Anda di halaman 1dari 92

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PENYEBARLUASAN KONTEN

PORNOGRAFI DI APLIKASI MEDIA SOSIAL FACEBOOK DAN


TWITTER Studi Putusan Nomor: 215/Pid.B/2021 PN.Tgt

SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Disusun Oleh :

ALYSSA KHIFDHIYANI JAYA PUTRI


NIM : 11180480000021

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1444 H / 2022 M
“PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PENYEBARLUASAN KONTEN
PORNOGRAFI DI APLIKASI MEDIA SOSIAL FACEBOOK DAN
TWITTER Studi putusan Nomor : 215/Pid.B/2021 PN.Tgt

SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh


Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh :
Alyssa Khifdhiyani Jaya Putri
NIM : 11180480000021

Di Bawah Bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Alfitra, S.H., M.Hum. Mara Sutan Rambe, S.H.I., M.H.


NIP. 19720203 200701 1 034 NIP. 19850524 202012 1 006

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM


UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1444 H/ 2022 M

i
LEMBAR PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Alyssa Khifdhiyani Jaya Putri

NIM : 11180480000021

Program Studi : Ilmu Hukum

Alamat : jl. Terusan Haji Nawi Malik No. 73 Pondok Petir, Kec.
Bojongsari, Kota Depok.

Email : alyssakhifdhiyani11@gmail.com

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk memenuhi salah
satu syarat memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S-1) di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika kemudian hari saya terbukti hasil karya saya bukan hasil karya asli saya
atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Jakarta, 11 Juli 2022

Alyssa Khifdhiyani Jaya Putri


NIM. 11180480000021

ii
ABSTRAK
ALYSSA KHIFDHIYANI JAYA PUTRI, NIM 11180480000021,
“PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PENYEBARLUASAN KONTEN
PORNOGRAFI DI MEDIA SOSIAL APLIKASI FACEBOOK DAN
TWITTER (Studi putusan Nomor : 215/Pid.B/2021 PN.Tgt)”. Konsentrasi
Praktisi Hukum, Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1443 H/2022 M.
Studi ini menjelaskan permasalahan mengenai penegakan hukum terhadap
penyebarluasan konten pornografi. Sebagaimana pasal-pasal yang terdapat dalam
Undang-Undang Nomor. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dan Undang-Undang
Nomor. 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Studi
permasalahan ini bertujuan untuk mengetahui bentuk-bentuk tindak pidana pelaku
penyebarluasan pornografi di media sosial dengan modus operandi serta dapat
menganalisa pertimbangan hakim dalam memutus perkara tindak pidana
penyebarluasan konten pornografi di media sosial facebook dan twitter, pidana yang
dijatuhkan bagi pelaku belum sesuai dengan peraturan berlaku dalam putusan
pengadilan tanah grogot No. 215/Pid.B/2021/PN.Tgt dan putusan pengadilan
jember No. 387/Pid.B/2019/PN.Jmr. metode penelitian ini menggunakan jenis
penelitian normatif dengan menggunakan bahan-bahan kepustakaan seperti buku,
Undang-Undang, jurnal, artikel, dan yang lainnya sebagai objek kajian pendekatan
kasus (Case approach) dan pendekatan perundang-undangan (Statute approach).
Hasil penelitian menunjukan bahwa dalam perkara No.
215/Pid.B/2021/PN.Tgt dan No. 387/Pid.B/2019/PN.Jmr pelaku yang melakukan
penyebarluasan konten pornografi menggunakan modus operandi untuk
melancarkan aksinya yang dianalisis menggunakan teori kausalitas untuk
mengetahui sebab dan akibat dari modus operandi tersebut. Putusan hakim dalam
menjatuhkan tindak pidana terhadap pelaku penyebarluasan konten pornografi pada
dua perkara ini belum sesuai sehingga dapat dilihat dari tiga aspek yaitu yuridis,
sosiologis, dan filosofis.
Kata Kunci : Penegakan Hukum, Pornografi, dan Modus Operandi.
Pembimbing Skripsi : 1. Dr. Alfitra, S.H., M.Hum.
2. Mara Sutan Rambe, S.H.I., M.H.
Daftar Pustaka : Tahun 1984 sampai Tahun 2021

iii
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-nya serta selalu memberikan kemudahan dan kelancaran bagi penulis
sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan skripsi ini dengan baik, yang
berjudul “PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PENYEBARLUASAN
KONTEN PORNOGRAFI DI MEDIA SOSIAL APLIKASI FACEBOOK DAN
TWITTER (Studi putusan Nomor : 215/Pid.B/2021 PN.Tgt)”. Shalawat serta salam
tidak lupa penulis curahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW beserta
keluarga, kerabat, dan sahabatnya.

Selanjutnya, dalam penyusunan skripsi yang telah dilakukan penulis,


penulis merasakan banyak mendapatkan bimbingan, dan bantuan dari berbagai
pihak, sehingga pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada yang terhormat :

1. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., M.H., M.A. Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta jajarannya.
2. Dr. Muhammad Ali Hanafiah Selian, S.H., M.H. Ketua Program Studi Ilmu
Hukum dan Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum. Sekretaris Program Studi Ilmu
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. Alfitra, S.H., M.Hum. dan Mara Sutan Rambe, S.H., M.H. Dosen
Pembimbing peneliti yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan
bimbingan kepada peneliti sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.
4. Drs. Noryamin Aini, M.A. Dosen Penasehat Akademik peneliti yang selalu
memberikan nasihat dan sangat sabar dalam membimbing peneliti selama
menempuh masa perkuliahan terutama pada saat melakukan penyusunan
proposal skripsi.
5. Kepada Pusat Perpustakaan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta dan Kepala Urusan Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum yang

iv
memfasilitasi peneliti untuk mengadakan studi kepustakaan guna
menyelesaikan skripsi ini.
6. Tersayang dan yang tercinta yaitu kedua orang tua Bapak Dr. Khalimi, S.E.,
S.H., M.M., M.H. dan Ibu Zulaeva yang sangat saya cintai yang telah mendidik,
menyayangi dan memberikan yang terbaik untuk saya, yang tiada henti-
hentinya memberikan dukungan kepada saya baik secara moril maupun materil,
yang selalu mendoakan, serta memberikan semangat kepada saya.
7. Semua pihak anang, gita, fardib, lisa, elia, alya, tiara, dan neng terimakasih telah
membantu saya dalam menyelesaikan skripsi ini, terimakasih sebesar-besarnya
atas semua bantuan, dukungan, dan yang selalu menghibur saya saat saya sudah
mulai lelah dalam proses pembuatan skripsi ini.
8. Last but not least, I wanna thank me, I wanna thank me for believing in me, I
wanna thank me for doing all this hard work, I wanna thank me for heaving no
days off, I wanna thank me for never quitting, I wanna thank me for just being
me all time.
Penulis dalam hal ini menyadari bahwa dalam penelitian skripsi saya masih
banyak terdapat kekurangan dan perbaikan. Namun, penulis berharap agar karya
ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi orang yang membacanya. Kritik serta
saran sangat peneliti harapkan guna memperbaiki dan menyempurnakan karya
ilmiah saya agar dapat berguna untuk masa yang akan datang. Sekian dan terima
kasih.

Jakarta, 03 Juli 2022

Alyssa Khifdhiyani Jaya Putri

v
DAFTAR ISI

PERSETUJUAN DOSEN. ........................................................................................i

LEMBAR PERNYATAAN .................................................................................... ii

ABSTRAK ............................................................................................................ iii

KATA PENGANTAR ............................................................................................iv

DAFTAR ISI ...........................................................................................................vi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ...........................................................................1

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah ..................................8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................... 10

D. Metode Penelitian .................................................................................. 11

E. Sistematika Pembahasan ........................................................................ 13

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA


PENYEBARLUASAN KONTEN PORNOGRAFI

A. Kerangka Konseptual ............................................................................. 15

B. Kerangka Teori ...................................................................................... 18

C. Tinjauan (Review) Studi Terdahulu ....................................................... 24

BAB III TINDAK PIDANA PENYEBARLUASAN KONTEN


PORNOGRAFI DI APLIKASI MEDIA SOSIAL FACEBOOK DAN
TWITTER

A. Tindak Pidana Penyebarluasan Konten Pornografi ................................ 28

vi
B. Tindak pidana penyebarluasan konten pornografi di media sosial ......... 38

C. Deskripsi Putusan Penyebarluasan Konten Pornografi di Media Sosial . 45

BAB IV SANKSI HUKUM BAGI PELAKU PENYEBARLUASAN KONTEN


PORNOGRAFI DI MEDIA SOSIAL APLIKASI FACEBOOK DAN
TWITTER

A. Modus Operandi Tindak Pidana Terhadap Penyebarluasan Konten


Pornografi di Media Sosial ..................................................................... 57

B. Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Sanksi Terhadap


Penyebarluasan Konten Pornografi Di Media Sosial .............................. 63

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................................ 79

B. Saran ...................................................................................................... 80

Daftar Pustaka ........................................................................................................ 81

vii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pornografi (Cyberporn) atau biasa disebut pornografi yang dilakukan


secara online melalui jejaring internet merupakan bentuk kejahatan dunia
maya yang seharusnya cukup diwaspadai oleh masyarakat Indonesia. Tindak
kejahatan cyberporn dapat berpengaruh pada pola pikir manusia yang
mengakibatkan kerusakan moral dan keperibadian masyarakat sehingga
mengancam kehidupan dan tatanan sosial. Namun pada kenyataannya,
penyebaran pornografi pada aplikasi facebook dan twitter semakin tinggi
penyebarannya dikalangan anak-anak, remaja sampai dengan dewasa. Hal ini
yang membuat perkembangan tindak kejahatan pornografi, seperti kasus
asusila, pelecehan seksual, pencabulan, dan pemerkosaan menjadi semakin
meningkat.

Pornografi memang suatu hal yang sangat kompleks tidak dapat


berdiri sendiri, melainkan kumpulan dari beberapa hal masalah tentang
pornografi bukan hanya masalah pemerintah dan negara saja, melainkan
menyangkut kehidupan masyarakat. Hal ini dengan banyaknya aksi-aksi
kejahatan seksualitas yang terjadi, sebagian besar dari motifnya adalah akibat
konsumsi dari pornografi, baik dari media social, video atau audio.1 Menurut
data yang didapatkan dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia atau
APJII, Menurut juru bicara kementerian kominfo, Dedi Permadi menyatakan
ada 196,71 juta pengguna internet di Indonesia atau sekitar 73,7% dari total
penduduk. Dimana menunjukan adanya lompatan pengguna internet dan
media sosial di Indonesia sebagai bangsa yang intensif menggunakan ruang
digital. Masyarakat semakin intensif menggunakan teknologi digital ini yang
merupakan sumber informasi serta alat berinteraksi sosial yang mudah, serta

1
Isnaini Enik, Penanggulangan tindak Pidana Pornografi Dalam Media Sosial,
Jurnal Independent, Vol, 2, No 2 1014 (28 Desember 2021), h.25.

1
2

ada tantangan luar biasa yang juga sedang dihadapi saat ini, salah satu
diantaranya konten pornografi (Cyberporn).2

Tindak kriminalitas pornografi (cyberporn) atau biasa disebut


pornografi yang dilakukan secara online melalui jejaring internet merupakan
sasaran untuk melakukan kejahatan penyebaran konten Pornografi di media
sosial. Unsur-unsur muatan pornografi pada media sosial sangat banyak
disajikan secara bebas oleh pengguna atau oknum yang tidak
bertanggungjawab dalam media sosial hanya karena untuk memperoleh
kepuasaan pribadi tanpa memikirkan betapa bahayanya bagi pengguna yang
lain. Penyebaran pornografi di media sosial menjadi mudah didapatkan dari
situs porno media sosial facebook dan twitter konten tersebut terdapat dari
konten pornografi lokal maupun impor.

Berdasarkan statistik pengendalian konten internet negatif hingga 21


September 2021, Kementerian Komunikasi dan Informatika telah menangani
2.624.750 konten negatif dengan konten pornografi mencapai 1.096.395.
untuk penanganan konten media social twitter yakni sebanyak 1.035.245
konten, kemudian facebook, instagram dan whattsapp (39.501 konten),
platform media social berada di urutan teratas. Selanjutnya ada juga file
sharing Telegram (1.501), google dan youtube (7.021), michat (165), tiktok
(162), dan line (22) Tercatat sejak 2018 hingga 21 September 2021, ada
568.843 konten twitter yang telah diblokir kominfo.3 Namun pada
kenyataannya, dengan adanya pemblokiran konten negatif di internet dan di
media sosial memberi kesempatan pada pelaku penyebar konten pornografi

2
Hasil Survei Indeks Literasi Digital Nasional 2020, Akses Internet Makin
Terjangkau, https://m.kominfo.go.id/content/detail/30928/siaran-pers-no-
149hmkominfo112020-tentang-hasil-survei-indeks- literasi-digital-nasional-2020-akses-
internet-makin-terjangkau/0/siaran_pers (Diakses pada tanggal 21 November 2021, pukul
14.40 WIB)
3
KOMPAS.com, Kemenkominfo Putus Akses Terhadap 2,6 juta Terbanyak
Pornografi, diakses dari
https://nasional.kompas.com/read/2021/09/22/17231611/kemenkominfo-putus-akses-
terhadap-26-juta-konten- negatif-terbanyak , pada tanggal 28 Desember 2021 pukul 13.03.
3

untuk berhatihati agar tidak dapat di blokir kembali.

Di Indonesia sendiri banyak terjadi kasus penyebaran konten


pornografi (Cyberporn) yang telah diperankan oleh public figure maupun
masyarakat biasa. Aksi penyebaran video seks disebarkan di berbagai aplikasi
antara lainnya adalah facebook dan twitter aplikasi tersebutcukup terkenal di
kalangan anak-anak, remaja sampai kalangan dewasa, tidak sedikit yang tahu
tentang aplikasi tersebut. Sehingga aplikasi-aplikasi ini disalahgunakan oleh
oknum yang tidak bertanggungjawab untuk menyebarkan video seks maupun
foto-foto yang tidak senonoh. Muatan pornografi sendiri berupa eksploitasi
dan komersialisasi seks yang berupa penggambaran ketelanjangan baik
sebagian maupun seluruhnya, pengumbaran gerakan-gerakan pengumbaran
aktivitas seksual sosok perempuan, remaja, maupun anak-anak yang hadir
dalam produk media komunikasi, media massa, dan atau pertunjukan.4

Hal ini tentunya akan berdampak buruk bagi setiap pengguna tersebut
adalah sikap dan mental bagi para pengkonsumsi yang mungkin saja akan
melakukan tindakan atau pelanggaran asusila yang ada pada Pasal 1 ayat (1)
Undang-Undang No 44 Tahun 2008 tentang pornografi yang berbunyi :

“Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, animasi, foto, tulisan,


suara, bunyi, gambar gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai
bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang
memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan
dalam masyarakat”.
Adapula sanksi bagi penyebarluasan konten pornografi dalam pasal 4
ayat (1) huruf a Undang-Undang Pornografi melarang setiap orang
memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan,
menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjual belikan,
menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit memuat:

4
R. Syailendra Moody, Perlindungan Data Pribadi Terhadap Tindakan Penyebaran
Sex Tape Menurut HukumPositif Di Indonesia, Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan
Seni, Vol. 5 No. 2, (Oktober 2021), h.441.
4

1. Persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang,


2. Kekerasan seksual
3. Mastrubasi atau onani
4. Ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan,
5. Alat kelamin, atau
6. Pornografi anak.
Berdasarkan pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008
tentang Pornografi, maka dikenakan sanksi berdasarkan pasal 29 Undang-
Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang pornografi, dengan ancaman pidana
penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 12 (dua belas) tahun
dan/ atau pidana denda paling sedikit Rp. 250.000.000,- (dua ratus lima puluh
juta rupiah) dan paling banyak Rp. 6.000.000.000,- (enam miliar rupiah),5
Selain berpotensi melanggar Undang-Undang pornografi konten asusila
tersebut pada aplikasi facebook dan twitter juga melanggar Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 11
Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Pada pasal
45 yang berbunyi:6

“setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan


dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi
elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang
melanggar kesusilaan”. Bagi yang melanggar pasal di atas dapat di pidana
dengan pidana paling lama 6 tahun dan/ atau pidana denda paling banyak
Rp.1.000.000.000,- (satu miliar rupiah).
Tindak kejahatan pornografi dengan adanya internet yang membuat
penyebarluasan pornografi semakin mudah sehingga para pelaku tidak perlu
bertemu langsung dengan para peminat pornografi di facebook dan twitter.
Konten pornografi sangat mudah didapatkan dan begitu cepat menyebar
melalui link ataupun research sehingga masyarakat mudah untuk dapat
menyaksikan konten asusila tersebut.

5
Undang-Undang No. 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi.
6
Undang-Undang No. 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
5

Terjadi banyak polemik, terkait perkembangan sosial media ini terus


menerus berkembang sesuai dengan berkembangnya kebutuhan masyarakat.
Sehingga hal ini tentunya sangat menimbulkan dampak baik maupun buruk.
Semakin berkembangnya sosial media yang dapat memudahkan komunikasi
yang saat ini tentunya mengundang timbulnya berbagai macam modus
operandi dalam terjadinya kejahatan tindak pidana, hal tersebut menjadi
tindak pidana sisi gelap dari perkembangan teknologi berbagai kejahatan yang
dilakukan seperti atas dasar sakit hati lantaran tidak direstui oleh orang tua
pihak perempuan dan mengakibatkan tersebarnya penyebaran konten
pornografi di media sosial. dimana oknum dengan sengaja menyebarluaskan
video maupun foto dengan motif eksploitasi seksual, tanpa persetujuan atau
bahkan revenge porn atau penyebaran konten privasi berbasis dendam,
ataupun sengaja menyebarkan konten porno yang sedang ramai di sosial
media yang hanya ingin mencari keuntungan terhadap sosial media yang
digunakan oleh pelaku tersebut. Modus operandi terhadap penyebarluasan
konten pornografi di aplikasi facebook dan twitter tentunya berwenang untuk
mewujudkan hukum dengan cara bertindak seperti apa penegakan hukum
yang dilakukan aparat penegak hukum dalam mencapai tujuan tertentu.
Terutama untuk mengetahui modus operandi dan hukuman untuk pelaku
penyebarluas konten pornografi di aplikasi facebook dan twitter.

Contoh kasus penyebarluasan konten pornografi di aplikasi twitter,


terdakwa telah terbukti secara sah melakukan tindak pidana
“menyebarluaskan pornografi yang secara eksplisit memuat persenggamaan”
sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 29 jo pasal 4 ayat (1)
huruf a Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang pornografi divonis
10 bulan, berawal terdakwa mendapatkan video yang mempertontonkan
sepasang laki-laki dan perempuan tanpa busana berhubungan badan layaknya
suami istri pada zoom meeting dari kolom komentar akun tiktok, lalu terdakwa
membuka video tersebut menggunakan aplikasi uc browser kemudian linknya
terdakwa salin dengan maksud untuk distribusikan melalui akun youtube dan
twitternya, terdakwa memang sengaja melakukan perbuatannya dengan
6

sengaja dan memanfaatkan untuk menarik keuntungan pribadi.7

Kasus serupa tentang kasus menyebarluaskan konten pornografi di


aplikasi facebook, terdakwa awalnya sakit hati lantaran telah diabaikan oleh
korban yang sudah tidak mau mengirim uang kepada terdakwa lagi, sehingga
terdakwa membuat akun facebook dengan nama akun “account korban1” dan
“account korban2” dengan profil berupa foto korban yang hanya
mengenakan BH dan celana dalam dan lalu mengunggah foto-foto telanjang
korban sebanyak 3 (tiga) buah foto berada di beranda facebook, terdakwa
melampiaskan sakit hatinya dengan menyebarluaskan foto-foto tersebut
melalui media sosial facebook. Dan terdakwa yang akhirnya telah terbukti
secara sah melakukan tindak pidana “dengan sengaja dan tanpa hak
mendistribusikan dan/ atau mentransmisikan dan/ atau membuat dapat
diakses informasi elektronik dan/ atau dokumen elektronik yang memiliki
muatan yang melanggar kesusilaan” sebagaimana diatur dan diancam pidana
dalam pasal 45 angka (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang
perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang informasi dan
transaksi elektronik divonis 1 tahun 10 bulan dan denda sejumlah Rp.
300.000,- (tiga ratus ribu rupiah). Perbuatannya dilakukan dengan sengaja
lantaran terdakwa yang sakit hati lantaran telah diabaikan oleh korban yang
sudah tidak mau lagi mengirim uang kepada terdakwa lagi.8

Perbuatan yang dilakukan ini kedua putusan di atas secara umum


dikenal dengan perbuatan melanggar Undang-Undang Pornografi dan
Undang-Undang Informasi Transaksi Elektronik karena menyebarluaskan
materi yang melanggar kesusilaan. Adapun bahwa kebijakan hukum pidana
yang khususnya penyebar konten pornografi di media sosial, di putusan
pertama pelaku dikenakan sanksi yang berdasarkan Undang-Undang Nomor

7
Putusan Pengadilan, Putusan Pengadilan Negeri Tanah Grogot No.
215/Pid.B/2021/PN Tgt, tanggal 8 November 2021.
8
Putusan Pengadilan, Putusan Pengadilan Negeri Jember No. 387/Pid.B/2019/PN Jmr,
tanggal 21 Mei 2019.
7

44 Tahun 2008 tentang Pornografi dan putusan kedua pelaku dikenakan


sanksi berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik. Hal ini tentu menunjukan bahwa sistem perumusan
pada sanksi pidana pelaku penyebar konten pornografi di media sosial dapat
dikenakan sanksi yang berlapis berupa Undang-Undang Nomor 44 Tahun
2008 tentang Pornografi dan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang
Informasi Transaksi dan Elektronik. Padahal kejahatan yang dilakukan pelaku
penyebar konten porno tersebut tergolong berbahaya, karena perbuatan yang
dilakukan sangat merugikan orang lain dan dapat merusak akal pikiran, dan
merusak mental pengguna aplikasi tersebut. Tindakan tersebut yang
memanfaatkan kesempatan yang ada seharusnya bisa menjadi alasan bagi
hakim untuk memberatkan hukuman hingga maksimal bagi penyebar konten
pornografi di sosial media yang akan berdampak buruk bagi pengguna lain.

Terkait dengan ringannya vonis hukuman bagi penyebar konten


pornografi, menjadi hal yang lumrah bagi pengguna yang lain, pasalnya
orang-orang masih dengan mudah dan bebas menyebarluaskan konten-
konten porno yang memang penegakan hukum bagi pelaku penyebar tidak
begitu maksimal. Ringannya pidana yang diputuskan hakim melalui
putusannya dinilai tidak memberi dampak nyata pada penekanan
penyebarluasan konten pornografi. Selain itu, ringannya pidana dinilai tidak
sesuai karena selain berdampak luas pada masyarakat terutama pengguna
media sosial, pelaku tindak kejahatan pornografi yang dilakukannya tersebut
dilakukan secara sadar dengan memanfaatkan keadaan.

Dari paparan di atas, keputusan yang diambil dalam 2 (dua) kasus


tersebut harus adil dan proporsional tidak semata-mata dilakukan untuk
perbandingan hukum tetapi juga untuk mengetahui faktor lain seperti modus
operandi yang telah dilakukan pelaku untuk menyebarluaskan konten
pornografi. Perlakukan hukum yang dilakukan pelaku penyebaran konten
pornografi, lebih dapat ditekankan dengan upaya melalui tindakan yang perlu
diketahui seperti modus operandi dalam penyebarluasan konten pornografi.
8

Berdasarkan fenomena yang telah disebutkan di atas, bagaimana penegakan


hukum di Indonesia yang dilakukan oleh para penegak hukum untuk menjerat
pelaku penyebarluasan konten pornografi di facebook dan twitter sebagai
kejahatan yang belum efektif di Indonesia. Oleh karena itu kajian terhadap
masalah ini dapat dijelaskan secara akademik terhadap polemik hukuman
bagi pelaku penyebaran konten pornografi.

Karenanya, peneliti menilai perlu mengadakan penelitian lebih lanjut


untuk menggali, dan menjelaskan lebih rinci terhadap modus operandi
penyebarluasan pornografi dan pertimbangan hakim pada konten pornografi
di aplikasi facebook dan twitter Di sini peneliti akan melakukan penelitian
skripsi yang berjudul dengan pokok masalah “Penegakan hukum terhadap
penyebarluasan konten pornografi di aplikasi sosial media facebook dan
twitter”.

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, tema pokok penelitian perlu di
pahami dengan baik, dan detail. Berikut isu penelitian yang terkait
dengan tema di atas sebagai berikut:

a. Kurangnya penegakan hukum.

b. Minimnya pengetahuan masyarakat terhadap kegiatan asusila

c. Secara teknis konten- konten pornografi masih bisa di akses

d. Kurangnya adanya pengawasan.

e. Video porno memberikan dampak buruk.

f. Timbulnya tindakan asusila terhadap penyebar konten porno yang


merugikan pengguna lain

g. Hukuman untuk menjerat pelaku penyebarluasan konten pornografi


di facebook dan twitter sebagai kejahatan yang belum efektif di
9

Indonesia.

2. Pembatasan Masalah

Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan di latar belakang,


dalam penelitian ini, peneliti ingin membuat pembatasan yang mengacu
pada isu kasus yang terfokus Penegakan hukum terhadap penyebarluasan
konten pornografi di aplikasi facebook dan twitter. Untuk itu, peneliti
membuat batasan-batasan sebagai berikut :

a. Bahasan skripsi ini hanya difokuskan pada bagaimana modus


operandi dalam kasus penyebarluasan konten pornografi di aplikasi
facebook dan twitter.

b. Bahasan skripsi ini hanya berfokus pada Bagaimana pertimbangan


hakim dalam menjatuhkan sanksi terhadap penyebarluasan konten
pornografi di aplikasi media sosial facebook dan twitter dalam
putusan Nomor: 215/Pid.B/2021 PN Tgt dan putusan Nomor:
387/Pid.B/2019 PN Jmr.

3. Perumusan Masalah
Masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah “Penegakan
hukum terhadap penyebarluasan konten pornografi di aplikasi facebook
dan twitter” peneliti ingin mengetahui bagaimana modus operandi dan
bagaimana hukuman bagi pelaku penyebarluasan konten pornografi.
Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah yang telah
dilakukan, maka muncul dua pertanyaan penelitian sebagai berikut:

a. Bagaimana modus operandi dalam kasus penyebarluasan konten


pornografi di aplikasi media sosial facebook dan twitter?

b. Bagaimana pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi terhadap


penyebarluasan konten pornografi di aplikasi media sosial facebook
dan twitter dalam putusan Nomor: 215/Pid.B/2021 PN Tgt dan
putusan Nomor: 387/Pid.B/2019 PN Jmr?
10

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dirumuskan, maka
tujuan peneliti melakukan penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui dan memahami modus operandi terhadap
penyebarluasan konten pornografi di aplikasi facebook dan twitter

b. Untuk mengetahui dan memahami pertimbangan hakim dalam


menjatuhkan sanksi terhadap penyebarluasan konten pornografi di
aplikasi media sosial facebook dan twitter dalam putusan Nomor:
215/Pid.B/2021 PN Tgt dan putusan Nomor: 387/Pid.B/2019 PN Jmr

2. Manfaat Penelitian
a. Secara teoritis

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan berguna sebagai landasan,


acuan dalam kajian keilmuan khususnya ilmu hukum pidana khusus
di bidang praktisi hukum. Penelitian ini juga bisa menjadi sumber
penelitian dan pengetahuan hukum bagi kalangan akademisi,
mahasiswa bagi yang berminat untuk memperdalam ilmunya
mengenai penegakan hukum terhadap penyebarluasan konten
pornografi di media sosial.

b. Secara praktis

Secara praktis, penelitian ini berharap bermanfaat dan bisa menjadi


salah satu bahan sebagai pengetahuan pemecahan masalah dalam
penyebab serta dasar pertimbangan hakim dan modus operandi
penyebarluasan konten pornografi di media sosial terutama pornografi
yang melalui aplikasi facebook dan twitter. Selain itu, lebih lanjut
manfaat penelitian bagi masyarakat dapat memberikan informasi
bagaimana agar tidak terjerumus dan kecanduan terhadap pornografi
di media sosial.
11

D. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang akan digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini
adalah penelitian Normatif. Artinya, penelitian ini dilakukan dengan cara
meneliti bahan pustaka atau data sekunder.9

Menurut Peter Mahmud Marzuki, penelitian hukum normatif


adalah di mana proses untuk menemukan suatu aturan hukum, prinsip-
prinsip hukum, maupun doktrin- doktrin hukum untuk membantu
menjawab suatu isu hukum yang sedang ditemui.10

2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan oleh peneliti yaitu pendekatan
perundang-undangan (statute approach), dan pendekatan kasus (Case
approach) yaitu pendekatan (statute approach) digunakan karena peneliti
berusaha untuk menganalisis peraturan perundang-undangan yang
digunakan sebagai fokus pada penelitian. Dengan pendekatan (Case
approach) digunakan karena peneliti akan menelaah terhadap kasus-kasus
yang berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah menjadi putusan
pengadilan yang mempunyai kekuatan yang tetap.

3. Data yang dibutuhkan


Data yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah
salinan Putusan Nomor 387/Pid.B/2019/PN.Jmr dan salinan Putusan
Nomor 215/Pid.B/2021/PN.Tgt berisikan informasi terkait dengan kasus
tindak pidana penyebar konten pornografi di aplikasi facebook dan twitter.

4. Sumber Data
Sumber data penelitian ini berasal dari informasi tersebut di

9
Soerjono Soekanto & Sri Mudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan
Singkat, PT. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003, h.13
10
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada, 2010),
h.35
12

kelompokkan menjadi dua jenis sumber data yaitu sumber data primer
dan sekunder:

a. Sumber data primer penelitian ini berasal dari:

1) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang pornografi,


Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik (UU ITE).

2) Putusan Nomor 387/Pid.B/2019/PN.Jmr dan Putusan Nomor


215/Pid.B/2021/PN.Tgt.

b. Sumber data sekunder yang digunakan adalah data didapatkan dari


peraturan perUndang-Undangan, literatur buku referensi,
pandangan para ahli dalam bentuk dokumen yang berkaitan dengan
penelitian, artikel, dan sumber lain dalam bentuk cetak maupun
elektronik yang dapat mendukung data primer.11

5. Metode Pengumpulan Data


Metode pengumpulan data yang digunakan untuk memenuhi
kebutuhan data sekunder dan primer adalah menggunakan metode studi
dokumen dikarenakan akan menganalisis bahan data yang diambil dari dokumen
putusan pengadilan Putusan Nomor 387/Pid.B/2019/PN.Jmr dan salinan Putusan
Nomor 215/Pid.B/2021/PN.Tgt. serta menggunakan metode library research,
Metode ini dilakukan dengan cara membaca, mengutip, dan mengolah dari
peraturan perundang-undangan, literatur buku, artikel internet, dan bacaan
lain yang dapat membantu memenuhikebutuhan data penelitian.

6. Teknik Pengolahan Data


Teknik pengolahan data yang peneliti gunakan yaitu
menggabungkan bahan hukum primer, sekunder, dan tersier secara

11
Amirudin, H. Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 2010), h.119
13

sistematis agar dapat menjawab pertanyaan dari rumusan masalah yang


akan peneliti rumuskan yang kemudian digambarkan secara deskriptif.

7. Metode Analisis Data


Analisis data dalam penelitian ini dilakukan menggunakan metode
deskriptif. Metode deskriptif merupakan memaparkan serta menjabarkan
data yang telah diperoleh dalam bentuk narasi yang peneliti tulis dengan
secara ringkas, tentang Putusan Pengadilan Negeri Nomor
387/Pid.B/2019/PN.Jmr dan salinan Putusan Nomor
215/Pid.B/2021/PN.Tgt.

8. Teknik Penulisan
Teknik penulisan yang digunakan mengacu pada “Pedoman
Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta” yang diterbitkan pada tahun 2017.

E. Sistematika Pembahasan

Untuk menjelaskan isi skripsi secara menyeluruh, sistematika, dan


terstruktur maka skripsi ini disusun menjadi lima bab sebagai berikut :

BAB Pertama, bab ini berisi mengenai uraian pendahuluan yang


terdiri latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah,
tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, serta sistematika penulisan.

BAB Kedua, bab ini berisi tentang kajian pustaka, yaitu kajian
mengenai teoritis dan kajianyang berkaitan dengan hasil penelitian terdahulu
yang menjelaskan terkait persamaan dan perbedaan antara kajian terdahulu.
Kemudian dilanjutkan dengan pembahasan mengenai kerangka konseptual
dan kerangka teori yang digunakan dalampembahasan skripsi

BAB Ketiga, bab ini penulis akan membahas tentang tinjauan tindak
pidana penyebarluasan konten pornografi di aplikasi facebook dan twitter
terkait undang-undang tentang pornografi dan undang-undang tentang
informasi dan transaksi elektronik (UU ITE), serta duduk perkara
14

berdasarkan putusan Nomor: 215/Pid.B/2021 PN.Tgt dan Putusan Nomor:


387/Pid.B/2019 PN Jmr.

BAB Keempat, bab ini berisi mengenai modus operandi dan


pertimbangan hakim terhadap sanksi tindak pidana penyebarluasan konten
pornografi di aplikasi facebook dan berdasarkan putusan Nomor:
215/Pid.B/2021 PN.Tgt dan Putusan Nomor: 387/Pid.B/2019 PN Jmr.

BAB Kelima, bab ini merupakan akhir dan penutup skripsi, yang
berisi kesimpulan serta saran terkait permasalahan penelitian yang diteliti
penulis.
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA
PENYEBARLUASAN KONTEN PORNOGRAFI

A. Kerangka Konseptual

1. Modus Operandi
Banyak cara yang dilakukan oleh para pelaku kejahatan untuk
mendapatkan korbannya dengan mudah. Dalam kasus penyebarluasan
konten pornografi diaplikasi facebook dan twitter para pelaku biasanya
menggunakan modus operandi dalam menyebarkan konten tersebut
dengan sengaja disebarkan agar masyarakat dapat bebas menonton dan
melihat video tersebut yang sedang ramai di media sosial. Istilah modus
operandi adalah cara seseorang atau kelompok penjahat dengan melakukan
atau menjalankan suatu rencana kejahatannya. 1
Modus operandi berasal dari Bahasa latin yang artinya prosedur
atau cara bagaimana seseorang melakukan suatu hal yang negatif
menggunakan motif-motif tertentu agar suatu modusnya berjalan dengan
lancar. Pada umumnya modus operandi motifnya sangat berbeda-beda
tergantung pada sasaran yang akan digunakan sebagai perbuatan
kejahatan. Dalam pandangan hukum penjahat atau pelaku kejahatan adalah
seseorang yang dianggap telah melanggar suatu kaidah atau pun norma-
norma hukum dan perlu dijatuhi hukuman yang setimpal atas
perbuatannya.

2. Cyber Pornography
Istilah cyber pornography atau biasa disebut dengan konten
pornografi online merupakan pornografi di internet dalam bentuk
informasi, gambar, foto, video yang berisi mengenai pornografi yang
dimuat secara digital, salah satunya melalui jejaring internet yang tersebar

1
Dirdjosisworo, Ruang Lingkup Kriminal, Jakarta. Rajawali, 1984, h. 20.

15
16

karena itu begitu mudahnya menemukan link konten pornografi. Kegiatan


yang dapat dilakukan dengan membuat, memasang, menonton,
mendistribusikan dan menyebarkan konten pornografi.2 Semua kejahatan
tersebut adalah bentuk-bentuk perbuatan yang bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan, baik melawan hukum secara materiil
maupun formil.
Definisi Pornografi yang diatur secara khusus dalam pasal 1 ayat
(1) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi yang
berbunyi:
“pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan,suara,
bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh ataupun
pesan lainnya melalui berbagai suatu bentuk pada media sosial atau
pertunjukan umum, yang memuat kegiatan seksual, pencabulan, atau
eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat”.
Sementara belakangan istilah tersebut yang digunakan untuk
dipublikasi segala sesuatu yang berhubungan dengan seksualitas, kegiatan
seperti ini dianggap tidak bermoral apabila perbuatannya hanya
menyajikan konsumsi yang mengangkat rangsangan seksual.

3. Media Social
Media sosial merupakan sarana yang digunakan oleh orang-orang
untukberinteraksi satu sama lain dengan cara menciptakan, berbagi, serta
bertukar informasi yang menggambarkan macam-macam teknologi.
Menurut Van Dijk bahwa “media sosial adalah platform media
yang memfokuskan pada eksistensi pengguna yang memfasilitasi mereka
dalam beraktivitas maupun berkolaborasi, karena itu media sosial dapat
dilihat sebagai medium (fasilisator) online yang menguatkan hubungan
antar pengguna sekaligus sebuah ikatan sosial”.
Pengertian media sosial merupakan media online sangat
bermanfaat untuk sebagai sarana pergaulan dalam pergaulan sosial di

2
Nugraha Eka Putra, Kejahatan Tanpa Korban dalam Kejahatan Cyberporn, Jurnal
Cakrawala Hukum, Vol.6, No. 1 Juni 2015, h.3
17

dunia internet (online). Media sosial juga merupakan sarana informasi


yang memudahkan kita agar dapat berkomunikasi, berinteraksi, berbagi,
networking, dan sebagainya tanpa adanya kita saling bertemu terlebih
dahulu. Media sosial yang berteknologi ini berbasis website atau aplikasi
yang dapat mengubah komunikasi kepada bentuk dialog interaktif. Ada
beberapa contoh media sosial yang seling kali digunakan oleh masyarakat
untuk berinteraksi sehari-hari adalah Facebook, Twitter, Instagram,
YouTube, WhatsApp dan lain sebagainya.

4. Aplikasi facebook dan twitter


Aplikasi merupakan program yang dibuat untuk melakukan
pekerjaan khusus yang diperintahkan oleh pengguna atau perangkat lunak
yang dibuat untuk mempermudah penggunanya. Jadi, aplikasi twitter
adalah suatu program jejaring internet yang hadir pada tanggal 26 maret
2006 oleh Jack Dorsey oleh perusahaan Odeo, yang kemudian berubah
menjadi Twitter.com. Twitter menjadi salah satu situs yang paling sering
dikunjungi di internet. Aplikasi twitter dimanfaatkan dan bertujuan untuk
berbagai macam keperluan dalam berbagai aspek, dan dapat
mempermudah para penggunanya dalammelakukan fitur research dimana
penggunanya dapat menemukan apapun yangakan dicari oleh pengguna.
Aplikasi facebook adalah sebuah layanan jejaring internet dan situs
web yang hadir pada februari 2004 oleh Mark Zuckerberg bersama teman
sekamarnya yang sama-sama mahasiswa ilmu komputer bernama Eduardo
Saverin, Dustin Moskovitz dan Chris Hughes. Facebook juga sama halnya
dengan aplikasi-aplikasi yang lain, yang merupakan media sosial yang
dibutuhkan banyak orang karena dapat mengakses dengan cepat dan
mudah bagi penggunanya untuk saling berkomunikasi antar kota maupun
antar dunia, tidak hanya untuk berkomunikasi melainkan dapat membuka
mata dunia akan sebuah dunia baru, interaksi baru, marketplace baru, dan
jejaring internet baru yang tanpa batas.
Data statistik pengguna facebook di indonesia berada di urutan
18

peringkat kedua dengan 33 juta pengguna. Facebook juga memiliki


pengguna aktif bulanan sebanyak 2,7 miliar pengguna per 25 januari
2021.3

B. Kerangka Teori

1. Teori Penegakan Hukum Pidana


Menurut Soejono Soekanto, secara konsepsional, maka inti dari
penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-
nilai yang dijabarkan di dalam kaidah-kaidah yang baik untuk
menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian pergaulan
hidup.4 Penegakan hukum memiliki proses atau upaya untuk melakukan
tegaknya suatu aturan yang berfungsi untuk norma-norma yang berlaku
secara nyata sebagai pedoman dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara.
Teori penegakan hukum menurut Joseph Goldstein, adalah suatu
penegakan hukum yang membedakan menjadi tiga, yaitu :
a. Konsep penegakan hukum bersifat total (Total enforcement)
merupakan ruang lingkup pada hukum pidana yang sebagaimana telah
dirumuskan pada hukum pidana substantif. Namun total enforcement
tidak dilakukan sepenuhnya karena adanya suatu aturan yang
membatasi penegak hukum merupakan aturan yang ketat ada pada
hukum acara pidana, merupakan adanya aturan-aturan penangkapan,
penahanan, penyitaan, dan sebagainya. Dimana ruang lingkup
penegakan hukum acara pidana substantif yang disebut sebagai area of
no enforcement. Setelah total enforcement dikurangi dengan area of no
enforcement.

3
Ziveria Mira, Pemanfaatan Media Sosial Facebook sebagai Sarana Efektif
Pendukung Kegiatan Perkuliahan di Program Studi Sistem Informasi, Jurnal Sains dan
Teknologi, Vol.4, No.2, 2017, h. 172
4
Soejono Soekanto, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum,
Jakarta: Rajawali, 1983, h.24
19

b. Konsep penegakan hukum bersifat aktual (Full enforcement) yaitu para


penegak hukum yang menegakan hukumnya secara maksimal dan
terus dianggap harapannya tidak realistis karena adanya suatu
keterbatasan pada bentuk waktu, personil, financial dalam penyidikan
dan sebagainya.
c. Konsep penegakan hukum bersifat aktual (Actual enforcement)
merupakan ada pada penegakan hukum, di mana penegakan hukum
harus diliat secara realistis, sehinga pada penegakan hukum yang akan
dijalankan harus secara aktual dan tidak dapat dihindari karena
keterbatasan-keterbatasan tertentu, sekalipun untuk pemantauan secara
terpadu dan dapat memberikan arahan yang positif. 5
Sebelumnya pada permasalahan penegakan hukum terhadap tindak
pidana ringan terdapat beberapa di antaranya mendatangkan reaksi yang
cukup tidak puas dari beberapa kalangan masyarakat, dimana keadilan
yang dapat dianggap tidak proporsional. Sehingga seharusnya dilihat
berdasarkan secara fakta dan tidak terlepas dari fenomena yang nyata di
dalam masyarakat.
Pengertian penegakan hukum dapat pula ditinjau dari sudut
objeknya, yaitu dari segi hukumnya. Pengertian yang mencakup makna
luas dan sempit. Dalam arti luas, penegakan hukum mencakup nilai-nilai
keadilan yang tertera di dalamnya yaitu aturan formal maupun nilai-nilai
keadilan yang hidup dalam masyarakat. Sedangkan dalam arti sempit,
penegakan hukum hanya menyangkut penegakan formal dan tertulis saja.
Oleh karena itu, yang dimaksud dengan penegakan hukum merupakan
upaya yang dilakukan untuk dijadikan hukum, baik dalam arti sempit
maupun arti yang luas. Sebagai pedoman dalam perilaku setiap perbuatan
hukum, oleh para pelaku yang bersangkutan maupun aparatur penegak
hukum untuk menjamin fungsi dan norma-norma hukum yang berlaku

5
Y. Ambeg Pratama, Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Menurut Undang-
Undang dalam Perspektif Restoratif Justice, Jurnal Penelitian Hukum, Vol. 16, No. 3
September 2016, h. 341.
20

dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.6


Penegakan hukum juga merupakan proses upaya yang
dilakukannya aparat penegak hukum yang bertindak untuk menegakkan
hukum dengan cara mencegah, menemukan pelaku kejahatan yang pada
hakikatnya berbicara tentang bagaimana aparat penegak hukum bertujuan
untuk menciptakan perdamaian, mempertahankan ketertiban dan keadilan
bagi kepentingan masyarakat. Dan bagaimana penegak hukum melakukan
suatu aturan-aturan seperti penangkapan, penahanan, penyitaan, dan
melakukan penegakan hukum secara maksimal untuk mencapai tujuan
yang dapat dikehendaki secara efektif, maka dari itu suatu keberhasilan
yang para penegak hukum selalu mensyaratkan dan berfungsi pada semua
komponen.
Teori penegakan hukum ini dalam penelitian digunakan bertujuan
untuk adanya upaya penegakan hukum yang proporsional agar tidak marak
lagi kegiatan penyebarluasan konten pornografi di media sosial yang
merugikan diri sendiri maupun masyarakat yang lain.

2. Teori Kausalitas
Secara etimologi, kausalitas atau causaliteit berasal dari kata
“cause” bahasa latin salah satu istilah dari bahasa hukum romawi yaitu
dari maksa sebab, alasan, dan penyebab suatu sebab adalah penyebab dari
suatu yang disebabkan. Dan kata “kausal” dalam bahasa hukum dapat
diartikan dengan suatu alasan atau dasar hukum; atau sebab akibat yang
dapat menimbulkan sesuatu kejadian yang berhubungan dengan tindak
pidana.7
Dalam ilmu hukum pidana menurut Barda Nawawi arief
menjelaskan ajaran kausalitas dimaksudkan untuk menentukan suatu

6
Jimly Asshidiqie, Agenda Pembangunan Hukum Nasional di Abad Globalisasi, Cet.I,
Balai Pustaka, Jakarta, 1998, h.93
7
Muh. Nizar, Amiruddin, Lalu Sabardi, Ajaran Kausalitas dalam Penegakan Hukum
Pidana, Jurnal.ipts, Vol.7 No.1 Edisi Januari 2019, h.187.
21

hubungan objektif antara perbuatan manusia yang dengan akibatnya tidak


dapat dikehendaki undang-undang. Ajaran ini adalah pada dasarnya adalah
untuk menentukan faktor-faktor penyebab utama suatu peristiwa yang
mengakibatkan terjadinya tindak kejahatan yang dilakukan. Tindakan
tersebut dapat dimintai pertanggungjawaban pidana dan siapa yang dapat
dimintai pertanggungjawabanatas suatu perbuatan hukumnya. Oleh karena
itu, perlu adanya sudut pandang dan kajian mengenai peristiwa tindak
pidana yang dapat dianalisis dari beberapa faktor penyebabnya dan
disesuaikan dengan alat bukti yang ada untuk menjadi acuan mengenai
peristiwa tindak pidana tersebut.8
Teori kausalitas disini digunakan untuk mengetahui dan
menganalisis suatu putusan pengadilan yang dijatuhkan oleh hakim dan
modus operandi terhadap terdakwa dalam kasus ini, suatu uraian yang
lebih terfokus seperti pada ajaran kausalitas menurutnya pada ajaran ini
menyebutkan bahwa ada dua sisi dalam ajaran kausalitas, yaitu ajaran
kausalitas subjektif dan ajaran kausalitas objektif. Dimana ajaran
kausalitas subjektif adalah mencari suatu hubungan kausal antara orang-
orang yang telah melakukan suatu perbuatan dengan perbuatannya yang
melanggar aturan. Sedangkan ajaran kausalitas objektif adalah hubungan
dengan perbuatan dan akibat.

3. Teori Hukum Maqashid Syari’ah


Secara etimologi maqashid syari’ah merupakan istilah dari dua
kata yaitu al-maqashid dan al-syari’ah. Maqashid adalah bentuk jama’
dari maqashid yang berarti tujuan, sedangkan syari’ah adalah hukum-
hukum Allah yang telah ditetapkan untuk umat manusia agar dipedomani
untuk mencapai suatu kebahagiaan hidup di dunia maupun di akhirat.
Kata maqashid adalah sesuatu yang dilakukan untuk mencapai

8
Ahmad Sofian, Ajaran Kausalitas Hukum Pidana, (Jakarta: Prenada Media Group,
2018), h. 140.
22

dengan penuh pertimbangan untuk mencapai sesuatu yang dapat


membawa seseorang kepada jalan yang lurus, dan kebenaran yang akan
didapatkan setelah kita meyakini dan serta mengamalkan. Untuk
mendapatkan sesuatu yang dituju maka diharapkan menyelesaikan
masalah yang sedang dihadapi. Sedangkan, kata al syari’ah adalah
petunjuk yang jelas yang ditunjukan kepada Allah dalam kehidupan setiap
muslim seperti keselamatan, kemajuannya baik di dunia maupun di
akhirat.9
Teori hukum maqashid al-syari’ah merupakan sesuatu yang perlu
di pahami oleh mujtahid yang telah melakukan ijtihad. Dimana teori
maqashid al-syari’ah adalah untuk mewujudkan suatu kebaikan sekaligus
untuk menghindarkan dari keburukan, atau menarik manfaat dan menolak
madharat. Tujuan syari’at ini adalah untuk kemaslahatan semua hamba di
dunia dan di akhirat. Dimana semuanya adil, semuanya berisi rahmat, dan
semuanya mengandung hikmah. Setiap masalah yang menyimpang dari
keadilan, rahmat, maslahah bukanlah suatu syari’at.10
Bedasarkan tingkat kepentingannya, maqashid syariah dapat
dibagi menjadi dharurat, hajiyat, dan tahsiniyat. Menurut Al- Ghazali
merupakan maslahat yang menjamin terjaganya tujuan-tujuan seperti
tujuan memelihara agama, memelihara jiwa, memelihara akal, memelihara
harta, dan memelihara nasab. Berikut 5 (lima) pembagian maqashid
syariah adalah:
1. Memelihara agama
Dalam syariat islam pada dasarnya diturunkan untuk menjaga
eksistensi semua agama, baik agama yang masih berlaku adalah agama
yang telah dibawa oleh Nabi Muhammad SAW, ataupun agama agama
yang sebelumnya. Menjaga atau memelihara agama ada dasarnya
memiliki tiga peringkat : (1) memelihara agama dalam peringkat

9
Busyro, Maqashid Al-Syari’ah Pengantar Mendasar Memahami Maslahah, Edisi
pertama, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2019), h.9.
10
Ghofar Shidiq, Teori Maqashid Al-syariah Dalam Hukum Islam, Sultan Agung, Vol.
XLIV No. 118, Juni-Agustus 2009, h. 119.
23

dharuriyyat, dimana dalam memelihara dan melaksanakan kewajiban


keagamaan masuk peringkat seperti melaksanakan shalat lima waktu.
(2) memelihara agama dalam peringkat hajiyat, di mana dalam
melaksanakan ketentuan agama yaitu dengan menghindari kesulitan
seperti shalat jamak dan qashar. (3) memelihara dalam tahsiniyat yaitu
sebagai petunjuk agama untuk menjunjung tinggi martabat manusia,
dan melengkapi pelaksanaan kewajiban seseorang terhadap Allah
SWT, dengan menutup aurat baik di dalam maupun diluar.
2. Memelihara jiwa
Di dalam syariat islam masyarakat sangat menghargai nyawa
seseorang bukan hanya jiwa umat yang beragama islam tetapi jiwa
orang-orang kafir atau orang jahat. Di mana dalam memelihara jiwa
memiliki ancaman hukuma qishas bagi seseorang menghilangkan
nyawa orang lain.
3. Memelihara akal
Memelihara akal dalam syariat islam sangat menghargai akal manusia,
sehingga diharamkanlah manusia meminum minuman keras agar tidak
mabuk dan dapat menjaga akal pikiran.
4. Memelihara nasab atau keturunan
Di dalam syariat ini sangat pnting untuk menjaga keturunan, di mana
dalam hal ini tidak hanya menjaga berupa pakaian dan minuman tetapi
juga perlu adanya perlindungan atas harkat dan martabat seseorang,
apabila penyebarluasan konten pornografi yang dapat menjadikan
perbuatan pelecehan seksual dan memakan korban perempuan yang
sudah pubertas maka akan ada kemungkinan perempuan tersebut bisa
hamil hal tersebut bisa mempengaruhi eksistensi keturunan dalam anak
yang dikandung perempuan tersebut. Maka sesungguhnya Allah telah
melarang umatnya dan mengharamkan suatu perbuatan perzinaan.
5. Memelihara harta
24

Dalam syariat islam sangat penting memelihara harta, di mana


menghargai harta milik seseorang dan larangan mengambil harta orang
lain dengan cara tidak sah.

C. Tinjauan (Review) Studi Terdahulu

Tinjauan kajian terdahulu adalah membandingkan penelitian


terdahulu yang telah ditulis peneliti dengan skripsi atau karya tulis ilmiah
milik orang lain dengan tema yang sama berkenaan dengan fokus
penelitian, di antaranya adalah :
1. Skripsi
a. Ditulis oleh Raymond Caesar Perangin 11
Skripsi ini membahas tentang terjadinya tindak pidana pornografi
melalui aplikasi media sosial twitter dari pelaku maupun dari luar
pelaku serta kurang tegasnya hukum yang berlaku. Persamaan yang
dimiliki adalah keduanya membahas tentang tindak pidana pornografi
melalui aplikasi media sosial twitter. sedangkan perbedaannya antara
studi terdahulu dan penelitian yang sedang diteliti oleh penulis yaitu
bahwa penelitian tersebut berfokus pada masalah penelitian pihak yang
ditekankan dalam penelitian ini hanyalah pada aplikasi twitter yang
membahas tentang tinjauan kriminologi tindak pidana pornografi
melalui aplikasi media sosial yang banyaknya konten pornografi yang
tersebar. Sedangkan penelitian ini berfokus pada aplikasi facebook dan
twitter tentang bagaimana membahas tentang mengenai modus operandi
dan seperti apa pertimbangan hakim terhadap penyebarluasan konten
pornografi di aplikasi facebook dan twitter.
b. Skripsi ditulis oleh Ranny Delita Kasih 12

11
Raymond Caesar Perangin Angin Skripsi, “Tinjauan kriminologi tindak pidana
pornografi melalui aplikasi media social Twitter”. (S1 Fakultas Hukum Universitas
Sriwijaya : 2021), h. 6.
12
Ranny Delita Kasih Skripsi, “pertanggungjawaban pidana para pihak dalam
penyebaran konten cyberporn melalui twitter”. (S1 Fakultas Hukum Universitas Islam
Indonesia : 2020), h. 8.
25

Skripsi ini membahas tentang bagaimana pertanggungjawaban


pidana terhadap para pihak yang terkait menyebarkan penyebaran
cyberporn melalui twitter. Persamaan yang dimiliki adalah keduanya
membahas tentang modus operandi penyebaran cyberporn melalui
sosial media twitter, sedangkan perbedaan pada studi terdahulu dengan
penelitian yang sedang diteliti oleh penulis yaitu bahwa pada studi
terdahulu tersebut berfokus pada masalah pertanggungjawaban pidana
terkait para pihak yang melakukan penyebaran cyberporn media sosial
twitter. Sedangkan penelitian ini berfokus pada penelitian penulis
pembahasan mengenai membahas tentang mengenai modus operandi
dan seperti apa pertimbangan hakim terhadap penyebarluasan konten
pornografi di aplikasi facebook dan twitter.
c. Skripsi ditulis oleh Lutfhiah Attamimi.13
Skripsi ini membahas tentang pengaturan cyberporn dalam
perspektif hukum pidana islam. Persamaan yang dimiliki kedua sama
sama membahas tentang cyberporn, sedangkan perbedaan pada studi
terdahulu dengan penelitian yang sedang diteliti yaitu pada studi
terdahulu membahas tentang peraturan cyberporn dalam perspektif
hukum pidana dan hukum pidana islam, sedangkan pada penelitian ini
membahas mengenai membahas tentang mengenai modus operandi dan
seperti apa pertimbangan hakim terhadap penyebarluasan konten
pornografi di aplikasi facebook dan twitter.
2. Buku
a. Buku ini ditulis oleh Dwi Haryadi.14
Buku dengan penelitian yang sedang penulis teliti mempunyai
persamaan, pada keduanya mempunyai persamaan yang membahas
terkait dengan cyberporn. Sedangkan, perbedaan pada buku ini dan

13
Lutfhiah Attamimi Skripsi, “Pengaturan Cyberporn dalam Persfektif Hukum
Pidana dan Hukum Pidana Islam”. (S1 Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia :
2018), h. 5.
14
Dwi Haryadi Buku, “Kebijakan Integral Penanggulangan Cyberporn di
Indonesia” (Semarang: VLima, 2012), h. 11.
26

penelitian yang sedang penulis teliti adalah terletak pada fokus


pembahasannya, di mana pada buku ini membahas secara keseluruhan
terkait kebijakan kriminal, upaya penanggulangan kejahatan meliputi
integral antara kebijakan penal dan non penal serta terkait Undang-
Undang Pornografi dan Undang-Undang Informasi dan Transaksi
Elektronik. Sedangkan pada penelitian ini membahas membahas
tentang mengenai modus operandi dan seperti apa pertimbangan hakim
terhadap penyebarluasan konten pornografi di aplikasi facebook dan
twitter.
3. Artikel Jurnal
a. Jurnal ini ditulis oleh Ferry Irawan Febriansyah. 15
Jurnal dengan penelitian yang sedang penulis teliti mempunyai
persamaan, persamaan pada keduanya membahas aspek cyberporn di
internet yang selalu menjadi problem Undang-Undang pornografi
seperti sejauh mana efektivitas Undang-Undang pornografi.
Sedangkan, perbedaan antara jurnal ini dan penelitian penulis adalah
jurnal ini membahas tindak pidana pornografi pada situs internet
ditinjau dari Undang-Undang Pornografi serta peran aktif Undang-
Undang Pornografi dalam menjerat kejahatan cyberporn pada situs
internet. Sedangkan penelitian ini membahas tentang mengenai modus
operandi dan seperti apa pertimbangan hakim terhadap penyebarluasan
konten pornografi di aplikasi facebook dan twitter.
b. Jurnal ini ditulis oleh Rey Fadli Irsyad. 16
Jurnal dengan penelitian yang sedang penulis teliti mempunyai
persamaan pada keduanya membahas tentang penanganan penyebaran
cyberporn. Sedangkan perbedaan pada jurnal ini dan penelitian penulis

15
Ferry Irawan Febriansyah Jurnal, “Tindak Pidana Cyberporn dalam Kajian
Yuridis Undang-Undang Pornografi” (Fakultas Hukum, Universitas Muhammadiyah
Ponorogo) Vol 22, No.3, 2017, h. 215.
16
Rey Fadli Irsyad Jurnal, “Kebijakan Hukum Pidana dalam Penanganan
Penyebaran ceyberporn di Ponorogo” (Fakultas Hukum Universitas Surakarta), Vol.5,
No.1 : 2021, h. 16.
27

adalah jurnal ini membahas kebijakan hukum dalam upaya


penanggulangan cyberporn diponorogo, pada penelitian ini membahas
penanganan modus operandi dan pertimbangan hakim terhadap
penyebarluasan konten pornografi di media sosial.
BAB III
TINDAK PIDANA PENYEBARLUASAN KONTEN PORNOGRAFI DI
APLIKASI MEDIA SOSIAL FACEBOOK DAN TWITTER

A. Tindak Pidana Penyebarluasan Konten Pornografi

1. Pengertian Tindak Pidana


Tindak pidana berasal dari terjemahan Bahasa belanda yang disebut istilah
strafbaar feit atau delict yang berasal dari Bahasa Latin delictum. Strafbaar feit
terdiri dari tiga kata, yaitu straf, baar, dan feit, secara harfiah, kata “straf”
berarti pidana, “baar” berarti dapat atau boleh dan “feit” berarti perbuatan,
peristiwa, dan pelanggaran. Oleh karena itu, istilah strafbaar feit dapat diartikan
sebagai suatu peristiwa yang dapat di pidana atau perbuatannya dapat dipidana.1
Menurut D. Simons tindak pidana merupakan suatu peristiwa atau suatu
perbuatan manusia yang melanggar hukum, dan diancam dengan pidana yang
dilakukan oleh seseorang yang dapat diminta mempertanggungjawabkan
perbuatannya dan dapat dipersalahkan pada pelaku tindak pidana.
Menurut definisi di atas, terdapat ada beberapa syarat untuk menentukan
perbuatan sebagai tindak pidana, sebagai berikut :
a. Adanya perbuatan
b. Perbuatan bertentangan dengan hukum
c. Perbuatan tersebut dilarang oleh Undang-Undang dan diancam dengan
pidana
d. Perbuatan tindak pidana dilakukan oleh orang yang dapat dipertanggung
jawabkan, dan
e. Perbuatan tindak pidana tersebut harus dipertanggungjawabkan. 2

Menurut Van Hamel tindak pidana (strafbaar feit) adalah suatu perbuatan
seseorang (menselijke gedraging) yang terdapat dalam Undang-Undang (wet), yang

1
Adami Chazawi, “Pelajaran Hukum Pidana Bagian I”, (Jakarta: Rajawali Pres, 2011),
h. 69.
2
Rasyid Ariman dan Fahmi Maghib, Hukum Pidana, (Malang: Setara Press, 2016), h. 60.

28
29

bersifat melawan hukum dan patut untuk dipidana (strafwaardig) yang dilakukan
atas dasar kesalahan seseorang tersebut.3

Selain itu ada juga rumusan tindak pidana yang dikemukakan oleh J.E.
Jonkers yang memberikan definisi strafbaar feit menjadi dua pengertian, adalah
sebagai berikut:

a. Pada definisi pendek memberikan pengertian strafbaar feit merupakan


suatu tindak pidana yang dapat diancam pidana oleh Undang-Undang.
b. Dan definisi ini memberikan definisi yang lebih mendalam, pengertian
strafbaar feit merupakan suatu tindakan yang melawan hukum yang
dilakukan dengan sengaja, atau oleh orang yang dapat dipertanggungjawab
atas perbuatan melanggar hukum dan siap untuk dijatuhi hukuman.4

Dapat diartikan menurut definisi pendek ini pada hakikatnya menjelaskan


bahwa tindak pidana dapat dan harus didasarkan pada Undang-Undang yang
berlaku. Sedangkan definisi yang lebih mendalam menjelaskan bahwa tindak
pidana sendiri memiliki kefokusan dari sifat melawan atau melanggar hukum dan
bertanggungjawab merupakan pada unsur-unsur yang telah ditetapkan secara tegas
dalam melakukan penanganan dan penegakan hukumnya.

2. Unsur-unsur Tindak Pidana


Unsur-unsur tindak pidana setidak-tidaknya dapat dibedakan dari dua sudut
pandang yang berbeda, dimana yang pertama dari sudut pandang teoritis yaitu
berdasarkan pendapat para ahli hukum, dan yang kedua dari sudut pandang
Undang-Undang yaitu suatu kenyataan tindak pidana yang dirumuskan menjadi
tindak pidana berupa pasal-pasal dalam Undang-Undang yang berlaku.5

Berdasarkan setiap tindak pidana harus mempunyai unsur-unsur nyata dari


perbuatan, kelakuan dan sebab akibat yang ditimbulkannya. 6 Di dalam tindak

3
Moeljatno, Azas-azas Hukum Pidana, (Jakarta: Bina Aksara), h. 56.
4
Ishaq, Hukum Pidana, (Depok: PT Raja Grafindo Persada, 2019), h. 75.
5
Adam Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana II, (Rajawali Pres, Jakarta, 2002), h.78.
6
Moeljatno, Asas-Asas Pidana,(Jakarta: Rineka Cipta, 2008), h. 64.
30

pidana terdapat mengenai unsur-unsur yang dapat dijelaskan, antara lain :

a. Unsur objektif
Unsur ini adalah unsur yang berhubungan dengan keadaan, dimana keadaan
dari pelaku harus dapat dilakukan seperti :
1) melawan hukum
2) Kausalitas terhadap pelaku
3) Kausalitas yang berhubungan dengan tindakan yang disebabkan oleh
kenyataan sebagai akibatnya.
b. Unsur subjektif
Unsur subjektif bisa dikatakan dapat mempunyai keterikatan dalam segala
sesuatu pada pelaku.unsur ini terdiri dari :
1) Adanya kesengajaan atau tidak kesengajaan perbuatan pidana
2) Percobaan tindak pidana
3) Macam-macam yang terdapat kejahatan di dalamnya
4) Merencanakan tindak pidana

Sedangkan unsur-unsur tindak pidana menurut pandangan para ahli :

Secara doktrinal dalam tindak pidana mempunyai dua sudut pandang yang
berbeda, di antaranya pandangan monistis, di mana pandangan ini dalam hukum
pidana tidak memisahkan antara perbuatan dengan suatu pertanggungjawaban.
Sedangkan, pandangan dualistis merupakan pandangan dalam hukum pidana yang
memisahkan antara perbuatan yang dilakukan dengan pertanggungjawaban. Yaitu
di antaranya adalah :

1) Pandangan monistis

Pandangan monistis merupakan pandangan yang melihat adanya syarat,


dengan adanya tindak pidana maka harus mencakup adanya perbuatan dan
pertanggungjawaban. Padangan ini pun memberikan prinsip-prinsip yaitu, bahwa
adanya suatu tindakan atau perbuatan yang sudah termasuk ke dalam perbuatan
yang dilarang (criminal act) maka harus adanya suatu pertanggungjawaban pidana
(criminal responbility).
31

Menurut D. Simons yang menganut pandangan monistis, mempunyai unsur-


unsur tindak pidana (strafbaar feit) adalah :

a. Perbuatan manusia
b. Diancam dengan pidana
c. Melawan hukum
d. Dilakukan oleh kesalahan
e. Dilakukan oleh orang yang mampu bertanggungjawab.7

Yang dimaksud oleh D.Simons dalam pandangan monistis adalah suatu


perbuatan yang diancam pidana maka akan bersifat melawan hukum dan dapat
dikatakan dengan kesalahan yang dilakukan oleh seseorang yang mampu
bertanggungjawab atas perbuatannya.

2) Pandangan Dualistis

Berlawanan dengan pandangan monistis, pandangan dualistis adalah


pandangan yang tidak termasuk dalam perbuatan pidana karena hanya mencakup
perbuatan pidana, dan pertanggungjawaban pidana, dan tidak termasuk ke dalam
unsur-unsur perbuatan pidana. Oleh karena itu, menyatakan bahwa suatu perbuatan
adalah tindak pidana sudah cukup untuk menunjukkan perbuatan atau tindakan
yang termasuk ke dalam Undang-Undang, tanpa adanya pertanggungjawaban
pelakunya.

a. Menurut Pompe yang menganut pandangan dualistis mengemukakan bahwa


yang melakukan perbuatan atau tindakan yang melawan hukum bukanlah
syarat mutlak untuk dinyatakan melakukan suatu tindak pidana. Maka untuk
terjadinya tindak pidana harus memenuhi unsur sebagai berikut:
1) Adanya perbuatan
2) Termasuk ke dalam rumusan Undang-Undang dan memenuhi syarat
formil dalam pasal 1 ayat (1) KUHP
3) Melawan hukum

7
Adami Chazawi, Hukum Pidana I, Jakarta: Rajawali Pres, 2011, h. 79-81.
32

b. Menurut Hazewinkel-Suringa, unsur-unsur tindak pidana terdiri dari:


1) Unsur kelakuan orang
2) Unsur akibat
3) Unsur psikis
4) Unsur objektif yang menyertai keadaan tindak pidana
c. Menurut E. Mezger ia mendefinisikan secara ringkas dari tindak pidana
sebagai kondisi umum untuk adanya kejahatan. Menurut definisi ini unsur-
unsur tindak pidana adalah :
1) Perbuatan manusia
2) Sifat melawan hukum (termasuk delik objektif dan subjektif)
3) Dapat dipertanggung jawabkan
4) Dihukum dengan ancaman pidana.
d. Menurut Moeljatno tindak pidana adalah suatu tindakan yang diancam
dengan pidana, dan barangsiapa melakukan tindak pidana maka harus
memenuhi unsur :
1) Adanya perbuatan
2) Telah termasuk ke dalam Undang-Undang terkait ke dalam syarat formil
dan materil
3) Adanya perbuatan yang melawan hukum.8

Terkait dengan dua pandangan tentang tindak pidana yaitu pandangan


monistis dan pandangan dualistis memiliki tujuan yang berbeda dalam hukum
pidana. Akan tetapi, hanya terdapat perbedaan mendasar sejauh kondisi dimana
tindak pidana itu ada. Baik pandangan monistis maupun dengan pandangan
dualistis memiliki unsur bahwa untuk suatu tindak pidana pasti ada tindakan,
peristiwa maupun perbuatan yang melawan hukum dan harus mempertanggung
jawabkan perbuatan itu.

8
Tongat, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia Perspektif Pembaharuan, (Malang:
Universitas Muhammadiyah Malang, 2012), h. 98.
33

1) Dari rumusan tindak pidana tertentu dalam KUHP, dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut, yang kita ketahui ada unsur tindak pidana yaitu :9
a) Unsur tingkah laku
b) Unsur melawan hukum
c) Unsur kesalahan
d) Unsur akibat konstitusional
e) Unsur keadaan yang menyertai
f) Unsur persyaratan tambahan untuk penuntutan pidana
g) Unsur tambahan untuk memperberat pelanggaran pidana berat
h) Unsur syarat tambahan untuk dapat dipidana.
i) Unsur objek hukum tindak pidana
j) Unsur kausalitas subjek hukum pidana
k) Unsur syarat tambahan untuk memperingan pidana.

3. Pengertian pornografi
Definisi kata pornografi berasal dari kata yunani yaitu phornographia
(porne adalah pelacur dan graphein adalah tulisan atau lukisan, jadi tulisan atau
lukisan tentang pelacur, atau gambaran perilaku seorang pelacur). Jenis
pornografi ini terkadang disebut dengan cabul (yang mengakibatkan nafsu atau
birahi seseorang bergairah. Istilah obscence sendiri berasal dari Bahasa latin
yang artinya (melawan) dan caenum yang artinya cabul, dan pornografi dan atau
obscena artinya di bawah panggung dalam pertunjukan teater romawi,
pertunjukan cabul dan vulgar berlangsung di panggung, dan tidak terlihat tetapi
dapat didengar penonton atau orang lain.10

Maka kata porno atau pornografi dapat didefinisikan berbeda-beda dengan


adanya raga m budaya serta adat setiap kota, negara, maupun daerah. Terdapat
pengertian pornografi yang berbeda beda maka dari itu banyaknya seniman
yang memunculkan ide-ide nya pada sebuah karya seni. Seniman melihatnya

9
K. Wantjik Saleh, Kehakiman dan Keadilan, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1998), h. 17.
10
Santoso, Topo, “Pornografi dan Hukum Pidana”, Jurnal Hukum & Pembangunan, Vol.
26, No. 6, Juni 2017, h. 514.
34

sebagai karya seni tetapi berbeda dengan masyarakat yang tidak melihat itu
sebagai seni, melainkan pornografi.

Berdasarkan Pasal 1 angka (1) Undang-Undang No 44 Tahun 2008 tentang


pornografi di terangkan bahwa pornografi adalah “Gambar, sketsa, ilustrasi,
animasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar gerak tubuh, atau bentuk pesan
lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di
muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar
norma kesusilaan dalam masyarakat”.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pornografi didefinisikan
adalah :

1) Suatu gambar, tingkah laku berbentuk lukisan atau tulisan untuk


memunculkan nafsu birahi,
2) Bentuk bacaan yang sengaja dibuat semata-mata untuk memunculkan
nafsu bagi pembaca teks.

Menurut Wirjo Prodjodikoro, pornografi seringkali memuat gambar atau


barang yang mengandung atau menggambarkan hal-hal yang menyinggung
perasaan moral orang yang membaca dan melihatnya. Ini tidak hanya mencakup
ketelanjangan, tetapi juga pelukan dan ciuman penuh gairah antara wanita dan
pria. Penyebaran pornografi online yang marak saat ini sebagian besar
dilakukan melalui adanya internet, terutama menggunakan media sosial. Dan
tidak hanya orang dewasa dan anak-anak tetapi anak muda pun dapat dengan
mudah berpartisipasi mengunjungi website untuk menontonnya.

Pendapat lain tentang pornografi menurut H.B Jassin yang menjelaskan


tentang pornografi menyatakan bahwa pornografi adalah setiap teks atau
gambar yang telah ditulis atau digambar dengan sengaja untuk mendatangkan
seksual bagi pembaca atau pun penontonnya, pornografi membuat fantasi pada
pembaca dan menyebabkan mendatangkan syahwat bagi pembaca maupun
penonton.11

Pornografi sendiri telah menjadi masalah yang sering kali masyarakat

11
Tjipta Lesmana, Pornografi dalam Media Massa, (Jakarta: Puspa Swara, 1995), h. 109.
35

Indonesia khawatirkan karena kerap sekali perkembangan pornografi kian


meningkat sehingga dapat dikatakan pornografi adalah suatu perbuatan atau
tindakan yang dapat merusak kesusilaan. Sehingga penyebarannya sangat luas
ke penjuru dunia melalui media sosial yang terus menjadi sangat wajar di
kalangan masyarakat.

4. Unsur-Unsur Pornografi
Maraknya dunia media sosial membuat perkembangan pengetahuan dan
teknologi kian menjadi pesat khususnya pada teknologi informasi dan
komunikasi yang telah meningkatkan perbuatan tindak pidana, penyebarluasan
dan penggunaan pornografi berdampak buruk bagi moral dan kepribadian
individual masyarakat khususnya Indonesia.

Pornografi adalah perbuatan yang berdampak buruk terhadap perilaku


khususnya generasi muda, anak-anak sudah banyak yang menjadi korban
perbuatan pornografi. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008
Tentang Pornografi. Di era digital seperti sekarang begitu dibutuhkan aturan
sebagai pondasi pemberantasan tindak pidana pornografi. Akan tetapi unsur
pornografi diatur dalam pasal 34 adalah tindakan yang sama pada perbuatan
pasal 8 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang pornografi.
Berdasarkan tentang pornografi dalam Undang-Undang yang telah diatur maka
dari unsur-unsur antara lain adalah :12
a. Unsur subjektif, terdapat kesalahan yang disengaja
Unsur kesalahan dengan sengaja oleh pelaku adalah unsur yang secara
tegas dilakukan oleh pelaku dengan sengaja dan menyadari perbuatanya dan
perbuatan yang dilakukan memiliki sebab akibat serta mempunyai sifat
melawan hukum terhadap perbuatan pelaku. Kesalahan ini termasuk dalam
tindak pidana kesengajaan (dolus) atau kelalaian (culpa). Akan tetapi
tindakan pidana melakukan perbuatan dengan adanya kesengajaan untuk

12
Suratman, Andri Winjaya Laksana, Analisis Yuridis Penyidikan Tindak Pidana
Pornografi Berdasarkan UU No. 44 Tahun 2008, Jurnal Pembaharuan Hukum, Vol. 1, No. 2 Mei-
Agustus 2014, h. 172.
36

menyebarluaskan pornografi di media sosial melanggar ketentuan dalam


pasal 4 angka (1) Undang-Undang Pornografi adalah membuat,
memperbanyak, menyebarluaskan, menyiarkan, atau menyediakan konten
pornografi secara eksplisit dengan memuat :
1) Persengamaan, dan termasuk persengamaan yang menyimpang
2) Ketelanjangan atau yang mengesankan ketelanjangan
3) Alat kelamin

b. Unsur objektif, yaitu perbuatan yang telah terdapat muatan pornografi


Dalam unsur perbuatan yang telah menjadikan orang sebagai muatan
pornografi terdapat dalam rumusan tindak pidana pasal 35 Undang-Undang
Pornografi yang berbunyi :
“setiap orang yang membuat orang lain untuk objek atau moden yang
mengandung muatan pornografi maka yang dimaksud dalam pasal 9 dapat
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dengan paling
lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp.
500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.
6.000.000.000,- (enam miliar rupiah)”.
Berdasarkan penjelasan di atas perbuatan atau tindakan yang telah
dilarang dalam pasal 35 Undang-Undang Pornografi dengan muatan
dilarang dalam pasal 9 Undang-Undang Pornografi sebagai berikut : jika
setiap seseorang melakukan orang lain untuk sebagai objek atau model yang
mengandung muatan pornografi memiliki unsur-unsur sebagai berikut :
1) Adanya perbuatan
2) Adanya objek atau model yang mengandung muatan pornografi.

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum


Berdasarkan pengertian penegakan hukum pada teori penegakan
hukum di atas ada beberapa faktor yang mempengaruhi penegakan hukum
yang ditemukan oleh masyarakat Indonesia dapat dijelaskan sebagai berikut
:13

13
Wicipto Setiadi, Penegakan Hukum : Kontribusinya Bagi Pendidikan Hukum dalam
Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia (Law Enforcement: ITS: Contribution Legal
Education In The Of Human Resource Development), Jurnal Hukum Nasional, Vol. 1, No. 2 tahun
2018, h. 6.
37

a. Faktor undang-undang
Peraturan yang perlu disinkronisasi dan harmonisasi dalam peraturan
perundang-undangan terkait penegakan hukum agar tidak terjadi kerancuan
peraturan yang dapat menimbulkan penerapannya. Pada kondisi ini
banyaknya peraturan perundang-undangan yang tidak sinkron dengan
peraturan perundang-undangan lain sehingga dapat menimbulkan tumpang
tindih terhadap penegakannya.
b. Faktor penegakan hukum atau mentalitas Petugas
Dalam peraturan perundang-undangan sudah baik, akan tetapi pada
penegakan hukum kurang baik maka akan terjadinya gangguan pada sistem
penegakan hukum. Mentalitas petugas sangat berperan penting dalam kasus
yang terjadi, maka dapat mengakibatkan adanya suatu penyimpangan dalam
prosesnya entah karena jelek ataupun rendahnya peran para petugas.
Kejadian seperti ini dapat menjadi suatu faktor penentuan pada pelaksanaan
penegakan hukum.
c. Faktor fasilitas
Fasilitas untuk mendukung implementasi hukum pada peraturan
perundang-undangan yang sudah baik dan mentalitas penegakan cukup baik,
tetapi pada fasilitas dalam penegakan hukum belum efisien. Fasilitas
memang bukanlah menjadi satu-satunya faktor yang menentukan baik atau
buruknya penegakan hukum. Namun, pada kalangan penegak hukum sudah
mendapatkan fasilitas yang cukup memadai.
d. Faktor kesadaran hukum, kepatuhan hukum, dan perilaku masyarakat.
Pentingnya kesadaran hukum masyarakat, semakin tinggi kesadaran
hukum, kepatuhan hukum, dan perilaku masyarakat maka akan semakin
baik penegakan hukum, akan tetapi jika sebaliknya semakin rendah
kesadaran hukum, kepatuhan hukum, dan perilaku masyarakat maka
penegakan hukum akan sulit untuk ditegakkan dengan baik.
Dari permasalahan di atas sudah baik akan tetapi tidak diimbangi
dengan kesadaran hukum, kepatuhan hukum, dan perilaku masyarakat tidak
dilakukan, maka penegakan hukum tidak dijalankan dengan maksimal.
38

e. Faktor budaya
Pada faktor ini memiliki kebiasaan masyarakat dalam menanggapi
suatu masalah yang sering dianggap sebagai kebiasaan. Kebiasaan yang
sering terjadi pada kalangan masyarakat seperti masyarakat enggan
mengetahui adanya tindak pidana yang sedang berkaitan dengan
masalahnya, serta masyarakat cenderung tidak melaporkannya ke aparat
penegak hukum, hal ini disebabkan masyarakat telah menganggap
kebiasaan dan menjadi sebagai budaya di tengah masyarakat.

B. Tindak pidana penyebarluasan konten pornografi di media sosial

1. Tindak Pidana Pornografi dan Cyberporn


Cyberporn merupakan kejahatan tindak pidana pornografi melalui
jejaring internet. Hakikatnya cyberporn sangat bahaya dalam perkembangan
teknologi internet, namun bisa dikatakan tanpa situs-situs website pada
internet yang berisikan pornografi maka internet tidak akan maju dalam suatu
teknologi seperti sekarang ini. Maraknya kejahatan tindak pidana pornografi
dengan segala problematikanya, tidak terhitung banyaknya forum diskusi,
workshop, seminar, berita di media sosial atau di televisi dan lain sebagainya
yang membahas tentang tindak pidana pornogafi (cyberporn). Mulai dari
akademisi, praktisi jurnalistik sampai dengan kajian yang dibahas oleh ulama
dan tokoh-tokoh masyarakat sehingga menimbulkan pro kontra mengenai
pornografi. Di dalam konteks cyberporn adalah suatu pelecehan atau tindak
kesusilaan pelaku cyberporn melalui berbagai website meskipun telah
diblokir namun website-website tersebut akan terus bertambah. Dari website
pornografi yang tersebar maka akses pornografi akan menimbulkan
kejahatan tindak pidana pornografi, seperti pencabulan, pemerkosaan,
pembunuhan dan lain sebagainya.

Secara etimologi pornografi terdapat dari Bahasa latin yang terdiri dari
dua kata yaitu pornos dan grafik. Pornos adalah suatu perbuatan tidak
bermoral, tidak senonoh atau cabul. Sedangkan grafi adalah gambar atau
39

teks. Artinya Tindak pidana pornografi adalah kejahatan kesusilaan, dan


pornografi sering dipandang sebagai aktivitas seksual yang menciptakan
kecabulan atau eksploitasi seksual, dan melanggar norma kesusilaan
masyarakat 14

Pengertian tindak pidana pornografi menurut Undang-Undang Nomor 44


Tahun 2008 Tentang Pornografi Bab I ketentuan umum pasal 1 Angka (1)
dapat dijelaskan bahwa : pengertian pornografi adalah suatu gambar, sketsa,
ilustrasi, foto, video, tulisan, suara, gambar gerak, animasi, percakapan,
gerak tubuh maupun bentuk pesan teks melalui media sosial dan/atau suatu
pertunjukan di muka umum, yang mengandung kecabulan atau eksploitasi
seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat yang telah
dirumuskan dalam Undang-Undang Pornografi dan dapat diancam pidana
bagi yang melakukan perbuatan tersebut. Pornografi juga merupakan suatu
bentuk delik kesusilaan pada KUHP yang diatur dalam buku II Bab XIV
tentang kejahatan terhadap kesusilaan (pasal 282-283 KUHP) dan buku III
Bab VI tentang pelanggaran kesusilaan (pasal 532-533 KUHP).

Dalam ketentuan tindak pidana pornografi diatur pada pasal 282 KUHP
yang mana menjelaskan bahwa terdiri dari 3 (tiga) angka di mana setiap
angka memiliki beberapa bentuk tindak pidana pornografi. Angka (1)
menyiarkan, mempertunjukan, menempelkan, angka (2) membuat atau
memasukan ke dalam negeri, meneruskan, mengeluarkan, dari dalam negeri,
memiliki persediaan, angka (3) menawarkan, menunjukkan atau
menekankan pemberatan bentuk tindak pidana pornografi sengaja, di
antaranya apabila membuat dan melakukan kejahatan ini karena kebiasaan
dan mata pencaharian.15 Ketentuan dalam pasal 283 KUHP yaitu adanya
suatu bentuk perlindungan pada dampak negatif dalam pornografi bagi anak-
anak dibawah umur atau orang yang belum dewasa. Maka dari itu ketentuan

14
Adami Chazawi, Tindak Pidana Pornografi (Malang: Banyumedia Publishing, 2013), h.
8.
15
R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-komentarnya
Lengkap Pasal Demi Pasal, Politeria: 2004, Bogor.
40

dalam pasal 283 KUHP perlu adanya upaya perlindungan hukum bagi orang
yang belum dewasa agar terhindar dari tindak pidana porografi.

Selanjutnya ketentuan Buku III Bab IV tentang pelanggaran


kesusilaan ada pada pasal 532- 533 KUHP. Adapula ketentuan yang
melanggar pasal tersebut yaitu diancam dengan pidana kurungan paling lama
tiga hari atau denda paling banyak dua ratus dua puluh lima rupiah :16

a. Barang siapa di muka umum menyanyikan lagu-lagu yang melanggar


kesusilaan,
b. Barang siapa di muka umum menggandakan pidato melanggar kesusilan,
c. Barang siapa di tempat yang di lihat dari jalanan umum menggandakan
tulisan ataupun gambaran yang melanggar unsur kesusilaan.
Rumusan pasal 532 KUHP diatas terdapat makna 3 (tiga) bentuk
pelanggaran kesusilaan. Perbuatan melanggar kesusilaan pada perbuatan
menyanyikan terletak pada syair pada lagu. Selanjutnya perbuatan
pelanggaran ke dua yaitu pidato yang isinya mengandung unsur-unsur porno
ataupun cabul. Dan yang terakhir menggandakan adalah bentuk pelanggaran
ketiga, tidak hanya dengan tulisan tetapi juga mengambil gambar atau foto
di suatu tempat yang terdapat unsur cabul.

2. Peraturan Hukum Menurut Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008


Tentang Pornografi
Kejahatan tindak pidana pornografi (cyberporn) dapat dilakukan
secara individual, seperti dengan sengaja menyebarkan video porno
seseorang ke media sosial sehingga menjadi konsumsi para pengguna media
sosial lain. Tentunya dimassa yang tergantung dengan media sosial
memunculkan keresahan pada masyarakat karena dengan mudahnya oknum
melakukan kejahatan pornografi. Dalam hal ini menunjukkan dampak
negatif pada sisi pornografi yang sangat mengkhawatirkan, termasuk
perilaku seks bebas, perilaku seksual, eksploitasi seksual dan seks
menyimpang.17

16
Alfitra, Afwan Faizin, dan Ali Mansur, “Modus Operandi Prostitusi Online dan
Perdagangan Manusia di Indonesia” (Jakarta: Wade Group, 2021), h. 55.
17
Hamza Hasan,Kejahatan Kesusilaan Perspektif Hukum Pidana Islam, (Makasar:
Universitas Alaudin, 2012), h. 31.
41

Dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang pornografi


Bab I ketentuan umum pasal 1 Ayat (1) telah dijelaskan di atas, bahwa dalam
perbuatan-perbuatan yang dinyatakan sebagai perbuatan yang termasuk ke
dalam tindak pidana pornografi sebagai berikut :

a. Pasal 4 Ayat (1) yaitu setiap orang dilarang memproduksi, membuat,


memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan,
mengimpor, mengekspos, menawarkan, memperjualbelikan,
menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit.
b. Pasal 4 Ayat (2) yaitu setiap orang dilarang menyediakan jasa
pornografi
c. Pasal 13 Ayat (1) yaitu pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan
pornografi yang memuat selain sebagaimana dimaksud pasal 4 Ayat (1)
wajib mendasarkan pada peraturan perundang-undangan.
d. Pasal 31 jo pasal 5 yaitu tindak pidana meminjamkan atau mengunduh
produk pornografi.
e. Pasal 32 jo pasal 6 yaitu memperdengarkan, mempertontonkan, dan
lainnya produk pornografi.
f. Pasal 33 jo pasal 7 yaitu tindak pidana mendanai atau memfasilitasi
perbuatan, memproduksi, membuat, dan lainnya berbau pornografi.
g. Pasal 34 jo pasal 8 yaitu tindak pidana dengan sengaja menyediakan
menjadi objek atau model yang mengandung muatan pornografi
h. Pasal 36 jo pasal 10 yaitu, tindak pidana mempertontonkan diri atau
orang lain dalam suatu pertunjukan atau di muka umum.
i. Pasal 37 jo pasal 11 yaitu tindak pidana yang melibatkan anak dalam
kegiatan dan/atau sebagai objek dalam suatu tindak pidana pornografi.
j. Pasal 38 jo pasal 12 yaitu tindak pidana mengajak, membujuk dan
menggunakan anak dalam produk atau jasa pornografi.18
k. Pasal 29 yaitu setiap orang memproduksi, membuat, memperbanyak,
menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor,

18
Arianty Anggraeny Mangareng, Efektivitas Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008
Tentang Pornografi Di Kota Makassar, Jurnal Meraja, Vol. 2, No. 2, Juni 2019, h. 32-33.
42

mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau


menyediakan pornografi sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 angka
(1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan
paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp.
250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak
Rp.6.000.000,00 (enam miliar rupiah).
Selain Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 yang mengatur
tentang pornografi ada pula KUHP yang mengatur tentang pornografi
dan pornoaksi. Terdapat dalam pasal 281, pasal 282, pasal 283, pasal
532, dan pasal 533 kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang
melarang tindakan pornografi dan pornoaksi dan telah ditentukan
hukumannya. Menurut Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang
pornografi, memiliki objek pornografi sangat luas daripada objek
pornografi menurut KUHP. Objek pornografi dalam KUHP ada 3 (tiga)
yaitu : tulisan, gambar dan benda, yang termasuk benda adalah alat
untuk mencegah dan menggugurkan kandungan. Sedangkan objek
pornografi menurut Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 yaitu :
gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar gerak,
animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, ataupun bentuk pesan yang
lainnya menggunakan media sosial.

Objek pornografi mengandung tiga sifat sebagai berikut :

1) Isinya memiliki unsur kecabulan


2) Eksploitasi seksual,
3) Dan norma kesusilaan.

Sedangkan dalam KUHP disebut sebagai pelanggaran terhadap


norma kesusilaan. Diantara benda-benda pornografi yang mengandung
unsur kecabulan dan pelanggaran norma kesusilaan merupakan
kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.

Dari Undang-Undang Pornografi dapat disimpulkan bahwa


peraturan hukum tentang pornografi tidak hanya berfokus pada Undang-
Undang Pornografi saja namun ada pula KUHP yang membahas dan
43

mengatur tentang tindak pidana pornografi serta sanksinya.

3. Peraturan Hukum Menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016


Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

Dalam suatu perbuatan penyebarluasan pornografi yang dilakukan oleh


seseorang atau kelompok yang sangat ditentang oleh negara melalui
peraturan hukum yang ada. Penggunaan media sosial internet adalah suatu
kejahatan yang memiliki klasifikasi yang berbeda dengan kejahatan yang
lainnya. Seperti muatan yang telah diatur dalam Undang-Undang ITE terkait
dengan Cyberphornography yaitu mengenai seperti tindak pidana cyber.
19
Dalam muatan peraturan Undang-Undang ITE hal ini dimuat pada pasal 27
sampai dengan pasal 36, dan dalam pasal 42 Undang-Undang ITE diatur
mengenai ketentuan suatu penyidik untuk membuktikan bahwa sistem
pembuktian yang diyakini adalah sistem pembuktian dalam Undang-Undang
ITE yang berdasarkan sistem yang telah diyakini oleh KUHAP. Berdasarkan
ketentuan umum dalam Bab I pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. 19 Tahun
2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik telah dijelaskan bahwa
Informasi Elektronik yaitu suatu kumpulan data elektronik yang termasuk
data seperti tulisan, suara gambar, rancangan, electronic data interchange
(EDI), surat elektronik (email), telegram, ataupun sejenisnya, yang terdapat
huruf, tanda, angka, kode akses, symbol, atau data yang telah diolah dan yang
memiliki arti yang dapat dijelaskan oleh orang-orang yang dapat mengetahui.
Peraturan hukum yang telah mengatur tentang kejahatan kesusilaan
melalui media sosial di media elektronik telah diatur secara khusus dalam
pasal 27 sampai dengan pasal 42 dalam tindak pidana Undang-Undang ITE
sebagai berikut:

19
Cyntia Dewi, Neni Ruhaeni, dan Eka Juarsa.”Penegakan Hukum terhadap Tindak
Pidana Pornografi di Media Internet Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan Implementasinya terhadap Pemilik Situs
Pornografi di Indonesia”, Prosiding Ilmu Hukum, Vol. 5 No. 2 Tahun 2019, h. 796.
44

a. Pasal 27 Ayat (1) yaitu setiap orang telah dengan sengaja dan tanpa hak
mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat
diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen yang memiliki
muatan yang melanggar kesusilaan. Dalam Undang-Undang ini
melarang aktivitas yang melanggar norma asusila yang dilakukan
melalui media elektronik.
b. Pasal 33 yaitu tiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan
hukum melakukan tindakan apapun yang berakibat terganggunya sistem
elektronik dan/atau mengakibatkan sistem elektronik menjadi tidak
bekerja sebagaimana mestinya.
c. Pasal 34 Ayat (1) yaitu setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau
melawan hukum memproduksi, menjual, menggandakan untuk
digunakan, mengimpor, mendistribusikan, menyediakan, atau memiliki;
a) perangkat keras atau pun perangkat lunak komputer yang telah
dirancang atau secara khusus dikembangkan untuk memfasilitasi
perbuatan yang sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 sampai dengan
pasal 33, b) sandi melalui computer, kode akses, atau hal yang
sejenisnya dengan itu ditunjukkan agar sistem Elektronik menjadi dapat
diakses dengan tujuan memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 23 sampai dengan pasal 33.
d. Pasal 36 yaitu tiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan
hukum melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 27
sampai dengan pasal 34 yang mengakibatkan kerugian bagi orang lain.
e. Pasal 37 yaitu setiap orang dengan sengaja melakukan perbuatan yang
dilarang sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 sampai dengan pasal 36
di luar wilayah Indonesia terhadap sistem elektronik yang berada di
wilayah yuridiksi Indonesia.
f. Pasal 42 yaitu penyidikan terhadap tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang ini, dilakukan berdasarkan ketentuan
dalam Hukum Acara Pidana dan Ketentuan dalam Undang-Undang ini.
g. Pasal 45 Ayat (1) yaitu setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak
mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat
diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang
memiliki muatan yang melanggar kesusilaan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 27 angka (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6
(enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00,-
(satu miliar rupiah).
penjelasan di atas hal tersebut terdapat pasal pasal terkait dengan
penyebarluasan konten pornografi pada media sosial. Hadirnya Undang-
Undang ITE akan membuat masyarakat Indonesia yang memiliki
45

pemahaman mengenai hukum akan berhati-hati dan akan lebih bijak


menggunakan internet terutama media sosial.

C. Deskripsi Putusan Penyebarluasan Konten Pornografi di Media Sosial

1. Putusan Nomor 215/Pid.B/2021 PN Tanah Grogot

a. Kronologi Putusan
Perkara pidana Biasa di wilayah Pengadilan Negeri Tanah Grogot.
Dalam putusan ini nama terdakwa dirahasiakan, lahir di Wonosobo pada
tanggal 22 Agustus 1995, berumur 22 tahun, berjenis kelamin laki-laki,
beragama Islam, berkebangsaan Indonesia dan bertempat tinggal kab. Paser
Kalimantan Timur, dan memiliki pekerjaan swasta.
Terdakwa pada hari Rabu tanggal 17 Agustus 2021 sekitar pukul
11.12 wita bertempat di Mitra Teknologi Computer (MTC) di jalan Jend.
Sudirman no. 29 RT.04 RW.03 Kelurahan Tanah Grogot Kecamatan Tanah
Grogot kabupaten Paser Provinsi Kalimantan Timur “yang berwenang
memeriksa, dan mengadili, memproduksi, membuat, memperbanyak,
menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor,
menawarkan, memperjual belikan, menyewakan, atau menyediakan
pornografi, yang secara eksplisit memuat persenggamaan”.
Kejadian bermula pada hari Rabu tanggal 17 Agustus 2021 pukul
11.12 wita, Terdakwa mendapatkan video yang mempertontonkan sepasang
laki-laki dan perempuan tanpa busana berhubungan badan layaknya suami
istri pada saat Zoom Meeting dari kolom komentar akun Tiktok untuk nama
Tiktok yang terdakwa tidak ingat lagi dengan pasti, sebelum terdakwa
mendistribusikan video tersebut, dengan menggunakan hand phone merek
Samsung Galaxy A50s dengan nomor IMEI (Slot 1) 35204110870561 dan
IMEI (Slot 2) 352043110870569 dengan SIM Card +6282150287590,
sebelumnya terdakwa membuat cara/tutorial menonton video tersebut
dengan cara screen recording layar tambahkan kalimat “pak cepak cepak
cebum mari kita download, pak cepak cebum ini ya guys yang mau linknya,
46

guys mediafire tinggal diklik saja hooh…langsung kalian download ya klik


yang berwarna biru nih download unduh ada iklan guys jadi balik aja karena
saya sudah download ya unduhan ini ya 41 detik guys wow wow wow 41
detik mantap gak tuh dah ya pak cepak cebum, pak cepak cebum linknya
dideskripsi pak cepak cebum jangan lupa di share ke temen kalian jangan
lupa di like subscribe oke, dan setelah selesai membuat cara/tutorial
langsung terdakwa distribustikan dengan cara memupload di YouTube nick
name IDN+62 milik terdakwa dengan menambah link video tersebut
dikolom komentar , selanjutnya terdakwa juga membagikan link video
YouTube nick name IDN+62 milik terdakwa ke status media sosial Twitter
akun nick name @kusumaharyadi milik terdakwa dengan menyertakan
cuplikan video tersebut dengan durasi 41 detik, setelah terdakwa potong
menjadi 00:08 detik, sehingga orang lain yang mengakses melalui Media
Sosial Twitter akan mengklik ke salah satu video yang di akun YouTube
IDN+62 milik terdakwa. Di antaranya video yang isinya mempertontonkan
sepasang laki-laki dan perempuan sedang melakukan hubungan badan
selayaknya suami istri tanpa busana di Zoom Metting.
Orang lain dapat mengakses video tersebut yang ada di Media Sosial
Twitter @kusumaharyadi milik terdakwa dan ada pula di YouTube IDN+62
tersebut dan karena bersifat terbuka dan private yang isinya konten video
sepasang laki-laki dan perempuan tanpa busana berhubungan layaknya
suami dan istri. Di dalam Media sosial Twitter video terdakwa tersebut telah
ditonton sebanyak 68,1k, 17 retweet, dan 161 like. Dan memiliki 1 following
54 followers. Sedangkan pada akun YouTube terdakwa dengan url link
http://www.youtube.com/watch?v=7_ Donrokpl8l telah ditonton sebanyak
11.351 kali, disukai 48 akun, dan tidak disukai 18 akun.
Berdasarkan Berita Acara Penimbangan barang bukti dari Penuntut
Umum. Barang bukti yang telah dihadirkan di persidangan berupa : (1)
Screenshot postingan pada akun media sosial Twitter @kusumaharyadi2
dan akun YouTube IDN+62, (2) Hand phone merek Samsung A50s warna
biru dengan IMEI 1 356435102824339 dan IMEI 2 352043110870569, - (3)
47

hand phone merek iphone XR warna merah dengan IMEI 1


356435102824339 dan IMEI 2 356435102863945 dengan Nomor ICCID
621007506228759001, (4) 1 (satu) bundle print out data akun media sosial
twitter dengan nick name @kusumaharyadi2 url
https://twitter.com./kusumaharyadi2, (5) 1 (satu) buah CD hasil extrack data
akun media sosial twitter dengan nick name @kusumaharyadi2
https://twitter.com./kusumaharyadi2, (6) 1 (satu) bundle print out data akun
media sosial YouTube nick name IDN+62
https://www.youtube.com/channel/UC-02LbPtNVKMRBRUdRRg, (7) 1
(satu) buah CD hasil extrack data akun media sosial YouTube dengan nick
name IDN+62 https://www.youtube.com/channel/UC-
02LbPtNVKMRBRUdRRg.
Berdasarkan kronologis di atas bisa diketahui bersama bahwasannya
Terdakwa mendistribusikan video sepasang laki-laki dan perempuan tidak
berbusana berhubungan selayaknya pasangan suami isteri, dilakukan oleh
terdakwa secara ilegal dan melawan hukum. Maka berdasarkan surat
dakwaan alternatif dari Jaksa Penuntut Umum perbuatan terdakwa
melanggar pasal 29 jo pasal 4 Ayat (1) Undang-Undang Pornografi Nomor
44 Tahun 2008.20

b. Tuntutan Jaksa
Pada perkara penyebarluasan konten pornografi oleh terdakwa dituntut
oleh penuntut umum. Dengan dakwaan alternatif sebagai berikut :

a) Dakwaan alternatif pertama yaitu terdakwa dituntut dengan pasal


45 ayat (1) jo pasal 27 ayat (1) UU RI No. 19 Tahun 2016 Tentang
Perubahan atas UU RI No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik.

20
Putusan Nomor 215/Pid.B/2021/PN.Tgt, h. 6-11.
48

b) Dakwaan alternatif kedua yaitu terdakwa dituntut dengan pasal 29


jo pasal 4 Ayat (1) Undang-Undang Pornografi Nomor 44 Tahun
2008.

Perkara dengan No.215/Pid.b/2021/PN.Tgt di dalam proses


pembuktian dan penuntutan pidana yang telah diajukan oleh Jaksa Penuntut
Umum pada pokok perkara yang menyatakan tuntutan dalam putusan ini
sebagai berikut :

a) Menyatakan bahwa terdakwa secara sah dan menyakinkan bersalah


telah melakukan tindak pidana “menyebarluaskan pornografi yang
secara eksplisit memuat persenggamaan” sebagaimana dalam
dakwaan alternatif kedua diatur dan diancam pasal 29 jo pasal 4
ayat (1) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang
Pornografi.
b) Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara 10
(sepuluh) bulan.
c) Menetapkan barang bukti berupa :
- Screenshot postingan pada akun media sosial Twitter
@kusumaharyadi2 dan akun YouTube IDN+62,
- Handphone merek Samsung A50s warna biru dengan IMEI 1
356435102824339 dan IMEI 2 352043110870569,
- handphone merek iphone XR warna merah dengan IMEI 1
356435102824339 dan IMEI 2 356435102863945 dengan Nomor
ICCID 621007506228759001,
- 1 (satu) bundle print out data akun media sosial twitter dengan nick
name @kusumaharyadi2 url https://twitter.com./kusumaharyadi2,
- 1 (satu) buah CD hasil extract data akun media sosial twitter dengan
nick name @kusumaharyadi2
https://twitter.com./kusumaharyadi2,
- 1 (satu) bundle print out data akun media sosial YouTube nick
name IDN+62 https://www.youtube.com/channel/UC-
49

02LbPtNVKMRBRUdRRg, (7) 1 (satu) buah CD hasil extrack data


akun media sosial YouTube dengan nick name IDN+62
https://www.youtube.com/channel/UC-
02LbPtNVKMRBRUdRRg.
- Membebankan kepada terdakwa membayar biaya perkara sejumlah
Rp. 5.000,- (lima ribu rupiah).

f. Pertimbangan Hakim
Perkara Nomor 215/Pid.B/2021 PN Tanah Grogot terdakwa dalam hal
ini telah diajukan di muka persidangan berdasarkan surat dakwaan alternatif
yang diajukan penuntut umum, terdakwa didakwa dengan dakwaan
alternatif pertama sebagaimana diatur dalam pasal 45 ayat (1) jo pasal 27
ayat (1) Undang-Undang RI Nomor. 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas
Undang-Undang RI Nomor. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik, atau dakwaan alternatif kedua sebagaimana diatur
dalam pasal 29 jo pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008
tentang pornografi.

Tindakan yang telah dilakukan oleh hakim dalam perkara ini harus
dapat dibuktikan dan mempertimbangkan berdasarkan fakta-fakta hukum
yang terungkap di persidangan beserta dengan saksi-saksi, alat bukti yang
ada dengan menganalisisnya. Penuntut umum mendakwa terdakwa dengan
dakwaan alternatif sehingga majelis hakim akan memperhatikan fakta-fakta
hukum tersebut dan memilih langsung dakwaan alternatif kedua
sebagaimana diatur dalam pasal 29 jo pasal 4 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 44 Tahun 2008 tentang pornografi, yang unsur-unsurnya adalah
sebagai berikut :

1) Unsur Setiap Orang,

Menimbang bahwa unsur setiap orang dalam hal ini adalah


terdakwa, di mana terdakwa dapat dinyatakan telah terbukti secara sah
bersalah dan meyakinkan bersalah melakukan suatu tindak pidana yang
50

sebagaimana di dakwakan oleh penuntut umum, dan berdasarkan fakta


yang ada di persidangan, terdakwa merupakan orang yang berakal dan
sehat jasmani maupun rohani.

2) Unsur Memproduksi, Membuat, Memperbanyak, Menggandakan,


Menyebarluaskan, Menyiarkan, Mengimpor, Mengekspor,
Menawarkan, Memperjual belikan, Menyewakan atau Menyediakan
Pornografi yang Secara Eksplisit Memuat Persenggamaan, Termasuk
Persenggamaan Menyimpang, Kekerasan Seksual, Mastrubasi atau
Onani, Ketelanjangan atau Tampilan Mengesankan Ketelanjangan,
Alat Kelamin atau Pornografi Anak. salah satu sub unsurnya terpenuhi,
maka unsur tersebut dianggap terpenuhi pula.
Sesuai berdasarkan terungkapnya dalam fakta di persidangan,
didapatkan bahwa pada hari jum’at tanggal 20 Agustus 2021, saksi I
dan Saksi II, sesuai dengan kronologi kejadian, bahwa perbuatan
terdakwa telah mengunggah sebuh video, diakun youtube milik
terdakwa dengan Nickname IDN +62, kemudian link video tersebut
terdakwa bagikan menggunakan akun twitter @kusumaharyadi2 milik
terdakwa. Video tersebut berisikan cuplikan dari video sepasang
kekasih yang sedang berhubungan badan layaknya suami isteri dan cara
unduh video berdurasi 41 detik menggunakan platform mediafire.
Terdakwa mengunggah video tersebut untuk disebarluaskan kepada
pengguna twitter dan youtube yang mengakses akun miliknya. Maka
berdasarkan pertimbangan di atas unsur menyebarluaskan pornografi
yang secara eksplisit memua persenggamaan telah terpenuhi.

2. Putusan Nomor. 387/Pid.B/2019/PN.Jmr

a. Kronologi Kasus
Perkara pidana Biasa di wilayah Pengadilan Negeri Jember. Dalam
putusan ini nama terdakwa dirahasiakan, lahir di Manna- Bengkulu pada
tanggal 8 September 1991, berumur 27 tahun, berjenis kelamin laki-laki,
51

beragama Islam, berkebangsaan Indonesia dan bertempat tinggal kabupaten


Bogor, Provinsi Jawa Barat.

Terdakwa pada hari Sabtu tanggal 18 Agustus 2019 pukul 10.00 wib
di tempat kerja korban SAKSI KORBAN di kantor Koperasi PTPN X, Jalan
Raya Candijati km.10, Desa Candijati, kecamatan Arjasa, Kabupaten
Jember “telah dengan sengaja mendistribusikan dan/atau mentransmisikan
dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi dan/atau Dokumen
Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan”.

Kejadian bermula teman kerja korban SAKSI KORBAN yaitu saksi


2 dan saksi 3 berniat mengkonfirmasi korban mengenai keberadaan akun
facebook dengan nama korban, yaitu akun “Account Korban 1” dan akun
“Account korban 1” dengan foto profil berupa foto korban yang hanya
mengenakan BH, yang telah meminta pertemanan dengan “Account saksi
2” milik saksi 2, dan akun “Account facebook saksi 3” milik saksi 3.
Terlebih lagi akun facebook “Account korban 1” telah mengunggah foto-
foto telanjang korban sebanyak 3 (tiga) buah foto di beranda facebook yang
telah di tag/share/menandai ke akun facebook “Account saksi 2” milik saksi
2, dan akun facebook “Account korban 1” telah mengirimkan 5 (lima) buah
foto telanjang korban ke akun facebook “Account facebook saksi 3” milik
saksi 3 melalui chatting messenger. Setelah mendapat informasi tersebut,
korban langsung mengecek sendiri keberadaan akun “Account korban 1”
dan “Account korban 1” yang ternyata memang benar foto-foto bugil adalah
foto korban.

Sebelumnya entah tanggal berapa sudah tidak diingat lagi pada


tahun 2014, korban berkenalan dengan terdakwa yang menelepon melalui
Nomor telefon korban 081368xxxxx dengan mengaku bernama samaran
terdakwa sebagai anggota TNI berdinas di kota Jambi, Provinsi Jambi, lalu
mereka berkenalan dan berlanjut berteman di facebook, dengan akun
facebook “Account facebook terdakwa” milik terdakwa, dan melalui
telepon, sms, dan Line. Setelah itu terdakwa meminta korban untuk
52

mengirimkan foto-foto bugil korban melalui Line dengan rayuan terdakwa


akan menikahi korban setelah terdakwa mutasi pekerjaan ke jember,
sehingga korban mengiyakan lalu mengirim foto-foto bugil tersebut kepada
terdakwa melalui Line. Tidak cukup disitu kemudian terdakwa meminta
korban mengirimkan sejumlah uang sebesar Rp. 15.000.000,- (lima belas
juta ribu rupiah) untuk biaya operasional mutasi terdakwa ke jember, yang
dikirimkan korban ke rekening Bank Mandiri Nomor 1130010181703 an.
Terdakwa. Nanum, setelah ditunggu-tunggu ternyata terdakwa tidak mutase
ke jember, sehingga korban menghapus dan memblokir nomor hp terdakwa
081368xxxxx.

Setelah beberapa hari dari kejadian di atas, korban kembali di telefon


oleh terdakwa dengan nomor 081368336772, lalu terdakwa mengakui
identitas aslinya terdakwa yang meminta uang kepada korban dengan
ancaman terdakwa akan menyebarkan foto-foto bugil korban yang pernah
dikirim melalui LINE sebelumnya ke media sosial di facebook jika korban
tidak mengirim uang, lalu korban merasa takut terhadap ancaman terdakwa
sehingga korban menyetujui permintaan terdakwa dengan mengirim uang
sebanyak 174 (seratus tujuh puluh empat) kali transfer sejak tanggal 4
November 2014 hingga tanggal 24 November 2018 kepada rekening
terdakwa dengan rekening Bank Mandiri 1130010181703 an. Terdakwa
yang totalnya sebanyak Rp. 51.750.000,- (lima puluh satu juta tujuh ratus
lima puluh ribu rupiah).

Berdasarkan kronologi di atas bahwasannya yang perlu kita ketahui


terdakwa telah melakukan tindakan yang secara ilegal dan melanggar
hukum. Maka dari itu berdasarkan surat dakwaan alternatif kedua dari Jaksa
Penuntut Umum perbuatan terdakwa melanggar pasal 45 Ayat (1) UU RI
Nomor 11 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 11 Tahun
2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.21

21
Putusan No. 387/Pid.B/2019/PN.Jmr, h. 5-8.
53

b. Tuntutan Jaksa

Dalam perkara penyebarluasan konten pornografi yang dilakukan


oleh terdakwa dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum dengan dakwaan
alternatif sebagai berikut :

1) Dakwaan alternatif pertama yaitu terdakwa dituntut dengan pasal


29 jo pasal 4 Ayat (1) UU RI No. 44 Tahun 2008 Tentang
Pornografi
2) Dakwaan alternatif kedua yaitu terdakwa dituntut pasal 45 ayat (1)
UU RI Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik.

Perkara dengan No.387/Pid.B/2019/PN.Jmr di dalam proses


pembuktian dan penuntutan pidana yang telah diajukan oleh Jaksa
Penuntut Umum pada pokok perkara yang menyatakan tuntutan dalam
putusan ini sebagai berikut :

1) Menyatakan bahwa terdakwa secara sah melakukan dan


meyakinkan telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana
“Dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diakses Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan
yang melanggar kesusilaan” sebagaimana diatur dan diancam
pidana dalam pasal 45 ayat (1) UU RI No. 19 Tahun 2016 tentang
perubahan atas UU RI No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik.
2) Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara
selama 2 (dua) tahun dikurangi masa selama terdakwa berada di
dalam tahanan dengan perintah agar terdakwa tetap ditahan dan di
pidana denda Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah) subsidair 2
(dua) bulan kurungan.
3) Menetapkan barang bukti berupa :
54

- 1 (satu) buah handphone Samsung J2 Prime berwarna hitam


IMEI 1 357971088575668, dan IMEI 2 357972088575666,
dengan SIM Card Telkomsel No. 081219225455.
- 1 (satu) lembar cetak print out foto hasil screenshot HP dari
postingan akun “Account korban 1”.
- 1 (satu) lembar cetak print out foto hasil screenshot HP dari
postingan akun “Account korban 2”.
- 1 (satu) bundle bukti transfer rekening BCA an. Saksi korban
periode 01-2014 s/d 12-2014.
- 1 (satu) bundle bukti transfer rekening BCA an. Saksi korban
periode 01-2015 s/d 12-2015.
- 1 (satu) bundle bukti transfer rekening BNI Taplus an. Saksi
korban periode 01-2014 s/d 12-2018.
- 1 (satu) lembar slip transkip Bank BRI tertanggal 22/10/2018.
- 1 (satu) lembar slip transkip Bank BRI tertanggal 24-11-2018.
- 1 (satu) buah akun facebook dengan nama “Account korban1”
dan alamat url https://www.facebook. Saksi korban 121 yang
diekspost ke dalam bentuk CD dan beserta 1 (satu) bundle
print outnya.
- Menetapkan terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar
Rp. 5.000,- (lima ribu rupiah).

c. Pertimbangan hakim
Perkara Nomor 387/Pid.B/2019/PN.Jember terdakwa dalam hal ini
telah diajukan di muka persidangan berdasarkan surat dakwaan
alternatif yang diajukan penuntut umum, terdakwa didakwa dengan
dakwaan alternatif pertama sebagaimana diatur dalam pasal 29 Undang-
Undang No. 44 Tahun 2008 tentang pornografi, atau dakwaan alternatif
kedua sebagaimana diatur dalam pasal 45 ayat (1) Undang-Undang RI
Nomor. 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang RI
Nomor. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
55

Tindakan yang telah dilakukan oleh hakim dalam perkara ini harus
dapat dibuktikan dan mempertimbangkan berdasarkan fakta-fakta
hukum yang terungkap di persidangan beserta dengan alat bukti yang
ada dengan menganalisisnya. Penuntut umum mendakwa terdakwa
dengan dakwaan alternatif sehingga majelis hakim akan memperhatikan
fakta-fakta hukum tersebut dan memilih langsung dakwaan alternatif
kedua sebagimana diatur dalam pasal 45 ayat (1) Undang-Undang RI
No. 19 Tahun 2016 perubahan atas Undang-Undang RI No. 11 Tahun
2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang unsur-unsurnya
adalah sebagai berikut :

1) Unsur Setiap Orang


Bahwa yang dimaksud dengan unsur setiap orang adalah siapa
pun orang yang sebagai subjek hukum pelaku tindak pidana yang
telah didakwakan dan mampu bertanggungjawab atas
perbuatannya, memperhatikan identitas terdakwa sebagaimana
dalam surat dakwaan tersebut telah dibenarkan oleh terdakwa dan
saksi-saksi yang lainnya. Dan menurut pengamatan majelis hakim
terdakwa dipandang sebagai orang yang terbukti sehat jasmani
serta rohani, tidak ditemui hal-hal yang dapat dijadikan sebagai
alasan pembenar maupun pemaaf, sehingga terdakwa mampu
mempertanggung jawabkan perbuatannya.
2) Unsur dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau dokumen elektronik yang memiliki
muatan yang melanggar kesusilaan
Bahwa menimbang untuk mewujudkan unsur delik dalam rumusan
undang-undang yaitu menurut teori pengetahuan atau membayangkan
(voorstelling-theorie) bahwa sengaja berarti membayangkan akan
timbulnya suatu akibat perbuatan. Maka dari itu, karena “dengan sengaja”
merupakan unsur subjektif, yang merupakan tindakan-tindakan konkrit oleh
terdakwa. Dan maksud dengan “tanpa hak” yaitu tidak berhak atau tidak
izin tanpa sepengetahuan pemilik dan tidak mempunyai wewenang yang sah
56

untuk melakukan sesuatu perbuatan dan bertentangan dengan undang-


undang.
Sesuai berdasarkan terungkapnya dalam fakta di persidangan, bahwa
sesuai dengan kronologi kejadian, bahwa perbuatan terdakwa telah dengan
sengaja menyebarluaskan foto-foto telanjang dengan bertujuan agar
terdakwa merasa malu dan harga dirinya tercoreng hal tersebut telah
memenuhi unsur dengan sengaja tanpa hak, dan ketika foto-foto dikirimkan
keteman-teman saksi korban hal tersebut telah memenuhi unsur
mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat
diakses. Dan semua foto-foto milik saksi korban dapat juga dikategorikan
dalam pengertian dokumen elektronik, serta foto-foto saksi korban dalam
keadaan telanjang dapat dikategorikan melanggar kesusilaan. Maka
berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut menurut majelis hakim
perbuatan terdakwa telah memenuhi unsur kedua ini.
BAB IV
SANKSI HUKUM BAGI PELAKU PENYEBARLUASAN KONTEN
PORNOGRAFI DI MEDIA SOSIAL APLIKASI FACEBOOK DAN
TWITTER

A. Modus Operandi Tindak Pidana Terhadap Penyebarluasan Konten


Pornografi di Media Sosial

Pada perkembangan di era yang semakin maju dan sangat pesat, membuat
teknologi digital semakin di kenal oleh dunia, dengan pembaharuan terjadinya
keterpaduan atau konvergensi pada perkembangan teknologi informasi, media
dan telekomunikasi. Pada perkembangan teknologi digital membuat modus
operandi kejahatan kesusilaan selalu mengalami peningkatan dalam
perkembangannya, yang awalnya hanya sebatas perbuatan kesusilaan fisik
namun dengan perkembangnya kejahatan kesusilaan sekarang berkembang ke
arah non fisik seperti cybercrime yang terdiri dari cyberporn.
Modus operandi adalah suatu cara yang dilakukan oleh pelaku yang
dipakai oleh penjahat dalam melakukan kejahatannya. 1 Bahwa modus operandi
yang digunakan pelaku untuk menjalankan aksinya dengan cara melalui
teknologi informasi pada media sosial untuk mengancam korban dan pelaku
tidak akan nekat jika korban tidak melakukan perlawanan.
Selanjutnya, adapun bentuk kejahatan kesusilaan yang sering terjadi yaitu,
terkait dengan menggunakan media sosial sebagai alat untuk melakukan
aksinya. Media sosial yang sering kali disalahgunakan adalah media sosial
aplikasi facebook dan twitter. Dalam media sosial yang digunakan biasanya
pelaku memang dengan sengaja melakukan pada platform twitter untuk
menjadikan ladang uang yang dapat dari hasil menyebarluaskan konten
pornografi di media sosial ataupun untuk balas dendam kepada seseorang yang
menjadi sasarannya, perbuatan tersebut sudah termasuk tindakan pidana

1
Dirdjosisworo, Ruang Lingkup Kriminologi (Jakarta: Rajawali, 1984), h. 102

57
58

sebagaimana diatur dalam Undang-Undang pornografi maupun Undang-


Undang ITE.
Modus operandi adalah suatu kejahatan yang telah dilakukan sangatlah
bermacam-macam jenisnya. Maka dari itu dalam penelitian modus operandi
ini ditemukan oleh penulis dari kasus putusan PN Tanah Grogot No.
215/Pid.B/2021 PN.Tgt dan Putusan PN Jember No. 387/Pid.B/2019/PN.Jmr,
terkait modus operandi penyebarluasan cyberporn, melalui media sosial
facebook dan twitter adalah sebagai berikut :
1. Putusan PN Tanah Grogot No. 215/Pid.B/2021 PN.Tgt putusan tersebut
didakwa melanggar Undang-Undang No 44 Tahun 2008 tentang
pornografi. Dimulai dari pelaku yang sedang membuka video “syur”
sepasang kekasih sedang berhubungan intim layaknya suami isteri di media
sosial menggunakan uc browser, namun pelaku dengan sengaja
mengunduh video tersebut dengan maksud untuk disebarluaskan lagi
melalui akun youtube nya dan membuat tutorial di akun youtube nya agar
semua orang dapat mengunduhnya, selanjutnya pelaku menyebarluaskan
link video youtube nickname +62 akun milik pelaku ke status media sosial
twitter nickname @kusumaharyadi dengan menyertakan cuplikan dengan
durasi awal 41 detik, video tersebut lalu dipotong menjadi 8 detik agar
pengguna yang lain merasa penasaran dan langsung mengikuti tutorial
untuk mengunduh video tersebut, pelaku memposting konten tersebut di
twitter dengan modus operandi menyebarluaskan konten seksual untuk
mendapatkan keuntungan dengan cara orang-orang mensubscribe akun
youtube nya dan memiliki subscribe yang banyak.
2. Putusan PN Jember No. 387/Pid.B/2019/PN.Jmr putusan tersebut telah
secara sah terbukti melanggar pasal 45 ayat (1) Undang-Undang RI No. 19
Tahun 2016 tentang perubahan Undang-Undang No. 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Berawal dari pelaku
berkenalan dengan saksi korban melalui telefon, pelaku menelefon saksi
korban dengan mengaku sebagai anggota TNI yang sedang berdinas di kota
jambi dengan menggunakan nama samaran (tidak disebutkan), selanjutnya
59

korban merasa yakin bahwa pelaku adalah seorang TNI, lalu pelaku
meminta korban untuk mengirimkan foto bugil korban dikirim melalui
LINE dengan membujuk rayu korban sehingga berjanji akan menikahi
korban. Setelah beberapa hari kemudian korban mengakui identitas
aslinya, setelah itu pelaku meminta sejumlah uang dan mengancam maka
akan menyebarluaskan foto-foto bugil korban yang hanya mengenakan
celana dalam dan BH. pelaku memposting foto-foto bugil korban di
facebook dengan modus operandi atas dasar pelaku mengancam korban
jika tidak memberikan uang kepada korban, maka terjadilah
penyebarluasan konten seksual berbentuk foto-foto tanpa izin dengan
tujuan untuk mengancam korban ketika korban tidak mau mengikuti
perintah pelaku untuk mengirimkan uang kepada pelaku dan menjelekkan
orang tersebut.
Dari dua kasus putusan modus operandi di atas jika dianalisis
menggunakan teori kausalitas adalah sebagai berikut :
Di internet sendiri banyak sekali media sosial yang sering kali
menyajikan konten pornografi berupa bentuk tulisan, foto, gambar, suara,
maupun video dengan unsur cabul dan kekerasan seksual. Dalam hal ini
oknum-oknum mempunyai banyak kesempatan dalam perkembangan
teknologi yang menyebabkan berbagai macam tindak pidana antara lain
seperti cyberporn dengan berbagai modus operandi diantaranya kasus yang
telah di putus melalui putusan yang telah dijelaskan di atas.
Terdapat dua kasus penyebarluasan konten pornografi di media sosial,
dapat disimpulkan bahwa pelaku melakukan tindak pidana penyebarluasan
disebabkan karena mereka mencari keuntungan secara pribadi dari
menyebarkan konten pornografi tersebut. Selain itu membuat penonton
menjadi penasaran untuk mengunduh menyaksikan video tersebut.
Dalam ajaran kausalitas untuk menentukan suatu hubungan antara sebab
dan akibat. Suatu peristiwa yang menjadi seringkali didahului oleh
tindakan (perbuatan) yang mana dengan terjadinya suatu peristiwa tindak
60

pidana adalah fokus dari ajaran kausalitas.2 Ada berbagai ajaran kausalitas
yang telah dipelajari di seluruh dunia. Yaitu teori-teori tersebut lahir
dikenal untuk menjawab pertanyaan yang sangat penting dalam hukum
pidana, dengan mencari peristiwa yang menjadi suatu akibat. Akibat yang
memenuhi unsur tindak pidana, khususnya delik material. Ajaran
kausalitas juga sebagai bentuk penyaring dari perbuatan-perbuatan yang
cocok sebagai penyebab, maka dari itu pentingnya untuk melihat sejauh
mana casual verband (hubungan sebab akibat) yang digunakan dalam
mendapatkan kebenaran.3
Ajaran kausalitas cukup dikenal di mana ajaran ini dibagi menjadi tiga
teori yaitu teori condittio sine qua non, teori individualisir, dan teori
generalisasi adalah sebagai berikut :
1. Teori condittio sine qua non

Menurut Von Buri ajaran kausalitas adalah ajaran yang muncul


untuk penyempurnaan, di mana syarat yang dapat menimbulkan akibat
harus dipandang sama tidak dibedakan antara syarat dan penyebabnya,
jika masih mempunyai kaitan dalam suatu peristiwa sehingga muncul
akibat yaitu termasuk syarat dari akibat (causa) tersebut.4 Maka dari itu,
perlu adanya penyelidikan terlebih dahulu pada perbuatan yang menjadi
syarat dari akibat.

Berdasarkan pengertian teori condition sine qua non dikaitkan


dengan tindak pidana penyebarluasan pornografi dalam dua kasus putusan
pengadilan di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa pelaku
menyebarluaskan konten pornografi berupa foto dan video porno, di mana
konten tersebut dapat ditonton oleh semua kalangan usia dan sangat
berpengaruh pada masyarakat. Apabila jika dilihat berdasarkan teori ini

2
Ahmad Sofyan, “Ajaran Kausalitas Hukum Pidana” (Jakarta: Prenada Media Group,
2018), h. 17.
3
Ahmad Sofyan “Ajaran Kausalitas Hukum Pidana” (Jakarta: Predana Media Group,
2018), h. V- VII.
4
A. Zainal Abidin Farid, Hukum Pidana 1, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), h. 209.
61

pemilik foto bugil dan video seksual ada kemungkinan untuk dikenai
sanksi pidana karena pemilik foto dan video seksual berada dalam syarat
terjadinya suatu akibat berupa penyebarluasan konten pornografi.

2. Teori individualisir (teori khusus)

Teori ini dikenal istilah teori khusus atau individualiserende theorie.


Teori ini untuk mencari faktor penyebab dari adanya suatu akibat dan
dapat dilihat dari in concreato atau post factum. Menurut Brickmayer
“meist wirksame bedigung” artinya, dari berbagai syarat, yang dicari
adalah syarat yang paling utama untuk menemukan suatu sebab dan
akibat. Suatu perbuatan yang paling muncul terhadap adanya penyebab
akibat. Maka dari itu menurut teori individualisir adalah tidak semua
faktor dapat menjadi penyebab terjadinya suatu akibat.5 Maka harus dicari
terlebih dahulu yang menjadi faktor penyebab utamanya.

Berdasarkan penjelasan dari teori individualisir, penulis


menyimpulkan bahwa teori yang telah dikemukakan oleh Brickmeyer
maka dapat dilihat dari faktor yang menyebabkan suatu akibat, sehingga
jika dikaitkan dengan tindak pidana menyebarluaskan konten pornografi
kasus pertama, pelaku melakukan perbuatannya dikarenakan terpengaruh
video porno di media sosial. Maka pemilik video tersebut tidak dapat
dipertanggungjawaban disebabkan hanya menjadi faktor syarat saja. Di
sini yang menjadi faktor penyebab utamanya adalah si pelaku yang
dominan melakukan tindak pidana penyebarluasan konten pornografi
sehingga kasus tersebut menjadi konsumsi masyarakat. Sedangkan kasus
kedua, pelaku melakukan perbuatannya dikarenakan foto-foto bugil yang
pelaku dapatkan langsung dari korban, maka dari itu pemilik awalnya
mempercayai pelaku untuk mengirimkan foto bugil korban secara pribadi,
namun korban ternyata dibohongi oleh pelaku. Maka pemilik foto-foto

5
Lhedrik Lienarto, Penerapan Asas Conditio Sine Qua Non Dalam Tindak Pidana Di
Indonesia, Vol. 5, No. 6, Agustus 2016, h. 35.
62

bugil tersebut tidak dapat dikenakan pertanggungjawaban disebabkan


hanya menjadikan faktor syarat saja.

3. Teori generalisasi (Teori umum)

Teori ini pada dasarnya dianggap sebagai sebab dari fakta sebelum
delik terjadi (ante factum), adalah syarat yang pada umumnya dapat
dianggap sebagai sebab yang menjadikan akibat tersebut. Teori ini juga
yang mencari suatu faktor atau sebab yang berhubungan dengan akibat
dan dapat dinilai faktor mana yang akan menimbulkan suatu akibat,
seperti menurut pengalaman hidup biasa. Untuk mencari suatu faktor
penyebab tidak berdasarkan faktor sesudah peristiwa yang telah terjadi
beserta akibatnya, akan tetapi dapat berdasarkan pada pengalaman umum
manusia secara abstracto, dan tidak secara in concreto.6 Pada teori ini
dicari penyebab yang adequate akibat yang bersangkutan.

Berdasarkan pengertian dari teori generalisasi dikaitkan dengan


tindak pidana penyebarluasan pornografi dalam dua kasus putusan
pengadilan, maka penulis menyimpulkan bahwa teori ini mencari suatu
penyebab yang menjadi faktor adanya akibat. Maka, jika dikaitkan
dengan kasus pertama penyebabnya yaitu terpengaruh dengan berita
yang viral dan mendapatkan keuntungan bagi pelaku. Sedangkan kasus
kedua yaitu penyebab dari adanya kasus yang kedua ini adalah pelaku
yang dapat dipertanggungjawabkan oleh tindak pidana yang telah
pelaku perbuat sehingga merugikan korban.

Dari uraian di atas, bahwa teori kausalitas jika dihubungkan dengan


kejahatan cyberporn saat ini sangat begitu dibutuhkan untuk membantu
penanganan tentang bagaimana mencari tahu sebab dan akibat dari suatu
peristiwa tersebut, sehingga aparat penegak hukum mudah menelaah

6
Ahmad Sofyan Ajaran Kausalitas dalam RUU- KUHP (Jakarta: Institute For Criminal Justice
Reform, 2016), h. 5.
63

pelaku dalam melakukan kejahatan cyberporn.

B. Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Sanksi Terhadap


Penyebarluasan Konten Pornografi Di Media Sosial

Dalam pertimbangan hakim, majelis hakim menjatuhkan sanksi pidana


terhadap terdakwa dengan demikian diperlukan pengambilan putusan oleh
hakim yang perlu diketahui dan harus dilihat berdasarkan pada fakta-fakta,
saksi-saksi yang terbukti di dalam persidangan, ketika hakim menjatuhkan
putusan maka hakim tidak akan menyalahi yang seharusnya tidak melanggar
hak-hak dari terdakwa tersebut. Hakim perlu memperhatikan seperti apa
kebenaran dari suatu peristiwa yang menjadi permasalahan dalam perkara yang
diajukan. Untuk itu perlu melihat setidak-tidaknya memiliki dua alat-alat bukti
dan keyakinan pertimbangan hakim. Sebagaimana tercantum dalam Pasal 183
KUHAP yaitu :7 “Hakim tidak dapat menjatuhkan pidana kepada seseorang
kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah dan
keyakinan hakim terdapat pada alat bukti”.
Pertimbangan hakim merupakan bagian terpenting dan sangat diperlukan
dalam menyelesaikan perkara pidana. Hakimlah yang bertanggungjawab
penuh kepada masyarakat, korban, pelaku, dan Tuhan dalam penyelesaian
perkara pidana. Pertimbangan hakim bukanlah semata-mata bersifat hanya
menjatuhkan pidana pada pelaku tindak pidana tetapi harus juga mengetahui
dan memahami apakah penegakan hukumnya sudah sesuai atau belum pun
pemutusan perkara harus seadil-adilnya, agar tidak ada kerancuan dalam
penjatuhan pidana. Melainkan persoalan penegakan hukum dalam keadilan,
keadilan yang dimaksud menurut hukum ialah sering diartikan dalam hal
kemenangan dan kekalahan dalam mencari suatu keadilan. Maka dari itu
hakim harus memiliki pengetahuan hukum yang luas, jujur, moralitas, tegas,
amanah dalam menjalankan tugas sebagai hakim dan mempunyai sifat yang
tidak gampang dipengaruhi oleh siapapun.

7
Pasal 183 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
64

Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang tentang Kekuasaan


Kehakiman : “Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan
memahami suatu nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam
masyarakat”. 8
Dalam hal ini bisa disimpulkan bahwa pembuktian pada hukum acara
pidana dalam peradilan membatasi untuk mencari tahu suatu kebenaran
materiil hakim, jaksa penuntut umum, penasihat hukum atau terdakwa.
Sehingga dalam proses pembuktiannya untuk putusan maka harus berdasarkan
alat bukti terdapat dalam pasal 184 KUHAP yaitu keterangan saksi, keterangan
ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa.9
Berdasarkan Pertimbangan hakim yang telah uraikan pada BAB
sebelumnya, bahwa terdapat dua perkara, yang pertama yaitu perkara No.
215/Pid.B/2021 PN.Tgt dan perkara kedua ke dua yaitu perkara No.
387/Pid.B/2019/PN.Jmr, adalah sebagai berikut:

1. Putusan PN Tanah Grogot No. 215/Pid.B/2021 PN.Tgt


Berdasarkan pertimbangan hakim pada perkara No.
215/Pid.B/2021/PN.Tgt ini, telah diajukan di muka persidangan
berdasarkan surat dakwaan alternatif yang diajukan oleh jaksa penuntut
umum dimana terdakwa didakwa dengan dakwaan alternatif pertama yang
berisi perbuatan terdakwa melakukan dengan sengaja dan tanpa hak
mendistribusikan dan/ atau mentransmisikan membuat akses informasi
elektronik yang mengandung melanggar kesusilaan dan diancam pidana
dalam Pasal 45 ayat (1) jo pasal 27 ayat (1) UU RI No. 19 Tahun 2016
tentang perubahan atas UU RI No. 11 Tahun 2008 tentang ITE atau
dakwaan alternatif kedua yang berisi perbuatan terdakwa menyebarluaskan
pornografi yang secara eksplisit memuat persenggamaan dan diancam pasal

8
Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman.
9
Darin Nur Aini Muthaiah dan Mukhtar Zuhdy, “Pertimbanga Hakim Dalam
Memutus Perkara Tindak Pidana Pornografi” JIndonesian Journal Of Criminal Law And
Criminology, Vol. 2, No. 1 (Maret 2021), h. 47.
65

29 jo pasal 4 ayat (1) Undang- Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang


pornografi.
Melihat unsur-unsur pasal yang telah didakwakan pada perkara No.
215/Pid.B/2021/PN.Tgt ini, terdapat kesesuaian alat bukti dan yang lainnya
yang diajukan di persidangan dan adanyanya keyakinan hakim dalam
memutuskan bahwa terdakwa secara sah dan benar melakukan tindak
pidana. Maka pada perkara ini ketua majelis hakim telah memilih langsung
dakwaan alternatif kedua yaitu pada pasal 29 jo pasal 4 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang pornografi. Di dalam pasal ini
terdakwa telah memenuhi unsur-unsur yang telah dipaparkan pada bab
sebelumnya, terdapat poin-poinnya yaitu :
a. Unsur setiap orang,
b. Unsur Memproduksi, Membuat, Memperbanyak, Menggandakan,
Menyebarluaskan, Menyiarkan, Mengimpor, Mengekspor,
Menawarkan, Memperjual belikan, Menyewakan atau Menyediakan
Pornografi yang Secara Eksplisit Memuat Persenggamaan, Termasuk
Persenggamaan Menyimpang, Kekerasan Seksual, Mastrubasi atau
Onani, Ketelanjangan atau Tampilan Mengesankan Ketelanjangan, Alat
Kelamin atau Pornografi Anak.

Berdasarkan barang bukti beserta fakta-fakta yang telah diajukan di


persidangan terdakwa secara sah terbukti bersalah. Maka terdakwa akan
dijatuhi hukuman yang sepadan atas perbuatannya, serta memperhatikan
keadaan-keadaan melihat dari memberatkan dan meringankan. Keadaan
yang memberatkan terdakwa merupakan perbuatan terdakwa bertentangan
dengan nilai-nilai sosial yang ada di masyarakat. Sedangkan keadaan yang
meringankan terdakwa sebagai berikut:

1) Terdakwa mengakui perbuatannya dan berlaku sopan di


persidangan
2) Terdakwa menyesali perbuatannya
3) Terdakwa belum pernah dihukum
66

Memperhatikan, pasal 29 jo pasal 4 ayat (1) Undang-Undang No. 44


Tahun 2008 tentang pornografi dan Undang-Undang No. 8 Tahun 1981
tentang Hukum Acara Pidana serta peraturan perundang-undangan lain
yang bersangkutan. mengenai amar putusan yaitu hakim menyatakan bahwa
terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan
tindak pidana “menyebarluaskan pornografi yang secara eksplisit memuat
persenggamaan” sebagaimana di dakwaan alternatif kedua menjatuhkan
pidana kepada terdakwa 10 (sepuluh) bulan, dan membebankan kepada
terdakwa membayar biaya perkara sejumlah Rp. 5.000,- (lima ribu rupiah).

Berdasarkan uraian perkara di atas mengacu pada pasal 183 dan 184
KUHAP bahwasannya dalam menjatuhkan putusan hakim haruslah
mengacu pada dua alat bukti- bukti yang dihadirkan dipersidangan dan satu
keyakinan analisis Pertimbangan hakim.

Dalam kasus perkara No.215/Pid.B/2021/PN.Tgt ini sebagaimana


terdakwa adalah seorang pelaku tindak pidana penyebarluasan konten
pornografi dan hakim secara sah dan meyakinkan bahwa pelaku melanggar
pasal 29 jo pasal 4 ayat (1) Undang-Undang No. 44 Tahun 2008 tentang
pornografi dan menjatuhkan pidana penjara selama 10 (sepuluh) bulan.
Oleh karena itu, dalam analisis penulis hakim memutuskan perkara No.
215/Pid.B/2021/PN.Tgt ini menggunakan Pertimbangan yuridis, sosiologis,
dan filosofis yang berdasarkan sebagai berikut, yaitu:

a. Menurut aspek Yuridis, putusan hakim pada putusan nomor


215/Pid.B/2021/PN.Tgt yang menghukum pelaku tindak pidana
penyebarluasan konten pornografi dengan hukuman berupa pidana
penjara 10 (sepuluh) masih kurang tepat, karena dalam pasal 29 jo pasal
4 ayat (1) UU Pornografi disebutkan ancaman hukuman bagi penyebar
konten pornografi di media sosial pidana paling singkat 6 (enam) bulan
dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan denda paling sedikit Rp.
250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.
6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah). Karena perbuatan ini sangat
67

membahayakan dan meresahkan masyarakat pasalnya perbuatan inilah


yang akan berdampak buruk dan mengakibatkan kerusakan spikis bagi
yang menonton pada kasus perkara ini penulis menilai bahwa perbuatan
pelaku sudah sangat membahayakan masyarakat. Menurut penulis
dalam kasus ini harus mengacu pada teori penegakan hukum yang mana
hakim sebagai penegak hukum harus menegakkan nilai-nilai keadilan
yang berlaku dan berhubungan dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara. Terkait dengan putusan hakim yang hanya menjatuhkan
pidana penjara 10 (sepuluh) bulan tanpa adanya denda bagi pelaku, hal
tersebut penulis menilai bahwa tidak sepenuhnya sesuai dengan
perbuatan pelaku lantaran perbuatan pelaku membahayakan
masyarakat.
Dapat dilihat dari aspek yuridis putusan pidana berdasarkan fakta-
fakta dipersidangan pelaku telah mengakui perbuatannya dan tidak
membantah, putusan pidana yang dijatuhkan oleh hakim dalam perkara
No.215/Pid.B/PN.Tgt putusan hakim belum sesuai meskipun jika dilihat
hakim ketika menjatuhkan pidana kepada pelaku dan tidak adanya
penghapusan menjalankan pidana bagi pelaku baik alasan pemaaf
maupun pembenar yaitu suatu alasan untuk menghapuskan kesalahan
atau menghapuskan sifat melawan hukum dalam perbuatan pelaku. Hal
ini dikarenakan bahwa pelaku adalah orang yang dapat
dipertanggungjawabkan sebagai alasan pembalasan bagi si pelaku atas
perbuatannya. Hakim menjatuhkan hukuman pidana berdasarkan
dengan Undang-Undang Pornografi akan tetapi penjatuhan hukuman
bagi pelaku terlalu ringan sehingga dapat menyebabkan pengulangan
tindak pidana tersebut, seharusnya ada Undang-Undang khusus yang
mengatur lebih spesifik tindak pidana penyebarluasan pornografi
melalui media sosial/ elektronik.
b. Menurut Aspek Sosiologis, putusan hakim dalam perkara
No.215/Pd.B/2021/PN.Tgt ini yang menghukum pelaku tindak pidana
penyebarluasan konten pornografi dengan hukuman berupa pidana
68

penjara 10 (sepuluh) masih kurang tepat, karena dalam pasal 29 jo pasal


4 ayat (1) UU Pornografi disebutkan ancaman hukuman bagi penyebar
konten pornografi di media sosial pidana paling singkat 6 (enam) bulan
dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan denda paling sedikit Rp.
250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.
6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah). Melihat dari perkara
penyebarluasan konten pornografi Menurut penulis dalam
Pertimbangan hakim, adanya tidak keseimbangan hakim memutus
perkara berdasarkan fakta di persidangan yang ada adalah alasan
keadaan yang memberatkan terdakwa lebih signifkan dibanding
keadaan yang meringankannya, adapun keadaan yang memberatkan
dalam perkara No. 215/Pid.B/2021 PN.Tgt ini terdakwa melakukan
perbuatan yang bertentangan dengan norma sosial, moral, dan nilai nilai
agama yang ada di masyarakat, di mana dalam nilai-nilai sosial ini
memiliki dampak terhadap orang-orang yang telah menonton video
asusila, seperti akan berdampak pada psikis seseorang. Dalam hal ini
pelaku telah sangat beresiko menyebarluaskan video asusila tersebut
bukan hanya orang dewasa yang akan merasa penasaran tetapi juga
anak-anak dibawah umur yang rasa keingin tahuannya tinggi sehingga
dapat menyebabkan dampak buruk seperti akan terus merasa ketagihan
menonton video asusila dapat mengganggu kesehatan mental, atau bisa
mengakibatkan tindak kriminal lainnya.
Sedangkan perbuatan dalam perkara ini juga bertentangan dengan
norma agama mengacu pada teori maqashid al-syariah menurut Jalal al-
Din al-Rahman mengatakan bahwa pensyariatan hukum itu untuk
mewujudkan suatu Tujuan bagi manusia yang mengambil manfaat dan
menolak kemudharatan.10 perbuatan yang melanggar dari kaidah islam
seperti menyebarluaskan video seseorang yang sedang berhubungan

10
Jalàl al-Dìn ‘Abd al-Rahmàn, al-Mashàlih al-Mursalah wa Makànatuhu fì al-
Tasyrì’, (Mesir: Matba’ah alSa’àdah, Cet. I, 1983), h. 13.
69

badan layaknya suami dan istri dan dipertontonkan masyarakat dan


disebarkan dengan sengaja untuk mendapat keuntungan pribadi (pelaku)
adalah perbuatan yang keji dalam pokok-pokok keimanan sehingga
mewujudkan tujuan dari teori maqashid syariah yaitu salah satunya
menjaga keturunan dan menjaga akal, dalam hal ini yang dimaksud
menjaga keturunan adalah melindungi harkat dan martabat seseorang
sedangkan menjaga akal jika dikaitkan dengan penelitian ini bertujuan
menjaga akal seperti bentuk penjagaan dengan menghindari diri dan
melihat sesuatu yang dapat menggiring pemikiran yang negatif karena
dapat merusak akal secara tidak langsung.
Adapun ayat yang menjelaskan tentang larangan mendekati zina
seperti pelecehan seksual atau kekerasan seksual, dimana larangan
tersebut terdapat dalam surah Al- Isra ayat 32

َ ‫شةً َو‬
‫سا ٰٓ َء َسبِّي ًل‬ ِّ َ‫ٱلزن َٰٓى ۖ إِّنَّ ۥه ُ َكانَ ف‬
َ ‫اح‬ ۟ ُ‫َو ََل ت َ ْق َرب‬
ِّ ‫وا‬
Artinya : Dan janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya (zina)
itu adalah perbuatan fahisyah (keji) dan jalan terburuk.
Dibanding dengan keadaan yang meringankan terdakwa hanya
belaku sopan di dalam persidangan dan menyesali perbuatannya padahal
berlaku sopan itu tidak dapat menjadi acuan terdakwa sebagai keadaan
yang meringankan. Seharusnya semua orang termasuk terdakwa sudah
seharusnya berlaku sopan di dalam persidangan. Dengan ini tidak
seharusnya hakim menjatuhkan pidana penjara 10 (sepuluh) bulan
dengan ketentuan dalam pasal pasal 29 jo pasal 4 ayat (1) Undang-
Undang No. 44 Tahun 2008 tentang pornografi. Yang mana dalam
penjatuhan putusan perkara ini tidak membuat pelaku memiliki efek
jera, salah satu dari penerapan pemidanaan adalah untuk memberikan
efek jera kepada pelanggar hukum bukan semata-mata hanya
memberikan hukuman saja.
70

c. Menurut Aspek Filosofis, putusan hakim pada nomor


215/Pid.B/2021/PN.Tgt yang menghukum pelaku tindak pidana
penyebarluasan konten pornografi dengan hukuman berupa pidana
penjara 10 (sepuluh) masih kurang tepat, karena dalam pasal 29 jo pasal
4 ayat (1) UU Pornografi disebutkan ancaman hukuman bagi penyebar
konten pornografi di media sosial pidana paling singkat 6 (enam) bulan
dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan denda paling sedikit Rp.
250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.
6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah). putusan hakim dalam
menjatuhkan hukuman kurang sesuai disebabkan hakim dalam
menjatuhkan putusan seharusnya memberikan keadilan yang seadil-
adilnya untuk korban dan pelaku. Menurut penulis putusan yang telah
hakim jatuhkan bukan yang terbaik bagi pelaku, lantaran hukuman yang
hanya di dapat pelaku hanya 10 (sepuluh) bulan tanpa adanya denda
dimana hakim memutus suatu perkara dengan tindak pidana ringan tidak
menimbulkan efek jera bagi pelaku tindak pidana terlebih lagi tindak
pidana yang dilakukan pelaku pada perkara ini merupakan tindak pidana
pornografi yang mana tindakan ini bukan tindak pidana ringan. Dalam
penegakan hukumnya tindak pidana pornografi merupakan tindak
pidana yang serius yang seharusnya dalam penegakan hukum pidana
pada perkara ini harus sesuai dengan perbuatan yang telah diperbuat
oleh pelaku, perbuatan pelaku cukup mengganggu keamanan dan
membahayakan masyarakat lantaran masyarakat takut jika anak-anak
dibawah umur ikut menonton video tersebut.
Sesuai dengan sila ke 5 pancasila yang berbunyi : “Keadilan bagi
seluruh rakyat Indonesia” pada putusan perkara
No.215/Pid.B/2021/PN.Tgt yang dijatuhkan oleh hakim belum sesuai
dengan keadilan bagi masyarakat, karena keadilan yang seharusnya
merupakan keadilan yang mementingkan bagi yang berkaitan dengan
peraka ini dan tidak merugikan bangsa dan negara dimasa yang akan
datang.
71

Berdasarkan penyelesaian perkara ini, pelaku didakwa dengan


dakwaan alternatif pertama dan kedua, dakwaan alternatif kedualah
yang diambil langsung oleh hakim untuk menjadi dasar Pertimbangan
hakim di muka persidangan yaitu pada pasal 29 jo pasal 4 ayat (1)
Undang-Undang RI No. 44 Tahun 2008 tentang pornografi yang mana
diancam pidana penjara 10 (sepuluh) bulan. Menurut penulis terkait
dengan nilai dan norma yang ada, penjatuhan hukuman menjadi faktor
yang menentukan berat dan ringannya pidana yang dijatuhkan,
penyelesaian perkara pidana penyebarluasan konten pornografi diatur
ketentuannya di dalam Undang-Undang No 44 Tahun 2008 tetapi di
dalan Undang-Undang ini tidak secara khusus menjelaskan tentang
pidana pornografi melalui media sosial/elektronik dan hanya
menjelaskan tentang pidana pornografi secara umum. Pidana memiliki
fungsi preventif yaitu adanya upaya-upaya tegas dari pemerintah daerah
untuk menyeriusi pencegahan dan penindakan terhadap kejahatan ini.
Disamping itu juga, kepedulian masyarakat terhadap konten-konten
pornografi di media sosial masih terlalu lemah untuk ikut serta dalam
memberantas kejahatan pornografi yang semakin hari semakin
meningkat.
Sehingga dalam proses penegakan hukum bagi pelaku tindak pidana
pornografi diharapkan sejalan dengan teori penegakan hukum yaitu
antara unsur kepastian hukum, unsur kemanfaatan dan unsur keadilan
sehingga sudah dijelaskan bahwa dapat disimpulkan dalam putusan
hakim hanya melihat dari landasan legalitas formal tanpa
memperhatikan Pertimbangan hakim yang mengacu pada masyarakat
yaitu telah berdampak buruk dan telah membahayakan masyarakat.
Berdasarkan putusan hakim yang mencapai keadilan pada semua pihak
hakim, korban dan pelaku. Namun, hal ini dapat menimbulkan
sebaliknya seperti dalam putusan perkara No. 215/Pid.B/2021/PN.Tgt
hakim hanya menjatuhkan pidana 10 (sepuluh) bulan dan tanpa adanya
denda, karena itu pelaku pada perkara ini seharusnya diupayakan
72

ancaman pidana dan denda harus proporsional dan profesional dengan


memperhatikan nilai dan norma dalam masyarakat agar tidak ada lagi
yang melakukan tindak pidana pornografi lagi kedepannya.

2. Putusan PN Jember No. 387/Pid.B/2019/PN.Jmr


Berdasarkan pertimbangan hakim pada perkara No.
387/Pid.B/2019/PN.Jmr, telah diajukan di muka persidangan berdasarkan
surat dakwaan alternatif yang diajukan oleh jaksa penuntut umum dimana
terdakwa didakwa dengan dakwaan alternatif pertama yang berisi perbuatan
terdakwa menyebarluaskan pornografi yang secara eksplisit memuat
persengamaan dan diancam pasal 29 jo pasal 4 ayat (1) Undang- Undang
Nomor 44 Tahun 2008 tentang pornografi atau dakwaan alternatif kedua
yang berisi perbuatan terdakwa melakukan dengan sengaja dan tanpa hak
mendistribusikan dan/ atau mentransmisikan membuat akses informasi
elektronik yang mengandung melanggar kesusilaan dan diancam pidana
dalam Pasal 45 ayat (1) jo pasal 27 ayat (1) UU RI No. 19 Tahun 2016
tentang perubahan atas UU RI No. 11 Tahun 2008 tentang ITE.

Dalam perkara Nomor. 387/Pid.B/2019 PN.Jmr ini, dapat dilihat dari


unsur-unsur pasal yang didakwakan dan telah disesuaikan oleh fakta-fakta
hukum terungkap dan beserta barang bukti. Sehingga dari perkara No.
387/Pid.B/2019 PN.Jmr ini hakim langsung memilih dakwaan alternatif
kedua pasal 45 ayat (1) jo pasal 27 ayat (1) UU RI No. 19 Tahun 2016
tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor. 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik. Di dalam pasal ini terdakwa telah
memenuhi unsur-unsur yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, hal ini
terdapat poin-poinnya sebagai berikut :

a. Unsur setiap orang,


b. Unsur dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi
elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang
melanggar kesusilaan dalam pasal 27 ayat (1).
73

Berdasarkan barang bukti beserta fakta-fakta yang telah diajukan di


persidangan terdakwa secara sah terbukti bersalah. Maka terdakwa akan
dijatuhi hukuman yang sepadan atas perbuatannya, serta memperhatikan
keadaan-keadaan melihat dari memberatkan dan meringankan. Keadaan
yang memberatkan terdakwa merupakan bahwa perbuatan terdakwa
merugikan saksi korban dan keluarganya baik secara psikis maupun secara
meteril, sedangkan keadaan yang meringankan merupakan :
a. Bahwa terdakwa secara jujur mengakui perbuatannya sehingga
mempermudah proses pemeriksaan
b. Bahwa terdakwa merasa bersalah dan menyatakan penyesalan dan
berjanji tidak akan mengulangi lagi perbuatannya
c. Bahwa terdakwa dan saksi korban dipersidangan telah saling
memaafkan.
Memperhatikan, pasal 45 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor. 19 Tahun
2016 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor. 11 Tahun 2008
tetang Informasi dan Transaksi Elektronik. Maka pada perkara putusan ini
majelis hakim telah secara sah meyakinkan bersalah melakukan tindak
pidana “dengan sengaja dan tanpa hak mentransmisikan dan/atau membuat
dapat diaksesnya dokumen elektronik yang memiliki muatan melanggar
kesusilaan”, sebagaimana di dakwaan alternatif kedua terdakwa dijatuhi
pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 10 (sepuluh) bulan dan denda
sejumlah uang Rp. 300.000,- (tiga ratus ribu rupiah) dengan ketentuan
apabila denda tersebut tidak dibayarkan maka diganti dengan pidana penjara
selama 1 (satu) bulan. Membebankan kepada terdakwa membayar biaya
perkara sebesar Rp. 5.000,- (lima ribu rupiah).
Berdasarkan uraian perkara di atas mengacu pada pasal 183 dan 184
KUHAP bahwasannya dalam menjatuhkan putusan hakim haruslah
mengacu pada dua alat bukti- bukti yang dihadirkan dipersidangan dan satu
keyakinan analisis Pertimbangan hakim.
Dalam kasus perkara No. 387/Pid.B/2019 PN.Jmr ini sebagaimana
terdakwa adalah seorang pelaku tindak pidana penyebarluasan konten
74

pornografi dan hakim secara sah dan meyakinkan bahwa pelaku melanggar
pasal 45 ayat (1) jo pasal 27 ayat (1) UU RI No. 19 Tahun 2016 tentang
perubahan atas Undang-Undang RI Nomor. 11 Tahun 2008 tetang Informasi
dan Transaksi Elektronik dan pidana penjara 1 (satu ) tahun 10 (sepuluh)
bulan dan denda Rp. 300.000,- (tiga ratus ribu rupiah) dengan ketentuan jika
tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan Selama 1 (satu) bulan.
Oleh karena itu, dalam analisis penulis hakim memutuskan perkara No.
387/Pid.B/2019/PN.Jmr ini menggunakan Pertimbangan yuridis, sosiologis,
dan filosofis yang berdasarkan sebagai berikut, yaitu:
a. Menurut Aspek Yuridis, dalam perkara No. 387/Pid.B/2019/PN.Jmr ini
putusan hakim yang menyatakan terdakwa bersalah telah melakukan
tindak pidana menurut penulis kurang sesuai, karena hukuman pidana
yang dijatuhkan pidana penjara 1 (satu) tahun dan 10 (sepuluh) bulan dan
denda sejumlah Rp. 300.000,- (tiga ratus ribu rupiah) itu belum
mempertimbangkan hak-hak korban secara proporsional. Dalam pasal 45
ayat (1) jo pasal 27 ayat (1) UU RI No. 19 Tahun 2016 tentang perubahan
atas Undang-Undang RI Nomor. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik dijelaskan “bahwa setiap orang dengan sengaja dan
tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentansmisikan dan/atau membuat
dapat diaksesnya informasi elektroni dan/atau dokumen elektronik yang
memiliki muatan yang melanggar kesusilaan dan dapat diancam pidana
penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp.
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Pada dasarnya penyebarluasan
konten pornografi merupakan hal yang sangat membahayakan
masyarakat, pada perkara No. 387/Pid.B/2019/PN.Jmr ini menilai
perbuatan pelaku sudah membahayakan masyarakat dan perbuatan
pelaku sudah mengakibatkan korban merasa malu dan terhina akibat
perbuatan pelaku. Terakhir putusan pelaku di pidana penjara selama 1
(satu) tahun dan 10 (sepuluh) bulan dan denda sejumlah Rp. 300.000,
(tiga ratus ribu rupiah).
75

Bahwa dapat dilihat secara dari aspek yuridis, putusan pidana


berdasarkan fakta-fakta di persidangan pelaku mengakui perbuatan
tersebut tanpa membantah, putusan pidana yang dijatuhkan oleh hakim
dalam perkara No. 387/Pid.B/2019/PN.Jmr hakim belum sesuai
meskipun jika dilihat hakim ketika menjatuhkan pidana kepada pelaku
dan tidak adanya penghapusan menjalankan pidana bagi pelaku baik
alasan pemaaf maupun pembenar yaitu suatu alasan untuk
menghapuskan kesalahan atau menghapuskan sifat melawan hukum
dalam perbuatan pelaku. Hal ini disebabkan bahwa pelaku adalah orang
yang dapat dipertanggungjawabkan sebagai alasan pembalasan bagi si
pelaku atas perbuatannya. Hakim menjatuhkan pidana pada pelaku
berdasarkan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik akan
tetapi hukuman yang dijatuhkan belum sesuai dengan pidana yang
dijatuhkan. Alangkah lebih lebih baiknya pelaku tindak pidana tersebut
diberikan sanksi pidana harus proporsional terkait Pertimbangan nilai
dan norma dalam masyarakat.
b. Menurut Aspek Sosiologis, dalam perkara No. 387/Pid.B/2019/PN.Jmr
ini bertentangan dengan unsur sosiologis, hal ini disebabkan bahwa
pelaku dikenakan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 10 (sepuluh)
bulan dan denda Rp. 300.000,- (tiga ratus ribu rupiah). Melihat dari
perkara penyebarluasan konten pornografi melalui media sosial, menurut
penulis dalam Pertimbangan hakim adanya tidak keseimbangan ketika
hakim memutus perkara.
Menurut penulis dapat kita lihat berdasarkan fakta-fakta
dipersidangan yang ada yaitu alasan keadaan yang memberatkan dalam
perkara No. 387/Pid.B/2019/PN.Jmr pelaku melakukan perbuatan yang
merugikan saksi korban dan keluarganya baik secara psikis maupun
materi. Dengan keadaan yang memberatkannya itu membuat psikis
korbannya itu terganggu, mental korban terganggu, bertentangan dengan
nilai-nilai sosial, agama, dan kesusilaan maka seharusnya dengan
keadaan yang memberatkan itu lebih signifikan dibanding dengan
76

keadaan yang meringankan, jika dilihat seharusnya pelaku dapat


diperberat hukumannya karena penyebar konten pornografi bukan
merupakan tindak pidana yang ringan seharusnya disesuaikan dengan
ketentuan di dalam Undang-Undang ITE tersebut karena sangat
merugikan korbannya dan penegakan hukumnya tidak hanya 1 (satu)
tahun 10 (sepuluh) bulan dan dendanya terlalu sedikit hanya Rp. 300.000
(tiga ratus ribu rupiah) jauh dari ketentuan Undang-Undang ITE itu
sendiri maka dari itu harus disesuaikan lagi penegakan hukumnya.
Sedangkan keadaan yang meringankan disini keadaan-keadaan dimana
pelaku merasa bersalah dan telah menyesali perbuatannya tidak akan lagi
mengulangi perbuatannya. Keadaan inilah yang sudah seharusnya pelaku
lakukan atas perbuatannya tidak dijadikan alasan keadaan meringankan.
c. Menurut Aspek Filosofis, dalam perkara No. 387/Pid.B/2019/PN.Jmr ini
putusan hakim dalam menjatuhkan hukuman pidana pada pelaku itu
kurang sesuai, karena dalam menjatuhkan putusan seharusnya
memberikan keadilan yang seadil-adilnya bagi pelaku. Menurut penulis
putusan yang telah hakim jatuhkan bukan yang terbaik, lantaran
hukuman yang hanya didapat pelaku hanya 1 (satu) tahun dan 10
(sepuluh) bulan dan denda Rp. 300.000 (tiga ratus ribu rupiah), yang
mana dalam penjatuhan hukuman hanya sekian tidak membuat efek jera
pasalnya perbuatan pelaku adalah perbuatan yang sangat merugikan
keluarga korban maupun korbannya sendiri, terkait dengan dendanya
terlalu ringan hanya Rp. 300.000,- padahal perbuatan pelaku kepada
korban mengakibatkan kerugian yang cukup banyak, walaupun korban
dan pelaku dalam putusan dijelaskan bahwa mereka sudah saling
memaafkan tetapi hukuman tetap hukuman sebagaimana yang sudah
pelaku perbuat maka harus dipertanggungjawabkan perbuatannya dan
hakim harus memberikan hukuman sesuai dengan ketentuan tindak
pidana pornografi melalui media sosial facebook.
Sesuai dengan sila ke 5 pancasila yang berbunyi : “Keadilan bagi
seluruh rakyat Indonesia” pada putusan perkara
77

No.387/Pid.B/2019/PN.Jmr yang dijatuhkan oleh hakim belum sesuai


dengan keadilan bagi masyarakat, karena keadilan yang seharusnya
merupakan keadilan yang mementingkan bagi yang berkaitan dengan
peraka ini dan tidak merugikan bangsa dan negara dimasa yang akan
datang.
Berdasarkan penyelesaian perkara ini, pelaku didakwa dengan
dakwaan alternatif pertama dan kedua oleh jaksa penuntut umum dan dan
diambil oleh hakim hanya dakwaan alternatif kedua yaitu pasal 45 ayat 1
Undang-Undang RI No. 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-
Undang RI No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik yang mana diancam pidananya paling lama 6 (enam) tahun
dan denda paling banyak sejumlah Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah). Menurut penulis menganalisis isi pasal 45 ayat (1) Undang-
Undang Informasi dan Transaksi Elektronik yang mana dalam konteks
“dengan sengaja mendistribusikan” dalam hal ini pelaku adalah orang
yang mendistribusikan foto-foto bugil saksi korban tersebut. Jadi pelaku
sudah sepenuhnya telah melanggar isi pasal 45 ayat (1) ini karena
berdasarkan fakta dipersidangan telah terbukti mendistribusikan atau
mentransmisikan foto-foto tersebut. Dan jika kita lihat penjatuhan
hukuman ini menjadi faktor yang menentukan berat dan ringannya
pidana yang dijatuhkan, pertanggungjawaban pidana pada dasarnya bisa
dikaitkan dengan fungsi preventif yaitu adanya upaya-upaya tegas dari
pemerintah daerah untuk menyeriusi pencegahan dan penindakan
terhadap kejahatan ini dan pembuat menyadari atas konsekuensi hukum
dari perbuatan yang dilakukan.
Terhadap Pertimbangan hakim seharusnya menyatakan tujuan dari
pemidanaan tersebut merupakan sarana pembelajaran bagi pelaku dan
masyarakat, disini hakim tidak melihat secara penuh tentang bahwa
keberadaan UU ITE sendiri itu ditunjukan untuk memberikan rasa aman,
keadilan dan kepastian hukum bagi korban yang berdampak dari pelaku
perbuatan tersebut. Namun hal ini, dapat disimpulkan bahwa sebaiknya
78

hakim tidak seharusnya memutus perkara pada pelaku 1 (satu) tahun dan
10 (sepuluh) bulan dan denda Rp. 300.000 (tiga ratus ribu rupiah) tetapi
pada perkara ini seharusnya diupayakan ancaman pidana dan denda harus
proporsional dan profesional dengan memperhatikan nilai dan norma
dalam masyarakat agar tidak ada lagi yang melanggar UU ITE.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan di atas, mengacu pada pembahasan dalam


penelitian ini maka penulis memberikan kesimpulan dapat diketahui bahwa:
1. Modus operandi tindak pidana penyebarluasan konten pornografi yaitu
Bahwa modus operandi yang digunakan pelaku untuk menjalankan
aksinya dengan cara melalui teknologi informasi pada media sosial,
pelaku yang memang dengan sengaja menyebarluaskan konten
pornografi, motif pelaku tersebut menyebarluaskan di berbagai media
sosial akun milik pelaku facebook dan twitter untuk meraup keuntungan
pribadi dari menyebarluaskan konten pornografi tersebut.
2. Pertimbangan hakim menjatuhkan hukuman pidana pada pelaku tindak
pidana penyebarluasan konten pornografi di media sosial dengan
putusan No.215/Pid.B/2021/PN.Tgt dan No. 387/Pid.B/2019/PN.Jmr.
belum sesuai dengan aspek Yuridis karena penjatuhan hukuman bagi
pelaku tergolong ringan dan belum sesuai, dimana dalam putusan
No.215/Pid.B/2021/PN.Tgt hakim hanya menjatuhkan 10 bulan tanpa
adanya denda sedangkan putusan No.387/Pid.B/2019/PN.Jmr hanya
dijatuhkan hukuman 1 tahun, 10 bulan dan denda Rp.300.000 masih
jauh dari ketentuan Undang- Undang Pornografi dan Undang-Undang
ITE yang berlaku. sehingga dapat menyebabkan pengulangan tindak
kejahatan tersebut, secara aspek sosiologis putusan hakim tidak bisa
diterima oleh masyarakat karena bertentangan dengan nilai-nilai agama
moral, dan norma sosial, yang menyebabkan dampak buruk bagi korban
dan masyarakat yang melihat konten pornografi tersebut. Sedangkan
pada apek filosofis putusan hakim pada putusan tersebut belum sejalan
dengan teori penegakan hukum yaitu antara unsur kepastian hukum,
kemanfaatan, dan keadilan.

79
80

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, penulis menyarankan


beberapa hal untuk dilakukan diantaranya yaitu :
1. Sebaiknya pemerintah melalui Kominfo lebih meningkatkan kembali
melakukan pemblokiran konten-konten pornografi di internet, mulai
dari media sosial aplikasi-aplikasi yang kebanyakan memuat konten
pornografi facebook, twitter, michat, dan aplikasi lainnya, adapun situs-
situs berbasis illegal sehingga tidak ada lagi kalangan masyarakat
terutama anak-anak dibawah umur yang menonton. Terlebih lagi dalam
penegakan hukum bagi pelaku penyebarluasan lebih ditingkatkan
terhadap yang mengunggah konten pornografi sesuai dengan Tujuan
merupakan adanya unsur kemanfaatan, kepastian hukum dan keadilan.
2. Diharapkan kepada semua masyarakat Indonesia terutama aparat
penegak hukum selalu memberikan sosialisasi kepada masyarakat agar
selalu memberikan sosialisasi terkait maraknya kejahatan asusila supaya
kedepannya dapat meminimalisir kejahatan pornografi fisik maupun
non-fisik.
Daftar Pustaka
1. Buku
Adam Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana II, Rajawali Pres, Jakarta, 2002.
Adami Chazawi, “Pelajaran Hukum Pidana Bagian I”, Jakarta: Rajawali
Pres, 2011.

____________, Tindak Pidana Pornografi (Malang: Banyumedia


Publishing, 2013.

Ahmad Sofian, Ajaran Kausalitas Hukum Pidana, Jakarta: Prenada Media


Group, 2018.

Ahmad Sofyan Ajaran Kausalitas dalam RUU- KUHP (Jakarta: Institute


For Criminal Justice Reform, 2016.

____________, “Ajaran Kausalitas Hukum Pidana” Jakarta: Prenada


Media Group, 2018.

Alfitra, Afwan Faizin, dan Ali Mansur, “Modus Operandi Prostitusi Online
dan Perdagangan Manusia di Indonesia”, Jakarta: Wade Group,
2021.

Amirudin, H. Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta:


PT. Raja Grafindo Persada, 2010.

Busyro, Maqashid Al-Syari’ah Pengantar Mendasar Memahami Maslahah,


Edisi pertama, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2019.

Dirjosisworo, Ruang Lingkup Kriminal, Jakarta. Rajawali, 1984.


Dwi Haryadi Buku, “Kebijakan Integral Penanggulangan Cyberporn di
Indonesia” Semarang: VLima, 2012.

Hamza Hasan, Kejahatan Kesusilaan Perspektif Hukum Pidana Islam,


Makasar: Universitas Alaudin, 2012.

Ishaq, Hukum Pidana, Depok: PT Raja Grafindo Persada, 2019.


Jimly Asshidiqie, Agenda Pembangunan Hukum Nasional di Abad
Globalisasi, Cet.I, Balai Pustaka, Jakarta, 1998.

K. Wantjik Saleh, Kehakiman dan Keadilan, Jakarta: Ghalia Indonesia,


1998.
Moeljatno, Azas-azas Hukum Pidana, Jakarta: Rineka Cipta 2008.

81
82

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana Prenada,


2010.

R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta


Komentar-komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Bogor:
Politeria, 2004.

Rasyid Ariman dan Fahmi Maghib, Hukum Pidana, Malang: Setara Press,
2016.

Soerjono Soekanto & Sri Mudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu


Tinjauan Singkat, PT. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003.

________________, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan


Hukum, Jakarta: Rajawali, 1983.

Tjipta Lesmana, Pornografi dalam Media Massa, Jakarta: Puspa Swara,


1995.

Tongat, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia Perspektif Pembaharuan,


Malang: Universitas Muhammadiyah Malang, 2012.

A. Zainal Abidin Farid, Hukum Pidana 1, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007.

2. Peraturan PerUndang-Undangan
Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi.
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2008.

3. Jurnal
Arianty Anggraeny Mangareng, Efektivitas Undang-Undang Nomor 44
Tahun 2008 Tentang Pornografi Di Kota Makassar, Jurnal Meraja,
Vol. 2, No. 2, Juni 2019.

Cyntia Dewi, Neni Ruhaeni, dan Eka Juarsa.”Penegakan Hukum terhadap


Tindak Pidana Pornografi di Media Internet Berdasarkan Undang-
Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik dan Implementasinya terhadap Pemilik Situs Pornografi
di Indonesia”, Prosiding Ilmu Hukum, Vol. 5 No. 2 Tahun 2019.
83

Darin Nur Aini Muthaiah dan Mukhtar Zuhdy, “Pertimbanga Hakim Dalam
Memutus Perkara Tindak Pidana Pornografi” Indonesian Journal Of
Criminal Law And Criminology, Vol. 2, No. 1, Maret 2021.

Ferry Irawan Febriansyah Jurnal, “Tindak Pidana Cyberporn dalam Kajian


Yuridis Undang-Undang Pornografi” (Fakultas Hukum, Universitas
Muhammadiyah Ponorogo) Vol 22, No.3, 2017.

Ghofar Shidiq, Teori Maqashid Al-syariah Dalam Hukum Islam, Sultan


Agung, Vol. XLIV No. 118, Juni-Agustus 2009.

Isnaini Enik, Penanggulangan tindak Pidana Pornografi Dalam Media


Sosial, Jurnal Independent, Vol, 2, No 2 1014 (28 Desember 2021).

Lhedrik Lienarto, Penerapan Asas Conditio Sine Qua Non Dalam Tindak
Pidana Di Indonesia, Vol. 5, No. 6, Agustus 2016.

Muh. Nizar, Amiruddin, Lalu Sabardi, Ajaran Kausalitas dalam Penegakan


Hukum Pidana, Jurnal.ipts, Vol.7 No.1 Edisi Januari 2019.

Nugraha Eka Putra, Kejahatan Tanpa Korban dalam Kejahatan Cyberporn,


Jurnal Cakrawala Hukum, Vol.6, No. 1 Juni 2015.

R. Syailendra Moody, Perlindungan Data Pribadi Terhadap Tindakan


Penyebaran Sex Tape Menurut Hukum Positif Di Indonesia, Jurnal
Muara Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni, Vol. 5 No. 2, (Oktober
2021).

Santoso, Topo, “Pornografi dan Hukum Pidana”, Jurnal Hukum &


Pembangunan, Vol. 26, No. 6, Juni 2017.

Suratman, Andri Winjaya Laksana, Analisis Yuridis Penyidikan Tindak


Pidana Pornografi Berdasarkan UU No. 44 Tahun 2008, Jurnal
Pembaharuan Hukum, Vol. 1, No. 2 Mei- Agustus 2014.

Wicipto Setia, Penegakan Hukum: Kontribusinya Bagi Pendidikan Hukum


dalam Rangka Pengembangan Sumber daya Manusia (Law
Enforcement: ITS Contribution To Legal Education In The Contect
Of Human Resource Development), Jurnal Hukum Nasional, Vol.1,
No.2 Tahun 2018.

Y. Ambeg Pratama, Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Menurut Undang-


Undang dalam Perspektif Restoratif Justice, Jurnal Penelitian
Hukum, Vol. 16, No. 3 September 2016.
84

Ziveria Mira, Pemanfaatan Media Sosial Facebook sebagai Sarana Efektif


Pendukung Kegiatan Perkuliahan di Program Studi Sistem Informasi,
Jurnal Sains dan Teknologi, Vol. 4, No.2, 2017, h.172.

4. Putusan
Putusan PN Tanah Grogot No. 215/Pid.B/PN.Tgt.
Putusan PN Jember No. 387/Pid.B/PN.Jmr.

5. Skripsi
Lutfhiah Attamimi Skripsi, “Pengaturan Cyberporn dalam Persfektif
Hukum Pidana dan Hukum Pidana Islam”. S1 Fakultas Hukum
Universitas Islam Indonesia : 2018.

Ranny Delita Kasih Skripsi, “pertanggungjawaban pidana para pihak


dalam penyebaran konten cyberporn melalui twitter”. S1 Fakultas
Hukum Universitas Islam Indonesia : 2020.

Raymond Caesar Perangin Angin Skripsi, “Tinjauan kriminologi tindak


pidana pornografi melalui aplikasi media social Twitter”. S1
Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya : 2021.

6. Artikel
Hasil Survei Indeks Literasi Digital Nasional 2020, Akses Internet Makin
Terjangkau, https://m.kominfo.go.id/content/detail/30928/siaran-
pers-no-149hmkominfo112020-tentang-hasil-survei-indeks- literasi-
digital-nasional-2020-akses-internet-makin terjangkau/0/siaran_pers
(Diakses pada tanggal 21 November 2021, pukul 14.40 WIB)

KOMPAS.com, Kemenkominfo Putus Akses Terhadap 2,6 juta Terbanyak


Pornografi, diakses dari
https://nasional.kompas.com/read/2021/09/22/17231611/kemenkom
info-putus-akses-terhadap-26-juta-konten- negatif-terbanyak , pada
tanggal 28 Desember 2021.

Anda mungkin juga menyukai