TESIS
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister
Hukum Ekonomi Syariah
Disusun Oleh:
Zainul Arif Andalusi
NIM : 21140433100014
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Praktek Produk Pembiayaan Paket Masa
Depan (PMD) di Bank BTPN Syariah tidak konsisten tehadap peraturan
Murabahah pada Hukum Ekonomi Syariah dalam fatwa DSN MUI No. 4 Tahun
2000 Tentang Murabahah. Dan terdapat beberapa indikator permasalahan yang
tidak sesuai hukum syariah. Transaksi murabahah yang dilakukan pihak Bank dan
nasabah terkesan dipaksakan untuk sesuatu yang memang tidak sesuai dengan
hukum murabahah itu sendiri.
Kata Kunci: Produk Pembiayaan Paket Masa Depan (PMD) Di Bank BTPN
Syariah Dalam Perspektif Hukum Perbankan Syariah
iv
ABSTRACT
This research is including legal research, with descriptive qualitative design. The
primary data source of this study is Law No. 21 of 2008, Bank Indonesia
Regulation No. 07/46/PBI/2005 and DSN-MUI Fatwa No. 04/DSN-MUI/
IV/2000, and Financial Services Authority Regulation. Secondary data sources are
derived from the results of interviews with the Syariah BTPN Bank and the
required literature of several journals, theses, and books or books related to the
thesis.
The results of this study indicate that the Future Package Financing Product
Practice at BTPN Syariah Bank is inconsistent with Murabahah regulations on
Sharia Economic Law in the MUI DSN fatwa No. 4 of 2000 concerning
Murabahah. And there are several indicators of problems that are not in
accordance with sharia law. Murabahah transactions carried out by the Bank and
customers seem forced to do something that is not in accordance with the
Murabahah law itself.
iv
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Swt,
atas segala karunia dan ridhonya, sehingga tesis dengan judul “Produk
Pembiayaan Paket Masa Depan (PMD) dengan akad Murabahah Dalam Perspektif
Hukum Ekonomi Syariah” ini dapat diselesaikan.
Tesis ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh
gelar Magister Hukum Ekonomi Syariah (M.H.) dalam bidang keahlian Hukum
Ekonomi Syariah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat
dan menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA, sebagai rektor UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
2. Dr. Asep Saepuddin Jahar, MA, sebagai Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. Nurhasanah, M.Ag. Ketua Program Studi Magister Hukum Ekonomi
Syariah dan Ahmad Chairul Hadi, M.A. Sekertaris Program Studi
Magister Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, para Penguji Dr. Djawahir Hejazziey, S.H.,
M.A.,M.H., Dr. Asep Saepuddin Jahar, MA, Dr. Muhammad Maksum,
S.H., M.A, Dr. Nurhasanah, M.Ag. yang telah banyak membantu penulis
dalam menyelesaikan penelitian ini.
4. Dr. M. Ali Hanafiah Selian, S.H., M.H. Pembimbing yang mengarahkan
serta memberi masukan agar karya ilmiah ini sesuai dengan kualifikasi
keilmuan.
5. Prof. Arskal Salim GP, M.Ag., Pembimbing proposal Tesis sekaligus
Penasihat Akademik yang membimbing dan mengarahkan serta memberi
masukan agar karya ilmiah ini sesuai dengan kualifikasi keilmuan.
6. Bapak Imbang Jaya Terenggana M.H. Divisi Program Daya Bank BTPN
Syariah yang telah membantu memfasilitasi penelitian ini.
7. Ayahanda H. Emi Suhaemi (Alm) & Ibunda Masamah & Ibunda
Farchiyah, Ayahanda Mertua Acim & Ibunda Mertua Suherti atas segala
dukungan dan doanya.
8. Isteriku tercinta Susi Lestari S.Pd, atas segala motivasi, yang selalu
mendampingi, perhatian dan doanya.
9. Seluruh rekan-rekan MHES angkatan 2014 dan seluruh civitas akademik
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dengan keterbatasan pengalaman, ilmu maupun pustaka yang ditinjau,
penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan dan pengembangan
lebih lanjut agar benar-benar bermanfaat. Oleh sebab itu, penulis sangat
mengaharapkan kritik dan saran agar tesis ini lebih sempurna serta sebagai
masukan bagi penulis untuk penelitian dan penulisan karya ilmiah dimasa yang
akan datang. Akhir kata, penulis berharap tesis ini memberikan manfaat bagi kita
semua terutama untuk pengembangan ilmu pengetahuan yang lebih baik.
1. Konsonan
2. Vokal
3. Vokal Panjang
4. Kata Sandang
5. Syaddah (Tasydid)
6. Ta Marbutah
7. Huruf Kapital
xi
DAFTAR TABEL DAN GAMBAR
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
xii
DAFTAR SINGKATAN
xiii
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bank Indonesia telah menetapkan visi dan misi Perbankan Syariah dan
mencanangkan strategis untuk mencapai sasaran pengembangan secara objektif
dengan membentuk kerangka dasar Perbankan Syariah.1 Salah satu Perbankan
Syariah yang memberikan pelayanan syariah yaitu Bank BTPN Syariah. Produk-
produk yang terdapat di Bank BTPN Syariah terdiri dari Produk Pendanaan dan
Produk Pembiayaan. Produk Pendanaan terdiri dari Tabungan Citra iB, Tabungan
Taseto iB, Deposito iB, Giro iB, sedangkan Produk Pembiayaannya adalah
program Paket Masa Depan (PMD).
Produk Pembiayaan Paket Masa Depan (PMD) adalah program terpadu
Bank BTPN Syariah yang diberikan kepada sekelompok wanita di pedesaan yang
ingin memiliki usaha dan memiliki impian untuk merubah hidup, tetapi tidak
memiliki akses layanan perbankan. Tujuan utamanya adalah untuk memberikan
solusi keuangan, perencanaan keuangan sederhana dan partisipasi kelompok.
Bank BTPN Syariah hadir untuk memberikan kemudahan pembiayaan.
Pembiayaan yang diberikan sangat memudahkan masyarakat, karena Bank tidak
meminta jaminan, sasarannyapun adalah masyarakat unbankable (nasabah tanpa
jaminan). Nasabah diwajibkan hadir dalam setiap pertemuan dengan karyawan
Bank BTPN Syariah yang disebut sebagai “Melati Putih Bangsa”, yaitu Pembina
Sentra yang bertindak sebagai fasilitator dan mendampingi para nasabah dalam
bertransaksi (menabung, membayarkan cicilan dan pencairan pembiayaan)
maupun memberikan edukasi serta menjadi teladan bagi nasabah Bank BTPN
Syariah. Pertemuan antara nasabah dengan pembina sentra dilaksanakan setiap
dua minggu sekali selama satu tahun.2
1
Zainuddin Ali, Hukum Perbankan Syariah, Jakarta: Sinar Grafika, 2008. Hlm. 130.
2
Hasil wawancara dengan Bapak Imbang Jaya Trenggana, Divisi Program Daya, pada
hari Selasa tanggal 2 Oktober 2018.
2
3
Hasil wawancara dengan Ibu Nonih Purwaningsih, ketua kelompok/grup sentra
Pebayuran, pada hari Jumat tanggal 24 Agustus 2018.
4
Hasil wawancara dengan Bapak Imbang Jaya Trenggana, Divisi Program Daya, pada
hari Selasa tanggal 2 Oktober 2018.
3
Akad ini merupakan salah satu bentuk natural certainty contracts, karena
dalam murabahah ditentukan berapa keuntungan yang ingin diperoleh.5 Para ahli
fuqaha mendefinisikan murabahah sebagai penjualan barang seharga biaya/harga
pokok (cost) barang tersebut ditambah mark-up atau margin keuntungan yang
disepakati.6
Berdasarkan pemaparan persoalan diatas hal tersebut termasuk kedalam
permasalahan Syariah Compliance (kepatuhan syariah), dimana sebuah kondisi
seluruh aktifitas dari Perbankan Syariah harus sejalan dengan ketentuan syariah.7
Dalam praktenya telah terjadi kerancuan Hukum didalam akad
pembiayaan Paket Masa Depan (PMD) yang dilakukan Bank BTPN Syariah terlihat
dari persoalan-persoalan sebagai berikut:8
1. Syarat Milkiyah (Kepemilikan Barang)
Bank belum memiliki barang, sedangkan syarat kepemilikan
merupakan hal yang paling mutlak dalam jual beli. Bentuk akad
murābahah bil wakalah yaitu Perbankan mewakilkan kepada nasabah
untuk membeli barang kebutuhannya. Dalam prakteknya yaitu:
a. Perbankan menyelesaikan akad murābahah terlebih dahulu kepada
nasabah. Selama proses akad tersebut tidak terjadi serah terima
barang antara perbankan dan nasabah, secara prinsip Bank belum
memiliki barang tersebut.
b. Ketika akad murābahah selesai, baru Perbankan menyerahkan
sejumlah uang kepada nasabah untuk membeli barang
5
Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2006, hlm. 113. Adiwarman A. Karim berpendapat yaitu salah satu skim fiqih
yang populer digunakan oleh Perbankan Syariah adalah skim jual beli murabahah. Transaksi
murabahah ini lazim dilakukan oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Secara sederhana,
murabahah berarti suatu penjualan barang seharga barang tersebut ditambah keuntungan yang
disepakati.
6
Bagya Agung Prabowo, Aspek Hukum Pembiayaan Murabahah Pada Perbankan
Syariah, Yogyakarta: UII Press Yogyakarta, 2012, hlm. 25.
7
Agus Triyanta, Hukum Perbankan Syariah, Regulasi, Impelementasi dan Formulasi
Kepatuhannya Terhadap Prinsip-Prinsip Islam, Malang: Setara Press Kelompok Instans
Publishing Wisma Kalimetro, 2016, hlm. 69.
8
Sofyan Sulaiman, Penyimpangan Akad Murabahah Pada Perbankan Syariah di
Indonesia, Iqtishodia: Jurnal Ekonomi Syariah, Universitas Islam Indragiri Tembilahan, Vol. 1,
No. 2, September 2016, hlm. 11-14.
4
9
Rafiq Yunus al-Misri, Ushul al-Iqtishad al-Islami, Damaskus: Dar al-Qalam, 1999, hlm.
149.
10
Sofyan Sulaiman, Penyimpangan Akad Murabahah Pada Perbankan Syariah di
Indonesia, Iqtishodia Jurnal Ekonomi Syariah, Vol. 1, No. 2, September 2016, hlm. 14.
5
tidak, dalam hal ini secara khusus diatur dalam Undang-Undang No. 21 Tahun
2008 Tentang Perbankan Syariah dan Umumnya yang terdapat dalam Fiqih
Muamalah, Fatwa DSN MUI No.04/DSN-MUI/IV/2000, Peraturan Bank
Indonesia No.10/1/PBI/2008, Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) dan
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) yang mengatur mengenai hukum
pembiayaan murabahah. Dan penulis ingin mengetahui lebih jauh Hukum Produk
Pembiayaan Paket Masa Depan (PMD) di Bank BTPN Syariah.
Untuk lebih jelasnya penulis akan membatasi masalah dan menarik
kesimpulan yang akan dituangkan dalam sebuah penelitian tesis, dengan judul
“Produk Pembiayaan Paket Masa Depan (PMD) Dengan Akad Murabahah
Dalam Perspektif Hukum Ekonomi Syariah”.
B. Permasalahan
Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah dipaparkan diatas,
penulis mengidentifikasi beberapa permasalahan yang akan diteliti dalam
penulisan ini, diantaranya:
1. Identifikasi Masalah
a. Adanya ketidakpahaman nasabah terhadap Produk Pembiayaan Paket
Masa Depan (PMD) di Bank BTPN Syariah yang mana didalamnya
menggunakan akad murabahah, yang mereka ketahui hanya membutuhkan
pinjaman uang dan kapan mereka harus membayar.
b. Pada prakteknya Produk Pembiayaan Paket Masa Depan (PMD) di Bank
BTPN Syariah telah terjadi kerancuan hukum syarat milkiyah, dimana
barang yang diakadkan belum ada dan barang tersebut secara prinsip
belum menjadi milik Bank.
c. Penempatan akad pembiayaan yang kurang tepat dalam Produk
Pembiayaan Paket Masa Depan (PMD) di Bank BTPN Syariah, karena
akad murābahah merupakan salah satu dari bentuk jual beli, sehingga akad
ini hanya berlaku pada praktek jual beli saja.
d. Dalam melakukan realisasi akad Produk Pembiayaan Paket Masa Depan
(PMD) di Bank BTPN Syariah, Bank mewakilkan nasabah untuk membeli
6
barang yang dipesan, sebagaimana dalam syarat khusus pada jual beli
murabahah, modal dan keuntungan haruslah diketahui akan tetapi pihak
Bank menawarkan beberapa besaran plafond pembiayaan tersebut beserta
margin keuntungan yang diambil oleh Bank dan Bank tidak mengambil
keuntungan berdasarkan harga barang, namun dari besaran uang yang
dikeluarkan oleh Bank.
e. Dalam akad Produk Pembiayaan Paket Masa Depan (PMD) di Bank BTPN
Syariah tidak ada komoditas barang yang dibeli, maka tidak ada bedanya
keuntungan murabahah atau margin yang terdapat dalam akad Produk
Pembiayaan Paket Masa Depan (PMD) dengan bunga pada Bank
Konvensional.
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas dan karena judul tesis ini
sangat luas dan agar pembahasan ini terarah, maka penulis membatasi ruang
lingkup pembahasannya, yaitu Praktek akad yang dilakukan Bank BTPN Syariah
dalam Produk Pembiayaan Paket Masa Depan (PMD) dengan akad Murabahah
dalam Perspektif Hukum Ekonomi Syariah.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah diatas, maka
permasalahan yang dapat dirumuskan adalah:
a. Bagaimana Produk Pembiayaan Paket Masa Depan (PMD) di Bank BTPN
Syariah?
b. Apakah Produk Pembiayaan Paket Masa Depan (PMD) Dengan Akad
Murabahah Sesuai Dengan Ketentuan Hukum Ekonomi Syariah?
7
E. Tujuan Penelitian
Tesis ini bertujuan untuk:
1. Menjelaskan aplikasi akad Produk Pembiayaan Paket Masa Depan (PMD)
di Bank BTPN Syariah dalam perspektif Hukum Ekonomi Syariah.
2. Menganalisis hukum Produk Pembiayaan Paket Masa Depan (PMD) di
Bank BTPN Syariah.
F. Manfaat Penelitian
Adapun tesis ini akan menjadi bahan masukan dan bermanfaat bagi:
1. Bank dan nasabah, diharapkan dapat menambah wawasan dan memperluas
pemahaman terhadap akad Produk Pembiayaan Paket Masa Depan (PMD)
di Bank BTPN Syariah.
2. Secara akademik, penulis dan akademisi, diharapkan dapat memberikan
kontribusi berupa wawasan dan pengetahuan tentang Produk Pembiayaan
Paket Masa Depan (PMD) di Bank BTPN Syariah Dalam Perspektif
Hukum Ekonomi Syariah.
3. Para pembuat keputusan dan para pelaksana kebijakan di Bank BTPN
Syariah seluruh cabang Provinsi/Kabupaten/Kota.
G. Signifikansi Penelitian
Penulis mempunyai alasan mendasar bahwa penelitian ini penting untuk
dilakukan, yaitu sebagai berikut:
1. Dari segi praktis; Produk Pembiayaan PMD di Bank BTPN Syariah ini
cukup signifikan perkembangannya bagi Bank Syariah, baik dari segi
perekonomian (aset) maupun operasionalnya serta melihat efek yang
ditimbulkan pada praktek akad pembiayaan Paket Masa Depan (PMD)
terutama mengenai status hukum akad pembiyaan yang dilakukan nasabah
Bank BTPN Syariah dan umumnya masyarakat.
2. Dari segi teoritis; Studi ini memberikan kontribusi bagi Produk
Pembiayaan PMD di Bank BTPN Syariah yang ada di Indonesia.
8
11
Claudia, “Pembiayaan Murabahah Bank Syariah Mandiri kepada Usaha Kecil”, (Juni
2010), hlm. 7. Jurnal diakses pada tanggal 23 Desember 2017 dari http://lib.ui.ac.id. jurnal ini
membahas tentang pembiayaan murabahah untuk usaha kecil. Permasalahan yang dibahas adalah
implementasi pembiayaan Murabahah BSM kepada Usaha Kecil serta kendala yang dihadapi oleh
BSM dalam pelaksanaan tujuan tersebut.
9
12
Maisarah, ”Studi Perbandingan Pembiayaan Murabahah Pada Bank Muamalat Dan
Bank Syariah Mandiri Cabang Pekan Baru”, 2012, hlm. 9. Jurnal diakses pada tanggal 11 Oktober
2017 dari http://repository.uin.-suska.ac.id. Jurnal ini membahas tentang Bagaimana Pelaksanaan
Pembiayaan Murabahah Bank Muamalat dan Bank Syariah Mandiri Cabang Pekanbaru, dan
Bagaimana Perbandingan Pembiayaan Murabahah pada Bank Muamalat dan Bank Syariah
Mandiri.
10
13
Ridha Kurniawan Adnans, “Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah Pada Bank
Syariah (Studi Terhadap Pembiayaan Rumah/Properti Pada Bank BNI Syariah Cabang Medan”,
(20 Juli 2007), hlm. 4. Jurnal diakses pada tanggal 23 Oktober 2017 dari
http://repository.usu.ac.id. Jurnal ini membahas tentang pembiayaan murabahah hampir tidak ada
bedanya dengan produk Kredit Pemilikan Rumah (KPR) pada Bank Konvensional.
14
Samarul Falah, ”Implementasi Hukum Kontrak Dalam Pembiayaan Murabahah Pada
Bank Muamalat Indonesia (BMI) Cabang Surakarta”, (2010), hlm. 11. Jurnal ini diakses pada
tanggal 2 November 2017 dari http:// digilib.uns.ac.id. Jurnal ini membahas adanya perbedaan
mendasar konsep pelaksanaan Bank Konvensional dan Bank Syariah pasca lahirnya Undang-
Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah dan mengungkapkan tentang
pelaksanaan hukum kontrak dalam Pembiayaan Murabahah pada Bank Muamalat Indonesia
(BMI) Cabang Surakarta.
11
15
Samino Setiawan, “Biaya Administrasi Pembiayaan Di Bank Syariah (Studi Bank
Syarah di Daerah Istimewa Yogyakarta” (27 Juli 2009), hlm. 4. Jurnal ini diakses pada tanggal 27
Oktober 2017 dari http://digilib.uin-suka.ac.id, jurnal ini membahas tentang indikasi permasalahan
muncul karena adanya penggunaan konsep time value of money dalam penentuan biaya
administrasi pembiayaan. Padahal, para ekonom muslim banyak yang berpendapat bahwa konsep
tersebut dilarang oleh Syariah.
12
bukan akad yang diperuntukan untuk apa saja yang dibutuhkan nasabah sehingga
akad yang digunakan menyerupai kredit Bank Konvensional sebagaimana yang
penulis teliti. Oleh sebab itu, penelitian ini mencoba mengangkat sebuah topik
permasalahan dengan menggali sisi lain dari obyek penelitian yang belum
terungkap atau tereksploitasi sekaligus meng-update penelitian-penelitian
terdahulu.
J. Metodologi Penelitian
1. Metode dan Pendekatan Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah metode
penelitian kualitatif. Secara umum, kajian dalam penelitian tesis ini tergolong
penelitian hukum (legal research) dengan desain kualitatif deskriptif
(descriptive research). Sebagai bagian dari tradisi kualitatif, penelitian ini
menggunakan pendekatan hukum syariah. Berdasarkan hal tersebut,
pendekatan penelitian yang akan digunakan dalam penyusunan tesis ini adalah
menggunakan pendekatan legal normative.16 Pendekatan legal normative
dilakukan untuk menelaah semua peraturan yang bersangkut paut dengan isu
Perbankan Syariah yang ditangani terkait Hukum Pembiayaan Paket Masa
Depan di Bank BTPN Syariah. Dengan demikian, Hukum Ekonomi Syariah
diperlukan dalam penelitian ini untuk menganalisis sejauh mana kesyariahan
Program PMD di Bank BTPN Syariah dan melihat respon masyarakat atau
nasabah yang mengikuti program tersebut.
2. Sumber Data
Dalam penelitian hukum syariah, yaitu melihat respon masyarakat atau
nasabah dan reaksi Bank BTPN Syariah terhadap Produk Pembiayaan Paket
Masa Depan PMD di Bank BTPN Syariah dengan fokus pada Hukum Syariah
yang tertuang dalam Fatwa DSN-MUI No.2 Tahun 2000 Tentang Murabahah,
PBI No. 07/46/PBI/2005, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK), dan Bank
16
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum Edisi Revisi, Jakarta: Prenada Media
Group, 2016, hlm. 41-43.
13
BTPN Syariah maka sebagai sumber penelitian dalam tesis ini adalah sebagai
berikut:
a. Sumber Data Primer
Sumber data primer diperoleh dari dua sumber yaitu study
dokumen dan in-depth interview. Study dokumen berupa: (1) Undang-
Undang Perbankan Syariah No. 21 Tahun 2008 dan Fatwa Dewan Syariah
Nasional No 04/DSN-MUI/IV/2000 ketentuan murabahah pada Perbankan
Syariah, Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah. Sedangkan in-depth
interview berupa hasil wawancara penulis dengan pihak-pihak terkait
dalam kajian tesis ini. Pertama, Staff Divisi Program Daya Implementasi,
Kantor Pusat Bank BTPN Syariah, Jakarta. Kedua, Staff Mini Marketing
Sentra Pebayuran, KFO Bank BTPN Syariah Cabang Cikarang, Bekasi.
Ketiga, masyarakat atau Nasabah yang megikuti Program Paket Masa
Depan (PMD) di Bank BTPN Syariah.
b. Sumber Data Sekunder
Sebagai sumber data sekunder dalam penelitian ini yang terutama
adalah sumber data tertulis, yaitu berupa tulisan orang lain terkait Hukum
Produk Pembiayaan Paket Masa Depan (PMD) sebagaimana akad yang
didalamnya adalah akad murabahah, serta data-data yang sudah diolah dan
dipublikasikan baik dalam bentuk buku-buku termasuk skripsi, tesis,
disertasi serta jurnal ilmiah terkait dengan topik penelitian ini.
3. Teknik Pengumpulan Sumber Data
Teknik pengumpulan sumber data diperoleh melalui dua sumber, yaitu:
pertama, study dokumen yaitu berupa Undang-Undang Perbankan Syariah No.
21 Tahun 2008 serta Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, Fatwa Dewan
Syariah Nasional No 04/DSN-MUI/IV/2000 ketentuan murabahah pada
Perbankan Syariah, Peraturan OJK Nomor 31/POJK.05/2014 tentang
Penyelenggaraan Usaha Pembiayaan Syariah. Kedua, in-depth interview
dilakukan kepada Mini Marketing Sentra Pebayuran, KFO Bank BTPN Syariah
Cabang Cikarang, Bekasi dan masyarakat atau Nasabah Bank BTPN Syariah.
Selain itu penulis juga melakukan library research dengan mencari data-data,
14
literatur-literatur dan referensi yang berkaitan dengan judul tesis ini serta
pembahasannya.
4. Teknik Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan deskriptif-kualitatif. Data primer berupa
study dokumen dan hasil wawancara dari Mini Marketing Sentra Bank BTPN
Syariah Cikarang dan informan terpilih kemudian ditranskrip dan
dikategorisasi berdasarkan tema. Kemudian data-data sekunder diolah
berdasarkan latar belakang permasalahan.
Dalam menganalisis Produk PMD di Bank BTPN Syariah dalam
Prespektif Hukum Ekonomi Syariah, maka penelitian ini menggunakan analisis
melalui pendekatan legal normatif. Pendekatan kasus bertujuan untuk
mengetahui Hukum Produk Pembiayaan Paket Masa Depan (PMD) di Bank
BTPN Syariah. Hal ini dapat dipelajari untuk memperoleh suatu gambaran
terhadap dampak dimensi penormaan suatu aturan hukum dalam praktiknya.
Hasil analisisnya digunakan untuk bahan masukan dalam menjelaskan
fenomena berdasarkan perspektif Hukum Ekonomi Syariah.
Semua bahan dan data yang diperoleh kemudian diolah dan dianalisis
menggunakan pendekatan Hukum Ekonomi Syariah dan data dalam penelitian
ini disajikan secara deskriptif analitis, yaitu mendeskripsikan fakta yang ada
kemudian dilakukan analisis berdasarkan Undang-Undang dan Peraturan
Perbankan Syariah dan teori yang terkait. Analisis data dalam pengumpulan
data ini menggunakan metode analisis kualitatif, yaitu dengan
menginterpretasikan, menguraikan, menjabarkan, dan menyusun data secara
sistematis logis sesuai dengan tujuan pengumpulan data.
5. Teknik Penulisan
Teknik penulisan yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah
berdasarkan pada buku “Pedoman Penulisan Tesis dan Disertasi Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2017”.
15
K. Sistematika Pembahasan
Tesis ini terdiri dari 5 (lima) bab dengan sistematika penulisan tesis
sebagai berikut: Bab I sebagai “Pendahuluan”, berisi tentang latar belakang
penelitian yang berkaitan dengan hukum akad produk pembiayaan Paket Masa
Depan (PMD) di Bank BTPN Syariah. Selanjutnya menguraikan permasalahan
berupa; identifikasi masalah, pembatasan masalah, dan perumusan masalah.
Dilanjutkan tujuan dan manfaat penelitian, signifikansi penelitian, review studi
terdahulu, kerangka teori, metodologi penelitian dan terakhir sistematika
pembahasan. Selanjutnya Bab II Konsep Murabahah dan Tinjauan Hukumnya,
Bab III Produk Pembiayaan Paket Masa Depan (PMD) di Bank BTPN Syariah
Selanjutnya dalam Bab IV Analisis Hasil Penelitian. Bab V Kesimpulan dan
Saran.
Tesis ini memaparkan hasil temuan dari penelitian lapangan berupa
pandangan hukum terkait Produk Pembiayaan Paket Masa Depan (PMD) di Bank
BTPN Syariah dalam Perspektif Hukum Ekonomi Syariah, selanjutnya
menganalisis implementasi akad yang terdapat dalam Praktek Produk Pembiayaan
Paket Masa Depan (PMD) pada Bank BTPN Syariah dalam sistem
pengaplikasiannya di masyarakat atau nasabah dan juga menjelaskan hukum akad
dalam konsep tersebut dilihat berdasarkan Hukum Ekonomi Syariah. Bab V.
Sebagai bab penutup berisi uraian kesimpulan dari hasil penelitian yang telah
dibahas pada bab sebelumnya. Kemudian saran-saran sebagai masukan
berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh. Selain itu, bab ini juga memberikan
rekomendasi untuk beberapa pihak yang berkepentingan pada Produk Pembiayaan
Paket Masa Depan (PMD) di Bank BTPN Syariah, kemudian dalam aplikasi
produk tersebut dapat terciptanya konsistensi Kepatuhan Hukum Ekonomi
Syariah dan optimalisasi dan peningkatan Pelayanan Bank BTPN Syariah
berdasarkan prinsip-prinsip Syariah.
16
BAB II
KONSEP AKAD MURABAHAH DAN TINJAUAN HUKUMNYA
A. Teori Akad
1. Pengertian Akad
Akad berasal dari Bahasa Arab yaitu al-aqd yang secara etimologi
17
Abdurrahman Ghazaly, Fiqh Muamalat, Jakarta: Kencana, 2015, hlm 50-51.
18
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, Jakarta: PT Raja Grafiondo Persada, 2008, hlm.46.
19
Undang-Undang Republik Indonesia N0.21 Tahun 2008, Dihimpun Oleh Redaksi Sinar
Grafika, Jakarta, Sinar Grafika, 2008, hlm.92.
20
Rachmat Syafe‟i, Fiqih Muamalah, Bandung: CV Pustaka Setia, 2001, hlm.45.
21
Rachmat Syafe‟i, Fiqih Muamalah, Bandung: CV Pustaka Setia, 2001, hlm. 50.
17
akad harus jelas dan dikenali; dan Objek akad harus dapat diserah
terimakan.22
Akad adalah kesepakatan dalam suatu perjanjian antara dua pihak atau
lebih untuk melakukan dan atau tidak melakukan perbuatan hukum tertentu.23
Akad ini merupakan salah satu bentuk natural certainty contract (yakni
memberikan kepastian pembiayaan baik dari segi jumlah maupun waktu, cash
flownya bisa diprediksi dengan relatif pasti, karena sudah disepakati oleh
kedua belah pihak yang bertransaksi diawal akad). Dikategorikan
sebagai natural certainty contract karena dalam murabahah ditentukan
berapa requaired rate of profitnya (besarnya keuntungan yang disepakati).24
Akad juga adalah ketertarikan keinginan diri dengan sesuatu yang lain dengan
cara yang memunculkan adanya komitmen tertentu yang disyariatkan sesuai
rukun-rukun akad.25
22
Abdurrauf. Al-Iqtishad, Vol IV, No. (Jakarta: UIN-Syarif Hidayatullah, 1, Januari
2012), jurnal yang berjudul: Penerapan teori akad pada Perbankan Syariah, hlm.24-25.
23
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, Bandung: Fokusmedia, 2009, hlm. 15.
24
Adi Warman A. Karim, Bank Islam, Analisis Fiqh dan Keuangan, Jakarta: IIIT
Indonesia, 2003, hlm. 161.
25
Shalah ash-Shawi, Abdullah al-Muslih, Fiqih Ekonomi Keuangan Islam, Jakarta: Darul
Haq, 2008, hlm. 26-29. Rukun-rukun akad yaitu: (1) Dua pihak atau lebih yang melakukan akad,
(2) Objek Akad (Transaksi), (3) Lafadz (Shighat) Akad dan syarat-syarat shighat akad yang telah
terpenuhi.
26
Burhanuddin Susanto, Hukum Perbankan Syariah di Indonesia, Yogyakarta: UII Press,
2008, hlm.7.
18
1. Pengertian Murabahah
Secara bahasa, kata murâbahaħ berasal dari kata al-ribh (ربْخ
ِّ )ال
َّ )الyang memiliki arti kelebihan atau pertambahan dalam
atau al-rabh (ربَخ
perdagangan (التَّـجْ ر )النَّماء فـي. Dengan kata lain, al-ribh tersebut dapat
lain kata tersebut dengan makna yang sama, yaitu al-ribâh ( )الرِّباحdan al-
27
Zainuddin Ali, Hukum Perbankan Syariah, Jakarta: Sinar Grafika, 2010, hlm.1.
28
Warkum Sumitro, Asas-asas Perbankan Islam dan Lembaga-lembaga yang terkait,
Jakarta: PT.RajaGrafindo, 1996, hlm.5.
29
Muhammad bin Mukram bin Manzhur, Lisan al-'Arab, (Beirut: Dar Shadir, t.th.), Juz 2,
hlm. 442.
30
Muhammad bin Mukram bin Manzhur, Lisan al-'Arab, (Beirut: Dar Shadir, t.th.), Juz 2,
hlm. 442.
19
“Mereka itulah orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk,
maka tidaklah beruntung perniagaan mereka dan tidaklah mereka mendapat
petunjuk”.
Kata ribh juga sering dipersandingkan maknanya dengan kata al-
fadhl ()الفضل. Hal itu misalnya terlihat dalam firman Allah surat Âli 'Imrân
.
“Maka mereka kembali dengan nikmat dan karunia (yang besar) dari
Allah, mereka tidak mendapat bencana apa-apa, mereka mengikuti keridhaan
Allah. dan Allah mempunyai karunia yang besar”.
Selain kata al-fadhl, kata al-ribh juga memiliki sinonim lain, yaitu al-
ghunm ( )الغ ْنمyang menjadi akar dari kata al-ghanîmaħ ()الغنيمة.31 Kata al-
31
Abdullah bin Muslim bin Qutaybah al-Daynuriy Abu Muhammad, Gharib al-Hadîts
(al-Gharib li Ibn Qutaybah), (Baghdad: Mathba‟ah al-„Aniy, 1397 H), Juz 1, hlm. 229.
20
dilakukan dengan menambah harga awal (األول )البيع بزيادة على الثمن.34
Secara terminologi fiqih, murabahah adalah bentuk jual beli barang
dengan menyatakan harga perolehan barang dan keuntungan margin yang
ditentukan.35
Sedangkan menurut istilah murabahah adalah transaksi penjualan
barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang
disepakati oleh penjual dan pembeli. Hal yang membedakan
murabahah dengan jual beli lainnya adalah penjual harus memberitahukan
kepada pembeli harga barang pokok yang dijualnya serta jumlah keuntungan
yang diperoleh.
32
Ahmad bin al-Husayn bin 'Ali bin Musa Abu Bakar al-Bayhâqiy (disebut: al-
Bayhâqiy), Sunan al-Bayhaqiy al-Kubra, (Makkah al-Mukarramah: Maktabah Dâr al-Baz, 1994),
Juz 6, hlm. 39.
33
Ali bin Muhamamd bin 'Ali al-Jurjaniy, al-Ta'rifat, (Beirut: Dar al-Kitab al-'Arabiy,
1405 H), hlm. 266.
34
Qasim bin 'Abdillah bin Amir 'Ali al-Qawnuniy, Anis al-Fuqaha`, (Jedah: Dar al-
Wafa`, 1406 H), hlm. 214, Sebagai kelebihan dari modal awal, keuntungan dalam jual
beli murâbahaħ memiliki kesamaan dengan kelebihan pada riba. Akan tetapi antara keduanya
berbeda jauh dalam status hukum; keuntungan pada murâbahaħ (sama seperti keuntungan pada
jual beli lainnya) dibolehkan secara hukum, sedang kelebihan pada riba diharamkan.
35
Abd al-Rahman Al-Jaziri, Kitab Al-Fiqh „Ala Madzahib Al-Arba‟ah, Jil II, Beirut: Dar
Al-Kutub Al-Ilmiyah, 1999, hlm. 250.
21
36
. نَق ُل َما ِمل ِك ِو بِال َعق ِد اَألََول بِالثَ َم ِن األََوِل َم َع ِزيَ َاد ِة ُرب ٍح
“Mengalihkan kepemilikan sesuatu yang dimiliki melalui akad
pertama dengan harga pertama disertai tambahan sebagai keuntungan”.
Ulama Mâlikiyyaħ mengemukakan rumusan definisi sebagai berikut:
37
لذي اِ َشتَ َر َاىا بِِو َوِزيَ َاد ِة ُرب ٍح َمعلُوٍم َلَُما
.
ِ السلع ِة بِالثم ِن ا
َ َ َ بَي ُع
ِ
“Jual beli barang dagangan sebesar harga pembelian disertai dengan
tambahan sebagai keuntungan yang sama diketahui kedua pihak yang
berakad”.
Dalam pandangan ulama Mâlikiyyaħ, seperti disebutkan al-
„Abdariy,38 jual beli murâbahaħ juga terbagi dua, yaitu: Pertama, jual beli
dengan tambahan (keuntungan) yang jelas terhadap modal awal. Misalnya,
keuntungan satu dirham terhadap satu dirham modal awal dan tambahan satu
dirham terhadap sepuluh dirham modal awal dan selanjutnya, bisa lebih
banyak atau kurang, sesuai dengan kesepakatan. Kedua, jual beli dengan
tambahan keuntungan yang disebutkan dan disepakati terhadap keseluruhan
harga awal.
36
Muhammad bin 'Abd al-Wahid al-Siwasiy (populer dengan sebutan Ibn
Hummam), Syarh Fath al-Qadir, (Beirut: Dâr al-Fikr, t.th.), Juz 6, hlm. 494.
37
Saydiy Ahmad al-Dardir Abu al-Barakat, al-Syarh al-Kabir, (Beirut: Dar al-Fikr, t.th.),
Juz 3, h. 159. Lihat juga: Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Rusyd, Bidayah al-
Mujtahid, (Beirut: Dar al-Fikr, t.th.), Juz 2, hlm. 161.
38
Muhammad bin Yusuf bin Abi al-Qasim al-„Abdariy Abu „Abdillah, al-Taj wa al-Iklil,
(Beirut: Dar al-Fikr, 1398 H), Juz 4, hlm. 489
22
39
.بَي ٌع بِِث ِل الث َم ِن أَو َما قَ َام َعلَي ِو بِِو َم َع ُرب ٍح َموُزٍع َعلَى أَجَزائِِو
“Jual beli dengan seumpama harga (awal), atau yang senilai
dengannya, disertai dengan keuntungan yang didasarkan pada tiap
bagiannya”.
40
.َمعلُوٍم اَلبَ ي ُع بَِرأ ِس ال َم ِال َوُرب ٍح
“Jual beli dengan harga modal ditambah keuntungan yang
diketahui”.
Dalam hal ini yang menjadi unsur utama jual beli murâbahaħ itu
adalah adanya kesepakatan terhadap keuntungan. Keuntungan itu ditetapkan
dan disepakati dengan memperhatikan modal si penjual. Dalam hal ini,
keterbukaan dan kejujuran menjadi syarat utama terjadinya murâbahaħ yang
sesungguhnya. Selain dinamai dengan murâbahaħ, jual beli jenis ini juga
dinamai dengan al-bay`bi al-tsaman al-'âjil (diferred payment sale). Dalam
kitab al-Umm, Imam Syafi'iy menamai transaksi seperti ini dengan istilah al-
amr bi al-syirâ`.41
Sayyid Sabiq mengartikan murabahah sebagai penjualan dengan
harga pembelian barang berikut keuntungan yang diketahui.42 Ibnu Qudamah
mendefinisikan murabahah sebagai jual beli dengan menghitung modal
ditambah keuntungan tertentu yang diketahui.43 Hasbi As Shiddiqi
mendefinisikan murabahah berarti menjual barang dengan keuntungan (laba)
39
Abd al-Hamid al-Syarwaniy, Hawasyiy al-Syarwaniy, (Beirut: Dar al-Fikr, t.th.), Juz 4,
hlm. 424.
40
Abdullah bin Ahmad bin Qudamah, al-Mughniy, (Beirut: Dâr al-Fikr, 1405 H), Juz 4,
hlm. 129.
41
Abi Abdillah Muhammad bin Idris al-Syâfi'iy, al-Umm, (Kairo: Maktabah Kulliyah al
Azhariyah, 1961), Juz III, hlm. 93.
42
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah 11, Terj, Kamaludin A Marzuki, Fiqh Sunnah jilid 11,
Bandung: Pustaka, 1988, hlm. 83.
43
Fuad Sarthawy, at-Tamwīl al-Islāmī wa Daur al-Qithā‟ al-Khāsh, cet.1, (Jordan: Dār
al-Masīra,tt), hlm. 235
23
44
Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddiqy, Hukum-hukum Fiqh Islam (tinjauan antar
madzhab), Semarang: Pustaka Rizki Putra, 1997, hlm. 353.
45
Zainul Arifin, Memahami Bank Syari‟ah: Lingkup, Peluang, Tantangan dan Prospek,
Jakarta: Alvabet, 2001, hlm. 21.
46
Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuanagan, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2006, hlm.113.
47
Rukhul Amin, Dinamika Penerapan Murabahah Dalam Sistem Perbankan Syariah,
Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surabaya, Jurnal Perbankan Syariah Vol. 1
No. 1 Mei 2016 hlm.5. Diakses pada tanggal 14 agustus 2018.
48
Undang-Undang Republik Indonesia N0. 21 Tahun 2008, Jakarta: Sinar Grafika, 2008,
hlm. 63.
24
49
Himpunan Peraturan Perundang-undangan/Peraturan Mahkamah Agung No. 2 Tahun
2008 Tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, Disusun Oleh Tim Redaksi Fokusmedia,
Bandung, Fokusmedia, 2009, hlm.15.
50
Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah Dari Teori ke Praktik, Jakarta: Gema Insani,
2001, hlm.101.
51
Agus Triyanta, Hukum Perbankan Syariah Regulasi, Impelementasi dan Formulasi
Kepatuhannya Terhadap Prinsip-Prinsip Islam, Malang: Setara Press Kelompok Instans
Publishing Wisma Kalimetro, 2016, hlm. 55.
25
.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan
yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu
membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu”.53
52
Dalam Al-Qur‟an Surat al-Baqaraħ (2) ayat 275.
53
Dalam Al-Qur‟an Surat An-Nisa (4) ayat 29.
54
Dalam Al-Qur‟an Surat Al-Maidah (5) ayat 1.
55
Dalam Al-Qur‟an Surat Al-Baqarah (2) ayat 282.
26
56
Dalam Al-Qur‟an Surat Al-Baqarah (2) ayat 283.
57
Dalam Al-Qur‟an Surat Al-Baqarah (2) ayat 280.
27
58
N. Oneng Nurul Bariyah, Akad Mu‟awadah Dalam Konsep Fiqih dan Aplikasinya di
Bank Syariah, Jurnal Al-Milal Jurnal Studi Ilmu Keislaman, Volume 1, Nomor 1, Februari 2013,
halaman 151, ISSN 2337-814X, hlm.3. Diakses pada tanggal 15 Agustus 2018.
59
HR. Muslim. Abu Bakar Ahmad bin Husain bin Ali bin Abdullah bin Musa Al-
Khasrujurdi Al-Baihaqi, Ma‟rifatus-Sunan wal-Ātsār lil-Baiḥāqi, juz. 9, hlm. 161. Diunggah dari
http://www.alsunnah.com dalam paket e-book; al-Maktabah Syāmilah.
60
Fatḥ al-Qadir, juz. 15, hlm. 220. Diunggah dari http://www.al-islam.com dalam paket
e-book; al-Maktabah Syāmilah.
61
Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh al-Islāmī wa Adillatuhu, cet. 4, (Damaskus: Dār al-Fikr,
2004), juz. 5, hlm. 3766.
28
waktu yang disepakati, baik secara tunai maupun secara angsuran.62 Oleh
karena itu, keberadaan murâbahaħ juga didasarkan pada hadis yang
menegaskan bahwa murabâhaħ termasuk dalam ketegori perbuatan
dianjurkan (diberkati).
صلى اللو َعلَي ِو ِ ُ ال رس َ َب َعن أَبِ ِيو ق ٍ ص َهي ِ عن
َ ول اللو ُ َ َ َال ق ُ صال ِح ب ِن َ َ
ِ ِ ٌ ثََل:وسلم قال
،ُضة َ البَ ي ُع إ ََل أ: ُث في ِهن البَ َرَكة
َ َوال ُم َق َار،َج ٍل َ ََ
63
.)ع (رواه ابن ماجة عن صهيب ِ ت َل لِلبَ يِ ط الب ِّر بِالشعِ ِي لِلب ي
َ ُ ُ َوخل
”Dari Shalih bin Shuhayb dari Ayahnya, ia berkata: “ Rasulullah
SAW bersabda: “Tiga hal yang didalamnya terdapat keberkahan: jual beli
secara tangguh, muqaradhah (mudharabah) dan mencampur gandum dengan
tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk jual”. (HR. Ibn Majah).
Namun demikian ada juga beberapa riwayat lain dari para sahabat
yang memberikan penjelasan bahwa jual beli dengan tambahan seperti ini
termasuk yang harus “diwaspadai”. Ibn „Umar menegaskan bahwa jual beli
“sepuluh dua belas” itu adalah riba.64 Ikrimah mengatakan jual beli seperti itu
adalah haram. Ishaq mengatakan bahwa jual beli seperti itu adalah batal kalau
harga awalnya tidak diketahui. Sedang Ibn „Abbas menetapkan bahwa jual
beli “sepuluh sebelas” hukumnya adalah makruh. Walau tetap saja ada
sahabat yang membolehkan jual beli seperti ini, seperti Ibn Mas‟ud,65 Ibn
Sirin, Qadhi Surayh dan Ibrahim (al-Nakha‟iy), Sa‟id bin al-Musayyab, al-
Tsawriy, al-Syafi‟iy, ulama Ahl Ra`y, dan Ibn al-Mundzir. Menurut mereka,
62
M. Umer Chapra, Sistem Moneter Islam, Judul Asli: Towards a Just Monetary System,
Penerjemah: Ikhwan Abidin Basri, (Jakarta: Gema Insani Press dan Tazkia Cendekia, 2000), hlm.
120. Sami' Hamud menamai transaksi seperti ini dengan bay' al-murâbahaħ li al-amr bi al-
syirâ` (penjualan dengan tingkat margin keuntungan tertentu kepada orang yang telah memberi
order utnuk membeli).
63
Muhamamd bin Yazid Abu 'Abdillah al-Qazwaniy (disebut Ibn Mâjaħ), Sunan Ibn
Mâjaħ, (Beirut: Dar al-Fikr, t.th.), Juz 2, hlm. 768.
64
Abu Bakar 'Abd al-Razzaq bin Humam al-Shan'aniy, Mushnaf 'Abd al-Razzaq, (Beirut:
al-Maktab al-Islamiy, 1403 H), Juz 8, h. 232.
65
Ibrahim bin 'Ali bin Yusuf al-Fayruz Abadi al-Syiraziy (disebut al-Syiraziy), al-
Muhadzdzab, (Beiru: Dar al-Fikr, t.th.), Juz 1, hlm. 288.
29
66
Zen Amiruddin, Ushul Fiqih, cet. 1 (Yogyakarta: Teras, 2009), hlm. 127
67
Bagya Agung Prabowo, Aspek Hukum Pembiayaan Hukum Pembiayaan Murabahah
Pada Perbankan Syariah, Yogyakarta: UII Press, 2012, hlm. 29.
30
68
Peraturan Bank Indonesia No. 7/46/PBI/2005 tentang Akad Penghimpunan dan
Penyaluran Dana bagi Bank yang melaksnakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah BAB I
Ketentuan Umum Pasal 1 Poin ke 7, hlm. 4.
69
Peraturan Bank Indonesia Nomor: 9/19/PBI/2007, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hlm.
101.
31
5. Bank dapat meminta nasabah untuk membayar uang muka atau urbun saat
menandatangani kesepakatan awal pemesanan barang oleh nasabah.
6. Bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan agunan tambahan selain
barang yang dibiayai Bank.
7. Kesepakatan margin harus ditentukan satu kali pada awal akad dan tidak
berubah selama periode akad.
8. Angsuran pembiayaan selama periode akad harus dilakukan secara
proporsional.
Dalam hal Bank meminta nasabah untuk membayar uang muka atau
urbun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e maka berlaku ketentuan
sebagai berikut:
1. Dalam hal uang muka, jika nasabah menolak untuk membeli barang
setelah membayar uang muka, maka biaya riil Bank harus dibayar dari
uang muka kepada nasabah. Namun jika nilai uang muka kurang dari nilai
kerugian yang harus ditanggung oleh Bank, maka Bank dapat meminta
lagi pembayaran sisa kerugiannya kepada nasabah.
2. Dalam hal urbun, jika nasabah batal membeli barang, maka urbun yang
telah dibayarkan nasabah menjadi milik Bank maksimal sebesar kerugian
yang ditanggung oleh Bank akibat pembatalan tersebut, dan jika urbun
tidak mencukupi, nasabah wajib melunasi kekurangannya. Kemudian pada
pasal 10 ayat (1) dan (2) PBI mengatur.
3. Dalam pembiayaan murabahah bank dapat memberikan potongan dari total
kewajiban pembayaran hanya kepada nasabah yang telah melakukan
kewajiban pembayaran cicilannya dengan tepat waktu dan/atau nasabah
yang mengalami penurunan kemampuan pembayaran.
4. Besar potongan Murabahah kepada nasabah tidak boleh diperjanjikan
dalam Akad dan diserahkan kepada kebijakan bank.70
70
Peraturan Bank Indonesia No. 7/46/PBI/2005 tentang Akad Penghimpunan dan
Penyaluran Dana bagi Bank yang melaksnakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah,
Paragraf 2 Pasal 9 Poin (1) huruf a,b,c,d,e,f,g,h, Dan Pasal 10 ayat (1) dan (2), hlm.11-13.
32
71
Peraturan Bank Indonesia No. 7/46/PBI/2005 tentang Akad Penghimpunan dan
Penyaluran Dana bagi Bank yang melaksnakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, Pasal 9
Ayat (1) Huruf d, hlm. 6.
72
Divisi Pengembangan Produk dan Edukasi Departemen Perbankan Syariah Otoritas
Jasa Keuangan, Buku Standar Produk Perbankan Syariah Murabahah, Jakarta: 2016, hlm.13-14.
73
Ali Ahmad Salus, al-Mu‟āmalāt al-Māliyah al-Mu‟āshirah fī Mīzān al-Fiqh al-Islāmi,
(Kuwait: Maktabah al-Falāh, 1986), hlm. 162-163.
33
74
Dalam hadits, Abu Hurairah r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah saw melewati
seorang pedagang makanan dan tertarik untuk membelinya. Ketika beliau memasukkan tangannya,
tenyata makanan tersebut dalam keadaan basah, kemudian bersabda, ْسَ “ َغ َّشنَا ِمنَّا َم ْن لَيBukanlah dari
golongan kami, orang yang menipu kami.” HR. Muslim. Hakim, al-Mustadrak „alā ash-Shaḥīḥain,
juz 5, hlm. 254. Diunggah dari http://www.alsunnah.com dalam paket e-book; al-Maktabah
Syāmilah.
75
Wahbah Zuhaili, Al-Fiqh, cet. IV, (Damaskus: Dār al-Fikr, 2004), Juz. 5, hlm. 3767-
3770.
34
76
Dewan Syariah Nasional MUI dan Bank Indonesia, Himpunan Fatwa Dewan Syariah
Nasional MUI Cet. 3, Jakarta: CV. Gaung Persada, 2006, hlm. 140.
37
77
Dewan Syariah Nasional MUI dan Bank Indonesia, Himpunan Fatwa Dewan Syariah
Nasional MUI Cet. 3, Jakarta: CV. Gaung Persada, 2006, hlm.79.
78
Dewan Syariah Nasional MUI dan Bank Indonesia, Himpunan Fatwa Dewan Syariah
Nasional MUI Cet. 3, Jakarta: CV. Gaung Persada, 2006, hlm.92.
38
79
Divisi Pengembangan Produk dan Edukasi Departemen Perbankan Syariah Otoritas
Jasa Keuangan, Buku Standar Produk Perbankan Syariah Murabahah, Jakarta, 2016, hlm. 21-32.
39
80
Muhammad Maksum, Fatwa Ekonomi Syariah di Indonesia, Malaysia, dan Timur
Tengah, Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, 2013, hal. 74-75.
81
Bagya Agung Prabowo, Aspek Hukum Pembiayaan Murabahah Pada Perbankan
Syariah, Yogyakarta: UII Press Yogyakarta (Anggota IKAPI), 2012, hlm.34-38.
43
Bank Nasabah
7. Menyerahkan bukti pembelian
Syariah Pembiayaan
(Ba‟i) Murabahah
(Musytari)
8. Bayar sekaligus/angsuran
6. Penyerahan barang
5.Pembelian
Suplier oleh
(Pemasok) nasabah
7. Bayar sekaligus/angsuran
5.Penyerahan barang
Suplier
(pemasok)
44
82
Bagya Agung Prabowo, Aspek Hukum Pembiayaan Murabahah Pada Perbankan
Syariah, Yogyakarta: UII Press Yogyakarta (Anggota IKAPI), 2012, hlm. 60-67.
45
83
Bagya Agung Prabowo, Konsep Akad Murabahah Pada Perbankan Syariah (Analisa
Kritis Terhadap Aplikasi Konsep Akad Murabahah Di Indonesia Dan Malaysia), Fakultas Hukum
UII Yogyakarta, bagya@fh.uii.ac.id, Jurnal Hukum No. 1 VOL. 16 Januari 2009: 106-126.
Contoh: Pembiayaan pembelian motor dengan harga pokok senilai Rp.11.000.000,- kemudian
sesuai dengan perjanjian pihak ba‟i menjual kepada musytari senilai Rp. 12.000.000,- dan dibayar
ketika jatuh tempo selama satu tahun, maka besarnya pembiayaan tersebut adalah Rp. 12.000.000,-
dalam jual-beli ini bisa juga dilakukan dengan prinsip angsuran, jadi musytari setiap bulannya
membayar angsuran sebesar Rp. 1.000.000,- jika yang dijadikan dhomman hanya berupa motor
tersebut maka ketika pihak musytari wanprestasi dan ketika dijual maka harga pokok motor
tersebut tidak akan mencukupi untuk menutup besarnya pembiayaan, maka untuk mengatasi hal
tersebut pihak ba‟i mewajibkan pihak musytari untuk membayar uang muka minimal sebesar Rp.
1.000.000,- pada waktu terjadi akad, atau besarnya uang muka sesuai kebijakan pihak Bank.
46
84
Rukhul Amin, Dinamika Penerapan Murabahah Dalam Sistem Perbankan Syariah,
Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surabaya, Jurnal Perbankan Syariah Vol. 1
No. 1 Mei 2016 hlm.7. Diakses pada tanggal 14 agustus 2018.
85
Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuanagan, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2006, hlm. 116.
86
Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuanagan, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2006, hlm. 117.
47
87
Rukhul Amin, Dinamika Penerapan Murabahah Dalam Sistem Perbankan Syariah,
Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surabaya, Jurnal Perbankan Syariah, Vol. 1
No. 1 Mei 2016, hlm. 8. Diakses pada tanggal 14 agustus 2018.
88
Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah Dari Teori ke Praktik, Jakarta: Gema Insani,
2001, hlm. 106.
48
Keterangan:
1. Negosiasi antara Bank dan nasabah dalam pembelian barang, persyaratan
yang harus dilengkapi oleh nasabah.
2. Setelah negosiasi dan kelengkapan persyaratan, antara Bank dan nasabah
mengadakan akad jual beli.
3. Bank membelikan barang kepada penjual sesuai dengan spesifikasi yang
nasabah minta.
4. Lalu barang tersebut dikirim kepada nasabah.
5. Nasabah menerima barang dan dokumen
Sebagaimana telah diatur dalam Fatwa DSN No. 4/DSN-
MUI/IV/2000. Dalam fatwa tersebut disebutkan mengenai ketentuan umum
mengenai akad pembiayaan murabahah pada Perbankan Syariah.
Dalam praktik Bank Syariah, bentuk murabahah dalam fiqih klasik
tersebut mengalami beberapa modifikasi. Murabahah yang dipraktikkan pada
Bank Syariah dikenal dengan murâbahah li al-âmir bi al-Syirâ‟, yaitu
transaksi jual beli dimana seorang nasabah datang kepada pihak Bank untuk
membelikan sebuah komoditas dengan kriteria tertentu, dan ia berjanji akan
membeli komoditas/barang tersebut secara murabahah, yakni sesuai harga
pokok pembelian ditambah dengan tingkat keuntungan yang disepakati kedua
pihak, dan nasabah akan melakukan pembayaran secara installment (cicilan
berkala) sesuai dengan kemampuan finansial yang dimiliki.89
Pendapat pengarang Kitab Badai ash-Shanai‟ wa Tartibi asy-Syara‟i
mensyaratkan jual beli yaitu adanya penerimaan, maksudnya pembeli harus
89
Sami Hasan Hamud, Tathwîr al- A‟mâl al-Mashrafiyah Bimâ Yattafiq al-Syarî ‟ ah al-
Islâmiyah , Aman: Mathba‟ah al-Syarq, 1992, hlm. 431. Ulama kontemporer yang melarang dan
mengharamkan praktik murabahah li al-amir bi al-Syira‟ antara lain: Muhammad Sulaiman al-
Asyqar, Bakr bin Abdullah Abu Zaid, Rafîq al-Mishrî dan lainnya. Berikut ini argumen yang
memperkuat pendapat mereka yaitu transaksi murabahah di Bank Syariah sebenarnya bukan
dimaksudkan untuk melakukan jual beli tapi hanya sekedar hîlah atau trik untuk menghalalkan
riba. Mereka mengatakan bahwa maksud dan tujuan sebenarnya transaksi murabahah adalah untuk
mendapatkan uang tunai, sebab kedatangan nasabah Bank Syariah sebenarnya adalah untuk
mendapatkan uang tunai. Sementara itu, pihak Bank Syariah tidak membeli barang melainkan
hendak menjualnya kepada nasabah dengan cara cicilan, sehingga dapat dimaknai bahwa Bank
Syariah sebenarnya tidak sungguh-sungguh membeli barang tersebut dan tidak ada satu orang pun
dari ulama terdahulu (salaf ) yang membolehkan murabahah, bahkan ada yang menyatakan
keharaman murabahah.
49
90
Syekh Abdurrahman As-Saa‟di, dkk, Fiqih Jual Beli Panduan Praktis Bisnis Syariah,
(Maktabah Madinah,Arab Saudi,Tahun 2008), hlm. 87-88. Sebagaimana diriwayatkan bahwa Nabi
saw. Melarang menjual barang pembelian yang belum diterima, dan adanya dan adanya larangan
menunjukan rusaknya sesuatu yang dilarang, karena jual beli seperti ini terdapat ketidakpastian
yang dapat membatalkan akad jika barang yang dijual ternyata rusak. Karena apabila barang yang
dijual tersebut rusak sebelum diterima oleh pembeli, maka jual beli yang pertama batal, sehingga
jual beli yang kedua juga ikut batal, sebab penjualan yang kedua digantungkan pada penjualan
yang pertama. Pendapat Ibnu Rusyd dalam Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtasid yang
artinya”Barangsiapa membeli makanan maka janganlah dia menjualnya hingga dia
menerimanya”. Dalam permasalahan ini, para ulama berbeda pendapat dalam tiga hal, yaitu :
Pendapat pertama: Bentuk-bentuk jual beli yang disyaratkan adanya penerimaan barang. Pendapat
kedua: Beberapa faedah disyaratkannya penerimaan sebelum penjualan barang dan tidak adanya
persyaratan. Pendapat ketiga: Perbedaan antara makanan yang dijual dengan ditakar dan tidak
ditakar.
50
91
Azharuddin Lathif, Konsep Dan Aplikasi Akad Murabahah Pada Perbankan Syariah
DiIndonesia, Jurnal http://www.academia.edu/6497439/Konsep_dan_Aplikasi_Akad_ Murabahah
_pada_Perbankan_Syariah_di_Indonesia, dikases pada tanggal 15 November 2017, pukul 18.49
WIB. Murâbahah li al-âmir bi al-Syirâ‟di dalam Perbankan Syariah ditempuh dengan prosedur
sebagai berikut: (1) Nasabah dan Bank Syariah menandatangani perjanjian umum ketika Bank
Syariah berjanji untuk menjual dan nasabah berjanji untuk membeli komoditas atau barang
tertentu pada tingkat margin tertentu yang ditambahkan dari biaya perolehan barang. (2) Bank
Syariah selanjutnya bisa menunjuk nasabah sebagai agennya untuk membeli komoditas yang
diperlukan nasabah atas nama Bank Syariah, dan perjanjian keagenan dengan akad wakalah
ditandatangani oleh kedua belah pihak. (3) Nasabah membelikan komoditas atas nama Bank
Syariah dan mengambil alih penguasaan barang sebagai agen Bank Syariah, pada tahap ini resiko
komoditas masih ada pada Bank Syariah. (4) Nasabah menginformasikan kepada Bank Syariah
bahwa ia telah membeli komoditas/atau barang atas nama Bank Syariah, dan pada saat yang sama
menyampaikan penawaran untuk membeli barang tersebut dari Bank Syariah. (5) Bank Syariah
menerima penawaran tersebut dan proses jual beli berlangsung dengan pembayaran secara
cicilan/tangguh sesuai kesepakatan. Jika proses jual beli telah berlangsung maka kepemilikan dan
resiko komoditas/barang telah beralih ke tangan nasabah.
51
barang langsung ke pihak supplier maka proses jual beli antara Bank Syariah
dan nasabah bisa dilaksanakan.
Di Indonesia, aplikasi jual beli murabahah pada Bank Syariah
didasarkan UU No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah,92 Kompilasi
Hukum Ekonomi Syariah serta Keputusan Fatwa Dewan Syariah Nasional
(DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI), POJK Pasal 1 ayat 11 dan Peraturan
Bank Indonesia (PBI) Pasal 1-9. Menurut keputusan Fatwa DSN Nomor
04/DSN-MUI/IV/2000 ketentuan murabahah pada Perbankan Syariah.93
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah.94
Selain itu, ketentuan pelaksanaan pembiayaan murabahah di
Perbankan Syariah diatur berdasarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.
9/19/PBI/2007 jo Surat Edaran BI No. 10/14/DPbS tanggal 17 Maret 2008,
sebagai berikut: 95
a. Bank bertindak sebagai pihak penyedia dana dalam rangka membelikan
barang terkait dengan kegiatan transaksi murabahah dengan nasabah
sebagai pihak pembeli barang.
b. Barang adalah obyek jual beli yang diketahui secara jelas kuantitas,
kualitas, harga perolehan dan spesifikasinya.
92
Undang-Undang Perbankan Syariah UU RI No. 21 Tahun 2008, Jakarta: Sinar Grafika,
2008, hlm. 3.
93
Dewan Syariah Nasional MUI dan Bank Indonesia, Himpunan Fatwa Dewan Syariah
Nasional MUI Cet. 3, Jakarta: CV. Gaung Persada, 2006, hlm. 24-25. Ketentuan murabahah pada
Perbankan Syariah adalah sebagai berikut: (1) Bank dan nasabah harus melakukan
akad murabahah yang bebas riba. (2) Barang yang diperjual-belikan tidak diharamkan oleh
syari‟ah Islam. (3) Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah
disepakati kualifikasinya.(4) Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama Bank
sendiri, dan pembelian ini harus sah dan bebas riba. (5) Bank harus menyampaikan semua hal
yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara hutang. (6) Bank
kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan harga jual senilai harga beli
plus keuntungannya. Dalam kaitan ini Bank harus memberitahu secara jujur harga pokok barang
kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan. (7) Nasabah membayar harga barang yang telah
disepakati tersebut pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati. (8) Untuk mencegah
terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut, pihak Bank dapat mengadakan
perjanjian khusus dengan nasabah. (9) Jika Bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk
membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang,
secara prinsip, menjadi milik bank.
94
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, Bandung: Fokusmedia, 2009.
95
Peraturan Bank Indonesia Nomor: 9/19/PBI/2007 tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah
Dalam Kegiatan Penghimpunan Dana Dan Penyaluran Dana Serta Pelayanan Jasa Bank Syariah,
hlm. 3.
52
بَي ُع ال ُمَر َابَةُ َجائٌِز ِمن َغ ِي َكَر َاى ٍة َوُى َو َعق ٌد يُب َن اَلث َم ُن فِي ِو َعلَى
َثَ ِن ال َمبِي ِع األََوِل َم َع ِزيَ َاد ٍة بِأَن يَش َِتي َشيئاً بِِائٍَة ُثَ يَ ُقو ُل لِغَ ِيِه
ك َى َذا ِبَا اشتَ َري تَوُ َوُرب ٍح ِدرَى ٍم ِزيَ َاد ٍة أَو بُِرب ٍح ِدرَى ٍم لِ ُك ِل
َ ُبَ َعت
َعشَرٍة أَو ِف ُك ِل َعشَرٍة
“Hukum transaksi jual beli murabahah adalah boleh tanpa adanya
unsur makruh. Murabahah merupakan akad yang dibangun dengan jalan
menetapkan harga suatu barang di atas harga belinya ditambah
keuntungan”.
Misalnya, seseorang membeli barang dengan harga 100 kemudian
berkata kepada pihak kedua, aku jual barang ini ke kamu sesuai dengan harga
dasar aku membelinya ditambah laba sekian dirham sebagai laba, atau dengan
laba sekian dirham untuk tiap-tiap 10 dirhamnya, atau tiap 10 persennya.
Berdasarkan definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa pertama, akad
96
Adiwarman A. Karim, Bank Islamm, Analisis Fiqih dan Keuangan, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2006, hlm.279-285.
54
َ ضم إِ ََل َرأ ِس ال َم ِال َشيئاً ُثَ يُبَيِعُوُ ُمَر َابَةٌ ِمث ٌل أَن يَ ُق
ول ُ ََوَيُوُز أَن ي
ت َ َي َوُرب ٍح ِدرَى ٍم ِزيَ َاد ٍة َوَكأَنوُ ق ِ َاعتَ َكوُ بِِائَت ٍ ِِ ِ
َ ال بَ َع َ َاشتَ َري تُوُ بائَة َوقَد ب
ي َو ِعش ِري َن َوَك َما َيُوُز البَ ي ُع ُمَر َابَةٌ َيُوُز ُمَاطَةٌ ِمث ُل أَن يَ ُقوَل ِ َبِِائَت
ط ِدرَى ٍم ِزيَ َاد ٍة ُ ت بِِو َو َح ي
ر ت شِب عت ِبا ا
ُ َ َ َ ََ
َ
“Murabahah boleh dilakukan dengan jalan menotal pokok
harta/modal (ra‟sul-mâl) sebagai aset, kemudian menjual aset tersebut
dengan murabahah. Contoh: Aku (pemodal) beli barang ini seharga 100, dan
aku jual ke kamu (pedagang) dengan harga 200 dengan nisbah keuntungan
sekian dirham yang ditambahkan. Seolah ia (pemodal) bilang, „Aku
(pemodal) jual barang ini ke kamu seharga 220.‟ Akad ini sama
kebolehannya dengan praktik jual beli muhâthah, misalnya ucapan seorang
pemodal: Aku (pemodal) jual barang ini sesuai dengan harga membelinya,
ditambah dengan sekian dirham sebagai tambahan keuntungan.97
Penjelasan di atas menyebutkan bahwa boleh menetapkan margin
keuntungan oleh wakil kepada pihak yang diwakilinya (pedagang). Harga
dasar 100, dijual dengan harga 200 ditambah dengan nisbah keuntungan.
Melihat proses bagaimana lahirnya akad murabahah ini, beberapa fuqaha‟
mu‟ashirah (ahli fiqih kontemporer) menyebut akad ini sebagai akad jual beli
atas dasar amanah („aqdul buyu‟u al-amânah). Karena dalam prosesnya, akad
ini terjadi atas dasar amanah yang diberikan oleh pemilik modal (pedagang)
97
Muhammad Syamsudin, Pegiat Kajian Fiqih Terapan dan Pengasuh PP Hasan Jufri
Putri P. Bawean, Kab. Gresik, Jatim. Diakses pada tanggal 12 Agustus 2018,
http://www.nu.or.id/post/read/84936/akad-murabahah-dalam-kajian-fiqih.
55
kepada orang yang menjalankan (orang yang dimodali). Oleh karena itu, ia
sangat berharap kejujuran orang yang menjalankannya dan berharap orang
yang ditugasi menjalankan tidak melakukan hal-hal yang berbuah hilangnya
kepercayaan (amanah) tersebut. Hikmah dari hal bai‟ul amanah murabahah
ini, adalah, kendati pihak pemodal berhak menentukan harga dan nisbah
keuntungan, namun ia tidak akan berani menetapkan harga semaunya.
Karena, jika hal tersebut ia lakukan, maka “sanksinya” adalah ia akan
kehilangan pelanggan/nasabah yang memanfaatkan jasanya.
Angsuran harga jual terdiri dari angsuran harga beli/harga pokok dan
angsuran margin keuntungan. Angsuran dapat dihitung dengan menggunakan empat
metode, yaitu:
a. Metode margin keuntungan menurun, yaitu perhitungan margin
keuntungan yang semakin menurun sesuai dengan menurunnya harga
pokok sebagai akibat adanya cicilan/angsuran harga pokok, jumlah
angsuran harga pokok dan margin keuntungan yang dibayar nasabah setiap
bulan semakin menurun.
Contoh:
1. Nasabah dengan plafond, PLFN = Rp.100,000,000.00
2. Jangka waktu pembiayaan 1 tahun
3. Tingkat margin keuntungan setahun. MRJ = 16%
Maka jadwal Angsuran Pembiayaan adalah sebagai berikut:
Angsuran harga pokok per bulan, APPB = (PLFN/12)
= Rp.8,333,333.33
Pencairan 05-03-2000 sejumlah Rp.100,000,000.00
Jadi untuk menghitung angsuran ke 2 maka:
APPB = Pokok = 8,333,333.33
((PLFN-((No-1)*APPB))*MRJ))12 = Marjin Keuntungan
= (100,000,000-((2-1)*8,333,333.33))*0,16)/12 = Rp.1,222,222.22
56
Angsuran (2)
Angsuran Harga Pokok = Rp.8,333,333.33
Angsuran Margin Keuntungan =Rp.1,222,222.22 +
Rp. 9,555,555.55
Angsuran (5) APB = Pokok = 8,333,333.33
((100,000,000-((5-1)*8,333,333.33))*0.16)/12 = Rp.888,888.88
Angsuran Harga Pokok = Rp. 8,333,333.33
Angsuran Margin Keuntungan = RP. 888,888.88 +
Rp. 9,222,222.21
b. Margin keuntungan rata-rata, yaitu margin keuntungan menurun yang
perhitungannya secara tetap dan jumlah angsuran harga pokok dan margin
keuntungan dibayar nasabah tetap setiap bulan.
Contoh:
Nasabah dengan plafond, PLFN = Rp.100,000,000.00
Jangka waktu Pembiayaan dalam bulan JWK = 12, atau 1 tahun
Tingkat Margin Keuntungan setahun, MRJ = 16%
Maka Jadwal Angsuran Pembiayaan adalah sebagai berikut:
Pencairan 05-03-2000 Sejumlah Rp. 100,000,000.00
APPB = PLFN/12 (1 Tahun-12 Bulan)
Margin Keuntungan = (JWK+1) / (2*JWK)) * PLFN * (MRJ/12)
Maka rumusnya adalah:
Angsuran(i)=Harga Pokok(i)+Margin Keuntungan (i),untuki=1s/d JWK
Angsuran Harga Pokok (i)=APPB = 100,000,000./12
= Rp. 8,333,333.33
Angsuran Margin ((JWK+1) / (2*JWK))
Angsuran(i)=*PLFN*(MRJ/12)((12+1)/(2*12))*100,000,000*(0,16/12)
= Rp. 720.000.00 Total = Rp. 9,053,333,33
c. Margin keuntungan flat yaitu perhitungan margin keuntungan terhadap
nilai harga pokok pembiayaan secara tetap dari saru periode ke periode
lainnya, walaupun baki debetnya menurun sebagai akibat dari adanya
angsuran harga pokok.
57
Contoh:
Nasabah dengan plafond, PLFN = Rp.100,000,000.00
Jangka waktu pembiayaan dalam bulan JWK = 12, atau 1 tahun
Tingkat marjin keuntungan setahun, MRJ = 16%
K= Angsuran ke 1,2,3,...,....dan seterusnya.
Maka Jadwal Angsuran Pembiayaan adalah sebagai berikut:
Pencairan 05-03-2000 sejumlah Rp.100,000,000.00
APPB(k) = Harga Pokok (k) = PLFN/JWK
APMB(k) = Marjin Keuntungan(k) = (PLFN)= Rp. 8,333,333.33
Angsuran Margin = (100,000,000/12)*(0.16/12) = Rp. 444,444.44 +
Keuntungan (5) TOTAL = Rp. 8,777,777.77
d. Margin keuntungan annuitas, yaitu margin keuntungan yang diperoleh dari
perhitungan secara annuitas adalah suatu cara pengembalian pembiayaan
dengan pembayaran angsuran harga pokok dan margin keuntungan secara
tetap. Perhitungan ini akan menghasilkan pola angsuaran harga pokok
yang semakin membesar dan margin keuntungan yang semakin menurun.
Contoh:
Nasabah dengan plafond, PLFN = Rp. 100,000,000.00
Jangka waktu pembiayaan dalam bulan JWK = 12, atau 1 tahun
Margin keuntungan setahun, MRJ = 16%
K= Angsuran ke 1,2,3,.....,......dan seterusnya.
Maka Jadwal Angsuran pembiayaan adalah sebagai berikut:
Pencairan 05-03-2000 sejumlah Rp.100,000,000.00
Dimana Angsuran (k) =
APPB (k) = Harga Pokok (k) = (1+(MRJ/12)) (k-1)
(1+(MRJ/12))(JWK)XPLFN X(MRJ/12)
AMPB (k) = Margin Keuntungan (k) = (1+(MRJ/12)) (JWK)
(1+(MRJ/12)) (k-1)–1X
58
Harga Pokok(k)
Misalnya kita ingin mengetahui angsuran ke -3
Angsuran Harga Pokok b(3):
b(3) =(1+0.0133)(3-1)(1+0.0133(12)-1 X 100,000,000 X 0.0133
= Rp. 7, 948,478.09
Harga Pokok + Margin
Keuntungan
Angsuran Margin Keuntungan (3)
= (1+0.0133) (12) (1+0.0133) (3-1) – 1 X7,948,478.09
= Rp. 1,122,447.72
TOTAL angsuran ke-3 = Rp. 9,070,925.81
Berdasar uraian-uraian tersebut, dalam rangka mencari keselarasan
dan kesesuaian teori dengan kajian yang sedang penulis teliti, maka teori
yang dijadikan landasan dalam penelitian ini adalah Hukum dan UU yang
mengatur Perbankan Syariah, Fatwa DSN-MUI, Kompilasi Hukum Ekonomi
Syariah dan teori hukum yang berasal dari teori dalam buku dan kitab Fiqih
Muamalah karya para ulama dan Cendekiawan Hukum Ekonomi Syariah.
98
Gemala Dewi, Aspek-Aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di
Indonesia, Jakarta: Kencana, 2006, hal. 22.
59
esensial dalam akad murabahah, hal ini terkait dengan kedudukan Bank
Syariah sebagai penjual dan Nasabah sebagai pihak pembeli.
Pada dasarnya jual beli adalah tindakan memindahkan hak milik,
apabila Bank Syariah tidak memiliki barang yang akan dijual kepada Nasabah
maka tidak akan terjadi pemindahan hak milik sehingga tidak dapat
digolongkan dalam akad murabahah karena akad murabahah adalah akad
yang berdasar pada prinsip jual beli dan ada unsur pemindahan kepemilikan
barang di dalamnya.
Ulama dahulu telah memperdebatkan keabsahan murabahah. Al-
Dasuki mencontohkan praktik jual beli murabahah sebagai berikut; Seseorang
meminta orang lain membeli barang darinya, tapi karena dia tidak memiliki
barang, maka ia membeli dari penjual untuk dijual kembali kepada orang
yang minta kepadanya sebelum barang itu ia miliki. Jual beli tersebut
termasuk Bay‟ al-Inah karena penjual meminta bantuan penjual untuk
mencapai tujuannya, yaitu membayar murah untuk mendapatkan keuntungan
besar. Jual beli tersebut dikenal dikalangan ulama dengan istilah Bay‟ al-
Muwasafah yang sama sekali berbeda dengan murabahah yang dibenarkan
syariah. Imam Syafii membolehkan jual beli dengan janji pembelian yang
tidak mengikat. Didalam kitab al-Umm dijelaskan, seseorang (pembeli)
berkata, belikan barang ini, saya akan beri untung kepadamu (penjual). Jual
beli pertama sah, kalimat saya memberi untung adalah khiyar antara membeli
barang tersebut atau tidak membelinya. Syafi‟iyah, Malikiyah, dan
Hanafiyah, membolehkan akad tersebut dengan syarat janji ingin membeli
tidak mengikat. Sebagian Malikiyah melarangnya karena ada riba yang
diharamkan. Jual beli tersebut termasuk kategori Bay‟ a-Inah. Larangan
tersebut sebagai bentuk antisipasi (Sadd al-dhari‟ah). Jika janji mengikat,
maka menurut al-Syafi‟i akad tidak sah karena dua alasan; Jual beli atas
barang yang belum dimiliki oleh penjual dan adanya gharar dalam harga.
Fatwa DSN menyebutkan bahwa janji bersifat mengikat. Nasabah harus
membeli objek murabahah yang sudah dipesan. Fatwa DSN menghindari
60
99
Muhammad Maksum, Fatwa Ekonomi Syariah di Indonesia, Malaysia, dan Timur
Tengah, Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, 2013, hal. 81-83.
100
Wahbah al-Zuhayli, al-muamalah al-maliyah, 70-71.
101
Muhammad Maksum, Fatwa Ekonomi Syariah di Indonesia, Malaysia, dan Timur
Tengah, Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, 2013, hal. 85.
61
104
PBI No. 7/46/PBI/2005 tentang Akad Penghimpunan dan Penyaluran Dana Bagi Bank
yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah.
105
Fatwa DSN MUI Nomor 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah.
106
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah.
63
107
Rafiq Yunus al-Misri, Ushul al-Iqtishad al-Islami, Damaskus: Dar al-Qalam, 1999,
hlm 149.
108
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008, hlm. 33-
41.
64
BAB III
PRODUK PEMBIAYAAN PAKET MASA DEPAN (PMD)
DI BANK BTPN SYARIAH
109
Diakses pada tanggal 29 Agustus 2018 di https://www.btpnsyariah.com tentang profil
btpnsyariah.html.
66
tanggal efektif pelaksanaan kegiatan usaha kepada OJK melalui surat Nomor
S.031/DIR/LG/VII/2014 tanggal 17 Juli 2014.110
110
Diakses pada tanggal 28 agustus 2018 di https://www.btpn.com/id/tentang-kami/btpn-
syariah.
67
111
Hasil wawancara dengan Ibu Mela, Pembina Sentra Pebayuran, pada hari Kamis
tanggal 20 Agustus 2018.
68
d. Nilai-Nilai Perusahaan
Nilai–nilai BTPN Syariah yang dimaksud adalah PRISMA
(Profesional, Integritas, Saling Menghargai dan Kerjasama).
1) Profesional
Prilaku profesional bersifat internal individu. Karyawan BTPN
Syariah dituntut untuk meningkatkan keahliannya sesuai dengan tugas
yang diberikan dan profesinya sebagai Bankir. Cakupan kualitas dan
sikap yang membangun nilai profesional adalah sifat kejujuran (Shidiq),
Sifat Tanggung Jawab (Amanah), sifat Komunikatif (Tabligh), sifat
cerdas (Fathanah).
2) Integritas
Perilaku integritas bagi karyawan BTPN Syariah adalah kualitas
selalu menegakan keadilan, kebenaran dan komitment terhadap
pemenuhan serta pengalaman kode etik yang ditetapkan BTPN Syariah.
3) Saling Menghargai
Prilaku saling menghargai adalah saling hormat menghormati dan
menghargai pendapat atau kontribusi dari setiap karyawan sesuai dengan
tugas, tanggung jawab dan kompetensinya, serta selalu mengedepankan
teamwork.
4) Bekerja sama
Prilaku bekerja sama menegaskan bahwa BTPN Syariah beserta
jajarannya selalu berupaya mengembangkan lingkungan kerja yang
saling bersinergi untuk memberikan hasil yang lebih baik.
69
112
Buku panduan Paket Masa Depan, hlm. 78.
70
113
Buku panduan Paket Masa Depan, hlm. 79.
114
Buku Panduan Paket Masa Depan, hlm. 79.
71
115
Buku Panduan Paket Masa Depan, hlm. 79.
116
Buku Panduan Paket Masa Depan, hlm. 80.
72
117
Buku Panduan Paket Masa Depan, hlm. 92.
118
Buku Panduan Paket Masa Depan, hlm.100.
73
119
Buku Panduan Paket Masa Depan, hlm. 81.
120
Buku Panduan Paket Masa Depan, hlm. 81-82.
74
1.2.4 Asuransi
Asuransi jiwa pembiayaan adalah perlindungan yang diberikan
kepada nasabah sebagai bentuk perlindungan, bilamana terjadi resiko
nasabah meninggal dunia. Adapun keuntungan yang diperoleh
asuransi jiwa pembiayaan adalah:121
a. Dalam hal nasabah meningga dunia, maka sisa jumlah pembiayaan
akan dibayarkan oleh asuransi selama memenuhi syarat dan
ketentuan untuk mendapatkan perlindungan asuransi jiwa.
b. Dalam hal pasangan nasabah meninggal dunia, maka nasabah akan
mendapatkan santunan sebesar Rp. 500.000,- (lima ratus ribu
rupiah), selama memenuhi syarat dan ketentuan untuk
mendapatkan santunan.
c. Santunan bagi nasabah sebagaimana dimaksud point b diatas, akan
berakhir apabila terjadi perceraian.
121
Buku Panduan Paket Masa Depan, hlm.83.
76
122
Buku Panduan Paket Masa Depan, hlm.83-88.
77
123
Buku panduan Paket Masa Depan, hlm. 85.
79
124
Buku Panduan Paket Masa Depan, hlm. 86.
81
125
Buku Panduan Paket Masa Depan, hlm. 87.
82
126
Buku Panduan Paket Masa Depan, hlm. 88.
127
Buku Panduan Paket Masa Depan, hlm. 88.
84
128
Buku Panduan Paket Masa Depan hlm.98.
86
BAB IV
ANALISIS HASIL PENELITIAN
129
Hasil wawancara dengan Bapak Imbang Jaya Trenggana, Div. Program Daya, hari
Selasa, 02 Oktober 2018
87
130
Hasil wawancara dengan Bapak Imbang Jaya Trenggana, Div. Program Daya, hari
Selasa, 02 Oktober 2018
88
ingin memiliki usaha, usia minimal 18 tahun bagi yang sudah/ pernah
menikah dan minimal 21 tahun bagi yang belum menikah dan bertempat
tinggal diwilayah kampung tersebut. dokumen Nasabah yang harus
dilengkapi adalah Kartu Tanda Penduduk (KTP), atau Paspor, Kartu Keluarga
(KK), Foto Suami dan Isteri bagi sudah menikah, sedangkan SIM tidak
berlaku dijadikan syarat identitas.
Berikut merupakan contoh survei dan hasil wawancara penulis kepada
calon Nasabah dan pembina sentra wilayah Pebayuran, Kab. Bekasi, serta
analisa omset Ibu Marsinah yang dilakukan oleh pembina sentra sebagai
calon anggota/Nasabah PMD dengan mendatangi rumah Ibu Marsina secara
langsung, yaitu:
a. Data/Identitas calon Nasabah131
Nama KTP : Marsinah
NIK : 321612006810006
TTL : Bekasi,20 Juni 1981
Agama : Islam
Kewarganegaraan : Indonesia
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 38 Tahun
Nama Ibu Kandung : Maiyah
No Telf. : 0838-0780-****
Alamat : Kampung Teluk Bango, RT 003/RW 01,
Desa Karang Harja, Kec. Pebayuran, Kab. Bekasi
Nama Usaha : Goreng Ati Ampela Ayam
Alamat Usaha : Kampung Teluk Bango, RT 003/RW 01,
Desa Karang Harja, Kec. Pebayuran, Kab. Bekasi
Status Perkawinan : Janda
Pendidikan terakhir : SD
131
Hasil wawancara dengan calon Nasabah PMD a/n Ibu Marsinah, hari minggu, tanggal
26 Agustus 2018
90
Laba Bersih
Laba kotor – Pengeluaran = Rp. 50.000,- - Rp. 25.000,-
= Rp. 25.000,- / hari
Sehingga Rp. 25.000,- x 14 hari = Rp. 350.000,-
Dari analisis omset usaha dagang diatas diketahui omset dagang
goreng ati ampela ayam per hari ibu Marsinah adalah Rp. 250.000,-
sedangkan harga pokok pembeliannya adalah Rp. 200.000,- dan laba kotor
per harinya adalah Rp. 50.000,- sedangkan total pengeluaran per bulan ibu
Marsinah berdasarkan kebutuhan adalah Rp. 750.000 jika dihitung
perharinya adalah Rp. 25.000,- perharinya, maka laba bersihnya adalah
Rp. 25.000,-. Dengan demikian berdasarkan laba bersih, ibu Marsinah
dapat membayarkan setoran angsuran pembiayaan PMD setiap dua
132
Hasil wawancara dengan Pembina Sentra Pebayuran Ibu Rohelah, pada hari selasa,
tanggal 14 Agustus 2018
91
minggu sekali (14 hari) dengan besaran angsuran Rp. 350.000,- / 14 hari.
Sehingga ibu Marsinah dapat dikatakan layak untuk menjadi nasabah
PMD.
Tahapan Prosedur Akad Pembiayaan Paket Masa Depan yang ketiga
yaitu memberikan pelatihan dan pembentukan kelompok/grup Nasabah dan
penentuan lokasi sentra kepada calon anggota/Nasabah PMD. Kemudian tim
MMS atau pihak Bank BTPN Syariah memberikan Pelatihan Dasar
Keanggotaan (PDK) kepada calon anggota/Nasabah, termasuk pembentukan
grup, pembentukan sentra dan penentuan lokasi/ Rumah sentra. Tujuan
Pelatihan Dasar Keanggotaan (PDK) adalah untuk memberikan informasi
secara rinci mengenai produk paket masa depan dan pelatihan mengenai
pengelolaan keuangan secara sederhana.
Pelatihan Dasar Keanggotaan (PDK) wajib diikuti oleh semua calon
Nasabah selama 5 (lima) hari dengan kehadiran 100% secara berurutan.
Sebelum melaksanakan kegiatan Pelatihan Dasar Keanggotaa (PDK)
perharinya, calon Nasabah diwajibkan membaca Do‟a dan janji pembina
sentra. Adapun Do‟a nya sebagai berikut:
Do’a Nasabah:
Bismillahirrahmanirrahiim.....
Ya Allah, Puji Syukur kami dapat berkempul hari ini
Dengan tepat waktu
Dan dalam keadaan sehat walafiat
Ya Allah, Berikanlah bimbingan-Mu
Sehinggga usaha yang kami sepakati bersama
Berjalan dengan lancar
Sehingga dapat mensejahterakan keluarga kami
Ya Allah,Mudahkanlah urusan kami
Sehingga kami dapat membayar pinjaman tepat waktu
Ya Allah,Luaskanlah rizki kami
Agar kami dapat saling membantu
Jika diantara kami mengalami kesulitan
Ya Allah,
Terimakasih
Karena engkau telah mengabulkan Do‟a kami
Aamiin.
92
tentang aturan program PMD, hari ketiga membahas tentang tata cara
pengajuan pembiayaan, hari keempat membahas tentang monitoring usaha,
denda dan sanksi keanggotaan, dan dihari kelima Manager Sentra dan
Pembina Sentra melakukan pelantikan Nasabah PMD dan Nasabah mengisi
formulir pengajuan permohonan pembiayaan melalui aplikasi AP3R.
Namun penulis melihat terdapat kerancuan pada materi PDK dihari
pertama, dengan adanya pernyataan bahwa PMD terdiri dari pinjaman dasar
(modal usaha), pinjaman perumahan dan pinjaman untuk pendidikan,
sedangkan dalam produk perbankan syariah tidak ada pinjaman melainkan
pembiayaan, dikarenakan Produk Paket Masa Depan dalam akadnya
menggunakan akad murabahah.
Tahapan Prosedur Akad Pembiayaan Paket Masa Depan yang
keempat yaitu Proses pemberian pembiayaan. Proses pemberian pembiayaan
Paket Masa Depan (PMD) dikelompokan menjadi dua yaitu pembiayaan
untuk nasabah baru yang belum pernah mendapatkan pembiayaan PMD dan
pembiayaan untuk nasabah Top Up/Siklus Lanjutan yaitu pembiayaan yang
diberikan kepada Nasabah tetap yang sudah pernah mendapatkan pembiayaan
PMD.
Untuk pembiayaan Nasabah baru pengajuan pembiayaan oleh calon
Nasabah dengan mengisi formulir aplikasi AP3R dengan lengkap dan jelas
dan membahas jumlah palfond pembiayaan yang diajukan pada PDK untuk
mendapat rekomendasi dari ketua grup dan ketua sentra. AP3R halaman 1
ditandatangani oleh Nasabah, ketua grup, dan ketua sentra serta manajer
sentra/wakil manajer sentra sebagai pemberi rekomendasi akan melakukan
analisa terhadap permohonan pembiayaan calon Nasabah yang sudah
memenuhi syarat yang ditentukan oleh Bank dan layak untuk mendapatkan
pembiayaan sesuai hasil analisa.
Sedangkan pembiayaan bagi Nasabah top up atau siklus lanjutan
berhak mengajukan tambahan pembiayaan ataupun melanjutkan pembiayaan
setelah angsuran yang sebelumnya telah selesai/lunas. Namun untuk Nasabah
siklus lanjutan akan tetap dilakukan evaluasi (dilihat berdasarkan uang
98
Nasabah menjawab:
Saya terima pembiayaan dari BTPN Syariah untuk pembelian barang usaha dan saya
sepakat serta akan mematuhi ketentuan pada akad yang saya tandatangani.
“Apakah sah?”, dan dijawab oleh saksi “Sah”. Maka ijab qabul dikatakan
terlaksana.
Selanjutnya adalah penandatanganan Akad dan pencairan serta
penyerahan dana pembiayaan kepada Nasabah. Akad yang digunakan adalah
akad murabahah dan wakalah. Karena objek pembiayaan yang diakadkan
berupa uang, yang harus dibelanjakan barang sesuai permohonan perjanjian
yang tertuang dalam form AP3R. Setelah akad ditandatangani oleh Nasabah
dan pihak Bank, Akad pembiayaan difoto copy yang asli untuk file Bank dan
copyannya untuk Nasabah. Sedangkan untuk surat kuasa adalah
pendelegasian wewenang dari pejabat yang berwenang kantor pusat BTPN
Syariah, kepada WMS/MS untuk menandatangani akad pembiayaan dengan
Nasabah, berdasarkan kesepakatan atas pembiayaan antara pihak Bank
dengan Nasabah (berfungsi sebagai ijab qabul) yang dibuat secara tertulis
sebagai bukti kesepakatan yang diberikan oleh Bank. Jika tidak dilakukan
penandatanganan akad, maka Bank tidak memiliki bukti tertulis telah
memberikan pembiayaan sehingga resiko yang muncul adalah Bank tidak
dapat menuntut pembayaran angsuran, akibatnya resiko pembiayaan akan
menjadi tanggungjawab pribadi dari pembina sentra. Oleh sebab itu team
MMS harus memastikan bahwa akad ditandatangani oleh pihak Bank dan
Nasabah.
Setelah Akad pencairan dilaksanakan, atau Nasabah mendapatkan
Pembiayaan Paket Masa Depan (PMD), dalam jangka waktu 2 (dua) minggu
kemudian Pembina Sentra akan melakukan Maintenance Nasabah yang
meliputi dua hal, yaitu Pertemuan Rutin Sentra (PRS) dan Monitoring Usaha
(MU) setelah dilakukan pencairan. Pertemuan Rutin Sentra (PRS)
dilaksanakan untuk membayar angsuran yang harus dibayarkan oleh Nasabah
setiap dua minggu sekali dan memastikan pembayaran angsuran lancar, dan
memonitoring usaha Nasabah hanya untuk memastikan kebenaran usaha yang
dilakukan Nasabah.
103
133
Hasil wawancara dengan nasabah a/n Ibu Nonih Purwaningsih, ketua kelompok/grup
sentra Pebayuran, pada hari Jumat, tanggal 24 Agustus 2018.
104
Keterangan:
1. Nasabah mengajukan aplikasi dan mengisi formulir permohonan
pemesanan barang dan pembiayaan murabahah kepada Bank Syariah.
2. Bank Syariah menganalisa kelayakan nasabah untuk memperoleh fasilitas
pembiayaan murabahah.
3. Jika layak, Bank Syariah dan nasabah menandatangani Akad Pembiayaan
Murabahah dan melakukan pencairan dana.
4. Nasabah membayar hutang secara mengangsur.
105
Dari kasus Ibu Nonih diatas dapat disimpulkan bahwa objek yang
diakadkan dalam pembiayaan PMD dalam bentuk uang, bukan barang,
margin yang dihitung berdasarkan plafond dan bukan berdasarkan harga
barang serta tidak ada pengawasan lebih lanjut setelah pencairan pembiayaan,
dan tidak. Apakah Nasabah benar-benar membeli barang yang diajukan atau
tidak, dan pihak Bank tidak meminta bukti kuitansi/transaksi pembelian
barang. Yang ditekankan pihak Bank kepada Nasabah hanya memastikan
agar pembayaran angsuran Nasabah berjalan lancar dalam Pertemuan Rutin
Sentra (PRS) setiap dua minggunya. Peran Bank dalam pembiayaan
murabahah disini tidak memiliki barang, dan Bank tidak ingin mengambil
resiko. Hal inilah yang menyebabkan tidak konsistennya hukum akad
murabahah yang diterapkan di Bank BTPN Syariah. Sehingga terdapat
kerancuan hukum didalam Akad Murabahah itu sendiri.
Untuk memberikan pemahaman yang lebih komprehensif dalam
perhitungan pembiayaan Paket Masa Depan di Bank BTPN Syariah, berikut
contoh pembiayaan yang ditemukan penulis dalam kasus Ibu Suherti yang
sama halnya seperti kasus Ibu Nonih diatas dapat dilihat sebagai berikut:134
Ibu Suherti sebagai nasabah BTPN Syariah mengajukan pembiayaan
gerobak mie ayam seharga Rp. 1.500.000,-. Pihak Bank menyetujui dengan
syarat down payment 0%, jangka waktu 12 bulan, margin keuntungan 30%
per tahun dan dicicil secara dua mingguan atau dua minggu sekali setiap
pertemuan secara sama (flat instailment). Berdasarkan nasabah atas nama Ibu
Suherti tersebut, transaksi pembiayaan murabahah dapat dihitung sebagai
berikut:
Harga perolehan barang = Rp. 1.500.000,-
Keuntungan BTPN Syariah = Rp. 450.000,- (dihitung dengan meng-
gunakan tabel dibawah ini)
Harga jual barang = Rp. 1.950.000,-
Uang muka dari nasabah = 0,00
134
Hasil wawancara dengan Bapak Imbang Jaya Trenggana, Div. Program daya, hari
Selasa, 02 Oktober 2018.
106
selama 24 kali dalam 12 bulan terlihat pada kolom angsuran (a) baris ke-24,
dan terlihat di kolom total saldo (g) baris ke-24 sebesar Rp. 0,-. Dan di kolom
angsuran (a) baris ke-25, Ibu Suherti dinyatakan sudah tidak memiliki tagihan
di Bank BTPN Syariah.
Dari kasus pembiayaan Ibu Suherti diatas dapat disimpulkan bahwa
objek yang diakadkan dalam pembiayaan PMD sama halnya dengan Ibu
Nonih yaitu objek yang diakadkan dalam bentuk uang, bukan barang, margin
yang dihitung berdasarkan plafond dan bukan berdasarkan harga barang serta
tidak ada pengawasan lebih lanjut setelah pencairan pembiayaan.
135
Buku Panduan Paket Masa Depan, hal. 35.
109
dilapangan, objek yang diakadkan hanya dalam bentuk uang, dan tidak
adanya status kepemilikan barang. Menurut penulis hal ini bertentangan
dengan Fatwa DSN MUI No. 4 tahun 2000. Seharusnya sebelum
melaksanakan Akad pembiayaan baik pihak BTPN Syariah dan Nasabah
harus melakukan pembelian barang terlebih dahulu jika menggunakan Akad
Wakalah. Setelah barang sudah menjadi milik Bank, maka dapat dilaksanakan
Akad Murabahah.
Dari penelitian yang dilakukan penulis dilapangan, penulis
menemukan beberapa indikator permasalahan, hal tersebut dapat terlihat dari
prosedur Akad Pembiayaan yang dilaksanakan pada produk pembiayaan
Paket Masa Depan (PMD), yaitu:
1. Nasabah tidak paham terhadap Produk Pembiayaan Paket Masa Depan
(PMD) di Bank BTPN Syariah yang mana didalamnya menggunakan akad
murabahah, yang mereka ketahui hanya membutuhkan pinjaman uang dan
kapan mereka harus membayar.
2. Pada saat Pelatihan Dasar Keanggotaan menyatakan bahwa PMD terdiri
dari pinjaman dasar (pembiayaan modal usaha), pinjaman perumahan, dan
pinjaman untuk pendidikan. Sedangkan dalam Ekonomi Syariah tidak ada
pinjaman melainkan pembiayaan.
3. Menentukan Plafond pembiayaan, dimana margin/keuntungan berdasarkan
plafond yang ditawarkan pada Nasabah. Sedangkan didalam Ekonomi
Syariah perhitungan margin/keuntungan akad murabahah harus
berdasarkan harga barang.
4. Landasan hukum Fatwa DSN MUI NO.4/DSN-MUI/IV/2000 tentang
Murabahah berdasarkan Ketentuan Umum yang digunakan dalam produk
Paket Masa Depan (PMD) di BTPN Syariah tidak menyeluruh.
Pembiayaan Paket Masa Depan (PMD) di BTPN Syariah hanya
menggunakan 7 (tujuh) point saja, yaitu point ke-1 sampai dengan point
ke-7, sedangkan point ke-8 dan point ke-9 tidak digunakan.
5. Pelaksanaan Akad pembiayaan Paket Masa Depan (PMD) menggunakan
Akad wakalah murabahah, pada saat Akad, objek yang di Akadkan dalam
111
136
Dewan Syariah Nasional MUI dan Bank Indonesia, Himpunan Fatwa Dewan Syariah
Nasional MUI Cet. 3, Jakarta: CV. Gaung Persada, 2006, hlm. 24-25.
112
pokok ditambah dengan margin yang didapat dari selisih penjualan barang
tersebut.
Dalam perspektifnya hukum perbankan syariah harus memenuhi
rukun dan syarat murabah. Secara umum, jual beli terpaku pada akad yang
intinya ijab kabul dan kerelaan kedua belah pihak. Apabila terpenuhi, maka
jual beli tersebut sudah terlaksana dan sah. Untuk itu peneliti memberikan
saran, jika Bank BTPN Syariah menggunakan akad wakalah murabahah,
maka Bank harus mengawasi dan meminta bukti pembelian barang kepada
nasabah setelah akad pembiayaan dilakukan. Berdasarkan teori Bagya Agung
Prabowo dalam bukunya yang berjudul Aspek Hukum Pembiayaan
Murabahah Pada Perbankan Syariah tentang pembiayaan melalui
wakalah/mewakilkan, dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 4.3 Mekanisme Pembiayaan Melalui Wakalah/Perwakilan
Keterangan:
1. Nasabah membutuhkan barang namun tidak/belum mempunyai dana tunai
kemudian mengajukan pembiayaan murabahah pada Bank Syariah setelah
nasaba memenuhi persyaratan pengajuan permohonan, terjadi negosisasi
margin antara nasabah dengan Bank.
113
Untuk itu, jika Bank BTPN Syariah dalam produk Pembiayaan Paket
Masa Depannya (PMD) menggunakan akad wakalah murabahah kepada
nasabah untuk membeli barang sendiri, maka Bank BTPN Syariah selaku
penyedia dana harus melakukan pengawasan dan meminta bukti pembelian
barang kepada nasabah, agar terhindar dari kebohongan nasabah dalam
penggunaan dana pembiayaan yang diberikan oleh Bank sehingga akad yang
dilakukan tepat sasaran sebagaimana yang diajukan didalam formulir
Aplikasi Permohonan Pembiayaan dan Pembukaan Rekening (AP3R) dan
terhindar dari kerancuan hukum sehingga akad wakalah murabahah dapat
sejalan dengan ketentuan syariah.
115
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bank BTPN Syariah dalam produk pembiayaannya yaitu Paket Masa
Depan (PMD), dalam prakteknya menggunakan akad murabahah. Bank
BTPN Syariah meggunakan akd wakalah murabahah atau memberikan kuasa
kepada nasabah untuk membeli barang sendiri (wakalah). Dalam prakteknya
terdapat beberapa indikator ketidak sesuaian Hukum antara Hukum Ekonomi
Syariah dalam hal ini Fatwa DSN-MUI No.4 Tahun 2000 Tentang
Murabahah dan praktiknya pada akad Murabahah yang terdapat dalam
Pembiayaan Paket Masa Depan (PMD) di Bank BTPN Syariah, terutama
mengenai hal status kepemilikan barang yang di akadkan yang belum menjadi
milik Bank dan hal tersebut bertentangan dengan Fatwa DSN dan bisa
dipastikan akad Muarabahah yang dipraktikan mengarah kepada Riba.
Hal tersebut dapat terlihat dari persoalan-persoalan Bank yang belum
memiliki barang, sedangkan syarat kepemilikan merupakan hal yang paling
mutlak dalam jual beli. Maka dapat dipastikan praktek murābahah tersebut
adalah batil secara syariah karena tidak memenuhi rukun dan syarat.
B. Saran
Saran untuk Produk Pembiayaan Paket Masa Depan (PMD) di bank
BTPN Syariah:
1. Bank haruslah memiliki barang yang diakadkan dan jika
menggunakan akad wakalah maka Bank harus melakukan monitoring
atau pengawasan terhadap nasabah didalam pembelian barang.
2. Jika menggunakan akad wakalah, maka Bank harus meminta bukti
ttransaksi pembelian barang kepada nasabah.
3. Bank harus konsisten dengan peraturan hukum yang dibuat oleh pihak
Bank itu sendiri dan Dewan Pengawas Syariah harus mengawasi
operasional Perbankan.
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Abd al-Hamid al-Syarwaniy, Hawasyiy al-Syarwaniy, (Beirut: Dar al-
Fikr, t.th.).
Abdullah bin Ahmad bin Qudamah, al-Mughniy. 1405 H. Beirut: Dâr
al-Fikr.
Abdurrahman Ghazaly. 2015. Fiqh Muamalat. Jakarta: Kencana.
Abd al-Rahman Al-Jaziri. 1999. Kitab Al-Fiqh „Ala Madzahib Al-
Arba‟ah, Jil II. Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah.
Abd al-Salam bin ‘Abdillah bin Abi al-Qasim bin Taymiyyah al-
Haraniy. 1404 H. al-Muharrar fi al-Fiqh. Riyadh: Maktabah al-Ma’arif.
Abdullah bin Muslim bin Qutaybah al-Daynuriy Abu Muhammad.
1397 H. Gharib al-Hadîts (al-Gharib li Ibn Qutaybah). Baghdad: Mathba’ah
al-‘Aniy.
Abi Abdillah Muhammad bin Idris al-Syâfi'iy. 1961. al-Umm. Kairo:
Maktabah Kulliyah al Azhariyah.
Abu Bakar 'Abd al-Razzaq bin Humam al-Shan'aniy. 1403
H. Mushnaf 'Abd al-Razzaq. Beirut: al-Maktab al-Islamiy.
Ahmad bin al-Husayn bin 'Ali bin Musa Abu Bakar al-Bayhâqiy
(disebut: al-Bayhâqiy). 1994. Sunan al-Bayhaqiy al-Kubra. Makkah al-
Mukarramah: Maktabah Dâr al-Baz.
Akad Pembiayaan Murabahah Dan ketentuan Umum Pebukaan
Rekening Wadi’ah, terdapat dalam aplikasi Permohonan Pembiayaan Dan
Pembukaan rekening Bank BTPN Syariah.
Ala` al-Din al-Kasaniy (disebut: al-Kasaniy). 1982. Bada'i` al-
Shana'i`. Beirut: Dar al-Kitab al-'Arabiy.
Ali bin Muhamamd bin 'Ali al-Jurjaniy. 1405 H. al-Ta'rifat. Beirut:
Dar al-Kitab al-'Arabiy.
Ali, Zainuddin. 2008. Hukum Perbankan Syariah.Jakarta: Sinar
Grafika.
Antonio, Muhammad Syafii. 2001. Bank Syariah Dari Teori ke
Praktik. Jakarta: Gema Insani.
Arifin, Zainul. 2001. Memahami Bank Syari‟ah: Lingkup, Peluang,
Tantangan dan Prospek. Jakarta: Alvabet.
Ash Shawi, Shalah ash-Shawi, Abdullah al-Muslih. 2008. Fiqih
Ekonomi Keuangan Islam. Jakarta: Darul Haq.
Asyraf Thaha Abu Dahab. 2002. al-Mu‟jam al-Islāmy; al-Jawānib ad-
Dīniyyah wa as-Siyāsiyyah wa al-Ijtimā‟iyyah wa al-Iqtishādiyyah. Kairo:
Dār asy-Syurūq.
As-Saa’di, Syekh Abdurrahman, dkk. 2008. Fiqih Jual Beli Panduan
Praktis Bisnis Syariah. Arab saudi: Maktabah Madinah.
Ash Shiddiqy, Teungku Muhammad Hasbi. 1997. Hukum-hukum Fiqh
Islam (tinjauan antar madzhab). Semarang: Pustaka Rizki Putra.
Buku Panduan Paket Masa Depan BTPN Syariah.
Burhanuddin Susanto. 2008. Hukum Perbankan Syariah di Indonesia.
Yogyakarta: UII Press.
Divisi Pengembangan Produk dan Edukasi Departemen Perbankan
Syariah Otoritas Jasa Keuangan, Buku Standar Produk Perbankan Syariah
Murabahah. 2016. Jakarta.
Fuad Sarthawy. 2004. at-Tamwīl al-Islāmī wa Daur al-Qithā‟ al-
Khāsh, cet.1. Jordan: Dār al-Masīra,tt.
Ghazali, Abdul Rahman, Ghufron Ihsa, Sapiudin Shidiq. 2010. Fiqih
Muamalat. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Hakim, Cecep Maskanul. 2011. Belajar Mudah Ekonomi Islam:
Cacatan Kritis Terhadap Dinamika Perkembangan Perbankan Syariah
Indonesia. Tanggerang: Shuhuf Media Insani.
Hamud, Sami Hasan. 1992. Tathwîr al- A‟mâl al-Mashrafiyah Bimâ
Yattafiq al-Syarî ‟ ah al-Islâmiyah. Aman: Mathba’ah al-Syarq.
Ibrahim bin 'Ali bin Yusuf al-Fayruz Abadi al-Syiraziy (disebut al-
Syiraziy). al-Muhadzdzab. (Beiru: Dar al-Fikr, t.th.).
Imam Al-Hanafi Abu Isa Muhammad bin Isa bin surah At Tirmidzi.
1992. Terjemahan Sunan At Tirmidzi. Semarang: CV Asyifa.
Imam al-Nawawi. 1997. Muhadzzab Jilid. III. Beirut: Dar al-Fikr.
Karim, Adi Warman Azwar. 2003. Bank Islam, analisis fiqh dan
keuangan. Jakarta: IIIT Indonesia.
Karim, Adiwarman A. 2006. Bank Islam Analisis Fiqih dan
Keuanagan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Maksum, Muhammad. 2013. Fatwa Ekonomi Syariah Di Indonesia,
Malaysia, Dan Timur Tengah. Jakarta: Badan Litbang dan Diklat
Kementerian Agama RI.
Manan, Abdul. 2012. Hukum Ekonomi Syariah Dalam Perspektif
Kewenangan Peradilan Agama. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Marzuki, Peter Mahmud. 2016. Penelitian Hukum Edisi Revisi.
Jakarta: Prenada Media Group.
Muhammad. 2000. Sistem dan Prosedur Operasional Bank Syari‟ah.
Yogyakarta: UII Press.
Muhammad. 2005. Manajemen Dana Bank Syariah. Yogyakarta:
Ekonosia.
Muhammad bin ‘Abd al-Rahman al-Maghribiy Abu ‘Abdillah. 1398
H. Mawahib al-Jalil. Beirut: Dar al-Fikr.
Muhammad bin 'Abd al-Wahid al-Siwasiy (populer dengan sebutan
Ibn Hummam), Syarh Fath al-Qadir, (Beirut: Dâr al-Fikr, t.th.).
Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Rusyd, Bidayah al-
Mujtahid, (Beirut: Dar al-Fikr, t.th.).
Muhammad bin Yazid Abu 'Abdillah al-Qazwaniy (disebut Ibn
Mâjaħ). Sunan Ibn Mâjaħ. Beirut: Dar al-Fikr, t.th.
Muhammad bin Yusuf bin Abi al-Qasim al-‘Abdariy Abu ‘Abdillah.
1398 H. al-Taj wa al-Iklil. Beirut: Dar al-Fikr.
Muhammad Ibn Mukarram Ibn Mandzur. 1968. Lisan Al-„Arab.
Beirut: Dar Sadir al-Thaba’ah wa al-Nashr.
Muhammad Khathib al-Syarbayniy (disebut: al-Syarbayniy), Mughniy
al-Muhtaj, (Beirut: Dar al-Fikr, t.th.).
Muhammad Umer Chapra, Sistem Moneter Islam, Judul
Asli: Towards a Just Monetary System, Penerj.: Ikhwan Abidin Basri. 2000.
Jakarta: Gema Insani Press dan Tazkia Cendekia.
Mujib, Abdul, et. Al. 1994. Kamus Istilah Fiqh, Jakarta: PT Pustaka
Firdaus.
Munawir, Ahmad Wanson. 1997. Al Munawir Kamus Arab-Indonesia.
Surabaya: Pustaka Progesif.
Nurhasanah, Neneng dan Pandji Adam. 2017. Hukum Perbankan
Syariah Konsep Dan Regulasi. Jakarta: Sinar Grafika.
Prabowo, Bagya Agung. 2012. Asppek Hukum Pembiayaan
Murabahah Pada Perbankan Syariah. Yogyakarta: UII Press.
Qasim bin 'Abdillah bin Amir 'Ali al-Qawnuniy. 1406 H. Anis al-
Fuqaha`. Jedah: Dar al-Wafa`.
Rachmat Syafe‟i. 2001. Fiqih Muamalah. Bandung: Cv Pustaka Setia.
Rafiq Yunus al-Misri. 1999. Ushul al-Iqtishad al-Islami. Damaskus:
Dar al-Qalam.
Rahman Yudistiawan. 2013. Hukum Perbankan Syariah di Indonesia.
Wordpress.
Rusyid, Ibnu. 1990. Terjemahan Bidayatul Mujtahid Jilid 3.
Semarang: CV. Asyifa
Sabiq, Sayyid. 1988. Fiqh Sunnah 11, Terj, Kamaludin A
Marzuki. Fiqh Sunnah jilid 11. Bandung: Pustaka.
Saydiy Ahmad al-Dardir Abu al-Barakat, al-Syarh al-Kabir, (Beirut:
Dar al-Fikr, t.th.).
Saeed, Abdullah. 1996. Menyoal Bank Syariah, Kritik atas
Interpretasi Bunga Bank Kaum Neo-Revivalis, terj. Arif Maftuhin. Jakarta:
Paramadina.
Sohran, Sohari & Ru’fah Abdullah. 2011. Fiqh Muamalah. Bogor:
Ghali Indonesia Anggota Ikapi.
Sudarsono, Heri. 2003. Bank dan Lembaga Keuangan Syari‟ah.
Yogyakarta: Ekonsia.
Suhendi, Hendi. 2002. Fiqh Muamalah. Jakarta: PT Raja Grafindo.
Tim Pengembangan Perbankan Syariah Institut Bankir Indonesia.
2002. Konsep, Produk dan Implementasi Operasional Bank Syariah. Jakarta:
Djambatan.
Tim Redaksi Fokusmedia. 2009. Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah.
Bandung: Fokusmedia.
Triyanta, Agus. 2016. Hukum Perbankan Syariah (Regulasi,
Implementasi Dan Formulasi Kepatuhannya Terhadap Prinsip-Prinsip
Islam). Malang: Setara Press.
Warde, Ibrahim. 2009. Islamic Finance: Keuangan Islam dalam
Perekonomian Global, teremahanj. Andriyadi Ramli, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
Wahbah al-Zuhaili. 1997. Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu Jil. V.
Beirut: Dar Al-Fikr.
Wahbah Zuhaili. 2004. Al-Fiqh al-Islāmī wa Adillatuhu, cet. 4.
Damaskus: Dār al-Fikr.
Warkum Sumitro.1996. Asas-asas Perbankan Islam dan Lembaga-
lembaga yang terkait. Jakarta : PT.RajaGrafindo.
Wasilah, Sri Nurhayati Wasilah. 2008. Akutansi syari‟ah di Indonesia.
Jakarta: Salemba.
Wirdyaningsih, Karnaen Perwataatmadja, Gemala Dewi & Yeni
Salma Barlinti. 2007. Bank Dan Asuransi Islam Di Indonesia. Jakarta:
Kencana Prenada Media.
Wiroso. 2005. Jual Beli Murabahah. Yogyakarta: UII Press.
Zen Amiruddin. 2009. Ushul Fiqih, cet. 1. Yogyakarta: Teras.
Zubairi Hasan. 2009. Undang-Undang Perbankan SyariahTitik Temu
Hukum Islam dan Hukum Nasional. Jakarta: Rajawali Pers.
B. Tesis, Disertasi, Jurnal
Ali Ahmad Salus, al-Mu‟āmalāt al-Māliyah al-Mu‟āshirah fī Mīzān
al-Fiqh al-Islāmi, (Kuwait: Maktabah al-Falāh, 1986).
Abdurrauf. Al-Iqtishad, Vol IV. (Jakarta: UIN-Syarif Hidayatullah, 1,
Januari 2012). Jurnal yang berjudul: Penerapan Teori akad pada perbankan
syariah.
Ani Yunita, Problematika Status Kepemilikan Obyek akad
Pembiayaan Murabahah Pada Bank Syariah di Indonesia, 2017, Jurnal
Hukum Ekonomi Islam, Vol.1, No. 1, Mei 2017/1438 H. Diakses pada
tanggal 7 agustus 2018.
Claudia SH. “Pembiayaan Murabahah Bank Syariah Mandiri kepada
Usaha Kecil”, (Juni 2010), hlm. 7. Jurnal diakses pada tanggal 23 Desember
2017 dari http://lib.ui.ac.id.
Diunggah dari http://www.alsunnah.com dalam paket e-book; al-
Maktabah Syāmilah.
Fatḥ al-Qadir. Diunggah dari http://www.al-islam.com dalam paket e-
book; al-Maktabah Syāmilah.
Hassanain Haykal. Sistem Gramen Bank dalam Upaya Meningkatkan
Pangsa Pasar Wanita. Dialogi luridica Novemeber 2009, Vol, I No. 1.
Diakses pada tanggal 10 September 2018.
HR. Muslim. Abu Bakar Ahmad bin Husain bin Ali bin Abdullah bin
Musa Al-Khasrujurdi Al-Baihaqi, Ma‟rifatus-Sunan wal-Ātsār lil-Baiḥāqi,
juz. 9, hlm. 161. Diunggah dari http://www.alsunnah.com dalam paket e-
book; al-Maktabah Syāmilah.
Maisarah. ”Studi Perbandingan Pembiayaan Murabahah Pada Bank
Muamalat Dan Bank Syariah Mandiri Cabang Pekan Baru”, (2012),hlm. 9.
Jurnal diakses pada tanggal 11 Oktober 2017 dari http://repository.uin.-
suska.ac.id.
Muhammad Ali Fauzi et al, Problematika Pembiayaan Murabahah
Kepemilikan Rumah Pada Bank Syariah Mandiri, Jurnal Pascasarjanan UNS,
Vol III, No 2, Edisi Juli-Desember 2015.
N. Oneng Nurul Bariyah. Akad mu‟awadah dalam konsep fiqih dan
aplikasinya di bank syariah. Jurnal Al-Milal Jurnal Studi Ilmu Keislaman,
Volume 1, Nomor 1. Februari 2013. halaman 151, ISSN 2337-814X, hlm.3.
Diakses pada tanggal 15 Agustus 2018.
Ridha Kurniawan Adnans. “Penerapan Sistem Jual Beli Murabahah
Pada Bank Syariah (Studi Terhadap Pembiayaan Rumah/Properti Pada Bank
BNI Syariah Cabang Medan”, (20 juli 2007), hlm. 4. Jurnal diakses pada
tanggal 23 oktober 2017 dari http://repository.usu.ac.id.
Rukhul Amin, Dinamika Penerapan Murabahah Dalam Sistem
Perbankan Syariah. Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah
Surabaya, Jurnal Perbankan Syariah Vol. 1 No. 1 Mei 2016 hlm.5. diakses
pada tanggal 14 agustus 2018.
Samarul Falah. ”Implementasi Hukum Kontrak Dalam Pembiayaan
Murabahah Pada Bank Muamalat Indonesia (BMI) Cabang Surakarta”.
(2010) hlm. 11. Jurnal ini diakses pada tanggal 2 November 2017 dari http://
digilib.uns.ac.id.
Samino Setiawan. “Biaya Administrasi Pembiayaan Di Bank Syariah
(Studi Bank Syarah di Daerah Istimewa Yogyakarta” (27 juli 2009), hlm. 4.
Jurnal ini diakses pada tanggal 27 oktober 2017 dari http://digilib.uin-
suka.ac.id.
Sofyan Sulaiman. Penyimpangan Akad Murabahah Pada Perbankan
Syariah di Indonesia, Iqtishodia Jurnal Ekonomi Syariah, Vol.1,No.2.
September 2016.
C. Peraturan Perundang-Undangan
Cholid Syamhudi. 2016. Beginilah Seharusnya Bank Syariah. Artikel
Kontemporer. Diakses pada tanggal 17 September 2017.
https://pengusahamuslim.com/5527-beginilah-seharusnya-bank-syariah.html.
Dewan Syariah Nasional MUI dan Bank Indonesia. 2006. Himpunan
Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI Cet. 3. Jakarta: CV. Gaung Persada.
Pasal 1 ayat (7) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang
perbankan Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4867).
Peraturan Bank Indonesia No. 7/46/PBI/2005 tentang Akad
Penghimpunan dan Penyaluran Dana bagi Bank yang melaksnakan kegiatan
usaha berdasarkan prinsip syariah BAB I Ketentuan Umum Pasal 1 Poin ke
7.
Peraturan Bank Indonesia Nomor: 9/19/PBI/2007, Dihimpun Oleh
Redaksi Sinar Grafika, Jakarta, Sinar Grafika, 2008.
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31/POJK.05/2014 Tentang
Penyelenggaraan Usaha Pembiayaan Syariah.
Undang-Undang Perbankan Syariah UU RI No. 21 Tahun 2008.
Jakarta: Sinar Grafika.
Undang-Undang Republik Indonesia N0.21 Tahun 2008, Dihimpun
Oleh Redaksi Sinar Grafika, Jakarta, Sinar Grafika, 2008.
D. Majalah/Artikel/ Website/Wawancara
Ah Azharuddin Lathif, Konsep Dan Aplikasi Akad Murabahah Pada
Perbankan Syariah Di Indonesia, Jurnal http://www.academia.edu/
6497439/Konsep_dan_Aplikasi_Akad_Murabahah_pada_Perbankan_Syariah
_di_Indonesia, dikases pada tanggal 15 November 2017, pukul 18.49 WIB.
Bank Indonesia, Sekilas Perbankan Syariah di Indonesia,
http://www.bi.go.id/id/perbankan/syariah/ Contents/Default.aspx diakses
tanggal 11 September 2017.
Estu suryowati, Alasan pembiayaan macet perbankan syariah cukup
tinggi. diakses pada tanggal 25 maret 2018
https://ekonomi.kompas.com/read/2017/04/28/222515226/ini.alasan.pembiay
aan. macet.perbankan.syariah.cukup.tinggi.
Hakim, al-Mustadrak ‘alā ash-Shaḥīḥain, juz 5, hlm. 254. Diunggah
dari http://www.alsunnah.com dalam paket e-book; al-Maktabah Syāmilah
https://www.btpnsyariah.com/tentang-kami/profil.html . diakses pada
tanggal 12 Agustus 2018.
Muhammad Syamsudin, Pegiat Kajian Fiqih Terapan dan Pengasuh
PP Hasan Jufri Putri P. Bawean, Kab. Gresik, Jatim. Diakses pada tanggal 12
Agustus 2018. http://www.nu.or.id/post/read/84936/akad-murabahah-dalam-
kajian-fiqih.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
PEDOMAN WAWANCARA
1. Apa yang ditawarkan Bank BTPN Syariah dalam Produk Pembiayaan Paket
Masa Depan (PMD) pada Masyarakat?
..........................................................................................................................
..........................................................................................................................
2. Siapa yang menjadi target atau sasaran dalam melakukan pemasaran produk
PMD di Bank BTPN Syariah?
........................................................................................................................
........................................................................................................................
3. Apa saja syarat untuk menjadi anggota/Nasabah PMD di Bank BTPN
Syariah?
..........................................................................................................................
..........................................................................................................................
4. Apakah terdapat proses seleksi dalam menentukan Nasabah atau anggota
PMD di Bank BTPN Syariah?
..........................................................................................................................
..........................................................................................................................
5. Bagaimana prosedur Akad pemberian pembiayaan PMD di Bank BTPN
Syariah?
........................................................................................................................
........................................................................................................................
6. Berapakah jumlah pembiayaan yang diberikan PMD di Bank BTPN Syariah
kepada anggota/Nasabah?
..........................................................................................................................
......................................................................................................................
7. Bagaimana perhitungan pembiayaan PMD di Bank BTPN Syariah?
........................................................................................................................
........................................................................................................................
8. Berapa lama waktu yang diberikan untuk melunasi Pembiayaan PMD di
Bank BTPN Syariah?
........................................................................................................................
.......................................................................................................................
9. Adakah pelatihan atau penyuluhan mengenai materi PMD terlebih dahulu
kepada calon Nasabah PMD di Bank BTPN Syariah?
........................................................................................................................
........................................................................................................................
10. Akad apa yang digunakan dalam Produk Pembiayaan Paket Masa Depan
(PMD)?
........................................................................................................................
.....................................................................................................................
11. Bagaimana proses atau tahapan Akad dalam Pembiayaan PMD di Bank
BTPN Syariah?
........................................................................................................................
........................................................................................................................
12. Apakah akad yang diterapkan dalam Produk Pembiayaan PMD sesuai
dengan ketentuan Syariah?
........................................................................................................................
........................................................................................................................
13. Apakah objek yang di Akadkan dalam bentuk uang atau barang yang
dipesan oleh Nasabah PMD?
........................................................................................................................
........................................................................................................................
14. Pada saat Akad apakah objek yang di Akadkan sudah menjadi milik Bank
BTPN Syariah?
........................................................................................................................
........................................................................................................................
15. Apa landasan Hukum yang digunakan Bank BTPN Syariah dalam Produk
Pembiayaan PMD?
........................................................................................................................
........................................................................................................................
16. Bagaimana proses Pencairan Pembiayaan PMD di Bank BTPN Syariah?
........................................................................................................................
........................................................................................................................
17. Bagaimana proses pembayaran angsuran Pembiayaan PMD di Bank BTPN
Syariah?
........................................................................................................................
........................................................................................................................
18. Adakah Monitoring Usaha dari Bank BTPN Syariah kepada Nasabah PMD?
........................................................................................................................
.......................................................................................................................
19. Bagaimana Penanganan dan penyelesaian Pembiayaan bagi Nasabah yang
bermasalah?
........................................................................................................................
........................................................................................................................
20. Adakah kendala didalam melakukan Praktek Akad Pembiayaan PMD di
Bank BTPN Syariah?
........................................................................................................................
........................................................................................................................
Bekasi, ..................................
Staff BTPN Syariah
(............................................)
PEDOMAN WAWANCARA
Nama :
Usia :
Jenis kelamin :
Status :
Pekerjaan :
1. Apa yang anda ketahui tentang Produk Pembiayaan Paket Masa Depan
(PMD) di Bank BTPN Syariah?
.............................................................................................................................
............................................................................................................................
2. Apa jenis pembiayaan yang diberikan Bank BTPN Syariah?
.............................................................................................................................
...........................................................................................................................
3. Produk apa saja yang ditawarkan Bank BTPN Syariah kepada masyarakat?
.............................................................................................................................
..........................................................................................................................
4. Bagaimana pendapat anda tentang hadirnya Produk Pembiayaan Paket Masa
Depan (PMD) dikalangan masyarakat?
.............................................................................................................................
...........................................................................................................................
5. Apa tujuan anda mengajukan Permohonan Pembiayaan Paket Masa Depan
(PMD)?
.............................................................................................................................
...........................................................................................................................
6. Apakah anda mengikuti pelatihan yang diberikan oleh pihak Bank BTPN
Syariah didalam Produk Paket Masa Depan (PMD)?
.............................................................................................................................
...........................................................................................................................
7. Bagaimana pendapat anda setelah menjadi anggota/Nasabah PMD di Bank
BTPN Syariah?
.............................................................................................................................
...........................................................................................................................
8. Berapa pembiayaan yang diberikan oleh Bank BTPN Syariah?
.............................................................................................................................
...........................................................................................................................
9. Apakah anda Nasabah baru atau Nasabah lanjutan di PMD Bank BTPN
Syariah?
.............................................................................................................................
...........................................................................................................................
10. Apakah sebelumnya sudah memiliki usaha atau belum memiliki usaha
sebelum bergabung menjadi anggota atau nasabah PMD di Bank BTPN
Syariah?
.............................................................................................................................
..........................................................................................................................
11. Apakah hadirnya PMD BTPN Syariah dapat meringankan hidup anda?
.............................................................................................................................
..........................................................................................................................
12. Apa manfaat Pembiayaan PMD BTPN Syariah bagi anda?
.............................................................................................................................
...........................................................................................................................
13. Bagaimana akad yang diterapkan didalam PMD BTPN Syariah?
.............................................................................................................................
..........................................................................................................................
14. Bagaimana cara anda melakukan pembayaran Pembiayaan PMD di BTPN
Syariah?
.............................................................................................................................
...........................................................................................................................
15. Apa saja yang anda peroleh didalam pelatihan bersama didalam PMD BTPN
Syariah?
.............................................................................................................................
...........................................................................................................................
16. Apakah Bank BTPN Syariah mengajarkan didalam pengembangan usaha
Anda?
.............................................................................................................................
............................................................................................................................
17. Bagaimana cara melakukan akad PMD di Bank BTPN Syariah?
.............................................................................................................................
..........................................................................................................................
18. Apa saja syarat yang anda ketahui untuk mengikuti Produk Pembiayaan Paket
Masa Depan (PMD) di Bank BTPN Syariah?
.............................................................................................................................
..........................................................................................................................
19. Bagaimana tahapan/proses sebelum akad Pembiayaan PMD di Bank BTPN
Syariah?
.............................................................................................................................
...........................................................................................................................
20. Apa yang anda dapatkan setelah akad Pembiayaan PMD dilakukan?
.............................................................................................................................
..........................................................................................................................
Bekasi, ..................................
Nasabah BTPN Syariah
(............................................)
FATWA
DEWAN SYARI’AH NASIONAL
NO: 04/DSN-MUI/IV/2000
Tentang
MURABAHAH
ـ ِﻪﻠﹶﻴﻠﱠﻰ ﺍﷲُ ﻋﻝﹶ ﺍﷲِ ﺻﻮﺳ ﺭﺿﻲ ﺍﷲ ﻋﻨﻪ ﺃﹶﻥﱠ ﺭﺭِﻱﺪﺪٍ ﺍﻟﹾﺨﻌِﻴ ﺳ ﺃﹶﺑِﻲﻦﻋ
)ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺒﻴﻬﻘﻲ ﻭﺍﺑـﻦ ﻣﺎﺟـﻪ،ٍﺍﺽﺮ ﺗﻦ ﻋﻊﻴﺎ ﺍﻟﹾﺒﻤ ﺇِﻧ: ﻗﹶﺎﻝﹶﻠﱠﻢﺳﺁﻟِﻪِ ﻭﻭ
(ﻭﺻﺤﺤﻪ ﺍﺑﻦ ﺣﺒﺎﻥ
Dari Abu Sa’id Al-Khudri bahwa Rasulullah SAW bersabda,
"Sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan suka sama suka."
(HR. al-Baihaqi dan Ibnu Majah, dan dinilai shahih oleh Ibnu
Hibban).
6. Hadis Nabi riwayat Ibnu Majah:
ﺇِﻟﹶﻰﻊﻴ ﺍﹶﻟﹾﺒ:ﻛﹶﺔﹸﺮ ﺍﻟﹾﺒﻬِﻦ ﺛﹶﻼﹶﺙﹲ ﻓِﻴ: ﻗﹶﺎﻝﹶﻠﱠﻢﺳﺁﻟِﻪِ ﻭﻪِ ﻭﻠﹶﻴﻠﱠﻰ ﺍﷲُ ﻋ ﺻﺒِﻲﺃﹶ ﱠﻥ ﺍﻟﻨ
ﻊِ )ﺭﻭﺍﻩ ﺍﺑﻦ ﻣﺎﺟﻪﻴﺖِ ﻻﹶ ﻟِﻠﹾﺒﻴﺮِ ﻟِﻠﹾﺒﻌِﻴ ﺑِﺎﻟﺸﺮﻠﹾﻂﹸ ﺍﻟﹾﺒﺧ ﻭ،ﺔﹸﺿﻘﹶﺎﺭﺍﻟﹾﻤ ﻭ،ٍﻞﺃﹶﺟ
(ﻋﻦ ﺻﻬﻴﺐ
“Nabi bersabda, ‘Ada tiga hal yang mengandung berkah: jual
beli tidak secara tunai, muqaradhah (mudharabah), dan
mencampur gandum dengan jewawut untuk keperluan rumah
tangga, bukan untuk dijual.” (HR. Ibnu Majah dari Shuhaib).
7. Hadis Nabi riwayat Tirmidzi:
ﺎﺍﻣﺮ ﱠﻞ ﺣ ﺃﹶﺣﻼﹶﻻﹰ ﺃﹶﻭ ﺣﻡﺮﺎ ﺣﻠﹾﺤ ﺇِﻻﱠ ﺻﻠِﻤِﲔﺴ ﺍﻟﹾﻤﻦﻴ ﺑﺎﺋِﺰ ﺟﻠﹾﺢﺍﹶﻟﺼ
ﺎﺍﻣﺮﺣﻞﱠ ﺣ ﺃﹶﻼﹶﻻﹰ ﺃﹶﻭ ﺣﻡﺮﻃﹰﺎ ﺣﺮ ﺇِﻻﱠ ﺷﻭﻃِﻬِﻢﺮﻠﹶﻰ ﺷﻮﻥﹶ ﻋﻠِﻤﺴﺍﻟﹾﻤﻭ
.()ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺘﺮﻣﺬﻱ ﻋﻦ ﻋﻤﺮﻭ ﺑﻦ ﻋﻮﻑ
“Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali
perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan
yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat
mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau
menghalalkan yang haram” (HR. Tirmizi dari ‘Amr bin ‘Auf).
8. Hadis Nabi riwayat jama’ah:
… ﻇﹸﻠﹾﻢﻨِﻲﻄﹾﻞﹸ ﺍﻟﹾﻐﻣ
“Menunda-nunda (pembayaran) yang dilakukan oleh orang
mampu adalah suatu kezaliman…”
9. Hadis Nabi riwayat Nasa’i, Abu Dawud, Ibu Majah, dan Ahmad:
.ﻪﺘﺑﻘﹸﻮﻋ ﻭﻪﺿﺤِﻞﱡ ﻋِﺮﺍﺟِﺪِ ﻳ ﺍﻟﹾﻮﻟﹶﻲ
ﻠﱠﻪﻊِ ﻓﹶﺄﹶﺣﻴﺎﻥِ ﻓِﻰ ﺍﻟﹾﺒﺑﺮﻦِ ﺍﻟﹾﻌ ﻋﻠﱠﻢﺳﻪِ ﻭﻠﹶﻴﻠﱠﻰ ﺍﷲُ ﻋﻝﹸ ﺍﷲِ ﺻﻮﺳﺌِﻞﹶ ﺭﻪ ﺳ ﺃﹶﻧ
“Rasulullah SAW. ditanya tentang ‘urban (uang muka) dalam
jual beli, maka beliau menghalalkannya.”
11. Ijma' Mayoritas ulama tentang kebolehan jual beli dengan cara
Murabahah (Ibnu Rusyd, Bidayah al-Mujtahid, juz 2, hal. 161;
lihat pula al-Kasani, Bada’i as-Sana’i, juz 5 Hal. 220-222).
12. Kaidah fiqh:
.ﺎﻤِﻬﺮِﻳﺤﻠﹶﻰ ﺗﻞﹲ ﻋﻟِﻴﻝﱠ ﺩﺪﺔﹸ ﺇِﻻﱠ ﺃﹶﻥﹾ ﻳﺎﺣﻼﹶﺕِ ﺍﹾﻹِﺑﺎﻣﻌﻞﹸ ﻓِﻰ ﺍﻟﹾﻤﺍﹶﻷَﺻ
“Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan
kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”
Memperhatikan : Pendapat peserta Rapat Pleno Dewan Syari'ah Nasional pada hari
Sabtu, tanggal 26 Dzulhijjah 1420 H./1 April 2000.
MEMUTUSKAN
Menetapkan : FATWA TENTANG MURABAHAH
Pertama : Ketentuan Umum Murabahah dalam Bank Syari’ah:
1. Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas
riba.
2. Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syari’ah
Islam.
3. Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang
yang telah disepakati kualifikasinya.
4. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank
sendiri, dan pembelian ini harus sah dan bebas riba.
5. Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan
pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara utang.
6. Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah
(pemesan) dengan harga jual senilai harga beli plus
keuntungannya. Dalam kaitan ini Bank harus memberitahu
secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya
yang diperlukan.
7. Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut
pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati.
8. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad
tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus
dengan nasabah.
Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : 26 Dzulhijjah 1420 H.
1 April 2000 M
Ketua, Sekretaris,
Tambahan …
-2-
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: PERATURAN BANK INDONESIA TENTANG AKAD
PENGHIMPUNAN DAN PENYALURAN DANA BAGI
BANK YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA
BERDASARKAN PRINSIP SYARIAH
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Yang dimaksud dalam Peraturan Bank Indonesia ini dengan:
1. Bank …
-3-
7. Murabahah …
-4-
7. Murabahah adalah jual beli barang sebesar harga pokok barang ditambah
dengan margin keuntungan yang disepakati.
8. Salam adalah jual beli barang dengan cara pemesanan dengan syarat-syarat
tertentu dan pembayaran tunai terlebih dahulu secara penuh.
9. Istishna' adalah jual beli barang dalam bentuk pemesanan pembuatan barang
dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati dengan pembayaran
sesuai dengan kesepakatan.
10. Ijarah adalah transaksi sewa menyewa atas suatu barang dan atau upah
mengupah atas suatu jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa
atau imbalan jasa;
11. Qardh adalah pinjam meminjam dana tanpa imbalan dengan kewajiban pihak
peminjam mengembalikan pokok pinjaman secara sekaligus atau cicilan
dalam jangka waktu tertentu.
Pasal 2
(1) Dalam melaksanakan kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana Bank
wajib membuat Akad sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Bank
Indonesia ini.
(2) Dalam Akad sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib ditegaskan jenis
transaksi syariah yang digunakan.
(3) Transaksi syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak boleh
mengandung unsur gharar, maysir, riba, zalim, risywah, barang haram
dan maksiat.
BAB II …
-5-
BAB II
PERSYARATAN AKAD PENGHIMPUNAN
DAN PENYALURAN DANA
Bagian Pertama
Penghimpunan Dana
Pasal 3
Dalam kegiatan penghimpunan dana dalam bentuk giro atau tabungan berdasarkan
Wadi'ah berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut:
a. Bank bertindak sebagai penerima dana titipan dan nasabah bertindak sebagai
pemilik dana titipan;
b. dana titipan disetor penuh kepada Bank dan dinyatakan dalam jumlah
nominal;
c. dana titipan dapat diambil setiap saat;
d. tidak diperbolehkan menjanjikan pemberian imbalan atau bonus kepada
nasabah;
e. Bank menjamin pengembalian dana titipan nasabah.
Pasal 4
Dalam kegiatan penghimpunan dana dalam bentuk giro berdasarkan
Mudharabah berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut:
a. nasabah bertindak sebagai pemilik dana (shahibul maal) dan Bank bertindak
sebagai pengelola dana (mudharib);
b. Bank dapat melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan
dengan Prinsip Syariah dan mengembangkannya, termasuk di dalamnya
melakukan Akad Mudharabah dengan pihak lain;
c. modal …
-6-
c. modal harus dalam bentuk tunai dan bukan piutang, serta dinyatakan jumlah
nominalnya;
d. nasabah wajib memelihara saldo giro minimum yang ditetapkan oleh Bank
dan tidak dapat ditarik oleh nasabah kecuali dalam rangka penutupan
rekening;
e. pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan
dituangkan dalam Akad pembukaan rekening.
f. pemberian keuntungan untuk nasabah didasarkan pada saldo terendah setiap
akhir bulan laporan.
g. Bank menutup biaya operasional giro dengan menggunakan nisbah
keuntungan yang menjadi haknya; dan
h. Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa
persetujuan yang bersangkutan.
Pasal 5
Dalam kegiatan penghimpunan dana dalam bentuk tabungan atau deposito
berdasarkan Mudharabah berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut :
a. Bank bertindak sebagai pengelola dana dan nasabah bertindak sebagai
pemilik dana;
b. dana disetor penuh kepada Bank dan dinyatakan dalam jumlah nominal;
c. pembagian keuntungan dari pengelolaaan dana investasi dinyatakan dalam
bentuk nisbah;
d. pada Akad tabungan berdasarkan Mudharabah, nasabah wajib meng-
investasikan minimum dana tertentu yang jumlahnya ditetapkan oleh Bank
dan tidak dapat ditarik oleh nasabah kecuali dalam rangka penutupan
rekening;
e. nasabah …
-7-
Bagian Kedua
Penyaluran Dana
Paragraf 1
Penyaluran Dana Berdasarkan Mudharabah dan Musyarakah
Pasal 6
Dalam kegiatan penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan berdasarkan
Mudharabah berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut:
a. Bank bertindak sebagai shahibul maal yang menyediakan dana secara penuh,
dan nasabah bertindak sebagai mudharib yang mengelola dana dalam
kegiatan usaha;
b. jangka waktu pembiayaan, pengembalian dana, dan pembagian keuntungan
ditentukan berdasarkan kesepakatan Bank dan nasabah;
c. Bank tidak ikut serta dalam pengelolaan usaha nasabah tetapi memiliki hak
dalam pengawasan dan pembinaan usaha nasabah;
d. pembiayaan diberikan dalam bentuk tunai dan/atau barang;
e. dalam hal pembiayaan diberikan dalam bentuk tunai harus dinyatakan
jumlahnya;
f. dalam hal pembiayaan diberikan dalam bentuk barang, maka barang yang
diserahkan …
-8-
diserahkan harus dinilai berdasarkan harga perolehan atau harga pasar wajar;
g. pembagian keuntungan dari pengelolaaan dana dinyatakan dalam bentuk
nisbah yang disepakati;
h. Bank menanggung seluruh risiko kerugian usaha yang dibiayai kecuali jika
nasabah melakukan kecurangan, lalai, atau menyalahi perjanjian yang
mengakibatkan kerugian usaha;
i. nisbah bagi hasil yang disepakati tidak dapat diubah sepanjang jangka waktu
investasi, kecuali atas dasar kesepakatan para pihak dan tidak berlaku surut;
j. nisbah bagi hasil dapat ditetapkan secara berjenjang (tiering) yang besarnya
berbeda-beda berdasarkan kesepakatan pada awal Akad;
k. pembagian keuntungan dilakukan dengan menggunakan metode bagi untung
dan rugi (profit and loss sharing) atau metode bagi pendapatan (revenue
sharing);
l. pembagian keuntungan berdasarkan hasil usaha dari mudharib sesuai dengan
laporan hasil usaha dari usaha mudharib;
m. dalam hal nasabah ikut menyertakan modal dalam kegiatan usaha yang
dibiayai Bank, maka berlaku ketentuan;
(i) nasabah bertindak sebagai mitra usaha dan mudharib;
(ii) atas keuntungan yang dihasilkan dari kegiatan usaha yang dibiayai
tersebut, maka nasabah mengambil bagian keuntungan dari porsi
modalnya, sisa keuntungan dibagi sesuai kesepakatan antara Bank dan
nasabah;
n. pengembalian pembiayaan dilakukan pada akhir periode Akad untuk
pembiayaan dengan jangka waktu sampai dengan satu tahun atau dilakukan
secara angsuran berdasarkan aliran kas masuk (cash in flow) usaha nasabah;
dan …
-9-
dan
o. Bank dapat meminta jaminan atau agunan untuk mengantisipasi risiko
apabila nasabah tidak dapat memenuhi kewajiban sebagaimana dimuat dalam
Akad karena kelalaian dan/atau kecurangan.
Pasal 7
Dalam kegiatan penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan berdasarkan
Mudharabah muqayyadah (restricted investment) berlaku persyaratan paling
kurang sebagai berikut:
a. Bank bertindak sebagai agen penyalur dana investor (channelling agent)
kepada nasabah yang bertindak sebagai pengelola dana untuk kegiatan usaha
dengan persyaratan dan jenis kegiatan usaha yang ditentukan oleh investor;
b. jangka waktu pembiayaan, pengembalian dana, dan pembagian keuntungan
ditentukan berdasarkan kesepakatan antara investor, nasabah dan Bank;
c. Bank tidak ikut serta dalam pengelolaan usaha nasabah tetapi memiliki hak
dalam pengawasan dan pembinaan usaha nasabah;
d. pembiayaan diberikan dalam bentuk tunai dan/atau barang;
e. dalam hal pembiayaan diberikan dalam bentuk barang, maka barang yang
diserahkan harus dinilai dengan harga perolehan atau harga pasar;
f. Bank sebagai agen penyaluran dana dapat menerima fee (imbalan) yang
perhitungannya diserahkan kepada kesepakatan para pihak;
g. pembagian keuntungan dari pengelolaaan dana investasi dinyatakan dalam
bentuk nisbah yang disepakati antara investor dan nasabah;
h. Bank sebagai agen penyaluran dana milik investor tidak menanggung risiko
kerugian usaha yang dibiayai; dan
i. investor …
- 10 -
Pasal 8
Dalam kegiatan penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan berdasarkan
Musyarakah berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut :
a. Bank dan nasabah masing-masing bertindak sebagai mitra usaha dengan
bersama-sama menyediakan dana dan/atau barang untuk membiayai suatu
kegiatan usaha tertentu;
b. nasabah bertindak sebagai pengelola usaha dan Bank sebagai mitra usaha
dapat ikut serta dalam pengelolaan usaha sesuai dengan tugas dan wewenang
yang disepakati;
c. Bank berdasarkan kesepakatan dengan nasabah dapat menunjuk nasabah
untuk mengelola usaha;
d. pembiayaan diberikan dalam bentuk tunai dan/atau barang;
e. dalam hal pembiayaan diberikan dalam bentuk barang, maka barang yang
diserahkan harus dinilai secara tunai berdasarkan kesepakatan;
f. jangka waktu pembiayaan, pengembalian dana, dan pembagian keuntungan
ditentukan berdasarkan kesepakatan antara Bank dan nasabah;
g. biaya operasional dibebankan pada modal bersama sesuai kesepakatan;
h. pembagian keuntungan dari pengelolaan dana dinyatakan dalam bentuk
nisbah yang disepakati;
i. Bank dan nasabah menanggung kerugian secara proporsional menurut porsi
modal …
- 11 -
Paragraf 2
Penyaluran Dana Berdasarkan Murabahah, Salam dan Istishna’
Pasal 9
(1) Kegiatan penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan berdasarkan
Murabahah berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut :
a. Bank menyediakan dana pembiayaan berdasarkan perjanjian jual beli
barang.
b. jangka waktu pembayaran harga barang oleh nasabah kepada Bank
ditentukan …
- 12 -
kerugian …
- 13 -
Pasal 10
(1) Dalam pembiayaan Murabahah Bank dapat memberikan potongan dari total
kewajiban pembayaran hanya kepada nasabah yang telah melakukan
kewajiban pembayaran cicilannya dengan tepat waktu dan/atau nasabah yang
mengalami penurunan kemampuan pembayaran.
(2) Besar potongan Murabahah kepada nasabah tidak boleh diperjanjikan dalam
Akad dan diserahkan kepada kebijakan Bank.
Pasal 11
(1) Kegiatan penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan berdasarkan Salam
berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut:
a. Bank membeli barang dari nasabah dengan spesifikasi, kualitas, jumlah,
jangka waktu, tempat, dan harga yang disepakati;
b. pembayaran harga oleh Bank kepada nasabah harus dilakukan secara
penuh pada saat Akad disepakati;
c. pembayaran oleh Bank kepada nasabah tidak boleh dalam bentuk
pembebasan kewajiban nasabah kepada Bank ;
d. alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya sesuai dengan
kesepakatan;
e. Bank sebagai pembeli tidak boleh menjual barang yang belum diterima;
f. dalam rangka meyakinkan bahwa penjual dapat menyerahkan barang
sesuai kesepakatan maka Bank dapat meminta jaminan pihak ketiga
sesuai …
- 14 -
Pasal 12
(1) Kegiatan penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan berdasarkan Salam
paralel berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut :
a. Bank sebagai pembeli dalam Akad Salam dapat membuat Akad Salam
paralel …
- 15 -
a. membatalkan …
- 16 -
Pasal 13
(1) Kegiatan penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan berdasarkan Istishna'
berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut :
a. Bank menjual barang kepada nasabah dengan spesifikasi, kualitas,
jumlah, jangka waktu, tempat, dan harga yang disepakati;
b. pembayaran oleh nasabah kepada Bank tidak boleh dalam bentuk
pembebasan hutang nasabah kepada Bank;
c. alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya sesuai dengan
kesepakatan;
d. pembayaran oleh nasabah selaku pembeli kepada Bank dilakukan secara
bertahap atau sesuai kesepakatan;
(2) Dalam hal seluruh atau sebagian barang tidak tersedia sesuai dengan waktu
penyerahan …
- 17 -
Pasal 14
(1) Kegiatan penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan berdasarkan Istishna'
paralel berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut :
a. Bank sebagai penjual dalam Akad Istishna’ dapat membuat Akad
Istishna' paralel dengan pihak lainnya dimana Bank bertindak sebagai
pembeli;
b. kewajiban dan hak dalam kedua Akad Istishna’ tersebut harus terpisah;
c. pelaksanaan kewajiban salah satu Akad Istishna’ tidak boleh tergantung
pada Akad Istishna’ paralel atau sebaliknya;
d. dalam hal Bank yang bertindak sebagai pembeli dalam Akad Istishna'
paralel …
- 18 -
Paragraf 3
Penyaluran dana berdasarkan Akad Ijarah, Ijarah muntahiya bitamlik
dan Qardh
Pasal 15
Kegiatan penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan berdasarkan Ijarah untuk
transaksi sewa menyewa berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut :
a. Bank …
- 19 -
a. Bank dapat membiayai pengadaan objek sewa berupa barang yang telah
dimiliki Bank atau barang yang diperoleh dengan menyewa dari pihak lain
untuk kepentingan nasabah berdasarkan kesepakatan;
b. objek dan manfaat barang sewa harus dapat dinilai dan diidentifikasi secara
spesifik dan dinyatakan dengan jelas termasuk pembayaran sewa dan jangka
waktunya;
c. Bank wajib menyediakan barang sewa, menjamin pemenuhan kualitas
maupun kuantitas barang sewa serta ketepatan waktu penyediaan barang
sewa sesuai kesepakatan;
d. Bank wajib menanggung biaya pemeliharaan barang/aset sewa yang sifatnya
materiil dan struktural sesuai kesepakatan;
e. Bank dapat mewakilkan kepada nasabah untuk mencarikan barang yang akan
disewa oleh nasabah;
f. nasabah wajib membayar sewa secara tunai, menjaga keutuhan barang sewa,
dan menanggung biaya pemeliharaan barang sewa sesuai dengan
kesepakatan;
g. nasabah tidak bertanggungjawab atas kerusakan barang sewa yang terjadi
bukan karena pelanggaran perjanjian atau kelalaian nasabah ;
Pasal 16
(1) Kegiatan penyaluran dana dalam bentuk Pembiayaan berdasarkan Ijarah
muntahiya bittamlik (IMBT) berlaku persyaratan paling kurang sebagai
berikut :
a. IMBT harus disepakati ketika Akad Ijarah ditandatangani dan
kesepakatan tersebut wajib dituangkan dalam Akad Ijarah dimaksud;
b. pelaksanaan …
- 20 -
Pasal 17 …
- 21 -
Pasal 17
Kegiatan penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan berdasarkan Ijarah untuk
transaksi multijasa berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut :
a. Bank dapat menggunakan Akad Ijarah untuk transaksi multijasa dalam jasa
keuangan antara lain dalam bentuk pelayanan pendidikan, kesehatan,
ketenaga kerjaan dan kepariwisataan;
b. dalam pembiayaan kepada nasabah yang menggunakan Akad Ijarah untuk
transaksi multijasa, Bank dapat memperoleh imbalan jasa (ujrah) atau fee;
c. besar ujrah atau fee harus disepakati di awal dan dinyatakan dalam bentuk
nominal bukan dalam bentuk prosentase.
Pasal 18
Kegiatan penyaluran dana dalam bentuk pinjaman dana berdasarkan Qardh
berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut :
a. Bank dapat memberikan pinjaman Qardh untuk kepentingan nasabah
berdasarkan kesepakatan;
b. nasabah wajib mengembalikan jumlah pokok pinjaman Qardh yang diterima
pada waktu yang telah disepakati;
c. Bank dapat membebankan kepada nasabah biaya administrasi sehubungan
dengan pemberian pinjaman Qardh;
d. nasabah dapat memberikan tambahan/sumbangan dengan sukarela kepada
Bank selama tidak diperjanjikan dalam Akad;
e. dalam hal nasabah tidak dapat mengembalikan sebagian atau seluruh
kewajibannya pada waktu yang telah disepakati karena nasabah tidak
mampu, maka Bank dapat memperpanjang jangka waktu pengembalian atau
menghapus …
- 22 -
Bagian Ketiga
Ketentuan Ganti Rugi (Ta’widh)
Pasal 19
Ketentuan Ganti Rugi (Ta'widh) dalam Pembiayaan:
a. Bank dapat mengenakan ganti rugi (ta`widh) hanya atas kerugian riil yang
dapat diperhitungkan dengan jelas kepada nasabah yang dengan sengaja atau
karena kelalaian melakukan sesuatu yang menyimpang dari ketentuan Akad
dan mengakibatkan kerugian pada Bank;
b. Besar ganti rugi yang dapat diakui sebagai pendapatan Bank adalah sesuai
dengan nilai kerugian riil (real loss) yang berkaitan dengan upaya Bank
untuk memperoleh pembayaran dari nasabah dan bukan kerugian yang
diperkirakan …
- 23 -
diperkirakan akan terjadi (potential loss) karena adanya peluang yang hilang
(opportunity loss/al-furshah al-dha-i’ah);
c. ganti rugi hanya boleh dikenakan pada Akad Ijarah dan Akad yang
menimbulkan utang piutang (dain), seperti Salam, Istishna’ serta
Murabahah, yang pembayarannya dilakukan tidak secara tunai;
d. ganti rugi dalam Akad Mudharabah dan Musyarakah, hanya boleh dikenakan
Bank sebagai shahibul maal apabila bagian keuntungan Bank yang sudah
jelas tidak dibayarkan oleh nasabah sebagai mudharib;
e. klausul pengenaan ganti rugi harus ditetapkan secara jelas dalam Akad dan
dipahami oleh nasabah; dan
f. Besarnya ganti rugi atas kerugian riil ditetapkan berdasarkan kesepakatan
antara Bank dengan nasabah.
BAB III
PENYELESAIAN SENGKETA BANK
DAN NASABAH
Pasal 20
(1) Dalam hal salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana
diperjanjikan dalam Akad atau jika terjadi perselisihan di antara Bank dan
Nasabah maka upaya penyelesaian dilakukan melalui musyawarah;
(2) Dalam hal musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mencapai
kesepakatan, maka penyelesaian lebih lanjut dapat dilakukan melalui
alternatif penyelesaian sengketa atau badan arbitrase Syariah;
BAB IV …
- 24 -
BAB IV
SANKSI
Pasal 21
(1) Bank yang tidak melaksanakan ketentuan dalam Pasal 2 sampai dengan Pasal
19 Peraturan Bank Indonesia ini dikenakan sanksi administratif sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 52 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10
Tahun 1998 berupa:
a. teguran tertulis;
b. penurunan tingkat kesehatan; dan atau
c. penggantian pengurus.
(2) Unit Usaha Syariah (UUS) yang tidak melaksanakan pengawasan terkait
dengan pelaksanaan ketentuan dalam Pasal 2 sampai dengan Pasal 19
Peraturan Bank Indonesia ini dikenakan sanksi administratif berupa:
a. teguran tertulis; dan atau
b. pencabutan izin usaha UUS.
BAB V
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 22
Akad-Akad Bank yang telah jatuh tempo dan akan diperpanjang wajib disesuaikan
dengan Peraturan Bank Indonesia ini.
BAB VI …
- 25 -
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 23
Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal : 14 November 2005
BURHANUDDIN ABDULLAH
UMUM
Sejalan dengan perkembangan pesat industri perbankan syariah
dimungkinkan pula adanya berbagai penafsiran dalam penyusunan Akad produk
dan jasa bank syariah yang dapat menimbulkan iklim usaha yang kurang kondusif
bagi bank syariah dan ketidak pastian bagi para pihak terkait dan stakeholders
lainnya. Dengan demikian diperlukan pengaturan Akad penghimpunan dan
penyaluran dana bank syariah dalam rangka memelihara kepercayaan masyarakat
terhadap bank syariah.
Dengan adanya ketentuan tentang Akad penghimpunan dan penyaluran
dana bank syariah akan memberikan manfaat kepada semua pihak yang
berkepentingan yang pada gilirannya akan mewujudkan pengelolaan bank syariah
yang sehat. Selain itu, kejelasan Akad akan membantu operasional bank sehingga
menjadi lebih efisien dan meningkatkan kepastian hukum para pihak termasuk
bagi pengawas dan auditor bank syariah.
Ketentuan persyaratan minimum Akad ini disusun berpedoman kepada
fatwa yang diterbitkan oleh Dewan Syariah Nasional dengan memberikan
penjelasan …
-2-
penjelasan lebih rinci aspek teknis perbankan guna menyediakan landasan hukum
yang cukup memadai bagi para pihak yang berkepentingan.
Ketentuan persyaratan minimum Akad ini mengikuti proses yang
berkesinambungan (evolving process) dengan memperhatikan perubahan dan
perkembangan kondisi regulasi dan sistem perundangan yang berlaku
Prinsip-prinsip umum yang diatur dalam ketentuan persyaratan minimum
Akad ini meliputi antara lain prinsip transparansi produk dan jasa dalam upaya
mewujudkan bank syariah yang penuh integritas dan amanah, asas keberlakuan
secara universal sehingga bank syariah dapat dimanfaatkan oleh seluruh lapisan
masyarakat, dan pengutamaan penyelesaian sengketa antara bank dan nasabah
secara musyawarah, memenuhi rasa keadilan dan efisiensi biaya dalam
penyelesaian sengketa melalui alternatif penyelesaian sengketa atau arbitrase
syariah.
Ayat (3) …
-3-
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan:
"Gharar" adalah transaksi yang mengandung tipuan dari salah satu
pihak sehingga pihak yang lain dirugikan.
"Maysir" adalah transaksi yang mengandung unsur perjudian, untung-
untungan atau spekulatif yang tinggi.
"Riba" adalah transaksi dengan pengambilan tambahan, baik dalam
transaksi jual-beli maupun pinjam-meminjam secara batil atau
bertentangan dengan ajaran Islam.
"Zalim" adalah tindakan atau perbuatan yang mengakibatkan kerugian
dan penderitaan pihak lain.
"Risywah" adalah tindakan suap dalam bentuk uang, fasilitas, atau
bentuk lainnya yang melanggar hukum sebagai upaya mendapatkan
fasilitas atau kemudahan dalam suatu transaksi.
"Barang haram dan maksiat" adalah barang atau fasilitas yang dilarang
dimanfaatkan atau digunakan menurut hukum Islam.
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
kartu …
-4-
Pasal 6
Huruf a
Yang dimaksud dengan Mudharabah dalam pengaturan pasal ini
adalah Mudharabah mutlaqah.
Huruf b sampai dengan huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Harga pasar digunakan untuk barang yang telah dimiliki oleh Bank
atau bukan pengadaan baru.
Nasabah mengembalikan dana Bank sebesar nilai nominal yang
ditetapkan berdasarkan nilai perolehan atau nilai pasar pada saat Akad.
Huruf g sampai dengan huruf k
Cukup jelas
Huruf l
Bank dapat melakukan review, meminta bukti-bukti dari laporan hasil
usaha yang dibuat oleh nasabah. Laporan hasil usaha disepakati kedua
belah pihak berdasarkan bukti pendukung yang dapat
dipertanggungjawabkan.
Huruf m …
-5-
Pasal 7
Cukup jelas
Pasal 8
Huruf a sampai dengan huruf l
Cukup jelas
Huruf m
Bank dapat melakukan review, meminta bukti-bukti dari laporan hasil
usaha yang dibuat oleh nasabah. Laporan hasil usaha disepakati kedua
belah pihak berdasarkan bukti pendukung yang dapat
dipertanggungjawabkan.
Huruf n dan huruf o
Cukup jelas
Pasal 9
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “barang” adalah barang yang diketahui
jelas kuantitas, kualitas dan spesifikasinya.
Huruf b dan huruf c
Cukup jelas
Huruf d …
-6-
Huruf d
Wakalah harus dibuatkan Akad secara terpisah dari Akad
Murabahah.
Yang dimaksud dengan secara prinsip barang milik Bank dalam
wakalah pada Akad Murabahah adalah adanya aliran dana yang
ditujukan kepada pemasok barang atau dibuktikan dengan
kuitansi pembelian.
Huruf e sampai dengan huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Angsuran secara proposional adalah angsuran yang ditetapkan
Bank secara proposional antara harga pokok dan marjin, serta
jangka waktu angsuran. Contoh :
Harga pokok mesin Rp10.000.000,- (sepuluh juta rupiah)
Marjin Rp2.000.000,- (dua juta rupiah)
Jangka waktu angsuran = 12 (dua belas) bulan
Angsuran nasabah Rp12.000.000,-/12 = Rp1.000.000,- (satu
juta rupiah)
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 10
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan nasabah yang mengalami penurunan
kemampuan membayar adalah nasabah yang kegiatan usahanya
terkena dampak bencana alam atau krisis perekonomian yang
ditetapkan …
-7-
Ayat (3) …
-8-
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 12
Ayat (1)
Pembiayaan berdasarkan Salam paralel muncul pada saat Bank
membeli barang untuk dijual kembali kepada pihak lain.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 13
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud ‘barang’ adalah proyek infrastruktur dan atau
hasil industri manufaktur.
Huruf b sampai dengan huruf d
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat 3 …
-9-
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 14
Ayat (1)
Pembiayaan Istishna’ paralel muncul pada saat Bank memesan barang
untuk dijual kembali kepada pihak lain.
Ayat (2)
Huruf a
Nasabah adalah termasuk nasabah produsen, pemasok atau
penyedia.
Huruf b sampai dengan huruf f
Cukup jelas
Pasal 15
Huruf a
Yang dimaksud ‘barang’ adalah barang bergerak atau tidak bergerak
yang dapat diambil manfaat sewa.
Huruf b dan huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Uraian biaya pemeliharaan yang bersifat material dan struktural sesuai
kesepakatan dituangkan dalam Akad
Huruf e …
- 10 -
Huruf e
Akad mewakilkan kepada nasabah di buatkan secara terpisah dari
Akad Ijarah
Huruf f dan huruf g
Cukup jelas
Pasal 16
Ayat (1)
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Huruf a sampai dengan huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Kondisi “nasabah tidak mampu” adalah ketidak mampuan nasabah
terhadap hal-hal di luar kemampuan nasabah karena musibah bencana
alam atau krisis perekonomian nasional yang ditetapkan sebagai krisis
oleh pemerintah.
Huruf f dan huruf g
Cukup jelas
Huruf h …
- 11 -
Huruf h
Dalam rangka kehati-hatian pemberian pinjaman Qardh untuk kegiatan
usaha yang bersifat talangan dana komersial, Bank dapat meminta
agunan kepada nasabah.
Pasal 19
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Kerugian riil adalah biaya-biaya riil yg dikeluarkan oleh Bank dalam
rangka penagihan hak Bank yang seharusnya dibayarkan oleh nasabah.
Huruf c sampai dengan huruf f
Cukup jelas
Pasal 20
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Badan arbitrase syariah yang digunakan adalah badan arbitrase syariah
yang berdomisili paling dekat dengan kantor Bank yang bersangkutan
atau yang ditunjuk sesuai kesepakatan Bank dan nasabah.
Pasal 21
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2) …
- 12 -
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Cukup jelas