Anda di halaman 1dari 76

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENYEBARAN CLIP FILM

INDONESIA DI APLIKASI TIKTOK SEBAGAI PELANGGARAN HAK


CIPTA

SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memproleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh :
WANDA AINUN NISSA
11180480000055

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1444 H/2023 M
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENYEBARAN CLIP FILM
INDONESIA DI APLIKASI TIKTOK SEBAGAI PELANGGARAN HAK
CIPTA

SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memproleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh :
WANDA AINUN NISSA
11180480000055

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1444 H/2023 M

i
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENYEBARAN CLIP FILM
INDONESIA DI APLIKASI TIKTOK SEBAGAI PELANGGARAN HAK
CIPTA

SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memproleh
Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh :
Wanda Ainun Nissa
NIM : 11180480000055

Dibawah Bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Asep Syarifuddin Hidayat S.H., M.H Indra Rahmatullah S.HI., M.H
NIP : 196911211994031001 NIDN. 2021088601

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1444 H / 2023 M

ii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI

Skripsi yang berjudul “TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENYEBARAN


CLIP FILM INDONESIA DI APLIKASI TIKTOK SEBAGAI
PELANGGARAN HAK CIPTA” oleh Wanda Ainun Nissa NIM :
11180480000055 telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Syariah dan
Hukum Program Studi Ilmu Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta pada Rabu, 21 Desember 2022. Skripsi ini telah diterima
sebagai salah satu syarat untuk memproleh gelar Sarjana Program Strata Satu (S-1)
pada Program Studi Ilmu Hukum.

Jakarta, 17 Januari 2023

PANITIA UJIAN MUNAQASYAH

Ketua : Dr. Muhammad Ali Hanafiah Selian, S.H., M.H. ( )


NIP. 19670203 201411 1 001
Sekretaris : Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum. ( )
NIP. 19650908 199503 1 001
Pembimbing I : Dr. Asep Syarifuddin Hidayat, S.H., M.H. ( )
NIP. 19691121 199403 1 001

Pembimbing II : Indra Rahmatullah S.HI., M.H. ( )


NIDN : 2021088601
Penguji I : Prof. Dr. Abdullah Sulaiman, S.H., M.H. ( )
NIP. 19591231 198609 1 003
Penguji II : Diana Mutia Habibaty, S.E.Sy., M.H. ( )
NIP. 19920606 202012 2 018

iii
LEMBAR PERNYATAAN

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Wanda Ainun Nissa


NIM : 111804800000055
Program Studi : Ilmu Hukum
Alamat : Taman Asri Blok L, Larangan, Ciledug, 15154
No Hp : 082298826868
Email : wandaainunnissa@gmail.com

Dengan ini menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu syarat memproleh gelar Sarjana Strata Satu (S-1) di Universitas
Islam Negeri (UIN) Sayrif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika kemudian hari terbukti hasil karya saya bukan hasil karya asli saya atau
merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi
yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 2 Desember 2022

Wanda Ainun Nissa

iv
ABSTRAK
Wanda Ainun Nissa, NIM 11180480000055, “TINJAUAN YURIDIS
TERHADAP PENYEBARAN CLIP FILM INDONESIA DI APLIKASI
TIKTOK SEBAGAI PELANGGARAN HAK CIPTA”. Program Studi Ilmu
Hukum, konsentrasi Hukum Bisnis, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1444 H/2023 M.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah masih banyak pelanggaran yang
terjadi terhadap karya cipta sinematografi di Indonesia. Pelanggaran dapat dengan
mudah dilakukan dengan mengunggah cuplikan film tersebut ke dalam suatu
aplikasi media sosial yang tidak berbayar. Penelitian ini menggunakan metode
penelitian yuridis normatif yang mengacu pada bahan hukum Undang – Undang
dan bahan Pustaka lainnya sebagai pendukung sumber dan literasi. Pendekatan
penelitian yang digunakan ialah pendekatan perundang – undangan (Undang –
Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.) Metode pengumpulan data
yang digunakan dalam penelitian ini ialah studi kepustakaan, dimana peneliti
mengumpulkan data yang bersumber dari buku. Semua data yang telah terkumpul
akan dianalisis secara deskriptif dengan menjawab permasalahan yang berkaitan
dengan penelitian ini, yakni mendeskripsikan bagaimana pelanggaran hak cipta
karya sinematografi Indonesia dapat terjadi di Aplikasi TikTok serta analisis yuridis
terkait dengan pelanggaran hak cipta tersebut dikaji menggunakan Undang –
Undang Nomor 28 Tahun 2014.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelanggaran hak cipta film
Indonesia di aplikasi TikTok masih sulit untuk diberantas disebabkan oleh sistem
aplikasi TikTok dan Kebijakan yang dikeluarkan oleh TikTok itu sendiri.
Pelanggaran hak cipta film di TikTok ini juga termasuk melanggar UU ITE.

Kata Kunci : TikTok, Hak Cipta, Karya Sinematografi

Pembimbing Skripsi : 1. Dr. Asep Syarifuddin Hidayat, S.H., M.H.


2. Indra Rahmatullah, S.HI., M.H.
Daftar Pustaka : Tahun 1973 sampai Tahun 2022.

v
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi rabbil ‘alamin segala puji bagi Allah SWT atas segala
nikmat iman, kesehatan jasmani dan rohani yang diberikan kepada peneliti. Tidak
henti-hentinya peneliti selalu memohon kepada-Nya agar selalu diberikan petunjuk,
diberikan kelancaran dan dikaruniai kemudahan, keteguhan hati, kesabaran dan
kekuatan dalam menyelsaikan skripsi ini. Tidak lupa juga shalawat serta salam
peneliti curahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa umatnya
secara istiqomah dari zaman kegelapan hingga ke zaman terang benderang seperti
sekarang dengan syariat islam serta menjadi uswatun hasanah dengan ahklak mulia
nya.
Peneliti melakukan penyusunan skripsi dengan judul “TINJAUAN
YURIDIS TERHADAP PENYEBARAN CLIP FILM DI APLIKASI
TIKTOK SEBAGAI PELANGGARAN HAK CIPTA”. Tujuan utamanya ialah
untuk melengkapi dan memenuhi persyaratan mencapai gelar sarjana hukum (S.H)
pada program studi Ilmu Hukum Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penyusunan skripsi ini tentu saja tidak akan terlepas dari banyaknya
hambatan dan rintangan. Peneliti pun tidak akan sanggup melewati ini semua tanpa
doa, dukungan dan motivasi dari berbagai pihak yang terus memberikan support
dan semangat dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, dengan kerendahan
hati, perkenankan peneliti menghaturkan rasa terima kasih yang tulus kepada yang
terhormat :

1. Prof. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.Ag., S.H., M.H., M.A Dekan Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta jajaran nya.
2. Dr. Muhammad Ali Hanafiah Selian, S.H., M.H. ketua Program Studi Ilmu
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Drs. Abu Thamrin,S.H.,M.Hum.
Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

vi
3. Dr. Asep Syarifuddin Hidayat, S.H., M.H dan Indra Rahmatullah, S.H.I., M.H.
Pembimbing skripsi yang telah meluangkan watu, tenaga dan pikiran untuk
membimbing peneliti dalam menyelsaikan skripsi.
4. Dr Ria Safitri S.H., M.Hum. dosen Penasihat Akademik yang memberikan
saran dan membimbing sejak awal penulisan skripsi.
5. Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
membantu dalam menyediakan fasilitas yang memadai bagi peneliti dalam
mengerjakan studi kepustakaan guna menyelsaikan skripsi ini.
6. Mama Desmalinda S.E & Papa Cecep Kuswa S.E, yang tiada hentinya
memberikan dukungan serta kasih sayang kepada peneliti dalam menyelsaikan
skripsi ini.
7. Semua pihak yang berkontribusi secara langsung maupun tidak langsung, tanpa
mengurangi esensi, makna dan arti penting bagi peneliti. Peneliti hanya mampu
mendoakan keberkahan dan kebaikan kepada teman-teman, semoga Allah SWT
membalas kebaikan-kebaikan yang berlipat ganda dan menempatkan kita
semua dalam Jannatu Firdaus Aamiin Ya Rabbal’alamiin.
Akhirnya tiada untaian kata yang lebih berharga selain mengucap
Alhamdulillah atas rasa syukur kepada Allah SWT. Peneliti menyadari bahwa
dalam penelitian skripsi ini terdapat kekurangan, namun besar harapan penelitu
semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca. Aamiin Ya
Rabbal’alamiin. Sekian dan Terima Kasih .

Jakarta, 31 Oktober 2022

Wanda Ainun Nissa

vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ……………………………………………………………. i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING…………………………………. ii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ................................ iii
LEMBAR PERNYATAAN .............................................................................. iv
ABSTRAK.......................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ....................................................................................... vi
DAFTAR ISI ................................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1
B.Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah ............................ 3
C.Tujuan dan Manfaat Penelitian ......................................................... 4
D.Metode Penelitian ............................................................................ 5
E. Sistematika Pembahasan
..…………………………………………...6

BAB II LA ND AS AN TEORITIS PELANGGARAN HAK CIPTA


SINEMATOGRAFI DI APLIKASI TIKTOK .................................. 8
A. Kerangka Konseptual ...................................................................... 8
B. Kerangka Teori.............................................................................. 15
C. Tinjauan Review Terdahulu ........................................................... 21

BAB III CARA KERJA TIKTOK & HUBUNGAN HUKUM TIKTOK


DENGAN PERATURAN PELANGGARAN HAK CIPTA ........... 24
A. Hubungan Hukum TikTok Terhadap Peraturan Hak Cipta ........... 24
B. Kebijakan TikTok yang Tidak Mencantumkan Perlindungan Hak
Cipta atas Karya Sinematografi ................................................... 25
C. Bentuk Pelanggaran Hak Cipta atas Film – Film Yang Diunggah ke
Akun TikTok .............................................................................. 27
D. Pelanggaran Hak Moral dan Ekonomi ......................................... 32

viii
BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM ATAS PELANGGARAN HAK CIPTA
KARYA SINEMATOGRAFI INDONESIA DI APLIKASI
TIKTOK ........................................................................................... 37
A. Tinjauan Yuridis Atas Pelanggaran Hak Cipta Film Indonesia di
TikTok ........................................................................................ 37
B. Perlindungan Hukum Aplikasi TikTok Terhadap Karya
Sinematografi di Indonesia .......................................................... 50

BAB V PENUTUP......................................................................................... 58
A. Kesimpulan ................................................................................... 58
B. Saran ............................................................................................. 58

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 60

ix
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Media telah mengalami transformasi yang sangat besar selama beberapa
dekade terakhir. Tidak dapat dipungkiri bahwa media sosial telah menjadi bagian
besar kehidupan setiap individu di era digital 5.0. Hampir setiap orang
menggunakan media sosial untuk mencari informasi dan berpaling dari media
tradisional seperti televisi, radio1 dan majalah. Munculnya media sosial telah
mengubah komunikasitradisional satu arah menjadi komunikasi multi dimensi, dua
arah, peer to peer2.
Kemajuan teknologi informasi dan telekomunikasi yang pesat kini
menciptakan ruang kreativitas digial secara luas dan tanpa batasan. Di bidang
multimedia sendiri, tidak sedikit ciptaan yang dimodifikasi dan digunakan dengan
tidak sesuai. Dari semua media baru, situs jejaring sosial seperti Instagram,
YouTube, Facebook dan TikTok telah menghasilkan publisitas paling banyak
diantara akademisi dan media sosial lainnya. Perkembangan dan semakin
populernya situs – situs ini telah mengarah pada gagasan bahwa kita berada di era
5.0., dimana User Generated Content dapat menciptakan komunitas yang kuat dan
memfasilitasi interaksi orang – orang dengan minat yang sama 3.
Penggunaan media sosial tentu saja tidak lepas dari dampak positif dan
negative yang didapatkan, baik dampak langsung kepada penggunanya atau pihak
lain terkait dengan konten media sosial tersebut. Internet pun dapat berperan
menjadi pedang bermata dua4, hal ini dikarenakan selain memberikan kontribusi
bagi kemajuan dan peningkatan kesejahteraan peradaban manusia, internet juga

1
W.G. Magnold dan D. J. Faulds, “Social Media: The New Hybrid Element of The
Promotion Mix”, Business Horizons, Vol 52, No 4 (August, 2009), h. 357.
2
Pierre Berthon dkk, “Ad Lib: When Customers Create the Ad.”, California Management
Review, Vol 50, No 4 (July,2008), h. 6.
3
R.S.Winer, “New Communications Approaches in Marketing: Issues and Research
Directions”, Journal of Interactive Marketing, Vol 23, No 2 (May,2009), h. 109.
4
Djaja Ermansyah, Penyelsaian Sengketa Hukum Teknologi Informasi dan Transaksi
Elektronik, (Jakarta: Pustaka Timur, 2010).

1
2

akan menjadi sarana efektif terciptanya suatu perbuatan melawan hukum. Akna
tetapi fenomena yang mnejadi suatu permasalahan sampai saat ini dan belum
terselesaikan ialah tidak lepasnya pelanggaran hak cipta karya sinematografi di
media sosial. Karya sinematografi atau film merupakan suatu karya cipta yang
masuk ke dalam ranah ruang lingkup Hak Kekayaan Intelektual khususnya hak
cipta. Karya film merupakan sebuah media komunikasi dalam bentuk visual/
moving image seperti film iklan, film dokumenter, reportase yang dirancang
berdasarkan skenario. Pengertian lebih lanjut mengenai karya sinematografi telah
tertuang di dalam Pasal 40 huruf m Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2014
tentang Hak Cipta. Manfaat kekayaan intelektual bagi pencipta tersebut adalah
perlindungan yang diperoleh dari hasil daya intelektualnya dalma menciptakan
suatu karya5. Oleh karena itu, setiap film yang diterbitkan memiliki hak terkait dan
hak cipta karena film yang diciptakan tersebut tidak luput dari kontribusi kreatifitas
beberapa pihak. Sehinggal hal ini menjadikan sebuah film memiliki hak eksklusif
dan berhak untuk mengontrol peredaran ciptaannya melalui penyiaran berlisensi
yaitu Lembaga Penyiaran.
Hal ini serupa denga adanya masalah – masalah pelanggaran hak cipta yang
terjadi di media sosial seperti adanya permasalahan perlindungan hukum atas
pelanggaran hak cipta atas film layar lebar yang dipublikasi melalui media sosial
tanpa izin6, pelanggaran hak cipta film bioskop yang diunggah ke instastory oleh
pengguna Instagram7, potongan series imperfect yang diunggah ke aplikasi
TikTok8, dan pelanggaran hak cipta musik yang diunggah ke aplikasi TikTok9. Hal

5
Fakhira MesharaSalsabila, “Copyright Commercialization of Songs Uploaded in Tiktok
Application Without the Creator’s Persmission”, Sains Sosio Humaniora, Vol. 5 No. 1 (Juni 2021),
h. 214.
6
Nur Khaliq Khussamad Noor, dkk, “Perlindungan Hukum Hak Cipta Atas Film Layar
Lebar Yang Dipublikasi Melalui Media Sosial Tanpa Izin”, Riau Law Journal, Vol. 3 No. 1
(Mei,2019), h. 129.
7
Dita Shanaz Saskia, “Analisis Hukum Pelanggaran Hak Cipta Terhadap Cuplikan Film
Bioskop yang Diunggah ke Instastory oleh Pengguna Instagram.” (Skripsi S-1 Fakultas Hukum,
Universitas Sumatera Utara, 2020), h. 40.
8
Vanessa Jaya Arlandy dan Dian Purnamasari,”Perlindungan Hak Cipta Terhadap
Penayangan Imperfect The Series Oleh Akun Tiktok.”, Reformasi Hukum Trisakti, Vol. 4 No.1
(Maret,2022), h. 11 – 20.
9
Bagus Rahmanda dan Kornelius Benuf, “Perlindungan Hukum Hak Cipta Musik yang
Diupload di Aplikasi Tiktok”, Law, Development & Justice Review, Vol. 4 No. 1 (Mei, 2021), h. 29.
3

ini menunjukkan bahwa permasalahan pelanggaran hak cipta di media sosial


menjadi permasalahan yang sangat krusial sehingga terlus terulang dan terjadi pada
platform yang berbeda – beda. TikTok pun termasuk ke dalam salah satu aplikasi
yang paling banyak digunakan oleh seluruh masyarakat di dunia.
Pelanggaran hak cipta film Indonesia yang terjadi di aplikasi tersebut sudah
tidak terhitung. Konten yang diunggah ke dalam aplikasi TikTok tersebut tentu
tidak lepas dari unsur Kekayaan Intelektual yang dimiliki oleh setiap manusia,
mulai dari koreografi tarian hingga trend yang tercipta dari aplikasi tersebut yang
berasal dari gagasan buah pikir ide / intelektual seseorang yang membutuhkan
pengorbanan waktu, tenaga dan bahkan biaya.
OK Saidin mengemukakan bahwa HKI merupakan hak kebendaan dan ha
katas suatu benda yang berasal dari pemikiran, berupa benda yang berasal dari
pemikiran, berupa benda immaterial. Pada intinya HKI adalah hak untuk menikmati
secara ekonomis hasil dari suatu kreatifitas intelektual. Dengan media sosial yang
kita gunakan seperti TikTok pun dapat memberikan kemudahan bagi penggunanya
dalam mengakses dan mendapatkan suatu informasi serta mendapatkan kesenangan
di aplikasi tersebut yang menjadi salah satu dampak positif yang dihasilkan bagi
pengguna media sosial tersebut.
Disparitas yang terjadi antara realita fenomena pelanggaran hak cipta karya
sinematografi film Indonesia dengan hukum yang harus melindungi secara
maksimal serta mengapresiasi karya intelektual suatu individu dan melindungi hak
cipta film tersebut membawa pemahaman bahwa suatu hukum seharusnya mampu
untuk memberikan perlindungan dan manfaat yang semestinya. Oleh karena itu
menjadi suatu urgensi bagi penliti untuk menganalisis dan membahas problematika
hukum ini dengan judul skripsi “TINJAUAN YURIDIS TERHADAP
PENYEBARAN CLIP FILM INDONESIA DI APLIKASI TIKTOK
SEBAGAI PELANGGARAN HAK CIPTA.”

B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah


1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah peneliti kemukakan diatas, maka
4

identifikasi masalahnya sebagai berikut :


a. Kelemahan Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang
Perlindungan Hak Cipta serta penegakan hukumnya.
b. Banyaknya faktor penyebab pelanggaran hak cipta yang belum dapat
diakomodir dalam Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang
Perlindungan Hak Cipta.
c. Belum ada solusi yuridis atas permasalahan hak cipta mengenai
permasalahan potongan – potongan film di TikTok
d. Besarnya potensi pelanggaran Hak Cipta
2. Pembatasan Masalah
Dalam upaya melakukan penelitian yang konsisten serta untuk
mempermudah pembahasan dalam penulisan skripsi ini, peneliti membatasi
masalah yang akan dibahas sehingga pembahasannya lebih jelas dan terarah
sesuai dengan tujuan penelitian. Penelitian ini dibatasi pada pembahasan
penyebaran clip yang diunggah melalui aplikasi TikTok berdasarkan Undang
– Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Perlindungan Hak Cipta. Clip
tersebut dibatasi pada clip film Indonesia.
3. Perumusan Masalah
Berdasarkan fenomena yang sedang marak terjadi di aplikasi TikTok
tersebut mengenai pelanggaran hak cipta atas karya sinematografi film di
Indonesia, maka peneliti merumuskan beberapa masalah sebagai berikut :
a. Bagaimana tinjauan yuridis atas pelanggaran hak cipta film Indonesia di
Aplikasi TikTok ?
b. Bagaimana perlindungan hukum aplikasi TikTok terhadap karya
sinematografi di Indonesia ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian


1. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini dilakukan agar :
5

a. Untuk menganalisis pelanggaran hak cipta atas film Indonesia yang terjadi
di aplikasi TikTok dengan Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2014
tentang Hak Cipta
b. Untuk mengalisis dan mengetahui implementasi penegakan atas
pelanggaran hak cipta film pada aplikasi TikTok
2. Manfaat Penelitian
Setiap penelitian tentunya diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
penulis maupun bagi para masyarakat umum tentunya. Adapun manfaat yang
penulis harapkan dalam penelitian ini adalah :
a. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan masukan dalam
pengembangan Ilmu Hukum khususnya dalam bidang Hukum Kekayaan
Intelektual yakni Hak Cipta
b. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat mencegah terjadinya kasus pelanggaran –
pelanggaran hak cipta di masa yang akan dating dalam bentuk apapun
khususnya di bidang industry perfilman.

D. Metode Penelitian
Menurut Sugiyono, metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk
mnedapatkan data yang valid, dengan tujuan dapat ditemukan, dikembangkan
dan dibuktikan, sehingga dapat digunakan untuk memahami, memecahkan
dan mengantisipasi suatu masalah 10.
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah menggunakan
jenis penelitian normatif yuridis. Metode penelitian yuridis normatif adalah
penelitian hukum kepustakaan yang dilakukan dengan cara meneliti bahan –
bahan kepustakaan atau data sekunder belaka. Dalam penelitian ini akan
dilakukan penelitian dengan cara mengkaji peraturan perundang – undangan

10
Joenadi Efendi dan Johnny Ibrahim, Metode Penelitian Hukum, (Depok: Prenadamedia
Group, 2018), h. 3
6

yang berlaku di Indonesia.


2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
pendekatan undang – undang (statue Approach). Yaitu menelaah Undang –
Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan Undang – Undang
Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) serta
regulasi terkait yang bersangkutan dengan isu pelanggaran hak cipta film
Indonesia di aplikasi TikTok tersebut.
3. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitan ini diperoleh dari Pustaka yang
terdiri dari :
a. Bahan hukum primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung yaitu
Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta
b. Bahan Hukum Sekunder yaitu data yang memberikan petujnjuk atas data
primer seperti jurnal dan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
c. Bahan Hukum Tersier yaitu data penunjang yang diperoleh dari Tiktok
dengan melampirkan bukti screenshot pelanggaran hak cipta film yang
dibagi menjadi beberapa part di Aplikasi TikTok
4. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan (library
research) yaitu penelitian yang objek kajiannya menggunakan data Pustaka
berupa buku – buku sebagai sumber datanya. Pada penelitian kali ini yaitu
dengan mengkaji Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta
yang memiliki kaitan dengan masalah yang ingin diteliti.
5. Analisis Data
Seluruh data yang diperoleh akan dikumpulkan secara lengkap, selanjutnya
akan di sistemasikan untuk dilakukan analisis. Metode yang digunakan dalam
menganalisis data adalah metode analisis deskriptif kualitatif. Deskriptif adalah
mengalaisis data dengan memaparkan hasil – hasil penelitian yang sudah
disistemasikan tersebut dengan cara yang di dapat dari suatu fenomena yang
berkaitan dengan penelitian ini.
7

Kualitatif adalah mengalaisis pemaparan hasil – hasil penulisan yang sudah


disistemasikan dengan cara yang di dapat dari teori – teori hukum dan hukum
positif untuk dapat menjelaskan permasalahan penelitian hukum dalam bentuk
yang logis dan bersifat ilmiah agar dapat mudah dimengerti.
6. Teknik Penulisan
Pada penelitian jail ini, peneliti menggunakan metode penulisan yang
berpedoman pada Buku Pedoman Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2017 serta melihat
contoh – contoh jurnal dan skripsi yang bersifat umum.

E. Sistematika Pembahasan
Penelitian ini disusun menjadi lima bab, masing – masing bab terdiri dari
beberapa sub bab. Adapun penyusunan skripsi ini adalah sebagai berikut :
Bab Pertama berisi mengenai latar belakang masalah yang akan
menjelaskan alasan judul yang dipilih oleh peneliti untuk dilakukan penelitian
ini serta memaparkan rumusan masalah yang akan diteliti, tujuan dan manfaat
penelitian dan sistematika penulisan.
Bab Kedua berisikan kerangka konseptual, kerangka teori serta
tinjauan (review) terdahulu
Bab Ketiga berisikan hubungan hukum Tiktok dan Undang -
Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, hubungan pelanggaran hak
cipta film Indonesia dengan aplikasi TikTok, pelanggaran ekonomi dan moral
serta cara kerja aplikasi TikTok yang menyebabkan pelanggaran hak cipta film
Indonesia di Aplikasi TikTok.
Bab Keempat ini berisikan hasil dari Analisa atas rumusan masalah
yang telah diuraikan oleh peneliti dan akan dijelaskan secara rinci sesuai
dengan teori yang sudah diperoleh
Bab Kelima ini menyajikan penutup. Berisikan kesimpulan atas
permasalahan yang diteliti dengan menjawab masalah yang sudah di
identifikasikan sebelumnya berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan.
BAB II
LANDASAN TEORITIS PELANGGARAN HAK CIPTA
SINEMATOGRAFI DI APLIKASI TIKTOK

A. Kerangka Konseptual
1. TikTok
Tiktok merupakan sebuah layanan jejaring sosial yang dimiliki oleh
Perusahaan Byte Dance, dimana perusahaan ini mengatakan bahwa dengan
hadirnya aplikasi TikTok ini dapat menjadi wadah untuk memberikan inspirasi
kreativitas kepada pengguna nya serta membawa kesenangan kepada pengguna 1.
Sejak diluncurkan pada tahun 2016 hingga 2018, TikTok telah meningkatkan
pendapatannya tiga kali lipat dan telah diunduh sebanyak 800 juta kali di seluruh
dunia. TikTok menempati peringkat pertama dalam unduhan dengan 45,8 juta
diatas raksasa seperti YouYube, Instagram dan Facebook.
Layanan jejaring sosial ini merupakan sebuah platform konten buatan
pengguna atau yang sering disebut juga dengan singkatan UGC (User Generated
Content) artinya bahwa konten diproduksi oleh setiap oengguna, bukan oleh
perusahaan. Aplikasi yang sedang marak digunakan oleh Gen Z ini dapat dengan
mudah diakses dan diunduh secara gratis melalui smart phone yang
perangkatnya mendukung untuk mengunduh aplikasi ini.
Akehurst mendefinisikan bahwa konten yang dihasilkan oleh pengguna
User Generated Content memiliki peran yang sangat penting terutama dalam
pariwisata industri. Blachsaw dan Nazzaro mendefinisikan bahwa user
generated content adalah komentar online, profile dan foto yang dihasilkan oleh
konsumen2, dan juga merupakan sebuah campuran antara fakta dan opini, kesan
dan sentiment serta berita gembira yang berdasar dan tidak mendasar
pengalaman bahkan rumor.
Istilah user generated content mengartikan bahwa TikTok pun tidak

1
Yuxin Yang,“Understanding Young Adults’TikTok Usage”, (Undergraduate Honors
Thesis Department of Communication, University UC San Diego,2020), h. 4.
2
P. Blackshaw & Nazzaro, Consumer-generated media (CGM) Word of mouth in TheAge
of the Web – fortified Consumer, (New York: Nielsen Buzz Metries, 2006), h.4.

8
9

membatasi kreativitas para penggunanya untuk membuat video – video


berdurasi pendek di aplikasinya selama itu tidak melanggar kebijaka yang telah
dikeluarkan oleh pihak TikTok. Dengan ini, TikTok memungkinkan
penggunanya untuk membuat video sinkronisasi bibir, menari, bermain game,
video makanan dan bahkan tidak sedikit trend yang tercipta dari aplikasi
tersebut dengan durasi video mulai dari 15 detik hingga sekarang durasi
terlama ialah 5 menit. Selain pengguna dapat membuat videonya sendiri,
mereka pun juga dapat melihat, membagikan dan bahkan mengomentari video
yang dibuat oleh pengguna lainnya. Secara tidak langsung dapat dikatakan
bahwa TikTok tidak hanya dapat menjadi ruang bagi penggemar dan wadah
untuk membuat konten, tetapi juga platform untuk berkomentar dan
mendapatkan berita – berita3.
Alasan Tiktok banyak digemari oleh Generasi 2000 an (Gen Z) adalah
karena aplikasi ini memiliki beragam fitur menarik di dalamnya. TikTok dapat
membuat video lipsync dengan menggerakan anggota tubuh dan menunjukkan
ekspresi wajahnya dan dapat dibagikannya kepada para pengikut akunnya
ataupun kepada sesame pengguna TikTok. Pengguna pun juga memiliki
kesempatan untuk mengikuti akun orang – orang yang mereka sukai dan dapat
memberika like,comment kepada akun tersebut. Pengguna TikTok juga dapat
menciptakan trend yang akan diikuti oleh seluruh pengguna TikTok tersebut
berupa trend tarian – tarian disertai oleh musik yang mengiringinya dan dapat
dengan mudah diikuti oleh para penggunanya. Pastinya pengguna aplikasi
TikTok memiliki alasan maupun motif tersendiri untuk menggunakan aplikasi
tersebut sesuai dengan keinginan yang mereka mau.
Konten yang diunggah ke dalam aplikasi TikTok tidak lepas dari unsur
kekayaan intelektual yang dimiliki oleh setiap manusia. Hasil pemikiran
intelektual manusia yang membutuhkan pengorbanan waktu, tenaga serta biaya
disebut dengan Kekayaan Intelektual. Manfaat kekayaan intelektual bagi
pencipta adalah perlindungan hasil daya intelektualnya yang diwujudkan

3
Gagliardi, Paige V, “TikTok the Musical: Copyright Issues Raised by the “Ratatouille”
musical”, Washington Journal of Law, Technology & Arts, Vol. 17 No. 2 (June, 2022), h. 154.
10

melalui karya – karya. 4


Salah satu tujuan dari kebijakan yang dikeluarkan oleh TikTok adalah
untuk memastikan keamanan penggunanya. TikTok mengelola perilaku yang
berpotensi tidak aman dengan menghapus konten, menghapus atau melarang
akun untuk dikelola serta melaporkan akun ke otoritas hukum yang relevan.
Untuk lebih mendefinisikan tidak aman atau perilaku pengguna yang tidak
dapat diterima, terdapat 10 topik yang dibahas dalam kebijakan TikTok dengan
deskripsi detail yang diberikan, yaitu 5: (1) individu dan organisasi berbahaya,
(2) kegiatan yang illegal, (3) konten yang mengandung kekerasan, (4)
Tindakan bunuh diri, (5) ujaran kebencian, (6) pelecehan dan perundungan, (7)
konten yang mengandung unsur pornografi, (8) keamanan kecil, (9) integritas
dan keaslian , dan (10) Ancaman terhadap keamanan platform.
2. Karya Cipta Sinematografi
Secara umum, film dapat dibagi menjadi dua unsur pembentuk, yaitu unsur
naratif dan sinematik. Kedua unsur tersebut saling berinteraksi dan
berkesinambungan satu sama lain untuk membentuk sebuah film, unsur naratif
merupakan bahan (materi) yang akan diolah, sementara unsur sinematik adalah
cara (gaya ) untuk mengolahnya6. Selain itu, kedua unsur ini sangatlah penting
dalam pembuatan sebuah film sehingga maksud dan tujuan dari segi cerita
dapat tersampaikan dan dipahami oleh para penonton. Menurut Zoebazary,
film atau sebuah cerita yang disampaikan kepada penonton melalui gambar
yang bergerak (moving image). 7
Karya cipta sinematografi merupakan salah satu hasil karya intelektual
yang dilindungi oleh Hak Cipta. Sinematografi berasal dari Bahasa Inggris
cinematography yang asal mula katanya bersumber dari Bahasa Latin yaitu
kinema yang artinya “gerakan” dan graphein yang artinya “untuk merekam”,

4
Fakhira Meshara Salsabila , “Copyright Commercialization of Songs Uploaded in TikTok
Application Without The Creator’s Permission”, Sains Sosio Humaniora, Vol. 5 No. 1 (Juni2021),
h. 214.
5
Yuxin Yang, “Understanding Young Adults’ TikTok Usage”, … h. 21.
6
Pratista Himawan, Memahami Film, (Yogyakarta: Homerian Pustaka, 2008), h. 1
7
Ilham Zoebazary, Kamus Istilah Televisi dan Film, (Jakarta: Gramedia Pustaka Umum,
2010), h. 104.
11

secara bersamaan berarti “gerak rekaman”. Kata yang digunakan untuk


merujuk pada seni, proses, atau pekerjaan film – film, akan tetapi maknanya
terbatas hanya pada “fotografi film”. 8 Menurut Joseph V. Masseli A S C
sinematografi memiliki nuansa sinematik yang disebut juga dengan prinsip 5C,
yaitu angle shot, type shot, composition, continuity dan cutting9. Sedangkan
menurut Bordwell Thompson, sinematografi adalah sebuah tindakan
menangkap gambar fotografi dalam ruang melalui penggunaan sejumlah
elemen ayng dikontrol. Hal ini termasuk kualitas stok film, manipulasi lensa
kamera, framing, skala dan gerakan. Sinematografi merupakan seuah fungsi
dari hubungan antara lensa kamera dan sumber cahaya, Panjang focus lensa
posisi kamera dan kapasitas untuk gerak. Melalui sinematografi inilah seorang
sutradara dapat menggambarkan cerita ke dalam suatu adegan yang
sebelumnya tertulis dalam unsur naratif film sehingga pesan dan maksud dari
film tersebut dapat tersampaikan dengan sangat baik kepada para penonton.
Dalam pasal 1 ayat (1) Undang – Undang Nomor 33 Tahun 2009 Tentang
Perfilman yang dimaksud dengan Film adalah :
“Film adalah karya seni budaya yang merupakan pranata sosial dan media
komunikasi massa yang dibuat berdasarkan kaidah sinematografi dengan atau
tanpa suara dan dapat dipertunjukkan.”
Sedangkan penjelasan Pasal 40 ayat (1) huruf M Undang – Undang Nomor
28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yang dimaksud dengan karya sinematografi
adalah :
“Ciptaan yang berupa gambar bergerak (moving image) antara lain film
dokumenter, film iklan, reportase atau film cerita yang dibuat dengan skenario
dan film kartun. Karya sinematografi dapat dibuat dalam pita seluloid, pita
video, piringan video, cakram optic dan’atau media lain yang memungkinkan
untuk dipertunjukkan di bioskop, layar lebar, televisi atau media lainnya.
Sinematografi merupakan salah satu contoh bentuk audiovisual.”

8
Spencer, D.A, The Focal Dictionary of Photography Technologies, (FocalPress:
illustrated edition, 1973), h. 454.
9
Joseph V. Masseli A.S.C, Sinematografi, (Jakarta: Yayasan Citra, 1987), h. 1.
12

3. Pelanggaran Hak Cipta


Istilah hak cipta atau yang dikenal dalam terjemahan harfiah Bahasa
Belanda Autersrecht atau copyright memiliki arti hak pengarang. Hak cipta
merupajan subsistem dari Hak Kekayaan Intelektual yang secara internasional
disebut dengan intellectual propertu right. Hak kekayaan intelektual dibagi
menjadi dua kelompok, yaitu hak milik perindustrian (industrial property
right) yang terdiri atas paten (patents), merk dagang (trademarks), desain
industri (industrial design), rahasia dagang (undisclosed information), indikasi
geografis (geographical indication), model dan rancanan bangunan (utility
models), dan persaingan curang (unfair competition). Dan yang termasuk
kelompok hak cipta dibedakan antara hak cipta atas seni sastra dan ilmu
pengetahuan dan hak – hak yang terkait dengan hak cipta (neighbouring
rights). 10
Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2014
tentang Hak Cipta, yang dimaksud dengan Hak Cipta adalah :
“Hak Cipta adalah hak ekslusif pencipta yang timbul secara otomatis
berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk
nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentua peraturan
perundang – undangan.”
Dari pengertian tersebut, peneliti memahami bahwasanya hak cipta pada
dasarnya merupakan hjenis kepemilikan pribadi atas suatu ciptaan yang berupa
perwujudan dari seuah ide. Dikarenakan sifatnya personal/ pribadi maka dalam
hak cipta tersebut memiliki hak ekslusif yang dinerikan kepada pencipta untuk
menjaga dan menghargai ide yang dihasilkan oleh sang pencipta tersebut
sehingga dapat menjadi sebuah karya yang dapat dinikmati oleh sebagian
orang.
Berdasarkan Undang – Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang HAAK
Cipta Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 angka 1, yang dimaksud dengan hak
cipta adalah hak ekslusif bagi pencipta atau oenerima hak untuk

10
Otto Hasibuan, Hak Cipta di Indonesia Tinjauan Khusus Hak Cipta Lagu, Neighbouring
Rights and Collecting Society,(Bandung, Alumni, 2008), h. 21.
13

mengumumkan atau memperbayak ciptaannnya atau memberikan izin untuk


itu dengan tidak mengurangi pembatasan – pembatasan menurut peraturan
perundang – undangan yang berlaku. Yang dimaksud dengan hak terkait dalam
Undang – Undang Nomor 19 Tahun 2002 adalah hak yang berkaitan
denganhak cipta atas karya cipta tersebut, yaitu hak ekslusif bagi pelaku untuk
memperbanyak atau menyiarkan pertunjukannya atau menyewakan karya
rekaman suara atau rekaman bunyinya dan bagi Lembaga Penyiaran untuk
membuat, memperbanyak atay menyiarkan karya seninya.
Adapun 2 unsur penting yang terkandung dalam pengertian hak cipta
yang termuat dalam Pasal 1 angka 1 Undang – Undang Nomor 19 Tahun 2002
tentang Hak Cipta, yaitu :11
a. Hak yang dapat dipindahkan atau dialihkan kepada pihak lain (hak
ekonomi)
b. Hak moral yang dalam keadaan bagaimanapun dan dengan jalan apapun
tidak dapat ditinggalkan daripadanya, seperti mengumumkan karyanya,
menetapkan judulnya, mencantumkan nama sebenarnya atau nama
samarannya dan mempertahankan keutuhan atau integritas karyanya.

Hak cipta mengandung beberapa prinsip dasar (basic principles) yang


secara konseptual digunakan sebagai landaan pengaturan hak cipta di semua
negara, baik yang menganut cibil law system dan common law system. Prinsip
tersebut adalah :12
a. Yang dilindungi hak cipta adalah ide yang telah terwujud dan asli.
Prinsip ini merupakan prinsip yang paling mendasar dari perlindungan hak
cipta, artinya bahwa hak cipta hanya berkenaan dengan bentuk
perwujudan dari suatu ciptaan. Dan wujud dari ciptaan itu sendiri berbagai
macam bentuk mulai dari seni, sastra, tulisan, koreo, naskah dan terbukti
keorisinalannya.

11
Rachmad Usman, Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual Perlindungan dan Dimensi
Hukumnya di Indonesia, (Bandung, Alumni, 2003), h. 86.
12
Eddy Damian, Hukum Hak Cipta UUHC No 19 Tahun 2002, (Bandung, Alumni, 2004),h.
98.
14

b. Hak cipta timbul dengan sendirinya (otomatis)

Hak cipta akan hadir saat seorang pencipta mewujudkan idenya dalam
bentuk yang berwujud (karya cipta) dan dengan adanya wujud tersebut
maka suatu ciptaan akan lahir dengan sendirinya. Jika ciptaan tersebut
tidak diumumkan maka hak ciptanya tetap ada pada penciptanya.
c. Suatu ciptaan tidak selalu perlu doumumkan untuk memproleh suatu hak
cipta
d. Hak cipta merupakan suatu hak yang diakui oleh hukum harus dipisahkan
dan dibedakan dari penguasaan fisik suatu ciptaan
e. Hak cipta bukan hak mutlak.
Hak cipta bukan merupakan suatu monopoli mutlak, hanya suatu monopoli
terbatas. Hak cipta yang secara konseptual tidak mengenal konsep monopoli
penuh, karena tidak dapat dipungkiri jika seorang pencipta menciptakan suatu
ciptaan yang sama dengan ciptaan yang telah ada terlebih dahulu, dengan
syarat tidak terjadi suatu bentuk peniruan atau lagiat secara murni.
Sistem pendaftaran hak cipta di Indonesia menurut perundang – undangan
hak cipta dilakukan secara pasif, artinya seluruh permohonan pendaftaran akan
diterima tanpa harus mencantumkan hak pemohon, kecuali jika ada
pelanggaran hak cipta. Dnegan sikap pasif inilah mebuktikan bahwa Indonesia
menggunakan sistem deklaratif dalam undang – undang hak ciptanya. Hal ini
dibuktikan dari Pasal 64 ayat 2 yang menyebutkan bahwa pencatatan ciptaan
bukan merupakan suatu syarat untuk mendapatkan hak cipta.
Oleh karena itu, mereka yang tidak mendaftarkan / mencatatkan hak cipta
terkait dengan ciptaannya tetap dianggap sebagai pemilik. Pengaturan yag
sangat proporsional dibutuhkan oleh para pencipta, mengingat dengan
kemajuan teknologi memudahkan karya cipta seseorang dapat dilanggar
sehingga dapat memaksimalkan fungsi positif dan menekan dampak
negatifnya. Dengan mengganti Undang – Undang Nomor 19 Tahun 2002 ke
Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2014 merupakan suatu Langkah serius
yang ditenmpuh oleh negara untuk melindungi hak ekonomi dan moral
pencipta yang merupakan unsur penting dari suatu pembangunan kreativitas
15

nasional. 13
Apabila seseorang melakukan pelanggaran tapi skala yang di gandakan
sedikit dan jangkauan penyebarannya sempit maka hal tersebut
diklasifikasikan sebagai pelanggaran hak cipta, sesuai dalam Pasal 113 Undang
– Undang Nomor 28 Tahun 2014. Akan tetapi jika penggandaan yang
dilakukan secara banyak dan jangkauan nya luas maka hal ini diklasifikasikan
sebagai pembajakan film / internet piracy.

B. Kerangka Teori
1. Teori Hak Kekayaan Intelektual
Hak cipta hadir untuk memberikan perlindungan bagi para pencipta yang
menghasilkan karya – karya dari dasar pemikiran intelektual seseorang. Adapun
beberapa teori kekayaan intelektual yang diutarakan oleh Robert Sherwood14,
pertama adalah Reward Theory yaitu teori yang memberikan pengakuan atas
karya intelektual yang dihasilkan oleh seseorang. Kedua, Recovery Theory yaitu
teori yang mengatakan bahwa seorang pencipta dalam menciptakan karya/
ciptaannya membutuhkan pengorbanan, sehingga pengorbanan tersebut patut
untuk diberikan apresiasi. Ketiga, Incentive Theory yaotu teori yang
memberikan support/intensif pemberian imbalan agar pengembangan inovatif
dan rasa semangat untuk menghasilkan suatu karya dapat terjalankan. Pemberian
hak ekslusif kepada pemegang HKI pada umumnya didasarkan pada tiga (3)
alasan yakni alasan sosial, ekonomi dan kemanfaatan. Alasan sosial ini didasari
oleh sebuah konsekuensi bahwasanya lahirnya sebuah ide yang inovatif dan
kreatif merupakan hasil dari buah fikir fisik maupun mental seseorang 15.
Ekslusif artinya ialah karyanya merupakan sebuah inovasi yang baru,

13
Valencia Gabriella Entjarau, dkk., “Tinjauan Yuridis Pengalihan Hak Moral dan
HakEkonomi Berdasarkan Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta”, Lex
Privatum, Vol. 9 No.6 (2021), h. 229.
14
Robert M. Sherwood, Intellectual Property and Economic Development, (Virginia:
Alexandria,1990), h.3.
15
John D. Mittlestaedt dan Robert A. Mittelstaedt, “The Protection of Intellectual Property:
Issues of Origination and Ownership”, Journal of Public Policy and Marketing, Vol.16 No.1,
(1997), h.15.
16

pengembangan atas hal yang sudah ada, memiliki nilai ekonomis dan dapat
dijadikan sebagai asset bahwa sebuah ide yang inovatif dan kreatif16.
Menurut Sri Redjeki Hartono, hak kekayaan intelektual merupakan suatu
hak dengan karakteristik khusus dan istimewa, karena hak tersebut diberikan
oleh negara. Negara berdasarkan ketentuan Undang – Undang memberikan hak
khusus tersebut kepada yang berhak sesuai dengan prosedur dan syarat – syarat
17
yang dipenuhi. kekayaan intelektual ialah istilah terbaru dari perkemangan
sistem hukum IPR atau yang dikenal sebagai Intellectual Property Right18,
dimana saat itu pertama kali diterjemahkan di Indonesia dengan istilah Hak
Milik Intelektual lalu setelahnya berganti menjadi Hak Milik Atas Kekayaan
Intelektual.
Intellectual Property Right memiliki pemahaman bahwa ha katas
kekayaan yang timnul dari kemampuan intelektual seseorang yang memiliki
kaitan dengan hak seseorang secara pribadi yaitu Hak Asasi Manusia (Human
Right). Hak kekayaan intelektual dapat dikatakan sebagai sebuah kekayaan
pribadi yang bisa dimiliki dan diperlakukan setara dengan bentuk – bentuk
kekayaan lainnya19. W.R. Cornish memberi rumusan terkait hak kekayaan
intelektual bahwa hak milik intelektual melindungi seseorang yang memiliki ide
dan inovasi yang memiliki nilai komersil didalamnya 20.
OK Saidin mengemukakan bahwa HKI 21 merupakan hak kebendaan dan
ha katas suatu benda yang berasal dari pemikiran, berupa benda yang berasal
dari pemikiran, berupa benda immaterial. Pada initnya HKI adalah hak untuk

16
Venata Sri Hadrianti, Mehamahami Hak Kekayaan Intelektual, (Jakarta: Universitas
Atma Jaya, 2010), h. 13.
17
Sri Redjeki Hartono, “Aspek Hukum Perdata Perlindungan Hak Milik Intelektual,
Semarang.” (Pascasarjana Program Studi Ilmu Hukum Universitas Diponegoro,1993), h. 2.
18
Tarigan, Haganta dan Ni Ketut Supasti Dharmawan, "Pengaturan Pertunjukan Musik
Secara Daring Untuk Penggalian Dana Bencana Berdasarkan Undang-Undang Hak Cipta.", Kertha
Semaya: Journal Ilmu Hukum, Vol. 9 No. 2 (2021), h. 291.
19
Eddy Damain, Hak Cipta Kedudukan an Peranannya di Dalam Pembangunan, (Jakarta:
Akademika Presindo), h.1.
20
Sentosa Sembiring, Prosedur dan Tata Cara Memproleh Hak Kekayaan Intelektual di
Bidang Hak Cipta Paten dan Merek, (Bandung: CV. Yrama Widya, 2002), h. 14.
21
Dharmawan dan Ni Ketut Supasti. Buku Ajar Hak Kekayaan Intelektual (HKI).
(Yogyakarta: Deepublish 2017), h.19.
17

menikmati secara ekonomis hasil dari suatu kreatifitas intelektual. Objek yang
diatur dalam HKI adalah karya – karya yang timbul atau lahir karena
kemampuan intelektual manusia. Perlinudngan akan hak kekayaan intelektual
sendiri memiliki peran yang sangat penting dengan perlinudngan kepentingan
ekonomi dalam tinjauan internasional.
Hak cipta merupakan salah satu objek yang dilindungi oleh kekayaan
intelektual karena mencakup ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Oleh karena itu,
hak cipta merupakan suatu hak yang harus dilindungi untuk mnejaga dan
menghargai karya - karya intelektual seseorang. Di Indonesia, dengan
berlakunya Asean Free Trade Area (AFTA) dan Agreement on Trade Related
Aspects of Intellectual Property Rights, Including Trade on Counterfeitt Goods
(TRIP’s) sudah menyelaraskan peraturan perundang – undangan di Indonesia di
bidang Hak Kekayaan Intelektual dengan konvensi – konvensi Internasional22.
Lahirnya Berne Copyright Convention for the Protection of Literary and
Artistic Works di tahun 1886 menjadi salah satu konvensi internasional tentang
hak cipta pertama kali dan tertua yang telah di revisi kembali pada tahun 1928
di Roma, Italia, 1948 di Brussel dan 1975 di Paris, dimana inti dari konvensi ini
adalah adanya sebuah pengakuan dan perlindungan terhadap hak cipta yang
tidak didasarkan atas kewarganegaraan (nationality) orang tersebut melainkan
berdasarkan dimana karya tersebut diumumkan. Sampai pada akhirnya di
perlindungan akan hak cipta ini terus berkembang hingga disakannya General
SAgreement of Tariff and Trade pada tahun 1947 dan World Trade Organization
pada tahun 1944 sebagai lanjutan lebih lengkap mengenai General Agreement
of Tariff and Trade (GATT) 1947 tersebut.
Konvensi Bern mengatur perlinudngan hukum sebuah ciptaan karena telah
diwujudkan dalam bentuk yang nyata. Namun konsep dasar ini tidak
menghalangi seorang pencipta untuk mendaftarkan ciptaannya. Pendaftaran
suatu ciptaan bukan merupakan kewajiban, akan tetapi dari pendaftaran tersebut

22
Prawitri Thalib, “Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Hak Cipta dan Pemilik
Lisensi Rekaman Berdasarkan Undang – Undang Tentang Hak Cipta”, Journal Yuridika, Vol. 28
No. 3, (2013), h. 354.
18

akan memberikan manfaat bagi para pencipta karena dapat digunakan sebagai
alat bukti apabila terjadi sengketa dengan pihak ketiga. 23
Dua esensi yang terkandung dalam hak cipta adalah hak moral (moral
rights) dan hak ekonomi (economic rights). Dimana hak moral merupakan
sebuah hak yang melekat pada diri pencipta dan tidak daoat dialihkan kepada
siapapun untuk mencegah pihak manapun melakukan tindakan yang akan
merugikan pencipta. Pengaturan mengenai hak moral sendiri berawal pada abad
ke -19 di Perancis yang dalam perkembangannya tercantum dalam Pasal 6 bis
Revisi Konvensi Bern 1928 yang berbunyi
“Independently of the author’s economic rights and even after the transfer of the
said rights, the author shall we have the right to claim authorship of the work
and to object to any distortion, mutilation, or other derogatory action in relation
to, the said work would be prejudicial to his honour or reputation”
Yang dimana berdasarkan rumusan tesebut maka substansi dari hak moral
terdiri dari :24 (a) The Right to claim authorship, yaitu hak untuk mendapatkan
pengakuan sebagai seorang pencipta, (b) The right to object to any distortion or
other modification of the work, yaitu hak pencipta untuk menolak segala
tindakan yang mengdistorsi, memotong atau menghilangkan sebagian dari
ciptaan ataupun memodifikasi ciptaan yang menyebabkan kerusakan atau
memberikan kerugian reputasi dan kehormatan sang pencipta, dan (c) The right
to object derogatory action in relation to the said work, yaitu hak pencipta untuk
menolaj segala tindakan yang mengganggu atau merendahkan kehormatan serta
reputasi sang pencipta.
Hak ekonomi merupakan hak untuk mendapatkan manfaat secara ekonomi
dari ciptaan tersebut. Hak ekonomi sering juga disebut 25dengan hak eksploitasi,
hal ini dikarenakan hak cipta memberikan jangka waktu tertentu untuk

23
Tomi Suryo, Hak Kekayaan Intelektual di Era Global (Sebuah Kajian
Kontemporer),(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), h.71.
24
Herry Soelistyo, Hak Cipta tanpa Hak Moral,( Jakarta : Raja Grafindo Persada,2011),
h.105.
25
Hendra Tanu Atmadja, “Konsep Hak Ekonomi dan Hak Moral Pencipta Menurut Sistem
Civil Law dan Common Law”, Vol. 10 No.23, (2003), h. 154.
19

mengeksploitasi manfaat akan ekonomi karya cipta tersebut kepada sang


pencipta yang menciptakan karya tersebut.
Hak ekonomi serupa dengan hak mengumumkan (performing rights) dan
hak menggandakan (mechanical rights). Berdasarkan penjelasan Undang –
Undang Nomor 28 Tahun 2014 pasal 16 ayat (2) yang dimaksud dengan “dapat
beralih atau dialihkan” artinya hak ekonomi dapat dialihkan kepada orang lain
sedangkan hak moral sifatnya melekat pada diri sang pencipta sampai pencipta
itu meninggal dunia tidak akan pernah bisa dialihkan kepada orang lain.
Pelanggaran hak cipta film sendiri pun telah tertuang dalam Undang –
Undang perfilman yang lebih tepatnya terletak pada Pasal 1 ayat (1), dijelaskan
bahwa jika film merupakan suatu karya seni yang mencerminkan sistem tingkah
laku sosial dan berperan sebagai media komunikasi massa yang dbuat berdasar
kaidah sinematografi dengan atau tanpa suara yang bisa dipertunjukkan.
Sementara dalam UUHC, film termasuk sebagai sebuah karya cipta
sinematografi dan disebutkan juga pada Pasal 59 huruf C.
2. Teori Perlindungan Hukum
Istilah perlindungan hukum dalam Bahasa Belanda dikenal dengan Rechts
bescherming. Secara etimologi perlinudngan hukum memiliki dua suku kata
yang memiliki arti yang berbeda, yaitu prlindungan dan hukum. Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI) perlindungan diartikan sebagai tempat
berlindung, perbuatan, serta proses, cara, perbuatan melindungi. Sedangkan
hukum menurut Utrecht adalah kumpulan petunjuk hidup baik perintah ataupun
larangan yang mengatur masyarakat dan harus ditaati oleh anggota masyarakat,
jika dilanggar dapat mengakibatkan tindakan dari pemerintah yang telah
mengatur hukum tersebut.
Pada hakikatnya, hukum berperan untuk menekan benturan – benturan
kepentingan seminimal mungkin untuk menciptakan keamanan dan keadilan di
tengah masyarakat. Seperti yang diungkapkan oleh Satjipto Raharjo bahwa
hukum berfungsi untuk melindungi kepentingan seseorang dengan cara
20

mengalokasikan suatu kekuasaan kepadanya untuk berperilaku dalam mencapau


kepentingan tersebut. 26
Sudikno Martokusumo berpendapat bahwa hukum merupakan sebuah
kumpulan pertauran / kaidah yang bersifat umum dan normative, dimana hukum
bersifar umum karena berlaku bagi setiap orang dan bersifat normatif karena
dapat menentukan apa yang boleh dan tidak dilakukan atau bahkan yang harus
dilakukan, serta menentukan tata cara pelaknsaan kepatuhan pada kaidah –
kaidah tersebut27. Adapun pengertian perlindungan hukum menurut berbagai
ahli :
a. Menurut Satjipto Rahardjo, perlinudngan hukum merupakan adanya upaya
untuk memberikan pengayoman atas Hak Asasi Manusia (HAM) yang
dirugikan orang lain kepada suatu individu serta memberikan perlindungan
kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak – hak yang diberikan
oleh hukum. 28
b. Setiono mengatakan bahwa perlinudngan hukum adalah sebuah upaya untuk
melindungi masyaraka dari suatu tindakan sewenang – wenang oleh
penguasa yang tidak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, demi
mewujudkan ketertiban dan ketentraman agar manusia dapat menikmati
martabatnya sebagai manusia. 29
c. Menurut Philipus M. Hadjon, ia membedakan perlindungan hukum menjadi
2 bentuk yaitu perlindungan hukum preventif, yaitu hukum yang berperan
untuk mencegah terjadinya suatu konflik/ sengketa dan perlindungan hukum
represif yang berperan untuk menyelsaikan konflik sengketa yang sedang
dan telah terjadi.30
Berdasarkan pemaparan pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan

26
Sajipto Raharjo, Ilmu Hukum, ( Bandung : Citra Aditya Bakti, 2006), h.18.
27
Sudikno Martokusumo, Mengenal Hukum Satu Pengantar,(Yogyakarta : Liberty, 2005),
h.4.
28
Satjipto Rahardo, Sisi – Sisi Lain dari Hukum di Indonesia, (Jakarta : Kompas, 2003),
h.121.
29
Setiono, Supremasi Hukum, (Surakarta : UNS, 2004), h.3.
30
Nanan Isnaina, dkk, “Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Hak Cipta Terkait
Pembajakan Sinematografi di Aplikasi Telegram”,Dinamika : Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum, Vol.27
No. 7 (2021), h. 995.
21

bahwa perlindungan hukum diberikan kepada subyek hukum dalam bentuk


sekumpulan aturan hukum serta cara tertentu baik yang bersifat preventif
ataupun represif. Hal ini merupakan sebuah representasi dari fungsi hukum itu
sendiri untuk memberikan kenyamanan, ekadilan, ketertiban dan kepastian
kepada masyarakat.
Indonesia sebagai negara hukum yang berasaskan Pancasila, harus
memberikan perlindungan bagi setiap warga negara Indonesia tanpa terkecuali.
Seperti yang diutarakan oleh C.S.T Kansil bahwa perlinudngan hukum
merupakan rangkaian upaya hukum yang wajib diberikan oleh penegak hukum
kepada subjek hukum dengan tujuan memberikan rasa aman, baik secara
31
fikiran ataupun fisik dari berbagai ancaman pihak manapun. Dengan
penegakan hukum yang dijunjung tinggi dapat memaksimalkan sebuah
perlindungan yang akan diberikan kepada masyarakatnya dalam
bermasyarakat maupun bernegara.
Perlindungan hukum sendiri menjadi suatu refleksi atas terwujudnya
fungsi dan tujuan hukum yang ada, sehingga perlindungan hukum dapat
diperoleh oleh subjek hukum apabila fungsi dan tujuan hukum tersebut
terwujud dengan baik. Karena seperti yang diutarakan oleh Lili Rasjidi dan I.B.
Wisya Putra bahwa hukum seharusnya tidak hanya berfungsi untuk
memberikan perlindungan secara adaptif dan fleksibel, akan tetapi hukum juga
wajib berfungsi secara prediktif dan antisipatif. Oleh karena itu, perlindungan
hukum merupakan suatu hak yang wajib didapatkan oleh setiap warga negara
tanpa pandang bulu, seperti yang ditegaskan oleh Sunaryati Hartono bahwa
hukum memberikan perlindungan karena dibutuhkan untuk melindungi
seluruh kepentingan – kepentingan individu yang lemah baik secara ekonomi,
sosial dan politik untuk memproleh keadilan sosial 32.
C. Tinjauan Review Terdahulu
Sebagai bahan perbandingan dalam penelitian ini, peneliti menyertakan

31
C.S.T Kansil,Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia,(Jakarta : Balai Pustaka,
1989), h. 102.
32
Benny Krestian Heriawanto, “Pelaksanaan Eksekusi Objek Jaminan Fidusia Berdasarkan
Title Eksekutorial, Legality : Jurnal Ilmiah Hukum, Vol.27, No.1 (2019), h. 65.
22

beberapa penelitian terdahulu sebagai berikut :


1. Skripsi yang disusun oleh Dita Shanaz Saskia 33
Skripsi ini membahas tentang pelanggaran hak cipta yang dilakukan
dengan mengunggah cuplikan film bioskop ke dalam instastory Instagram.
Studi ini dilaksanakan untuk mengetahui dan mengkaji tentang Yurisprudensi
terhadap Hak Cipta Film Indonesia serta kaitan penggunaan layanan instatstory
dengan pelaksanaan Hak Cipta pada film / sinematografi.
Perbedaan skripsi ini dengan penelitian yang ingin diteliti adalah terletak
pada objek permasalahannya. Dimana objek permasalahan pada skripsi ini
adalah film bioskop yang diunggah ke instastory sedangkan objek penelitian
peneliti adalah semua film Indonesia yang diunggah ke aplikasi TikTok.
Persamaan skripsi ini dnegan penelitian ini adalah sama – sama mengenai
pelanggaran hak cipta film / sinematografi di media sosial.
2. Artikel Jurnal yang ditulis oleh I Made Febrian Surtiana dan Ida Ayu
Sukihana34
Jurnal ini membahas tentang perlindungan karya cipta siaran langsung
Instagram yang diunggah ke IGTV serta sanksi hukum terhadap pelanggaran
penyiaran kembali video siaran langsung Instagram yang diungga ke IGTV
tanpa izin sang pencipta. Perbedaan jurnal ini dengan penelitian ini adalah
terletak pada objek permasalahannya. Objek permasalahan jurnal ini adalah
siaran langsung di IGTV sedangkan objek penelitian peneliti adalah TikTok.
Persamaan jurnal ini dengan penelitian ini adalah sama – sama mengkaji
pelanggaran hak cipta di sosial media.
3. Skripsi yang disusun oleh Faradila Harahap35
Skripsi ini membahas tentang pengaturan hukum dan tanggung jawab

33
Dita Shanaz Saskia, “Analisis Hukum Pelanggaran Hak Cipta Terhadap Cuplikan Film
Bioskop yang Diunggah ke Instastory oleh Pengguna Instagram.” (Skripsi S-1 Fakultas Hukum,
Universitas Sumatera Utara, 2020).
34
I Made Febrian Surtiana dan Ida Ayu Sukihana, “Perlindungan Hak Cipta Atas Video
Yang Disiarkan Secara Langsung di Instagram”. Jurnal Kertha Negara, Vol 9 No.1 (2021).
35
Faradila Harahap “Tanggung Jawab Perdata Terhadap Pelaku Pelanggaran Hak Cipta
Atas Tindakan Spoiler Film Pada Unggahan Media Sosial”,(Skripsi S-1, Fakultas Hukum,
Universitas Muhammadyah Sumatera Utara, 2019).
23

terhadap tindakan spoiler film pada unggahan media sosial. Studi ini
dilaksanakan untuk mengetahui film yang diunggah ke media sosial serta
perlindungan hukum perdata atas hak cipta film di Indonesia. Perbedaan skripsi
ini dengan penelitian ini terletak pada pokok permasalahan penelitian.
Pokok permasalahan skripsi ini ialah pengaturan hukum serta tanggung
jawab atas tindakan spoiler film yang diunggah ke media sosial. Sedangkan
pokok permasalahan peneliti adalah pelanggaran hak cipta atas film Indonesia
yang diunggah ke aplikasi TikTok. Persamaan keduanya ialah sama – sama
pelanggaran hak cipta film.
4. Jurnal yang ditulis oleh Nur Khaloq Khussamad Noor, Winner Sitorus
dan Hasbir Paseragi 36
Jurnal ini membahas tentang Perlindungan Hukum Hak Cipta atas film
layar lebar yang dipublikasi melalui media sosial tanpa izin. Penelitian ynag
mereka lakukan menggunakan metode penelitian empiris dan dilakukan di
wilayah kantor kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Sulawesi Selatan
dan Cinema XXI kota Makassar. Perbedaan jurnal ini dengan penelitian yang
saya lakukan ialah terletak pada objek permasalahannya. Sedangkan
persamaan dari kedua penelitian ini adalah sama – sama pelanggaran hak cipta
di bidang karya sinematografi.

36
Nur Khaliq Khussamad Noor, dkk, “Perlindungan Hukum Hak Cipta Atas Film Layar
Lebar Yang Dipublikasi Melalui Media Sosial Tanpa Izin”, Riau Law Journal, Vol. 3 No. 1 (Mei,
2019).
BAB III
CARA KERJA TIKTOK & HUBUNGAN HUKUM TIKTOK DENGAN
PERATURAN PELANGGARAN HAK CIPTA

A. Hubungan Hukum TikTok Terhadap Peraturan Hak Cipta


Tiktok menggunakan sistem yang berbasi User Generated Content yang
artinya konten dihasilkan oleh para pengguna / user bukan dihasilkan oleh
mesin. Hal ini ditegaskan kembali di dalam Terms & Conditions TikTok yang
berbunyi
“When you submit User Content through the Services, you agree and represent
that you own that User Content or you have received permission from or are
authorized by, the owner of any part of the content to submit it to the services”.
Hal ini menjelaskan bahwa sejak pengguna mengunggah kontennya di aplikasi
ini maka pengguna setuju dan menyatakan bahwa pengguna yang memiliki
konten tersebut atau dapat dikatakan bahwa pengguna telah mendapatkan izin
atau lebih diberi wewenang oleh pemilik dari setiap bagian konten untuk
mengirimkannya ke aplikasi.
Hubungan hukum antara TikTok dengan Undang – Undang Nomor 28
Tahun 2014 ialah TikTok merupakan sebuah media sosial yang menjadi sarana
tempat para pengguna menciptakan konten dan setiap pengguna tersebut
memiliki hak cipta akan konten – konten yang diunggah berdasarkan sistem
User Generated Content tersebut di aplikasi TikTok. Maka pertauran perundang
– undangan lah yang akan menjadi pengikat keduanya. Sesuai dengan bunyi
pasal 1 angka 1 Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta
yang berbunyi “Hak Cipta adalah hak ekslusif pencipta yang timbul secara
otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan
dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang – undangan.” Sehingga sudah jelas bahwa TikTok
memiliki hubungan hukum dengan Peraturan Hak Cipta. Pelanggaran hak cipta
film Indonesia yan di unggah ke aplikasi TikTok tersebut termasuk ke dalam
pelanggaran hak cipta karya sinematografi. Film Indonesia yang diunggah ke

24
25

TikTok menjadi beberapa part tersebut telah melanggar Undang – Undang


Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Pasal 9 ayat 4 Permenkominfo No 5
Tahun 2020 menyatakan secara jelas bahwa informasi elektronik dan atau
Dokumen elektronik yang dilarang untuk penyebarannya adalah jika : a)
Melanggar ketentuan perundang – undangan, (b) meresahkan masyarakat dan
mengganggu ketertiban umum, (c) memberitahukan cara atau menyediakan
akses atas informasi elektronik yang dilarang. Berkaitan dengan hal ini maka
seharusnya TikTok harus melakukan pemutusan akses atas video tersebut
dengan meng – take down video tersebut.

B. Kebijakan TikTok yang Tidak Mencantumkan Perlindungan Hak Cipta


Atas Karya Sinematografi
Saat ini media sosial merupakan sumber komunikasi, informasi dan
hiburan yang utama. Biasanya, pengguna tidak begitu mengenali undang –
undang hak cipta saat mereka menggunakan media sosial. Pada saat yang
bersamaan, hal itu telah menjadi ancaman terbear bagi kejahatan hak cipta. Hal
ini dikarenakan informasi yang disebarkan begitu cepat dan dapat disampaikan
oleh sesama pengguna begitu cepat tanpa menyadari adanya kemungkinan
pelanggaran hak cipta.
Di kebanyakan negara, hak cipta merupakan sebuah hak hukum untuk
melindungi karya asli dari sebuah ciptaan. Dan hanya karya asli yang memenuhi
syarat yang akan diberikan perlindungan hak cipta. 1 seperti yang diungkapkan
oleh OK Saidin bahwasanya paradigma perkembangan hak kekayaan intelektual
lahir berdasarkan perkembangan masyarakat, hal ini pun membuat Saidin
berpikir bahwa perlindungan hak cipta tidak dapat hanya dilakukan dengan tegas
tapi juga harus memperhatikan kedinamisan hak kekayaan intelektual di
masyarakat2. Berdasarkan Undang – Undang Nomor 33 Tahun 2009 Pasal 1 ayat

1
Ahmed Abdulaziz Alharbi, “How the Copyright Law Protects the Users’ Works of Social
Media (Facebook & YouTube as examples)”, Journal EIMJ, Vol. 2, No. 2, (2020), h.2.
2
OK Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2007), h.23.
26

1 mengenai perfilman, film merupakan karya cipta seni budaya yang merupakan
sebuah pranata sosial dan media komunikasi massa yang dibuat berdasarkan
kaidah sinematografi dengan atau tanpa suara dan dipertunjukkan. Oleh karena
itu, maka setiap film merupakan objek hak cipta yang dilindungi oleh Undang –
Undang. Dalam hal ini pun, setiap pembuat film memiliki hak eksklusif untuk
memonopoli karya ciptaannya dalam rangka untuk melindung karya ciptaannya
dari pihak lain.
TikTok yang merupakan situs berbasis User Generated Content (UGC)
memiliki banya kemudahan serta keuntungan yang dipeorleh sehingga keadaan
ini menarik minat masyarakat dalam menggunakan aplikasi ini. Tercatat
sebanyak 160 (serratus enam puluh) juta pengguna aplikasi berbasis User
Generated Content aktif sampai saat ini3. Akan tetapi dengan meningkatnya
penggunaan sistem berbasis UCG inimenimbulkan akibat berupa ancaman akan
eksistensi hak cipta dan penemuan yang ditemukan oleh para pencipta /
4
penghasil hak kekayaan intelektual itu sendiri.
Salah satu faktor penyebab dari maraknya pelanggaran hak cipta film
Indonesia di aplikasi TikTok adalah lemahnya kebijakan aplikasi TikTok itu
sendiri dalam melindungi karya cipta sinematogarafi ini. Dalam Terms &
Conditions TikTok di poin ke 7 mengenai konten TikTok yan disebutkan dalam
kalimat “Sebagaimana antara anda dan TikTok, seluruh konten, perangkat
lunak, gambar, teks, karya grafis, ilustrasi, logo, hak paten, merk dagang, merk
jasa, hak cipta, foto, audio, video, music pada dan “look and feel” pada layanan
dan seluruh ha katas kekayaan intelektual terkait dengan layanan (Konten
TikTok).” Dimana dalam hal ini TikTok tidak menyebutkan secara eksplisit
karya sinematografi sebagai salah satu karya cipta yang dilindungi di
aplikasinya. Sehingga pernyataan terkait sanksi pelanggaran hak kekayaan
intelektual yang akan diberikan oleh TikTok pada poin 6 yang menjelaskan

3
Syarafina Ramadhanty,Naila Amatullah, Niki Anane Setyadani,dkk., “Doktrin Safe
Harbor : Upaya Perlindungan Hak Cipta Konten Dalam Platform User Generated Content.”, Jurnal
Hukum, Vol. 12 No.2 , (2020), h.268.
4
Sutan Remy Syahdeini, Kejahatan & Tindak Pidana Komputer,(Jakarta : Pustaka Utama
Grafiti,2009), h.59.
27

bahwa TikTok akan memblokir akses akun pengguna dapat trjadi jika dianggap
telah melanggar ketentuan pelanggaran hak cipta/ hak kekayaan intelektual
lainnya. Dalam hal ini dapat menimbulkan kesalahan persepsi oleh masyarakat
karena “karya sinematografi” tidak disebutkan secara eksplisit di dalam panduan
komunitas TikTok tersebut.

C. Bentuk Pelanggaran Hak Cipta atas Film – Film Yang Diunggah ke Akun
TikTok
1. Bentuk Layanan TikTok
Aplikasi yang diproduksi oleh Perusaah Byte Dance di Beijing Cina ini
menyediakan cara yang unik bagi pengunanya untuk membagikan video kreatif
tentang diri mereka sendiri, lingkungan mereka, kompilasi ataupun konten
audiovisual eksternal. Dengan menambahkan gambar, klip video dan suara,
konten menjadi lebih interaktif. Durasi posting video adalah 15 detik hingga 5
menit dan itu bisa terdiri dari beberapa kompilasi video yang lebih pendek yang
akan menghasilkan video yang lebih panjang 5. Aplikasi yang menjadi paling
banyak diunduh sejak tahun 2020 ini menjadi ruang untuk pembuatan konten
audio dan visual yang terhubung dengan gerakan sosial karena popularitasnya
dan kemudahan penggunanya6. TikTok memberi kesempatan kepada
penggunanya untuk dapat berkomunikasi secara langsung dengan konten visual
dan audio yang dibuat oleh orang lain menggunakan audio yang viral,
penggabungan video dan duet. Selain itu mereka juga dapat dengan mudah
mendapatkan informasi dari video singkat yang dibagikan oleh sesame
penggunanya yang akan muncul di timeline aplikasi mereka dengan fitur yang
Bernama For You Page atau yang lebih dikenal dengan sebutan FYP. Dengan
fitur ini maka setiap pengguna dapat terkoneksi dengan cepat dan informasi yang
diperoleh dari TikTok pun akan cepat didapatkan.

5
Aliyah Widyasari Putri Daryus, dkk, “The Factors Influencing the Popularity of TikTok
Among Generation Z a Quantitative Study in Yogyakarta, Indonesia”, Journal of Business and
Management, Vol. 7 No. 1 (2022 ).
6
Olivia Sadler, “Defiant Amplification or Decontextualized Commercialization? Protest
Music,TikTok, and Social Movements”, Sage Journals, Vol. 8 No. 2, (2022), h.2.
28

2. Hak Terkait (Neighbouring Rights)


Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta secara tegas
sudah mengatur mengenai hak terkait. Neighbouring right merupakan sebuah
ungkapan singkat dari Rights Neighbouring in Copyrights. Namun pada
kenyataannya, istilah neighbouring rights sendiri belum memiliki terjemahan
yang tepat dalam Bahasa Hukum Indonesia, ada yang mengasumsikan bahwa
istilah tersebut memiliki arti hak bertetangga dengan hak cipta karena keduanya
memiliki kaitan dan saling berdampingan. OK Saidin dalam bukunya
menerjemahkan bahwa neighbouring rights merupakan hak yang sepadan
dengan hak cipta karena kedua hak tersebut (copyrights maupun neighbouring
rights) adalah dua hak yang saling melekat berdampingan namun masih dapatr
dipisahkan satu dengan lainnya. 7
Selayaknya hak cipta, hak terkait pun juga diakui secara otomatis tanpa
syarat/ prosedur tertentu. Hak terkait juga dilindungi oleh Konvensi
Internasional tentang perlindungan, pelaku pertunjukan, produser rekaman suara
dan Lembaga Penyiaran (International Convention for the Protection of
Performers, Producers of Phonograms and Broadcasting Organizations) dan
konvensi tentang Perlindungan produser rekaman suara terhadap perbanyakan
rekaman suara tanpa izin (Convention for ther Protection of producers of
Phonograms Against Unauthorized Duplication of Their Phonograms). Hak
cipta dan hak terkait tidak dilindungi secara bersamaan karena hal itu
memerlukan izin terpisah untuk penggunaan masing – masing hak8.
Terkadang dengan kurangnya kesadaran mengenai neighbouring rights itu
sendiri menjadikan indicator dan kruangnya pemahaman setiap pihak yang
bergelut di dalam kegiatan pertunjukan tersebut yaitu pihak yang menyiarkan
serta mengiklankan pertunjukan tersebut. WIPO (Wold Intellectual Porperty
Organization) dibentuk pada tanggal 14 Juli tahun 1967 di Stockholm. Badan

7
Dolot Alhasni Bakung dan Mohamad Hidayat Muhtar, “Determination of The Legal
Protection of Right-Holders to Neighbouring Rights”, Jambura Law Review, Vol.2 No.1, (2020), h.
73.
8
Ahmad Faldi Albar, “Perlindungan Hukum Penggunaan Musik Sebagai Latar Dalam
YouTube Menurut Undang – Undang Hak Cipta.”, Pactum Law Journal, Vol. 1 No. 4, (2018), h. 1.
29

ini didirikan khusus oleh PBB dengan tujuan untuk memperkenalkan


perlindungan kekayaan intelektual ke seluruh dunia serta mendorong kreativitas
manusia. WIPO beranggotakan 184 negara dan telah menyelenggarakan 23
perjanjian internasional.
WIPO menyatakan bahwa hadirnya hak terakit merupakan salah satu cara
untuk melindungi mereka yang membantu pencipta karya intelektual agar dapat
enyampaikan pesan mereka serta menyebarkan seluruh karyanya kepada
masyarakat luas9. Pemebntukan WIPO disasarkan atas Covention Establsihing
the World Intellectal Property Organization. Tugas – tugas WIPO dalam bidang
Hak Kekayaan Intelektual ialah mengurus kerja sama administrasi pembentukan
perjanjian atau traktat internasional dalam rangka melindungi hak kekayaan
intelektual, mengembangkan serta melindungi hak kekayaan intelektual di
seluruh dunia, mendorong terbentuknya perjanjian atau traktat internasional
yang baru dan me – modernisasi legislasi nasional serta memberikan bantuan
secara Teknik kepada negara berkembang.
Di dalam International Bureau of WIPO, International Protection of
Copyrights and Neigbouring Rights, WIPO/CNR/ABU/93/2, Neighbouring
rights pun memiliki 3 hak, yaitu :
a. The Rights of performing artists in their performances (hak seorang artis atas
tampilannya)
b. The rights producer of phonograms in their phonograms (hak produser terkait
dengan rekaman suara atau fiksasi suara atas karya rekaman suara tersebut)
c. The rights of broadcasting organization in their radio and television
broadcasts (suatu hak yang dimiliki oleh Lembaga penyiaran atas karya
siarannya melalui radio dan televisi.
Di dalam Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta,
yang dimaksud dengan hak terkait adalah hak yang berkaitan dengan hak cipta
yang merupakan hak ekslusif bagi pelaku pertunjukan, produser fonogram atau
Lembaga penyiaran.

9
Dolot Alhasni Bakung dan Mohamad Hidayat Muhtar, “Determination of the Legal
Protection of Right – Holders to Neighboring Rights.”,… h.69.
30

Hak ekslusif merupakan hak yang hanya diberikan kepada pencipta,


sehingga tidak ada pihak lain yang dapat memanfaatkan hak tersebut tanpa seizin
sang pencipta. Oleh karena itu, perlu adanya perlindungan akan pemegang hak
terkait di Indonesia seiring dengan berkembangnya industry tanah air mulai dari
lagu, film, novel, pentas seni dan lain – lain. Secara umum, pengaturan mengenai
neighbouring rights masih menjadi satu dengan pengaturan hak cipta. Di
Indonesia sendiri, kedua peraturan tersebut masih menjadi satu. Akan tetapi jika
dipahami lebih dalam, neighbouring rights selalu diikuti oleh Hak Cipta, dan
sebaliknya, Hak Cipta tidak mengharuskan adanya neighbouring rights10.
Hak ekonomi yang terkait dengan hak terkait berdasarkan Pasal 23
Undang – Undang Hak Cipta dibedakan menjadi 2 yaitu hak ekonomi bagi
pencipta / pemegang hak cipta dan hak ekonomi bagi pelaku pertunjukan. Hak
ekonomi ini berkaitan dengan hal – hal seperti penerbitan ciptaan, penggandaan
ciptaan dalam segala bentuk, penerjemahan ciptaan, pengadaptasian /
pertransformasian ciptaan, pertunjukan ciptaan, pengumuman ciptaan serta
penyewa ciptaan. Adanya andil serta ketertiban dalam mendistribusikan karya –
karya yang berasal dari hak cipta, tentu memberikan manfaat sendiri bagi sang
pencipt11a. Oleh karena itu sudah sepatutnya diberikan apresiasi dan
penghargaan dalam bentuk perlindungan hukum dan mendapatkan royalty dari
setiap penampilan / film yang diputar ulang.
3. Bentuk Pelanggaran Karya Sinematografi di Aplikasi TikTok
Pengaturan mengenai perlindungan Hak Cipta secara tegas sudah diatur
dalam Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yang tertera
dalam Pasal 40 ayat 1 huruf M yang menyatakan bahwa karya sinematografi/
film merupakan salah satu karya intelektual yang dlindungi. Artinya, Undang –
Undang Hak Cipta hadir sebagai payung hukum dan dapat memberikan
kepastian hukum bagi pencipta atau pemilik hak cipta maupun hak terkait

10
OK Saidin, Aspek – Aspek Hukum Kekayaan Intelektual, … h. 14.
11
Ni Komang Irma Adi Sukmaningsih, Ratna Artha Windari, Dewa Gede Sudika Mangku,
“Hak Terkait (Neighboring Right) Pelaku Pertunjukan Berdasarkan Undang – Undang No. 28 Tahun
2014 Tentang Hak Cipta.”, Journal Komunitas Yustitia Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan
Ilmu Hukum Vol. 1 No.1 (2018), h. 7.
31

tersebut.
Pelanggaran hak cipta yang tidak kunjung menemukan titik terang akan
permasalahan yang kerap terjadi akhir – akhir ini di media sosial TikTok adalah
adanya ketidak selarasan antara peraturan yang mengatur (substansi) dengan
fakta fenomena yang terjadi di masyarakat. Dimana masih banyak masyarakat
yang menunggah potongan film Indonesia ke aplikasi TikTok tersebut.
Hal ini sesuai dengan batasan hak cipta yang telah tertuang dalam Pasal 43
Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2014 yang lebih spesifik ditegaskan pada
pin d yaitu
“Pembuatan dan penyebarluasa konten hak cipta melalui media teknologi
informasi dan komunikasi yang bersifat tidak komersial dan/ atau
menghuntungkan pencipta atau pihak terkait atau pencipra tersebut menyatakan
tidak keberatan atas pembuatan dan penyebarluasan tersebut.”
Yang artinya sudah sangat jelas bahwa walaupun tidak ditujukan untuk
kepentingan ekonomi ataupun komersial, harus ada batasan agar tidak dianggap
sebagai pelanggaran hak cipta. Pasal 9 ayat (1) huruf b Undang – Undang hak
Cipta pun menyebtukan bahwa pada hakikatnya seorang pencipta atau
pemegang hak cipta memiliki hak ekonomi yang salah satunya adalah hak untuk
melakukan penggandaan ciptaan yang hanya boleh dilaukan oleh pencipta
tersebut. Karena Pasal 9 ayat (3) menyebutkan secara tegas bahwa selain
pencipta/ pemegang hak cipta, maka dilarang hukumnya untuk melakukan
penggandaan film tersebut apalagi jika ditujukan untuk kepentingan secara
komersil.
Soelistyo berkata bahwa “Setiap kelahiran suatu karya cipta baik dalam
bidang pengetahuan, seni, sastra, berdasrakan kuantifikasi pengorbanan waktu,
tenaga dan biaya serta kontribusi pemikiran kreatif penciptanya, memiliki nilai
ekonomi serta kemanfaatan. Seberapapun kecilnya nilai ekonomi itu ada dan
karenanya itu menjadikan suatu ciptaan layak disebut sebagai kekayaan. “12.
Seorang pencipta Ketika menciptakan suatu karya pada umumnya tidak untuk

12
Henry Soelistyo Budi, Hak Cipta Tanpa Hak Moral, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2011), h. 93 – 94.
32

dinikmati sendiri, akan tetapi agar karya tersebut dapat dinikmati dan
dimanfaatkan oleh orang lain13.
Seiring perkembangan waktu, seringkali karya cipta dipergunakan secara
tidak bertanggung jawab. Ada beberapa bentuk kegiatan yang dianggap sebagai
pelanggaran hak cipta, diantaranya adalah dengan mengutip sebagian atau
seluruh ciptaan, mengambil, merekam, mengutip, memperbanyak dan
mengumumkan film tersebut tanpa seizin sang pencipta dan mendapatkan
keuntungan komersil yang dimana hal tersebut masuk ke dalam tindakan
pembajakan film oleh pihak yang tidak bertanggung jawab 14.

D. Pelanggaran Hak Moral dan Ekonomi


Hak cipta merupakan hak ekslusif yang etrdiri dari 2 unsur pentig, yaitu
hak moral (moral rights) dan hak ekonomi (economic rights) yang timbukl
secara otomatis berdasarkan prinsip deklatratif setelah suatu ciptaan diwujudkan
dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan
perundang – undangan. Hak ekslusif sendiri merupakan hak yang khusus
diperuntukkan bagi pencipta, sehingga tidak ada pihak lain yang dapat
memanfaatkan hak tersebut tanpa izin pencipta. Hak moral (moral rights)
merupakan hak yang melekat pada diri pencipta meskipun hak cipta telah
dialihkan, maka hak tersebut tetap melekat dan tidak dapat dihilangkan dengan
alasan apapun. 15
Artinya sampai sang pencipta meninggal dunia pun hak moral tersebut
akan tetap melekat selamanya. Hak moral meliputi hak pencipta untuk melarang
orang lain mengubah ciptaannya, termasuk judul atau subjudul ciptaan tersebut.
Konsep hak moral sendiri berasal dari sistem hukum Eropa Kontinental yang
menganut sistem hukum perdata, seperti Perancis dan Jerman, yang hanya

13
Agung Damarsasongko, Nurbaya, Ariyanti dkk., Modul Kekayaan Intelektual Tingkat
Dasar Bidang Hak Cipta, (Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Direktorat Jendral Kekayaan
Intelektual,2020),h.31.
14
Gusti Agung Putri Krisya Dewi dan I Wayan Novy Purwanto, “Pelaksanaan Hukum
Terhadap Pelanggaran Hak Cipta di Bidang Pembajakan Sinematografi”, Jurnal Kertha Semaya,
Vol. 5 No. 1, (2017), h. 13.
15
Santoso, B., HKI Hak Kekayaan Intelektual, (Pustaka Magister, Semarang,2011), h. 99.
33

menitikberatkan pada ciptaan individu.


Pada saat yang sama, negara – negara common law seperti Amerika Serikat
dan Inggris lebih menekankan pada kepemilikan hak cipta16. Hak ekonomi
merupakan hak untuk memproleh keuntungan finansial atau melakukan
komersialisasi atas suatu ciptaan dengan izin sang pencipta (Pasal 57 ayat (1)
Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta ). Pasal 16 Undang
– Undang Hak Cipta pun menegaskan bahwa hak ekonomi dapat beralih atay
dialihkan, baik secara menyeluruh atau sebagian dengan cara pengalihan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang – undangan.
1. Pelanggaran Hak Moral
Hak moral dapat memberikan peran kepada sang pencipta untuk melarang
setiap orang untuk mengubah atau mengurangi hasil dari ciptaannya tanpa seizin
sang pencipta tersebut. 17hak moral memiliki konsekuensi yang terus dilekatkan
secara abadi terhadap diri pencipta sehingga menyebabkan hak moral itu berlaku
tanpa batas waktu kecuali perubahan atas suatu ciptaan yang disesuaikan dengan
kebutuhan masyarakat. Hak moral sama sekali tidak mengandung nilai
ekonomis. Akan tetapi, aka nada masanya bahwa nilai dari hak moral tersebut
akan mempengaruhi suatu nilai ekonomis. Hak yang dilekatkan berdasarkan
Pasal 5 Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2014 yang diatur yaitu meliputi hak:
a) Tetap mencantumkan atau tidak mencantumkan namanya pada Salinan
sehubungan dengan pemakaian ciptaannya untuk umum
b) Menggunakan nama aliasnya dan samarannya
c) Mengubah ciptaannya sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat
d) Mengubah judul dan anak judul ciptaan, dan mempertahankan haknya
dalam hal terjadi distorsi ciptaan, mutilasi ciptaan, atau hal yang bersifat
merugikan kehormatan diri atau reputasinya. Yang dimaksud dengan
distorsi ciptaan ialah mengubah / memodifikasi hasil ciptaan tersebut.

16
Hendra Tanu Atmadja, “Konsep Hak Ekonomi dan Hak Moral Pencipta Menurut Sistem
Civil Law dan Common Law”, Jurnal Hukum Vol.10 No.23 (Mei 2003), h.154.
17
Rida Ista Sitepu,”Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelanggaran Hak Cipta
Sinematografi di Aplikasi Telegram”, Jurnal Rechten:Riset Hukum & Hak Asasi Manusia, Vol. 4
No.1, (2022), h. 28.
34

Esensi hak moral yang terus dilekatkan secara abadi terhadap diri pencipta
dapat menyebabkan hak moral itu berlaku tanpa batas waktu, kecuali jika ada
perubahan atas suatu ciptaan yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat
berlaku selama jangka waktu hak cipta tersebut. Namun, bagi pelanggaran hak
moral, sekalipun hak cipta itu telah dialihkan seluruhnya kepada pihak lain, hal
tersebut tidak mengurangi hak pencipta atau ahli warisnya untuk menggugat
setiap orang yang dengan sengaja tanpa hak serta persetujuan pencipta bagi
yang melanggar hak moral pencipta.
Permasalahan moral timbul dikarenakan setiap orang memiliki keharusan
untuk menghormati atau menghargai karya cipta orang lain 18. Dengan kata lain,
hak moral merupakan penghargaan moral yang diberikan masyarakat kepada
seseorang karena orang tersebut telah menghasilkan suatu karya cipta yang
bermanfaat bagi masyarakat dan dapat dinikmati oleh masyarakat. Nilai moral
ini pun tidak dapat dinilai atau digantikan dengan uang, tetapi berupa
pemberian kekuasaan atau wewenang tertentu kepadanya untuk melakukan
sesuatu dan orang lain tidak dapat dengan sesukanya untuk mengambil ataupun
19
mengubah karya cipta milik seseorang tersebut menjadi atas namanya.
perihal pencantuman nama pencipta terhadap karya ciptanya, meskipun haknya
sudah diserahkan atau dialihkan kepada pihak lain atau telah berakhir masa
berlakunya hak tersebut, nama pencipta harus tetap dicantumkan di dalam
karyanya. Hal ini lah yang membedakan hak cipta dengan hak – hak kebendaan
lainnya.
Hak moral juga dapat melindungi kepentingan pribadi atau reputasi sang
pencipta. Dengan adanya aplikasi video musik yang Bernama TikTok dapat
digunakan untuk menyebarluaskan klip film Indonesia yang sedang tayang di
Indonesia. Pemegang hak cipta20 film pun memiliki hak untuk dapat

18
Rahmi Jened, Hukum Hak Cipta (Copyright Law), (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2014)
h. 135.
OK Saidin, Aspek – Aspek Hukum Kekayaan Intelektual, … h. 74.
19
20
Ras Elyta Ginting, Hukum Hak Cipta Indonesia (Analisis Teori dan Praktik),(Bandung:
Citra Aditya Bakti 2012), h.64
35

melindungi kepentingan pribadi atas ciptaannya dalam hal yang bersifat


merugikan kehormatan diri atas reputasinya.
2. Pelanggaran Hak Ekonomi
Hak ekonomi sesuai dalam Pasal 8 Undang – Undang Nomor 28 Tahun
2014 tentang Hak Cipta mendefinisikan bahwa hak ekonomi merupakan hak
eksklusif yang diberikan oleh pemegang hak cipta untuk mendapatkan hak
21
ekonomi atas ciptaannya. yang terdapat atas suatu ciptaan / karya dari
seorang pencipta memiliki masa berlaku yang terbatas dan berbeda – beda
22
sesuai dengan subjenis ciptaan dan jenis pemegang ciptaan itu sendiri.
Berdasarkan Pasal 40 ayat (1) Undang – Undang Hak Cipta, ciptaan yang
dilindungi dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis ciptaan seperti karya
tulis, karya rekaman, audiovisual, karya drama dan koreografi, karya
sinematografi, karya fotografi dan lain – lainnya. Terdapat 8 hak yang dimiliki
oleh pemegang hak cipta / pencipta untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas
ciptaannya yakni :
a) Penerbitan penciptaan
b) Pengadaan ciptaan dalam segala bentuknya
c) Penerjemahan ciptaan
d) Pengadaptasian / pertransformasian ciptaan
e) Pendistribusian ciptaan
f) Pertunjukan ciptaan
g) Pengumuman ciptaan
h) Penyewaan ciptaan
Secara tegas, pasal 113 Undang – undang Hak Cipta mengatur bahwa
setiap orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi
sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf I untuk pemanfaatan
komersial maka akan dikenakan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan

21
Vera Ayu Riandini dan Lisa Gusrianti, “Analisis Hukum Keterkaitan Perjanjian dan
Perlindungan Hak Cipta Karya Fotografi di Indonesia”, Jurnal Komunikasi Hukum, Vol. 7 No.2 ,
(2021), h. 879.
22
Agustinus Pardede, dkk, Modul Kekayaan Intelektual Tingkat Dasar Bidang Hak Cipta,
(Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual Kementrian Hukum dan HAM, Jakarta, 2020), h.19.
36

/ atau denda sebesar Rp 100.000.000 (Seratus Jatu Rupiah). Setiap orang yang
dengan tanpa hak atau tanpa izin pencipta melakukan pelanggaran ekonomi
sebagaimana tertera di dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f dan/atau
huruf h untuk penggunaan pemanfaatan komersial, maka akan dipidana dengan
penjara paling lama 3 (Tigas) tahun dan/atau denda paling banyak sebesar Rp
500.000.000 (Lima Ratus Juta Rupiah).
Dengan adanya pembajakan karya sinematografi di aplikasi TikTok sudah
jelas melanggar hak cipta yang terkandung di dalamnya 2 hak deklaratif yaitu
hak moral dan hak ekonomi. Dengan oknum – oknum ini mem- posting
potongan film ke aplikasi tersebut artinya sudah melanggar hak ekonomi dari
sang pencipta film tersebut karena mereka secara tidak langsung sudah
melakukan penggandaan yang dimana hal itu hanya dapat dilakukan oleh
pemilik hak cipta atau sang pencipta film tersebut. Perlu diketahui bahwa
apabila kita ingin melakukan sesuatu terkait dengan karya cipta seseorang
maka kita perlu mendapatkan izin dari pemilik ciptaan tersebut. Namun
terdapat beberapa pengecualian seperti yang telah disebutkan dalam Pasal 44
Undang – Undang Hak Cipta yaitu mengenai kepentingan yang wajar.
Pengaturan mengenai hak cipta karya sinematografi pun sudah diatur akan
tetapi tindakan pelanggaran terhadap karya cipta sinematografi tersebut terus
terjadi bahkan sampai sekarang.
BAB IV
PERLINDUNGAN HUKUM ATAS PELANGGARAN HAK CIPTA
KARYA SINEMATOGRAFI INDONESIA DI APLIKASI TIKTOK

A. Tinjauan Yuridis Atas Pelanggaran Hak Cipta Film Indonesia di TikTok


Hak kekayaan intelektual merupakan sebuah system hukum yang melekat
pada tatanan kehidupan modern, terutama paPda perkembangan hukum hak
cipta terkait produk digital. Produk – produk yang termasuk dalam hak kekayaan
intelektual sendiri merupakan suatu karya yang dihasilkan dari kreativitas dan
daya pikir seorang manusia sehingga dapat menghasilkan / memberikan nilai
ekonomi dalam kehidupannya. 1 sehingga perlu mendapatkan perlindungan
hukum karena hasil karya tersebut dihasilkan dengan suatu pengorbanan tenaga,
pikiran, waktu, dan biaya yang tidak sedikit serta pengetahuan untuk
mendapatkan hasil karya yang terbaik di bidangnya.2
Dalam konsep ilmu hukum, 3 kekayaan intelektual dianggap ada dan
mendapatkan perlindungan hukum jika ada hasil dari ide, buah fikir serta
kemampuan intelektual manusia tersebut telah diekspresikan dan diwujudkan
dalam suatu bentuk karya yang dapat dilihat, dinikmati, didengar, dibaca
maupun digunakan secara prakits. Adapun beberapa bagian dari kekayaan
intelektual yang termasuk ke dalam hukum kebendaan tidak berwujud, yaitu:
a. Hak kekayaan industrial, hak ini berkaitan dengan invensi / penemuan baru
yang berkaitan dengan kegiatan industri, meliputi hak paten, merek, desain
industry, rahsaida dagang serta desain tata letak sirkuit terpadu.
b. Hak cipta yang memberikan perlindungan terhadap setiap karya seni, sastra
serta ilmu pengetahuam seperti lagu, film, novel, program, tarian dan
sebagainya.

1
Muhammad Djumhana dan R. Djunbaedillah, Hak Milik Intelektual, Sejarah, Teori dan
Prakteknya di Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti,2003), h. 21 – 22.
2
Aan Priyatna, Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran Hak Cipta dalam Pembuatan
E-Book, (Semarang: Universitas Diponegoro,2016), h. 7.
3
N.K.S Dharmawan, Buku Ajar Hak Kekayaan Intelektual (HKI), (Yogyakarta:
Deepublish, 2017), h. 20.

37
38

Berbicara mengenai Hukum tentu tidak dapat dilepaskan dari kemanfaatan


hukum itu sendiri yang turut serta ketika suatu aturan telah diundangkan. Hukum
yang memberikan manfaat dan menjadi tujuan hukum telah membawa suatu
konsekuensi logis bahwa setiap individu telah mengharapkan adanya manfaat
yang dirasakan setelah terbentuknya suatu aturan dan dapat menghilangkan
keresahan – keresahan yang ada di msyarakat sehingga dapat menimbulkan
kenyamanan dan keamanan. 4 Pada umumnya pelanggaran hak cipta berkisar
pada 2 hal pokok, Pertama, dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan,
memperbanyak, atau memberi izin untuk itu.5 Kedua, dengan sengaja
mengedarkan, memamerkan dan bahkan menjual kepada umum atas suatu
ciptaan / karya hasil dari pelanggaran hak cipta.
Landasan pengaturan mengenai Hak Cipta sendiri sudah terakomodir di
dalam Undang – Undang No 28 Tahun 2014. Artinya, tindakan pembajakan film
yang dilakukan oleh oknum – oknum tidak bertanggung jawab tersebut termasuk
melanggar Hak Cipta sebagai salah satu bagian dari Hak Kekayaan Intelektual.
Seperti yang diutarakan oleh OK Saidin bahwa HKI merupakan hak kebendaan
dan hak atas suatu benda yang berasal dari pemikiran, berupa benda yang berasal
dari pemikiran, berupa benda immaterial. 6 Pada intinya HKI adalah hak untuk
menikmati secara ekonomis hasil dari suatu kreatifitas intelektual. Objek yang
diatur dalam HKI adalah karya – karya yang timbul atau lahir karena
kemampuan intelektual manusia.
Karya cipta sinematografi diatur dalam pasal 40 huruf m Undang – Undang
Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Berkaitan dengan hal itu, dalam
system pengaturan Undang – Undang Hak Cipta 2014 terdapat beberapa subjek
perlindungan hak cipta yang terdiri dari :

4
Cahya Palsari, “Kajian Pengantar Ilmu Hukum: Tinjauan dan Fungsi Ilmu Hukum Sebagai
Dasar Fundamental Dalam Penjatuhan Putusan Pengadilan”, E-Journal Komunitas Yustisia
Universitas Pendidikan Ganesha Vol. 4 No. 3 (2021), h. 946.
5
Muhammad Djumhana, Hak Milik Intelektual Sejarah, Teori dan Prakteknya di
Indonesia,(Bandung : PT Citra Aditya Bakti,2003) h. 119.
6
Dharmawan dan Ni Ketut Supasti. Buku Ajar Hak Kekayaan Intelektual (HKI).
(Yogyakarta: Deepublish 2017), h.19.
39

a. Pencipta Film, yaitu seseorang atau lebih yang secara sendiri atau bersama–
sama menghasilkan suatu karya cipta lagu yang bersifat khas dan pribadi
(definisi berdasarkan Pasal 1 angka 2 UUHC 2014)
b. Pemegang Hak Cipta Film, yang dimaksud dalam pemegang hak cipta film
berdasarkan Pasal 1 angka 4 UUHC 2014 adalah pencipta film (produser
filmdalam menerima hak pencipta film untuk memperbanyak hasil dari karya
tersebut), serta beberapa pihak lain atau pihak ketiga (aktor dan aktris
sebagai orang yang menerima hak dari produser film untuk memberi peran
dalam film atas ciptaan sang pencipta tersebut).
Dapat disimpulkan bahwa pemegang hak cipta tidak hanya diberikan
kepada sang penciptanya saja, melainkan diberikan juga kepada setiap ihak
yang berkaitan dengan produksi film tersebut sehingga menghasilkan sebuah
karya dan dapat dinikmati oleh masyarakat luas (hal ini disebut juga dengan
hak terkait (neighboring right) yang berdampingan dengan hak cipta).7
Pelanggaran hak cipta pada dasarnya dibagi menjadi 3 kategori, yaitu:8
a. Pelanggaran Langsung (Direct Infringment)
Bentuk pelanggaran langsung dapat berupa tindakan memproduksi dengan
meniru karya asli. Walaupun hanya sbeagian kecil karya yang ditiru apabila
hal tersebut merupakan part/ bagian yang substansial maka hal tersebut
disebut sebagai pelanggaran dan akan diadili oleh Pengadilan.
b. Pelanggaran atas Dasar Kewenangan (Authorization of Infringement)
Dalam pelanggaran ini tidak terlalu mentikberatkan pada pelanggaran itu
sendiri, melainkan lebih ditekankan kepada “siapa yang akan bertanggung
gugat?”. Pada hakikatnya, hal seperti ini dilakukan untuk meyakinkan sang
pencipta bahwa ia akan mendapatkan kompensasi yang layak. Jenis
pelanggaran ini membebankan tanggung gugat kepada pihak – pihak yang
dianggap memiliki kewenangan atas pelaksanaan pelanggaran hak cipta itu
terjadi.

7
O.K Saidin, Aspek Hukum Kekayaan Intelektual, (Jakarta : Rajawali Pers, 2015), h. 210.
8
Rahmi Jened,Hukum Hak Cipta (copyright law), … h.215.
40

c. Pelanggaran Tidak Langsung (Indirect Infringement)


Jenis pelanggaran ini dapat berupa memberikan izin kepada suatu tempat
hiburan yang menjadi sebuah tempat pertunjukan kepada masyarakat yang
melanggar hak cipta karena pengelola tempat tersebut melakukan
pelanggaran.
Secara normatif, menurut Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2014,
pembajakan merupakan sebuah tindakan penggandaan ciptaan dan/atau produk
hak terkait secara tidak sah dan pendistribusian barang hasil penggandaan
dimaksud secara luas untuk memproleh keuntungan ekonomi. Internet piracy
merupakan sebuah tindakan illegal dan tergolong kedalam aksi criminal karena
hal ini juga mencakup penyalinan atau penyebaran secara tidak sah atas
perangkat lunak yang dilindungi oleh Undang – Undang. 9
Pengaturan mengenai perlindungan hak cipta terkait dengan pelanggaran
hak cipta film Indonesia di aplikasi tiktok masuk ke dalam pelanggaran Undang
– Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, dimana dijelaskan dalam
Pasal 113 ayat (1) bahwa setiap orang yang dengan tanpa hak melakukan
pelanggaran ekonomi untuk penggunaan secara komersial dipidana dengan
pidana penjara paling lama 1 tahun dan denda paling banyak sebesar Rp
100.000.000 (seratus juta rupiah). Selain itu, hal ini pun juga termasuk ke dalam
pembajakan karya sinematografi yang menurut Pasal 113 ayat (4) setiap orang
yang melakukan pembajakan akan dikenakan sanksi penjara paling lama 10
tahun atau denda paling banyak sebesar Rp 4.000.000.000 (empat miliar rupiah).
Selain itu, pelanggaran hak cipta film Indonesia di TikTok pun melanggar Pasal
5 ayat (1) huruf e Undang – Undang Hak Cipta yaitu “pengubahan atas ciptaan”.
Ciptaan / film tersebut di potong – potong menjadi beberapa bagian agar dapat
diunggah ke dalam aplikasi TikTok dan hal ini pun dapat dikatakan sebagai
tindakan memodifikasi ciptaan. Tidak hanya itu, terdapat pula pelanggaran pada
pasal 1 ayat (17) Undang – Undang Hak Cipta yaitu pendistribusian. Yang
dimaksud dengan pendistribusian adalah penjualan, pengedaran, dan/atau

9
Ayup Surah Ningsih dan Balqies Hediyati Maharani, “Penegakan Hukum Hak Cipta
Terhadap Pembajakan Film Secara Daring”, Jurnal Meta Yuridis Vol.2 No.1, (2019), h. 18.
41

penyebaran ciptaan dan/ atau produk hak terkait.


Dimana, tindakan pendistribusian ini termasuk ke dalam pelanggaran
hak cipta karena mereka melakukannya tanpa seizin pencipta dan tindakan
tersebut juga merugikan pencipta secara materil maupun immaterial. Ketentuan
yang tertera dalam pasal 120 Undang – Undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun
2014 mengatur mengenai kasus pelanggaran hak cipta menggunakan delik
aduan. Artinya, delik tersebut harus dilaporkan oleh pihak yang merasa
dirugikan, sehingga dapat diproses prosedurnya jika ada pengaduan dari korban
yang dirugikan. 10
Adapun beberapa bukti pelangaran hak cipta karya sinematografi yang
diungah ke aplikasi TikTok yang dibagi menjadi beberapa part yang terdiri atas
beberapa akun yang mengunggah film – film Indonesia ke dalam beberapa part
/ bagian. Berikut terdapat beberapa lampiran bukti dari pelanggaran hak cipta
film Indonesia yang diunggah ke aplikasi TikTok. Terlihat bahwa ada akun yang
berisikan beberapa potongan – potongan berbagai film Indonesia yang diunggah
ke aplikasi TikTok. Adapun yang diberikan playlist oleh penggunanya yang
berisikan potongan – potongan 1 film yang dibagi menjadi beberapa part. Dan
setiap part nya berdurasi dari 1 - 5 menit.
Pemilik akun tersebut memposting potongan – potongan clip film
Indonesia tersebut karena ada factor pendorong dari pengguna lain yang
berkomentar di postingannya dengan meminta “part – part” selanjutnya. Dalam
hal ini dapat dikatakan bahwa sudah jelas bahwa faktor pendorong dari
pelanggaran hak cipta film / karya sinematografi di social media (TikTok) ini
berasal dari sesama pengguna yang masih menikmati pembajakan film tersebut.
Adapun postingan endorsement / sang pengguna sedang
mempromosikan suatu barang, yang dimana hasil dari postingan videonya yang
memotong – motong klip film menarik banyak minat masyarakat sehingga
akunnya mengalami kenaikan followers dan mendapatkan banyak jumlah likes,
comment dan jumlah views. Hal ini menguntungkan pemilik akun secara materi.

10
O.C. Kaligis, Teori – Teori Praktik Merek dan Hak Cipta, (Bandung : PT. Alumni,2012),
h. 21.
42

Berkenaan dengan pelanggaran hak cipta yang terjadi di aplikasi Tiktok


tersebut makan sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat 4 Permenkominfo No 5
Tahun 2020, Tiktok selaku penyelenggara sistem elektronik lingkup privat wajib
43

melakukan pemutusan akses terhadap suatu Informasi Elektronik dan/ atau


Dokumen elektronik yang dilarang. Pasal 9 ayat 4 Permenkominfo No 5 Tahun
2020 menyatakan secara jelas bahwa informasi elektronik dan atau Dokumen
elektronik yang dilarang untuk penyebarannya adalah jika a) melanggar
ketentuan perundang – undangan, (b) meresahkan masyarakat dan mengganggu
ketertiban umum, (c) memberitahukan cara atau menyediakan akses atas
informasi elektronik yang dilarang. Berkaitan dengan hal ini maka seharusnya
Tiktok harus melakukan pemutusan akses atas video tersebut dengan meng –
take down video tersebut.

Perlindungan terkait pelanggaran karya cipta sinematografi Indonesia


yang terjadi di media sosial TikTok ini juga diakomodir dalam Undang –
Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang
telah diubah menjadi Undang – Undang No 19 Tahun 2016. Pasal 25 yang pokok
bahasannya adalah melindungi setiap dokumen/ informasi elektronik, situs
internet dan karya intelektual didalamnya sebagai Hak kekayaan intelektal
berdasarkan ketentuan perundang – undangan, kemudian pada pasal 26 ayat (2)
yang intinya berisi bahwa setiap orang yang dilanggar haknya dapat mengajukan
gugatan atas kerugian yang ditimbulkan tersebut. Pasal 32 juga mengakomodir
terkait pembajakan yang terjadi di situs online yang menegaskan bahwa setiap
orang yang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara
apapun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak,
menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu informasi elektronik
atau dokumen elektronik milik orang lain atau milik public akan dipidana
delapan tahun penjara dan denda paling banyak Rp 2.000.000.000 (dua miliar
rupiah).
Pembajakan yang dilakukan oleh oknum – oknum tersebut juga
melanggar hak moral sang pencipta karena hak moral ini merupakan hak yang
melekat pada pencipta gaar ciptaannya tidak dilakukan perubahan apapun atau
perusakan tanpa adanya persetujuan dan hak atas pengakuan pencipta atas
ciptaannya tersebut.
Hak moral pada umumnya mencakup dua hal besar, yaitu :
44

a) Hak Integritas
Hak integritas merupakan hak mengenai perlakuan ataupun sikap yang
berhubungan dengan martabat maupun integritas pencipta. Hak tersebut
diwujudkan dengan larangan dalam merusak, mengurangi, atau mengubah
ciptaan yang sekiranya akan berpotensi pada hancurnya integritas sang
pencipta, karena pada dasarnya ciptaan harus tetap terjaga / otentik dengan
ciptaan aslinya.
b) Hak Atribusi
Hak atribusi merupakan hak yang mewajibkan seseorang untuk
mencantumkan identitas dalam ciptaannya dengan nama lengkap atau nama
alias.
Karena konsep dasar Kekayaan Intelektual sendiri pun tidak dapat
terlepaskan dari pemikiran John Locke yang mengatakan bahwa setiap individu
memiliki hak untuk menguasai sendiri miliknya. Hak atas diri sendirinya
tersebut tidak dapat dimiliki oleh orang lain, baik hasil karya dan kerja tubuhnya
maupun hasil panca inderanya, kecuali miliknya sendiri. 11
Hal ini didasarkan atas pandangan John Locke (1632 – 1704) sendiri dan
Jean Jacques Rousseau (1712 – 1778) bahwa pemikiran mengenai Hak
Kekayaan Intelektual dinamakan aliran hukum alam. Selain pelanggaran hak
moral, pembajakan film ini juga melanggar hak ekonomi sehingga para pencipta
berhak untuk menuntut ganti rugi dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan
Niaga atau dapat dengan memberikan laporan terlebih dahulu ke Direktorat
Jendal Hak Kekayaan Intelektual. Pengaturan mengenai ganti rugi akibat
pelanggaran hak ekonomi tersebut diatur dalam Pasal 96 Undang – Undang
Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, bahwa :
1. Pencipta/ pemegang hak cipta dan/atau pemegang hak terkait atau ahli
warisnya yang mengalami kerugian hak ekonomi dapat mengajukan untuk
mendapatkan ganti rugi.

11
Thumm Nikolaus,Intellectual Property Rights: National System and Harmonism in
Europe, (New York: Physica-Verl, 2000) h. 5
45

2. Ganti rugi sebagaimana yang dimaksud dalam pada ayat (1) diberikan
sekaligis dicantumkan dalam amar putusan pengadilan tentang perkara tindak
pidana hak cipta dan/atau hak terkait.
3. Pembayaran ganti rugi yang dilakukan kepada pencipta, pemegang hak cipta
atau pemilik hak terkait dibayarkan paling lama 6 (enam) bulan setelahputusan
pengadilan ditetapkan.
Sayangnya, fenomena pembajakan film Indonesia di aplikasi tiktok ini masih
marak terjadi dan terus berulang. Dengan ini, maka salah satu masalah hukum
dalam pengaturan industri internet merupakan salah satu masalah krusial dalam
perlindungan hak cipta, karena perilaku pengguna di Internet sering
mempengaruhi hak pencipta dan ahli warisnya. Karena pada sat aini pun tidak
ada satu negara pun yang memiliki undang – undang yang mengatur hubungan
hukum dalam skala jaringan global, yang memberi penggunanya berbagai
peluang untuk menyalin dan mendistribusikan lebih lanjut badan hukum secara
tidak terkendali. 12
Perundang – undangan hampir tidak dapat membatasi ruang lingkup
internet. Sophar M. Hutagalung berpendapat bahwa, ada beberapa faktor
influensial yang mendorong seseorang untuk melakukan sebuah pelanggaran
hak cipta karya sinematografi / piracy, yaitu adanya kemajuan teknologi di
bidang industri produksi (reproduction), perbedaan harga yang jauh sangat
13
signifikan antara produk legal dan illegal serta penegakan hukum yang
masih belum efekt if meskipun Pemerintah sudah memberikan perlindungan
hukum secara preventif melalui Undang – Undang. Selain itu, tentu saja
dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah :
a) Lemahnya Undang – Undang Hak Cipta dalam menyoroti dan menyikapi
aplikasi – aplikasi yang melanggar hak cipta. Hal ini dibuktikan dengan
TikTok yang tidak mengatur karya sinematografi di dalam Kebijakannya.

12
Yakubova Iroda Bakhramovna dan Yakubov Aybek Bakhramovich, “Problems Of
Copyright Protection: Plagiary And Piracy On The Internet”, Turksih Journal of Computer and
Mathematics Education Vol. 12 No. 4 (2021), h. 1334.
13
Sophar M. Hutagalung, HAK CIPTA kedudukan & Peranannya Dalam
Pembangunan,(Jakarta: Sinar Grafika, 2012), h. 326.
46

b) Faktor ekonomi, yang dimana dengan menonton film bajakan akan menekan
biaya lebih hemat untuk menonton film. 14 Hal seperti ini timbul dari ketidak
merataan kebutuhan hidup masyarakat yang masih sulit sehingga keadaan ini
memberikan dorongan kepada masyarakat untuk melakukan kejahatan seperti
pelanggaran tindak pidana hak cipta / pembajakan film. Mereka berfikir
bahwa hal ini merupakan solusi untuk dapat menikmati film yang sedang
tayang tanpa mengeluarkan biaya lebih.
c) Faktor sosial budaya, dimana masyarakat kita masih senang dan menikmati
film – film yang dibajak. Dalam hal ini para pelaku pembajakan film tidak
mendapatkan sanksi/ tindakan yang serius dari aparat Pemerintahan. Sehingga
hal ini memberikan pemikiran kepada mereka bahwa hal ini merupakan
pelanggaran yang biasa dan tidak menjadi sebuah masalah.
d) Kurang tegasnya aparat penegak hukum dalam menyikapi permasalahan –
permasalahan pelanggaran hak cipta sehingga hal ini tidak memberikan efek
jera kepada masyarakat sehingga mereka dapat melakukannya berulang
kembali15. Hal ini dapat ditimbulkan oleh rasa kurang percayanya masyarakat
(termasukpencipta) kepada aparat penegak hukum yang berdampak
memberikan rasa enggan kepada masyarakat untuk menyerahkan dan
melaporkan persoalan dan perlindungan terkait kepentingan mereka kepada
proses dan institusi hukum (pengadilan).
Hal ini sejalan dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Farouk Cader,
konsultan Kebijakan BSA16 yang mengatakan bahwa banyaknya kasus
pembajakan Hak Kekayaan Intelektual terutama hak cipta dan merek di
Indonesia disebabkan oleh tidak optimalnya penegakan hukum terhadap pelaku
pembajakan film. Otto Hasibuan pun juga mengutarakan pendapatnya bahwa
minimnya pengetahuan para aparat penegak hukum mengenai hak cipta dan

14
Kadek Januarsa Adi Sudharma,dkk, Law Enforcement of Pirated Film User Sites Due to
the Implementation OF Physical Distancinf in Despansar Vol. 44 No.1 (2022), h.31.
15
Tata Wijayanta, “Asas Kepastian Hukum, Keadilan dan Kemanfaatan dalam Kaitannya
Dengan Putusan Kepailitan Pengadilan Niaga.”, Jurnal Dinamika Hukum Vol.14 No.2 (2014), h.
217.
16
Budi Agus Riswandi dan Shabhi Mahmashani, Dinamika Hak Kekayaan Intelektual
Dalam Masyarakat Kreatif, (Yogyakarta : Total Media,2009), h. 109.
47

hukum yang megaturnya serta kurangnya pemahaman mengenai arti pentingnya


sebuah perlindungan sehingga menyebabkan para aparat enggan menyeret para
pelaku pelanggaran hak cipta ke jalur hijau (pengadilan) dan menghukumnya
secara maksimal.
Akibat ketidakoptimalan tersebut menimbulkan penegakan hukum yang
kurang optimal. Dan dengan hal ini pun, akan membawa negara pada
konsekuensi kerugian yang sangat tinggi. Budi Agus Riswandi dan Shabhi
Mahmashani di dalam buku yang berjudul “Dinamika Hak Kekayaan Intelektual
Dalam Masyarakat Kreatif17”, mengungkapkan data bahwa kerugian yang
dialami oleh negara imbas dari pelanggaran hak cipta atas musik dan lagu
sedikitnya mencapai 1,4 triliun setiap tahunnya. Dan kondisi ini berjalan selama
belasan tahun. Minimnya sanksi hukum terhadap pelaku pelanggar hak cipta.
Sampai saat ini hukum bagi pelanggar hak cipta seperti yang terjadi dalam
kasus ini yakni para oknum yang menyebarkan clip potongan film di aplikasi
TikTok jarang diterapkan, biasanya hanya sampai peringatan dengan suspend
akun yang bersangkutan atau mendapatkan peringatan / sanksi administratif.
Sayangnya, Undang – Undang Hak Cipta yang mengakomodir mengenai
larangan pelanggaran tersebut tidak dijalankan sesuai regulasi yang tertulis di
dalam Undang – Undang No 28 Tahun 2014. Hal ini sejalan dengan tidak
adanya kohesi dengan penegakan hukumnya. Seakan – akan tindakan
pelanggaran hak cipta ini seperti epidemi yang diberi ruang gerak untuk terus
meluas dan merugikan dunia pendidikan secara keseluruhan. 18
e) Kurangnya wawasan masyarakat kita terhadap karya cipta seseorang yang
harus diapresiasi dan didukung serta melindungi segala hak nya dengan tidak
membajak karya ciptaannya. Masyarakat pun juga kurang memahami dan
mengetahui isi dari Undang – Undang Hak Cipta sehingga perlindungan yang
diberikan kepada karya cipta masih belum dapat terlaksana dengan baik dan

17
Budi Agus Riswandi dan Shabhi Mahmashani, Dinamika Hak Kekayyaan Intelektual
Dalam Masyarakat Kreatif,(Yogyakarta : Total Media, 2009), h. 35.
18
Henry Soelistyo, Plagiarisme : Pelanggaran Hak Cipta dan Etika, (Yogyakarta,
Kanisius, 2011), h. 39.
48

maksimal dan menjadi salah satu faktor penunjang terjadinya pembajakan film
yang terjadi di Aplikasi TikTok tersebut.
Widyono Pramono,19 dalam bukunya yang berjudul Tindak Pidana Hak
Cipta, menyatakan bahwa timbulnya suatu tindak pidana hak cipta dengan
berbagai bentuk jenisnya baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya
merupakan suatu sikap tidak menghargai hasil karya orang lain dan bahkan para
pelaku tindak pidana hak cipta itu sendiri cenderung memanfaatkan hasil ciptaan
yang di akui dan di lindungi oleh Undang – Undang Hak Cipta untuk mencari
keuntungan bagi dirinya sendiri.
Jika hukum berjalan tanpa adanya kepastian hukum maka akan
kehilangan makna karena tidak lagi dapat dijadikan sebagai pedoman perilaku
bagi semua orang, 20 sehingga para pencipta karya sinematografi Indonesia
berhak mendapatkan perlindungan hukum dari negara, selaras dengan pendapat
21
yang diutarakan oleh Van Kant bahwa tujuan hukum adalah menjaga setiap
kepentingan individu agar tidak terganggu/diganggu dan terjamin kepastiannya.
Dasar diberlakukannya perlindungan hukum atas hak cipta itu sendiri
adalah adanya hak ekslusif yang dimiliki oleh pencipta / penerima hak tersebut
untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaan nya tanpa mengurangi
batasan yang sudah ada di peraturan perundang – undangan. Terdapat 4 dasar
perlindungan terhadap suatu ciptaan, yaitu : (1) hak cipta melindungi ide atau
gagasan, (2) hak cipta otomatis lahir begitu ciptaan selesai diciptakan,
pendaftaran bukan merupakansuatu kewajiban, (3) ciptaan tersebut bersifat asli/
orisinil, bukan merupakan noveltyatau kebaharuan, (4) suatu ciptaan dibuat
berdasarkan hasil olah pikir kreatifitas intelektual dan skill tertentu yang
diekspresikan melalui sebuah gagasan.22

19
Widyono Pramono,Tindak Pidana Hak Cipta, Analisis dan Penyelsaiannya,(Jakarta :
Sinar Grafika, 1992), h. 9.
20
Fence M. Wantu, “Antinomi Dalam Penegakan Hukum oleh Hakim”, Jurnal Berkala
Mimbar Hukum Vol.19 No.3 (2007), h. 388.
21
Nabhila Nasution, “Analisis Hukum Pelanggaran Hak Cipta Pengguna Aplikasi TikTok
Ditinjau Menurut Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta”, (Tesis Magister,
Universitas Sumatera Utara, 2021), h.161.
22
Daniel Andre Stefano, “Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cpta Film Terhadap
Pelanggaran Hak Cipta Yang Dilakukan Situs Penyedia Layanan Film Streaming Gratis di Internet
49

Hak cipta memiliki prinsip bahwa hukum perlindungannya bersifat


otomatis, artinya perlindungan diberikan secara mandiri. Akan tetapi
pendaftaran ciptaan dengan sistem deklaratif juga menjadi sebuah komponen
yang penting apabila terjadi sengketa seperti permasalahan ini, maka pencipta
dapat dengan mudah menuntut dan memberikan pembuktian atas hak cipta
tersebut.
Para pencipta karya sinematografi tersebut dapat mengadukan
pelanggaran karya cipta atas karya – karya nya tersebut melalui delik aduan.
Delik aduan (klacht delict) merupakan suatu delik yang diadili, apabila yang
berkepentingan (yang dirugikan) mengadu kepada pihak berwajib (polisi),
namun sebaliknya, apabila tidak ada aduan yang diadukan, maka penyidik tidak
akan melakukan penyidikan dan tidak membuat Berita Acara
Pemeriksaan. 23Delik aduan dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu delik aduan
absolut dan delit aduan relative. Delik aduan absolut adalah delik yang hanya
dapat dituntut jika ada pengaduan saja, sedangkandelik aduan relatif biasanya
tidak berbentuk deli aduan, kecuali jika ada sanak keluarga yang melaporkan
aduan tersebut, maka akan menjadi sebuah delik aduan. 24 Dengan ini, maka sang
pencipta film dapat dengan mudah untuk mengadukan pelanggaran –
pelanggaran yang terjadi atas pembajakan karya ciptanya. Penjelasan lebih
lanjut mengenai pengajuan delik tersebut tercantum dalam pasal 45 H.I.R baik
melalui surat yang sudah di tanda tangani maupun secara lisan. Pengaduan secara
lisan bagi pegawai yang menerimanya harus ditandatangani oleh pihak yang
mengadu. Lamanya waktu terhitung sejak 6 bulan apabila orang yang wajib
mengadu berada di Indonesia dan 9 bulan jika pengadu berada di luar negeri.
Dengan delik aduan tersebut maka pemegang hak cipta berhak
melakukan pengaduan dengan mengajukan pengaduan secara lisan ataupun
tertulis kepada polisi/penyidik. Dengan hal ini, maka perkara yang diadukan

(Menurut Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta)”, Diponegoro Law Journal
Vol.5 No.3 (2016), h. 5.
23
Umar Said Sugiarto, Pengantar Hukum Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2017), h. 241.
24
R. Soesilo, Kitab Undang – Undang Hukum Pidana (KUHP) Beserta Komentar lengkap
Pasal demi Pasal, (Bogor: Politea, 1988), h. 87.
50

dapat diproses secara hukum sehingga dapat memaksimalkan perlindungan


hukum terkait pembajakan karya cipta sinematografi Indonesia berdasarkan
Undang – Undang Hak Cipta dan UU ITE.

B. Perlindungan Hukum Aplikasi TikTok Terhadap Karya Sinematografi di


Indonesia
Dengan bergabungnya Indonesia menjadi anggota WTO (World Trade
Organization) melalui Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang
Pembentukan Pengesahan Organisasi Perdagangan Dunia pada tanggal 2
November 1994 maka termuat lampiran Agreement on Trade Related Aspects of
Intellectual Property Rights.Tujuan adanya perjanjian TRIP’s ini adalah untuk
memberikan perlindungan dalam bidang Hak Kekayaan Intelektual serta
prosedur penegakan hak menuju perdagangan yang sehat. Satjipto Rahardjo
mendefinisikan perlindungan hukum merupakan suatu upaya yang dilakukan
untuk melindungi kepentingan seseorang dengan cara memberikan kekuasaan
kepadanya untuk bertindak demi kepentingannya itu.25 Perlindungan hukum pun
dapat timbul jika fungsi dan tujuan hukum telah terlaksana dengan baik. Sama
halnya dengan perlindungan hukum pada kekayaan intelektual yang dilakukan
secara maksimal pun akan berdampak pada kemajuan di bidang industri dan
ekonomi kreatif sehingga keamampuan akan daya saing pada pasar internasional
dapat lebih ditingkatkan kembali. 26
Pasal 7 TRIPs (Tread Related Aspects of Intellectual Property Right)
menjelaskan secara rinci mengenai tujuan dari perlindungan hukum untuk
kekayaanintelektual itu sendiri sehingga dapat terus mendorong lahirnya inovasi,
pengalihan dan penyebaran teknologi, manfaat bersama antara penghasil dan
pengguna pengetahuan teknologi serta menciptakan kesejahteraan sosial dan
ekonomi dan terciptanya keseimbangan antara hak dan kewajiban. Konsep
negara kesejahteraan yang dianut oleh Indonesia, telah mengarahkan negara

25
Bayu Muslim, “Perlindungan Hukum Pekerja Perempuan di Malam Hari Dalam
Perspektif UU 13 Tahun 2003.”, Jurnal Panorama Hukum Vol.5 No.1 (2020), h. 26 – 36.
26
Niru Anita Sinaga, “Pentingnya Perlindungan Hukum kekayaan Intelektual Bagi
Pembangunan Ekonomi Indonesia.”, Jurnal Hukum Sasana Vol. 6 No.2 (2020), h. 144-165.
51

untuk mengorganisir dan mengintegrasikan seluruh kebijakan demi tercapainya


tujuan nasional. 27
Sejalan dengan konsep tersebut, Horold J. Laski berpendapat bahwa
fungsi bernegara ialah : creation of those conditions under which the members of
the state may attain the maximum satisfaction of their desire, artinya negara
memiliki kewajiban untuk menciptakan kebahagiaan kepada masyarakat dengan
memenuhi keinginan masyarakat secara maksimal. Sehubungan dengan
kewajiban negara untuk menciptakan kesejahteraan, Konstitusi Indonesia telah
menetapkan dan menuangkannya ke dalam Undang – Undang Nomor 28 Tahun
2014. Sama halnya dengan 2 bentuk perlindungan hukum menurut M.Hadjon 28
yaitu perlindungan hukum secara preventif dan represif. Preventif artinya
mencegah adanya sengketa / konflik dan represif adalah menyelsaikan
konflik/sengketa tersebut.
Upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam mencegah adanya
sengketa hak cipta seperti pada kasus pembajakan karya sinematografi di
Indonesia adalah dengan memberikan payung hukum UUHC yang tertuang
dalam Undang – Undang No 28 Tahun 2014 Ditegaskan dalam Pasal 54
mengenai pengaturan tentang kewenangan pemerintah dalam rangka mencegah
terjadinya pelanggaran hak cipta menggunakan sarana berbasis teknologi
informasi. Kewenangan-kewenangan tersebut adalah :
a. Pengawasan pada pembuatan serta pihak – pihak yang melakukan
penyebarluasan konten pelanggar hak cipta
b. Melakukan kerja sama / berkoordinasi dengan berbagai pihak, baik secara
nasional maupun internasional dengan tujuan untuk mencegah proses
produksi dan penyebarluasan konten pelanggar hak cipta
c. Melakukan pengawasan atas tindakan perekaman melalui media apapun
terkait dengan ciptaan dan produk hak terkait tempat pertunjukan

27
Mirriam Budiarjo , Dasar – Dasar Ilmu Politik, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama,
2004), h. 39.
28
Nanan Isnaina dkk, “Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Hak Cipta Terkait
Pembajakan Sinematografi Di Aplikasi Telegram.”, Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum Vol.27, No.7(2021),
h. 992 – 1006.
52

Akan tetapi, tindakan preventif yang dilakukan oleh pemerintah ini tidak
dapat berjalan dengan baik jika platform media sosial yang banyak digunakan
oleh masyarakat Indonesia ini tidak melindungi karya cipta sinematografi itu
sendiri.
Hal ini dibuktikan dengan lemahnya kebijakan aplikasi TikTok yang
tidak menyebutkan “karya cipta sinematografi” di dalam Terms & Condition
TikTok yang dapat di akses pada laman web resmi TikTok pada poin ke 7
mengenai kontenyang disebutkan dalam kalimat “Sebagaimana antara anda dan
TikTok, seluruh konten, perangkat lunak, gambar,teks, karya grafis, ilustrasi,
logo, hak paten, merek dagang, merek jasa, hak cipta, foto, audio, video, music
pada dan “look and feel” pada layanan dan seluruh hak atas kekayaan
intelektual terkait dengan layanan (Konten TikTok)” bahwa tidak disebutkan
secara eksplisit bahwa karya sinematografi sebagai salah satu karya cipta yang
dilindungi oleh TikTok. Hal ini dapat menimbulkan pemahaman ambigu
mengenai kebijakan yang dikeluarkan oleh TikTok itu sendiri, dengan hal ini
maka pembajakan karya sinematografi di aplikasi TikTok ini akan terus berulang
dan berlanjut.
Namun pada ketentuan nomor 6, TikTok memberikan regulasi bagi para
pengguna yang menggunakan layanannya untuk tidak melanggar hak kekayaan
intelektual apapun, karena TikTok akan memblokir akses akun pengguna
tersebut.Akan tetapi, hal ini kurang efektif karena pihak TikTok baru akan
menindak seorang pelanggar hak cipta apabila para pengguna lain melaporkan
video yang bersangkutan dengan fitur “report” yang telah tersedia. Fitur report
ini merupakan sebuah peng-implementasian UU ITE Pasal 26 ayat (4) yang
intinya berbunyi bahwa setiap penyelenggara sistem elektronik (dalam hal ini
TikTok) wajib menyediakan mekanisme penghapusan atas informasi/dokumen
elektronik yang sudah melanggar ketentuan peraturan perundang – undangan.
Sayangnya, masih banyak pengguna yang menikmati pembajakan film
tersebut di aplikasi TikTok sehingga mereka tidak melakukan “report” jika
menemukan pembajakan film disana. Hal ini menjadi salah satu faktor penyebab
maraknya pembajakan film di aplikasi TikTok terus terjadi secara berulang,
53

karena pihak TikTok baru akan menindak pembajakan – pembajakan film


tersebut apabilasudah ada laporan “report” yang masuk.
Berdasarkan Undang – Undang No 19 Tahun 2016 tentang Informasi
Transaksi Elektronik dalam pasal 26 ayat (3) dikatakan bahwa setiap
penyelenggara sistem elektronik wajib menghapus setiap informasi elektronik
dan/atau dokumen elektronik yang tidak relevan yang berada di bawah
kontrolnya atas permintaan orang yang bersangkutan berdasarkan penetapan
pengadilan, artinya TikTok wajib memiliki sistem otomatis mendeteksi
pelanggaran karya cipta sinematografi tersebut di aplikasinya, karena hal itu
tidak sejalan / sesuai dengan peraturan perundang – undangan.
Ada 3 (tiga) hal yang mempengaruhi keuntungan / benefit secara
ekonomis dalam menggunakan aplikasi TikTok, yaitu pengikut (followers),
penyuka (likes), dan tingkat keterlibatan (engagement).29 Dengan ini, para
oknum pembajakan film Indonesia di TikTok dapat meraih 3 keuntungan hal
tersebut dari posting-an clip –clip film yang diunggah ke aplikasi tersebut karena
secara tidak langsung, oknum tersebut akan mendapatkan jumlah followers dan
likes yang tinggi sehingga secara otomatis tingkat keterlibatan/ engagement pun
akan meningkat. Selanjutnya, dengan tingkat engagement yang meningkat
maka semakin besar kemungkinan para pelaku pembajakan film akan
mendapatkan sponsor / endorse dari brand tertentu yang ingin dipromosikan
produknya di akun tersebut.
Selain itu, apabila pemilik akun yang membajak film – film di TikTok
tersebut mendapatkan jumlah followers dan likes yang banyak, maka hal ini
berpotensi tinggi bagi mereka untuk menjual akunnya tersebut agar dibeli oleh
orang lain. Jual beli akun dengan jumlah followers dan likes tertentu pun sedang
marak dilakukan oleh banyak pengguna TikTok, harganya ditentukan dari 2 poin
penting tersebut. Sehingga dapat disimpulkan bahwa para pelaku pembajakan
filmdi TikTok tersebut memanfaatkan potongan-potongan film tersebut yang ia

29
Kausalya Ayu Vedanti, “Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Hak Cipta
Sinematografi Terhadap Pembajakan Film di Aplikasi TikTok”, Jurnal Kertha Desa Vol. 9 No. 6
(2021), h. 40.
54

unggah ke akunnya untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan bagi dirinya


secara ekonomis. Terdapat beberapa jenis hak ekonomi yang dilanggar dalam
penggunaan aplikasi TikTok, yaitu :
a) Hak memperbanyak ciptaan (penggandaan), yaitu menggandakan jumlah
ciptaan untuk menghasilkan ciptaan yang menyerupai ciptaan asli.
Contohnya ialah oknum yang membajak film – film di Tiktok melakukan
penggandaan dan di unggah ke TikTok
b) Hak pengumuman (penyiaran), artinya video yang sudah diunggah ke
TikTok dapat disebarkan kembai ke media sosial lainnya. Artinya, potongan
– potongan film yang sudah di unggah oleh oknum tersebut dapat disebarkan
lebih luas lagi oleh masyarakat sehingga kerugian yang didapatkan oleh sang
pencipta akan berkali lipat lebih banyak dan meningkat.
Pemberian hak cipta melalui hukum positif merupakan konsekuensi logis
dari eksistensi Indonesia sebagai negara hukum. 30 Sebagai pandangan hidup
berbangsa bernegara dan bermasyarakat, hukum memiliki tujuan untuk
melindungi segenap bangsa Indonesia dan tanah air untuk meningkatkan
kesejahteraan umum serta berkontribusi pada terwujudnya ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. 31 Selayaknya
Pemerintah dan Negara melindungi setiap hak dan perlindungan yang berkaitan
dengan warga negaranya, maka TikTok yang beroperasi di Indonesia pun juga
harus menyelaraskan peraturan yang telah dibuat oleh pemerintah di bidang
Informasi dan Transaksi Elektronik yang tercantum dalam Pasal 40 ayat (2) dan
(2a) bahwa Pemerintah melindungi kepentingan umum dari berbagai macam
gangguan akibat penyalahgunaan Informasi dan Transaksi Elektronik yang akan
mengganggu / merugikan hal layak serta pemerintah juga berhak melakukan
pencegahan penyebarluasan informasi elektronik yang isi kontennya bermuatan

30
Ahmad, A., & Nggilu, N.M, “Denyut Nadi Amandemen Kelima UUD 1945 melalui
Pelbatan Mahkamah Konstitusi sebagai Prinsip TheGuardian of the Constitution”,Jurnal Konstitusi,
Vol.16 No. 4, (2020), h. 785.
31
Yopi Gunawan dan Kristian, Perkembangan Konsep Negara Hukum dan Negara Hukum
Pancasila, (Bandung: Refika Aditama, 2015), h. 96.
55

hal – hal yang telah dilarang secara eksplisit dalam Undang – Undang.
Dalam melakukan pencegahan tersebut pemerintah berwenang untuk
memutus akses kepada TikTok jika terdapat muatan konten yang dilarang dan
melanggar hukum. Internet juga memiliki karakteristik yang sangat berbeda
dengan dunia nyata sehingga banyak bermunculan pro dan kontra mengenai
efektif atau tidaknya hukum positif mengatur aktivitas tersebut.
Permasalahan sebenarnya ada pada eksistensi hukum positif itu sendiri
dalam mengatur aktivitas di Internet, lahirnya pro dan kontra tersebut didasari
atas 2 hal, yakni pertama, karakteristik aktivitas di internet yang sifatnya lintas
batas, sehingga sudah tidak lagi tunduk pada batasan-batasan territorial. Kedua,
sistem hukum positif yang bertumpu pada batasan-batasan territorial dianggap
tidak cukup memadai untuk mengatasi persoalan-persoalan hukum yang muncul
akibat aktifitas di internet tersebut.
Perlindungan terhadap hak cipta film di internet sampai sekarang masih
belum ditemukan cara yang efektif untuk memberantas pembajakan tersebut,
sehingga dapat dilakukan dengan cara menegakkan peraturan melalui hukum
administrasi negara dengan pendaftaran dan pengawasan, hukum pidana dan
perdata.32 Ketika pelanggaran-pelanggaran hak cipta terhadap karya
sinemtografi Indonesia di aplikasi TikTok ini terus berlanjut dan belum
menemukan solusi yang tepat untuk mengatasinya, maka terdapat beberapa
pihak yang dirugikan baik secara materil ataupun immateril. Bahkan kondisi
seperti ini dapat memberikan dampak kepada tatanan kehidupan bangsa, seperti,
(1) Pencipta, karena tidak mendapatkan hak atas penghasilan yang dihasilkan
oleh karya yang dibuatnya, sehingga dengan kondisi ini dapat menurunkan
gairah para pencipta film Indonesia untuk membuat karya – karya selanjutnya
karena tidak dihargai karya yang sebelumnya, (2) Pemerintah, dengan maraknya
dan banyaknya tindakan pelanggaran hak cipta film di negri ini, maka akan
mempengaruhi sektor pendapatan negara yang berasal dari pajak penghasilan
dari hak cipta tersebut, otomatis tidak akan mendapatkan pemasukan tersebut

32
Kusno, H., “Perlindungan Hukum Hak Cipta Terhadap Pencipta Lagu Yang Diunduh
Melalui Internet”, Jurnal Fiat Justisia Universitas Lampung, Vol.10, No. 3, (2016), h. 491-49.
56

sebagai sumber dana pembangunan negara. Sebelum mengajukan gugatan ke


Pengadilan Niaga, sebelumnya para pemegang hak cipta dapat melaporkan
pelanggaran – pelanggarannya terlebih dahulu kepada Direktorat Pendidikan
Dirjen HKI Kementrian Hukum dan HAM RI.
Laporan teserbut berisi atas identitas pelapor, bukti ha katas ciptaan
produk terkait, alamat situs yang dilaporkan, jenis dan/atau konten yang
melanggar hak cipta/ hak terkait, jenis pelanggaran serta keterangan lain yang
berkaitan dengan konten yang melanggar hak cipta/ hak terkait.
Setelah laporan tersebut diterima maka langkah selanjutnya akan
dilakukan tahap verifikasi untuk mengkonfirmasi benar / tidaknya telah terjadi
pelanggaran hak cipta. Jika benar terjadi makan Direktorat Penyidikan yang
akan membuat laporan kepada Dirjen HKI untuk dibuatkan syarat rekomendasi
tentang penutupankonten atau hak akses kepada Dirjen APTIKA Kementrian
Komunikasi dan Informatika untuk dilakukan penutupan konten dan/atau hak
akses pengguna terhadap aplikasi/ situs tersebut.
Namun jika dirasa kurang efektif dan tidak mendapatkan feedback yang
pasti maka pencipta pun dapat langsung mengajukan gugatan berupa ganti rugi
serta pidana kepada para pelaku penggunggah karya film tanpa izin tersebut.
Gugatan perdata berupa ganti rugi ini tercatat dalam Pasal 96 ayat (1) Undang –
Undang Hak Cipta Nomor 28 tahun 2014, kemudian diajukan ke Pengadilan
Niaga oleh Pencipta yang merasa dirugikan yang tertera dalam Pasal 100 ayat
(1), dan pada pasal 99 ayat (2) mengenai ganti rugi dalam bentuk permintaan
untuk memberikan penghasilan yang diperoleh kepada sang pencipta.
Konsep Hak Cipta dalam ruang digital memiliki ciri khas tersendiri di
dalam perlindungan hukum karena menggunakan jasa bantuan teknologi dan
informasi (internet).33 Sehingga undang – undang yang mengatur Hak cipta
karya sinematografi harus memiliki regulasi / aturan yang tegas dalam mengatur

33
A. Agustiano dan Y. Sartika, “Analisis Yuridis Terhadap Penerapan Hak Cipta Sebagai
Hak Cipta Sebagai Objek Jaminan Fidusia Dalam Pemberian Fasilitas Kredit Pada Perbankan di
Kota Batam”, Journal of Judicial Review Vol.19 No.2, (2019), h. 129 – 144.
57

perlindungan hak cipta di ranah audiovisual. Pelanggaran hak cipta di bidang


karya sinematografi yang terjadi di aplikasi TikTok membuktikan bahwa
pelanggaran – pelanggaran di bidang sinematografi semakin bervariasi. Oleh
karena itu, pemerintah perlu melakukan penyempurnaan – penyempurnaan
terhadap regulasi yang berhubungan dengan hak cipta dengan tujuan untuk
memaksimalkan. perlindungan hak cipta di Indonesia sehingga para pencipta
dan karya cipta yang telah di terbitkan dapat memproleh perlindungan hukum
secara ekslusif.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan yang sudah dikemukakan pada bab – bab
sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Tinjauan Yuridis mengenai pelanggaran hak cipta film Indonesia yang
beredar dalam bentuk potongan – potongan clip di aplikasi Tiktok termasuk
ke dalam pelanggaran hukum yang akan dikenakanhukuman pidana penjara
paling lama 1 tahun dan denda paling banyak sebesar Rp 100.000.000 sesuai
dengan Pasal 113 ayat (1) untuk penggunaan secara komersial. Dan untuk
pembajakan film tersebut dikenakan sanksi penjara paling lama 10 tahun
atau denda paling banyak sebesar Rp 4.000.000.000 (empat miliar rupiah).
Dan hal ini termasuk juga ke dalam pelanggaran Undang – Undang No 19
Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tepatnya pada
pasal 32 yang mengakomodir terkait pembajakan film tersebut yang akan
dipidana 8 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 2.000.000.000 (dua
miliar rupiah)
2. Kurang tegasnya perlindungan hukum yang diberikan oleh TikTok terhadap
karya cipta sinematografi di Indonesia, hal ini dibuktikan dengan lemahnya
kebijakan aplikasi TikTok yang tidak menyebutkan “karya cipta
sinematografi” di dalam Terms & Condition TikTok secara eksplisit. Serta
sistem TikTok yang belum secara otomatis mendeteksi pelanggaran hak
cipta film di aplikasinya. Untuk dapat menghapus / mengurangi unggahan
potongan film di aplikasi TikTok, para pengguna dapat melakukannya
dengan klik tombol “report”, namun hal ini sulit untuk diterapkan karena
masih banyak masyarakat yang menikmati pembajakan film di platform
tersebut yang dilatarbelakangi oleh beberapa faktor, sehingga pembajakan
film di aplikasi TikTok masih sulit untuk diatasi

B. Saran
Berangkat dari pembahasan yang telah dipaparkan dalam bentuk pembahasan

58
59

dan kesimpulan, dengan ini peneliti memberikan beberapa saran sebagai


berikut :
1. Seyogyanya Pemerintah lebih memberikan pengawasan yang ketat terhadap
perlindungan hak cipta dan karya cipta sinematografi Indonesia di sosial
media, khususnya TikTok yang belum menyebutkan karya cipta
sinematografi sebagai salah satu karya cipta yang di lindungi oleh
aplikasinya.
2. Seyogyanya TikTok yang beroperasi di Indonesia harus dapat menyesuaikan
kebijakannya dengan regulasi yang ada di Indonesia khususnya yang
berkaitan dengan Hukum Kekayaan Intelektual dan Hak Cipta (Undang -
Undang Nomor 28 Tahun 2014)
DAFTAR PUSTAKA

Buku
Agustinus Pardede dkk. Modul Kekayaan Intelektual Tingkat Dasar Bidang Hak
Cipta. Jakarta: Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual Kementrian
Hukum dan HAM, 2020

B Santoso. HKI Hak Kekayaan Intelektual. Semarang: Pustaka Magister, 2011

Budiarjo Mirriam. Dasar – Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,
2004

D.A, Spencer. The Focal Dictionary of Photography Technologies. Focal Press:


Illustrated Edition, 1973

Damian Eddy. Hak Cipta Kedudukan Peranannya di Dalam Pembangunan. Jakarta:


Akademika Presindo

--------------. Hukum Hak Cipta UUHC No. 19 Tahun 2002. Bandung: Alumni,
2004

Dharmawan dan Ni Ketut Supasti. Buku Ajar Hak Kekayaan Intelektual (HKI).
Yogyakarta: Deepbulish, 2017

Djumhana dan R. Djubaedillah. Hak Milik Intelektual, Sejarah, Teori dan


Prakteknya di Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti,2003

Djaja Ermansyah, Penyelsaian Sengketa Hukum Teknologi Informasi dan


Transaksi Elektronik, Jakarta : Pustaka Timur, 2010

Efendi Joenadi dan Johny Ibrahim. Metode penelitian Hukum. Depok:


Prenadamedia Group, 2018

Elyta Ginting Ras. Hukum Hak Cipta Indonesia (Analisis Teori dan Praktik.
Bandung: Citra Aditya Bakti, 2012

Gunawan Yopi dan Kristian. Perkembangan Konsep Negara Hukum dan Negara
Hukum Pnacasila. Bandung: Refika Aditama, 2015

Hadrianti Sri Venata. Memahami Hak Kekayaan Intelektual. Jakarta: Universitas


Atma Jaya, 2010

Hasibuan Otto. Hak Cipta di Indonesi Tinjauan Khusus Hak Cipta Lagu
Neighboring Right and Collecting Society. Bandung: Alumni, 2008

60
61

Himawan Pratista. Memahami Film. Yogyakarta: Homerian Pustaka, 2008

Hutagalung Sophar M. Hak Cipta kedudukan & Peranannya Dalam Pembangunan.


Jakarta: Sinar Grafika, 2012

Jened Rahmi. Hukum Hak Cipta (Copyright Law). Bandung: Citra Aditya Bakti,
2014

Kaligis O.C. Teori - Teori Praktik Merek dan Hak Cipta. Bandung: Alumni, 2012

Kansil CST.Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka, 1989

M. Sherwood Robert. Intellectual Property and Economic Development. Virginia:


Alexandria, 1990

Margono Sujud. Hak Kekayaan Intelektual Komentar atas Undang – Undang


Rahasia Dagang Industri Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu. Jakarta: C.V
Novindo Pustaka Mandiri, 2001

Martokusumo Sudikno. Mengenak Hukum Satu Pengantar. Yogyakarta: Liberty,


2005

Masseli Joseph V. Sinematografi. Jakarta: Yayasan Citra, 1987

N.K.S Dharmawan. Buku Ajar Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Yogyakarta:


Deepublish, 2017

Nikolaus Thumn. Intellectual Property Rights: National System and Harmonism in


Europe.New York: Physica-verl, 2000

Pryatna Aan. Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran Hak Cipta dalam


Pembuatan E-Book. Semarang: Unviersitas Diponegoro, 2016

Rahardjo Satjipto. Ilmu Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006

Rahardjo Satjipto. Sisi – Sisi Lain dari Hukum di Indonesia. Jakarta: Kompas, 2003

Rahmi Syahdeini Sutan. Kejahatan & Tindak Pidana Komputer. Jakarta: Pustaka
Utama Grafiti, 2009

Riswandi Budi Agus dan Shabhi Mahmashani. Dinamika Hak Kekayaan Intelektual
Dalam Masyarakat Kreatif. Yogyakarta: Total Media. 2009
62

Saidin O.K. Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual.Jakarta: Raja Grafindo


Persada, 2007

Sembiring Sentosa. Prosedur dan Tata Cara Memproleh Hak Kekayaan Intelektual
di Bidang Hak Cipta Paten dan Merek. Bandung: CV. Yrama, 2002

Setiono. Supremasi Hukum.Surakarta: UNS, 2004

Soekanto Soerjono dan Sri Mahmudji. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkat. Jakarta: Raja Grafindo, 2003

Soesilo R. Kitab Undang – Undang Hukum Pidana (KUHP) Beserta Komentar


Lengkap Pasal demi Pasal. Bogor: Politea, 1988

Solistyo Herry. Hak Cipta Tanpa Hak Moral.Jakarta: Raja Grafindo, 2011

Sugiarto Umar Said. Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika, 2017

Suryo Tomi. Hak Kekayaan Intelektual di Era Global (Sebuah Kajian


Kontemporer).Yogyakarta: Graha Ilmu,2010

Usman Rachmad. Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual Perlindungan dan


Dimensi Hukumnya di Indonesia. Bandung: Alumni 2003

Whitsett Tim. Music Pulishing: The Real Road to Music Business Success.
California: Mixbooks Fourth Edition, 1997

Widyono Pramono. Tindak Pidana Hak Cipta, Analisis dan Penyelsaiannya.


Jakarta: Sinar Grafika, 1992

Zoebazary Ilham. Kamus Istilah Televisi dan Film. Jakarta: Gramedia Pustaka
Umum, 2010

Jurnal
Ahmad A, Nggilu, N.M, “Denyut Nadi Amandemen Kelima UUD 1945 melalui
Pelbatan Mahkamah Konsitusi Sebagai Prinsip The Guardian of The
Constitution”, Jurnal Konstitusi 16, No.4, (2020)

Ahmad Faldi Albar, “Perlindungan Hukum Penggunaan Musik Sebagai Latar


Dalam YouTube Menurut Undang – Undang Hak Cipta”, Pactum Law
Journal 2, No.1, (2018)
63

Ahmed Abdulaziz Alharbi, “How The Copyright Law Protects the Users Works Of
Social Media (Facebook & YouTube as Examples)”, Journal EIMJ 2, No.2
(2020)

Aliyah Wwidyasari Putri Daryus dkk, “The Factors Influencing the Popularity of
TikTok Amon Generation Z a Quantitative Study in Yogyakarta,
Indonesia”, Journal of Business and Management 7, No.1, (2022)

Ayup Surah Ningsih dan Balqies Hediyati Maharani, “Penegakan Hukum Hak
Cipta Terhadap Pembajakan Film Secara Daring”, Jurnal Meta Yuridis 2,
No.1, (2019)

Bagus Rahmanda dan Xornelius Benuf, “Perlindungan Hukum Hak Cipta Musik
yang Diupload di Aplikasi TikTok”, Law Development & Justice Review
4, No. 1, (2021)

Bayu Muslim, “Perlindungan Hukum Pekerja Perempuan di Malam Hari Dalam


Perspektif UU 13 Tahun 2003”, Jurnal Panorama Hukum 5, No. 1, (2020)

Benny Krestian Heriwanto, “Pelaksanaan EKsekusi Objek Jaminan Fidusia


Berdasarkan Title Eksekutorial”, Legality: Jurnal Ilmiah Hukum 27, No.1,
(2019)

Cahya Palsari, “Kajian Pengantar Ilmu Hukum: Tinjauan dan Fungsi Ilmu Hukum
Sebagai Dasar Fundamental Dalam Penjatuan Putusan Pengadilan”, E-
Journal Komunitas Yustisia Universitas Pendidikan Ganesha 4, No.3,
(2021)

Daniel Andre Stefano dkk, “Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Film
Terhadap Pelanggaran Hak Cipta Yang Dilakukan Situs Penyedia Layanan
Film Streaming Gratis di Internet (Menurut Undang – Undang Nomor 28
Tahun 2014 tentang Hak Cipta)”, Dionegoro Law Journal 5, No.3, (2016)

Dolot Alhasni Bakung dan Mohamad Hidayat Muhtar, “Determination of The


Legal Protection of Right Holders to Neighbouring Rights”,Jambura Law
Review 2, No.1, (2020)

Fakhira Meshara Salsabila dkk, “Copyright Commercialization of Songs Uploaded


in TikTok Application Without the Creator’s Permission”, Sians Sosio
Humaniora 5, No. 1, (2021)

Fence M. Wantu, “Antinomi Dalam Penegakan Hukum oleh Hakim”, Jurnal


Berkala Mimbar Hukum 19, No.3, (2007)
64

Gagliarde Paige V, “TikTok the Musical Copyright Issues Raised by the


“Rattatouile” Musical”, Washington Journal of Law, Technology &Arts 17,
No.2, (2022)

Hendra Tanu Atmadja, “Konsep Hak Ekonomi dan Hak Moral Pencipta Menurut
Sistem Civil Law dan Common Law”, Jurnal Hukum10, No. 23, (2003)

I Made Aditia, “Akibat Hukum Wanprestasi Dalam Perjanjian Buku”, Jurnal


Kertha Semaya 4, No.3, (2016)

I Made Febrian Surtiana dan Ida Ayu Sukihana, “Perlindungan Hak Cipta Atas
Video Yang Disiarkan Secara Langsung di Instagram”, Jurnal Kertha
Negara 9, No.1, (2021)

John D. Mittlestaedt dan Robert A. Mittlestaedt, “The Protection of Intellectual


Property: Issues of Origination and Ownership”, Journal of Public and
Marketing 16, No.1, (1997)

Kadek Januarsa Adi Sudharma dkk, “Law Enforcement of Pirated Film User Sites
Due to the Implementation of Physical Distancing in Denpasar”, Kertha
Patrika 44, No.1, (2022)

Kausalya Ayu Vedanti dan A.A.Sri Indrawati, “Perlindungan Hukum Bagi


Pemegang Hak Cipta Sinematografi Terhadap Pembajakan Film di Aplikasi
TikTok”, Jurnal Kertha Desa 9, No.6, (2021)

Nanan Isnaina, “Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Hak Cipta Terkait


Pembajakan Sinematografi di Aplikasi Telegram” , Dinamika : Jurnal
Ilmiah Ilmu Hukum 27, No.7, (2021)

Niru Anita Sinaga, “Pentingnya Perlindungan Hukum Kekayaan Intelektual Bagi


Pembangunan Ekonomi Indonesia”, Jurnal Hukum Sasana 6, No.2,(2020)

Nur Khaliq Khussamad Noor dkk, “Perlindungan Hukum Hak Cipta Atas Film
Layar Lebar Yang Dipublikasi Melalui Media Sosial Tanpa Izin”, Riau Law
Journal 3, No. 1, (2019)

Olivia Sadler, “Defiant Amplification or Decontextualized Commercialization?


Protest Music, TikTok, and Social Movements”, Sage Journals 8, No.2,
(2022)

Pierre Berthon dkk, “Ad Lib : When Customers Create the Ad.”, California
Management Review 50, No 4, (2008)
65

Prawitri Thalib, “Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Hak Cipta dan Pemilik
Lisensi Rekaman Berdasarkan Undang – Undang Tentang Hak Cipta”,
Journal Yuridika 28, No. 3, (2013)

R. M Panggabean, “Keabsahan Perjanjian dengan Klausul Baku”,Jurnal Hukum Ius


Quia tustum 17, No. 4, (2010)

R.S Winer, “New Communications Approaches in Marketing: Issues and Research


Directions.”, Journal of Interactive Marketing 23 No. 2, (2009)

Rida Ista Sitepu, “Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelanggaran Hak Cipta


Sinematografi di Aplikasi Telegram”, Jurnal Rechten : Riset Hukum dan
Hak Asasi Manusia 4, No.1, (2022)

Syarafina Ramadhany dkk, “Doktrin Safe Harbor : Upaya Perlindungan Hak Cipta
Konten Dalam Platform User Generated Content”, Jurnal Hukum 12, No.2,
(2020

Tarigan Haganta, Ni Ketut Supasti Dharmawan, “Pengaturan Pertunjukan Musik


Secara Daring Untuk Penggalian Dana Bencana Berdasarkan Undang –
Undang Hak Cipta.”, Kertha Semaya : Jurnal Ilmu Hukum 9, No.2, (2021)

Tata Wijayanta, “Asas Kepastian Hukum, Keadilan dan Kemanfaatan dalam


Kaitannya Dengan Putusan Kepailitan Pengadilan Niaga”, Jurnal Dinamika
Hukum14, No.2, (2014)

Valencia Gabriella Entjarau dkk, “Tinjauan Yuridis Pengaliuhan Hak Moral dan
Hak Ekonomi Berdasarkan Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2014
tentang Hak Cipta”, Lex Privatum 9, No.6, (2021)

Vanessa Jaya Arlandy dan Dian Purnamasari, “Perlindungan Hak Cipta Terhadap
Penayangan Imperfect The Series Oleh Akun TikTok”, Reformasi Hukum
Trisakti 4, No.1 (2022)

Vera Ayu Riandini dan Lisa Gusrianti, “Analisis Hukum Keterkaitan Perjanjian dan
Perlindungan Hak Cipta Karya Fotografi di Indonesia,”, Jurnal Komunikasi
Hukum 7, No.2, (2021)

W.G Magnold dan D.J Faulds, “Social Media : The New Hybird Element of The
Promotion Mix.”, Business Horizon 52, No 4, (2009).

Yakubova Iroda Bakhramovna , Yakubov Aybek Bakhramovich, “Problems of


Copyright Protection Plagiary And Piracy on The Internet”, Turkish Journal
of Computer and Mathematics Education 12, No.4, (2021)
66

SKRIPSI DAN TESIS


Dita Shanaz Saskia, “Analisis Hukum Pelanggaran Hak Cipta Terhadap Cuplikan
Film Bioskop Yang Diunggah ke Instastory oleh Pengguna Instagram”,
Skripsi S-1 Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,(2020)

Faradila Harahap, “Tanggung Jawab Perdata Terhadap Pelaku Pelanggaran Hak


Cipta Atas Tindakan Spoiler Film Pada Unggahan Media Sosial”, Skripsi
S- 1 Fakultas Hukum Universitas Muhammadyah Sumatera Utara, (2019)

Nabila Nasution, “Analisis Hukum Pelanggaran Hak Cipta Pengguna Aplikasi


TikTok Ditinjau Menurut Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang
Hak Cipta”, Tesis Magister Universitas Sumatera Utara, (2021)

Sri Redjeki Hartono, “Aspek Hukum Perdataa Perlindungan Hak Milik


Intelektual”, Pascasarjana Program Studi Ilmu Hukum Universitas
Diponergoro, (1993)

Yuxin Yang, “Understanding Young Adults Usage”, Thesis Department of


Communication University UC San Diego, (2020)

Internet
Agung Damarsasongko,dkk, “Modul Kekayaan Intelektual Tingkat Dasar Bidng
Hak Cipta,”, E-Book Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia
Direktoral Jendral Kekayaan Intelektual, (2020)

Anda mungkin juga menyukai