SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memproleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Oleh :
WANDA AINUN NISSA
11180480000055
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memproleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Oleh :
WANDA AINUN NISSA
11180480000055
i
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENYEBARAN CLIP FILM
INDONESIA DI APLIKASI TIKTOK SEBAGAI PELANGGARAN HAK
CIPTA
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memproleh
Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Oleh :
Wanda Ainun Nissa
NIM : 11180480000055
Dibawah Bimbingan
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Asep Syarifuddin Hidayat S.H., M.H Indra Rahmatullah S.HI., M.H
NIP : 196911211994031001 NIDN. 2021088601
ii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
iii
LEMBAR PERNYATAAN
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu syarat memproleh gelar Sarjana Strata Satu (S-1) di Universitas
Islam Negeri (UIN) Sayrif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika kemudian hari terbukti hasil karya saya bukan hasil karya asli saya atau
merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi
yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
iv
ABSTRAK
Wanda Ainun Nissa, NIM 11180480000055, “TINJAUAN YURIDIS
TERHADAP PENYEBARAN CLIP FILM INDONESIA DI APLIKASI
TIKTOK SEBAGAI PELANGGARAN HAK CIPTA”. Program Studi Ilmu
Hukum, konsentrasi Hukum Bisnis, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1444 H/2023 M.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah masih banyak pelanggaran yang
terjadi terhadap karya cipta sinematografi di Indonesia. Pelanggaran dapat dengan
mudah dilakukan dengan mengunggah cuplikan film tersebut ke dalam suatu
aplikasi media sosial yang tidak berbayar. Penelitian ini menggunakan metode
penelitian yuridis normatif yang mengacu pada bahan hukum Undang – Undang
dan bahan Pustaka lainnya sebagai pendukung sumber dan literasi. Pendekatan
penelitian yang digunakan ialah pendekatan perundang – undangan (Undang –
Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.) Metode pengumpulan data
yang digunakan dalam penelitian ini ialah studi kepustakaan, dimana peneliti
mengumpulkan data yang bersumber dari buku. Semua data yang telah terkumpul
akan dianalisis secara deskriptif dengan menjawab permasalahan yang berkaitan
dengan penelitian ini, yakni mendeskripsikan bagaimana pelanggaran hak cipta
karya sinematografi Indonesia dapat terjadi di Aplikasi TikTok serta analisis yuridis
terkait dengan pelanggaran hak cipta tersebut dikaji menggunakan Undang –
Undang Nomor 28 Tahun 2014.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelanggaran hak cipta film
Indonesia di aplikasi TikTok masih sulit untuk diberantas disebabkan oleh sistem
aplikasi TikTok dan Kebijakan yang dikeluarkan oleh TikTok itu sendiri.
Pelanggaran hak cipta film di TikTok ini juga termasuk melanggar UU ITE.
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi rabbil ‘alamin segala puji bagi Allah SWT atas segala
nikmat iman, kesehatan jasmani dan rohani yang diberikan kepada peneliti. Tidak
henti-hentinya peneliti selalu memohon kepada-Nya agar selalu diberikan petunjuk,
diberikan kelancaran dan dikaruniai kemudahan, keteguhan hati, kesabaran dan
kekuatan dalam menyelsaikan skripsi ini. Tidak lupa juga shalawat serta salam
peneliti curahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa umatnya
secara istiqomah dari zaman kegelapan hingga ke zaman terang benderang seperti
sekarang dengan syariat islam serta menjadi uswatun hasanah dengan ahklak mulia
nya.
Peneliti melakukan penyusunan skripsi dengan judul “TINJAUAN
YURIDIS TERHADAP PENYEBARAN CLIP FILM DI APLIKASI
TIKTOK SEBAGAI PELANGGARAN HAK CIPTA”. Tujuan utamanya ialah
untuk melengkapi dan memenuhi persyaratan mencapai gelar sarjana hukum (S.H)
pada program studi Ilmu Hukum Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penyusunan skripsi ini tentu saja tidak akan terlepas dari banyaknya
hambatan dan rintangan. Peneliti pun tidak akan sanggup melewati ini semua tanpa
doa, dukungan dan motivasi dari berbagai pihak yang terus memberikan support
dan semangat dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, dengan kerendahan
hati, perkenankan peneliti menghaturkan rasa terima kasih yang tulus kepada yang
terhormat :
1. Prof. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.Ag., S.H., M.H., M.A Dekan Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta jajaran nya.
2. Dr. Muhammad Ali Hanafiah Selian, S.H., M.H. ketua Program Studi Ilmu
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Drs. Abu Thamrin,S.H.,M.Hum.
Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
vi
3. Dr. Asep Syarifuddin Hidayat, S.H., M.H dan Indra Rahmatullah, S.H.I., M.H.
Pembimbing skripsi yang telah meluangkan watu, tenaga dan pikiran untuk
membimbing peneliti dalam menyelsaikan skripsi.
4. Dr Ria Safitri S.H., M.Hum. dosen Penasihat Akademik yang memberikan
saran dan membimbing sejak awal penulisan skripsi.
5. Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
membantu dalam menyediakan fasilitas yang memadai bagi peneliti dalam
mengerjakan studi kepustakaan guna menyelsaikan skripsi ini.
6. Mama Desmalinda S.E & Papa Cecep Kuswa S.E, yang tiada hentinya
memberikan dukungan serta kasih sayang kepada peneliti dalam menyelsaikan
skripsi ini.
7. Semua pihak yang berkontribusi secara langsung maupun tidak langsung, tanpa
mengurangi esensi, makna dan arti penting bagi peneliti. Peneliti hanya mampu
mendoakan keberkahan dan kebaikan kepada teman-teman, semoga Allah SWT
membalas kebaikan-kebaikan yang berlipat ganda dan menempatkan kita
semua dalam Jannatu Firdaus Aamiin Ya Rabbal’alamiin.
Akhirnya tiada untaian kata yang lebih berharga selain mengucap
Alhamdulillah atas rasa syukur kepada Allah SWT. Peneliti menyadari bahwa
dalam penelitian skripsi ini terdapat kekurangan, namun besar harapan penelitu
semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca. Aamiin Ya
Rabbal’alamiin. Sekian dan Terima Kasih .
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ……………………………………………………………. i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING…………………………………. ii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ................................ iii
LEMBAR PERNYATAAN .............................................................................. iv
ABSTRAK.......................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ....................................................................................... vi
DAFTAR ISI ................................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1
B.Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah ............................ 3
C.Tujuan dan Manfaat Penelitian ......................................................... 4
D.Metode Penelitian ............................................................................ 5
E. Sistematika Pembahasan
..…………………………………………...6
viii
BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM ATAS PELANGGARAN HAK CIPTA
KARYA SINEMATOGRAFI INDONESIA DI APLIKASI
TIKTOK ........................................................................................... 37
A. Tinjauan Yuridis Atas Pelanggaran Hak Cipta Film Indonesia di
TikTok ........................................................................................ 37
B. Perlindungan Hukum Aplikasi TikTok Terhadap Karya
Sinematografi di Indonesia .......................................................... 50
BAB V PENUTUP......................................................................................... 58
A. Kesimpulan ................................................................................... 58
B. Saran ............................................................................................. 58
ix
BAB I
PENDAHULUAN
1
W.G. Magnold dan D. J. Faulds, “Social Media: The New Hybrid Element of The
Promotion Mix”, Business Horizons, Vol 52, No 4 (August, 2009), h. 357.
2
Pierre Berthon dkk, “Ad Lib: When Customers Create the Ad.”, California Management
Review, Vol 50, No 4 (July,2008), h. 6.
3
R.S.Winer, “New Communications Approaches in Marketing: Issues and Research
Directions”, Journal of Interactive Marketing, Vol 23, No 2 (May,2009), h. 109.
4
Djaja Ermansyah, Penyelsaian Sengketa Hukum Teknologi Informasi dan Transaksi
Elektronik, (Jakarta: Pustaka Timur, 2010).
1
2
akan menjadi sarana efektif terciptanya suatu perbuatan melawan hukum. Akna
tetapi fenomena yang mnejadi suatu permasalahan sampai saat ini dan belum
terselesaikan ialah tidak lepasnya pelanggaran hak cipta karya sinematografi di
media sosial. Karya sinematografi atau film merupakan suatu karya cipta yang
masuk ke dalam ranah ruang lingkup Hak Kekayaan Intelektual khususnya hak
cipta. Karya film merupakan sebuah media komunikasi dalam bentuk visual/
moving image seperti film iklan, film dokumenter, reportase yang dirancang
berdasarkan skenario. Pengertian lebih lanjut mengenai karya sinematografi telah
tertuang di dalam Pasal 40 huruf m Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2014
tentang Hak Cipta. Manfaat kekayaan intelektual bagi pencipta tersebut adalah
perlindungan yang diperoleh dari hasil daya intelektualnya dalma menciptakan
suatu karya5. Oleh karena itu, setiap film yang diterbitkan memiliki hak terkait dan
hak cipta karena film yang diciptakan tersebut tidak luput dari kontribusi kreatifitas
beberapa pihak. Sehinggal hal ini menjadikan sebuah film memiliki hak eksklusif
dan berhak untuk mengontrol peredaran ciptaannya melalui penyiaran berlisensi
yaitu Lembaga Penyiaran.
Hal ini serupa denga adanya masalah – masalah pelanggaran hak cipta yang
terjadi di media sosial seperti adanya permasalahan perlindungan hukum atas
pelanggaran hak cipta atas film layar lebar yang dipublikasi melalui media sosial
tanpa izin6, pelanggaran hak cipta film bioskop yang diunggah ke instastory oleh
pengguna Instagram7, potongan series imperfect yang diunggah ke aplikasi
TikTok8, dan pelanggaran hak cipta musik yang diunggah ke aplikasi TikTok9. Hal
5
Fakhira MesharaSalsabila, “Copyright Commercialization of Songs Uploaded in Tiktok
Application Without the Creator’s Persmission”, Sains Sosio Humaniora, Vol. 5 No. 1 (Juni 2021),
h. 214.
6
Nur Khaliq Khussamad Noor, dkk, “Perlindungan Hukum Hak Cipta Atas Film Layar
Lebar Yang Dipublikasi Melalui Media Sosial Tanpa Izin”, Riau Law Journal, Vol. 3 No. 1
(Mei,2019), h. 129.
7
Dita Shanaz Saskia, “Analisis Hukum Pelanggaran Hak Cipta Terhadap Cuplikan Film
Bioskop yang Diunggah ke Instastory oleh Pengguna Instagram.” (Skripsi S-1 Fakultas Hukum,
Universitas Sumatera Utara, 2020), h. 40.
8
Vanessa Jaya Arlandy dan Dian Purnamasari,”Perlindungan Hak Cipta Terhadap
Penayangan Imperfect The Series Oleh Akun Tiktok.”, Reformasi Hukum Trisakti, Vol. 4 No.1
(Maret,2022), h. 11 – 20.
9
Bagus Rahmanda dan Kornelius Benuf, “Perlindungan Hukum Hak Cipta Musik yang
Diupload di Aplikasi Tiktok”, Law, Development & Justice Review, Vol. 4 No. 1 (Mei, 2021), h. 29.
3
a. Untuk menganalisis pelanggaran hak cipta atas film Indonesia yang terjadi
di aplikasi TikTok dengan Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2014
tentang Hak Cipta
b. Untuk mengalisis dan mengetahui implementasi penegakan atas
pelanggaran hak cipta film pada aplikasi TikTok
2. Manfaat Penelitian
Setiap penelitian tentunya diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
penulis maupun bagi para masyarakat umum tentunya. Adapun manfaat yang
penulis harapkan dalam penelitian ini adalah :
a. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan masukan dalam
pengembangan Ilmu Hukum khususnya dalam bidang Hukum Kekayaan
Intelektual yakni Hak Cipta
b. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat mencegah terjadinya kasus pelanggaran –
pelanggaran hak cipta di masa yang akan dating dalam bentuk apapun
khususnya di bidang industry perfilman.
D. Metode Penelitian
Menurut Sugiyono, metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk
mnedapatkan data yang valid, dengan tujuan dapat ditemukan, dikembangkan
dan dibuktikan, sehingga dapat digunakan untuk memahami, memecahkan
dan mengantisipasi suatu masalah 10.
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah menggunakan
jenis penelitian normatif yuridis. Metode penelitian yuridis normatif adalah
penelitian hukum kepustakaan yang dilakukan dengan cara meneliti bahan –
bahan kepustakaan atau data sekunder belaka. Dalam penelitian ini akan
dilakukan penelitian dengan cara mengkaji peraturan perundang – undangan
10
Joenadi Efendi dan Johnny Ibrahim, Metode Penelitian Hukum, (Depok: Prenadamedia
Group, 2018), h. 3
6
E. Sistematika Pembahasan
Penelitian ini disusun menjadi lima bab, masing – masing bab terdiri dari
beberapa sub bab. Adapun penyusunan skripsi ini adalah sebagai berikut :
Bab Pertama berisi mengenai latar belakang masalah yang akan
menjelaskan alasan judul yang dipilih oleh peneliti untuk dilakukan penelitian
ini serta memaparkan rumusan masalah yang akan diteliti, tujuan dan manfaat
penelitian dan sistematika penulisan.
Bab Kedua berisikan kerangka konseptual, kerangka teori serta
tinjauan (review) terdahulu
Bab Ketiga berisikan hubungan hukum Tiktok dan Undang -
Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, hubungan pelanggaran hak
cipta film Indonesia dengan aplikasi TikTok, pelanggaran ekonomi dan moral
serta cara kerja aplikasi TikTok yang menyebabkan pelanggaran hak cipta film
Indonesia di Aplikasi TikTok.
Bab Keempat ini berisikan hasil dari Analisa atas rumusan masalah
yang telah diuraikan oleh peneliti dan akan dijelaskan secara rinci sesuai
dengan teori yang sudah diperoleh
Bab Kelima ini menyajikan penutup. Berisikan kesimpulan atas
permasalahan yang diteliti dengan menjawab masalah yang sudah di
identifikasikan sebelumnya berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan.
BAB II
LANDASAN TEORITIS PELANGGARAN HAK CIPTA
SINEMATOGRAFI DI APLIKASI TIKTOK
A. Kerangka Konseptual
1. TikTok
Tiktok merupakan sebuah layanan jejaring sosial yang dimiliki oleh
Perusahaan Byte Dance, dimana perusahaan ini mengatakan bahwa dengan
hadirnya aplikasi TikTok ini dapat menjadi wadah untuk memberikan inspirasi
kreativitas kepada pengguna nya serta membawa kesenangan kepada pengguna 1.
Sejak diluncurkan pada tahun 2016 hingga 2018, TikTok telah meningkatkan
pendapatannya tiga kali lipat dan telah diunduh sebanyak 800 juta kali di seluruh
dunia. TikTok menempati peringkat pertama dalam unduhan dengan 45,8 juta
diatas raksasa seperti YouYube, Instagram dan Facebook.
Layanan jejaring sosial ini merupakan sebuah platform konten buatan
pengguna atau yang sering disebut juga dengan singkatan UGC (User Generated
Content) artinya bahwa konten diproduksi oleh setiap oengguna, bukan oleh
perusahaan. Aplikasi yang sedang marak digunakan oleh Gen Z ini dapat dengan
mudah diakses dan diunduh secara gratis melalui smart phone yang
perangkatnya mendukung untuk mengunduh aplikasi ini.
Akehurst mendefinisikan bahwa konten yang dihasilkan oleh pengguna
User Generated Content memiliki peran yang sangat penting terutama dalam
pariwisata industri. Blachsaw dan Nazzaro mendefinisikan bahwa user
generated content adalah komentar online, profile dan foto yang dihasilkan oleh
konsumen2, dan juga merupakan sebuah campuran antara fakta dan opini, kesan
dan sentiment serta berita gembira yang berdasar dan tidak mendasar
pengalaman bahkan rumor.
Istilah user generated content mengartikan bahwa TikTok pun tidak
1
Yuxin Yang,“Understanding Young Adults’TikTok Usage”, (Undergraduate Honors
Thesis Department of Communication, University UC San Diego,2020), h. 4.
2
P. Blackshaw & Nazzaro, Consumer-generated media (CGM) Word of mouth in TheAge
of the Web – fortified Consumer, (New York: Nielsen Buzz Metries, 2006), h.4.
8
9
3
Gagliardi, Paige V, “TikTok the Musical: Copyright Issues Raised by the “Ratatouille”
musical”, Washington Journal of Law, Technology & Arts, Vol. 17 No. 2 (June, 2022), h. 154.
10
4
Fakhira Meshara Salsabila , “Copyright Commercialization of Songs Uploaded in TikTok
Application Without The Creator’s Permission”, Sains Sosio Humaniora, Vol. 5 No. 1 (Juni2021),
h. 214.
5
Yuxin Yang, “Understanding Young Adults’ TikTok Usage”, … h. 21.
6
Pratista Himawan, Memahami Film, (Yogyakarta: Homerian Pustaka, 2008), h. 1
7
Ilham Zoebazary, Kamus Istilah Televisi dan Film, (Jakarta: Gramedia Pustaka Umum,
2010), h. 104.
11
8
Spencer, D.A, The Focal Dictionary of Photography Technologies, (FocalPress:
illustrated edition, 1973), h. 454.
9
Joseph V. Masseli A.S.C, Sinematografi, (Jakarta: Yayasan Citra, 1987), h. 1.
12
10
Otto Hasibuan, Hak Cipta di Indonesia Tinjauan Khusus Hak Cipta Lagu, Neighbouring
Rights and Collecting Society,(Bandung, Alumni, 2008), h. 21.
13
11
Rachmad Usman, Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual Perlindungan dan Dimensi
Hukumnya di Indonesia, (Bandung, Alumni, 2003), h. 86.
12
Eddy Damian, Hukum Hak Cipta UUHC No 19 Tahun 2002, (Bandung, Alumni, 2004),h.
98.
14
Hak cipta akan hadir saat seorang pencipta mewujudkan idenya dalam
bentuk yang berwujud (karya cipta) dan dengan adanya wujud tersebut
maka suatu ciptaan akan lahir dengan sendirinya. Jika ciptaan tersebut
tidak diumumkan maka hak ciptanya tetap ada pada penciptanya.
c. Suatu ciptaan tidak selalu perlu doumumkan untuk memproleh suatu hak
cipta
d. Hak cipta merupakan suatu hak yang diakui oleh hukum harus dipisahkan
dan dibedakan dari penguasaan fisik suatu ciptaan
e. Hak cipta bukan hak mutlak.
Hak cipta bukan merupakan suatu monopoli mutlak, hanya suatu monopoli
terbatas. Hak cipta yang secara konseptual tidak mengenal konsep monopoli
penuh, karena tidak dapat dipungkiri jika seorang pencipta menciptakan suatu
ciptaan yang sama dengan ciptaan yang telah ada terlebih dahulu, dengan
syarat tidak terjadi suatu bentuk peniruan atau lagiat secara murni.
Sistem pendaftaran hak cipta di Indonesia menurut perundang – undangan
hak cipta dilakukan secara pasif, artinya seluruh permohonan pendaftaran akan
diterima tanpa harus mencantumkan hak pemohon, kecuali jika ada
pelanggaran hak cipta. Dnegan sikap pasif inilah mebuktikan bahwa Indonesia
menggunakan sistem deklaratif dalam undang – undang hak ciptanya. Hal ini
dibuktikan dari Pasal 64 ayat 2 yang menyebutkan bahwa pencatatan ciptaan
bukan merupakan suatu syarat untuk mendapatkan hak cipta.
Oleh karena itu, mereka yang tidak mendaftarkan / mencatatkan hak cipta
terkait dengan ciptaannya tetap dianggap sebagai pemilik. Pengaturan yag
sangat proporsional dibutuhkan oleh para pencipta, mengingat dengan
kemajuan teknologi memudahkan karya cipta seseorang dapat dilanggar
sehingga dapat memaksimalkan fungsi positif dan menekan dampak
negatifnya. Dengan mengganti Undang – Undang Nomor 19 Tahun 2002 ke
Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2014 merupakan suatu Langkah serius
yang ditenmpuh oleh negara untuk melindungi hak ekonomi dan moral
pencipta yang merupakan unsur penting dari suatu pembangunan kreativitas
15
nasional. 13
Apabila seseorang melakukan pelanggaran tapi skala yang di gandakan
sedikit dan jangkauan penyebarannya sempit maka hal tersebut
diklasifikasikan sebagai pelanggaran hak cipta, sesuai dalam Pasal 113 Undang
– Undang Nomor 28 Tahun 2014. Akan tetapi jika penggandaan yang
dilakukan secara banyak dan jangkauan nya luas maka hal ini diklasifikasikan
sebagai pembajakan film / internet piracy.
B. Kerangka Teori
1. Teori Hak Kekayaan Intelektual
Hak cipta hadir untuk memberikan perlindungan bagi para pencipta yang
menghasilkan karya – karya dari dasar pemikiran intelektual seseorang. Adapun
beberapa teori kekayaan intelektual yang diutarakan oleh Robert Sherwood14,
pertama adalah Reward Theory yaitu teori yang memberikan pengakuan atas
karya intelektual yang dihasilkan oleh seseorang. Kedua, Recovery Theory yaitu
teori yang mengatakan bahwa seorang pencipta dalam menciptakan karya/
ciptaannya membutuhkan pengorbanan, sehingga pengorbanan tersebut patut
untuk diberikan apresiasi. Ketiga, Incentive Theory yaotu teori yang
memberikan support/intensif pemberian imbalan agar pengembangan inovatif
dan rasa semangat untuk menghasilkan suatu karya dapat terjalankan. Pemberian
hak ekslusif kepada pemegang HKI pada umumnya didasarkan pada tiga (3)
alasan yakni alasan sosial, ekonomi dan kemanfaatan. Alasan sosial ini didasari
oleh sebuah konsekuensi bahwasanya lahirnya sebuah ide yang inovatif dan
kreatif merupakan hasil dari buah fikir fisik maupun mental seseorang 15.
Ekslusif artinya ialah karyanya merupakan sebuah inovasi yang baru,
13
Valencia Gabriella Entjarau, dkk., “Tinjauan Yuridis Pengalihan Hak Moral dan
HakEkonomi Berdasarkan Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta”, Lex
Privatum, Vol. 9 No.6 (2021), h. 229.
14
Robert M. Sherwood, Intellectual Property and Economic Development, (Virginia:
Alexandria,1990), h.3.
15
John D. Mittlestaedt dan Robert A. Mittelstaedt, “The Protection of Intellectual Property:
Issues of Origination and Ownership”, Journal of Public Policy and Marketing, Vol.16 No.1,
(1997), h.15.
16
pengembangan atas hal yang sudah ada, memiliki nilai ekonomis dan dapat
dijadikan sebagai asset bahwa sebuah ide yang inovatif dan kreatif16.
Menurut Sri Redjeki Hartono, hak kekayaan intelektual merupakan suatu
hak dengan karakteristik khusus dan istimewa, karena hak tersebut diberikan
oleh negara. Negara berdasarkan ketentuan Undang – Undang memberikan hak
khusus tersebut kepada yang berhak sesuai dengan prosedur dan syarat – syarat
17
yang dipenuhi. kekayaan intelektual ialah istilah terbaru dari perkemangan
sistem hukum IPR atau yang dikenal sebagai Intellectual Property Right18,
dimana saat itu pertama kali diterjemahkan di Indonesia dengan istilah Hak
Milik Intelektual lalu setelahnya berganti menjadi Hak Milik Atas Kekayaan
Intelektual.
Intellectual Property Right memiliki pemahaman bahwa ha katas
kekayaan yang timnul dari kemampuan intelektual seseorang yang memiliki
kaitan dengan hak seseorang secara pribadi yaitu Hak Asasi Manusia (Human
Right). Hak kekayaan intelektual dapat dikatakan sebagai sebuah kekayaan
pribadi yang bisa dimiliki dan diperlakukan setara dengan bentuk – bentuk
kekayaan lainnya19. W.R. Cornish memberi rumusan terkait hak kekayaan
intelektual bahwa hak milik intelektual melindungi seseorang yang memiliki ide
dan inovasi yang memiliki nilai komersil didalamnya 20.
OK Saidin mengemukakan bahwa HKI 21 merupakan hak kebendaan dan
ha katas suatu benda yang berasal dari pemikiran, berupa benda yang berasal
dari pemikiran, berupa benda immaterial. Pada initnya HKI adalah hak untuk
16
Venata Sri Hadrianti, Mehamahami Hak Kekayaan Intelektual, (Jakarta: Universitas
Atma Jaya, 2010), h. 13.
17
Sri Redjeki Hartono, “Aspek Hukum Perdata Perlindungan Hak Milik Intelektual,
Semarang.” (Pascasarjana Program Studi Ilmu Hukum Universitas Diponegoro,1993), h. 2.
18
Tarigan, Haganta dan Ni Ketut Supasti Dharmawan, "Pengaturan Pertunjukan Musik
Secara Daring Untuk Penggalian Dana Bencana Berdasarkan Undang-Undang Hak Cipta.", Kertha
Semaya: Journal Ilmu Hukum, Vol. 9 No. 2 (2021), h. 291.
19
Eddy Damain, Hak Cipta Kedudukan an Peranannya di Dalam Pembangunan, (Jakarta:
Akademika Presindo), h.1.
20
Sentosa Sembiring, Prosedur dan Tata Cara Memproleh Hak Kekayaan Intelektual di
Bidang Hak Cipta Paten dan Merek, (Bandung: CV. Yrama Widya, 2002), h. 14.
21
Dharmawan dan Ni Ketut Supasti. Buku Ajar Hak Kekayaan Intelektual (HKI).
(Yogyakarta: Deepublish 2017), h.19.
17
menikmati secara ekonomis hasil dari suatu kreatifitas intelektual. Objek yang
diatur dalam HKI adalah karya – karya yang timbul atau lahir karena
kemampuan intelektual manusia. Perlinudngan akan hak kekayaan intelektual
sendiri memiliki peran yang sangat penting dengan perlinudngan kepentingan
ekonomi dalam tinjauan internasional.
Hak cipta merupakan salah satu objek yang dilindungi oleh kekayaan
intelektual karena mencakup ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Oleh karena itu,
hak cipta merupakan suatu hak yang harus dilindungi untuk mnejaga dan
menghargai karya - karya intelektual seseorang. Di Indonesia, dengan
berlakunya Asean Free Trade Area (AFTA) dan Agreement on Trade Related
Aspects of Intellectual Property Rights, Including Trade on Counterfeitt Goods
(TRIP’s) sudah menyelaraskan peraturan perundang – undangan di Indonesia di
bidang Hak Kekayaan Intelektual dengan konvensi – konvensi Internasional22.
Lahirnya Berne Copyright Convention for the Protection of Literary and
Artistic Works di tahun 1886 menjadi salah satu konvensi internasional tentang
hak cipta pertama kali dan tertua yang telah di revisi kembali pada tahun 1928
di Roma, Italia, 1948 di Brussel dan 1975 di Paris, dimana inti dari konvensi ini
adalah adanya sebuah pengakuan dan perlindungan terhadap hak cipta yang
tidak didasarkan atas kewarganegaraan (nationality) orang tersebut melainkan
berdasarkan dimana karya tersebut diumumkan. Sampai pada akhirnya di
perlindungan akan hak cipta ini terus berkembang hingga disakannya General
SAgreement of Tariff and Trade pada tahun 1947 dan World Trade Organization
pada tahun 1944 sebagai lanjutan lebih lengkap mengenai General Agreement
of Tariff and Trade (GATT) 1947 tersebut.
Konvensi Bern mengatur perlinudngan hukum sebuah ciptaan karena telah
diwujudkan dalam bentuk yang nyata. Namun konsep dasar ini tidak
menghalangi seorang pencipta untuk mendaftarkan ciptaannya. Pendaftaran
suatu ciptaan bukan merupakan kewajiban, akan tetapi dari pendaftaran tersebut
22
Prawitri Thalib, “Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Hak Cipta dan Pemilik
Lisensi Rekaman Berdasarkan Undang – Undang Tentang Hak Cipta”, Journal Yuridika, Vol. 28
No. 3, (2013), h. 354.
18
akan memberikan manfaat bagi para pencipta karena dapat digunakan sebagai
alat bukti apabila terjadi sengketa dengan pihak ketiga. 23
Dua esensi yang terkandung dalam hak cipta adalah hak moral (moral
rights) dan hak ekonomi (economic rights). Dimana hak moral merupakan
sebuah hak yang melekat pada diri pencipta dan tidak daoat dialihkan kepada
siapapun untuk mencegah pihak manapun melakukan tindakan yang akan
merugikan pencipta. Pengaturan mengenai hak moral sendiri berawal pada abad
ke -19 di Perancis yang dalam perkembangannya tercantum dalam Pasal 6 bis
Revisi Konvensi Bern 1928 yang berbunyi
“Independently of the author’s economic rights and even after the transfer of the
said rights, the author shall we have the right to claim authorship of the work
and to object to any distortion, mutilation, or other derogatory action in relation
to, the said work would be prejudicial to his honour or reputation”
Yang dimana berdasarkan rumusan tesebut maka substansi dari hak moral
terdiri dari :24 (a) The Right to claim authorship, yaitu hak untuk mendapatkan
pengakuan sebagai seorang pencipta, (b) The right to object to any distortion or
other modification of the work, yaitu hak pencipta untuk menolak segala
tindakan yang mengdistorsi, memotong atau menghilangkan sebagian dari
ciptaan ataupun memodifikasi ciptaan yang menyebabkan kerusakan atau
memberikan kerugian reputasi dan kehormatan sang pencipta, dan (c) The right
to object derogatory action in relation to the said work, yaitu hak pencipta untuk
menolaj segala tindakan yang mengganggu atau merendahkan kehormatan serta
reputasi sang pencipta.
Hak ekonomi merupakan hak untuk mendapatkan manfaat secara ekonomi
dari ciptaan tersebut. Hak ekonomi sering juga disebut 25dengan hak eksploitasi,
hal ini dikarenakan hak cipta memberikan jangka waktu tertentu untuk
23
Tomi Suryo, Hak Kekayaan Intelektual di Era Global (Sebuah Kajian
Kontemporer),(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), h.71.
24
Herry Soelistyo, Hak Cipta tanpa Hak Moral,( Jakarta : Raja Grafindo Persada,2011),
h.105.
25
Hendra Tanu Atmadja, “Konsep Hak Ekonomi dan Hak Moral Pencipta Menurut Sistem
Civil Law dan Common Law”, Vol. 10 No.23, (2003), h. 154.
19
26
Sajipto Raharjo, Ilmu Hukum, ( Bandung : Citra Aditya Bakti, 2006), h.18.
27
Sudikno Martokusumo, Mengenal Hukum Satu Pengantar,(Yogyakarta : Liberty, 2005),
h.4.
28
Satjipto Rahardo, Sisi – Sisi Lain dari Hukum di Indonesia, (Jakarta : Kompas, 2003),
h.121.
29
Setiono, Supremasi Hukum, (Surakarta : UNS, 2004), h.3.
30
Nanan Isnaina, dkk, “Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Hak Cipta Terkait
Pembajakan Sinematografi di Aplikasi Telegram”,Dinamika : Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum, Vol.27
No. 7 (2021), h. 995.
21
31
C.S.T Kansil,Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia,(Jakarta : Balai Pustaka,
1989), h. 102.
32
Benny Krestian Heriawanto, “Pelaksanaan Eksekusi Objek Jaminan Fidusia Berdasarkan
Title Eksekutorial, Legality : Jurnal Ilmiah Hukum, Vol.27, No.1 (2019), h. 65.
22
33
Dita Shanaz Saskia, “Analisis Hukum Pelanggaran Hak Cipta Terhadap Cuplikan Film
Bioskop yang Diunggah ke Instastory oleh Pengguna Instagram.” (Skripsi S-1 Fakultas Hukum,
Universitas Sumatera Utara, 2020).
34
I Made Febrian Surtiana dan Ida Ayu Sukihana, “Perlindungan Hak Cipta Atas Video
Yang Disiarkan Secara Langsung di Instagram”. Jurnal Kertha Negara, Vol 9 No.1 (2021).
35
Faradila Harahap “Tanggung Jawab Perdata Terhadap Pelaku Pelanggaran Hak Cipta
Atas Tindakan Spoiler Film Pada Unggahan Media Sosial”,(Skripsi S-1, Fakultas Hukum,
Universitas Muhammadyah Sumatera Utara, 2019).
23
terhadap tindakan spoiler film pada unggahan media sosial. Studi ini
dilaksanakan untuk mengetahui film yang diunggah ke media sosial serta
perlindungan hukum perdata atas hak cipta film di Indonesia. Perbedaan skripsi
ini dengan penelitian ini terletak pada pokok permasalahan penelitian.
Pokok permasalahan skripsi ini ialah pengaturan hukum serta tanggung
jawab atas tindakan spoiler film yang diunggah ke media sosial. Sedangkan
pokok permasalahan peneliti adalah pelanggaran hak cipta atas film Indonesia
yang diunggah ke aplikasi TikTok. Persamaan keduanya ialah sama – sama
pelanggaran hak cipta film.
4. Jurnal yang ditulis oleh Nur Khaloq Khussamad Noor, Winner Sitorus
dan Hasbir Paseragi 36
Jurnal ini membahas tentang Perlindungan Hukum Hak Cipta atas film
layar lebar yang dipublikasi melalui media sosial tanpa izin. Penelitian ynag
mereka lakukan menggunakan metode penelitian empiris dan dilakukan di
wilayah kantor kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Sulawesi Selatan
dan Cinema XXI kota Makassar. Perbedaan jurnal ini dengan penelitian yang
saya lakukan ialah terletak pada objek permasalahannya. Sedangkan
persamaan dari kedua penelitian ini adalah sama – sama pelanggaran hak cipta
di bidang karya sinematografi.
36
Nur Khaliq Khussamad Noor, dkk, “Perlindungan Hukum Hak Cipta Atas Film Layar
Lebar Yang Dipublikasi Melalui Media Sosial Tanpa Izin”, Riau Law Journal, Vol. 3 No. 1 (Mei,
2019).
BAB III
CARA KERJA TIKTOK & HUBUNGAN HUKUM TIKTOK DENGAN
PERATURAN PELANGGARAN HAK CIPTA
24
25
1
Ahmed Abdulaziz Alharbi, “How the Copyright Law Protects the Users’ Works of Social
Media (Facebook & YouTube as examples)”, Journal EIMJ, Vol. 2, No. 2, (2020), h.2.
2
OK Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2007), h.23.
26
1 mengenai perfilman, film merupakan karya cipta seni budaya yang merupakan
sebuah pranata sosial dan media komunikasi massa yang dibuat berdasarkan
kaidah sinematografi dengan atau tanpa suara dan dipertunjukkan. Oleh karena
itu, maka setiap film merupakan objek hak cipta yang dilindungi oleh Undang –
Undang. Dalam hal ini pun, setiap pembuat film memiliki hak eksklusif untuk
memonopoli karya ciptaannya dalam rangka untuk melindung karya ciptaannya
dari pihak lain.
TikTok yang merupakan situs berbasis User Generated Content (UGC)
memiliki banya kemudahan serta keuntungan yang dipeorleh sehingga keadaan
ini menarik minat masyarakat dalam menggunakan aplikasi ini. Tercatat
sebanyak 160 (serratus enam puluh) juta pengguna aplikasi berbasis User
Generated Content aktif sampai saat ini3. Akan tetapi dengan meningkatnya
penggunaan sistem berbasis UCG inimenimbulkan akibat berupa ancaman akan
eksistensi hak cipta dan penemuan yang ditemukan oleh para pencipta /
4
penghasil hak kekayaan intelektual itu sendiri.
Salah satu faktor penyebab dari maraknya pelanggaran hak cipta film
Indonesia di aplikasi TikTok adalah lemahnya kebijakan aplikasi TikTok itu
sendiri dalam melindungi karya cipta sinematogarafi ini. Dalam Terms &
Conditions TikTok di poin ke 7 mengenai konten TikTok yan disebutkan dalam
kalimat “Sebagaimana antara anda dan TikTok, seluruh konten, perangkat
lunak, gambar, teks, karya grafis, ilustrasi, logo, hak paten, merk dagang, merk
jasa, hak cipta, foto, audio, video, music pada dan “look and feel” pada layanan
dan seluruh ha katas kekayaan intelektual terkait dengan layanan (Konten
TikTok).” Dimana dalam hal ini TikTok tidak menyebutkan secara eksplisit
karya sinematografi sebagai salah satu karya cipta yang dilindungi di
aplikasinya. Sehingga pernyataan terkait sanksi pelanggaran hak kekayaan
intelektual yang akan diberikan oleh TikTok pada poin 6 yang menjelaskan
3
Syarafina Ramadhanty,Naila Amatullah, Niki Anane Setyadani,dkk., “Doktrin Safe
Harbor : Upaya Perlindungan Hak Cipta Konten Dalam Platform User Generated Content.”, Jurnal
Hukum, Vol. 12 No.2 , (2020), h.268.
4
Sutan Remy Syahdeini, Kejahatan & Tindak Pidana Komputer,(Jakarta : Pustaka Utama
Grafiti,2009), h.59.
27
bahwa TikTok akan memblokir akses akun pengguna dapat trjadi jika dianggap
telah melanggar ketentuan pelanggaran hak cipta/ hak kekayaan intelektual
lainnya. Dalam hal ini dapat menimbulkan kesalahan persepsi oleh masyarakat
karena “karya sinematografi” tidak disebutkan secara eksplisit di dalam panduan
komunitas TikTok tersebut.
C. Bentuk Pelanggaran Hak Cipta atas Film – Film Yang Diunggah ke Akun
TikTok
1. Bentuk Layanan TikTok
Aplikasi yang diproduksi oleh Perusaah Byte Dance di Beijing Cina ini
menyediakan cara yang unik bagi pengunanya untuk membagikan video kreatif
tentang diri mereka sendiri, lingkungan mereka, kompilasi ataupun konten
audiovisual eksternal. Dengan menambahkan gambar, klip video dan suara,
konten menjadi lebih interaktif. Durasi posting video adalah 15 detik hingga 5
menit dan itu bisa terdiri dari beberapa kompilasi video yang lebih pendek yang
akan menghasilkan video yang lebih panjang 5. Aplikasi yang menjadi paling
banyak diunduh sejak tahun 2020 ini menjadi ruang untuk pembuatan konten
audio dan visual yang terhubung dengan gerakan sosial karena popularitasnya
dan kemudahan penggunanya6. TikTok memberi kesempatan kepada
penggunanya untuk dapat berkomunikasi secara langsung dengan konten visual
dan audio yang dibuat oleh orang lain menggunakan audio yang viral,
penggabungan video dan duet. Selain itu mereka juga dapat dengan mudah
mendapatkan informasi dari video singkat yang dibagikan oleh sesame
penggunanya yang akan muncul di timeline aplikasi mereka dengan fitur yang
Bernama For You Page atau yang lebih dikenal dengan sebutan FYP. Dengan
fitur ini maka setiap pengguna dapat terkoneksi dengan cepat dan informasi yang
diperoleh dari TikTok pun akan cepat didapatkan.
5
Aliyah Widyasari Putri Daryus, dkk, “The Factors Influencing the Popularity of TikTok
Among Generation Z a Quantitative Study in Yogyakarta, Indonesia”, Journal of Business and
Management, Vol. 7 No. 1 (2022 ).
6
Olivia Sadler, “Defiant Amplification or Decontextualized Commercialization? Protest
Music,TikTok, and Social Movements”, Sage Journals, Vol. 8 No. 2, (2022), h.2.
28
7
Dolot Alhasni Bakung dan Mohamad Hidayat Muhtar, “Determination of The Legal
Protection of Right-Holders to Neighbouring Rights”, Jambura Law Review, Vol.2 No.1, (2020), h.
73.
8
Ahmad Faldi Albar, “Perlindungan Hukum Penggunaan Musik Sebagai Latar Dalam
YouTube Menurut Undang – Undang Hak Cipta.”, Pactum Law Journal, Vol. 1 No. 4, (2018), h. 1.
29
9
Dolot Alhasni Bakung dan Mohamad Hidayat Muhtar, “Determination of the Legal
Protection of Right – Holders to Neighboring Rights.”,… h.69.
30
10
OK Saidin, Aspek – Aspek Hukum Kekayaan Intelektual, … h. 14.
11
Ni Komang Irma Adi Sukmaningsih, Ratna Artha Windari, Dewa Gede Sudika Mangku,
“Hak Terkait (Neighboring Right) Pelaku Pertunjukan Berdasarkan Undang – Undang No. 28 Tahun
2014 Tentang Hak Cipta.”, Journal Komunitas Yustitia Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan
Ilmu Hukum Vol. 1 No.1 (2018), h. 7.
31
tersebut.
Pelanggaran hak cipta yang tidak kunjung menemukan titik terang akan
permasalahan yang kerap terjadi akhir – akhir ini di media sosial TikTok adalah
adanya ketidak selarasan antara peraturan yang mengatur (substansi) dengan
fakta fenomena yang terjadi di masyarakat. Dimana masih banyak masyarakat
yang menunggah potongan film Indonesia ke aplikasi TikTok tersebut.
Hal ini sesuai dengan batasan hak cipta yang telah tertuang dalam Pasal 43
Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2014 yang lebih spesifik ditegaskan pada
pin d yaitu
“Pembuatan dan penyebarluasa konten hak cipta melalui media teknologi
informasi dan komunikasi yang bersifat tidak komersial dan/ atau
menghuntungkan pencipta atau pihak terkait atau pencipra tersebut menyatakan
tidak keberatan atas pembuatan dan penyebarluasan tersebut.”
Yang artinya sudah sangat jelas bahwa walaupun tidak ditujukan untuk
kepentingan ekonomi ataupun komersial, harus ada batasan agar tidak dianggap
sebagai pelanggaran hak cipta. Pasal 9 ayat (1) huruf b Undang – Undang hak
Cipta pun menyebtukan bahwa pada hakikatnya seorang pencipta atau
pemegang hak cipta memiliki hak ekonomi yang salah satunya adalah hak untuk
melakukan penggandaan ciptaan yang hanya boleh dilaukan oleh pencipta
tersebut. Karena Pasal 9 ayat (3) menyebutkan secara tegas bahwa selain
pencipta/ pemegang hak cipta, maka dilarang hukumnya untuk melakukan
penggandaan film tersebut apalagi jika ditujukan untuk kepentingan secara
komersil.
Soelistyo berkata bahwa “Setiap kelahiran suatu karya cipta baik dalam
bidang pengetahuan, seni, sastra, berdasrakan kuantifikasi pengorbanan waktu,
tenaga dan biaya serta kontribusi pemikiran kreatif penciptanya, memiliki nilai
ekonomi serta kemanfaatan. Seberapapun kecilnya nilai ekonomi itu ada dan
karenanya itu menjadikan suatu ciptaan layak disebut sebagai kekayaan. “12.
Seorang pencipta Ketika menciptakan suatu karya pada umumnya tidak untuk
12
Henry Soelistyo Budi, Hak Cipta Tanpa Hak Moral, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2011), h. 93 – 94.
32
dinikmati sendiri, akan tetapi agar karya tersebut dapat dinikmati dan
dimanfaatkan oleh orang lain13.
Seiring perkembangan waktu, seringkali karya cipta dipergunakan secara
tidak bertanggung jawab. Ada beberapa bentuk kegiatan yang dianggap sebagai
pelanggaran hak cipta, diantaranya adalah dengan mengutip sebagian atau
seluruh ciptaan, mengambil, merekam, mengutip, memperbanyak dan
mengumumkan film tersebut tanpa seizin sang pencipta dan mendapatkan
keuntungan komersil yang dimana hal tersebut masuk ke dalam tindakan
pembajakan film oleh pihak yang tidak bertanggung jawab 14.
13
Agung Damarsasongko, Nurbaya, Ariyanti dkk., Modul Kekayaan Intelektual Tingkat
Dasar Bidang Hak Cipta, (Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Direktorat Jendral Kekayaan
Intelektual,2020),h.31.
14
Gusti Agung Putri Krisya Dewi dan I Wayan Novy Purwanto, “Pelaksanaan Hukum
Terhadap Pelanggaran Hak Cipta di Bidang Pembajakan Sinematografi”, Jurnal Kertha Semaya,
Vol. 5 No. 1, (2017), h. 13.
15
Santoso, B., HKI Hak Kekayaan Intelektual, (Pustaka Magister, Semarang,2011), h. 99.
33
16
Hendra Tanu Atmadja, “Konsep Hak Ekonomi dan Hak Moral Pencipta Menurut Sistem
Civil Law dan Common Law”, Jurnal Hukum Vol.10 No.23 (Mei 2003), h.154.
17
Rida Ista Sitepu,”Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelanggaran Hak Cipta
Sinematografi di Aplikasi Telegram”, Jurnal Rechten:Riset Hukum & Hak Asasi Manusia, Vol. 4
No.1, (2022), h. 28.
34
Esensi hak moral yang terus dilekatkan secara abadi terhadap diri pencipta
dapat menyebabkan hak moral itu berlaku tanpa batas waktu, kecuali jika ada
perubahan atas suatu ciptaan yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat
berlaku selama jangka waktu hak cipta tersebut. Namun, bagi pelanggaran hak
moral, sekalipun hak cipta itu telah dialihkan seluruhnya kepada pihak lain, hal
tersebut tidak mengurangi hak pencipta atau ahli warisnya untuk menggugat
setiap orang yang dengan sengaja tanpa hak serta persetujuan pencipta bagi
yang melanggar hak moral pencipta.
Permasalahan moral timbul dikarenakan setiap orang memiliki keharusan
untuk menghormati atau menghargai karya cipta orang lain 18. Dengan kata lain,
hak moral merupakan penghargaan moral yang diberikan masyarakat kepada
seseorang karena orang tersebut telah menghasilkan suatu karya cipta yang
bermanfaat bagi masyarakat dan dapat dinikmati oleh masyarakat. Nilai moral
ini pun tidak dapat dinilai atau digantikan dengan uang, tetapi berupa
pemberian kekuasaan atau wewenang tertentu kepadanya untuk melakukan
sesuatu dan orang lain tidak dapat dengan sesukanya untuk mengambil ataupun
19
mengubah karya cipta milik seseorang tersebut menjadi atas namanya.
perihal pencantuman nama pencipta terhadap karya ciptanya, meskipun haknya
sudah diserahkan atau dialihkan kepada pihak lain atau telah berakhir masa
berlakunya hak tersebut, nama pencipta harus tetap dicantumkan di dalam
karyanya. Hal ini lah yang membedakan hak cipta dengan hak – hak kebendaan
lainnya.
Hak moral juga dapat melindungi kepentingan pribadi atau reputasi sang
pencipta. Dengan adanya aplikasi video musik yang Bernama TikTok dapat
digunakan untuk menyebarluaskan klip film Indonesia yang sedang tayang di
Indonesia. Pemegang hak cipta20 film pun memiliki hak untuk dapat
18
Rahmi Jened, Hukum Hak Cipta (Copyright Law), (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2014)
h. 135.
OK Saidin, Aspek – Aspek Hukum Kekayaan Intelektual, … h. 74.
19
20
Ras Elyta Ginting, Hukum Hak Cipta Indonesia (Analisis Teori dan Praktik),(Bandung:
Citra Aditya Bakti 2012), h.64
35
21
Vera Ayu Riandini dan Lisa Gusrianti, “Analisis Hukum Keterkaitan Perjanjian dan
Perlindungan Hak Cipta Karya Fotografi di Indonesia”, Jurnal Komunikasi Hukum, Vol. 7 No.2 ,
(2021), h. 879.
22
Agustinus Pardede, dkk, Modul Kekayaan Intelektual Tingkat Dasar Bidang Hak Cipta,
(Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual Kementrian Hukum dan HAM, Jakarta, 2020), h.19.
36
/ atau denda sebesar Rp 100.000.000 (Seratus Jatu Rupiah). Setiap orang yang
dengan tanpa hak atau tanpa izin pencipta melakukan pelanggaran ekonomi
sebagaimana tertera di dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f dan/atau
huruf h untuk penggunaan pemanfaatan komersial, maka akan dipidana dengan
penjara paling lama 3 (Tigas) tahun dan/atau denda paling banyak sebesar Rp
500.000.000 (Lima Ratus Juta Rupiah).
Dengan adanya pembajakan karya sinematografi di aplikasi TikTok sudah
jelas melanggar hak cipta yang terkandung di dalamnya 2 hak deklaratif yaitu
hak moral dan hak ekonomi. Dengan oknum – oknum ini mem- posting
potongan film ke aplikasi tersebut artinya sudah melanggar hak ekonomi dari
sang pencipta film tersebut karena mereka secara tidak langsung sudah
melakukan penggandaan yang dimana hal itu hanya dapat dilakukan oleh
pemilik hak cipta atau sang pencipta film tersebut. Perlu diketahui bahwa
apabila kita ingin melakukan sesuatu terkait dengan karya cipta seseorang
maka kita perlu mendapatkan izin dari pemilik ciptaan tersebut. Namun
terdapat beberapa pengecualian seperti yang telah disebutkan dalam Pasal 44
Undang – Undang Hak Cipta yaitu mengenai kepentingan yang wajar.
Pengaturan mengenai hak cipta karya sinematografi pun sudah diatur akan
tetapi tindakan pelanggaran terhadap karya cipta sinematografi tersebut terus
terjadi bahkan sampai sekarang.
BAB IV
PERLINDUNGAN HUKUM ATAS PELANGGARAN HAK CIPTA
KARYA SINEMATOGRAFI INDONESIA DI APLIKASI TIKTOK
1
Muhammad Djumhana dan R. Djunbaedillah, Hak Milik Intelektual, Sejarah, Teori dan
Prakteknya di Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti,2003), h. 21 – 22.
2
Aan Priyatna, Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran Hak Cipta dalam Pembuatan
E-Book, (Semarang: Universitas Diponegoro,2016), h. 7.
3
N.K.S Dharmawan, Buku Ajar Hak Kekayaan Intelektual (HKI), (Yogyakarta:
Deepublish, 2017), h. 20.
37
38
4
Cahya Palsari, “Kajian Pengantar Ilmu Hukum: Tinjauan dan Fungsi Ilmu Hukum Sebagai
Dasar Fundamental Dalam Penjatuhan Putusan Pengadilan”, E-Journal Komunitas Yustisia
Universitas Pendidikan Ganesha Vol. 4 No. 3 (2021), h. 946.
5
Muhammad Djumhana, Hak Milik Intelektual Sejarah, Teori dan Prakteknya di
Indonesia,(Bandung : PT Citra Aditya Bakti,2003) h. 119.
6
Dharmawan dan Ni Ketut Supasti. Buku Ajar Hak Kekayaan Intelektual (HKI).
(Yogyakarta: Deepublish 2017), h.19.
39
a. Pencipta Film, yaitu seseorang atau lebih yang secara sendiri atau bersama–
sama menghasilkan suatu karya cipta lagu yang bersifat khas dan pribadi
(definisi berdasarkan Pasal 1 angka 2 UUHC 2014)
b. Pemegang Hak Cipta Film, yang dimaksud dalam pemegang hak cipta film
berdasarkan Pasal 1 angka 4 UUHC 2014 adalah pencipta film (produser
filmdalam menerima hak pencipta film untuk memperbanyak hasil dari karya
tersebut), serta beberapa pihak lain atau pihak ketiga (aktor dan aktris
sebagai orang yang menerima hak dari produser film untuk memberi peran
dalam film atas ciptaan sang pencipta tersebut).
Dapat disimpulkan bahwa pemegang hak cipta tidak hanya diberikan
kepada sang penciptanya saja, melainkan diberikan juga kepada setiap ihak
yang berkaitan dengan produksi film tersebut sehingga menghasilkan sebuah
karya dan dapat dinikmati oleh masyarakat luas (hal ini disebut juga dengan
hak terkait (neighboring right) yang berdampingan dengan hak cipta).7
Pelanggaran hak cipta pada dasarnya dibagi menjadi 3 kategori, yaitu:8
a. Pelanggaran Langsung (Direct Infringment)
Bentuk pelanggaran langsung dapat berupa tindakan memproduksi dengan
meniru karya asli. Walaupun hanya sbeagian kecil karya yang ditiru apabila
hal tersebut merupakan part/ bagian yang substansial maka hal tersebut
disebut sebagai pelanggaran dan akan diadili oleh Pengadilan.
b. Pelanggaran atas Dasar Kewenangan (Authorization of Infringement)
Dalam pelanggaran ini tidak terlalu mentikberatkan pada pelanggaran itu
sendiri, melainkan lebih ditekankan kepada “siapa yang akan bertanggung
gugat?”. Pada hakikatnya, hal seperti ini dilakukan untuk meyakinkan sang
pencipta bahwa ia akan mendapatkan kompensasi yang layak. Jenis
pelanggaran ini membebankan tanggung gugat kepada pihak – pihak yang
dianggap memiliki kewenangan atas pelaksanaan pelanggaran hak cipta itu
terjadi.
7
O.K Saidin, Aspek Hukum Kekayaan Intelektual, (Jakarta : Rajawali Pers, 2015), h. 210.
8
Rahmi Jened,Hukum Hak Cipta (copyright law), … h.215.
40
9
Ayup Surah Ningsih dan Balqies Hediyati Maharani, “Penegakan Hukum Hak Cipta
Terhadap Pembajakan Film Secara Daring”, Jurnal Meta Yuridis Vol.2 No.1, (2019), h. 18.
41
10
O.C. Kaligis, Teori – Teori Praktik Merek dan Hak Cipta, (Bandung : PT. Alumni,2012),
h. 21.
42
a) Hak Integritas
Hak integritas merupakan hak mengenai perlakuan ataupun sikap yang
berhubungan dengan martabat maupun integritas pencipta. Hak tersebut
diwujudkan dengan larangan dalam merusak, mengurangi, atau mengubah
ciptaan yang sekiranya akan berpotensi pada hancurnya integritas sang
pencipta, karena pada dasarnya ciptaan harus tetap terjaga / otentik dengan
ciptaan aslinya.
b) Hak Atribusi
Hak atribusi merupakan hak yang mewajibkan seseorang untuk
mencantumkan identitas dalam ciptaannya dengan nama lengkap atau nama
alias.
Karena konsep dasar Kekayaan Intelektual sendiri pun tidak dapat
terlepaskan dari pemikiran John Locke yang mengatakan bahwa setiap individu
memiliki hak untuk menguasai sendiri miliknya. Hak atas diri sendirinya
tersebut tidak dapat dimiliki oleh orang lain, baik hasil karya dan kerja tubuhnya
maupun hasil panca inderanya, kecuali miliknya sendiri. 11
Hal ini didasarkan atas pandangan John Locke (1632 – 1704) sendiri dan
Jean Jacques Rousseau (1712 – 1778) bahwa pemikiran mengenai Hak
Kekayaan Intelektual dinamakan aliran hukum alam. Selain pelanggaran hak
moral, pembajakan film ini juga melanggar hak ekonomi sehingga para pencipta
berhak untuk menuntut ganti rugi dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan
Niaga atau dapat dengan memberikan laporan terlebih dahulu ke Direktorat
Jendal Hak Kekayaan Intelektual. Pengaturan mengenai ganti rugi akibat
pelanggaran hak ekonomi tersebut diatur dalam Pasal 96 Undang – Undang
Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, bahwa :
1. Pencipta/ pemegang hak cipta dan/atau pemegang hak terkait atau ahli
warisnya yang mengalami kerugian hak ekonomi dapat mengajukan untuk
mendapatkan ganti rugi.
11
Thumm Nikolaus,Intellectual Property Rights: National System and Harmonism in
Europe, (New York: Physica-Verl, 2000) h. 5
45
2. Ganti rugi sebagaimana yang dimaksud dalam pada ayat (1) diberikan
sekaligis dicantumkan dalam amar putusan pengadilan tentang perkara tindak
pidana hak cipta dan/atau hak terkait.
3. Pembayaran ganti rugi yang dilakukan kepada pencipta, pemegang hak cipta
atau pemilik hak terkait dibayarkan paling lama 6 (enam) bulan setelahputusan
pengadilan ditetapkan.
Sayangnya, fenomena pembajakan film Indonesia di aplikasi tiktok ini masih
marak terjadi dan terus berulang. Dengan ini, maka salah satu masalah hukum
dalam pengaturan industri internet merupakan salah satu masalah krusial dalam
perlindungan hak cipta, karena perilaku pengguna di Internet sering
mempengaruhi hak pencipta dan ahli warisnya. Karena pada sat aini pun tidak
ada satu negara pun yang memiliki undang – undang yang mengatur hubungan
hukum dalam skala jaringan global, yang memberi penggunanya berbagai
peluang untuk menyalin dan mendistribusikan lebih lanjut badan hukum secara
tidak terkendali. 12
Perundang – undangan hampir tidak dapat membatasi ruang lingkup
internet. Sophar M. Hutagalung berpendapat bahwa, ada beberapa faktor
influensial yang mendorong seseorang untuk melakukan sebuah pelanggaran
hak cipta karya sinematografi / piracy, yaitu adanya kemajuan teknologi di
bidang industri produksi (reproduction), perbedaan harga yang jauh sangat
13
signifikan antara produk legal dan illegal serta penegakan hukum yang
masih belum efekt if meskipun Pemerintah sudah memberikan perlindungan
hukum secara preventif melalui Undang – Undang. Selain itu, tentu saja
dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah :
a) Lemahnya Undang – Undang Hak Cipta dalam menyoroti dan menyikapi
aplikasi – aplikasi yang melanggar hak cipta. Hal ini dibuktikan dengan
TikTok yang tidak mengatur karya sinematografi di dalam Kebijakannya.
12
Yakubova Iroda Bakhramovna dan Yakubov Aybek Bakhramovich, “Problems Of
Copyright Protection: Plagiary And Piracy On The Internet”, Turksih Journal of Computer and
Mathematics Education Vol. 12 No. 4 (2021), h. 1334.
13
Sophar M. Hutagalung, HAK CIPTA kedudukan & Peranannya Dalam
Pembangunan,(Jakarta: Sinar Grafika, 2012), h. 326.
46
b) Faktor ekonomi, yang dimana dengan menonton film bajakan akan menekan
biaya lebih hemat untuk menonton film. 14 Hal seperti ini timbul dari ketidak
merataan kebutuhan hidup masyarakat yang masih sulit sehingga keadaan ini
memberikan dorongan kepada masyarakat untuk melakukan kejahatan seperti
pelanggaran tindak pidana hak cipta / pembajakan film. Mereka berfikir
bahwa hal ini merupakan solusi untuk dapat menikmati film yang sedang
tayang tanpa mengeluarkan biaya lebih.
c) Faktor sosial budaya, dimana masyarakat kita masih senang dan menikmati
film – film yang dibajak. Dalam hal ini para pelaku pembajakan film tidak
mendapatkan sanksi/ tindakan yang serius dari aparat Pemerintahan. Sehingga
hal ini memberikan pemikiran kepada mereka bahwa hal ini merupakan
pelanggaran yang biasa dan tidak menjadi sebuah masalah.
d) Kurang tegasnya aparat penegak hukum dalam menyikapi permasalahan –
permasalahan pelanggaran hak cipta sehingga hal ini tidak memberikan efek
jera kepada masyarakat sehingga mereka dapat melakukannya berulang
kembali15. Hal ini dapat ditimbulkan oleh rasa kurang percayanya masyarakat
(termasukpencipta) kepada aparat penegak hukum yang berdampak
memberikan rasa enggan kepada masyarakat untuk menyerahkan dan
melaporkan persoalan dan perlindungan terkait kepentingan mereka kepada
proses dan institusi hukum (pengadilan).
Hal ini sejalan dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Farouk Cader,
konsultan Kebijakan BSA16 yang mengatakan bahwa banyaknya kasus
pembajakan Hak Kekayaan Intelektual terutama hak cipta dan merek di
Indonesia disebabkan oleh tidak optimalnya penegakan hukum terhadap pelaku
pembajakan film. Otto Hasibuan pun juga mengutarakan pendapatnya bahwa
minimnya pengetahuan para aparat penegak hukum mengenai hak cipta dan
14
Kadek Januarsa Adi Sudharma,dkk, Law Enforcement of Pirated Film User Sites Due to
the Implementation OF Physical Distancinf in Despansar Vol. 44 No.1 (2022), h.31.
15
Tata Wijayanta, “Asas Kepastian Hukum, Keadilan dan Kemanfaatan dalam Kaitannya
Dengan Putusan Kepailitan Pengadilan Niaga.”, Jurnal Dinamika Hukum Vol.14 No.2 (2014), h.
217.
16
Budi Agus Riswandi dan Shabhi Mahmashani, Dinamika Hak Kekayaan Intelektual
Dalam Masyarakat Kreatif, (Yogyakarta : Total Media,2009), h. 109.
47
17
Budi Agus Riswandi dan Shabhi Mahmashani, Dinamika Hak Kekayyaan Intelektual
Dalam Masyarakat Kreatif,(Yogyakarta : Total Media, 2009), h. 35.
18
Henry Soelistyo, Plagiarisme : Pelanggaran Hak Cipta dan Etika, (Yogyakarta,
Kanisius, 2011), h. 39.
48
maksimal dan menjadi salah satu faktor penunjang terjadinya pembajakan film
yang terjadi di Aplikasi TikTok tersebut.
Widyono Pramono,19 dalam bukunya yang berjudul Tindak Pidana Hak
Cipta, menyatakan bahwa timbulnya suatu tindak pidana hak cipta dengan
berbagai bentuk jenisnya baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya
merupakan suatu sikap tidak menghargai hasil karya orang lain dan bahkan para
pelaku tindak pidana hak cipta itu sendiri cenderung memanfaatkan hasil ciptaan
yang di akui dan di lindungi oleh Undang – Undang Hak Cipta untuk mencari
keuntungan bagi dirinya sendiri.
Jika hukum berjalan tanpa adanya kepastian hukum maka akan
kehilangan makna karena tidak lagi dapat dijadikan sebagai pedoman perilaku
bagi semua orang, 20 sehingga para pencipta karya sinematografi Indonesia
berhak mendapatkan perlindungan hukum dari negara, selaras dengan pendapat
21
yang diutarakan oleh Van Kant bahwa tujuan hukum adalah menjaga setiap
kepentingan individu agar tidak terganggu/diganggu dan terjamin kepastiannya.
Dasar diberlakukannya perlindungan hukum atas hak cipta itu sendiri
adalah adanya hak ekslusif yang dimiliki oleh pencipta / penerima hak tersebut
untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaan nya tanpa mengurangi
batasan yang sudah ada di peraturan perundang – undangan. Terdapat 4 dasar
perlindungan terhadap suatu ciptaan, yaitu : (1) hak cipta melindungi ide atau
gagasan, (2) hak cipta otomatis lahir begitu ciptaan selesai diciptakan,
pendaftaran bukan merupakansuatu kewajiban, (3) ciptaan tersebut bersifat asli/
orisinil, bukan merupakan noveltyatau kebaharuan, (4) suatu ciptaan dibuat
berdasarkan hasil olah pikir kreatifitas intelektual dan skill tertentu yang
diekspresikan melalui sebuah gagasan.22
19
Widyono Pramono,Tindak Pidana Hak Cipta, Analisis dan Penyelsaiannya,(Jakarta :
Sinar Grafika, 1992), h. 9.
20
Fence M. Wantu, “Antinomi Dalam Penegakan Hukum oleh Hakim”, Jurnal Berkala
Mimbar Hukum Vol.19 No.3 (2007), h. 388.
21
Nabhila Nasution, “Analisis Hukum Pelanggaran Hak Cipta Pengguna Aplikasi TikTok
Ditinjau Menurut Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta”, (Tesis Magister,
Universitas Sumatera Utara, 2021), h.161.
22
Daniel Andre Stefano, “Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cpta Film Terhadap
Pelanggaran Hak Cipta Yang Dilakukan Situs Penyedia Layanan Film Streaming Gratis di Internet
49
(Menurut Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta)”, Diponegoro Law Journal
Vol.5 No.3 (2016), h. 5.
23
Umar Said Sugiarto, Pengantar Hukum Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2017), h. 241.
24
R. Soesilo, Kitab Undang – Undang Hukum Pidana (KUHP) Beserta Komentar lengkap
Pasal demi Pasal, (Bogor: Politea, 1988), h. 87.
50
25
Bayu Muslim, “Perlindungan Hukum Pekerja Perempuan di Malam Hari Dalam
Perspektif UU 13 Tahun 2003.”, Jurnal Panorama Hukum Vol.5 No.1 (2020), h. 26 – 36.
26
Niru Anita Sinaga, “Pentingnya Perlindungan Hukum kekayaan Intelektual Bagi
Pembangunan Ekonomi Indonesia.”, Jurnal Hukum Sasana Vol. 6 No.2 (2020), h. 144-165.
51
27
Mirriam Budiarjo , Dasar – Dasar Ilmu Politik, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama,
2004), h. 39.
28
Nanan Isnaina dkk, “Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Hak Cipta Terkait
Pembajakan Sinematografi Di Aplikasi Telegram.”, Jurnal Ilmiah Ilmu Hukum Vol.27, No.7(2021),
h. 992 – 1006.
52
Akan tetapi, tindakan preventif yang dilakukan oleh pemerintah ini tidak
dapat berjalan dengan baik jika platform media sosial yang banyak digunakan
oleh masyarakat Indonesia ini tidak melindungi karya cipta sinematografi itu
sendiri.
Hal ini dibuktikan dengan lemahnya kebijakan aplikasi TikTok yang
tidak menyebutkan “karya cipta sinematografi” di dalam Terms & Condition
TikTok yang dapat di akses pada laman web resmi TikTok pada poin ke 7
mengenai kontenyang disebutkan dalam kalimat “Sebagaimana antara anda dan
TikTok, seluruh konten, perangkat lunak, gambar,teks, karya grafis, ilustrasi,
logo, hak paten, merek dagang, merek jasa, hak cipta, foto, audio, video, music
pada dan “look and feel” pada layanan dan seluruh hak atas kekayaan
intelektual terkait dengan layanan (Konten TikTok)” bahwa tidak disebutkan
secara eksplisit bahwa karya sinematografi sebagai salah satu karya cipta yang
dilindungi oleh TikTok. Hal ini dapat menimbulkan pemahaman ambigu
mengenai kebijakan yang dikeluarkan oleh TikTok itu sendiri, dengan hal ini
maka pembajakan karya sinematografi di aplikasi TikTok ini akan terus berulang
dan berlanjut.
Namun pada ketentuan nomor 6, TikTok memberikan regulasi bagi para
pengguna yang menggunakan layanannya untuk tidak melanggar hak kekayaan
intelektual apapun, karena TikTok akan memblokir akses akun pengguna
tersebut.Akan tetapi, hal ini kurang efektif karena pihak TikTok baru akan
menindak seorang pelanggar hak cipta apabila para pengguna lain melaporkan
video yang bersangkutan dengan fitur “report” yang telah tersedia. Fitur report
ini merupakan sebuah peng-implementasian UU ITE Pasal 26 ayat (4) yang
intinya berbunyi bahwa setiap penyelenggara sistem elektronik (dalam hal ini
TikTok) wajib menyediakan mekanisme penghapusan atas informasi/dokumen
elektronik yang sudah melanggar ketentuan peraturan perundang – undangan.
Sayangnya, masih banyak pengguna yang menikmati pembajakan film
tersebut di aplikasi TikTok sehingga mereka tidak melakukan “report” jika
menemukan pembajakan film disana. Hal ini menjadi salah satu faktor penyebab
maraknya pembajakan film di aplikasi TikTok terus terjadi secara berulang,
53
29
Kausalya Ayu Vedanti, “Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Hak Cipta
Sinematografi Terhadap Pembajakan Film di Aplikasi TikTok”, Jurnal Kertha Desa Vol. 9 No. 6
(2021), h. 40.
54
30
Ahmad, A., & Nggilu, N.M, “Denyut Nadi Amandemen Kelima UUD 1945 melalui
Pelbatan Mahkamah Konstitusi sebagai Prinsip TheGuardian of the Constitution”,Jurnal Konstitusi,
Vol.16 No. 4, (2020), h. 785.
31
Yopi Gunawan dan Kristian, Perkembangan Konsep Negara Hukum dan Negara Hukum
Pancasila, (Bandung: Refika Aditama, 2015), h. 96.
55
hal – hal yang telah dilarang secara eksplisit dalam Undang – Undang.
Dalam melakukan pencegahan tersebut pemerintah berwenang untuk
memutus akses kepada TikTok jika terdapat muatan konten yang dilarang dan
melanggar hukum. Internet juga memiliki karakteristik yang sangat berbeda
dengan dunia nyata sehingga banyak bermunculan pro dan kontra mengenai
efektif atau tidaknya hukum positif mengatur aktivitas tersebut.
Permasalahan sebenarnya ada pada eksistensi hukum positif itu sendiri
dalam mengatur aktivitas di Internet, lahirnya pro dan kontra tersebut didasari
atas 2 hal, yakni pertama, karakteristik aktivitas di internet yang sifatnya lintas
batas, sehingga sudah tidak lagi tunduk pada batasan-batasan territorial. Kedua,
sistem hukum positif yang bertumpu pada batasan-batasan territorial dianggap
tidak cukup memadai untuk mengatasi persoalan-persoalan hukum yang muncul
akibat aktifitas di internet tersebut.
Perlindungan terhadap hak cipta film di internet sampai sekarang masih
belum ditemukan cara yang efektif untuk memberantas pembajakan tersebut,
sehingga dapat dilakukan dengan cara menegakkan peraturan melalui hukum
administrasi negara dengan pendaftaran dan pengawasan, hukum pidana dan
perdata.32 Ketika pelanggaran-pelanggaran hak cipta terhadap karya
sinemtografi Indonesia di aplikasi TikTok ini terus berlanjut dan belum
menemukan solusi yang tepat untuk mengatasinya, maka terdapat beberapa
pihak yang dirugikan baik secara materil ataupun immateril. Bahkan kondisi
seperti ini dapat memberikan dampak kepada tatanan kehidupan bangsa, seperti,
(1) Pencipta, karena tidak mendapatkan hak atas penghasilan yang dihasilkan
oleh karya yang dibuatnya, sehingga dengan kondisi ini dapat menurunkan
gairah para pencipta film Indonesia untuk membuat karya – karya selanjutnya
karena tidak dihargai karya yang sebelumnya, (2) Pemerintah, dengan maraknya
dan banyaknya tindakan pelanggaran hak cipta film di negri ini, maka akan
mempengaruhi sektor pendapatan negara yang berasal dari pajak penghasilan
dari hak cipta tersebut, otomatis tidak akan mendapatkan pemasukan tersebut
32
Kusno, H., “Perlindungan Hukum Hak Cipta Terhadap Pencipta Lagu Yang Diunduh
Melalui Internet”, Jurnal Fiat Justisia Universitas Lampung, Vol.10, No. 3, (2016), h. 491-49.
56
33
A. Agustiano dan Y. Sartika, “Analisis Yuridis Terhadap Penerapan Hak Cipta Sebagai
Hak Cipta Sebagai Objek Jaminan Fidusia Dalam Pemberian Fasilitas Kredit Pada Perbankan di
Kota Batam”, Journal of Judicial Review Vol.19 No.2, (2019), h. 129 – 144.
57
B. Saran
Berangkat dari pembahasan yang telah dipaparkan dalam bentuk pembahasan
58
59
Buku
Agustinus Pardede dkk. Modul Kekayaan Intelektual Tingkat Dasar Bidang Hak
Cipta. Jakarta: Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual Kementrian
Hukum dan HAM, 2020
Budiarjo Mirriam. Dasar – Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,
2004
--------------. Hukum Hak Cipta UUHC No. 19 Tahun 2002. Bandung: Alumni,
2004
Dharmawan dan Ni Ketut Supasti. Buku Ajar Hak Kekayaan Intelektual (HKI).
Yogyakarta: Deepbulish, 2017
Elyta Ginting Ras. Hukum Hak Cipta Indonesia (Analisis Teori dan Praktik.
Bandung: Citra Aditya Bakti, 2012
Gunawan Yopi dan Kristian. Perkembangan Konsep Negara Hukum dan Negara
Hukum Pnacasila. Bandung: Refika Aditama, 2015
Hasibuan Otto. Hak Cipta di Indonesi Tinjauan Khusus Hak Cipta Lagu
Neighboring Right and Collecting Society. Bandung: Alumni, 2008
60
61
Jened Rahmi. Hukum Hak Cipta (Copyright Law). Bandung: Citra Aditya Bakti,
2014
Kaligis O.C. Teori - Teori Praktik Merek dan Hak Cipta. Bandung: Alumni, 2012
Kansil CST.Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka, 1989
Rahardjo Satjipto. Sisi – Sisi Lain dari Hukum di Indonesia. Jakarta: Kompas, 2003
Rahmi Syahdeini Sutan. Kejahatan & Tindak Pidana Komputer. Jakarta: Pustaka
Utama Grafiti, 2009
Riswandi Budi Agus dan Shabhi Mahmashani. Dinamika Hak Kekayaan Intelektual
Dalam Masyarakat Kreatif. Yogyakarta: Total Media. 2009
62
Sembiring Sentosa. Prosedur dan Tata Cara Memproleh Hak Kekayaan Intelektual
di Bidang Hak Cipta Paten dan Merek. Bandung: CV. Yrama, 2002
Soekanto Soerjono dan Sri Mahmudji. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkat. Jakarta: Raja Grafindo, 2003
Solistyo Herry. Hak Cipta Tanpa Hak Moral.Jakarta: Raja Grafindo, 2011
Sugiarto Umar Said. Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika, 2017
Whitsett Tim. Music Pulishing: The Real Road to Music Business Success.
California: Mixbooks Fourth Edition, 1997
Zoebazary Ilham. Kamus Istilah Televisi dan Film. Jakarta: Gramedia Pustaka
Umum, 2010
Jurnal
Ahmad A, Nggilu, N.M, “Denyut Nadi Amandemen Kelima UUD 1945 melalui
Pelbatan Mahkamah Konsitusi Sebagai Prinsip The Guardian of The
Constitution”, Jurnal Konstitusi 16, No.4, (2020)
Ahmed Abdulaziz Alharbi, “How The Copyright Law Protects the Users Works Of
Social Media (Facebook & YouTube as Examples)”, Journal EIMJ 2, No.2
(2020)
Aliyah Wwidyasari Putri Daryus dkk, “The Factors Influencing the Popularity of
TikTok Amon Generation Z a Quantitative Study in Yogyakarta,
Indonesia”, Journal of Business and Management 7, No.1, (2022)
Ayup Surah Ningsih dan Balqies Hediyati Maharani, “Penegakan Hukum Hak
Cipta Terhadap Pembajakan Film Secara Daring”, Jurnal Meta Yuridis 2,
No.1, (2019)
Bagus Rahmanda dan Xornelius Benuf, “Perlindungan Hukum Hak Cipta Musik
yang Diupload di Aplikasi TikTok”, Law Development & Justice Review
4, No. 1, (2021)
Cahya Palsari, “Kajian Pengantar Ilmu Hukum: Tinjauan dan Fungsi Ilmu Hukum
Sebagai Dasar Fundamental Dalam Penjatuan Putusan Pengadilan”, E-
Journal Komunitas Yustisia Universitas Pendidikan Ganesha 4, No.3,
(2021)
Daniel Andre Stefano dkk, “Perlindungan Hukum Pemegang Hak Cipta Film
Terhadap Pelanggaran Hak Cipta Yang Dilakukan Situs Penyedia Layanan
Film Streaming Gratis di Internet (Menurut Undang – Undang Nomor 28
Tahun 2014 tentang Hak Cipta)”, Dionegoro Law Journal 5, No.3, (2016)
Hendra Tanu Atmadja, “Konsep Hak Ekonomi dan Hak Moral Pencipta Menurut
Sistem Civil Law dan Common Law”, Jurnal Hukum10, No. 23, (2003)
I Made Febrian Surtiana dan Ida Ayu Sukihana, “Perlindungan Hak Cipta Atas
Video Yang Disiarkan Secara Langsung di Instagram”, Jurnal Kertha
Negara 9, No.1, (2021)
Kadek Januarsa Adi Sudharma dkk, “Law Enforcement of Pirated Film User Sites
Due to the Implementation of Physical Distancing in Denpasar”, Kertha
Patrika 44, No.1, (2022)
Nur Khaliq Khussamad Noor dkk, “Perlindungan Hukum Hak Cipta Atas Film
Layar Lebar Yang Dipublikasi Melalui Media Sosial Tanpa Izin”, Riau Law
Journal 3, No. 1, (2019)
Pierre Berthon dkk, “Ad Lib : When Customers Create the Ad.”, California
Management Review 50, No 4, (2008)
65
Prawitri Thalib, “Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Hak Cipta dan Pemilik
Lisensi Rekaman Berdasarkan Undang – Undang Tentang Hak Cipta”,
Journal Yuridika 28, No. 3, (2013)
Syarafina Ramadhany dkk, “Doktrin Safe Harbor : Upaya Perlindungan Hak Cipta
Konten Dalam Platform User Generated Content”, Jurnal Hukum 12, No.2,
(2020
Valencia Gabriella Entjarau dkk, “Tinjauan Yuridis Pengaliuhan Hak Moral dan
Hak Ekonomi Berdasarkan Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2014
tentang Hak Cipta”, Lex Privatum 9, No.6, (2021)
Vanessa Jaya Arlandy dan Dian Purnamasari, “Perlindungan Hak Cipta Terhadap
Penayangan Imperfect The Series Oleh Akun TikTok”, Reformasi Hukum
Trisakti 4, No.1 (2022)
Vera Ayu Riandini dan Lisa Gusrianti, “Analisis Hukum Keterkaitan Perjanjian dan
Perlindungan Hak Cipta Karya Fotografi di Indonesia,”, Jurnal Komunikasi
Hukum 7, No.2, (2021)
W.G Magnold dan D.J Faulds, “Social Media : The New Hybird Element of The
Promotion Mix.”, Business Horizon 52, No 4, (2009).
Internet
Agung Damarsasongko,dkk, “Modul Kekayaan Intelektual Tingkat Dasar Bidng
Hak Cipta,”, E-Book Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia
Direktoral Jendral Kekayaan Intelektual, (2020)