SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Disusun Oleh :
1444 H / 2022 M
“PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PENYEBARLUASAN KONTEN
PORNOGRAFI DI APLIKASI MEDIA SOSIAL FACEBOOK DAN
TWITTER Studi putusan Nomor : 215/Pid.B/2021 PN.Tgt
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Oleh :
Alyssa Khifdhiyani Jaya Putri
NIM : 11180480000021
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing I Pembimbing II
i
LEMBAR PERNYATAAN
NIM : 11180480000021
Alamat : jl. Terusan Haji Nawi Malik No. 73 Pondok Petir, Kec.
Bojongsari, Kota Depok.
Email : alyssakhifdhiyani11@gmail.com
1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk memenuhi salah
satu syarat memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S-1) di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika kemudian hari saya terbukti hasil karya saya bukan hasil karya asli saya
atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Jakarta, 11 Juli 2022
ii
ABSTRAK
ALYSSA KHIFDHIYANI JAYA PUTRI, NIM 11180480000021,
“PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PENYEBARLUASAN KONTEN
PORNOGRAFI DI MEDIA SOSIAL APLIKASI FACEBOOK DAN
TWITTER (Studi putusan Nomor : 215/Pid.B/2021 PN.Tgt)”. Konsentrasi
Praktisi Hukum, Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1443 H/2022 M.
Studi ini menjelaskan permasalahan mengenai penegakan hukum terhadap
penyebarluasan konten pornografi. Sebagaimana pasal-pasal yang terdapat dalam
Undang-Undang Nomor. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dan Undang-Undang
Nomor. 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Studi
permasalahan ini bertujuan untuk mengetahui bentuk-bentuk tindak pidana pelaku
penyebarluasan pornografi di media sosial dengan modus operandi serta dapat
menganalisa pertimbangan hakim dalam memutus perkara tindak pidana
penyebarluasan konten pornografi di media sosial facebook dan twitter, pidana yang
dijatuhkan bagi pelaku belum sesuai dengan peraturan berlaku dalam putusan
pengadilan tanah grogot No. 215/Pid.B/2021/PN.Tgt dan putusan pengadilan
jember No. 387/Pid.B/2019/PN.Jmr. metode penelitian ini menggunakan jenis
penelitian normatif dengan menggunakan bahan-bahan kepustakaan seperti buku,
Undang-Undang, jurnal, artikel, dan yang lainnya sebagai objek kajian pendekatan
kasus (Case approach) dan pendekatan perundang-undangan (Statute approach).
Hasil penelitian menunjukan bahwa dalam perkara No.
215/Pid.B/2021/PN.Tgt dan No. 387/Pid.B/2019/PN.Jmr pelaku yang melakukan
penyebarluasan konten pornografi menggunakan modus operandi untuk
melancarkan aksinya yang dianalisis menggunakan teori kausalitas untuk
mengetahui sebab dan akibat dari modus operandi tersebut. Putusan hakim dalam
menjatuhkan tindak pidana terhadap pelaku penyebarluasan konten pornografi pada
dua perkara ini belum sesuai sehingga dapat dilihat dari tiga aspek yaitu yuridis,
sosiologis, dan filosofis.
Kata Kunci : Penegakan Hukum, Pornografi, dan Modus Operandi.
Pembimbing Skripsi : 1. Dr. Alfitra, S.H., M.Hum.
2. Mara Sutan Rambe, S.H.I., M.H.
Daftar Pustaka : Tahun 1984 sampai Tahun 2021
iii
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-nya serta selalu memberikan kemudahan dan kelancaran bagi penulis
sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan skripsi ini dengan baik, yang
berjudul “PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PENYEBARLUASAN
KONTEN PORNOGRAFI DI MEDIA SOSIAL APLIKASI FACEBOOK DAN
TWITTER (Studi putusan Nomor : 215/Pid.B/2021 PN.Tgt)”. Shalawat serta salam
tidak lupa penulis curahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW beserta
keluarga, kerabat, dan sahabatnya.
1. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., M.H., M.A. Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta jajarannya.
2. Dr. Muhammad Ali Hanafiah Selian, S.H., M.H. Ketua Program Studi Ilmu
Hukum dan Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum. Sekretaris Program Studi Ilmu
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. Alfitra, S.H., M.Hum. dan Mara Sutan Rambe, S.H., M.H. Dosen
Pembimbing peneliti yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan
bimbingan kepada peneliti sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.
4. Drs. Noryamin Aini, M.A. Dosen Penasehat Akademik peneliti yang selalu
memberikan nasihat dan sangat sabar dalam membimbing peneliti selama
menempuh masa perkuliahan terutama pada saat melakukan penyusunan
proposal skripsi.
5. Kepada Pusat Perpustakaan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta dan Kepala Urusan Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum yang
iv
memfasilitasi peneliti untuk mengadakan studi kepustakaan guna
menyelesaikan skripsi ini.
6. Tersayang dan yang tercinta yaitu kedua orang tua Bapak Dr. Khalimi, S.E.,
S.H., M.M., M.H. dan Ibu Zulaeva yang sangat saya cintai yang telah mendidik,
menyayangi dan memberikan yang terbaik untuk saya, yang tiada henti-
hentinya memberikan dukungan kepada saya baik secara moril maupun materil,
yang selalu mendoakan, serta memberikan semangat kepada saya.
7. Semua pihak anang, gita, fardib, lisa, elia, alya, tiara, dan neng terimakasih telah
membantu saya dalam menyelesaikan skripsi ini, terimakasih sebesar-besarnya
atas semua bantuan, dukungan, dan yang selalu menghibur saya saat saya sudah
mulai lelah dalam proses pembuatan skripsi ini.
8. Last but not least, I wanna thank me, I wanna thank me for believing in me, I
wanna thank me for doing all this hard work, I wanna thank me for heaving no
days off, I wanna thank me for never quitting, I wanna thank me for just being
me all time.
Penulis dalam hal ini menyadari bahwa dalam penelitian skripsi saya masih
banyak terdapat kekurangan dan perbaikan. Namun, penulis berharap agar karya
ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi orang yang membacanya. Kritik serta
saran sangat peneliti harapkan guna memperbaiki dan menyempurnakan karya
ilmiah saya agar dapat berguna untuk masa yang akan datang. Sekian dan terima
kasih.
v
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
vi
B. Tindak pidana penyebarluasan konten pornografi di media sosial ......... 38
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................ 79
B. Saran ...................................................................................................... 80
vii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Isnaini Enik, Penanggulangan tindak Pidana Pornografi Dalam Media Sosial,
Jurnal Independent, Vol, 2, No 2 1014 (28 Desember 2021), h.25.
1
2
ada tantangan luar biasa yang juga sedang dihadapi saat ini, salah satu
diantaranya konten pornografi (Cyberporn).2
2
Hasil Survei Indeks Literasi Digital Nasional 2020, Akses Internet Makin
Terjangkau, https://m.kominfo.go.id/content/detail/30928/siaran-pers-no-
149hmkominfo112020-tentang-hasil-survei-indeks- literasi-digital-nasional-2020-akses-
internet-makin-terjangkau/0/siaran_pers (Diakses pada tanggal 21 November 2021, pukul
14.40 WIB)
3
KOMPAS.com, Kemenkominfo Putus Akses Terhadap 2,6 juta Terbanyak
Pornografi, diakses dari
https://nasional.kompas.com/read/2021/09/22/17231611/kemenkominfo-putus-akses-
terhadap-26-juta-konten- negatif-terbanyak , pada tanggal 28 Desember 2021 pukul 13.03.
3
Hal ini tentunya akan berdampak buruk bagi setiap pengguna tersebut
adalah sikap dan mental bagi para pengkonsumsi yang mungkin saja akan
melakukan tindakan atau pelanggaran asusila yang ada pada Pasal 1 ayat (1)
Undang-Undang No 44 Tahun 2008 tentang pornografi yang berbunyi :
4
R. Syailendra Moody, Perlindungan Data Pribadi Terhadap Tindakan Penyebaran
Sex Tape Menurut HukumPositif Di Indonesia, Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan
Seni, Vol. 5 No. 2, (Oktober 2021), h.441.
4
5
Undang-Undang No. 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi.
6
Undang-Undang No. 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
5
7
Putusan Pengadilan, Putusan Pengadilan Negeri Tanah Grogot No.
215/Pid.B/2021/PN Tgt, tanggal 8 November 2021.
8
Putusan Pengadilan, Putusan Pengadilan Negeri Jember No. 387/Pid.B/2019/PN Jmr,
tanggal 21 Mei 2019.
7
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, tema pokok penelitian perlu di
pahami dengan baik, dan detail. Berikut isu penelitian yang terkait
dengan tema di atas sebagai berikut:
Indonesia.
2. Pembatasan Masalah
3. Perumusan Masalah
Masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah “Penegakan
hukum terhadap penyebarluasan konten pornografi di aplikasi facebook
dan twitter” peneliti ingin mengetahui bagaimana modus operandi dan
bagaimana hukuman bagi pelaku penyebarluasan konten pornografi.
Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah yang telah
dilakukan, maka muncul dua pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dirumuskan, maka
tujuan peneliti melakukan penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui dan memahami modus operandi terhadap
penyebarluasan konten pornografi di aplikasi facebook dan twitter
2. Manfaat Penelitian
a. Secara teoritis
b. Secara praktis
D. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang akan digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini
adalah penelitian Normatif. Artinya, penelitian ini dilakukan dengan cara
meneliti bahan pustaka atau data sekunder.9
2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan oleh peneliti yaitu pendekatan
perundang-undangan (statute approach), dan pendekatan kasus (Case
approach) yaitu pendekatan (statute approach) digunakan karena peneliti
berusaha untuk menganalisis peraturan perundang-undangan yang
digunakan sebagai fokus pada penelitian. Dengan pendekatan (Case
approach) digunakan karena peneliti akan menelaah terhadap kasus-kasus
yang berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah menjadi putusan
pengadilan yang mempunyai kekuatan yang tetap.
4. Sumber Data
Sumber data penelitian ini berasal dari informasi tersebut di
9
Soerjono Soekanto & Sri Mudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan
Singkat, PT. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003, h.13
10
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada, 2010),
h.35
12
kelompokkan menjadi dua jenis sumber data yaitu sumber data primer
dan sekunder:
11
Amirudin, H. Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 2010), h.119
13
8. Teknik Penulisan
Teknik penulisan yang digunakan mengacu pada “Pedoman
Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta” yang diterbitkan pada tahun 2017.
E. Sistematika Pembahasan
BAB Kedua, bab ini berisi tentang kajian pustaka, yaitu kajian
mengenai teoritis dan kajianyang berkaitan dengan hasil penelitian terdahulu
yang menjelaskan terkait persamaan dan perbedaan antara kajian terdahulu.
Kemudian dilanjutkan dengan pembahasan mengenai kerangka konseptual
dan kerangka teori yang digunakan dalampembahasan skripsi
BAB Ketiga, bab ini penulis akan membahas tentang tinjauan tindak
pidana penyebarluasan konten pornografi di aplikasi facebook dan twitter
terkait undang-undang tentang pornografi dan undang-undang tentang
informasi dan transaksi elektronik (UU ITE), serta duduk perkara
14
BAB Kelima, bab ini merupakan akhir dan penutup skripsi, yang
berisi kesimpulan serta saran terkait permasalahan penelitian yang diteliti
penulis.
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA
PENYEBARLUASAN KONTEN PORNOGRAFI
A. Kerangka Konseptual
1. Modus Operandi
Banyak cara yang dilakukan oleh para pelaku kejahatan untuk
mendapatkan korbannya dengan mudah. Dalam kasus penyebarluasan
konten pornografi diaplikasi facebook dan twitter para pelaku biasanya
menggunakan modus operandi dalam menyebarkan konten tersebut
dengan sengaja disebarkan agar masyarakat dapat bebas menonton dan
melihat video tersebut yang sedang ramai di media sosial. Istilah modus
operandi adalah cara seseorang atau kelompok penjahat dengan melakukan
atau menjalankan suatu rencana kejahatannya. 1
Modus operandi berasal dari Bahasa latin yang artinya prosedur
atau cara bagaimana seseorang melakukan suatu hal yang negatif
menggunakan motif-motif tertentu agar suatu modusnya berjalan dengan
lancar. Pada umumnya modus operandi motifnya sangat berbeda-beda
tergantung pada sasaran yang akan digunakan sebagai perbuatan
kejahatan. Dalam pandangan hukum penjahat atau pelaku kejahatan adalah
seseorang yang dianggap telah melanggar suatu kaidah atau pun norma-
norma hukum dan perlu dijatuhi hukuman yang setimpal atas
perbuatannya.
2. Cyber Pornography
Istilah cyber pornography atau biasa disebut dengan konten
pornografi online merupakan pornografi di internet dalam bentuk
informasi, gambar, foto, video yang berisi mengenai pornografi yang
dimuat secara digital, salah satunya melalui jejaring internet yang tersebar
1
Dirdjosisworo, Ruang Lingkup Kriminal, Jakarta. Rajawali, 1984, h. 20.
15
16
3. Media Social
Media sosial merupakan sarana yang digunakan oleh orang-orang
untukberinteraksi satu sama lain dengan cara menciptakan, berbagi, serta
bertukar informasi yang menggambarkan macam-macam teknologi.
Menurut Van Dijk bahwa “media sosial adalah platform media
yang memfokuskan pada eksistensi pengguna yang memfasilitasi mereka
dalam beraktivitas maupun berkolaborasi, karena itu media sosial dapat
dilihat sebagai medium (fasilisator) online yang menguatkan hubungan
antar pengguna sekaligus sebuah ikatan sosial”.
Pengertian media sosial merupakan media online sangat
bermanfaat untuk sebagai sarana pergaulan dalam pergaulan sosial di
2
Nugraha Eka Putra, Kejahatan Tanpa Korban dalam Kejahatan Cyberporn, Jurnal
Cakrawala Hukum, Vol.6, No. 1 Juni 2015, h.3
17
B. Kerangka Teori
3
Ziveria Mira, Pemanfaatan Media Sosial Facebook sebagai Sarana Efektif
Pendukung Kegiatan Perkuliahan di Program Studi Sistem Informasi, Jurnal Sains dan
Teknologi, Vol.4, No.2, 2017, h. 172
4
Soejono Soekanto, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum,
Jakarta: Rajawali, 1983, h.24
19
5
Y. Ambeg Pratama, Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Menurut Undang-
Undang dalam Perspektif Restoratif Justice, Jurnal Penelitian Hukum, Vol. 16, No. 3
September 2016, h. 341.
20
2. Teori Kausalitas
Secara etimologi, kausalitas atau causaliteit berasal dari kata
“cause” bahasa latin salah satu istilah dari bahasa hukum romawi yaitu
dari maksa sebab, alasan, dan penyebab suatu sebab adalah penyebab dari
suatu yang disebabkan. Dan kata “kausal” dalam bahasa hukum dapat
diartikan dengan suatu alasan atau dasar hukum; atau sebab akibat yang
dapat menimbulkan sesuatu kejadian yang berhubungan dengan tindak
pidana.7
Dalam ilmu hukum pidana menurut Barda Nawawi arief
menjelaskan ajaran kausalitas dimaksudkan untuk menentukan suatu
6
Jimly Asshidiqie, Agenda Pembangunan Hukum Nasional di Abad Globalisasi, Cet.I,
Balai Pustaka, Jakarta, 1998, h.93
7
Muh. Nizar, Amiruddin, Lalu Sabardi, Ajaran Kausalitas dalam Penegakan Hukum
Pidana, Jurnal.ipts, Vol.7 No.1 Edisi Januari 2019, h.187.
21
8
Ahmad Sofian, Ajaran Kausalitas Hukum Pidana, (Jakarta: Prenada Media Group,
2018), h. 140.
22
9
Busyro, Maqashid Al-Syari’ah Pengantar Mendasar Memahami Maslahah, Edisi
pertama, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2019), h.9.
10
Ghofar Shidiq, Teori Maqashid Al-syariah Dalam Hukum Islam, Sultan Agung, Vol.
XLIV No. 118, Juni-Agustus 2009, h. 119.
23
11
Raymond Caesar Perangin Angin Skripsi, “Tinjauan kriminologi tindak pidana
pornografi melalui aplikasi media social Twitter”. (S1 Fakultas Hukum Universitas
Sriwijaya : 2021), h. 6.
12
Ranny Delita Kasih Skripsi, “pertanggungjawaban pidana para pihak dalam
penyebaran konten cyberporn melalui twitter”. (S1 Fakultas Hukum Universitas Islam
Indonesia : 2020), h. 8.
25
13
Lutfhiah Attamimi Skripsi, “Pengaturan Cyberporn dalam Persfektif Hukum
Pidana dan Hukum Pidana Islam”. (S1 Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia :
2018), h. 5.
14
Dwi Haryadi Buku, “Kebijakan Integral Penanggulangan Cyberporn di
Indonesia” (Semarang: VLima, 2012), h. 11.
26
15
Ferry Irawan Febriansyah Jurnal, “Tindak Pidana Cyberporn dalam Kajian
Yuridis Undang-Undang Pornografi” (Fakultas Hukum, Universitas Muhammadiyah
Ponorogo) Vol 22, No.3, 2017, h. 215.
16
Rey Fadli Irsyad Jurnal, “Kebijakan Hukum Pidana dalam Penanganan
Penyebaran ceyberporn di Ponorogo” (Fakultas Hukum Universitas Surakarta), Vol.5,
No.1 : 2021, h. 16.
27
Menurut Van Hamel tindak pidana (strafbaar feit) adalah suatu perbuatan
seseorang (menselijke gedraging) yang terdapat dalam Undang-Undang (wet), yang
1
Adami Chazawi, “Pelajaran Hukum Pidana Bagian I”, (Jakarta: Rajawali Pres, 2011),
h. 69.
2
Rasyid Ariman dan Fahmi Maghib, Hukum Pidana, (Malang: Setara Press, 2016), h. 60.
28
29
bersifat melawan hukum dan patut untuk dipidana (strafwaardig) yang dilakukan
atas dasar kesalahan seseorang tersebut.3
Selain itu ada juga rumusan tindak pidana yang dikemukakan oleh J.E.
Jonkers yang memberikan definisi strafbaar feit menjadi dua pengertian, adalah
sebagai berikut:
3
Moeljatno, Azas-azas Hukum Pidana, (Jakarta: Bina Aksara), h. 56.
4
Ishaq, Hukum Pidana, (Depok: PT Raja Grafindo Persada, 2019), h. 75.
5
Adam Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana II, (Rajawali Pres, Jakarta, 2002), h.78.
6
Moeljatno, Asas-Asas Pidana,(Jakarta: Rineka Cipta, 2008), h. 64.
30
a. Unsur objektif
Unsur ini adalah unsur yang berhubungan dengan keadaan, dimana keadaan
dari pelaku harus dapat dilakukan seperti :
1) melawan hukum
2) Kausalitas terhadap pelaku
3) Kausalitas yang berhubungan dengan tindakan yang disebabkan oleh
kenyataan sebagai akibatnya.
b. Unsur subjektif
Unsur subjektif bisa dikatakan dapat mempunyai keterikatan dalam segala
sesuatu pada pelaku.unsur ini terdiri dari :
1) Adanya kesengajaan atau tidak kesengajaan perbuatan pidana
2) Percobaan tindak pidana
3) Macam-macam yang terdapat kejahatan di dalamnya
4) Merencanakan tindak pidana
Secara doktrinal dalam tindak pidana mempunyai dua sudut pandang yang
berbeda, di antaranya pandangan monistis, di mana pandangan ini dalam hukum
pidana tidak memisahkan antara perbuatan dengan suatu pertanggungjawaban.
Sedangkan, pandangan dualistis merupakan pandangan dalam hukum pidana yang
memisahkan antara perbuatan yang dilakukan dengan pertanggungjawaban. Yaitu
di antaranya adalah :
1) Pandangan monistis
a. Perbuatan manusia
b. Diancam dengan pidana
c. Melawan hukum
d. Dilakukan oleh kesalahan
e. Dilakukan oleh orang yang mampu bertanggungjawab.7
2) Pandangan Dualistis
7
Adami Chazawi, Hukum Pidana I, Jakarta: Rajawali Pres, 2011, h. 79-81.
32
8
Tongat, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia Perspektif Pembaharuan, (Malang:
Universitas Muhammadiyah Malang, 2012), h. 98.
33
1) Dari rumusan tindak pidana tertentu dalam KUHP, dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut, yang kita ketahui ada unsur tindak pidana yaitu :9
a) Unsur tingkah laku
b) Unsur melawan hukum
c) Unsur kesalahan
d) Unsur akibat konstitusional
e) Unsur keadaan yang menyertai
f) Unsur persyaratan tambahan untuk penuntutan pidana
g) Unsur tambahan untuk memperberat pelanggaran pidana berat
h) Unsur syarat tambahan untuk dapat dipidana.
i) Unsur objek hukum tindak pidana
j) Unsur kausalitas subjek hukum pidana
k) Unsur syarat tambahan untuk memperingan pidana.
3. Pengertian pornografi
Definisi kata pornografi berasal dari kata yunani yaitu phornographia
(porne adalah pelacur dan graphein adalah tulisan atau lukisan, jadi tulisan atau
lukisan tentang pelacur, atau gambaran perilaku seorang pelacur). Jenis
pornografi ini terkadang disebut dengan cabul (yang mengakibatkan nafsu atau
birahi seseorang bergairah. Istilah obscence sendiri berasal dari Bahasa latin
yang artinya (melawan) dan caenum yang artinya cabul, dan pornografi dan atau
obscena artinya di bawah panggung dalam pertunjukan teater romawi,
pertunjukan cabul dan vulgar berlangsung di panggung, dan tidak terlihat tetapi
dapat didengar penonton atau orang lain.10
9
K. Wantjik Saleh, Kehakiman dan Keadilan, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1998), h. 17.
10
Santoso, Topo, “Pornografi dan Hukum Pidana”, Jurnal Hukum & Pembangunan, Vol.
26, No. 6, Juni 2017, h. 514.
34
sebagai karya seni tetapi berbeda dengan masyarakat yang tidak melihat itu
sebagai seni, melainkan pornografi.
11
Tjipta Lesmana, Pornografi dalam Media Massa, (Jakarta: Puspa Swara, 1995), h. 109.
35
4. Unsur-Unsur Pornografi
Maraknya dunia media sosial membuat perkembangan pengetahuan dan
teknologi kian menjadi pesat khususnya pada teknologi informasi dan
komunikasi yang telah meningkatkan perbuatan tindak pidana, penyebarluasan
dan penggunaan pornografi berdampak buruk bagi moral dan kepribadian
individual masyarakat khususnya Indonesia.
12
Suratman, Andri Winjaya Laksana, Analisis Yuridis Penyidikan Tindak Pidana
Pornografi Berdasarkan UU No. 44 Tahun 2008, Jurnal Pembaharuan Hukum, Vol. 1, No. 2 Mei-
Agustus 2014, h. 172.
36
13
Wicipto Setiadi, Penegakan Hukum : Kontribusinya Bagi Pendidikan Hukum dalam
Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia (Law Enforcement: ITS: Contribution Legal
Education In The Of Human Resource Development), Jurnal Hukum Nasional, Vol. 1, No. 2 tahun
2018, h. 6.
37
a. Faktor undang-undang
Peraturan yang perlu disinkronisasi dan harmonisasi dalam peraturan
perundang-undangan terkait penegakan hukum agar tidak terjadi kerancuan
peraturan yang dapat menimbulkan penerapannya. Pada kondisi ini
banyaknya peraturan perundang-undangan yang tidak sinkron dengan
peraturan perundang-undangan lain sehingga dapat menimbulkan tumpang
tindih terhadap penegakannya.
b. Faktor penegakan hukum atau mentalitas Petugas
Dalam peraturan perundang-undangan sudah baik, akan tetapi pada
penegakan hukum kurang baik maka akan terjadinya gangguan pada sistem
penegakan hukum. Mentalitas petugas sangat berperan penting dalam kasus
yang terjadi, maka dapat mengakibatkan adanya suatu penyimpangan dalam
prosesnya entah karena jelek ataupun rendahnya peran para petugas.
Kejadian seperti ini dapat menjadi suatu faktor penentuan pada pelaksanaan
penegakan hukum.
c. Faktor fasilitas
Fasilitas untuk mendukung implementasi hukum pada peraturan
perundang-undangan yang sudah baik dan mentalitas penegakan cukup baik,
tetapi pada fasilitas dalam penegakan hukum belum efisien. Fasilitas
memang bukanlah menjadi satu-satunya faktor yang menentukan baik atau
buruknya penegakan hukum. Namun, pada kalangan penegak hukum sudah
mendapatkan fasilitas yang cukup memadai.
d. Faktor kesadaran hukum, kepatuhan hukum, dan perilaku masyarakat.
Pentingnya kesadaran hukum masyarakat, semakin tinggi kesadaran
hukum, kepatuhan hukum, dan perilaku masyarakat maka akan semakin
baik penegakan hukum, akan tetapi jika sebaliknya semakin rendah
kesadaran hukum, kepatuhan hukum, dan perilaku masyarakat maka
penegakan hukum akan sulit untuk ditegakkan dengan baik.
Dari permasalahan di atas sudah baik akan tetapi tidak diimbangi
dengan kesadaran hukum, kepatuhan hukum, dan perilaku masyarakat tidak
dilakukan, maka penegakan hukum tidak dijalankan dengan maksimal.
38
e. Faktor budaya
Pada faktor ini memiliki kebiasaan masyarakat dalam menanggapi
suatu masalah yang sering dianggap sebagai kebiasaan. Kebiasaan yang
sering terjadi pada kalangan masyarakat seperti masyarakat enggan
mengetahui adanya tindak pidana yang sedang berkaitan dengan
masalahnya, serta masyarakat cenderung tidak melaporkannya ke aparat
penegak hukum, hal ini disebabkan masyarakat telah menganggap
kebiasaan dan menjadi sebagai budaya di tengah masyarakat.
Secara etimologi pornografi terdapat dari Bahasa latin yang terdiri dari
dua kata yaitu pornos dan grafik. Pornos adalah suatu perbuatan tidak
bermoral, tidak senonoh atau cabul. Sedangkan grafi adalah gambar atau
39
Dalam ketentuan tindak pidana pornografi diatur pada pasal 282 KUHP
yang mana menjelaskan bahwa terdiri dari 3 (tiga) angka di mana setiap
angka memiliki beberapa bentuk tindak pidana pornografi. Angka (1)
menyiarkan, mempertunjukan, menempelkan, angka (2) membuat atau
memasukan ke dalam negeri, meneruskan, mengeluarkan, dari dalam negeri,
memiliki persediaan, angka (3) menawarkan, menunjukkan atau
menekankan pemberatan bentuk tindak pidana pornografi sengaja, di
antaranya apabila membuat dan melakukan kejahatan ini karena kebiasaan
dan mata pencaharian.15 Ketentuan dalam pasal 283 KUHP yaitu adanya
suatu bentuk perlindungan pada dampak negatif dalam pornografi bagi anak-
anak dibawah umur atau orang yang belum dewasa. Maka dari itu ketentuan
14
Adami Chazawi, Tindak Pidana Pornografi (Malang: Banyumedia Publishing, 2013), h.
8.
15
R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-komentarnya
Lengkap Pasal Demi Pasal, Politeria: 2004, Bogor.
40
dalam pasal 283 KUHP perlu adanya upaya perlindungan hukum bagi orang
yang belum dewasa agar terhindar dari tindak pidana porografi.
16
Alfitra, Afwan Faizin, dan Ali Mansur, “Modus Operandi Prostitusi Online dan
Perdagangan Manusia di Indonesia” (Jakarta: Wade Group, 2021), h. 55.
17
Hamza Hasan,Kejahatan Kesusilaan Perspektif Hukum Pidana Islam, (Makasar:
Universitas Alaudin, 2012), h. 31.
41
18
Arianty Anggraeny Mangareng, Efektivitas Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008
Tentang Pornografi Di Kota Makassar, Jurnal Meraja, Vol. 2, No. 2, Juni 2019, h. 32-33.
42
19
Cyntia Dewi, Neni Ruhaeni, dan Eka Juarsa.”Penegakan Hukum terhadap Tindak
Pidana Pornografi di Media Internet Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan Implementasinya terhadap Pemilik Situs
Pornografi di Indonesia”, Prosiding Ilmu Hukum, Vol. 5 No. 2 Tahun 2019, h. 796.
44
a. Pasal 27 Ayat (1) yaitu setiap orang telah dengan sengaja dan tanpa hak
mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat
diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen yang memiliki
muatan yang melanggar kesusilaan. Dalam Undang-Undang ini
melarang aktivitas yang melanggar norma asusila yang dilakukan
melalui media elektronik.
b. Pasal 33 yaitu tiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan
hukum melakukan tindakan apapun yang berakibat terganggunya sistem
elektronik dan/atau mengakibatkan sistem elektronik menjadi tidak
bekerja sebagaimana mestinya.
c. Pasal 34 Ayat (1) yaitu setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau
melawan hukum memproduksi, menjual, menggandakan untuk
digunakan, mengimpor, mendistribusikan, menyediakan, atau memiliki;
a) perangkat keras atau pun perangkat lunak komputer yang telah
dirancang atau secara khusus dikembangkan untuk memfasilitasi
perbuatan yang sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 sampai dengan
pasal 33, b) sandi melalui computer, kode akses, atau hal yang
sejenisnya dengan itu ditunjukkan agar sistem Elektronik menjadi dapat
diakses dengan tujuan memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 23 sampai dengan pasal 33.
d. Pasal 36 yaitu tiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan
hukum melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 27
sampai dengan pasal 34 yang mengakibatkan kerugian bagi orang lain.
e. Pasal 37 yaitu setiap orang dengan sengaja melakukan perbuatan yang
dilarang sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 sampai dengan pasal 36
di luar wilayah Indonesia terhadap sistem elektronik yang berada di
wilayah yuridiksi Indonesia.
f. Pasal 42 yaitu penyidikan terhadap tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang ini, dilakukan berdasarkan ketentuan
dalam Hukum Acara Pidana dan Ketentuan dalam Undang-Undang ini.
g. Pasal 45 Ayat (1) yaitu setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak
mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat
diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang
memiliki muatan yang melanggar kesusilaan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 27 angka (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6
(enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00,-
(satu miliar rupiah).
penjelasan di atas hal tersebut terdapat pasal pasal terkait dengan
penyebarluasan konten pornografi pada media sosial. Hadirnya Undang-
Undang ITE akan membuat masyarakat Indonesia yang memiliki
45
a. Kronologi Putusan
Perkara pidana Biasa di wilayah Pengadilan Negeri Tanah Grogot.
Dalam putusan ini nama terdakwa dirahasiakan, lahir di Wonosobo pada
tanggal 22 Agustus 1995, berumur 22 tahun, berjenis kelamin laki-laki,
beragama Islam, berkebangsaan Indonesia dan bertempat tinggal kab. Paser
Kalimantan Timur, dan memiliki pekerjaan swasta.
Terdakwa pada hari Rabu tanggal 17 Agustus 2021 sekitar pukul
11.12 wita bertempat di Mitra Teknologi Computer (MTC) di jalan Jend.
Sudirman no. 29 RT.04 RW.03 Kelurahan Tanah Grogot Kecamatan Tanah
Grogot kabupaten Paser Provinsi Kalimantan Timur “yang berwenang
memeriksa, dan mengadili, memproduksi, membuat, memperbanyak,
menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor,
menawarkan, memperjual belikan, menyewakan, atau menyediakan
pornografi, yang secara eksplisit memuat persenggamaan”.
Kejadian bermula pada hari Rabu tanggal 17 Agustus 2021 pukul
11.12 wita, Terdakwa mendapatkan video yang mempertontonkan sepasang
laki-laki dan perempuan tanpa busana berhubungan badan layaknya suami
istri pada saat Zoom Meeting dari kolom komentar akun Tiktok untuk nama
Tiktok yang terdakwa tidak ingat lagi dengan pasti, sebelum terdakwa
mendistribusikan video tersebut, dengan menggunakan hand phone merek
Samsung Galaxy A50s dengan nomor IMEI (Slot 1) 35204110870561 dan
IMEI (Slot 2) 352043110870569 dengan SIM Card +6282150287590,
sebelumnya terdakwa membuat cara/tutorial menonton video tersebut
dengan cara screen recording layar tambahkan kalimat “pak cepak cepak
cebum mari kita download, pak cepak cebum ini ya guys yang mau linknya,
46
b. Tuntutan Jaksa
Pada perkara penyebarluasan konten pornografi oleh terdakwa dituntut
oleh penuntut umum. Dengan dakwaan alternatif sebagai berikut :
20
Putusan Nomor 215/Pid.B/2021/PN.Tgt, h. 6-11.
48
f. Pertimbangan Hakim
Perkara Nomor 215/Pid.B/2021 PN Tanah Grogot terdakwa dalam hal
ini telah diajukan di muka persidangan berdasarkan surat dakwaan alternatif
yang diajukan penuntut umum, terdakwa didakwa dengan dakwaan
alternatif pertama sebagaimana diatur dalam pasal 45 ayat (1) jo pasal 27
ayat (1) Undang-Undang RI Nomor. 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas
Undang-Undang RI Nomor. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik, atau dakwaan alternatif kedua sebagaimana diatur
dalam pasal 29 jo pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008
tentang pornografi.
Tindakan yang telah dilakukan oleh hakim dalam perkara ini harus
dapat dibuktikan dan mempertimbangkan berdasarkan fakta-fakta hukum
yang terungkap di persidangan beserta dengan saksi-saksi, alat bukti yang
ada dengan menganalisisnya. Penuntut umum mendakwa terdakwa dengan
dakwaan alternatif sehingga majelis hakim akan memperhatikan fakta-fakta
hukum tersebut dan memilih langsung dakwaan alternatif kedua
sebagaimana diatur dalam pasal 29 jo pasal 4 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 44 Tahun 2008 tentang pornografi, yang unsur-unsurnya adalah
sebagai berikut :
a. Kronologi Kasus
Perkara pidana Biasa di wilayah Pengadilan Negeri Jember. Dalam
putusan ini nama terdakwa dirahasiakan, lahir di Manna- Bengkulu pada
tanggal 8 September 1991, berumur 27 tahun, berjenis kelamin laki-laki,
51
Terdakwa pada hari Sabtu tanggal 18 Agustus 2019 pukul 10.00 wib
di tempat kerja korban SAKSI KORBAN di kantor Koperasi PTPN X, Jalan
Raya Candijati km.10, Desa Candijati, kecamatan Arjasa, Kabupaten
Jember “telah dengan sengaja mendistribusikan dan/atau mentransmisikan
dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi dan/atau Dokumen
Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan”.
21
Putusan No. 387/Pid.B/2019/PN.Jmr, h. 5-8.
53
b. Tuntutan Jaksa
c. Pertimbangan hakim
Perkara Nomor 387/Pid.B/2019/PN.Jember terdakwa dalam hal ini
telah diajukan di muka persidangan berdasarkan surat dakwaan
alternatif yang diajukan penuntut umum, terdakwa didakwa dengan
dakwaan alternatif pertama sebagaimana diatur dalam pasal 29 Undang-
Undang No. 44 Tahun 2008 tentang pornografi, atau dakwaan alternatif
kedua sebagaimana diatur dalam pasal 45 ayat (1) Undang-Undang RI
Nomor. 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang RI
Nomor. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
55
Tindakan yang telah dilakukan oleh hakim dalam perkara ini harus
dapat dibuktikan dan mempertimbangkan berdasarkan fakta-fakta
hukum yang terungkap di persidangan beserta dengan alat bukti yang
ada dengan menganalisisnya. Penuntut umum mendakwa terdakwa
dengan dakwaan alternatif sehingga majelis hakim akan memperhatikan
fakta-fakta hukum tersebut dan memilih langsung dakwaan alternatif
kedua sebagimana diatur dalam pasal 45 ayat (1) Undang-Undang RI
No. 19 Tahun 2016 perubahan atas Undang-Undang RI No. 11 Tahun
2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang unsur-unsurnya
adalah sebagai berikut :
Pada perkembangan di era yang semakin maju dan sangat pesat, membuat
teknologi digital semakin di kenal oleh dunia, dengan pembaharuan terjadinya
keterpaduan atau konvergensi pada perkembangan teknologi informasi, media
dan telekomunikasi. Pada perkembangan teknologi digital membuat modus
operandi kejahatan kesusilaan selalu mengalami peningkatan dalam
perkembangannya, yang awalnya hanya sebatas perbuatan kesusilaan fisik
namun dengan perkembangnya kejahatan kesusilaan sekarang berkembang ke
arah non fisik seperti cybercrime yang terdiri dari cyberporn.
Modus operandi adalah suatu cara yang dilakukan oleh pelaku yang
dipakai oleh penjahat dalam melakukan kejahatannya. 1 Bahwa modus operandi
yang digunakan pelaku untuk menjalankan aksinya dengan cara melalui
teknologi informasi pada media sosial untuk mengancam korban dan pelaku
tidak akan nekat jika korban tidak melakukan perlawanan.
Selanjutnya, adapun bentuk kejahatan kesusilaan yang sering terjadi yaitu,
terkait dengan menggunakan media sosial sebagai alat untuk melakukan
aksinya. Media sosial yang sering kali disalahgunakan adalah media sosial
aplikasi facebook dan twitter. Dalam media sosial yang digunakan biasanya
pelaku memang dengan sengaja melakukan pada platform twitter untuk
menjadikan ladang uang yang dapat dari hasil menyebarluaskan konten
pornografi di media sosial ataupun untuk balas dendam kepada seseorang yang
menjadi sasarannya, perbuatan tersebut sudah termasuk tindakan pidana
1
Dirdjosisworo, Ruang Lingkup Kriminologi (Jakarta: Rajawali, 1984), h. 102
57
58
korban merasa yakin bahwa pelaku adalah seorang TNI, lalu pelaku
meminta korban untuk mengirimkan foto bugil korban dikirim melalui
LINE dengan membujuk rayu korban sehingga berjanji akan menikahi
korban. Setelah beberapa hari kemudian korban mengakui identitas
aslinya, setelah itu pelaku meminta sejumlah uang dan mengancam maka
akan menyebarluaskan foto-foto bugil korban yang hanya mengenakan
celana dalam dan BH. pelaku memposting foto-foto bugil korban di
facebook dengan modus operandi atas dasar pelaku mengancam korban
jika tidak memberikan uang kepada korban, maka terjadilah
penyebarluasan konten seksual berbentuk foto-foto tanpa izin dengan
tujuan untuk mengancam korban ketika korban tidak mau mengikuti
perintah pelaku untuk mengirimkan uang kepada pelaku dan menjelekkan
orang tersebut.
Dari dua kasus putusan modus operandi di atas jika dianalisis
menggunakan teori kausalitas adalah sebagai berikut :
Di internet sendiri banyak sekali media sosial yang sering kali
menyajikan konten pornografi berupa bentuk tulisan, foto, gambar, suara,
maupun video dengan unsur cabul dan kekerasan seksual. Dalam hal ini
oknum-oknum mempunyai banyak kesempatan dalam perkembangan
teknologi yang menyebabkan berbagai macam tindak pidana antara lain
seperti cyberporn dengan berbagai modus operandi diantaranya kasus yang
telah di putus melalui putusan yang telah dijelaskan di atas.
Terdapat dua kasus penyebarluasan konten pornografi di media sosial,
dapat disimpulkan bahwa pelaku melakukan tindak pidana penyebarluasan
disebabkan karena mereka mencari keuntungan secara pribadi dari
menyebarkan konten pornografi tersebut. Selain itu membuat penonton
menjadi penasaran untuk mengunduh menyaksikan video tersebut.
Dalam ajaran kausalitas untuk menentukan suatu hubungan antara sebab
dan akibat. Suatu peristiwa yang menjadi seringkali didahului oleh
tindakan (perbuatan) yang mana dengan terjadinya suatu peristiwa tindak
60
pidana adalah fokus dari ajaran kausalitas.2 Ada berbagai ajaran kausalitas
yang telah dipelajari di seluruh dunia. Yaitu teori-teori tersebut lahir
dikenal untuk menjawab pertanyaan yang sangat penting dalam hukum
pidana, dengan mencari peristiwa yang menjadi suatu akibat. Akibat yang
memenuhi unsur tindak pidana, khususnya delik material. Ajaran
kausalitas juga sebagai bentuk penyaring dari perbuatan-perbuatan yang
cocok sebagai penyebab, maka dari itu pentingnya untuk melihat sejauh
mana casual verband (hubungan sebab akibat) yang digunakan dalam
mendapatkan kebenaran.3
Ajaran kausalitas cukup dikenal di mana ajaran ini dibagi menjadi tiga
teori yaitu teori condittio sine qua non, teori individualisir, dan teori
generalisasi adalah sebagai berikut :
1. Teori condittio sine qua non
2
Ahmad Sofyan, “Ajaran Kausalitas Hukum Pidana” (Jakarta: Prenada Media Group,
2018), h. 17.
3
Ahmad Sofyan “Ajaran Kausalitas Hukum Pidana” (Jakarta: Predana Media Group,
2018), h. V- VII.
4
A. Zainal Abidin Farid, Hukum Pidana 1, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), h. 209.
61
pemilik foto bugil dan video seksual ada kemungkinan untuk dikenai
sanksi pidana karena pemilik foto dan video seksual berada dalam syarat
terjadinya suatu akibat berupa penyebarluasan konten pornografi.
5
Lhedrik Lienarto, Penerapan Asas Conditio Sine Qua Non Dalam Tindak Pidana Di
Indonesia, Vol. 5, No. 6, Agustus 2016, h. 35.
62
Teori ini pada dasarnya dianggap sebagai sebab dari fakta sebelum
delik terjadi (ante factum), adalah syarat yang pada umumnya dapat
dianggap sebagai sebab yang menjadikan akibat tersebut. Teori ini juga
yang mencari suatu faktor atau sebab yang berhubungan dengan akibat
dan dapat dinilai faktor mana yang akan menimbulkan suatu akibat,
seperti menurut pengalaman hidup biasa. Untuk mencari suatu faktor
penyebab tidak berdasarkan faktor sesudah peristiwa yang telah terjadi
beserta akibatnya, akan tetapi dapat berdasarkan pada pengalaman umum
manusia secara abstracto, dan tidak secara in concreto.6 Pada teori ini
dicari penyebab yang adequate akibat yang bersangkutan.
6
Ahmad Sofyan Ajaran Kausalitas dalam RUU- KUHP (Jakarta: Institute For Criminal Justice
Reform, 2016), h. 5.
63
7
Pasal 183 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
64
8
Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman.
9
Darin Nur Aini Muthaiah dan Mukhtar Zuhdy, “Pertimbanga Hakim Dalam
Memutus Perkara Tindak Pidana Pornografi” JIndonesian Journal Of Criminal Law And
Criminology, Vol. 2, No. 1 (Maret 2021), h. 47.
65
Berdasarkan uraian perkara di atas mengacu pada pasal 183 dan 184
KUHAP bahwasannya dalam menjatuhkan putusan hakim haruslah
mengacu pada dua alat bukti- bukti yang dihadirkan dipersidangan dan satu
keyakinan analisis Pertimbangan hakim.
10
Jalàl al-Dìn ‘Abd al-Rahmàn, al-Mashàlih al-Mursalah wa Makànatuhu fì al-
Tasyrì’, (Mesir: Matba’ah alSa’àdah, Cet. I, 1983), h. 13.
69
َ شةً َو
سا ٰٓ َء َسبِّي ًل ِّ َٱلزن َٰٓى ۖ إِّنَّ ۥه ُ َكانَ ف
َ اح ۟ َُو ََل ت َ ْق َرب
ِّ وا
Artinya : Dan janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya (zina)
itu adalah perbuatan fahisyah (keji) dan jalan terburuk.
Dibanding dengan keadaan yang meringankan terdakwa hanya
belaku sopan di dalam persidangan dan menyesali perbuatannya padahal
berlaku sopan itu tidak dapat menjadi acuan terdakwa sebagai keadaan
yang meringankan. Seharusnya semua orang termasuk terdakwa sudah
seharusnya berlaku sopan di dalam persidangan. Dengan ini tidak
seharusnya hakim menjatuhkan pidana penjara 10 (sepuluh) bulan
dengan ketentuan dalam pasal pasal 29 jo pasal 4 ayat (1) Undang-
Undang No. 44 Tahun 2008 tentang pornografi. Yang mana dalam
penjatuhan putusan perkara ini tidak membuat pelaku memiliki efek
jera, salah satu dari penerapan pemidanaan adalah untuk memberikan
efek jera kepada pelanggar hukum bukan semata-mata hanya
memberikan hukuman saja.
70
pornografi dan hakim secara sah dan meyakinkan bahwa pelaku melanggar
pasal 45 ayat (1) jo pasal 27 ayat (1) UU RI No. 19 Tahun 2016 tentang
perubahan atas Undang-Undang RI Nomor. 11 Tahun 2008 tetang Informasi
dan Transaksi Elektronik dan pidana penjara 1 (satu ) tahun 10 (sepuluh)
bulan dan denda Rp. 300.000,- (tiga ratus ribu rupiah) dengan ketentuan jika
tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan Selama 1 (satu) bulan.
Oleh karena itu, dalam analisis penulis hakim memutuskan perkara No.
387/Pid.B/2019/PN.Jmr ini menggunakan Pertimbangan yuridis, sosiologis,
dan filosofis yang berdasarkan sebagai berikut, yaitu:
a. Menurut Aspek Yuridis, dalam perkara No. 387/Pid.B/2019/PN.Jmr ini
putusan hakim yang menyatakan terdakwa bersalah telah melakukan
tindak pidana menurut penulis kurang sesuai, karena hukuman pidana
yang dijatuhkan pidana penjara 1 (satu) tahun dan 10 (sepuluh) bulan dan
denda sejumlah Rp. 300.000,- (tiga ratus ribu rupiah) itu belum
mempertimbangkan hak-hak korban secara proporsional. Dalam pasal 45
ayat (1) jo pasal 27 ayat (1) UU RI No. 19 Tahun 2016 tentang perubahan
atas Undang-Undang RI Nomor. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik dijelaskan “bahwa setiap orang dengan sengaja dan
tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentansmisikan dan/atau membuat
dapat diaksesnya informasi elektroni dan/atau dokumen elektronik yang
memiliki muatan yang melanggar kesusilaan dan dapat diancam pidana
penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp.
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Pada dasarnya penyebarluasan
konten pornografi merupakan hal yang sangat membahayakan
masyarakat, pada perkara No. 387/Pid.B/2019/PN.Jmr ini menilai
perbuatan pelaku sudah membahayakan masyarakat dan perbuatan
pelaku sudah mengakibatkan korban merasa malu dan terhina akibat
perbuatan pelaku. Terakhir putusan pelaku di pidana penjara selama 1
(satu) tahun dan 10 (sepuluh) bulan dan denda sejumlah Rp. 300.000,
(tiga ratus ribu rupiah).
75
hakim tidak seharusnya memutus perkara pada pelaku 1 (satu) tahun dan
10 (sepuluh) bulan dan denda Rp. 300.000 (tiga ratus ribu rupiah) tetapi
pada perkara ini seharusnya diupayakan ancaman pidana dan denda harus
proporsional dan profesional dengan memperhatikan nilai dan norma
dalam masyarakat agar tidak ada lagi yang melanggar UU ITE.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
79
80
B. Saran
Alfitra, Afwan Faizin, dan Ali Mansur, “Modus Operandi Prostitusi Online
dan Perdagangan Manusia di Indonesia”, Jakarta: Wade Group,
2021.
81
82
Rasyid Ariman dan Fahmi Maghib, Hukum Pidana, Malang: Setara Press,
2016.
2. Peraturan PerUndang-Undangan
Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi.
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2008.
3. Jurnal
Arianty Anggraeny Mangareng, Efektivitas Undang-Undang Nomor 44
Tahun 2008 Tentang Pornografi Di Kota Makassar, Jurnal Meraja,
Vol. 2, No. 2, Juni 2019.
Darin Nur Aini Muthaiah dan Mukhtar Zuhdy, “Pertimbanga Hakim Dalam
Memutus Perkara Tindak Pidana Pornografi” Indonesian Journal Of
Criminal Law And Criminology, Vol. 2, No. 1, Maret 2021.
Lhedrik Lienarto, Penerapan Asas Conditio Sine Qua Non Dalam Tindak
Pidana Di Indonesia, Vol. 5, No. 6, Agustus 2016.
4. Putusan
Putusan PN Tanah Grogot No. 215/Pid.B/PN.Tgt.
Putusan PN Jember No. 387/Pid.B/PN.Jmr.
5. Skripsi
Lutfhiah Attamimi Skripsi, “Pengaturan Cyberporn dalam Persfektif
Hukum Pidana dan Hukum Pidana Islam”. S1 Fakultas Hukum
Universitas Islam Indonesia : 2018.
6. Artikel
Hasil Survei Indeks Literasi Digital Nasional 2020, Akses Internet Makin
Terjangkau, https://m.kominfo.go.id/content/detail/30928/siaran-
pers-no-149hmkominfo112020-tentang-hasil-survei-indeks- literasi-
digital-nasional-2020-akses-internet-makin terjangkau/0/siaran_pers
(Diakses pada tanggal 21 November 2021, pukul 14.40 WIB)