Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh :
YUSUF AGUNG PURNAMA
NIM: 11160480000025
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh :
YUSUF AGUNG PURNAMA
NIM: 11160480000025
i
AMBANG BATAS PARLEMEN (PARLIAMENTARY
THRESHOLD) DALAM PEMILU LEGISLATIF TAHUN 2019
DITINJAU DARI TEORI KEDAULATAN RAKYAT
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh :
Pembimbing
ii
iii
LEMBAR PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Yusuf Agung Purnama
NIM : 11160480000025
Program Studi : Ilmu Hukum
Tempat dan Tanggal Lahir : Indramayu, 21 April 1998
Alamat : Blok Tirtamulya, Desa Margamulya, Kecamatan
Bongas, Kabupaten Indramayu
Kontak : 081221149457
Email : yusufagungpurnama@gmail.com
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang saya ajukan ke Fakultas
Syariah dan Hukum untuk memenuhi salah satu persyaratan guna memperoleh
gelar strata satu, yakni sarjana hukum, di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa hasil karya ini bukan karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
iv
ABSTRAK
Yusuf Agung Purnama. NIM 11160480000025. AMBANG BATAS
PARLEMEN (PARLIAMENTARY THRESHOLD) DALAM PEMILU
LEGISLATIF TAHUN 2019 DITINJAU DARI TEORI KEDAULATAN
RAKYAT. Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Syari’ah dan Hukum, Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1442 H/2021 M.
Studi ini bertujuan untuk untuk memecahkan permasalahan penelitian
terkait penerapan parliamentary threshold dalam pemilu legislatif di Indonesia jika
ditinjau dari teori kedaulatan rakyat.
Metode Penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah
metode penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan normatif empiris
atau pendekatan perundang-undangan. Pendekatan perundang-undangan adalah
pendekatan yang dilakukan dengan menelaah semua peraturan perundang-
undangan yang bersangkut paut dengan permasalahan (isu hukum) yang sedang
dihadapi. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini ada 3 macam: pertama,
data primer dalam penelitian ini adalah Undang-undang Dasar 1945 dan Undang
undang Nomor 7 Tahun 2017. kedua, data sekunder dalam penelitian ini adalah
Undang-undang, buku-buku, jurnal hasil penelitian, dan pendapat pakar hukum
yang berkaitan dengan judul skripsi ini. Analisis data yang dilakukan adalah secara
induktif, yakni data dikaji melalui proses yang berlangsung dari fakta, yang pada
akhirnya diketahui bagaimana penerepan parliamentary threshold dalam pemilu
legislatif di Indonesia jika ditinjau dari teori kedaulatan rakyat.
Hasil penelitian ini bahwa dalam pemerintahan di suatu negara yang
sebenarnya berkuasa adalah rakyatnya, yang mana rakyat melalui perwakilannya
yang dipilih melalui pemilihan umum menjalankan pemerintahan di suatu negara
dengan cita menuju kesejahteraan rakyatnya berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-
undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan dalam penerapan
parliamentary threshold demokrasi akan senantiasa tumbuh dan berkembang
sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat. Sedangkan pemilihan
umum adalah sarana untuk mewujudkan demokrasi harus menjalankan ide politik
tersebut dalam pelaksanaannya, sehingga pemilu yang demokrasi itu tidak semata
mata menentukan siapa yang duduk di parlemen melainkan pemilihan umum yang
dapat merepresentasikan kedaulatan rakyat. Implementasi penerapan
parliamentary threshold menurut Undang-undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017
dalam penerapannya lembaga legislatif belum mempunyai design yang jelas dalam
penentuan besaran ambang batas parlemen, yang mengakibatkan banyak suara
rakyat yang terbuang dengan adanya ketentuan tentang ambang batas parlemen
Kata Kunci: Parliamentary Threshold, Pemilu, Kedaulatan Rakyat.
v
KATA PENGANTAR
Segala puji serta syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang
telah memberikan karunia nikmat iman, islam dan nikmat kesehatan sehingga
penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul “Ambang Batas Parlemen
(Parliamentary Threshold) Dalam Pemilu Legislatif Tahun 2019 Ditinjau Dari
Teori Kedaulatan Rakyat” Sholawat serta semoga tercurahkan kepada Rasulallah
SAW keluarga dan sahabatnya. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat
untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Dalam proses penyusunan skripsi, peneliti banyak mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak, baik berupa dorongan moril maupun material, karena peneliti
yakin tanpa bantuan dan dukungan tersebut, sulit rasanya bagi penulis untuk
menyelesaikan skripsi ini, selain itu tidak lupa juga peneliti mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.Ag., S.H., M.H., M.A. Dekan Fakultas Syariah
dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Muhammad Ali Hanafiah Selian. S.H., M.H. Ketua Program Studi Ilmu
Hukum dan Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum. Sekretaris Program Studi Ilmu
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. Sodikin, S.H., M.H., M.Si. Pebimbing Skripsi yang telah meluangkan
waktunya dan memberikan bimbingan dan arahan yang sangat berguna bagi
penulis dalam menyusun skripsi ini.
4. Kepala Pusat Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan fasilitas untuk pengadaan studi
pustaka.
5. Ali Mansur. M.A. Penasihat Akademik yang telah banyak meluangkan
waktunya dalam memberikan bimbingan dan arahan yang sangat berguna
selama peneliti menempuh perkuliahan
vi
6. Kedua orang tua tercinta Bapak Sanusi dan Ibu Dewi Kartini, yang telah
membesarkan, membimbing dengan penuh kesabaran dan ketekunan. Serta
segenap keluarga besar tercinta.
7. Pihak-pihak lain yang telah memberikan kontribusi dalam penyelesaian skripsi
ini.
Tiada cita yang akan terwujud dengan sendirinya melainkan dengan
pertolongan Allah SWT, sehingga penulis dapat memberikan kontribusinya
dalam ilmu pengetahuan. Seperti kata pepatah bahwa sebuah proses tidak akan
menghianati hasil yang kan diperoleh kelak. Penulis berharap skripsi ini
bermanfaat untuk penulis khususnya dan untuk para pembaca pada umumnya
serta menjadi amal baik di sisi Allah SWT, dan terakhir semoga setiap bantuan,
doa, motivasi dan bimbingan yang telah diberikan kepada penulis mendapatkan
pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT. Amiin.
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ................................. iii
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................. iv
ABSTRAK ..............................................................................................................v
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi
DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii
BAB I: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah ............................. 4
1. Identifikasi Masalah ........................................................................ 4
2. Pembatasan Masalah ....................................................................... 4
3. Perumusan Masalah ......................................................................... 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................ 5
D. Metode Penelitian ................................................................................. 6
E. Sistematika Pembahasan ...................................................................... 9
BAB II: AMBANG BATAS PARLEMEN
A. Kerangka Konseptual ....................................................................... 11
1. Parliamentary Threshold ............................................................ 11
2. Lembaga Legislatif.......................................................................12
3. Pemilu di Indonesia ..................................................................... 12
B. Kerangka Konseptual ........................................................................13
1. Negara Hukum .............................................................................13
2. Teori Kedaulatan Rakyat............................................................. 16
3. Teori Demokrasi...........................................................................19
C. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu ................................................21
BAB III PENERAPAN AMBANG BATAS PARLEMEN
A. Sejarah Penerapan Ambang Batas Parlemen ................................... 24
B. Dinamika Pengaturan Parliamentary Threshold ............................. 25
viii
C. Kelebihan dan Kekurangan dalam Penerapan Parliamentary
Threshold ....................................................................................... 29
BAB IV IMPLEMETASI AMBANG BATAS PARLEMEN
A. Penerapan Parliamentary Threshold Ditinjau dari Teori Kedaulatan
Rakyat ..............................................................................................33
B. Implementasi Parliamentary Threshold Menurut Undang-Undang
Pemilu Nomor 7 Tahun 2017........................................................... 40
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .......................................................................................54
B. Rekomendasi .....................................................................................53
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 56
ix
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia menyelenggarakan pemilu pertama di tahun 1955. Setelah pemilu
tahun 1955, Indonesia menyenggarakan beberapa kali pemilu, yaitu pemilu
tahun 1971, 1977, 1982, 1992, 1999, 2004, 2009 , 2014 dan 2019. Selama dua
periode pemilu legislatif dan terakhir kemarin pada tanggal 17 April 2019 telah
dilangsungkan pemilu Presiden, sekaligus pemilu legislatif, telah diberlakukan
mengenai kebijakan ambang batas parlemen (parliamentary threshold).
Parliamentary Threshold atau ambang batas parlemen merupakan besaran
angka suara sah partai politik agar bisa mengirimkan wakilnya di parlemen.
Pemberlakuan tentang parliamentary threshold merupakan sebuah kebijakan
pembentuk Undang-Undang (legal policy) yang dibuat untuk mewujudkan
sistem multipartai sederhana. Sistem multipartai sederhana akan memberikan
efektivitas kinerja bagi para wakil rakyat yang bekerja di parlemen. 1
Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang demokratis, oleh
karenanya landasan berpijak mengenai pemilu yang mendasar adalah
demokrasi Pancasila yang secara tersirat dan tersurat ditemukan dalam
pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, paragraf ke empat. Sila keempat
Pancasila menyatakan “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan perwakilan”. Ketentuan konstitusional dalam
Pancasila, Pembukaan dan pasal-pasal Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 memberikan isyarat adanya proses atau mekanisme
kegiatan nasional 5 (lima) tahunan. Dalam siklus kegiatan nasional lima
tahunan pemilu merupakan salah satu kegiatan atau program yang harus
dilaksanakan, berapa pun mahalnya harga pemilu itu. 2
Adapun salah satu isu yang sedang hangat diperbincangkan ketika
menjelang pemilu 2019 kemarin adalah terkait penaikan parliamentary
1
Teta Anisah ”Dinamika pengaturan parliamentary threshold dalam sistem ketatanegaraan
republik indonesia” skripsi S1 Fakultas Hukum Universitas Lampung 2019
2
Ni’matul Huda dan Imam Nasef. Penataan Demokrasi Dan Pemilu Di Indonesia Pasca
Reformasi. (Jakarta: Kencana 2017), h.42.
1
2
3
Abdul Rokhim “Pemilihan Umum Dengan Model “Parliamentary Threshold” Menuju
Pemerintahan Yang Demokratis Di Indonesia” DIH, Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 7, No. 14, 2011. h.89-
91.
4
Teta Anisah ”Dinamika pengaturan parliamentary threshold dalam sistem ketatanegaraan
republik indonesia” skripsi S1 Fakultas Hukum Universitas Lampung 2019
3
Demokrat, Golkar, PDIP, PKS, PAN, PKB, PPP, Gerindra, dan Hanura. Hal ini
juga terjadi pada Pemilu 2014 yang diikuti oleh 12 partai, dan yang lolos aturan
ambang batas parlemen 3,5 persen hanya sepuluh partai.5 Pada pemilu 2019
diikuti oleh 16 partai dan partai yang lolos aturan ambang batas parlemen 4
persen yaitu sebanyak 9 partai : PDI-P, Gerindra, Golkar, PKB, Nasdem, PKS,
Demokrat, PAN dan PPP. Sedangkan partai yang tidak lolos ambang batas 4
persen yaitu sebanyak 7 partai : Perindo, Berkarya, PSI, Hanura, PBB, Garuda
dan PKPI.6
Dalam negara modern yang demokratis bahwa suara rakyat adalah suara
tuhan dan harus terwakili. Tetapi dalam sistem kepartaian, rakyat tidak bisa
menyuarakannya sendiri. Maka dibuatlah institusi jalur partai sebagai wadah
masyarakat dalam menyuarakan keperluannya itulah yang menjadi perdebatan
para pakar politis dan pakar demokrasi. Hal itu tidak mungkin bagi partai yang
mempunyai suara kecil satu kursi mempunyai fraksi di parlemen, oleh sebab itu
perlu adanya penyederhanaan dibuatlah aturan partai apa saja yang mempunyai
akses untuk bisa masuk ke parlemen. Akhirnya pada pemilu 2009 telah
disepakati dalam teori demokrasi ada batas yang harus dibuat. Beragam
prosedurnya mulai dari membatasi partai yang tidak laku ikut dalam parlemen.
Tetapi hal itu tidak efektif karena di Indonesia jika partainya tidak lulus maka
membuat partai baru. Pada kenyataannya, setiap partai yang ingin mengikuti
pemilu itu ada anggaran negara untuk pengelolaannya. Akhirnya karena melihat
kondisi yang ada di Indonesia pemikir demokrasi dan tata negara Indonesia
mencoba menawarkan adanya pengaturan sistem kepartaian untuk mengatur
fraksi parlemen. Itu ada kaitannya dengan penyederhanaan jumlah partai yang
banyak di parlemen.
Terlepas dari perdebatan tadi, berapa batas suara yang harus dipenuhi untuk
bisa mendapatkan kursi di parlemen. maka di luar dari perdebatan itu, anggota
dewan melalui kewenangannya di sebuah aturan membuat ketentuan di setiap
5
Markus H. Simarmata “Mencari Solusi Terhadap Keraguan Sistem Pemilihan Umum Yang
Tepat Di Indonesia” Jurnal Legilasi Indonesia Vol. 14, No. 03, 2017 h. 291-295
6
https://amp.kompas.com/nasional/read/2019/05/21/03483081/penetapan-kpu-9-parpol-
lolos-parlemen-pdi-p-unggul di akses pada 25 Oktober 2019, pukul 19.15 WIB
4
pemilu legislatif itu batasnya bervariasi dengan nama yang berbeda juga yaitu
ada electoral threshold dan parliamentary threshold. Namun, ketika dalam
praktek proses pemilu legislatif di Indonesia banyak menuai permasalahan,
dengan adanya parliamentary threshold suara rakyat tidak terwakilkan melalui
partai politik sebagai peserta dalam pemilihan umum yang tidak mencukupi
besaran ambang batas 4% itu apakah masih bisa disebut dengan kedaulatan ada
di tangan rakyat? tentu masalah tersebut penulis tertarik untuk melakukan
kajian yang mendalam dalam dengan judul “Ambang Batas Parlemen
(Parliamentary Threshold) Dalam Pemilu Legislatif Tahun 2019 Ditinjau
Dari Teori Kedaulatan Rakyat”
3. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah, maka peneliti
merumuskan masalah yaitu: penerapan parliamentary threshold dalam
5
D. Metode Penelitian
Untuk dapat merampungkan penyajian skripsi ini agar dapat memenuhi
kriteria sebagai tulisan ilmiah diperlukan data yang relevan dengan skripsi ini.
Dalam upaya pengumpulan data maka perlu diterapkan metode pengumpulan
data sebagai berikut.
1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Pendekatan perundang-undangan. pendekatan perundang-undangan
adalah pendekatan yang dilakukan dengan menelaah semua peraturan
perundang-undangan yang bersangkut paut dengan permasalahan (isu
hukum) yang sedang dihadapi. Pendekatan perundang-undangan dalam
penelitian ini dilakukan dengan mempelajari konsistensi atau kesesuaian
antara Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
dengan Undang-Undang, atau antara Undang-Undang yang satu dan
Undang-Undang yang lain.7 Metode penelitian yang peneliti gunakan
adalah metode penelitian hukum Normatif yaitu penelitian hukum yang
melihat penerapan hukum oleh aparat yang berwenang.
2. Jenis Penelitian
Penelitian merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
mendapatkan pemahaman baru yang lebih kompleks, lebih mendetail dan
lebih komprehensif dari suatu hal yang di teliti. Dalam penelitian skripsi
ini, peneliti menggunakan penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah
7
Johni Ibrahim. Teori dan Metodologi Hukum Normatif. (Malang: Bayu Media Publishing,
2007), h.321.
7
8
Fahmi Muhammad Ahmadi dan Jenal Aripin. Metode Penelitian Hukum...h.9.
9
Amiruddin dan Zainal Asikin. Pengantar Metode Penelitian. (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2004), h.118.
8
E. Sistematika Pembahasan
Rancangan pembahasan merupakan pola dasar pembahasan skripsi dalam
bentuk bab dan sub yang secara logis saling berkorelasi yang menjadi objek
masalah untuk di teliti. Masing-masing bab terdiri atas beberapa sub-sub bab
guna memperjelas ruang lingkup dan cakupan permasalahan yang diteliti.
Adapun sistematika penulisan skripsi ini ialah sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Pendahuluan yang mencakup latar belakang masalah, identifikasi
masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II AMBANG BATAS PARLEMEN
Pada bab ini peneliti akan membahas kerangka konseptual yaitu
Parliamentary Threshold, lembaga legislatif dan pemilu di Indonesia.
10
Peneliti juga akan membahas kerangka teoritis yaitu negara hukum, teori
kedaulatan rakyat dan teori demokrasi.
BAB III PENERAPAN AMBANG BATAS PARLEMEN
Merupakan bab penyajian data dan penelitian. Dalam penelitian ini
peneliti mendeskripsikan analisis data dan hasil penelitian. Peneliti
menjabarkan tentang sistem penerapan parliamentary threshold, pemilu
legislatif di Indonesia ditinjau dengan teori kedaulatan rakyat merujuk pada
pasal 1 ayat (2) Undang-undang Dasar 1945, kemudian peneliti
mendeskripsikan penerapan pengaturan parliamentary threshold yang
meliputi sejarah penerapan parliamentary threshold, dinamika pengaturan
parliamentary threshold dan kelebihan serta kekurangan dalam penerapan
parliamentary theshold
BAB IV IMPLEMETASI AMBANG BATAS PARLEMEN
Merupakan bab analisis pembahasan yang membahas dan menjawab
permasalahan pada penelitian skripsi ini. Dalam bab ini peneliti
menjabarkan analisis penerapan parliamentary Threshold dalam pemilu
legislatif di Indonesia jika ditinjau dari teori kedaulatan rakyat, dan
Implementasi Parliamentary Threshold Menurut Undang-undang Pemilu
Nomor 7 Tahun 2017.
BAB V PENUTUP
Merupakan bab yang menjelaskan kesimpulan dan rekomendasi
mengenai penelitian skripsi ini. Kesimpulan merupakan penyederhanaan
dari hasil analisis atau jawaban terhadap ini masalah penelitian berdasarkan
data yang diperoleh. Rekomendasi merupakan masukan atau saran yang
dijabarkan oleh peneliti.
BAB II
AMBANG BATAS PARLEMEN
A. Kerangka Konseptual
1. Parliamentary Treshould
Secara konseptual, ambang batas parlemen (parliamentary threshold)
adalah besaran angka suara sah yang harus dilampaui oleh partai politik.
Ambang batas parlemen merupakan salah satu instrumen teknis pemilihan
umum dalam negara-negara yang menerapkan sistem pemilu proporsional,
termasuk diantaranya adalah negara Indonesia. threshold, electoral
threshold, maupun parliamentary threshold pada dasarnya adalah sama,
yaitu ambang batas yang harus dilampaui oleh partai politik, untuk dapat
mengirimkan perwakilannya. Threshold, electoral threshold, presidential
threshold ataupun parliamentary threshold biasanya dapat diartikan dengan
persentase perolehan suara sah atau perolehan minimal kursi.1
Parliamentary threshold adalah ketentuan batas minimal perolehan suara
yang harus dipenuhi partai politik peserta pemilu agar bisa menempatkan
calon anggota legislatifnya di parlemen. Hal ini dapat diartikan bahwa partai
politik yang tidak memenuhi ambang batas parlemen tidak berhak
menempatkan perwakilannya di parlemen sehingga suara yang telah
diperoleh akan dianggap hangus.2
Letak dasar adanya parliamentary threshold adalah untuk
memaksimalkan perwakilan suara rakyat di parlemen, bukan untuk
membatasi hak rakyat dalam memilih wakilnya di parlemen. Di Indonesia
parliamentary threshold merupakan syarat ambang batas perolehan suara
partai politik untuk bisa masuk di parlemen. Jadi, setelah hasil jumlah suara
masing-masing partai politik diketahui seluruhnya, kemudian dibagi dengan
jumlah suara secara nasional.3
1
Sholahuddin Al-Fatih “Implementasi Parliamentary Threshold Dalam Pemilihan Anggota
Dprd Provinsi Dan Dprd Kabupaten/Kota”, ... h.376.
2
Abdul Rokhim “Pemilihan Umum Dengan Model “Parliamentary Threshold” Menuju
Pemerintahan Yang Demokratis Di Indonesia” DIH, Jurnal Ilmu Hukum. Vol. 7, No. 14, 2011, h.89.
3
Sunny Ummul Firdaus, “Relevansi Parliamentary Threshold terhadap Pelaksanaan Pemilu
yang Demokratis”, ... h.94.
11
12
2. Lembaga Legislatif
Lembaga legislatif adalah lembaga yang mempunyai tugas dan
wewenang untuk membuat atau merumuskan Undang-Undang Dasar yang
ada pada suatu negara. Dalam negara Indonesia, lembaga legislatif dapat
diartikan juga sebagai lembaga legislator, yang dijalankan oleh DPD
(Dewan Perwakilan Daerah) DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) dan MPR
(Majelis Permusyawaratan Rakyat).
DPR atau Dewan Perwakilan Rakyat adalah salah satu lembaga
legislatif yang mempunyai kedudukan sebagai lembaga negara. adapun
anggota DPR adalah mereka yang berasal dari anggota partai politik peserta
pemilu yang sudah terpilih saat pemilu. DPR mempunyai kedudukan di
pusat, sedangkan untuk tingkat provinsi disebut dengan DPRD Provinsi dan
untuk tingkat kota/kabupaten disebut dengan DPRD kabupaten/kota.
Anggota DPR dipilih secara langsung oleh rakyat dengan masa jabatannya
selama 5 tahun.
DPD (Dewan Perwakilan Daerah) merupakan salah satu lembaga
legislatif perwakilan daerah yang mempunyai kedudukan sebagai lembaga
negara. Anggota DPD berasal dari perwakilan setiap provinsi dalam negara
yang sudah terpilih pada pemilu. Adapun jumlah anggotanya tidak sama
dalam setiap provinsi, namun sudah ditetapkan paling banyak adalah 4
orang. Masa jabatan anggota DPD adalah selama 5 tahun.
MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat) adalah lembaga legislatif
yang terdiri dari anggota DPR dan DPD yang sudah terpilih dalam pemilu.
Adapun masa jabatannya adalah selama 5 tahun.
3. Pemilu di Indonesia
Pengertian pemilihan umum adalah suatu proses untuk memilih orang-
orang yang akan menduduki kursi pemerintahan. Pemilihan umum ini
diadakan untuk mewujudkan negara yang demokrasi, di mana para
pemimpinnya dipilih berdasarkan suara mayoritas terbanyak. Menurut Ali
Moertopo pengertian Pemilu sebagai berikut: “Pada hakikatnya, pemilu
adalah sarana yang tersedia bagi rakyat untuk menjalankan kedaulatannya
13
B. Kerangka Teori
1. Negara Hukum
Konsep Rechstaat atau negara hukum merupakan konsep yang sering
diidentikkan dengan Rule of Law. Namun, terdapat perbedaan yang sangat
jelas dari kedua konsep ini. “Negara Hukum” terdiri dari dua suku kata,
4
Andika Mei Mulyana “Peran Pemilihan Umum Dalam Membangun kesadaran
Berorganisasi Mahasiswa” skripsi S1 Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Pasundan Bandung, 2016, h.21.
14
negara dan hukum, yang jika dimaknai secara terpisah tentunya memiliki
arti yang berbeda pula. Negara biasanya diasumsikan sebagai bentuk
diplomatik dari suatu entitas nyata (masyarakat) yang memiliki hukum
untuk menjaga keteraturan. Sedangkan hukum selalu dipahami sebagai
produk dari suatu negara yang bertujuan untuk memelihara ketertiban
hukum (recht-order).
Melihat pernyataan di atas, maka tampak jelas bahwa Hans Kelsen
menolak dikotomi antara Hukum dan Negara. Komunitas yang eksis
menurutnya hanyalah merupakan simbol yang tidak berarti. Hubungan
timbal balik yang terjadi dalam masyarakat menunjukkan adanya suatu
tatanan sistem norma, sehingga tatanan hukum secara konkret adalah
negara. Keteraturan sosial harus dianggap identik dengan hukum atau
setidaknya terpusat pada kepada hukum. Teori hukum murni oleh Hans
Kelsen, pada dasarnya menghilangkan perbedaan antara hukum dan
keadilan sekaligus menepis perbedaan antara hukum secara objektif dan
hukum yang bersifat subjektif. Sebab kerinduan akan keadilan merupakan
kerinduan abadi manusia akan kebahagiaan. Kerinduan inilah yang tidak
dapat ditemukan oleh manusia sebagai seorang individu yang terisolir dan
hanya dapat ditemukan dalam masyarakat, sehingga keadilan adalah
kebahagiaan sosial.5
Keadilan tidak dapat diukur dalam pengertian yang asli yaitu tentang
memberikan kebahagiaan kepada setiap orang, yang nantinya pasti akan
bertentangan dengan kebahagiaan orang lain, sehingga kebahagiaan hanya
bisa dijamin oleh suatu tatanan sosial dalam arti kebahagiaan dalam satu
kelompok, dengan terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan tertentu, yang oleh
penguasa masyarakat, yakni pembuat hukum, dianggap sebagai kebutuhan
yang harus dipenuhi. Perbedaan antara liberalisme dan sosialisme, sebagian
besar bukan merupakan tujuan masyarakat melainkan persoalan tentang
cara yang tepat untuk mencapai suatu tujuan tertentu oleh orang-orang.
5
Jeffry Alexsander, “Memaknai Hukum Negara dalam Bingkai Negara Hukum”, Jurnal
Hasanuddin Law Review, Vol. 1 No. 1, 2015. h.78
15
Penentuan inilah yang tidak dapat ditentukan secara ilmiah. Sebab ide
tentang keadilan merupakan fenomena sosial, produk masyarakat, dan oleh
sebab itu berbeda sesuai dengan kondisi masyarakat itu, banyaknya individu
yang memiliki kesamaan pertimbangan nilai bukanlah bukti bahwa
pertimbangan itu benar.
Kriteria keadilan, seperti juga kriteria kebenaran tidak bergantung pada
banyaknya pertimbangan tentang realitas atau pertimbangan nilai yang
dibuat. Sehingga teori hukum dan teori tentang negara harus dianggap sama,
dan merupakan postulat dari kesatuan hukum nasional dan internasional,
dengan sistem hukum yang terdiri dari semua perintah hukum positif.
Berdasarkan uraian singkat di atas, maka negara hukum (rechtstaat)
sebenarnya menitik beratkan pada sistem hukum yang ada pada suatu
negara. Sistem hukum tersebut berasal dari Eropa kontinental yang biasa
disebut civil law atau modern roman law yang proses kelahirannya dimulai
dari suatu perjuangan yang bersifat revolusioner. Aristoteles merumuskan
Negara sebagai Negara Hukum yang di dalamnya terdapat sejumlah warga
negara yang ikut serta dalam permusyawaratan Negara. Yang dimaksudkan
dengan Negara Hukum di sini menur Aristoteles adalah Negara yang berdiri
di atas hukum yang menjamin keadilan kepada warga negaranya. Keadilan
merupakan syarat bagi tercapainya kebahagiaan hidup untuk warga negara
dan sebagai dasar dari pada keadilan itu perlu diajarkan rasa susila kepada
setiap manusia agar ia menjadi warga negara yang baik. Peraturan yang
sebenarnya menurut Aristoteles ialah peraturan yang mencerminkan
keadilan bagi pergaulan antara warganegaranya. Maka menurutnya yang
memerintah dalam negara bukanlah manusia melainkan pikiran yang adil
yang tertuang dalam peraturan hukum sedangkan penguasa hanya
memegang hukum dan keseimbangan saja.
Negara Hukum menurut Eropa Kontinetal dipelopori oleh Imanuel Kant.
Pada masa Kant ini yang berpengaruh di Eropa adalah paham ”laissez faire
aller” yang artinya biarlah setiap anggota masyarakat menyelenggarakan
sendiri kemakmurannya jangan Negara ikut campur tangan. Dalam bidang
hukum dan kenegaraan aliran ini berpendapat bahwa negara harus bersifat
16
6
Moh. Kusnardi dan Bintan R. Saragih, Ilmu Negara,(Jakarta: Gaya Media Pratama, 2015)
h.131.
7
Khairul Ilmi, Pemilihan Umum dan Kedaulatan Rakyat (Jakarta: Rajawali Pers, 2012),
h.17-22.
17
8
Mohamad Faisal Ridho, “Kedaulatan Rakyat Sebagai Perwujudan Demokrasi Indonesia”
ADALAH, Buletin Hukum dan Keadilan, Vol. 1, No. 8e, 2017. h.79
9
Mohamad Faisal Ridho, “Kedaulatan Rakyat Sebagai Perwujudan Demokrasi
Indonesia”,....h.80
19
3. Teori Demokrasi
Teori Demokrasi Versi Hans Kelsen Mengutip teori Jean Jaques
Rousseau, demokrasi adalah sebuah tahapan atau sebuah proses yang harus
dilalui oleh sebuah negara untuk mendapatkan kesejahteraan. Pernyataan
Rousseau ini seakan mengatakan, bahwa demokrasi bagi sebuah negara
adalah sebuah pembelajaran menuju ke arah perkembangan ketatanegaraan
yang sempurna. Padahal disadari oleh Rousseau, bahwa kesempurnaan
bukanlah milik manusia. Oleh karenanya, yang menjadi ukuran ada
tidaknya sebuah demokrasi dalam sebuah negara bukan ditentukan oleh
tujuan akhir, melainkan lebih melihat pada fakta tahapan yang ada.
Demokrasi akan berjalan sesuai dengan perkembangan zaman dan akan
sangat dipengaruhi oleh faktor budaya sebuah negara. Dengan begitu
Rousseau seolah ingin mengatakan bahwa jika menempatkan demokrasi
secara kaku dan ideal, tidak akan pernah ada demokrasi yang nyata dan tidak
akan pernah ada demokrasi. Hal inilah yang juga disadari oleh Hans Kelsen.
Uraiannya tentang demokrasi menjadi lebih tertata dan terstruktur. Ini untuk
membuktikan,bahwa demokrasi adalah sebuah proses yang berkelanjutan
menuju kesempurnaan. Awal dari datangnya ide demokrasi menurut Hans
Kelsen adalah adanya ide kebebasan yang berada dalam benak manusia.
Pertama kali, kosakata “kebebasan” dinilai sebagai sesuatu yang negatif.
Pengertian “kebebasan” semula dianggap bebas dari ikatan-ikatan atau
ketiadaan terhadap segala ikatan, ketiadaan terhadap segala kewajiban.
Namun, hal inilah yang ditolak oleh Hans Kelsen. Pasalnya, ketika manusia
berada dalam konstruksi kemasyarakatan, maka ide “kebebasan” tidak bisa
lagi dinilai secara sederhana, tidak lagi semata-mata bebas dari ikatan,
namun ide “kebebasan” dianalogikan menjadi prinsip penentuan kehendak
sendiri.
10
Patawari “Hakikat Kedaulatan Rakyat Dalam Pemilihan Umum Legislatif di Indonesia “
Vol. 9, 2014, h.8.
20
11
HM. Thalhah “Teori Demokrasi dalam Wacana Ketatanegaraan Perspektif Pemikiran Hans
Kelsen”, Vol. 16, No. 3, 2009. h.415.
12
HM. Thalhah “Teori Demokrasi dalam Wacana Ketatanegaraan Perspektif Pemikiran
Hans Kelsen ”, ... h.416.
21
dari kanon studi tekstual terutama di dalam teori politik. Hal itu juga saling
berkaitan, karena pada dasarnya.13
Teori demokrasi menurut David Held, perkembangan pemikiran
demokrasi dan praksisnya pada era kontemporer menjadi semakin
kompleks, ditambah dengan munculnya negara-negara bangsa dan
pertarungan ideologis yang melahirkan blok barat dan blok timur,
kapitalisme dan sosialisme atau komunisme. Demokrasi menjadi jargon
bagi kedua belah pihak dan hampir semua negara dan masyarakat pada abad
kedua puluh, kendatipun variannya sangat besar dan bahkan bertentangan
satu dengan yang lainnya. Demokrasi kemudian menjadi alat legitimasi para
penguasa, baik totaliter maupun otoriter di seluruh dunia. Di negara-negara
barat seperti Amerika dan Eropa, pemahaman demokrasi semakin mengarah
kepada aspek prosedural, khususnya dalam tata kelola pemerintahan.
Pengertian demokrasi sebagai teori umum atau komprehensif di berikan
oleh David Held dalam bukunya Models of Democracy ( 1987 ). Held
menggabungkan pemahaman pandangan liberal dan tradisi Marxis untuk
sampai pada arti demokrasi yang mendukung satu prinsip ekonomi.14
C. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu
Dalam menjaga keaslian judul yang peneliti ajukan dalam skripsi ini perlu
kiranya peneliti melampirkan juga beberapa rujukan yang menjadi bahan
pertimbangan, antara lain :
1. Skripsi yang ditulis oleh Teta Anisah15 Hasil dari penelitian tersebut adalah
penerapan ambang batas parlemen yang di tetapkan pada pemilu 2009
sebesar 2,5 %, pemilu 2014 sebesar 3,5 % dan pemilu 2019 di naikkan
menjadi 4% juga tidak berhasil melakukan penyederhanaan partai politik
dikarenakan kurangnya pendidikan politik dan pengetahuan terkait pemilu
yang disalurkan kepada masyarakat Indonesia secara luas.
13
Sularto. Masyarakar Warga dan Pergulatan Demokrasi (Jakarta: Buku Kompas, 2001)
h.101.
14
I Wayan Gede Suacana. Budaya Demokrasi dalam Pemerintahan Desa di Bali (Jawa
Timur: Qiara Media, 2020) h.35-36.
15
Teta Anisah ”Dinamika pengaturan parliamentary threshold dalam sistem ketatanegaraan
republik indonesia” Skripsi S1 Fakultas Hukum Universitas Lampung 2019.
22
16
Teta Anisah ”Dinamika pengaturan parliamentary threshold dalam sistem ketatanegaraan
republik indonesia” skripsi S1 Fakultas Hukum Universitas Lampung 2019
17
Moh. Ibrahim Salim “Pemberlakuan Parliamentary Threshold Dalam Sistem Pemilihan
Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Di Indonesia”
skripsi S1 Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang, 2013.
18
Moh. Ibrahim Salim “Pemberlakuan Parliamentary Threshold Dalam Sistem Pemilihan
Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Di Indonesia”
skripsi S1 Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang, 2013.
19
Sunni Ummul Firdaus “Relevansi Parliamentary Threshold Terhadap Pelaksanaan
Pemilihan Demokratis” Jurnal Konstitusi, Vol. 8, No 2 2010.
23
20
Sunni Ummul irdaus “Relevansi Parliamentary Threshold Terhadap Pelaksanaan
Pemilihan Demokratis”.
BAB III
PENERAPAN AMBANG BATAS PARLEMEN
A. Sejarah Penerapan Ambang Batas Parlemen
Upaya penyederhanaan partai politik di Indonesia akhirnya terealisasi
setelah lahirnya Undang-Undang pemilu. Penyederhanaan partai politik
memang sempat menjadi isu yang sangat kontroversial karena realitas politik
Indonesia pasca reformasi, sistem pemilihan umum menggunakan sistem Multi
partai. oleh sebab itu, ketika pembahasan Undang-Undang pemilu tahun 2008
di Senayan sempat memicu perdebatan alot. Terlepas dari semua perdebatan
dan perbedaan pandangan yang berkembang di masing-masing elit partai
politik ketika itu, pada akhirnya penyederhanaan partai politik pun
terformulasikan melalui Undang-Undang pemilu tahun 2008 yang secara
kontekstual menjadikan Parliamentary Threshold ( PT ) dan Electoral
Threshold ( ET ) sebagai ketentuan mencapai ambang batas.
Sejauh ini sejumlah rekayasa institusi telah dilakukan di antaranya adalah
pemberlakuan mekanisme electoral threshold ( ET ) yang membatasi parpol
dengan perolehan suara minimum tertentu untuk mengikuti pemilu berikutnya.
Disadari kemudian ternyata mekanisme ET yang diberlakukan untuk Pemilu
2004 dianggap tidak begitu efektif dalam mengurangi jumlah parpol efektif di
parlemen, sehingga diganti dengan mekanisme parliamentary threshold (PT).
Berbeda dengan ET yang membatasi parpol ikut pemilu berikutnya,
mekanisme PT justru untuk membatasi jumlah parpol efektif di parlemen
melalui persyaratan perolehan suara minimal secara nasional bagi semua
parpol peserta pemilu 2009. 1
Sistem Pemilu DPR pada tahun 2009 menerapkan sistem 2,5% PT. Artinya
hanya parpol yang mencapai perolehan suara nasional sebesar 2,5% dari
jumlah seluruh suara sah nasionallah yang akan berhak mendapatkan kursi di
DPR. Selanjutnya, parpol yang tidak mencapai ambang batas parlemen sebesar
1
Syamsuddin Haris, Partai, Pemilu dan Parlemen Era Reformasi )Jakarta: Yayasan pustaka
obor Indonesia, 2014), h.64.
24
25
2,5% tersebut, suaranya akan hilang alias hangus dan tidak punya kursi DPR
di Senayan.
Ambang batas parlemen ( Parliamentary Threshold ) adalah ketentuan
batas minimal yang harus dipenuhi oleh partai politik peserta pemilu 2009
untuk bisa menempatkan calon legislatifnya di parlemen. Batas minimal yang
diatur dalam pasal 202 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang
Pemilu Anggota DPR, DPD, DPRD provinsi dan kabupaten/kota sebesar 2,5%
dari total jumlah suara sah dalam pemilu legislatif.
Materi ketentuan dalam pasal 202 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008
sebagai berikut: Partai politik peserta Pemilu harus memenuhi ambang batas
perolehan suara sekurang-kurangnya 2,5% ( dua koma lima persen ) dari
jumlah suara sah nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi
DPR. Dengan ketentuan ini, maka partai politik yang tidak memperoleh suara
minimal 2,5% tidak berhak memiliki perwakilan di parlemen dan suaranya
tidak dihitung alias hangus. Akan tetapi, ketentuan parliamentary threshold
atau ambang batas parlemen 2,5% pada pemilu 2009 tidak berlaku dalam
penentuan perolehan kursi DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota. Jadi
parliamentary threshold hanya berlaku untuk legislator di DPR RI saja.2
2
Nur Hidayat Sardini Restorasi Penyelenggaraan Pemilu di Indonesia )Yogyakarta, Fajar
media press, 2011 ), h.67
26
Pada pemilu tahun 2014 ambang batas parlemen naik menjadi 3,5% hal ini
tertuang dalam pasal 208 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 menyebutkan
” Partai Politik Peserta Pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara
sekurang-kurangnya 3,5% (tiga koma lima persen) dari jumlah suara sah
secara nasional untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi anggota
DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.” Ketentuan tersebut adalah
penerapan kebijakan penyederhanaan partai politik dengan membatasi
kehadirannya di parlemen berdasarkan besaran presentase ambang batas
tertentu perolehan suara dalam pemilu yang dikenal dengan konsep
parliamentary threshold ketentuan tersebut berlaku terhadap perolehan suara
partai politik pada pemilu 2014.3
Pada Pemilu 2019 diterapkan ambang batas parlemen (parliamentary
threshold) sebesar 4% (empat persen) hal ini tertuang dalam pasal 414 dan 415
Undang-Undang No.7 Tahun 2017. Jika mengacu pada hasil pemilu 2009
maupun 2014 maka prospek keberadaan parpol di DPR-RI tampaknya masih
akan cukup banyak. karena itu pula maksud dan tujuan PT untuk
menyederhanakan multi partai dan mengefektifkan proses pengambil
keputusan di parlemen akan sangat sulit dicapai. Kecuali itu, maksud dan
tujuan menaikan PT untuk memperkuat sistem pemerintahan presidensil.
Berikut Tabel jumlah parpol peserta Pileg yang lolos ambang batas
parlemen (parliamentary threshold) dari tahun ke tahun :
Tabel 3.1
Prosentase (%) PT, Jumlah Parpol Peserta Pileg dan Parpol Lolos PT
Jumlah Jumlah Jumlah
Pileg %
Pengaturan Parpol Parpol Fraksi di
Tahun PT
Peserta Pileg Lolos PT DPR
Pasal 202 UU
2009 2,5 34 9 9 Fraksi
No.10/2008.
3
Kuswanto. Konstitusionalitas Penyederhanaan Partai Politik (Malang: Setara Press,
2016), h.221
27
Pasal 208 UU
2014 3,50 12 10 10 Fraksi
No.8/2012
Pasal 414 dan
2019 4 415 UU 16 9 9 Fraksi
No.7/2017
Keterangan:
1. Pada Pileg 2009 dengan PT sebesar 2,5%, yang diikuti sebanyak 34 Parpol
yaitu: Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Bintang Reformasi (PBR),
Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Damai Sejahtera (PDS) Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Demokrasi Kebangsaan
(PDK), Partai Demokrat, Partai Golongan Karya (GOLKAR), Partai Karya
Peduli Bangsa (PKPB), Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI),
Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Kebangkitan Bangsa(PKB), PNI
Marhaenisme, Partai Pelopor, Partai Penegak Demokrasi Indonesia (PPDI),
Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Barisan Nasional (BARNAS),
Partai Demokrasi Pembaruan (PDP), Partai Gerakan Indonesia Raya
(GERINDRA), Partai Hati Nurani Rakyat(HANURA), Partai Indonesia
Sejahtera (PIS), Partai Karya Perjuangan (PKP), Partai Kasih Demokrasi
Indonesia (PKDI), Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU), Partai
Kedaulatan, Partai Matahari Bangsa (PMB), Partai Nasional Banteng
Kerakyatan Indonesia (PNBK INDONESIA), Partai Patriot, Partai Peduli
Rakyat Nasional (PPRN), Partai Pemuda Indonesia (PPI), Partai Pengusaha
dan Pekerja Indonesia (PPPI), Partai Perjuangan Indonesia Baru (PPIB),
Partai Persatuan Daerah (PPD) , dan Partai Republik Nusantara (PRN).
Kemudian Parpol yang memenuhi PT hanya ada 9, yaitu: Partai Golongan
Karya (GOLKAR), Partai Demokrat, Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan (PDI-P), Partai Keadilan Sejahtera )PKS), Partai Amanat
Nasional( PAN), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Persatuan
Pembangunan (PPP), Partai Gerakan Indonesia Raya (GERINDRA), dan
28
4
Kuswanto Konstitusionalitas Penyederhanaan Partai Politik, h.223.
31
1
Sunny Ummul Firdaus “ Relevansi Parliamentary Threshold terhadap Pelaksanaan Pemilu
yang Demokratis”, h.95
33
34
2
Sunny Ummul Firdaus “ Relevansi Parliamentary Threshold terhadap Pelaksanaan Pemilu
yang Demokratis”, h.94
35
mereka. Philipina merupakan salah satu negara yang memberikan hak recall
bagi masyarakat. Dalam pelaksanaan recall di Philipina, seorang anggota
legislatif dapat di recall apabila didukung oleh 25% pemilih.3
3
Khairul Fahmi “Prinsip Kedaulatan Rakyat dalam Penentuan Sistem Pemilihan Umum
Anggota Legislatif ” Jurnal Konstitusi, Vol. 7. 2010, h.148-154
41
4
I Gusti Ayu Apsari Hadi dan Desak Laksmi Brata ”Pengaruh Penentuan Parliamentary
Threshold dalam Pemilu Legislatif dan Sistem Presidensial di Indonesia” Jurnal Kertha Patrika,
Vol. 42, h.36
42
melihat hal ini tentu lembaga legislatif hanya dikuasai oleh beberapa partai
besar saja. dan di dalam proses pemilu legislatif dengan adanya sistem
parliamentary threshold ada inkonsistensi peraturan, serta hasil pemilu yang
tidak proporsional sebagai akibat adanya peraturan parliamentary threshold
yang tidak dilakukan dengan cara yang jujur, adil jelas bertentangan dengan
pasal 22E ayat (1) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, dalam penyelenggaraan pemilu legislatif menyebutkan bahwa politik
hukum terkait pembatasan jumlah partai adalah sebuah kewajaran. Kewajaran
ini dikarenakan banyaknya jumlah partai politik yang tidak secara efektif
mendapatkan dukungan dari masyarakat, sehingga partai politik tersebut tidak
bisa menempatkan wakilnya di lembaga perwakilan. Selain itu Mahkamah
Konstitusi juga memberikan pertimbangan bahwa dalam rangka menguatkan
sistem pemerintahan presidensial sehingga dibutuhkan sistem multipartai yang
sederhana.5
Letak dasar adanya parliamentary threshold adalah untuk mengefektifkan
representasi suara rakyat di parlemen, bukan membatasi hak rakyat untuk
memilih wakilnya di parlemen. Penerapan parliamentary threshold ditujukan
untuk penyederhanaan sistem kepartaian dan menciptakan sistem presidensial
yang kuat dengan lembaga perwakilan yang efektif. Efektivitas lembaga
perwakilan tidak terlepas dari banyak atau sedikitnya faksi-faksi kekuatan
politik yang ada di DPR. Semakin sedikit partai politik yang ada di lembaga
perwakilan maka efektivitas pelaksanaan fungsi-fungsi lembaga perwakilan
akan berjalan lebih baik.
Kecenderungan banyak lahirnya partai politik memang merupakan
cerminan nilai-nilai demokrasi yang dianut oleh Indonesia. Partai politik
dianggap sebagai wadah sekaligus alat bagi penguasa untuk melaksanakan
fungsi-fungsi kekuasaannya untuk mencapai tujuan bernegara.6 Selain itu,
sebagai jaminan Hak Asasi Manusia terhadap warga negara berdasarkan Pasal
5
I Gusti Ayu Apsari Hadi dan Desak Laksmi Brata ” Pengaruh Penentuan Parliamentary
Threshold dalam Pemilu Legislatif dan Sistem Presidensial di Indonesia”, h.37.
6
Erfandi Parliamentary Threshold dan HAM dalam Hukum Tata Negara Indonesia
(Setara Press, Malang 2014) h. 126.
44
7
I Gusti Ayu Apsari Hadi dan Desak Laksmi Brata ”Pengaruh Penentuan Parliamentary
Threshold dalam Pemilu Legislatif dan Sistem Presidensial di Indonesia”, h.40.
45
8
I Gusti Ayu Apsari Hadi dan Desak Laksmi Brata ”Pengaruh Penentuan Parliamentary
Threshold dalam Pemilu Legislatif dan Sistem Presidensial di Indonesia”, h.42
46
Jumlah Presentase
No Nama Partai Politik Perolehan Perolehan
Kursi Kursi
1 Partai Demokrat 148 26,43
2 Partai Golongan Karya 106 18,93%
3 Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan 94 16,79%
4 Partai Keadilan Sejahtera 57 10,18%
5 Partai Amanat Nasional 46 8,21%
6 Partai Persatuan Pembangunan 38 6,79%
7 Partai Kebangkitan Bangsa 28 5,00%
8 Partai Gerakan Indonesia Raya 26 4,64%
9 Partai Hati Nurani Rakyat 17 3,04%
Jumlah Seluruh Kursi 560 100%
2. Pemilu 2014
Penentuan jumlah kursi partai politik pada pemilu legislatif tahun
2014 diatur dalam pasal 211 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012
tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Berikut
rekapitulasi jumlah perolehan kursi partai politik pada pemilu 2014:
Jumlah Presentase
No Nama Partai Politik Perolehan Perolehan
Kursi Kursi
1 Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan 109 19,46%
2 Partai Golongan Karya 91 16,25%
3 Partai Gerakan Indonesia Raya 73 13,04%
4 Partai Demokrat 61 10,89%
5 Partai Kebangkitan Bangsa 47 8,39%
6 Partai Amanat Nasional 49 8,75%
7 Partai Keadilan Sejahtera 40 7,14%
49
3. Pemilu 2019
Penentuan jumlah kursi partai politik pada pemilu legislatif tahun
2019 diatur dalam pasal 186 dan 187 Undang-Undang Nomor 7 Tahun
2017 tentang Pemilihan Umum. Berikut rekapitulasi jumlah perolehan
kursi partai politik pada pemilu 2014:
Jumlah Presentase
No Nama Partai Politik Perolehan Perolehan
Kursi Kursi
1 Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan 128 22,30
2 Partai Gerakan Indonesia Raya 78 13,59
3 Partai Golongan Karya 85 14,81
4 Partai Kebangkitan Bangsa 58 10,10
5 Partai Nasional Demokrat 59 10,28
6 Partai Keadilan Sejahtera 49 8,54
7 Partai Demokrat 54 9,41
8 Partai Amanat Nasional 44 7,67
9 Partai Persatuan Pembangunan 19 4,52
Jumlah Seluruh Kursi 574 100%
2. Pemilu 2014
Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan rekapitulasi hasil
perhitungan dan perolehan suara tingkat nasional pada pemilu legislatif
2014. Berikut hasil lengkap rekapitulasi perolehan suara nasional:
PARTAI POLITIK PESERTA PEMILIHAN UMUM YANG
MEMENUHI DAN TIDAK MEMENUHI AMBANG BATAS
PEROLEHAN SUARA SAH SECARA NASIONAL PADA
PEMILIHAN UMUM 2014
Jumlah Suara Sah Seluruh Partai Politik : 124.972.491
Ambang Batas : 3,5%
52
3. Pemilu 2019
Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan rekapitulasi hasil
perhitungan dan perolehan suara tingkat nasional. Rekapitulasi meliputi
34 provinsi dan 130 wilayah luar negeri.
Hasil rekapitulasi ini ditetapkan pada selasa 21 Mei 2019 pukul 01.46
WIB melalui Keputusan KPU Nomor 987/PL.01.8-KPT/06/KPU/V/2019
tentang Penetapan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden,
Anggota Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten/Kota Secara Nasional Dalam Pemilihan Umum Tahun 2019.
Berikut Perolehan suara partai-partai pada pemilu legislatif 2019:
PARTAI POLITIK PESERTA PEMILIHAN UMUM YANG
MEMENUHI DAN TIDAK MEMENUHI AMBANG BATAS
53
54
55
B. Rekomendasi
Menurut pembahasan yang sudah dilakukan, penulis bisa memberikan
beberapa saran sebagai berikut:
1. Kepada Partai Politik dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) diharapkan
agar melakukan kajian mengenai ambang batas parlemen (parlementary
threshold) agar sesuai dengan teori kedaulatan rakyat, dan hal ini sangat
penting agar benar-benar dikaji ulang, mengkaji bukan hanya untuk
kepentingan partai politik dan para anggota DPR yang duduk di parlemen,
melainkan untuk kepentingan rakyat.
2. Kepada Lembaga Legislatif diharapkan harus mempunyai Grand design,
dalam penentuan ambang batas parlemen, agar tidak banyak orang yang
dirugikan dan bukan hanya menguntungkan partainya sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Rujukan Buku
Ahmadi, Muhammad Fahmi dan Aripin, Jenal. Metode Penelitian Hukum. Ciputat:
Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2010.
Amiruddin dan Asikin, Zainal. Pengantar Metode Penelitian. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada 2004.
Erfandi Parliamentary Threshold dan HAM dalam Hukum Tata Negara Indonesia.
Setara Press, Malang, 2014.
Fahmi, Khairul. Pemilihan Umum Kedaulatan Rakyat. Jakarta: Raja Grafindo,
2011.
Huda, Ni’matul dan Nasef, Imam. Penataan Demokrasi Dan Pemilu DiIndonesia
Pasca Reformasi. Jakarta: Kencana, 2017.
I Wayan Gede Suacana. Budaya Demokrasi dalam Pemerintahan Desa di Bali.
Jawa Timur: Qiara Media, 2020.
Ibrahim, Johni. Teori dan Metodologi Hukum Normatif . Malang: Bayu Media
Publishing, 2007.
Ilmi, Khairul. Pemilihan Umum dan Kedaulatan Rakyat. Jakarta, Rajawali Pers,
2012.
Kuswanto. Konstitusionalitas Penyederhanaan Partai Politik Malang: Setara
Press, 2016.
Moh. Kusnardi dan Bintan R. Saragih. Ilmu Negara. Jakarta: Gaya Media Pratama,
2015.
Sardini, Nur Hidayat. Restorasi Penyelenggaraan Pemilu di Indonesia.
Yogyakarta: Fajar media Press, 2011.
Sularto. Masyarakat Warga dan Pergulatan Demokrasi . Jakarta, Buku Kompas,
2001.
Syamsuddin Haris. Partai, Pemilu dan Parlemen Era Reformasi Jakarta: Yayasan
Pustaka Obor Indonesia, 2014.
Wiratama, I made Leo. dkk. Panduan Lengkap Pemilu 2019. Jakarta: Formappi,
2018.
56
57
Rujukan Jurnal
Alexsander, Jeffry, “Memaknai Hukum Negara dalam Bingkai Negara Hukum ”,
Volume 1 Nomor 1, 2015.
Fahmi, Khairul. “Prinsip Kedaulatan Rakyat dalam Penentuan Sistem Pemilihan
Umum Anggota Legislatif ” Jurnal Konstitusi, Vol. 7. 2010
Firdaus, Sunni Ummul, “Relevansi Parliamentary Threshold Terhadap Pelaksanaan
Pemilihan Demokratis” Jurnal Konstitusi, Vol. 8, No 2, 2010.
Hadi, I Gusti Ayu Apsari dan Desak Laksmi Brata, ” Pengaruh Penentuan
Parliamentary Threshold dalam Pemilu Legislatif dan Sistem Presidensial di
Indonesia” Jurnal Kertha Patrika, Vol. 42, No. 1, 2020.
Patawari “Hakikat Kedaulatan Rakyat Dalam Pemilihan Umum Legislatif di
Indonesia “ Vol. 9, 2014.
Ridho, Faisal, Mohamad “Kedaulatan Rakyat Sebagai Perwujudan Demokrasi
Indonesia’ ADALAH, Buletin Hukum dan Keadilan, Vol. 1, No. 8e, 2017.
Rokhim, Abdul “Pemilihan Umum Dengan Model “Parliamentary Threshold”
Menuju Pemerintahan Yang Demokratis Di Indonesia” DIH, Jurnal Ilmu
Hukum, Vol. 7, No. 14, 2011.
Sholahuddin Al-Fatih “Implementasi Parliamentary Threshold Dalam Pemilihan
Anggota Dprd Provinsi Dan Dprd Kabupaten/Kota” Jurnal Ahkam, Vol. 6,
No. 2, 2018.
Simarmata, Markus H. “Mencari Solusi Terhadap Keraguan Sistem Pemilihan
Umum Yang Tepat Di Indonesia” Jurnal Legilasi Indonesia, Vol. 14, No. 03,
2017.
Sodikin, “Kedaulatan Rakyat dan Pemilihan Kepala Daerah Dalam Konteks
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”, Jurnal Cita
Hukum, Vol. 2, No. 1, 2014.
Thalhah, HM. “Teori Demokrasi dalam Wacana Ketatanegaraan Perspektif
Pemikiran Hans Kelsen ”, Vol. 16. No. 3, 2009.
58
Rujukan Skripsi
Anisah, Teta. “Dinamika Pengaturan Parliamentary Threshold Dalam Sistem
Ketatanegaraan Republik Indonesia”. Skripsi S1 Fakultas Hukum
Universitas Lampung 2019.
Mulyana, Andika Mei “Peran Pemilihan Umum Dalam Membangunkesadaran
Berorganisasi Mahasiswa” skripsi S1 Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Pasundan Bandung 2016.
Salim, Moh Ibrahim “Pemberlakuan Parliamentary Threshold Dalam Sistem
Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Di Indonesia” skripsi S1 Fakultas Hukum
Universitas Muhammadiyah Malang, 2013.
Andika Mei Mulyana “Peran Pemilihan Umum Dalam Membangun kesadaran
Berorganisasi Mahasiswa” skripsi S1 Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Pasundan Bandung, 2016.
Rujukan Internet
https://amp.kompas.com/nasional/read/2019/05/21/03483081/penetapan-kpu-9-
parpol-lolos-parlemen-pdi-p-unggul di akses pada jam 19.15 wib 25 oktober
2019
https://salamadian.com/lembaga-legislatif-yudikatif-eksekutif/ di akses pada jam
16.18 wib 2 november 2019