Anda di halaman 1dari 118

“ PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP SYARIAH DALAM RUMAH SAKIT

ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG"

Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syariah Dan Hukum Untuk Memenuhi


Pernyataan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

oleh:

MUHAMMAD FARHAN
11140460000116

PROGRAM STUDI MUAMALAT (HUKUM EKONOMI SYARIAH)


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018/1439 H
ABSTRAK

Muhammad Farhan. NIM 11140460000116. PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP


SYARIAH DALAM RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG.
Program Studi Hukum Ekonomi Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1438 H/2018 M
Studi ini bertujuan untuk menjelaskan implementasi atau penerapan Fatwa
DSN No.107 tentang Pedoman Penyelengaraan Rumah Sakit Syariah berdasarkan
Prinsip Syariah di Rumah Sakit Syariah Sultan Agung Semarang. Rumah sakit
syariah dalam pelaksanaannya harus mengacu pada fatwa DSN MUI No.107. Dengan
adanya studi ini dapat mengetahui kegiatan rumah sakit syariah dalam
pelaksanaannya telah menerapkan fatwa DSN MUI No. 107. Studi ini menjelaskan
seberapa besar pengaruh DPS di rumah sakit Islam Sultan Agung Semarang atas
pelaksanaan fatwa DSN MUI No. 107 tentang Pedoman Penyelengaraan Rumah
Sakit Syariah berdasarkan Prinsip Syariah, dengan kebijakan DPS yang akan menjaga
kesyariahan rumah sakit agar selalu sesuai dengan prinsip syariah.
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah
penelitian hukum empiris, yang merupakan penelitian dengan mengamati langsung
yang mengamati langsung di Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang. Dengan
penelitian lapangan peneliti menggabungkan fakta dan teori-teori yang diambil dari
studi kepustakaan dari buku-buku dan peraturan peundang-undangan serta fatwa dari
DSN MUI sebagai rujukan yang berhubungan dengan penelitian yang dikerjakan.
Hasil penelitian menunjukan bahwa penerapan fatwa DSN MUI No. 107
tentang Pedoman Penyelengaraan Rumah Sakit Syariah berdasarkan Prinsip Syariah
belum terlaksana dengan sempurna karena masih ada akad yang belum sesuai dengan
fatwa DSN MUI, pengadaan obat-obatan yang belum sepenuhnya bersertifikasi halal
yang disebabkan tarik ulur Kementerian kesehatan yang meminta perusahaan farmasi
untuk masuk di dalam Undang-undang Jaminan Produk Halal. Kebijakan DPS
sangatlah berpengaruh di rumah sakit Islam Sultan Agung Semarang, dibuktikan
dengan kebijakan DPS dalam pelaksanaan akad syariah yang masih belum sesuai
dengan fatwa dalam hal penyelesaian sengketa yang menggunakan jalur litigasi
Pengadilan Negeri.
Kata Kunci: Penerapan Prinsip Syariah, Rumah Sakit Syariah.
Pembimbing: Abdurrauf, MA
Daftar Pustaka:1993s.d.2018
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufiq, dan
hidayah-Nya serta memberikan berkah, kasih sayang dan karunianya sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Penerapan prinsip-prinsip
syariah dalam rumah sakit Islam Sultan Agung Semarang”. Shalawat dan salam
kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menghantarkan umatnya dari kegelapan
dunia ke zaman peradaban ilmu pengetahuan.

Penulis sangat bahagia dan bersyukur karena dapat menyelesaikan tugas akhir
dalam jenjang pendidikan Strata Satu (S1) yang penulis tempuh telah selesai. Serta
penulis tidak lupa meminta maaf apabila didalam penulisan skripsi ini ada yang
kurang berkenan dihati para pembaca karena penulis menyadari penulis masih jauh
dari kesempurnaan.

Selanjutnya penulis menyadari bahwa skripsi ini tidaklah mungkin dapat


tercapai tanpa dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu sebagai
ungkapan rasa hormat yang amat mendalam. Penulis mengucapkan terima kasih
kepada:

1. Dr.H.Asep Saepudin Jahar, Phd. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum


Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. A.M. Hasan Ali, MA dan Abdurrauf, MA Ketua dan Sekretaris Prodi Hukum
Ekonomi Syariah Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Pembimbing akademik dan seluruh Dosen Fakultas Syariah dan Hukum.
4. Dosen Pembimbing Skripsi Abdurrauf, MA yang selalu memberi pengarahan,
pembelajaran yang baru bagi saya dengan penuh keikhlasan, kesabaran, dan
keistiqomahan dalam menyelesaikan skripsi ini
5. Terkhusus kepada kedua orang tua yang sangat saya cintai dan sayangi,
ayahanda tercinta Drs, Syarif Hidayatullah, MH dan Ibunda tercinta Dra,
Romelah yang selalu mendoakan dam memberikan semangat kepada ananda

i
untuk menyelesaikan skripsi ini, serta telah mengorbankan seluruh hidupnya
untuk membahagiakan dan membesarkan penulis hingga saat ini. Tidak akan
pernah dan mustahil mampu membayar apa yang telah diberikan selama ini.
Kedua orang tua yang selalu menjadi sumber inspirasi penulis dalam
menjalankan kehidupan dan menyelesaikan skripsi ini
6. Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan buat adik penulis Ade
Ivy Malihah, Nu`man Faqih dan Lulu Rosya Luqiana yang ikut selalu
mendukung dan memberikan semangat, mendoakan penulis dan selalu
menjadi adik yang dibanggakan.
7. Terima kasih juga buat pihak Rumah Sakit Islam Sultan agung Semarang
yang memberikan penulis kesempatan untuk meneliti di sana.
8. Terima kasih juga buat teman-teman Jurusan Hukum Ekonomi Syariah UIN
Jakarta angkatan 2014 khususnya kelas C yang telah mendukung penulis
dalam perkuliahan dan juga dalam penulisan skripsi ini
9. Terima kasih buat orang terdekat penulis yaitu teman-teman kosan
diantaranya Jihan Ardiansyah, Fahmi Hanif, Lalu Rizal Putraji, Naufal shidqi,
yang selalu memberikan motivasi dan juga menemani selama proses
pembuatan skripsi ini.
10. Terima kasih juga buat sahabat-sahabat yang ikut serta membantu dalam
penulisan skripsi ini yaitu, Agnes Fitriyantica, Maya, Sitti Khadijah, Arifan,
Muhammad Riski, Ratna, Fitri, Olga dan Kelompok KKN NASA 061.

Semoga amal baik mereka semua dibalas berlipat ganda oleh Allah SWT.
Sesungguhnya hanya Allah SWT yang membalas kebaikan mereka dengan
kebaikan berlipat ganda.

Jakarta, 24 Mei 2018

Muhammad Farhan
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................................... 1
LEMBAR PERNYATAAN .................................................................................................... 0
ABSTRAK ............................................................................................................................... 0
KATA PENGANTAR .............................................................................................................. i
DAFTAR ISI........................................................................................................................... iii
BAB I ........................................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................................. 1
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah ................................................ 3
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................................................. 4
D. Literatur Review .......................................................................................................... 5
E. Kerangka Teori ............................................................................................................ 9
F. Metode Penelitian ...................................................................................................... 12
G. Sistematika Penulisan................................................................................................ 14
BAB II .................................................................................................................................... 16
RUMAH SAKIT SYARIAH ................................................................................................ 16
A. Pengertian Rumah Sakit Syariah ............................................................................. 16
B. Prinsip Ekonomi Syariah .......................................................................................... 16
C. Akad-Akad Syariah dalam Rumah Sakit Syariah ................................................. 20
1. Ijarah...................................................................................................................... 20
2. Murabahah ............................................................................................................ 24
3. Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik ............................................................................ 28
4. Musyarakah Mutanaqishah ................................................................................. 30
5. Mudharabah .......................................................................................................... 37
6. Wakalah Bil Ujrah ................................................................................................ 41
BAB III................................................................................................................................... 46
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN .............................................................................. 46
A. Sejarah Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang ........................................... 46
B. Letak Geografis Rumah Sakit Sultan Agung Semarang ....................................... 48
C. Falsafah, Motto, Visi-Misi, dan Tujuan Rumah Sakit ........................................... 48
D. Fasilitas Pelayanan .................................................................................................... 51
iii
BAB IV ................................................................................................................................... 57
ANALISIS DAN PEMBAHASAN ....................................................................................... 57
A. Implementasi Fatwa DSN No. 107 Pada Rumah Sakit Islam Sultan Agung
Semarang ........................................................................................................................... 57
B. Peran DPS dalam mengawasi kepatuhan Rumah Sakit atas Fatwa DSN MUI No.
107 76
BAB V .................................................................................................................................... 82
PENUTUP.............................................................................................................................. 82
A. Kesimpulan ................................................................................................................ 82
B. Saran ........................................................................................................................... 84
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 85
LAMPRAN-LAMPIRAN ....................................................................................................... 89
DAFTAR BAGAN
No Judul Bagan Hal
Bagan 1.1 Sekema Rumah Sakit menurut maqasidu syariah 11
Bagan 4.1 Sekema Ijarah 59
Bagan 4.2 Sekema Murabahah 60
Bagan 4.3 Sekema Mudharabah 61
Bagan 4.4 Sekema IMBT 62
Bagan 4.5 Sekema Wakalah bil ujrah 63
Bagan 4.6 Sekema MMQ 64
Bagan 4.7 Sekema Qardh 64
Bagan 4.8 Sekema Ba`i 65
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Perkembangan ekonomi syariah di indonesia dimulai dari tahun
1980 dengan diskusi mengenai lembaga keuangan syariah sebagai salah satu
pilar perekonomian masyarakat di Indonesia. Mulailah pada awal tahun

1990 an diawali dengan berdirinya Bank Muamalat pada tahun


1992.1 Perkembanagan Ekonomi Syariah termasuk pesat terbukti dengan
adanya 45 cabang di seluruh Indonesia, sebagai bukti lembaga keuangan
syariah disambut baik oleh masyarakat Indonesia khususnya yang
beragama Islam.

Kelahiran lembaga keuangan yang berdasarkan prinsip syariah


menjadi batu loncatan lemabaga keuangan lainnya seperti perusahaan
asuransi dan juga dalam bidang pembiayaan. Setelah banyak muncul
produk dan jasa keuangan yang hadir untuk memenuhi kebutuhan
perekonomian dengan transaksi secara halal, semangat itupun semakin
berkembang dengan adanya produk dan jasa kesehatan dengan prinsip
syariah. Rumah Sakit yang berbasis syariah adalah tempat yang menjamin
terselenggaranya perwujudan konsep syariah dalam rangka memfasilitasi
kebutuhan jasmani maupun rohani semua komponen/elemen dalam rumah
sakit itu. Karena kesehatan adalah anugrah yang terbaik yang diberikan
Allah SWT kepada manusia setelah islam.2

MUKISI adalah Majlis Upaya Kesehatan Islam Seluruh Indonesia, MUKISI


didirikan pada tanggal 12 Juli 1994 di Yogyakarta dan dideklarasikan pada
tanggal 1 Oktober 1994 di Ciloto Jawa Barat. MUKISI adalah penggagas
berdirinya Rumah Sakit yang bersertifikasi Syariah yang di sahkan oleh

1
Rachmadi Usman, Aspek Hukum Perbankan Syariah Di Indonesia (Jakarta: PT Sinar
Grafika, 2012. Cet.Pertama), h., 70.
2
Abdul Basith Muhammad as-Sayyid, Pola Makan Rasulullah (Jakarta: PT Al Mahira,
2014. Cet. Tujuh), h., 76.

1
2

DSN MUI dengan adanya Fatwa DSN-MUI No. 107/DSN-MUI/X/2016


tentang Pedoman Penyelenggaraan Rumah Sakit Berdasarkan prinsip
syariah. Kode etik Rumah Sakit Syariah, Kode Etik Dokter di Rumah Sakit
Syariah, Standar Pelayanan Minimal di Rumah Sakit Syariah dan pedoman
panduan lainnya dalam rangka menyiapkan rumah sakit menuju Rumah
Sakit Syariah.

Sekarang di Indonesia kurang lebih terdapat 100 Rumah Sakit Islam yang ingin
meningkatkan pelayanan kesehatan islami. Setidaknya ada 51 persyaratan
standar serta 173 elemen penilaian untuk menjadikan Rumah Sakit
bersertifikat Syariah. Hingga kini di Indonesia baru terdapat dua Rumah Sakit
Islam yang telah bersertifikat Syariah yaitu Rumah Sakit Islam Sultan Agung
Semarang dan Rumah Sakit Islam Bantul.

Rumah sakit syariah adalah rumah sakit yang seluruh aktivitasnya


berdasarkan pada maqashid al syariah, yaitu hifzh ad-din, hifzh an-nafs, hifzh
al-aql, hifzh al-nasl, hifh al-mal.Transaksi, pelayanan, obat-obatan dan makan,
dan pengelolaan dana harus sesuai dengan prinsip syariah.

Rumah Sakit yang bersertifikat Syariah tentunya akan memakai akad-


akad atau kotrak yang sesuai dengan prinsip syariah. Sesuai dengan fatwa
DSN-MUI No. 107/DSN-MUI/X/2016 tentang Pedoman Penyelenggaraan
Rumah Sakit Berdasarkan prinsip syariah, akad-akad yang dipakai dalam
transaksi keuangan di dalam Rumah Sakit syariah ialah akad
ijarah, akad jual beli, akad mudharabah, akad ijarah muntahiyyah bit-
tamlik, akad musyarakah mutanaqishah, akad wakalah bil ujrah. Dengan
ini penulis ingin meneliti skema akad- akad syriah yang ada dalam lembaga
kesehatan. Jika kita lihat dalam lembaga keuangan akad-akad syariah akad
dipakai pada transaksi antara lembaga atau Bank dengan nasabah, tentusaja
kita telah mengetahui konsepnya. Namun coba kita lihat pada lembaga
kesehatan yaitu Rumah Sakit, masih banyak orang bertanya-tanya
bagaimana pengaplikasian akad-akad syariah di dalam Rumah Sakit? Siapa
saja pihak-pihak yang ada dalam transaksi tersebut?.
3

Dengan adanya latar belakang di atas penulis tertarik untuk


melakukan penelitian dengan judul “Penerapan prinsip-prinsip syariah
dalam rumah sakit Islam Sultan Agung Semarang”.

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah


1. Identifikasi Masalah

Perkembangan ekonomi syariah yang pesat serta merta


menciptakan semangat bagi masyarakat Indonesia khususnya umat muslim
dalam menjalankan perekonomian dengan konsep dan prinsip yang sesuai
dengan syariat Islam. Perkembangan tersebut merambat kepada bidang
kesehatan, dengan munculnya Rumah Sakit syariah yang bersertifikat yang
dibrikan oleh DSN MUI. Dengan adanya Rumah Sakit syariah otomatis
semua yang ada dalam Rumah Sakit dari mulai pelayanan, obat-obatan,
kontrak dan transaksi harus sesuai dengan prinsip syariah. Berdasarkan
ketentuan yang ada, ada perbedaan antara penerapan akad-akad syariah
yang ada di Rumah Sakit dan yang ada di Bank atau lembaga keuangan
syariah. Tidak semua orang tidak tau bagaimana skema akad atau kontrak
syariah pada Rumah Sakit syariah. Tidak hanya skema akad, standararisai
yang dibuat oleh MUKISI sangatlah banyak ada 51 persyaratan standar
serta 173 elemen penilaian untuk menjadikan rumah sakit bersertifikat
Syariah.

2. Pembatasan Masalah
Untuk mempermudah pembahsan dalam penulisan skripsi ini.
Penulis membatasi masalah yang akan dibahas sehingga pembahasan
lebih jelas dan terarah sesuai dengan yang diharapkan penulis. Disini
penulis hanya akan membahas akad-akad syariah yang digunakan untuk
transsaksi di dalam Rumah Sakit syariah dan bagaimana standarisasi
Rumah Sakit syariah oleh DSN MUI. Dan rumah sakit yang akan dibahas
oleh penulis adalah Rumah Sakit Islam Sultan Agung di Semarang.
4

3. Perumusan Masalah
a. Bagaimana implementasi atau penerapan prinsip Syariah dan Fatwa
DSN No. 107 tentang Pedoman Penyelengaraan Rumah Sakit
Syariah berdasarkan Prinsip Syariah di Rumah Sakit Islam Sultan
Agung Semarang?
Seberapa besar pengaruh DPS terhadap kepatuhan Rumah Sakit Islam
Sultan Agung Semarang atas Fatwa DSN MUI No. 107 tentang
Pedoman Penyelengaraan Rumah Sakit Syariah berdasarkan Prinsip
Syariah?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian


Tujuan penelitian yang dilakukan adalah:
1. Untuk mengetahui implementasi atau penerapan Fatwa DSN No.107
tentang Pedoman Penyelengaraan Rumah Sakit Syariah berdasarkan
Prinsip Syariah di Rumah Sakit Syariah Sultan Agung Semarang.
2. Untuk mengetahui pengaruh DPS terhadap kepatuhan Rumah Sakit
Syariah Sultan Agung Semarang atas Fatwa DSN MUI No. 107
tentang Pedoman Penyelengaraan Rumah Sakit Syariah berdasarkan
Prinsip Syariah.

Manfaat penelitian yang dilakukan adalah:

1. Kegunaan teoritis
Hasil penelitian ini diharapakan dapat bermanfaat bagi para
akademisi, praktisi hukun. Agar dapat mengetahui skema dari akad
syariah yang ada di Rumah Sakit syariah, dan juga mengenai
standarisasi yang harus dipenuhi agar menjadi rumah sakit yang
bersertifikat syariah. Sehingga ketika ada kasus yang dikatagorikan
sebagai sengketa ekonomi syariah yang melibatkan rumah sakit
syariah dan pihak yang terkait, atau menengenai pengaduan mengenai
standar kesyariahan sebuah Rumah Sakit syariah. Para akademisi dan
5

praktisi hukum dapat menyelesaikan kasus atau perkara yang dihadapi


kedepannya.

2. Kegunaan praktis.
Semoga penelitian ini dapat memeberikan kepada masyarakat
sebagai pembaca secara praktis dalam menghadapi masalaha yang
baarkaitan dengan akad atau kontark syariah maupun standarisasi
Rumah Sakit syariah di dalam kehidupan bermasyarakat.

D. Literatur Review

NO Judul Penelitian Pembahasan Aspek Pembeda


1 Skripsi: Analisis Penelitian tersebut pada penelitian ini
Terhadap Aplikasi menjelaskan saya membahas
Pembiayaan Ijarah bagaimana penerapan akad
Multijasa Pada BMT pengaplikasian ijarah antara
AL-Munawwarah, akad ijarah pada Rumah Sakit dan
Indah Deliyani, BMT Al- tenaga kesehatan
Program Studi Munawwaroh atas pelayanan
Muamalat Fakultas dengan cara kesehatan, antara
Syariah Dan Hukum mengajukan Rumah Sakit dan
Universitas Islam pembiayaan kepada pasien atas jasa
Negeri Jakarta Syarif pihak BMT dengan pengobatan
Hidayatullah 2008 memberikan penyakit yang
spesifikasi jasa dialami pasien.
yang dibutuhkan
mitra dan setelah
terjadi kesepakatan
maka dilakukanlah
akad ijarah.
2 Skripsi: Penerpan Penelitian tersebut pada penelitian ini
Akad Wakalah Bil menganalisis yang menjadi
6

Ujrah Pada Produk pelaksanaan akad pembeda adalah


Asuransi Pendidikan Wakalah bil Ujrah membahas
PT Takaful Keluarga pada produk penerapan akad
dan PT Bringin Life asuransi pendidikan wakalah bil ujrah
Syariah, Kunnaenih, di PT Takaful antara Rumah Sakit
Program Studi Keluarga dan PT sebagai wakil dan
Muamalat Fakultas BRIngin Life pemasok obat
Syariah Dan Hukum Syariah. sebagai muwakil
Universitas Islam pelaksanaan akad atau pemberi kuasa
Negeri Jakarta Syarif Wakalah bil Ujrah untuk menjual obat
Hidayatullah 2016 pada produk kepada pasien.
asuransi pendidikan
PT Takaful
Keluarga dan PT
BRIngin Life
Syariah terdapat
beberapa unsur
yang terkait
didalamnya yaitu
formulir
permohonan
peserta (SPAJ),
ikhtisar polis,
ketentuan atau
syarat-syarat umum
dan khusus serta
ilustrasi polis.
3 Skripsi: Penerapan Penelitian tersebut Aspek pembeda
Akad Ijarah membahas tentang dalam penelitian ini
Muntahiya Bittamlik mekanisme adalah penerapan
Dalam Sistem pembiayaan akad akad IMBT antara
7

Pembiayaan Barang Ijarah Muntahiya Rumah Sakit


Modal Di Bank Bittamlik, jaminan dengan alat
Syariah Mandiri dalam pembiayaan pemasok alat
Kantor Cabang Solo, Ijarah Muntahiya kesehatan dan
Nugraha Prihutama, Bittamlik, pemasok alat
FAKULTAS hambatan dan laboratorium yang
HUKUM antisipasi tindakan dimana pada akad
UNIVERSITAS penyelesaian ini terjadi
SEBELAS MARET nasabah yang tidak perpindahan
SURAKARTA 2015 mau membayar. kepemilikan barang
sewa dari mu`jir
kepada musta`jir.
4 Skripsi: Pemahaman Penelitian tersebut Aspek pembeda
Dan Penerapan Akad membahas tentang dalam penelitian ini
Dalam Transaksi Jual Penerapan akad adalah membahas
Beli Di Pasar yang dilakukan tentang penerapan
Tradisional (Studi pedagang pakaian akad jual-beli atau
Terhadap Pedagang di kota Sampit ba`i yang mana
Pakaian di Pusat berbeda-beda, dari pihak Rumah Sakit
Perbelanjaan tujuh pedagang sebagai pembeli
Mentaya Kota hanya lima dan pemasok obat-
Sampit),M.ASLIAN pedagang yang obatan menjadi
UR INSTITUT menerapkan penjual.
AGAMA ISLAM akadnya yaitu ijab
NEGERI dan kabul.
PALANGKA RAYA Sedangkan dua
FAKULTAS pedagang lainnya
SYARIAH tidak
JURUSAN menerapkannya
SYARIAH dengan alasan
PROGRAM STUDI bahwa ijab dan
8

HUKUM kabul itu tidak


EKONOMI harus diucapkan
SYARIAH TAHUN secara lisan, karena
1438 H / 2016 M menurut mereka
berdua, akad itu
sudah sah apabila
barang yang
ditransaksikan itu
sudah berada di
tangan si pembeli
dan tanpa ada unsur
paksaan dan
dilakukan dengan
rasa suka sama suka
dari para pihak.
5 Tesis: Penerapan Penelitian tersebut Aspek pembeda
Akad Musyarakah membahas tentang pada penelitian ini
Mutanaqisah Dalam proses pemindahan adalah penerapan
Pembiayaan kepemilikan Bank akad Musyarakah
Kepemilikan Rumah Muamalat atas Mutaqisah antara
Pada Bank Muamalat rumah yang Rumah Sakit dan
Indonesia Kantor menjadi obyek pengelola
Cabang Pembantu musyarakah menyatukan modal
Madiun, Dian menjadi milik usaha dan porsi
Nuryanti, SE., SH, nasabah. kepemilikan modal
FAKULTAS pemasok berkurang
HUKUM karena pemindahan
MAGISTER modal kepada
KENOTARIATAN rumah sakit secara
UNIVERSITAS bertahap.
9

SEBELAS MARET
SURAKARTA 2015
Tabel 1.1 Review Studi Terdahulu

E. Kerangka Teori
1. Kerangka Teori
Dalam penelitian ini penulis menggunakan teori evektivitas hukum. Achmad Ali
berpendapat bahwa ketika kita ingin mengetahui sejauh mana efektivitas dari
hukum, maka kita pertama-tama harus dapat mengukur “sejauh mana
aturan hukum itu ditaati atau tidak ditaati”. Lebih lanjut Achmad Ali pun
mengemukakan bahwa pada umumnya faktor yang banyak mempengaruhi
efektivitas suatu perundang-undangan adalah profesional dan optimal
pelaksanaan peran, wewenang dan fungsi dari para penegak hukum, baik
di dalam menjelaskan tugas yang dibebankan terhadap diri mereka
maupun dalam menegakkan perundang-undangan tersebut3.
Teori efektivitas hukum menurut Soerjono Soekanto adalah bahwa
efektif atau tidaknya suatu hukum ditentukan oleh 5 (lima) faktor, yaitu :
a. Faktor hukumnya sendiri (undang-undang).
b. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk
maupun menerapkan hukum.
c. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.

d. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut


berlaku atau diterapkan.
e. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa
yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

Faktor yang pertama adalah hukum, hukum dalam penelitian ini


adalah Fatwa DSN MUI yang menjadi acuan bagi rumah sakit dalam

3
Achmad Ali,Menguak., Teori Hukum dan Teori Peradilan Vol.1(Jakarta: Kencana,
2010), h. 375.
10

melaksanakan prinsip syariah. Faktor yang kedua adalah penegak hukum,


penegak hukum disini adalah DPS yang selalu mengawasi agar rumah sakit selalu
melaksanakan semua kegiatannya sesuai prinsip syariah, dan juga DSN sekalu
pembuta Fatwa tantang rumah sakit syariah. Faktor saran atau fasilitas yang
mendukung DPS dalam melaksanakan pengawasannya di rumah sakit syariah.
Faktor masyarakat di sini ialah semua yang terlibat dalam kegiatan di rumah
sakit dari mulai pekerja yang ada di rumah sakit dan juga pasien yang
berobat di rumah sakit. Faktor kebudayaan disini adalah hal-hal yang
biasa terjadi di rumah sakit syariah yang tentunya sesuai dengan prinsip
syariah4.

Menurut Atho Mudzhar, sebuah aturan tidak akan bejalan efektif


jika hanya berupa seruan dan anjuran belaka, apalagi jika rendahnya
kesadaran hukum dalam suatu masyarakat tersebut. Atho Mudzhar
mengutarakan ada beberapa atribut atau identitas yang dibutuhkan untuk
menunjang efektivitas suatu hukum, yaitu;

a. attribute of authority (hukum harus diterbitkan oleh pihak atau


lembaga yang memiliki kewenangan di dalam masyarakat),
b. attribute of universal application (aturan hukum harus
memiliki keluasan dan berdaya jangkau masa depan),
c. attribute of obligation (sebuah aturan haruslah jelas apa
substansinya, berupa perintah atau larangan), dan
d. attribute of sunction (sanksi daripada sebuah aturan).

Sebagai cendekiawan muslim, Atho Mudzhar juga berbicara


tentang fatwa, di mana fatwa juga sebagai salah satu produk hukum
Islam di kalangan masyarakat. Menurutnya, suatu fatwa tidak terlepas
dari faktor-faktor sosial-politik yang berkembang di masyarakat. Fatwa
adalah nasihat agama hasil ijtihad yang disampaikan kepada umat atas

4
Soerjono Soekanto., Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum (Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2008), h. 8.
11

kebutuhan umat itu sendiri. Menurut Atho, fatwa berbeda dengan


putusan, karena fatwa bersifat tidak mengikat dalam arti bahwa
peminta nasihat tidak wajib mengikuti fatwa yang diberikan tersebut.
Implementasi produk hukum berupa aturan atau fatwa akan menghadapi dimensi empirisnya.
Hukum dan fatwa akan diuji tingkat efektivitasnya di ruang publik (masyarakat luas), apakah
produk hukum tersebut hanya sebatas lontaran wacana (discourse) atau akan menuai kepatuhan
publik (umat).

2. Kerangka Konseptual.
Rumah sakit syariah menurut MUKISI adalah rumah sakit yang seluruh aktifitasnya
berdasarkan pada Maqasidu Syariah. Hal ini sesuai dengan konsep Maqasidu Syariah
menurut Imam Syatibi yaitu:
a. Memelihara Agama (hifzh ad-din).
b. Memelihara jiwa (hifzh an-nafs).
c. Memelihara keturunan (hifzh an-nasl).
d. Memelihara akal (hifzh al-aql).
e. Memelihara harta (hifzh al-mal).
Untuk jelasnya kerangka pikir dapat digambarkan sebagai berikut:

h
i
hifzh an-nafs f
z
h Rumah sakit
Rumah sakit
hifhz an-nasl yang sesuai
syariah a prinsip syariah
d
hifzh al-aql -
d
i
hifzh al-mal n
Bagan 1.1 Kerangka Pemikiran
12

F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini


adalah metotode penelitian hukum empiris, yang merupakan penelitian
dengan mengamati langsung yang mengamati langsung di Rumah Sakit
Islam Sultan Agung Semarang. Dengan penelitian lapangan peneliti
akan menggabungkan fakta dan teori-teori yang diambil dari studi
kepustakaan dari buku-buku dan peraturan peundang-undangan serta
fatwa dari DSN MUI sebagai rujukan yang berhubungan dengan
penelitian yang dikerjakan.

2. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu dengan


melakukan analisis Fatwa DSN-MUI No. 107/DSN-MUI/X/2016
tentang Rumah Sakit Syariah dengan cara menguraikan dan
mendiskripsikan putusan fatwa, kemudian dihubungkan dengan apa ang
terjadi dilapangan sehingga mendapatkan kesimpulan yang objektif,
logis, konsisten dan sistematis.5

3. Sumber Pengumpulan Data

Sumber pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini


adalah data primer yaitu: data yang diperoleh langsung dari subyek
penelitian yaittu hasil wawancara atau data dokumen yang diperoleh
dari pihak Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang. Sumber
pengumpulan data kedua yaitu data skunder: Fatwa DSN-MUI No.
107/DSN-MUI/X/2016 tentang Rumah Sakit Syariah, bahan-bahan
hukum yang menjelaskan menegenai bahan primer seperti buku-buku,
pendapat ulama, penjelasan dari pihak rumah sakit, penejelasan dari
praktisi hukum ekonomi syariah.

5
Amirudin Zainal Asikin., Pengantar Metode Penelitian Hukum. (Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada. 2003)
13

4. Teknik Pengumpulan Data


a. Wawancara
Wawancara merupakan alat pengumpulan data untuk
memeperoleh informasi langsung dari sumbernya.6 Proses
wawancara ini akan ditujukan kepada beberapa nara sumber
diantaranya:
1) DPS (Dewan Pengawas Syariah) Rumah Sakit Islam Sultan
Agung Semarang.
2) DSN (Dewan Syariah Nasional) sebagai pembuat fatwa
tentang rumah sakit syariah.
3) MUKISI (Majlis Upaya Kesehatan Islam Seluruh
Indonesia).
b. Studi Pustaka.
Studi pustaka ialah serangkaian kegiatan yang berkenaan
dengan cara pengumpulan data pustaka7 dengan cara membaca buku
buku yang relevan dengan masalah yang diteliti. Studi ini dilakukan
untuk menguji kebenaran antara teori yang terdapat dalam buku
dengan praktek di lapangan.
c. Dokumentasi,
Dokumenter dalam penelitian ini dengan cara pengumpulan
data-data yang diperoleh dari Rumah Sakit Islam Sultan Agung
Semarang yaitu berupa dokumen kontrak akad syariah.
5. Subjek-Objek Penelitian
Subjek pada penelitian ini adalah Rumah Sakit Islam Sultan
Agung Semarang, sedangkan objek penelitian ini adalah akad-akad
syariah yang dipakai dalam berteransaksi di Rumah Sakit Islam Sultan
Agung Semarang.

6 Hermawan Wasito., Pengantar Metodelogi Penelitian. (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka

Utama. 1993), h. 71.


7 Mestika Zed., Metode Penelitian Kepustakaan. (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 2008).
14

6. Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan penulis adalah analisis
kualitatif. Analisis kualitatif yeng bersifat deskriptif merupakan metode
yang dipakai untuk menggambarkan suatu kondisi atau keadaan yang
sedang terjadi atau berlangsung, tujuannya agar dapat memberikan data
seteliti mungkin mengenai objek penelitian sehingga mampu menggali
hal-hal yang bersifat ideal, kemudian dianalisa berdasarkan peraturan
perundang undangan dan Fatwa DS
N-MUI yang berlaku.8
7. Teknik Penulisan

Teknik penulisan dalam penyusunan penulisan berpedoman


pada prinsip yang telah diatur di dalam buku pedoman skripsi Fakultas
Syariah dan Hukum 2017, agar penulisan skripsi ini sesuai dengan
kaidah penulisan skripsi.

G. Sistematika Penulisan
Sitematika penulisan menjelaskan tahap-tahap penulisan pelaporan
hasil penelitian. Skripsi ini secara keseluruhan terdiri dari lima bab sebagai
berikut adalah uraian dari setiap bab:
BAB I PENDAHULUAN.
Bab ini menjelaskan secara singkat kenapa penulis memilih judul
penelitian, yang didalamnya terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi
masalah, rumusan masalah, tujuan dan mafaat penelitian, literatur riveiw,
metode penelitian dan yang terakhir sistematika penelitian.
BAB II KAJIAN TEORITIS.
Dalam bab ini, penulis menerangkan mengenai rumah sakit syariah
serta akad-akad yang dipakai dalam transaksi di rumah sakit syariah yang
terdiri dari akad ijarah, akad ijarah muntahiyyah bit tamlik, akad bai`, akad
mudharabah, akad musyarakah mutanaqishah, akad wakalah bil ujrah. Bab

8
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta;kencana,2010), cet6, h. 132.
15

II juga menjelaskan secara umum tentang Fatwa DSN-MUI tentang rumah


sakit syariah.

BAB III GAMBARAN UMUM RUMAH SAKIT SYARIAH.


Dalam bab ini menerangkan tentang profil dari rumah sakit syariah
dimana peneliti melakukan penelitian yang terdiri dari: sejarah singkat
tentang rumah sakit syariah, visi, misi, dan struktur organisasidari rumah
sakit.
BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN.
Dalam bab ini berisi analisis data penemuan, dan menjawab dari
masalah penelitian. Yang terdiri dari skema akad syariah dalam transaksi di
dalam rumah sakit syariah, peran DPS dalam pengawasan di rumah sakit
syariah.

BAB V PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan dari penelitian dan rekomendasi.
Kesimpulan adalah penyederhanaan dari analisis data dan dapat ditarik dari
hasil pembuktian atau dari uraian yang telah dideskripsikan pada bab
sebelumnya yang behubungan erat dengan pokok masalah.9

9
Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum 2017 UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta., h.
16

BAB II

GAMBARAN UMUM RUMAH SAKIT SYARIAH

A. Pengertian Rumah Sakit Syariah

Pengertian rumah sakit dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomer 44 tahun


2009 tentang rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.1

Sedangkan yang dimaksud dengan rumah sakit syariah adalah rumah


sakit yang dalam pengelolaannya mendasarkan pada Maqashid Syariah yaitu
penjagaan agama, jiwa, keturunan, akal dan penjagaan harta.2Dengan kata lain
yang dimaksud dengan rumah sakit syariah adalah institusi pelayanan
kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara
paripurna dengan tata pengelolaannya berdasarkan prinsip syariah.

B. Prinsip Ekonomi Syariah


Pengertian Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan
perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki
kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah.3 Jadi yang dimaksud
prinsip syariah adalah prinsip yang digunakan dalam kegiatan

perbankan yang dikeluarkanoleh lembaga yang berwenang dalam hal ini


DSN-MUI.

Berdasarkan penjelasan Pasal 2 Undang-Undang No 21 Tahun 2008


Tentang Perbankan Syariah menyebutkan bahwa Kegiatan usaha yang

1
Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 tahun 2009 Tentang Rumah Sakit, pasal 1
2
Majelis Upaya Keshatan Islam Seluruh Indonesia (MUKISI), Pedoman Standar
Pelayanan Minimal Rumah Sakit Syariah dan Indikator Mutu Wajib Syariah, (Jakarta: MUKISI,
2017), h.2.
3
Undang-Undang Republik Indonesia No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, bab I, Pasal
1

16
17

berasaskan Prinsip Syariah, antara la in, adalah kegiatan usaha yang tidak
mengandung unsur:4

1. Riba, yaitu penambahan pendapat an secara tidak sah (batil) antara lain
dalam transaksi pertukaran barang sejenis yang tidak sama kualitas, kuantitas, dan
waktu penyerahan atau dalam transaksi pinjam- meminjam yang mempersyaratkan
Nasabah Penerima Fasilitas mengembalikan dana yang diterima melebihi pokok
pinjaman karena berjalannya waktu.
2. Maisir, yaitu transaksi yang digantungkan kepada suatu keadaan yang
tidak pasti dan bersifat untung-untungan.
3. Gharar, yaitu transaksi yang objeknya tidak jelas, tidak dimiliki, tidak
diketahui keberadaannya, atau tidak dapat diserahkan pada saat transaksi
dilakukan kecuali diatur lain dalam syariah.
4. Haram, yaitu transaksi yang objeknya dilarang dalam syariah.
5. Zalim, yaitu transaksi yang menimbulkan ketidakadilan bagi pihak
lainnya.

Islam sebagai agama Allah, mengatur kehidupan di dunia maupun di


akhirat. Prekonomian adalah sebagian dari kehidupan manusia.5 Ekonomi Islam
memiliki sifat dasar sebagai ekonomi Rabbani dan Insani. Dikatakan ekonomi
Rabbani karena ekonomi Islam syarat dengan tujuan dan nilai-nilai Ilahiyah.
Sedangkan ekonomi Islam dikatakan ekonomi Insani karena
ekonomi Islam dilaksanakan dan ditujukan untuk kemaslahatan
manusia.6hal ini dapat disadari dengan nilai-nilai dasar atau prinsip
eknonomi Islam, yaitu dengan empat nilai:

4
Undang-Undang Republik Indonesia Nomer.21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah
5
Nurul Huda dkk, Ekonomi Makro Islam Pendekatan Teoritis ( Jakarta: Prenada Media
Grup, 2008), h. 3.
6
Hulwati, Ekonomi Islam Teori dan Prakteknya dalam Perdagangan Obligasi Syariah di
Pasar Modal Indonesia dan Malaysia ( Ciputat: Ciputat Press, 2009) h. 1.
18

1. Ilahiyah

Nilai Ilahiyah atau nilai ketuhanan menjelaskan tentang keesaan Allah, yaitu
bagaimana hubungan manusia dengan Allah, serta hubungan manusia dengan
sesamanya dan juga alam sekitar. Semua mesti serasi dengan nilai-nilai yang
sudah ditetapkan oleh Allah.7 Oleh karena itu, Allah adalah pemilik hakiki.
Manusia hanya diberi amanat untuk memiliki untuk sementara waktu, sebagai
ujian bagi mereka.8 Manusia harus mempunyai keyakinan bahwa segala
sesuatu mesti tunduk kepada Allah dan tidak ada yang lebih berkuasa
kecuali Allah. Manusia akan senantiasa mengabdi kepada Allah bukan
hanya dalam bidang ibadah khusus seperti shalat, puasa dan haji, tetapi
mencakup semua aktivitas manusia, termasuk bidang ekonomi. Dengan
demikian ilahiyah atau nilai ketuhanan merupakan konsep terpenting
sebagai dasar keyakinan dalam Islam.

2. Khilafah

Dalam Al-qur`an, Allah berfirman bahwa manusia diciptakan


untuk menjadi khalifah di Bumi,9 yang artinya menjadi pemimpin dan
pemakmur bumi. Oleh karena itu, manusia adalah pemimpin. Nabi
bersabda “setiap dari kalian adalah pemimpin dan akan dimintai
pertanggung jawaban terhadap yang dipimpinnya” Hadis ini berlaku pada
setiap manusia, baik dia sebagai individu, kepala keluarga,
pemimpin masyarakat atau kepala negara.10 Pemimpin yang dibutuhkan
adalah pemimpin yang bertanggung jawab, sehingga dapat tercapainya
tujuan ekonomi islam yaitu kemaslahatan.

Penciptaan manusia sebagai khalifah merupakan rumusan untuk


membina konsep ekonomi islam. Makna khilafah dalam ekonomi Islam

7
Ibid h. 1.
8
Adiwarman A. Karim., Ekonomi Mikro Islam ( Jakarta: Rajawali Press, 2014) h. 33.
9
QS 2:30
10
Adiwarman A. Karim., Ekonomi Mikro Islam, h. 40.
19

dapat dijabarkan dalam beberapa pengertian. Dalam ekonomi Islam


nilai khilafah dapat diterapkan dengan tanggung jawab berperilaku
ekonomi dengan cara yang benar. Suatu usaha pemilikan, pengelolaan,
ataupun pemanfaatan sumber daya yang tidak benar akan bisa membuat
kerusakan pada lingkungan baik kerusakan yang dampak langsung
maupun kerusakan yang baru akan dirasakan akibatnya setelah beberapa
dekade kemudian.

3. Nubuwwah

Karena sifat rahim dan kebijaksanaan Allah, manusia tidak


dibiarkan begitu saja di dunia tanpa mendapat bimbingan. Karena itu
diutuslah para Nabi dan Rasul untuk menyampaikan petunjuk dari Allah
kepada manusia tentang bagaimana hidup yang baik dan benar di dunia,
dan mengajarkan jalan untuk kembali (taubat) keasal-muasal segala
sesuatu yaitu Allah. Fungsi Rasul adalah untuk menjadi model terbaik
yang harus diteladani manusia agar mendapat keselamatan di dunia dan
akhirat. Untuk umat Muslim,Allah telah mengirimkan manusia model
yang terakhir dan sempurna untuk diteladani sampai akhir zaman, Nabi
Muhammad Saw. Sifat-sifat utama sang model yang harus diteladani oleh
manusia pada umumnya dan pelaku ekonomi serta bisnis pada khususnya
adalah sebagai berikut:11

a. Sidiq (benar, jujur).


b. Amanah (tanggung jawab, dapat dipercaya, kredibilitas).
c. Fathonah (kecerdikan, kebijaksanaan, intelektualitas).
d. Tabligh (komunikasi keterbukaan dan pemasaran).
4. Keadilan

Allah adalah pencipta segala sesuatu, dan salah satu sifat-Nya


adalah adil. Dia tidak membeda-bedakan perlakuan terhadap makhluk-
Nya secara dzalim. Manusia sebagai khalifah di muka bumi harus

11
Adiwarman A. Karim., Ekonomi Mikro Islam, h. 38.
20

memelihara hukum Allah di bumi dan menjamin bahwa pemakaian


segala sumber daya diarahkan untuk kesejahteraan manusia, supaya
semua mendapat manfaat darinya secara adil dan baik.12

Dalam banyak ayat, Allah memerintahkan manusia untuk


berbuat adil. Islam mendefinisikan adil sebagai tidak menzalimi dan
tidak dizalimi. Implikasi ekonomi dari nilai ini adalah bahwa pelaku
ekonomi tidak dibolehkan untuk mengejar keuntungan pribadi bila hal

itu merugikanorang lain atau merusak alam. Tanpa keadilan, manusia akan
terkotak-kotak dalam berbagai golongan. Golongan yang satu akan
menzalimi golongan yang lain, sehingga terjadi eksploitasi manusia atas
manusia. Masing-masing beruasaha mendapatkan hasil yang lebih besar
daripada usaha yang dikeluarkannya karena kerakusannya.

Keadilan dalam hukum Islam berarti pula keseimbangan antara


kewajiban yang harus dipenuhi oleh manusia (mukallaf) dengan
kemampuan manusia untuk menunaikan kewajiban itu. Di bidang usaha
untuk meningkatkan ekonomi, keadilan merupakan “nafas” dalam
menciptakan pemerataan dan kesejahteraan, karena itu harta jangan hanya
saja beredar pada orang kaya, tetapi juga pada mereka yang
membutuhkan.13

C. Akad-Akad Syariah dalam Rumah Sakit Syariah


1. Ijarah
a. Pengetian Ijarah

Lafal al-ijarah dalam bahasa Arab berarti upah, sewa, jasa,


atau imbalan.14 Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang
atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan

12
Ibid h. 43.
13
Akhmad Mujahidin, Ekonomi Islam (Jakarta: Raja Wali Pers, 2007), h.16.
14
Nasrun Haoen., Fiqh Muamalah (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007 ), h. 228
21

pemindahan kepemilikan (ownership milkiyah) atas barang itu


sendiri.15

Secara terminologi, ada beberapa definisi akad ijarah yang


dikemukakan para ulama fiqih:

1) Ulama Hanafiyah mendefinikannya dengan:

‫ع ِق ِد عل من بِ ض‬
‫ِ ِ ِع‬
‫ي اف ِوع‬
ِ
22

Artinya: “Transaksi terhadap suatu manfaat dengan imbalan.”

2) Ulama Syafi`iyah mendefinisikannya dengan:


‫ض ِم ِعل ِو م‬ ‫ِلبِاحة بِ ِع ِو‬

ِ ‫ِع ِة ِم ِق ص ِو ِدة ِم ِعل ِو ِمة مبِاحة قِابِلِة لِ ِلبِ ِذ‬


‫ل ِوا‬
ِ‫ ِع ِق ِد ِعلِي ِم ِنف‬Artinya: “Transaksi terhadap suatu manfaat
yang dituju, tertentu, bersifat mubah dan boleh dimanfaatkan dengan
imbalan tertentu.”
3) Ulama Malikiyah dan Hanabilah mendefinisikannya dengan:
ِ‫ِع ِمنِاف‬ ‫ِو ِع بِ ِمة ِو ِعل ِم دة ِم ِةمبِاح ء ِي ِش‬ ِ‫ك ِي ِملِ ت‬
‫ض‬
Artinya: “Pemilikan manfaat sesuatu yang dibolehkan dalam waktu
tertentu dengan suatu imbalan.”

Sewa atau akad Ijarah dapat dipakai sebagai bentuk


pembiyaan, pada mulanya bukan merupakan bnetuk pembiayaan,
tetapi kativitas usaha seperti jual beli.16 Individu yang membutuhkan
pembiayaan untuk membeli aset dapat mendatangi pemilik dana
dalam hal ini bank ataupun lembaga keuangan dan nonkeuangan
yang telah mendapat standarisasi syariah oleh DSN MUI untuk
pembiayaan aset produktif. Pemilik dana kemudian membeli barang
yang dimaksud kemudian menyewakannya kepada yang
membutuhkan aset tersebut.

15
Muhammad Syafii Antonio., Bank Syariah dari Teori ke Praktik (Jakarta: Gema Insani,
2001 ), h. 177.
16
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta : Rajawali Press, 2015), h. 101

Dasar Hukum
23

2) Al –Qur`an
a) Firman Allah surat az-Zukhruf, 43: 32:
‫ِم فِى حيِ ِو ِة ٱل ِِد ِنيِا‬ ِ‫ب‬ ‫أِه ِم مون رح مت رب‬
‫ٱ ِل ت‬
‫شِه‬ ِ ‫ِنِه م‬ ‫ِ نِ ق ي‬ ‫يِ ِق س‬
‫ح ِ س ِمنِا عيم‬ ‫ِ ك‬
‫ن‬
17
... ‫بِ م بِ ضا سخري ِا‬ ‫ِم بِ ِ ِج‬ ِ‫ورفِ ِعنِا ب‬
‫ِع فِ ِع ضدر لِ ِعخ ِع‬
‫ضه‬
‫ِي ِذ‬ ‫ضه ق‬ ‫ِو‬
‫ِتت‬
Artinya: “Apakah mereka membagi-bagi rahmat Tuhanmu?
Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam
kehidupan dunia, dan kami telah meninggikan sebagian mereka
atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian dari
mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain...”
b) Firman Allah surat al-Baqarah 2: 233:
ِ‫ِِل فِ ِمك ِد ِلِ ِو أ‬ ‫ِذا إِ ِمك ِي ِعلِ ِحجنِا‬ ‫ م ِيت ِءاتِ ماِ م ِمت ِسل‬... ِ‫ِوإ‬
‫ض ِر ِستِ تِ أِن ِم ِردتِِ أِ ِن‬ ِ ‫ِ ِوع‬‫ا‬
ِ‫ٱ ِللِ ِوٱ ِعلِ م ِو ِا أِ ن ٱ ِللِ بِ ِما تِ ِع ِمل و ِن ب‬
18
‫صي ِر‬ ِ
ِ ِ ‫بِٱ ِل ِم ِع رو‬
‫ف ِوٱت ق و ا‬
Artinya: “... Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang
lain, tidak dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran
menurut yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah
bahwa Allah maha melihat apa yang kamu kerjakan.”
2) Hadis
a) Hadis riwayat Ibn Majah dari Ibnu Umar, bahwa Nabi
bersabda:
‫ِج ِي ِر أِ ِج ِره قِ ِب ِل أِ ِن يِ ِج‬
ِ‫ِأل‬
‫ أِ ِعط وا ا‬19 ‫ف ِع ِرق ه‬
Artinya: “Berikan upah pekerja sebelum keringatnya
kering.”

17
Al-Quran 43: 32.
18
Al-Quran 2: 233.
19
Ibnu Majah, Shahiih Sunan Ibnu Majah (Bait Afkar), h.264.
24

b) Hadis riwayat Abd ar-Razzaq dari Abu Hurairah dan Abu


Sa`id al- Khudri, Nabi SAW bersabda:
20
ِ‫ِعلِ ِمه جره‬ ‫ من ا ست جر‬.
ِ‫ِ اِ ِ اِرا ف‬
‫يج‬ ‫أ‬
ِ‫ِي‬‫ل‬
ِ
Artinya: “Barang siapa memperkerjakan pekerja,
beritahukanlah upahnya.”

Dua hadist di atas menjelaskan kewajiban seseorang yang


memperkerjaan pekerja agar memberikan upah yang sepadan dengan
pekerjaan yang diberinya. Perumpamaan keringat yang kering
adalah tidak menunda-nunda pembayaran setelah pekerjaan selsai
dan memberitahu upah yang akan diberikan.

3) Kaidah Fiqih
a) Kaidah yang pertama
21
‫ِ ِمهِا‬ ‫إِال أِ ِن يِ د ل ِدلِ ي‬
‫ِ ِل ِعل ِى تِ ِح ِر ي‬

ِ ِ‫ِا ِمِل‬
‫ت ا ِلبِاحة‬ ِ ِ‫ األ‬Artinya: “Pada
‫ص ل فِ ِى ال م ع‬
dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada
dalil yang mengharamkannya.”
b) Kaidah yang kedua
‫ِمفِا ِس ِد مقِ د ِم ِعلِى ِج ِل‬ ‫ا ِل‬
‫ِدءر‬22 ‫ح‬
ِ ِ‫صال‬
ِ ‫ب ا ِل ِم‬
ِ
Artinya: “Menghindarkan mafsadat atau kerusakan harus
didahulukan atas mendatangkan kemaslahatan.”
c. Rukun dan Syarat
Rukun dari akad ijarah yang harus dipenuhi dalam transaksi
keuangan yaitu:
1) Ijab dan Qobul.
2) Musta`jir (penyewa).
3) Mu`jir (pemilik).
4) Ma`jur (aset yang disewakan).

20
Ibnu Hajar Asqalani, Talkhis al-Habir,(Darul Kutub Ilmiyah), juz 3, h. 143.
21
Ahmad Dzajuli, Kaidah-Kaidah Fikih, (Jakarta: Kencana, 2007), h. 130.
22
Ahmad Dzajuli, Kaidah-Kaidah Fikih, h. 28.
25

5) Ujrah (upah atau harga sewa).


Syarat dari akad ijarah yang terdiri dari sebagai berikut:
1) Kedua orang yang berakad, menurut ulama Syafi`iyah dan
Hanabilah, disyaratkan telah balig dan berakal.
2) Kedua belah pihak yang berakad menanyatakan kerelaannya
untuk melakkukan akad ijarah.
3) Manfaat yang menjadi objek ijarah harus diketahui secara
sempurna, sehingga tidak muncul perselisihan di kemudian hari.
4) Objek ijarah itu boleh diserahkan dan dipergunaan secara langsung
dan tidak boleh cacat.
5) Objek ijarah itu sesuatu yang dihalalkan oleh syariat.
6) Objek ijarah adalah sesuatu yang dapat disewakan.
7) Upah sewa dalam akad ijarah harus jelas dan disepakati kedua
belah pihak.

2. Murabahah
a. Pengertian Murabahah

Murabahah atau disebut juga ba`i bitsamanil ajil. Kata


murabahah berasal dari kata bahasa Arab ‫ ال ِِر ِب ح‬ribhu yang artinya
keuntungan23. Sehingga murabahah berarti saling menguntungkan
yang berarti suatu penjualan barang tersebut ditambah keuntungan
yang disepakati.24

Secara termininologi murabahah adalah akad jual beli yang


pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati.25
Dalam murabahah ketika pembeli ingin membeli barang dari
penjual, sipenjual harus memberi tahu harga asli dari barang
tersebut. Setelah mengetahui harga asli barang, penjual dan pembeli

23
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta : Rajawali Press, 2015), h. 136.
24
Isnawati Rais, dan Hasanidin, Fiqih Muamalah dan Aplikasinya pada LKS (Ciputat:
Lemabaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), h. 87.
25
Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, h. 101.
26

menyepakati keuntungan yang harus di dapat oleh penjual dari


tambahan harga jual kepada pembeli. Ada beberapa pendapat ulama
fiqih tentang murabahah:

1) Ulama Hanafiyah berpendapat murabahah dengan pemindahan


sesuatu yang dimiliki dengan akad awal dan harga awal disertai
tambahan keuntungan.

Ulama Malikiyah berpendapat murabahah dengan jual beli di


mana pemilik barang menyebutkan harga beli barang tersebut,
kemudian ia mengambil keuntungan dari pembeli secara sekaligus
dengan mengatakan, “Saya membelinya dengan harga sepuluh
dinar dan Anda berikan keuntungan kepadaku sebesar satu dinar
atau dua dinar.” Atau merincinya dengan mengatakan, “Anda
berikan keuntungan sebesar satu dirham per satu dinar- nya. Atau
bisa juga ditentukan dengan ukuran tertentu maupun dengan
menggunakan persentase.
3) Ulama Syafi’iyyah dan Hanabilah berpendapat murabahah dengan
jual beli dengan harga pokok atau harga perolehan penjual
ditambah keuntungan satu dirhampada setiap sepuluh dinar.Atau
semisalnya, dengan syarat kedua belah pihak yang bertransaksi
mengetahui harga pokok.26
b. Dasar Hukum
1) Al-Qur`an
a) Firman Allah surat al-Baqarah 2: 275
...‫ا وحر ِم ربِا‬ ‫ ِوأحل‬27...
‫ال‬ ِ‫ِلب‬
‫ِع‬ ‫ي‬
‫ِِلال‬
Artinya: “..Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba...”.

26
Muhammad Farid, “ Murabahah dalam Presfektif Fiqih Mazhab “ Jurnal Pengembangan
Ilmu Keislaman, Vol. 8. H. 118. diakses tanggal 1 Februari 2018 dari http://ejournal.iain-
tulungagung.ac.id/index.php/epis/article/view/40
27
Al-Quran 2: 275
27

b) Firman Allah surat an-Nisa 4: 29


...‫جارة تِراض م ِن ك ِم‬ ِ‫إ ال أِ ِن ت‬...
‫عن‬ ِ ‫كو ت‬
ِ
‫ن‬
Artinya: “...kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku
dengan suka sama-suka di antara kamu...”28
2) Hadis
a) Hadis riwayat Baihaqi dan Ibn Majah:
‫ِ وآلِ ِه‬
‫ى ِِلال ي‬ ‫ِ د ا در رضي ِِلال عنه رسو‬ ‫عن أِبِي ي‬
‫صل ه‬ ‫ِِلال‬ ‫أ ِن‬
‫ي‬ ‫ِلس خ‬
ِ‫عل‬ ‫ِل‬ ‫ِع‬
‫( رواه البيهقي وابن ماجه وصححه‬،‫وسل ِم قِا إِنِِ ِما ا تِرا ض‬
‫عن‬ ‫ِلبِ ي‬
‫ِع‬
:‫ل‬
29
)‫ابن حبان‬
Artinya: Dari Abu Sa'id Al-Khudri bahwa Rasulullah SAW
bersabda, "Sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan suka
sama suka." (HR. al-Baihaqi dan Ibnu Majah, dan dinilai shahih
oleh Ibnu Hibban).
b) Hadis riwayat Ibn Majah:
‫ثِِلِث‬: ‫ِم ل‬ ِ‫الن ى ِِلال ِي وآل‬ ‫ أع‬, ‫ب ِِل‬‫عن صهِ ِي رضي‬
‫صل ه ِه قِا‬ ‫بِين‬ ‫ِه‬
‫ن‬ ‫ال‬
‫وسل‬ ِ‫عل‬
‫ِع لِ ت ال‬ ‫ ِلط ا‬، ‫ضة‬ ،‫اِ إِلِجل‬: ‫ِه ا‬
‫فِ ي‬
‫ِ ِلب‬ ‫ِلب وخ بِ ي‬ ‫مقِا‬ ِ‫ِ ى أ‬ ِ
‫لب ِلبِ ي‬
ِ ‫الر ش‬ ‫روا‬ ‫ع‬ ‫ِن ر ك‬
‫ِة‬
‫ِر‬
‫ي‬ ِ
‫ل‬
30
)‫لِ ِلبِ ع( رواه ابن ماجه عن صهيب‬
‫ِي‬
Artinya: dari Shuhaib Nabi SAW bersabda, Allah SWT
berfirman: ‘Ada tiga hal yang mengandung berkah: jual beli
tidak secara tunai, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur
gandum dengan jewawut untuk keperluan rumah tangga, bukan
untuk dijual.(HR. Ibnu Majah dari Shuhaib).31

Dua hadist di atas menjelaskan bahwa kegiatan jual beli


harus dilakukan dengan suka rela tanpa ada paksaan yang akan
28

28
Ahmad Wardi Muslich, Fiqih Muamalat (Jakarta: Amzah, 2013), h. 177-178.
29
Shahiih Sunan Ibnu Majah, h.236.
30
Shahiih Sunan Ibnu Majah, h.246.
31
Isnawati Rais, dan Hasanudin, Fiqih Muamalah dan Aplikasinya pada LKS,h. 89.
29

menembulkan kerugian disalah satu pihak. Dan jual beli adalah


salah satu kegiatan yang mengandung berkah.

3) Kaidah Fiqih
32
‫على ِر ِي ِمهِا‬ ‫إِال أِ ِن ِي‬ ‫ى لامعا مل‬ ‫األ صل‬
‫تِح‬ ‫يِ دلحة ل‬ ‫ال ب‬ ِ‫ف‬
ِ‫دل‬ ‫ِتا‬
Artinya: “Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh
dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”
c. Rukun dan Syarat
Jumhur ulama menyatakan rukum akad murabahah ada empat,
yaitu:
1) Ada orang yang berakad atau al-muta`aqidain (penjual dan
pembeli).
2) Ada shigat (lafal ijab dan qabul).
3) Ada barang yang dibeli.
4) Ada nilai tukar pengganti banrang.33

Syarat untuk akad murabahah, yaitu:

1) Penjual memberi tahu biaya modal kepada pembeli.


2) Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan.
3) Kontrak harus bebas dari riba.
4) Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas
barang yang sudah dibeli.
5) Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan
pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara utang.

Secara prinsip, jika syarat di atas tidak dipenuhi, pembeli


memiliki pilihan, yaitu:

1) Melanjutkan pembelian seperti apa adanaya.

32
Ahmad Dzajuli, Kaidah-Kaidah Fikih, h. 130.
33
Nasrun Haoen, Fiqh Muamalah, h. 115.
30

2) Kembali kepada penjual dan menyatakan ketidak setujuan atas


barang yang dijual.
3) Membatalkan kontrak.34

3. Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik


a. Pengertian Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik

Ijarah muntahiyah bit-tamlik adalah sejenis perpaduan antara kontrak jual beli dan sewa,
atau lebih tepatnya akad sewa yang diakhiri dengan kepemilikan barang di tangan si
penyewa. Sifat perpindahan kepemilikan ini pula yang membedakan dengan ijarah biasa.35

IMBT merupakan kombinasi antara sewa menyewa (ijarah) dan jual beli atau hibah
di akhir masa sewa.36 Hal ini dapat disimpulkan terdapat dua bentuk penggabungan akad
(hybrid contract) sekaligus yaitu sewa-menyewa dengan jual beli dan sewa menyewa
dengan hibah.

b. Dasar Hukum
1) Al –Qur`an
a) Firman Allah surat az-Zukhruf, 43: 32:

‫ِه ِم فِى ٱ ِل ِحيِ ِو ِة ٱل ِِد‬ ‫ِربِِ ِك نِ ِح ن قِ ِس ِمنِا بِ ي‬


‫ِنِه م م ِعي ِش ت‬
ِ ‫ِا أِه ِم يِ ِق ِس مو ِن ِر ِح ِم‬
‫ت‬ ‫ِ ي‬‫ن‬
Artinya: “Apakah mereka membagi-bagi rahmat Tuhanmu?
Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka
dalam kehidupan dunia, dan kami telah meninggikan sebagian

34
Dr. Muhammad Syafii Antonio, M.Ec., Bank Syariah dari Teori ke Praktik (Jakarta:
Gema Insani, 2001), h. 102.
35
Ibid, h. 108.
36
Adiwarman A. Karim, Bank Islam (Analisis fiqih dan Keuangan), Cetakan ke-3,
RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2006, hlm 165.
37
Al-Quran 43: 32.
31

mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian


dari mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain...”

b) Firman Allah surat al-Baqarah 2: 233:


‫ِت م‬ ‫ِم أِن ستِ ِلِ ِد ك ِم جنِ ي‬
‫ِكم إ ذا ِمت ما ءاتِ ي‬ ‫ وإ ن أ‬...
ِ ‫علِ مسل‬ ‫ض عوِا اح‬ ‫تِردتِِ ر فِ ِِل‬
‫أِو‬
38
‫ِا أ بِ ِما تِ ِع صير‬ ‫فتٱو ِلل‬
‫قو ا ٱ‬ ‫بِٱ ِل ِم‬
‫ِمل ون ٱللِِ ب‬ ‫ِ وٱعلِمِو‬ ‫ِعرو‬
ِ
‫ن‬
Artinya: “... Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh
orang lain, tidak dosa bagimu apabila kamu memberikan
pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah
maha melihat apa yang kamu kerjakan.”
2) Hadis
a) Hadis riwayat Ibn Majah dari Ibnu Umar, bahwa Nabi bersabda:
‫ أِ ِعط وا‬39 ‫ِ ِل أِ ِن يِ ِج ف ِع ِ رقه‬
‫ِر أِ ِج ِره قِ ب‬
‫ِاألِ ِج ي‬
ِ
Artinya: “Berikan upah pekerja sebelum keringatnya kering.”
b) Hadis riwayat Abd ar-Raazzaq dari Abu Hurairah dan Abu Sa`id al- Khudri, Nabi SAW
bersabda:

‫ِم ِن ا‬40 . ِ‫ِ ِرا فِ ِليِ ِعلِ ِمه اِ ِج ِره‬


‫ِ ِر اِ ِج ي‬
‫ج‬
ِ‫ِستِأ‬
Artinya: “Barang siapa memperkerjakan pekerja,
beritahukanlah upahnya”

Dua hadist di atas menjelaskan kewajiban seseorang


yang memperkerjaan pekerja agar memberikan upah yang
sepadan dengan pekerjaan yang diberinya. Perumpamaan
keringat yang kering adalah tidak menunda-nunda pembayaran

38
Al-Quran 2: 233.
39
Shahiih Sunan Ibnu Majah , h.264.
40
Ibnu Hajar Asqalani, Talkhis al-Habir,(Darul Kutub Ilmiyah), juz 3, h. 143.
32

setelah pekerjaan selsai dan memberitahu upah yang akan


diberikan.

3) Kaidah Fiqih
a) Kaidah yang pertama
41
‫على ر ي‬
‫ِ ِمهِا‬ ‫األ صل ىلامعا مل البِاحة إِال أِ ِن ِي‬
‫ت ِح‬ ‫يِ دلت ل‬ ِ‫ف‬
ِ‫دل‬
Artinya: “Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh
dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”
c. Rukun dan Syarat
Rukun dari akad ijarah muntahiyah bit-tamlik yang harus
dipenuhi dalam transaksi keuangan yaitu:
1) Ijab dan Qobul.
2) Musta`jir (penyewa).
3) Mu`jir (pemilik).
4) Ma`jur (aset yang disewakan).
5) Ujrah (upah atau harga sewa).

Syarat dari akad ijarah muntahiyah bit-tamlik dalam


transaksi keuangan yang harus dipenuhi dalam transaksi keuangan
yaitu:

1) Adanya akad, yaitu sesuatu yang mesti ada agar keberadaan


suatu akad diakui syara’.
2) Syarat sahnya akad adalah tidak terdapatnya lima hal perusak
sahnya akad yaitu ketidakjelasan jenis yang menyebabkan
pertengkaran, adanya paksaan, membatasi kepemilikan terhadap
suatu barang, terdapat unsur tipuan, terdapat bahaya dalam
pelaksanaan akad.

41
Ahmad Dzajuli, Kaidah-Kaidah Fikih, h. 130.
33

3) syarat berlakunya akad. Untuk kelangsungan akad diperlukan


dua syarat adanya kepemilikan atau kekuasaan dan di dalam
objek akad tidak ada hak orang lain.42

4. Musyarakah Mutanaqishah
a. Pengertian Musyarakah Mutanaqishah

Musyarakah mutanaqishah merupakan produk turunan dari


akad musyarakah, yang merupakan bentuk akad kerjasama antara
dua pihak atau lebih. Kata dasar dari musyarakah adalah syirkah
yang berasal dari kata syaraka-yusyriku-syarkan-syarikan-syirkatan
(syirkah), yang berarti kerjasama, perusahaan atau
kelompok/kumpulan. Musyarakah atau syirkah adalah merupakan
kerjasama antara modal dan keuntungan. Sementara mutanaqishah
berasal dari kata yatanaqishu-mutanaqishun yang berarti
mengurangi secara bertahap.43

Ada beberapa pendapat ulama tentang musyarakah


mutanaqishah yang terdapat dalam fatwa DSN MUI No.73 antara
lain:

1) Pendapat Ibnu Qudamah tentang mudharabah adalah:

Apabila salah satu dari dua yang bermitra (syarik)


membeli porsi (bagian, hishshah) dari syarik lainnya, maka
hukumnya boleh, karena (sebenarnya) ia membeli milik pihak
lain.

42
Dzakkiyah Rusydatul Umam, Rachmi Sulistyarini, S.H. M.H, Siti Hamidah, S.H.M.M,
“Analisis Yuridis Akad Ijarah Muntahiya Bittamlik (IMBT) dalam Presfektif Hukum Islam dan Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata” Jurnal Hukum Fakultas Brawijaya. H. 6-7.
43
Nadratuzzaman Hosen, “Musyarkah Mutanaqishah”, Jurnal Ekonomi Syariah, vol 1,h.
47. Artikel diakses pada 2 Februari 2018 dari
http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/iqtishad/article/view/2463/1861
34

2) Pendapat Ibn Abidin tentang musyarakah mutanaqishah:

Apabila salah satu dari dua orang yang bermitra (syarik)


dalam (kepemilikan) suatu banguan menjual porsi (hissah)-nya
kepada pihak lain, maka hukumnya tidak boleh; sedangkan (jika
menjual porsinya tersebut) kepada syarik-nya, maka hukumnya
boleh.

3) Pendapat Wahbah Zuhaili tentang musyarakah mutanaqishah:

“Musyarakah mutanaqishah ini dibenarkan dalam


syariah, karena sebagaimana Ijarah Muntahiyah bi-al-Tamlik
bersandar pada janji dari Bank kepada mitra (nasabah)-nya
bahwa Bank akan menjual kepada mitra porsi kepemilikannya
dalam Syirkah apabila mitra telah membayar kepada Bank harga
porsi Bank tersebut.

Di saat berlangsung, Musyarakah mutanaqishah tersebut


dipandang sebagai Syirkah ‘Inan, karena kedua belah pihak
menyerahkan kontribusi ra’sul mal, dan Bank mendelegasikan
kepada nasabah-mitranya untuk mengelola kegiatan usaha.
Setelah selesai Syirkah Bank menjual seluruh atau sebagian
porsinya kepada mitra, dengan ketentuan akad penjualan ini
dilakukan secara terpisah yang tidak terkait dengan akad
Syirkah.”

4) Pendapat Kamal Taufiq Muhammad Hathab tentang


musyarakah mutanaqishah:

Mengingat bahwa sifat (tabiat) musyarakah merupakan


jenis jual-beli --karena musyarakah dianggap sebagai pembelian
suatu porsi (hishshah) secara musya’ (tidak ditentukan
batasbatasnya) dari sebuah pokok-- maka apabila salah satu
mitra (syarik) ingin melepaskan haknya dari syirkah, maka ia
menjual hishshah yang dimilikinya itu, baik kepada pihak ketiga
35

maupun kepada syarik lainnya yang tetap melanjutkan


musyarakah tersebut.

5) Pendapat Nuruddin Abdul Karim al-Kawamilah tentang


musyarakah mutanaqishah:

Studi ini sampai pada kesimpulan bahwa Musyarakah


Mutanaqisah dipandang sebagai salah satu macam pembiayaan
Musyarakah dengan bentuknya yang umum; hal itu mengingat
bahwa pembiayaan musyarakah dengan bentuknya yang umum
terdiri atas beberapa ragam dan macam yang berbeda-beda.
Dilihat dari sudut “kesinambungan pembiayaan” (istimrariyah
al-tamwil), musyarakah terbagi menjadi tiga macam:
pembiayaan untuk satu kali transaksi, pembiayaan musyarakah
permanen, dan pembaiayaan musyarakah mutanaqishah.

Pembiayaan MMQ merupakan bentuk pembiayaan


kemitraan berbasis bagi hasil antara pihak BUS/UUS/BPRS dan
pihak Nasabah dalam rangka kepemilikan suatu aset properti
tertentu yang dimiliki bersama berdasarkan prinsip syirkah 'inan
dimana hishshah (porsi modal) pihak Bank berkurang dan
beralih secara bertahap kepada pihak Nasabah melalui
mekanisme pembelian angsuran atau pengalihan secara
komersial (bai'). Bagi hasil antara pihak Bank dan pihak
Nasabah didasarkan pada hasil penggunaan manfaat atas aset
bersama tersebut secara komersial berupa pendapatan ujroh dari
penyewaan aset dengan akad ijarah (sewa) sesuai nisbah bagi
hasil dan biaya sewa yang disepakati.
36

b. Dasar Hukum
1) Al-Qur`an
a) Firman Allah surat QS. Shad 38: 24:
‫ال ِذين آ ِمن وا‬ ‫ وإن كثِي من ا ِء لِيِ ِب ضه عل‬...
‫ضإ ال‬ ِ‫را ِل ِغي بِ ِع ِم ِ ب‬
‫ى‬
‫ِع‬ ِ
‫خِط ا‬
‫ل‬
.44...‫وع ِمل وا الصالِحا وقِل ما ه ِم‬
‫ِيلت‬
Artinya: "…Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang
yang bersyarikat itu sebagian dari mereka berbuat zalim
kepada sebagian lain, kecuali orang yang beriman dan
mengerjakan amal shaleh; dan amat sedikitlah mereka
ini…."
b) Firman Allah surat QS. al-Ma’idah 5: 1:
‫ِذي ِن آ ِمن وا أِ ِوف وا بِا ِل‬
‫يِا أِيِِهِا لا‬45... ‫عق و ِد‬
Artinya: “Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu….”
2) Hadis
a) Hadis riwayat Abu Daud dari Abu Hurairah, Rasulullah
‫ل سو‬bersabda:
SAW ِ‫صل ِِلال‬ ِ ‫ ى‬: ‫ِعِلالِنه قِا ِل‬ ِ‫ِ ِرة‬‫ه ِر ي‬
‫ِِلال‬ ‫رِه ِي ِعل‬
« ِ‫إ‬ ‫ِِال و ِيق ِلالِن‬‫ي‬ ‫لِرِ ِما ِن ِي ِكِِري قشِا الث‬
‫ِل ثِِالِضأِن‬
ِ
‫يِ ِم‬ ‫ِم ِسل و نخ‬: ‫ِبِى ِعالِي ت ِلال ِل ق ا‬
ِ ِ ِ ‫ع ِن أ‬
46
‫ِخ ِر ِج ت ِم ِن بِ ِينِ ِه ِما‬

ِ ‫ أِ ِح ده ِما‬Artinya: Dari Abu


‫صاحبِه فِإ ِ ِذا ِخانِه‬
Huraira “Allah swt. berfirman: ‘Aku adalah pihak ketiga
salahdua
dari satuorang
pihakyang
telah berkhianat,
bersyarikat Aku keluar dari mereka.”
selama
(HR.
salah Abu Daud,tidak
satu pihak yangmengkhianati
dishahihkan oleh al-Hakim,
pihak yang lain.dari
JikaAbu
Hurairah).

44
Al-Quran 38: 24.
45
Al-Quran 5: 1.
46
Terjemahan Nailul Authar, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 2007), h. 1830
37

b) Hadis Nabi riwayat Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf:


‫ِل حر حِلِالِ أِ حرا ِما‬ ‫ِ ِمي إ‬ ‫اِلص ِلح جائ بِ ل‬
‫ِ م ا ن ِا حا ِم أِ ِو حل‬ ‫ِ ي‬
‫سلِ ل ص‬ ‫ز ن‬
.47‫ِلِ أِ حرا ِما‬
‫وا ِل مسلِمون عل شرو ِم إال شرط حر حِل ا‬
‫طه ِا ِم ِو أِحل‬ ِ
‫ى‬
Artinya: “Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum
muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang
halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin
terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang
mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.”
Hadist di atas menejaskan Allah akan bersama dua orang
yang berserikat. Allah akan memberkahi kedua orang yang
berserikat dengan catatan tidak ada yang mengkhianati satu
dengan lainnya. Jika ada yang berkhianat Allh akan mencabut
keberkahan dari perserikatan tersebut. Dan apabila diantara
orang yang berserikat itu berselisih, pilihlah jalan perdamian
sebagai pilihan yang baik.
3) Kaidah Fiqih
‫ِ ِل ِعل ِى‬ ‫أِ ِن يِ د ل ِدلِ ي‬ ‫األ فِ ِى ال م ِعا‬
Artinya: “‫حة‬ِ ‫ِا‬dasarnya,
Pada ‫ت ا ِلب‬
48
‫ِا‬semua
‫ِ ِمه‬
‫ِر ي‬ ‫ِ ِح‬muamalah
bentuk ‫ ِص ل ت‬boleh ِ‫ِمِل‬
‫ إِال‬kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”
dilakukan
c. Rukun dan Syarat

Sebagai sebuah perjanjian, syirkah atau perserikatan harus


memenuhi segala rukun dan syaratnya agar perjanjian tersebut sah
dan mempunyai akibat hukum seperti undang-undang bagi pihak-
pihak yang mengadakan.49Adapun yang menjadi rukun syirkah
menurut ketentuan syariat islam adalah sebagai berikut50:

47
Syaikh Ali bin Sulthon Muhammad Al-Qori, Mirqotul Mafatih Syarah Misykatul
Mashobih, (Lebanon, Darul Fikri), h. 1963.
48
Ahmad Dzajuli, Kaidah-Kaidah Fikih, h. 130.
49
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta : Rajawali Press, 2015), h. 50.
50
Abdul Ghafar Anshori, Hukum Perjanjian Islam di Indonesia: Konsep, regulasi, dan
implementasi (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2010), h. 120.
38

1) Sighat (lafadz akad), Sighat pada hakikatnya adalah kemauan


para pihak untuk mengadakan serikat/kerjasama dalam
menjalankan suatu usaha. Contoh lafadz akad: “Aku bersyirkah
denganmu untuk untuk urusan ini atau itu” dan pihak lain
berkata: “Telah aku terima”.
2) Syarik adalah mitra, yakni pihak yang melakukan akad syirkah
(musyarakah).
3) Hishshah adalah porsi atau bagian syarik dalam kekayaan
musyarakah yang bersifat musya`.
4) Musya` adalah porsi atau bagian syarik dalam kekayaan
musyarakah (milik bersama) secara nilai dan tidak dapat
ditentukan batas-batasnya secara fisik.51
5) Pokok pekerjaan, setiap perserikatan harus memiliki tujuan atau
kerangka kerja (home work) yang jelas, serta dibenarkan
menurut syariah.

Dalam akad musyarakah mutanaqishah terdapat unsur


kerjasama (syirkah) dan unsur sewa (ijarah). Kerjasama dilakukan
dalam hal penyertaan modal atau dana dan kerjasama kepemiikan.
Sementara sewa merupakan kompensasi yang diberikan salah satu
pihak kepada pihak lain. Ketentuan pokok yang terdapat dalam
musyarakah mutanaqishah merupakan ketentuan pokok kedua unsur
tersebut. Maka syarat dari pelaksanaan akad syirkah adalah sebagai
berikut:

1) Masing-masing pihak harus menunjukkan kesepakatan dan


kerelaan untuk saling bekerjasama.
2) Antar pihak harus saling memeberikan rasa percaya dengan yang
lain.
3) Dalam pencampuran hak masing-masing dalam kepemilikan
obyek akad tersebut.

51
Fatwa DSN No. 73/DSN-MUI/XI/2008 tentang Musyarakah Mutanaqishah, hal. 4
39

4) Akad musyarakah mutanaqishah dapat diijarahkan kepada


syarik atau pihak lain.
5) Apabila aset musyarakah menjadi obyek ijarah, maka syarik
(nasabah) dapat menyewa aset tersebut dengan nilai ujrah yang
disepakati.
6) Keuntungan yang diperoleh dari ujrah tersebut dibagi sesuai
dengan nisbah yang telah disepakati dalam akad, sedangkan
kerugian harus berdasarkan proporsi kepemilikan. Nisbah
keuntungan dapat mengikuti perubahan proporsi kepemilikan
sesuai kesepakatan para syarik.
7) Kadar atau Ukuran atau bagian atau porsi kepemilikan asset
Musyarakah syarik (LKS) yang berkurang akibat pembayaran
oleh syarik (nasabah), harus jelas dan disepakati dalam akad.
8) Biaya perolehan aset Musyarakah menjadi beban bersama
sedangkan biaya peralihan kepemilikan menjadi beban
pembeli.52

Karena akad musyarakah mutanaqishah berkaitan dengan


unsur sewa. Maka ketentuan pokoknya mengikuti rukun dan syarat
pada akad ijarah .

5. Mudharabah
a. Pengertian Mudharabah

Mudharabah diambil dari kata ‫فِي ض‬ ‫ الضر‬yang


ِ ِ‫األ‬
‫بر‬
artinya: ‫ السف لِلتجار‬yakni: melakukan perjalanan untuk berdagang.
ِِِ
‫ر‬
Hal ini sesuai dengan firman Allah surat al-Muzammil 73: 20 : “
dan ornag-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian
karunia Allah.”

52
Fatwa DSN No. 73/DSN-MUI/XI/2008 tentang Musyarakah Mutanaqishah, hal. 5.
40

Mudharabah dalam bahasa Arab juga berasal dari kata:


‫ ضارب‬, yang sinonimnya: ‫ إِت جر‬, seperti dalam ‫ضار لِف‬
kalimat: ‫ن‬ ‫ِل‬
‫ِب‬
‫ فِي مالِ ِه‬yang ‫ إِت لِه‬yakni: ia memberikan modal untuk
artinya: ‫ه‬ ‫ِجر‬
‫فِ ي‬
berdagang kepada fulan.53 Kata ‫ ضار ب‬juga berarti memukul dan
berjalan. Pengertian memukul dan berjalan ini lebih tepatnya adalah
proses seseorang memikulkan kakinya dalam menjalankan usaha.54

Secara etimologi mudharabah adalah kontrak atau perjanjian


antara pemilik modal (rab al-mal) dan pengguna dana (mudharib)
untuk digunakan untuk aktivitas yang produktif di mana keuntungan
dibagi antara pemilik modal dan pengelola modal.55 Para ulama
mendefinisikan mudharbah, diantaranya:

1) Sayyid Sabiq mendefinisikan mudharabah dengan “ akad yang


dilakukan oleh dua pihak, yang salah satu pihak menjadi
pemodal untuk diperdagangkan, dengan ketentuan keuntungan
dibagi dua sesuai dengan kesepakatan bersama.”
2) Ibnu Qudamah mendefinisikan mudharabah dengan “ pihak
pemodal menyerahkan sejumlah modal kepada pihak pengelola
untuk diperdagangkan, dan selanjutnya berhak mendapat bagian
tertentu dari keuntungan.”
3) Imam Taqiyyuddin mendefinisikan mudharabah dengan “ akad
atas harta, yang kemudian dikelola oleh pihak pengelola modal
untuk perdagangan.”56

Nisbah bagi hasil antara pemodal dan pengelola modal harus


disepakasi diawal perjanjian. Besarnya nisbah bagi hasil masing-
masing pihak tidak diatur dalam syariah, tetapi tergantung

53
Ahmad Wardi Muslich, Fiqih Muamalat (Jakarta: Amzah, 2013), h. 365.
54
Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, h. 85.
55
Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah (Jakarta: Kencana, 2012), h. 196.
56
Isnawati Rais, dan Hasanidin, Fiqih Muamalah dan Aplikasinya pada LKS, h. 118.
41

kesepakatan mereka. Nisbah bagi hasil bisa dibagi rata 50:50, tetapi
bisa juga 30:70, 60:40, atau proporsi yang disepakati.

Di luar porsi bagi hasil yang diterima pengelola, pengelola


tidak diperkenankan meminta gaji atau konpensasi lainnya untuk
hasil kerjanya. Semua mazhab sepakat dalam hal ini. Namun
demikian, Imam Ahmad memperbolehkan pengelola untuk
mendapatkan uang makan harian dari rekening mudharabah. Ulama
dari mazhab Hanafi memperbolehkan untuk mendapatkan uang
harian seperti, akomodasi, makan, dan transportasi apabila dalam
perjalanan bisnis luar kota.57

b. Dasar Hukum
1) Al-Qur`an
a) Firman Allah surat al-Muzammil 73: 20 :
ِ‫ض يِ ِبت‬
ِ ‫ِلِ ِر‬
‫ض ِرب و ِن فِى ٱ أ‬
ِ ِ‫ِن ي‬
‫و ِءاخ رو‬58 ِ‫ض ِل ٱ ِلل‬ِ ِ‫غو ِن ِمن ف‬
Artinya: “ dan ornag-orang yang berjalan di muka bumi mencari
sebagian karunia Allah.”

ِ
59
‫ِلِ ا‬
‫ ِلال‬Allah
b) Firman ‫أ‬surat ِ ‫ق ِذا ِ فِ ِن ِم غوا ِبتِ ِوا‬
‫ ِر‬al-Jumu`ah
‫ض‬ 62:10:

‫ِل‬ ِ ‫فِإ ِفِيروا ِش ِنتِ فِا ِِلة الص‬


ِ ‫ت‬
ِ‫ضي‬
Artinya: “ apabila telah ditunaikan shalat maka bertebaranlah
‫ض‬
kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah SWT...”

c) Firman Allah surat al-Baqarah 2: 198:


60
‫ن تِ ِبتِ ضِل ربِِ ك ِم‬ِ ‫ِ ك جن‬ ‫لِ ي‬
‫ِس ي‬
‫من‬ ‫ِم ِ غوا فِح أ‬
‫عل ِ ا‬
Artinya: “ tidak ada dosa (halangan) bagi kamu untuk
mencari karunia Tuhanmu...”.

57
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta: Rajawali Press, 2015), h. 62.
58
Al-Quran 73: 20.
59
Al-Quran 62:10.
60
Al-Quran 2: 198.
42

2) Hadis
a) Hadis riwayat Ibnu Majah dari Shuhaib:
: ‫ِه سل ِم‬
‫صل عل ي‬
‫ى لال‬ ‫رسول‬ : ، ‫ب ِِلال‬‫عن صهِ ِي رضي‬
‫و‬ ِ‫ِِلال‬‫قِاع قِال‬
‫ِه‬
‫ن‬
‫ وأخِلِط ا ِلب ر‬، ‫ضة‬ ،‫ ا إِلِجل‬، ‫ا‬ ِ‫ثِِل‬
ِ ‫مقِا‬ ِ ‫لب ِ ى أ‬ ِ ِ
‫فِ ي لب‬
‫روا‬ ‫ع‬ ‫ِة‬
‫ِر ك‬ ‫ث ِن ي‬ ‫ه‬
ِ
‫ل‬
61
‫بِال ِ لِ ت الِ لِ ِلبِ ي‬.
ِ
ِ‫عي ِلب‬
،‫ِر‬‫ش ي‬
Artinya: “ Dari shuhaib r.a. bahwa Rasulullah SAW
bersabda: ada tiga perkara yang di dalamnya terdapat
keberkahan: jaul beli secara tangguh, muqharadah, dan
mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah,
bukan untuk dijual “.
b) Hadis riwayat Thabrani:
‫ب إِ ِذا ِدفِ ِع ا ِل ِما ِل م‬ِ ِِ‫ِ ِد ا ِل مطِل‬ ‫ِب ن ِع ب‬
‫ضا ِربِة اِ ِشتِ ِرطِ ِعلِى ِكا ِن ِسيِِ دنِا ا ِل ِعب اس‬ ِ
،‫ ِوالِ يِ ِن ِز ِل بِ ِه ِوا ِديِا‬،‫ِك بِ ِه بِ ِح ِرا‬
‫صاحبِ ِه أِ ِن الِ يِ س‬
‫ِل‬ ِ ِ‫ي بِ ِه ِداب ة‬ ِ ‫ِوالِ يِ ِشتِ ِر‬
‫ فِبِلِ ِغ ِش ِرط ه‬،‫ض ِم ِن‬ ِ ‫فِإ ِ ِن فِ ِع ِل ِذلِ ِك‬
،‫طبِ ة‬ِ ‫ت ِكبِ د ِر‬ ِ ‫صل ى ِِلال ِذا‬
ِ ِ‫ِر س ِو ِل ِِلال‬
62
)‫ِم فِأِ ِجا ِزه (رواه الطبراني فى األوسط عن ابن عباس‬
‫ ِعلِ ِي ِه ِوآلِ ِه ِو ِسل‬Artinya: “ Abbas bin Abdul
Muthalib jika menyerahkan harta sebagai
mudharabah, ia mensyaratkan kepada
mudharib-nya agar tidak mengarungi lautan dan tidak
menuruni lembah serta tidak membeli hewan ternak. Jika
Hadist menjelaskan bahwa kegiatan mudharabah adalah
persyartan itu dilangggar, ia ( mudharib ) harus menanggung
salah satu kegiatan yang diberkahi. Dan nabi penah memberi
resikonya. Ketika persyaratan yang ditetapkan Abbas itu
syarat kepada mudharib dalam transsaksi mudharabah dan
didengarkan oleh Rasulullah, beliau membenarkannya. “
43

61
Shahiih Sunan Ibnu Majah , h.246.
62
Imam 'Alauddin, Abu Bakar bin Mas'ud Al-Kasani Al-Hanafi, Badai' Ash-Shonai' fi
Tartib asy-Syaroi', (Darul Kutub al-Ilmiyah) juz 6, h. 79.
44

apabila persyaratan tersebut dilanggar mudharib siap


menanggung resiko yang telah diperbuat.

3) Kaidah Fiqih

63
‫على ر ي‬
‫ِ ِمهِا‬ ‫إِال أِ ِن ِي‬ ‫ى لامعا مل‬ ‫األ صل‬
‫تِح‬ ‫يِ دلحة ل‬ ‫ال ب‬ ِ‫ف‬
ِ‫دل‬ ‫ِتا‬

Artinya: “ Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh


dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”

c. Rukun dan Syarat

Mayoritas ulama fiqih membagi rukun mudharabah menjadi


tiga, yaitu:

1) `Aqid (pemilik modal dan pengelola modal).


2) Ma`qud `alaih (modal, usaha, dan keuntungan).
3) Shigat (ijab dan kabul).

Adapun yang menjadi syarat sahnya akad mudharabah yang


berhubungan dengan rukun-rukun itu sendiri, yaitu:

1) Disyaratkan kedua belah pihak pemilik modal dan pelaksana


usaha, keduanya harus memiliki kompetensi beraktifitas dalam
pengertian kedua belah pihak sudah dewasa, berakal, cakap dan
tidak dilarang dalam emeberdayakan hartanya.
2) Objek transaksi seperti modal harus berupa mata uang, harus
diketahui dengan jelas ukurannya dan bukan berbentuk
tangguhan, dapat diserah terimakan kepada pihak pengelola
modal.
3) Untuk bentuk usaha berbentuk perniagaan, tidak menyusahkan
pengelola modal dengan ketentuan-ketentuan menyulitkan.
4) Nisbah keuntungan harus diketahui secara jelas ukurannya dan
dibagi dengan presentase yang bersifat seimbang atau merata.

63
Ahmad Dzajuli, Kaidah-Kaidah Fikih, h. 130.
45

5) Pemilik modal melafalkan ijab seperti “aku serahkan modal ini


kepadamu untuk usaha, jika terdapat keuntungan akan dibagi
dua” dan ucapan qobul dari pengelola modal.

6. Wakalah Bil Ujrah


a. Pengertian Wakalah Bil Ujrah
Wakalah atau wikalah merupakan ism masdar yang secara
etimologis bermakna taukil, yaitu menyerahkan, mewakilkan, dan
menjaga.64
Secara terminologi wakalah adalah pelimpahan oleh
seseorang sebagai pihak pertama kepada orang lain sebagai pihak
kedua dalam hal-hal yang diwakilkan dalam hal ini pihak kedua
hanya melakukan sesuatu sebatas kuasa atau wewenang yang
diberikan olah pihak pertama, namun apabila kuasa itu telah
dilaksanakan sesuai yang disyaratkan, perintah tersebut
sepenuhnya menjadi milik pihak pertama atau pemberi kuasa.
Konsep terjadinya akad wakalah bil-ujrah antara lain akad
wakalah dengan akad ijarah yaitu, dimana perpaduan akad
wakalah tersebut nasabah sebagai pihak pembeli yang akan
membeli suatu produk yang ditawarkan oleh bank, meminta bank
untuk mewakilkan membelikan produk yang dibeli oleh nasabah
tersebut dan setelah proses akad wakalah tersebut terlaksana bank
sebagai pihak yang menjual meminta suatu imbalan atau disebut
juga fee ataupun ujrah kepada pihak nasabah sebagai pihak yang
diwakilkan bank, yang ketentan akad wakalah ini disebut dengan
akad wakalah bil ujrah. Hal ini sesuai dengan Fatwa DSN MUI
Nomer: 34/DSN-MUI/XI/2002. Wakalah bil ujrah adalah ketika
nasabah memberikan kuasa kepada bank dengan imbalan
pemberian ujrah atau fee.

64
Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah, h. 300.
46

b. Dasar Hukum
1) Al-Qur`an
a) Firman Allah surat an-Nisa' 4: 9:
‫و ِليِخ ال لِ ركو ا من ِل ذري ة ِعاف خاف و ا ِه ِم فِ ِليِت ق وا‬
‫ي‬ ِ‫ا‬ ‫ف مه‬ ‫ِذيش ِو‬
‫عل‬ ‫ض‬ ِ ‫تِن‬
ِ ‫خ‬
65 ِ
‫ِلالِ ول و ِا قِ س ِديدا‬
‫ِوالِو‬
‫ِليِق‬

Artinya: "Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang


yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-
anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap
(kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka
bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan
perkataan yang benar.

b) Firman Allah surat al-Hasyr 59: 18:


‫ إِن‬،ِ‫ِر ماقِ د لِ ِغ ق وا ِلال‬ ‫يِآأِيِِهِا ال ِمن وا ات ق الِل‬
‫وات‬ ‫ت‬،‫ِمس د‬ ِ
‫وان آ ِ نِ ف‬ ‫ِذ ي‬
ِ
ِ‫و ِلت‬
‫ِظ‬‫ن‬
66
‫ِلالِ خبِ ِماتِ ِع ن‬
‫ِ ِمل ِور‬
ِ‫ب‬ ‫ي‬

Artinya: "Hai orang yang beriman! Bertaqwalah kepada


Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang
telah dibuat untuk hari esok (masa depan). Dan bertaqwalah
kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa
yang kamu kerjakan.

c) Firman Allah surat al-Taubah 9: 60:


‫ِه وا ِل م ِؤل فِ ِة ق ل ِوب ه ِم‬‫ي‬ ‫ِعا‬ ‫إِن ِما الص ِلف راء ِل ساك‬
‫ِن ِملِ ِا‬ ‫ِم ي‬ ‫ِدقِا قِت‬
ِ
ِ‫ِنوا ل عل‬ ‫ي‬ ‫او‬ ِ‫ل‬
،ِ‫ م ريضةِ ِلال‬،‫ِ ن ال ِ ي ِ ِل‬ ‫يلسبِ ِ ِلالِ وا ب‬
‫ف ن‬ ‫سب‬
47

‫وفِي‬ ‫ِنر‬
‫ِم ي‬ ‫وا‬ ‫وف ر‬
‫ِل‬ ‫ِق‬
‫ِغا‬ ِ ‫ي‬
‫ب‬ ‫ال ا‬
67
‫ولالِ علِي حك ي‬
‫ِ ِم‬
‫م‬

Artinya: "Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk


orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus

65
Al-Quran 4: 9.
66
Al-Quran 59: 18.
67
Al-Quran 9: 60.
48

zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk


(memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk
jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam
perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah,
dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana."

2) Hadis
a) Hadis riwayat Bukhari:
‫ ِفيِا‬،‫ن‬ ‫دثِنِا ِح‬ ِ‫ِن ِبب ِي ِشب‬ ‫ِِي ب‬
‫دثِنِا‬
‫ِعِغ ِن ِع‬‫ِرقِر‬ : ِ ‫ِلالنقنِاأ‬:
،ِِ‫دة‬
ِ‫وة‬ ِِِ‫ِه ِي ِعلنِ ِِلال ى‬
ِ‫ ِديِبعب‬،ِ‫لال‬
‫صل‬
ِ‫ِن‬ ِ
ِ‫ ِي ِشاتِ ِه بِ لِهسِرى ِمدث ِسل اِوِحِه ِوأل‬،‫ِع فِبِا ِن‬
ِ‫عل‬ ِ
ِ ِ ِ ِ‫ت‬ ِ‫شت‬ِ
ِ ‫إ‬ ‫ح‬ ‫داه‬
ِ ‫س‬
‫ما‬
ِِ ‫م‬ ‫ع‬ ‫ت‬‫ا‬ ‫ل‬ ‫ح‬
ِ ‫ي‬‫ي‬ ‫ح‬
ِ ‫دث‬ ‫و‬
ِ ِ
‫ن‬ ‫ِرى ح‬
ِ‫ي ِر ِشتِ يِ ِرا ِينِا ِد ِعطِاه أ‬ ِ ‫ ِه بِ لِه‬،ِ‫ِشاة‬
‫ ِو ر ِينِا ِد بِ ِشتِ فِا‬،‫ِر ِلبِ بِا لِه ِعا ِد فِ ِشاة‬
‫ ِع ِي بِ ِي فِ ِة ِك‬،‫ اِ ِو لِ ِن ِكا ِو ِه‬،‫البخاري‬
[‫بيروت‬: ‫ دار‬،‫] الفكر‬5991، ِ‫ ِينِا ِد ج ب‬،‫التِِ ِء ِجا فِر‬
‫ب ِرا‬ ِ ِ‫رواه( ِه ِي فِ ِح ِربِ ل‬
68
)2463 ‫ رقم‬،232 ‫ ص‬،3
Artinya: "Ali bin Abdullah menceritakan kepada kami,
Sufyan menceritakan kepada kami, Syabib binGharqadah
menceritakan kepada kami, ia berkata: saya mendengar
penduduk bercerita tentang 'Urwah, bahwa Nabi s.a.w.
memberikan uang satu dinar kepadanya agar dibelikan
satu
seekoreor kambing.
kambing untukNabi s.a.w.
beliau; mendoakannya
lalu dengan dengan
uang tersebut ia
keberkatan
membeli dua dalam
ekorjual belinya. kemudian
kambing, Seandainyaia'Urwah membeli
jual satu ekor
tanah
denganpun, ia pasti
harga beruntung."
satu dinar. Ia pulang membawa satu dinar dan
Hadist diatas menjalaskan pemberian upah kepada
Urwah karena telah mewakilkan Nabi untuk memberi seekor
kambing. Kegiatan di atas disebut akad wakalah bil ujrah.

68
Fathul Baari, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2006), h. 348.
49

3) Kaidah Fiqih
69
‫على ر ي‬
‫ِ ِمهِا‬ ‫إِال أِ ِن ِي‬ ‫ى لامعا مل‬ ‫األ صل‬
‫تِح‬ ‫يِ دلحة ل‬ ‫ال ب‬ ِ‫ف‬
ِ‫دل‬ ‫ِتا‬
Artinya: “ Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh
dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”
c. Rukun dan Syarat
Ada empat rukun dari akad wakalah bil ujrah antara lain adalah:
1) Wakil (orang yang mendapat kuasa)
2) Muwakkil (pemberi kuasa)
3) Muwakkal fih (objek yang diwakilkan)
4) Shigat (lafal serah terima)70

Adapun syarat ketentuan dari akad wakalah bil ujrah adalah:

1) Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak


untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan
kontrak (akad).
2) Wakalah dengan imbalan bersifat mengikat dan tidak boleh
dibatalkan secara sepihak.
3) Wakil adalah orang yang cakap hukum, dapat mengerjakan tugas
yang diwakilkan kepadanya, dan wakil adalah orang yang diberi
amanat.
4) Muwakkil adalah Pemilik sah yang dapat bertindak terhadap
sesuatu yang diwakilkan. Orang mukallaf atau anak mumayyiz
dalam batas-batas tertentu, yakni dalam hal-hal yang bermanfaat
baginya seperti mewakilkan untuk menerima hibah, menerima
sedekah dan sebagainya.
5) Objek atau suatu yang diwakilka harus diketahui dengan jelas,
tidak bertentangan dengan syari’ah Islam.71

69
Ahmad Dzajuli, Kaidah-Kaidah Fikih, h. 130.
70
Indah Nuhyatia, “ Penerapan dan Aplikasi Akad Wakalah pada Produk Jasa Bank
Syariah “, Economic: Jurnal Ekonomi dan Hukum Islam, Vol. 3, No. 2 H. 104
71
Fatwa DSN No. 10/DSN-MUI/XI/2008 tentang Wakalah.
46

BAB III

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN


AGUNG SEMARANG

A. Sejarah Pendirian Rumah Sakit


Dalam rentang waktu satu tahun, proses pembangunan RSI Sultan Agung
dimulai. Hingga akhirnya pada tanggal 17 Agustus 1971, secara resmi cikal bakal
RSI Sultan Agung berdiri dengan nama Health Centre. Dahulu, RSI Sultan Agung
bernama RS Sultan Agung

Dalam perkembangannya, kiprah Health Centre dalam pelayanan


kesehatan membuahkan kepercayaan dari beberapa instansi. Setidaknya, nampak
dari diberikannya bantuan dari Pemerintah berupa mobil Ambulance dan beberapa
instansi perusahaan masing-masing dari Sumitomo Shoji Kaisha Ltd; Tokyo, NV.
HMS & Co, NV; Sapto Argo Puro dan Pabrik Rokok Sukun Kudus yang
menyumbangkan 4 kamar VIP.

Pada perkembangannya, RSI Sultan Agung pun sudah memikirkan


kemudahan akses kesehatan bagi warga yang kurang mampu secara finansial. Yang
ditindaklanjuti dengan dibangunnya dua bangsal perawatan kaum dhuafa pada 31
Juli 1977

RSI Sultan Agung mendapatkan akreditasi sebagai Rumah Sakit Tipe C


berdasarkan SK Menkes RI no 1024/Yan.Kes/1.0./75. Secara resmi, tanggal 1
Januari 1978 diresmikan pemakaian 2 kamar VIP bantuan dari NV Semarang dan
Ny Aminah Abdurrahman Sungkar Pada tahun 1980, RSI Sultan Agung menjadi
kepaniteraan klinik mahasiswa FK Unissula 8 Januari 1992, Rumah Sakit Sultan
Agung (RSSA) resmi menyandang nama RSI Sultan Agung Keluarga HM Ismail
(mantan Gubernur Jawa Tengah) memberikan bantuan kamar VIP

46
47

Peresmian gedung D RSI Sultan Agung oleh Gubernur Jawa Tengah


periode 1998-2003, H. Mardiyanto pada tahun 15 Mei 2003. RSI Sultan Agung
merintis dua layanan unggulan meresmikan Semarang Eye Center (SEC) pada
tanggal 23 Mei 2006 yang diresmikan oleh Gubernur Jawa Tengah kala itu, Ali
Mufiz, MA.

21 Februari 2011, RSI Sultan Agung ditetapkan menjadi RS yang


terakreditasi kelas “B” Surat Ketetapan (SK) No HK.03.05/I/513/2011 yang
ditandatangani Direktur Tim Penetapan Kelas B. Jenderal Bina Upaya Kesehatan.

Tidak berselang lama, pada tanggal 25 Juni 2011, RSI Sultan Agung
ditahbiskan sebagai RS Pendidikan Utama Fakultas Kedokteran Universitas Sultan
Agung Semarang sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor :
HK.03.05/III/1299/11. 16 Juli 2014, RSI Sultan Agung resmi dinyatakan “Lulus
Tingkat Paripurna” oleh Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS). Penyerahan oleh
ketua KARS, DR dr Sutoto, M.Kes

Setelah mendapatkan pengakuan Rumah Sakit (RS) kelas “B” dan


mendapatkan pengakuan akreditasi paripurna dari KARS, kini RSI Sultan Agung
menjadi pelopor (Pilot Project) RS berbasis Syariah. Di sisi lain, RSI Sultan Agung
dihadapkan pada model pembiayaan tarif JKN BPJS yang semakin kompetitif.
Belum lagi kita memasuki era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang
kompetitif. Problematika diatas tentu saja menjadi tantangan bagi jajaran Direksi
dengan masa periode 2014 s.d 2019. Semoga dalam perjalannya, Direksi RSI
Sultan Agung diberikan kekuatan untuk menjalankan amanah dengan baik.1

1
https://rsisultanagung.co.id/v2015/profil/sejarah/ diakses pada tanggal 20 Februari 2018.
48

B. Letak Geografis Rumah Sakit Sultan Agung Semarang


RSI Sultan Agung Semarang merupakan salah satu rumah sakit yang
strategis. Terletak di Jalan Raya Kaligawe KM. 4 Semarang, dan berada di
kelurahan Genuk. Lingkungan RSI Sultan Agung Semarang berdekatan dengan
Universitas Islam Sultan Agung, terminal Terboyo, dan dikelilingi pertumbuhan
industri, namun suasana tetap tenang dan tidak bising. RSI Sultan Agung Semarang
memiliki luas wilayah 29.900 meter persegi, dan luas tanah pengembangan 40.200
meter persegi. Apotek RSI Sultan Agung Semarang berada dalam lingkungan
rumah sakit. Komplek RSI Sultan Agung Semarang terdapat masjid dan mushala
untuk umum sebagai sarana melengkapi kebutuhan masyarakat. Jenis pelayanan
yang tersedia di RSI Sultan Agung Semarang adalah umum, spesialistik, dan
subspesialistik.
C. Falsafah, Motto, Visi-Misi, dan Tujuan Rumah Sakit
1. Falsafah
Falsafah RSI Sultan Agung Semarang adalah wadah peningkatan
kualitas kesehatan jasmani dan rohani umat, melalui dakwah bi al-Haal dalam
68 bentuk pelayanan, serta pendidikan Islam, dan fastabiq al-Khairat.2
2. Motto

Pegawai RSI Sultan Agung Semarang dalam kegiatan sehari-hari


memiliki motto yang dijadikan sebagai salah satu bentuk motivasi, yaitu
“Mencintai Allah, Menyayangi Sesama”. Keramahan, kenyamanan, dan
kebersihan, merupakan sapa keseharian RSI Sultan Agung Semarang. Kasih
sayang menjadi sentuhan khas yang dihadirkan, dan falsafah selamat
menyelamatkan, selamat dunia dan akhirat menjadi landasan pengelolaan
rumah sakit. Inilah yang menjadi ciri pelayanan kesehatan atas dasar nilai-nilai
Islam yang diterapkan.

2
Company profile RSI Sultan Agung Semarang.
49

3. Visi

Visi merupakan tujuan jangka panjang suatu organisasi yang juga


menjadikan landasan pegawai dalam menjalankan tugasnya untuk mewujudkan
keinginan organisasi,3 khususnya RSI Sultan Agung Semarang. RSI Sultan
Agung Semarang memiliki visi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat,
yaitu: “Rumah sakit terkemuka dalam pelayanan kesehatan yang selamat dan
menyelamatkan, pelayanan pendidikan membangun generasi khaira ummah
dan 69 pengembangan peradaban Islam menuju masyarakat sejahtera yang
dirahmati Allah”.

4. Misi

Misi RSI Sultan Agung Semarang adalah:

a. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang selamat menyelamatkan


dan dijiwai semangat mencintai Allah menyayangi sesama.
b. Menyelenggarakan pelayanan pendidikan dalam rangka membangun
generasi khaira ummah.
c. Membangun peradaban Islam menuju masyarakat sehat sejahtera yang
dirahmati Allah.4
5. Tujuan

Sebagai rumah sakit Islam, RSI Sultan Agung Semarang


mempunyai tujuan yang ingin dicapai, diantaranya:

1. Terselenggaranya pelayanan kesehatan masyarakat untuk keselamatan


iman dan kesehatan jasmani sebagai upaya bersama untuk mendapatkan
kebahagiaan dunia dan akhirat.

3
Samsudin, Komite Syariah RSI Sultan Agung Semarang, Interview Pribadi, Semarang, 8
Februari 2018.
4
https://rsisultanagung.co.id/v2015/profil/visi-dan-misi-rsi-sultan-agung/ diakses pada tanggal
20 Februari 2018.
50

2. Terselenggaranya pelayanan kesehatan islami.


3. Terbentuknya jamaah Sumber Daya Insan (selanjutnya disebut SDI)
yang memiliki komitmen pelayanan kesehatan islami yang 70
bertakwa, dengan kecendiakawanan dan kepakaran dengan kualitas
universal, menjunjung tinggi etika rumah sakit Islam, etika kedokteran,
dan etika kedokteran Islam, menguasai nilai-nilai dasar Islam untuk
disiplin ilmu kedokteran dan kesehatan, dan melaksanakan tugas-tugas
pelayanan rumah sakit, pelayanan kependidikan, pelayanan penelitian,
dan tugas dakwah dengan jiwa dan semangat “Mencintai Allah
Menyayangi Sesama"
4. Terselenggaranya pelayanan pendidikan dalam rangka membangun
generasi khaira ummah dibidang kedokteran dan kesehatan pada
program diploma, sarjana, magister, profesi, dan doktor, dengan
kualitas universal siap melaksanakan tugas.
5. Terselenggaranya silaturahim dan jejaring dengan pusat-pusat
pengembangan ilmu kedokteran, dan kesehatan, serta rumah sakit Islam
di seluruh dunia.
6. Terselenggaranya silaturahim yang intensif dengan masyarakat dan
partisipasi aktif dalam 71 upaya membangun masyarakat sehat sejahtera
yang dirahmati Allah SWT.
7. Menjadi rujukan bagi masyarakat dan rumah sakit lain dalam pelayanan
kesehatan islami.
8. Terselenggaranya proses pengembangan gagasan, kegiatan, dan
kelembagaan sejalan dengan dinamika masyarakat, perkembangan
rumah sakit, dan perkembangan iptek kedokteran dan kesehatan.
9. Terwujudnya rumah sakit untuk pendidikan kedokteran dan kesehatan
Islam yang berkualifikasi B Plus untuk lima tahun ke depan, dan A
untuk sepuluh tahun kedepan.
51

10. Terwujudnya rumah sakit pendidikan Islam utama (Islamic Teaching


Hospital).
11. Terselenggaranya proses evaluasi diri secara teratur dan berkelanjutan.5

D. Fasilitas Pelayanan
RSI Sultan Agung Semarang secara resmi mengoperasikan gedung baru
berlantai empat pada bulan Agustus 2003 untuk meningkatkan mutu dan 72
kualitas pelayanan. Upaya-upaya pembenahan manajemen pelayanan medis,
penunjang, perawatan, keuangan serta peningkatan sumber daya manusia
diperbaiki secara terus-menerus, sehingga dapat menghasilkan produk yang
berkualitas guna meningkatkan jumlah pasien rawat jalan dan rawat inap.
Berbagai macam jenis pelayanan dilakukan oleh pihak rumah sakit guna
mendukung dan mensukseskan visi dan misi yang telah dibuat dimasa yang
akan datang. Rumah sakit pada umumnya menyediakan pelayanan dalam
bidang kesehatan dan penunjang kesehatan. Namun tidak menutup
kemungkinan pelayanan Dakwah Islam juga disertakan dalam suatu kegiatan.
RSI Sultan Agung Semarang membedakan pelayanan rawat inap bagi pasien
laki-laki dan perempuan, dengan mengambil nama-nama bangsal bernuansa
islami. Jenis pelayanan RSI Sultan Agung Semarang secara rinci sebagai
berikut:
1. Instalasi Pelayanan Kesehatan, meliputi:
a. Pelayanan Poliklinik Umum dan Instalasi Gawat Darurat (24 jam)
Pelayanan Penunjang Kesehatan (24 jam) yang meliputi
radiodiagnostik konventional, mobile radiodiagnostik, ultrasonografi,
computerized tomography scanner, electroencephalograph,
electrocardiograph, lithoclast, hearing aid, laboratarium klinik, 48
laboratarium patologi anatomi, klinik psikologi, fisioterapi, dan
instalasi farmasi

5
Company profile RSI Sultan Agung Semarang.
52

b. Layanan Unggulan yaitu:


1) Sultan Agung Eye Center disingkat SEC. SEC merupakan layanan
unggulan RSI SultanAgung Semarang di bidang mata. Produk
layanan SEC meliputi oftalmologi umum, kelainan retina, katarak
(konventional dan phaco), infeksi mata luar, tumor, dan kelainan
refaraksi.
2) Sultan Agung Urologi center terdiri dari beberapa layanan, yaitu
Extracorporeal Shock Wave Lithotriper (selanjutnya disebut
ESWL), Trans Urethra Needle Ablatin (selanjutnya disebut TUNA
terapi), uroflowmeter, dan hemodialisa. ESWL adalah alat pemecah
batu ginjal dan saluran kemih dengan gelombang kejut tanpa
pembedahan. ESWL mempunyai kelebihan antara lain, pasien tidak
perlu rawat inap, pengobatan lebih singkat, tidak memerlukan
pembedahan, efek samping lebih sedikit dibandingkan dengan
operasi terbuka. TUNA terapi adalah terapi bagi pasien yang
mengalami Benign Prostatic Hyperplasia (selanjutnya disebut BPH)
atau pembesaran prostat yang menghambat aliran seni. Kelebihan
TUNA terapi menyembuhkan BPH adalah waktu pengobatan lebih
singkat, sangat sedikit efek sampingnya, pasien cepat pulih, dan
menghilangkan resiko mengompol abadi. Uroflowmeter merupakan
pemeriksaan kekuatan pancar air seni, alat ini akan menunjukan
seberapa besar kekuatan pancaran air seni. Hemodialisa, merupakan
alat yang digunakan mencuci darah pasien akibat kurang
berfungsinya ginjal.
3) Sultan Agung Lasik Center disingkat SLC adalah prosedur khusus
untuk memperbaiki kelainan refraksi pada mata. Sultan Agung
LASIK Center yang didukung oleh dokter Spesialis Mata
berpengalaman dan ditunjang mesin dengan tekhnologi terkini.
53

4) Sultan Agung Cardiac Center disingkat SCC adalah pusat pelayanan


jantung.
5) Sultan Agung Pain Center disingkat SPC adalah unit khusus yang
melayanai penanganan nyeri akut dan kronik dengan mengurangi
frekuensi dan intensitasnya. Melalui injeksi obat-obatan tertentu di
titik picu nyeri (trigger point) atau di persendian (intra artikuler)
dengan panduan USG dan dengan radiofrequency di titik saraf
tertentu yang menjadi asal muasal dan penyebaran nyeri dengan
panduan alat c-arm atau USG untuk menjamin akurasi.
6) Sultan Agung ENT Center disingkat SENC adalah pusat
pemeliharaan kesehatan Telinga Hidung Tenggorok dan Kepala
Leher. Dengan didukung para dokter ahli dari berbagai disiplin ilmu
serta dilengkapi dengan peralatan dan perangkat medis mutakhir.
Penatalaksanaan operasi mencakup bedah mikroskopik, endoskopik,
maksilofasial, bedah kepala leher dan operasi lainnya.
7) Sultan Agung Skin Center disingkat SSC adalah pusat perawatan
kulit dengan teknologi dan tenaga medis profesional.
8) Sultan Agung Fertility Center disingkat SFC adalah pusat pelayanan
kesehatan yang yang memiliki kemampuan untuk menjaga dan
mengupayakan kesehatan reproduksi masyarakat. SAFC dilengkapi
dengan beragam keunggulan, dimulai dari tenaga ahli andrologi dan
ginekologi yang profesional serta labolatorium dan alat-alat
penunjangnya.
9) Sultan Agung Medical Rehabilitation Center disingkat SMRC
adalah pusat pelayanan kesehatan yang menawarkan fasilitas bagi
pasien yang membutuhkan layanan rehabilitasi. Dengan didukung
paramedis berkualitas, kami menggunakan metode pengobatan
terkini dan peralatan terapi berkualitas.
54

10) Sultan Agung Integrated Clinic Of Specialist disingkat SISC adalah


klinik spesialis terpadu adapun layanannya adalah sebagai berikut:
a) Klinik penyakit dalam
b) Klinik paru
c) Klinik bedah umum
d) Klinik bedah orthopedi
e) Klinik bedah oncology
f) Klinik obsgyn
g) Klinik anak
h) Klinik penyakit syaraf
i) Klinik jiwa
j) Klinik gizi
k) Klinik akupuntur
11) Sultan Agung Oncology Center disingkat SOC adalah Unit
pelayanan terpadu RSI Sultan Agung yang bertujuan
mengendalikan pertumbuhan sekaligus mengobati kanker dalam
tubuh. Tindakan yang diberikan pasien meliputi terapi obat-obatan,
bedah dan kemotherapi. Manfaat kemotherapi ialah meringankan
gejala dengan memperkecil tumor yang mengakibatkan rasa sakit,
mengendalikan dnegan mencegah penyebaran, memperlambat
pertumbuhan, sekaligus menghancurkan sel kanker yang
berkembang kebagian tubuh yang lain dan menyembuhkan dengan
menghancurkan semua sel kanker sehingga sempurna dan ini
mencegah berkembangnya kanker di dalam tubuh lagi.
12) Sultan Agung Stroke Center disingkat SSC adalah pusat pelayanan
kesehatan penanganan stroke terpadu.
13) Sultan Agung Dental Center disingkat SDC adalah pusat pelayanan
kesehatan gigi dengan pelayanan di Sultan Agung Dental Center
sebgai berikut:
55

a) Pemeriksaan/Konsultasi gigi
b) Penambalan gigi
c) Pencabutan gigi
d) Pembersihan karang gigi
e) Pencegahan gigi berlubang pada anak
f) Pembuatan gigi palsu/protesa gigi
g) Merapikan susunan gigi/kecantikan gigi
h) Tindakan bedah gigi dan mulut.
14) Sultan Agung deabetic Center disingkat SDC adalah pusat
pelayanan kesehatan penderita diabetes melitus, berupa gangguan
pada sel pankreas yang fungsi utamanya menghasilkan hormon
insulin. Kerusakannya akan meningkatkan kadar gula darah karena
produksi insulin terganggu. Secara medis, gangguan tersebut tidak
dapat disembuhkan dan membutuhkan terapi obat-obatan atau
insulin seumur hidupnya. Tidak berlebihan bila sampai sekarang
dikatakan, DM adalah salah satu penyakit yang tidak bisa
disembuhkan. Meski demikian, pengidap DM tetap berhak
menjalani kehidupan yang sehat dan mandiri. Itulah yang
diharapkan dari keberadaaan Sultan Agung Diabetic Center kepada
para diabetisi-sebutan pengidap DM.6
2. Pelayanan Rawat Inap meliputi bait as-Syifa' (kelas I B), bait an-Nissa
(Kelas II dan Kelas III), bait ar-Rijjal (Kelas II dan Kelas III), bait as- Salam
(Kelas III), bait al-Izzah (Kelas III), bait ar-Rohman (Kelas II), dan bait al-
Ma'ruf (Kelas VIP dan Kelas I A)
3. Rehabilitasi Medik yang terdiri dari exercise massage, infra red, nebulizer,
ultra sonic, dan diathermi

6
Company profile RSI Sultan Agung Semarang.
56

4. Pelayanan lain meliputi medical chek up, hearing center, pelayanan


ambulance, dan perawatan jenazah
5. Bidang Bimbingan dan Pelayanan Islami (selanjutnya disebut BPI). BPI
terdiri dari bimbingan rohani Islam dan pelayanan Dakwah & al-Husna.
Bimbingan rohani Islam meliputi bimbingan psikospiritual bagi pasien
maupun karyawan, bimbingan fiqh orang sakit, konsultasi psikospiritual
baik off line maupun on line, dan qur’anic healing. Pelayanan Dakwah &
al-Husna meliputi dakwah bagi masyarakat, seperti bantuan dana
pemakmuran masjid, pembinaan majlis taklim, desa binaan, dan
sebagainya, serta perawatan jenazah al-Husna.7

7
Company profile RSI Sultan Agung Semarang.
57

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Implementasi Fatwa DSN No. 107 Pada Rumah Sakit Islam Sultan
Agung Semarang
Penerapan prinsip syariah dalam rumah sakit syariah tidak luput dari
kepatuhan rumah sakit terhadap fatwa DSN MUI no 107, pedoman standar
pelayanan minimal rumah sakit dan indikator mutu wajib rumah sakit syariah,
kode etik rumah sakit syariah , kode etik sokter rumah sakit syariah dan standar
instrumen sertifikasi rumah sakit syariah yang dibuat oleh DSN MUI dan
MUKISI sebagai standar rumah sakit untuk dinyatakan sebgai rumah sakit yang
syariah.
Penerapan fatwa DSN MUI No. 107 tentang rumah sakit syariah
menurut Wakil Ketua MUI Pusat Yunahar Ilyas dalam dalam Seminar Nasional
Akuntansi Rumah Sakit dengan tema “Revitalisasi Tatakelola Keuangan
Rumah Sakt di Era Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), Auditorium
Baroroh Baried Universitas Aisyiyah (UNISA) Yogyakarta, Selasa (11/4).
Menyatatakan bahwa, fatwa tersebut pada prinsipnya berisi lima hal, yakni
tentang akad, pelayanan rumah sakit, obat-obatan, dan pengelolaan dana
financial.
Rumah sakit syariah harus memastikan bahwa hal-hal yang terkait
dalam fatwa DSN MUI no 107 tentang rumah sakit syariah telah diterapkan
pada setiap aspek yang ada pada rumah sakit sayriah itu sendiri. Penerapan
fatwa DSN MUI No. 107 tentang rumah sakit syariah yaitu rumah sakit Islam
Sultan Agung Semarang dan juga fatwa-fatwa yang terkait dengan
penyelenggaraan rumah sakit syariah. Berikut adalah analisa dari penrapan atau
implementasi fatwa mengenai penyelenggaraan rumah sakit syariah:

57
58

1. Akad Syariah pada Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang.


Akad-akad syariah yang dipakai di rumah sakit Islam Sultan Agung
Semarang hanya ada dipegawaian dan pengadaan hampir semua akad yang
ada di dalam fatwa dipakai, meskipun tidak sama persis. Ada tiga akad yang
dipakai oleh rumah sakit Islam Sultan Agung Semarang yaitu akad dengan
lembaga keuangan, akad yang terkait dengan pengelolaan sdm, dan yang
terakhir akad dengan vendor. Akad syariah yang dipakai dengan vendor
bermacan-macam akadnya ada akad jual beli dengan murabahah, sewa
menyewa, dan lainnya. Berikut akad syariah yang dipakai oleh rumah sakit
Islam Sultan Agung Semarang:
a) Akad ijarah
Akad ijarah adalah akad pemindahan hak guna atau manfaat
atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu dengan bayaran atau
upah.1 Akad ijarah adalah akad yang paling banyak dipakai di rumah
sakit Islam Sultan Agung Semarang. karena akad ijarah sendiri
terdapatdibanyak bidang contohnya bidang kepegawaian, tentu saja
semua pegawai di rumah sakit Islam Sultan Agung Semarang pada
saaat pertama kali membuat kontrak kerja mengunakan akad ijarah,
selanjutnya bidang kerjasama dengan lembaga pendidikan untuk
menitipkan mahasiswa dan juga dosen untuk melakukan penelitian,
menggunakan akad ijarah, bidang sewa menyewa tempat atau lapak
untuk berjualaan di area rumah sakit, perjanjian pengadaan pekerja
borongan.2 Berikut ini contoh sekemanya akad ijarah yang ada di rumah
sakit Islam Sultan Agung Semarang dengan:

1
Nasrun Haoen, Fiqh Muamalah, h. 228
2
Miftah, Direktur Kuangan RSI Sultan Agung Semarang, Interview Pribadi, Semarang, 9
Februari 2018.
59

1) Akad antara Rumah Sakit dengan Tenaga Kesehatan adalah akad


Ijarah atas jasa pelayanan kesehatan; Rumah Sakit sebagai
pengguna jasa (Musta 'jir), dan Tenaga Kesehatan sebagai pemberi
jasa (Ajir).
2) Akad antara Rumah Sakit dengan Pasien adalah akad ijarah; Rumah
Sakit sebagai pemberi jasa (Ajir), dan Pasien sebagai pengguna jasa
(Musta'jir), dalam upaya pengobatan penyakit yang dialami pasien.3

Rumah sakit Tenaga


kesehatan
(Musta 'jir)
Ujrah (Ajir)

Tenaga

Bagan 4. 1 skema ijarah

b) Akad murabahah
Murabahah adalah akad jual beli yang pada harga asal dengan
tambahan keuntungan yang disepakati.4 Dalam murabahah ketika
pembeli ingin membeli barang dari penjual, sipenjual harus memberi
tahu harga asli dari barang tersebut. Setelah mengetahui harga asli
barang, penjual dan pembeli menyepakati keuntungan yang harus di
dapat oleh penjual dari tambahan harga jual kepada pembeli.

3
Fatwa Dewan Syariah Nasional, No.107, 2016, tentang Pedoman Penyelenggaraan Rumah
Sakit Syariah Berdasarkan Prinsip Syariah.
4
Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, h. 101.
60

Akad ini dipakai RSI Sultan Agung Semarang dalam proyek


pembangunan masjid baru di area rumah sakit.5 Berikut contoh skema
akad murabahah yang ada di RSI Sultan Agung Semarang;
1) Akad ini dipakai dalam proyek pembangunan masjid. Pihak rumah
sakit meminjam uang kepada bank syariah untuk membiayai
pembangunan tersebut, dengan keuntungan yang disepakati antara
pihak rumah sakit dan bank syariah. Rumah sakit akan membayar
cicilan setiap bulan sampai akhir pelunasan.

Persyaratan dan
Negosiasi

Bank Rumah
Syariah Sakit
Pembayaran

modal
Proyek
Masjid

Bagan 4. 2 skema murabahah

c) Akad mudharabah
mudharabah adalah kontrak atau perjanjian antara pemilik
modal (rab al-mal) dan pengguna dana (mudharib) untuk digunakan
untuk aktivitas yang produktif di mana keuntungan dibagi antara
pemilik modal dan pengelola modal.6 Akad ini belum digunakan oleh
RSI Sultan Agung Semarang karena belum diutuhkan dalam transaksi.

5
Miftah, Direktur Kuangan RSI Sultan Agung Semarang, Interview Pribadi, Semarang, 9
Februari 2018.
6
Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah, h. 196.
61

Tetapi ketika akad ini akan digunakan dalam transaksi di rumah sakit
berikut ini adalah sebagai berikut:
1) Akad antara Rumah Sakit dengan Pemasok Alat Kesehatan dan
Pemasok Alat Laboratorium. Rumah Sakit sebagai pengelola
(mudharib), dan pemasok sebagai pemilik modal (shahib ai-mal).7

Pemasok (shahib Rumah Sakit


ai-mal) (mudharib)

Modal Skill

Proyek

Bagan 4. 3 sekema mudharabah

d) Akad ijarah muntahiyah bit tamlik


Ijarah muntahiyah bit-tamlik adalah sejenis perpaduan antara
kontrak jual beli dan sewa, atau lebih tepatnya akad sewa yang diakhiri
dengan kepemilikan barang di tangan si penyewa.8 Akad ini sering
dipakai antara Rumah Sakit dengan Pemasok Alat Kesehatan dan
Pemasok Alat Laboratorium (selanjutnya disebut Pemasok). Akad ini
pernah dipakai oleh rumah sakit Islam Sultan Agung semarang, menurut
direktur keuangan rumah sakit Islam sulatan Agung Semarang akad ini
sudah tidak dipakai karena biaya perawatan alatnya lebih mahal dan isi
ulang dari alat seperti regen biayanya lebih mahal. Para perusahaan
pemasok alat kesehatan memberikan opsi kepada rumah sakit antra
membeli alat dan meminjam alat, untuk peminjaman alat dibebaskan
biaya perawatan. Harga isi ulang alat kesehatan seperti ragen tadi lebih

7
Fatwa Dewan Syariah Nasional, No.107, 2016, tentang Pedoman Penyelenggaraan Rumah
Sakit Syariah Berdasarkan Prinsip Syariah.
8
Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Prakti, h. 102.
62

murah dari pada jika rumah sakit membeli alat kesehatan.9 Tentu saja
lebih untung meminjam alat dari pada membeli, itu yang menjadi
alasannya akad IMBT belum dipakai lagi karena harus mengeluarkan
lebih banyak biaya ketimbang meminjam contoh sekemanya sebgai
berikut:
1) Rumah Sakit sebagai penyewa (musta'jir), dan pemasok sebagai
pihak yang menyewakan (mu'jir) pemasok menyewakan alat
kesehatan dengan menggunakan akad IMBT sewa yang diakhiri
dengan pemindahan kepemilikan barang sewa dari mu 'jir kepada
musta 'jir.10

Pemasok Sewa beli Rumah sakit

(mu'jir) (musta'jir)

Objek

Dimiliki
Bagan 4. 4 sekema IMBT

e) Akad wakalah bil ujrah


Wakalah bil Ujrah adalah ketika nasabah memberikan kuasa
kepada bank dengan imbalan pemberian ujrah atau fee. Akad ini
digunkan oleh rumah sakit Islam Sultan Agung Semarang untuk
mewakilkan pemasok obat untuk menjualkan obatnya di rumah sakit
Islam Sultan Agung Semarang. Skema akad wakalah bil ujrah di rumah
sakit Islam Sultan Agung Semarang adalah sebagai berikut:

9
Miftah, Direktur Kuangan RSI Sultan Agung Semarang, Interview Pribadi, Semarang, 9
Februari 2018.
10
Fatwa Dewan Syariah Nasional, No.107, 2016, tentang Pedoman Penyelenggaraan Rumah
Sakit Syariah Berdasarkan Prinsip Syariah.
63

1) Rumah Sakit sebagai wakil, dan pemasok obat sebagai pemberi


kuasa (muwakkil) untuk menjual obat kepada pasien. Muwakkil
selaku pemasok obat memberikan kuasa penjualan obat kepada
wakil yaitu pihak rumah sakit untuk menjualkan obat. Dalam ini
pihak rumah sakit mendapatkan ujrah karena mewakilkan pemasok
obat untuk menjual obatnya.11

Pemasok Rumah sakit

(pemberi (penerima
kuasa) kuasa)

Pelaksanaan
Objek
wakalah
Ujrah

Bagan 4. 5 sekema wakalah bi ujrah

f) Akad musyarakah mutanaqishah.


Akad Musyarakah Mutanaqishah adalah akad musyarakah atau
syirkah yang kepemilikan aset (barang) atau modal salah satu pihak
(syarik) berkurang disebabkan pembelian secara bertahap oleh pihak
lainnya. Akad ini belum dipergunakan di rumah sakit Islam Sultan
Agung Semarang 12ada pung skema akad ini jika dipergunakan adalah
sebagai berikut:
1) Akad ini digunakan jika ada kerjasama antara rumah sakit
dengan Pemasok Alat Kesehatan dan Pemasok Alat
Laboratorium. Rumah sakit dan pengelola menyatukan modal

11
Fatwa Dewan Syariah Nasional, No.107, 2016, tentang Pedoman Penyelenggaraan Rumah
Sakit Syariah Berdasarkan Prinsip Syariah.
12
Miftah, Direktur Kuangan RSI Sultan Agung Semarang, Interview Pribadi, Semarang, 9
Februari 2018.
64

usaha dan porsi kepemilikan modal pemasok berkurang karena


pemindahan kepemilikan modal kepada rumah sakit secara
bertahap.13

Rumah Objek Pemasok


Modal Modal
sakit alat
Kepemilikan+ Kepemilikan-
Bagan 4. 6 sekema MMQ

g) Akad qardh
Akad Qardh adalah transaksi pinjam meminjam dana tanpa
imbalan dengan kewajiban pihak peminjam mengembalikan pokok
pinjaman secara sekaligus atau cicilan dalam jangka waktu tertentu.
Dalam kasus ini yang menjadi objek pinjam bukanlah uang tetapi
sebuah barang yaitu mesin Infiniti alat untuk mengoprasi mata.
Akad Qardh tidak terdapat pada fatwa DSN MUI NO.107
tentang pedoman penyelenggaraan rumah sakit berdasarkan prinsip
syariah. Tetapi akad ini tetap digunakan untuk menunjang kegiatan
transaksi di rumah sakit Islam Sultan Agung Semarang dan tetap
mengacu kepada fatwa DSN MUI NO.19 tentang akad qardh.

Pimjaman
Rumah sakit Pasien
Pembayaran

Biaya
berobat

Bagan 4. 7 sekema qard

13
Fatwa Dewan Syariah Nasional, No.107, 2016, tentang Pedoman Penyelenggaraan Rumah
Sakit Syariah Berdasarkan Prinsip Syariah.
65

h) Akad bai`
Akad bai` adalah akad transaksi jual beli antara rumah sakit dan
pemasok bahan-bahan makanan dan obat-obatan.14 Brikut ini adalah
skema akad bai` pada RSI Suktan Agung Semarang;
1) rumah sakit sebagai pembeli (musytari), dan pemasok obat atau
pemasok bahan makanan gizi sebagai penjual (ba'i'), baik secara
tunai (naqdan), angsuran (taqsith), maupun tangguh (ta Jil).15

Akad ba`i
Rumah Pembayaran tunai/angsuran/tanguh Pemasok obat
sakit
dan makanan

Kirim barang
Objek

Bagan 4. 8 sekema ba`i

2. Pelayanan Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang.


Setiap rumah sakit syariah mentaati standar minimal pelayanan
rumah sakit syariah dan indikator mutu wajib syariah yang tentu saja telah
ada pada rumah sakit Sultan Agung Semarang. Berkut ini adalah indikator
pelayanan minimal yang ada di rumah sakit Islam Sultan Agung Semarang:
a) Membaca Basmalah pada pemberian obat dan tindakan.
Setiap aktivitas yang dilaukan petugas rumah sakit secara lisan
untuk membaca dan mengajak pasien atau keluarga pasiaen untuk
membaca Basmalah sebelum pemberian obat dan tindakan medis yang

14
Miftah, Direktur Kuangan RSI Sultan Agung Semarang, Interview Pribadi, Semarang, 9
Februari 2018.
15
Fatwa Dewan Syariah Nasional, No.107, 2016, tentang Pedoman Penyelenggaraan Rumah
Sakit Syariah Berdasarkan Prinsip Syariah.
66

dilakukan. Dengan mengucapkan lafadz Basmalah pada setiap


pemberian obat dan tindakan adalah khtiar dan tawakkal dari petugas
rumah sakit Islam Sultan Agung Semarang dan pasien beserta keluarga
bahwa kesembuhan datangnya dari Allah sehingga berdoa dengan
melafadzkan Basmalah sebelum pemberian obat dan tindakan medis
yang dilakukan bersifat wajib.16
b) Hijab untuk pasien.
Penyedian fasilitas rumah sakit berupa penyediaan hijab
(krudung, baju pasien atau kain) yang menutup aurat pasien seluruh
tubuh kecuai muka dan telapak tangan. Hijab disediakan oleh rumah
sakit dan dipakaikan pada pasien muslimah saat pertama kali datang
dengan diberikan edukasi tentang berhijab. Dengan ini tergambarlah
pelayanan yang islami, dengan adanya edukasi tentang pemakaian hijab
kepada pasien muslimah yang belum mengenakan hijab pada saat rawat
inap.
c) Mandatory traning untuk fiqih pasien.
Kegiatan ini adalah pembelajaran kepada karyawan tentang
thaharah, bimbingan shalat bagi pasien dan talqin. Dengan ini SDI yang
dimiliki oleh rumah sakit harus memahami fiqih bagi orang sakit,
sehingga dapat memberikan bimbingan ibadah sesuai penyakitnya.
Pemberian kajian ini biasa dilakukan setiap hari jumat, dimana seluruh
petugas akan mengukuti kajian fiqih agar lebih maksimal dalam
menjalankan tugas.
d) Adanya edukasi islami.
Penyediaan dan pemberian sarana edukasi islam berupa leaflet
atau buku kerohanian kepada pasien muslim. Dengan ini rumah sakit

16
Majelis Upaya Kesehatan Islam Seluruh Indonesia (MUKISI), Pedoman Standar Pelayanan
Minimal Rumah Sakit Syariah Dan Indikator Mutu Wajib Syariah, (Jakarta, MUKISI, 2016).
67

memberikan edukasi kepada pasien, keluarga dan pengunjung pasien


yang datang ke rumah sakit Islam Sultan Agung Semarang.17
e) Pemasangan Elektrokardiogram (EKG) sesuai gender.
Pelaksanaan pemasangan Elektrokardiogram atau EKG oleh
petugas rumah sakit yang sesuai dengan jenis kelaminnya. EKG atau
Elektrokardiogram adalah alat pengukur grafik yang mencatat aktivitas
elekrik jantung.18pemasangan EKG sesuai gender adalah upaya rumah
sakit menjaga aurat dan menjaga bersentuhannya kulit dengan lain
gender.
f) Pemakaian hijab ibu menyusui.
Peneyedian fasilitas rumah sakit berupa pakain khusu ibu
menyesui. Pakaian ibu menyusui adalah pakain khusu yang dipruntukan
kepada ibu yang sedang menyusui untuk menjaga aurat pasien dengan
menutup bagian dada ibu saat menyusui anaknya.
g) Pemakaian hijab dikamar oprasi.
Rumah sakit menyediakan pakaian berupa baju dan krudung
bagi pasien muslimah. Pakaian tersebut digunakan di rungan oprasi
yang menutup aurat pasien yang menjalani oprasi mulai sejak persiapan
sampai keluar dari kamar oprasi. Gunanya agar menjaga aurat pasien
yang akan menjalani oprasi.
h) Penjadwalan operasi efektif tidak terbentur waktu sholat.
Penjadwalan oprasi efektif adalah penjadwalan oprasi yang
tidak melewati waktu sholat, sehingga tidak perlu menjama` shalat
kecuali dalam keadaan emergency.

17
Majelis Upaya Kesehatan Islam Seluruh Indonesia (MUKISI), Pedoman Standar Pelayanan
Minimal Rumah Sakit Syariah Dan Indikator Mutu Wajib Syariah, (Jakarta, MUKISI, 2016).
18
Peter Kabo, Mengungkap Pengobatan Penyakit Jantung Koroner, (Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama2008), h. 69.
68

Demikian adalah standar pelayanan minimal rumah sakit


syariah yang ada di rumah sakit Islam Sultan Agung Semarang. Selain
standar pelayanan mnimal berikut ini dalah indikator mutu wajib
syariah yang ada di rumah sakit Islam Sultan Agung Semarang:
a) Pasien sakaratul maut terdampingi dengan talqin.
Talqin untuk pasien sakaratul maut adalah upaya pendampingan
pada pasien agar dapat meninggal dengan mengucapkan kalimat “laa
ilaha ilallah” diakhir hidupnya. Tujuan dari pengukuran indikator ini
adalah agar semua pasien muslim di rumah sakit Islam Sultan Agung
Semarang pada saat sakaratul maut dipastikan terdampingi denga talqin
sampai akhir kehidupannya. Pelaksaan talqin diatur dengan kebijakan
rumah sakit. Ketika seorang muslim menghadapi sakaratul maut salah
satu amalan sunah adalah membaca bacaan tahlil sebagaimana
diriwayatkan oleh Abu Said al- Khudri r.a. bahwa Rasulullah saw
bersabda:
:‫ رسول ِلالِصل ى ِِلال ِي وسل ِم‬: ‫رضي ِِلال عنه قال‬ ‫عن أبي ع‬
‫ِي د ا در‬
‫ه‬ ‫قِال‬
‫ي‬ ‫ِلس خ‬
ِ‫عل‬
19
‫ ( رواه مسلم‬.‫ِِلال‬ ‫ك ِم ال‬ (
‫لِقِِن إِلِهِ إِال‬
‫ِتِا‬
‫مو‬ ‫وا‬
diriwayatkan oleh Abu Said al- Khudri r.a. bahwa Rasulullah SAW
bersabda:“ajarilah orang yang akan mati kalimat laa ilaha ilallah” HR
Muslim.20
b) Mengingatkan waktu shalat.
Mengingatkan waktu shalat adalah kegiaan petugas rumah sakit
untuk menngingatkan pasien untuk menjalankan kegiatan shalat fardu
dan memberikan bantuan bimbingan shlat jika diperlukan. Tujuan dari
indikator agar pasien muslim di rumah sakit dipastikan menjalankan
sholat.

19
Mukhtashar Shahih Muslim, (jakarta: Pustaka Azzam, 2003), h. 334.
20
Muhammad Abdul Hadi, Menjemput Sakaratul Maut Bersama Rasulallah., (Jakarta: Gema
Insani Press, 2002), h. 62.
69

c) Pemasangan Dower Cateter (DC) sesuai gender.


Pemasangan DC atau dower cateter sesuai gender adalah
prosedur pemasangan kateter dengan memperhatikan aspek syariah
yaitu dilakukan dengan petugas yang berjenis kelamin sama dengan
pasien. Dengan memperhatikan privasi pasien utamanya yang berkaitan
dengan aurat pasien dan kenyamanan pasien saat pemasangan kateter.21
d) Laundry Syariah
Rumah sakit Islam Sultan Agung Semarang memiliki laundry
yang berbasis syariah. Mekanisme pengerjaan laundry yang berbasis
syariah dengan cara memisahkan pakain atau kain antara yang infeksius
dan nonifeksius.22 Pemisahaan ini berguna agar tidak bercampurnya
pakain yang suci dengan pakain yang terkena najis. Jika pakain yang
tidak terkena najis dicampur dengan pakain yang terkena najis
mengakibatkan pakian mejadi najis semua. Selain pemisahan pakain
pasien yang terkena najis dan yang tidak terkena najis penggunakan
sabun yang dipakai untuk mencuci sudah mendapatkan sertifikan halal
oleh LPPOM MUI, jadi terjamin kehalalannya. Dan yang pasti bahan
yang dipakai lebih lembut dari bahan kain lainnya.
3. Obat-obatan
Fatwa DSN MUI no.107 tentang pedoman penyelenggaraan rumah
sakit syariah di bagian ke enam yaitu ketentuan terkait penggunaan obat-
obatan, makan, dan minuman, kosmetik, dan barang gunaan pada poin satu
menyebutkan bahwa; rumah sakit mengunakan obatobatan, makanan,
minuman, kosmetika, dan barang gunaan halal yang mendapatkan
sertifikasi halal dari Majelis Ulama Indonesia. Salah satu kelebihan rumah

21
Majelis Upaya Kesehatan Islam Seluruh Indonesia (MUKISI), Pedoman Standar Pelayanan
Minimal Rumah Sakit Syariah Dan Indikator Mutu Wajib Syariah, ( Jakarta, MUKISI, 2016).
22
Samsudin, Komite Syariah RSI Sultan Agung Semarang, Interview Pribadi, Semarang, 8
Februari 2018.
70

sakit syariah adalah menjamin semua obat-obatan yang ada di rumah sakit
adalah obat-obat yang halal. Dijaminnya obat-obatan yang ada di dalam
rumah sakit sayriah dengan sertifikat halal yang diberikan LPPOM Majelis
Ulama Indonesia karena produk halal sudah jadi bagian yang tidak
terpisahkan dan menjadi lifestyle masyarakat khususnya umat islam di
indonesia maupun di dunia internasional. Keberadaan rumah sakit syariah
menjamin umat Islam mendapatkan obat yang halal saat dirawat di rumah
sakit.
Kenyataannya belum ada 2% dari obat-obatan yang beredar di
indonesia yang sudah mengantongi sertifikat halal yang diberikan oleh
LPPOM Majelis Ulama Indonesia.23 Salah satu kendalanya dari perusahaan
farmasi sendiri selaku pembuat obat-obatan. Karena bahan baku obat di
Indonesia 90 persen impor dan memiliki kemasan yang bersumber
pengolahan yang belum dari sumber halal, maka Kemenkes memohon
pengecualian mengenai penggunaan obat.24
Direktur Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetik
(LPPOM) Majelis Ulama Indonesia (MUI), Lukmanul Hakim, menilai
dengan ditemukannya obat maupun suplemen yang mengandung babi
seharusnya semakin mendorong agar industri farmasi di Tanah Air semakin
maju dan mencari alternatif lain yang halal.25 Sertifikasi sebenarnya
sederhana, menurut undang-undang, permohonan bisa diajukan ke Badan
Pelaksana Jaminan Produk Halal (BPJPH), ditentukan biaya pendaftaran di
awal, BPJPH menugaskan Lembaga Produk Halal (LPH) yang mengaudit
halal dan pemeriksaan tidak perlu pengujian samapi Majelis Ulama

23
Samsudin, Komite Syariah RSI Sultan Agung Semarang, Interview Pribadi, Semarang, 8
Februari 2018.
24
http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/17/12/29/p1q6m4409-kemenkes-
ungkap-kesulitan-proses-sertifikasi-halal-vaksin diakses pada tanggal 20 Maret 2018.
25
www.industry.co.id/read/29257/dpr-desak-bpom-tarik-sejumlah-obat-tidak-halal-dari-
pasaran diakses pada tanggal 20 Maret 2018.
71

Indonesia (MUI) untuk diberikan penetapan halal untuk diterbitkan


sertifikat.

Karena lembaga yang berwenang untuk melakukan sertifikasi itu


menurut UU, adalah LPH (Lembaga Pemeriksa Halal) dan sampai hari ini
pun belum ada satupun LPH yang mendapatkan akreditasi dari BPJPH
MUI. Terkait tarif yang sampai saat ini BPJPH belum dapat menerbitkan
besaran tarif untuk sertifikasi produk halal, karena BPJPH satu lembaga
dibawah Kementerian bukan BLU. Sehingga menurut UU tidak dapat
dikenakan penetapan tarif kepada umum kecuali intern. Pelaksanaa dari UU
JPH masih dalam proses tarik menarik kepentingan, bahkan Menteri
Kesehatan ingin agar produk kesehatan seperti vaksin diantaranya dan obat-
obatan agar dikeluarkan bukan menjadi bagian dari UU JPH atau dalam kata
lain dikecualikan. sebab berdasarkan UU menyebut bahwa semua produk
yang beredar di masyarakat harus bersertifikasi halal apapun produknya,
baik makanan, minuman, obat-obatan, kosmetik, rekayasa teknologi dan
barang gunaan. Jika hal tersebut dikecualikan seharusnya UUnya harus
diamputasi, jadi sederhananya belum jalan sudah dijegal dan ini yang
menjegal justru Kementerian Kesehatan.26
Kesimpulannya obat-obatan yang terdapat pada rumah sakit Islam
Sultan Agung semarang belum semua bersertifikasi halal. Akan tetapi
meskipun obat-obatan belum tersertifikasi halal, tetap dijamain
kehalalannya karena obat yang belum tersertifikasi belum tetentu haram.
Sesuai deangan setandar dan instrumen sertifikasi rumah sakit syariah,
dalam standar pelayanan obat yaitu rumah sakit mengupayakan
folmuralium obat tidak mengandung unsur obat yang diharamkan.27 Akan

26
http://khazanah.republika.co.id/berita/dunia-islam/wakaf/18/01/25/p33igh396-ini-penyebab-
molornya-sertifikasi-halal diakses pada tanggal 20 Maret 2018.
27
Samsudin, Komite Syariah RSI Sultan Agung Semarang, Interview Pribadi, Semarang, 8
Februari 2018.
72

tetapi penggunaan obat yang mengandung unsur yang diharamkan dapat


digunakan karena termasuk kondisi darurat, dan sebelum diberikan kepada
pasien, pasien harus diberitahu jika obat yang akan diberikan mengandung
unsur yang diharamkan. Sehingga pasien dapat memilih menggunakan obat
tersebut atau tidak menggunakan obat yang diberikan. Dengan hal ini rumah
sakit Islam Sultan Agung Semarang mendapatkan perhargaan dari Lembaga
Pengkajian Pangan Obat-Obatan dan Kosmetika (LPPOM) Majelis Ulama
Indonesia (MUI) sebagai rumah sakit halal terbaik.28 Permasalahan ini
bukan untuk rumah sakit Islam Sultan Agung Semarang saja tapi seluruh
rumah sakit yang ada di Indonesia baik yang sudah tersertifikasi syariah
atau belum tersertifikasi syariah.
4. Pengelolaan Dana pada Rumah Skit Islam Sultan Agung Semarang
Rumah sakit Islam Sultan Agung Semarang dalam rangka
pengelolaan dananya mengunakan jasa lembaga keungan syariah dalam
upaya menyelenggaraa rumah sakit. Pada saat ini rumah sakit Islam Sultan
Agung Semarang berkerja sama untuk prihal pembiayaan denga Bank BNI
Syariah dan Bank Jateng Syariah, hal ini tidak berlaku selamanya karena
rumah sakit ingin berkerja sama dengan seluruh lembaga keuangan syariah
jadi suwaktu-waktu akan berkerja sama dengan lembaga kenguangan
lainnya.29 Untuk asuransi kesehatan rumah sakit Islam Sultan Agung yang
berkerja dengan BPJS konvensional. Karena yang kita ketahui masih belum
ada BPJS sayriah.
Pembukuan yang ada di rumah sakit Islam Sultan Agung Semarang
dibuat mengikuti PSAK syariah.30 Di Indonesia sendiri, permasalahan

28
http://www.republika.co.id/berita/gaya-hidup/info-sehat/17/11/16/ozi6m9368-rsi-sultan-
agung-raih-predikat-rumah-sakit-halal-terbaik diakses pada tanggal 20 Maret 2018.
29
Miftah, Direktur Kuangan RSI Sultan Agung Semarang, Interview Pribadi, Semarang, 9
Februari 2018.
30
Miftah, Direktur Kuangan RSI Sultan Agung Semarang, Interview Pribadi, Semarang, 9
Februari 2018.
73

standarisasi laporan keuangan syariah ditangani oleh Dewan Standar


Akuntansi Syariah (DSAK) yang berada di bawah naungan Ikatan Akuntan
Indonesia (IAI). Dasar pembuatan SAK Syariah ini bersumber pada Al-
Quran Surat Al-Baqarah ayat 282-283. Ayat tersebut menjabarkan prinsip
pencatatan laporan keuangan yang menggunakan konsep kejujuran,
keadilan dan kebenaran.
Rumah sakit Islam Sultan Agung Semarang juga mempunyai Unit
Pengumpulan Zakat (UPZ) Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang.
UPZ sendiri berfungsi mengelola dana zakat, infak, dan sedekah yang
diberika oleh Dokter, perawat, pegawai, pasien dan keluarga pasien.31
Berikut ini adalah tabel pengelompokan standar rumah sakit syariah
yang sesuai dengan maqasid al-syariah:
Kelompok Standar Pelayanan Syariah
Bab Standar Poin dasar penilaian
Rumah sakit menetapkan standar
prosedur oprasional penerimaan,
Standar Syariah Akses bimbingan, dan pemulangan pasien.
Pelayanan dan Kontinuitas Rumah sakit melengkapi standar
(SSAPK) transportasi dengan media audio atau
vidio islami.
Standar Syariah Asesmen Rumah sakit menetapkan asesmen
Pasien (SSAP) spritual bagi pasien untuk
Penjagaan mndapatkan data keaagaman pasien.
Agama (Hifh Rumah sakit menetapkan kebijakan
Ad-Din) dan prosedur terhadap pelayanan

31
Samsudin, Komite Syariah RSI Sultan Agung Semarang, Interview Pribadi, Semarang, 8
Februari 2018.
74

pasien resiko tinggi dan tahap


terminal.
Rumah sakit menjamin kehalalan,
Standar Syariah Pelayanan higenitas, keamanan makanan dan
Pasien (SSPP) terapi nutrisi yang diberikan kepada
pasien.
Rumah sakit mejamin adanya upaya
untuk menjaga aurat pasien, sesuai
dengan jenis kelamin dan memelihara
unsur ikhtilath.
Rumah sakit menjamin upaya
pelayanan anestesi dan bedah sesuai
syariah.
Rumah sakit menyediakan upaya
pelayanan penatalaksakan ruqyah
syar`iyah.
Rumah sakit mengupayakan
formularium obat tidak mengandung
unsur bahan yang diharamkan.
Rumah sakit melengkapi dokumen
Setandar Syariah pemdukung dalam pemberian obat
pelayanan obat (SSPO) kepada pasien dengan memuat nilai-
nilai islam.
Petugas rumah sakit memberiakn obat
kepada pasien disertai dengan
kesksiam.
Rumah sakit memberikan bimbingan
rohani Islam kepada pasien.
75

Standar Syariah Pelayanan Rumah sakit memberikan pelayanan


dan Bimbingan pendampingan pasien yang
Kerohanian (SSPBK) mempunyai permintaan khusus
Rumah sakit memberikan pelayanan
pada akhir kehidupan.
Standar Syariah Pelayanan Rumah sakit memberikan pendidikan
Pasien dan Keluarga keislaman kepada pasien dan keluarga
(SSPPK) mengenai proses penyembuhan
penyakit.
Rumah sakit memberikan pelayanan
jenazah secarah syariah.
Rumah sakit memberikan pelayanan
Penjagaan Standar Syariah Pelayanan penyembuhan nyeri secara syariah.
Jiwa (Hifzh dan Bimbingan Regulasi pengolaan sampah sisa
al-nafs) Kerohanian (SSPBK) jaringan tubuh manusia secara
syariah.
Pengadaan sumber air sesuai dengan
kaidah syariah.
Standar Syariah Rumah sakit melaksanakan
Manajemen Modal Insani mandatory training keagamaan bagi
(SSMMI) seluruh staf.
Rumah sakit menyediakan
perpustakaan yang memuat literatur
Penjagaan Islam.
Akal (Hifzh Penyelesaian, keluhan, konflik atau
al-aql) perbedaan pendapat secara syariah.
76

Standar Syariah Pendidikan dan pelatihan membantu


Pendidikan Pasien dan pemenuhan kesehatan secara Islam
Keluarga (SSPPK) yang berkelanjutan dari pasien.
Edukasi keislaman kepada
pengunjung.
Penjagaan Rumah sakit memberikan pelayanan
Keturunan Standar Syariah Pelayanan kesehatan ibu dan bayi secara syariah.
(Hifzh al- Pasien (SSPP) Rumah sakit memberikan pelayanan
nasl) reproduksi Islami.
Rumah sakit dalam pengelolaan kas
(cash management), pembiayaan, dan
investasi berkerja sama dengan
Penjagaan Standar Syariah lembaga keuangan syariah.
Harta (Hifzh Manajemen Akutansi dan Rumah sakit memiliki kebijakan dan
al-mal) Keuangan (SSMAK) mekanisme pengelolaan pasiennyang
tidak mampu membayar
Rumah sakit menetapkan standar
oprasional untuk mengetahui salah
pengitungan billing.
Tabel 4. 1 Standar syariah yang sesuai dengan maqashid syariah

B. Peran DPS dalam mengawasi kepatuhan Rumah Sakit atas Fatwa DSN
MUI No. 107
Dewan Pengawas Syariah atau yang biasa disingkat dengan DPS adalah
dewan yang bertugas memberikan nasihat dan saran kepada Direksi serta
mengawasi kegiatan Lembaga Keuangan Syariah (LKS) agar sesuai dengan
Prinsip Syariah.
77

Keberadaan DPS hanya terdapat pada perusahaan yang menjalankan


kegiatan usahannya berdasarkan prinsip syariah, seperti bank syariah, asuransi
syariah, koperasi syariah, lembaga pembiayaan syariah, dll.
1. Landasan Hukum
Secara aspek legal keberadaan DPS dilindungi oleh Undang-
Undang. diantaranya Undang - Undang No 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas, pada pasal 109 dibahas tentang posisi DPS pada
Perseroan.
a) Perseroan yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip
syariah selain mempunyai Dewan Komisaris wajib mempunyai Dewan
Pengawas Syariah.
b) Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri
atas seorang ahli syariah atau lebih yang diangkat oleh RUPS atas
rekomendasi Majelis Ulama Indonesia.
c) Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
bertugas memberikan nasihat dan saran kepada Direksi serta mengawasi
kegiatan Perseroan agar sesuai dengan prinsip syariah.32
Dalam Undang-Undang No 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah pada pasal 23 diatur tentang posisi DPS pada perbankan syariah:
a) Dewan Pengawas Syariah wajib dibentuk di Bank Syariah dan
Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS.
b) Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diangkat oleh Rapat Umum Pemegang Saham atas rekomendasi
Majelis Ulama Indonesia.
c) Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) bertugas memberikan nasihat dan saran kepada direksi
serta mengawasi kegiatan Bank agar sesuai dengan Prinsip Syariah.

32
Undang-Undang Republik Indonesia No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
78

d) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan Dewan


Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Bank Indonesia.33
Selain dalam Undang-Undang, posisi DPS juga diatur dalam
produk hukum lainnya, seperti Peraturan BI atau Peraturan OJK untuk
posisi DPS pada Lembaga Keuangan Syariah, dan Peraturan Kementerian
Koperasi dan UMKM untuk posisi DPS pada Koperasi Syariah.
2. Kedudukan DPS
Secara struktur organisasi, kedudukan DPS berada dalam koordinasi dua
struktur organisasi, yaitu:
a) Perusahaan. Dalam struktur organisasi perusahaan, kedudukan DPS
sejajar dengan Dewan Komisaris yang memiliki alur koordinasi dengan
Direksi.
b) Dewan Syariah Nasional (DSN) - MUI. Dalam struktur organisasi
DSN-MUI, DPS juga berada dibawah DSN-MUI yang bertugas
mengawasi pelaksanaan fatwa dan keputusan DSN MUI pada
Perusahaan Syariah. Sehigga DPS juga wajib untuk bertanggungjawab
kepada DSN MUI dalam melaksanakan tugasnya.
3. Tugas DPS
Tugas dan tanggung jawab Dewan Pengawas Syariah:
a) Memberikan nasihat dan saran kepada Direksi serta mengawasi
kegiatan perusahaan agar sesuai dengan Prinsip Syariah
b) Menilai dan memastikan pemenuhan Prinsip Syariah atas pedoman
operasional dan produk yang dikeluarkan perusahaan
c) Mengawasi proses pengembangan produk baru perusahaan
d) Meminta fatwa kepada Dewan Syariah Nasional untuk produk baru
perusahaan yang belum ada fatwanya

33
Undang-Undang Republik Indonesia No 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
79

e) Melakukan review secara berkala atas pemenuhan prinsip syariah


terhadap mekanisme kegiatan usaha perusahaan
f) Meminta data dan informasi terkait dengan aspek syariah dari satuan
kerja perusahaan dalam rangka pelaksanaan tugasnya.34

DPS di rumah sakit Islam Sultan Agung semarang dalah suatu


keharusan dalam rangka memenuhi peraturan bahwa setiap perusahaan atau
lembaga yang menjalankan prinsip syariah wajib memiliki Dewan Pengawas
Syariah. Rumah sakit Islam Sultan Agung semarang memiliki dua orang DPS.
DPS yang ada di rumah sakit harus mengawasi standar instrumen sertifikasi
rumah syariah, standar pelayannan minimum dan indikator mutu wajib syariah
yang telah ditetapkan MUKISI dan DSN MUI agar selalu terlaksana dan tidak
keluar dari norma-norma prinsip syariah.35
DPS rumah sakit Islam Sultan Agung semarang diusulkan oleh rumah
sakit, lalu dimintakan rekomendasi ke Majelis Ulama Indonesia tingkat
provinsi dan diteruskan kepada Dewan Syariah Nasional untuk dilakukan fit
and proper test. Untuk sertifikasi DPS yang ada di rumah sakit Islam Sultan
Agung semarang sudah tersertifikasi akan teteapi masih memakai standar
sertifikasi DPS bank syariah. Untuk kedepannya sedang direncanakan oleh
DSN MUI untuk serifikasi DPS khusus rumah sakit syariah. Karena DPS
dirumah sakit syariah bukanhanya mengawasi menejemen keuangna dan akad
saja agar memenuhi prinsip sayriah tetapi pengawasan pada rumah sakit meluas
kepada pelayanan dan pengawasan terkait obat-obatan dan makanan halal, jadi
perlu yang namanya sertifikasi ulang terkait DPS di rumah sakit syariah.

34
Ahmad Ifham, Ini Loh Bank Syariah Memahami Bank Syariah dengan Mudah, ( Jakarta, PT
Gramedika Pustaka Utama, 2015) hal. 9.
35
Abdur Rofiq, DPS RSI Sultan Agung Semarang, Interview Pribadi, Semarang, 9 Februari
2018.
80

Rumah sakit Islam Sultan Agung semarang secara keseluruhan sudah


memenuhi prinsip syariah, teteapi ada beberapa seperti persoalan obat halal.
Obat halal bukanlah masalah bagi rumah sakit Islam Sultan Agung semarang
saja teteapi bagi seluruh rumah sakit syariah yang ada, karena permsalahan ini
masih dikerjakan secara bertahap untuk memenuhi target dari UU JPH pada
tahun 2019 bahwa semua makanan, obat, kosmetik, dan barang gunaan harus
sudah tersertifikasi halal.
Berikut ini adalah contoh kebijakan yang dibuat oleh DPS yang ada di
rumah sakit Sultan Agung Semarang:
1. Kebijakan DPS dalam bidang akad dan transaksi adalah mewajibkan rumah
sakit menggunakan akad syariah dalam setiap transaksinya. Menaruh
klausul bagihasil dalam draft akad ijarah penyewaan tempat yang
diperuntukan untuk optik, alasan DPS menaruh klausul bagi hasil karena
etalase yang digunakan adalah milik rumah sakit dan rumah sakit berhak
mendapat bagian dari hasil penjualan optik. Dan yang terakhir ditemukan
opsi penyelesaian sengeketa pada draft kontrak syariah yaitu di Pengadilan
Negeri dan seharusnya itu adalah kopetensi absolut dari Pengadilan Agama.
2. Kebijakan DPS dalam bidang pelayanan pasien adalah rumah sakit
memberikan pelayanan jenazah secarah syariah. Rumah sakit memberikan
pendidikan keislaman kepada pasien dan keluarga mengenai proses
penyembuhan penyakit. Untuk pelayana bagi pasien laki-laki akan dilayani
oleh perawat laki-laki begitujuga sebaliknya.
3. Kebijakan DPS dalam bidang obat-obatan dan makanan adalah obat yang
dipakai harus mempunyai sertifikan halal, DPS memperbolehkan
mengunakan obat yang tidak mempunyai sertifikat halal asalkan sudah
dipastikan kandungan yang terdapat pada obat tidak mengandung unsur
haram. Untuk penggunakan obat yang mengandung unsur haram
diperbolehkan oleh DPS dengan catatan tidak ada unsur halal yang dapat
menggantikannya dan juga pemberitahuan kepada pasien bahwa obat ynag
81

akan diminum mengandung unsur haram. Hal ini dimasukan kedalam


keadaan yang dharurat.
4. Kebijakan DPS dalam bidang pengelolaan dana adalah rumah sakit dalam
pengelolaan kas (cash management), pembiayaan, dan investasi berkerja
sama dengan lembaga keuangan syariah. tetapi ada kebijakan DPS yang
masih memperbolehkan mendapatkan dana dari BPJS dikarenakan belum
ada BPJS Syariah.
Pelanggaran terhadap kepatuhan syariah yang dibiarkan oleh DPS atau
luput dari pengawasan DPS, jelas akan merusak citra dan kredibilitas rumah
sakit syariah di mata masyarakat, sehingga dapat menurunkan kepercayaan
masyarakat pada rumah sakit syariah. Rumah sakit syariah sebagai institusi
pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan
secara paripurna dengan tata pengelolaannya berdasarkan prinsip syariah harus
memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi dalam masyarakat. Reputasi ini
bukanlah satu hal yang mudah, tetapi harus diusahakan dengan penuh disiplin
dan bersungguh-sungguh. Apabila amanah telah dicapai, upaya untuk
mempertahankan status ini juga bukan hal yang mudah. Satu hal kecil yang
dapat menggugat keyakinan dan, selanjutnya, akan berubah menjadi bencana.36
DPS rumah sakit Islam Sultan Agung semarang mempunyai program
diwajibkan datang ke rumah sakit sekali dalam seminggu diluar rapat dengan
pihak rumah sakit. Untuk meningkatkan pengawasannya DPS rumah sakit
Islam Sultan Agung semarang berkerja sama dengan komite syariah dalam
mengawasi kepatuhan syariah dalam setiap harinya.37

36
M. Umer Chapra dan Tariqullah Khan, Regulasi dan Pengawasan Bank Syariah, (Jakarta,
PT. Bumi. Aksara 2008), hlm. 49.
37
Abdur Rofiq, DPS RSI Sultan Agung Semarang, Interview Pribadi, Semarang, 9 Februari
2018
82

BAB V

PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dihasilkan dari penelitian mengenai
penerapan prinsip syariah pada rumah sakit Islam Sultan Agung Semarang
tentang implementasi atau penerapan prinsip Syariah dan Fatwa DSN No. 107
tentang Rumah Sakit Syariah dan pengaruh DPS dalam penerapan prinsip
syariah pada rumah sakit Islam Sultan Agung Semarang, maka terdapat
beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Penerapan fatwa DSN MUI No.107 tentang pedoman penyelenggaraan
rumah sakit syariah di rumah sakit Sultan Agung Semarang dilihat dari
empat aspek, pertama adalah akad. Rumah sakit Islam Sultan Agung
Semarang melakukan kegiatan transaksi muamalah dengan akad-akad
syariah. Tetapi tidak semua akad yang ada pada fatwa DSNN MUI No.107
digunakan. Tentu saja penyebabnya adalah penggunaan akad sesuai dengan
kebutuhan transaksi yang akan dilaksanakan.
Hasil peneitian yang pertama, terdapat akad syariah yang tidak
tertera di dalam fatwa DSN MUI No.107 digunkan oleh rumah sakit dalam
transaksi contohnya akad qardh. kedua pada akad ijarah terdapat bagi hasil,
sedangkan akad ijarah adalah akad sewa menyewa bukan akad bagi hasil.
Ke tiga terdapat klausul Penyelesaina sengketa yang tertera dalam akad
syariah diselesaikan di Pengadilan Negeri, sedangkan yang kita ketahui
kopetensi absolut untuk menyelesaikan sengketa ekonomi syariah harus
diselesaikan di Pengadilan Agama. Hal ini tidak sesuai dengan UU No. 3
tahun 2006 tentang Pengadilan Agama. Ini menyimpulkan bahwa akad
syariah dirumah sakit masih harus diperbaharui lagi agar sesuai dengan
prinsip syariah.

82
83

Kedua adalah dalam segi pelayanan. Semua pelayanan yang ada di


rumah sakit Islam Sultan Agung Semarang sudah sesuai dengan prinsip
syariah. Karena telah sesuai dengan standar dan instrumen sertifikasi rumah
sakit syariah yang dinilai langsung oleh DSN MUI dan juga sesuai dengan
pedoman pleyanan minimal dan indikator mutu wajib syariah yang dibuat
oleh MUKISI. Didukung oleh komite syariah dan juga DPS rumah sakit
dalam mengawasi setiap kegiatan yang ada di rumah sakit agar sesuai
dengan prinsip syariah.
Ketiga adalah obat-obatan halal. Standar obat-obatan halal yang
ada dalam fatwa DSN MUI N0. 107 tentang pedoman penyelenggaraan
rumah sakit syariah adalah menggunkan obat yang telah tersertifikasi halal,
tetapi pada kenyataannya di lapangan obat-obatan yang beredar tidak
mencapai 2% yang sudah tersertifikasi halal. DSN MUI memperbolehkan
menggunakan obat yang belom bersertifikat halal asalkan tidak
mengandung unsur haram. Karean tidak semua obat-obatan yang dipakai
untuk mengobati pasien sudah bersertifikasi halal. Fatwa juga menjelaskan
pengunaan obat yang mengandung unsur haram diperbolehkan dalam
keadaan dharurat. Peneliti menyimpulkan penggunaan obat di rumah sakit
telah sesuai dengan fatwa DSN MUI.
Keempat adalah pengelolaan dana di rumah sakit syariah.
pengelolaan, penempatan, dan penyaluran dana di rumah sakit
menggunakan jasa Bank syariah dan BPJS. Penyaluran dana oleh BPJS di
rumah tidak bisa dihindari, karena belum terdapat BPJS Syariah. Rumah
sakit berkerjasama dengan Bank Syariah dalam hal pembiayaan
pembangunan masjid dan penempatan cabang di area rumah sakit.
2. Pengaruh DPS dalam kepatuhan rumah sakit dalam menerapkan fatwa DSN
MUI dan prinsip syariah. Peran DPS dalam pengawasan dan penerapan
fatwa yang sesuai prinsip syariah sangatlah berpengaruh terhadap
kepatuhan rumah sakit. Hal ini tidak lepas dari kebijakan-kebijakan yang
84

diberikan DPS dalam segala aspek yang ada di rumah sakit. Contohnya
dalam hal pembuatan draft akad syariah. DPS masih memberikan opsi
untuk menyelesaikan sengketa di Pengadilan Negeri, hal ini dituliskan
dalam akad oleh pihak rumah sakit meskipun tidak sesuai dengan UU N0.
3 tahun 2006 tentang Pengadilan Agama. Dalam undang-undang tersebut
menyebutkan kopetensi absolut Pengadilan Agama salah satunya
menyelesaikan sengketa ekonomi syariah. Ini sebagai bukti rumah sakit
patuh dengan segala kebijakan DPS walaupun menyalahi aturan yang ada.
Contoh lainnya kebijakan DPS penempatan klausul bagi hasil dalam
kontrak ijarah, penggunaan obat-obat yang mengandung unsur haram
diperbolehkan karena dalam keadaan dharurat, dan penggunaan dana dari
BPJS konvensional dikarenakan belum adanya BPJS Syariah.
B. Saran
Dari beberapa penjelasan di atas, maka penulis memberikan beberapa saran:
1. Akad syariah yang berada di rumah sakit harus revisi kembali, terutama
yang terkait klausul penyelesaikan sengketa yang masih berada di
Pengadilan Negeri.
2. Rumah sakit harus lebih meningkatkan lagi pelayanan yang sesuai dengan
prinsip syariah agar kepercayaan masyarkat terkait rumah sakit syariah. hal
ini menimbulkan semangat rumah sakit syariah di Indonesia.
3. DPS rumah sakit harus lebih teliti dalam memberikan kebijakan agar selalu
sesuai dengan fatwa dan prinsip syariah.
4. Meningkatkan pengetahuan DPS rumah sakit tidak hanya dalam hukum
islam saja, akan tetapi dalam hukum positif dan dalam bidang farmasi demi
menunjang keilmuan yang dipakai untuk menetukan kebijakan.
85

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku
Al-Qur`an
Abdul Ghafar Anshori, Hukum Perjanjian Islam di Indonesia: Konsep, regulasi, dan
implementasi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2010.
Abdul Basith Muhammad as-Sayyid, Pola Makan Rasulullah., Jakarta: PT Al
Mahira, 2014. Cet. Tujuh.
Adiwarman A. Karim, Ekonomi Mikro Islam. Jakarta: Rajawali Press, 2014.
Achmad Ali,Menguak., Teori Hukum dan Teori Peradilan Vol.1., Jakarta: Kencana,
2010.
Ahmad Ifham, Ini Loh Bank Syariah Memahami Bank Syariah dengan Mudah.
Jakarta, PT Gramedika Pustaka Utama, 2015.
Ahmad Wardi Muslich, Fiqih Muamalat. Jakarta: Amzah, 2013.
Ahmad Dzajuli, Kaidah-Kaidah Fikih, Jakarta: Kencana, 2007.
Akhmad Mujahidin, Ekonomi Islam. Jakarta: Raja Wali Pers, 2007.
Amirudin Zainal Asikin., Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada. 2003.
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, Jakarta: Rajawali Press, 2015.
Company profile RSI Sultan Agung Semarang.
Fathul Baari, Jakarta: Pustaka Azzam, 2006.
Hulwati, M.Hum, Ph.D, Ekonomi Islam Teori dan Prakteknya dalam Perdagangan
Obligasi Syariah di Pasar Modal Indonesia dan Malaysia. Ciputat: Ciputat
Press, 2009.
Hermawan Wasito., Pengantar Metodelogi Penelitian. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama. 1993.
Nasrun Haoen, Fiqh Muamalah. Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007.
Ibnu Hajar Asqalani, Talkhis al-Habir, Darul Kutub Ilmiyah.
86

Ibnu Majah, Shahiih Sunan Ibnu Majah, Bait Afkar.


Imam 'Alauddin, Abu Bakar bin Mas'ud Al-Kasani Al-Hanafi, Badai' Ash-Shonai' fi
Tartib asy-Syaroi', Darul Kutub al-Ilmiyah.
Isnawati Rais, dan Hasanudin, Fiqih Muamalah dan Aplikasinya pada LKS. Ciputat:
Lemabaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011.
Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah. Jakarta: Kencana, 2012.
Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema
Insani, 2001.
Muhammad Abdul Hadi, Menjemput Sakaratul Maut Bersama Rasulallah. Jakarta:
Gema Insani Press, 2002.
Majelis Upaya Keshatan Islam Seluruh Indonesia (MUKISI), Pedoman Standar
Pelayanan Minimal Rumah Sakit Syariah dan Indikator Mutu Wajib
Syariah. Jakarta: MUKISI, 2017.
Majelis Upaya Kesehatan Islam Seluruh Indonesia (MUKISI), Pedoman Standar
Pelayanan Minimal Rumah Sakit Syariah Dan Indikator Mutu Wajib
Syariah. Jakarta, MUKISI, 2016
Mestika Zed., Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
2008.
M. Umer Chapra dan Tariqullah Khan, Regulasi dan Pengawasan Bank Syariah.
Jakarta, PT. Bumi. Aksara, 2008.
Nurul Huda dkk, Ekonomi Makro Islam Pendekatan Teoritis . Jakarta: Prenada Media
Grup, 2008.
Pedoman Penulisan Skripsi Fakltas Syariah Dan Hukum 2017 UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, cet6., Jakarta;kencana,2010.
Peter Kabo, Mengungkap Pengobatan Penyakit Jantung Koroner. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama,2008.
Rachmadi Usman, Aspek Hukum Perbankan Syariah Di Indonesia. Jakarta: PT Sinar
Grafika, 2012.
87

Soerjono Soekanto., Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum., Jakarta:


PT. Raja Grafindo Persada, 2008.
Terjemah Nailul Authar, Surabaya: PT Bina Ilmu, 2007.
B. Fatwa dan Udang-Undang
Fatwa DSN No. 73/DSN-MUI/XI/2008 tentang Musyarakah Mutanaqishah.
Fatwa DSN No. 10/DSN-MUI/XI/2008 tentang Wakalah.
Fatwa Dewan Syariah Nasional, No.107, 2016, tentang Pedoman Penyelenggaraan
Rumah Sakit Syariah Berdasarkan Prinsip Syariah.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomer. 44 tahun 2009 Tentang Rumah Sakit.
Undang-Undang Republik Indonesia No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomer.21 Tahun 2008 Tentang Perbankan
Syariah.
Undang-Undang Republik Indonesia No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

C. Jurnal
Indah Nuhyatia, “ Penerapan dan Aplikasi Akad Wakalah pada Produk Jasa Bank
Syariah“, Economic: Jurnal Ekonomi dan Hukum Islam, Vol. 3, No. 2 H.
104.
Dzakkiyah Rusydatul Umam, Rachmi Sulistyarini, S.H. M.H, Siti Hamidah,
S.H.M.M, “Analisis Yuridis Akad Ijarah Muntahiya Bittamlik (IMBT)
dalam Presfektif Hukum Islam dan Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata” Jurnal Hukum Fakultas Brawijaya. H. 6-7
Muhammad Farid, “ Murabahah dalam Presfektif Fiqih Mazhab “ Jurnal
Pengembangan Ilmu Keislaman, Vol. 8. H. 118. diakses tanggal 1 Februari
2018 dari http://ejournal.iain-
tulungagung.ac.id/index.php/epis/article/view/40
Nadratuzzaman Hosen, “Musyarkah Mutanaqishah”, Jurnal Ekonomi Syariah, vol 1,
h. 47. Artikel diakses pada 2 Februari 2018 dari
http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/iqtishad/article/view/2463/1861
88

Miftah, Direktur Kuangan RSI Sultan Agung Semarang, Interview Pribadi,


Semarang, 9 Februari 2018.
Prof. Rofiq, DPS RSI Sultan Agung Semarang, Interview Pribadi, Semarang, 9
Februari 2018.
Samsudin, Komite Syariah RSI Sultan Agung Semarang, Interview Pribadi,
Semarang, 8 Februari 2018.
D. Website
https://rsisultanagung.co.id/v2015/profil/sejarah/ diakses pada tanggal 20 Februari
2018.
http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/17/12/29/p1q6m4409 kemenkes-
ungkap-kesulitan-proses-sertifikasi-halal-vaksin diakses pada tanggal 20
Maret 2018.
www.industry.co.id/read/29257/dpr-desak-bpom-tarik-sejumlah-obat-tidak-halal-
dari-pasaran diakses pada tanggal 20 Maret 2018.
http://khazanah.republika.co.id/berita/dunia-islam/wakaf/18/01/25/p33igh396-ini
penyebab-molornya-sertifikasi-halal diakses pada tanggal 20 Maret 2018.
http://www.republika.co.id/berita/gaya-hidup/info-sehat/17/11/16/ozi6m9368-rsi-
sultan-agung-raih-predikat-rumah-sakit-halal-terbaik diakses pada tanggal
20 Maret 2018.
89

LAMPRAN-LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai