Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Oleh:
FIRDAUS
11140460000069
HIDAYATULLAH JAKARTA
1442 H / 2020 M
TINJAUAN PRINSIP SYARIAH DALAM MEKANISME
PENGELOLAAN DANA BPJS KESEHATAN
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi
Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh:
Firdaus
11140460000069
Pembimbing:
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Panitia sidang
Ketua : A.M. Hasan Ali, M.A. (………………….)
NIP. 19751201 200501 1 005
iii
LEMBAR PERNYATAAN
Firdaus
11140460000069
iv
ABSTRAK
v
KATA PENGANTAR
vi
dengan kesediaannya penulis dapat mengambil berbagai macam referensi
dari buku, jurnal, maupun informasi lainnya.
7. Untuk keluarga, Ayah, Ibu, Kakak, dan adik yang penulis sangat sayangi
dan cintai, terimakasih selalu sabar dan selalu mensupport penulis dari
dulu hingga sekarang sampai nanti. Terimakasih telah sabar mengahadapi
penulis dan berusaha jerih payah untuk menyekolahkan penulis sampai ke
jenjang perguruan tinggi ini. Serta do’a yang selalu diberikan kepada
penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
8. Teman-teman Hukum Ekonomi Syariah 2014 yang sudah sama-sama
berjuang selama proses perkuliahan. Khususnya HES kelas B, yang sudah
mewarnai hari-hari penulis diperkuliahan.
9. Terimakasih banyak untuk Asri, Away, Intan, Junet dan Junot sahabat dari
awal masuk kuliah sampai sekarang yang telah menemani penulis
berjuang, menemani saat susah maupun senang, berbagi canda dan tawa
disela tugas kuliah, serta berdiskusi berbagai hal yang menarik di sekitar
kita. Semoga kita bisa sukses bersama, dan mencapai impian yang
diinginkan.
10. Teman-teman KOPASUS (Komando Pasukan Kosan Uus), Alung, Fathur,
Junet, Junot, Kholid dan Reno yang telah sama-sama beristirahat dibawah
atap yang sama dari teriknya masa kuliah, berdiskusi tentang topik-topik
yang berkembang di Indonesia, serta berdiskusi tentang masalah penelitian
masing-masing dan memberi masukan kepada penulis demi penyelesaian
skripsi ini.
11. Teman-teman Kuliah Kerja Nyata (KKN) 160 INDIGO, terimakasih telah
mewarnai hari-hari penulis selama menjalani masa KKN maupun setelah
KKN, merupakan suatu pengalaman yang tidak akan pernah terlupakan.
12. Ibu Riri, Ibu Dian dan Indri Syafitri terimakasih atas do’a dan
dukungannya. Setiap kritik dan saran adalah bernilai bagi penulis.
13. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, yang telah
memberikan pikiran maupun tenaga sehingga skripsi ini dapat selesai
dengan baik.
vii
Semoga do’a, motivasi dan bantuan yang telah diberikan oleh berbagai
pihak tersebut mendapat balasan pahala yang berlipat ganda dari Allah Subhanahu
wa Ta’ala, dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Firdaus
11140460000069
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ………………………………… ii
LEMBAR PENGESAHAN …………………………………………………... iii
LEMBAR PERNYATAAN …………………………………………………... iv
ABSTRAK ……………………………………………………………………. v
KATA PENGANTAR ………………………………………………………... vi
DAFTAR ISI …………………………………………………………………. ix
ix
BAB III MEKANISME PENGELOLAAN DANA PADA BPJS
KESEHATAN …………………………………………………………..…… 43
A. Pengertian BPJS Kesehatan ………………………………………… 43
B. Sejarah BPJS Kesehatan ……………………………………………. 45
C. Dasar Hukum BPJS Kesehatan ........................................................... 47
D. Fungsi, Tugas, Wewenang, Hak dan Kewajiban BPJS Kesehatan …. 49
x
BAB I
PENDAHULUAN
1
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (ife and general)Konsep dan Sistem
Oprasiona (Jakarta: Gema Insani Press, 2004), h. 9.
2
Didi sukardi, pengelolaan dana Badan Penyelenggara jaminan Sosial (BPJS) kesehatan
dalam perspektif hukum Islam, jurnal kajian hukum Islam, Vol. 1, Juni 2016.
1
2
Mandiri, h.27
4
Pasal 1, ayat (1-3), UU SJSN
3
5
Mairijani , Prinsip Umum Sistem Jaminan Sosial Nasional Oleh BPJS Menurut Hukum
Islam, Jurnal Interest, Vol. 12, N0. 1 Oktober 2014.
6
Muhammad Zamroni, Ilhaq Konsep BPJS dengan Al-Ta’min Perspektif Qiyas,
Istinbath, Jurnal Hukum Islam, Vol. 14, No. 2 Desember 2015.
4
7
Khoril Anwar, Asuransi Syariah Halal dan Maslahat, Cet, 1, (Solo; Tiga Serangkai,
2007), h. 24.
8
Mairijani , Prinsip Umum Sistem Jaminan Sosial Nasional Oleh BPJS Menurut Hukum
Islam, Jurnal Interest, Vol. 12, N0. 1 Oktober 2014.
9
Pasal 19 ayat (1) Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional.
5
berkala.10 Iuran untuk orang miskin dibayar oleh pemerintah dan mereka
disebut Penerima Bantuan Iuran (PBI) 11 atas nama hak sosial rakyat. Hak
itu tidak langsung diberikan kepada rakyat, tetapi dibayarkan kepada pihak
ketiga (BPJS) dari uang rakyat yang dipungut melalui pajak. Jadi,
realitanya, rakyat diwajibkan membiayai layanan kesehatan diri mereka
dan sesama rakyat lainnya.
Dalam Undang-Undang BPJS pasal 11 disebutkan bahwa BPJS
berwenang untuk menempatkan dana jaminan untuk investasi jangka
pendek dan jangka panjang dengan mempertimbangkan aspek liquiditas,
solvabilitas, kehati-hatian, keamanan dana, dan hasil yang memadai.12
Dana jaminan sosial itu wajib disimpan dan diadministrasikan di bank
kustodian yang merupakan BUMN. Artinya Bank BUMN bisa mendapat
sumber dana baru sesuai amanat pasal 11 Undang-Undang BPJS, dana itu
dapat diinvestasikan, misalnya dalam deposito berjangka, surat utang,
obligasi korporasi, reksadana, properti dan penyertaan langsung.
Bila melihat fenomena hadirnya BPJS, dalam pengelolaan dana
jaminan sosial BPJS yang terkumpul tidak ada pemisahan antara dana
tabarru dan dana premi wajib peserta, sedangkan dalam asuransi syariah,
khususnya asuransi sosial harus dibedakan antara dana tabarru dengan
dana bukan tabarru13 perbedaan pola dan mekanisme tersebut secara
normatif dan tehnis pelaksanaan akan mengalami implikasi hukum yang
berbeda terutama ditinjau dari aspek hukum Islam.
Melihat ketidakjelasan dari masalah di atas tentang status
mekanisme pengelolaan dana dari BPJS dan banyaknya pertanyaan serta
perhatian dari masyarakat tentang status BPJS apakah murni asuransi
sosial yang dibentuk pemerintah atau mengandung bisnis didalamnya.
10
Pasal 17 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional.
11
Pasal 17 ayat (4)
12
Pasal 11 Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial.
Agustianto, “BPJS dan Jaminan Sosial Syariah”, dakwatuna.com, di akses 20
13
oktober2015.
6
3. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka untuk
mempermudah pembahasan, penulis merumuskan masalah sebagai
berikut :
7
C. Tujuan Penelitian
Terdapat penelitian yang memerlukan suatu tujuan umum, dan
terdapat juga yang mempunyai beberapa tujuan sesuai dengan sub
permasalahannya.14 Penelitian ini adalah kegiatan ilmiah yang
mempunyai tujuan-tujuan tertentu yang hendak dicapai oleh peneliti
yang tidak terlepas dari perumusan masalah yang telah ditentukan.
Adapun tujuan penulisan ini untuk:
1. Mengetahui bagaimana mekanisme pengelolaan dana Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
2. Mengetahui apa saja yang menghambat penerapan pengelolaan
dana BPJS Kesehatan dalam tinjauan hukum Islam.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Secara Teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat kepada
seluruh kalangan akademisi dalam perkembangan ilmu hukum,
khususnya di bidang Hukum Ekonomi Syariah.
b. Menambah wawasan keilmuan yang berguna bagi
pengembangan ilmu hukum dan hukum islam khususnya
dalam pengelolaan dana agar sesuai dengan syariat Islam
maupun peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
14
Bambang Sunggono,Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2003, Cetakan ke 6), h.109.
8
2. Secara Praktis
a. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi lembaga
asuransi khususnya BPJS Kesehatan dalam pengelolaan dana
b. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para peserta
BPJS Kesehatan
c. Untuk mengembangkan pemikiran sekaligus mengetahui
kemampuan peneliti dalam menerapkan ilmu yang diperoleh.
Dan tentunya peneitian ini bermanfaat guna mamperoleh gelar
S1 Hukum Ekonomi Syariah.
15
Abdullah Wahab Khallaf, Ilmu Ushulul Fiqh, ter. Noer Iskandar al-Bansany,
Kaidah Kaidah Hukum Islam, (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada), Cet-8, 2002, h. 123.
16
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (ife and general)Konsep dan Sistem
Oprasiona (Jakarta: Gema Insani Press, 2004), h. 11.
17
Kuat Ismanto, Asuransi Syariah; Tinjauan Asas-Asas Hukum Islam, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2009), h. 20.
14
18
Am. Hasan Ali, Asuransi Dalam Perspektif Hukum Islam, (Jakarta: Kencana 2004) h.
61.
19
Achmad Chairul Hadi, Hukum Asuransi Syariah, Konsep Dasar, Aspek Hukum dan
Sistem Oprasionalnya, (Ciputat: UIN Pres, 2015), h. 5.
20
Mochammad Edris dan Dina Lusianti, Analisis Oprasional BPJS Kesehatan Terhadap
Prinsip Ekonomi Syariah,universty research colloquium 2016.
15
2. Kerangka Konseptual
Untuk memudahkan dalam penelitian ini, peneliti membuat
kerangka pemikiran yang bertujuan untuk membentuk suatu konsep
penelitian dari awal hingga akhir sebagai berikut:
Analisis Perbandingan
Undang –
Pengumpulan Data Terkait undang, Fatwa
Peserta BPJS Kesehatan DSN MUI,
BPJS Buku- buku dan
Kesehatan Literature
G. Metode penelitian
Dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum
normatif atau kepustakaan, yang dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
menggunakan pendekatan yuridis normative,21 dimana dilakukan
pendekatan terhadap permasalahan dengan mengkaji berbagai aspek
hukum dengan mempelajari ketentuan undang-undang, buku-buku,
dan literature lain yang berkaitan dengan permasalahan.
2. Pendekatan Penelitian
Metode yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan
konsep (conceptual approach). Pendekatan perundang-undangan
dilakukan untuk meneliti aturan-aturan terkait demi menjawab
permasalahan yang terjadi. Pendekatan konsep, dilakukan dengan
menelaah konsep yang beranjak dari pandangan-pandangan dan
doktrin yang berkembang dalam ilmu hukum dan agama.
3. Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif analitik, yaitu mendeskripsikan
atau memaparkan dan menjelaskan data-data yang berkaitan erat
tentang BPJS Kesehatan perspektif hukum ekonomi syariah. Proses
ini dilakukan melalui penguraian dari data-data yang terkumpul,
kajian ini tidak melakukan penghakiman dengan menyalahkan atau
membenarka salah satu pemikiran atas produk pemikiran lain. Salah
satu benarnya dikembalikan kepada ahlinya.
21
Penelitian hukum normatif mencakup: (1) penelitian terhadap asas-asas hukum; (2)
penelitian terhadap sistematika hukum; (3) penelitian terhadap taraf sinkronisasi vertikal dan
horisontal; (4) perbandingan hukum; dan (5) sejarah hukum. Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji,
Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: Rajawali Press, 2006), h. 13.
17
4. Data Penelitian
a. Data Primer
Data primer merupakan informasi yang dikumpulkan peneliti
langsung dari sumbernya. Yaitu data yang diperoleh dari Undang-
Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional (SJSN), Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, serta
pernyataan dari Ketua Bidang Komisi Fatwa Majelis Ulama
Indonesia (MUI) Pusat.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah informasi yang telah dikumpulkan pihak
lain.22 Yaitu data yang diperoleh dari berbagai sumber literatur,
melalui buku-buku, media cetak, media elektronik, makalah,
artikel, majalah, pendapat para pakar hukum, serta sumber-sumber
lain yang relavan dengan penelitian ini.
22
Hermawan Wasito, Pengantar Metodologi Penelitian, (Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 1993), h. 69.
18
7. Teknik Penulisan
Teknik penulisan skripsi yang akan dilakukan berpedoman
kepada buku : “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
H. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan skripsi nantinya, diperlukan adanya uraian
mengenai susunan penulisan yang dibuat agar pembahasan teratur dan
terarah pada pokok ke permasalahan yang sedang dibahas. Untuk itu,
penulis merencanakan penulisan ini dibagi ke dalam 5 (lima) bab, yaitu:
BAB I Dalam bab ini, terdiri dari latar belakang masaah,
identifikasi masalah, pembatasan dan perrumusan masalah,
tujuan dan manfaat penelitian studi (review) terdahulu,
metode penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II dalam bab ini akan diuraikan secara mendalam tentang
peneletian dari pada diskripsi umum tentang asuransi,
mengulas teori mengenai asuransi sosial, implementasinya,
pengelolaannya, akad asuransi syariah serta posisinya.
BAB III Dalam bab ini akan diuraikan secara mendalam tentang
mekanisme pengelolaan dana pada BPJS kesehatan,
mengulas teori mengenai pengertian BPJS kesehatan,
19
23
M. Amin Suma, Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensional (Ciputat: Kholam
Publishing, 2006), h., 39.
20
21
24
A. Junaedy Ganie, Hukum Asuransi Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), h., 84.
22
kerugian yang terjadi pada setiap anggota, anggota yang tidak pernah
mengalami kerugian dari sudut pandang sosial merupakan penyumbang
terhadap organisasi.
Dari berbagai sudut pandang tersebut dapat ditarik kesimpulan
bahwa asuransi konvensional adalah pemindahan atau pengalihan risiko
dari tertanggung kepada penanggung atau istilahnya transfer risk. Pada
konsep asuransi syariah, menurut DSN-MUI, risiko yang akan terjadi
ditanggung bersama atas dasar ta’wun, yaitu prinsip hidup saling
melindungi dan saling menolong atas dasar ukhwah islamiyah antara
sesama anggota dalam menghadapi malapetaka.25
25
Abdullah Amrin, Asuransi Syariah Keberadaan dan Kelebihannya di Tengah Asuransi
Konvensional, (jakarta: gramedia, 2006), h. 7.
26
M. Amin Suma, Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensional, h., 46.
23
didasarkan pada dua kategori sumber hukum, yaitu hukum Islam dan
hukum positif.
a. Hukum Islam
Kebanyakan ulama (jumhur) memkai metologi metologi
konvensional dalam mencari landasan syariah (al-asas al-
syar’iyyah) dari suatu pokok masalah (subject matter). Dalamhal ini
subject matter-nya adalah lembaga asuransi. Pada kesempatan kali
ini, landasan yang digunakan dalam memberi nilai legalisasi dalam
praktik bisnis asuransi adalah: al-Qur’an, sunnah Nabi, ijma, dan
qiyas.
1) Al-Qur’an
Al-Qur’an tidak menyebutkan secara tegas ayat yang
menjelaskan tegas tentang praktik asuransi seperti yang ada pada
saat ini. Hal ini terindikasi dengan tidak munculnya istilah
asuransi atau al-ta’min secara nyata dalam al-Qura’anwalaupun
begitu al-Qur’an masih mengakomodir ayat-ayat yang
mempunyai muatan nilai-nilai dasar yang ada dalam praktik
asuransi, seperti nilai dasar tolong-menolong, kerja sama, atau
semangat untuk melakukan proteksi terhadap peristiwa kerugian
(peril) di masa mendatang.
Diantara ayat-ayat al-Qur’an yang mempunyai muatan
nilai-nilai yang ada dalampraktik asuransi adalah:
2) Sunnah Nabi
a) Hadits tentang aqilah
“diriwayatkan Abu Hurairah ra, dia berkata: berselisih
dua orang wanita dari suku Huzail, kemudian salah satu
wanita tersebut melempar batu kewanita yang lain sehingga
mengakibatkan kematian wanita tersebut beserta janin yang
dikandungnya.maka ahli waris dari wanita yang meninggal
tersebut mengadukan peristiwa tersebut kepada Rasulallah
SAW, maka Rasulallah SAW memutuskan ganti rugi dari
25
4) Fatwa DSN-MUI
Selain prinsip-prinsip umum al-Qur’an dan as-Sunnah,
untuk pengaturan asuransi syariah saat ini merujuk kepada fatwa
Dewan Syariah Nasional (DSN) Majlis Ulama Indonesia. Fatwa
tersebut dikeuarkan karena perundang-undangan yang mengatur
tentang asuransi di Indonesia saat ini tidak dapat dijadikan
27
AM Hasan Ali, Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam Suatu Tinjauan Analisis
Historis, Teoritis dan Praktis (Jakarta: Kencana, 2004), h., 104.
27
b. Hukum Positif
Selain bersumber dari hukum Islam, oprasional Asuransi
Syariah di Indonesia didasarkan pada hukum positif yang saat ini
berlaku yaitu:
1) Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
2) Ketentuan mengenai kegiatan asuransi dalam KUH Perdata diatur
dalam bab kelima belas tentang Perjanjian Untung-untungan.
3) Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD).
4) Undang-undang No.2 1992 tentang Usaha Perasuransian dan.
5) Peraturan Pemerintah No. 63 tahun 1999tentang Perubahan atas
Peraturan Pemerintah No. 73 Tahun 1992 tentang
Penyelenggaraan Usaha Perasuransian. Mengingat Undang-
undang dan Peraturan Pemerintah tersebut tidak menjelaskan
secara spesifik asuransi syariah, maka untuk mengisi kekosongan
hukum dibuat beberapa peraturan hukum oleh pemerintah sebagai
berikut:
a) Keputusan menteri keuangan republik indonesia No.
426/KMK.06/2003 tentang perizinan usaha dan kelembagaan
asuransi dan perusahaan reasuransi. Peraturan inilah yang
dapat dijadikan dasar untuk mendirikan asuransi syariah
sebagaimana ketentuan dalam pasal 3 yang menyatakan
bahwa, setiap pihak dapat melakukan usaha asuransi atau
usaha reasuransi berdasarkan prinsip syariah.
b) Keputusan Menteri Keungan RI No.424/KMK.06/2003
tentang Kesehatan Perusahaan Asuransi dan Reasuransi.
Ketentuan yang terkait dengan asuransi syariah
28
c. Hukum Privat/Publik
Ada (2) dua sumber hukum perdata untuk kegiatan Asuransi
Syariah yaitu asas kebebasan berkontrak dan perundang-undangan
dibidang hukum perdata:
1) Asas Kebebasan Berkontrak
Hubungan hukum yang terjadi dalam kegiatan asuransi
syariah selalu dibuat secara tertulis (kontrak) sebagai dokumen
hukum yang menjadi dasar kepastian hukum (legal certainty).
Perjanjian asuransi syariah ini dibuat berdasarkan atas asas
kebebasan berkontrak para pihak yang memuat rumusan
kehendak berupa hak dan kewajiban dari perusahaan asuransi
syariah dan para nasabahnya.
Perjansian Asuransi syariah merupakan dokumen utama
(main legal document) yang dibuat secara sah dengan memenuhi
syarat-syarat bagaimana ditetapkan dalam pasal 1320 KUH
Perdata. Akibat hukum yang dibuat secara sah, maka beraku
sebagai Undang-undang bagi pihak-pihak, yaitu perusahaan
asuransi syariah dan nasabah (Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata).
Konsekuaensi yuridis selanjutnya, perjanjian iti harus
dilaksanakan dengan itikad baik (in good faith) dan tidak dapat
29
28
Ahmad Chairul Hadi, Hukum Asuransi Syariah, Konsep Dasar, Aspek Hukum dan
Sistem Oprasionalnya (Ciputat, UIN Press, 2015), h., 52-62.
31
a. Asuransi Komersial
Maksud asuransi komersial ini adalah asuransi dimana kedua
belah pihak, baik itu nasabah maupun perusahaan, memiliki kewajiban
masing-masing; nasabah wajib membayar premi dan perusahaan
memberikan ganti rugi bila terjadi risiko pada peserta. Kontrak yang
dilakukan asuransi komersial ini tidak bersifat kooperatif, melainkan
bertujuan mencari laba dan laba tersebut diperoleh dari premi yang
dibayarkan oleh nasabah.
b. Asuransi yang bersifat Kooperatif
Asuransi yang bersifat kooperatif, biasa dikenal sebagai
Takaful dimana sekelompok orang saling menghadapi risiko yang
sama. Setiap anggota wajib membayar iuran yang telah ditetapkan
oleh perusahaan. Ketika setiap orang atau anggota telah
mengumpulkan iurannya kemudian dijadikan satu. Ketika ada salah
satu anggota mengalami risiko maka uang iuran tersebut digunakan
untuk membayar risiko yang terjadi padanya. Asurnasi yang bersifat
kooperatif ini menjaga solidaritas antara peserta sehingga mereka
saling membantu.29
29
Waldi Nopriansyah, Asuransi Syariah Berkah Terakhir yang Tak Terduga (Yogyakarta
: Andi Offset, 2016), h., 17.
33
30
Abdullah Amrin, Asuransi Syariah Keberadaan dan Kelebihannya di Tengah
Asuransi Konvensional, h., 6.
31
Muhammad Iqbal, Asuransi Umum Syariah Dalam Praktik Upaya Menghilangkan
Gharar, Maisir dan Riba (Jakarta: Gema Insani, 2006) h., 2.
34
32
M. Amin Suma, Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensional, h., 41.
35
B. Asuransi Sosial
1. Asuransi Sosial dalam Islam
Asuransi Sosial adalah suatu mekanisme pengumpulan dana yang
bersifat wajib yang berasal dari iuran guna memberikan perlindungan
atas risiko sosial ekonomi yang menimpa peserta dan/atau anggota
keluarganya.34Asuransi ini biasanya dilakukan oleh pihak pemerintah
dengan tujuan memberikan manfaat untuk masa depan rakyatnya, yaitu
33
Nurul Ichsan Hasan, Pengantar Asuransi Syariah (Jakarta, Gaung Persada Press
Group, 2014), h., 49.
34
Pasal 1 UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.
36
dengan cara memotong sebagian gaji para pegawai dan pekerja. Contoh
dari jenis asuransi ini misalnya asuransi dana pensiun, asuransi kesehatan
dan keselamatan kerja, dan lain sebagainya.
Dari ketiga macam asuransi di atas jika di lihat manfaat yang
diperoleh masing-masing pihak, para ulama umumnya memberi penilaian
sebagi berikut. Untuk asuransi yang bersifat bisnis,terdapat keberatan
para ulama dikarenakan hal-hal berikut:
a. Asuransi bisnis tergolong perjanian kompensasi finansial spekulatif
yang mengadung unsur “untung-untungan (maysir) dan
“ketidakjelasan” (gharar). Hal ini dikarenakan pihak yang menerima
manfaat asuransi pada saat asuransi pada saat perjanjian tidak
mengetahui jumlah uang yang akan ia berikan dan akan ia terima
b. Asuransi bisnis mengandung unsur “riba”, yaitu riba fadhal dan riba
nasi’ah. Jika perusahaan asuransi membayar kepada pihak penerima
jasa (ahli waris) lebih dari jumlah uang yang telah disetorkan, berarti
tergolong riba fadhal. Namun, jika perusahaan asuransi membayar
kepada pihak nasabah sebesar yang dia setorkan saja dan dibayar
beberapa waktu, berarti tergolong riba nasi’ah.
c. Termasuk mengambil harta orang tanpa imbalan dan mengandung
unsur pemaksaan terhadap hal yang tidak disyaratkan. Hal ini
bertentangan dengan QS. an-Nisa (4): 29.
Sedangkan untuk asuransi yang bersifat kolektif, sesuai keputusan
majelis dengan ketetapan secara mufakat dari Ha’ah Kibrar al-Ulama di
Saudi Arabia Nomor 51 tanggal 4/4/1397 Hijriyah tentang
diperbolehkannya menyelenggarakan asuransi kooperatif berdasarkan
dalil-dalil berikut:
a. Adanya perjanjian amal kebajikan berdasarkan gotongroyong dalam
menghadapi bahaya, serta bekerjasama dalam memikiul tanggung
jawab ketika terjadi musibah. Caranya adalah dengan memberikan
andil atau saham dari beberapa orang denagn jumlah uang tertentu
yang secara khusus diberikan kepada orang yang tertimpa musibah.
37
b. Tidak mengandung unsur riba, baik riba fadhal maupun riba nasi’ah
(perjanjian orang-orang yang memberikan saham uang itu bukanlah
riba)
c. Kelompok pemberi saham (orang yang mewakili mereka) berusaha
melakukan pengembangan modal dari semua saham yang terkumpul
untuk merealisasikan tujuan dari kerja sama tersebut.35
35
Wirdyaningsih, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2005), h.,
197.
38
36
Husain Husain Syahatah, Asuransi Dalam Perspektif Syariah (jakarta: Amzah, 2006),
h., 28.
39
37
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and genera)l konsep dan sistem
operasional (Jakarta: Gema Insani), h., 176.
41
b. Takaful umum
Setiap premi takaful yang diterima akan dimasukan kedalam
rekening khusus, yaitu rekening yang diniatkan derma/tabarru dan
digunakan untuk membayar klaim kepada peserta apabila terjadi
musibah atas harta benda atau peserta itu sendiri.
Premi takaful akan dikelompokan kedalam kumpulan dana
peserta untuka kemudian diinvestasikan kedalam pembiayaan
38
Wirdyaningsih dkk, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia (jakarta: Kencana 2005),
h., 214.
42
39
Fakhrul Muin dan Rully Syahrul mucharom “Asuransi Sosial Syariah Bagi Muslim
Indonesia”, Ahkam, Vol. XV, No. 1( Januari 2015).
BAB III
MEKANISME PENGELOLAAN DANA PADA BPJS KESEHATAN
40
Peraturan Presiden No 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan, Pasal 1.
41
www.jamsosindonesia.com/bpjs/view/pengeretian-bpjs-kesehatan
42
Jucky Nirwan, Penerapan Kebijakan Sistem dan Akad Pada Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Perspektif Ekonomi Islam Cabang Palangka Raya, IAIN
Palangka Raya 2017.
43
Tiga kriteria di bawah ini digunakan untuk menentukan bahwa
BPJS merupakan badan hukum publik, yaitu:43
1. Cara pendiriannya atau terjadinya badan hukum itu, diadakan dengan
konstruksi hukum publik, yaitu didirikan oleh penguasa (Negara)
dengan Undang-undang.
2. Lingkungan kerjanya, yaitu dalam mmelaksanakan tugasnya badan
hukum tersebut pada umumnya dengan publik dan bertindak dengan
kedudukan yang sama dengan publik.
3. Wewenangnya, badan hukum tersebut didirikan oleh penguasa Negara
dan diberi wewenang untuk membuat keputusan, ketetapan, atau
peraturan yang mengikat umum.
BPJS merupakan badan hukum public karena memenuhi ketiga
persyaratan tersebut di atas. Ketiga persyaratan tersebut tercantum dalam
berbagai norma dalam UU BPJS, yaitu:
1. BPJS dibentuk dengan Undang-undang No. 24 Tahun 2011 tentang
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
2. BPJS berfungsi untuk menyelenggarakan kepentingan umum, yaitu
system Jaminan Sosial Nasional (JSN) yang berdasarkan asas
kemanusiaan, manfaat dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
3. BPJS diberi delegasi kewenangan untuk membuat aturan yang
mengikat umum.
4. BPJS bertugas mengelola dana publik, yaitu dana jaminan sosial untuk
kepentingan peserta.
5. BPJS berwenang melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas
kepatuhan peserta dan pemberi kerja dalam memenuhi kewajibannya
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan jaminan sosial
nasional.
43
Asih Eka Putri, seri buku saku-2: paham BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial Kesehatan), 2014, h.., 7.
45
45
https://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/index.php/pages/detail/2013
48
46
Widya Hartati, “Kjian Yuridis Perubahan PT. Akses (Persero) Menjadi Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan”, IUS, Vol III, Nomor 9, (Desember 2015).
47
Pasal 2, 3, dan 4 UU No. 40 Tahun 2004, tentang SJSN
50
48
www.jamsosindonesia.com/bpjs/view/fungsi-tugas-wewenang
52
a. Hak Peserta
1) Mendapatkan kartu peserta sebagai identitas peserta untuk
memperolah pelayanan kesehatan.
Iuran BPJS Kesehatan” (analisis atas bab v pasal 19 ayat 3 UU No 24 tahun 2011 tentang
Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial) Jurnal
53
51
https://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/index.php/pages/detail/2017/27 , 20 september
2018.
BAB IV
ANALISIS MEKANISME PENGELOLAAN DANA PADA BPJS
KESEHATAN
حلَحَ َرامَا
َ طاَحَرمَََحَلََالَََأوََْأ
َ َْالَشر َ َْعلَىَ ُشَ َُرو
َ طهَ َْمََإ َْ ال َُم
َ ََسلَ َُموْ ن
“Kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat yang diberlakukan
diantara mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau
menghalalkan yang haram.”
Sedangkan kaidah fiqh menyatakan :
ََاألصْ لَُفىَال ُمعامآلتَاإلباحةَُإالأ ْنَيدُلَدلَ ْيلٌَعليَالتحْ ريْم
"Pada dasarnya, segala bentuk muamalat diperboehkan kecuali
ada dalil yang menharamkannya atau meniadakan kebolehannya”
Kaidah di atas secara jelas menunjukan kebebasan berkontrak
karena perjanjian itu dinyatakan sebagai dasar sepakat para pihak dan
55
56
akibat hukumnya adalah apa yang dibuat oleh para pihak sendiri
melalui janji.52
UU BPJS menentukan dalam melaksanakan kewenangannya,
BPJS berhak:
1. Memperoleh dana oprasional untuk penyelenggaraan program
yang bersumber dari dana jaminan sosial dan / atau sumber
lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undagan.
2. Memperoleh hasil monitoring dan evaluasi penyelenggaraan
program jaminan sosial dan hasil pengembangannya yang dapat
digunakan BPJS untuk membiayai kegiatan oprasional
penyelenggaraan program jaminan sosial.
Adapun hak peserta yaitu:
1. Mendapatkan kartu peserta sebagai identitas peserta untuk
memperoleh pelayanan kesehatan.
2. Memperoleh manfaat dan informasi tentang hak dan
kewajiban serta prosedur pelayanan kesehatan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
3. Mendapatkan pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan yang
bekerja sama dengan BPJS Kesehatan, dan
4. Menyampaikan keluhan / pengaduan, kritik dan saran secara
lisan atau tertulis kepada BPJS Kesehatan.
UU BPJS menentukan bahwa untuk melaksanakan tugasnya, BPJS
berkewajiban untuk:
1. Memberikan nomor identitas tunggal kepada peserta, yang
dimaksud dengan “nomor identitas tunggal” adalah nomor yang
diberikan secara khusus oleh BPJS kepada setiap peserta untuk
menjamin tertib administrasi atas hak dan kewajiban setiap
peserta. Nomor identitas tunggal berlaku untuk semua program
jaminan sosial.
52
Mairijani, Prinsip Umum Sistem Jaminan Sosial Nasional Oleh BPJS Menurut Hukum
Ekonomi Islam, Interest, Vol. 12, No. 1 Oktober 2014.
56
57
55
Muhammad Firdaus, dkk, Sistem Oprasional Asuransi Syariah, (Jakarta: Renaisan,
2005), h. 25.
60
56
Fatwa DSN MUI NO.98/DSN-MUI/XII/2015 tentang Pedoman Penyelenggaraan
Jaminan Sosial Kesehatan Syariah.
57
Diakses pada 19 Januari 2014 dari https://www.dakwatuna.com/2014/01/19/45011/bpjs-
dan-jaminan-sosial-syariah/
62
58
Muh Fudhail Rahman, Asuransi Dalam Perspektif Hukum Islam, Al-‘Adalah, Vol. X,
No. 1 Januari 2011.
59
Didi Sukardi, Pengelolaan Dana BPJS Kesehatan Dalam Perspektif Hukum Islam,
Mahkamah: Jurnal Kajian Hukum Islam, Vol. 1, No. 1, Juni 2016.
60
Itang, BPJS Kesehatan Dalam Perspektif Ekonomi Syariah, Ahkam, Vol. XV, No. 2,
Juli 2015.
63
Allah SWT. berfirman dalam Q.s. Al-Maidah [5]: 90, sebagai berikut:
Hai orang-orang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar,
berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah,
adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan
itu agar kamu mendapat keberuntungan.
Secara bahasa maysir (judi) artintya memperoleh sesuatu dengan
sangat mudah tanpa kerja keras dalam pengertian yang lebih luas, maysir
dapat dipahami sebagai transaksi yang dilakukan oleh dua pihak untuk
kepemilikan suatu benda atau jasa yang menguntungkan satu pihak dan
merugikan pihak lain dengan cara mengaitkan transaksi tersebut dengan
suatu tindakan atau kejadian tertentu.61
Maisir (perjudian) timbul karena gharar. Peserta (tertanggung)
mungkin memiliki kepentingan yang dipertanggungkan, tetapi apabila
perpindahan risiko berisikan elemen-elemen spekulasi, maka tidak
diperkenankan dalam asuransi sosial.62
Maysir dalam asuransi konvensional dapat terjadi dalam tiga hal
berikut:
1. Ketika peserta pemegang polis mendadak mendapat musibah dan risiko,
sehingga berhak mendapat klaim sungguhpun baru sedikit membayar
premi dan baru menjadi klien asuransi, maka dalam kondisi ini, peserta
diuntungkan;
2. Sebaliknya, jika hingga akhhir masa perjanjian dan pertanggungan,
namun tidak terjadi suatu klaim sekalipun sementara premi telah
dibayar lunas oleh peserta maka dalam keadaan demikian, perusahaan
yang diuntungkan;
3. In case peserta asuransi pemegang polis karena hal-hal tertentu
membatalkan kontraknya sebelum masa reserving period, maka uang
61
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and genera)l konsep dan sistem
operasiona, h., 48.
62
Didi Sukardi, Pengelolaan Dana BPJS Kesehatan Dalam Perspektif Hukum Islam,
Mahkamah: Jurnal Kajian Hukum Islam, Vol. 1, No. 1, Juni 2016.
64
63
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and genera)l konsep dan sistem
operasiona, h., 52.
65
64
Husni Mubarak, Kontroversi Asuransi di Indonesia, Jurnal Tsaqofah, Vol. 12, No I,
Mei 2016.
66
bagi peserta BPJS, dengan dana tabarru tersebut akan dapat tertalangi
keterlambatan pembayaran tersebut tanpa meminta denda kepada peserta
BPJS, sehingga tidak terhindar dari riba nasiah.65
Akan halnya bahaya riba dalam asuransi konvensioanl dapat
dihilangkan dengan menginvestasikan dana asuransi yang dipercayakan
oleh peserta asuransi kepada perusahaan pengelola dengan menggunakan
akad mudharabah (bagi hasil) dengan porsi pembagian yang disepakati di
awal, dimana peserta berperan sebagai pemilik harta, sedangkan
perusahaan sebagai pengelola (amil).66
Pengelolan asuransi kesehatan atau jaminan sosial lainnya dengan
model takaful yg berasaskan syariat ini telah lama dipraktikan dan
berkembang luas di berbagai negara Muslim seperti Sudan, Malaysia dan
lain-lain. Hal yang menjadi penting untuk diperhatikan dan dipahami
bersama bahwa keunggulan dari asuransi yang berlandaskan kepada
syariat Islam bukan saja karena ia bersumber dari ajaran agama, namun
juga sejalan dengan nilai, prinsip, dan semangat ajaran syariat yang
bertujuan mewujudkan keadilan dan maslahat bagi manusia
Asuransi sosial ini juga merupakan pertanggungan (daman) dari
BPJS Kesehatan yang terbentuk dari orang-orang yang berserikat terhadap
partisipan yang mengalami kejadian. Karena itu syarat-syarat
pertanggungan (al-daman) di dalam Islam wajib diterapkan terhadapnya.
Syarat pertanggungan (daman) adalah :
1. Di sana wajib ada hak yang wajib ditunaikan yang berada di dalam
tanggungan, yaitu bahwa kejadian yang terjadi kemudian perusahaan
memberikan pertanggungan kepada seseorang yang mengalami
kejadian. Artinya membayar konsekuensi yang muncul dari kejadian
itu.
65
Itang, BPJS Kesehatan Dalam Perspektif Ekonomi Syariah, Ahkam, Vol. XV, No. 2,
Juli 2015.
66
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and genera)l konsep dan sistem
operasiona, h, 176.
67
67
Didi Sukardi, Pengelolaan Dana BPJS Kesehatan Dalam Perspektif Hukum Islam,
Mahkamah: Jurnal Kajian Hukum Islam, Vol. 1, No. 1, Juni 2016.
68
peserta setuju dan 3,8% peserta tidak setuju bila mana BPJS Kesehatan
menerapkan prinsip syariah.
68
Herry Ramadhani, Prospek dan Tantangan Perkembangan Asuransi syariah di
Indonesia, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam, Vol. 01, No. 01, Desember 2015.
69
Keuangan yang berkaitan dengan asuransi syariah dan juga fatwa yang
dikeluarkan oleh MUI melalui fatwa DSN-MUI yang berkaitan dengan
asuransi syariah.
Minimnya keuangan perusahaan. Beberapa hal menjadi penyebab
relatif rendahnya penetrasi pasar asuransi syariah adalah rendahnya dana
yang mendukung perusahaan asuransi syariah, promosi dan edukasi pasar
yang relatif belum dilakukan secara efektif (terkait dengan lemahnya
dana), belum timbulnya industri penunjang asuransi syariah seperti broker-
broker asuransi syariah, agen, dan lain sebagainya, produk dan layanan
belum diunggulkan diatas produk konvensional, dukungan kapasitas
reasuransi yang masih terbatas karena terkait dengan dana dan belum
adanya inovasi produk dan layanan yang benar-benar digali dari konsep
dasar syariah. Didalam keputusan Nomor 426 Tahun 2003, Menteri
Keuangan hanya mensyaratkan modal kerja perusahaan 2 milyar sehingga
menurut Muhammad Syakir Sula, ketua Islamic Insurance Society banyak
yang asal membuka cabang syariah, padahal dengan dana sekecil itu
perhitungan bisnisnya menjadi kurang masuk akal.
Dukungan pemerintah yang belum memadai. Tantangan yang
cukup berpengaruh adalah dukungan penuh dari para pengambil kebijakan
di negeri ini, terutama menteri-menteri dan lembaga pemerintahan yang
memiliki wewenang dalam menentukan kebijakan ekonomi. Banyak
aparatur pemerintah yang pada masa kampanye pemilu menyatakan
mendukung ekonomi syariah, tetapi belum sepenuhnya mewujudkan
dukungan itu dalam bentuk program kerja tim ekonomi kabinetnya.
Salah satu tantangan besar bisnis asuransi syariah di Indonesia dan
negara lainnya adalah meyakinkan masyarakat akan keuntungan
menggunakan asuransi umum syariah. Perlu sekali mensosialisasikan
asuransi syariah bukan saja berasal dari agama, tetapi memperlihatkan
keuntungan.69
69
Nurul Ichsan, Peluang Dan Tantangan Inovasi Produk Asuransi Umum Syariah, Jurnal
Ekonomi Islam, Vol. VII, No. 2, September 2016.
71
70
Andri Soemitra, Bank & Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta:Kencana, 2009), h.286.
71
Nurul Ichsan, Peluang Dan Tantangan Inovasi Produk Asuransi Umum Syariah, Jurnal
Ekonomi Islam, Vol. VII, No. 2, September 2016.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pelaksanaan SJSN yang diselenggarakan oleh pemerintah dalam hal ini BPJS
bertujuan untuk kesejahteraan masyarkat, hal itu sesuai dengan cita-cita bangsa
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Sejalan dengan ajaran Islam, dimana tujuan hukum Islam (maqasid asy-syari’ah)
dapat dirinci kepada lima tujuan yang disebut al-maqasid al-khamsah atau al-kulliyah
al-khamsah.
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan, maka dapat disimpulkan
bahwa dalam pengelolaan dana jaminan sosial BPJS yang terkumpul tidak ada
pemisahan antara dana tabarru dan dana premi wajib peserta, sedangkan dalam
asuransi syariah, khususnya asuransi sosial harus dibedakan antara dana tabarru
dengan dana bukan tabarru perbedaan pola dan mekanisme tersebut secara normatif
dan tehnis pelaksanaan akan mengalami implikasi hukum yang berbeda terutama
ditinjau dari aspek hukum Islam.
Gharar (ketidakjelasan) itu terjadi pada asuransi konvensional, dikarenakan
tidak adanya batas waktu pembayaran premi yang didasarkan atas usia tertanggung,
sementara kita sepakat bahwa usia seseorang berada di tangan Yang Maha Kuasa.
Jika baru sekali seorang tertanggung membayar premi ditakdirkan meninggal,
perusahaan akan rugi sementara pihak tertanggung merasa untung secara materi. Jika
tertanggung dipanjangkan usianya, perusahaan akan untung dan tertanggung merasa
rugi secara finansial.
Dengan kata lain kedua belah pihak tidak mengetahui seberapa lama masing-
masing pihak menjalankan transaksi tersebut. Ketidakjelasan jangka waktu
pembayaran dan jumlah pembayaran mengakibatkan ketidaklengkapan suatu rukun
akad, yang kita kenal sebagai gharar. Para ulama berpendapat bahwa perjanjian jual
beli / akad tabadduli tersebut cacat secara hukum.
Maisir (perjudian) timbul karena gharar. Peserta (tertanggung) mungkin
memiliki kepentingan yang dipertanggungkan, tetapi apabila perpindahan risiko
berisikan elemen-elemen spekulasi, maka tidak diperkenankan dalam asuransi sosial.
riba qord dapat berlangsung pula pada asuransi konvensional jika dana
asuransi yang ada, dikembangkan dan diinvestasikan dengan skema kredit atau
72
73
B. Saran
Kebijakan pemerintah tentang jaminan sosial merupakan salah satu kewajiban
negara dalam melindungi rakyat. Jaminan Sosial BPJS Kesehatan jika dilihat dari
maqashid syariah bahwa jaminan tersebut harus memberikan kemaslahatan bagi
semua elemen masyarakat, agar masyarakat memiliki kehidupan yang lebih baik dan
kesejahteraan dapat dinikmati oleh seluruh rakyat. Dalam maqashid syariah ada 5
tujuan yang harus terpenuhi yaitu agama, jiwa, akal, keturunan dan harta. Kondisi yg
ideal dalam memberikan jaminan sosial atau BPJS Kesehatan dalam syariat Islam
adalah terpenuhi semua tujuan dari maqashid syariah bagi semua masyarakat.
Sistem pengelolaan BPJS memerlukan unit syariah, untuk menjalankan sistem
operasinya sesuai dengan prinsip syariah. Ketika program jaminan sosial dikelola
sebuah lembaga seperti BPJS, maka prinsip-prinsip syariah al-takmin al-ta’awuni
seharusnya diterapkan. Yang menerapkan model asuransi syariah dan dalam
oprasionalnya diawasi oleh Badan Pengawas Syariah (BPS) dan diaudit oleh Dewan
Syariah Nasional (DSN).
DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU
Ali, Am Hasan. Asuransi Dalam Perspektif Hukum Islam. (Jakarta:
Kencana 2004) h. 61.
Amrin, Abdullah. Asuransi Syariah Keberadaan dan Kelebihannya di
Tengah Asuransi Konvensional. (jakarta: gramedia, 2006), h. 7.
Andri Soemitra, Bank & Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta:Kencana,
2009), h.286.
Anwar, khoril. Asuransi Syariah Halal dan Maslahat. Cet, 1, (Solo; Tiga
Serangkai, 2007), h. 24.
Ganie,A. Junaedy. Hukum Asuransi Indonesia. (Jakarta: Sinar Grafika,
2011), h., 84.
Hadi, Achmad Chairul. Hukum Asuransi Syariah, Konsep Dasar, Aspek
Hukum dan Sistem Oprasionalnya. (Ciputat: UIN Pres, 2015), h.
5.
Hasan, Nurul Ichsan. Pengantar Asuransi Syariah (Jakarta, Gaung
Persada Press Group, 2014), h., 49.
Hermawan Wasito. Pengantar Metodologi Penelitian. (Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 1993), h. 69.
Iqbal, Muhammad, Asuransi Umum Syariah Dalam Praktik Upaya
Menghilangkan Gharar, Maisir dan Riba. (Jakarta: Gema
Insani, 2006) h., 2.
Ismanto, Kuat. Asuransi Syariah; Tinjauan Asas-Asas Hukum Islam.
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h. 20.
Khallaf, Abdullah Wahab, Ilmu Ushulul Fiqh, ter. Noer Iskandar al-
Bansany, Kaidah Kaidah Hukum Islam, (Jakarta, PT. Raja
Grafindo Persada), Cet-8, 2002, h. 123.
Muhammad Firdaus, dkk, Sistem Oprasional Asuransi Syariah, (Jakarta:
Renaisan, 2005), h. 25.
74
75
B. JURNAL
Aedy, Rosmiati, Hasan, Ambo Wonua Nusantara, “Studi Identifikasi
Kesesuaian Pengelolaan Dana BPJS Kesehatan dengan Prinsip
Syariah”, Ekonomi Pembangunan, Vol 8, No 2,(Desember
2018).
Edris, Mochammad dan Dina Lusianti. “Analisis Oprasional BPJS
Kesehatan Terhadap Prinsip Ekonomi Syariah”,universty
research colloquium, 2016.
Hartati, Widya, “Kjian Yuridis Perubahan PT. Akses (Persero) Menjadi
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan”, IUS,
Vol III, Nomor 9, (Desember 2015).
76
C. UNDANG-UNDANG
Pasal 1 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional.
Pasal 1, ayat (1-3), Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional.
77
D. ARTIKEL
Agustianto, “BPJS dan Jaminan Sosial Syariah”, dakwatuna.com, di akses
20 oktober2015.
https://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/index.php/pages/detail/2013.
https://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/index.php/pages/detail/2017/27 , 20
september 2018.
https://www.dakwatuna.com/2014/01/19/45011/bpjs-dan-jaminan-sosial-
syariah/#axzz62xUUI2Yg.
www.jamsosindonesia.com/bpjs/view/fungsi-tugas-wewenang.
www.jamsosindonesia.com/bpjs/view/pengeretian-bpjs-kesehatan.
78