Ayu Eza Tiara-Fsh PDF
Ayu Eza Tiara-Fsh PDF
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum
Disusun Oleh :
i
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Jikalau di kemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya, dan telah
melalui pembuktian yang dapat dipertanggung jawabkan, ternyata memang
ditemukan bukti bahwa saya telah melanggar pernyataan ini, maka saya siap
dikenai sanksi berdasarkan aturan yang berlaku di Fakultas Syariah dan Hukum
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
ii
ABSTRAK
Kosmetik telah menjadi kebutuhan yang tidak kalah penting, khususnya kaum
wanita yang ingin untuk tampil cantik. Keinginan tersebut banyak dimanfaatkan oleh
pelaku usaha yang beritikad buruk. Saat ini banyak peredaran kosmetik yang
mengandung bahan berbahaya, salah satu merknya adalah Cream pemutih Syahrini.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaturan
terhadap pelaku usaha yang menjual kosmetik berbahaya dan mengetahui efektifitas
UUPK dalam peredaran kosmetik Cream Syahrini. Penelitian ini menggunakan
metode normatif dengan pendekatan perundang-undangan yang bersifat deskriptif.
Sumber data penelitian ini menggunakan data primer berupa peraturan perundang-
undangan yang terkait dan data sekunder dari bahan kepustakaan. Data diuraikan
dalam bentuk teks naratif secara sistematis. Metode analisis data yang digunakan
adalah metode normatif kualitatif.
Pembimbing :
v
KATA PENGANTAR
Puji dan rasa syukur mendalam penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena
berkat limpahan rahmat, hidayah dan inayah- Nya maka skripsi ini dapat
diselesaikan dengan baik. Salawat dan salam semoga selalu tercu4rah pada
baginda Rasullah Muhammad SAW.
1. Bapak Dr. Asep Saefudin Jahar, M.A., Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Dr. Asep SyarifuddinHidayat, S.H., M.H, Ketua Jurusan
Perbandingan Mazhab dan Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum di
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Drs. Abu Tamrin, SH, M.Hum, Seketaris Jurusan Perbandingan
Mazhab dan Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum di Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Ismail Hasani, S.Ag., M.H., Penasihat Akademik yang telah banyak
membantu semasa perkuliahan.
vi
5. Ibu Dra. Hj. Ipah Parihah, M.H. dan Ibu Evizah Fauziah,S.H, M.H. Dosen
Pembimbing atas bantuan dan bimbingannya dalam penulisan skripsi ini.
6. Seluruh dosen dan karyawan Jurusan Ilmu Hukum, Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, atas ilmu, bimbingan dan bantuannya
hingga penulis selesai menyusun skripsi ini.
7. Ibunda tercinta Hj. Murniati Agusman dan Ayahanda tersayang H. Farisal
Muchtar yang telah membesarkan dan mendidik, serta memberkan
dukungan dan doa kepada penulis.
8. Rekan-rekan di Jurusan Ilmu Hukum terutama pada Program Studi Hukum
Bisnis yang telah banyak memberikan semangat dalam proses penulisan
skripsi ini.
Semoga skripsi ini dapat memberikan hal yang bermanfaat dan menambah
wawasan bagi penulis pada khususnya dan para pembaca pada umumnya.
vii
DAFTAR ISI
COVER DALAM…………………………………………………………………..…i
ABSTRAK……………………………………………………………………………v
KATA PENGANTAR………………………………………………………………vi
DAFTAR ISI………………………………………………………………………..vii
BAB I PENDAHULUAN
vii
BAB III PROFIL KASUS DAN PENGATURANNYA SERTA FUNGSI
PENGAWASAN BADAN POM TERHADAP KOSMETIK DI
INDONESIA
A. Posisi Kasus……………………………………………………...35
B. Tinjauan Umum Mengenai Organisasi Badan POM…………….36
C. Tanggung Jawab Pelaku Usaha………………………………….45
D. Penyelesaian Sengketa Konsumen………………………………57
E. Sanksi…………………………………………………………….47
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan………………………………………………………61
B. Saran……………………………………………………………..62
DAFTAR PUSTAKA…..………………………………………………….………..65
LAMPIRAN
viii
BAB I
PENDAHULUAN
kaum wanita merupakan satu hal yang wajar. Selain itu kehidupan modern
masyarakat saat ini tidak hanya menuntut kemajuan yang berkembang pesat
mencapai tujuan tersebut tak sedikit para wanita rela menghabiskan uangnya
pasaran dengan berbagai kegunaan dari berbagai merek. Produk kosmetik yang
merupakan hasil dari perkembangan industri obat-obatan saat ini sudah menjadi
1
Mitsui, New Cosmetic Science, (Netherland : Elsevier Science B.V. , 1997), h.3
2
Suyani Wati Napitulu. “Peran Balai Pengawas Obat dan Makanan Dalam Mewujudkan
Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Produk Kosmetik Yang Berbahaya Di Batam.”
Skripsi S1 Fakultas Hukum, Universitas Atmajaya Yogyakarta, 2014
1
2
hasil yang cepat dan maksimal. Mereka akan mudah sekali tertarik untuk
membeli produk kosmetik dengan harga yang murah dan cepat terlihat hasilnya.
dalam posisi yang lemah karena para konsumen dijadikan objek aktivitas bisnis
tersebut.
Berbagai cara juga dilakukan oleh pelaku usaha untuk memasarkan produk
tersebut buatan luar negeri yang di impor langsung ke Indonesia, berasal dari
3
Suyani Wati Napitulu. “Peran Balai Pengawas Obat dan Makanan Dalam Mewujudkan
Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Produk Kosmetik Yang Berbahaya Di Batam.”
4
Gunawan Widjaja, dan Ahmad Yani, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama,2000), h.12
3
marak dilakukan melalui media online.5 Para penjual menjual mengelabui para
produk tersebut adalah produk yang diracik dari dokter-dokter ternama yang
sudah beredar dikalangan selebriti dan juga menjadi salah satu produk kosmetik
tersebut mengatakan bahwa Cream Syahrini dibuat dari bahan-bahan herbal yang
telah di uji di Balai Kimia dan kemasan yang memiliki surat edar perdagangan
dipakai dalam jangka panjang. Selain itu para penjual juga menjanjikan bahwa
Pasal 4 salah satunya yaitu hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan
dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa selain itu pelaku usaha bertanggung
5
Ais. “Krim Pemutih Syahrini Berbahaya”. Artikel diakses pada 1 Mei 2016 dari
http://showbiz.liputan6.com/ready/412829/krim-pemutih-syahrini-berbahaya
4
dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa tersebut serta
kosmetik yang tidak memenuhi persyaratan dan standar yang telah ditetapkan.
Untuk permasalahan tersebut maka penulis tertarik membuat penelitian dan hasil
SYAHRINI
B. Identifikasi Masalah
4. Bagaimana cara agar terhindar dari transaski jual beli kosmetik yang
1. Pembatasan Masalah
2. Rumusan Masalah
1. Tujuan Penelitian
6
2. Manfaat Penulisan
referensi dibidang karya ilmiah serta bahan masukan bagi penelitian sejenis
b. Secara Praktis, penelitian ini dapat bermanfaat bagi penegak hukum yang
dengan penelitian ini dan dapat dijadilan sebagai bahan pertimbangan maupun
penjual dan pembeli melakukan praktik jual beli kosmetik berbahaya di Pasar
Penelitian ini memberikan gambaran parktek tejadinya jual beli kosmetik yang
dan pembeli melakukan tansaksi jual beli tersebut dengan perspektif Sosiologi
Hukum Islam.
research yaitu penulis akan terjun langsung kelapanagan untuk meneliti dan
dan analisis data. Hasil dari penelitian ini adalah ketidak tahuan hukum para
utama kosmetik berbahaya tersebut marak diperjual belikan, selain itu konsumen
masyarakat setempat.6
Yang membedakan penelitian ini dengan penelitian yang penulis tulis adalah
penelitian yang penulis tulis memfokuskan pada faktor-faktor apa saja yang
pemasukan kosmetik yang diatur dalam Keputusan kepada Badan POM tentang
produk kosmetik import serta pelaku mana saja yang dapat dimintai pertanggung
jawaban atas praktek jual beli kosmetik import. Dalam penelitian ini penulis
6
Mafiah, Astaha Zianatul, “Tinjauan Sosiologis Hukum Islam Terhadap Jual Beli Kosmetik
Yang Mengandung Zat Berbahaya.” Skripsi S1 Fakutas Syariah dan Hukum, Universitas Islam
Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2010
9
wawancara.
kosmetik impor. Namun dalam Pasal 8 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor
Yang membedakan penelitian ini dengan penelitian yang penulis tulis adalah
penulis memfokuskan hal-hal apa saja yang dilakukan BPOM dalam melakukan
F. Kerangka Konseptual
yang terkait terhadap beberapa istilah yang sering digunakan dalam penelitian
a. Kosmetik
7
Hutabarat, Anastasia Marisa R, “Perlindungan Konsumen Terhadap Produk Kosmetik
Import Tanpa Izin Edar Dari Badan POM Ditinjau Dari Hukum Perlindungan Konsumen Di
Indonesia” Sripsi S1 Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
10
bagian luar badan ( epidermis, rambut, kuku, dan organ kelamin luar),
gigi dan ronggga mulut untuk membersihkan, menambah daya tarik, mengubah
penampilan supaya tetap dalam keadaan baik. Dalam skripsi ini kosmetik yang
dimaksud adalah kosmetik yang digunakan untuk perawatan kulit seperti sabun
pembersih wajah, toner, krim yang digunakan pada pagi dan malam hari
Syahrini.
b. Konsumen
Kata konsumen berasal dari bahasa Inggris yaitu consumer atau bahasa
8
Az. Nasution ,Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, Cetakan II, (Jakarta:
Diadit Media, 2006), h. 21.
9
M.Echols, John, dan Hasan Saidly, Kamus Inggris-Indonesia, Cet.XV, (Jakarta: Gramedia,
1987), h. 142.
11
c) Pemakai jasa10
d. Penjual/Pelaku Usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha baik
yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan
10
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi III, (Jakarta:
Balai Pustaka, 2007), h.590.
11
Az. Nasution, Hukum perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, h.29
12
BN. Marbun, Kamus Managemen, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2003), h.141.
12
e. Jual beli adalah suatu perjanjian yang dibuat antara pihak penjual dan pembeli
didalam perjanjian itu pihak penjual berkewajiban untuk menyerahkan objek jual
beli kepada pembeli dan berhak menerima harga dan pembeli berkewajiban
G. Metode Penelitian
Metode penelitian ini disistematikan dalam suatu format antara lain sebagai
berikut:
2. Pendekatan Penelitian
13
Salim, H.S, Hukum Kontrak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2003), h. 49.
13
aspek yang terkait mengenai isu yang dicoba untuk dicari jawabannya.
sehubungan dengan referensi yang sesuai dengan objek kajian dalam penelitian
ini. Dalam penelitian ini data yang diperlukan adalah data-data mengenai aturan-
tersebut dalam penelitian ini, penulis menggunakan tiga macam bahan pustaka,
yaitu:
Konsumen
dan juga menjelaskan terhadap data primer dan data sekunder seperti kamus,
surat kabar dan jurnal serta laporan-laporan ilmiah yang akan dianalisis
4. Pengumpulan Data
5. Teknik Pengelolaan
adalah dari data yang diedit dan dipilih menurut kategori masing-masing
kemudian dihubungkan satu sama lain atau ditafsirkan dalam usaha mencari
6. Metode Penulisan
sesuai dengan sistematika penulisan yang ada pada Buku Pedoman Penulisan
Skripsi, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun
2012.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini dibagi menjadi beberapa bab, seperti hal
berikut ini
Bab Pertama, dalam bab ini secara keseluruhan memuat tentang latar
pertimbangan dibuatnya tulisan ini. Dalam bab ini juga dapat dibaca pokok
Bab Kedua, dalam bab ini memberikan gambaran umum teori-teori tentang
pihak dalam hukum perlindungan konsumen, hak dan kewajiban konsumen, hak
dilarang oleh pelaku usaha, tanggung jawab pelaku usaha dan penyelesaian
Bab Ketiga, bab ini berisi uraian materi hasil penelitian kepustakaan yang
undangan yang mengatur tentang kosmetik serta tinjauan umum mengenai badan
BPOM
BAB Kelima, pembahasan diakhiri pada bab ini dengan memuat kesimpulan
dan saran-saran yang diharapkan dapat memberikan kesimpulan yang jelas dari
beberapa penjelasan yang telah dipaparkan oleh penulis pada beberapa bagian
sebelumnya.
BAB II
Dalam ketetapan MPR pada tahun 1993 terdapat suatu arahan mengenai
produsen, dalam arahan tersebut terdapat dua hal yang harus di perhatikan yaitu
dan masalah penyediaan dan penggunaan suatu produk baik barang ataupun jasa
konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk
harapan agar pelaku usaha tidak lagi sewenang-wenang yang selalu merugikan
hak konsumen.
1
Az. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, (Jakarta: Diadit Media,
2006), h.34
2
Az. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, h.37
17
18
dengan dunia bisnis ketika hak-haknya tidak terpenuhi, dan disisi lain Undang-
1. Konsumen
“ Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia
dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga,orang lain,
maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.”
kata konsumen berasal dari kata consumer, atau consument yang berarti
3
Tatik Suryani, Perilaku Konsumen : Implikasi pada Strategi Pemasaran, (Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2008), Cetakan Pertama, h. 332
4
N.H.T. Siahaan, Hukum Perlindungan Konsumen dan Tanggung Jawab Produk, (Bogor:
Grafika Mardi Yuana, 2005), Cetakan Pertama, h.23
19
antara. Konsumen akhir adalah pengguna atau pemanfaat akhir dari suatu
produk sebagai bagian dari proses produksi suatu produk lainnya. Pengertian
pada pengertian konsumen sebagai konsumen akhir namun secara tersirat juga
Istilah “pemakai” dalam hal ini tepat digunakan dalam rumusan konsumen
menunjukkan bahwa barang dan/jasa yang dipakai tidak serta merta hasil dari
suatu transaksi jual beli. Sebagai konsumen tidak selalu harus memberikan
prestasinya dengan cara membayar uang untuk memperoleh suatu barang dan
atau jasa tersebut. Dengan arti lain dasar hubungan hukum antara konsumen dan
2. Pelaku Usaha
“Pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang
berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan
5
N.H.T. Siahaan, Hukum Perlindungan Konsumen dan Tanggung Jawab Produk, h.24
20
suatu kepentingan
jasa
selaku korban terhadap tindakan para pelaku usaha dapat dimudahkan untuk
Mengacu pada Pasal 4 UUPK, maka hak-hak yang patut diterima konsumen
6
Susanti Adi Nugroh, Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau Dari Hukum
Acara Serta Kendala Implementasinya , (Jakarta: Kencana, 2008), h.67-68
21
dan/atau jasa;
2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa
tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang
digunakan;
7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif;
barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak
sebagaimana mestinya;
Selain hak-hak yang patut diperoleh oleh konsumen, kemudian diatur pula
kewajiban yang harus dilakukan oleh konsumen. Hal ini diatur dalam Pasal 5,
yaitu :
konsumensecara patut.
bagi para pelaku usaha. Hal ini bertujuan agar para pelaku usaha dapat
baik untuk pihak konsumen dan juga untuk pihak pelaku usaha. Hak dan
kewajiban para pelaku usaha diatur dalam Pasal 6 dan Pasal 7 antara lain
sebagai berikut:
diperdagangkan;
d. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa
diperdagangkan;
lainnya.
c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak
konsumen;
yang berlaku;
barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas
diperdagangkan;
perjanjian.
Apabila diperhatikan dengan seksama, tampak bahwa hak dan kewajiban pelaku
usaha bertimbal balik dengan hak dan kewajiban konsumen. Hak dan kewajiban
konsumen dan pelaku usaha juga diatur dalam hukum islam yaitu anjuran untuk
7
Departemen Agama Republik Inddonesia, Al- Qur’an dan terjemahannya, (Bandung :
Jumanatul Ali-ART, 2005), h.127
25
Ayat ini menunjukan bahwa masalah keadilan berkaitan secara timbal balik
dengan kegiatan bisnis. Khususnya bisnis yang baik dan etis sehingga terwujudnya
keadilan dalam masyarakat dan terciptanya kelangsungan bisnis yang baik dan etis
firman Allah:
َّم به ٍُْه ُك َّْى أه ْي هىانه ُك َّْى تهأْ ُكهُىا هو هل َِّ ٍ فه ِرٌقًا نِتهأْ ُكهُىا ْانحُك
َِّ او إِنهى بِهها هوتُ ْدنُىا بِ ْانبها ِط َّْ ِي
ِ اس أه ْي هى
َّال َِّ ُاْل ْث َِّى ان
ِ ْ ِىٌ هوأه َْتُ َّْى ب
َّته ْعهه ًُ ه
Artinya: “ Dan janganlah sebagian jamu memakan harta sebahagian yang lain di
antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa
(urusan) harta itu kepada hhakim, supaya kamu dapat memakan
sebagain dari pada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat)
dosa, padahal kamu Mengetahuinya” (Q.S Al- Baqarah: 188)8
E. Tahap-Tahap Transaksi
suatu barang dan atau jasa dari pelaku usaha selaku pihak penyedia barang dan
1. Tahap Pratransaksi
8
Departemen Agama Republik Inddonesia, Al- Qur’an dan terjemahannya, h.46
26
pelaku usaha.9 Pada tahap ini, pelaku usaha melakukan penawaran (offer) kepada
seperti brosur, spanduk, ataupun melaui iklan di media cetak dan elektronik.
diberikan harus dilandasi itikad baik dan tidak disertai dengan kebohongan,
sehingga konsumen tidak merasa diperdaya atau ditipu oleh pelaku usaha. Bila
Pada tahap ini para pihak menyepakati apa yang menjadi hak dan kewajiban
9
Az. Nasution, Konsumen dan Hukum. (Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1995) h.39
27
konsumen dengan benar dan jujur serta tidak diskriminatif, menjamin mutu
barang dan atau jasa sesuai standar-standar yang berlaku atau yang diperjanjikan,
member kesempatan kepada pihak konsumen untuk menguji kualitas barang dan
atau jasa tertentu serta memberikan jaminan dan atau garansi terhadap barang
3. Tahap Purnatransaksi
Tahap ini merupakan realisasi dari tahap transaksi dimana pada tahap
ini konsumen mulai memanfaatkan barang dan atau jasa yang diperoleh dari
transaksi yang telah dilakukan. Pada tahap ini para pihak harus
bahasa hukum, kewajiban yang harus dipenuhi adalah prestasi, dan pihak
melakukan prestasinya.
perbuatan apa saja yang dilarang bagi pelaku usaha, yaitu larangan dalam
2) Tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah
barang tersebut;
tersebut;
dipasang.
yang berlaku.
bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar
yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan
khusus, standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu, karakteristik tertentu,
2) Barang tersebut dalam keadaan baik dan/atau baru, barang dan/atau jasa
tertentu.
8) Secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan/atau jasa lain.
lengkap;
b. Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditunjukan untuk
3) Kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang
dan/atau jasa;
31
barang dan/atau jasa dengan harga atau tarif khusus dalam waktu dan jumlah
diiklankan.
barang dan/atau jasa dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang
dan/atau jasa lain secara cuma-cuma dengan maksud tidak memberikannya atau
jasa lain.
f. Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk
4) Mengganti hadiah yang tidak setara dengan nilai hadiah yang dijanjikan.
32
g. Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang dilarang melakukan
dengancara pemaksaan atau cara lain yang dapat menimbulkan gangguan baik
h. Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa melalui pesanan dilarang
untuk:
Pelaku usaha dalam hal penjualan yang dilakukan melalui cara obral atau
dengan jumlah tertentu dan jumlah yang cukup adalah jumlah yang
obral.
dan harga barang dan/atau tarif jasa serta ketepatan waktu penerimaan
3) Memuat informasi yang keliru, salah, atau tidak tepat mengenai barang
dan/atau jasa.
jasa.
mengenai periklanan.
Pada dasarnya dalam hukum Islam sendiri juga telah memerintahkan para
pelaku usaha untuk secara ketat berlaku adil dan lurus dalam semua transaksi
bisnisnya.10
10
Mustaq Ahmad, Etika Bisnis dalam Islam, (pustaka, Al-Kusar, 2011),h.103
BAB III
A. Posisi Kasus
4. Mengangkat sel kulot mati yang bisa membuat wajah terlihat kusam
lebih cantik
Produk tersebut dijual dengan harga yang relatif murah dengan harga antara
Rp75.000 (tujuh puluh lima ribu rupiah), Rp150.000 (seratus lima puluh ribu
rupiah), hingga Rp250.000 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) dan janji-janji kulit
pemakainya dapat semulus kulit artis Syahrini membuat para konsumen tanpa
1
Cream Pemutih Syahrini Ternyata Bukan Produk Syahrini.”, Artikel Diakses 1 Mei 2016
dari http://sidomi.com/100640/krim-pemutuh-syahrini-ternyata-bukan-produksyahrini/sidominews
35
36
Syahrini dalam media iklan. Para pelaku usaha mengeluarkan pernyataan bahwa
produk tersebut adalah produk milik artis Syahrini sebagai produsen utamanya.
terdiri dari berbagai item antara lain: cream pemutih, lotion, sabun, scrub yang
digunakan setiap hari. Produk tersebut tidak memiliki izin edar dari Badan
Kesehatan. Walaupun hasil yang diberikan relatif cepat, namun pemakaian dalam
pemakaian produk kosmetik tersebut kulit terlihat lebih putih, sehat dan bebas
produk kosmetik tersebut diteruskan kulit semakin berjerawat dan timbul bintik-
bintik hitam.3
Badan Pengawas Obat dan Makanan atau Badan POM adalah sebuah
2
“Cream Pemutih Syahrini Ternyata Bukan Produk Syahrini.”, Artikel Diakses 1 Mei 2016
dari http://sidomi.com/100640/krim-pemutuh-syahrini-ternyata-bukan-produksyahrini/sidominews
3
Wawancara Pribadi dengan Konsumen Cream Syahrini, Indah; Pengalaman Memakai
Produk Cream Syahrini, Jakarta 5 November 2015
37
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor
64 Tahun 2005. Pengawasan Obat dan Makanan merupakan bagian integral dari
upaya pembangunan kesehatan di Indonesia. Fungsi dan tugas badan ini menyerupai
fungsi dan tugas untuk mengatur makanan, suplemen makanan, obat-obatan, produk
biofarmasi, transfusi darah, piranti medis untuk terapi dengan radiasi, produk
Pengawasan Obat dan Makanan (SisPOM) yang efektif dan efisien yang mampu
negeri untuk itu dibentuk Badan POM yang memiliki jaringan nasional dan
profesional yang tinggi hal tersebut dipengaruhi dari kebebasan pasar dan
menggunakan produk secara tepat, benar dan aman. Di lain pihak iklan dan promosi
implikasi yang luas pada kesehatan dan keselamatan konsumen. Apabila terjadi
produk sub standar, rusak atau terkontaminasi dengan bahan berbahaya maka risiko
38
yang terjadi akan berskala besar dan luas serta berlangsung secara amat cepat.4
Badan POM mempunyai visi dan misi, visi dari Badan POM adalah Menjadi
Institusi Pengawas Obat dan Makanan yang Inovatif, Kredibel dan Diakui Secara
antara lain:
Internasional
Berbagai Lini.
Sesuai Pasal 67 Keputusan Presiden No. 103 Tahun 2001, Badan POM
4
Badan Pengawas Obat dan Makanan, Profil Badan POM RI, (Jakarta: Badan Pengawas
Obat dan Makanan, 2006), h.1
39
Makanan.
POM.
5
Badan Pengawas Obat dan Makanan, Profil Badan POM RI, h.2
40
tangga.
berbahaya.
dan Makanan.
industri farmasi.
6
Badan Pengawas Obat dan Makanan, Profil Badan POM RI, h.2
7
Badan Pengawas Obat dan Makanan, Profil Badan POM RI, h.2
42
dari proses suatu produk sampai dengan produk tersebut beredar di tengah
sedang pada sisi lain akan mendorong produsen untuk ekstra hati-hati dalam
menjaga kualitasnya.
Badan POM memiliki prinsip dasar system pengawasan Obat dan Makanan
bukti ilmiah.
proses.
internasional
8
Badan Pengawas Obat dan Makanan, Profil Badan POM RI, h.5
44
Kosmetik
9
Badan Pengawas Obat dan Makanan, Profil Badan POM RI, h.5
45
yang dihasilkan berarti produk tersebut cacat yang dapat disebakan kekurang
cermatan dalam proses produksi, tidak sesuai dengan apa yang diperjanjikan atau
kesalahan yang dilakukan pelaku usaha. Dengan kata lain, pelaku usaha ingkar
diatur tentang tanggung jawab yang harus dipenuhi oleh para pelaku usaha ketika
2. Pelaku usaha periklanan bertanggung jawab atas iklan yang diproduksi dan
segala akibat yang ditimbulkan oleh iklan tersebut. Pelaku usaha yang bertindak
apabila importasi barang tersebut tidak dilakukan oleh agen atau perwakilan
penyediaan jasa asing tersebut tidak dilakukan oleh agen atau perwakilan
3. Pelaku usaha yang menjual barang dan atau jasa kepada pelaku usaha lain
bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi dan atau gugatan konsumen apabila:
b. Pelaku usaha lain, didalam transaksi jual beli tidak mengetahui adanya
perubahan barang dan/atau jasa yang dilakukan oleh pelaku usaha atau tidak
sesuai contoh, mutu, dan komposis. Pelaku usaha dibebaskan dari tanggung
jawab atas tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen apabila pelaku
usaha lain yang membeli barang dan/atau jasa menjual kembali kepada
menyediakan suku cadang dan/atau fasilitas purna jual dan wajib memenuhi
untuk diedarkan;
non litigasi berdasarkan pilihan suka rela para pihak yang bersengketa,
ayat 2).
mengenai tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terjadi kembali atau tidak
akan terulang kembali kerugian yang diderita oleh konsumen (UUPK pasal 47).
secara damai adalah upaya penyelesaian yang dilakukan oleh kedua belah
Perlindungan Konsumen.
sebagai konsiliator
2. Penyelesaian di Pengadilan
lakukan oleh:
(LPKSM);
E. Sanksi
1. Sanksi Administratif.
administratif terhadap pelaku usaha yang melanggar Pasal 19 ayat (2) dan
peraturan perundang-undangan.
50
2. Sanksi Pidana.
Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1)
huruf a, huruf b, huruf c,huruf e, ayat (2) dan Pasal 18 dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima)tahun atau pidana denda paling banyak
Pasal 11, Pasal12, Pasal 13 ayat (1), Pasal 14, Pasal 16, dan Pasal 17 ayat
(1) huruf d dan huruf fdipidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau
timbulnya kerugiankonsumen;
Cream Syahrini
kebawah, tapi juga kalangan menengah keatas. Hal tersebut terjadi karena
semakin tingginya tingkat pengetahuan para pelaku usaha yang berusaha untuk
sebagaimana telah dijelaskan pada bab tiga maka dapatlah diteliti beberapa
Hal ini dipicu oleh beberapa faktor-faktor yang tidak hanya disebabkan
oleh pola pikir konsumen itu sendiri tapi juga tanggung jawab dari
51
52
pembinaan dan pendidikan merupakan salah satu hak dari konsumen. Kedua,
Begitu juga dalam hal peredaran kosmetik ilagl yang berkaitan dengan aspek
nama Syhrini sebagai publi figure dan janji-janji dari pelaku usaha tanpa berfikir
menentukan apakah suatu produk dalam hal ini kosmetik tersebut layak atau
1
Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Sinar Grafika), h.99
53
terkesan apa adanya. 2 Bila dikaitkan dengan ketentuan Pasal 29 UUPK yang
tersebut jelas bahwa tanggung jawab atas suatu penyelenggaraan yang ditujukan
peredaran kosmetik ilegal dalam hal ini cream Syhrini di dalam masyarakat
secara tidak langsung menjadi suatu tanggung jawab moral serta hukum dari
Bukan hal baru apabila kosmetik aman dan berkualitas jauh lebih mahal bila
kosmetik dengan harga murah tidak dapat dipungkiri mereka beranggapan bahwa
merk dari suatu produk lebih diutamakan dari pada kuantitas harganya, meskipun
produk kosmetik mahal juga tidak menjamin bahwa produk tersebut aman untuk
2
Wawancara Pribadi dengan Masduki Nawawi, Efektifitas UUPK terhadap perlindungan
kosmetik illegal : Cream Syahrini, Jakarta 17 Juni 2015.
54
dipakai. 3 Dalam hal ini konsumen dituntut unutk bijak dalam memilih suatu
produk untuk dikonsumsi. Hal tersebut dikarenakan para perempuan sering kali
terjebak pada harga-harga produk yang mengiurkan yang membanjiri pasar tanpa
namun jika di tinjau dari Pasal 8 UUPK permasalah kosmetik ilegal sudah
perundang-undangan.
3
“Kosmetik Mahal Pasti Lebih Baik, Benarkah?”, artikel ini diakses 17 Juni 2016 pada
www.vemale.com/body-and-mind/cantik/38721-kosmetik-mahal-pasti-lebih-baik-
benarkah.html
4
“ Ladies, Sekali Lagi Jangan Mudah Tergiur dengan Kosmetik Murah” artikel ini diakse 17
Juni 2016 pada www.life.viva.co.id/news/read/586234-ladies--sekali-lagi-jangan-mudah-tergiur-
dengan-komsetik-murah-
55
Bicara mengenai efektifitas keberadaan UUPK dapat dilihat dari berbagai sisi.
kelembagaan yang diamanatkan oleh UUPK telah terbentuk dan berfungsi dengan
benar serta melakukan tugasnya dengan maksimal. Ketiga, Apakah para pelaku
dicermati dalam mencari tau apakah UUPK efektif mengatasi untuk melindungi
pemerintah dalam melindungi konsumen selama ini masih sangat terlihat kurang
efektif, lemah dan tidak tegas. 6 Masih banyak konsumen yang dirugikan baik
dalam hal barang maupun jasa. Banyak faktor yang menyebabkan lemahnya
hukum dan kesadaram akan hak dan kewajibannya. Kelemahan tersebut terjadi
5
Wawancara Pribadi dengan Masduki Nawawi, Efektifitas UUPK terhadap perlindungan
kosmetik illegal : Cream Syahrini, Jakarta 17 Juni 2015.
6
Wawancara Pribadi dengan Masduki Nawawi, Efektifitas UUPK terhadap perlindungan
kosmetik illegal : Cream Syahrini, Jakarta 17 Juni 2015.
56
kurang menyentuh konsumen secara luas. Upaya untuk meningkatkan pendidkan bagi
dengan adanya perdagangan bebas karena pengaruh globalisasi sera ditunjang dengan
produksinya melebihi batas normal yang dapat memicu persaingan anatar produsen
dapat melakukan pengawasan serta melakukan tindakan hukum yang lebih tegas
kepada pelaku usaha yang mengedarkan produk kosmetik yang mengandung zat-zat
berbahaya berbahaya. Pada saat ini banyak sekali berbagai modus dan bentuk
diberbagai sektor atau tahap perniagaan, baik melalui melalui iklan-iklan ataupun
internet yang sulit dideteksi. Menurut data penelitian YLKI lebih dari 70% (tujuh
puluh persen) penjualan obat dan kosmetik melalui online adalah produk palsu. Ini
berarti UUPK masih banyak diabaikan oleh pihak-pihak pelaku usaha yang ingin
mencari keuntungan besar tanpa memperhatikan apa-apa saja yang menjadi hak
konsumen.7
tidak mudah tergiur dengan khasiat yang cepat dari produk kosmetik tersebut serta
7
Wawancara Pribadi dengan Masduki Nawawi, Efektifitas UUPK terhadap perlindungan
kosmetik illegal : Cream Syahrini, Jakarta 17 Juni 2015.
57
Makanan (BPOM)
yaitu:
2. Menerima Pengaduan
obat, makanan dan minuman, obat tradisional. Kosmetik, alat kesehatan dan
yang dilakukan BPOM adalah Sub Sistem Pengawasan Pemerintah dan Sub
merupakan produk ilegal yang tidak mendapatkan pedoman atau tata cara
bentuk, ukuran, dan juga kadar zat yang dipergunakan dalam pemakaian
masyarakat.
c. Registrasi, setelah proses standarisasi maka tahap registrasi ini hasil dari
g. Layanan dan Aduan Konsumen, Layanan aduan konsumen ini dibuat untuk
pengaduan dan sebagainya agar konsumen merasa aman, nyaman dan selamat
1. Pemberdayaan Konsumen.
2. Edukasi Konsumen
memahami hak dan kewajiban mereka. Pemberian edukasi yang diberikan oleh
BPOM dapat berupa pemberian informasi yang jelas bagi konsumen bukalah
tugas pelaku usaha, BPOM atau pemerintah semata, melainkan juga tugas dari
dilakukan, tidak hanya memberikan posisi yang kuat pada konsumen untuk
mendapatkan hak-haknya namun juga agr terciptanya aturan main yang lebih
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
barang dan/atau jasa yang tidak memenuhi standar yang dipersyaratkan dan
pengawasan juga
61
62
yang cepat dari produk kosmetik tersebut serta tidak membeli produk-
yang dilakukan BPOM adalah Sub Sistem Pengawasan Pemerintah dan Sub
konsumen
B. Saran
2. Saran untuk pelaku usaha, dalam melakukan kegiatan usahanya baik dalam
informasi yang benar dan jelas berkaitan dengan produk barang dan atau jasa
3. Saran untuk Bapan Pengawasan Obat dan Makana (BPOM), perlu di adakannya
perlindungan konsumen karena hingga saat ini masih banyak anggota masyarakat
8
Badan Pengawas Obat dan Makanan ,”Peringatan Publik Badan POM Penggunaan
Kosmetik illegal dan Berbahaya”. Artikel diakses pada 15 Desember 2015 dari
http://www.pom.go.id/mobile/index.php/view/pers/246/Kosmetika-Mengandung-Bahan-
Berbahaya.html
64
masyarakat dapat mengetahui upaya hukum apa saja yang dapat di lakukan apa bila
lebih ketat lagi atau melakukan tindakan hukum yang lebih tegas pada
pelaku usaha yang mengedarkan kosmetik illegal. Memang pada saat ini
dideteksi.
kosmetik dan obat-obatan karena sangat marak terjadi. Menurut data lebih
dari 70% (tujuh puluh persen) penjualan online yang menjual obat dan
produk sudah ada lembaga yang mengawasi. Jika urusannya berurusan dengan
obat dan kosmetik maka yang bertanggung jawab adalah Badan POM.Badan
POM di Jakarta sendiri ada Balai Besar POM. Didaerah-daerah ada Balai
terdaftar di Badan POM maka ranah POM, Badan Pom bisa bersinergi
illegal. Memang kosmetik illegal sangat marak sekali bukan hanya dengan
merk cream Syahrini saja yang diperjualkan melalui online ataupun racikan-
racikan doktek yang dijual melaui door to door, acara-acara arisan ibu rumah
tangga dan untuk mengelabui konsumen itu penjual menjualnya dengan harga
yang mahal untuk meyakinkan konsumen jika barang yang digunakan adalah
barang asli.
Ditempat saya juga banyak yang beredar seperti itu dan melaui istri
saya, saya menyampaikan kepada ibu-ibu rumah tangga lebih luas jangan beli
produk jika tidak tercantum Badan POM. Jika berdampak negatif tidak dapat
dimintai pertanggung jawaban kecuali ada peringatan dari kepolisian tapi jika
produk bermasalah tersebut terdapat pada Badan POM, Badan POM dapat
operasi.
memiliki kulit yang putih sehingga wanita-wanita lain ingin memiliki kulit
Sehingga memacu para pelaku usaha menciptaka obat-obat yang mujarab dan
dengan Badan POM untuk menangani kosmetik tersebut. YLKI hanya dapat
bergerak jika ada laporan dari konsumen asal produk tersebut produl legal
sedangkan Badan POM harus berperan lebih aktif. Badan POM dapat bersifat
tersebut tidak boleh sedikitpun ada pada produk kosmetik dan YLKI juga
dari laporan masyarakat atau Badan POM harus melakukan survey seperti di