sama dan membantu penyediaan fakta-fakta dan data-data yang
dapat membantu proses banding yang sedang diproses”,
Kemudian dalam Article 13.2.3.4 - 13.2.3.6 The WADA Code diatur
bahwa:
“13.2.3.4, The deadline to file an appeal for parties other than WADA shall
be as provided in the rules of the Anti-Doping Organization conducting
Results Management.
13.2.3.5 The filing deadline for an appeal filed by WADA shall be the later
of: World Anti-Doping Code 2021 Part 1 Doping Control 96 (a) Twenty-one
(21) days after the last day on which any other party having a right to appeal
could have appealed, or (b) Twenty-one (21) days after WADA’s receipt of
the complete file relating to the decision.
13.2.3.6 Notwithstanding any other provision herein, the only person who
may appeal from the imposition of a Provisional Suspension is the Athlete or
other Person upon whom the Provisional Suspension is imposed.”
Dalam tafsiran bebas,
“13.2.3.4, bahwa batas waktu untuk mengajukan banding bagi pihak selain
WADA akan diatur dalam Peraturan Organisasi Anti-Doping Nasional,
13.2.3.5, bahwa pengajuan banding untuk WADA adalah 21 (dua puluh satu
hari) pada:
a. Hari terakhir batas pengajuan banding oleh keputusan Organisasi Anti-
Doping Nasional
b. Hari terakhir penerimaan file tentang keputusan oleh WADA.
13.2.3.6, bahwa kendatipun terdapat ketentuan lain, Pihak yang boleh
mengajukan banding hanyalah atlet atau Pihak yang diberikan kuasa atau
pihak yang menerima dampak penundaan sementara atas putusan tersebut”
Berdasarkan keterangan tersebut, banding dapat dilakukan oleh atlet atau pihak
yang diberikan kuasa oleh atlet atau pembanding yang terdampak atas suatu
keputusan yang dikeluarkan oleh Organisasi Anti-Doping Nasional yakni LADI
dengan dapat melampirkan fakta, bukti, argumen, atau bahkan keterangan-
keterangan baru yang berkaitan dengan suatu kasus yang berkaitan dengan
putusan awal LADI melalui PDP, baik dalam WADA maupun dalam Permenpora
11/21 tidak diatur mengenai upaya hukum lain yang dapat dilakukan terhadap
keputusan forum banding atau dalam hal ini keputusan Panel Banding LADI.
Oleh karena itu, keputusan Panel Banding LADI merupakan keputusan yang final
and binding, atau keputusan akhir yang mengikat.
Kemudian alasan dapat diajukannya Banding atas keputusan LADI diatur
dalam ketentuan Article 10.5 The WADA Code, bahwa:
“10.5, If an Athlete or other Person establishes in an individual case that he
or she bears No Fault or Negligence, then the otherwise applicable period of
Ineligibility shall be eliminated.”
Dalam tafsiran bebas,
“10.5 Apabila Atlet atau pihak lain yang terdampat atas suatu kasus
pelanggaran ketentuan doping dapat membuktikan bahwa dirinya tidak
bersalah atau lalai atau bahkan ternyata seharusnya negatif atas kandungan
doping yang dihasilkan dari pengujian laboratorium, maka sanksi mengenai
larangan bertanding dalam suatu jangka waktu tertentu itu harus
dihapuskan”
Berdasarkan hal tersebut, sebagaimana dialami oleh Santi Tri Kusuma seorang
pembalap sepeda yang dalam penyelenggaraan PON XVII di Riau sempat
dijatuhkan sanksi larangan bertanding selama 2 (dua) tahun, kemudian
mengajukan upaya banding kepada Panel Banding LADI, bahwa karena Santi
dapat membuktikan bahwa kandungan doping dalam sampel yang diambil dari
dirinya disebabkan oleh suntikan pereda panas yang disuntikkan oleh asisten
pelatihnya pada saat Santi mengalami sakit menjelang pertandingan. Karena pada
kasus tersebut Santi dapat membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah maupun
tidak lalai atas kandungan doping yang terdapat dalam tubuhnya, maka sanksi
larangan bermain bagi Santi dicabut. Kendati demikian, Santi tetap menerima
sanksi berupa teguran dan pencabutan medali emas.26

26
Ismul, Implementasi International Convention Againts Doping in Sport di Indonesia
(Studi Kasus: Penyelenggaraan PON XVIII di Provinsi Riau tahun 2012), Jurnal Ilmu
Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Riau, Vol. 2,
No.2, Oktober 2015, hlm.14
Dalam The WADA Code diatur mengenai mekanisme tenggat waktu pengajuan
banding, namun dalam Peraturan LADI yakni Permenpora 11/21 tidak dimuat
mengenai ketentuan batas tenggat waktu pengajuan banding. Hal ini menjadi
penting untuk diatur kemudian mengingat upaya hukum banding merupakan hak
dari seorang yang terdampak, serta terdapat kemungkinan pula belum
diakomodirnya suatu fakta, bukti, atau keterangan pada persidangan pertama oleh
LADI. Oleh karena itu, LADI seharusnya membuat pengaturan lebih lanjut
berkaitan dengan upaya hukum banding secara jelas dan terbuka.

C. KESIMPULAN
Upaya Hukum Banding terhadap keputusan LADI secara yuridis merupakan
hal yang dapat dilakukan, hal ini sebagaiman diatur dalam Pasal 28 Peraturan
Menteri Pemuda dan Olahraga Nomor 11 Tahun 2021 Tentang Lembaga Anti
Doping Indonesia. Suatu keputusan yang dikeluarkan LADI melalui Rapat Dengar
Pendapat yang telah mempertimbangkan setiap kemungkinan pengecualian
penggunaan zat atau metode oleh atlet untuk tujuan terapi, alasan lain dapat
dimuatnya suatu kandungan dalam sampel yang diambil dari atlet, atau bahkan
alasan ketidaktahuan atlet mengenai penyebab termuatnya suatu zat dalam sampel
atlet, itu masih dapat dilakukan suatu upaya hukum banding.
Tujuan hal ini adalah untuk mengakomodir kemungkinan terdapatnya fakta,
bukti, atau keterangan lain yang mungkin tidak diakomodir melalui persidangan
pertama, sehingga putusan sanksi yang dikeluarkan oleh LADI ini dapat
memberikan keputusan yang seadil-adilnya bagi seluruh pihak.
Sebagaimana kasus yang dialami oleh Santi Tri Kusuma pada penyelenggaraan
PON XVIII di Riau, yang pada putusan Panel Dengar Pendapat LADI Santi
diajtuhi sanksi larangan bermain selama 2 (dua) tahun yang kemudian setelah
dilakukan banding, Panel Banding LADI memberikan putusan pencabutan
larangan bermain. Namun, Santi tetap dikenakan sanksi berupa teguran dan
pencabutan medali emas.

D. DAFTAR PUSTAKA
Achmad Sanusi. (1984). Masalah Kesadaran Hukum dalam Masyarakat
Indonesia. Dewasa ini. Jakarta : Bina Cipta.

Charles E. Yesalis, Michael S. Bahrke, History of Doping in Sport, International


Sports Studies, vol. 24, no. 1, 2002, hlm. 45

Ismul Al Azoom, Implementasi International Convention Againts Doping in


Sport di Indonesia (Studi kasus: penyelenggaraan PON XVIII di Provinsi
Riau tahun 2012), Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik, Universitas Riau, hlm. 15

Michael Straubel (2008), The International Convention Against Doping in


Sport: WADC Coverage of U.S Pro Athletes. Vol 9,No. 1. Hal 64-89

Mutohir., Maksum. (2007). Sport development index. (Konsep metodologi dan


aplikasi). Alternatif baru mengukur kemajuan pembangunan bidang
keolahragaan. Penerbit PT. Index. Jakarta, hlm. 54

P.A.F Lamintang, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dengan


Pembahasan secara Yurisprudensi dan Ilmu Pengetahuan hukum
Pidana, ( Bandung : Penerbit Sinar Baru : 1985) hlm 215

Pausanias, The World of Greek Myth, (Oxford, 2021; online edn, Oxford


Academic, 21 Oct. 2021), https://doi.org/, diakses pada 29 Nov. 2022,
hlm. 58

Suleyman,Yildiz. (2012). Instruments for measuring service quality in sport and


physical activity services. Coll. Antropol. 36 2: 689–696., hlm. 693

Tes Doping Atlet PON 2012 numpang di Bangkok, diakses melalui


http://sport.tempo.co/read/news/2012/09/10/10 3428562/Tes-Doping-
Atlet-PON-2012-Numpangdi-Bangkok pada tanggal 2 Desember 2022

UNESCO. (2005). International Convention Against Doping In Sport. Paris:


UNESCO
Valkenburg, D., de Hon, O., & Van Hilvoorde, I. (2014). Doping control,
providing whereabouts and the importance of privacy for elite athletes.
International Journal of Drug Policy, 25(2), 212–218.
https://doi.org/10.1016/j.dru gpo.2013.12.013 , hlm. 215

WADA, (2021), Testing and Investigation (International Standart), France:


WADA, hlm. 45

Anda mungkin juga menyukai