Anda di halaman 1dari 207

PRODUK PEMBIAYAAN PAKET MASA DEPAN (PMD) DENGAN AKAD

MURABAHAH DALAM PERSPEKTIF HUKUM EKONOMI SYARIAH


(Studi Kasus di Bank BTPN Syariah)

TESIS
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister
Hukum Ekonomi Syariah

Disusun Oleh:
Zainul Arif Andalusi
NIM : 21140433100014

MAGISTER HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018 M/1440 H
ABSTRAK

Zainul Arif Andalusi, NIM 21140433100014, PRODUK PEMBIAYAAN


PAKET MASA DEPAN (PMD) DI BANK BTPN SYARIAH DALAM
PERSPEKTIF HUKUM EKONOMI SYARIAH, Program Studi Magister Hukum
Ekonomi Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta; 1440 H/2018 M. 1x + 115 halaman + lampiran.

Penelitian ini adalah termasuk penelitian hukum, dengan desain Kualitatif


deskriptif. Sumber data primer penelitian ini adalah Undang-undang No. 21
Tahun 2008, Peraturan Bank Indonesia PBI No. 07/46/PBI/2005 dan Fatwa DSN-
MUI No. 04/DSN-MUI/IV/2000, dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK).
Sumber data sekunder berasal dari hasil wawancara dengan pihak Bank BTPN
Syariah dan Literatur-literatur yang dibutuhkan beruapa jurnal, tesis, serta Buku
atau Kitab yang terkait dengan tesis.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Praktek Produk Pembiayaan Paket Masa
Depan (PMD) di Bank BTPN Syariah tidak konsisten tehadap peraturan
Murabahah pada Hukum Ekonomi Syariah dalam fatwa DSN MUI No. 4 Tahun
2000 Tentang Murabahah. Dan terdapat beberapa indikator permasalahan yang
tidak sesuai hukum syariah. Transaksi murabahah yang dilakukan pihak Bank dan
nasabah terkesan dipaksakan untuk sesuatu yang memang tidak sesuai dengan
hukum murabahah itu sendiri.

Kata Kunci: Produk Pembiayaan Paket Masa Depan (PMD) Di Bank BTPN
Syariah Dalam Perspektif Hukum Perbankan Syariah

Pembimbing: Dr. M. Ali Hanafiah Selian, SH., M.H.

Daftar Pustaka: Tahun 1961 s.d Tahun 2017

iv
ABSTRACT

Zainul Arif Andalusi, NIM 21140433100014, FUTURE PACKAGING


FINANCING PRODUCTS IN BANK BTPN SYARIAH IN THE
PERSPECTIVE OF SHARIA ECONOMIC LAW, Sharia Economics Law
Masters Program, Faculty of Sharia and Law, Syarif Hidayatullah State Islamic
University Jakarta; M. 1440 H / 2018 1x + 115 pages + attachment.

This research is including legal research, with descriptive qualitative design. The
primary data source of this study is Law No. 21 of 2008, Bank Indonesia
Regulation No. 07/46/PBI/2005 and DSN-MUI Fatwa No. 04/DSN-MUI/
IV/2000, and Financial Services Authority Regulation. Secondary data sources are
derived from the results of interviews with the Syariah BTPN Bank and the
required literature of several journals, theses, and books or books related to the
thesis.

The results of this study indicate that the Future Package Financing Product
Practice at BTPN Syariah Bank is inconsistent with Murabahah regulations on
Sharia Economic Law in the MUI DSN fatwa No. 4 of 2000 concerning
Murabahah. And there are several indicators of problems that are not in
accordance with sharia law. Murabahah transactions carried out by the Bank and
customers seem forced to do something that is not in accordance with the
Murabahah law itself.

Keywords: Future Package Financing Products at Sharia BTPN Banks in Islamic


Banking Legal Perspective

Advisor: Dr. M. Ali Hanafiah Selian, SH., M.H.

Bibliography: Year 1961 as of 2017

iv
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Swt,
atas segala karunia dan ridhonya, sehingga tesis dengan judul “Produk
Pembiayaan Paket Masa Depan (PMD) dengan akad Murabahah Dalam Perspektif
Hukum Ekonomi Syariah” ini dapat diselesaikan.
Tesis ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh
gelar Magister Hukum Ekonomi Syariah (M.H.) dalam bidang keahlian Hukum
Ekonomi Syariah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat
dan menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA, sebagai rektor UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
2. Dr. Asep Saepuddin Jahar, MA, sebagai Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. Nurhasanah, M.Ag. Ketua Program Studi Magister Hukum Ekonomi
Syariah dan Ahmad Chairul Hadi, M.A. Sekertaris Program Studi
Magister Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, para Penguji Dr. Djawahir Hejazziey, S.H.,
M.A.,M.H., Dr. Asep Saepuddin Jahar, MA, Dr. Muhammad Maksum,
S.H., M.A, Dr. Nurhasanah, M.Ag. yang telah banyak membantu penulis
dalam menyelesaikan penelitian ini.
4. Dr. M. Ali Hanafiah Selian, S.H., M.H. Pembimbing yang mengarahkan
serta memberi masukan agar karya ilmiah ini sesuai dengan kualifikasi
keilmuan.
5. Prof. Arskal Salim GP, M.Ag., Pembimbing proposal Tesis sekaligus
Penasihat Akademik yang membimbing dan mengarahkan serta memberi
masukan agar karya ilmiah ini sesuai dengan kualifikasi keilmuan.
6. Bapak Imbang Jaya Terenggana M.H. Divisi Program Daya Bank BTPN
Syariah yang telah membantu memfasilitasi penelitian ini.
7. Ayahanda H. Emi Suhaemi (Alm) & Ibunda Masamah & Ibunda
Farchiyah, Ayahanda Mertua Acim & Ibunda Mertua Suherti atas segala
dukungan dan doanya.
8. Isteriku tercinta Susi Lestari S.Pd, atas segala motivasi, yang selalu
mendampingi, perhatian dan doanya.
9. Seluruh rekan-rekan MHES angkatan 2014 dan seluruh civitas akademik
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dengan keterbatasan pengalaman, ilmu maupun pustaka yang ditinjau,
penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan dan pengembangan
lebih lanjut agar benar-benar bermanfaat. Oleh sebab itu, penulis sangat
mengaharapkan kritik dan saran agar tesis ini lebih sempurna serta sebagai
masukan bagi penulis untuk penelitian dan penulisan karya ilmiah dimasa yang
akan datang. Akhir kata, penulis berharap tesis ini memberikan manfaat bagi kita
semua terutama untuk pengembangan ilmu pengetahuan yang lebih baik.

Jakarta, 27 Desember 2018

Zainul Arif Andalusi


PEDOMAN TRANSLITERASI

1. Konsonan

2. Vokal
3. Vokal Panjang

4. Kata Sandang

5. Syaddah (Tasydid)

6. Ta Marbutah
7. Huruf Kapital

8. Cara Penulisan Kata


DAFTAR ISI

PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................................................... i


LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ................................................................... ii
LEMBAR PERNYATAAN ...................................................................................... iii
ABSTRAK ................................................................................................................. iv
KATA PENGANTAR .............................................................................................. v
PERSETUJUAN PUBLIKASI ................................................................................ vii
PEDOMAN TRANSLITERASI .............................................................................. viii
DAFTAR ISI ............................................................................................................. xi
DAFTAR TABEL DAN GAMBAR ........................................................................ xii
DAFTAR SINGKATAN .......................................................................................... xiii
BAB I : Pendahuluan ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang .............................................................................. 1
B. Permasalahan ................................................................................ 5
C. Pembatasan Masalah ..................................................................... 6
D. Perumusan Masalah ...................................................................... 6
E. Tujuan Penelitian .......................................................................... 7
F. Manfaat Penelitian ........................................................................ 7
G. Signifikansi Penelitian ......................................................... 7
H. Kerangka Konsep Penelitian ........................................................ 8
I. Review Studi Terdahulu ............................................................... 8
J. Metodologi Penelitian ................................................................... 12
K. Sistematika Pembahasan ............................................................... 15
BAB II : Konsep Murabahah Dan Tinjauan Hukumnya ............................... 16
A. Murabahah Dalam Hukum Ekonomi Syariah .............................. 16
B. Teori Akad Murabahah Dalam Fiqih Muamalah ......................... 45
C. Teori Pembiayaan Murabahah Dalam PBI dan POJK .................. 60
BAB III : Produk Pembiayaan Paket Masa Depan (PMD) di Bank
BTPN Syariah ............................................................................ 71
A. Profil BTPN Syariah ............................................................ 71
B. Produk Pembiayaan Paket Masa Depan (PMD) di Bank BTPN
Syariah .......................................................................................... 75
C. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Kerancuan Penerapan
Hukum Akad Murabahah Dalam Produk Pembiayaan Paket
Masa Depan (PMD) di Bank BTPN Syariah ................................ 94
D. Penyebab Bank BTPN Syariah Tidak Konsisten Terhadap
Hukum Ekonomi Syariah dalam Praktek Akad Pembiayaan
Paket Masa Depan (PMD) ............................................................ 101
BAB IV : Analisis Hasil Penelitian ..................................................................... 107
A. Akad Produk Pembiayaan Paket Masa Depan (PMD) di Bank
BTPN Syariah ............................................................................... 107
B. Analisis Kesesuaian Hukum Akad Produk Pembiayaan PMD di
Bank BTPN Syariah ..................................................................... 117
BAB V : Penutup ...................................................................................... 131
A. Kesimpulan ................................................................................... 131
B. Saran ............................................................................................. 131
DAFTAR PUSTAKA
GLOSSARIUM
BIODATA PENULIS
LAMPIRAN-LAMPIRAN

xi
DAFTAR TABEL DAN GAMBAR

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Jumlah Pembiayaan PMD .............................................................. 80


Tabel 3.2 PMD 3, 4, 5 .................................................................................... 80
Tabel 4.1 Indikator Murabahah Dalam Bank Syariah ................................... 119
Tabel 4.2 Indikator Ketentuan Murabahah Kepada Nasabah ........................ 120
Tabel 4.3 Indikator Jaminan Dalam Murabahah ............................................ 122
Tabel 4.4 Indikator Hutang Dalam Murabahah ............................................. 123
Tabel 4.5 Indikator Penundaan Pembayaran Dalam Murabahah ................... 124
Tabel 4.6 Bankrut Dalam Murabahah ............................................................ 124

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Skema Pembiayaan Murabahah ................................................. 32


Gambar 2.2 Mekanisme Pembiayaan Melalui Wakalah/Perwakilan ............. 43
Gambar 2.3 Mekanisme Pembiayaan Murabahah Secara Langsung ............. 43
Gambar 4.1 Ilustrasi Praktek Pembiayaan PMD di BTPN Syariah ............... 127
Gambar 4.2 Mekanisme Pembiayaan Melalui Wakalah/Perwakilan ............. 128

xii
DAFTAR SINGKATAN

AP3R : Aplikasi Permohonan Pembiayaan dan Pembukaan Rekening


APPB : Angsuran Pokok Per Bulan
APR : Aplikasi Permohonan Restrukturisasi
BMI : Bank Muamalat Indonesia
BNI : Bank Negara Indonesia
BSM : Bank Syariah Mandiri
BTPN : Bank Tabungan Pensiunan Nasional
BUS : Bank Umum Syariah
BWMP : Batas Wewenang Memutus Pembiayaan
DSN : Dewan Syariah Nasional
FMU : Formulir Monitoring Usaha
KHES : Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah
KFO : Kantor Fungsional Operasional
KK : Kartu Keluarga
KTP : Kartu Tanda Penduduk
L/C : Letter of Credit
MAP : Memo Analisa Pembiayaan
MAR : Memo Analisa Restrukturisasi
MM : Mini Meeting
MMS : Mini Manager Sentra
MMS : Mini Marketing Sentra
MS : Manager Sentra
MUI : Majelis Ulama Indonesia
NCC : Natural Certainty Contracts
OJK : Otoritas Jasa Keuangan
PBI : Peraturan Bank Indonesia
PDK : Pelatihan Dasar Keanggotaan
PM : Projection Meeting
PMD : Paket Masa Depan
POJK : Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
PRISMA : Profesional, Integritas, Saling Menghargai dan Kerjasama
PRS : Pertemuan Rutin Sentra
RIA : Restricted Investment Account
SDA : Silaturahmi Dengan Aparat
SIM : Surat Izin Mengemudi
SOP : Standar Operasional Produk
URIA : Unrestricted Investment Account
UU : Undang-Undang
UUS : Unit Usaha Syariah
WMS : Wakil Manager Sentra
WNI : Warga Negara Indonesia

xiii
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bank Indonesia telah menetapkan visi dan misi Perbankan Syariah dan
mencanangkan strategis untuk mencapai sasaran pengembangan secara objektif
dengan membentuk kerangka dasar Perbankan Syariah.1 Salah satu Perbankan
Syariah yang memberikan pelayanan syariah yaitu Bank BTPN Syariah. Produk-
produk yang terdapat di Bank BTPN Syariah terdiri dari Produk Pendanaan dan
Produk Pembiayaan. Produk Pendanaan terdiri dari Tabungan Citra iB, Tabungan
Taseto iB, Deposito iB, Giro iB, sedangkan Produk Pembiayaannya adalah
program Paket Masa Depan (PMD).
Produk Pembiayaan Paket Masa Depan (PMD) adalah program terpadu
Bank BTPN Syariah yang diberikan kepada sekelompok wanita di pedesaan yang
ingin memiliki usaha dan memiliki impian untuk merubah hidup, tetapi tidak
memiliki akses layanan perbankan. Tujuan utamanya adalah untuk memberikan
solusi keuangan, perencanaan keuangan sederhana dan partisipasi kelompok.
Bank BTPN Syariah hadir untuk memberikan kemudahan pembiayaan.
Pembiayaan yang diberikan sangat memudahkan masyarakat, karena Bank tidak
meminta jaminan, sasarannyapun adalah masyarakat unbankable (nasabah tanpa
jaminan). Nasabah diwajibkan hadir dalam setiap pertemuan dengan karyawan
Bank BTPN Syariah yang disebut sebagai “Melati Putih Bangsa”, yaitu Pembina
Sentra yang bertindak sebagai fasilitator dan mendampingi para nasabah dalam
bertransaksi (menabung, membayarkan cicilan dan pencairan pembiayaan)
maupun memberikan edukasi serta menjadi teladan bagi nasabah Bank BTPN
Syariah. Pertemuan antara nasabah dengan pembina sentra dilaksanakan setiap
dua minggu sekali selama satu tahun.2

1
Zainuddin Ali, Hukum Perbankan Syariah, Jakarta: Sinar Grafika, 2008. Hlm. 130.
2
Hasil wawancara dengan Bapak Imbang Jaya Trenggana, Divisi Program Daya, pada
hari Selasa tanggal 2 Oktober 2018.
2

Pembiayaan ini diperuntukkan kepada masyarakat super mikro atau


masyarakat prasejahtera. Pembiayaan yang diberikan ditahun pertama adalah 2
juta perorang, jika nasabah selalu aktif membayar cicilan dan hadir setiap dua
minggu sekali dalam pertemuan tersebut selama satu tahun maka nasabah
diperbolehkan mengajukan kenaikan plafon maksimal 4 juta ditahun selanjutnya,
dan seterusnya. Selain memberikan pembiayaan, nasabah juga akan dibukakan
tabungan tanpa adanya biaya administrasi oleh pembina sentra dikarenakan
nasabah diwajibkan untuk menabung.
Untuk itu, penulis melakukan pendekatan kepada nasabah melalui
wawancara guna mengetahui penerapan akad pada Produk Pembiayaan Paket
Masa depan (PMD) di Bank BTPN Syariah, tanggapan dari nasabah sangat
beragam, tujuan nasabah mengajukan pembiayaan diantaranya, ada yang untuk
menjalankan industri rumah tangga, membuka warung kelontong, modal
usaha/kerja, ada yang bersifat konsumtif, biaya pendidikan, untuk renovasi rumah,
biaya pendidikan, membayar hutang, bahkan untuk memenuhi keperluan hidup
sehari-hari dan lain sebagainya.3
Dalam prakteknya, akad pada Produk Pembiayaan Paket Masa Depan
(PMD) di Bank BTPN Syariah menggunakan akad murabahah. Bank BTPN
Syariah memberikan kuasa kepada nasabah untuk membeli barang sendiri yang
diperlukan, dikarenakan Bank BTPN Syariah tidak memiliki barang.4
Murabahah itu sendiri adalah akad jual beli barang dengan menyatakan
harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan
pembeli. Sedangkan akad murabahah didalam fatwa DSN-MUI No. 4 Tahun
2000 menyatakan barang yang diperjualbelikan harus sepenuhnya menjadi milik
Bank.

3
Hasil wawancara dengan Ibu Nonih Purwaningsih, ketua kelompok/grup sentra
Pebayuran, pada hari Jumat tanggal 24 Agustus 2018.
4
Hasil wawancara dengan Bapak Imbang Jaya Trenggana, Divisi Program Daya, pada
hari Selasa tanggal 2 Oktober 2018.
3

Akad ini merupakan salah satu bentuk natural certainty contracts, karena
dalam murabahah ditentukan berapa keuntungan yang ingin diperoleh.5 Para ahli
fuqaha mendefinisikan murabahah sebagai penjualan barang seharga biaya/harga
pokok (cost) barang tersebut ditambah mark-up atau margin keuntungan yang
disepakati.6
Berdasarkan pemaparan persoalan diatas hal tersebut termasuk kedalam
permasalahan Syariah Compliance (kepatuhan syariah), dimana sebuah kondisi
seluruh aktifitas dari Perbankan Syariah harus sejalan dengan ketentuan syariah.7
Dalam praktenya telah terjadi kerancuan Hukum didalam akad
pembiayaan Paket Masa Depan (PMD) yang dilakukan Bank BTPN Syariah terlihat
dari persoalan-persoalan sebagai berikut:8
1. Syarat Milkiyah (Kepemilikan Barang)
Bank belum memiliki barang, sedangkan syarat kepemilikan
merupakan hal yang paling mutlak dalam jual beli. Bentuk akad
murābahah bil wakalah yaitu Perbankan mewakilkan kepada nasabah
untuk membeli barang kebutuhannya. Dalam prakteknya yaitu:
a. Perbankan menyelesaikan akad murābahah terlebih dahulu kepada
nasabah. Selama proses akad tersebut tidak terjadi serah terima
barang antara perbankan dan nasabah, secara prinsip Bank belum
memiliki barang tersebut.
b. Ketika akad murābahah selesai, baru Perbankan menyerahkan
sejumlah uang kepada nasabah untuk membeli barang

5
Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2006, hlm. 113. Adiwarman A. Karim berpendapat yaitu salah satu skim fiqih
yang populer digunakan oleh Perbankan Syariah adalah skim jual beli murabahah. Transaksi
murabahah ini lazim dilakukan oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Secara sederhana,
murabahah berarti suatu penjualan barang seharga barang tersebut ditambah keuntungan yang
disepakati.
6
Bagya Agung Prabowo, Aspek Hukum Pembiayaan Murabahah Pada Perbankan
Syariah, Yogyakarta: UII Press Yogyakarta, 2012, hlm. 25.
7
Agus Triyanta, Hukum Perbankan Syariah, Regulasi, Impelementasi dan Formulasi
Kepatuhannya Terhadap Prinsip-Prinsip Islam, Malang: Setara Press Kelompok Instans
Publishing Wisma Kalimetro, 2016, hlm. 69.
8
Sofyan Sulaiman, Penyimpangan Akad Murabahah Pada Perbankan Syariah di
Indonesia, Iqtishodia: Jurnal Ekonomi Syariah, Universitas Islam Indragiri Tembilahan, Vol. 1,
No. 2, September 2016, hlm. 11-14.
4

kebutuhannya, pada proses yang kedua ini berlakulah akad


wakalah.
Rasulullah melarang menjual barang yang belum dimiliki. Dalam
sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad, dari Hakim bin Hazm,
Rasulullah bersabda “Janganlah menjual barang yang belum dimiliki
olehnya”.9 Dalam ushul fiqih dikatakan sesuatu dikatakan sah jika rukun
dan syarat terpenuhi, jika tidak terpenuhi maka menjadi batil. Jika dalam
hal ini syarat milkiyah tidak terpenuhi, maka dapat dipastikan praktek
murābahah tersebut adalah batil secara syariah karena tidak memenuhi
rukun dan syarat.
2. Penempatan Akad Yang Kurang Tepat
Murabahah merupakan bentuk akad untuk jual beli, jika
penempatan akad murabahah pada transaksi yang salah, maka akad
murabahah dikatakan batal. Apabila pembiayaan digunakan untuk
renovasi rumah, maka tidak bisa menggunakan akad murabahah, karena
tidak terpenuhinya syarat milkiyah (kepemilikan).
Berdasarkan pemaparan diatas, agar Perbankan Syariah sejalan dengan
ketentuan Perbankan Syariah, maka Perbankan Syariah harus memenuhi adanya
syarat kepemilikan barang dan penempatan akad yang tepat didalam paktek
murabahah. Murābahah itu sendiri merupakan salah satu dari bentuk jual beli,
sehingga akad ini hanya berlaku pada praktek jual beli saja.10
Penelitian ini dilaksanakan di Ds. Karang Harja, Kec. Pebayuran, Kab.
Bekasi. Sasaran utamanya adalah wanita atau ibu rumah tangga yang menjadi
nasabah atau anggota program Paket Masa Depan (PMD) dalam Produk
Pembiayaan di Bank BTPN Syariah dengan metode wawancara untuk
mendapatkan informasi yang lebih lengkap. Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui Produk Pembiayaan Paket Masa Depan (PMD) di Bank BTPN
Syariah apakah programnya sesuai hukum berdasarkan ketentuan syariah atau

9
Rafiq Yunus al-Misri, Ushul al-Iqtishad al-Islami, Damaskus: Dar al-Qalam, 1999, hlm.
149.
10
Sofyan Sulaiman, Penyimpangan Akad Murabahah Pada Perbankan Syariah di
Indonesia, Iqtishodia Jurnal Ekonomi Syariah, Vol. 1, No. 2, September 2016, hlm. 14.
5

tidak, dalam hal ini secara khusus diatur dalam Undang-Undang No. 21 Tahun
2008 Tentang Perbankan Syariah dan Umumnya yang terdapat dalam Fiqih
Muamalah, Fatwa DSN MUI No.04/DSN-MUI/IV/2000, Peraturan Bank
Indonesia No.10/1/PBI/2008, Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) dan
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) yang mengatur mengenai hukum
pembiayaan murabahah. Dan penulis ingin mengetahui lebih jauh Hukum Produk
Pembiayaan Paket Masa Depan (PMD) di Bank BTPN Syariah.
Untuk lebih jelasnya penulis akan membatasi masalah dan menarik
kesimpulan yang akan dituangkan dalam sebuah penelitian tesis, dengan judul
“Produk Pembiayaan Paket Masa Depan (PMD) Dengan Akad Murabahah
Dalam Perspektif Hukum Ekonomi Syariah”.

B. Permasalahan
Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah dipaparkan diatas,
penulis mengidentifikasi beberapa permasalahan yang akan diteliti dalam
penulisan ini, diantaranya:
1. Identifikasi Masalah
a. Adanya ketidakpahaman nasabah terhadap Produk Pembiayaan Paket
Masa Depan (PMD) di Bank BTPN Syariah yang mana didalamnya
menggunakan akad murabahah, yang mereka ketahui hanya membutuhkan
pinjaman uang dan kapan mereka harus membayar.
b. Pada prakteknya Produk Pembiayaan Paket Masa Depan (PMD) di Bank
BTPN Syariah telah terjadi kerancuan hukum syarat milkiyah, dimana
barang yang diakadkan belum ada dan barang tersebut secara prinsip
belum menjadi milik Bank.
c. Penempatan akad pembiayaan yang kurang tepat dalam Produk
Pembiayaan Paket Masa Depan (PMD) di Bank BTPN Syariah, karena
akad murābahah merupakan salah satu dari bentuk jual beli, sehingga akad
ini hanya berlaku pada praktek jual beli saja.
d. Dalam melakukan realisasi akad Produk Pembiayaan Paket Masa Depan
(PMD) di Bank BTPN Syariah, Bank mewakilkan nasabah untuk membeli
6

barang yang dipesan, sebagaimana dalam syarat khusus pada jual beli
murabahah, modal dan keuntungan haruslah diketahui akan tetapi pihak
Bank menawarkan beberapa besaran plafond pembiayaan tersebut beserta
margin keuntungan yang diambil oleh Bank dan Bank tidak mengambil
keuntungan berdasarkan harga barang, namun dari besaran uang yang
dikeluarkan oleh Bank.
e. Dalam akad Produk Pembiayaan Paket Masa Depan (PMD) di Bank BTPN
Syariah tidak ada komoditas barang yang dibeli, maka tidak ada bedanya
keuntungan murabahah atau margin yang terdapat dalam akad Produk
Pembiayaan Paket Masa Depan (PMD) dengan bunga pada Bank
Konvensional.

C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas dan karena judul tesis ini
sangat luas dan agar pembahasan ini terarah, maka penulis membatasi ruang
lingkup pembahasannya, yaitu Praktek akad yang dilakukan Bank BTPN Syariah
dalam Produk Pembiayaan Paket Masa Depan (PMD) dengan akad Murabahah
dalam Perspektif Hukum Ekonomi Syariah.

D. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah diatas, maka
permasalahan yang dapat dirumuskan adalah:
a. Bagaimana Produk Pembiayaan Paket Masa Depan (PMD) di Bank BTPN
Syariah?
b. Apakah Produk Pembiayaan Paket Masa Depan (PMD) Dengan Akad
Murabahah Sesuai Dengan Ketentuan Hukum Ekonomi Syariah?
7

E. Tujuan Penelitian
Tesis ini bertujuan untuk:
1. Menjelaskan aplikasi akad Produk Pembiayaan Paket Masa Depan (PMD)
di Bank BTPN Syariah dalam perspektif Hukum Ekonomi Syariah.
2. Menganalisis hukum Produk Pembiayaan Paket Masa Depan (PMD) di
Bank BTPN Syariah.

F. Manfaat Penelitian
Adapun tesis ini akan menjadi bahan masukan dan bermanfaat bagi:
1. Bank dan nasabah, diharapkan dapat menambah wawasan dan memperluas
pemahaman terhadap akad Produk Pembiayaan Paket Masa Depan (PMD)
di Bank BTPN Syariah.
2. Secara akademik, penulis dan akademisi, diharapkan dapat memberikan
kontribusi berupa wawasan dan pengetahuan tentang Produk Pembiayaan
Paket Masa Depan (PMD) di Bank BTPN Syariah Dalam Perspektif
Hukum Ekonomi Syariah.
3. Para pembuat keputusan dan para pelaksana kebijakan di Bank BTPN
Syariah seluruh cabang Provinsi/Kabupaten/Kota.

G. Signifikansi Penelitian
Penulis mempunyai alasan mendasar bahwa penelitian ini penting untuk
dilakukan, yaitu sebagai berikut:
1. Dari segi praktis; Produk Pembiayaan PMD di Bank BTPN Syariah ini
cukup signifikan perkembangannya bagi Bank Syariah, baik dari segi
perekonomian (aset) maupun operasionalnya serta melihat efek yang
ditimbulkan pada praktek akad pembiayaan Paket Masa Depan (PMD)
terutama mengenai status hukum akad pembiyaan yang dilakukan nasabah
Bank BTPN Syariah dan umumnya masyarakat.
2. Dari segi teoritis; Studi ini memberikan kontribusi bagi Produk
Pembiayaan PMD di Bank BTPN Syariah yang ada di Indonesia.
8

H. Kerangka Konsep Penelitian


Dalam penelitian ini teori-teori yang dijadikan landasan adalah teori yang
bersumber dari Fatwa DSN-MUI No.4 Tahun 2000 Tentang Murabahah, PBI No.
9/19/PBI/2007 jo. PBI No. 10/16/PBI/2008 tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah
dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa
Bank Syariah,Pasal 19 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah yang mengatur mengenai kegiatan usaha Bank Umum Syariah (BUS)
yang salah satunya adalah pembiayaan murabahah, Kompilasi Hukum Ekonomi
Syariah. semua teori tersebut dalam rangka mencari kesesuain Hukum atau
konsistensi Hukum Murabahah dengan Praktik Pembiayaan Paket Masa Depan
(PMD) di Bank BTPN Syariah yang mana dalam akadnya menggunakan akad
Murabahah.

I. Review Studi Terdahulu


Ada beberapa kajian yang sudah dilakukan para sarjana di Indonesia yang
relevan dengan penelitian ini, terutama dengan pembiayaan murabahah dan
aplikasinya diantaranya adalah:
1. Claudia dari Universitas Indonesia, dalam tesisnya tahun 2010 yang
berjudul “Pembiayaan Murabahah Bank Syariah Mandiri Kepada Usaha
Kecil” menyimpulkan bahwa permasalahan yang dibahas adalah
implementasi pembiayaan murabahah BSM kepada usaha kecil serta
kendala yang dihadapi oleh BSM dalam melaksanakan tujuannya.11
Perbedaannya Objek Penelitian Pembiayaan Murabahah yang dilakukan
Claudia adalah hanya mencakup usaha kecil saja dan kendala dalam
implementasinya sedangkan penelitian yang dilakukan penulis berfokus
kepada penelitian objek hukumnya dan sumber penelitian yang dilakukan
oleh Claudia hanya menggunakan prosedur Perbankan secara umum yang

11
Claudia, “Pembiayaan Murabahah Bank Syariah Mandiri kepada Usaha Kecil”, (Juni
2010), hlm. 7. Jurnal diakses pada tanggal 23 Desember 2017 dari http://lib.ui.ac.id. jurnal ini
membahas tentang pembiayaan murabahah untuk usaha kecil. Permasalahan yang dibahas adalah
implementasi pembiayaan Murabahah BSM kepada Usaha Kecil serta kendala yang dihadapi oleh
BSM dalam pelaksanaan tujuan tersebut.
9

biasa dilakukan oleh Bank Konvensional, sedangkan penulis meneliti


kepada ranah Hukum Perbankan Syariah. Berdasarkan perbedaan tersebut
menurut penulis, penelitian yang dilakukan Claudia masih belum terkait
erat dengan hukum pembiayaan murabahah. Dan itu yang kemudian
penulis lengkapi sebagai penelitian kelanjutan dari penelitian terdahulu.
2. Maisarah dari Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, dalam
tesisnya tahun 2012 yang berjudul “Studi Perbandingan Pembiayaan
Murabahah Pada Bank Muamalat Dan Bank Syariah Mandiri Cabang
Pekanbaru” menyimpulkan bahwa dalam penelitiannya membahas
implementasi pembiayaan murabahah dan membandingkan pembiayaan
murabahah di Bank Muamalat dengan pembiayaan murabahah di Bank
Syariah Mandiri.12 Perbedaannya Maisarah meneliti perbandingan
impelementasi pembiayaan muarabahah antara Bank Muamalat dan Bank
Syariah Mandiri dan membandingkan besaran margin antara kedua Bank
Syariah tersebut. Sedangkan penulis hanya terfokus pada penelitian hukum
pembiayaan murabahah terutama pada hukum akad dan objek akadnya
dan hanya dilakukan pada satu Bank Syariah saja. Setelah penulis pahami
judul yang diangkat Maisarah hanya membandingkan pembiayaan
murabahah diantara kedua Bank Syariah dan membandingkan besaran
marginnya. Karena Maisarah tidak menyentuh ranah hukum secara
khusus, maka penulis merasa perlu melengkapi penelitian yang dilakukan
Maisarah.
3. Rida Kurniawan Adnans dari Universitas Sumatera Utara Medan, dalam
tesisnya tahun 2007 yang berjudul “Penerapan Sistem Jual Beli
Murabahah Pada Bank Syariah (Studi Terhadap Pembiayaan
Rumah/Properti Pada Bank Negara Indonesia Syariah Cabang Medan)”
menyimpulkan penelitian yang dilakukan Rida adalah membahas

12
Maisarah, ”Studi Perbandingan Pembiayaan Murabahah Pada Bank Muamalat Dan
Bank Syariah Mandiri Cabang Pekan Baru”, 2012, hlm. 9. Jurnal diakses pada tanggal 11 Oktober
2017 dari http://repository.uin.-suska.ac.id. Jurnal ini membahas tentang Bagaimana Pelaksanaan
Pembiayaan Murabahah Bank Muamalat dan Bank Syariah Mandiri Cabang Pekanbaru, dan
Bagaimana Perbandingan Pembiayaan Murabahah pada Bank Muamalat dan Bank Syariah
Mandiri.
10

mengenai konsep jual beli murabahah menurut Syariat Islam dan


penerapannya untuk jual beli rumah di Bank BNI Syariah Cabang Medan
dan meneliti apa yang menjadi kendala dalam pelaksanaan Pembiayaan
Murabahah di Bank BNI Syariah.13 Perbedaannya Rida Kurniawan
membahas objek pembiayaan murabahah secara khusus mengenai studi
kasus jual beli rumah sedangkan penulis meneliti hukum pembiayaan
murabahah dan objek pembiayaannya secara umum dan permasalahan
hukum pembiayaan yang diangkat oleh Rida Kurniawan mengenai jual
beli dibawah tangan sedangkan permasalahan yang penulis angkat yaitu
permasalahan hukum akad pembiayaan murabahah seacara khusus.
4. Samarul Falah dari Universitas Sebelas Maret Surakarta, dalam tesisnya
tahun 2010 yang berjudul “Implementasi Hukum Kontrak Dalam
Pembiayaan Murabahah Pada Bank Muamalat Indonesia (BMI) Cabang
Surakarta” menyimpulkan Samarul Falah dalam tesisnya membahas
pelaksanaan hukum kontrak pada pembiayaan murabahah dan upaya apa
saja yang dilakukan oleh pihak Bank apabila terjadi debitur wanprestasi
dan membahas penyelesaian sengketanya.14 Perbedaannya Samarul Falah
membahas hukum kontrak pada pembiayaan murabahah secara khusus
sedangkan penulis membahas hukum pembiayaan murabahah dan
objeknya secara khusus dan dalam penelitiannya Samarul Falah lebih
kepada upaya-upaya penyelesaian sengketa apabila terjadi debitur
wanprestasi seadangkan penulis membahas penyimpangan pembiayaan
murabahah dalam proses operasionalnya dan aplikasinya.

13
Ridha Kurniawan Adnans, “Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank
Syariah (Studi Terhadap Pembiayaan Rumah/Properti Pada Bank BNI Syariah Cabang Medan”,
(20 Juli 2007), hlm. 4. Jurnal diakses pada tanggal 23 Oktober 2017 dari
http://repository.usu.ac.id. Jurnal ini membahas tentang pembiayaan murabahah hampir tidak ada
bedanya dengan produk Kredit Pemilikan Rumah (KPR) pada Bank Konvensional.
14
Samarul Falah, ”Implementasi Hukum Kontrak Dalam Pembiayaan Murabahah Pada
Bank Muamalat Indonesia (BMI) Cabang Surakarta”, (2010), hlm. 11. Jurnal ini diakses pada
tanggal 2 November 2017 dari http:// digilib.uns.ac.id. Jurnal ini membahas adanya perbedaan
mendasar konsep pelaksanaan Bank Konvensional dan Bank Syariah pasca lahirnya Undang-
Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah dan mengungkapkan tentang
pelaksanaan hukum kontrak dalam Pembiayaan Murabahah pada Bank Muamalat Indonesia
(BMI) Cabang Surakarta.
11

5. Samino Setiawan dari Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga


Yogyakarta, dalam tesisnya tahun 2009 yang berjudul “Biaya
Administrasi Pembiayaan Di Bank Syariah (Studi Bank Syariah di Daerah
Istimewa Yogyakarta)” menyimpulkan Samino dalam tesisnya membahas
tentang praktik pembiayaan yang dikenakan biaya admnistrasi di Bank
Syariah Yogyakarta dan menjelaskan tinjauan syariah terhadap praktik
tersebut.15 Perbedaannya pembahasan Samino lebih umum kepada
pembiayaan sedangkan penulis labih khusus kepada pembiayaan
murabahah dan permasalahan yang diangkat oleh Samino yaitu pengenaan
biaya administrasi terhadap pembiayaan sedangkan penulis lebih kepada
hukum akad pembiayaan murabahah.
Dari beberapa kajian permasalahan murabahah diatas, penulis tidak
menemukan pembahasan hukum murabahah secara spesifik yang mengatur
hukum murabahah yang diberlakukan dalam bentuk produk penawaran modal
usaha kepada masayarat, yang lebih khusus lagi hukum pembiayaan murabahah
yang dikemas dalam Produk Pembiayaan Paket Masa Depan (PMD). Dalam
kajian ini, penulis ingin mengkaji Hukum Akad Produk Pembiayaan Paket Masa
Depan (PMD) di Bank BTPN Syariah Dalam Perspektif Hukum Ekonomi
Syariah, yang mana dalam Akad Produk Pembiayaan Paket Masa Depan (PMD)
tersebut menggunakan akad murabahah, diantara kajian-kajian yang sudah
diteliti, penulis menemukan beberapa tulisan yang relevan dengan apa yang
penulis teliti, diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Claudia, Samarul Falah,
Rida Kurniawan Adnans, Samino Setiawan dan Maisarah. Sayangnya, dari kelima
tulisan tersebut, tak satupun menyentuh aspek hukum akad pembiyaan murabahah
yang dikemas dalam sebuah produk andalan Bank Syariah, seperti yang terdapat
dalam Bank BTPN Syariah dan hukum murabahah idealnya harus sesuai dengan
ketentuan syariah dimana pembiayaan murabahah merupakan akad jual beli dan

15
Samino Setiawan, “Biaya Administrasi Pembiayaan Di Bank Syariah (Studi Bank
Syarah di Daerah Istimewa Yogyakarta” (27 Juli 2009), hlm. 4. Jurnal ini diakses pada tanggal 27
Oktober 2017 dari http://digilib.uin-suka.ac.id, jurnal ini membahas tentang indikasi permasalahan
muncul karena adanya penggunaan konsep time value of money dalam penentuan biaya
administrasi pembiayaan. Padahal, para ekonom muslim banyak yang berpendapat bahwa konsep
tersebut dilarang oleh Syariah.
12

bukan akad yang diperuntukan untuk apa saja yang dibutuhkan nasabah sehingga
akad yang digunakan menyerupai kredit Bank Konvensional sebagaimana yang
penulis teliti. Oleh sebab itu, penelitian ini mencoba mengangkat sebuah topik
permasalahan dengan menggali sisi lain dari obyek penelitian yang belum
terungkap atau tereksploitasi sekaligus meng-update penelitian-penelitian
terdahulu.

J. Metodologi Penelitian
1. Metode dan Pendekatan Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah metode
penelitian kualitatif. Secara umum, kajian dalam penelitian tesis ini tergolong
penelitian hukum (legal research) dengan desain kualitatif deskriptif
(descriptive research). Sebagai bagian dari tradisi kualitatif, penelitian ini
menggunakan pendekatan hukum syariah. Berdasarkan hal tersebut,
pendekatan penelitian yang akan digunakan dalam penyusunan tesis ini adalah
menggunakan pendekatan legal normative.16 Pendekatan legal normative
dilakukan untuk menelaah semua peraturan yang bersangkut paut dengan isu
Perbankan Syariah yang ditangani terkait Hukum Pembiayaan Paket Masa
Depan di Bank BTPN Syariah. Dengan demikian, Hukum Ekonomi Syariah
diperlukan dalam penelitian ini untuk menganalisis sejauh mana kesyariahan
Program PMD di Bank BTPN Syariah dan melihat respon masyarakat atau
nasabah yang mengikuti program tersebut.
2. Sumber Data
Dalam penelitian hukum syariah, yaitu melihat respon masyarakat atau
nasabah dan reaksi Bank BTPN Syariah terhadap Produk Pembiayaan Paket
Masa Depan PMD di Bank BTPN Syariah dengan fokus pada Hukum Syariah
yang tertuang dalam Fatwa DSN-MUI No.2 Tahun 2000 Tentang Murabahah,
PBI No. 07/46/PBI/2005, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK), dan Bank

16
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum Edisi Revisi, Jakarta: Prenada Media
Group, 2016, hlm. 41-43.
13

BTPN Syariah maka sebagai sumber penelitian dalam tesis ini adalah sebagai
berikut:
a. Sumber Data Primer
Sumber data primer diperoleh dari dua sumber yaitu study
dokumen dan in-depth interview. Study dokumen berupa: (1) Undang-
Undang Perbankan Syariah No. 21 Tahun 2008 dan Fatwa Dewan Syariah
Nasional No 04/DSN-MUI/IV/2000 ketentuan murabahah pada Perbankan
Syariah, Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah. Sedangkan in-depth
interview berupa hasil wawancara penulis dengan pihak-pihak terkait
dalam kajian tesis ini. Pertama, Staff Divisi Program Daya Implementasi,
Kantor Pusat Bank BTPN Syariah, Jakarta. Kedua, Staff Mini Marketing
Sentra Pebayuran, KFO Bank BTPN Syariah Cabang Cikarang, Bekasi.
Ketiga, masyarakat atau Nasabah yang megikuti Program Paket Masa
Depan (PMD) di Bank BTPN Syariah.
b. Sumber Data Sekunder
Sebagai sumber data sekunder dalam penelitian ini yang terutama
adalah sumber data tertulis, yaitu berupa tulisan orang lain terkait Hukum
Produk Pembiayaan Paket Masa Depan (PMD) sebagaimana akad yang
didalamnya adalah akad murabahah, serta data-data yang sudah diolah dan
dipublikasikan baik dalam bentuk buku-buku termasuk skripsi, tesis,
disertasi serta jurnal ilmiah terkait dengan topik penelitian ini.
3. Teknik Pengumpulan Sumber Data
Teknik pengumpulan sumber data diperoleh melalui dua sumber, yaitu:
pertama, study dokumen yaitu berupa Undang-Undang Perbankan Syariah No.
21 Tahun 2008 serta Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, Fatwa Dewan
Syariah Nasional No 04/DSN-MUI/IV/2000 ketentuan murabahah pada
Perbankan Syariah, Peraturan OJK Nomor 31/POJK.05/2014 tentang
Penyelenggaraan Usaha Pembiayaan Syariah. Kedua, in-depth interview
dilakukan kepada Mini Marketing Sentra Pebayuran, KFO Bank BTPN Syariah
Cabang Cikarang, Bekasi dan masyarakat atau Nasabah Bank BTPN Syariah.
Selain itu penulis juga melakukan library research dengan mencari data-data,
14

literatur-literatur dan referensi yang berkaitan dengan judul tesis ini serta
pembahasannya.
4. Teknik Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan deskriptif-kualitatif. Data primer berupa
study dokumen dan hasil wawancara dari Mini Marketing Sentra Bank BTPN
Syariah Cikarang dan informan terpilih kemudian ditranskrip dan
dikategorisasi berdasarkan tema. Kemudian data-data sekunder diolah
berdasarkan latar belakang permasalahan.
Dalam menganalisis Produk PMD di Bank BTPN Syariah dalam
Prespektif Hukum Ekonomi Syariah, maka penelitian ini menggunakan analisis
melalui pendekatan legal normatif. Pendekatan kasus bertujuan untuk
mengetahui Hukum Produk Pembiayaan Paket Masa Depan (PMD) di Bank
BTPN Syariah. Hal ini dapat dipelajari untuk memperoleh suatu gambaran
terhadap dampak dimensi penormaan suatu aturan hukum dalam praktiknya.
Hasil analisisnya digunakan untuk bahan masukan dalam menjelaskan
fenomena berdasarkan perspektif Hukum Ekonomi Syariah.
Semua bahan dan data yang diperoleh kemudian diolah dan dianalisis
menggunakan pendekatan Hukum Ekonomi Syariah dan data dalam penelitian
ini disajikan secara deskriptif analitis, yaitu mendeskripsikan fakta yang ada
kemudian dilakukan analisis berdasarkan Undang-Undang dan Peraturan
Perbankan Syariah dan teori yang terkait. Analisis data dalam pengumpulan
data ini menggunakan metode analisis kualitatif, yaitu dengan
menginterpretasikan, menguraikan, menjabarkan, dan menyusun data secara
sistematis logis sesuai dengan tujuan pengumpulan data.
5. Teknik Penulisan
Teknik penulisan yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah
berdasarkan pada buku “Pedoman Penulisan Tesis dan Disertasi Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2017”.
15

K. Sistematika Pembahasan
Tesis ini terdiri dari 5 (lima) bab dengan sistematika penulisan tesis
sebagai berikut: Bab I sebagai “Pendahuluan”, berisi tentang latar belakang
penelitian yang berkaitan dengan hukum akad produk pembiayaan Paket Masa
Depan (PMD) di Bank BTPN Syariah. Selanjutnya menguraikan permasalahan
berupa; identifikasi masalah, pembatasan masalah, dan perumusan masalah.
Dilanjutkan tujuan dan manfaat penelitian, signifikansi penelitian, review studi
terdahulu, kerangka teori, metodologi penelitian dan terakhir sistematika
pembahasan. Selanjutnya Bab II Konsep Murabahah dan Tinjauan Hukumnya,
Bab III Produk Pembiayaan Paket Masa Depan (PMD) di Bank BTPN Syariah
Selanjutnya dalam Bab IV Analisis Hasil Penelitian. Bab V Kesimpulan dan
Saran.
Tesis ini memaparkan hasil temuan dari penelitian lapangan berupa
pandangan hukum terkait Produk Pembiayaan Paket Masa Depan (PMD) di Bank
BTPN Syariah dalam Perspektif Hukum Ekonomi Syariah, selanjutnya
menganalisis implementasi akad yang terdapat dalam Praktek Produk Pembiayaan
Paket Masa Depan (PMD) pada Bank BTPN Syariah dalam sistem
pengaplikasiannya di masyarakat atau nasabah dan juga menjelaskan hukum akad
dalam konsep tersebut dilihat berdasarkan Hukum Ekonomi Syariah. Bab V.
Sebagai bab penutup berisi uraian kesimpulan dari hasil penelitian yang telah
dibahas pada bab sebelumnya. Kemudian saran-saran sebagai masukan
berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh. Selain itu, bab ini juga memberikan
rekomendasi untuk beberapa pihak yang berkepentingan pada Produk Pembiayaan
Paket Masa Depan (PMD) di Bank BTPN Syariah, kemudian dalam aplikasi
produk tersebut dapat terciptanya konsistensi Kepatuhan Hukum Ekonomi
Syariah dan optimalisasi dan peningkatan Pelayanan Bank BTPN Syariah
berdasarkan prinsip-prinsip Syariah.
16

BAB II
KONSEP AKAD MURABAHAH DAN TINJAUAN HUKUMNYA
A. Teori Akad
1. Pengertian Akad
Akad berasal dari Bahasa Arab yaitu al-aqd yang secara etimologi

berarti Mengikat ( ‫) الربط‬, Sambungan ) ‫ ) عقد‬Janji )‫( العهد‬17. Kata 'aqdu,


terjadi dua perjanjian atau lebih, yaitu bila seseorang berjanji kemudian ada
orang lain yang menerima janji itu serta menyatakan janji yang berhubungan
dengan janji yang pertama, maka terjadilah perikatan dua buah janji ('ahdu)
dari dua orang yang mempunyai hubungan antara yang satu dengan yang lain
disebut perikatan (Aqad).18 Menurut Undang-Undang RI No.21 Tahun 2008
akad adalah kesepakatan tertulis antara Bank dengan nasabah dan atau pihak
lain yang memuat hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak sesuai
dengan prinsip syariah.19
Adapun rukun-rukun akad ialah 'Aqid; Ma'qud alaih; Maudhu' al 'aqd;
Shighat al 'aqd, yaitu ijab dan qabul.20 Shighat al-'Aqd haruslah: Katanya
jelas dan pengertiannya tepat; Sesuai antara ijab dan qabul; Menunjukkan
kesungguhan kemauan dari pihak-pihak yang bersangkutan Syarat-syarat
terjadinya akad ada dua macam berdasarkan sifat, yaitu: 1) Umum: syarat
syarat yang wajib sempurna wujudnya dalam berbagai akad 2) Khusus:
syarat-syarat yang wujudnya wajib ada dalam sebagian akad. 21 Objek Akad
Mahall al-Aqd yaitu suatu yang menjadi objek akad serta mempunyai akibat
hukum. Bentuk objek akad dapat berupa benda berujud seperti mobil dan
rumah, serta dapat pula berbentuk benda tidak berujud seperti manfaat.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam Mahall Al-Aqd yaitu: objek akad
harus ada ketika akad dilakukan; Objek akad yang dibenarkan syariah; Objek

17
Abdurrahman Ghazaly, Fiqh Muamalat, Jakarta: Kencana, 2015, hlm 50-51.
18
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, Jakarta: PT Raja Grafiondo Persada, 2008, hlm.46.
19
Undang-Undang Republik Indonesia N0.21 Tahun 2008, Dihimpun Oleh Redaksi Sinar
Grafika, Jakarta, Sinar Grafika, 2008, hlm.92.
20
Rachmat Syafe‟i, Fiqih Muamalah, Bandung: CV Pustaka Setia, 2001, hlm.45.
21
Rachmat Syafe‟i, Fiqih Muamalah, Bandung: CV Pustaka Setia, 2001, hlm. 50.
17

akad harus jelas dan dikenali; dan Objek akad harus dapat diserah
terimakan.22
Akad adalah kesepakatan dalam suatu perjanjian antara dua pihak atau
lebih untuk melakukan dan atau tidak melakukan perbuatan hukum tertentu.23
Akad ini merupakan salah satu bentuk natural certainty contract (yakni
memberikan kepastian pembiayaan baik dari segi jumlah maupun waktu, cash
flownya bisa diprediksi dengan relatif pasti, karena sudah disepakati oleh
kedua belah pihak yang bertransaksi diawal akad). Dikategorikan
sebagai natural certainty contract karena dalam murabahah ditentukan
berapa requaired rate of profitnya (besarnya keuntungan yang disepakati).24
Akad juga adalah ketertarikan keinginan diri dengan sesuatu yang lain dengan
cara yang memunculkan adanya komitmen tertentu yang disyariatkan sesuai
rukun-rukun akad.25

B. Teori Murabahah Dalam Hukum Ekonomi Syariah


Sebelum lebih jauh membahas murabahah penulis ingin menjelaskan
definisi Hukum Ekonomi Syariah. Kata hukum (al-hukm) secara bahasa
bermakna menetapkan atau memutuskan sesuatu, sedangkan pengertian
hukum secara terminologi berarti menetapkan hukum terhadap segala sesuatu
yang berkaitan dengan perbuatan manusia, dalam perihal ini berarti penetapan
hukum yang berkaitan dengan Perbankan.26 Seperti halnya dalam Perbankan
Syariah. Bank Syariah adalah suatu lembaga keuangan yang berfungsi
sebagai perantara bagi pihak yang berkelebihan dana dengan pihak yang
kekurangan dana untuk kegiatan usaha dan kegiatan lainnya sesuai dengan

22
Abdurrauf. Al-Iqtishad, Vol IV, No. (Jakarta: UIN-Syarif Hidayatullah, 1, Januari
2012), jurnal yang berjudul: Penerapan teori akad pada Perbankan Syariah, hlm.24-25.
23
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, Bandung: Fokusmedia, 2009, hlm. 15.
24
Adi Warman A. Karim, Bank Islam, Analisis Fiqh dan Keuangan, Jakarta: IIIT
Indonesia, 2003, hlm. 161.
25
Shalah ash-Shawi, Abdullah al-Muslih, Fiqih Ekonomi Keuangan Islam, Jakarta: Darul
Haq, 2008, hlm. 26-29. Rukun-rukun akad yaitu: (1) Dua pihak atau lebih yang melakukan akad,
(2) Objek Akad (Transaksi), (3) Lafadz (Shighat) Akad dan syarat-syarat shighat akad yang telah
terpenuhi.
26
Burhanuddin Susanto, Hukum Perbankan Syariah di Indonesia, Yogyakarta: UII Press,
2008, hlm.7.
18

Hukum Islam. Selain itu, Bank Syariah biasa disebut Islamic


Banking atau Interest fee Banking, yaitu suatu sistem Perbankan dalam
pelaksanaan operasional tidak menggunakan sistem bunga (riba), spekulasi
(maisir), dan ketidakpastian atau ketidakjelasan (gharar).27 Menurut
Ensiklopedi Islam, Bank Islam atau Bank Syari‟ah adalah lembaga keuangan
yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas
pembayaran serta peredaran uang yang pengoprasianya sesuai dengan
prinsip-prinsip syariah.28
Jadi pengertian Hukum Ekonomi Syariah adalah segala sesuatu yang
menyangkut tentang Ekonomi seperti Perbankan yang harus memenuhi
prinsip-prinsip syariah dan memiliki peraturan-peraturan yang harus
dilaksanakan. Salah satunya yaitu pembiayaan dalam murabahah dalam
Perbankan Syariah.

1. Pengertian Murabahah
Secara bahasa, kata murâbahaħ berasal dari kata al-ribh (‫ربْخ‬
ِّ ‫)ال‬
َّ ‫ )ال‬yang memiliki arti kelebihan atau pertambahan dalam
atau al-rabh (‫ربَخ‬

perdagangan (‫التَّـجْ ر‬ ‫)النَّماء فـي‬. Dengan kata lain, al-ribh tersebut dapat

diartikan sebagai keuntungan.29 Al-Khaththabiy menyebutkan dua variasi

lain kata tersebut dengan makna yang sama, yaitu al-ribâh (‫ )الرِّباح‬dan al-

ribâhaħ (‫)الرِّبادة‬. Di dalam al-Qur‟an kata ribh dengan makna keuntungan


dapat ditemui pada Surat Al-Baqaraħ ( 2 ) ayat 16 berikut:30

27
Zainuddin Ali, Hukum Perbankan Syariah, Jakarta: Sinar Grafika, 2010, hlm.1.
28
Warkum Sumitro, Asas-asas Perbankan Islam dan Lembaga-lembaga yang terkait,
Jakarta: PT.RajaGrafindo, 1996, hlm.5.
29
Muhammad bin Mukram bin Manzhur, Lisan al-'Arab, (Beirut: Dar Shadir, t.th.), Juz 2,
hlm. 442.
30
Muhammad bin Mukram bin Manzhur, Lisan al-'Arab, (Beirut: Dar Shadir, t.th.), Juz 2,
hlm. 442.
19

        

 
“Mereka itulah orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk,
maka tidaklah beruntung perniagaan mereka dan tidaklah mereka mendapat
petunjuk”.
Kata ribh juga sering dipersandingkan maknanya dengan kata al-

fadhl (‫)الفضل‬. Hal itu misalnya terlihat dalam firman Allah surat Âli 'Imrân

( 3 ) ayat 174 berikut:

        

. 
      
“Maka mereka kembali dengan nikmat dan karunia (yang besar) dari
Allah, mereka tidak mendapat bencana apa-apa, mereka mengikuti keridhaan
Allah. dan Allah mempunyai karunia yang besar”.

Selain kata al-fadhl, kata al-ribh juga memiliki sinonim lain, yaitu al-

ghunm (‫ )الغ ْنم‬yang menjadi akar dari kata al-ghanîmaħ (‫)الغنيمة‬.31 Kata al-

ghunm ini sendiri memang digunakan Rasulullah SAW dengan makna


keuntungan pada hadis yang menejadi salah satu dasar rahn, yang berbunyi
sebagai berikut:

31
Abdullah bin Muslim bin Qutaybah al-Daynuriy Abu Muhammad, Gharib al-Hadîts
(al-Gharib li Ibn Qutaybah), (Baghdad: Mathba‟ah al-„Aniy, 1397 H), Juz 1, hlm. 229.
20

‫صلَى اللُ َعلَي ِو َو َسلَ َم قَ َال َل‬ ِِ


َ ُ‫َعن َسعيد ب ِن ال ُم َسيَب أَ َن َر ُسوَل الل‬
‫احبُوُ ال ِذي َرىنُوُ لَوُ َغنِ َموُ َو َعلَي ِو غُرِم ِو (رواه‬
ِ ‫ي غَلِق الرىن ِمن ص‬
َ ُ ُ ُ
32
.)‫البيهقي والدارقطين واحلاكم والشافعي‬
Dari Sa‟id bin al-Musayyab, Bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“Agunan itu tidak boleh dihalangi dari pemiliknya yang
telah mengagunkannya. Ia berhak atas kelebihan (manfaat)-nya dan wajib
menanggung kerugian (penyusutan)-nya.” (HR. Al-Bayhaqiy, al-
Dâruquthniy, al-Hâkim, dan al-Syâfi‟iy).
Dalam konteks mu‟amalah, kata murâbahaħ seperti disebutkan al-
Jurjaniy,33 dan al-Munawiy, biasanya diartikan sebagai jual beli yang

dilakukan dengan menambah harga awal (‫األول‬ ‫)البيع بزيادة على الثمن‬.34
Secara terminologi fiqih, murabahah adalah bentuk jual beli barang
dengan menyatakan harga perolehan barang dan keuntungan margin yang
ditentukan.35
Sedangkan menurut istilah murabahah adalah transaksi penjualan
barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang
disepakati oleh penjual dan pembeli. Hal yang membedakan
murabahah dengan jual beli lainnya adalah penjual harus memberitahukan
kepada pembeli harga barang pokok yang dijualnya serta jumlah keuntungan
yang diperoleh.

32
Ahmad bin al-Husayn bin 'Ali bin Musa Abu Bakar al-Bayhâqiy (disebut: al-
Bayhâqiy), Sunan al-Bayhaqiy al-Kubra, (Makkah al-Mukarramah: Maktabah Dâr al-Baz, 1994),
Juz 6, hlm. 39.
33
Ali bin Muhamamd bin 'Ali al-Jurjaniy, al-Ta'rifat, (Beirut: Dar al-Kitab al-'Arabiy,
1405 H), hlm. 266.
34
Qasim bin 'Abdillah bin Amir 'Ali al-Qawnuniy, Anis al-Fuqaha`, (Jedah: Dar al-
Wafa`, 1406 H), hlm. 214, Sebagai kelebihan dari modal awal, keuntungan dalam jual
beli murâbahaħ memiliki kesamaan dengan kelebihan pada riba. Akan tetapi antara keduanya
berbeda jauh dalam status hukum; keuntungan pada murâbahaħ (sama seperti keuntungan pada
jual beli lainnya) dibolehkan secara hukum, sedang kelebihan pada riba diharamkan.
35
Abd al-Rahman Al-Jaziri, Kitab Al-Fiqh „Ala Madzahib Al-Arba‟ah, Jil II, Beirut: Dar
Al-Kutub Al-Ilmiyah, 1999, hlm. 250.
21

Menurut para Fuqaha, murabahah didefinisikan sebagai penjualan


seharga biaya/ harga pokok (cost) barang tersebut ditambah mark-
up atau margin keuntungan yang disepakati.
Menurut ulama Hanafiyyaħ, yang dimaksud
dengan murâbahaħ tersebut adalah:

36
. ‫نَق ُل َما ِمل ِك ِو بِال َعق ِد اَألََول بِالثَ َم ِن األََوِل َم َع ِزيَ َاد ِة ُرب ٍح‬
“Mengalihkan kepemilikan sesuatu yang dimiliki melalui akad
pertama dengan harga pertama disertai tambahan sebagai keuntungan”.
Ulama Mâlikiyyaħ mengemukakan rumusan definisi sebagai berikut:

37
‫لذي اِ َشتَ َر َاىا بِِو َوِزيَ َاد ِة ُرب ٍح َمعلُوٍم َلَُما‬
.
ِ ‫السلع ِة بِالثم ِن ا‬
َ َ َ ‫بَي ُع‬
ِ
“Jual beli barang dagangan sebesar harga pembelian disertai dengan
tambahan sebagai keuntungan yang sama diketahui kedua pihak yang
berakad”.
Dalam pandangan ulama Mâlikiyyaħ, seperti disebutkan al-
„Abdariy,38 jual beli murâbahaħ juga terbagi dua, yaitu: Pertama, jual beli
dengan tambahan (keuntungan) yang jelas terhadap modal awal. Misalnya,
keuntungan satu dirham terhadap satu dirham modal awal dan tambahan satu
dirham terhadap sepuluh dirham modal awal dan selanjutnya, bisa lebih
banyak atau kurang, sesuai dengan kesepakatan. Kedua, jual beli dengan
tambahan keuntungan yang disebutkan dan disepakati terhadap keseluruhan
harga awal.

36
Muhammad bin 'Abd al-Wahid al-Siwasiy (populer dengan sebutan Ibn
Hummam), Syarh Fath al-Qadir, (Beirut: Dâr al-Fikr, t.th.), Juz 6, hlm. 494.
37
Saydiy Ahmad al-Dardir Abu al-Barakat, al-Syarh al-Kabir, (Beirut: Dar al-Fikr, t.th.),
Juz 3, h. 159. Lihat juga: Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Rusyd, Bidayah al-
Mujtahid, (Beirut: Dar al-Fikr, t.th.), Juz 2, hlm. 161.
38
Muhammad bin Yusuf bin Abi al-Qasim al-„Abdariy Abu „Abdillah, al-Taj wa al-Iklil,
(Beirut: Dar al-Fikr, 1398 H), Juz 4, hlm. 489
22

Sementara itu, ulama Syâfi‟iyyaħ mendefinisikan murâbahaħ itu


dengan:

39
.‫بَي ٌع بِِث ِل الث َم ِن أَو َما قَ َام َعلَي ِو بِِو َم َع ُرب ٍح َموُزٍع َعلَى أَجَزائِِو‬
“Jual beli dengan seumpama harga (awal), atau yang senilai
dengannya, disertai dengan keuntungan yang didasarkan pada tiap
bagiannya”.

Sedang menurut ulama Hanâbilaħ, yang dimaksud murâbahaħ adalah:

40
.‫َمعلُوٍم‬ ‫اَلبَ ي ُع بَِرأ ِس ال َم ِال َوُرب ٍح‬
“Jual beli dengan harga modal ditambah keuntungan yang
diketahui”.
Dalam hal ini yang menjadi unsur utama jual beli murâbahaħ itu
adalah adanya kesepakatan terhadap keuntungan. Keuntungan itu ditetapkan
dan disepakati dengan memperhatikan modal si penjual. Dalam hal ini,
keterbukaan dan kejujuran menjadi syarat utama terjadinya murâbahaħ yang
sesungguhnya. Selain dinamai dengan murâbahaħ, jual beli jenis ini juga
dinamai dengan al-bay`bi al-tsaman al-'âjil (diferred payment sale). Dalam
kitab al-Umm, Imam Syafi'iy menamai transaksi seperti ini dengan istilah al-
amr bi al-syirâ`.41
Sayyid Sabiq mengartikan murabahah sebagai penjualan dengan
harga pembelian barang berikut keuntungan yang diketahui.42 Ibnu Qudamah
mendefinisikan murabahah sebagai jual beli dengan menghitung modal
ditambah keuntungan tertentu yang diketahui.43 Hasbi As Shiddiqi
mendefinisikan murabahah berarti menjual barang dengan keuntungan (laba)
39
Abd al-Hamid al-Syarwaniy, Hawasyiy al-Syarwaniy, (Beirut: Dar al-Fikr, t.th.), Juz 4,
hlm. 424.
40
Abdullah bin Ahmad bin Qudamah, al-Mughniy, (Beirut: Dâr al-Fikr, 1405 H), Juz 4,
hlm. 129.
41
Abi Abdillah Muhammad bin Idris al-Syâfi'iy, al-Umm, (Kairo: Maktabah Kulliyah al
Azhariyah, 1961), Juz III, hlm. 93.
42
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah 11, Terj, Kamaludin A Marzuki, Fiqh Sunnah jilid 11,
Bandung: Pustaka, 1988, hlm. 83.
43
Fuad Sarthawy, at-Tamwīl al-Islāmī wa Daur al-Qithā‟ al-Khāsh, cet.1, (Jordan: Dār
al-Masīra,tt), hlm. 235
23

tertentu.44 Pendapat lain mengatakan murabahah sebagai jual beli dimana


harga dan keuntungan disepakati antara penjual dan pembeli.45
Menurut Adiwarman Karim, murabahah adalah suatu penjualan
barang seharga barang tersebut ditambah keuntungan yang disepakati. Secara
singkatnya, murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan
harga perolehan dan keuntungan yang disepakati oleh penjual dan pembeli.
Akad ini merupakan salah satu bentuk natural certainty contracts, karena
dalam murabahah ditentukan berapa required rate of profit-nya (keuntungan
yang ingin diperoleh).46
Udovitch menyatakan bahwa murabahah adalah suatu jual beli
dengan komisi, dimana si pembeli biasanya tidak dapat memperoleh barang
yang ia inginkan kecuali lewat seorang perantara, atau ketika si pembeli tidak
mau susah payah mendapatkannya sendiri sehingga ia mencari jasa seorang
perantara.47
Dalam undang-undang RI No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan
Syariah pasal 19 ayat 1 huruf d mendefinisikan, yang dimaksud dengan
murabahah adalah akad pembiayaan suatu barang dengan menegaskan harga
belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih
sebagai keuntungan yang disepakati.48
Dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Pasal 20, Murabahah
adalah pembiayaan saling menguntungkan yang dilakukan oleh Shahib Al-
Mal dengan pihak yang membutuhkan melalui transaksi jual beli dengan
penjelasan bahwa harga pengadaan barang dan harga jual terdapat nilai lebih

44
Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddiqy, Hukum-hukum Fiqh Islam (tinjauan antar
madzhab), Semarang: Pustaka Rizki Putra, 1997, hlm. 353.
45
Zainul Arifin, Memahami Bank Syari‟ah: Lingkup, Peluang, Tantangan dan Prospek,
Jakarta: Alvabet, 2001, hlm. 21.
46
Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuanagan, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2006, hlm.113.
47
Rukhul Amin, Dinamika Penerapan Murabahah Dalam Sistem Perbankan Syariah,
Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surabaya, Jurnal Perbankan Syariah Vol. 1
No. 1 Mei 2016 hlm.5. Diakses pada tanggal 14 agustus 2018.
48
Undang-Undang Republik Indonesia N0. 21 Tahun 2008, Jakarta: Sinar Grafika, 2008,
hlm. 63.
24

yang merupakan keuntungan atau laba bagi Shahib Al-Mal dan


49
pengembaliannya dilakukan secara tunai atau angsur.
Jadi secara umum murabahah adalah jual beli barang pada harga asal
dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam murabahah penjual
harus memberi tahu harga produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkat
keuntungan sebagai tambahannya.50 Murabahah adalah salah satu kontrak
jual beli yang sangat umum dalam praktik dagang Islam. Ini dikenal juga
sebagai jual beli dengan penambahan biaya. Kontrak ini didefinisikan dengan
jual beli dimana objek yang dijual dengan harga sebagaimana harga belinya
ditambah dengan profit margin yang dinyatakan.51 Dapat disimpulkan,
murabahah merupakan salah satu bentuk jual beli amanah berdasarkan pada
penetapan harga, yaitu bentuk pertukaran obyek jual dengan harga yang
merupakan jumlah harga perolehan ditambah laba tertentu.

2. Dasar Hukum Murabahah


Secara syar'iy, keabsahan transaksi murabahah didasarkan pada
beberapa nash al-Qur'an dan Sunnah. Landasan umumnya, termasuk jenis
jual beli lainnya, terdapat dalam Al-Qur‟an Surat Al-Baqaraħ (2) ayat 275.

         

             

........   


“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri
melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran
(tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah

49
Himpunan Peraturan Perundang-undangan/Peraturan Mahkamah Agung No. 2 Tahun
2008 Tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, Disusun Oleh Tim Redaksi Fokusmedia,
Bandung, Fokusmedia, 2009, hlm.15.
50
Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah Dari Teori ke Praktik, Jakarta: Gema Insani,
2001, hlm.101.
51
Agus Triyanta, Hukum Perbankan Syariah Regulasi, Impelementasi dan Formulasi
Kepatuhannya Terhadap Prinsip-Prinsip Islam, Malang: Setara Press Kelompok Instans
Publishing Wisma Kalimetro, 2016, hlm. 55.
25

disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama


dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba”.52
Al-Qur‟an Surat An-Nisa‟ (4) ayat 29.

         

             

. 
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan
yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu
membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu”.53

Al-Qur‟an Surat Al-Maidah (5) ayat 1

.....       


“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu”.54

Al- Qur‟an Surat Al-Baqarah ayat 282 dan 283

          

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak


secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.55

52
Dalam Al-Qur‟an Surat al-Baqaraħ (2) ayat 275.
53
Dalam Al-Qur‟an Surat An-Nisa (4) ayat 29.
54
Dalam Al-Qur‟an Surat Al-Maidah (5) ayat 1.
55
Dalam Al-Qur‟an Surat Al-Baqarah (2) ayat 282.
26

       


  

           

         

.    

“Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai)


sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang
tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). akan tetapi jika sebagian
kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu
menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah
Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) Menyembunyikan persaksian. dan
Barangsiapa yang menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang
yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.56

Al-Qur‟an Surat Al-Baqarah (2) ayat 280

            

   


“Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, Maka berilah
tangguh sampai Dia berkelapangan. dan menyedekahkan (sebagian atau
semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui”.57

Hadits Nabi Riwayat Abu Sa‟id Al-Khudri bahwa Rasulullah saw.


bersabda:

ٍ ‫إَِنَا اَلبَ ي ُع َعن تَ َر‬


)‫اض (رواه البيهقى وابن ماجو وصححو ابن حبا ن‬
“Sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan atas dasar kerelaan”.58

56
Dalam Al-Qur‟an Surat Al-Baqarah (2) ayat 283.
57
Dalam Al-Qur‟an Surat Al-Baqarah (2) ayat 280.
27

Landasan hukum murabahah dari hadits adalah riwayat Ubadah bin


Shamit bahwa Rasulullah saw. Bersabda:

‫صلَى اللُ َعلَي ِو َو َسل َم‬ َ َ‫الص ِامت ق‬ ِ


َ ‫ال َر ُسو ُل الل‬ َ ‫َعن عُبَاَ َدة ب ِن‬
‫ب َوا ِلفضةُ بِال ِفض ِة َوالبُر بِال ُِب َوالشعِي ُر بِالشعِ ِي‬ ِ ‫اَلذ َىب بِالذ َى‬
ُ
‫َوالتَ َمُر بِالت َم ِر َوال ِمل ُح بِال ِمل ِح ِمث ًل بِِث ٍل َس َواءٌ بِ َس َو ٍاء يَ ًدا بِيَ ٍد فَِإ َذا‬
‫ف ِشئتُم إِ َذا َكا َن يَ ًدا بِيَ ٍد (رواه‬ ِ ِِ
َ ‫اختَ لَ َفت َىذه األَصنَاف فَبِي عُوا َكي‬
)‫مسلم وابن حبان والدارقطين‬
“Emas ditukar dengan emas, perak ditukar dengan perak, gandum
dengan gandum, kurma dengan kurma, garam dengan garam, dengan jenis
yang sama, takaran yang sama, dari tangan ke tangan (pertukaran
langsung). Selain hal-hal tersebut, maka jual belilah (dengan cara) sesukamu
dengan syarat (jual beli tersebut) dilakukan secara langsung.59

Rasulullah SAW bersabda, yang artinya Jika tanpa membayar (harga),


maka aku tidak jadi mengambilnya.60 Adapun landasan berupa ijma‟, secara
literatur dapat diketahui bahwa murabahah diperbolehkan dan tidak
bertentangan dengan hukum islam, baik menurut jumhur ulama dari para
sahabat, tabi‟in, maupun para imam madzhab.61
Dalam literatur fikih klasik, murabahah atau bay' almu'ajjal mengacu
pada suatu penjualan yang pembayarannya ditangguhkan. Justru elemen
pokok yang membedakannya dengan penjualan normal lainnya adalah
penangguhan pembayaran itu. Pembayaran dilakukan dalam suatu jangka

58
N. Oneng Nurul Bariyah, Akad Mu‟awadah Dalam Konsep Fiqih dan Aplikasinya di
Bank Syariah, Jurnal Al-Milal Jurnal Studi Ilmu Keislaman, Volume 1, Nomor 1, Februari 2013,
halaman 151, ISSN 2337-814X, hlm.3. Diakses pada tanggal 15 Agustus 2018.
59
HR. Muslim. Abu Bakar Ahmad bin Husain bin Ali bin Abdullah bin Musa Al-
Khasrujurdi Al-Baihaqi, Ma‟rifatus-Sunan wal-Ātsār lil-Baiḥāqi, juz. 9, hlm. 161. Diunggah dari
http://www.alsunnah.com dalam paket e-book; al-Maktabah Syāmilah.
60
Fatḥ al-Qadir, juz. 15, hlm. 220. Diunggah dari http://www.al-islam.com dalam paket
e-book; al-Maktabah Syāmilah.
61
Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh al-Islāmī wa Adillatuhu, cet. 4, (Damaskus: Dār al-Fikr,
2004), juz. 5, hlm. 3766.
28

waktu yang disepakati, baik secara tunai maupun secara angsuran.62 Oleh
karena itu, keberadaan murâbahaħ juga didasarkan pada hadis yang
menegaskan bahwa murabâhaħ termasuk dalam ketegori perbuatan
dianjurkan (diberkati).

‫صلى اللو َعلَي ِو‬ ِ ُ ‫ال رس‬ َ َ‫ب َعن أَبِ ِيو ق‬ ٍ ‫ص َهي‬ ِ ‫عن‬
َ ‫ول اللو‬ ُ َ َ َ‫ال ق‬ ُ ‫صال ِح ب ِن‬ َ َ
ِ ِ ٌ ‫ ثََل‬:‫وسلم قال‬
،ُ‫ضة‬ َ ‫ البَ ي ُع إ ََل أ‬: ُ‫ث في ِهن البَ َرَكة‬
َ ‫ َوال ُم َق َار‬،‫َج ٍل‬ َ ََ
63
.)‫ع (رواه ابن ماجة عن صهيب‬ ِ ‫ت َل لِلبَ ي‬ِ ‫ط الب ِّر بِالشعِ ِي لِلب ي‬
َ ُ ُ ‫َوخل‬
”Dari Shalih bin Shuhayb dari Ayahnya, ia berkata: “ Rasulullah
SAW bersabda: “Tiga hal yang didalamnya terdapat keberkahan: jual beli
secara tangguh, muqaradhah (mudharabah) dan mencampur gandum dengan
tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk jual”. (HR. Ibn Majah).
Namun demikian ada juga beberapa riwayat lain dari para sahabat
yang memberikan penjelasan bahwa jual beli dengan tambahan seperti ini
termasuk yang harus “diwaspadai”. Ibn „Umar menegaskan bahwa jual beli
“sepuluh dua belas” itu adalah riba.64 Ikrimah mengatakan jual beli seperti itu
adalah haram. Ishaq mengatakan bahwa jual beli seperti itu adalah batal kalau
harga awalnya tidak diketahui. Sedang Ibn „Abbas menetapkan bahwa jual
beli “sepuluh sebelas” hukumnya adalah makruh. Walau tetap saja ada
sahabat yang membolehkan jual beli seperti ini, seperti Ibn Mas‟ud,65 Ibn
Sirin, Qadhi Surayh dan Ibrahim (al-Nakha‟iy), Sa‟id bin al-Musayyab, al-
Tsawriy, al-Syafi‟iy, ulama Ahl Ra`y, dan Ibn al-Mundzir. Menurut mereka,

62
M. Umer Chapra, Sistem Moneter Islam, Judul Asli: Towards a Just Monetary System,
Penerjemah: Ikhwan Abidin Basri, (Jakarta: Gema Insani Press dan Tazkia Cendekia, 2000), hlm.
120. Sami' Hamud menamai transaksi seperti ini dengan bay' al-murâbahaħ li al-amr bi al-
syirâ` (penjualan dengan tingkat margin keuntungan tertentu kepada orang yang telah memberi
order utnuk membeli).
63
Muhamamd bin Yazid Abu 'Abdillah al-Qazwaniy (disebut Ibn Mâjaħ), Sunan Ibn
Mâjaħ, (Beirut: Dar al-Fikr, t.th.), Juz 2, hlm. 768.
64
Abu Bakar 'Abd al-Razzaq bin Humam al-Shan'aniy, Mushnaf 'Abd al-Razzaq, (Beirut:
al-Maktab al-Islamiy, 1403 H), Juz 8, h. 232.
65
Ibrahim bin 'Ali bin Yusuf al-Fayruz Abadi al-Syiraziy (disebut al-Syiraziy), al-
Muhadzdzab, (Beiru: Dar al-Fikr, t.th.), Juz 1, hlm. 288.
29

kebolehan murâbahaħ itu justru didasarkan pada kejelasan modal dan


keuntungan.

Kaidah Fiqh Murabahah

‫احة إِل أَن يَ ُدل َد لِي ٌل َعلَى َت ِريِ َها‬ ِ


َ َ‫اَألَص ُل ِف ال ُم َع َام َلت اَ ِلب‬
“Pada dasarnya segala sesuatu itu adalah boleh sampai ada dalil
yang melarangnya”.66

‫الص َح ِة‬ ِ َ‫اِألَصل ِف الع ُقوِد والتصرف‬


ِ ‫ات احلِل و‬
َُ َُ َ ُ ُ
“Pada prinsipnya dari akad dan transaksi adalah halal dan sah”.

Adapun landasan hukum pembiayaan murabahah dalam Peraturan


Bank Indonesia (PBI) diantaranya:
1. Pasal 1 ayat (13) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan.
2. PBI No. 9/19/PBI/2007 jo. PBI No. 10/16/PBI/2008 tentang Pelaksanaan
Prinsip Syariah dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana
serta Pelayanan Jasa Bank Syariah;
3. Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/17/PBI/2008 tentang Produk Bank
Syariah dan Unit Usaha Syariah;
4. Ketentuan Pembiayaan Murabahah dalam praktik Perbankan syariah di
Indonesia dijelaskan dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 04/DSN-
MUI/IV/2000 tentang Murabahah;
5. Pasal 19 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah yang mengatur mengenai kegiatan usaha Bank Umum Syariah
yang salah satunya adalah pembiayaan murabahah.67

66
Zen Amiruddin, Ushul Fiqih, cet. 1 (Yogyakarta: Teras, 2009), hlm. 127
67
Bagya Agung Prabowo, Aspek Hukum Pembiayaan Hukum Pembiayaan Murabahah
Pada Perbankan Syariah, Yogyakarta: UII Press, 2012, hlm. 29.
30

Menurut PBI No.7/46/PBI/2005 Bab 1 pasal 1 murabahah adalah jual


beli barang sebesar harga pokok barang ditambah dengan margin keuntungan
yang disepakati. dalam hal pengaturan pelaksanaan PBI mengatur dalam
pasal 2 yaitu (1) Dalam melaksanakan kegiatan penghimpunan dan
penyaluran dana Bank wajib membuat akad sesuai dengan ketentuan dalam
peraturan Bank Indonesia ini. (2) dalam akad sebagaimana dimaksud pada
ayat 1 wajib ditegaskan jenis transaksi syariah yang digunakan. (3) transaksi
syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak boleh mengandung unsur
gharar, maysir, riba, zalim, riswah, barang haram dan maksiat.68
Dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor: 9/19/PBI/2007 Tentang
Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam kegiatan Penghimpunan Dana serta
Pelayanan Jasa Bagi Bank Syariah, Pasal 3 Murabahah adalah transaksi jual
beli suatu barang sebesar harga perolehan barang ditambah dengan margin
yang disepakati oleh para pihak, dimana penjual menginformasikan terlebih
dahulu harga perolehan kepada pembeli.69
Kegiatan penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan berdasarkan
murabahah berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut:
1. Bank menyediakan dana pembiayaan berdasarkan perjanjian jual beli
barang.
2. Jangka watu pembayaran harga barang oleh nasabah kepada Bank
ditentukan berdasarkan kesepakatan Bank dan nasabah.
3. Bank dapat membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang
yang telah disepakati kualifikasinya.
4. Dalam hal bank mewakilkan kepada nasabah (wakalah) untuk membeli
barang, maka akad Murabahah harus dilakukan setelah barang secara
prinsip menjadi milik bank.

68
Peraturan Bank Indonesia No. 7/46/PBI/2005 tentang Akad Penghimpunan dan
Penyaluran Dana bagi Bank yang melaksnakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah BAB I
Ketentuan Umum Pasal 1 Poin ke 7, hlm. 4.
69
Peraturan Bank Indonesia Nomor: 9/19/PBI/2007, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hlm.
101.
31

5. Bank dapat meminta nasabah untuk membayar uang muka atau urbun saat
menandatangani kesepakatan awal pemesanan barang oleh nasabah.
6. Bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan agunan tambahan selain
barang yang dibiayai Bank.
7. Kesepakatan margin harus ditentukan satu kali pada awal akad dan tidak
berubah selama periode akad.
8. Angsuran pembiayaan selama periode akad harus dilakukan secara
proporsional.
Dalam hal Bank meminta nasabah untuk membayar uang muka atau
urbun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e maka berlaku ketentuan
sebagai berikut:
1. Dalam hal uang muka, jika nasabah menolak untuk membeli barang
setelah membayar uang muka, maka biaya riil Bank harus dibayar dari
uang muka kepada nasabah. Namun jika nilai uang muka kurang dari nilai
kerugian yang harus ditanggung oleh Bank, maka Bank dapat meminta
lagi pembayaran sisa kerugiannya kepada nasabah.
2. Dalam hal urbun, jika nasabah batal membeli barang, maka urbun yang
telah dibayarkan nasabah menjadi milik Bank maksimal sebesar kerugian
yang ditanggung oleh Bank akibat pembatalan tersebut, dan jika urbun
tidak mencukupi, nasabah wajib melunasi kekurangannya. Kemudian pada
pasal 10 ayat (1) dan (2) PBI mengatur.
3. Dalam pembiayaan murabahah bank dapat memberikan potongan dari total
kewajiban pembayaran hanya kepada nasabah yang telah melakukan
kewajiban pembayaran cicilannya dengan tepat waktu dan/atau nasabah
yang mengalami penurunan kemampuan pembayaran.
4. Besar potongan Murabahah kepada nasabah tidak boleh diperjanjikan
dalam Akad dan diserahkan kepada kebijakan bank.70

70
Peraturan Bank Indonesia No. 7/46/PBI/2005 tentang Akad Penghimpunan dan
Penyaluran Dana bagi Bank yang melaksnakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah,
Paragraf 2 Pasal 9 Poin (1) huruf a,b,c,d,e,f,g,h, Dan Pasal 10 ayat (1) dan (2), hlm.11-13.
32

Terkait ketentuan wakalah pada pembiayaan murabahah yaitu:


wakalah harus dibuatkan Akad secara terpisah dari akad murabahah. Yang
dimaksud dengan secara prinsip barang milik bank dalam wakalah pada akad
murabahah adalah adanya aliran dana yang ditujukan kepada pemasok barang
atau dibuktikan dengan kuitansi pembelian.71
Sedangkan Landasan Hukum Pembiayaan Murabahah yang disusun
dalam Buku Standar Produk Perbankan Syariah Murabahah, dalam peraturan
Otoritas Jasa Keuangan yang dimaksud yaitu:
1. Pembiayaan syariah adalah penyaluran pembiayaan yang dilakukan
berdasarkan prinsip syariah.
2. Prinsip syariah adalah ketentuan hukum islam berdasarkan fatwa dan/atau
pernyataan kesesuaian syariah dari Dewan Syariah Nasional Majelis
Ulama Indonesia.72

3. Rukun Dan Syarat Murabahah


Secara umum, jual beli terpaku pada akad yang intinya ijab kabul dan
kerelaan kedua belah pihak. Apabila terpenuhi, maka jual beli tersebut sudah
terlaksana dan sah. Namun demikian, masing-masing pihak memiliki hak
khiyar yang terdiri dari khiyar majlis, khiyar syarat, dan khiyar aib.73
Sebagai salah satu bentuk jual beli, maka rukun yang harus dipenuhi
dalam murabahah adalah rukun jual beli secara umum, antara lain:
1. Penjual dan pembeli. Keduanya disyaratkan berakal dan orang yang
berbeda.
2. Ijab kabul. Rukun ini mensyaratkan pelaku baligh dan berakal, kesesuaian
antara kabul dengan ijab, dan pelaksanaannya dalam satu majelis.

71
Peraturan Bank Indonesia No. 7/46/PBI/2005 tentang Akad Penghimpunan dan
Penyaluran Dana bagi Bank yang melaksnakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, Pasal 9
Ayat (1) Huruf d, hlm. 6.
72
Divisi Pengembangan Produk dan Edukasi Departemen Perbankan Syariah Otoritas
Jasa Keuangan, Buku Standar Produk Perbankan Syariah Murabahah, Jakarta: 2016, hlm.13-14.
73
Ali Ahmad Salus, al-Mu‟āmalāt al-Māliyah al-Mu‟āshirah fī Mīzān al-Fiqh al-Islāmi,
(Kuwait: Maktabah al-Falāh, 1986), hlm. 162-163.
33

3. Obyek jual beli. Barang yang diperjualbelikan disyaratkan ada (bukan


kamuflase) dan dimiliki oleh penjual. Kejelasan spesifikasi obyek jual beli
adalah keharusan karena berkaitan dengan kejujuran dan kerelaan kedua
belah pihak.74
4. Nilai tukar (harga). Sifatnya harus pasti dan jelas baik jenis maupun
jumlahnya.
Murabahah juga terikat dengan syarat jual beli pada umumnya yaitu
terhindar dari cacat seperti spesifikasi yang tidak diketahui, harga yang tidak
jelas, adanya unsur paksaan, tipuan, mudarat, dan segala hal yang dapat
merusak akad. Selain itu, jual beli baru dikatakan sempurna apabila telah
terbebas dari segala macam khiyar. Apabila syarat di atas terpenuhi, maka
jual beli telah sah dan masing-masing pihak tidak berhak membatalkan jual
beli secara sepihak kecuali dengan kesepakatan baru.
Adapun beberapa syarat khusus yang harus dipenuhi dalam
murabahah adalah sebagai berikut:75
1. Harga awal diketahui. Penjual harus memberitahu kepada pembeli harga
awal dari barang yang dijual. Berlaku untuk semua bentuk jual beli
amanah.
2. Laba diketahui. Laba harus diketahui karena merupakan bagian dari harga.
3. Modal yang terukur secara pasti. Tidak dibenarkan untuk menghitung laba
berdasarkan perkiraan harga awal.
4. Tidak menggunakan harta yang dapat bertambah nilainya sebagai alat
tukar, seperti menjual emas dengan emas secara murabahah.
5. Akad jual beli pertama harus sah.

74
Dalam hadits, Abu Hurairah r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah saw melewati
seorang pedagang makanan dan tertarik untuk membelinya. Ketika beliau memasukkan tangannya,
tenyata makanan tersebut dalam keadaan basah, kemudian bersabda, ‫ْس‬َ ‫“ َغ َّشنَا ِمنَّا َم ْن لَي‬Bukanlah dari
golongan kami, orang yang menipu kami.” HR. Muslim. Hakim, al-Mustadrak „alā ash-Shaḥīḥain,
juz 5, hlm. 254. Diunggah dari http://www.alsunnah.com dalam paket e-book; al-Maktabah
Syāmilah.
75
Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh, cet. IV, (Damaskus: Dār al-Fikr, 2004), Juz. 5, hlm. 3767-
3770.
34

4. Ketentuan Pembiayaan Murabahah


Adapun ketentuan pembiayaan murabahah diatur dalam fatwa DSN
No. 4/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Murabahah adalah sebagai berikut:
a. Ketentuan umum murabahah dalam Bank Syariah
1. Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba.
2. Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh Syariah Islam.
3. Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang
telah disepakati kualifikasinya.
4. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama Bank sendiri,
dan pembelian ini harus sah dan bebas riba.
5. Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan
pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara utang.
6. Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan)
dengan harga jual senilai harga beli plus keuntungannya. Dalam kaitan
ini, Bank harus memberi tahu secara jujur harga pokok barang kepada
nasabah berikut biaya yang diperlukan.
7. Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada
jangka waktu tertentu yang telah disepakati.
8. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad
tersebut, pihak Bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan
nasabah.
9. Jika bank hendak mewakilakan kepada nasabah untuk membeli barang
dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah
barang, secara prinsip menjadi milik Bank.
35

b. Ketentuan murabahah kepada nasabah:


1. Nasabah mengajukan permohonan dan perjanjian pembelian suatu
barang atau aset kepada bank.
2. Jika Bank menerima permohonan tersebut, ia harus membeli terlebih
dahulu aset yang dipesannya secara sah dengan pedagang.
3. Bank kemudian menawarkan aset tersebut kepada nasabah dan nasabah
harus menerima (membelinya) sesuai dengan perjanjian yang telah
disepakatinya, karena secara hukum perjanjian tersebut mengikat,
kemudian kedua belah pihak harus membuat kontrak jual beli.
4. Dalam jual beli ini, Bank dibolehkan meminta nasabah untuk
membayar uang muka saat menandatangani kesepakatan awal
pemesanan.
5. Jika nasabah kemudian menolak membeli barang tersebut, biaya riil
Bank harus dibayar dari uang muka tersebut.
6. Jika nilai uang muka kurang dari kerugian yang harus ditangguang oleh
Bank, Bank dapat memita kembali sisa kerugiannya kepada nasabah.
7. Jika uang muka memakai kontrak „urbun sebagai alternatif dari uang
muka, maka jika nasabah memutuskan untuk membeli barang tersebut,
ia tinggal membayar sisa harga dan jika nasabah batal membeli, maka
menjadi milik Bank maksimal sebesar kerugian yang ditanggung oleh
Bank akibat pembatalan tersebut, dan jika uang muka tidak mencukupi,
nasabah wajib melunasi kekurangannya.

c. Jaminan dalam murabahah


1. Jaminan dalam murabahah dibolehkan, agar nasabah serius dengan
pesanannya.
2. Bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan jaminan yang dapat
dipegang.
36

d. Hutang dalam murabahah


Secara prinsip, penyelesaian hutang nasabah dalam transaksi
murabahah tidak ada kaitannya dengan transaksi lain yang dilakukan
nasabah dengan pihak ketiga atas barang tersebut. jika nasabah menjual
kembali barang tersebut dengan keuntungan atau kerugian, ia tetap
berkewajiban untuk menyelesaikan pembayaran angsuran atau meminta
kerugian itu diperhitungkan.

e. Penundaan pembayaran dalam murabahah


1. Nasabah yang memiliki kemampuan tidak dibenarkan menunda
penyelesaian utangnya.
2. Jika nasabah menunda-nunda pembayaran dengan sengaja, atau jika salah
satu pihak tidak menunaikan kewajibannya, maka penyelesaiannya
dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah setelah tidak tercapai
kesepakatan melalui musyawarah.

f. Bangkrut dalam murabahah


Jika nasabah telah dinyatakan pailit dan gagal menyelesaikan
utangnya, bank harus menunda tagihan utang sampai ia menjadi sanggup
kembali, atau berdasarkan kesepakatan. Selain itu, DSN juga telah
mengatur tentang potongan pelunasan dalam murabahah, uang muka
dalam murabahah, dan diskon dalam murabahah. Adapun ketentuan
potongan pelunasan dalam murabahah diatur dalam Fatwa DSN No.
23/DSN-MUI/III/2002, sebagai berikut:76
1. Jika nasabah dalam transaksi murabahah melakukan pelunasan
pembayaran tepat waktu atau lebih cepat dari waktu yang telah
disepakati, Bank Syariah boleh memberikan potongan dari kewajiban
pembayaran tersebut, dengan syarat tidak diperjanjikan dalam akad.

76
Dewan Syariah Nasional MUI dan Bank Indonesia, Himpunan Fatwa Dewan Syariah
Nasional MUI Cet. 3, Jakarta: CV. Gaung Persada, 2006, hlm. 140.
37

2. Besar potongan sebagaimana dimaksud di atas diserahkan pada


kebijkan dan pertimbangan Bank Syariah.

Selanjutnya, uang muka dalam murabahah telah diatur dalam Fatwa


DSN No. 13/DSN-MUI/IX/2000 sebagai berikut.77
1. Dalam akad pembiayaan murabahah, Bank Syariah dibolehkan untuk
meminta uang muka apabila kedua belah pihak bersepakat.
2. Besar jumlah uang muka ditentukan berdasarkan kesepakatan.
3. Jika nasabah membatalkan akad murabahah, nasabah harus memberikan
ganti rugi kepada Bank Syariah dari uang muka tersebut.
4. Jika jumlah uang muka lebih kecil dari kerugian, Bank Syariah dapat
meminta tambahan kepada nasabah.
5. Jika jumlah uang muka lebih besar dari kerugian, Bank Syariah harus
mengembalikan kelebihannya kepada nasabah.

Diskon dalam murabahah diatur dalam Fatwa DSN No. 16/DSN-


MUI/IX/2000 dengan ketentuan sebagai berikut.78
1. Harga (tsaman) dalam jual beli adalah suatu jumlah yang disepakati oleh
kedua belah pihak, baik sama dengan nilai (qimah) benda yang menjadi
objek jual beli, lebih tinggi maupun lebih rendah.
2. Harga dalam jual beli murabahah adalah harga beli dan biaya yang
diperlukan ditambah keuntungan sesuai dengan kesepakatan.
3. Jika dalam jual beli murabahah Bank Syariah mendapat diskon dari
supplier, harga sebenarnya adalah harga setelah diskon, karena itu diskon
merupakan hak nasabah.
4. Jika pemberian diskon terjadi setelah akad, pembagian diskon tersebut
dilakukan berdasarkan perjanjian (persetujuan) yang dimuat dalam akad.

77
Dewan Syariah Nasional MUI dan Bank Indonesia, Himpunan Fatwa Dewan Syariah
Nasional MUI Cet. 3, Jakarta: CV. Gaung Persada, 2006, hlm.79.
78
Dewan Syariah Nasional MUI dan Bank Indonesia, Himpunan Fatwa Dewan Syariah
Nasional MUI Cet. 3, Jakarta: CV. Gaung Persada, 2006, hlm.92.
38

5. Dalam akad, pembagian diskon setelah akad hendaklah diperjanjikan dan


ditandatangani.
Adapun ketentuan pembiayaan murabahah Dalam Buku Standar
Murabahah yang diterbitkan POJK terdapat ketentuan Standar Umum SOP
Pembiayaan Murabahah yaitu:79
1. Fitur dalam produk
Terdiri dari: Akad; Tujuan Pembiayaan; Obyek Pembiayaan;
Jangka waktu Pembiayaan; Kriteria Nasabah; Sifat Fasilitas; Mata uang;
Uang Muka; Margin; Diskon (Potongan Harga); Jenis Perikatan; Jenis
Perjanjian; Biaya-biaya; Pembayaran Angsuran; Agunan dan Jaminan;
Asuransi; dan Penanganan Tunggakan.
2. Prinsip Pembiayaan Murabahah
a. Pembiayaan murabahah dapat digunakan untuk tujuan konsumtif
maupun produktif
b. Pembiayaan murabahah yang diberikan oleh Bank kepada Nasabah
harus dituangkan dalam bentuk perjanjian yang dibuat secara notaris
atau di bawah tangan.
c. Saat penyusunan perjanjian pembiayaan, Bank (sebagai penjual) harus
menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian objek
pembiayaan kepada nasabah (sebagai pembeli) seperti harga pokok,
margin, kualitas, dan kuantitas objek pembiyaan yang akan
diperjualbelikan.
d. Dalam kontrak perjanjian pembiayaan murabahah harus tertera dengan
jelas bahwa bank menjual objek pembiayaan kepada nasabah dengan
harga jual yang terdiri atas harga perolehan dan margin.
e. Harga perolehan terdiri dari sejumlah dana yang dikeluarkan bank
untuk memiliki obyek pembiayaan ditambah dengan biaya-biaya yang
terkait langsung dengan pengadaan barang dan harus dinyatakan dengan
jelas dan transparan oleh Bank.

79
Divisi Pengembangan Produk dan Edukasi Departemen Perbankan Syariah Otoritas
Jasa Keuangan, Buku Standar Produk Perbankan Syariah Murabahah, Jakarta, 2016, hlm. 21-32.
39

f. Biaya-biaya yang terkait langsung yang dapat diperhitungkan ke dalam


penetapan harga perolehan antara lain biaya pengiriman dan biaya yang
dikeluarkan oleh bank dalam rangka memelihara dan atau
meningkatkan nilai barang.
g. Nasabah sebagai pembeli berjanji untuk membayar harga jual yang
disepakati atas objek pembiayaan secara cicil atau tunai kepada Bank
pada jangka waktu tertentu sesuai dengan yang telah disepakati dalam
kontrak perjanjian.

3. Standar Objek Pembiayaan Murabahah dan Kepemilikannya


a. Objek pembiayaan murabahah harus merupakan barang-barang atau
barang yang dikombinasikan dengan jasa, yang memenuhi prinsip-
prinssip syariah yang diatur dalam UU Nomor 21 tentang perbankan
syariah dan memiliki spesifikasi yang dinyatakan dengan jelas dalam
kontrak perjanjian.
b. Spesifikasi objek pembiayaan yang dinyatakan dengan jelas meliputi
antara lain namun tidak terbatas pada kriteria barang yang meliputi
sifat, jenis, dan tipe barang dan kuantitas barang yang meliputi jumlah
atau unit barang. Kemudian jenis objek yang ditransaksikan murabahah
secara paket dan objek terkait lainnya yang menjadi satu kesatuan.
c. Objek pembiayaan murabahah maupun kegiatan usaha yang
diselenggarakan menggunakan objek pembiayaan tersebut harus
terhindar dari sifat-sifat yang melanggar prinsip syariah seperti Riba,
Maysir, Gharar, Haram, Zalim, Risywah (suap).
d. Objek pembiayaan murabahah harus dimiliki oleh Bank terlebih
dahulu. Konsep kepemilikan oleh Bank bisa diakui berdasarkan bukti
yang sah secara prinsip dan sesuai dengan syariah.
e. Ciri objek pembiayaan murabahah telah dimiliki secara prinsip adalah
objek tersebut memiliki spesifikasi yang jelas, mudah diidentifikasi,
memiliki nilai, memiliki bukti legal kepemilikan (akta milik), dapat
diperjualbelikan, serta dapat dipindahkan kepemilikannya.
40

f. Objek pembiayaan murabahah dapat berupa aset berwujud maupun aset


tidak berwujud.
g. Aset berwujud yang dimaksud dapat berupa barang dagangan, bahan
baku produksi, aset properti, peralatan berat dan aset sejenis lainnya.
h. Aset tidak berwujud dapat berupa merk dagang, logo, hak cipta, hak
paten, reputasi dan aset non moneter lain serta aset tidak berwujud
sejenis lainnya.
i. Nasabah wajib menyampaikan seluruh informasi terkait spesifikasi
objek pembiayaan yang ingin dibiayai seperti harga, ketersediaan,
lokasi barang dan lain sebagainya. Terkait hal diatas, Bank berwenang
pula melakukan penilaian tersendiri atas objek Pembiayaan yang akan
dibiayai.
j. Kepemilikan objek pembiayaan harus sudah dalam penguasaan penjual
baik dalam penguasaan fisik ataupun penguasaan konstuktif.
k. Kepemilikan objek pembiayaan sepadapat mungkin dialihkan secara
efektif dari Bank sebagai penjual kapada Nasabah sebagai pembeli
sesuai kebiasaan yang berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan
syariah.
l. Konsep kepemilikan objek pembiayaan secara efektif yang dimaksud
adalah saat kedua belah pihak memasuki dan menyepakati kontrak sah
jual beli sekalipun tidak diharuskan adanya bukti legal administrasi
kepemilikan oleh Bank (penguasaan fisik). Kepemilikan oleh Bank
dianggap sah hanya cukup dengan bukti transaksi antara bank dan
pemasok (penguasaan konstruktif).
m. Kepemilikan oleh nasabah diakui setelah Bank menyerahkan objek
pembiayaan kepada nasabah setelah para pihak menyepakati kontrak
murabahah.
n. Akibat kepelikan objek pembiayaan objek oleh nasabah, seluruh hak
dan kewajiban atas objek pembiayaan tersebut sepenuhnya ditanggung
oleh nasabah.
41

o. Selama nasabah belum memiliki akses penuh terhadap penggunaan


objek pembiayaan, Bank bertanggung jawab atas kerugian dan
kerusakan atas objek pembiayaan tersebut.
p. Satu objek pembiayaan tidak boleh digunakan dalam beberapa kontrak
Murabahah secara bersamaan (simultan).
q. Beberapa objek pembiayaan boleh digunakan dalam satu kontrak
murabahah untuk para pihak yang sama pada satu waktu yang sama.
r. Nasabah tidak memiliki hak tukar (khiyar) atas objek pembiayaan yang
ditemukan memilki cacat pada saat atau setelah kontrak disepakati.
s. Nasabah memiliki hak tukar (khiyar) atas objek pembiayaan jika cacat
terjadi dan ditemukan sebelum kontrak disepakati.
t. Terkait ketentuan diatas, nasabah memilki hak untuk membatalkan
kontrak atau melanjutkan kontrak dengan atau tanpa tambahan syarat
yang disepakati dalam kontrak.
u. Kedua belah pihak menyepakati masa penukaran objek pembiayaan
yang cacat atas objek pembiayaan yangb lebih baik sesuai spesifikasi
yang diminta nasabah.
v. Kedua belah pihak menyepakati jenis-jenis kerusakan atas objek
pembiayaan yang mempengaruhi hak tukar (khiyar).
w. Bank boleh menunda pencatatan nama nasabah pada objek pembiayaan
hingga mencapai kesepakatan harga jual dari Bank.
x. Bank akan dan harus menolak permintaan pembiayaan murabahah jika
nasabah dan pemasok telah membuat perjanjian yang meminta bank
memberikan kredit dana dibandingkan pertukaran (jual beli) barang.
42

5. Bentuk Pembiayaan Murabahah


Bentuk murabahah yang disahkan Dewan Syariah Nasional (DSN)
adalah murabahah yang disertai kewajiban membeli (murabahah muqtarinah
bi al-wa‟ad al-mulzim litaraf wahid litarafain). Akad murabahah yang
dikenalkan dalam fiqih adalah akad pembelian barang dengan harga asal
ditambah keuntungan yang disepakati. Adapun murabahah yang dipraktikan
di bank syariah adalah murabahah al-amir bi al-shira‟ yaitu seseorang
meminta pihak lain membeli objek tertentu dengan kualifikasi yang diminta
kemudian ia membelinya kembali dengan memberikan keuntungan tertentu.
Bank setelah membeli objek tersebut menawarkan kembali kepada nasabah
dengan harga perolehan (harga barang dan biaya-biaya) ditambah keuntungan
yang disepakati. Pembelian oleh Bank harus secara nyata telah dilakukan
sehingga objek tersebut secara hukum telah dimiliki oleh bank syariah.80
Pembiayaan murabahah di Perbankan Syariah dapat dibedakan menjadi dua
(2) macam yaitu murabahah tanpa pesanan dan murabahah berdasarkan
pesanan.
a. Murabahah Tanpa Pesanan adalah murabahah ada yang pesan atau tidak,
ada yang beli atau tidak, Bank (ba‟i) menyediakan barang dagangannya.
Penyediaan barang pada murabahah model ini tidak terpengaruh atau
terkait langsung dengan ada tidaknya pesanan atau pembeli.
b. Murabahah Berdasarkan Pesanan adalah suatu penjualan dimana dua pihak
atau lebih bernegosiasi dan berjanji satu sama lain untuk melaksanakan
suatu kesepakatan bersama, dimana pemesan (nasabah/musytari) meminta
Bank (ba‟i) untuk membeli aset yang kemudian dimiliki secara sah oleh
pihak musytari. Nasabah menjanjikan kepada Bank untuk membeli aset
yang telah dibeli dan memberikan keuntungan atas pesanan tersebut.81

80
Muhammad Maksum, Fatwa Ekonomi Syariah di Indonesia, Malaysia, dan Timur
Tengah, Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, 2013, hal. 74-75.
81
Bagya Agung Prabowo, Aspek Hukum Pembiayaan Murabahah Pada Perbankan
Syariah, Yogyakarta: UII Press Yogyakarta (Anggota IKAPI), 2012, hlm.34-38.
43

Berikut merupakan bentuk skema pembiayaan murabahah melalui


wakalah/perwakilan dan pembiayaan murabahah secara langsung:
Gambar 2.1 Mekanisme Pembiayaan Melalui Wakalah/Perwakilan

1. Persyaratan dan negosiasi


2. Akad Wakalah
3. Akad Murabahah
4. Menyerahkan dana & memberikan kuasa

Bank Nasabah
7. Menyerahkan bukti pembelian
Syariah Pembiayaan
(Ba‟i) Murabahah
(Musytari)
8. Bayar sekaligus/angsuran

6. Penyerahan barang

5.Pembelian
Suplier oleh
(Pemasok) nasabah

Gambar 2.2 Mekanisme Pembiayaan Murabahah Secara Langsung

1. Persyaratan dan negosiasi


2. Akad Murabahah
3. Kepemilikan berpindah

Bank Syariah Nasabah


Pembiayaan
(Ba’i) Murabahah

3. Beli barang (cash) 6. Menerima barang

7. Bayar sekaligus/angsuran

5.Penyerahan barang

Suplier
(pemasok)
44

Keterangan sebagai berikut:


1. Calon musytari membutuhkan barang namun tidak/belum mempunyai
dana tunai tunai kemudian mengajukan pembiayaan murabahah pada Bank
Syariah, setelah nasabah memenuhi persyaratan pengajuan permohonan,
terjadi negosiasi margin antara nasabah dengan Bank.
2. Setelah proses negosiasi dan terjadi kesepakatan bersama maka terjadi
akad wakalah.
3. Setelah akad wakalah maka dilakukan akad murabahah.
4. Bank membeli barang sesuai yang diinginkan oleh nasabah sebagaimana
yang telah menjadi kesepakatan dalam akad murabahah.
5. Ketika terjadi akad maka kepemilikan barang langsung berpindah dari
Bank kepada nasabah.
6. Penyerahan atau pengiriman barang dari supplier kepada nasabah, dalam
hal ini tidak perlu harus melalui bank tetapi langsung kepada nasabah
kecuali dengan perjanjian lain.
7. Pihak musytari telah menerima barang dan sesuai dengan yang telah
disepakati.
8. Musytari akan membayar/mengembalikan dana berupa harga pokok
ditambah dengan margin keuntungan yang telah disepakati baik secara
sekaligus saat jatuh tempo maupun secara angsuran.82
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, peran bank selaku ba‟i dalam
pembiayaan murabahah lebih tepat digambarkan sebagai pembiayaan dan
bukan penjual barang, karena bank tidak memegang barang, tidak pula
mengambil resiko atasnya.

82
Bagya Agung Prabowo, Aspek Hukum Pembiayaan Murabahah Pada Perbankan
Syariah, Yogyakarta: UII Press Yogyakarta (Anggota IKAPI), 2012, hlm. 60-67.
45

6. Implementasi Dan Mekanisme Murabahah


Bank Syariah di Indonesia pada umumnya dalam memberikan
pembiayaan murabahah, menetapkan syarat-syarat yang dibutuhkan dan
prosedur yang harus ditempuh oleh musytari yang hampir sama dengan syarat
dan prosedur kredit sebagaimana lazimnya yang ditetapkan oleh bank
konvensional.
Syarat dan ketentuan umum pembiayaan murabahah, yaitu: Umum,
tidak hanya diperuntukkan untuk kaum muslim saja; Harus cakap hukum,
sesuai dengan KUH Perdata; Memenuhi 5C yaitu: Character (watak);
Collateral (jaminan); Capital (modal); Condition of economy (prospek
usaha); Capability (kemampuan). Memenuhi ketentuan Bank Indonesia dan
pemerintah, sesuai yang diatur dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 1998
tentang Perubahan Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan;
Jaminan (dhomman), biasanya cukup dengan barang yang dijadikan obyek
perjanjian namun karena besarnya pembiayaan lebih besar dari harga pokok
barang (karena ada mark-up) maka pihak Bank mengenakan uang muka
senilai kelebihan jumlah pembiayaan yang tidak tertutup oleh harga pokok
barang.83
Saat ini murabahah menjadi instrumen mark-up yang paling terkenal
dalam institusi keuangan syariah, yaitu sebuah kontrak penambahan harga
(cost-plus) yang dengannya seorang nasabah dapat meminta penyedia
keuangan (Bank) syariah untuk membeli dan menjual barang tersebut pada
mereka dengan basis keuntungan mark-up yang tetap, yaitu harga awal

83
Bagya Agung Prabowo, Konsep Akad Murabahah Pada Perbankan Syariah (Analisa
Kritis Terhadap Aplikasi Konsep Akad Murabahah Di Indonesia Dan Malaysia), Fakultas Hukum
UII Yogyakarta, bagya@fh.uii.ac.id, Jurnal Hukum No. 1 VOL. 16 Januari 2009: 106-126.
Contoh: Pembiayaan pembelian motor dengan harga pokok senilai Rp.11.000.000,- kemudian
sesuai dengan perjanjian pihak ba‟i menjual kepada musytari senilai Rp. 12.000.000,- dan dibayar
ketika jatuh tempo selama satu tahun, maka besarnya pembiayaan tersebut adalah Rp. 12.000.000,-
dalam jual-beli ini bisa juga dilakukan dengan prinsip angsuran, jadi musytari setiap bulannya
membayar angsuran sebesar Rp. 1.000.000,- jika yang dijadikan dhomman hanya berupa motor
tersebut maka ketika pihak musytari wanprestasi dan ketika dijual maka harga pokok motor
tersebut tidak akan mencukupi untuk menutup besarnya pembiayaan, maka untuk mengatasi hal
tersebut pihak ba‟i mewajibkan pihak musytari untuk membayar uang muka minimal sebesar Rp.
1.000.000,- pada waktu terjadi akad, atau besarnya uang muka sesuai kebijakan pihak Bank.
46

pembelian ditambah profit yang harus dinyatakan.84 Berangkat dari ketentuan


ini akad murabahah dalam perbankan syariah termasuk dari salah satu bentuk
natural certainty contracts, yaitu suatu akad yang memberikan kepastian
pembayaran, baik dari segi jumlah (amount) maupun waktu (timing), karena
dalam murabahah ditentukan berapa required rate of profit (keuntungan yang
ingin diperoleh)-nya.85 Keuntungan tersebut dapat berupa lump sum
(sekaligus) atau berdasarkan presentase. Pada umumnya akad ini diadobsi
untuk memberikan pembiayaan jangka pendek kepada para nasabah guna
pembelian barang meskipun si nasabah tidak memiliki uang untuk membayar.
Berdasarkan sumber dana yang digunakan, pembiayaan murabahah
secara garis besar dapat dibedakan menjadi tiga kelompok:
1. Pembiayaan yang didanai dengan URIA (unrestricted investment account=
investasi tidak terikat)
2. Pembiayaan yang didanai dari RIA (restricted investment account=
investasi terikat)
3. Pembiayaan yang didanai dengan modal bank sendiri.
Sedangkan berdasarkan tipe penerapan/pelaksanaannya, secara garis
besar murabahah dapat dikategorikan ke dalam tiga macam pola, yaitu:86
1. Tipe yang konsisten terhadap fiqih muamalah. Dalam hal ini
bank/lembaga keuangan Islam membeli terlebih dahulu barang yang akan
dibeli oleh nasabah setelah ada perjanjian sebelumnya.
2. Tipe kedua mirip dengan di atas, hanya saja perpindahan kepemilikan
langsung kepada nasabah, sedangkan pembayaran dilakukan bank
langsung kepada penjual pertama. Nasabah selaku pembeli akhir

84
Rukhul Amin, Dinamika Penerapan Murabahah Dalam Sistem Perbankan Syariah,
Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surabaya, Jurnal Perbankan Syariah Vol. 1
No. 1 Mei 2016 hlm.7. Diakses pada tanggal 14 agustus 2018.
85
Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuanagan, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2006, hlm. 116.
86
Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuanagan, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2006, hlm. 117.
47

menerima barang setelah sebelumnya melakukan perjanjian murabahah


dengan Bank.87
3. Untuk tipe ketiga, Bank melakukan perjanjian murabahah dengan
nasabah, dan pada saat yang sama mewakilkan kepada nasabah untuk
membeli sendiri barang yang akan dibelinya. Dana lalu dikredit ke
rekening nasabah dan nasabah menandatangani tanda terima uang. Dan
selanjutnya tanda terima uang ini menjadi dasar bagi bank untuk
menghindari klaim bahwa nasabah tidak berhutang kepada Bank.

7. Aplikasi Pembiayaan Murabahah


Pembiayaan murabahah dapat diterapkan pada produk pembiayaan
untuk pembelian barang-barang investasi, baik domestik maupun luar negeri,
seperti melalui letter of credit (L/C). Skema ini paling banyak digunakan
karena sederhana dan tidak terlalu asing bagi yang sudah biasa bertransaksi
dengan dunia perbankan pada umumnya. Kalangan Perbankan Syariah di
Indonesia banyak menggunakan murabahah secara berkelanjutan (roll
over/evergreen) seperti untuk modal kerja, padahal sebenarnya, murabahah
adalah kontrak jangka pendek dengan sekali akad (one short deal).88
Gambar 2.3 Skema Pembiayaan Murabahah
1. Negosiasi & Persyaratan
2. Akad Jual Beli
BANK NASABAH
6.Bayar
3.Beli Barang 4. Kirim 5. Terima Barang
SUPPLIER PENJUAL & Dokumen

87
Rukhul Amin, Dinamika Penerapan Murabahah Dalam Sistem Perbankan Syariah,
Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surabaya, Jurnal Perbankan Syariah, Vol. 1
No. 1 Mei 2016, hlm. 8. Diakses pada tanggal 14 agustus 2018.
88
Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah Dari Teori ke Praktik, Jakarta: Gema Insani,
2001, hlm. 106.
48

Keterangan:
1. Negosiasi antara Bank dan nasabah dalam pembelian barang, persyaratan
yang harus dilengkapi oleh nasabah.
2. Setelah negosiasi dan kelengkapan persyaratan, antara Bank dan nasabah
mengadakan akad jual beli.
3. Bank membelikan barang kepada penjual sesuai dengan spesifikasi yang
nasabah minta.
4. Lalu barang tersebut dikirim kepada nasabah.
5. Nasabah menerima barang dan dokumen
Sebagaimana telah diatur dalam Fatwa DSN No. 4/DSN-
MUI/IV/2000. Dalam fatwa tersebut disebutkan mengenai ketentuan umum
mengenai akad pembiayaan murabahah pada Perbankan Syariah.
Dalam praktik Bank Syariah, bentuk murabahah dalam fiqih klasik
tersebut mengalami beberapa modifikasi. Murabahah yang dipraktikkan pada
Bank Syariah dikenal dengan murâbahah li al-âmir bi al-Syirâ‟, yaitu
transaksi jual beli dimana seorang nasabah datang kepada pihak Bank untuk
membelikan sebuah komoditas dengan kriteria tertentu, dan ia berjanji akan
membeli komoditas/barang tersebut secara murabahah, yakni sesuai harga
pokok pembelian ditambah dengan tingkat keuntungan yang disepakati kedua
pihak, dan nasabah akan melakukan pembayaran secara installment (cicilan
berkala) sesuai dengan kemampuan finansial yang dimiliki.89
Pendapat pengarang Kitab Badai ash-Shanai‟ wa Tartibi asy-Syara‟i
mensyaratkan jual beli yaitu adanya penerimaan, maksudnya pembeli harus

89
Sami Hasan Hamud, Tathwîr al- A‟mâl al-Mashrafiyah Bimâ Yattafiq al-Syarî ‟ ah al-
Islâmiyah , Aman: Mathba‟ah al-Syarq, 1992, hlm. 431. Ulama kontemporer yang melarang dan
mengharamkan praktik murabahah li al-amir bi al-Syira‟ antara lain: Muhammad Sulaiman al-
Asyqar, Bakr bin Abdullah Abu Zaid, Rafîq al-Mishrî dan lainnya. Berikut ini argumen yang
memperkuat pendapat mereka yaitu transaksi murabahah di Bank Syariah sebenarnya bukan
dimaksudkan untuk melakukan jual beli tapi hanya sekedar hîlah atau trik untuk menghalalkan
riba. Mereka mengatakan bahwa maksud dan tujuan sebenarnya transaksi murabahah adalah untuk
mendapatkan uang tunai, sebab kedatangan nasabah Bank Syariah sebenarnya adalah untuk
mendapatkan uang tunai. Sementara itu, pihak Bank Syariah tidak membeli barang melainkan
hendak menjualnya kepada nasabah dengan cara cicilan, sehingga dapat dimaknai bahwa Bank
Syariah sebenarnya tidak sungguh-sungguh membeli barang tersebut dan tidak ada satu orang pun
dari ulama terdahulu (salaf ) yang membolehkan murabahah, bahkan ada yang menyatakan
keharaman murabahah.
49

benar-benar menerima barang yang akan dibeli. Sebelum dia menerima


barang tersebut maka tidak boleh dijual lagi.90
Bank syariah dalam melakukan transaksi murabahah, telah
mewajibkan transaksi dengan sekedar janji. Apabila janji tersebut tidak
sampai menjadi suatu keharusan, maka tidak ada masalah dalam
transaksi murabahah. Tapi apabila janji untuk membeli itu menjadi suatu
keharusan, maka para ulama banyak yang menolaknya, karena dasar
keharusan membeli tersebut tidak ada dalam kaidah umum syariat dan tidak
boleh mewajibkan transaksi hanya dengan sekedar janji.
Instrumen murabahah hanya digunakan sebagai langkah transisi yang
diambil dalam proses Islamisasi Ekonomi. Sedangkan untuk menghindari
praktik murabahah yang akan terjebak pada praktik hilah, bai‟inah, bay„atâni
fi bay„ah, dan bai‟ al-ma‟dûm maka para ulama kontemporer mensyaratkan
dalam praktik jual beli murabahah di Lembaga Keuangan Syariah sebagai
berikut: Pertama, jual beli murabahah bukan pinjaman yang diberikan dengan
bunga, tetapi merupakan jual beli komoditas dengan harga tangguh termasuk
margin keuntungan diatas biaya perolehan yang disetujui bersama. Dalam
kaitan ini, bila harga tangguh lebih tinggi dari harga tunai maka sebelum para
pihak berpisah, pilihan harga tersebut harus telah disepakati agar terhindar
dari bay„atâni fi bay„ah. Kedua Pemberi pembiayaan dalam hal ini Bank atau
Lembaga Keuangan Syariah lainnya, harus telah membeli komoditas/barang
dan menyimpan dalam kekuasaannya, atau membeli melalui orang ketiga

90
Syekh Abdurrahman As-Saa‟di, dkk, Fiqih Jual Beli Panduan Praktis Bisnis Syariah,
(Maktabah Madinah,Arab Saudi,Tahun 2008), hlm. 87-88. Sebagaimana diriwayatkan bahwa Nabi
saw. Melarang menjual barang pembelian yang belum diterima, dan adanya dan adanya larangan
menunjukan rusaknya sesuatu yang dilarang, karena jual beli seperti ini terdapat ketidakpastian
yang dapat membatalkan akad jika barang yang dijual ternyata rusak. Karena apabila barang yang
dijual tersebut rusak sebelum diterima oleh pembeli, maka jual beli yang pertama batal, sehingga
jual beli yang kedua juga ikut batal, sebab penjualan yang kedua digantungkan pada penjualan
yang pertama. Pendapat Ibnu Rusyd dalam Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtasid yang
artinya”Barangsiapa membeli makanan maka janganlah dia menjualnya hingga dia
menerimanya”. Dalam permasalahan ini, para ulama berbeda pendapat dalam tiga hal, yaitu :
Pendapat pertama: Bentuk-bentuk jual beli yang disyaratkan adanya penerimaan barang. Pendapat
kedua: Beberapa faedah disyaratkannya penerimaan sebelum penjualan barang dan tidak adanya
persyaratan. Pendapat ketiga: Perbedaan antara makanan yang dijual dengan ditakar dan tidak
ditakar.
50

sebagai agennya sebelum dijual kepada nasabahnya. Bila tidak demikian


maka akan terjadi bai‟al-ma‟dûm (menjual belikan sesuatu yang belum
ada/dimiliki). Namun demikian, bila pembelian langsung ke pihak supplier
tidak praktis, diperbolehkan bagi pemberi pembiayaan untuk memanfaatkan
nasabah sebagai agen/wakil dengan menggunakan akad wakalah untuk
membeli komoditas yang diperlukan atas nama pemberi pembiayaan.
Dalam kasus seperti ini, selama barang tersebut belum dibelikan oleh
nasabah sebagai agen maka tidak boleh dilakukan akad jual beli
komoditas/barang antara nasabah dan pihak pemberi pembiayaan. Bahkan
bila nasabah sudah membelikan komoditasnyapun, resiko atas rusak atau
hilangnya barang masih ada pada pihak pemberi pembiayaan hingga
dilakukan akad jual beli antara kedua belah pihak. Pembelian komoditas tidak
boleh dari nasabah sendiri (komoditas milik nasabah) dengan perjanjian buy
back (pembelian kembali) karena model perjanjian seperti ini masuk
kategori bai„inah yang diharamkan oleh sebagian besar ulama. Sejalan
dengan syarat-syarat di atas, maka praktik murâbahah li al-âmir bi al-
Syirâ‟ didalam Perbankan Syariah. 91
Langkah-langkah diatas diperlukan apabila Bank Syariah menjadikan
nasabah sebagai agennya, tetapi jika Bank Syariah membeli
komoditas/barang langsung ke supplier maka perjanjian keagenan seperti di
atas tidak diperlukan. Dalam hal ini, setelah Bank Syariah membelikan

91
Azharuddin Lathif, Konsep Dan Aplikasi Akad Murabahah Pada Perbankan Syariah
DiIndonesia, Jurnal http://www.academia.edu/6497439/Konsep_dan_Aplikasi_Akad_ Murabahah
_pada_Perbankan_Syariah_di_Indonesia, dikases pada tanggal 15 November 2017, pukul 18.49
WIB. Murâbahah li al-âmir bi al-Syirâ‟di dalam Perbankan Syariah ditempuh dengan prosedur
sebagai berikut: (1) Nasabah dan Bank Syariah menandatangani perjanjian umum ketika Bank
Syariah berjanji untuk menjual dan nasabah berjanji untuk membeli komoditas atau barang
tertentu pada tingkat margin tertentu yang ditambahkan dari biaya perolehan barang. (2) Bank
Syariah selanjutnya bisa menunjuk nasabah sebagai agennya untuk membeli komoditas yang
diperlukan nasabah atas nama Bank Syariah, dan perjanjian keagenan dengan akad wakalah
ditandatangani oleh kedua belah pihak. (3) Nasabah membelikan komoditas atas nama Bank
Syariah dan mengambil alih penguasaan barang sebagai agen Bank Syariah, pada tahap ini resiko
komoditas masih ada pada Bank Syariah. (4) Nasabah menginformasikan kepada Bank Syariah
bahwa ia telah membeli komoditas/atau barang atas nama Bank Syariah, dan pada saat yang sama
menyampaikan penawaran untuk membeli barang tersebut dari Bank Syariah. (5) Bank Syariah
menerima penawaran tersebut dan proses jual beli berlangsung dengan pembayaran secara
cicilan/tangguh sesuai kesepakatan. Jika proses jual beli telah berlangsung maka kepemilikan dan
resiko komoditas/barang telah beralih ke tangan nasabah.
51

barang langsung ke pihak supplier maka proses jual beli antara Bank Syariah
dan nasabah bisa dilaksanakan.
Di Indonesia, aplikasi jual beli murabahah pada Bank Syariah
didasarkan UU No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah,92 Kompilasi
Hukum Ekonomi Syariah serta Keputusan Fatwa Dewan Syariah Nasional
(DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI), POJK Pasal 1 ayat 11 dan Peraturan
Bank Indonesia (PBI) Pasal 1-9. Menurut keputusan Fatwa DSN Nomor
04/DSN-MUI/IV/2000 ketentuan murabahah pada Perbankan Syariah.93
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah.94
Selain itu, ketentuan pelaksanaan pembiayaan murabahah di
Perbankan Syariah diatur berdasarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.
9/19/PBI/2007 jo Surat Edaran BI No. 10/14/DPbS tanggal 17 Maret 2008,
sebagai berikut: 95
a. Bank bertindak sebagai pihak penyedia dana dalam rangka membelikan
barang terkait dengan kegiatan transaksi murabahah dengan nasabah
sebagai pihak pembeli barang.
b. Barang adalah obyek jual beli yang diketahui secara jelas kuantitas,
kualitas, harga perolehan dan spesifikasinya.

92
Undang-Undang Perbankan Syariah UU RI No. 21 Tahun 2008, Jakarta: Sinar Grafika,
2008, hlm. 3.
93
Dewan Syariah Nasional MUI dan Bank Indonesia, Himpunan Fatwa Dewan Syariah
Nasional MUI Cet. 3, Jakarta: CV. Gaung Persada, 2006, hlm. 24-25. Ketentuan murabahah pada
Perbankan Syariah adalah sebagai berikut: (1) Bank dan nasabah harus melakukan
akad murabahah yang bebas riba. (2) Barang yang diperjual-belikan tidak diharamkan oleh
syari‟ah Islam. (3) Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah
disepakati kualifikasinya.(4) Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama Bank
sendiri, dan pembelian ini harus sah dan bebas riba. (5) Bank harus menyampaikan semua hal
yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara hutang. (6) Bank
kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan harga jual senilai harga beli
plus keuntungannya. Dalam kaitan ini Bank harus memberitahu secara jujur harga pokok barang
kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan. (7) Nasabah membayar harga barang yang telah
disepakati tersebut pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati. (8) Untuk mencegah
terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut, pihak Bank dapat mengadakan
perjanjian khusus dengan nasabah. (9) Jika Bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk
membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang,
secara prinsip, menjadi milik bank.
94
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, Bandung: Fokusmedia, 2009.
95
Peraturan Bank Indonesia Nomor: 9/19/PBI/2007 tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah
Dalam Kegiatan Penghimpunan Dana Dan Penyaluran Dana Serta Pelayanan Jasa Bank Syariah,
hlm. 3.
52

c. Bank wajib menjelaskan kepada nasabah mengenai karakteristik produk


pembiayaan atas dasar akad murabahah, serta hak dan kewajiban nasabah
sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai
transparansi informasi produk Bank dan penggunaan data pribadi nasabah.
d. Bank wajib melakukan analisis atas permohonan pembiayaan atas dasar
akad murabahah dari nasabah yang antara lain meliputi aspek personal
berupa analisa atas karakter (character) dan/atau aspek usaha antara lain
meliputi analisa kapasitas usaha (capacity), keuangan (capital ), dan/atau
prospek usaha (condition).
e. Bank dapat membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang
yang telah disepakati kualifikasinya.
f. Bank wajib menyediakan dana untuk merealisasikan penyediaan barang
yang dipesan nasabah.
g. Kesepakatan atas margin ditentukan hanya satu kali pada awal
pembiayaan atas dasar murabahah dan tidak berubah selama periode
pembiayaan.
h. Bank dan nasabah wajib menuangkan kesepakatan dalam bentuk
perjanjian tertulis berupa akad pembiayaan atas dasar murabahah.
i. Jangka waktu pembayaran harga barang oleh nasabah kepada Bank
ditentukan berdasarkan kesepakatan Bank dan nasabah.
Dalam penelitian yang penulis lakukan pada Bank BTPN Syariah
dalam praktiknya pada masyarakat/nasabah dalam hal ini program Produk
Pembiayaan Paket Masa Depan (PMD) di Bank BTPN Syariah menggunakan
akad murabahah, sedangkan masyarakat atau nasabah yang mengajukan
aplikasi pembiayaan kepada Bank BTPN Syariah tujuannya adalah untuk
modal usaha, jikalau melihat realita yang terjadi, maka telah terjadi
kekeliruan akad, karena barang yang dibutuhkan nasabah tidak diterima
langsung melainkan hanya berupa uang tunai. Praktek seperti sangat riskan
hampir menyamai praktek Bank Konvensional, hanya saja itu merupakan
sebuah strategi menghalalkan akad yang tidak sesuai aturan syariah.
Seharusnya praktek akad yang digunakan Bank BTPN Syariah adalah
53

menggunakan akad mudharabah, karena memang sudah jelas tujuan


masyarakat atau nasabah mengajukan aplikasi pembiayaan tersebut adalah
untuk modal usaha.

8. Penetapan Margin Dalam Murabahah


Bank syariah menerapkan margin keuntungan terhadap produk-
produk pembiayaan yang berbasis Natural Certainty Contracts (NCC), yakni
akad bisnis yang memberikan kepastian pembayaran, baik dari segi jumlah
(amount) maupun waktu (timing), sebagaimana dalam pembiayaan
murabahah.96
Imam al-Mawardi dalam kitab al-Iqna, mendefinisikan berbagi
keuntungan antara pemodal dan pedagang dengan nisbah/rasio keuntungan
yang diketahui di awal.

‫بَي ُع ال ُمَر َابَةُ َجائٌِز ِمن َغ ِي َكَر َاى ٍة َوُى َو َعق ٌد يُب َن اَلث َم ُن فِي ِو َعلَى‬
‫َثَ ِن ال َمبِي ِع األََوِل َم َع ِزيَ َاد ٍة بِأَن يَش َِتي َشيئاً بِِائٍَة ُثَ يَ ُقو ُل لِغَ ِيِه‬
‫ك َى َذا ِبَا اشتَ َري تَوُ َوُرب ٍح ِدرَى ٍم ِزيَ َاد ٍة أَو بُِرب ٍح ِدرَى ٍم لِ ُك ِل‬
َ ُ‫بَ َعت‬
‫َعشَرٍة أَو ِف ُك ِل َعشَرٍة‬
“Hukum transaksi jual beli murabahah adalah boleh tanpa adanya
unsur makruh. Murabahah merupakan akad yang dibangun dengan jalan
menetapkan harga suatu barang di atas harga belinya ditambah
keuntungan”.
Misalnya, seseorang membeli barang dengan harga 100 kemudian
berkata kepada pihak kedua, aku jual barang ini ke kamu sesuai dengan harga
dasar aku membelinya ditambah laba sekian dirham sebagai laba, atau dengan
laba sekian dirham untuk tiap-tiap 10 dirhamnya, atau tiap 10 persennya.
Berdasarkan definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa pertama, akad

96
Adiwarman A. Karim, Bank Islamm, Analisis Fiqih dan Keuangan, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2006, hlm.279-285.
54

murabahah merupakan jenis transaksi yang diperbolehkan dalam


syariat. Kedua, unsur pelaku akad ini adalah adanya pemodal dan adanya
wakil (orang yang dimodali). Ketiga, diketahuinya harga beli barang (harga
dasar), dan Keempat, adanya perhitungan nisbah rasio keuntungan yang
mafhum dan diketahui oleh wakil (orang yang dimodali).
Selanjutnya, Imam al-Mawardi menyebutkan:

َ ‫ضم إِ ََل َرأ ِس ال َم ِال َشيئاً ُثَ يُبَيِعُوُ ُمَر َابَةٌ ِمث ٌل أَن يَ ُق‬
‫ول‬ ُ َ‫َوَيُوُز أَن ي‬
‫ت‬ َ َ‫ي َوُرب ٍح ِدرَى ٍم ِزيَ َاد ٍة َوَكأَنوُ ق‬ ِ َ‫اعتَ َكوُ بِِائَت‬ ٍ ِِ ِ
َ ‫ال بَ َع‬ َ َ‫اشتَ َري تُوُ بائَة َوقَد ب‬
‫ي َو ِعش ِري َن َوَك َما َيُوُز البَ ي ُع ُمَر َابَةٌ َيُوُز ُمَاطَةٌ ِمث ُل أَن يَ ُقوَل‬ ِ َ‫بِِائَت‬
‫ط ِدرَى ٍم ِزيَ َاد ٍة‬ ُ ‫ت بِِو َو َح‬ ‫ي‬
‫ر‬ ‫ت‬ ‫ش‬ِ‫ب عت ِبا ا‬
ُ َ َ َ ََ
َ
“Murabahah boleh dilakukan dengan jalan menotal pokok
harta/modal (ra‟sul-mâl) sebagai aset, kemudian menjual aset tersebut
dengan murabahah. Contoh: Aku (pemodal) beli barang ini seharga 100, dan
aku jual ke kamu (pedagang) dengan harga 200 dengan nisbah keuntungan
sekian dirham yang ditambahkan. Seolah ia (pemodal) bilang, „Aku
(pemodal) jual barang ini ke kamu seharga 220.‟ Akad ini sama
kebolehannya dengan praktik jual beli muhâthah, misalnya ucapan seorang
pemodal: Aku (pemodal) jual barang ini sesuai dengan harga membelinya,
ditambah dengan sekian dirham sebagai tambahan keuntungan.97
Penjelasan di atas menyebutkan bahwa boleh menetapkan margin
keuntungan oleh wakil kepada pihak yang diwakilinya (pedagang). Harga
dasar 100, dijual dengan harga 200 ditambah dengan nisbah keuntungan.
Melihat proses bagaimana lahirnya akad murabahah ini, beberapa fuqaha‟
mu‟ashirah (ahli fiqih kontemporer) menyebut akad ini sebagai akad jual beli
atas dasar amanah („aqdul buyu‟u al-amânah). Karena dalam prosesnya, akad
ini terjadi atas dasar amanah yang diberikan oleh pemilik modal (pedagang)

97
Muhammad Syamsudin, Pegiat Kajian Fiqih Terapan dan Pengasuh PP Hasan Jufri
Putri P. Bawean, Kab. Gresik, Jatim. Diakses pada tanggal 12 Agustus 2018,
http://www.nu.or.id/post/read/84936/akad-murabahah-dalam-kajian-fiqih.
55

kepada orang yang menjalankan (orang yang dimodali). Oleh karena itu, ia
sangat berharap kejujuran orang yang menjalankannya dan berharap orang
yang ditugasi menjalankan tidak melakukan hal-hal yang berbuah hilangnya
kepercayaan (amanah) tersebut. Hikmah dari hal bai‟ul amanah murabahah
ini, adalah, kendati pihak pemodal berhak menentukan harga dan nisbah
keuntungan, namun ia tidak akan berani menetapkan harga semaunya.
Karena, jika hal tersebut ia lakukan, maka “sanksinya” adalah ia akan
kehilangan pelanggan/nasabah yang memanfaatkan jasanya.
Angsuran harga jual terdiri dari angsuran harga beli/harga pokok dan
angsuran margin keuntungan. Angsuran dapat dihitung dengan menggunakan empat
metode, yaitu:
a. Metode margin keuntungan menurun, yaitu perhitungan margin
keuntungan yang semakin menurun sesuai dengan menurunnya harga
pokok sebagai akibat adanya cicilan/angsuran harga pokok, jumlah
angsuran harga pokok dan margin keuntungan yang dibayar nasabah setiap
bulan semakin menurun.
Contoh:
1. Nasabah dengan plafond, PLFN = Rp.100,000,000.00
2. Jangka waktu pembiayaan 1 tahun
3. Tingkat margin keuntungan setahun. MRJ = 16%
Maka jadwal Angsuran Pembiayaan adalah sebagai berikut:
Angsuran harga pokok per bulan, APPB = (PLFN/12)
= Rp.8,333,333.33
Pencairan 05-03-2000 sejumlah Rp.100,000,000.00
Jadi untuk menghitung angsuran ke 2 maka:
APPB = Pokok = 8,333,333.33
((PLFN-((No-1)*APPB))*MRJ))12 = Marjin Keuntungan
= (100,000,000-((2-1)*8,333,333.33))*0,16)/12 = Rp.1,222,222.22
56

Angsuran (2)
Angsuran Harga Pokok = Rp.8,333,333.33
Angsuran Margin Keuntungan =Rp.1,222,222.22 +
Rp. 9,555,555.55
Angsuran (5) APB = Pokok = 8,333,333.33
((100,000,000-((5-1)*8,333,333.33))*0.16)/12 = Rp.888,888.88
Angsuran Harga Pokok = Rp. 8,333,333.33
Angsuran Margin Keuntungan = RP. 888,888.88 +
Rp. 9,222,222.21
b. Margin keuntungan rata-rata, yaitu margin keuntungan menurun yang
perhitungannya secara tetap dan jumlah angsuran harga pokok dan margin
keuntungan dibayar nasabah tetap setiap bulan.
Contoh:
Nasabah dengan plafond, PLFN = Rp.100,000,000.00
Jangka waktu Pembiayaan dalam bulan JWK = 12, atau 1 tahun
Tingkat Margin Keuntungan setahun, MRJ = 16%
Maka Jadwal Angsuran Pembiayaan adalah sebagai berikut:
Pencairan 05-03-2000 Sejumlah Rp. 100,000,000.00
APPB = PLFN/12 (1 Tahun-12 Bulan)
Margin Keuntungan = (JWK+1) / (2*JWK)) * PLFN * (MRJ/12)
Maka rumusnya adalah:
Angsuran(i)=Harga Pokok(i)+Margin Keuntungan (i),untuki=1s/d JWK
Angsuran Harga Pokok (i)=APPB = 100,000,000./12
= Rp. 8,333,333.33
Angsuran Margin ((JWK+1) / (2*JWK))
Angsuran(i)=*PLFN*(MRJ/12)((12+1)/(2*12))*100,000,000*(0,16/12)
= Rp. 720.000.00 Total = Rp. 9,053,333,33
c. Margin keuntungan flat yaitu perhitungan margin keuntungan terhadap
nilai harga pokok pembiayaan secara tetap dari saru periode ke periode
lainnya, walaupun baki debetnya menurun sebagai akibat dari adanya
angsuran harga pokok.
57

Contoh:
Nasabah dengan plafond, PLFN = Rp.100,000,000.00
Jangka waktu pembiayaan dalam bulan JWK = 12, atau 1 tahun
Tingkat marjin keuntungan setahun, MRJ = 16%
K= Angsuran ke 1,2,3,...,....dan seterusnya.
Maka Jadwal Angsuran Pembiayaan adalah sebagai berikut:
Pencairan 05-03-2000 sejumlah Rp.100,000,000.00
APPB(k) = Harga Pokok (k) = PLFN/JWK
APMB(k) = Marjin Keuntungan(k) = (PLFN)= Rp. 8,333,333.33
Angsuran Margin = (100,000,000/12)*(0.16/12) = Rp. 444,444.44 +
Keuntungan (5) TOTAL = Rp. 8,777,777.77
d. Margin keuntungan annuitas, yaitu margin keuntungan yang diperoleh dari
perhitungan secara annuitas adalah suatu cara pengembalian pembiayaan
dengan pembayaran angsuran harga pokok dan margin keuntungan secara
tetap. Perhitungan ini akan menghasilkan pola angsuaran harga pokok
yang semakin membesar dan margin keuntungan yang semakin menurun.
Contoh:
Nasabah dengan plafond, PLFN = Rp. 100,000,000.00
Jangka waktu pembiayaan dalam bulan JWK = 12, atau 1 tahun
Margin keuntungan setahun, MRJ = 16%
K= Angsuran ke 1,2,3,.....,......dan seterusnya.
Maka Jadwal Angsuran pembiayaan adalah sebagai berikut:
Pencairan 05-03-2000 sejumlah Rp.100,000,000.00
Dimana Angsuran (k) =
APPB (k) = Harga Pokok (k) = (1+(MRJ/12)) (k-1)
(1+(MRJ/12))(JWK)XPLFN X(MRJ/12)
AMPB (k) = Margin Keuntungan (k) = (1+(MRJ/12)) (JWK)
(1+(MRJ/12)) (k-1)–1X
58

Harga Pokok(k)
Misalnya kita ingin mengetahui angsuran ke -3
Angsuran Harga Pokok b(3):
b(3) =(1+0.0133)(3-1)(1+0.0133(12)-1 X 100,000,000 X 0.0133
= Rp. 7, 948,478.09
Harga Pokok + Margin
Keuntungan
Angsuran Margin Keuntungan (3)
= (1+0.0133) (12) (1+0.0133) (3-1) – 1 X7,948,478.09
= Rp. 1,122,447.72
TOTAL angsuran ke-3 = Rp. 9,070,925.81
Berdasar uraian-uraian tersebut, dalam rangka mencari keselarasan
dan kesesuaian teori dengan kajian yang sedang penulis teliti, maka teori
yang dijadikan landasan dalam penelitian ini adalah Hukum dan UU yang
mengatur Perbankan Syariah, Fatwa DSN-MUI, Kompilasi Hukum Ekonomi
Syariah dan teori hukum yang berasal dari teori dalam buku dan kitab Fiqih
Muamalah karya para ulama dan Cendekiawan Hukum Ekonomi Syariah.

C. Hukum Kepemilikan Barang Dalam Akad Murabahah


Hak milik dalam Hukum Syariah diartikan sebagai hubungan syar‟i
(hubungan hukum) antara orang dengan sesuatu benda yang menimbulkan
akibat hukum dan bagi orang itu berwenang serta berhak untuk menggunakan
benda tersebut dan bagi yang lain tertutup kewenangan itu. 98 Dalam akad
murabahah, hak milik bank atas barang didapat dari perikatan/kontrak yang
menyebabkan terjadinya perpindahan hak milik (jual beli).
Bank Syariah dapat membeli langsung barang kebutuhan nasabah dari
toko/supplier atau dapat juga melalui sistem pesanan (murabahah dengan
pesanan). Kepemilikan barang oleh Bank Syariah merupakan hal yang paling

98
Gemala Dewi, Aspek-Aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di
Indonesia, Jakarta: Kencana, 2006, hal. 22.
59

esensial dalam akad murabahah, hal ini terkait dengan kedudukan Bank
Syariah sebagai penjual dan Nasabah sebagai pihak pembeli.
Pada dasarnya jual beli adalah tindakan memindahkan hak milik,
apabila Bank Syariah tidak memiliki barang yang akan dijual kepada Nasabah
maka tidak akan terjadi pemindahan hak milik sehingga tidak dapat
digolongkan dalam akad murabahah karena akad murabahah adalah akad
yang berdasar pada prinsip jual beli dan ada unsur pemindahan kepemilikan
barang di dalamnya.
Ulama dahulu telah memperdebatkan keabsahan murabahah. Al-
Dasuki mencontohkan praktik jual beli murabahah sebagai berikut; Seseorang
meminta orang lain membeli barang darinya, tapi karena dia tidak memiliki
barang, maka ia membeli dari penjual untuk dijual kembali kepada orang
yang minta kepadanya sebelum barang itu ia miliki. Jual beli tersebut
termasuk Bay‟ al-Inah karena penjual meminta bantuan penjual untuk
mencapai tujuannya, yaitu membayar murah untuk mendapatkan keuntungan
besar. Jual beli tersebut dikenal dikalangan ulama dengan istilah Bay‟ al-
Muwasafah yang sama sekali berbeda dengan murabahah yang dibenarkan
syariah. Imam Syafii membolehkan jual beli dengan janji pembelian yang
tidak mengikat. Didalam kitab al-Umm dijelaskan, seseorang (pembeli)
berkata, belikan barang ini, saya akan beri untung kepadamu (penjual). Jual
beli pertama sah, kalimat saya memberi untung adalah khiyar antara membeli
barang tersebut atau tidak membelinya. Syafi‟iyah, Malikiyah, dan
Hanafiyah, membolehkan akad tersebut dengan syarat janji ingin membeli
tidak mengikat. Sebagian Malikiyah melarangnya karena ada riba yang
diharamkan. Jual beli tersebut termasuk kategori Bay‟ a-Inah. Larangan
tersebut sebagai bentuk antisipasi (Sadd al-dhari‟ah). Jika janji mengikat,
maka menurut al-Syafi‟i akad tidak sah karena dua alasan; Jual beli atas
barang yang belum dimiliki oleh penjual dan adanya gharar dalam harga.
Fatwa DSN menyebutkan bahwa janji bersifat mengikat. Nasabah harus
membeli objek murabahah yang sudah dipesan. Fatwa DSN menghindari
60

Bay‟ al-Inah dengan menetapkan syarat kepemilikan objek akad terlebih


dahulu terjadi secara sah oleh Bank Syariah.
Murabahah yang dipraktikan di Bank Syariah tidak sesuai dengan
pendapat al-Syafi‟i yang menetapkan tidak mengikatnya janji. Pengikatan
janji dalam Fatwa DSN memberi kepastian dan menghindari kemungkinan
Nasabah yang memesan objek. Al-Sarkhasi menyarankan adanya khiyar
selama tiga hari untuk memastikan apakah Nasabah melanjutkan membeli
objek yang dipesannya atau tidak. Adanya gharar seperti yang diungkap al-
Syafi‟i menurut Yusuf al-Qaradawi, termasuk gharar kecil dalam praktik di
Perbankan Syariah.99 Al- Zuhayli tidak sependapat dengan adanya kemiripan
praktik murabahah dengan riba. Menurutnya, praktik akad tersebut tidak
hanya dilihat dari hasilnya semata, tetapi juga prosesnya. Akad murabahah
mengharuskan adanya praktik jual beli yang dilakukan oleh Bank. Hukum
jual beli membolehkan penjual mengambil keuntungan dari harga
perolehannya. Penjualan dapat dilakukan secara tunai atau kredit.100 Fatwa
Dewan Syariah Nasional dalam Produk Murabahah sangat memperhatikan
prosedur dua jual beli. Jual beli pertama harus terjadi secara sah dan objek
akad harus secara prinsip telah dimiliki oleh Bank Syariah. Ketentuan ini
menghindari peran Bank Syariah yang hanya sekedar memberikan pinjaman
uang.101
Berikut merupakan status kepemilikan barang berdasarkan Hukum
Murabahah dalam Perbankan syariah:
1. Status Kepemilikan Barang Pada Pembiayaan Murabahah dalam Pasal 1
Angka 13 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
Dalam pasal 1 angka 13 disebutkan bahwa salah satu bentuk
pembiayaan dalam bank syariah adalah pembiayaan yang berdasarkan

99
Muhammad Maksum, Fatwa Ekonomi Syariah di Indonesia, Malaysia, dan Timur
Tengah, Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, 2013, hal. 81-83.
100
Wahbah al-Zuhayli, al-muamalah al-maliyah, 70-71.
101
Muhammad Maksum, Fatwa Ekonomi Syariah di Indonesia, Malaysia, dan Timur
Tengah, Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, 2013, hal. 85.
61

prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan atau biasa


disebut akad murabahah. Melalui penegasan prinsip jual beli barang yang
melandasi akad murabahah inilah dapat diketahui bahwa Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 mengatur tentang
kepemilikan barang bank syariah dalam pembiayaan atas dasar akad
murabahah.102
2. Status Kepemilikan Barang Pada Pembiayaan Murabahah dalam Pasal 19
Ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah
Akad murabahah diartikan sebagai akad pembiayaan suatu barang
dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli
membayarnya dengan harga yang lebih sebagai keuntungan yang
disepakati. Pembiayaan murabahah sendiri dikategorikan sebagai
pembiayaan yang didasarkan pada transaksi jual beli dan bentuknya
berupa piutang murabahah. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008
tentang Perbankan Syariah memang tidak mengatur secara khusus dan
terperinci tentang ketentuan-ketentuan mengenai akad-akad yang
digunakan dalam pembiayaan, akan tetapi undang-undang ini mengatur
tentang status kepemilikan barang oleh bank syariah walaupun tidak
secara tegas. Hal ini dapat dilihat dari penggolongan murabahah dalam
pembiayaan yang didasarkan pada transaksi jual beli.103
3. Status Kepemilikan Barang Pada Pembiayaan Murabahah dalam Pasal 9
Ayat (1) PBI No. 7/46/PBI/2005 tentang Akad Penghimpunan dan
Penyaluran Dana Bagi Bank yang Melaksanakan Kegiatan Usaha
Berdasarkan Prinsip Syariah
Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/46/PBI/2005 lebih lengkap dan
terperinci dalam mengatur status kepemilikan barang dalam pembiayaan
murabahah. Dalam pasal 9 ayat (1) huruf d bank syariah harus memiliki
barang secara prinsip sebelum akad murabahah dilakukan apabila bank
102
Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 7
Tahun 1992 Tentang Perbankan.
103
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, hlm. 63.
62

mewakilkan. Pembelian barang kepada nasabah melalui akad wakalah.


Pengertian “secara prinsip” dijabarkan dalam penjelasan atas Peraturan
Bank Indonesia Nomor 7/46/PBI/2005 tentang Akad Penghimpunan Dan
Penyaluran Dana Bagi Bank yang Melaksanakan Kegiatan Usaha
Berdasarkan Prinsip Syariah. Dalam penjelasan pasal 9 ayat (1) huruf d,
yang dimaksud dengan secara prinsip barang milik bank dalam wakalah
pada akad murabahah adalah adanya aliran dana yang ditujukan kepada
pemasok barang atau dibuktikan dengan kuitansi pembelian. Berarti bank
syariah harus benar-benar memiliki barang yang dibutuhkan nasabah
dalam akad murabahah. Kepemilikan barang oleh bank syariah tersebut
bersifat mutlak karena harus bisa dibuktikan dengan kuitansi pembelian
barang atau dengan bukti lainnya yang memungkinkan.104
4. Status Kepemilikan Barang Pada Pembiayaan Murabahah dalam Fatwa
DSN MUI Nomor 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah
Fatwa DSN MUI Nomor 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang
Murabahah mewajibkan bank syariah untuk memiliki barang dalam
transaksi murabahah.105
5. Status Kepemilikan Barang Pada Pembiayaan Murabahah dalam
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah
Pada pasal 116 ayat (2) Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah
ditegaskan bahwa penjual harus membeli barang yang diperlukan
pembeli atas nama penjual sendiri dan pembelian ini harus bebas riba.
Kemudian pada pasal 119 ditegaskan apabila penjual hendak mewakilkan
kepada pembeli untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli
murabahah harus dilakukan setelah barang secara prinsip sudah menjadi
milik penjual.106

104
PBI No. 7/46/PBI/2005 tentang Akad Penghimpunan dan Penyaluran Dana Bagi Bank
yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah.
105
Fatwa DSN MUI Nomor 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah.
106
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah.
63

Rasulullah melarang menjual barang yang belum dimiliki. Dalam


sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad, dari Hakim bin Hazm,
Rasulullah bersabda “Janganlah menjual barang yang belum dimiliki
olehnya”.107 Dalam ushul fiqih dikatakan sesuatu dikatakan sah jika rukun
dan syarat terpenuhi, jika tidak terpenuhi maka menjadi batil. Jika dalam hal
ini syarat milkiyah tidak terpenuhi, maka dapat dipastikan praktek murābahah
tersebut adalah batil secara syariah karena tidak memenuhi rukun dan syarat.
Milik dalam Fiqih Muamalah dan Hukum kebendaan dalam Islam,
didefinisikan sebagai berikut:108

‫النتِ َف ِاع ِعن َد‬


ِ‫فو‬ َ َ ِ ‫اِختِصاص ُي ِكن ص‬
ِ ‫احبو َشرعا اَن يستبِ َد بِالتصر‬
َ َُ َ ً ُُ َ ُ ُ َ
‫َع َدِم ال َمانِ ِع الشر ِع ِي‬
“Kekhususan terdapat pemilik suatu barang menurut syara‟ untuk
bertindak secara bebas bertujuan mengambil manfaatnya selama tidak ada
penghalang syara.”
Apabila seseorang telah memiliki suatu benda yang sah menurut
syara‟, orang tersebut bebas bertindak terhadap benda tersebut, baik akan
dijual maupun akan digadaikan, baik dia sendiri maupun dengan perantara
orang lain.
Milik yang dibahas dalam Fiqih Muamalah secara garis besar dapat
dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
1. Milik Tam, (Kepemilikan sempurna) yaitu suatu kepemilikan yang
meliputi benda dan manfaatnya sekaligus, artinya bentuk benda (zat
benda) dan kegunaanya dapat dikuasai. Kepemilikan Tam bisa diperolah
dengan banyak cara,seperti jual beli.
2. Milik Naqis, (Kepemilikan tidak sempurna) yaitu bila seseorang hanya
memiliki salah satu dari benda tersebut, memiliki benda tanpa memiliki

107
Rafiq Yunus al-Misri, Ushul al-Iqtishad al-Islami, Damaskus: Dar al-Qalam, 1999,
hlm 149.
108
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008, hlm. 33-
41.
64

manfaatnya atau memiliki manfaat (kegunaan) saja tanpa memiliki


zatnya.
Kemudian dalam Fiqih Muamalah disebutkan Sebab-sebab
Kepemilikan barang yaitu:
a. Ihrajul Mubahat yaitu memilki sesuatu atau mendapatkan sesuatu yang
boleh dimiliki di suatu tempat untuk dimiliki
b. Al-uqud (akad) barang atau harta dimiliki karena melalui akad seperti
jual beli, hutang piutang, sewa menyewa, hibah atau pemberian dan lain-
lain.
c. Alkhalafiyah, barang atau harta itu dimiliki karena warisan.
d. Attawaludu minal mamluk, harta atau barang yang dapat berkembang
biak seperti telur dari ayam yang dimiliki, anak sapi dari sapi yang
dimiliki dan lain-lain.
Berdasarkan pemaparan diatas, agar Perbankan Syariah sejalan
dengan ketentuan Hukum Perbankan Syariah, maka Perbankan Syariah harus
memenuhi adanya syarat kepemilikan barang, diketahuinya modal dan
keuntungan, dan penempatan akad yang tepat didalam paktek murabahah.
65

BAB III
PRODUK PEMBIAYAAN PAKET MASA DEPAN (PMD)
DI BANK BTPN SYARIAH

A. Profil BTPN Syariah


BTPN Syariah lahir pada perpaduan dua kekuatan yaitu, PT Bank
Sahabat Purbadanarta dan Unit Usaha Syariah (UUS) BTPN Bank Sahabat
Purbadanarta yang berdiri sejak Maret 1991 di Semarang, merupakan Bank
umum non devisa yang 70% sahamnya diakusisi oleh PT Bank Tabungan
Pensiunan Nasional. Tbk (BTPN), pada 20 Januari 2014, dan kemudian
dikonversi menjadi BTPN Syariah berdasarkan Surat Keputusan Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) tanggal 22 Mei 2014. Unit usaha Syariah difokuskan
melayani dan memberdayakan keluarga pra sejahtera di seluruh Indonesia
adalah salah satu segmen bisnis di PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional
Tbk sejak Maret 2008, kemudian di Spin Off dan bergabung ke BTPN Syariah
pada Juli 2014.109
Selanjutnya PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk (BTPN),
telah mendapatkan izin untuk melakukan pemisahan (Spin Off) UUS BTPN
ke BTPN Syariah, berdasarkan Surat dari OJK Nomor S-17/PB.1/2014
tanggal 23 Juni 2014. Pemisahan (spin off) UUS BTPN dilakukan dengan
cara peralihan hak dan kewajiban kepada BTPN Syariah berdasarkan Akta
Pemisahan Nomor 08 tanggal 4 Juli 2014 yang dibuat oleh Notaris Hadijah,
S.H., Pengumuman rencana pengalihan hak dan kewajiban UUS BTPN,
kepada karyawan, nasabah dan pihak ketiga telah diumumkan di surat kabar
nasional pada tanggal 3 Juli 2014 Bank menetapkan tanggal 14 Juli 2014
sebagai tanggal cut off untuk laporan posisi keuangan (neraca) dan telah
mulai beroperasi sejak tanggal tersebut. BTPN Syariah telah melaporkan

109
Diakses pada tanggal 29 Agustus 2018 di https://www.btpnsyariah.com tentang profil
btpnsyariah.html.
66

tanggal efektif pelaksanaan kegiatan usaha kepada OJK melalui surat Nomor
S.031/DIR/LG/VII/2014 tanggal 17 Juli 2014.110

a. Visi dan Misi


Visi bank BTPN Syariah adalah Bank market terbaik, mengubah
hidup berjuta rakyat Indonesia. Sedangkan misinya adalah Bersama, kita
ciptakan kesempatan untuk tumbuh dan hidup yang lebih berarti dan
memberdayakan jutaan keluarga pra/cukup sejahtera meraih kehidupan yang
lebih baik. Dengan membangun 4 (empat) prilaku nasabah yaitu : (i) Berani
Berusaha, (ii) Disiplin, (iii) Kerja keras, (iv) Saling Bantu.

b. Struktur Organisasi BTPN Syariah


1. Pemilik Bank
PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional, Tbk sebesar 70,00%
PT Triputra Persada Rahmat sebesar 30,00%
2. Dewan Komisaris
Komisaris Utama : Kemal Azis Stamboel
Komisaris Independen : Dewi Pelitawati
Anggota Komisaris : Mahdi Syahbuddin
3. Direktur
Direktur Utama : Harry A.S. Sukadis
Wakil Direktur : Ratih Rachmawaty
Direktur Kepatuhan Dan Manajemen Risiko : Taras Wibawa Siregar
Direktur Teknologi Informasi : Setiasmo
Direktur Operasional : Gatot Adhi Prasetyo
4. Dewan Pengawas Syariah
Ketua Dewan Pengawas Syariah : Drs. H. Amidan
Anggota Dewan Pengawas Syariah : KH. Ahmad Cholil Ridwan

110
Diakses pada tanggal 28 agustus 2018 di https://www.btpn.com/id/tentang-kami/btpn-
syariah.
67

c. Produk Bank BTPN Syariah


Fokus pada pemberdayaan nasabah pra sejahtera produktif, BTPN
Syariah memiliki 2 (dua) produk utama yaitu produk pendanaan dan produk
pembiyaan. Kedua produk ini semata-mata ditujukan untuk memberdayakan
keluarga pra sejahtera produktif.
1. Produk Pendanaan
Produk pendanaan memberikan kesempatan kepada nasabah untuk
menumbuhkan jutaan rakyat Indonesia. Nasabah tidak hanya mendapatkan
kenyamanan bertransaksi perbankan dan imbal hasil yang optimal. Namun
memiliki kesempatan membantu keluarga pra/cukup sejahtera di seluruh
Indonesia untuk memperoleh hidup yang lebih baik.
Produk pendanaan ini juga terdiri dari beberapa produk unggulan,
yaitu:
a) Tabungan Citra iB
b) Tabungan Taseto Premium iB
c) Deposito iB
d) Giro iB
e) Taseto Mapan iB
2. Pembiayaan
Paket Masa Depan adalah program terpadu BTPN Syariah yang
diberikan kepada sekelompok perempuan dipedesaan yang ingin berusaha
dan memiliki impian untuk merubah hidup, tetapi tidak memilliki akses ke
layanan perbankan. Produk PMD terdiri dari beberapa manfaat yang
ditawarkan kepada nasabah yang terdiri dari pembiayaan, tabungan, dan
manfaat asuransi.
PMD memiliki fasilitas pembiayaan senilai Rp 1 juta–50 juta yang
dibayarkan melalui cicilan setiap dua minggu dalam jangka waktu 1 (satu)
tahun atau 1,5 (satu setengah) tahun.111

111
Hasil wawancara dengan Ibu Mela, Pembina Sentra Pebayuran, pada hari Kamis
tanggal 20 Agustus 2018.
68

d. Nilai-Nilai Perusahaan
Nilai–nilai BTPN Syariah yang dimaksud adalah PRISMA
(Profesional, Integritas, Saling Menghargai dan Kerjasama).
1) Profesional
Prilaku profesional bersifat internal individu. Karyawan BTPN
Syariah dituntut untuk meningkatkan keahliannya sesuai dengan tugas
yang diberikan dan profesinya sebagai Bankir. Cakupan kualitas dan
sikap yang membangun nilai profesional adalah sifat kejujuran (Shidiq),
Sifat Tanggung Jawab (Amanah), sifat Komunikatif (Tabligh), sifat
cerdas (Fathanah).
2) Integritas
Perilaku integritas bagi karyawan BTPN Syariah adalah kualitas
selalu menegakan keadilan, kebenaran dan komitment terhadap
pemenuhan serta pengalaman kode etik yang ditetapkan BTPN Syariah.
3) Saling Menghargai
Prilaku saling menghargai adalah saling hormat menghormati dan
menghargai pendapat atau kontribusi dari setiap karyawan sesuai dengan
tugas, tanggung jawab dan kompetensinya, serta selalu mengedepankan
teamwork.
4) Bekerja sama
Prilaku bekerja sama menegaskan bahwa BTPN Syariah beserta
jajarannya selalu berupaya mengembangkan lingkungan kerja yang
saling bersinergi untuk memberikan hasil yang lebih baik.
69

B. Produk Pembiayaan Paket Masa Depan (PMD) di Bank BTPN Syariah


Produk pembiayaan Paket Masa Depan (PMD) di Bank BTPN
Syariah merupakan produk pembiayaan unggulan yang bertujuan untuk
membantu keluarga pra/atau sejahtera untuk mendapatkan hidup yang lebih
baik. Paket Masa Depan (PMD) adalah program terpadu BTPN Syariah yang
diberikan kepada sekelompok wanita di pedesaan yang ingin berusaha dan
memiliki impian untuk merubah hidup, tetapi tidak memiliki akses ke layanan
perbankan.
Produk Pembiayaan Paket Masa Depan (PMD) terdiri dari beberapa
manfaat bagi nasabah, yaitu pembiayaan, tabungan dan asuransi. Produk
Pembiayaan Paket Masa Depan (PMD) memberikan pembiayaan senilai 1–50
juta yang dibayarkan melalui cicilan setiap dua minggu sekali dalam satu
tahun. Dan juga mewajibkan kepada nasabahnya untuk menabung selama
masa pembiayaan, sehingga menciptakan edukasi budaya menabung bagi
nasabah Paket Masa depan (PMD), yang mana tabungan tersebut tanpa ada
saldo minimum, dan tabungan tersebut dapat digunakan selama menjadi
Nasabah BTPN Syariah. Setiap Nasabah Paket Masa Depan (PMD) di BTPN
Syariah akan dilindungi dengan manfaat asuransi.
Dengan memberikan pembiayaan kepada nasabah, tentu saja banyak
hal yang harus diperhatikan oleh Bank, terutama prinsip kehati-hatian
didalam memberikan pembiayaan. Adapun ketentuan umum Paket Masa
Depan (PMD) di Bank BTPN Syariah yang harus diketahui adalah Pengertian
dan Manfaat Paket Masa Depan, Persyaratan, Tujuan, Struktur Pembiayaan
dan Asuransi, Prosedur Pemberian Pembiayaan, Penambahan Pembiayaan
dan Siklus Pembiayaan Lanjutan, Penanganan Pembiayaan Bermasalah, dan
Penagihan Pembiayaan Bermasalah.112

112
Buku panduan Paket Masa Depan, hlm. 78.
70

1. Ketentuan Umum Paket Masa depan (PMD)


1.1 Pengertian dan Manfaat Paket Masa Depan (PMD)
Paket Masa Depan adalah paket pembiayaan dengan menggunakan
akad wakalah murabahah yang meliputi: pembiayaan + tabungan wadiah +
asuransi jiwa bagi nasabah PMD, dan santunan terhadap suami nasabah
yang meninggal dunia.113
Paket Masa Depan memberikan 2 (dua) manfaat utama:
a. Manfaat Dasar, yang meliputi:
 Pembiayaan modal usaha
 Perlindungan terhadap ahli waris dan santunan jika pasangan
meninggal dunia
 Pembiayaan isi ulang/penambahan pembiayaan (top up)
 Pembiayaan siklus lanjutan
b. Manfaat Masa Depan adalah pelatihan yang diberikan secara gratis.

1.2 Persyaratan, Tujuan, Struktur Pembiayaan dan Asuransi


Persyaratan untuk menjadi nasabah PMD terdiri dari beberapa aspek,
diantaranya aspek hukum, dengan diaturnya batasan usia seseorang yang
sudah dewasa dan boleh melakukan perjanjian/akad, karena jika usia
nasabah belum dewasa, maka akibatnya perjanjian/akad yang dibuat akan
menjadi batal. Selain itu aspek kepatuhan terhadap ketentuan Bank
Indonesia, bahwa pembiayaan harus diberikan kepada WNI, dan tak kalah
penting harus memastikan bahwa pembiayaan diberikan kepada target
market yang ditentukan oleh Bank.114

113
Buku panduan Paket Masa Depan, hlm. 79.
114
Buku Panduan Paket Masa Depan, hlm. 79.
71

1.2.1 Persyaratan Umum Pembiayaan Paket Masa Depan


a. Syarat Nasabah
Berikut syarat untuk menjadi nasabah PMD di Bank BTPN
Syariah, sebagai berikut: 115
a. Perorangan, Warga Negara Indonesia (WNI) dan berkedudukan di
Indonesia.
b. Perempuan dari keluarga pra/cukup sejahtera yang sudah memiliki
usaha atau yang ingin memiliki usaha.
c. Usia minimum 18 tahun bagi perempuan yang sudah/pernah
menikah dan minimal 21 tahun bagi yang belum menikah dengan
usia maksimal pada saat pengajuan 59 tahun dan pada saat
pelunasan maksimal usia nya 60 tahun.
d. Penduduk setempat yang bertempaat tinggal tetap
diwilayah/kampung tersebut (tidak kontrak/kost).
e. Apabila diketahui nasabah bertempat tinggal diatas tanah milik
pihak ketiga, maka Tim MMS harus mengisi Form Verifikasi
Rumah di atas lahan milik orang lain.
f. Jika dalam 1 (satu) rumah terdapat beberapa keluarga atau
beberapa calon nasabah, maka yang diperkenankan menjadi
nasabah hanya 1 (satu) orang diantaranya.
b. Dokumen Nasabah
Dokumen nasabah yang dipersyaratkan hanya dokumen identitas,
yaitu Kartu Tanda Penduduk (KTP), atau Paspor, sedangkan SIM
tidak diperkenankan menjadi dokumen identitas.116
Adapun persyaratan dokumen yang harus dipenuhi untuk
memperoleh PMD adalah:
a) Foto copy KTP yang masih berlaku (khusus untuk nasabah yang
sudah menikah, dan ingin mendapatkan benefit santunan asuransi,
maka wajib menyrahkan foto copy KTP suami dan KK).

115
Buku Panduan Paket Masa Depan, hlm. 79.
116
Buku Panduan Paket Masa Depan, hlm. 80.
72

b) Apabila KTP masih dalam proses pengurusan perpanjangan, maka


dapat digantikan dengan resi KTP.
c) Aplikasi permohonan pembiayaan dan pembukaan rekening
(AP3R) yang diisi lengkap, dan ditandatangani oleh nasabah.
c. Dokumen Pembiayaan
Akad wakalah murabahah yang ditandatangani oleh nasabah
yang telah mendapat persetujuan dari suami/anak/orang tua dan pihak
Bank yang memiliki surat kuasa. Berikut susunan dokumen nasabah
dalam pengajuan pembiayaan yaitu:117
1. Foto copy KTP/Resi KTP
2. Memo analisa pembiayaan
3. Aplikasi permohonan pembiayaan dan pembukaan rekening dan
akad murabahah (AP3R)
4. Formulir monitoring usaha (FMU) bagi nasabah yang
pembiayaannya sudah berjalan
5. Dokumen terkait menstrukturisasi pembiayaan (hanya akan
dimiliki oleh nasabah yang mengajukan restrukturisasi atau
melakukan penyelesaian pembiayaan.
6. Dokumen lainnya sesuai ketentuan yang berlaku.
Adapun formulir yang harus diisi dan dilengkapi oleh nasabah
dalam standar pembiayaan Paket Masa Depan (PMD) adalah sebagai
berikut:118
1. Formulir Aplikasi Permohonan Pembiayaan dan pembukaan
rekening (AP3R)
2. Rekap harian pengajuan pembiayaan dan pembukaan rekening
(rekap)
3. Form memo analisa pembiayaan (MAP)
4. Formulir Monitoring Usaha (FMU)
5. Formulir Surprise Visit dan Monitoring

117
Buku Panduan Paket Masa Depan, hlm. 92.
118
Buku Panduan Paket Masa Depan, hlm.100.
73

6. Lembar verifikasi omset nasabah


7. Form Permohonan BWMP
8. Laporan Kunjungan
9. Aplikasi Permohonan Restrukturisasi (APR)
10.Memo Analisa Restrukturisasi (MAR)
11.Form Document Chacklist (DCL)
12.Surat Pernyataan Beda Tandatangan
13.Form Verifikasi Rumah diatas milik orang lain
14.Form Rekap Dokumen PBO
15.Surat Persetujuan Suami/Anak/Orang tua

1.2.2 Tujuan Pembiayaan


Tujuan pembiayaan ini adalah untuk modal usaha, baik usaha
baru maupun penambahan usaha yang sudah berjalan sesuai dengan
prinsip syariah. Dilarang memberikan pembiayaan diluar prinsip
syariah seperti untuk usaha jual daging babi, menjual kupon judi,
digunakan untuk membayar angsuran ditempat lain, atau digunakan
untuk memberikan pembiayaan lagi kepada pihak ketiga (rentenir) dan
lain sebagaimanya.119

1.2.3 Struktur Pembiayaan


a. Jumlah Pembiayaan Paket Masa Depan (PMD)120
Tabel 3.1 Jumlah Pembiayaan PMD
Kondisi Nasabah Jumlah Pembiayan Pertama
Belum Memiliki Usaha Rp. 1.000.000 atau
Rp. 1.500.000
Sudah Memiliki Usaha * Rp. 2.0000.000 atau
Rp. 3.000.000
* Dimungkinkan untuk mendapatkan jumlah pembiayaan lebih
kecil/lebih rendah.
**Jumlah pembiayaan 3 juta wajib dilakukan verifikasi omset dan
mengikuti syarat PMD

119
Buku Panduan Paket Masa Depan, hlm. 81.
120
Buku Panduan Paket Masa Depan, hlm. 81-82.
74

Tabel 3.2 PMD 3, 4, 5


Nama Produk Jumlah Pembiayaan Syarat
PMD 3 Rp. 3.000.000 Min omset 2 juta/ bulan
PMD 4 Rp. 4.000.000 Min omset 3 juta/ bulan
PMD 5 Rp. 5.000.000 Min omset 4 juta/ bulan

b. Jangka waktu pembiayaan


Minimal 1 (satu) tahun atau 52 (lima puluh dua) minggun
dengan masa angsuran 26 (dua puluh enam) kali (1 kali bebas tidak
mengangsur pada saat lebaran). Khusus untuk penambahan fasilitas
top up bagi nasabah existing, jangka waktu maksimum adalah 6
(enam) bulan.
c. Pembayaran angsuran
Pembayaran angsuran dilakukan dwi mingguan (setiap 2
minggu) yang dilakukan pada saat Pertemuan Rutin Sentra (PRS).
d. Pembukaan rekening tabungan, uang solidaritas dan uang kas
Dengan mempertimbangkan konsep Produk Paket Masa Depan
(PMD) sebagai paket pembiayaan modal kerja bagi usaha nasabah
yang diharapkan dapat membantu meningkatkan taraf hidup dan
mewujudkan impian nasabah dimasa datang, maka nasabah langsung
dibukakan rekening tabungan. Disamping itu nasabah juga harus
mempersiapkan uang solidaritas serta mengumpulkan uang kas, sesuai
ketentuan dibawah ini:
 Pembukaan rekening tabungan
Nasabah saat menjadi anggota PMD wajib mengendapkan
dana ditabungan dalam jumlah minimum 10% (sepuluh persen)
dari total pembiayaan.
 Uang solidaritas
Dalam setiap PRS, nasabah sebagai anggota grup wajib
menyiapkan/menyediakan uang solidaritas. Besarnya uang
solidarritas akan ditetapkan dari waktu ke waktu berdasarkan
kesepakatan antara nasabah dalam 1 (satu) sentra dengan tetap
75

memperhatikan kecukupan sebagai uang cadangan apabila ada


nasabah yang tidak membayar uang angsuran, dengan ketentuan
minimum sebesar 1x angsuran plafond.
Apabila dalam PRS semua nasabah melakukan pembayaran
angsuran atas pembiayaan, maka uang solidaritas disarankan untuk
dimasukan dalam rekening tabungan nasabah.
 Uang kas
Uang kas dikumpulkan pertama kali pada saat PDK dan
dikelola/dipegang oleh anggota setiap grup secara bergantian.
Besarnya uang kas saat ini ditetapkan sebesar Rp. 2.000,-
namun dimungkinkan berubah berdasarkan kesepakatan antara
nasabah dalam 1 (satu) sentra.

1.2.4 Asuransi
Asuransi jiwa pembiayaan adalah perlindungan yang diberikan
kepada nasabah sebagai bentuk perlindungan, bilamana terjadi resiko
nasabah meninggal dunia. Adapun keuntungan yang diperoleh
asuransi jiwa pembiayaan adalah:121
a. Dalam hal nasabah meningga dunia, maka sisa jumlah pembiayaan
akan dibayarkan oleh asuransi selama memenuhi syarat dan
ketentuan untuk mendapatkan perlindungan asuransi jiwa.
b. Dalam hal pasangan nasabah meninggal dunia, maka nasabah akan
mendapatkan santunan sebesar Rp. 500.000,- (lima ratus ribu
rupiah), selama memenuhi syarat dan ketentuan untuk
mendapatkan santunan.
c. Santunan bagi nasabah sebagaimana dimaksud point b diatas, akan
berakhir apabila terjadi perceraian.

121
Buku Panduan Paket Masa Depan, hlm.83.
76

1.3 Prosedur Pemberian Pembiayaan


Pemberian pembiayaan kepada nasabah diawali dengan menyeleksi
nasabah yang dilakukan dengan cara sebagai berikut:122
1.3.1 Melakukan Pre Marketing
Pada tahapan pre marketing yang dilakukan oleh tim MMS
terdapat tiga tingkatan pertemuan, yaitu sebagai berikut:
1) Silaturahmi Dengan Aparat (SDA) setempat
Tim MMS melakukan pertemuan dengan aparat desa, baik
itu kelurahan maupun kecamatan, untuk bersilaturahmi sekaligus
mensosialisasi produk Paket Masa Depan yang akan diberikan
kepada warga disekitar desa tersebut. Selain bersilaturahmi dan
penjelasan produk PMD, Tim MMS juga bisa mencari informasi
kepada aparat desa mengenai calon nasabah yang akan diberikan
pembiayaan.
2) Mini Meeting (MM)
Team MMS melakukan kunjungan langsung kepada para
perempuan yang dijadikan target market, tujuan utama dari MM ini
yaitu untuk melakukan survey lokasi agar team MMS atau lokasi
rumah calon nasabah, selanjutnya untuk menggali kebutuhan dan
mencari sumber motivasi untuk mewujudkan mimpi ibu-ibu serta
memperkenalkan produk Paket Masa Depan secara singkat.
3) Projection Meeting (PM)
Ini merupakan tindak lanjut dari Mini Meeting kepada calon
nasabah, untuk menggali kebutuhan calon nasabah, memberi
motivasi dan menjelaskan secara detail tujuan, manfaat dan
ketentuan mengenai Paket Masa Depan serta menumbuhkan
motivasi kepada ibu–ibu agar berani berusaha, disiplin, kerja keras
dan saling membant.

122
Buku Panduan Paket Masa Depan, hlm.83-88.
77

1.3.2 Survey dan Wawancara


Survey dilakukan untuk mengetahui lokasi usaha nasabah serta
menganalisa omset usaha nasabah agar tim MMS bisa
mempertimbangkan berapa pembiayaan yang akan diberikan untuk
tahap awal. Selanjutnya melakukan wawancara langsung kepada
nasabah serta mencari informasi karakter nasabah kepada tetangganya.

1.3.3 Pelatihan dan Pembentukan Kelompok/Grup Nasabah dan


Penentuan Lokasi Sentra
a. Pelatihan
Calon nasabah yang sudah diseleksi dan dilakukan survey
wawancara, selanjutnya akan diberikan Pelatihan Dasar Keanggotaan
(PDK) yaitu memberikan informasi secara rinci mengenai produk
Paket Masa Depan dan pelatihan mengenai pengelolaan keuangan
secara sederhana. Pelatihan Dasar Keanggotaan (PDK) wajib diikuti
oleh semua calon nasabah dengan kehadiran 100%. Pelatihan ini
diberikan oleh Bank kepada nasabah secara gratis.
Calon nasabah wajib lulus Pelatihan Dasar Keanggotaan
(PDK) sebagai salah satu syarat untuk dapat mengajukan pembiayaan.
Sebagai bukti kelulusan, nasabah akan dilantik oleh MS/WMS dan
Bank akan menerbitkan tanda kelulusan Pelatihan Dasar Keanggotaan
(PDK) yang dibuat dalam 2 (dua) lembar, 1 lembar yang asli disimpan
oleh bank dan 1 lembar copian diberikan kepada ketua sentra pada
waktu pelantikan untuk disimpan oleh ketua sentra.
Pelatihan Dasar Keanggotaan (PDK) dilakukan hanya 1 (satu)
kali pada saat calon nasabah mengajukan pembiayaan untuk pertama
kalinya. Pelatihan Dasar Keanggotaan (PDK) dilaksanakan selama
waktu 5 (lima) hari. Panduan pintar pelatihan dasar keanggotaan
(PDK) dan Doa nasabah serta janji pembina sentra (terlampir).
78

b. Pembentukan Kelompok/Grup Nasabah


Pembentukan grup dan sentra dilakukan pada saat PDK, yaitu:
a) Grup
Setiap grup terdiri dari minimal 1 orang dan maksimal 5
orang, termasuk 1 ketua grup yang dapat membaca dan menulis.
Pemilihan ketua grup menjadi wewenang dari anggota grup
(nasabah). Penambahan anggota grup dapat dilakukan setiap saat,
selama tidak melebihi jumlah anggota maksimal 1 grup. Dan
dengan syarat calon anggota grup telah melalui proses
sebagaimana calon nasabah lainnya dan telah lulus PDK.
b) Sentra
Setiap 1 sentra terdiri dari minimal 1 grup dan maksimal 5
grup yang dipimpin oleh ketua sentra yang bisa membaca dan
menulis. Pemilihan ketua sentra sepenuhnya menjadi wewenang
dari anggota sentra.
c. Penentuan Rumah / Lokasi Sentra
Rumah sentra adalah tempat Pertemuan Rutin Sentra (PRS),
bisa merupakan rumah salah satu nasabah, atau tempat lainnya yang
disepakati sebagai PRS seluruh anggota sentra.

1.3.4 Proses Pemberian Pembiayaan


a. Pembiayaan Baru
1. Team MMS akan melakukan evaluasi bagi calon nasabah yang
memenuhi kriteria berikut:123
 Memiliki kemauan untuk memulai usaha atau mengembangkan
usaha, dibuktikan dengan rekomendasi dari ketua grup dan ketua
sentra yang mewakili anggota lain dalam satu sentra.
 Bersedia mengikuti aturan yang telah ditetapkan, baik aturan
keanggotaan maupun aturan Bank secara umum untuk
mendapatkan pembiayaan.

123
Buku panduan Paket Masa Depan, hlm. 85.
79

2. Pengajuan pembiayaan oleh calon nasabah menggunakan formulir


Aplikasi Pengajuan Pembiayaan dan Pembukaan Rekening (AP3R).
b. Pembiayaan Nasabah Top Up/Siklus Lanjutan
1. Bagi nasabah yang memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh
Bank, berhak untuk mengajukan tambahan pembiayaan ataupun
melanjutkan pembiayaan ketahap berikutnya (next cycle).
2. Evaluasi atas nasabah tetap dilakukan sama seperti nasabah baru,
dengan tambahan informasi mengenai penggunaan uang solidaritas
dan disiplin kehadiran pada PRS.
c. Khusus untuk PMD 3,4,dan 5 (lihat tabel 1.2) atau paket regular PMD
yang jumlah pembiayaannya ˃ Rp. 3.000.000 (tiga juta rupiah)
1. Verifikasi usaha dengan cara mengunjungi tempat usaha calon
nasabah
2. Verifikasi kepada anggota 1 (satu) grup yang lain jika terjadi
perbedaan terhadap hasil verifikasi diatas, maka besarnya omset
usaha diambil yang paling kecil, dan hasil verifikasi usaha
dituangkan dalam form verifikasi usaha nasabah sesuai lampiran.
3. Kepemilikan usaha yang akan dibiayai harus dalam kondisi berjalan
aktif dan dipastikan usaha milik calon nasabah atau calon nasabah
dan suaminya.

1.3.5 Persetujuan Pembiayaan dan Batas Wewenang Memutus


Pembiayaan (BWMP)
Dalam memutus pembiayaan harus dilakukan dengan prinsip
dual control, oleh karena itu setiap pembiayaan direkomdasikan dan
diajukan oleh komite pembiayaan yang terdiri dari pemberi
rekomendasi dan pejabat pemutus.
Pemberi rekomendasi yaitu, Pejabat yang memiliki wewenang
untuk memberikan rekomendasi pembiayaan kepada nasabah, dalam
hal ini WMS/MS. Sedangkan yang dimaksud sebagai Pejabat pemutus
adalah Pejabat kantor pusat yang memiliki wewenang untuk
80

memberikan persetujuan pembiayaan sesuai dengan limit yang


dimilikinya.124
a. Proses Persetujuan Pembiayaan
1. Nasabah yang sudah direkomendasikan oleh manager sentra
membuat pengajuan pembiayaan dan pembukaan rekening agar
mendapat persetujuan dari pejabat pemutus dikantor pusat.
2. Sebelum memberikan persetujuan pejabat pemutus melakukan
verifikasi data nasabah
3. Pemberi rekomendasi dan pejabat pemutus tidak diperkenankan
untuk memberikan sperssetujuan apabila memiliki hubungan
kekerabatan atau keluarga dengan nasabah, karena akan
menimbulkan benturan kepentingan pribadi.
4. Rekap yang sudah ditandatangani oleh pejabat pemutus, dikirim
ke operation untuk dilakukan pembukaan rekening dan
selanjutnya dikirim ke mini manager sentra (MMS) untuk
sebagai dasar dilakukannya pencairan.

1.3.6 Akad Pembiayaan dan Surat Kuasa


Akad pembiayaan adalah kesepakatan atas pembiayaan antara
pihak bank dan Nasabah (berfungsi sebagai ijab qabul) yang dibuat
secara tertulis sebagai bukti kesepakatan yang diberikan oleh Bank.
Jika tidak dilakukan penandatanganan akad, maka Bank tidak
memiliki bukti tertulis telah memberikan pembiayaan, sehingga resiko
yang muncul adalah Bank tidak dapat menuntut pembayaran
angsuran, akibatnya resiko pembiayaan akan menjadi tanggung jawab
pribadi dari Pembina sentra. Oleh sebab itu team Mini Manager Sentra
(MMS) harus memastikan bahwa akad ditandatangani oleh pihak
Bank dan nasabah.

124
Buku Panduan Paket Masa Depan, hlm. 86.
81

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penandatanganan akad,


125
yaitu:
a. Akad Pembiayaan
1) Akad pembiayaan merupakan satu kesatuan dengan formulir
Aplikasi Pengajuan Pembiayaan dan Pembukaan Rekening (AP3R)
dan kolom akad wajib ditandatangani oleh nasabah serta pihak
Bank yang memiliki surat kuasa.
2) Apabila nasabah tidak dapat membaca atau menulis (buta huruf),
maka team Mini Manager Sentra (MMS) wajib menginformasikan
dan memastikan bahwa nasabah mengerti isi Akad
Penandatanganan pada Akad tetap wajib dilakukan dengan
menuliskan nama Nasabah dan proses penandatanganan wajib
disaksikan oleh Ketua Grup/Ketua Sentra.
3) Setelah Akad dinyatakan “Sah” dan ditandatangani oleh Nasabah
dan pihak Bank, Akad pembiayaan di foto copy. Asli Akad
disimpan untuk file Bank, dan copynya diserahkan kepada
Nasabah.
b. Pembacaan Akad Pembiayaan Paket Masa Depan
Lembar Akad Pembacaan Pembiayaan Paket Masa Depan
(PMD) di Bank BTPN Syariah (Terlampir)
Apabila nasabah tidak dapat membaca atau menulis (buta
huruf), maka team Mini Marketing Sentra (MMS) wajib
menginformasikan dan memastikan bahwa nasabah mengerti isi
Akad Penandatanganan pada Akad, tetapi wajib dilakukan dengan
menuliskan nama Nasabah dan proses penandatanganan wajib
disaksikan oleh Ketua Grup/Ketua Sentra.
Pembacaan Akadpun harus disaksikan oleh anggota
grup/kelompok sentra. Akad Pembiayaan tersebut disaksikan oleh
anggota grup/kelompok sentra yang bersangkutan.

125
Buku Panduan Paket Masa Depan, hlm. 87.
82

Akad dibacakan terlebih dahulu oleh pihak Bank BTPN


Syariah baik MS/PS, hingga membacakan kalimat “Demikian
Akad atau kesepakatan ini disampaikan, dan selanjutnya kami
sampaikan sejumlah dana pembiayaan untuk pembelian barang
bagi keperluan usaha nasabah”. Lalu Nasabah menjawab: “Saya
terima pembiayaan dari BTPN Syariah untuk pembelian barang
usaha dan saya sepakat serta akan mematuhi ketentuan pada Akad
yang saya tandatangani”.
Pihak Bank akan bertanya kepada anggota lain/saksi
mengenai Akad Pembiayaan tersebut apakah sudah sah atau belum,
dengan bertanya “Apakah sah?”, jika Akad dianggap sah, maka
saksi harus menjawab “Sah”.
Pada saat praktek akad dilapangan penulis melihat didalam
akadnya yang diserahkan Bank kepada nasabah hanya berupa uang
bukan barang, disini terdapat kerancuan hukum terhadap status
kepemilikan barang. Dan Bank memberikan kuasa kepada nasabah
untuk membeli barang sendiri yang berupa akad wakalah. Barang
belum menjadi milik bank dan setelah akad selesai tidak ada
penyerahan bukti transaksi pembelian barang. Karena sebagaimana
didalam Fatwa DSN-MUI No.4/SN-MUI/IV/Tahun 2000 pada
point 8 dan 9 tentang Murabahah mengatakan: “Untuk mencegah
terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut, pihak
bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah. Jika
bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang
dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah
barang, menjadi milik bank.”
c. Bukti Akad Pembiayaan
Setelah Akad dinyatakan “Sah” dan ditandatangani oleh
Nasabah dan pihak Bank, Akad pembiayaan di foto copy. Asli
Akad disimpan untuk file Bank, dan copynya diserahkan kepada
Nasabah.
83

d. Surat Pendelegasian Dari Pejabat Pusat


Surat pendelegasian wewenang dari Pejabat yang
berwenang, kepada WMS/MS untuk menandatangani Akad
pembiayaan dengan nasabah. Team MMS harus mengetahui bahwa
surat pendelegasian wewenang yang diberikan dari pejabat pusat
akan tetap berlaku selama yang bersangkutan menduduki jabatan
yang sama atau lebih tinggi atau memiliki fungsi kerja yang
sama.126

1.4 Penambahan Pembiayaan dan Siklus Pembiayaan Lanjutan


Berikut merupakan dasar pertimbangan untuk memberikan fasilitas
top up/siklus lanjutan, selain memiliki kemampuan untuk membayar
angsuran, yang menjadi parameternya selain kehadiran nasabah dan
penggunaan uang solidaritas (tanggung renteng), yaitu:127
1. Disiplin kehadiran dalam Pertemuan Rutin Sentra (PRS), dibuktikan
dengan absensi PRS
2. Nasabah yang tidak hadir dengan alasan selain yang diperkenankan
oleh bank, dianggap sebagai mangkir.
3. Nasabah yang tidak hadir karena alasan yang diperkenankan yaitu sakit
berat, melahirkan, orang tua/suami/anak kandung meninggal dunia,
tidak dianggap sebagai mangkir.
4. Penggunaan uang solidaritas adalah apabila nasabah menggunakan
uang solidaritas untuk membayar angsurannya dan uang tersebut tidak
dikembalikan kepada anggota sentra, hingga jadwal pertemuan sentra
berikutnya. Sedangkan penggunaan uang solidaritas yang langsung
dikembalikan paling lambat pada PRS berikutnya, tidak masuk dalam
kategori ini.

126
Buku Panduan Paket Masa Depan, hlm. 88.
127
Buku Panduan Paket Masa Depan, hlm. 88.
84

1.5 Penanganan Pembiayaan Bermasalah


Pembiayaan bermasalah adalah pembiayaan yang berstatus
lancar/tidak lancar namun pembayaran angsurannya menggunakan uang
solidaritas/uang kas akibat penurunan kemampuan bayar pada nasabah
atau kesulitan melakukan pembayaran angsuran dari hasil usahanya
sendiri.
Prinsip peenanganan pembiayaan bermasalah pada pembiayaan
PMD adalah sebagai berikut:
1) Peran aktif kelompok
Sesuai dengan konsep pembiayaan komunitas serta penerapan
budaya berani berusaha, disiplin, kerja keras, dan saling bantu dalam
paket pembiayaan. Setiap anggota kelomok wajib memiliki rasa
kepedulian antar anggota dan komitmen untuk saling bantu jika
terdapat salah satu anggota kelompok mengalami kesulitan dalam
membayar angsuran. Tim MMS wajib mendorong dan memastikan
peran ketua sentra, ketua grup dan setiap anggota kelompok dalam
pemulihan pembiayaan bermasalah, hal ini bisa dilakukan dengan
cara:
a) Pengumpulan dan penggunaan uang solidaritas untuk pembayaran
angsuran bagi nasabah yang mengalami kesulitan mengangsur
dalam kelompok.
b) Anggota ikut mendampingi Tim MMS dalam proses penagihan
serta memberi semangat dan mengajak anggota yang kesulitan
tersebut untuk tetap aktif dalam Pertemuan Rutin Sentra (PRS).
c) Memberikan rekomendasi kepada nasabah yang kesulitan
membayar angsuran (namun masih mempunyai itikad baik untuk
membayar) agar mau melanjutkan usahanya dan mengikuti
program jalur lambat (restrukturisasi pembiayaan).
85

1.6 Penagihan Pembiayaan Bermasalah


Penagihan pembiayaan bermasalah dilakukan pada nasabah yang
telah menggunakan uang solidaritas minimum 1 kali angsuran atau yang
menunggak minimum 1 kali angsuran. Penagihan dilakukan oleh pembina
sentra secara berkelanjutan dengan mendatangi rumah nasabah untuk
memperoleh pengembalian serta mengidentifikasi penyebab utama dalam
kesulitan membayar angsuran sehingga dapat ditentukan alternatif
penyelesaian dengan baik. Jika nasabah kabur atau pindah keluar daerah,
maka angsurannya jadi tanggung jawab suami atau ahli waris yang
namanya tercantum dalam formulir saat penandatanganan akad.128

128
Buku Panduan Paket Masa Depan hlm.98.
86

BAB IV
ANALISIS HASIL PENELITIAN

A. Akad Produk Pembiayaan Paket Masa Depan (PMD) di Bank BTPN


Syariah
Akad yang digunakan dalam Produk Pembiayaan Paket Masa Depan
(PMD) di Bank BTPN Syariah adalah Akad Pembiayaan Murabahah.
Pembiayaan adalah kesepakatan atas pembiayaan antara pihak Bank dan
Nasabah (berfungsi sebagai ijab qabul) yang dibuat secara tertulis sebagai
bukti kesepakatan yang diberikan oleh Bank. Jika tidak dilakukan
penandatanganan akad, maka Bank tidak memiliki bukti tertulis telah
memberikan pembiayaan, sehingga resiko yang muncul adalah Bank tidak
dapat menuntut pembayaran angsuran, akibatnya resiko pembiayaan akan
menjadi tanggung jawab pribadi dari Pembina sentra. Oleh sebab itu team
Mini Marketing Sentra (MMS) harus memastikan bahwa akad ditandatangani
oleh pihak Bank dan Nasabah. Hal yang harus diperhatikan dalam Akad
Pembiayaan adalah Prosedur Akad Pembiayaan (pengisian formulir
pengajuan pembiayaan dan Pembukaan Rekening, Pembacaan Akad
Pembiayaan Paket Masa Depan (PMD), Bukti Akad) dan Surat Kuasa.
Berdasarkan data yang ditemukan penulis dilapangan dari hasil
wawancara dengan Bapak Imbang Jaya Terenggana selaku staff BTPN
Syariah Program Divisi Daya, dalam penelitian yang dilaksanakan di Desa
Karang Harja Kecamatan Pebayuran Kabupaten Bekasi yang sasaran
utamanya adalah wanita, khususnya wanita yang menjadi anggota/Nasabah
Produk Pembiayaan Paket Masa Depan (PMD) di Bank BTPN Syariah,
bahwa Pembiayaan Paket Masa Depan (PMD) adalah Paket Pembiayaan
dengan menggunakan Akad Wakalah Murabahah yang meliputi Pembiayaan
untuk modal usaha, Tabungan Wadi‟ah, Asuransi Jiwa bagi Nasabah PMD
dan santunan terhadap suami Nasabah jika meninggal dunia.129

129
Hasil wawancara dengan Bapak Imbang Jaya Trenggana, Div. Program Daya, hari
Selasa, 02 Oktober 2018
87

Sebelum melakukan Akad Pembiayaan, Nasabah harus memenuhi


syarat dan ketentuan sesuai dengan kriteria sebagai Nasabah Paket Masa
Depan (PMD). Berikut merupakan Tahapan Akad Pembiayaan berdasarkan
prosedur pemberian pembiayaan Paket Masa Depan (PMD) di Bank BTPN
Syariah berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Bapak Imbang Jaya
Trenggana selaku pihak BTPN Syariah:130
Gambar 4. 1 Tahapan Akad Berdasarkan Prosedur Pemberian Pembiayaan
Paket Masa Depan (PMD)

PROSEDUR PEMBERIAN AKAD


PEMBIAYAAN PAKET MASA DEPAN
(PMD)

1.Pre 2. Survey dan 3. Pelatihan & 4.Proses 5. Persetujuan


Marketing yang Wawancara Pembentukan pemberian pembiayaan
dilakukan team Kelompok/ pembiayaan dan Batas
MMS Grup Nasabah Wewenang
dan penentuan Memutus
lokasi sentra Pembiayaan
(BWMP)

6. Akad Pembiayaan dan Pemberian Surat Kuasa

Berdasarkan gambar diatas, dalam prosedur pemberian pembiayaan


harus melakukan beberapa tahapan terlebih dahulu sebelum sampai ke dalam
Akad dan pemberian pembiayaan atau pencairan, sehingga nasabah dapat
dikatakan layak untuk menjadi nasabah dan berhak mendapatkan pinjaman
pembiayaan berdasarkan pengajuan dalam aplikasi dengan dibuatkan surat
kuasa dari pejabat berwenang dari Bank BTPN Syariah, kepada WMS/MS
untuk menandatangani akad pembiayaan dengan nasabah. Tahapan yang
pertama yaitu melakukan pre marketing oleh tim MMS, kedua survei dan

130
Hasil wawancara dengan Bapak Imbang Jaya Trenggana, Div. Program Daya, hari
Selasa, 02 Oktober 2018
88

wawancara calon anggota/Nasabah PMD, ketiga, memberikan pelatihan dan


pembentukan kelompok sentra dan lokasi sentra, keempat proses pemberian
pembiayaan, kelima persetujuan pembiayaan oleh pejabat BWMP dan
terakhir melakukan Akad Pembiayaan Paket Masa Depan (PMD), dapat
dijelaskan sebagai berikut:
Tahapan Prosedur Akad Pembiayaan Paket Masa Depan yang pertama
yaitu melakukan pre marketing oleh tim Mobile Marketing Syariah (MMS)
dengan melakukan silaturahmi kepada aparat setempat, seperti Kepala Desar,
RT dan RW setempat.
Tahapan Prosedur Akad Pembiayaan Paket Masa Depan yang kedua
yaitu melakukan survey dan wawancara langsung kepada calon
anggota/Nasabah atau tetangga calon anggota/Nasabah, tujuannya adalah
untuk memperoleh informasi untuk menentukan apakah nasabah mempunyai
karakter yang baik atau tidak. Yang harus diperhatikan dalam melakukan
survey dan wawancara adalah pastikan tempat tinggal dan karakteristik calon
Nasabah, calon Nasabah dikenal baik oleh tetangga sekitar atau tidak,
memiliki karakter yang baik dalam melakukan aktivitas usaha dan hutang
pihutang, yang dibuktikan dengan keterangan dari minimal dua orang yang
mengenal calon Nasabah, salah satu keterangan diantaranya adalah pihak
ketiga yang bukan merupakan bagian dari kelompok atau grup yang akan
dibiayai, jika salah satu tetangga memberikan informasi negatif, maka wajib
dilakukan verifikasi kepada orang ketiga sebagai pendamping, jika dua dari
tiga tetangga nasabah memberikan informasi negatif mengenai karakter calon
nasabah dalam menjalankan usaha atau dalam hal hutang pihutang, maka
nasabah wajib ditolak. Nasabah yang dinyatakan layak ikut menjadi Nasabah
PMD akan diinformasikan hari, waktu dan tempat serta diharuskan membawa
uang Rp.2000 untuk mengikuti pelatihan, selanjutnya menganalisa omset
yang nantinya dituangkan dalam form analisa omset.
Adapun Syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi Nasabah pada
Produk Pembiayaan Paket Masa Depan (PMD) di Bank BTPN Syariah adalah
WNI, wanita dari keluarga prasejahtera yang sudah memiliki usaha atau yang
89

ingin memiliki usaha, usia minimal 18 tahun bagi yang sudah/ pernah
menikah dan minimal 21 tahun bagi yang belum menikah dan bertempat
tinggal diwilayah kampung tersebut. dokumen Nasabah yang harus
dilengkapi adalah Kartu Tanda Penduduk (KTP), atau Paspor, Kartu Keluarga
(KK), Foto Suami dan Isteri bagi sudah menikah, sedangkan SIM tidak
berlaku dijadikan syarat identitas.
Berikut merupakan contoh survei dan hasil wawancara penulis kepada
calon Nasabah dan pembina sentra wilayah Pebayuran, Kab. Bekasi, serta
analisa omset Ibu Marsinah yang dilakukan oleh pembina sentra sebagai
calon anggota/Nasabah PMD dengan mendatangi rumah Ibu Marsina secara
langsung, yaitu:
a. Data/Identitas calon Nasabah131
Nama KTP : Marsinah
NIK : 321612006810006
TTL : Bekasi,20 Juni 1981
Agama : Islam
Kewarganegaraan : Indonesia
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 38 Tahun
Nama Ibu Kandung : Maiyah
No Telf. : 0838-0780-****
Alamat : Kampung Teluk Bango, RT 003/RW 01,
Desa Karang Harja, Kec. Pebayuran, Kab. Bekasi
Nama Usaha : Goreng Ati Ampela Ayam
Alamat Usaha : Kampung Teluk Bango, RT 003/RW 01,
Desa Karang Harja, Kec. Pebayuran, Kab. Bekasi
Status Perkawinan : Janda
Pendidikan terakhir : SD

131
Hasil wawancara dengan calon Nasabah PMD a/n Ibu Marsinah, hari minggu, tanggal
26 Agustus 2018
90

b. Analisis Omset usaha per hari:132


Kuantitas x harga jual= 100 potong ati ampela ayam x @Rp. 2.500,-
= Rp. 250.000,- / hari
Harga pokok pembelian:
Kuantitas x harga beli = 100 potong ati ampela ayam x @Rp. 2000,- (ati
ampela ayam, minyak, tepung, gas, dll)
= Rp. 200.000,- / hari
Laba kotor per hari:
Omset – pembelian = Rp. 250.000,- - Rp. 200.000,-
= Rp. 50.000,- / hari
Pengeluaran / Biaya Rumah Tangga (per bulan):
Listrik = Rp. 100.000,-
Uang makan = Rp. 600.000,-
Uang sekolah, ongkos/jajan anak = Rp. 50.000,- +
Total pengeluaran (per bulan) = Rp. 750.000,-
Total pengeluaran (per hari) = Rp.750.000,- : 30 hari
= Rp. 25.000,- / hari
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Laba Bersih
Laba kotor – Pengeluaran = Rp. 50.000,- - Rp. 25.000,-
= Rp. 25.000,- / hari
Sehingga Rp. 25.000,- x 14 hari = Rp. 350.000,-
Dari analisis omset usaha dagang diatas diketahui omset dagang
goreng ati ampela ayam per hari ibu Marsinah adalah Rp. 250.000,-
sedangkan harga pokok pembeliannya adalah Rp. 200.000,- dan laba kotor
per harinya adalah Rp. 50.000,- sedangkan total pengeluaran per bulan ibu
Marsinah berdasarkan kebutuhan adalah Rp. 750.000 jika dihitung
perharinya adalah Rp. 25.000,- perharinya, maka laba bersihnya adalah
Rp. 25.000,-. Dengan demikian berdasarkan laba bersih, ibu Marsinah
dapat membayarkan setoran angsuran pembiayaan PMD setiap dua

132
Hasil wawancara dengan Pembina Sentra Pebayuran Ibu Rohelah, pada hari selasa,
tanggal 14 Agustus 2018
91

minggu sekali (14 hari) dengan besaran angsuran Rp. 350.000,- / 14 hari.
Sehingga ibu Marsinah dapat dikatakan layak untuk menjadi nasabah
PMD.
Tahapan Prosedur Akad Pembiayaan Paket Masa Depan yang ketiga
yaitu memberikan pelatihan dan pembentukan kelompok/grup Nasabah dan
penentuan lokasi sentra kepada calon anggota/Nasabah PMD. Kemudian tim
MMS atau pihak Bank BTPN Syariah memberikan Pelatihan Dasar
Keanggotaan (PDK) kepada calon anggota/Nasabah, termasuk pembentukan
grup, pembentukan sentra dan penentuan lokasi/ Rumah sentra. Tujuan
Pelatihan Dasar Keanggotaan (PDK) adalah untuk memberikan informasi
secara rinci mengenai produk paket masa depan dan pelatihan mengenai
pengelolaan keuangan secara sederhana.
Pelatihan Dasar Keanggotaan (PDK) wajib diikuti oleh semua calon
Nasabah selama 5 (lima) hari dengan kehadiran 100% secara berurutan.
Sebelum melaksanakan kegiatan Pelatihan Dasar Keanggotaa (PDK)
perharinya, calon Nasabah diwajibkan membaca Do‟a dan janji pembina
sentra. Adapun Do‟a nya sebagai berikut:
Do’a Nasabah:
Bismillahirrahmanirrahiim.....
Ya Allah, Puji Syukur kami dapat berkempul hari ini
Dengan tepat waktu
Dan dalam keadaan sehat walafiat
Ya Allah, Berikanlah bimbingan-Mu
Sehinggga usaha yang kami sepakati bersama
Berjalan dengan lancar
Sehingga dapat mensejahterakan keluarga kami
Ya Allah,Mudahkanlah urusan kami
Sehingga kami dapat membayar pinjaman tepat waktu
Ya Allah,Luaskanlah rizki kami
Agar kami dapat saling membantu
Jika diantara kami mengalami kesulitan
Ya Allah,
Terimakasih
Karena engkau telah mengabulkan Do‟a kami
Aamiin.
92

Janji Pembina Sentra:


Alhamdulillah,
Saya telah diberikan kesempatan untuk melayani Ibu-ibu sebaik mungkin dan
saya berjanji:
Datang ke pertemuan ini tepat waktu
Selalu bersikap ramah dan tidak akan menerima apapun sebagai imbalan.

Adapun agenda/jadwal/susunan kegiatan Pelatihan Dasar


Keanggotaan (PDK) selama 5 (lima) hari berdasarkan yang penulis temukan
dilapangan dan berdasarkan hasil wawancara dengan Pembina Sentra adalah
sebagai berikut:
Hari Ke-1 Pelatihan Dasar Keanggotaan (PDK)
Pelatihan dasar keanggotaan dihari pertama, team MMS atau MS dan
PS melakukan pembentukan group/kelompok kepada calon anggota/Nasabah
PMD, dalam 1 grup terdiri dari lima calon anggota, kemudian memilih ketua
dan wakil grup, sedangkan antara ibu, anak atau saudara kandung tidak boleh
1 grup. Selanjutnya Pembentukan Sentra terdiri dari grup-grup yang sudah
dibentuk, dan memilih ketua dan wakil grup sentra. Selanjutnya melakukan
absensi kehadiran anggota. Tujuan Pelatihan 5 (lima) Hari agar anggota
memahami dengan penuh menerima dan sukarela, mematuhi berbagai
ketentuan dan peraturan mengenai program Paket Masa Depan (PMD).
Semua calon anggota/Nasabah harus hadir selama 5 hari jika tidak mengikuti
pelatihan/ tidak hadir 100% maka tidak bisa menjadi anggota PMD. Tujuan
Pembentukan Group/Kelompok & Sentra adalah untuk saling membantu dan
memberikan dukungan yang kuat, dan sebagai forum bagi pertukaran ide
dianggota grup. Tugas & Tanggung Jawab Ketua Group adalah memastikan
setiap anggota hadir tepat waktu, mengumpulkan kartu tabungan dan kartu
angsuran anggota, dan memeriksa angsuran anggota lengkap, memeriksa
penggunaan pinjaman anggota dan usaha anggota serta melaporkan ke ketua
sentra jika ada anggota yang tidak ikut aturan. Tugas & Tanggung Jawab
ketua Sentra adalah memastikan seluruh anggota hadir tepat waktu,
membayar angsuran dengan lengkap, menggunakan pinjaman untuk usaha,
melaporkan ke pembina sentra jika ada anggota yang tidak mengikuti aturan
93

serta megambil tindakan untuk memecahkan masalah yang terjadi diantara


anggota.
Selanjutnya Pembina Sentra memberikan materi PMD yang pertama
yaitu mengenai Latar Belakang Program Paket Masa Depan (PMD) di Bank
BTPN Syariah, PMD terdiri dari pinjaman dasar pembiayaan modal usaha,
pinjaman perumahan dan pinjaman untuk pendidikan. Pengertian PMD itu
sendiri adalah pemberian modal usaha. Selain itu Pembina Sentra juga
membahas tentang tujuan PMD, manfaat PMD, syarat untuk menjadi anggota
PMD, dan keuntungan menjadi anggota/Nasabah PMD.
Calon anggota/Nasabah PMD diwajibkan membayar Uang Kas setiap
pertemuan. Uang kas hari pertama sebesar Rp. 2.000,- per anggota, sehingga
terkumpul Rp. 10.000,- per grup, dan penyimpanan uang kas dilakukan secara
bergilir selama PDK. Setelah pemberian materi oleh Pembina Sentra
kemudian ditutup dengan Doa bersama yang dipimpin oleh Pembina Sentra,
calon Nasabah mengikuti Doa dan Pembina Sentra mengucapkan janji
Pembina Sentra.

Hari Ke-2 Pelatihan Dasar Keanggotaan (PDK)


Pelatihan dasar keanggotaan di hari kedua diawali dengan Doa
bersama dipimpin oleh Pembina Sentra. Setelah itu melakukan absensi
kehadiran terhadap calon anggota/Nasabah PMD. Pengumpulan uang kas
(hari kedua) sama seperti dihari pertama yaitu sebesar Rp. 2.000,- / anggota,
yang setiap harinya akan terkumpul Rp. 10.000,- dalam satu grup. Setelah itu
Pembina Sentra melakukan review materi hari pertama sebelum membahas
materi yang kedua, dan melakukan sesi tanya jawab kepada calon
anggota/nasabah PMD atas materi di hari pertama.
Selanjutnya Pembina Sentra memberikan materi yang kedua yaitu
tentang Aturan Program PMD (BDKS), BDKS itu sendiri artinya Berani
Berusaha, Disiplin, Kerja Keras dan Saling Bantu, dan materi selanjutnya
yaitu Program PMD yang berkaitan dengan Pembiayaan, Angsuran,
Tabungan, dan Asuransi, serta membahas materi tentang Pertemuan Rutin
94

Sentra (PRS). Pertemuan Rutin Sentra (PRS) dilaksanakan setelah calon


anggota/Nasabah sudah resmi menjadi Nasabah PMD dan telah melakukan
Akad Pembiayaan. Untuk waktu dan tempat Pertemuan Rutin Sentra (PRS)
ditentukan berdasarkan kesepakatan grup/kelompok sentra. Setelah
pemberian materi selesai maka ditutup dengan Doa bersama yang dipimpin
oleh Pembina Sentra.

Hari Ke-3 Pelatihan Dasar Keanggotaan (PDK)


Pelatihan dasar keanggotaan di hari ketiga diawali dengan Doa
bersama yang dipimpin oleh Pembina Sentra. Setelah itu melakukan absensi
kehadiran terhadap calon anggota/Nasabah PMD. Pengumpulan uang kas
(hari ketiga) sama seperti dihari sebelumnya yaitu sebesar Rp. 2.000,- /
anggota, yang setiap harinya akan terkumpul Rp. 10.000,- dalam satu grup.
Setelah itu Pembina Sentra melakukan review materi hari kedua dan
melakukan sesi tanya jawab kepada calon anggota/nasabah PMD atas materi
di hari kedua.
Selanjutnya Pembina Sentra memberikan materi yang ketiga yaitu
tentang Tata Cara Pengajuan Pembiayaan yaitu dengan cara anggota/Nasabah
mengisi Form AP3R dapat dilakukan mulai hari kedua Pelatihan Dasar
Keanggotaan (PDK) yang diberikan oleh Pembina Sentra. Materi selanjutnya
yaitu Penggunaan Pembiayaan, yang mana pembiayaan yang diterima
Nasabah harus dipergunakan untuk usaha. Pembiayaan dilarang untuk:
1. Pembelian konsumtif (pembelian perabot rumah tangga, baju, TV,
kulkas, dll)
2. Memberikan pinjaman kepada orang lain (rentenir)
3. Membayar cicilan ditemat lain
4. Usaha yang diharamkan secara islam seperti jual minuman keras, daging
babi dll
95

Materi selanjutnya yang diberikan oleh Pembina Sentra yaitu


mengenai Uang Tabungan, Uang Kas, dan Uang Solidaritas. Setelah
pemberian materi selesai maka ditutup dengan Doa bersama yang dipimpin
oleh Pembina Sentra.

Hari Ke-4 Pelatihan Dasar Keanggotaan (PDK)


Pelatihan dasar keanggotaan di hari keempat diawali dengan Doa
bersama yang dipimpin oleh Pembina Sentra. Setelah itu melakukan absensi
kehadiran terhadap calon anggota/Nasabah PMD. Pengumpulan uang kas
(hari keempat) sama seperti dihari sebelumnya yaitu sebesar Rp. 2.000,- /
anggota, yang setiap harinya akan terkumpul Rp. 10.000,- dalam satu grup.
Setelah itu Pembina Sentra melakukan review materi hari pertama sampai
dengan hari ketiga dan melakukan sesi tanya jawab kepada calon
anggota/nasabah PMD atas materi di hari pertama sampai dengan hari ketiga.
Selanjutnya Pembina Sentra memberikan materi yang keempat yaitu
tentang Monitoring Usaha (MU). Tujuan monitoring adalah untuk mengecek
penggunaan pembiayaan sesuai yang ditulis dalam AP3R dan monitoring
usaha doilakukan setelah pencairan pembiayaan. Pembahasan selanjutnya
yaitu Denda dan Sanksi Keanggotaan. Nasabah dikenakan denda sebesar Rp.
500,- apabila Nasabah PMD tidak hadir pada PRS, datang terlambat, dan
meninggalkan PRS tanpa izin. Dan dikenakan denda Rp. 1.000,- apabila
Nasabah tidak membayar angsuran. Serta denda tidak akan medapat
pembiayaan lagi apabila tidak mau ikut solidaritas, dan pembiayaan tidak
digunakan untuk usaha, serta sering tidak hadir pada saat PRS. Setelah
pemberian materi selesai maka ditutup dengan Doa bersama yang dipimpin
oleh Pembina Sentra.
96

Hari Ke-5 Pelatihan Dasar Keanggotaan (PDK)


Pelatihan dasar keanggotaan di hari kelima diawali dengan Doa
bersama yang dipimpin oleh Pembina Sentra. Setelah itu melakukan absensi
kehadiran terhadap calon anggota/Nasabah PMD. Pengumpulan uang kas
(hari kelima) sama seperti dihari sebelumnya yaitu sebesar Rp. 2.000,- /
anggota, yang setiap harinya akan terkumpul Rp. 10.000,- dalam satu grup.
Selanjutnya Pembina Sentra mempersiapkan pelantikan anggota/Nasabah
PMD. Pelantikan hanya dilakukan kepada anggota yang hanya mengikuti
Pelatihan Dasar Keanggotaan (PDK) selama 5 (lima) hari penuh dan tidak
pernah absen. Setelah itu Pembina Sentra melakukan review materi hari
pertama sampai dengan hari keempat dan melakukan sesi tanya jawab kepada
calon anggota/nasabah PMD atas materi di hari pertama sampai dengan hari
keempat.
Setelah persiapan pelantikan dan review materi selesai maka Manager
Sentra dan Pembina Sentra melakukan Pelantikan Anggota PMD. Adapun
kalimat Pelantikan Anggota PMD yang diucapkan oleh Manager Sentra yaitu:
“Atas nama Bank BTPN Syariah, saya sebagai Manager Sentra melantik
calon Nasabah yang hadir hari ini menjadi calon Nasabah Paket Masa
Depan (PMD).”
Selanjutnya, setelah Manager Sentra melantik Nasabah PMD,
kemudian Pembina Sentra menyiapkan formulir AP3R yang merupakan
aplikasi permohonan pembukaan rekening tabungan dan permohonan
pengajuan pembiayaan. Nasabah dipersilahkan untuk mengisi dan
mengajukan permohonan pembiayaan dihari kelima PDK yang dibantu oleh
Pembina Sentra. Kemudian formulir AP3R ditandatangani oleh Nasabah.
Setelah pemberian materi selesai dari hari pertama sampai dengan hari kelima
maka Pelatihan Dasar Keanggotaan telah selesai ditutup dengan Doa bersama
yang dipimpin oleh Pembina Sentra.
Berdasarkan Pelatihan Dasar Keanggotaan (PDK) selama 5 (lima) hari
diatas dapat penulis simpulkan bahwa, pelatihan dasar keanggotaan dihari
pertama membahas tentang latar belakang PMD, hari kedua membahas
97

tentang aturan program PMD, hari ketiga membahas tentang tata cara
pengajuan pembiayaan, hari keempat membahas tentang monitoring usaha,
denda dan sanksi keanggotaan, dan dihari kelima Manager Sentra dan
Pembina Sentra melakukan pelantikan Nasabah PMD dan Nasabah mengisi
formulir pengajuan permohonan pembiayaan melalui aplikasi AP3R.
Namun penulis melihat terdapat kerancuan pada materi PDK dihari
pertama, dengan adanya pernyataan bahwa PMD terdiri dari pinjaman dasar
(modal usaha), pinjaman perumahan dan pinjaman untuk pendidikan,
sedangkan dalam produk perbankan syariah tidak ada pinjaman melainkan
pembiayaan, dikarenakan Produk Paket Masa Depan dalam akadnya
menggunakan akad murabahah.
Tahapan Prosedur Akad Pembiayaan Paket Masa Depan yang
keempat yaitu Proses pemberian pembiayaan. Proses pemberian pembiayaan
Paket Masa Depan (PMD) dikelompokan menjadi dua yaitu pembiayaan
untuk nasabah baru yang belum pernah mendapatkan pembiayaan PMD dan
pembiayaan untuk nasabah Top Up/Siklus Lanjutan yaitu pembiayaan yang
diberikan kepada Nasabah tetap yang sudah pernah mendapatkan pembiayaan
PMD.
Untuk pembiayaan Nasabah baru pengajuan pembiayaan oleh calon
Nasabah dengan mengisi formulir aplikasi AP3R dengan lengkap dan jelas
dan membahas jumlah palfond pembiayaan yang diajukan pada PDK untuk
mendapat rekomendasi dari ketua grup dan ketua sentra. AP3R halaman 1
ditandatangani oleh Nasabah, ketua grup, dan ketua sentra serta manajer
sentra/wakil manajer sentra sebagai pemberi rekomendasi akan melakukan
analisa terhadap permohonan pembiayaan calon Nasabah yang sudah
memenuhi syarat yang ditentukan oleh Bank dan layak untuk mendapatkan
pembiayaan sesuai hasil analisa.
Sedangkan pembiayaan bagi Nasabah top up atau siklus lanjutan
berhak mengajukan tambahan pembiayaan ataupun melanjutkan pembiayaan
setelah angsuran yang sebelumnya telah selesai/lunas. Namun untuk Nasabah
siklus lanjutan akan tetap dilakukan evaluasi (dilihat berdasarkan uang
98

solidaritas dan disiplin kehadiran). Bagi Nasabah PMD yang jumlah


pembiayaannya lebih dari 3 juta kepemilikan usaha harus dalam kondisi
berjalan aktif serta usaha benar-benar milik calon Nasabah.
Pemberian pembiayaan yang diberikan pihak Bank BTPN Syariah
dalam produk Pembiayaan Paket Masa Depan berkisar Rp. 1 juta – Rp. 50
juta, terlihat dari plafond dan angsuran yang ditawarkan oleh team MMS
Pebayuran, Bekasi, kepada nasabah baru atau nasabah top up/siklus lanjutan,
dengan jumlah plafond, besaran angsuran dan jangka waktu/tenor, sebagai
berikut:
Tabel 4.1 Plafond Pembiayaan PMD
Pembiayaan Paket Masa Depan (PMD)
Tenor 1 Tahun Tenor 1,5 Tahun
Plafond Angsuran Plafond Angsuran
2.000.000 104.000 2.000.000 76.000
3.000.000 156.000 3.000.000 117.000
4.000.000 208.000 4.000.000 156.000
5.000.000 260.000 5.000.000 195.000
6.000.000 312.000 6.000.000 234.000
7.000.000 364.000 7.000.000 273.000
8.000.000 416.000 8.000.000 312.000
9.000.000 468.000 9.000.000 351.000
10.000.000 520.000 10.000.000 390.000
Pembiayaan Paket Masa Depan (PMD)
Tenor 1 Tahun Tenor 2 Tahun
Plafond Angsuran Plafond Angsuran
11.000.000 572.000 11.000.000 352.000
12.000.000 624.000 12.000.000 384.000
13.000.000 676.000 13.000.000 416.000
14.000.000 728.000 14.000.000 448.000
15.000.000 780.000 15.000.000 480.000
16.000.000 832.000 16.000.000 512.000
17.000.000 884.000 17.000.000 544.000
18.000.000 936.000 18.000.000 576.000
19.000.000 988.000 19.000.000 608.000
20.000.000 1.040.000 20.000.000 640.000
21.000.000 1.092.000 21.000.000 672.000
22.000.000 1.144.000 22.000.000 704.000
23.000.000 1.196.000 23.000.000 736.000
24.000.000 1.248.000 24.000.000 768.000
25.000.000 1.300.000 25.000.000 800.000
26.000.000 1.352.000 26.000.000 832.000
27.000.000 1.404.000 27.000.000 864.000
28.000.000 1.456.000 28.000.000 896.000
29.000.000 1.508.000 29.000.000 928.000
30.000.000 1.560.000 30.000.000 960.000
dst. 0 0 0
99

Berdasarkan tabel plafond diatas, dapat diketahui bahwa pembiayaan


Paket Masa Depan (PMD) di BTPN Syariah memberikan penawaran
pembiayaan dengan menetapkan plafond, angsuran dan tenor (1 tahun, 1,5
tahun dan 2 tahun) diawal pada saat pengajuan permohonaan pembiayaan
PMD. Sehingga dapat diketahui bentuk pembiayaan yang diberikan Paket
Masa Depan (PMD) dalam bentuk uang, dan margin/keuntungan berdasarkan
plafond, bukan berdasarkan harga barang. Dalam Fatwa DSN-MUI No.4
Tahun 2000 tentang Murabahah mengatur secara jelas pada ketentuan umum
Murabahah dalam Bank Syariah pada ketentuan No.1 dikatakan Bank dan
Nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba kemudian
didalam ketentuan fatwa No.3 mengatakan Bank membiayai sebagian atau
seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya. Pada
plafond Pembiayaan Paket Masa Depan terdapat kerancuan hukum yang
mana Bank menawarkan Plafond Pinjaman Uang bukan pembelian barang hal
ini sangat bertentangan dengan fatwa DSN-MUI No.4 Tahun 2000 karena di
dalam akad pembiayaan PMD tidak ada komoditas barang yang dibeli akan
tetapi hanya ada Plafond Pinjaman uang.
Dalam proses pemberian pembiayaan PMD, antara Nasabah baru
dengan Nasabah top Up/Siklus Lanjutan, perbedaannya adalah untuk Nasabah
baru harus mengikuti pelatihan PDK dan mengisi form pengajuan
permohonan pembiayaan AP3R, berdasarkan besaran plafond yang
ditawarkan. Sedangkan untuk Nasabah Siklus Lanjutan hanya tinggal
mengajukan top up pembiayaan PMD tanpa harus mengikuti PDK.
Persamaan antara Nasabah baru dan Nasabah Siklus Lanjutan adalah dalam
pengajuan permohonan pembiayaan tetap mengisi formulir AP3R.
Setelah nasabah mengisi formulir AP3R, lalu formulir AP3R yang
sudah diisi oleh Nasabah dikembalikan ke Manager Sentra dan Pembina
Sentra, yang kemudian data Nasabah PMD tersebut akan diserahkan ke
Kantor Fungsional Operasional dan Kantor Pusat BTPN Syariah untuk
dilakukan maintenance, verifikasi data, validasi data dan menganalisis data
100

Nasabah, apakah Nasabah tersebut layak untuk mendapatkan pembiayaan dari


BTPN Syariah atau tidak.
Tahapan Prosedur Akad Pembiayaan Paket Masa Depan yang kelima
yaitu meminta persetujuan pembiayaan dan Batas Wewenang Memutus
Pembiayaan (BWMP). Persetujuan pemberi pembiayaan dan BWMP
dilakukan dengan prinsip dual control yang dimana setiap pembiayaan
direkomendasikan dan diajukan oleh komite pembiayaan yaitu pemberi
rekomendasi dan pejabat pemutus yang merupakan pejabat kantor pusat yang
memiliki wewenang untuk memberikan persetujuan pembiayaan sesuai
dengan yang diajukan nasabah dengan limit yang dimiliki Bank.
Setelah mendapatkan persetujuan pembiayaan dan Batas Wewenang
Memutus Pembiayaan (BWMP) dari kantor pusat, dalam jangka waktu 2
minggu setelah mengajukan permohonan pembiayaan (AP3R) maka
selanjutnya Nasabah akan dikabarkan untuk melakukan Akad , setelah adanya
surat kuasa dari pejabat berwenang BTPN Syariah kepada tim MMS baik
Manager Sentra maupun Pembina Sentra, untuk melaksanakan Akad atau
pencairan dana dengan Nasabah. Akad pembiayaan merupakan satu kesatuan
dengan formulir AP3R. Apabila Nasabah tidak dapat membaca atau menulis
maka tim MMS wajib menginformasikan bahwa Nasabah mengerti isi akad
dan proses penandatanganan wajib disaksikan oleh ketua grup.
Tahapan Prosedur Akad Pembiayaan Paket Masa Depan yang keenam
yaitu Akad Pembiayaan dan Surat Kuasa. Berikut merupakan Pembacaan
Akad Pembiayaan Paket Masa Depan (PMD) di Bank BTPN Syariah:
101

Pembacaan Akad Pembiayaan Paket Masa Depan


(Nama MMS)
(Wajib dibacakan oleh tim mobile marketing syariah pada saat pembiayaan)
Hal-hal yang harus diperhatikan sebelum penandatanganan akad adalah:
1. Akad yang dimaksud adalah kesepakatan antara Nasabah dan Bank terkait dengan pembiayaan
PMD sesuai dengan prinsip syariah dan ketentuan pembukaan rekening tabungan, yang isinya
meliputi:
a. Akad murabahah yaitu akad pembiayaan dengan prinsip jual beli artinya ada barang yang
dibeli oleh Bank dan dijual kepada Nasabah.
b. Akad wakalah yaitu Bank dalam pembelian barang tersebut mewakilkan/memberikan kuasa
kepada Nasabah untuk membeli barang dari pemasok /penjual.
c. Syarat dan ketentuan terkait dengan pembukaan rekening tabungan wadi‟ah (titipan dana
milik nasabah di Bank).
2. Sesuai akad, pembiayaan harus digunakan untuk pembelian barang untuk usaha dan harus
sesuai dengan yang diisi dalam AP3R, tidak boleh digunakan untuk:
a. Pembelian barang konsumtif (Furnitur, TV, Kulkas, dll)
b. Usaha yang bertentangan dengan Syariah Islam seperti: memberikan pinjaman kepada
orang lain (rentenir), jual beli minuman keras, jual beli daging babi, dll.
3. Karena tujuan pembiayaan adalah untuk pembelian barang untuk keperluan usaha, maka
nantinya akan dimintakan bukti pembelian barang /kwitansi pembelian dari penjual barang
tersebut. apabila tidak ada kwitansi bukti pembelian, maka nasabah wajib membuat surat
pernyataan pembelian barang
4. Jangka waktu pembiayaan adalah 1 (satu) tahun atau 26 (Dua Puluh Enam) kali angsuran,
dimana Nasabah dibebaskan pembayaran 1 kali angsuran pada waktu lebaran, jadi Nasabah
hanya mengangsur sebanyak 25 kali.
5. Jumlah pembiayaan dan angsuran yang harus dibayar adalah *):
Tabel 4.2 Jumlah Pembiayaan & Angsuran
Jumlah pembiayaan Magin/Keuntungan Angsuran Setiap 2
(Harga Beli Barang) Bank Harga Jual Minggu
Rp. 1.500.000,- Rp. 450.000,- Rp. 1.950.000,- Rp. 78.000,-
Rp. 2.000.000,- Rp. 600.000,- Rp. 2.600.000,- Rp. 104.000,-
Rp. 3.000.000,- Rp. 900.000,- Rp. 3.900.000,- Rp. 156.000,-
*) yang disebutkan sesuai pembiayaan yang diberikan kepada nasabah
6. Selama Nasabah masih memiliki kewajiban kepada Bank, Nasabah wajib memiliki tabungan
di Bank sebesar 10% (sepuluh) persen dari jumlah pembiayaan.
7. Nasabah memberi kuasa kepada Bank untuk mendebet/menggunakan tabungan Nasabah di
bank untuk pembayaran angsuran.
Demikian akad atau kesepakatan ini disampaikan, dan selanjutnya kami sampaikan
sejumlah dana pembiayaan untuk pembelian barang bagi keperluan usaha Nasabah.

Nasabah menjawab:
Saya terima pembiayaan dari BTPN Syariah untuk pembelian barang usaha dan saya
sepakat serta akan mematuhi ketentuan pada akad yang saya tandatangani.

Setelah Akad dibacakan oleh tim MMS (Mobile Marketing Syariah),


dan diikuti oleh Nasabah yang mengajukan pembiayaan, yang menjadi saksi
adalah anggota grup/kelompok Nasabah PMD, kemudian tim MMS bertanya
kepada grup/kelompok sentra anggota/Nasabah PMD yang menjadi saksi
102

“Apakah sah?”, dan dijawab oleh saksi “Sah”. Maka ijab qabul dikatakan
terlaksana.
Selanjutnya adalah penandatanganan Akad dan pencairan serta
penyerahan dana pembiayaan kepada Nasabah. Akad yang digunakan adalah
akad murabahah dan wakalah. Karena objek pembiayaan yang diakadkan
berupa uang, yang harus dibelanjakan barang sesuai permohonan perjanjian
yang tertuang dalam form AP3R. Setelah akad ditandatangani oleh Nasabah
dan pihak Bank, Akad pembiayaan difoto copy yang asli untuk file Bank dan
copyannya untuk Nasabah. Sedangkan untuk surat kuasa adalah
pendelegasian wewenang dari pejabat yang berwenang kantor pusat BTPN
Syariah, kepada WMS/MS untuk menandatangani akad pembiayaan dengan
Nasabah, berdasarkan kesepakatan atas pembiayaan antara pihak Bank
dengan Nasabah (berfungsi sebagai ijab qabul) yang dibuat secara tertulis
sebagai bukti kesepakatan yang diberikan oleh Bank. Jika tidak dilakukan
penandatanganan akad, maka Bank tidak memiliki bukti tertulis telah
memberikan pembiayaan sehingga resiko yang muncul adalah Bank tidak
dapat menuntut pembayaran angsuran, akibatnya resiko pembiayaan akan
menjadi tanggungjawab pribadi dari pembina sentra. Oleh sebab itu team
MMS harus memastikan bahwa akad ditandatangani oleh pihak Bank dan
Nasabah.
Setelah Akad pencairan dilaksanakan, atau Nasabah mendapatkan
Pembiayaan Paket Masa Depan (PMD), dalam jangka waktu 2 (dua) minggu
kemudian Pembina Sentra akan melakukan Maintenance Nasabah yang
meliputi dua hal, yaitu Pertemuan Rutin Sentra (PRS) dan Monitoring Usaha
(MU) setelah dilakukan pencairan. Pertemuan Rutin Sentra (PRS)
dilaksanakan untuk membayar angsuran yang harus dibayarkan oleh Nasabah
setiap dua minggu sekali dan memastikan pembayaran angsuran lancar, dan
memonitoring usaha Nasabah hanya untuk memastikan kebenaran usaha yang
dilakukan Nasabah.
103

Berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis dilapangan, dari Akad


yang telah dilaksanakan diatas, Akad Pembiayaan atau ijab qabul Paket Masa
Depan (PMD) dikatakan “Sah” secara hukum. Menurut penulis Akad ini
merupakan salah satu bentuk natural certainty contract (yakni memberikan
kepastian pembiayaan baik dari segi jumlah maupun waktu, cash flownya bisa
diprediksi dengan relatif pasti, karena sudah disepakati oleh kedua belah
pihak yang bertransaksi diawal akad). Dikategorikan sebagai natural
certainty contract karena dalam murabahah ditentukan berapa requaired rate
of profitnya (besarnya keuntungan yang disepakati).
Pada saat Pertemuan Rutin Sentra (PRS) dan Monitoring Usaha,
penulis tidak melihat adanya Monitoring Usaha lebih lanjut dari pihak Bank.
Dan pihak Bank tidak memonitoring pembelian barang yang diajukan
Nasabah dalam form perjanjian AP3R.
Hal ini terjadi pada salah satu nasabah atas nama Ibu Nonih
Purwaningsih. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan Penulis dengan
nasabah a/n Ibu Nonih Purwaningsih binaan MMS Pebayuran, di Desa
Karang Harja Kec.Pebayuran Kab. Bekasi pada saat melakukan Akad tidak
ada barang-barang yang diakadkan atau diperjual belikan, hanya ada
pemesanan barang yang tercantum didalam formulir Aplikasi Permohonan
Pembiayaan, setelah akad lalu pencairan dana.133 Tanpa adanya pengawasan
lebih lanjut dari pihak Bank. Contohnya salah satu formulir Aplikasi
Permohonan Pembiayaan & Pembukaan Rekening (AP3R), Kartu Angsuran
serta Buku Tabungan nasabah a/n Ibu Nonih Purwaningsih yang ditunjuk
sebagai Ketua Kelompok/Grup Sentra Pebayuran sekaligus binaan dari Mini
Marketing Sentra (MMS) Pebayuran, Bekasi, (AP3R Terlampir).
Ibu Nonih Purwaningsih merupakan nasabah existing (tetap) atau
Nasabah Top Up/Siklus Lanjutan yang berhak mengajukan permohonan
Pembiayaan Top Up/Siklus Lanjutan, karena sebelumnya pernah mendapat
pembiayaan PMD. Pada tanggal 27/02/2018 Ibu Nonih Purwaningsih

133
Hasil wawancara dengan nasabah a/n Ibu Nonih Purwaningsih, ketua kelompok/grup
sentra Pebayuran, pada hari Jumat, tanggal 24 Agustus 2018.
104

mengajukan permohonan Top Up/plafond pembiayaan sebesar Rp.


15.000.000 kepada Bank BTPN Syariah dengan jenis pemesanan barang yaitu
Kompor seharga Rp. 3.000.000, Rak Piring seharga Rp. 3.000.000, Kulkas
seharga Rp. 3.000.000, TV seharga Rp. 3.000.000 dan Mesin Cuci seharga
Rp. 3.000.000, yang tercantum didalam formulir. Pengajuan Permohonan
Pembiayaan Ibu Nonih Purwaningsihpun disetujui oleh Bank BTPN Syariah
berdasarkan syarat dan ketentuan yang berlaku. Permohonan Pembiayaan Ibu
Nonih Purwaningsih disetujui sebesar Rp. 15.000.000, dengan margin Rp.
4.500.000 dan terhitung hutang Rp. 19.500.000, waktu/tenor cicilan selama
50 minggu / 12 bulan dengan 25 kali angsuran sebesar Rp. 780.000. Dapat
diilustrasikan dalam proses pembiayaan murabahah yang terjadi pada Ibu
Nonih Purwaningsih diatas sebagai berikut:
Gambar 4.2 Ilustrasi Praktek Pembiayaan PMD di BTPN Syariah

3. Pelaksanaan Akad Pembiayaan Murabahah

4. Bayar Secara Angsuran


Nasabah Bank BTPN
1. Aplikasi Permohonan Pembiayaan Syariah

2. Analisis Kelayakan Pembiayaan

Keterangan:
1. Nasabah mengajukan aplikasi dan mengisi formulir permohonan
pemesanan barang dan pembiayaan murabahah kepada Bank Syariah.
2. Bank Syariah menganalisa kelayakan nasabah untuk memperoleh fasilitas
pembiayaan murabahah.
3. Jika layak, Bank Syariah dan nasabah menandatangani Akad Pembiayaan
Murabahah dan melakukan pencairan dana.
4. Nasabah membayar hutang secara mengangsur.
105

Dari kasus Ibu Nonih diatas dapat disimpulkan bahwa objek yang
diakadkan dalam pembiayaan PMD dalam bentuk uang, bukan barang,
margin yang dihitung berdasarkan plafond dan bukan berdasarkan harga
barang serta tidak ada pengawasan lebih lanjut setelah pencairan pembiayaan,
dan tidak. Apakah Nasabah benar-benar membeli barang yang diajukan atau
tidak, dan pihak Bank tidak meminta bukti kuitansi/transaksi pembelian
barang. Yang ditekankan pihak Bank kepada Nasabah hanya memastikan
agar pembayaran angsuran Nasabah berjalan lancar dalam Pertemuan Rutin
Sentra (PRS) setiap dua minggunya. Peran Bank dalam pembiayaan
murabahah disini tidak memiliki barang, dan Bank tidak ingin mengambil
resiko. Hal inilah yang menyebabkan tidak konsistennya hukum akad
murabahah yang diterapkan di Bank BTPN Syariah. Sehingga terdapat
kerancuan hukum didalam Akad Murabahah itu sendiri.
Untuk memberikan pemahaman yang lebih komprehensif dalam
perhitungan pembiayaan Paket Masa Depan di Bank BTPN Syariah, berikut
contoh pembiayaan yang ditemukan penulis dalam kasus Ibu Suherti yang
sama halnya seperti kasus Ibu Nonih diatas dapat dilihat sebagai berikut:134
Ibu Suherti sebagai nasabah BTPN Syariah mengajukan pembiayaan
gerobak mie ayam seharga Rp. 1.500.000,-. Pihak Bank menyetujui dengan
syarat down payment 0%, jangka waktu 12 bulan, margin keuntungan 30%
per tahun dan dicicil secara dua mingguan atau dua minggu sekali setiap
pertemuan secara sama (flat instailment). Berdasarkan nasabah atas nama Ibu
Suherti tersebut, transaksi pembiayaan murabahah dapat dihitung sebagai
berikut:
Harga perolehan barang = Rp. 1.500.000,-
Keuntungan BTPN Syariah = Rp. 450.000,- (dihitung dengan meng-
gunakan tabel dibawah ini)
Harga jual barang = Rp. 1.950.000,-
Uang muka dari nasabah = 0,00

134
Hasil wawancara dengan Bapak Imbang Jaya Trenggana, Div. Program daya, hari
Selasa, 02 Oktober 2018.
106

Piutang murabahah = Rp. 1.950.000,-


Cicilan per dua minggu = Rp. 78.000,-
Dari nasabah atas nama Ibu Suherti diatas dapat diketahui bahwa
Keuntungan BTPN Syariah sebesar Rp. 450.000,- dari harga gerobak mie
ayam sebesar Rp. 1.500.000,-. Dengan ketentuan margin 30%, sehingga yang
harus dibayarkan oleh Ibu Suherti kepada BTPN Syariah sebesar Rp.
1.950.000,- dengan jangka waktu 12 bulan, dengan cicilan per dua minggu
yang harus dibayarkan Ibu Suherti adalah Rp. 78.000,-.
Dalam tabel dibawah ini dapat dilihat perhitungan pembiayaan dari
Bank BTPN Syariah dengan perhitungan sebagai berikut:
Harga perolehan = Rp. 1.500.000,- Jangka waktu = 12 Bulan
Margin/Keuntungan = Rp. 450.000,- Margin/Keuntungan= 30%
Harga jual Bank = Rp. 1.950.000,- per tahun
DP = - (0% dari harga perolehan)
Total piutang murabahah = Rp. 1.950.000,- (pokok+margin)
Piutang pokok = Rp. 1.500.000,- Total: Rp. 1.950.000,-
Angsuran per bulan = Rp. 78.000,-
107

Adapun perhitungan pembiayaan Paket Masa Depan (PMD) dalam


kasus Ibu Suherti diatas dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 4.3 Perhitungan Pembiayaan Murabahah
Angsuran Piutang Murabahah Saldo Piutang Murabahah
Angsuran Untuk Porsi Porsi Total Porsi Porsi Total
(a) Pokok (b) Margin (c) Angsuran Pokok (e) Margin (f) Saldo (g)
(d)
0 1,500,000 450,000 1,950,000
1 46,064 31,936 78,000 1,453,000 418,064 1,872,000
2 47,044 30,956 78,000 1,406,892 387,108 1,794,000
3 48,046 29,954 78,000 1,358,846 357,154 1,716,000
4 49,069 28,931 78,000 1,309,778 328,222 1,638,000
5 50,114 27,886 78,000 1,259,664 300,336 1,560,000
6 51,181 26,819 78,000 1,208,483 273,517 1,482,000
7 52,270 25,730 78,000 1,156,213 247,787 1,404,000
8 53,383 24,617 78,000 1,102,830 223,170 1,326,000
9 54,520 23,480 78,000 1,048,311 199,689 1,248,000
10 55,680 22,320 78,000 992,630 177,370 1,170,000
11 56,866 21,134 78,000 935,764 156,236 1,092,000
12 58,077 19,923 78,000 877,688 136,312 1,014,000
13 59,313 18,687 78,000 818,374 117,626 936,000
14 60,576 17,424 78,000 757,798 100,202 858,000
15 61,866 16,134 78,000 695,933 84,067 780,000
16 63,183 14,817 78,000 632,750 69,250 702,000
17 64,528 13,472 78,000 568,222 55,778 624,000
18 65,902 12,098 78,000 502,320 43,680 546,000
19 67,305 10,695 78,000 435,014 32,986 468,000
20 68,738 9,262 78,000 366,276 23,724 390,000
21 70,202 7,798 78,000 296,075 15,925 312,000
22 71,696 6,304 78,000 224,378 9,622 234,000
23 73,223 4,777 78,000 151,156 4,844 156,000
24 74,782 3,218 78,000 76,374 1,626 78,000
25 76,374 1,626 78,000 0 0 0
26 (0) (0) - 0 (0) 0

Berdasarkan perhitungan tabel diatas dari pembiayaan nasabah atas


nama Ibu Suherti untuk pembiayaan gerobak mie ayam dapat disimpulkan
bahwa pembiayaan yang diberikan Bank BTPN Syariah sebesar Rp.
1.500.000,- dapat dilihat dari kolom tabel porsi pokok (e), dengan porsi
margin (f) sebesar Rp. 450.000,- dari besaran pembiayaan porsi pokok atau
margin 30%, sehingga total saldo yang harus dibayarkan Ibu Suherti kepada
pihak Bank sebesar Rp. 1.950.000,-, selama 12 bulan dengan 24 kali
angsuran, dengan total angsuran (d) tiap dua minggu Rp. 78.000,- setiap per
dua minggu sekali. Dan berdasarkan tabel pembiayaan murabahah diatas
dapat dikatakan bahwa Ibu Suherti akan mampu menyelesaikan angsuran
108

selama 24 kali dalam 12 bulan terlihat pada kolom angsuran (a) baris ke-24,
dan terlihat di kolom total saldo (g) baris ke-24 sebesar Rp. 0,-. Dan di kolom
angsuran (a) baris ke-25, Ibu Suherti dinyatakan sudah tidak memiliki tagihan
di Bank BTPN Syariah.
Dari kasus pembiayaan Ibu Suherti diatas dapat disimpulkan bahwa
objek yang diakadkan dalam pembiayaan PMD sama halnya dengan Ibu
Nonih yaitu objek yang diakadkan dalam bentuk uang, bukan barang, margin
yang dihitung berdasarkan plafond dan bukan berdasarkan harga barang serta
tidak ada pengawasan lebih lanjut setelah pencairan pembiayaan.

B. Analisis Kesesuaian Hukum Akad Produk Pembiayaan PMD di Bank


BTPN Syariah
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Imbang Jaya Trenggana,
Div. Program Daya, pada tanggal 02 Oktober 2018, adapun landasan hukum
yang digunakan BTPN Syariah dalam Akad Pembiayaan Paket Masa Depan
(PMD) adalah Fatwa DSN-MUI No. 4/DSN-MUI/IV/2000 tertanggal 1 April
2000 dari point 1 sampai dengan point 7. Serta landasan hukum yang
digunakan adalah Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 9/19/PBI/2007
Tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam kegiatan penghimpunan dana dan
penyaluran dana serta pelayanan jasa Bank Syariah, tertanggal 17 Desember
2007.
Fatwa DSN MUI No.4/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah yang
digunakan BTPN Syariah dalam Paket Masa Depan adalah sebagai berikut:135
1. Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba.
2. Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh Syariah Islam.
3. Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah
disepakati kualifikasinya.
4. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama Bank sendiri,
dan pembelian ini harus sah dan bebas riba.

135
Buku Panduan Paket Masa Depan, hal. 35.
109

5. Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian,


misalnya jika pembelian dilakukan secara utang.
6. Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan)
dengan harga jual senilai harga beli plus keuntungannya. Dalam kaitan ini,
Bank harus memberi tahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah
berikut biaya yang diperlukan.
7. Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada
jangka waktu tertentu yang telah disepakati.
Dari Fatwa DSN MUI No. 4/DSN-MUI/IV/2000 yang digunakan
BTPN Syariah diatas ada beberapa point yang tidak digunakan dan
dilaksanakan yaitu point ke-8 dan point ke-9. Dimana point ke-8 dan ke-9
mengatakan:
8. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut,
pihak Bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah.
9. Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari
pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang,
secara prinsip menjadi milik Bank.
Dalam penggunaan Fatwa DSN MUI No.4/DSN-MUI/IV/2000
tentang murabahah Bank BTPN Syariah dalam produk Pembiayaan Paket
Masa Depan (PMD) tidak konsisten dan tidak menyeluruh dalam
menggunakan fatwa DSN yang diterapkan dalam pembiayaan paket Masa
Depan. Terutama dalam hal status kepemilikan barang atau objek yang di
Akadkan. Dalam praktiknya Akad pembiayaan Paket Masa Depan (PMD)
melaksanakan Akad tanpa adanya kepemilikan barang. Ditegaskan dalam
Fatwa DSN-MUI No.4/DSN-MUI/IV/2000 tentang murabahah dalam
ketentuan umum point ke-9 bahwa “Jika Bank hendak mewakilkan kepada
Nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah
harus dilakukan setelah barang, secara prinsip menjadi milik Bank”.
Berdasarkan temuan masalah dilapangan, penulis menemukan
beberapa indikator pemasalahan, salah satunya yaitu status kepemilikan
barang yang dijadikan objek akad. Pada pelaksanaan Akad pembiayaan
110

dilapangan, objek yang diakadkan hanya dalam bentuk uang, dan tidak
adanya status kepemilikan barang. Menurut penulis hal ini bertentangan
dengan Fatwa DSN MUI No. 4 tahun 2000. Seharusnya sebelum
melaksanakan Akad pembiayaan baik pihak BTPN Syariah dan Nasabah
harus melakukan pembelian barang terlebih dahulu jika menggunakan Akad
Wakalah. Setelah barang sudah menjadi milik Bank, maka dapat dilaksanakan
Akad Murabahah.
Dari penelitian yang dilakukan penulis dilapangan, penulis
menemukan beberapa indikator permasalahan, hal tersebut dapat terlihat dari
prosedur Akad Pembiayaan yang dilaksanakan pada produk pembiayaan
Paket Masa Depan (PMD), yaitu:
1. Nasabah tidak paham terhadap Produk Pembiayaan Paket Masa Depan
(PMD) di Bank BTPN Syariah yang mana didalamnya menggunakan akad
murabahah, yang mereka ketahui hanya membutuhkan pinjaman uang dan
kapan mereka harus membayar.
2. Pada saat Pelatihan Dasar Keanggotaan menyatakan bahwa PMD terdiri
dari pinjaman dasar (pembiayaan modal usaha), pinjaman perumahan, dan
pinjaman untuk pendidikan. Sedangkan dalam Ekonomi Syariah tidak ada
pinjaman melainkan pembiayaan.
3. Menentukan Plafond pembiayaan, dimana margin/keuntungan berdasarkan
plafond yang ditawarkan pada Nasabah. Sedangkan didalam Ekonomi
Syariah perhitungan margin/keuntungan akad murabahah harus
berdasarkan harga barang.
4. Landasan hukum Fatwa DSN MUI NO.4/DSN-MUI/IV/2000 tentang
Murabahah berdasarkan Ketentuan Umum yang digunakan dalam produk
Paket Masa Depan (PMD) di BTPN Syariah tidak menyeluruh.
Pembiayaan Paket Masa Depan (PMD) di BTPN Syariah hanya
menggunakan 7 (tujuh) point saja, yaitu point ke-1 sampai dengan point
ke-7, sedangkan point ke-8 dan point ke-9 tidak digunakan.
5. Pelaksanaan Akad pembiayaan Paket Masa Depan (PMD) menggunakan
Akad wakalah murabahah, pada saat Akad, objek yang di Akadkan dalam
111

bentuk uang yang diberikan langsung kepada Nasabah untuk membeli


barang. Seharusnya, Akad pembiayaan dilaksanakan apabila barang sudah
ada/sudah dibeli dan sudah menjadi milik Bank. Jika Nasabah yang
membeli barang maka harus dibuktikan dengan adanya bukti kuitansi
pembelian barang pada saat Akad dilakukan. Dapat dikatakan bahwa Bank
sangat berhati-hati dan tidak ingin mengambil resiko, dengan tidak adanya
kepemilikan barang oleh pihak Bank.
6. Penempatan akad pembiayaan yang kurang tepat dalam Produk
Pembiayaan Paket Masa Depan (PMD) di Bank BTPN Syariah, karena
akad murābahah merupakan salah satu dari bentuk jual beli, sehingga akad
ini hanya berlaku pada praktek jual beli saja bukan untuk modal usaha.
7. Dalam akad Produk Pembiayaan Paket Masa Depan (PMD) di Bank BTPN
Syariah tidak ada komoditas barang yang dibeli, maka tidak ada bedanya
keuntungan murabahah atau margin yang terdapat dalam akad Produk
Pembiayaan Paket Masa Depan (PMD) dengan bunga pada Bank
Konvensional.

Berdasarkan indikator temuan masalah diatas penulis menyimpulkan


bahwa praktek Akad Pembiayaan Paket Masa Depan (PMD) di Bank BTPN
Syariah tidak konsisten terhadap landasan hukum yang digunakan yaitu
Fatwa DSN-MUI No 04/DSN-MUI/IV/2000 bahwa murabahah didefinisikan
sebagai kegiatan menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya
kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai
laba.136 Bank wajib menyediakan barang nasabah dalam akad pembiayaan
murabahah, apabila bank tidak memiliki barang yang dibutuhkan nasabah
maka bank dapat melakukan murabahah dengan pesanan, yaitu membeli
terlebih dahulu barang kebutuhan nasabah dari toko/supplier kemudian
menjualnya kembali pada nasabah dengan mengambil keuntungan dari harga

136
Dewan Syariah Nasional MUI dan Bank Indonesia, Himpunan Fatwa Dewan Syariah
Nasional MUI Cet. 3, Jakarta: CV. Gaung Persada, 2006, hlm. 24-25.
112

pokok ditambah dengan margin yang didapat dari selisih penjualan barang
tersebut.
Dalam perspektifnya hukum perbankan syariah harus memenuhi
rukun dan syarat murabah. Secara umum, jual beli terpaku pada akad yang
intinya ijab kabul dan kerelaan kedua belah pihak. Apabila terpenuhi, maka
jual beli tersebut sudah terlaksana dan sah. Untuk itu peneliti memberikan
saran, jika Bank BTPN Syariah menggunakan akad wakalah murabahah,
maka Bank harus mengawasi dan meminta bukti pembelian barang kepada
nasabah setelah akad pembiayaan dilakukan. Berdasarkan teori Bagya Agung
Prabowo dalam bukunya yang berjudul Aspek Hukum Pembiayaan
Murabahah Pada Perbankan Syariah tentang pembiayaan melalui
wakalah/mewakilkan, dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 4.3 Mekanisme Pembiayaan Melalui Wakalah/Perwakilan

Keterangan:
1. Nasabah membutuhkan barang namun tidak/belum mempunyai dana tunai
kemudian mengajukan pembiayaan murabahah pada Bank Syariah setelah
nasaba memenuhi persyaratan pengajuan permohonan, terjadi negosisasi
margin antara nasabah dengan Bank.
113

2. Setelah proses negosiasi dan terjadi kesepakatan bersama maka terjadi


akad wakalah.
3. Setelah melakukan akad wakalah maka melakukan akad murabahah.
4. Bank menyerahkan dana dan menguasakan pembelian barang kepada
nasabah yang disebut akad wakalah.
5. Pembelian barang dilakukan oleh nasabah setelah mendapatkan
pembiayaan dari Bank.
6. Penyerahan/pengiriman barang dari supplier kepada nasabah, dalam hal ini
tidak perlu harus melalui Bank tetapi langsung kepada nasabah, kecuali
diperjanjikan lain.
7. Setelah nasabah menerima barang dari supplier kemudian nasabah
menyerahkan bukti pembelian barang kepada Bank.
8. Nasabah akan membayar atau mengembalikan dana berupa harga pokok
ditambah dengan margin keuntungan yang telah disepakati baik secara
sekaligus saat jatuh tempo maupun secara angsuran.
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas dapat disimpukan bahwa peran
Bank dalam pembiayaan murabahah lebih tepat digambarkan sebagai
pembiaya dan bukan penjual barang, karena Bank tidak memiliki barang tidak
pula mengambil resiko atasnya. Kerja Bank hampir semuanya hanya terkait
dengan penanganan dokumen-dokumen. Kontrak murabahah umumnya
ditandatangani sebelum Bank mendapat barang yang dipesan oleh nasabah,
dalam kontrak tersebut nasabahlah yang harus berhati-hati dan mematuhi
hukum dan aturan yang terkait dengan pengiriman barang, rasio laba, dan
spesifikasi yang benar. Nasabah sendirilah yang menanggung semua
tanggung jawab atas denda atau sanksi hukum yang diakibatkan dari
pelanggaran hukum tersebut. Bank tidak berkeinginan memikul
tanggungjawab yang terkait dengan barang, karena itu segala resiko yang
terkait dengannya yang secara teoritis harus ditanggung Bank, secara efektif
telah terhindarkan. Nasabah menyelesaikan kerugian tersebut bukan dengan
Bank akan tetapi dengan pihak supplier.
114

Untuk itu, jika Bank BTPN Syariah dalam produk Pembiayaan Paket
Masa Depannya (PMD) menggunakan akad wakalah murabahah kepada
nasabah untuk membeli barang sendiri, maka Bank BTPN Syariah selaku
penyedia dana harus melakukan pengawasan dan meminta bukti pembelian
barang kepada nasabah, agar terhindar dari kebohongan nasabah dalam
penggunaan dana pembiayaan yang diberikan oleh Bank sehingga akad yang
dilakukan tepat sasaran sebagaimana yang diajukan didalam formulir
Aplikasi Permohonan Pembiayaan dan Pembukaan Rekening (AP3R) dan
terhindar dari kerancuan hukum sehingga akad wakalah murabahah dapat
sejalan dengan ketentuan syariah.
115

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Bank BTPN Syariah dalam produk pembiayaannya yaitu Paket Masa
Depan (PMD), dalam prakteknya menggunakan akad murabahah. Bank
BTPN Syariah meggunakan akd wakalah murabahah atau memberikan kuasa
kepada nasabah untuk membeli barang sendiri (wakalah). Dalam prakteknya
terdapat beberapa indikator ketidak sesuaian Hukum antara Hukum Ekonomi
Syariah dalam hal ini Fatwa DSN-MUI No.4 Tahun 2000 Tentang
Murabahah dan praktiknya pada akad Murabahah yang terdapat dalam
Pembiayaan Paket Masa Depan (PMD) di Bank BTPN Syariah, terutama
mengenai hal status kepemilikan barang yang di akadkan yang belum menjadi
milik Bank dan hal tersebut bertentangan dengan Fatwa DSN dan bisa
dipastikan akad Muarabahah yang dipraktikan mengarah kepada Riba.
Hal tersebut dapat terlihat dari persoalan-persoalan Bank yang belum
memiliki barang, sedangkan syarat kepemilikan merupakan hal yang paling
mutlak dalam jual beli. Maka dapat dipastikan praktek murābahah tersebut
adalah batil secara syariah karena tidak memenuhi rukun dan syarat.

B. Saran
Saran untuk Produk Pembiayaan Paket Masa Depan (PMD) di bank
BTPN Syariah:
1. Bank haruslah memiliki barang yang diakadkan dan jika
menggunakan akad wakalah maka Bank harus melakukan monitoring
atau pengawasan terhadap nasabah didalam pembelian barang.
2. Jika menggunakan akad wakalah, maka Bank harus meminta bukti
ttransaksi pembelian barang kepada nasabah.
3. Bank harus konsisten dengan peraturan hukum yang dibuat oleh pihak
Bank itu sendiri dan Dewan Pengawas Syariah harus mengawasi
operasional Perbankan.
DAFTAR PUSTAKA

A. Buku
Abd al-Hamid al-Syarwaniy, Hawasyiy al-Syarwaniy, (Beirut: Dar al-
Fikr, t.th.).
Abdullah bin Ahmad bin Qudamah, al-Mughniy. 1405 H. Beirut: Dâr
al-Fikr.
Abdurrahman Ghazaly. 2015. Fiqh Muamalat. Jakarta: Kencana.
Abd al-Rahman Al-Jaziri. 1999. Kitab Al-Fiqh „Ala Madzahib Al-
Arba‟ah, Jil II. Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah.
Abd al-Salam bin ‘Abdillah bin Abi al-Qasim bin Taymiyyah al-
Haraniy. 1404 H. al-Muharrar fi al-Fiqh. Riyadh: Maktabah al-Ma’arif.
Abdullah bin Muslim bin Qutaybah al-Daynuriy Abu Muhammad.
1397 H. Gharib al-Hadîts (al-Gharib li Ibn Qutaybah). Baghdad: Mathba’ah
al-‘Aniy.
Abi Abdillah Muhammad bin Idris al-Syâfi'iy. 1961. al-Umm. Kairo:
Maktabah Kulliyah al Azhariyah.
Abu Bakar 'Abd al-Razzaq bin Humam al-Shan'aniy. 1403
H. Mushnaf 'Abd al-Razzaq. Beirut: al-Maktab al-Islamiy.
Ahmad bin al-Husayn bin 'Ali bin Musa Abu Bakar al-Bayhâqiy
(disebut: al-Bayhâqiy). 1994. Sunan al-Bayhaqiy al-Kubra. Makkah al-
Mukarramah: Maktabah Dâr al-Baz.
Akad Pembiayaan Murabahah Dan ketentuan Umum Pebukaan
Rekening Wadi’ah, terdapat dalam aplikasi Permohonan Pembiayaan Dan
Pembukaan rekening Bank BTPN Syariah.
Ala` al-Din al-Kasaniy (disebut: al-Kasaniy). 1982. Bada'i` al-
Shana'i`. Beirut: Dar al-Kitab al-'Arabiy.
Ali bin Muhamamd bin 'Ali al-Jurjaniy. 1405 H. al-Ta'rifat. Beirut:
Dar al-Kitab al-'Arabiy.
Ali, Zainuddin. 2008. Hukum Perbankan Syariah.Jakarta: Sinar
Grafika.
Antonio, Muhammad Syafii. 2001. Bank Syariah Dari Teori ke
Praktik. Jakarta: Gema Insani.
Arifin, Zainul. 2001. Memahami Bank Syari‟ah: Lingkup, Peluang,
Tantangan dan Prospek. Jakarta: Alvabet.
Ash Shawi, Shalah ash-Shawi, Abdullah al-Muslih. 2008. Fiqih
Ekonomi Keuangan Islam. Jakarta: Darul Haq.
Asyraf Thaha Abu Dahab. 2002. al-Mu‟jam al-Islāmy; al-Jawānib ad-
Dīniyyah wa as-Siyāsiyyah wa al-Ijtimā‟iyyah wa al-Iqtishādiyyah. Kairo:
Dār asy-Syurūq.
As-Saa’di, Syekh Abdurrahman, dkk. 2008. Fiqih Jual Beli Panduan
Praktis Bisnis Syariah. Arab saudi: Maktabah Madinah.
Ash Shiddiqy, Teungku Muhammad Hasbi. 1997. Hukum-hukum Fiqh
Islam (tinjauan antar madzhab). Semarang: Pustaka Rizki Putra.
Buku Panduan Paket Masa Depan BTPN Syariah.
Burhanuddin Susanto. 2008. Hukum Perbankan Syariah di Indonesia.
Yogyakarta: UII Press.
Divisi Pengembangan Produk dan Edukasi Departemen Perbankan
Syariah Otoritas Jasa Keuangan, Buku Standar Produk Perbankan Syariah
Murabahah. 2016. Jakarta.
Fuad Sarthawy. 2004. at-Tamwīl al-Islāmī wa Daur al-Qithā‟ al-
Khāsh, cet.1. Jordan: Dār al-Masīra,tt.
Ghazali, Abdul Rahman, Ghufron Ihsa, Sapiudin Shidiq. 2010. Fiqih
Muamalat. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Hakim, Cecep Maskanul. 2011. Belajar Mudah Ekonomi Islam:
Cacatan Kritis Terhadap Dinamika Perkembangan Perbankan Syariah
Indonesia. Tanggerang: Shuhuf Media Insani.
Hamud, Sami Hasan. 1992. Tathwîr al- A‟mâl al-Mashrafiyah Bimâ
Yattafiq al-Syarî ‟ ah al-Islâmiyah. Aman: Mathba’ah al-Syarq.
Ibrahim bin 'Ali bin Yusuf al-Fayruz Abadi al-Syiraziy (disebut al-
Syiraziy). al-Muhadzdzab. (Beiru: Dar al-Fikr, t.th.).
Imam Al-Hanafi Abu Isa Muhammad bin Isa bin surah At Tirmidzi.
1992. Terjemahan Sunan At Tirmidzi. Semarang: CV Asyifa.
Imam al-Nawawi. 1997. Muhadzzab Jilid. III. Beirut: Dar al-Fikr.
Karim, Adi Warman Azwar. 2003. Bank Islam, analisis fiqh dan
keuangan. Jakarta: IIIT Indonesia.
Karim, Adiwarman A. 2006. Bank Islam Analisis Fiqih dan
Keuanagan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Maksum, Muhammad. 2013. Fatwa Ekonomi Syariah Di Indonesia,
Malaysia, Dan Timur Tengah. Jakarta: Badan Litbang dan Diklat
Kementerian Agama RI.
Manan, Abdul. 2012. Hukum Ekonomi Syariah Dalam Perspektif
Kewenangan Peradilan Agama. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Marzuki, Peter Mahmud. 2016. Penelitian Hukum Edisi Revisi.
Jakarta: Prenada Media Group.
Muhammad. 2000. Sistem dan Prosedur Operasional Bank Syari‟ah.
Yogyakarta: UII Press.
Muhammad. 2005. Manajemen Dana Bank Syariah. Yogyakarta:
Ekonosia.
Muhammad bin ‘Abd al-Rahman al-Maghribiy Abu ‘Abdillah. 1398
H. Mawahib al-Jalil. Beirut: Dar al-Fikr.
Muhammad bin 'Abd al-Wahid al-Siwasiy (populer dengan sebutan
Ibn Hummam), Syarh Fath al-Qadir, (Beirut: Dâr al-Fikr, t.th.).
Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Rusyd, Bidayah al-
Mujtahid, (Beirut: Dar al-Fikr, t.th.).
Muhammad bin Yazid Abu 'Abdillah al-Qazwaniy (disebut Ibn
Mâjaħ). Sunan Ibn Mâjaħ. Beirut: Dar al-Fikr, t.th.
Muhammad bin Yusuf bin Abi al-Qasim al-‘Abdariy Abu ‘Abdillah.
1398 H. al-Taj wa al-Iklil. Beirut: Dar al-Fikr.
Muhammad Ibn Mukarram Ibn Mandzur. 1968. Lisan Al-„Arab.
Beirut: Dar Sadir al-Thaba’ah wa al-Nashr.
Muhammad Khathib al-Syarbayniy (disebut: al-Syarbayniy), Mughniy
al-Muhtaj, (Beirut: Dar al-Fikr, t.th.).
Muhammad Umer Chapra, Sistem Moneter Islam, Judul
Asli: Towards a Just Monetary System, Penerj.: Ikhwan Abidin Basri. 2000.
Jakarta: Gema Insani Press dan Tazkia Cendekia.
Mujib, Abdul, et. Al. 1994. Kamus Istilah Fiqh, Jakarta: PT Pustaka
Firdaus.
Munawir, Ahmad Wanson. 1997. Al Munawir Kamus Arab-Indonesia.
Surabaya: Pustaka Progesif.
Nurhasanah, Neneng dan Pandji Adam. 2017. Hukum Perbankan
Syariah Konsep Dan Regulasi. Jakarta: Sinar Grafika.
Prabowo, Bagya Agung. 2012. Asppek Hukum Pembiayaan
Murabahah Pada Perbankan Syariah. Yogyakarta: UII Press.
Qasim bin 'Abdillah bin Amir 'Ali al-Qawnuniy. 1406 H. Anis al-
Fuqaha`. Jedah: Dar al-Wafa`.
Rachmat Syafe‟i. 2001. Fiqih Muamalah. Bandung: Cv Pustaka Setia.
Rafiq Yunus al-Misri. 1999. Ushul al-Iqtishad al-Islami. Damaskus:
Dar al-Qalam.
Rahman Yudistiawan. 2013. Hukum Perbankan Syariah di Indonesia.
Wordpress.
Rusyid, Ibnu. 1990. Terjemahan Bidayatul Mujtahid Jilid 3.
Semarang: CV. Asyifa
Sabiq, Sayyid. 1988. Fiqh Sunnah 11, Terj, Kamaludin A
Marzuki. Fiqh Sunnah jilid 11. Bandung: Pustaka.
Saydiy Ahmad al-Dardir Abu al-Barakat, al-Syarh al-Kabir, (Beirut:
Dar al-Fikr, t.th.).
Saeed, Abdullah. 1996. Menyoal Bank Syariah, Kritik atas
Interpretasi Bunga Bank Kaum Neo-Revivalis, terj. Arif Maftuhin. Jakarta:
Paramadina.
Sohran, Sohari & Ru’fah Abdullah. 2011. Fiqh Muamalah. Bogor:
Ghali Indonesia Anggota Ikapi.
Sudarsono, Heri. 2003. Bank dan Lembaga Keuangan Syari‟ah.
Yogyakarta: Ekonsia.
Suhendi, Hendi. 2002. Fiqh Muamalah. Jakarta: PT Raja Grafindo.
Tim Pengembangan Perbankan Syariah Institut Bankir Indonesia.
2002. Konsep, Produk dan Implementasi Operasional Bank Syariah. Jakarta:
Djambatan.
Tim Redaksi Fokusmedia. 2009. Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah.
Bandung: Fokusmedia.
Triyanta, Agus. 2016. Hukum Perbankan Syariah (Regulasi,
Implementasi Dan Formulasi Kepatuhannya Terhadap Prinsip-Prinsip
Islam). Malang: Setara Press.
Warde, Ibrahim. 2009. Islamic Finance: Keuangan Islam dalam
Perekonomian Global, teremahanj. Andriyadi Ramli, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
Wahbah al-Zuhaili. 1997. Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu Jil. V.
Beirut: Dar Al-Fikr.
Wahbah Zuhaili. 2004. Al-Fiqh al-Islāmī wa Adillatuhu, cet. 4.
Damaskus: Dār al-Fikr.
Warkum Sumitro.1996. Asas-asas Perbankan Islam dan Lembaga-
lembaga yang terkait. Jakarta : PT.RajaGrafindo.
Wasilah, Sri Nurhayati Wasilah. 2008. Akutansi syari‟ah di Indonesia.
Jakarta: Salemba.
Wirdyaningsih, Karnaen Perwataatmadja, Gemala Dewi & Yeni
Salma Barlinti. 2007. Bank Dan Asuransi Islam Di Indonesia. Jakarta:
Kencana Prenada Media.
Wiroso. 2005. Jual Beli Murabahah. Yogyakarta: UII Press.
Zen Amiruddin. 2009. Ushul Fiqih, cet. 1. Yogyakarta: Teras.
Zubairi Hasan. 2009. Undang-Undang Perbankan SyariahTitik Temu
Hukum Islam dan Hukum Nasional. Jakarta: Rajawali Pers.
B. Tesis, Disertasi, Jurnal
Ali Ahmad Salus, al-Mu‟āmalāt al-Māliyah al-Mu‟āshirah fī Mīzān
al-Fiqh al-Islāmi, (Kuwait: Maktabah al-Falāh, 1986).
Abdurrauf. Al-Iqtishad, Vol IV. (Jakarta: UIN-Syarif Hidayatullah, 1,
Januari 2012). Jurnal yang berjudul: Penerapan Teori akad pada perbankan
syariah.
Ani Yunita, Problematika Status Kepemilikan Obyek akad
Pembiayaan Murabahah Pada Bank Syariah di Indonesia, 2017, Jurnal
Hukum Ekonomi Islam, Vol.1, No. 1, Mei 2017/1438 H. Diakses pada
tanggal 7 agustus 2018.
Claudia SH. “Pembiayaan Murabahah Bank Syariah Mandiri kepada
Usaha Kecil”, (Juni 2010), hlm. 7. Jurnal diakses pada tanggal 23 Desember
2017 dari http://lib.ui.ac.id.
Diunggah dari http://www.alsunnah.com dalam paket e-book; al-
Maktabah Syāmilah.
Fatḥ al-Qadir. Diunggah dari http://www.al-islam.com dalam paket e-
book; al-Maktabah Syāmilah.
Hassanain Haykal. Sistem Gramen Bank dalam Upaya Meningkatkan
Pangsa Pasar Wanita. Dialogi luridica Novemeber 2009, Vol, I No. 1.
Diakses pada tanggal 10 September 2018.
HR. Muslim. Abu Bakar Ahmad bin Husain bin Ali bin Abdullah bin
Musa Al-Khasrujurdi Al-Baihaqi, Ma‟rifatus-Sunan wal-Ātsār lil-Baiḥāqi,
juz. 9, hlm. 161. Diunggah dari http://www.alsunnah.com dalam paket e-
book; al-Maktabah Syāmilah.
Maisarah. ”Studi Perbandingan Pembiayaan Murabahah Pada Bank
Muamalat Dan Bank Syariah Mandiri Cabang Pekan Baru”, (2012),hlm. 9.
Jurnal diakses pada tanggal 11 Oktober 2017 dari http://repository.uin.-
suska.ac.id.
Muhammad Ali Fauzi et al, Problematika Pembiayaan Murabahah
Kepemilikan Rumah Pada Bank Syariah Mandiri, Jurnal Pascasarjanan UNS,
Vol III, No 2, Edisi Juli-Desember 2015.
N. Oneng Nurul Bariyah. Akad mu‟awadah dalam konsep fiqih dan
aplikasinya di bank syariah. Jurnal Al-Milal Jurnal Studi Ilmu Keislaman,
Volume 1, Nomor 1. Februari 2013. halaman 151, ISSN 2337-814X, hlm.3.
Diakses pada tanggal 15 Agustus 2018.
Ridha Kurniawan Adnans. “Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah
Pada Bank Syariah (Studi Terhadap Pembiayaan Rumah/Properti Pada Bank
BNI Syariah Cabang Medan”, (20 juli 2007), hlm. 4. Jurnal diakses pada
tanggal 23 oktober 2017 dari http://repository.usu.ac.id.
Rukhul Amin, Dinamika Penerapan Murabahah Dalam Sistem
Perbankan Syariah. Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah
Surabaya, Jurnal Perbankan Syariah Vol. 1 No. 1 Mei 2016 hlm.5. diakses
pada tanggal 14 agustus 2018.
Samarul Falah. ”Implementasi Hukum Kontrak Dalam Pembiayaan
Murabahah Pada Bank Muamalat Indonesia (BMI) Cabang Surakarta”.
(2010) hlm. 11. Jurnal ini diakses pada tanggal 2 November 2017 dari http://
digilib.uns.ac.id.
Samino Setiawan. “Biaya Administrasi Pembiayaan Di Bank Syariah
(Studi Bank Syarah di Daerah Istimewa Yogyakarta” (27 juli 2009), hlm. 4.
Jurnal ini diakses pada tanggal 27 oktober 2017 dari http://digilib.uin-
suka.ac.id.
Sofyan Sulaiman. Penyimpangan Akad Murabahah Pada Perbankan
Syariah di Indonesia, Iqtishodia Jurnal Ekonomi Syariah, Vol.1,No.2.
September 2016.

C. Peraturan Perundang-Undangan
Cholid Syamhudi. 2016. Beginilah Seharusnya Bank Syariah. Artikel
Kontemporer. Diakses pada tanggal 17 September 2017.
https://pengusahamuslim.com/5527-beginilah-seharusnya-bank-syariah.html.
Dewan Syariah Nasional MUI dan Bank Indonesia. 2006. Himpunan
Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI Cet. 3. Jakarta: CV. Gaung Persada.
Pasal 1 ayat (7) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang
perbankan Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4867).
Peraturan Bank Indonesia No. 7/46/PBI/2005 tentang Akad
Penghimpunan dan Penyaluran Dana bagi Bank yang melaksnakan kegiatan
usaha berdasarkan prinsip syariah BAB I Ketentuan Umum Pasal 1 Poin ke
7.
Peraturan Bank Indonesia Nomor: 9/19/PBI/2007, Dihimpun Oleh
Redaksi Sinar Grafika, Jakarta, Sinar Grafika, 2008.
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31/POJK.05/2014 Tentang
Penyelenggaraan Usaha Pembiayaan Syariah.
Undang-Undang Perbankan Syariah UU RI No. 21 Tahun 2008.
Jakarta: Sinar Grafika.
Undang-Undang Republik Indonesia N0.21 Tahun 2008, Dihimpun
Oleh Redaksi Sinar Grafika, Jakarta, Sinar Grafika, 2008.

D. Majalah/Artikel/ Website/Wawancara
Ah Azharuddin Lathif, Konsep Dan Aplikasi Akad Murabahah Pada
Perbankan Syariah Di Indonesia, Jurnal http://www.academia.edu/
6497439/Konsep_dan_Aplikasi_Akad_Murabahah_pada_Perbankan_Syariah
_di_Indonesia, dikases pada tanggal 15 November 2017, pukul 18.49 WIB.
Bank Indonesia, Sekilas Perbankan Syariah di Indonesia,
http://www.bi.go.id/id/perbankan/syariah/ Contents/Default.aspx diakses
tanggal 11 September 2017.
Estu suryowati, Alasan pembiayaan macet perbankan syariah cukup
tinggi. diakses pada tanggal 25 maret 2018
https://ekonomi.kompas.com/read/2017/04/28/222515226/ini.alasan.pembiay
aan. macet.perbankan.syariah.cukup.tinggi.
Hakim, al-Mustadrak ‘alā ash-Shaḥīḥain, juz 5, hlm. 254. Diunggah
dari http://www.alsunnah.com dalam paket e-book; al-Maktabah Syāmilah
https://www.btpnsyariah.com/tentang-kami/profil.html . diakses pada
tanggal 12 Agustus 2018.
Muhammad Syamsudin, Pegiat Kajian Fiqih Terapan dan Pengasuh
PP Hasan Jufri Putri P. Bawean, Kab. Gresik, Jatim. Diakses pada tanggal 12
Agustus 2018. http://www.nu.or.id/post/read/84936/akad-murabahah-dalam-
kajian-fiqih.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
PEDOMAN WAWANCARA

Produk Pembiayaan Paket Masa Depan (PMD) Dengan Akad Murabahah


Dalam Perspektif Hukum Ekonomi Syariah

Asssalamualaikum Wr. Wb.


Berikut ini adalah pedoman wawancara yang berkaitan dengan Produk
Pembiayaan Paket Masa Depan (PMD) di Bank BTPN Syariah, dibuat untuk
melengkapi tesis yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Hukum Ekomomi Syariah. Oleh karena itu saya memohon dengan
hormat atas kesediaan waktu Bapak/Ibu Staf Bank BTPN Syariah untuk
melakukan wawancara guna memperoleh kelengkapan data.

IDENTITAS RESPONDEN STAF BTPN SYARIAH


Nama :
Usia :
Jenis kelamin :
Jabatan :

Atas kesediaan Bapak/Ibu saya ucapkan terimakasih.


Wassalamualaikum Wr. Wb
DAFTAR PERTANYAAN

1. Apa yang ditawarkan Bank BTPN Syariah dalam Produk Pembiayaan Paket
Masa Depan (PMD) pada Masyarakat?
..........................................................................................................................
..........................................................................................................................
2. Siapa yang menjadi target atau sasaran dalam melakukan pemasaran produk
PMD di Bank BTPN Syariah?
........................................................................................................................
........................................................................................................................
3. Apa saja syarat untuk menjadi anggota/Nasabah PMD di Bank BTPN
Syariah?
..........................................................................................................................
..........................................................................................................................
4. Apakah terdapat proses seleksi dalam menentukan Nasabah atau anggota
PMD di Bank BTPN Syariah?
..........................................................................................................................
..........................................................................................................................
5. Bagaimana prosedur Akad pemberian pembiayaan PMD di Bank BTPN
Syariah?
........................................................................................................................
........................................................................................................................
6. Berapakah jumlah pembiayaan yang diberikan PMD di Bank BTPN Syariah
kepada anggota/Nasabah?
..........................................................................................................................
......................................................................................................................
7. Bagaimana perhitungan pembiayaan PMD di Bank BTPN Syariah?
........................................................................................................................
........................................................................................................................
8. Berapa lama waktu yang diberikan untuk melunasi Pembiayaan PMD di
Bank BTPN Syariah?
........................................................................................................................
.......................................................................................................................
9. Adakah pelatihan atau penyuluhan mengenai materi PMD terlebih dahulu
kepada calon Nasabah PMD di Bank BTPN Syariah?
........................................................................................................................
........................................................................................................................
10. Akad apa yang digunakan dalam Produk Pembiayaan Paket Masa Depan
(PMD)?
........................................................................................................................
.....................................................................................................................
11. Bagaimana proses atau tahapan Akad dalam Pembiayaan PMD di Bank
BTPN Syariah?
........................................................................................................................
........................................................................................................................
12. Apakah akad yang diterapkan dalam Produk Pembiayaan PMD sesuai
dengan ketentuan Syariah?
........................................................................................................................
........................................................................................................................
13. Apakah objek yang di Akadkan dalam bentuk uang atau barang yang
dipesan oleh Nasabah PMD?
........................................................................................................................
........................................................................................................................
14. Pada saat Akad apakah objek yang di Akadkan sudah menjadi milik Bank
BTPN Syariah?
........................................................................................................................
........................................................................................................................
15. Apa landasan Hukum yang digunakan Bank BTPN Syariah dalam Produk
Pembiayaan PMD?
........................................................................................................................
........................................................................................................................
16. Bagaimana proses Pencairan Pembiayaan PMD di Bank BTPN Syariah?
........................................................................................................................
........................................................................................................................
17. Bagaimana proses pembayaran angsuran Pembiayaan PMD di Bank BTPN
Syariah?
........................................................................................................................
........................................................................................................................
18. Adakah Monitoring Usaha dari Bank BTPN Syariah kepada Nasabah PMD?
........................................................................................................................
.......................................................................................................................
19. Bagaimana Penanganan dan penyelesaian Pembiayaan bagi Nasabah yang
bermasalah?
........................................................................................................................
........................................................................................................................
20. Adakah kendala didalam melakukan Praktek Akad Pembiayaan PMD di
Bank BTPN Syariah?
........................................................................................................................
........................................................................................................................

Bekasi, ..................................
Staff BTPN Syariah

(............................................)
PEDOMAN WAWANCARA

Produk Pembiayaan Paket Masa Depan (PMD) Dengan Akad Murabahah


Dalam Perspektif Hukum Ekonomi Syariah

Assalamualaikum Wr. Wb.


Berikut ini adalah pedoman wawancara yang berkaitan dengan Produk
Pembiayaan Paket Masa Depan (PMD) di Bank BTPN Syariah, dibuat untuk
melengkapi tesis yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Hukum Ekomomi Syariah. Oleh karena itu saya memohon dengan
hormat atas kesediaan waktu Ibu sebagai Nasabah/Anggota Produk Pembiayaan
Paket Masa Depan (PMD) di Bank BTPN Syariah untuk melakukan wawancara
guna memperoleh kelengkapan data.

IDENTITAS RESPONDEN NASABAH BTPN SYARIAH

Nama :
Usia :
Jenis kelamin :
Status :
Pekerjaan :

Atas kesediaan Ibu saya ucapkan terimakasih.


Wassalamualaikum Wr. Wb.
DAFTAR PERTANYAAN

1. Apa yang anda ketahui tentang Produk Pembiayaan Paket Masa Depan
(PMD) di Bank BTPN Syariah?
.............................................................................................................................
............................................................................................................................
2. Apa jenis pembiayaan yang diberikan Bank BTPN Syariah?
.............................................................................................................................
...........................................................................................................................
3. Produk apa saja yang ditawarkan Bank BTPN Syariah kepada masyarakat?
.............................................................................................................................
..........................................................................................................................
4. Bagaimana pendapat anda tentang hadirnya Produk Pembiayaan Paket Masa
Depan (PMD) dikalangan masyarakat?
.............................................................................................................................
...........................................................................................................................
5. Apa tujuan anda mengajukan Permohonan Pembiayaan Paket Masa Depan
(PMD)?
.............................................................................................................................
...........................................................................................................................
6. Apakah anda mengikuti pelatihan yang diberikan oleh pihak Bank BTPN
Syariah didalam Produk Paket Masa Depan (PMD)?
.............................................................................................................................
...........................................................................................................................
7. Bagaimana pendapat anda setelah menjadi anggota/Nasabah PMD di Bank
BTPN Syariah?
.............................................................................................................................
...........................................................................................................................
8. Berapa pembiayaan yang diberikan oleh Bank BTPN Syariah?
.............................................................................................................................
...........................................................................................................................
9. Apakah anda Nasabah baru atau Nasabah lanjutan di PMD Bank BTPN
Syariah?
.............................................................................................................................
...........................................................................................................................
10. Apakah sebelumnya sudah memiliki usaha atau belum memiliki usaha
sebelum bergabung menjadi anggota atau nasabah PMD di Bank BTPN
Syariah?
.............................................................................................................................
..........................................................................................................................
11. Apakah hadirnya PMD BTPN Syariah dapat meringankan hidup anda?
.............................................................................................................................
..........................................................................................................................
12. Apa manfaat Pembiayaan PMD BTPN Syariah bagi anda?
.............................................................................................................................
...........................................................................................................................
13. Bagaimana akad yang diterapkan didalam PMD BTPN Syariah?
.............................................................................................................................
..........................................................................................................................
14. Bagaimana cara anda melakukan pembayaran Pembiayaan PMD di BTPN
Syariah?
.............................................................................................................................
...........................................................................................................................
15. Apa saja yang anda peroleh didalam pelatihan bersama didalam PMD BTPN
Syariah?
.............................................................................................................................
...........................................................................................................................
16. Apakah Bank BTPN Syariah mengajarkan didalam pengembangan usaha
Anda?
.............................................................................................................................
............................................................................................................................
17. Bagaimana cara melakukan akad PMD di Bank BTPN Syariah?
.............................................................................................................................
..........................................................................................................................
18. Apa saja syarat yang anda ketahui untuk mengikuti Produk Pembiayaan Paket
Masa Depan (PMD) di Bank BTPN Syariah?
.............................................................................................................................
..........................................................................................................................
19. Bagaimana tahapan/proses sebelum akad Pembiayaan PMD di Bank BTPN
Syariah?
.............................................................................................................................
...........................................................................................................................
20. Apa yang anda dapatkan setelah akad Pembiayaan PMD dilakukan?
.............................................................................................................................
..........................................................................................................................

Bekasi, ..................................
Nasabah BTPN Syariah

(............................................)
FATWA
DEWAN SYARI’AH NASIONAL
NO: 04/DSN-MUI/IV/2000
Tentang
MURABAHAH

ِ‫ﻢ‬‫ﺣِﻴ‬‫ﻤﻦِ ﺍﻟﺮ‬‫ﺣ‬‫ﻢِ ﺍﷲِ ﺍﻟﺮ‬‫ﺑِﺴ‬

Dewan Syari’ah Nasional setelah


Menimbang : a. bahwa masyarakat banyak memerlukan bantuan penyaluran dana
dari bank berdasarkan pada prinsip jual beli;
b. bahwa dalam rangka membantu masyarakat guna melang-
sungkan dan meningkatkan kesejahteraan dan berbagai kegiatan,
bank syari’ah perlu memiliki fasilitas murabahah bagi yang
memerlukannya, yaitu menjual suatu barang dengan menegaskan
harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan
harga yang lebih sebagai laba;
c. bahwa oleh karena itu, DSN memandang perlu menetapkan fatwa
tentang Murabahah untuk dijadikan pedoman oleh bank syari’ah.
Mengingat : 1. Firman Allah QS. al-Nisa’ [4]: 29:
‫ﻥﹶ‬‫ﻜﹸـﻮ‬‫ﺎﻃِـﻞِ ﺇِﻻﱠ ﺃﹶﻥﹾ ﺗ‬‫ ﺑِﺎﻟﹾﺒ‬‫ﻜﹸﻢ‬‫ﻨ‬‫ﻴ‬‫ ﺑ‬‫ﺍﻟﹶﻜﹸﻢ‬‫ﻮ‬‫ﺍ ﺃﹶﻣ‬‫ﺄﹾﻛﹸﻠﹸﻮ‬‫ﺍ ﻻﹶﺗ‬‫ﻮ‬‫ﻨ‬‫ ﺁﻣ‬‫ﻦ‬‫ﺎ ﺍﻟﱠﺬِﻳ‬‫ﻬ‬‫ﺂ ﺃﹶﻳ‬‫ﻳ‬
...‫ﻜﹸﻢ‬‫ﺍﺽٍ ﻣِﻨ‬‫ﺮ‬‫ ﺗ‬‫ﻦ‬‫ﺓﹰ ﻋ‬‫ﺎﺭ‬‫ﺗِﺠ‬
“Hai orang yang beriman! Janganlah kalian saling memakan
(mengambil) harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali
dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan sukarela di
antaramu…”.
2. Firman Allah QS. al-Baqarah [2]: 275:
…‫ﺎ‬‫ﺑ‬‫ ﺍﻟﺮ‬‫ﻡ‬‫ﺮ‬‫ﺣ‬‫ ﻭ‬‫ﻊ‬‫ﻴ‬‫ﻞﱠ ﺍﷲُ ﺍﻟﹾﺒ‬‫ﺃﹶﺣ‬‫… ﻭ‬
"…Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba…."
3. Firman Allah QS. al-Ma’idah [5]: 1:
… ِ‫ﺩ‬‫ﻘﹸﻮ‬‫ﺍ ﺑِﺎﻟﹾﻌ‬‫ﻓﹸﻮ‬‫ﺍ ﺃﹶﻭ‬‫ﻮ‬‫ﻨ‬‫ ﺁﻣ‬‫ﻦ‬‫ﺎ ﺍﻟﱠﺬِﻳ‬‫ﻬ‬‫ﺎﺃﹶﻳ‬‫ﻳ‬
“Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu….”
4. Firman Allah QS. al-Baqarah [2]: 280:

...ٍ‫ﺓ‬‫ﺮ‬‫ﺴ‬‫ﻴ‬‫ﺓﹲ ﺇِﻟﹶﻰ ﻣ‬‫ﻈِﺮ‬‫ﺓٍ ﻓﹶﻨ‬‫ﺮ‬‫ﺴ‬‫ﻋ‬‫ﺇِﻥﹾ ﻛﹶﺎﻥﹶ ﺫﹸﻭ‬‫ﻭ‬


04 Murabahah 2

“Dan jika (orang berutang itu) dalam kesukaran, maka berilah


tangguh sampai ia berkelapangan…”
5. Hadis Nabi SAW.:

‫ـ ِﻪ‬‫ﻠﹶﻴ‬‫ﻠﱠﻰ ﺍﷲُ ﻋ‬‫ﻝﹶ ﺍﷲِ ﺻ‬‫ﻮ‬‫ﺳ‬‫ ﺭﺿﻲ ﺍﷲ ﻋﻨﻪ ﺃﹶﻥﱠ ﺭ‬‫ﺭِﻱ‬‫ﺪ‬‫ﺪٍ ﺍﻟﹾﺨ‬‫ﻌِﻴ‬‫ ﺳ‬‫ ﺃﹶﺑِﻲ‬‫ﻦ‬‫ﻋ‬
‫ )ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺒﻴﻬﻘﻲ ﻭﺍﺑـﻦ ﻣﺎﺟـﻪ‬،ٍ‫ﺍﺽ‬‫ﺮ‬‫ ﺗ‬‫ﻦ‬‫ ﻋ‬‫ﻊ‬‫ﻴ‬‫ﺎ ﺍﻟﹾﺒ‬‫ﻤ‬‫ ﺇِﻧ‬:‫ ﻗﹶﺎﻝﹶ‬‫ﻠﱠﻢ‬‫ﺳ‬‫ﺁﻟِﻪِ ﻭ‬‫ﻭ‬
(‫ﻭﺻﺤﺤﻪ ﺍﺑﻦ ﺣﺒﺎﻥ‬
Dari Abu Sa’id Al-Khudri bahwa Rasulullah SAW bersabda,
"Sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan suka sama suka."
(HR. al-Baihaqi dan Ibnu Majah, dan dinilai shahih oleh Ibnu
Hibban).
6. Hadis Nabi riwayat Ibnu Majah:

‫ ﺇِﻟﹶﻰ‬‫ﻊ‬‫ﻴ‬‫ ﺍﹶﻟﹾﺒ‬:‫ﻛﹶﺔﹸ‬‫ﺮ‬‫ ﺍﻟﹾﺒ‬‫ﻬِﻦ‬‫ ﺛﹶﻼﹶﺙﹲ ﻓِﻴ‬:‫ ﻗﹶﺎﻝﹶ‬‫ﻠﱠﻢ‬‫ﺳ‬‫ﺁﻟِﻪِ ﻭ‬‫ﻪِ ﻭ‬‫ﻠﹶﻴ‬‫ﻠﱠﻰ ﺍﷲُ ﻋ‬‫ ﺻ‬‫ﺒِﻲ‬‫ﺃﹶ ﱠﻥ ﺍﻟﻨ‬
‫ﻊِ )ﺭﻭﺍﻩ ﺍﺑﻦ ﻣﺎﺟﻪ‬‫ﻴ‬‫ﺖِ ﻻﹶ ﻟِﻠﹾﺒ‬‫ﻴ‬‫ﺮِ ﻟِﻠﹾﺒ‬‫ﻌِﻴ‬‫ ﺑِﺎﻟﺸ‬‫ﺮ‬‫ﻠﹾﻂﹸ ﺍﻟﹾﺒ‬‫ﺧ‬‫ ﻭ‬،‫ﺔﹸ‬‫ﺿ‬‫ﻘﹶﺎﺭ‬‫ﺍﻟﹾﻤ‬‫ ﻭ‬،ٍ‫ﻞ‬‫ﺃﹶﺟ‬
(‫ﻋﻦ ﺻﻬﻴﺐ‬
“Nabi bersabda, ‘Ada tiga hal yang mengandung berkah: jual
beli tidak secara tunai, muqaradhah (mudharabah), dan
mencampur gandum dengan jewawut untuk keperluan rumah
tangga, bukan untuk dijual.” (HR. Ibnu Majah dari Shuhaib).
7. Hadis Nabi riwayat Tirmidzi:

‫ﺎ‬‫ﺍﻣ‬‫ﺮ‬‫ ﱠﻞ ﺣ‬‫ ﺃﹶﺣ‬‫ﻼﹶﻻﹰ ﺃﹶﻭ‬‫ ﺣ‬‫ﻡ‬‫ﺮ‬‫ﺎ ﺣ‬‫ﻠﹾﺤ‬‫ ﺇِﻻﱠ ﺻ‬‫ﻠِﻤِﲔ‬‫ﺴ‬‫ ﺍﻟﹾﻤ‬‫ﻦ‬‫ﻴ‬‫ ﺑ‬‫ﺎﺋِﺰ‬‫ ﺟ‬‫ﻠﹾﺢ‬‫ﺍﹶﻟﺼ‬
‫ﺎ‬‫ﺍﻣ‬‫ﺮ‬‫ﺣﻞﱠ ﺣ‬ ‫ ﺃﹶ‬‫ﻼﹶﻻﹰ ﺃﹶﻭ‬‫ ﺣ‬‫ﻡ‬‫ﺮ‬‫ﻃﹰﺎ ﺣ‬‫ﺮ‬‫ ﺇِﻻﱠ ﺷ‬‫ﻭﻃِﻬِﻢ‬‫ﺮ‬‫ﻠﹶﻰ ﺷ‬‫ﻮﻥﹶ ﻋ‬‫ﻠِﻤ‬‫ﺴ‬‫ﺍﻟﹾﻤ‬‫ﻭ‬
.(‫)ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺘﺮﻣﺬﻱ ﻋﻦ ﻋﻤﺮﻭ ﺑﻦ ﻋﻮﻑ‬
“Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali
perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan
yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat
mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau
menghalalkan yang haram” (HR. Tirmizi dari ‘Amr bin ‘Auf).
8. Hadis Nabi riwayat jama’ah:
…‫ ﻇﹸﻠﹾﻢ‬‫ﻨِﻲ‬‫ﻄﹾﻞﹸ ﺍﻟﹾﻐ‬‫ﻣ‬
“Menunda-nunda (pembayaran) yang dilakukan oleh orang
mampu adalah suatu kezaliman…”
9. Hadis Nabi riwayat Nasa’i, Abu Dawud, Ibu Majah, dan Ahmad:
.‫ﻪ‬‫ﺘ‬‫ﺑ‬‫ﻘﹸﻮ‬‫ﻋ‬‫ ﻭ‬‫ﻪ‬‫ﺿ‬‫ﺤِﻞﱡ ﻋِﺮ‬‫ﺍﺟِﺪِ ﻳ‬‫ ﺍﻟﹾﻮ‬‫ﻟﹶﻲ‬

Dewan Syariah Nasional MUI


04 Murabahah 3

“Menunda-nunda (pembayaran) yang dilakukan oleh orang


mampu menghalalkan harga diri dan pemberian sanksi
kepadanya.”
10. Hadis Nabi riwayat `Abd al-Raziq dari Zaid bin Aslam:

‫ﻠﱠﻪ‬‫ﻊِ ﻓﹶﺄﹶﺣ‬‫ﻴ‬‫ﺎﻥِ ﻓِﻰ ﺍﻟﹾﺒ‬‫ﺑ‬‫ﺮ‬‫ﻦِ ﺍﻟﹾﻌ‬‫ ﻋ‬‫ﻠﱠﻢ‬‫ﺳ‬‫ﻪِ ﻭ‬‫ﻠﹶﻴ‬‫ﻠﱠﻰ ﺍﷲُ ﻋ‬‫ﻝﹸ ﺍﷲِ ﺻ‬‫ﻮ‬‫ﺳ‬‫ﺌِﻞﹶ ﺭ‬‫ﻪ ﺳ‬ ‫ﺃﹶﻧ‬
“Rasulullah SAW. ditanya tentang ‘urban (uang muka) dalam
jual beli, maka beliau menghalalkannya.”
11. Ijma' Mayoritas ulama tentang kebolehan jual beli dengan cara
Murabahah (Ibnu Rusyd, Bidayah al-Mujtahid, juz 2, hal. 161;
lihat pula al-Kasani, Bada’i as-Sana’i, juz 5 Hal. 220-222).
12. Kaidah fiqh:

.‫ﺎ‬‫ﻤِﻬ‬‫ﺮِﻳ‬‫ﺤ‬‫ﻠﹶﻰ ﺗ‬‫ﻞﹲ ﻋ‬‫ﻟِﻴ‬‫ﻝﱠ ﺩ‬‫ﺪ‬‫ﺔﹸ ﺇِﻻﱠ ﺃﹶﻥﹾ ﻳ‬‫ﺎﺣ‬‫ﻼﹶﺕِ ﺍﹾﻹِﺑ‬‫ﺎﻣ‬‫ﻌ‬‫ﻞﹸ ﻓِﻰ ﺍﻟﹾﻤ‬‫ﺍﹶﻷَﺻ‬
“Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan
kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”
Memperhatikan : Pendapat peserta Rapat Pleno Dewan Syari'ah Nasional pada hari
Sabtu, tanggal 26 Dzulhijjah 1420 H./1 April 2000.

MEMUTUSKAN
Menetapkan : FATWA TENTANG MURABAHAH
Pertama : Ketentuan Umum Murabahah dalam Bank Syari’ah:
1. Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas
riba.
2. Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syari’ah
Islam.
3. Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang
yang telah disepakati kualifikasinya.
4. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank
sendiri, dan pembelian ini harus sah dan bebas riba.
5. Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan
pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara utang.
6. Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah
(pemesan) dengan harga jual senilai harga beli plus
keuntungannya. Dalam kaitan ini Bank harus memberitahu
secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya
yang diperlukan.
7. Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut
pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati.
8. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad
tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus
dengan nasabah.

Dewan Syariah Nasional MUI


04 Murabahah 4

9. Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli


barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus
dilakukan setelah barang, secara prinsip, menjadi milik bank.
Kedua : Ketentuan Murabahah kepada Nasabah:
1. Nasabah mengajukan permohonan dan janji pembelian suatu
barang atau aset kepada bank.
2. Jika bank menerima permohonan tersebut, ia harus membeli
terlebih dahulu aset yang dipesannya secara sah dengan
pedagang.
3. Bank kemudian menawarkan aset tersebut kepada nasabah dan
nasabah harus menerima (membeli)-nya sesuai dengan janji yang
telah disepakatinya, karena secara hukum janji tersebut
mengikat; kemudian kedua belah pihak harus membuat kontrak
jual beli.
4. Dalam jual beli ini bank dibolehkan meminta nasabah untuk
membayar uang muka saat menandatangani kesepakatan awal
pemesanan.
5. Jika nasabah kemudian menolak membeli barang tersebut, biaya
riil bank harus dibayar dari uang muka tersebut.
6. Jika nilai uang muka kurang dari kerugian yang harus
ditanggung oleh bank, bank dapat meminta kembali sisa
kerugiannya kepada nasabah.
7. Jika uang muka memakai kontrak ‘urbun sebagai alternatif dari
uang muka, maka
a. jika nasabah memutuskan untuk membeli barang tersebut, ia
tinggal membayar sisa harga.
b. jika nasabah batal membeli, uang muka menjadi milik bank
maksimal sebesar kerugian yang ditanggung oleh bank
akibat pembatalan tersebut; dan jika uang muka tidak
mencukupi, nasabah wajib melunasi kekurangannya.
Ketiga : Jaminan dalam Murabahah:
1. Jaminan dalam murabahah dibolehkan, agar nasabah serius
dengan pesanannya.
2. Bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan jaminan yang
dapat dipegang.
Keempat : Utang dalam Murabahah:
1. Secara prinsip, penyelesaian utang nasabah dalam transaksi
murabahah tidak ada kaitannya dengan transaksi lain yang
dilakukan nasabah dengan pihak ketiga atas barang tersebut. Jika
nasabah menjual kembali barang tersebut dengan keuntungan
atau kerugian, ia tetap berkewajiban untuk menyelesaikan
utangnya kepada bank.
2. Jika nasabah menjual barang tersebut sebelum masa angsuran
berakhir, ia tidak wajib segera melunasi seluruh angsurannya.

Dewan Syariah Nasional MUI


04 Murabahah 5

3. Jika penjualan barang tersebut menyebabkan kerugian, nasabah


tetap harus menyelesaikan utangnya sesuai kesepakatan awal. Ia
tidak boleh memperlambat pembayaran angsuran atau meminta
kerugian itu diperhitungkan.
Kelima : Penundaan Pembayaran dalam Murabahah:
1. Nasabah yang memiliki kemampuan tidak dibenarkan menunda
penyelesaian utangnya.
2. Jika nasabah menunda-nunda pembayaran dengan sengaja, atau
jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya, maka
penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah
setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
Keenam : Bangkrut dalam Murabahah:
Jika nasabah telah dinyatakan pailit dan gagal menyelesaikan
utangnya, bank harus menunda tagihan utang sampai ia menjadi
sanggup kembali, atau berdasarkan kesepakatan.

Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : 26 Dzulhijjah 1420 H.
1 April 2000 M

DEWAN SYARI’AH NASIONAL


MAJELIS ULAMA INDONESIA

Ketua, Sekretaris,

Prof. KH. Ali Yafie Drs. H.A. Nazri Adlani

Dewan Syariah Nasional MUI


PERATURAN BANK INDONESIA
NOMOR: 7/46/PBI/2005
TENTANG
AKAD PENGHIMPUNAN DAN PENYALURAN DANA BAGI BANK
YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA BERDASARKAN
PRINSIP SYARIAH

GUBERNUR BANK INDONESIA,

Menimbang: a. bahwa perbankan syariah harus senantiasa menjaga


kepercayaan masyarakat baik dari aspek finansial maupun
kesesuaian terhadap prinsip syariah yang menjadi dasar
operasinya;
b. bahwa setiap pelaku dalam industri perbankan syariah,
termasuk pengelola bank/pemilik dana/pengguna dana, serta
otoritas pengawas harus memiliki kesamaan cara pandang
terhadap Akad-Akad produk penghimpunan dan penyaluran
dana bank syariah;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dan b dipandang perlu untuk menetapkan
ketentuan tentang Akad penghimpunan dan penyaluran dana
bagi bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan
prinsip syariah dalam Peraturan Bank Indonesia;
Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 31,

Tambahan …
-2-

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3472)


sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10
Tahun 1998 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3790);
2. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 66,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3843)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 3
Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4357);

MEMUTUSKAN:
Menetapkan: PERATURAN BANK INDONESIA TENTANG AKAD
PENGHIMPUNAN DAN PENYALURAN DANA BAGI
BANK YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA
BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Yang dimaksud dalam Peraturan Bank Indonesia ini dengan:

1. Bank …
-3-

1. Bank adalah Bank Umum atau Bank Perkreditan Rakyat sebagaimana


dimaksud dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998,
yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip Syariah.
2. Prinsip Syariah adalah prinsip syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
angka 13 Undang-undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana
telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998;
3. Akad adalah perjanjian tertulis yang memuat ijab (penawaran) dan qabul
(penerimaan) antara Bank dengan pihak lain yang berisi hak dan kewajiban
masing-masing pihak sesuai dengan prinsip Syariah;
4. Wadi’ah adalah penitipan dana atau barang dari pemilik dana atau barang
pada penyimpan dana atau barang dengan kewajiban pihak yang menerima
titipan untuk mengembalikan dana atau barang titipan sewaktu-waktu.
5. Mudharabah adalah penanaman dana dari pemilik dana (shahibul maal)
kepada pengelola dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha tertentu,
dengan pembagian menggunakan metode bagi untung dan rugi (profit and
loss sharing) atau metode bagi pendapatan (revenue sharing) antara kedua
belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya.
6. Musyarakah adalah penanaman dana dari pemilik dana/modal untuk
mencampurkan dana/modal mereka pada suatu usaha tertentu, dengan
pembagian keuntungan berdasarkan nisbah yang telah disepakati
sebelumnya, sedangkan kerugian ditanggung semua pemilik dana/ modal
berdasarkan bagian dana/ modal masing-masing.

7. Murabahah …
-4-

7. Murabahah adalah jual beli barang sebesar harga pokok barang ditambah
dengan margin keuntungan yang disepakati.
8. Salam adalah jual beli barang dengan cara pemesanan dengan syarat-syarat
tertentu dan pembayaran tunai terlebih dahulu secara penuh.
9. Istishna' adalah jual beli barang dalam bentuk pemesanan pembuatan barang
dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati dengan pembayaran
sesuai dengan kesepakatan.
10. Ijarah adalah transaksi sewa menyewa atas suatu barang dan atau upah
mengupah atas suatu jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa
atau imbalan jasa;
11. Qardh adalah pinjam meminjam dana tanpa imbalan dengan kewajiban pihak
peminjam mengembalikan pokok pinjaman secara sekaligus atau cicilan
dalam jangka waktu tertentu.

Pasal 2
(1) Dalam melaksanakan kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana Bank
wajib membuat Akad sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Bank
Indonesia ini.
(2) Dalam Akad sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib ditegaskan jenis
transaksi syariah yang digunakan.
(3) Transaksi syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak boleh
mengandung unsur gharar, maysir, riba, zalim, risywah, barang haram
dan maksiat.

BAB II …
-5-

BAB II
PERSYARATAN AKAD PENGHIMPUNAN
DAN PENYALURAN DANA
Bagian Pertama
Penghimpunan Dana
Pasal 3
Dalam kegiatan penghimpunan dana dalam bentuk giro atau tabungan berdasarkan
Wadi'ah berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut:
a. Bank bertindak sebagai penerima dana titipan dan nasabah bertindak sebagai
pemilik dana titipan;
b. dana titipan disetor penuh kepada Bank dan dinyatakan dalam jumlah
nominal;
c. dana titipan dapat diambil setiap saat;
d. tidak diperbolehkan menjanjikan pemberian imbalan atau bonus kepada
nasabah;
e. Bank menjamin pengembalian dana titipan nasabah.

Pasal 4
Dalam kegiatan penghimpunan dana dalam bentuk giro berdasarkan
Mudharabah berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut:
a. nasabah bertindak sebagai pemilik dana (shahibul maal) dan Bank bertindak
sebagai pengelola dana (mudharib);
b. Bank dapat melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan
dengan Prinsip Syariah dan mengembangkannya, termasuk di dalamnya
melakukan Akad Mudharabah dengan pihak lain;

c. modal …
-6-

c. modal harus dalam bentuk tunai dan bukan piutang, serta dinyatakan jumlah
nominalnya;
d. nasabah wajib memelihara saldo giro minimum yang ditetapkan oleh Bank
dan tidak dapat ditarik oleh nasabah kecuali dalam rangka penutupan
rekening;
e. pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan
dituangkan dalam Akad pembukaan rekening.
f. pemberian keuntungan untuk nasabah didasarkan pada saldo terendah setiap
akhir bulan laporan.
g. Bank menutup biaya operasional giro dengan menggunakan nisbah
keuntungan yang menjadi haknya; dan
h. Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa
persetujuan yang bersangkutan.

Pasal 5
Dalam kegiatan penghimpunan dana dalam bentuk tabungan atau deposito
berdasarkan Mudharabah berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut :
a. Bank bertindak sebagai pengelola dana dan nasabah bertindak sebagai
pemilik dana;
b. dana disetor penuh kepada Bank dan dinyatakan dalam jumlah nominal;
c. pembagian keuntungan dari pengelolaaan dana investasi dinyatakan dalam
bentuk nisbah;
d. pada Akad tabungan berdasarkan Mudharabah, nasabah wajib meng-
investasikan minimum dana tertentu yang jumlahnya ditetapkan oleh Bank
dan tidak dapat ditarik oleh nasabah kecuali dalam rangka penutupan
rekening;

e. nasabah …
-7-

e. nasabah tidak diperbolehkan menarik dana di luar kesepakatan;


f. Bank sebagai mudharib menutup biaya operasional tabungan atau deposito
dengan menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya;
g. Bank tidak diperbolehkan mengurangi bagian keuntungan nasabah tanpa
persetujuan nasabah yang bersangkutan; dan
h. Bank tidak menjamin dana nasabah, kecuali diatur berbeda dalam
perundang-undangan yang berlaku.

Bagian Kedua
Penyaluran Dana
Paragraf 1
Penyaluran Dana Berdasarkan Mudharabah dan Musyarakah
Pasal 6
Dalam kegiatan penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan berdasarkan
Mudharabah berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut:
a. Bank bertindak sebagai shahibul maal yang menyediakan dana secara penuh,
dan nasabah bertindak sebagai mudharib yang mengelola dana dalam
kegiatan usaha;
b. jangka waktu pembiayaan, pengembalian dana, dan pembagian keuntungan
ditentukan berdasarkan kesepakatan Bank dan nasabah;
c. Bank tidak ikut serta dalam pengelolaan usaha nasabah tetapi memiliki hak
dalam pengawasan dan pembinaan usaha nasabah;
d. pembiayaan diberikan dalam bentuk tunai dan/atau barang;
e. dalam hal pembiayaan diberikan dalam bentuk tunai harus dinyatakan
jumlahnya;
f. dalam hal pembiayaan diberikan dalam bentuk barang, maka barang yang

diserahkan …
-8-

diserahkan harus dinilai berdasarkan harga perolehan atau harga pasar wajar;
g. pembagian keuntungan dari pengelolaaan dana dinyatakan dalam bentuk
nisbah yang disepakati;
h. Bank menanggung seluruh risiko kerugian usaha yang dibiayai kecuali jika
nasabah melakukan kecurangan, lalai, atau menyalahi perjanjian yang
mengakibatkan kerugian usaha;
i. nisbah bagi hasil yang disepakati tidak dapat diubah sepanjang jangka waktu
investasi, kecuali atas dasar kesepakatan para pihak dan tidak berlaku surut;
j. nisbah bagi hasil dapat ditetapkan secara berjenjang (tiering) yang besarnya
berbeda-beda berdasarkan kesepakatan pada awal Akad;
k. pembagian keuntungan dilakukan dengan menggunakan metode bagi untung
dan rugi (profit and loss sharing) atau metode bagi pendapatan (revenue
sharing);
l. pembagian keuntungan berdasarkan hasil usaha dari mudharib sesuai dengan
laporan hasil usaha dari usaha mudharib;
m. dalam hal nasabah ikut menyertakan modal dalam kegiatan usaha yang
dibiayai Bank, maka berlaku ketentuan;
(i) nasabah bertindak sebagai mitra usaha dan mudharib;
(ii) atas keuntungan yang dihasilkan dari kegiatan usaha yang dibiayai
tersebut, maka nasabah mengambil bagian keuntungan dari porsi
modalnya, sisa keuntungan dibagi sesuai kesepakatan antara Bank dan
nasabah;
n. pengembalian pembiayaan dilakukan pada akhir periode Akad untuk
pembiayaan dengan jangka waktu sampai dengan satu tahun atau dilakukan
secara angsuran berdasarkan aliran kas masuk (cash in flow) usaha nasabah;

dan …
-9-

dan
o. Bank dapat meminta jaminan atau agunan untuk mengantisipasi risiko
apabila nasabah tidak dapat memenuhi kewajiban sebagaimana dimuat dalam
Akad karena kelalaian dan/atau kecurangan.

Pasal 7
Dalam kegiatan penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan berdasarkan
Mudharabah muqayyadah (restricted investment) berlaku persyaratan paling
kurang sebagai berikut:
a. Bank bertindak sebagai agen penyalur dana investor (channelling agent)
kepada nasabah yang bertindak sebagai pengelola dana untuk kegiatan usaha
dengan persyaratan dan jenis kegiatan usaha yang ditentukan oleh investor;
b. jangka waktu pembiayaan, pengembalian dana, dan pembagian keuntungan
ditentukan berdasarkan kesepakatan antara investor, nasabah dan Bank;
c. Bank tidak ikut serta dalam pengelolaan usaha nasabah tetapi memiliki hak
dalam pengawasan dan pembinaan usaha nasabah;
d. pembiayaan diberikan dalam bentuk tunai dan/atau barang;
e. dalam hal pembiayaan diberikan dalam bentuk barang, maka barang yang
diserahkan harus dinilai dengan harga perolehan atau harga pasar;
f. Bank sebagai agen penyaluran dana dapat menerima fee (imbalan) yang
perhitungannya diserahkan kepada kesepakatan para pihak;
g. pembagian keuntungan dari pengelolaaan dana investasi dinyatakan dalam
bentuk nisbah yang disepakati antara investor dan nasabah;
h. Bank sebagai agen penyaluran dana milik investor tidak menanggung risiko
kerugian usaha yang dibiayai; dan

i. investor …
- 10 -

i. investor sebagai pemilik dana Mudharabah muqayyadah menanggung


seluruh risiko kerugian kegiatan usaha kecuali jika nasabah melakukan
kecurangan, lalai, atau menyalahi perjanjian yang mengakibatkan kerugian
usaha.

Pasal 8
Dalam kegiatan penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan berdasarkan
Musyarakah berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut :
a. Bank dan nasabah masing-masing bertindak sebagai mitra usaha dengan
bersama-sama menyediakan dana dan/atau barang untuk membiayai suatu
kegiatan usaha tertentu;
b. nasabah bertindak sebagai pengelola usaha dan Bank sebagai mitra usaha
dapat ikut serta dalam pengelolaan usaha sesuai dengan tugas dan wewenang
yang disepakati;
c. Bank berdasarkan kesepakatan dengan nasabah dapat menunjuk nasabah
untuk mengelola usaha;
d. pembiayaan diberikan dalam bentuk tunai dan/atau barang;
e. dalam hal pembiayaan diberikan dalam bentuk barang, maka barang yang
diserahkan harus dinilai secara tunai berdasarkan kesepakatan;
f. jangka waktu pembiayaan, pengembalian dana, dan pembagian keuntungan
ditentukan berdasarkan kesepakatan antara Bank dan nasabah;
g. biaya operasional dibebankan pada modal bersama sesuai kesepakatan;
h. pembagian keuntungan dari pengelolaan dana dinyatakan dalam bentuk
nisbah yang disepakati;
i. Bank dan nasabah menanggung kerugian secara proporsional menurut porsi

modal …
- 11 -

modal masing-masing, kecuali jika terjadi kecurangan, lalai, atau menyalahi


perjanjian dari salah satu pihak;
j. nisbah bagi hasil yang disepakati tidak dapat diubah sepanjang jangka waktu
investasi, kecuali atas dasar kesepakatan para pihak dan tidak berlaku surut;
k. nisbah bagi hasil dapat ditetapkan secara berjenjang (tiering) yang besarnya
berbeda-beda berdasarkan kesepakatan pada awal Akad;
l. pembagian keuntungan dapat dilakukan dengan metode bagi untung atau rugi
(profit and loss sharing) atau metode bagi pendapatan (revenue sharing);
m. pembagian keuntungan berdasarkan hasil usaha sesuai dengan laporan
keuangan nasabah;
n. pengembalian pokok pembiayaan dilakukan pada akhir periode Akad atau
dilakukan secara angsuran berdasarkan aliran kas masuk (cash in flow) usaha;
dan
o. Bank dapat meminta jaminan atau agunan untuk mengantisipasi risiko
apabila nasabah tidak dapat memenuhi kewajiban sebagaimana dimuat dalam
Akad karena kelalaian dan atau kecurangan.

Paragraf 2
Penyaluran Dana Berdasarkan Murabahah, Salam dan Istishna’
Pasal 9
(1) Kegiatan penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan berdasarkan
Murabahah berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut :
a. Bank menyediakan dana pembiayaan berdasarkan perjanjian jual beli
barang.
b. jangka waktu pembayaran harga barang oleh nasabah kepada Bank

ditentukan …
- 12 -

ditentukan berdasarkan kesepakatan Bank dan nasabah;


c. Bank dapat membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang
yang telah disepakati kualifikasinya;
d. dalam hal Bank mewakilkan kepada nasabah (wakalah) untuk membeli
barang, maka Akad Murabahah harus dilakukan setelah barang secara
prinsip menjadi milik Bank;
e. Bank dapat meminta nasabah untuk membayar uang muka atau urbun
saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan barang oleh nasabah;
f. Bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan agunan tambahan
selain barang yang dibiayai Bank;
g. kesepakatan marjin harus ditentukan satu kali pada awal Akad dan tidak
berubah selama periode Akad;
h. Angsuran pembiayaan selama periode Akad harus dilakukan secara
proporsional.
(2) Dalam hal Bank meminta nasabah untuk membayar uang muka atau urbun
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e maka berlaku ketentuan sebagai
berikut :
a. dalam hal uang muka, jika nasabah menolak untuk membeli barang
setelah membayar uang muka, maka biaya riil Bank harus dibayar dari
uang muka tersebut dan bank harus mengembalikan kelebihan uang
muka kepada nasabah. Namun jika nilai uang muka kurang dari nilai
kerugian yang harus ditanggung oleh Bank, maka Bank dapat meminta
lagi pembayaran sisa kerugiannya kepada nasabah;
b. dalam hal urbun, jika nasabah batal membeli barang, maka urbun yang
telah dibayarkan nasabah menjadi milik Bank maksimal sebesar

kerugian …
- 13 -

kerugian yang ditanggung oleh Bank akibat pembatalan tersebut, dan


jika urbun tidak mencukupi, nasabah wajib melunasi kekurangannya.

Pasal 10
(1) Dalam pembiayaan Murabahah Bank dapat memberikan potongan dari total
kewajiban pembayaran hanya kepada nasabah yang telah melakukan
kewajiban pembayaran cicilannya dengan tepat waktu dan/atau nasabah yang
mengalami penurunan kemampuan pembayaran.
(2) Besar potongan Murabahah kepada nasabah tidak boleh diperjanjikan dalam
Akad dan diserahkan kepada kebijakan Bank.

Pasal 11
(1) Kegiatan penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan berdasarkan Salam
berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut:
a. Bank membeli barang dari nasabah dengan spesifikasi, kualitas, jumlah,
jangka waktu, tempat, dan harga yang disepakati;
b. pembayaran harga oleh Bank kepada nasabah harus dilakukan secara
penuh pada saat Akad disepakati;
c. pembayaran oleh Bank kepada nasabah tidak boleh dalam bentuk
pembebasan kewajiban nasabah kepada Bank ;
d. alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya sesuai dengan
kesepakatan;
e. Bank sebagai pembeli tidak boleh menjual barang yang belum diterima;
f. dalam rangka meyakinkan bahwa penjual dapat menyerahkan barang
sesuai kesepakatan maka Bank dapat meminta jaminan pihak ketiga

sesuai …
- 14 -

sesuai ketentuan yang berlaku; dan


g. Bank hanya dapat memperoleh keuntungan atau kerugian pada saat
barang yang dibeli Bank telah dijual kepada pihak lain, kecuali terdapat
perubahan harga pasar terhadap harga perolehan, sebelum barang dijual
kepada pihak lain.
(2) Dalam hal seluruh atau sebagian barang tidak tersedia sesuai dengan waktu
penyerahan, kualitas atau jumlahnya sebagaimana kesepakatan maka Bank
memiliki pilihan untuk :
a. membatalkan (mem-fasakh-kan) Akad dan meminta pengembalian dana
hak Bank;
b. menunggu penyerahan barang tersedia; atau
c. meminta kepada nasabah untuk mengganti dengan barang lainnya yang
sejenis atau tidak sejenis sepanjang nilai pasarnya sama dengan barang
pesanan semula;
(3) dalam hal nasabah menyerahkan barang kepada Bank dengan kualitas yang
lebih tinggi maka nasabah tidak boleh meminta tambahan harga, kecuali
terdapat kesepakatan antara Bank dengan nasabah;
(4) dalam hal nasabah menyerahkan barang kepada Bank dengan kualitas yang
lebih rendah dan Bank dengan sukarela menerimanya, maka tidak boleh
menuntut pengurangan harga (discount).

Pasal 12
(1) Kegiatan penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan berdasarkan Salam
paralel berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut :
a. Bank sebagai pembeli dalam Akad Salam dapat membuat Akad Salam

paralel …
- 15 -

paralel dengan pihak lainnya dimana Bank bertindak sebagai penjual;


b. kewajiban dan hak dalam kedua Akad Salam tersebut harus terpisah;
c. Pelaksanaan kewajiban salah satu Akad Salam tidak boleh tergantung
pada Akad Salam lainnya;
d. Bank yang bertindak sebagai penjual dalam Akad Salam paralel harus
memenuhi kewajibannya kepada pihak lainnya apabila nasabah dalam
Akad Salam tidak memenuhi Akad Salam;
e. Bank menjual barang kepada nasabah pemesan dengan spesifikasi,
kualitas, jumlah, jangka waktu, tempat, dan harga yang disepakati;
f. pembayaran harga oleh nasabah kepada Bank dilakukan secara penuh
pada saat Akad disepakati;
g. dalam hal pembayaran harga oleh nasabah kepada Bank dilakukan
secara angsuran maka wajib dilakukan dengan Akad Murabahah;
h. pembayaran oleh nasabah kepada Bank tidak boleh dalam bentuk
pembebasan kewajiban Bank kepada nasabah;
i. alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya sesuai dengan
kesepakatan;
j. nasabah sebagai pembeli tidak boleh menjual barang yang belum
diterima;
k. dalam rangka meyakinkan Bank dapat menyerahkan barang sesuai
kesepakatan, maka nasabah dapat meminta jaminan pihak ketiga sesuai
ketentuan yang berlaku.
(2) Dalam hal seluruh atau sebagian barang tidak tersedia sesuai dengan waktu
penyerahan, kualitas atau jumlahnya sebagaimana kesepakatan maka nasabah
memiliki pilihan untuk:

a. membatalkan …
- 16 -

a. membatalkan (mem-fasakh-kan) Akad dan meminta pengembalian dana


hak nasabah;
b. menunggu penyerahan barang tersedia; atau
c. meminta kepada Bank untuk mengganti dengan barang lainnya yang
sejenis atau tidak sejenis sepanjang nilai pasarnya sama dengan barang
pesanan semula;
(3) Dalam hal Bank menyerahkan barang kepada nasabah dengan kualitas yang
lebih tinggi maka Bank tidak boleh meminta tambahan harga, kecuali
terdapat kesepakatan antara Bank dengan nasabah;
(4) Dalam hal Bank menyerahkan barang kepada nasabah dengan kualitas yang
lebih rendah dan nasabah dengan sukarela menerimanya, maka tidak boleh
menuntut pengurangan harga (discount).

Pasal 13
(1) Kegiatan penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan berdasarkan Istishna'
berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut :
a. Bank menjual barang kepada nasabah dengan spesifikasi, kualitas,
jumlah, jangka waktu, tempat, dan harga yang disepakati;
b. pembayaran oleh nasabah kepada Bank tidak boleh dalam bentuk
pembebasan hutang nasabah kepada Bank;
c. alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya sesuai dengan
kesepakatan;
d. pembayaran oleh nasabah selaku pembeli kepada Bank dilakukan secara
bertahap atau sesuai kesepakatan;
(2) Dalam hal seluruh atau sebagian barang tidak tersedia sesuai dengan waktu

penyerahan …
- 17 -

penyerahan, kualitas atau jumlahnya sebagaimana kesepakatan maka nasabah


memiliki pilihan untuk:
a. membatalkan (mem-fasakh-kan) Akad dan meminta pengembalian dana
kepada Bank;
b. menunggu penyerahan barang tersedia; atau
c. meminta kepada Bank untuk mengganti dengan barang lainnya yang
sejenis atau tidak sejenis sepanjang nilai pasarnya sama dengan barang
pesanan semula;
(3) Dalam hal Bank menyerahkan barang kepada nasabah dengan kualitas yang
lebih tinggi maka Bank tidak boleh meminta tambahan harga, kecuali
terdapat kesepakatan antara nasabah dengan Bank;
(4) Dalam hal Bank menyerahkan barang kepada nasabah dengan kualitas yang
lebih rendah dan nasabah dengan sukarela menerimanya, maka nasabah tidak
boleh menuntut pengurangan harga (discount).

Pasal 14
(1) Kegiatan penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan berdasarkan Istishna'
paralel berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut :
a. Bank sebagai penjual dalam Akad Istishna’ dapat membuat Akad
Istishna' paralel dengan pihak lainnya dimana Bank bertindak sebagai
pembeli;
b. kewajiban dan hak dalam kedua Akad Istishna’ tersebut harus terpisah;
c. pelaksanaan kewajiban salah satu Akad Istishna’ tidak boleh tergantung
pada Akad Istishna’ paralel atau sebaliknya;
d. dalam hal Bank yang bertindak sebagai pembeli dalam Akad Istishna'

paralel …
- 18 -

paralel harus memenuhi kewajibannya kepada pihak lainnya apabila


nasabah dalam Akad Istishna’ tidak memenuhi Akad Istishna’;
e. Dalam hal pembayaran dilakukan secara angsuran, harus dilakukan
secara proporsional.
(2) Ketentuan Istishna’ berlaku pula pada Istishna’ Paralel sebagai berikut :
a. Bank membeli barang dari nasabah dengan spesifikasi, kualitas, jumlah,
jangka waktu, tempat, dan harga yang disepakati;
b. pembayaran oleh Bank kepada nasabah tidak boleh dalam bentuk
pembebasan hutang nasabah kepada Bank;
c. alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya sesuai dengan
kesepakatan;
d. pembayaran oleh Bank selaku pembeli kepada nasabah dilakukan secara
bertahap atau sesuai kesepakatan;
e. dalam hal nasabah menyerahkan barang kepada Bank dengan kualitas
yang lebih tinggi maka nasabah tidak boleh meminta tambahan harga;
f. dalam hal nasabah menyerahkan barang kepada Bank dengan kualitas
yang lebih rendah dan Bank dengan sukarela menerimanya, maka Bank
tidak boleh menuntut pengurangan harga (discount).

Paragraf 3
Penyaluran dana berdasarkan Akad Ijarah, Ijarah muntahiya bitamlik
dan Qardh
Pasal 15
Kegiatan penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan berdasarkan Ijarah untuk
transaksi sewa menyewa berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut :

a. Bank …
- 19 -

a. Bank dapat membiayai pengadaan objek sewa berupa barang yang telah
dimiliki Bank atau barang yang diperoleh dengan menyewa dari pihak lain
untuk kepentingan nasabah berdasarkan kesepakatan;
b. objek dan manfaat barang sewa harus dapat dinilai dan diidentifikasi secara
spesifik dan dinyatakan dengan jelas termasuk pembayaran sewa dan jangka
waktunya;
c. Bank wajib menyediakan barang sewa, menjamin pemenuhan kualitas
maupun kuantitas barang sewa serta ketepatan waktu penyediaan barang
sewa sesuai kesepakatan;
d. Bank wajib menanggung biaya pemeliharaan barang/aset sewa yang sifatnya
materiil dan struktural sesuai kesepakatan;
e. Bank dapat mewakilkan kepada nasabah untuk mencarikan barang yang akan
disewa oleh nasabah;
f. nasabah wajib membayar sewa secara tunai, menjaga keutuhan barang sewa,
dan menanggung biaya pemeliharaan barang sewa sesuai dengan
kesepakatan;
g. nasabah tidak bertanggungjawab atas kerusakan barang sewa yang terjadi
bukan karena pelanggaran perjanjian atau kelalaian nasabah ;

Pasal 16
(1) Kegiatan penyaluran dana dalam bentuk Pembiayaan berdasarkan Ijarah
muntahiya bittamlik (IMBT) berlaku persyaratan paling kurang sebagai
berikut :
a. IMBT harus disepakati ketika Akad Ijarah ditandatangani dan
kesepakatan tersebut wajib dituangkan dalam Akad Ijarah dimaksud;

b. pelaksanaan …
- 20 -

b. pelaksanaan IMBT hanya dapat dilakukan setelah Akad Ijarah dipenuhi;


c. Bank wajib mengalihkan kepemilikan barang sewa kepada nasabah
berdasarkan hibah, pada akhir periode perjanjian sewa;
d. pengalihan kepemilikan barang sewa kepada penyewa dituangkan dalam
Akad tersendiri setelah masa Ijarah selesai;
(2) Ketentuan Ijarah berlaku pula pada Akad IMBT sebagai berikut :
a. Bank dapat membiayai pengadaan objek sewa berupa barang yang telah
dimiliki Bank atau barang yang diperoleh dengan menyewa dari pihak
lain untuk kepentingan nasabah berdasarkan kesepakatan;
b. objek dan manfaat barang sewa harus dapat dinilai dan diidentifikasi
secara spesifik dan dinyatakan dengan jelas termasuk pembayaran sewa
dan jangka waktunya;
c. Bank wajib menyediakan barang sewa, menjamin pemenuhan kualitas
maupun kuantitas barang sewa serta ketepatan waktu penyediaan barang
sewa sesuai kesepakatan;
d. Bank wajib menanggung biaya pemeliharaan barang/aset sewa yang
sifatnya materiil dan struktural sesuai kesepakatan;
e. Bank dapat mewakilkan kepada nasabah untuk mencarikan barang yang
akan disewa oleh nasabah;
f. nasabah wajib membayar sewa secara tunai dan menjaga keutuhan
barang sewa, dan menanggung biaya pemeliharaan barang sewa sesuai
dengan kesepakatan;
g. nasabah tidak bertanggung jawab atas kerusakan barang sewa yang
terjadi bukan karena pelanggaran perjanjian atau kelalaian nasabah;

Pasal 17 …
- 21 -

Pasal 17
Kegiatan penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan berdasarkan Ijarah untuk
transaksi multijasa berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut :
a. Bank dapat menggunakan Akad Ijarah untuk transaksi multijasa dalam jasa
keuangan antara lain dalam bentuk pelayanan pendidikan, kesehatan,
ketenaga kerjaan dan kepariwisataan;
b. dalam pembiayaan kepada nasabah yang menggunakan Akad Ijarah untuk
transaksi multijasa, Bank dapat memperoleh imbalan jasa (ujrah) atau fee;
c. besar ujrah atau fee harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk
nominal bukan dalam bentuk prosentase.

Pasal 18
Kegiatan penyaluran dana dalam bentuk pinjaman dana berdasarkan Qardh
berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut :
a. Bank dapat memberikan pinjaman Qardh untuk kepentingan nasabah
berdasarkan kesepakatan;
b. nasabah wajib mengembalikan jumlah pokok pinjaman Qardh yang diterima
pada waktu yang telah disepakati;
c. Bank dapat membebankan kepada nasabah biaya administrasi sehubungan
dengan pemberian pinjaman Qardh;
d. nasabah dapat memberikan tambahan/sumbangan dengan sukarela kepada
Bank selama tidak diperjanjikan dalam Akad;
e. dalam hal nasabah tidak dapat mengembalikan sebagian atau seluruh
kewajibannya pada waktu yang telah disepakati karena nasabah tidak
mampu, maka Bank dapat memperpanjang jangka waktu pengembalian atau

menghapus …
- 22 -

menghapus buku sebagian atau seluruh pinjaman nasabah atas beban


kerugian Bank;
f. dalam hal nasabah digolongkan mampu dan tidak mengembalikan sebagian
atau seluruh kewajibannya pada waktu yang telah disepakati, maka Bank
dapat menjatuhkan sanksi kewajiban pembayaran atas kelambatan
pembayaran atau menjual agunan nasabah untuk menutup kewajiban
pinjaman nasabah;
g. sumber dana pinjaman Qardh untuk kegiatan usaha yang bersifat sosial dapat
berasal dari modal, keuntungan yang disisihkan dan dari dana infak;
h. sumber dana pinjaman Qardh untuk kegiatan usaha yang bersifat talangan
dana komersial jangka pendek (short term financing) diperbolehkan dari
Dana Pihak Ketiga yang bersifat investasi sepanjang tidak merugikan
kepentingan nasabah pemilik dana;

Bagian Ketiga
Ketentuan Ganti Rugi (Ta’widh)
Pasal 19
Ketentuan Ganti Rugi (Ta'widh) dalam Pembiayaan:
a. Bank dapat mengenakan ganti rugi (ta`widh) hanya atas kerugian riil yang
dapat diperhitungkan dengan jelas kepada nasabah yang dengan sengaja atau
karena kelalaian melakukan sesuatu yang menyimpang dari ketentuan Akad
dan mengakibatkan kerugian pada Bank;
b. Besar ganti rugi yang dapat diakui sebagai pendapatan Bank adalah sesuai
dengan nilai kerugian riil (real loss) yang berkaitan dengan upaya Bank
untuk memperoleh pembayaran dari nasabah dan bukan kerugian yang

diperkirakan …
- 23 -

diperkirakan akan terjadi (potential loss) karena adanya peluang yang hilang
(opportunity loss/al-furshah al-dha-i’ah);
c. ganti rugi hanya boleh dikenakan pada Akad Ijarah dan Akad yang
menimbulkan utang piutang (dain), seperti Salam, Istishna’ serta
Murabahah, yang pembayarannya dilakukan tidak secara tunai;
d. ganti rugi dalam Akad Mudharabah dan Musyarakah, hanya boleh dikenakan
Bank sebagai shahibul maal apabila bagian keuntungan Bank yang sudah
jelas tidak dibayarkan oleh nasabah sebagai mudharib;
e. klausul pengenaan ganti rugi harus ditetapkan secara jelas dalam Akad dan
dipahami oleh nasabah; dan
f. Besarnya ganti rugi atas kerugian riil ditetapkan berdasarkan kesepakatan
antara Bank dengan nasabah.

BAB III
PENYELESAIAN SENGKETA BANK
DAN NASABAH
Pasal 20
(1) Dalam hal salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana
diperjanjikan dalam Akad atau jika terjadi perselisihan di antara Bank dan
Nasabah maka upaya penyelesaian dilakukan melalui musyawarah;
(2) Dalam hal musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mencapai
kesepakatan, maka penyelesaian lebih lanjut dapat dilakukan melalui
alternatif penyelesaian sengketa atau badan arbitrase Syariah;

BAB IV …
- 24 -

BAB IV
SANKSI
Pasal 21
(1) Bank yang tidak melaksanakan ketentuan dalam Pasal 2 sampai dengan Pasal
19 Peraturan Bank Indonesia ini dikenakan sanksi administratif sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 52 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10
Tahun 1998 berupa:
a. teguran tertulis;
b. penurunan tingkat kesehatan; dan atau
c. penggantian pengurus.
(2) Unit Usaha Syariah (UUS) yang tidak melaksanakan pengawasan terkait
dengan pelaksanaan ketentuan dalam Pasal 2 sampai dengan Pasal 19
Peraturan Bank Indonesia ini dikenakan sanksi administratif berupa:
a. teguran tertulis; dan atau
b. pencabutan izin usaha UUS.

BAB V
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 22
Akad-Akad Bank yang telah jatuh tempo dan akan diperpanjang wajib disesuaikan
dengan Peraturan Bank Indonesia ini.

BAB VI …
- 25 -

BAB VI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 23
Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal : 14 November 2005

GUBERNUR BANK INDONESIA,

BURHANUDDIN ABDULLAH

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2005 NOMOR 124


DPbS
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN BANK NDONESIA
NOMOR: 7/46/PBI/2005
TENTANG
AKAD PENGHIMPUNAN DAN PENYALURAN DANA BAGI BANK YANG
MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA BERDASARKAN
PRINSIP SYARIAH

UMUM
Sejalan dengan perkembangan pesat industri perbankan syariah
dimungkinkan pula adanya berbagai penafsiran dalam penyusunan Akad produk
dan jasa bank syariah yang dapat menimbulkan iklim usaha yang kurang kondusif
bagi bank syariah dan ketidak pastian bagi para pihak terkait dan stakeholders
lainnya. Dengan demikian diperlukan pengaturan Akad penghimpunan dan
penyaluran dana bank syariah dalam rangka memelihara kepercayaan masyarakat
terhadap bank syariah.
Dengan adanya ketentuan tentang Akad penghimpunan dan penyaluran
dana bank syariah akan memberikan manfaat kepada semua pihak yang
berkepentingan yang pada gilirannya akan mewujudkan pengelolaan bank syariah
yang sehat. Selain itu, kejelasan Akad akan membantu operasional bank sehingga
menjadi lebih efisien dan meningkatkan kepastian hukum para pihak termasuk
bagi pengawas dan auditor bank syariah.
Ketentuan persyaratan minimum Akad ini disusun berpedoman kepada
fatwa yang diterbitkan oleh Dewan Syariah Nasional dengan memberikan

penjelasan …
-2-

penjelasan lebih rinci aspek teknis perbankan guna menyediakan landasan hukum
yang cukup memadai bagi para pihak yang berkepentingan.
Ketentuan persyaratan minimum Akad ini mengikuti proses yang
berkesinambungan (evolving process) dengan memperhatikan perubahan dan
perkembangan kondisi regulasi dan sistem perundangan yang berlaku
Prinsip-prinsip umum yang diatur dalam ketentuan persyaratan minimum
Akad ini meliputi antara lain prinsip transparansi produk dan jasa dalam upaya
mewujudkan bank syariah yang penuh integritas dan amanah, asas keberlakuan
secara universal sehingga bank syariah dapat dimanfaatkan oleh seluruh lapisan
masyarakat, dan pengutamaan penyelesaian sengketa antara bank dan nasabah
secara musyawarah, memenuhi rasa keadilan dan efisiensi biaya dalam
penyelesaian sengketa melalui alternatif penyelesaian sengketa atau arbitrase
syariah.

PASAL DEMI PASAL


Pasal 1
Angka 1 sampai dengan angka 11
Cukup jelas.
Pasal 2
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan jenis transaksi syariah yang maksud adalah
Wadi’ah, Mudharabah, Musyarakah, Murabahah, Salam, Istishna’,
Ijarah dan Qardh.

Ayat (3) …
-3-

Ayat (3)
Yang dimaksud dengan:
"Gharar" adalah transaksi yang mengandung tipuan dari salah satu
pihak sehingga pihak yang lain dirugikan.
"Maysir" adalah transaksi yang mengandung unsur perjudian, untung-
untungan atau spekulatif yang tinggi.
"Riba" adalah transaksi dengan pengambilan tambahan, baik dalam
transaksi jual-beli maupun pinjam-meminjam secara batil atau
bertentangan dengan ajaran Islam.
"Zalim" adalah tindakan atau perbuatan yang mengakibatkan kerugian
dan penderitaan pihak lain.
"Risywah" adalah tindakan suap dalam bentuk uang, fasilitas, atau
bentuk lainnya yang melanggar hukum sebagai upaya mendapatkan
fasilitas atau kemudahan dalam suatu transaksi.
"Barang haram dan maksiat" adalah barang atau fasilitas yang dilarang
dimanfaatkan atau digunakan menurut hukum Islam.

Pasal 3
Cukup jelas

Pasal 4

Huruf a sampai dengan huruf f


Cukup jelas.
Huruf g
Yang dimaksud dengan "biaya operasional" adalah biaya yang berkaitan
langsung dengan fasilitas pengelolaan rekening nasabah misalnya biaya

kartu …
-4-

kartu ATM, cetak buku/cek/bilyet giro, cetak laporan traksaksi dan


saldo rekening, pembukaan dan penutupan rekening.
Huruf h
Cukup jelas
Pasal 5
Cukup jelas

Pasal 6
Huruf a
Yang dimaksud dengan Mudharabah dalam pengaturan pasal ini
adalah Mudharabah mutlaqah.
Huruf b sampai dengan huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Harga pasar digunakan untuk barang yang telah dimiliki oleh Bank
atau bukan pengadaan baru.
Nasabah mengembalikan dana Bank sebesar nilai nominal yang
ditetapkan berdasarkan nilai perolehan atau nilai pasar pada saat Akad.
Huruf g sampai dengan huruf k
Cukup jelas
Huruf l
Bank dapat melakukan review, meminta bukti-bukti dari laporan hasil
usaha yang dibuat oleh nasabah. Laporan hasil usaha disepakati kedua
belah pihak berdasarkan bukti pendukung yang dapat
dipertanggungjawabkan.

Huruf m …
-5-

Huruf m sampai dengan huruf o


Cukup jelas

Pasal 7
Cukup jelas

Pasal 8
Huruf a sampai dengan huruf l
Cukup jelas
Huruf m
Bank dapat melakukan review, meminta bukti-bukti dari laporan hasil
usaha yang dibuat oleh nasabah. Laporan hasil usaha disepakati kedua
belah pihak berdasarkan bukti pendukung yang dapat
dipertanggungjawabkan.
Huruf n dan huruf o
Cukup jelas

Pasal 9
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “barang” adalah barang yang diketahui
jelas kuantitas, kualitas dan spesifikasinya.
Huruf b dan huruf c
Cukup jelas

Huruf d …
-6-

Huruf d
Wakalah harus dibuatkan Akad secara terpisah dari Akad
Murabahah.
Yang dimaksud dengan secara prinsip barang milik Bank dalam
wakalah pada Akad Murabahah adalah adanya aliran dana yang
ditujukan kepada pemasok barang atau dibuktikan dengan
kuitansi pembelian.
Huruf e sampai dengan huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Angsuran secara proposional adalah angsuran yang ditetapkan
Bank secara proposional antara harga pokok dan marjin, serta
jangka waktu angsuran. Contoh :
 Harga pokok mesin Rp10.000.000,- (sepuluh juta rupiah)
 Marjin Rp2.000.000,- (dua juta rupiah)
 Jangka waktu angsuran = 12 (dua belas) bulan
 Angsuran nasabah Rp12.000.000,-/12 = Rp1.000.000,- (satu
juta rupiah)
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 10
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan nasabah yang mengalami penurunan
kemampuan membayar adalah nasabah yang kegiatan usahanya
terkena dampak bencana alam atau krisis perekonomian yang

ditetapkan …
-7-

ditetapkan secara resmi oleh pemerintah sebagai krisis nasional.


Pemotongan kewajiban pembayaran ditetapkan berdasarkan kebijakan
Bank.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 11
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud ‘barang’ adalah hasil pertanian dan atau hasil
tambang.
Huruf b
Yang dimaksud dengan pembayaran secara penuh pada saat
Akad adalah pembayaran segera setelah Akad disepakati atau
paling lambat 7 (tujuh) hari setelah Akad disepakati.
Huruf c sampai dengan huruf e
Cukup Jelas
Huruf f
Jaminan pihak ketiga antara lain dalam bentuk garansi
berdasarkan prinsip syariah.
Huruf g
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3) …
-8-

Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 12
Ayat (1)
Pembiayaan berdasarkan Salam paralel muncul pada saat Bank
membeli barang untuk dijual kembali kepada pihak lain.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 13
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud ‘barang’ adalah proyek infrastruktur dan atau
hasil industri manufaktur.
Huruf b sampai dengan huruf d
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat 3 …
-9-

Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 14
Ayat (1)
Pembiayaan Istishna’ paralel muncul pada saat Bank memesan barang
untuk dijual kembali kepada pihak lain.
Ayat (2)
Huruf a
Nasabah adalah termasuk nasabah produsen, pemasok atau
penyedia.
Huruf b sampai dengan huruf f
Cukup jelas

Pasal 15
Huruf a
Yang dimaksud ‘barang’ adalah barang bergerak atau tidak bergerak
yang dapat diambil manfaat sewa.
Huruf b dan huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Uraian biaya pemeliharaan yang bersifat material dan struktural sesuai
kesepakatan dituangkan dalam Akad

Huruf e …
- 10 -

Huruf e
Akad mewakilkan kepada nasabah di buatkan secara terpisah dari
Akad Ijarah
Huruf f dan huruf g
Cukup jelas

Pasal 16
Ayat (1)

Yang dimaksud dengan IMBT adalah Ijarah dengan janji (wa’ad)


yang mengikat pihak yang menyewakan untuk mengalihkan
kepemilikan kepada penyewa.

Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Huruf a sampai dengan huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Kondisi “nasabah tidak mampu” adalah ketidak mampuan nasabah
terhadap hal-hal di luar kemampuan nasabah karena musibah bencana
alam atau krisis perekonomian nasional yang ditetapkan sebagai krisis
oleh pemerintah.
Huruf f dan huruf g
Cukup jelas

Huruf h …
- 11 -

Huruf h
Dalam rangka kehati-hatian pemberian pinjaman Qardh untuk kegiatan
usaha yang bersifat talangan dana komersial, Bank dapat meminta
agunan kepada nasabah.

Pasal 19
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Kerugian riil adalah biaya-biaya riil yg dikeluarkan oleh Bank dalam
rangka penagihan hak Bank yang seharusnya dibayarkan oleh nasabah.
Huruf c sampai dengan huruf f
Cukup jelas

Pasal 20
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Badan arbitrase syariah yang digunakan adalah badan arbitrase syariah
yang berdomisili paling dekat dengan kantor Bank yang bersangkutan
atau yang ditunjuk sesuai kesepakatan Bank dan nasabah.
Pasal 21
Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2) …
- 12 -

Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4563

Anda mungkin juga menyukai