1.1 PENDAHULUAN
Kegiatan olahraga pada dasarnya berintikan permainan dan keterampilan gerak
insani yang bersifat universal telah mengalami perkembangan. Dalam
perkembangannya, ternyata olahraga dapat memberikan sumbangan yang berarti
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Bentuk dan
pengorganisasian sistem keolahragaan juga telah berkembang dari waktu ke waktu,
dan sangat berkaitan dengan latar belakang sejarah masyarakat dan budaya.
Berkaitan dengan hal tersebut, makna olahraga tidak hanya dipahami hanya dalam
batas pengertian, permainan, ataupun statistik hasil pertandingan. Olahraga
mempunyai nilai-nilai dimensi dalam kehidupan manusia, antara lain konteks sosial,
cara hidup (way of life), dan ilmu pengetahuan. Secara operasional, olahraga
memperlihatkan tata cara lazim dan mapan dalam mengambil keputusan dan
mengatasi permasalahan yang dihadapi.
Dari sudut pandang sosial, olahraga merupakan jabaran dari praktek budaya,
manifestasi dan kreativitas. Dalam hal ini olahraga dipahami sebagai hasil ciptaan
manusia. Sepanjang perjalanannya, makna olahraga berubah sesuai dengan
atmosfir yang ada. Dalam perubahan tersebut, karakteristik dari olahraga juga
menyesuaikan perubahan yang terjadi. Olahraga dalam masyarakat majemuk
akhirnya dibatasi oleh ruang dan waktu. Olahraga dalam konteks olahraga prestasi
yang pada mulanya dilandasi dengan semangat olahraga (spirit of sport), dalam
perjalanannya, telah mengalami metafora. Tuntutan perubahan lingkungan dan
pemenuhan kebutuhan telah menjadikan prinsip dan karakteristik olahraga beralih
menjadi motif-motif yang diinginkan oleh olahragawan, tenaga keolahragaan dan
Pembina olahraga. Perbedaan motif-motif tersebut telah memicu makna olahraga
itu sendiri, dibarengi dengan perilaku yang menghalalkan berbagai cara, termasuk
perilaku yang mencemari semangat olahraga.
Olahraga merupakan pilar pembangunan karakter bangsa dan menjunjung tinggi
harkat dan martabat bangsa serta mengandung nilai luhur yang perlu dilestarikan.
Doping secara fundamental bertentangan dengan spirit of sport yang telah diakui
secara internasional yaitu nilai-nilai etika, permainan bersih dan jujur (fair play),
kesehatan, keunggulan dalam prestasi, karakter dan pendidikan, kesenangan dan
hiburan, teamwork, dedikasi dan komitmen, penghormatan terhadap aturan dan
hukum, penghormatan terhadap diri sendiri dan peserta lain, keberanian, komunitas
dan solidaritas. Nilai-nilai luhur olahraga internasional tersebut sejalan dengan nilai-
nilai dasar kemanusiaan pada umumnya.
1.2 OLAHRAGA DAN DOPING
Perkembangan dunia olahraga makin kompetitif dan cenderung berbanding lurus
dengan perilaku olahragawan yang menggunakan doping untuk mencapai prestasi
dan memenangkan kompetisi. Dalam sejumlah kompetisi baik nasional maupun
internasional banyak ditemukan kasus doping yang merugikan olahragawan seperti
sanksi diskualifikasi atau larangan berkompetisi dalam batas waktu tertentu atau
bahkan seumur hidup.
Olahragawan yang terkena kasus doping dalam kompetisi tingkat internasional
merusak harkat dan martabat bangsa. Dari kasus yang mencuat, doping sebagian
besar digunakan secara sengaja untuk mencapai prestasi puncak akibat tekanan
kompetisi yang ketat. Namun demikian tidak sedikit pula doping digunakan karena
ketidaktahuan atau rendahnya tingkat pengetahuan olahragawan, tenaga
keolahragaan, dan pihak lain yang terkait mengenai zat dan metode terlarang.
Berdasarkan hal tersebut, setiap negara sepakat mengikatkan diri dalam Konvensi
Internasional Menentang Doping dalam Olahraga untuk menjunjung tinggi prinsip
sportivitas, nilai etika dan estetika sebagai nilai luhur olahraga dalam rangka
tercapainya keadilan dan kepastian hukum bagi olahragawan dan pelaku
keolahragaan baik pada tingkat nasional maupun internasional.
1.3 SEJARAH DAN KASUS DOPING
Kata doping berasal dari bahasa Belanda, dop, nama minuman beralkohol yang
terbuat dari kulit anggur yang digunakan oleh tentara Zulu dalam meningkatkan
keberanian dalam peperangan. Istilah tersebut menjadi umum pada sekitar
pergantian abad ke 20, aslinya mengacu pada pemberian obat pada kuda pacu.
Praktek meningkatkan kinerja melalui pemberian zat-zat atau bahan-bahan artifisial
lainnya berusia sama dengan olahraga kompetitif itu sendiri.
Olahragawan Yunani kuno dikenal menggunakan diet khusus dan obat perangsang
untuk memperkuat diri mereka. Strychnine, kafein, kokain, dan alkohol sering
digunakan oleh pembalap sepeda dan olahragawan endurens lainnya pada abad 19.
Thomas Hicks memenangkan lari marathon pada olimpiade 1904 di Saint Louis
karena menggunakan telur mentah, injeksi strychnine, dan meminum brandy
selama pertandingan. Sejak tahun 1920 dilakukan pembatasan penggunaan obat-
obatan dalam olahraga.
Tahun 1928 Federasi Atletik Amatir Internasional (IAAF) merupakan federasi
olahraga internasional pertama yang melarang penggunaan doping (penggunaan
zat perangsang). Setelah itu diikuti oleh federasi-federasi lainnya, tetapi
pembatasan tersebut kurang efektif karena tidak dilakukannya pengujian.
Sementara itu masalahnya semakin memburuk dengan penggunaan hormon-
hormon sintetik yang ditemukan pada tahun 1930 dan semakin marak
penggunaannya sejak tahun 1950. Pada olimpiade Roma 1960 terjadi kematian
olahragawan balap sepeda asal Denmark Knud Enemark Jensen pada saat
perlombaan (hasil autopsi ditemukan adanya amphetamine) hal ini semakin
mendesak otoritas olahraga untuk melakukan pengujian doping.
Pada tahun 1966 UCI (balap sepeda) dan FIFA (sepak bola) merupakan beberapa
federasi internasional pertama yang memperkenalkan pengujian doping pada
Kejuaraan Dunia mereka. Pada tahun berikutnya International Olympic Committee
(IOC) membentuk Komisi Medisnya dan menyusun daftar terlarang pertamanya.
Pengujian obat-obatan pertama kali diperkenalkan pada Pertandingan Olimpiade
Musim Dingin di Grenobel dan pada Olimpiade Mexico pada tahun 1968. Setahun
sebelumnya, pentingnya kegiatan anti-doping telah menjadi sorotan dengan
kematian tragis pembalap sepeda Tom Simpson pada saat Tour de France.
Kebanyakan Federasi Olahraga Internasional memperkenalkan pengujian doping
pada tahun 1970-an. Penggunaan anabolic steroid semakin meluas, walau begitu,
terutama dalam lomba kekuatan, pada saat itu belum ada metode untuk
mendeteksinya. Sebuah metode pengujian yang dapat dipercaya pertama kali
diperkenalkan pada tahun 1974 dan IOC menambahkan anabolic steroid ke dalam
daftar terlarangnya pada tahun 1976. Akibatnya adalah peningkatan yang nyata
atas jumlah diskualifikasi akibat penggunaan obat-obatan pada akhir tahun 1970-
an, terutama pada olahraga kekuatan seperti nomor lempar dan angkat berat.
Kegiatan anti-doping semakin kompleks antara tahun 1970 dan 1980 dengan
munculnya kecurigaan dari negara-negara terhadap doping yang dilakukan oleh
sejumlah negara. Sebagai contoh negara Republik Demokratik Jerman yang
membuktikan kecurigaan ini. Kasus doping yang paling terkenal di tahun 1980-an
adalah Ben Johnson, pelari cepat asal Kanada yang terbukti menggunakan
stanozolol (anabolic steroid) pada Olimpiade Seoul, 1988. Akibatnya Johnson
dikenakan sanksi dan gelarnya dicabut. Kasus Johnson ini menarik perhatian dunia
karena belum pernah terjadi sebelumnya. Dalam perjalanan selanjutnya terdapat
bukti keterkaitan antara metode pengujian yang lebih efektif dan penurunan
pencapaian prestasi pada beberapa cabang olahraga yang cukup besar, terutama
pada cabang olahraga atletik.
Sementara perang terhadap stimulan dan steroid mulai menunjukkan hasilnya,
medan utama perang terhadap doping mulai bergeser pada doping darah. Blood
boosting, mengambil dan memasukkannya kembali darah olahragawan untuk
meningkatkan haemoglobin pembawa oksigen semakin banyak dipraktekkan sejak
tahun 1970-an. IOC melarang doping darah pada tahun 1986.
Cara lain untuk meningkatkan kadar haemoglobin terus diujicobakan. Salah satunya
adalah erythropoietin (EPO), yang dimasukkan ke dalam daftar terlarang IOC pada
tahun 1990. Perang terhadap EPO terhambat oleh kurangnya metode yang dapat
dipercaya. Sebuah metode deteksi EPO, yang didasarkan pada kombinasi analisis
urin dan darah, pertama kali diterapkan pada olimpiade Sidney pada tahun 2000.
Pada tahun 1988 sejumlah besar zat-zat terlarang ditemukan oleh polisi dalam
penggerebekan yang dilakukan pada saat Tour de France. Skandal tersebut
menyebabkan meningkatnya harapan terhadap peran otoritas publik dalam
masalah anti-doping. Pada awal tahun 1963, Perancis telah menjadi negara pertama
yang memberlakukan peraturan anti-doping. Negara-negara lain segera menyusul,
tetapi kerjasama internasional dalam masalah anti-doping masih terbatas pada
Europe Council. Pada tahun 1980-an terdapat peningkatan kerjasama yang cukup
besar diantara otoritas olahraga internasional dan berbagai badan-badan
pemerintah. Sebelum tahun 1998 masih terjadi perdebatan dalam beberapa forum
terpisah (IOC, Federasi-Federasi Olahraga, pemerintah), yang mengakibatkan
timbulnya perbedaan definisi, kebijakan dan sanksi. Salah satu akibat dari
kebingungan ini adalah bahwa sanksi doping seringkali dipersengketakan dan
terkadang dikesampingkan dalam pengadilan sipil.
Skandal Tour de France semakin menekankan perlunya sebuah badan internasional
independen, yang akan menyatukan standar-standar bagi kegiatan anti-doping dan
mengoordinasikan upaya-upaya organisasi-organisasi olahraga dan otoritas publik.
Namun, dampak jangka panjangnya yang buruk bagi kesehatan, membuat koka
(penghasil serbuk kokain) digolongkan sebagai obat perangsang atau doping. Selain
golongan narkotika, seperti kokain dan ganja, ada zat lain yang tergolong doping,
yaitu anabolik dan turunannya, beta blocker, hormon, bahan dengan aktivitas
antiestrogenik, dan diuretik. Komisi medik FIFA juga melarang metode yang
memperkaya transfer oksigen darah secara buatan, manipulasi kimia dan fisika,
serta penggunaan gen.
Sayangnya, meski daftar doping baik substansi maupun metodenya terus
bertambah panjang karena kemajuan teknologi, bahan-bahan yang termasuk
doping juga semakin mudah diakses dengan alasan serupa. Lewat internet, orang
bisa beli substansi apa saja, dalam jumlah berapa saja, dan tentu saja tanpa resep
dokter.
Belum lagi transfer darah dengan mengambil darah pemain dan nantinya
ditransfusikan kembali yang sulit dideteksi karena menggunakan bagian tubuh
pemain itu sendiri. Transfer darah mempercepat peningkatan jumlah sel darah
merah sehingga bisa mengantar oksigen lebih banyak ke otot sebagai sumber
tenaga. Dengan kemajuan teknologi, sel darah merah juga sudah ada sintetisnya
sehingga atlet tinggal menyuntikkan sel darah hasil rekayasa genetika ini
menjelang pertandingan.
2. Faktor kepribadian.
6. Salah satu jenis doping yang paling sering digunakan para atlet adalah obat-
obatan anabolik, termasuk hormon androgenik steorid. Jenis hormon ini punya efek
berbahaya, baik bagi atlet pria maupun atlet perempuan karena mengganggu
keseimbangan hormon tubuh serta meningkatkan risiko terkena penyakit hati dan
jantung. Khusus bagi atlet perempuan, pemakaian hormon ini akan menyebabkan
tumbuhnya sifat pria, seperti berkumis, suara berat, dan serak. Lalu, timbul
gangguan menstruasi, perubahan pola distribusi pertumbuhan rambut, mengecilkan
ukuran buah dada, dan meningkatkan agresivitas. Bagi atlet remaja, itu akan
mengakibatkan timbulnya jerawat. Yang terpenting, pertumbuhannya akan
berhenti.
7. Beta-blockers membendung penyampaikan rangsangan ke jantung, paru-paru
dan aliran darah, memperlambat rata-rata detak jantung. Itu dilarang dalam
olahraga seperti panahan dan menyelam karena menghindarkan getaran. Efek
merugikan yang terjadi antar alain mimpi buruk, susah tidur, kelelahan, depresi,
gula darah rendah dan gagal jantung.
8. HGH Human Growth Hormone (hormon pertumbuhan manusia), somatotrophin.
menyamai hormon pertumbuhan dalam darah yang dikendalikan oleh mekanisme
kompleks yang merangsang pertumbuhan, membantu sintesa protein dan
menghancurkan lemak. HGH disalahgunakan oleh saingan untuk merangsang otot
dan pertumbuhan jaringan. Efek yang merugikan termasuk kelebihan kadar glukosa,
akumulasi cairan, sakit jantung, masalah sendi dan jaringan pengikat, kadar lemak
tinggi, lemahnya otot, aktivitas thyroid yang rendah dan cacat.
Doping sangat dikenal oleh insan olah raga sebagai metode meningkatkan prestasi
tanpa indikasi medis. Mengapa dikaitkan dengan indikasi medis ? Ya, karena
berhubungan dengan zat atau bahan yang berdampak buruk bagi kesehatan para
pemakainya.
4.ANTARA PRESTASI DAN SPORTIVITAS
Masih segar dalam ingatan kita, baru-baru ini seorang ratu atletik dari negeri Paman
Sam dihukum 6 bulan karena keterlibatannya dengan doping dan dinilai mencemari
nilai-nilai sportivitas dalam olah raga. Jika diruntut ke belakang, makin banyaklah
daftar nama atlet terkenal yang terlibat Doping dan berakhir dengan sanksi.
Bantahan atlet ataupun pembelaan dari para ofisial tak dapat melindungi si atlet
dari jeratan hukum berdasarkan hasil pemeriksaan.
4.1 Mengapa menggunakan Doping?
Tak perlu bertanya kepada para pelaku, kita bisa menduga bahwa Prestasi, Gengsi,
Ambisi, Bonus, Uang, Ketenaran, hiruk pikuk tepukan dan puja puji adalah jawaban
mengapa seorang atlet menggunakan Doping. Bisa jadi atlet hanyalah alat dari
ambisi terselubung sebuah institusi induk organisasi, atau siapapun yang berada di
balik layar, atau bahkan sebuah negara. Siapa yang dapat mengetahuinya ?
Sejauh ini, jika seorang olahragawan dicurigai dan pada pemeriksaan berikutnya
benar-benar terbukti menggunakan Doping, maka dialah terdakwa utama, kambing
paling hitam dari kambing-kambing hitam lain yang mungkin ikut berperan namun
luput dari jeratan sanksi. Atau, tak jarang pula olahragawan tersebut memang
pengguna Doping sejati yang merancangnya secara sistematis demi sebuah
prestasi.
Kita mafhum, banyak negara menjadikan olahraga bak sebuah industri, melibatkan
uang, melibatkan berbagai pihak dan kepentingan. Di sisi lain, sajian olahraga
menjadi makin menarik, penuh pesona, mampu menyedot perhatian berjuta pasang
mata, menciptakan kelompok-kelompok para fans, melecut gairah, menggugah
histeria. Kadang memicu pertengkaran, perkelahian atau bahkan nyawapun jadi
tumbal.
Untuk itulah para olahragawan (dan para ofisial) dituntut selalu tampil prima untuk
meraih impian, yakni: Kemenangan dan Prestasi !!!
Tak ada yang salah ketika kemenangan, gengsi dan prestasi dikumandangkan.
Namun upaya ke arah itu sepantasnya menggunakan cara-cara jujur dengan
menjunjung tinggi nilai sportivitas sebagai ruh olah raga itu sendiri. Tentu dengan
latihan tekun, teratur, terukur, sistematis dengan memanfaatkan teknologi terkini
sejauh tidak melanggar ketentuan Induk Organisai Olahraga dan tidak merugikan
kesehatan.
Tahun 2008 ini PON ( Pekan Olah Raga Nasional ) sebagai ajang adu prestasi
olahraga multi event digelar di Kalimantan Timur. Kita berharap, hajatan tersebut
berlangsung meriah, penuh solidaritas di tengah persaingan, menjunjung tinggi
sportivitas, tanpa kekerasan, dan bebas Doping.
5.JENIS-JENIS DOPING
Penggunaan anabolika oleh atlit-atlit dimaksudkan untuk mengembangkan dan
memperkuat ototnya, terutama cabang olahraga yang berprestasi sangat
tergantung pada kekuatan otot, seperti angkat besi, dan atletik, juga pada bina raga
(body building). Volume dan kekuatan otot bertabah karena peningkatan sintesa
protein diotot rangka, begitu berat badan menjadi naik, antara lain karena retensi
air. Prestasi menjadi naik 10-15%, tetapi setelah 4 minggu berkurang lagi. Efeknya
hanya nyata bila sebelum dan selama penggunaan zat anabolic dilakukan latihan
itensif, yang disertai diet yang kaya akan protein dan kalori.
mengingat dosis tinggi yang diperlukan untuk efek baik tersebut dan efek samping
buruk yang dapat terjadi (yang terpentingadalah gangguan fungsi hati dan tumor
hati, lihat dibawah), maka pemakaian doping tidak dapat dibenarkan. Semua
organisasi olahraga dunia melarang penggunaan anabolika yang dimuat dalam
suatu daftar khusus. Atlit yang ketangkap basah atas dasar tes urin selalu
didiskualifikasi dan didenda berat. Meskipun demikian sampai sekarang masih
sering kali dilaporkan terjadinya pelnggaran.
Zat-zat doping lainnya.
Disamping steroida androgen dan anabolika (nandrolon, stanozolol) kini juga
banyak diunakan sejumlah obat lain untuk dopin. Dapatlah disebutkan amfetamin
dan derivat-derivatnya yang berefek peningkatan prestasi (efek ergogen), terutama
pada jenis olah raga ynag memerlukan pengeluaran tenaga eksplosif selama waktu
singkat. Adrenergika (obat-obat asma eferendi, klenbuterol) dan somatotrofin
(growth hormone) juga menghasilkan efek positif terhadap volume dan kekuatan
otot doping darah sendiri dan eritropoetin pun masih sering digunakan pada jenis
olahraga yang membutuhkna keuletan jangka panjang (lari atau lomba sepeda jarak
10 km atau lebih). Efek ergogennya berdasarkan antara lain peningkatan jumlah
eritrosit dan kapasitas transport oksigen dan CO2.
1. Psikostimulansi:
Amfetamin, kokain, nikotin, kofein.
Ketergantungan fisik tidak begitu kuat, sedangkan ketergantungan psikis bervariasi
dari lemah (kofein) sampai sangat kuat (amfetamin, kokain).
Senyawa anfetamin: anfetamin, metamfetamin (speed) MTA, dan ectasy.
Pada waktu perang dunia ke-II, senyawa ini banyak digunakan untuk efek
stimulansnya, antara lain meningkatkan daya tahan prajurit dan penerbang,
menghilangkan rasa letih, mengantuk, maupun lapar, dan meningkatkan
kewaspadaan dan aktivitas. Selain itu zat ini juga meningkatkan tekanan darah dan
rate jantung, yang dapat menyebabkan stroke maupun serangan jantung. Seusai
perang zat ini, yang juga disebut pep-pills, sering sekali disalah gunkan oleh
mahasiswa dan pengemudi truk untuk memberikan perasaan nyaman (euphoria),
serta menghilangkan rasa kantuk dan lelah. Dikalangan atletik zat ini digunakan
sebagai doping untuk meningkatkan prestasi yang melampai batas kemampuan
normal. Keadaan ini tidak wajar dan berbahaya, karena rasa letih merupakan
peringtan dari tubuh bahwa seseorang tersebut telah sampai batas
kemampuannya. Jika dipaksakan bisa menimbulkan exhaustion yang
membahayakan kesehatan.
Overdose dapat berbahaya, dapat menimbulkan kekacauan pikiran, delirium,
halusinasi, perilaku ganas, dan juga aritmia jantung yang dapat menimbulkan
masalah serius. Untuk mengatasi gejala ini digunakan sedative misalnya diazepam.
2. Anabolika
Steroida anabol adalah derivate testoteron (dan progesterone) sintesis yang telah
dikembangkan, sehingga dapat digunakan oleh wanita dan anak dibawah 16 tahun.
Anabolika yang banyak digunakan dalah:
Derivate testoteron
Metandrostenolon, metanolon (primobolan), eksimetolon (zenalosyn), stanozol
(stromba).
Dan derivate nandrolon
Nandrolon dan etilestrenol.
2. Steroid Anabolic
Adalah senyawa sintetis yang bentuk dan pengaruhnya mirip testosteron (hormon
laki-laki), sehingga pemakainya cenderung androgenik cirinya ditandai dg banyak
tumbuh bulu dan suara dalam
Syteroid anabolic dijual bebas dg nama dagang Deca-durabolin, maxibolin dsb
Obat ini dapat menyebabkan kerusakan hati, menurunnya produksi sperma, dan
telah dilarang IOC
3. Kafein
Inget kafein inget ptm gundala yg selalu menyediakan kopi, pantes mainnya bagus2
ternyata pake doping Kafein berpengaruh terhadap system saraf pusat untuk
menurunkan rasa gantuk, meningkatkan kewaspadaan dan mengurangi rasa lelah,
meningkatkan tempo jantung dan tekanan darah.
Kafein tidak dilarang, hasil penelitian menunjukkan efeknya akan nyata dengan
dosis 500 mg atau setara dengan 3 sd 5 cangkir kopi, efek sampingnya bersifat
diuretik, menimbulkan sering buang air kecil, mengganggu juga kalo lagi main
pingpong trus kamar kecilnya jauh dan dapat menyebabkan dehidrasi
4. Glukose
Penambahan glokosa cukup populer akhir-akhir ini, karena glukosa merupakan
sumber pembentuk glikogen yang merupakan sumber energi utama bagi tubuh..
Tapi agar dihindari meminum gula/glukose sebelum bertanding, karena begitu ada
asupan glukosa, tubuh mengeluarkan insulin terlalu dini, sehingga menimbulkan
pembentukan glikogen terlalu dini, akibatnya selama main malah pencernaan
glukosa menjadi tumpul...jadi lemes bro
Sebenarnya banyak lagi, seperti doping oksigen, doping darah, doping psikologis,
nanti gw tulis di thread lanjutan ah nanti thread ini terlalu panjang
6. BAHAYA DOPING
Stimulan
Tujuan : Meningkatkan tingkat kewaspadaan, tingkat kompetisi dan agresi dan
membantu melawan kelelahan.
Efek samping : Tekanan darah dan suhu tubuh naik, serta membuat detak jantung
tak beraturan. Akibat lain termasuk detak jantung berhenti dan stroke.
Diuretik
Tujuan : Membantu mengurangi cairan yang ada di dalam tubuh. Mengurangi berat
badan dan mengencerkan urine sehingga sulit untuk mendeteksi adanya jenis obat-
obatan lain.
Efek samping : Dehidrasi hebat.
Erythropoietin (EPO)
Tujuan : Mendorong pembentukan sel darah merah yang memungkinkan
peningkatan kapasitas tubuh dalam menggunakan oksigen.
Efek samping : Tekanan darah tinggi, arteri dan pembuluh darah mampet, otak
membengkak dan terkena serangan stroke.
Beta-Blocker
Tujuan : Menurunkan detak jantung dan menghentikan gemetar dalam olahraga
seperti menembak.
Efek samping : Lelah, depresi, dan gagal ginjal.
Doping Darah (metode)
Tujuan : Meningkatkan jumlah sel darah merah secara artificial. Darah diambil dari
atlet yang bersangkutan, disimpan dan kemudian dimasukkan lagi ke tubuh
mendekati saat pertandingan.
Efek samping : Infeksi (termasuk AIDS), gagal ginjal dan hati, kerusakan otak.
7. KESIMPULAN
Jadi doping mempunyai dampak positif dan negatifnya,bila digunakan dengan baik
maka doping sangat berfungsi bagi pemakainya seperti para medis menggunakan
doping untuk tujuan pengobatan.
Adapun tujuan lain yang banyak digunakan orang adalah pemakain diluar fungsi
dari doping itu sendiri,sehingga fungsi doping itu tidak tercapai justru menelan
banyak korban.dan banyak juga di pakai di kalangan olahraga maksud tujuan
mencapai prestasi malah justru sebaliknya.
Maka di harapkan jangan menggunakan doping hanya untuk manfaat diluar
manfaat doping tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
http://ladi.or.id/tipe2/index.php?option=com_content&task=view&id=77&Itemid=55
http://tyoteye.multiply.com/journal/item/2
http://ladi.or.id/tipe2/index.php?option=com_content&task=view&id=75&Itemid=58
http://krm7zakyblog.blogspot.com/2009/12/beberapa-macam-macam-obat-
doping.html
http://cakmoki86.wordpress.com/2008/01/13/doping-mengejar-prestasi-menuai-
sangsi/