Anda di halaman 1dari 74

PENGELOLAAN DANA TABARRU DAN MEKANISME

KLAIM PESERTA PT. ASURANSI JASINDO SYARIAH


DALAM PERSPEKTIF FATWA DSN MUI

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum


Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Hukum (S.H)

Oleh :

MUKHAMMAD RYFAI
11150490000038

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2022/1443 H
PENGELOLAAN DANA TABARRU DAN MEKANISME
KLAIM PESERTA PT. ASURANSI JASINDO SYARIAH
DALAM PERSPEKTIF FATWA DSN MUI

Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh
Mukhammad Ryfa’i
11150490000038

Pembimbing

Dr. Syahrul A’dam, M.Ag


NIP. 19730504200031002

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2022 M / 1443 H

ii
iii
iv
ABSTRAK

Mukhammad Ryfai. NIM 11150490000038. PENGELOLAAN DANA


TABARRU DAN MEKANISME KLAIM PESERTA PT. ASURANSI JASINDO
SYARIAH DALAM PERSPEKTIF FATWA DSN MUI. Program Studi Hukum
Ekonomi Syariah (Muamalat), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1443 H/2022 M.
Studi ini bertujuan untuk menganalisis kesesuaian syariah terhadap berbagai
ketentuan yang diatur di dalam polis asuransi kerugian pada PT Asuransi Jasindo
Syariah. Analisis kesesuaian syariah terhadap polis bertujuan untuk memperjelas
pembagian porsi dan pengelolaan kontribusi nasabah pada dana tabarru’ dan dana
investasi yang dilakukan oleh perusahaan, serta menganalisis mekanisme klaim
yang berjalan.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif dengan
jenis pendekatan yuridis empiris, yaitu dengan melakukan pengkajian polis
asuransi terhadap Fatwa DSN-MUI tentang asuransi syariah. Pada penelitian ini,
peneliti mengkaji dokumen PT Asuransi Jasindo Syariah berupa polis asuransi
kerugian syariah dengan melakukan analisis perbandingan terhadap Fatwa DSN-
MUI tentang asuransi syariah.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa penerapan akad tabarru’ pada PT.
Asuransi Jasindo Syariah dinilai sudah sesuai dengan prinsip syariah sebab dalam
pengelolaan dana kontribusi sudah terbebas dari unsur-unsur gharar, maisir, dan
riba. Kontribusi yang masuk akan langsung dibagi menjadi dua bagian pengelolaan
dana, yaitu dana tabarru’ dan dana peserta. Dana tabarru’ hanya digunakan untuk
kemaslahatan tertanggung apabila di antara tertanggung mengalami kerugian.
Sedangkan dana investasi nantinya akan dikelola oleh PT. Asuransi Jasindo Syariah
untuk kepentingan investasi yang mana nantinya perusahaan akan mendapatkan
ujroh.

Kata Kunci: Tabarru’, ujrah, klaim.

Pembimbing : Dr. Syahrul Adam, M.Ag


Daftar Pustaka : 1985 s.d. 2017.

v
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, peneliti panjatkan kehadirat Allah


SWT atas segala limpahan rahmat, nikmat, dan hidayah-Nya. Shalawat sertasalam
semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW, keluarga,
sahabat, dan kepada ummatnya yang senantiasa melaksanakan segala ajarannya.

Dalam penulisan skripsi ini tentu masih banyak kekurangan, untuk itu
peneliti memohon kritik dansaran dalam rangka menyempurnakan skripsi ini.
Penyusunan skripsi ini tidak mungkin dapat terselesaikan tanpa bantuan dari
berbagai pihak, maka dalam kesempatan yang baik ini, peneliti ingin
menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam menyelesaikan skripsi ini, terutama kepada:
1. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc., M.A selaku Rektor
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah
memberikan kesempatan kepada peneliti untuk mengikuti studi di Fakultas
Syariah dan Hukum.
2. Dr. Ahmad Tholabi, Kharlie, S.H., MA., M.H selaku Dekan Fakultas
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,
yang telah memberikan kesempatan kepada peneliti untuk mengikuti studi
di fakultas ini.
3. A.M. Hasan Ali, M.A., selaku Ketua Program Studi Hukum Ekonomi
Syariah dan Dr. Abdurrauf, Lc., M.A., selaku Sekretaris Program Studi
Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam
Negeri SyarifHidayatullah Jakarta yang telah membantu dan mempermudah
penulis menyelesaikan skripsi ini.
4. Dr. Syahrul A’dam, M.Ag., selaku Dosen Pembimbing skripsi yang
senantiasa meluangkan waktunya guna membimbing penulis untuk dapat
menyelesaikan skripsi ini.

5. Para Dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah memberikan ilmu yang

vi
bermanfaat kepada peneliti selama perkuliahan berlangsung.
6. Kedua orang tua yang telah memberikan dukungan sehingga peneliti dapat
menyelesaikan skripsi ini.
7. Istriku, Sarah Fauziah dan anakku, Syahreizky yang telah mendukung
secara penuh dalam menyelesaikan skripsi ini.
8. Teman – teman angkatan 2015, khususnya saudara Zakiy, Ihsan, Ikhwal
yang senantiasa memberikan dorongan semangat kepada penulis.
9. Bapak Yasser Zulfianto selaku kepala unit teknik PT. Asuransi Jasindo
Syariah Kantor Cabang Jakarta, yang telah mengizinkan peneliti untuk
melakukan penelitian terhadap polis ini dan juga Ibu Alifthya Putri selaku
Underwriter PT. Asuransi Jasindo Syariah serta Ibu Maria Delta selaku
bagian klaim PT. Asuransi Jasindo Syariah yang bersedia untuk di
wawancarai.
10. Keluarga, saudara, dan teman-teman semua yang tidak dapat disebutkan
satu per satu, yang telah memberikan bantuan dan dukungan serta semangat
kepada peneliti dalam rangka penyelesaian studi dan skripsi ini.

Peneliti sangat menyadari bahwa masih banyak kesalahan dan kekurangan


dalam penelitian analisis pengelolaan dana tabarru dan mekanisme klaim peserta
ini. Oleh karena itu, peneliti sangat mengharapkan kritik dan saran yang dapat
membangun demi kesempurnaan penelitian analisis kesesuaian syariah terhadap
polis ini. Harapan peneliti semoga analisis kesesuaian syariah terhadap polis
asuransi ini dapat bermanfaat khususnya bagi peneliti dan umumnya bagi semua
pihak.

Jakarta, 4 April 2022

Penulis

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL
HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................ iii
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI .......................................................... iv
ABSTRAK ..................................................................................................... v
KATA PENGANTAR .................................................................................... vii
DAFTAR ISI .................................................................................................. ix
DAFTAR TABEL .......................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ...................................................................... 11
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah .............................. 14
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................ 15
D. Metode Penelitian................................................................................ 16
E. . Review Studi Terdahulu ....................................................................... 19
F. Sistematika Penulisan .......................................................................... 21

BAB II KAJIAN AKAD TABARRU’ DALAM ASURANSI SYARIAH DAN


KAITANNYA DENGAN HUKUM KONTRAK
A. Asuransi Syariah ................................................................................. 23
B. Dasar Hukum Asuransi Syariah ........................................................... 25
C. Prinsip – Prinsip Asuransi Syariah ...................................................... 32
D. Akad Tabarru ..................................................................................... 37
E. Pengelolaan Dana Tabarru pada Asuransi Syariah .............................. 38
F. Pelaksanaan Asuransi Syariah dan Kaitannya
Dengan Hukum Kontrak ..................................................................... 42

viii
BAB III TINJAUAN UMUM PT. ASURANSI JASINDO SYARIAH
A. Profil PT. Asuransi Jasindo Syariah ..................................................... 48
B. Visi, Misi dan Budaya Perusahaan ....................................................... 48
C. Produk-produk PT. Asuransi Jasindo Syariah ...................................... 49
D. Prosedur Klaim PT. Asuransi Jasindo Syariah ..................................... 53

BAB IV ANALISIS PENGELOLAAN DANA TABARRU DAN


MEKANISME KLAIM PT ASURANSI JASINDO SYARIAH

A. Pengelolaan Dana Tabarru PT Asuransi Jasindo Syariah ..................... 53


B. Analisis Pengelolaan Dana Tabarru’ pada PT. Asuransi
Jasindo Syariah ................................................................................... 59
C. Mekanisme Klaim PT. Asuransi Jasindo Syariah ................................. 65
D. Analisis Mekanisme Klaim Pada PT. Asuransi

Jasindo Syariah ................................................................................... 66

BAB V PENUTUP
A. . Kesimpulan…......................................................................................... 68
B. Saran ................................................................................................... 69

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

ix
DAFTAR TABEL

Tabel 1 Daftar Perusahaan asuransi umum, jiwa dan reasuransi dengan prinsip
syariah, per 31 Desember 2021

Tabel 2 Daftar besaran pembagian dana tabarru’ dan ujroh untuk setiap produk
asuransi di PT. Asuransi Jasindo Syariah

Tabel 3 Kesesuaian PT. Asuransi Jasindo Syariah dengan Fatwa Dewan Syariah

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Struktur Organisasi PT. Asuransi Jasindo Syariah

xi
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Tuntutan kebutuhan terhadap pertanggungan asuransi terus berkembang
mengikuti tingkat kompleksitas risiko yang timbul dan mengancam pribadi maupun
dunia usaha. Perlindungan jasa asuransi dalam mengatasi risiko telah melahirkan
usaha perasuransian sebagai suatu bisnis. Industri asuransi dapat memegang
peranan penting bagi perekonomian suatu bangsa dalam bentuk penyediaan jasa
pengambilalihan risiko, sehingga memungkinkan pribadi atau pelaku usaha
membuat suatu perencanaan yang baik untuk perlindungan mereka terhadap risiko
yang timbul dari ketidakpastian. Sementara itu, bagi industri asuransi, risiko
ketidakpastian yang dihadapi adalah sesuatu yang terukur dan pada umumnya
memiliki statistik yang mendukung pengambilalihan risiko yang dilakukan. 1
Berdasarkan data yang diperoleh dari OJK per tanggal 31 Desember 2021,
jumlah perusahaan Asuransi Umum, Jiwa dan Reasuransi dengan Prinsip Syariah
terlihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 1
Daftar Perusahaan asuransi umum, jiwa dan reasuransi
dengan prinsip syariah, per 31 Desember 2021:2
1 Asuransi umum unit usaha syariah 19
2 Asuransi umum full syariah 6
3 Asuransi jiwa unit usaha syariah 23
4 Asuransi jiwa full syariah 7
5 Reasuransi unit usaha syariah 3

1
Junaedy Ganie, Hukum Asuransi Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), h., 3.
2
Di akses dari https://www.ojk.go.id/id/kanal/iknb/berita-dan-kegiatan/publikasi/Pages/Daftar-
Perusahaan-Asuransi-Umum,-Jiwa-dan-Reasuransi-dengan-Prinsip-Syariah.aspx pada 8 Januari
2022

11
12

6 Reasuransi Full Syariah 1


Total 59

Salah satu penanganan risiko yang lazim dilakukan adalah dengan mengalihkan
atau mentransfernya kepada pihak lain yang bersedia untuk menerimanya. 3 Pihak
yang bersedia mengambil alih ancaman bahaya tersebut adalah pihak yang memang
biasa menjalankan bisnis di bidang jasa perlindungan terhadap ancaman bahaya
atas kekayaan, badan, dan jiwa orang. Apabila ancaman bahaya itu menjadi
kenyataan yang merugikan pemiliknya maka pihak tersebut akan bersedia
membayar ganti kerugian atau membayar uang santunan.
Dalam asuransi konvensional disinyalir terdapat unsur-unsur yang bertentangan
dengan syariah Islam, seperti maisir, garar, riba, dzalim dan sebagainya. Secara
spesifik ada tiga unsur pokok dalam asuransi yang dipandang bertentangan dengan
nilai-nilai syariah yaitu bahaya yang dipertanggungkan, premi pertanggungan dan
sejumlah uang ganti rugi pertanggungan. Untuk mencari jalan keluar dari berbagai
macam unsur yang dipandang tidak sejalan dengan syariah, telah diusahakan
adanya perusahaan asuransi yang menekankan sifat saling menanggung, saling
menolong di antara para tertanggung yang bernilai kebajikan menurut ajaran Islam.
Di sinilah ulama kontemporer berperan dalam menggali dan menyusun sebuah
kinerja lembaga asuransi syariah yang memasukkan unsur tolong-menolong,
seperti yang terjadi di awal sejarah asuransi yang menjadikan tolong-menolong
sebagai unsur utama di dalamnya. Dari sini, asuransi syariah mengemban tugas
membersihkan unsur-unsur yang tidak sesuai dengan syariah terhadap praktik yang
dijalankan oleh asuransi konvensional.
Dalam muamalah, kejelasan bentuk akad sangat menentukan apakah transaksi
yang dilakkan sudah sah atau tidak menurut kaidah syariat. Demikian pula dalam
berasuransi, ketidakjelasan bentuk akad akan berpotensi menimbulkan
permasalahan dari sisi legalitas hukum Islam.

3
Kuat Ismanto, Asuransi Syari’ah (Tinjauan Asas-asas Hukum Islam), (Yogyakarta: Pustaka,
2009), h. 24.
13

Implementasi akad tabarru’ dalam sistem asuransi syariah direalisasikan dalam


bentuk pembagian setoran premi menjadi dua. Untuk produk yang mengandung
unsur tabungan (saving), maka premi yang dibayarkan akan dibagi ke dalam
rekening dana peserta dan satunya lagi dana tabarru’. Sedangkan untuk produk
yang tidak mengandung unsur tabungan (non saving) akan dimasukkan seluruhnya
ke dalam rekening tabarru’. Keberadaan rekening tabarru’ menjadi sangat penting
untuk menjawab pertanyaan seputar ketidakjelasan (gharar) asuransi dari dari sisi
pembayaran klaim.
Meskipun dalam prakteknya asuransi syariah telah menerapkan sistem yang
berbeda dari asuransi konvensional, namun tetap saja memunculkan kekhawatiran
apakah pelaksanaan asuransi syariah sudah sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
Praktek asuransi dianggap mengambil keuntungan dari ketidakpastian sehingga
masih ada kelompok yang menolak asuransi meskipun asuransi tersebut merupakan
asuransi syariah.
Salah satu perusahaan Asuransi Syariah di Indonesia adalah PT Asuransi
Jasindo Syariah. PT Asuransi Jasindo Syariah merupakan perusahaan asuransi
kerugian dengan prinsip syariah yang pertama kali terbentuk sebagai hasil dari
pemisahan usaha (spin-off) dari unit usaha perusahaan asuransi kerugian, dalam hal
ini Unit Usaha Takaful PT Asuransi Jasa Indonesia (Persero). Diharapkan dengan
beroperasi penuh sebagai perusahaan yang mandiri, PT Asuransi Jasindo Syariah
atau yang dikenal dengan nama Jasindo Syariah dapat tumbuh dan berkembang
lebih pesat lagi. Spin-off ini pun sejalan dengan Undang Undang Perasuransian
tahun 2014 yang menyebutkan bahwa perusahaan asuransi yang memiliki unit
syariah diwajibkan untuk melakukan pemisahan unit syariah tersebut menjadi
perusahaan tersendiri selambat-lambatnya 10 (sepuluh) tahun sejak
diundangkannya pada tahun 2014 yang lalu.
Berdasarkan penjelasan dan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk
melakukan penyusunan skripsi dengan judul “Pengelolaan Dana Tabarru PT
Asuransi Jasindo Syariah dan Mekanisme Klaim Peserta Dalam Perspektif
Fatwa DSN MUI”
14

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat penulis identifikasi
permasalahan-permasalahan penelitian sebagai berikut:

a. Bagaimana prosedur dan mekanisme pengelolaan akad tabarru di PT


Asuransi Jasindo Syariah.
b. Bagaimana hubungan hukum antar tertanggung, serta peserta
dengan penanggung.
c. Bagaimana skema pelaksanaan asuransi syariah di PT Asuransi
Jasindo Syariah.
d. Bagaimana tata cara pengajuan klaim di PT Asuransi Jasindo
Syariah.

2. Pembatasan Masalah
Untuk mempermudah pembahasan dalam penelitian ini, maka dari
itu peneliti membatasi masalah yang akan dibahas sehingga
pembahasannya akan lebih jelas dan terarah. Dalam penelitian ini, peneliti
hanya akan membatasi penelitiannya kepada pengelolaan dana tabarru’
dan tata cara pengajuan klaim apakah sudah sesuai prinsip-prinsip syariah.
Pembatasan juga dilakukan atas objek penelitian, yakni di fokuskan
hanya kepada pengelolaan dana tabarru’ dan mekanisme klaim yang
dilakukan oleh PT Asuransi Jasindo Syariah.

3. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan pembatasan masalah yang
telah penulis lakukan, maka rumusan masalah penulis rinci dalam bentuk
pertanyaan penelitian sebagai berikut:

a. Bagaimana pengelolaan dana tabarru’ di PT Asuransi Jasindo


Syariah?
b. Bagaimana pengajuan klaim di PT Asuransi Jasindo Syariah?
15

c. Bagaimana kesesuaian pengelolaan dana tabarru’ dan pengajuan


klaim di PT. Asuransi Jasindo Syariah dengan prinsip syariah?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk menggambarkan mekanisme pelaksanaan asuransi di PT
Asuransi Jasindo Syariah.
b. Untuk menggambarkan pelaksanaan dana tabarru di PT Asuransi
Jasindo Syariah.
c. Untuk mengetahui tata cara pengajuan klaim di PT Asuransi Jasindo
Syariah.

2. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan secara
teoritis bagi pengembangan pengetahuan hukum ekonomi syariah
terutama bahasan mengenai asuransi syariah.
b. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan secara
praktis bagi mahasiswa fakultas hukum maupun syariah, akademisi,
dan para praktisi hukum, serta masyarakat pada umumnya tentang
pengelolaan dana tabarru yang dilakukan agar sesuai dengan prinsip-
prinsip syariah.

D. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yakni penelitian
hukum normatif (yuridis-empiris). Pendekatan penelitian hukum yang
penulis gunakan adalah studi kasus (case study), yakni menjadikan
16

pengelolaan dana tabarru pada PT Asuransi Jasindo Syariah sebagai


sebuah kasus hukum yang akan dianalisis menggunakan berbagai jenis
aturan terkait kasus tersebut terutama aturan-aturan fiqh.

2. Pendekatan Penelitian
Metode yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan
konsep (conceptual approach). Pendekatan perundang-undangan
dilakukan untuk meneliti aturan-aturan terkait demi menjawab
permasalahan yang terjadi. Pendekatan konsep, dilakukan dengan
menelaah konsep yang beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin
yang berkembang dalam ilmu hukum dan agama.

3. Jenis Data
a. Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari
sumber pertama. 4 Yang dimaksud data primer pada penelitian ini
adalah data yang diperoleh dari pihak PT Asuransi Jasindo Syariah.

b. Data Sekunder
Data Sekunder antara lain mencakup dokumen-dokumen resmi,
buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan, dan
sebagainya. 5 Pada penelitian ini data sekunder terdiri dari:

i. Bahan Hukum Primer


- UU No. 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian.
- Fatwa DSN MUI NO. 21/DSN-MUI/X/2001 Tentang Pedoman
Umum Asuransi Syariah.

4
Amirudin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penlitian Hukum, (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2004), h., 30
5
Amirudin dan Zainal Asikin, Pengantar…, h.,30
17

- Fatwa DSN 51/DSN-MUI/III/2006 Tentang Akad Mudharabah


Musytarakah Pada Asuransi Syari'ah.
- Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Nomor 52/DSN-MUI/III/2006
Tentang Akad Wakalah Bil Ujrah Pada Asuransi Syari’ah dan
Reasuransi Syari’ah.
- Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Nomor 53/DSN-MUI/III/2006
Tentang Akad Tabarru’ Pada Asuransi Syari’ah.
- Keputusan Menteri Keuangan Nomor 426/KMK/2003 tentang
Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi dan
Perusahaan Reasuransi.
- Keputusan Menteri Keuangan Nomor 424/KMK/2003 tentang
Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan
Reasuransi.
- Keputusan Menteri Keuangan Nomor 422/KMK/2003 tentang
Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi dan Perusahaan
Reasuransi
- Keputusan Direktur Jenderal Lembaga Keuangan Nomor Kep-
4499/LK/2000 Tentang Jenis, Penilaian dan Pembatasan
Investasi Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi
Dengan Sistem Syariah.

ii. Bahan Hukum Sekunder


Bahan hukum sekunder merupakan bagian dari data sekunder
yang memberikan penjelasan dan informasi tambahan atas
bahan hukum primer. Bahan ini diantaranya buku, karya tulis,
artikel, dan lain sebagainya yang berkaitan dengan hukum
positif maupun fiqh.

iii. Bahan Hukum Tertier


Bahan hukum tertier atau bahan hukum penunjang, yaitu bahan-
bahan yang memberi petunjuk-petunjuk maupun penjelasan
18

terhadap bahan hukum primer dan sekunder. Bahan ini dapat


berupa kamus, internet, dan lain-lain.

4. Metode Pengumpulan Data


a. Wawancara Mendalam (In-depth Interview)
Wawancara Mendalam (In-depth Interview) merupakan
proses memperoleh keterangan bertujuan untuk penelitian dengan
metode tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara
dengan responden atau orang yang diwawancarai. 6 Metode ini akan
penulis lakukan dengan tujuan untuk memperoleh data primer yang
berasal dari pihak-pihak terkait (stakeholder) yaitu dalam hal ini PT
Asuransi Jasindo Syariah.
b. Studi Kepustakaan (Library Research)
Metode yang dilakukan penulis untuk memperoleh data
sekunder adalah studi kepustakaan (library research), yaitu membaca,
mencermati, dan studi atas dokumen seperti Peraturan Perundangan-
Undangan, ,laporan-laporan penelitian, artikel-artikel, dan buku-buku
yang berkaitan dengan permasalahan yang akan diteliti.
5. Metode Analisis Data
Data yang diperoleh, diolah, dan dianalisis dengan menggunakan
analisis pendekatan kualitatif. Penggunaan metode tersebut akan
menghasilkan uraian hasil penelitian yang bersifat deskriptif analitis.

6. Teknik Penulisan
Teknik penulisan skripsi yang akan dilakukan berpedoman kepada
buku : “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

6
Sutopo, Metodelogi Penelitian Kualitatif, (Surakarta: UNS, 2006), h., 72
19

E. Review Studi Terdahulu


Kajian tentang Pengelolaan dana Tabarru’ di asuransi syariah bukan
lah hal yang baru, banyak penelitian sebelum ini yang membahas tentang
pengelolaan dana tabarru pada asuransi syariah. Penelitian tersebut di
publikasikan dengan berupa jurnal, buku, artikel, maupun skripsi.
Tazkiah Ashfia, Sihabudin, Prayudo Eri Yandono membahas pada
ketentuan keempat tentang ketentuan dalam akad tijarah dan tabarru’ dalam
poin kedua yang tercantum pada fatwa DSN MUI No.21 bahwa jenis akad
tabarru’ (dalam hal ini yaitu akad hibah) tidak dapat diubah menjadi jenis akad
tijarah (akad mudharabah). Sedangkan pada ketentuan keenam tentang premi
dalam poin keempat disebutkan bahwa premi yang berasal dari jenis akad
tabarru’ dapat diinvestasikan. Secara umum, terlihat adanya dua ketentuan
yang sifatnya kontradiktif dalam fatwa tersebut agar tidak terjadi keambiguan
dalam memahami dua ketentuan tersebut, seharusnya dimasukkan frase terkait
7
siapa subjek yang terlibat dalam dua ketentuan tersebut agar lebih jelas.
Junaidi Abdullah (2018) menulis bahwa akad-akad yang melekat pada
asuransi syariah adalah akad tijarah dan akad tabarru’, sedangkan akad yang
mengikuti akad tijarah maupun akad tabarru’ adalah akad Mudharabah
Musytarakah, akad Mudharabah dan akad Wakalah bil Ujrah. 8
Syarifuddin (2016) menulis bahwasannya dana Tabarru yang terdapat
pada asuransi syariah merupakan esensi dari asuransi syariah, atau bisa juga
dikatakan bahwa dana tabrru merupakan pilar keberadaan asuransi syariah.
Karena jika dana tabarru ditiadakan dalam operasional asuransi syariah, maka
kesyariahan asuransi akan menjadi sirna. 9
Destri Budi Nugraheni (2016) meneliti bahwasannya Polis Unit link
syariah PT AXA Financial Indonesia, dan PT Takaful Keluarga belum

7
Tazkiah Ashfia, Sihabudin, Prayudo Eri Yandono, “Analisis Pengaturan Akad Tabarru’
dan Akad Tijarah Pada Asuransi Syariah Menurut Fatwa DSN Nomor 21/DSN-MUI/X/2001
Tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah”, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya.
8
Junaidi Abdullah, “Akad-Akad di dalam Asuransi Syariah”, Tawazun: Journal of Sharia
Economic Law, Vol. 1, Nomor 1, (2018).
9
Syarifuddin, “Kedudukan Dana Tabarru dalam Asuransi Syariah”, Tasharuf: Journal
Economic and Business Islam, Vol. 1 No. 1 (2016)
20

sepenuhnya mencantumkan hal-hal dalam akad tabarru sesuai ketentuan


Fatwa DSN dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.010/2010
yaitu terkait hak dan kewajiban peserta secara kolektif. 10
Dwi Fidhayanti meneliti bahwa pelaksanaan akad tabarru‘ pada
Takaful Indonesia cabang Malang sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah
Nasional tentang Akad Tabarru‘ pada Asuransi Syariah dan Reasuransi
Syariah. Hal ini dapat dilihat pada setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh
Takaful Indonesia sesuai dengan setiap bagian ke tentuan yang terdapat pada
Fatwa Dewan Syariah Nasional tentang Akad Tabarru‘ pada Asuransi Syariah
dan Reasuransi Syariah. 11
M. Arif Hakim (2012) Jurnal ini menjelaskan bahwa aplikasi akad
tabarru’ pada AJB Bumiputera 1912 Syariah Cabang Kudus sesuai dengan
fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Nomor 21/DSN-MUI/X/2001 tentang
pedoman umum asuransi syariah dinyatakan bahwa akad tabarru’ adalah
semua bentuk akad yang dilakukan dengan tujuan kebajikan dan tolong-
menolong, bukan semata untuk tujuan komersial. 12
Skripsi yang berjudul “Sistem Tabarru dalam Asuransi Syariah” yang
ditulis oleh Riswanto. Skripsi ini menjelaskan Dalam asuransi syariah, akad
tabarru’ harus disebutkan sekurang-kurangnya hak dan kewajiban masing-
masing peserta secara individu, hak dan kewajiban antara peserta secara
individu dalam akun tabarru’ selaku peserta dalam arti badan/kelompok, cara
dan waktu pembayaran premi dan klaim, syarat-syarat lain yang disepakati,
sesuai dengan jenis asuransi yang diakadkan.
Dari penelitian sebelumnya, pelaksanaan tabarru masih ada yang belum
mencantumkan sepenuhnya sesuai dengan ketentuan fatwa DSN. Maka
penelitian ini dilakukan namun dengan objek tempat yang berbeda, yakni di
PT Asuransi Jasindo Syariah.

10
Destri Budi Nugraheni, “Analisis Yuridis Akad Tabarru dan Akad Tijarah dalam Produk
Unit Link Syariah”, Mimbar Hukum, Vol. 28 No. 2 (2016)
11
“Dwi Fidhayanti, “Pelaksanaan Akad Tabarru’ pada Asuransi Syariah (Studi di Takaful
Indonesia Cabang Malang)”, Fakultas Syariah Universitas Maulana Malik Ibrahim Malang
12
M. Arif Hakim, “Analisis Aplikasi Akad Tabarru’ dalam Asuransi Syariah: Studi Kasus
Pada AJB Bumiputera 1912 Syariah Cabang Kudus”, STAIN Kudus, Vol. 3 no. 2. (2012)
21

F. Sistematika Penulisan

BAB I Pendahuluan
Bab ini berisi pengantar untuk memahami garis besar dari seluruh
pembahasan. Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah,
identifikasi, pembatasan , dan rumusan masalah, serta tujuan dan manfaat
penelitian, kajian teori dan konseptual, metodologi penelitian, dan sistematika
penulisan.

BAB II Kajian Akad Tabarru’ Dalam Asuransi Syariah dan Kaitannya


dengan Hukum Kontrak
Pembahasan pada bab ini mencakup kerangka teori dan konseptual,
pengertian asuransi, asuransi syariah, dasar hukum asuransi dan asuransi
syariah, serta akad tabarru’ yang menjadi pembeda antara asuransi
konvensional dengan asuransi syariah.

BAB III Tinjauan Umum PT. Asuransi Jasindo Syariah


Pada bab ini dijelaskan mengenai profil lembaga terkait dengan
penelitian ini, yakni PT Asuransi Jasindo Syariah. Tidak hanya profil, pada bab
ini juga akan dibahas mengenai produk-produk dan program-program lembaga
tersebut.

BAB IV Analisis Pengelolaan Dana Tabarru’ dan Mekanisme Klaim PT


Asuransi Jasindo Syariah
Bab ini membahas analisis kesesuian penerapan prinsip-prinsip syariah
pada pengelolaan dana tabarru dan mekanisme pengajuan klaim yang ada pada
PT Asuransi Jasindo Syariah.

BAB V Penutup
Pada bab ini terdiri dari Simpulan dan Saran.
BAB II
KAJIAN AKAD TABARRU’ DALAM ASURANSI SYARIAH

A. Asuransi Syariah
1. Pengertian Asuransi Syariah
Asuransi syariah adalah usaha tolong-menolong diantara sejumlah
orang/pihak melalui investasi dalam bentuk aset atau dana tabarru’ yang
memberikan pola pengembalian menghadapi resiko tertentu melalui akad
(perikatan) yang sesuai dengan syariah. 13
Asuransi syariah sama dengan asuransi takaful yang merupakan
asuransi yang beroperasi berdasarkan syariah Islam. Asuransi syariah
menjalankan kegiatan usahanya atas dasar tolong-menolong dan premi yang
dibayarkan dianggap sebagai sedekah lalu dikumpulkan menjadi dana sosial
(tabarru’) yang nantinya diberikan kepada anggota asuransi yang terkena
musibah. Menurut Djazuli dan Yadi Janwari pengertian asuransi yang
berbasis syariah adalah sebuah pengelolaan yang memiliki fungsi sebagai
fasilitator hubungan struktural antara peserta penyetor premi (penanggung)
dengan peserta penerima premi (tertanggung) yang prinsip operasionalnya
didasarkan pada syariat Islam dengan mengacu kepada Al-Qur’an dan As-
Sunnah.14
Menurut Dewan Syariah Nasional (DSN) dan Majelis Ulama
Indonesia (MUI) asuransi syariah adalah usaha saling melindungi dan
tolong-menolong diantara sejumlah orang atau pihak melalui investasi
dalam bentuk aset atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk
menghadapi resiko tertentu melalui akad yang sesuai dengan syariah. 15
Sedangkan menurut Husain Hamid Hisan asuransi syariah adalah
sikap ta’awwun yang telah diatur dengan sistem yang sangat rapi, antara
sejumlah manusia, semuanya telah mengantisipasi suatu peristiwa, jika

13
Fatwa DSN No.12/DSN-MUI/X/2001.
14
Djazuli dan Yadi Janwari, Lembaga-Lembaga Perekonomian Umat (Sebuah Pengenalan),
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada 2002), h., 120
15
Herry Ramadhani,Prospek dan Tantangan Perkembangan Asurans, h., 60

22
23

sebagian mengalami peristiwa tersebut, maka semua saling menolong


dalam menghadapi peristiwa tersebut, dengan sedikit pemberian (derma)
yang diberikan oleh masing-masing peserta.16 Sehingga bisa ditarik
kesimpulan bahwa asuransi syariah adalah usaha saling tolong menolong
antar peserta asuransi syariah yang sedang terkena musibah dengan cara
memberikan sumbangan derma berupa dana tabarru’ yang diambil dari
dana premi yang dibayar oleh peserta asuransi.
Kegiatan operasional asuransi syariah memiliki tiga unsur yang
saling terkait dan tidak dapat dipisahkan, sehingga apabila salah satu unsur
ini tidak ada, maka hilanglah keharmonisan atau bahkan berakibat gagalnya
proses pelaksanaan dari penjaminan asuransi tersebut. Tiga unsur yang
terdapat dalam pelaksanaan progam asuransi syariah meliputi pihak
tertanggung, pihak penanggung, dan suatu peristiwa atau musibah. Pihak
tertanggung adalah pihak yang berjanji untuk membayar uang premi kepada
pihak penanggung secara sekaligus atau angsuran, sedangkan yang
dimaksud pihak tertanggung adalah pihak yang berjanji akan membayar
sejumlah uang kepada tertanggung apabila terjadi suatu risiko yang
mengandung unsur ketidak pastian, dan suatu peristiwa atau musibah
merupakan suatu kejadian yang tidak direncanakan bahkan tidak
dikehendaki atau tidak diketahui sebelumnya.
Asuransi syariah menjalankan kegiatan usahanya atas dasar tolong
menolong dan premi yang dibayarkan dianggap sebagai sedekah lalu
dikumpulkan menjadi sebuah dana sosial (tabarru’) yang nantinya
diberikan kepada anggota asuransi yang terkena musibah. Hal inilah yang
membedakan antara asuransi syariah dengan asuransi konvensional, dimana
pada perusahaan asuransi konvensional proses saling menanggung terjadi
antara perusahaan asuransi dengan peserta asuransi. 17 Kegiatan usaha yang
terdapat dalam proses penjaminan risiko asuransi syariah, merupakan

16
Machzumy Ibrahim,”Dasar-dasar Asuransi Syariah”, (Jakarta: PT PP Mardi Mulyo,2012),
h., 1
17
Dzajuli dan Yadi Janwari 2002. Lembaga-Lembaga Perekonomian Umat (sebuah
Pengenalan. (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada), h., 12
24

sebuah bentuk kegiatan muamalah yang saling menanggung risiko diantara


sesama nasabah asuransi syariah, sehingga diantara satu dengan lainnya
menjadi penanggung atas risiko masing-masing nasabah yang ikut
bergabung dalam program asuransi syariah tersebut. Kegiatan tanggung
menanggung risiko tersebut dilakukan atas dasar saling tolong menolong
dalam kebaikan dengan cara masing-masing mengeluarkan dana (premi)
yang ditujukan untuk menanggung risiko sesama nasabah asuransi syariah.

B. Dasar Hukum Asuransi Syariah


Dasar hukum atau pengaturan operasional Asuransi Syariah sebagaimana
Lembaga Keuangan Syariah Bank dan Non Bank lainnya didasarkan pada dua
kategori sumber hukum, yaitu hukum Islam dan hukum positif.
1. Hukum Islam
Kebanyakan ulama (jumhur) memkai metologi metologi
konvensional dalam mencari landasan syariah (al-asas alsyar’iyyah)
dari suatu pokok masalah (subject matter). Dalam hal ini subject
matter-nya adalah lembaga asuransi. Pada kesempatan kali ini,
landasan yang digunakan dalam memberi nilai legalisasi dalam
praktik bisnis asuransi adalah: al-Qur’an, sunnah Nabi, ijma, dan
qiyas.
a. Al-Qur’an
Al-Qur’an tidak menyebutkan secara tegas ayat yang
menjelaskan tegas tentang praktik asuransi seperti yang ada pada saat
ini. Hal ini terindikasi dengan tidak munculnya istilah asuransi atau
al-ta’min secara nyata dalam al-Qura’anwalaupun begitu al-Qur’an
masih mengakomodir ayat-ayat yang mempunyai muatan nilai-nilai
dasar yang ada dalam praktik asuransi, seperti nilai dasar tolong-
menolong, kerja sama, atau semangat untuk melakukan proteksi
terhadap peristiwa kerugian (peril) di masa mendatang.
Diantara ayat-ayat al-Qur’an yang mempunyai muatan nilai-
nilai yang ada dalampraktik asuransi adalah:
25

1) Surah al-Maidah [5]: 2


“Tolong menolonglah kamu dalam (mengajarkan) kebaikan
dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat doasadan
pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya
Allah amat berat siksa-Nya”
Ayat ini memuat perintah (amr) tolong-menolong antar sesama
manusia. Dalam bisnis asuransi, nilai ini terlihat dalam praktik
kerelaan anggota (nasabah) perusahaan asuransi untuk menyisihkan
dananya agar digunakan sebagai dana sosial (tabarru). Dana sosial ini
berbentuk rekening tabarru pada perusahaan asuransi dan difungsikan
untuk menolong salah satu anggota (nasabah) yang sedang mengalami
musibah (peril).
2) Surah Al-Baqarah [2]: 185
“....Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak
menghendaki kesukaran bagimu....”
Dalam ayat di atas Allah menjelaskan kemudahan adalah
sesuatu yang dikehendaki oleh-Nya, dan sebaliknya kesukaran adalah
sesuatu yang tidak dikehendaki oleh-Nya. Maka dari itu, manusia
dituntut oleh Allah SWT agar dalam setiap langkah kehidupannya
selalu dalam bingkai kemudahan dan tidak mempersulit diri sendiri.
Dalam konteks bisnis asuransi, ayat tersebut dapat dipahami bahwa
dengan adanya lembaga asuransi, seorang dapat memudahkan untuk
menyiapkan dan merencanakan kehidupannya di masa mendatang dan
dapat melindungi kepentingan ekonominya dari sebuah kerugian yang
tidak disengaja.
b. Sunnah Nabi
1) Hadits tentang aqilah
“diriwayatkan Abu Hurairah ra, dia berkata: berselisih dua
orang wanita dari suku Huzail, kemudian salah satu wanita tersebut
melempar batu kewanita yang lain sehingga mengakibatkan kematian
wanita tersebut beserta janin yang dikandungnya.maka ahli waris
26

dari wanita yang meninggal tersebut mengadukan peristiwa tersebut


kepada Rasulallah SAW, maka Rasulallah SAW memutuskan ganti
rugi dari pembunuhan terhadap janin tersebut dengan pembebasan
seorang budak laki-aki atau perempuan, dan memutuskan ganti rugi
kematian wanita tersebut dengan uang darah (diyat) yang dibayarkan
oleh aqilahnya (kerabat dari orang tua lakiaki)”(HR. Bukhari).
Hadits di atas menjelaskan tentang praktik aqilah yang telah
menjadi tradisi di masyarakat Arab. Aqilah dalam hadits di atas
dimaknai dengan ashabah (kerabat dari orang tua lakilaki) mempunyai
kewajiban menanggung dendan (diyat) jika ada salah satu anggota
sukunya melakukan pembunuhan terhadap anggota suku yang lain.
Penanggungan oleh aqilahnya merupakan suatu kegiatan yang
mempunyai unsur seperti yang berlaku pada bisnis asuransi.
Kemiripan ini didasarkan atas adanya prinsip saling menanggung
(takaful) antar anggota suku.
2) Hadits tentang perjanjian
“orang-orang muslim itu terikat dengan syarat yang
merekasepakati, kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau
menghalalkan yang haram.”(HR. At-Turmudzi).
Hadits ini menjelaskan tentang prinsip umum dalam melakukan
akad atau transaksi. Orang muslim dalam melakukan transaksinya
tergantung oleh syarat yang mereka sepakati bersama antara kedua
belah pihak, kecuali syarat yang mengharamkan yang haal atau
menghalalkan yamg haram. Dalam perusahaan asuransi akad atau
transaksi yang disepakati antara anggota (nasabah) dengan pengelola
asuransi harus berdasarkan syarat-syarat yang mereka tetapkan
bersama. Jika syarat-syarat tersebut telah disepakati, maka kedua
belah pihak (nasabah dan perusahaan) terikat dalam suatu ikatan (al-
‘aqdu) yang harus dipatuhi bersama, kecuali syarat-syarat yang tidak
sesuai dengan ketentuan syariah.
27

c. Ijma
Para sahabat telah melakukan ittifaq (kesepakatan) dalam hal ini
(aqilah). Terbukti dengan tidak adanya penentangan oleh sahabat lain
terhadap apa yang dilakukan oleh sahabat lain terhadap apa yang
dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab. Sehingga dapat
disimpulakan bahwa mereka bersepakat mengenai persoalan ini.
Sebagai dalil dari kebolehannya memakai ijma dalam
menetapkan hukum ini adalah:
“segala sesuatu yang menurut mayoritas kaum muslimin itu
baik maka dalam pandanagan Allah SWT juga baik.”
Rahasia praktik aqilah adalah mengankat perselisihan dan
percecokan antarsuku Arab. Dengan adanya aqilah berarti telah
membangun suatu nilai kehidupan yang positif (al-hasan) diantara
para suku Arab. Adanya aspek kebaikan dan nilai yang positif dalam
praktik aqilah mendorong para ulama untuk bermufakat (ijma’) bahwa
perbuatan semacam aqilah tidak bertentangan denagn nilai-nilai yang
18
terkandung dalam syariat Islam.
d. Fatwa DSN-MUI
Selain prinsip-prinsip umum al-Qur’an dan as-Sunnah, untuk
pengaturan asuransi syariah saat ini merujuk kepada fatwa Dewan
Syariah Nasional (DSN) Majlis Ulama Indonesia. Fatwa tersebut
dikeuarkan karena perundang-undangan yang mengatur tentang
asuransi di Indonesia saat ini tidak dapat dijadikan pedoman untuk
menjalankan asuransi syariah. Fatwa DSN MUI ini memang tidak
merupakan produk hukum nasional karena tidak termasuk peraturan
perundang-undangan di Indonesia. Walaupun sebenarnya bisa
dimasukan kategori dokrin dalam ilmu hukum.

18
AM Hasan Ali, Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam Suatu Tinjauan Analisis Historis,
Teoritis dan Praktis (Jakarta: Kencana, 2004), h., 104.
28

2. Hukum Positif
Selain bersumber dari hukum Islam, oprasional Asuransi Syariah
di Indonesia didasarkan pada hukum positif yang saat ini berlaku
yaitu:
a. Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
Ketentuan mengenai kegiatan asuransi dalam KUH Perdata diatur
dalam bab kelima belas tentang Perjanjian Untung-untungan.
b. Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD).
Undang-undang No.2 1992 tentang Usaha Perasuransian.
c. Peraturan Pemerintah No. 39 tahun 2008 tentang Perubahan kedua
Peraturan Pemerintah No. 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan
Usaha Perasuransian. Mengingat Undang-undang dan Peraturan
Pemerintah tersebut tidak menjelaskan secara spesifik asuransi
syariah, maka untuk mengisi kekosongan hukum dibuat beberapa
peraturan hukum oleh pemerintah sebagai berikut:
i. Keputusan menteri keuangan republik indonesia No.
426/KMK.06/2003 tentang perizinan usaha dan kelembagaan
asuransi dan perusahaan reasuransi. Peraturan inilah yang
dapat dijadikan dasar untuk mendirikan asuransi syariah
sebagaimana ketentuan dalam pasal 3 yang menyatakan
bahwa, setiap pihak dapat melakukan usaha asuransi atau
usaha reasuransi berdasarkan prinsip syariah.
ii. Keputusan Menteri Keungan RI No.424/KMK.06/2003
tentang Kesehatan Perusahaan Asuransi dan Reasuransi.
Ketentuan yang terkait dengan asuransi syariah
tercantumdalam pasal 15-18 mengenai kekayaan yang
diperkenankan harus dimiliki dan dikuasai oleh perusahaan
asuransi dan perusahaan reasuransi dengan prinsip syariah.
iii. Keputusan Direktur Jenderal Lembaga Keuangan Nomor
Kep.4499/LK/2000tentang Jenis Penilaian dan pembatasan
Investasi Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi
29

dengan Sistem Syariah. Selain ketentuan perundang-undangan


di atas,penyelenggara asuransi syariah juga berpedoman
dengan beberapa sumber hukum positif yang terkait, yaitu
hukum privat/perdata dan hukum publik.
3. Hukum Privat/Publik
Ada (2) dua sumber hukum perdata untuk kegiatan Asuransi Syariah
yaitu asas kebebasan berkontrak dan perundang-undangan dibidang
hukum perdata:
a. Asas Kebebasan Berkontrak
Hubungan hukum yang terjadi dalam kegiatan asuransi syariah
selalu dibuat secara tertulis (kontrak) sebagai dokumen hukum yang
menjadi dasar kepastian hukum (legal certainty). Perjanjian asuransi
syariah ini dibuat berdasarkan atas asas kebebasan berkontrak para
pihak yang memuat rumusan kehendak berupa hak dan kewajiban dari
perusahaan asuransi syariah dan para nasabahnya.
Perjansian Asuransi syariah merupakan dokumen utama (main
legal document) yang dibuat secara sah dengan memenuhi syarat-
syarat bagaimana ditetapkan dalam pasal 1320 KUH Perdata. Akibat
hukum yang dibuat secara sah, maka beraku sebagai Undang-undang
bagi pihak-pihak, yaitu perusahaan asuransi syariah dan nasabah
(Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata). Konsekuaensi yuridis selanjutnya,
perjanjian iti harus dilaksanakan dengan itikad baik (in good faith) dan
tidak dapat dibatalkan secara sepihak. Perjanjian asuransi syariah
berfungsi sebagai dokumen bukti yang sah bagi perusahaan asuransi
syariah dan nasabah.
b. Undang-undang di bidang hukum perdata di luar KUH Perdata
disamping KUHP, ada ketentuan-ketentuan lain yang yang mengatur
aspek perdata Asuransi Syariah yaitu antara lain;
1) Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan
peraturan pelaksanaannya. Berlakunya undangundang ini apabila
30

asuransi syariah itu mempunya bentuk hukum berupa Perseroan


terbatas.
2) Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen
dan peraturan pelaksanaannya. Berlakunya undang-undang ini apabila
perusahaan asuransi syariah sebagai produsen melakukan pelanggaran
atas kewajiban dan larangan undang-undang yang secara perdata
merugikan konsumen/nasabah.
3) Undang-undang No. 1 Tahun 1998 tentang Kepailitan, apabila
asuransi syariah menghadapi prosesgugatan kepailitan oleh para
nasabahnya, maka undang-undang tersebut harus menjadi acuannya.
4) Undang-undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, undang-
undang No. 24 Tahun 1999 tentang Lalu intas Devisa dan Sistem Nilai
Tukar.

4. Segi Hukum Publik


Sebagai usaha yang bergerak dalam bidang jasa pembiayaan,
asuransi syariah banyak menyangkut kepentingan publik terutama
yang bersifat administratif. Oleh karena itu perundang-undangan yang
bersifat publik yang relavan berlaku pula pada suransi syariah.
Perundang-undangan terebut terdiri atas undang-undang, keputusan
presiden dan keputusan menteri.
Berbagai undang-undang dibidang administrasi negara yang
menjadi sumber hukum utama asuransi syariah adalah sebagai
berikut;
a. Undang-undang No. 3 Tahun 1982 tentang Wajib dasar Perusahaan
dan Peraturan Pelaksanaannya. Berlakunya undangundang ini apabila
perusahaan asuransi syariah berurusan dengan pendaftaran
perusahaan pada waktu pendirian, pendaftaran ulang, dan pendaftaran
likuidasi perusahaan.
b. Undang-undang No.12 Tahun 1985, undang-undang No. 7 Tahun
1991, undang-undang No. 8 Tahun 1991 dan peraturan
31

pelaksanaannya, semuanya tentang perpajakan. Berlakunya undang-


undang ini karena perusahaan asuransi syariah wajib membayar pajak
bumi dan bangunan, penghasilan, dan pertambahan nilai serta pajak
jenis lainnya.
c. Undang-undang No. 8 Tahun tentang Dokumen Perusahaan dan
peraturan pelaksanaannya.berlakunya undang-undang ini apabila
perusahaan asuransi syariah melakukan pembukuan perusahaan dan
pemeliharaan dokumen perusahaan. 19

C. Prinsip – Prinsip Asuransi Syariah


Beberapa prinsip syariah yang dapatditerapkan di dalam asuransi
sebenarnya tidak jauh dengan prinsip syariah di lembaga keuangan syariah
lainnya, prinsip tersebut antara lain Tidak mencari rizki pada hal yang
haram, baik dari segi zatnya maupun cara mendapatkannya, serta tidak
menggunakan untuk hal – hal yang haram, Tidak mendzalimi dan tidak
didzalimi, Keadilan pendistribusian kemakmuran, Transaksi dilakukan
atas dasar ridha sama ridha, Tidak ada unsur riba, Maysir (judi/spekulasi),
dan Gharar (ketidak pastian/samar-samar). Dengan prinsip-prinsip
tersebut, asuransi dapat di jalankan sesuai dengan syariah islam.
Secara umum asuransi Syariah sangat berbeda dengan asuransi
konvensional. Asuransi Syariah dijalankan berdasarkan niat untuk saling
menolong, membantu terhadap sesama peserta. Sesuai dengan perintah
agama. Oleh karena itu prinsip – prinsip dalam asuransi Syariah sesuai
dengan Agama islam. Prinsip–prinsip tersebut antara lain, 20
a. Tauhid (Ketaqwaan)
Pada prinsip ini asuransi syariah dijalankan dengan dasar
muamalah yang telah ditentukan oleh Allah SWT, yaitu muamalah
yang dapat membawa umat manusia kepada ketaqwaan kepada

19
Ahmad Chairul Hadi, Hukum Asuransi Syariah, Konsep Dasar, Aspek Hukum dan Sistem
Oprasionalnya (Ciputat, UIN Press, 2015), h., 52-62.
20
Syakir Sula, 2004 : 722 – 750
32

Allah SWT. Oleh karena itu firman Allah di dalam surat Az


Zukhruf : 32, yang artinya
“Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu?
Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka
dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebahagian
mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian
mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. dan rahmat
Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan”
Ayat tersebut menjadi dasar dijalankannya asuransi syariah.
Muamalah yang dibangun dalam asuransi syariah hendaknya
berlandaskan pada surat tersebut. Dengan demikian niat dalam
asuransi syariah hendaklah tidak hanya untuk berinvestasi
memperoleh keuntungan, akan tetapi lebih luas lagi yaitu
memperoleh pahala dari Allah SWT, dengan muamalah yang
sesuai ketentuan Allah.
b. Al – Adl (sikap adil)
Cukuplah bagi kita bahwa Al-quran telahmenjadikan tujuan
semua risalah langit adalah melaksanakan keadilan. Syaikh al-
Qaradhawi mengatakan bahwa sesungguhnya pilar penyanggah
kebebasan ekonomi yang berdiri diatas kemuliaan fitrah dan harkat
manusia disempurnakan dan ditentukan oleh pilar penyangga yang
lain, yaitu “keadilan”. Keadilan dalam islam bukanlah prinsip
sekunder. Ia adalah cikal bakal dan fondasi kokoh yang melandasi
semua ajaran dan hukum islam berupa akidah, syariah, dan akhlak
(moral). Ketika Allah memerintahkan tiga hal, maka keadilan
merupakan hal pertama yang disebutkan. Dalam firman Allah:
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan
berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah
melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia
memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil
pelajaran.” (An-Nahl: 90).
33

Dalam prinsip keadilan ini, Asuransi Syariah telah


memberikan keadilan yang sebenarnya, yaitu dengan memberikan
kemudahan bagi peserta asuransi untuk mengumpulkan dana dan
mengembalikan dana itu kembali jika peserta mengakhiri
perjanjian dalam asuransi.
c. Asz-Dzulm (Kedzaliman)
Pelanggaran terhadap kedzaliman merupakan salah satu
prinsip dasar dalam muamalah. Kedzaliman adalah kebalikan dari
sikap keadilan. Karena itu, islam sangat ketat dalam memberikan
perhatian terhadap pelanggaran kedzaliman, penegakan larangan
terhadapnya, kecaman keras terhadap orangorang yang dzalim,
ancaman terhadap mereka dengan siksa yang paling keras di dunia
dan akhirat. Dalam prinsip ini, asuransi syariah dijalankan dengan
memperhatikan keuntungan yang diperoleh oleh para peserta,
dengan demikian setiap produk asuransi syariah harus memberikan
keuntungan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan peserta.
d. At Taawun (tolong menolong)
Al Maidah ayat 2, yang artinya :
“....tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)
kebaikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat
dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah,
sesungguhnya Allah amat berat siksanya”. (Q.S, Al-Maidah 5:2).
Ayat tersebut menjadi dasar dalam Asuransi Syariah.
Beberapa perusahaan asuransi syariah yang memiliki produk
asuransi syariah telah menerapkan prinsip tolong menolong ini
dengan baik. Setiap peserta yang mengambil produk asuransi
syariah akan membantu peserta lain ketika mereka membutuhkan
dana untuk kesehatan, kecelakaan ataupun kerugian lainnya.
Dengan prinsip ini maka di Asuransi Syariah setiap dana peserta
akan ditampung dan digunakan untuk membantu peserta lain,
34

apabila peserta tersebut berhenti dari program asuransi, maka dana


tersebut dapat diambil kembali.
e. Amanah (terpercaya)
Al-Qaradhawi mengatakan bahwa diantara nilai transaksi
yang terpenting dalam bisnis adalah al-amanah ‘kejujuran’. Ia
merupakan puncak moralitas iman dan karakteristik yang paling
menonjol dari orang-orang yang beriman. Bahkan, kejujuran
merupakan karakteristik para nabi. Tanpa kejujuran, kehidupan
agama tidak akan berdiri tegak dan kehidupan didunia tidak akan
berjalan baik. Dalam praktik asuransi syariah, kejujuran tersebut di
wujudkan dalam bentuk pengelolaan dana yang transparan, yang
dapat di ikuti oleh setiap peserta. Perusahaan asuransi syariah akan
memberikan laporan pengelolaan dana kepada para peserta.
f. Ridha
Firman Allah,
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu kecuali dengan jalan perniagaanyang
berlaku dengan suka sama suka diantara kamu.”
Abul A’la al-Maududi dalam kitabnya menjelaskan ayat
diatas menurutnya, ayat ini telah menetapkan dua perkara sebagai
syarat bagi sah nya perdagangan. Pertama, hendaknya perdagangan
itu dilakukan dengan suka sama suka diantara dua belahh pihak,
tidak berdiri diatas kerugian pihak lain.Keridhaan dalam
muamalah merupakan syarat sahnya akad antara kedua belah
pihak, sedangkan mengetahui adalah syarat sah ridha. Faktor
mengetahui menjadi syarat sah nya ridha, agar dalam transaksi
tersebut tidak terjadi gharar
35

g. Khitmah (Pelayanan)
Rasulullah bersabda,
“seorang iman (pemimpin) adalah pemelihara dan
mengatur urusan (rakyat). Ia akan diminta pertanggungjawaban
atas urusan rakyatnya.” ( HR. Bukhari dan Muslim).
Dan sebagaimana yang tertera dalam ayat al-qur’an :
“dan berendah dirilah kamu terhadap orangorang yang
beriman.” (QS. Al-Hijr: 88).
Yang dimaksud dengan pelayanan tersebut adalah asuransi
syariah memperhatikan kepentingan peserta nya dengan baik.
Setiap kepentingan peserta asuransi yang berkaitan dengan klaim,
investasi dana peserta, dan pengumpulan dana peserta (tabarru)
akan mendapatkan pelayanan dari perusahaan asuransi syariah
dengan baik dan transparan. Dengan kemudahan ini diharapkan
peserta asuransi syariah akan lebih nyaman dan aman terhadap
dana kepesertaannya.
h. Gharar, Maisir, Dan Riba
Prinsip yang paling utama dalam muamalah Islami
khususnya untuk Lembaga Keuangan Syariah (LKS) adalah
prinsip Gharar, Maisir dan Riba. Ketiga hal inilah yang secara
haqiqi menjadi dasar para ulama mengharamkan semua transaksi
perbankan, asuransi, penggadaian, bursa efek, leasing,nmodal
ventura dan sebagainya, yang tidak menggunakan prinsip-prinsip
syariah. Karena,dalam operasionalnya pasti terdapat salah satu atau
kalau tidak tiga-tiganya yang Gharah, Meisir atau Riba. Produk
asuransi syariah telah dijamin bebas dari unsur Gharar, maisir, dan
riba. Dikarenakan Asuransi syariah kegiatannya diawasi oleh DSN
(Dewan Syariah Nasional), berfungsi untuk mengawasi semua
operasional atau kegiatan perusahaan agar terbebas dari praktik –
praktik muamalah yang bertentangan dengan prinsip syariah
Semua akad asuransi telah menggunakan akad syariah, misalnya
36

Mudharabah, Ijarah, wakalah, wadiah, dan sebagainya. Terdapat


pemisahan antara dana tabarru’ dengan dana perusahaan, sehingga
tidak mengenal istilah dana hangus. Dana yang terkumpul dari
peserta dalam bentuk iuran atau kontribusi tetap menjadi milik
peserta, perusahaan atau entitas asuransi syariah hanya sebagai
pemegang amanah dalam mengelola dana tersebut. Dapat
melakukan investasi sesuai ketentuan perundang undangan,
sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip prinsip syariah Islam.
Bebas dari riba dan tempat investasi yang terlarang. Sumber
pembayaran klaim diperoleh dari rekening tabarru’, peserta saling
menanggung.

D. Akad Tabarru’
Tabarru’ merupakan pemberian sukarela seseorang kepada orang lain,
tanpa ganti rugi, yang mengakibatkan berpindahnya kepemilikan harta itu dari
pemberi kepada orang yang diberi. Jumhur ulama mendefinisikan tabarru’
dengan akad yang mengakibatkan pemilikan harta, tanpa ganti rugi, yang
dilakukan seseorang dalam keadaan hidup kepada orang lain secara sukarela.
Niat tabarru’ “dana kebajikan” dalam akad asuransi syariah adalah
allternatif uang sah yang dibenarkan oleh syara’ dalam melepaskan diri dari
praktik, gharar yang diharamkan oleh Allah SWT. Akad tabarru’ adalah semua
bentuk akad yang dilakukan dengan tujuan kebaikan dan tolong menolong,
bukan semata untuk tujuan komersial. Dalam akad tabarru’ “hibah”, peserta
memberikan hibah yang akan digunakan untuk menolong peserta lain yang
terkena musibah. Sedangkan perusahaan hanya bertindak sebagai pengelola. 21
Dalam konteks asuransi syariah, Dewan Syariah Nasional - MajelisUlama
Indonesia (DSN-MUI) dalam fatwa tentang “Akad Tabarru' pada Asuransi dan
Reasuransi Syariah”, mendefisinikan akad tabarru` sebagai semua bentuk akad
yang dilakukan dalam bentuk hibah dengan tujuan kebaikan dan tolong-

21
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah, (Jakarta: Gema Insani Press, 2004), h., 37
37

menolong antar peserta, bukan untuk tujuan komersial. Dalam akad


tabarru`(hibah), peserta memberikan hibah yang akan digunakan untuk
menolong peserta lain yang terkena musibah. Adapun perusahaan hanya
bertindak sebagai pengelola dana hibah (dana tabarru').22
Akad tabarru merupakan akad yang harus melekat pada semua produk
asuransi syariah. Akad tabarru pada asuransi syariah adalah semua bentuk akad
yang dilakukan antar peserta pemegang polis. Sedangkan asuransi syariah yang
dimaksud disini adalah asuransi (jiwa) syariah, asuransi (umum) syariah, dan
reasuransi syariah.23
Dalam konteks akad dalam asuransi syariah, akad tabarru bermaksud
memberikan dana kebajikan dengan niat ikhlas untuk tujuan saling membantu
satu sama lain sesama peserta takaful (asuransi syariah) apabila ada
diantaranya yang mendapat musibah, dana klaim yang diberikan diambil dari
rekening kumpulan dana tabarru` yang sudah diniatkan oleh semua peserta
ketika akan menjadi peserta asuransi syariah, untuk kepentingan dana
kebajikan atau dana tolong menolong. Karena itu dalam akad tabarru, pihak
yang memberi dengan ikhlas memberikan sesuatu tanpa ada keinginan untuk
menerima apapun dari orang yang menerima, kecuali kebaikan dari Allah
SWT. Hal ini berbeda dengan akad mu'awadah (pertukaran) dalam praktek
asuransi (konvensional) dimana pihak yang memberikan sesuatu kepada orang
lain, berhak menerima penggantian dari pihak yang diberinya.

E. Pengelolaan Dana Tabarru pada Asuransi Syariah


Dalam kaitan pengelolaan dana tabarru' beberapa ketentuan yang
ditetapkan dalam fatwa DSN MUI agar dalam implementasi dan operasional
asuransi dan reasuransi syariah tidak menyimpang dari ketentuan syara'.
Ketentuan dimaksud meliputi: Ketentuan hukum, ketentuan akad, kedudukan
para pihak dalam akad tabarru', pengelolaan dana tabarru', surplus

22
Fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia, Nomor 21/DSN-MUI/X/2001,
tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah
23
Fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia, Nomor 53/DSN-MUI/III/2006,
tentang Akad Tabarru Pada Asuransi Syariah dan Reasuransi Syariah
38

underwriting, dan ketentuan ketika perusahaan mengalami defisit


underwriting. Secara ringkas ketentuan ini dapat dilihat sebagai berikut:24
Pertama: Ketentuan Hukum
1. Akad tabarru' merupakan akad yang harus melekat pada semua produk
asuransi.
2. Akad tabarru' pada asuransi syariah adalah semua bentuk akad yang
dilakukan antar peserta pemegang polis
3. Asuransi syariah yang dimaksud pada point 1 adalah asuransi jiwa, asuransi
kerugian dan reasuransi

Kedua: Ketentuan Akad


1. Akad tabarru' pada asuransi syariah dan reasuransi adalah semua bentuk
akad yang dilakukan dalam bentuk hibah dengan tujuan kebajikan dan tolong
menolong antar peserta, bukan untuk tujuan komersial.
2. Dalam akad tabarru', sekurang-kurangnya harus disebut:
 Hak dan kewajiban masing-masing peserta individu;
 Hak dan kewajiban antar peserta secara individu dalam akun tabarru'
selaku peserta dalam arti badan/kelompok
 Cara dan waktu pembayaran premi dan klaim
 Syarat-syarat lain yang disepakati, sesuai dengan jenis asuransi yang
diakadkan.

Ketiga: Kedudukan Para Pihak dalam Akad Tabarru'


1. Dalam akad tabarru' (hibah), peserta memberikan dana hibah yang akan
digunakan untuk menolong peserta atau peserta lain yang terkena musibah.
2. Peserta secara individu merupakan pihak yang berhak menerima dana
tabarru' (mu'amman/mutabarra' lahu), dan secara kolektif selaku penanggung
(mu'ammin/mutabarri',)

24
Fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia, Nomor 53/DSN-MUI/III/2006,
tentang Akad Tabarru Pada Asuransi Syariah dan Reasuransi Syariah
39

3. Perusahaan bertindak sebagai pengelola dana hibah, atas dasar akad wakalah
dari para peserta di luar pengelolaan investasi.

Keempat: Pengelolaan Dana Tabarru'


1. Pengelolaan asuransi dan reasuransi syariah hanya boleh dilakukan oleh
suatu lembaga yang berfungsi sebagai pemegang amanah.
2. Pembukuan dana Tabarru' harus terpisah dari dana lainnya.
3. Hasil investasi dari dana tabarru' menjadi hak kolektif peserta (dana tabarru)
dan dibukukan dalam akun tabarru'.
4. Dari hasil investasi, perusahaan asuransi dan reasuransi syariah dapat
memperoleh bagi hasil berdasarkan akad mudharabah atau akad mudharabah
musytarakah, atau memperoleh ujrah (fee) berdasarkan akad wakalah bil
ujrah.

Kelima: Surplus Underwriting


1. Jika terdapat surplus underwriting atas dana tabarru, maka boleh dilakukan
beberapa alternatif sebagai berikut:
 Diperlakukan seluruhnya seagai dana cadangan dalam akun tabarru'.
 Disimpan sebagian sebagai dana cadangan dan dibagikan sebagian
lainnya kepada para peserta yang memenuhi syarat aktuaria/ manajemen
risiko.
 Disimpan sebagian sebagai dana cadangan dan dapat dibagikan sebagian
lainnya kepada perusahaan asuransi dan reasuransi dan para peserta
sepanjang disepakati oleh peserta.

2. Pilihan terhadap salah satu alternataif tersebut diatas harus disetujui terlebih
dahulu oleh peserta.

Keenam: Defisit Underwriting

1. Jika terjadi defisit underwriting (defisit tabarru) atas dana tabarru, maka
perusahaan asuransi atau reasuransi wajib menanggulangi kekurangan
tersebut dalam bentuk qardh (penjaman).
40

2. Pengembalian dana qardh kepada perusahaan ditutup dari surplus dana


tabarru'.

Pengelolaan risiko pada asuransi syariah dilakukan dengan konsep


sharing of risk (berbagi risiko) antara peserta yang satu dengan peserta yang
lainnya. Berbagi risiko ini dilakukan melalui instrumen dana tabarru' (dana
kebajikan) dengan akad tabarru' atau hibah. Sedangkan risiko yang
dimaksudkan disini adalah resiko financial. Dana yang terkumpul dari
Peserta kemudian disebut kumpulan dana tabarru' yang selanjutnya
kumpulan dana tabarru ini bertindak sebagai muwakkil (pemberi kuasa)
yang memberikan kuasa pengelolaan kepada perusahaan asuransi syariah
sebagai wakil (pengelola/penerima kuasa). Atas fungsinya sebagai
pengelola, maka perusahaan asuransi syariah mendapatkan ujrah (fee).
Ujrah (fee) inilah yang merupakan income bagi perusahaan asuransi
syariah. Karena itu akad dalam mengalihan fungsi pengelolaan ini disebut
wakalah bil ujrah (mewakilkan dengan imbalan ujrah/fee).

Dalam konsep sharing of risk (berbagi resiko) atau dalam bahasa


syar'i nya disebut konsep ta'wuni (tolong menolong), dana tabarru bukan
pendapatan bagi perusahaan, akan tetapi dana tabarru' dikelola dan
diinvestasikan, selanjutnya dari akumulasi dana tabarru' ini dipakai untuk
membayar klaim apabila ada peserta asuransi syariah yang mendapat
musibah atau jatuh tempo untuk asuransi yang ada unsur tabungan (saving).

Karena itu, klaim bukan biaya bagi perusahaan asuransi syariah,


karena melalui klaim inilah antara satu peserta dengan peserta lainnya saling
berbagi resiko. Berbagi resiko yang didasarkan pada keridhaan (kerelaan)
insya Allah akan mendapatkan pahala yang berlipat-lipat dari Allah Swt.,
selain manfaat finasial yang diperoleh atas kebaikan dan kerelaan peserta
yang lain, yang sejak dari awal sama-sama berkomitmen untuk saling
menanggung.
41

Dalam akad tabarru (hibah), peserta memberikan hibah yang akan


digunakan untuk menolong peserta lain yang terkena musibah. Sedangkan
perusahaan disini hanya bertindak sebagai pengelola dana hibah. Akad
tabarru pada asuransi syariah dan reasuransi syariah adalah semua bentuk
akad yang dilakukan dalam bentuk hibah dengan tujuan kebajikan dan
tolong menolong antar peserta, bukan untuk tujuan komersil. Hal ini sangat
berbeda dengan sistem transfer of risk yang ada pada asuransi konvensional,
dimana resiko dialihkan kepada perusahaan asuransi (penanggung) sebagai
konsekwensi dari pembayaran premi oleh tertanggung.

F. Pelaksanaan Asuransi Syariah dan Kaitannya Dengan Hukum


Kontrak
Perjanjian merupakan terjemahan bahasa Belanda yaitu berasal dari
kata overeenkomst, dan dari bahasa Inggris Contract. Pengertian perjanjian
diatur dalam Pasal 1313 KUH Perdata. Rumusan perjanjian menurut Pasal
1313 KUH Perdata adalah: Suatu perbuatan dengan mana satu orang atau
25
lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Kontrak pada
dasarnya dibuat berdasarkan asas kebebasan berkontrak. Prinsip dari
kebebasan berkontrak pada dasarnya setiap orang diberi kebebasan untuk
membuat perjanjian baik dari segi bentuk maupun isi. Kebebasan
berkontrak dapat disimpulkan dari ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUH
Perdata yang disebutkan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah
berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. 26 Apabila
diperhatikan pasal tersebut menunjukkan adanya kebebasan bagi para pihak
untuk melakukan perjanjian.

Kemudian pada pasal 1320 KUH Perdata menyebutkan adanya 4


(empat ) syarat sahnya suatu perjanjian, yakni:

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;


2. Kecakapan dalam membuat suatu perikatan;

25
Pasal 1313 KUH Perdata
26
Pasal 1338 KUH Perdata
42

3. Suatu hal tertentu;


4. Suatu sebab/ causa yang halal.
Dalam kaitannya dengan hukum asuransi syariah, dalam hukum
islam kata yang lebih tepat digunakan untuk melakukan hubungan hukum
diantara para pihak adalah kata aqad (akad). Kata akad ini lebih bersifat
umum, yaitu segala hubungan hukum yang menimbulkan adanya hak dan
kewajiban diantara sesama manusia, baik objeknya menyangkut masalah
kekayaan atau harta maupun bukan, seperti hubungan pernikahan.
Kata al-'aqdu merupakan bentuk masdar dari 'aqada, ya'qidu,
'aqdun. Ada juga ahli bahasa yang melafalkan 'aqida, ya'qudu, 'aqadatan.
Dari kata asal tersebut terjadilah perkembangan dan perluasan arti sesuai
konteks pemakaiannya, Misalnya, 'aqada dengan arti menyimpul, mem-
buhul dan mengikat, atau dengan arti lain mengikat janji. 27
Dalam pengertian hukum Islam, pengertian akad adalah pertalian
atau perikatan antara ijab dan qabul sesuai dengan kehendak syariah yang
menetapkan adanya akibat hukum pada obyek perikatan. Jadi setiap akad
atau kontrak yang dilakukan oleh seorang muslim haruslah sesuai dengan
syariah.
Sementara akad menurut istilah adalah keterikatan keinginan diri
dengan sesuatu yang lain dengan cara yang memunculkan adanya komitmen
tertentu yang disyariatkan.
Berdasarkan hukum Islam untuk membuat polis takaful (asuransi
syariah) harus ada subyek pokok yang beresiko, yang mana atas subyek
pokok tersebut, dua pihak (pengelola dan peserta) harus menyetujui
proposal (ijab) dan persetujuan (qabul) yang mana kedua pihak setuju untuk
berbagi tanggung jawab dalam menyediakan jaminan materi yang memadai
terhadap resiko yang nyata tapi tidak terduga atas subyek pokok. Dengan
kata lain ketentuan dalam polis takaful (asuransi syariah) adalah proposal
(ijab), penerimaan (qabul), penerbitan cover note (dokumen sementara

27
Muhammad Syakir Sula, Principles of Islamic Insurance (Prinsip – Prinsip Asuransi
Syariah) , (Depok: Syakir Sula Institue, 2016), h., 117.
43

untuk polis yang disediakan pengelola bagi peserta) dan pembayaran takaful
kontribusi (al-musahamah).28 Dengan melandaskan diri pada prinsip
takafuli, asuransi syariah (terutama asuransi jiwa) menerapkan dua bentuk
akad diawal penerimaan kontribusi, yakni akad tabungan investasi dan akad
kontribusi. Akad tabungan investasi berdasarkan prinsip mudharabah
sementara kontribusi berdasarkan hibah.
Majelis Ulama Indonesia, melalui Dewan Syariah Nasional,
mengeluarkan fatwa khusus tentang: "Pedoman Umum Asuransi Syariah",
yang didalamnya menjelaskan tentang akad dan prinsip-prinsip asuransi
syariah secara umum, sebagai berikut:29

Pertama: Ketentuan Umum


1. Asuransi Syariah (ta`min, takaful, tadhamun) adalah usaha
saling melindung dan tolong menolong diantara sejumlah
orang/ pihak melalui investasi dalam bentuk asset dan atau
tabarru' yang memberikan pola pengembalian untuk
menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang
sesuai dengan syariah.
2. Akad yang sesuai dengan syariah yang dimaksud pada poin
(1) adalah yang tidak mengandung gharar (penipuan), maysir
(perjudian), riba (bunga), zulm (penganiayaan), riswah (suap),
barang haram dan maksiat.
3. Akad tijarah adalah semua bentuk akad yang dilakukan untuk
tujuan komersil.
4. Akad tabarru' adalah semua bentuk akad yang dilakukan
dengan tujuan kebaikan dan tolong menolong, bukan semata
untuk tujuan komersil.

28
Mohd. Ma’sum Billah, Modern Financial Transaction Under Syariah,(Ilmiya Publisher,
2003) h.,13-14.
29
Fatwa DSN MUI No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah.
44

5. Premi (kontribusi) adalah kewajiban peserta untuk


memberikan sejumlah dana kepada perusahaan sesuai dengan
kesepakatan dalam akad.
6. Klaim adalah hak peserta asuransi yang wajib diberikan oleh
perusahaan asuransi sesuai dengan kesepakatan dalam akad.

Kedua: Akad Dalam Asuransi

1. Akad yang dilakukan antara peserta dengan perusahaan terdiri


atas akad tijarah dan atau akad tabarru.

2. Akad tijarah yang dimaksud dalam ayat (1) adalah mudharabah,


sedangkan akad tabarru' adalah hibah.

3. Dalam akad sekurang-kurangnya disebutkan:

- Hak dan kewajiban peserta dan perusahaan

- Cara dan waktu pembayaran premi

- Jenis akad tijarah dan atau akad tabarru' serta syarat-syarat yang
disepakati sesuai dengan jenis asuransi yang diakad.

Ketiga: Kedudukan Para Pihak Dalam Akad Tijarah dan Tabarru

1. Dalam akad tijarah (mudharabah), perusahaan bertindak sebagai


mudharib (pengelola) dan peserta bertindak sebagai sohibul mal
(pemegang polis).

2. Dalam akad tabarru' (hibah), peserta memberikan hibah yang


akan digunakan untuk menolong peserta lain yang terkena
musibah. Sedangkan perusahaan sebagai pengelola dana hibah.

Keempat: Ketentuan Dalam Akad Tijarah dan Tabarru'

1. Jenis akad tijarah dapat dirubah menjadi jenis akad tabarru'


bila pihak yang tertahan haknya dengan rela melepaskan
45

haknya sehingga menggugurkan kewajiban pihak yang belum


menunaikan kewajibannya.

2. Jenis akad tabarru’ tidak dapat diubah menjadi jenis akad


tijarah.

Kelima: Jenis Asuransi dan Akadnya

1. Dipandang dari segi jenis, asuransi itu terdiri atas asuransi


kerugian dan asuransi jiwa.

2. Sedangkan akad bagi kedua jenis asuransi tersebut adalah


mudharabah dan hibah.

Keenam: Premi (Kontribusi)

1. Pembayaran premi (kontribusi) didasarkan atas jenis akad


tijarah dan jenis akad tabarru'

2. Untuk menentukan besarnya premi perusahaan asuransi dapat


menggunakan rujukan tabel mortalita untuk asuransi jiwa dan
tabel morbidita untuk asuransi kesehatan, dengan syarat tidak
memasukan unsur riba dalam perhitungannya.

Fatwa tersebut diatas, sementara ini merupakan acuan bagi perusahaan


asuransi syariah di Indonesia terutama menyangkut bagaimana akad-akad dalam
bisnis asuransi syariah dan ketentuan-ketentuan lain yang terkait dengannya.

Dari ketentuan di atas tampak bahwa asuransi syariah bersifat saling


melindungi dan tolong menolong yang disebut dengan ta'awun, yaitu, prinsip hidup
saling melindungi dan saling menolong atas dasar ukhuwah islamiyah antara
sesama anggota peserta asuransi syariah dalam menghadapi resiko melalui akad
tabarru' dan menghindarkan diri dari hal-hal yang terlarang secara syar'i.30

30
Huzaimah T. Yanggo, Asuransi Hukum dan Permasalahannya, (Jurnal AAMAI, Tahun
VII, No. 12, 20013), hal., 23.
46

Dalam tahap selanjutnya DSN MUI kemudian mengeluarkan fatwa


berikutnya tentang asuransi untuk melengkapi fatwa diatas yang masih bersifat
umum. Ada 3 (tiga) fatwa tentang asuransi yang dikeluarkan DSN MUI pada tahap
berikutnya yaitu: 1) fatwa tentang akad mudharabah mustarakah pada asuransi
syariah, 2) akad tentang wakalah bil ujrah pada asuransi dan reasuransi syariah, 3)
akad tentang tabarru' pada asuransi dan reasuransi syariah, dan 4) Akad
Pengembalian Dana Tabarru' bagi peserta asuransi yang berhenti sebelum masa
perjanjian berakhir.

Fatwa ini menjadi pelengkap dan sekaligus menyempurnakan fatwa


sebelumnya agar lebih aplikatif dan sekaligus menjawab beberapa persoalan syar'i
yang masih menjadi pertanyaan sebagian kalangan ulama, akademisi dan praktisi
terutama terkait penggunaan akad tijarah yaitu mudharabah.
BAB III

TINJAUAN UMUM PT. ASURANSI JASINDO SYARIAH

A. Profil PT. Asuransi Jasindo Syariah


PT Asuransi Jasindo Syariah atau yang dikenal dengan Jasindo Syariah
merupakan perusahaan asuransi umum dengan prinsip syariah yang pertama
kali terbentuk sebagai hasil Spin off dari Unit Usaha Takaful (UUT) PT
Asuransi Jasa Indonesia (Persero) dan beroperasi sejak 01 Mei 2016 sesuai
keputusan dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (DK-OJK) No. KEP
22/D.05/2016 Tanggal 30 Maret 2016 tentang pemberian izin usaha di bidinga
asuransi umum dengan prinsip syariah. Dengan beroperasi secara penuh
sebagai perusahaan yang mandiri, Jasindo Syariah mampu tumbuh dan
berkembang lebih pesat dan mayoritas komposisi sahamnya dimiliki oleh
perusahaan asuransi yang memiliki reputasi tinggi dan berpengalaman serta
dikenal sebagai perusahaan handal dan terpercaya, Jasindo Syariah sebagai
bagian dari kelompok usaha Asuransi Jasindo akan memberikan pilihan
berasuransi yang lebih luas kepada para pelanggan, melalui produk-produk
yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dengan menggunakan prinsip
syariat Islam. 31

B. Visi, Misi dan Budaya Perusahaan


Perusahaan PT. Asuransi Jasindo Syariah memiliki visi, misi, dan budaya
perusahaan sebagai berikut 32 :
1. Visi
Menjadi perusahaan asuransi syariah yang handal dan terpercaya.
2. Misi

31
Jasindosyariah.co.id, 19 Februari 2022
32
jasindosyariah.co.id, 19 Februari 2022

47
48

Menyelenggarakan usaha asuransi syariah dengan senantiasa


mengoptimalkan dana peserta melalui penerapan pelayanan prima.

3. Budaya Perusahaan
i. Fatonah
Menyelaraskan keunggulan perseorangan dengan tetap
berinovasi serta menawarkan pelayanan prima melalui sumber
daya manusia yang professional dan berkualitas
ii. Amanah
Menerapkan Good Corporate Governance untuk memastikan
layanan yang berkualitas, berintegritas dan transparan
iii. Siddiq
Menjalankan kegiatan usaha sesuai dengan kaidah-kaidah
islman dengan tetap mempertahankan daya saing yang
berkesinambungan
iv. Tabligh
Melestarikan hubungan yang erat dengan pelanggan melalui
pengembangan Corporate Communication dan pelayanan ritel
yang arif dan proaktif
Budaya perusahaan tersebut apabila disingkat maka akan
membentuk kata FAST yang juga berarti cepat dalam melayani
nasabah.

C. Produk-produk PT. Asuransi Jasindo Syariah


PT. Asuransi Jasindo Syariah termasuk dalam jenis asuransi kerugian. Produk-
produk yang dipasarkan dalam PT. Asuransi Jasindo Syariah antara lain 33 :
1. Asuransi Gempa Bumi

33
jasindosyariah.co.id, 19 Februari 2022
49

Produk asuransi gempa bumi memberikan ganti rugi atas terjadinya


resiko kerugian/kerusakan harta benda, properti dan atau kepentingan
yang dipertanggungkan dalam ikhtisar polis.
2. Asuransi Industrial All Risks
Produk Asuransi yang memberikan ganti rugi atas terjadinya resiko,
kerugian, kerusakan pada objek pertanggungan akibat semua risiko
kecuali risiko-risiko yang tercantum dalam pengecualian.
3. Asuransi Property All Risks
Produk Asuransi yang memberikan ganti rugi atas terjadinya resiko
yang terjadi secara tiba-tiba dan tidak terduga akibat hampir semua
risiko kerugian kecuali risiko-risiko yang tercantum dalam
pengecualian.
4. Asuransi Uang
Produk Asuransi yang memberikan ganti rugiatas terjadinya resiko
kerugian, kehilangan, kecurian dan kerusakan terhadap obyek
pertanggungan “uang” baik pada saat diperjalanan maupun dalam
tempat penyimpanan (lemari besi/ brankas/strong room).
5. Asuransi Kebongkaran
Produk asuransi yang memberikan ganti rugi atas kehilangan, kerugian
dan kerusakan terhadap Obyek pertanggungan yang disebabkan oleh
tindakan Pencurian atau akibat dari bahaya lainya yang disebutkan
dalam ikhtisar polis.
6. Asuransi Kebakaran
Produk asuransi yang memberikan ganti rugi terhadap risiko kerugian
yang ditimbulkan oleh musibah kebakaran yang menimpa aset
property/benda yang dimiliki oleh peserta disebabkan oleh kebakaran.
7. Asuransi Pengangkutan Barang
Merupakan produk asuransi yang memberikan ganti rugi atas barang-
barang/cargo logistic, baik yang di kirimkan melalui pengangkutan
darat, laut dan maupun udara.
8. Asuransi Kecelakaan Diri
50

Produk asuransi yang memberikan ganti rugi kepada tertanggung atas


biaya pengobatan dan perawatan apabila seseorang yang diasuransikan
mengalami suatu kecelakaan (akibat dari luar) yang terjadi secara tiba-
tiba menimpa dirinya selama 24 jam dalam periode pertanggungan
tertentu.
Kecelakaan dimaksud adalah suatu kejadian atau peristiwa yang
mengandung unsur kekerasan, baik yang bersifat fisik maupun
kimia, yang datangnya secara tiba-tiba, tidak dikehendaki atau
direncanakan, dari luar, terlihat, langsung terhadap tertanggung.
9. Asuransi Kendaraan Bermotor
Asuransi yang memberikan manfaat atas kerugian/kerusakan yang
terjadi pada kendaraan bermotor yang disebabkan kehilangan atau
kerusakan pada bagian luar kendaraan akibat ditabrak kendaraan lain
hingga pemilik kendaraan menderita kerugian atau cedera badan.
10. Asuransi Rangka Kapal (Marine Hull)
Produk asuransi rangka kapal ini memberikan jaminan kerugian dan
kerusakan pada bagian kapal (rangka kapal, labung kapal dan mesin
kapal) dari risiko-risiko yang timbul dari aktivitas pelayaran dan
kegiatan-kegiatan pendukungnya
11. Asuransi Oil & Gas
Produk asuransi memberikan manfaat kepada atas kerugian atau
kerusakan yang tidak terduga/secara tiba-tiba atas peralatan elektronik
dan perangkatnya selama pengoperasioan, sebagai akibat dari bahaya
bahaya yang di sebut dalam polis ini.
12. Asuransi Advertising Sign
Asuransi yang memberikan jaminan kepada peserta atas kehilangan,
kerugian dan kerusakan terhadap obyek pertanggungan (Papan Iklan/
Reklame) serta tanggung jawab hukum terhadap pihak ketiga yg
mengakibatkan cidera diri maupun kerusakan harta benda yg
disebabkan oleh Obyek pertanggungan (Papan Iklan/ Reklame).
13. Asuransi Tanggung Gugat (CGL)
51

Memberikan jaminan perlindungan tanggung jawab hukum kepada


tertanggung yang disebabkan kesalahan atau kelalaiannnya yang
mengakibatkan kerugian dan atau kerusakan kepada pihak ketiga.
14. Asuransi Alat Berat
Memberikan jaminan atas kerugian terhadap aset-aset engineering,
seperti alat-alat produksi, mesin-mesin pabrik dan proyek- proyek
konstruksi apabila mengalami kerusakaan atau kerugian Karen
kejadian yang disebabkan oleh risiko yang dijamin.
15. Asuransi Machinery Breakdown (MB)
Produk asuransi memberikan manfaat atas kerugian atau kerusakan
pada objek pertanggungan berupa mesin-mesin, peralatan elektronik,
dan lainnya atas pengoperasian mesin atau akibat dari peristiwa yang
sifatnya tidak terduga.
16. Asuransi Pemasangan Mesin (EAR)
Produk Asuransi yang memberikan menjamin atas risiko
kerugian/kerusakan pada kegiatan proyek pemasangan mesin/instalasi
mesin.
17. Asuransi Rekayasa (CPM)
Produk asuransi yang memberikan perlindungan atas peralatan dan
mesin-mesin yang di asuransikan sebagai akibat dari risiko- risiko yang
di timbulkan dari kegiatan proyek dan kegiatan operasional.
18. Asuransi Pesawat Terbang / Aviation Hull
Produk asuransi yang memberikan perlindungan apabila terjadi
kerugian atas rangka pesawat baik berupa hilangnya pesawat,
kerusakan ataupun ada tuntutan dari pihak ketiga.
19. Asuransi Peralatan Elektronika (EEI)
Produk asuransi memberikan manfaat kepada atas kerugian atau
kerusakan yang tidak terduga/secara tiba-tiba atas peralatan elektronik
dan perangkatnya selama pengoperasioan, sebagai akibat dari bahaya
bahaya yang di sebut dalam polis ini.
52

D. Prosedur Klaim PT. Asuransi Jasindo Syariah


Dalam hal terjadinya kerugian, tertanggung dapat mengajukan klaim dengan
prosedur sebagai berikut34 :
1. Perserta membuat dokumentasi pada saat terjadi kerugian dengan
menyimpan bukti atau mengambil foto kerusakan setelah terjadi kejadian.
2. Tindak lanjuti atas kerugian yang terjadi dengan pengajuan secara lisan
yang diikuti dengan tertulis dan melaporkan setiap kejadian selambat-
lambatnya 7 (tujuh) hari kalender sejak terjadinya kerugian atau dapat
menginformasikan melalui e-mail ke Klaim@jasindosyariah.co.id, atau
dengan mendatangi:
Kantor Pusat layanan klaim kami di Graha MR 21 - Jl Menteng Raya No 21
Graha MR 21 – Lt 10, Jakarta Pusat 10340, Indonesia atau dapat kunjungin
kantor Cabang terdekat kami di kota anda.
3. Perserta diwajibkan untuk mengisi formulir klaim serta melengkapi
dokumen-dokumen pendukung dan kronologis kejadian.
4. Petugas survei klaim kami akan menghubungi anda untuk menentukan
waktu dan lokasi survei.

34
jasindosyariah.co.id, 19 Februari 2022
BAB IV

ANALISIS PENGELOAAN DANA TABARRU DAN MEKANISME


KLAIM PT ASURANSI JASINDO SYARIAH

53
54

A. Pengelolaan Dana Tabarru PT Asuransi Jasindo Syariah


1. Kontribusi
Berdasarkan wawancara dengan Ibu Alifthya Putri selaku
Underwriter PT. Asuransi Jasindo Syariah pada tanggal 7 Maret 2022
menyatakan bahwa besaran kontribusi asuransi kendaraan bermotor
bergantung kepada besaran nilai pertanggungan objek yang di
pertanggungkan dan besaran rate.35
Sebagai contoh dapat di lihat pada polis di bawah ini. 36

Nama Peserta : Sarah Fauziah


Alamat Peserta : Jl Depkes 2 Gang Mangga No 38 Kel Jatibening
Kec Pondok Gede Kota Bekasi
Periode Asuransi : 21 Februari 2022 s/d 21 Februari 2023
Objek Pertanggungan : Honda BEAT X1B02N04L0 A/T Tahun 2015
(B3877KUW - MH1JFP111FK213310 -
JFP1E1220229)
Harga Pertanggungan : Rp. 7.000.000,00
Rate : 1,80%

Tertanggung perlu membayar kontribusinya dalam jangka waktu


yang telah diatur pada Payment Premium Warranty. Kontribusi tersebut
kemudian akan dibagi menjadi 2 (dua) bagian pengelolaan dana yaitu dana
tabarru’ dan dana peserta. Dana tabarru’ merupakan dana yang
dikumpulkan peserta oleh perusahaan asuransi dengan tujuan hibah apabila
diantara peserta ada yang mengajukan klaim. Sedangkan dana peserta
adalah dana yang diserahkan ke pengelola untuk kemudian di investasikan.

35
Alifthya Putrie, underwriter PT. Asuransi Jasindo Syariah, Interview Pribadi, Jakarta, 7
Maret 2022
36
Polis PT. Asuransi Jasindo Syariah No. 209.675.100.22.00005/000/000
55

Untuk asuransi kendaraan bermotor, pembagian dana tabarru’ dan


dana ujroh adalah sebesar 50% untuk dana tabarru’ sedangkan 50%
dialokasikan sebagai ujroh . Untuk produk-produk asuransi lain besar
pembagian ujroh dan tabarru’ nya adalah sebagai berikut:

Tabel 2

Asuransi Tabarru’ (%) Ujroh

Asuransi Gempa Bumi 60 40

Asuransi Industrial All


60 40
Risks
Asuransi Property All
60 40
Risks

Asuransi Uang 50 50

Asuransi Kebongkaran 60 40

Asuransi Kebakaran 60 40

Asuransi Pengangkutan
50 50
Barang

Asuransi Kecelakaan Diri 70 30

Asuransi Kendaraan
50 50
Bermotor
Asuransi Rangka Kapal
60 40
(Marine Hull)

Asuransi Oil & Gas 50 50

Asuransi Advertising
50 50
Sign
Asuransi Tanggung
50 50
Gugat (CGL)
56

Asuransi Tabarru’ (%) Ujroh

Asuransi Alat Berat 60 40

Asuransi Machinery
60 40
Breakdown (MB)
Asuransi Pemasangan
60 40
Mesin (EAR)
Asuransi Rekayasa
65 35
(CPM)
Asuransi Pesawat
50 50
Terbang / Aviation Hull
Asuransi Peralatan
50 50
Elektronika (EEI)
*Data diperoleh dari dokumen PT Asuransi Jasindo Syariah dan diolah

Dana tabarru’ boleh digunakan untuk membantu siapa saja yang saat
itu sedang mendapat musibah. Tetapi dalam bisnis takaful, karena melalui
akad khusus, maka kemanfaatannya hanya terbatas pada yang berstatus
peserta takaful saja. Dengan kata lain, kumpulan dana tabarru’ hanya dapat
digunakan untuk kepentingan para peserta takaful saja yang mendapat
musibah. Oleh karena itu dana tabarru tersebut tidak boleh digunakan untuk
kepentingan lain, karena ini melanggar syarat akad.37
Dana tabarru’ hanya boleh digunakan untuk segala hal yang
berkaitan dengan kepentingan nasabah, seperti klaim, cadangan dana
tabarru’ atau reasuransi syariah. Dana ini hanya digunakan untuk peserta
yang mendapatkan musibah sehingga disimpan di akun khusus. Ketika
diinvestasikan, hasil investasinya pun masuk kembali dalam akun tabarru’.
Kemudian jika terdapat surplus tabarru’, dimana total dana tabarru’
yang terkumpul lebih besar dari total dana klaim dan biaya-biaya yang

37
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syari'ah (Life and General): Konsep dan Sistem
Operasional, cet. Ke-1, (Jakarta: Gema Insani Press, 2004), h., 38.
57

dibebankan, Maka menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN-MUI)


No. 53/DSN-MUI/III/2006 tentang akad tabarru’ pada asuransi syariah
danreasuransi syariah, surplus dana tabarru’ dapat dibagikan dengan cara:
1) Sebagian dikembalikan kepada nasabah (nasabah tidak
mengajukan klaim) mendapatkan manfaat berupa
pengembalian surplus dana tabarru’.
2) Sebagian dicadangkan dalam cadangan tabarru’.
3) Sebagian lainnya dialokasikan untuk perusahaan asuransi
syariah. 38
Ketiga opsi di atas harus diakadkan pada awal kontrak antara nasabah
dan perusahaan asuransi syariah.

2. Investasi
pengelolaan dana tabarru’ oleh perusahaan diinvestasikan melalui
lembaga keuangan syariah sepert pasarmodal syariah, saham syariah,
reksadana syariah, dan obligasi syariah (sukuk). Investasi dana tabarru’
tersebut harus melalui persetujuan Dewan Pengawas Syariah (DPS) untuk
memantau dana tabarru’ yang diinvestasikan ke hal-hal yang halal. Semua
dana yang diinvestasikan dan hasil investasi dari dana tersebut kembali ke
rekening.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Yasser Zulfianto
selaku kepala unit teknik PT. Asuransi Jasindo Syariah Kantor Cabang
Jakarta pada tanggal 7 Maret 2022, dana kontribusi yang telah terkumpul
yang sesuai dengan kontrak pada polis akan dikelola oleh PT. Asuransi
Jasindo Syariah dengan tujuan investasi sesuai dengan prinsip-prinsip
syariah. 39 Kemudian apabila pada akhir periode pertanggungan terdapat
Surplus dalam pengelolaan dana tabarru’ maka peserta menyetujui untuk
membagi kepada pengelola dengan ketentuan :

38
Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN-MUI) No. 53/DSN-MUI/III/2006
39
Yasser Zulfianto, Kepala Unit Teknik PT. Asuransi Jasindo Syariah Kantor Cabang
Jakarta, Interview Pribadi, Jakarta, 7 Maret 2022.
58

a. Dibagikan kepada peserta dengan nisbah sebesar 40.00% dan


memenuhi syarat sebagai berikut :
i. Peserta tidak pernah menerima pembayaran klaim atau
tidak sedang mengajukan klaim.
ii. Polis tidak dibatalkan pada masa (periode) pertanggungan.
iii. Peserta telah melunasi kontribusi yang menjadi
kewajibannya untuk periode yang baru saja berakhir.
b. Dibagikan kepada pengelola dengan nisbah sebesar 50.00%.
c. Disimpan sebagai dana cadangan pada akun tabarru dengan
porsi sebesar 10.00%.40
Sedangkan apabila Surplus Operasional yang menjadi hak masing
masing peserta dalam satu periode tersebut kurang dari atau sama dengan
Rp. 30.000,00 (terbilang : tiga puluh ribu rupiah) maka peserta mewakilkan
kepada pengelola untuk secara langsung menyalurkan kepada Lembaga
Amil Zakat yang ditunjuk.
Sistem operasional asuransi syariah adalah saling bertanggung
jawab, bantu-membantu, dan saling melindungi antara para peserta.
Perusahaan asuransi syariah diberikan amanah oleh para peserta untuk
mengelola premi, mengembangkan dengan jalan yang halal, dan
memberikan santutan kepada peserta yang mengalami musibah.41
Proses hubungan peserta dan perusahaan dalam mekanisme
pertanggungan pada asuransi syariah adalah sharing of risk (saling
menanggung risiko). Hal itu menunjukan bahwa sistem asuransi syariah
adalah tolong menolong, yaitu dana yang terkumpul dalam bentuk dana
tabarru’ diinvestasikan dan dikembangkan dan hasilnya dapat digunakan
untuk kepentingan peserta asuransi syariah.42

40
Polis PT. Asuransi Jasindo Syariah No. 209.675.100.22.00005/000/000
41
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syari'ah (Life and General): Konsep dan Sistem
Operasional, cet. Ke-1, (Jakarta: Gema Insani Press, 2004), h. 176.
42
Rohmah, Wahidatur, and Zainal Abidin, Studi Komparatif Asuransi Syari’ah dan
Asuransi Konvensional Dalam Perspektif Hukum Islam, (AL MUNAZHZHARAH 1.1, 2017), h.
22-35.
59

Investasi merupakan kegiatan penting dalam operasional asuransi


syariah, karena hasil investasi akan menjadi sumber pendapatan bagi
perusahaan asuransi itu sendiri. Oleh karena itu, penting bagi perusahaan
untuk melakukan investasi pada instrumen investasi yang memberikan
return on investment paling tinggi namun tetap memperhatikan profil risiko
dari instrument investasi yang digunakan dan tentu saja harus sesuai dengan
prinsip-prinsip syariah. Dikarenakan dana investasi bersumber dari
kontribusi nasabah, maka perusahaan asuransi selaku pengelola dana harus
melakukan investasi secara amanah.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Yasser Zulfianto selaku


kepala unit teknik PT. Asuransi Jasindo Syariah Kantor Cabang Jakarta
pada tanggal 7 Maret 2022, akad yang mendasari pengelolaan dana peserta
sebagai tertanggung dan perusahaan asuransi sebagai penanggung adalah
akad wakalah bil ujroh. Akad wakalah bil ujroh memberikan hak kepada
perusahaan asuransi untuk melakukan kegiatan mengumpulkan dan
mengelola dana hingga pembayaran klaim peserta. Dalam akad wakalah bil
ujroh, peserta menjadi pihak yang memberikan perwakilan sedangkan
perusahaan asuransi sebagai penerima perwakilan atau pengelola. Sebagai
imbalan atas usahanya mengelola dana, perusahaan asuransi boleh
menerima dana ujroh.43
Sedangkan dalam pengelolaan dana peserta, akad yang digunakan adalah
akad tabarru’. Akad tabarru’ diadakan dengan tujuan kebaikan dan tolong-
menolong antar sesama peserta. Dalam praktiknya, akad tabarru’ tidak boleh
bersifat komersial atau mencari keuntungan. Dalam akad tabarru’ para peserta
bersepakat untuk melakukan ta’awun atau tolong-menolong dan saling
melindungi dalam menghadapi suatu kerugian (terjadinya klaim).
Dalam skema akad tabarru’ ini peserta yang satu dan lainnya saling
menanggung resiko. Setiap peserta perlu membayar kontribusi sesuai dengan

43
Yasser Zulfianto, Kepala Unit Teknik PT. Asuransi Jasindo Syariah Kantor Cabang
Jakarta, Interview Pribadi, Jakarta, 7 Maret 2022.
60

jumlah yang telah ditentukan pada polisnya, dan setiap peserta berhak
menerima dana klaim apabila terjadi kerugian. Kegiatan ini termasuk dalam
prinsip sharing of risks.

B. Analisis Pengelolaan Dana Tabarru’ pada PT. Asuransi Jasindo Syariah


Penerapan akad tabarru’ pada PT. Asuransi Jasindo Syariah dinilai sudah
sesuai dengan prinsip syariah karena terbebas dari unsur-unsur gharar, maisir,
dan riba. Dikarenakan pada awal pelaksanaan akad asuransi, jumlah premi,
besaran dana tabarru’, jangka waktu, akad, serta sumber klaim dijelaskan
secara menyeluruh dan rinci.
Dalam akad tabarru’ ini peserta memberikan hibah yang akan digunakan
untuk menolong dan membantu peserta lain yang terkena musibah. Pada
asuransi kerugian tidak mengandung unsur tabungan. Oleh karena itu pada saat
peserta setuju dana tabarru’ tersebut dikelola oleh PT Asuransi Jasindo Syariah
secara menyeluruh dalam hal manajemen dan operasional asuransi, artinya
peserta sebagai pihak yang memberikan perwakilan dan perusahaan asuransi
sebagai pihak yang menerima perwakilan, atas tugas yang
dipertanggungjawabkan pengelola berhak mendapat ujroh (management fee)
yang jumlahnya bergantung pada COB (Class of Business).
Hasil penelitian ini mendukung teori yang disampaikan oleh Syakir Sula
menyatakan bahwa dalam konteks akad dalam asuransi syariah, tabarru’
bermaksud memberikan dana kebajikan dengan niat ikhlas untuk saling
membantu di antara sesama peserta apabila di antaranya ada yang mendapat
musibah. 44
Dalam mu’amalah, kejelasan bentuk akad sangat menentukan apakah
transaksi yang dilakukan sudah sah atau tidak menurut kaidah syar’i. demikian
pula dalam berasuransi, ketidakjelasan bentuk akad akan berpotensi
menimbulkan permasalahan dari sisi legalitas hukum islam. Jika kita lihat fatwa
DSN (Dewan Syariah Nasional) tentang pedoman asuransi syariah, maka

44
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syari'ah (Life and General): Konsep dan Sistem
Operasional, cet. Ke-1, (Jakarta: Gema Insani Press, 2004), h. 36.
61

pernyataan “akad yang sesuai syariah” dapat dijabarkan sebagai akad atau
perikatan yang terbebas dari unsur gharar (ketidakjelasan), maisir (judi), riba
(bunga), ulmu (penganiayaan), riswah (suap), dan barang haram serta maksiat.
Dan apabila terjadi defisit pada dana tabarru’ maka perusahaan wajib
menanggulangi kekurangan tersebut dengan akad qard. Di sini dapat kita lihat
bahwa perusahaan hanya sebagai pengelola atau pemegang amanah (mudharib),
hal ini pun sesuai dengan Fatwa DSN No : 53/DSN-MUI/III/2006, mengenaik
akad tabarru’ pada asuransi syariah, pada poin ke tujuh memutuskan jika terjadi
defisit underwriting atas dana tabarru’, maka perusahaan asuransi wajib
menanggulangi kekurangan tersebut dalam bentuk qardh (pinjaman). 45
Kesesuaian PT. Asuransi Jasindo Syariah dengan Fatwa Dewan Syariah
dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3
Kesesuaian PT. Asuransi Jasindo Syariah dengan Fatwa DSN MUI

Fatwa Dewan Syariah PT. Asuransi Jasindo Syariah

No : 53/DSN-MUI/III/2006  Akad Tabarru adalah akad


“Akad Tabarru pada Asuransi hibah dalam bentuk
Syariah” pemberian dana dari satu
 Akad Tabarru pada asuransi peserta kepada Dana
adalah akad yang dilakukan Tabarru’ untuk tujuan
dalam bentuk hibah dan tolong- menolong di antara
tolong- menolong antar para peserta yang tidak
peserta, bukan untuk tujuan bersifat dan bukan untuk
komersial. tujuan komersial.
 Dalam Akad Tabarru Harus  Dalam PT Asuransi Jasindo
disebutkan Sekurang- Syariah, disebutkan :
kurangnya : a. Hak & kewajiban
a. Hak & kewajiban masing-masing
masing- masing peserta secara
peserta secara individual
individual b. Hak & Kewajiban
antara peserta secara

45
Fatwa DSN No : 53/DSN-MUI/III/2006
62

b. Hak & Kewajiban individual dalam


antara peserta secara akun tabarru selaku
individual dalam akun peserta dalam arti
tabarru selaku peserta badan/kelompok
dalam arti c. Cara dan waktu
badan/kelompok pembayaran premi
c. Cara dan waktu dan klaim
pembayaran premi
dan klaim
d. Syarat-syarat lain
yang disepakati,
sesuai dengan jenis
asuransi yang
diakadkan.
No : 21/DSN-MUI/X/2001  Untuk menentukan besarnya
“Pedoman umum Asuransi premi pada PT Asuransi
Syariah” Jasindo Syariah
 Untuk menentukan besarnya menggunakan rujuk pada rate
premi perusahaan asuransi premium yang telah di
syariah dapat menggunakan tetapkan oleh OJK (Otoritas
rujukan, misalnya tabel Jasa Keuangan) dan
mortalita untuk asuransi jiwa ketentuan underwriter
dan tabel morbidita untuk dengan syarat tidak
asuransi kesehatan, dengan memasukkan unsur riba
syarat tidak memasukkan dalam penghitungannya.
unsur riba dalam  Klaim pada PT Asuransi
penghitungannya. Jasindo Syariah tergantung
 Klaim dibayarkan pada awal yang disepakati
berdasarkan akad yang  Pada PT Asuransi Jasindo
disepakati pada awal Syariah melakukan investasi
perjanjian. ke beberapa produk deposito
 Klaim dapat berbeda dalam serta kebeberapa deposito
jumlah, sesuai dengan premi syariah dan saham-saham
yang dibayarkan syariah
 Perusahaan selaku pemegang
amanah wajib melakukan
investasi dari dana yang
terkumpul.
 Investasi wajib dilakukan
sesuai dengan syariah
63

No : 51/DSN-MUI/III/2006  Akad Wakalah Bil Ujrah


“Akad Wakalah Bil Ujrah Pada adalah akad tijarah yang
Asuransi Syariah dan Reasuransi memberikan kuasa kepada
Syariah” perusahaan sebagai wakil
 Wakalah bil Ujrah boleh untuk mengelola dana
dilakukan antara perusahaan tabarru dan atau dana
asuransi dengan peserta. investasi peserta, sesuai
 Wakalah bil Ujrah adalah kuasa atau wewenang yang
pemberian kuasa dari peserta diberikan, dengan imbalan
kepada perusahaan asuransi berupa ujrah (fee)
untuk mengelola dana peserta  Akad yang digunakan pada
dengan imbalan pemberian PT Asuransi Jasindo Syariah
ujrah (fee). adalah wakalah bil ujrah
 Wakalah bil Ujrah dapat  Dalam pengelolaan dana
diterapkan pada produk investasi, PT Asuransi
asuransi yang mengandung Jasindo Syariah mengikuti
unsur tabungan (saving) ketentuan Wakalah bil ujrah
maupun unsur tabarru’ (non-  Peserta (pemegang polis)
saving). sebagai individu, dalam
 Perusahaan asuransi selaku produk saving dan tabarru’,
pemegang amanah wajib bertindak sebagai muwakkil
menginvestasikan dana yang (pemberi kuasa) untuk
terkumpul dan investasi wajib mengelola dana
dilakukan sesuai dengan  Peserta sebagai suatu
syariah. badan/kelompok, dalam
 Dalam pengelolaan dana akun tabarru‟ bertindak
investasi, baik tabarru’ sebagai muwakkil (pemberi
maupun saving, dapat kuasa) untuk mengelola
digunakan akad Wakalah bil dana
Ujrah dengan mengikuti  Perusahaan asuransi sebagai
ketentuan seperti di atas, akad wakil tidak berhak
Mudharabah dengan memperoleh bagian dari
mengikuti ketentuan hasil investasi
fatwa Mudharabah.  Perusahaan berhak
memperoleh bagian dari
hasil investasi karena
menggunakan akad
mudharabah
64

NO: 51/DSN-MUI/III/2006  Mudharabah adalah akad


“Akad Mudharabah Musyarakah tijarah yang memberikan
kuasa kepada perusahaan
pada Asuransi Syariah”
sebagai mudharib untuk
 Mudharabah Musytarakah pengelolaan investasi dana
boleh dilakukan oleh tabarru dan atau dana
perusahaan asuransi, karena investasi peserta, sesuai
merupakan bagian dari kuasa atau wewenang yang
hukum Mudharabah. diberikan, dengan imbalan
 Mudharabah Musytarakah berupa bagi hasil yang
dapat diterapkan pada produk besarnya telah disepakati
asuransi syariah yang  Dalam PT Asuransi Jasindo
mengandung unsur tabungan Syariah akad yang digunakan
(saving) maupun non yaitu akad wakalah bil ujroh
tabungan dan akad mudharabah yang
berarti PT. Asuransi Jasindo
syariah sebagai mudharib
berhak memperoleh bagian
dari hasil investasi dengan
besaran yang telah disepakati
pada awal kontrak polis

Berdasarkan uraian pada tabel di atas, maka dapat diambil kesimpulan


bahwa praktik pengelolaan dana tabarru’ PT. Asuransi Jasindo Syariah telah
sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia.

C. Mekanisme Klaim PT. Asuransi Jasindo Syariah


Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan Ibu Maria Delta selaku
bagian klaim PT. Asuransi Jasindo Syariah pada tanggal 07 Maret 2022, dalam
hal terjadinya kerugian, tertanggung bisa mengajukan klaim melalui bagian
klaim masing-masing kantor cabang. Batas waktu pelaporan klaim masing-
masing COB (Class of Business) berbeda-beda, namun umumnya berkisar
65

antara 14 sampai 30 hari. Pada saat pelaporan klaim, nasabah diharuskan


mengisi formulir kerugian dan melengkapi dokumen klaim yang dibutuhkan. 46
Tahap selanjutnya adalah bagian klaim kantor cabang akan meneruskan ke
bagian klaim kantor pusat untuk dianalisa. Analisa klaim oleh kantor pusat
membutuhkan waktu 3-7 hari kerja tergantung dari kompleksitas klaim yang
diajukan. Klaim yang berhubungan dengan asuransi jiwa juga umumnya
membutuhkan waktu lebih lama dalam penyelesaiannya, karena PT. Asuransi
Jasindo Syariah merupakan asuransi kerugian, sehingga untuk pertanggungan
meninggal dunia akan dialihkan ke perusahaan asuransi jiwa dengan sistem
reasuransi.
Klaim yang membutuhkan penilaian lebih kompleks seperti diantaranya
klaim kapal (Marine Hull), klaim Property All Risk, atau klaim Contractor All
Risk, atau klaim yang posisinya jauh dari kantor cabang PT. Asuransi Jasindo
Syariah, dapat menggunakan jasa pihak ketiga berupa loss adjuster. Loss
adjuster sebagai perpanjangan tangan perusahaan asuransi bertugas untuk
menyelesaikan klaim, mulai dari melakukan survey objek yang terjadi klaim,
hingga menghitung besaran nilai kerugian yang harus dibayar oleh pihak
asuransi.
Apabila klaim dapat disetujui kemudian PT. Asuransi Jasindo Syariah akan
mengirimkan surat konfirmasi nilai penggantian kerugian. Perhitungan nilai
kerugian dilakukan dengan cermat dan teliti agar tidak merugika pihak
manapun. Dalam penggantian nilai kerugian juga akan dikurangi dengan
Deductible (Resiko sendiri yang ditanggung oleh tertanggung) yang nilainya
sudah disebutkan pada masing-masing polis.
Setelah terjadinya kesepakatan nilai klaim, kemudian PT. Asuransi Jasindo
Syariah akan mengirimkan dokumen penyelesaian klaim berupa Escape
Clause. Escape Clause ini menyatakan bahwa PT. Asuransi Jasindo Syariah
telah melakukan penggantian atas kerugian yang dialami oleh tertanggung dan
tertanggung di kemudian hari tidak diperbolehkan melakukan tuntutan lagi atas

46
Maria Delta, bagian Klaim PT. Asuransi Jasindo Syariah, Interview Pribadi, Jakarta, 7 Maret 2022
66

klaim tersebut baik ke PT. Asuransi Jasindo Syariah maupun ke pihak lain.
Escape Clause juga menjamin bahwa apabila di kemudian hari tertanggung
terbukti melakukan kebohongan atas klaim yang diajukannya, maka
tertanggung harus melakukan ganti rugi atas pembayaran klaim yang telah
dibayarkan oleh PT. Asuransi Jasindo Syariah.
Setelah semua proses klaim terpenuhi, barulah akan dilakukan pembayaran
klaim oleh bagian keuangan kantor pusat. Pada asuransi syariah sumber
pembiayaan klaim diperoleh dari rekening tabarru’. Pengelaran terbesar
asuransi syariah berasal dari dana klaim. Oleh karena itu, penting bagi
perusahaan asuransi syariah untuk mengolah dana tabarru’ sebaik mungkin
agar ketika salah satu tertanggung mengalami kerugian, prinsip tolong-
menolong bisa dijalankan.

D. Analisis Mekanisme Klaim Pada PT. Asuransi Jasindo Syariah

Fatwa No.21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah,


dalam hal disebutkan klaim adalah hak peserta asuransi yang wajib diberikan oleh
perusahaan asuransi sesuai dengan kesepakatan akad. Pada pasal 7 disebutkan
bahwa:

1. Klaim dibayarkan berdasarkan akad yang disepakati pada awal perjanjian.


2. Klaim dapat berbeda dalam jumlah, sesuai dengan premi yang dibayarkan.
3. Klaim atas akad tijarah sepenuhnya merupakan hak peserta, dan merupakan
kewajiban perusahaan untuk memenuhinya.
4. Klaim atas akad tabarru’ merupakan hak peserta dan merupakan kewajiban
perusahaan, sebatas yang disepakati dalam akad. 47

Fatwa No.21/DSN-MUI/X/2001 pada poin pertama dijelaskan bahwa klaim


dibayarkan berdasarkan akad yang disepakati pada awal perjanjian. Sejauh ini
proses penyelesaian klaim PT. Asuransi Jasindo Syariah telah memenuhi poin

47
Fatwa Dewan Syariah Nasional No.21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum
Asuransi Syariah
67

pertama pasal 7 Fatwa No.21/DSN-MUI/X/2001 yaitu membayarkan klaim


berdasarkan akad yang disepakati pada awal perjanjian.

Secara umum, PT. Asuransi Jasindo Syariah telah melakukan penyelesaian


klaim mulai dari proses perhitungan penggantian kerugian hingga pembayaran
klaim dengan sangat baik dan sesuai dengan Fatwa No.21/DSN-MUI/X/2001. Hal
ini merupakan poin penting bagi sebuah perusahaan asuransi, di mana produk yang
dijual adalah jasa keuangan. Maka penting bagi perusahaan asuransi untuk tanggap
dalam penyelsaian klaim agar bisa menjaga kepuasan nasabah dan nilai baik
perusahaan.
BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Setelah dilakukan penelitian atas pengelolaan dana tabarru’ dan mekanisme
klaim pada PT. Asuransi Jasindo Syariah, dapat disimpulkan bahwa :
1. Pengelolaan dana tabarru’ PT. Asuransi Jasindo Syariah adalah dengan
membagi kontribusi yang masuk ke dalam dua rekening yaitu rekening
tabarru’ dan rekening peserta. Rekening tabarru’ digunakan sebagai
rekening nasabah dengan tujuan hibah apabila diantara peserta ada yang
mengajukan klaim. Pengelolaan dana dilakukan oleh kantor pusat PT.
Asuransi Jasindo Syariah dengan memperhatikan akad-akad asuransi
syariah dan menghindari gharar (ketidakjelasan), maisir (judi), riba
(bunga), ulmu (penganiayaan), riswah (suap), dan barang haram serta
maksiat.
2. Mekanisme klaim PT. Asuransi Jasindo Syariah dimulai dari adanya
laporan klaim dari tertanggung. Setelah tertanggung memenuhi
dokumen klaim, maka akan dilakukan analisa oleh kantor pusat terkait
apakah klaim tersebut akan diterima atau ditolak, serta besaran jumlah
penggantian kerugian susuai akad-akad yang telah disepakati pada awal
kontrak asuransi sehingga tidak menyalahi Fatwa No.21/DSN-
MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah.
3. Berdasarkan hasil analisis peneliti, PT. Asuransi Jasindo Syariah dalam
pengelolaan dana tabarru' sudah sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah
Nasional No : 53/DSN-MUI/III/2006 mengenai Akad Tabarru’ pada
Asuransi Syariah No. 21/DSN-MUI/X/2001 mengenai Pedoman umum
Asuransi Syariah, No. 81/DSN-MUI/III/2011 mengenai Akad Wakalah
Bil Ujrah, dan No.51/DSN-MUI/III/2006 mengenai Akad Mudharabah
Musyarakah pada Asuransi Syariah.

68
69

B. SARAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, penulis memberikan saran yang
bertujuan untuk kebaikan dan kemajuan sebagai berikut :
Kepada PT. Asuransi Jasindo Syariah agar memberikan informasi yang
lebih luas kepada masyarakat terkait pengelolaan dana tabarru’ dan
mekanisme klaim agar tidak timbul keraguan dalam asumsi masyarakat terkait
produk asuransi sehingga dapat memunculkan rasa percaya dalam berasuransi.
Serta PT. Asuransi Jasindo Syariah dapat memanfaatkan perkembangan
teknologi guna mempercepat proses penutupan asuransi hingga pengajuan
klaim sehingga nasabah dapat menjaga kepuasan nasabah
Kepada nasabah PT. Asuransi Jasindo Syariah agar memperhatikan dengan
seksama kepada setiap akad yang melekat pada saat penutupan asuransi
sehingga dapat menghindari kesalahpahaman di kemudian hari.
Kepada penulis selanjutnya agar dapat menambahkan objek penelitian
seperti pengelolaan surplus underwriting guna mengetahui mekanisme dan
kesesuaian dari hasil investasi dana tabarru’ yang menjadi bagian dari surplus
underwriting.
DAFTAR PUSTAKA

Abd. Shomad, Hukum Islam : Penormaan Prinsip Syariah Dalam Hukum


Indonesia. Jakarta: Kencana, 2010.

Abdul Manan. Hukum Ekonomi Syariah dalam Prespektif Kewenangan Peradilan


Agama. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012.
Abdullah Amrin, Meraih Berkah Melalui Asuransi Syariah Ditinjau dari
Perbandingan Dengan Asuransi Konvensional. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo. 2011.

Ahmad Chairul Hadi, Hukum Asuransi Syariah, Konsep Dasar, Aspek Hukum dan
Sistem Oprasionalnya, Ciputat: UIN Press, 2015.

AM Hasan Ali, Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam Suatu Tinjauan Analisis
Historis, Teoritis dan Praktis, Jakarta: Kencana, 2004.

Amirudin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penlitian Hukum, (Jakarta: PT


RajaGrafindo Persada, 2004)

Andri Soemitra. Bank dan LKS. Jakarta: Kencana, 2010.


Antonio, Muhammad Syafi’i, Bank Syariah Suatu Pengenalan Umum. Bogor:
Tazkia Institute.

Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008

Asep Saepudin Jahar, dkk, hukum Keluaraga, Pidana dan Ekonomi, Jakarta:
Prenada Media Group, 2013.

Asikin, Zainal dan Amirudin, Pengantar Metode Penlitian Hukum, Jakarta: PT


RajaGrafindo Persada, 2004.

Bin Badri, Muhammad Arifin, Riba dan Tinjauan Kritis Perbankan Syariah,
Bogor: Pustaka Darul Ilmi, 2011.

Destri Budi Nugraheni, “Analisis Yuridis Akad Tabarru dan Akad Tijarah dalam
Produk Unit Link Syariah”, Mimbar Hukum, Vol. 28 No. 2, 2016.

Djazuli dan Yadi Janwari, Lembaga-Lembaga Perekonomian Umat (Sebuah


Pengenalan), Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002.

Doi, A. Rahman I., Penjelasan Lengkap Hukum-Hukum Allah (Syariah), Jakarta:


PT RajaGrafindo Persada, 2002 .
Dwi Fidhayanti, “Pelaksanaan Akad Tabarru’ pada Asuransi Syariah (Studi di
Takaful Indonesia Cabang Malang)”, Fakultas Syariah Universitas Maulana
Malik Ibrahim Malang

Dzajuli dan Yadi Janwari 2002. Lembaga-Lembaga Perekonomian Umat (sebuah


Pengenalan. (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada)

Fatwa Dewan Syariah Nasional No.51 DSN-MUI/III/2006 tentang Akad


Mudharabah Musytarakah. Jakarta: DSN-MUI, 2006.
Fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia, Nomor 21/DSN-
MUI/X/2001, tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah

Fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia, Nomor 53/DSN-


MUI/III/2006, tentang Akad Tabarru Pada Asuransi Syariah dan Reasuransi
Syariah

Fatwa DSN MUI NO. 21/DSN-MUI/X/2001 Tentang Pedoman Umum Asuransi


Syariah.

Fatwa DSN MUI No. 52 Tahun 2006 Tentang Akad Wakalah Bil Ujrah pada
Asuransi dan Reasuransi Syariah.

Ganie, Junaedy. Hukum Asuransi Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika.


Gemala Dewi. Aspek-Aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah
di Indonesia. Edisi Revisi. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006.
Herry Ramadhani,Prospek dan Tantangan Perkembangan Asurans
Huzaimah T. Yanggo, Asuransi Hukum dan Permasalahannya, (Jurnal AAMAI,
Tahun VII, No. 12, 20013)

Junaedy Ganie, Hukum Asuransi Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2013.

Junaidi Abdullah, “Akad-Akad di dalam Asuransi Syariah”, Tawazun: Journal of


Sharia Economic Law, Vol. 1, Nomor 1, 2018.

Karim, Adiwarman A., Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2007.
Kuat Ismanto, Asuransi Syari’ah Tinjauan Asas-Asas Hukum Islam. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar. 2009.
M. Arif Hakim, “Analisis Aplikasi Akad Tabarru’ dalam Asuransi Syariah: Studi
Kasus Pada AJB Bumiputera 1912 Syariah Cabang Kudus”, STAIN Kudus,
Vol. 3 no. 2, 2012.
M. Nur Rianto Al Arif. Lembaga Keuangan Syariah Suatu Kajian Teoritis Praktis.
Bandung: CV Pustaka Setia, 2012.
Machzumy Ibrahim,”Dasar-dasar Asuransi Syariah”, (Jakarta: PT PP Mardi
Mulyo,2012)

Mohd. Ma’sum Billah, Modern Financial Transaction Under Syariah,(Ilmiya


Publisher, 2003.

Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life and General) Konsep dan Sistem
Operasional. Jakarta: Gema Insani. 2013.

Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syari'ah (Life and General): Konsep dan Sistem
Operasional, cet. Ke-1, Jakarta: Gema Insani Press. 2004

Muhammad Syakir Sula, Principles of Islamic Insurance (Prinsip – Prinsip


Asuransi Syariah). Depok: Syakir Sula Institue. 2016

Pasal 1313 KUH Perdata

Pasal 1338 KUH Perdata

Polis PT. Asuransi Jasindo Syariah No. 209.675.100.22.00005/000/000

Polis PT. Asuransi Jasindo Syariah No. 209.675.100.22.00005/000/000


Purnama, Deni. “Penerapan Akad Wakalah Bil Ujrah dalam Industri Asuransi dan
Lembaga Keuangan Syariah Lainnya”. Economic : Jurnal Ekonomi dan
HukumIslam, ISSN: 2088-6365, Vol. 2 No. 1, 2012.

Rohmah, Wahidatur, and Zainal Abidin, Studi Komparatif Asuransi Syari’ah dan
Asuransi Konvensional Dalam Perspektif Hukum Islam, (AL
MUNAZHZHARAH 1.1, 2017

Suma, Amin. Asuransi Syariah & Asuransi Kovensional. Tangerang: Kholam


Publishing, 2006.
Sutopo, Metodelogi Penelitian Kualitatif, Surakarta: UNS, 2006.
Syarifuddin, “Kedudukan Dana Tabarru dalam Asuransi Syariah”, Tasharuf:
Journal Economic and Business Islam, Vol. 1 No. 1, 2016

Tazkiah Ashfia, Sihabudin, Prayudo Eri Yandono, “Analisis Pengaturan Akad


Tabarru’ dan Akad Tijarah Pada Asuransi Syariah Menurut Fatwa DSN
Nomor 21/DSN-MUI/X/2001 Tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah”,
Fakultas Hukum Universitas Brawijaya.

UU No. 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian.


Wahbah Zuhaily, Al-Fiqh Al-Islami Wa Adillatuhu, cet II Jilid 4. Damsyik: Dar Al-
Fikr, 1985.

Zuhaily, Wahbah, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, Jilid. 5 , Penerjemah Abdul Hayyie


al-Kattani, dkk, Jakarta: Gema Insani DarulFikir, 2011.

Anda mungkin juga menyukai