Anda di halaman 1dari 49

PRAKTEK GHARAR DALAM TRANSAKSI JUAL BELI ONLINE

MYSTERY BOX PADA BRAND PINGU

PROPOSAL PENELITIAN
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Penyelesaian Studi Pada
Program Studi Hukum Ekonomi Syariah

Oleh:
REZKY HANDAYANI CHAMBALI
NIM: 18020102056

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KENDARI
2022
KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KENDARI
FAKULTAS SYARIAH
Jalan Sultan Qaimuddin No.17 Kelurahan Baruga, Kendari Sulawesi Tenggara Telp/Fax.
(0401) 3193710/ 3193710email :iainkendari@yahoo.co.id website : http://iainkendari.ac.id

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING


Proposal penelitian dengan judul “Praktek Gharar dalam Transaksi Jual Beli

Online Mystery Box pada Brand Pingu”. Atas nama Rezky Handayani Chambali

(18020102056), mahasiswa Program Studi Hukum Ekonomi Syariah Fakultas

Syariah, Institut Agama Islam Negeri Kendari, telah dikonsultasikan dan disetujui

oleh pembimbing dengan perbaikan dan selanjutnya dapat melaksanakan ujian

proposal penelitian. Demikian persetujuan ini diberikan untuk proses selanjutnya.

Kendari, 26 September 2022

Mengetahui,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. I Pandang, M.Ag Finsa Adhi Pratama, M.Ag


NIP:196504022005012004 NIP:199202052019031011

ii
KATA PENGANTAR
‫س ِم هّٰللا ِ ال َّر ْحمٰ ِن ال َّر ِح ْي ِم‬
ْ ِ‫ب‬
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Puji syukur senantiasa kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT, yang

telah melimpahkan rahmat-Nya kepada seluruh manusia yang ada di muka

bumi. Shalawat serta salam kita haturkan kepada Rasulullah SAW, sebagai

tokoh revolusioner yang telah merubah tatanan kehidupan dari jahiliah

menjadi hikmah dan tentram.

Rasa syukur tiada terkira bagi peneliti yang telah menyelesaikan

proposal penelitian ini. Peneliti menyadari bahwa dalam proposal penelitian

ini tidak terlepas dari berbagai pihak yang telah memberi dukungan serta

bantuan.

Dalam penyelesaian proposal ini, peneliti banyak mendapatkan bantuan

dan masukan dari berbagai pihak, agar dapat memenuhi syarat sebagai syarat

pemenuhan gelar Sarjana Hukum. Program Studi Hukum Ekonomi Syariah,

Fakultas Syariah, Institut Agama Islam Negeri Kendari.

Dengan segala ketulusan hati, peneliti mengucapkan terima kasih dan

penghargaans etinggi- tingginya kepada:

1. Ibu Prof. Dr Faizah Binti Awad, M.Pd. sebagai RektorInstitut Agama

Islam Negeri (IAIN) Kendari yang mendukung sarana dan fasilitas serta

kebijakan yang mendukung penyelesaian studi peneliti.

2. Ibu Dr. I pandang M. Ag. sebagai Dekan Fakultas Syariah, Institut

Agama Islam Negeri (IAIN) Kendari yang telah memberikan dukungan.

3. Ibu Andi Novita Murdjaoe, S.H., M.H, selaku Ketua Program Studi

Hukum Ekonomi Syariah, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kendari.

iii
4. Ibu Dr. I pandang M. Ag. selaku pembimbing I dan Bapak Finsa Adhi

Pratama, M.Ag selaku pembimbing II saya yang selalu mengarahkan dan

memberikan dukungan kepada peneliti dalam menyelesaikan proposal

ini.

5. Kepada kedua orang tua saya, yang selalu support dan membantu

memberikan solusi dari segala permaasalahan yang terjadi.

6. Kepada seluruh rekan mahasiswa Program Studi Hukum Ekonomi

Syariah angkatan 2018, saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya

atas dukungan moril dan materilnya serta motivasinya.

7. Teman-teman seperjuangan yang selalu meluangkan waktunya, member

motivasi, semangat serta menjadi teman curhatan peneliti.

Peneliti menyadari sepenuhnya, bahwa dalam penyusunan tugas akhir

ini banyak terdapat kesalahan dan masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena

itu penulis sangat mengharapkan adanya kritikan dan saran yang positif, agar

bisa memperbaiki lebih baik lagi kedepannya. Semoga Allah SWT senantiasa

memberikan imbalan yang setimpal bagi para pihak yang telah membantu

peneliti untuk menyelesaikan proposal ini, dan semoga proposal ini

bermanfaat bagi para pembaca, aamiin.

Wassamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Kendari, 26 September 2022

Peneliti,

Rezky Handayani Chambali


NIM: 18020102056

iv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.......................................................................................i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING...............................................ii
KATA PENGANTAR....................................................................................iii
DAFTAR ISI...................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
1.1. Latar Belakang Masalah............................................................................1
1.2. Batasan Masalah........................................................................................4
1.3. Rumusan Masalah......................................................................................4
1.4. Tujuan Penelitian.......................................................................................4
1.5. Manfaat Penelitian.....................................................................................4
1.6. Definisi Operasional..................................................................................6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................8
2.1. Penelitian Relevan.....................................................................................8
2.2. Landasan Teori..........................................................................................11
2.2.1. Konsep Gharar................................................................................11
2.2.2. Jual Beli Online...............................................................................23
2.2.3. Mystery Box.....................................................................................30
2.3. Kerangka Konseptual.................................................................................34
BAB III METODE PENELITIAN................................................................35
3.1. Jenis Penelitian..........................................................................................35
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian....................................................................35
3.3. Data dan Sumber Data...............................................................................35
3.4. Teknik Pengumpulan Data........................................................................36
3.5. Teknik Analisis Data.................................................................................36
3.6. Keabsahan Data.........................................................................................39
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................40
LAMPIRAN....................................................................................................43

v
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Gaya konsumsi sebagian masyarakat Indonesia tidak diimbangi dengan

pikiran kritis. Hal ini dibuktikan dengan bermunculannya produk-produk

online shop yang unik diberbagai platform marketplace, yang seketika

sebagian masyarakat Indonesia reaksioner untuk membelinya bahkan

memborongnya tanpa adanya sikap mengkritisi baik dan buruknya konsep

tersebut. Gaya konsumsi seperti ini dinamai pembeli emosional, yang hanya

selalu mengikuti tren yang ada tanpa adanya pikiran panjang, yang lambat

laun gaya konsumsi seperti ini mengantarkan pada fenomena bubble economy

(Ramadhani, 2021).

Pada konteks kekinian, konsep jual beli online mystery box menjadi

fokus pembahasannya. Secara umum, konsep mystery box atau kotak misteri

adalah produk yang berada dalam kotak tetapi tidak diketahui oleh pembeli

produk tersebut, sebelum paket/orderan sampai di tangan pembeli, sehingga

isinya terkesan misteri. Hal itulah yang membuat strategi pemasaran ini diberi

nama mystery box. Selain itu, mystery box juga banyak ditemui di online shop

yang tersedia di e-commerce dengan harga miring. Misalnya, membeli kotak

misteri tersebut seharga Rp.50.000 dan menerima produk dengan nilai jauh di

atas harga seharusnya. Tidak sedikit juga beberapa pedagang malah

memanfaatkan tren mystery box ini untuk meraup untung besar (Wahyudi,

2022).
Melalui fenomena di atas, konsep mystery box sangat rentan merugikan

kosumen/pembelinya. Peneliti Center of Economic and Law Studies (Celios),

Muhammad Andri Perdana menjelaskan, terdapat dua jenis praktik iming-

iming barang mahal dengan harga sangat murah biasa ditemukan di

marketplace online Indonesia saat ini. Pertama, menurutnya adalah penipu

biasanya mencoba menjual barang dengan harga terlampau murah dengan

alasan seperti sedang cuci gudang atau barang black market. Kedua,

memancing pembeli dengan memberikan iming-iming sama, namun hanya

bias didapatkan jika beruntung. Andri menyebut, dengan kata lain, “pembeli

dipancing untuk membeli kucing dalam karung” (Wahyudi, 2022).

Uraian di atas menunjukkan kecenderungan konsep mystery box ada

pada metode yang kedua. Akan tetapi, konsep mystery box perhari ini masih

samar-samar secara hukum. Di samping itu, secara hukum ekonomi syariah,

konsep mystery box juga terindikasi adanya praktek gharar.

Melalui problem dilematis di atas, beberapa penelitian turut

menjelaskan tentang larangan gharar dalam jual beli, yang terkadang secara

tidak sadar pelaku ekonomi mempraktekkan gharar demi meraih keuntungan

tanpa melihat aturan-aturan dan norma yang ada dalam jual beli serta

konsumen yang tidak jeli dalam memfilterilisasi gaya konsumsinya,

khususnya pelaku usaha muslim/muslimah dan juga konsumen

muslim/muslimah. Dalam hal ini beberapa kontribusi penelitian tentang

gharar sebagai berikut: Penelitian Pertiwi, Azzahrah dan Berliana (2021),

menjelaskan bahwa masih banyak sebagian masyarakat, khususnya umat

Islam yang belum mengetahui tentang gharar, sehingga tidak menyadari

2
melakukan transaksi jual beli online yang terindikasi gharar. Selain itu,

penelitian Erliana (2020) juga menjelaskan bahwa tidak sedikit jual beli

online yang menampilkan gambar dan testimoni palsu sebagai strategi

pemasarannya. Hal ini tentu juga sangat jelas adalah gharar. Senada dengan

yang diungkapkan oleh Syahputra dan Yoesoef (2020), bahwa praktek

gharar juga diterapkan dengan cara endorsement di platform Instagram,

adanya ketidaksesuaian antara produk yang di-endorse oleh selegram dan

produk yang dibeli oleh konsumen. Dari penelitian di atas, dapat disimpulkan

bahwa praktek gharar di masyarakat sangat banyak dan bermacam-macam

caranya.

Beberapa uraian penelitian di atas, menjadi rujukan peneliti untuk

menetapkan penelitian ini dengan lokus pembahasan pada brand Pingu yang

memprakteknya jual beli online metode mystery box, yang sudah banyak

fenomena perihal mystery box mengandung praktek gharar. Tentunya

penelitian ini sangat urgen, melihat tidak sedikit umat Islam khususnya di

lokasi penelitian peneliti yang menjadi konsumen dari mystery box pada

brand Pingu.

Pada lokasi penelitian, peneliti melihat kurangnya edukasi yang lebih

konkrit terkait masalah muamalah. Dalam hal ini, persepsi masyarakat di

lokasi penelitian tentang muamalah hanya sebatas membelanjakan uangnya

ke hal-hal yang dianggap halal menurutnya. Berkaitan hal tersebut,

masyarakat di lokasi penelitian tidak memikirkan bahwa dalam proses

bermuamalah harus sesuai tuntunan syariat. Sehingga fenomena mystery box

di lokasi penelitian dianggap hal yang biasa saja. Melihat uraian tersebut,

3
sehingga peneliti menyusun tema dari penelitian ini dengan judul “Praktek

Gharar dalam Transaksi Jual Beli Online pada Brand Pingu”.

1.2. Batasan Masalah

Agar penelitian ini terarah dan terfokus pada tujuan, maka peneliti

membatasi masalah penelitian ini terkait praktek gharar dalam transaksi jual

beli online mystery box pada Brand Pingu.

1.3. Rumusan Masalah

Melalui uraian latar belakang masalah di atas, maka peneliti menyusun

rumusan masalah penelitian ini sebagai berikut:

1.3.1. Bagaimana praktik jual beli online dengan metode mystery box pada

Brand Pingu ?

1.3.2. Bagaimana perspektif hukum Islam tentang gharar dalam transaksi

jual beli online mystery box pada Brand Pingu ?

1.4. Tujuan Penelitian

Merespon rumusan masalah yang ada, maka tujuan dari penelitian ini

sebagai berikut:

1.4.1. Untuk mengungkapkan praktik jual beli online dengan metode

mystery box pada Brand Pingu.

1.4.2. Untuk mengungkapkan perspektif hukum Islam tentang gharar dalam

transaksi jual beli online mystery box pada Brand Pingu.

1.5. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian yang hendak dicapai, maka penelitian ini

diharapkan mempunyai manfaat dalam pendidikan baik secara langsung

4
maupun tidak langsung. Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1.5.1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat yaitu:

a. Memberikan sumbangan pemikiran terhadap fenomena yang ada saat ini,

dalam hal ini praktek gharar dalam transaksi jual beli online mystery box

pada Brand Pingu.

b. Memberikan sumbangan ilmiah dalam ilmu hukum ekonomi syariah,

dalam hal ini penggunaan hukum ekonomi syariah sebagai alat analisis

konsep-konsep jual beli online yang ada saat ini.

c. Sebagai pijakan dan referensi pada penelitian-penelitian selanjutnya yang

berhubungan dengan jual beli online dan penggunaan hokum ekonomi

syariah.

1.5.2. Manfaat Praktis

Secara praktis penelitian ini dapat bermanfaat sebagai berikut :

a. Bagi peneliti

Penelitian dapat menambah wawasan dan pengalaman peneliti dalam

menelaah lebih dalam penerapan hukum ekonomi syariah pada

fenomena-fenomena jual beli online yang ada.

b. Bagi masyarakat

Penelitian ini juga dikhususkan menjadi rujukan masyarakat untuk lebih

selektif dalam menggunakan jual beli online, khususnya umat Islam

jikalau ada ketidaksesuaian dengan hukum ekonomi syariah.

5
c. Bagi Perguruan Tinggi

Penelitian ini juga dikhususkan untuk menjadi tambahan referensi ilmiah

untuk perguruan tinggi, jikalau kedepannya ada mahasiswa yang ingin

meneliti lebih dalam mengenai fenomena konsep jual beli online

termuktahir dan hukum ekonomi syariah menjadi peralatan analisisnya.

1.6. Definisi Operasional

Agar tidak terjadi kesalahpahaman istilah-istilah yang terdapat dalam

judul penelitian ini, maka peneliti menjelaskan istilah-istilah tersebut sebagai

berikut:

a. Gharar, atau taghrir adalah istilah dalam kajian hukum Islam yang berarti

keraguan, tipuan, atau tindakan yang bertujuan untuk merugikan orang

lain. Gharar dapat berupa suatu akad yang mengandung unsure penipuan

karena tidak adanya kepastian, baik mengenai ada atau tidaknya objek

akad, besar kecilnya jumlah, maupun kemampuan menyerahkan objek

yang disebutkan di dalam akad tersebut (Salim, 2017). Menurut Imam an-

Nawawi, gharar merupakan unsur akad yang dilarang dalam syariat Islam

(An-Nawawi, 2003)

b. Jual beli online, sebagai satu set dinamis teknologi, aplikasi dan proses

bisnis yang menghubungkan perusahaan, konsumen, komunitas tertentu

melalui transaksi elektronik dan perdagangan barang, pelayanan dan

informasi yang dilakukan secara elektronik (Wong, 2010).

c. Mystery Box, adalah fenomena belanja dimana pembeli membeli sebuah

kotak tanpa tahu isinya. Mystery Box adalah tren baru di market place.

Dengan membayar sejumlah uang tertentu, pembeli akan mendapatkan

6
barang yang benar-benar “misterius” alias tidak terduga (Pertiwi,

Azzahrah, & Berliana, 2021).

d. Brand Pingu, adalah brand pakaian anak dengan target market usia 3

bulan sampai dengan 12 tahun yang memulai kiprahnya di lini pakaian

‘ready to wear’ sejak tahun 1998 di Jakarta. Pada saat pertama kali muncul

hadir dengan produk overall untuk baby yang sampai saat ini produk

pakaian model tersebut masih tetap di produksi karena demand yang masih

tinggi dan mempertahankan signature product sebagai ciri khas juga

merupakan suatu hal yang penting. Overall baby atau biasa disebut dengan

baju ‘kodok’ oleh para peminatnya tersebut sangat bisa diterima di pasaran

karena bahan, model dan harga yang ditawarkan sangatlah menarik dan

terjangkau oleh semua kalangan masyarakat (Pingu & Uni Color, 2020).

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Relevan

Penelitian Relevan ini, dideskripsikan beberapa karya ilmiah baik

dalam bentuk skripsi maupun jurnal-jurnal, yang mempunyai relevansi

dengan tema penelitian ini. Tujuan dari adanya penelitian relevan ini

dimaksudkan untuk mempertegas bahwa posisi tulisan ini berbeda dengan

beberapa tulisan sebelumnya. Adapun tulisan yang penulis maksudkan dalam

bentuk skripsi dan jurnal ialah:

2.1.1. Analisis Jual Beli Lucky Box Pada Aplikasi Shopee Perspektif Fiqh

Muamalah (Studi Kasus Di Lingkungan Mahasiswa Universitas

Trunojoyo Madura). Karya Dita Susilowati dan Ach Mu’sif

(mahasiswa prodi hukum bisnis syariah di Universitas Trunojoyo

Madura). Penelitian ini dipublikasi oleh Jurnal Kaffa Vol. 1, No. 1

(Juli 2021). Hasil penelitian ini membahas tentang praktik jual beli

lucky box pada aplikasi shopee di lingkungan mahasiswa Universitas

Trunojoyo Madura, biasanya mahasiswa membeli lucky box untuk

menghilangkan rasa penasaran dengan barang yang ada pada lucky

box dan harga yang relatif murah membuat mahasiswa Universitas

Trunojoyo Madura tertarik (Susilowati & Mu'sif, 2021). Menurut

pemilik karya ini, fenomena di atas diharuskan dikaji melalui fiqih

muamalah.

8
2.1.2. Transaksi E-Commerce Berbasis Market Place: Antara Akad

Salam Dan Gharar Perspektif Fiqih Madzhab Syafi`I). karya Dani

El Qori (dosen di Institut Keislaman Abdullah Faqih (INKAFA)

Manyar 9 Gresik. Penelitian ini dipublikasi MIYAH: Jurnal Studi

Islam Volume 16, Nomor 02, Agustus 2020; p-ISSN: 1907-3452; e-

ISSN: 2540-7732; 414-429. Hasil penelitian ini membahas tentang

perspektif fiqih Madzhab Syafi’I perihal e-commerce berbasis market

place. Temuan (Qori, 2020) bahwa akad bai` tidak bisa diterapkan

dalam transaksi e-commerce berbasis marketplace, karena objek akad

tidak diketahui keberadaannya secara langsung oleh pembeli.

Transaksi e-commerce lebih dekat dengan dengan akad salam, karena

dalam akad salam muslam fihi tidak harus diketahui wujudnya oleh

pembeli.

2.1.3. The Mystery Box Transaction Practice In The Perspective Of

Islamic Law And Civil Law. Karya Moh. Roni Irfana dan Aryani

Witasari (mahasiswa Fakultas Hukum, Universitas Sultan Agung

Semarang). Penelitian ini dipublikasi Proceeding of International

Conference on The Law Development For Public Welfare ISSN 2798-

9313, Volume 1, 2021: 1st Proceeding : Constitutional Protection Of

Citizens In The Health Sector Semarang, July 2021. Penelitian (Irfana

& Witasari, 2021) memfokuskan pada hasil analisis hukum Islam dan

Undang-Undang yang ada mengenai transaksi misteri box untuk

melihat dibolehkannya atau tidak model transaksi tersebut.

9
2.1.4. Implementasi Jual Beli Online Mystery Box Di Marketplace

Shopee Tinjauan Hukum Islam Dan Hukum Perdata (Studi Kasus

Pada Brand Beautetox). Skripsi ini ditulis oleh Risca Selfeny

(mahasiswa Program Studi Hukum Ekonomi Syariah, Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta). Skripsi ini terselesaikan

tahun 2022. Skripsi Risca Selfeny memfokuskan pada pembahasan

tinjauan hukum Islam dan hukum perdata pada misteri box brand

Beautetox. Tentunya skripsi ini memiliki perbedaan dengan penelitian

yang dituliskan peneliti dengan menggunakan analisis hukum

ekonomi syariah (Selfeny, 2022).

2.1.5. Pengaruh Gharar Terhadap Keabsahan Transaksi Jual Beli.

Skripsi ini ditulis oleh Abdul Malik Lakibula (mahasiswa Program

Studi Ahwal Syakhshiyah Fakultas Agama Islam Universitas

Muhammadiyah Makassar). Skripsi ini terselesaikan tahun 2020.

Skripsi Abdul Malik Lakibula memfokuskan pada menelaah gharar

itu sendiri dan cakupan pembahasan gharar dalam segala aktivitas

muamalah/ transaksi jual beli yang bisa saja tanpa disadari terjadi

praktek gharar (Lakibula, 2020).

Hasil pengamatan peneliti terhadap karya-karya secara umum di atas,

peneliti menemukan relevansi dengan tema yang peneliti sedang angkat, akan

tetapi secara khusus, terdapat perbedaan mendasar, karena tulisan di atas

hanya membahas hukum Islam, hukum perdata tentang mystery box.

Penelitian ini memfokuskan praktek gharar pada mystery box brand Pingu,

10
sehingga penelitian ini berjudul “Praktek Gharar dalam Transaksi Jual

Beli Online Mystery Box pada Brand Pingu”.

2.2. Landasan Teori

2.2.1. Konsep Gharar

a. Pengertian Gharar

Menurut bahasa, arti gharar adalah al-khida’ (penipuan), al-khathr

(pertaruhan) dan al-jahalah (ketidakjelasan), yaitu suatu tindakan yang di

dalamnya terdapat unsur pertaruhan dan judi (Al-Khalafi, 2006). Dengan

demikian, jual beli gharar adalah semua jual beli yang mengandung

ketidakjelasan, seperti pertaruhan atau perjudian karena tidak dapat dipastikan

jumlah dan ukurannya atau tidak mungkin diserahterimakan (A. Mas'adi,

2002). Secara sederhana gharar adalah semua jual beli yang mengandung

ketidakjelasan atau keraguan tentang adanya komoditas yang menjadi objek

akad, ketidakjelasan akibat, dan bahaya yang mengancam antara untung dan

rugi.

Menurut (Mardani, 2012), gharar dapat diartikan sebagai

ketidakpastian/ketidakjelasan (uncertainly). Gharar atau disebut juga taghrir

adalah sesuatu di mana terjadi incomplete information karena adanya

uncertainly to both parties (ketidakpastian dari kedua belah pihak yang

bertransaksi). Gharar ini terjadi bila kita mengubah sesuatu yang bersifat

pasti (certain) menjadi tidak pasti (uncertain). Selain itu, menurut (Mardani,

2012) bahwa Gharar juga dapat terjadi dalam empat hal, yaitu:

a. Kuantitas;
b. Kualitas;
c. Harga dan Waktu Penyerahan.

11
Sistem Islam yang begitu kompleks, sehingga mengatur beberapa hal

perihal jual beli yang sah secara syariat. sebagai berikut:

a. Timbangan yang jelas (diketahui dengan jelas dan berat jenis yang

ditimbang).

b. Barang dan harga yang jelas serta dimaklumi, dan tidak boleh harga yang

majhul (tidak diketahui ketika beli).

c. Mempunyai tempo tangguh yang dimaklumi.

d. Ridha kedua belah pihak terhadap bisnis yang dijalankan (An-Nawawi,

2003).

Imam an-Nawawi menjelaskan bahwa larangan gharar dalam bisnis

Islam mempunyai peranan yang hebat dalam menjamin keadilan. Contoh

gharar dalam era modern sekarang, salah satunya adalah menjual suku

cadang yang tidak memiliki kejelasan kondisi perangkat dan komponen dari

mesin suku cadang tersebut, apakah suku cadang masih orisinil, terawat dan

masih layak pakai. Dalam kondisi tersebut terdapat ketidakjelasan terhadap

suku cadang yang dijual, hal ini menunjukkan jual beli ini mengandung unsur

gharar (Lakibula, 2020).

b. Landasan Hukum Tentang Larangan Gharar

1). al-Qur’an

Praktik gharar dalam jual beli merupakan tindakan yang mengandung

unsur memakan harta orang lain dengan cara yang bathil. Allah SWT,

berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 188:

     


      
    

12
Terjemahannya: 188. “Dan janganlah sebahagian kamu memakan
harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil
dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim,
supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang
lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu Mengetahui.” (Q.S.
Al-Baqarah ayat 188).

2). Hadist

Adapun Hadist sebagai landasan hukum larangan gharar sebagai

berikut:

Terjemahannya: Dari Abu Hurairah berkata, “Rasulullah SAW.


bersabda yang artinya: “Rasulullah telah melarang (kita) dari
(melakukan) jual beli (dengan cara lemparan batu kecil) dan jual beli
barang gharar”. (HR. Muslim).

Hadist ini menjelaskan tentang larangan melakukan jual beli gharar

dan jual beli secara melempar krikil. Yang dimaksud dengan gharar di sini

yaitu suatu objek yang tidak dapat dipastikan apakah akan bisa diserahkan

atau tidak. Menurut Imam Nawawi, jual beli secara melempar kerikil terdapat

tiga penafsiran, yaitu:

a. Seorang penjual berkata kepada pembeli, “saya menjual dari sebagian

pakaian ini, yang terkena lemparan batu saya”. Atau dia berkata kepada

pembeli, “saya menjual tanah ini dari sini sampai batasan jatuhnya batu

ini”.

b. Seorang berkata kepada pembeli, saya jual kepadamu barang ini dengan

catatan engkau mempunyai hak khiyar sampai aku melempar batu kerikil

ini.

13
c. Pihak penjual dan pembeli menjadikan sesuatu yang dilempar dengan batu

sebagai barang dagangan, yaitu pembeli berkata kepada penjual, “apabila

saya lempar pakaian dengan batu, maka ia saya beli darimu dengan harga

sekian” (Al-Khalafi, 2006).

Selanjutnya hadist yang diriwayatkan dari Ibnu Umar:

Terjemahannya: “Dari Abdullah bin Umar, ia berkata: “bahwa


Rasulullah saw melarang jual beli habalu habalah. Dulu jual beli
seperti itu dilakukan oleh orang-orang jahiliyah. Dulu seorang
membeli untanya yang disembelih sampai untanya melahirkan (apa
yang ada dalam perutnya), kemudian apa yang ada di perutnya lahir.”
(HR. Bukhari) (al Bukhary al Ja'fy, 2001).
Larangan ini tentunya karena ada gharar dalam muamalah seperti ini,

tidak diketahui dalam perut unta ini jantan atau betina, hidup atau mati,

kembar atau tidak dan lebih anaknya kelak.

Selanjutnya para ulama juga telah mensyaratkan beberapa perkara yang

harus terpenuhi sehingga suatu muamalah dianggap terlarang karena gharar

sebagai berikut:

a. Jumlah gharar banyak dan mendominasi akad muamalah. Karena itu para

ulama sepakat bahwa gharar yang sedikit tidak menghalangi sahnya akad

muamalah apabila tidak mungkin untuk terlepas dari gharar tersebut

secara keseluruhan. Para ulama memberikan contoh seperti masuk ke

dalam toilet dengan upah. Telah dimaklumi bahwa orang-orang yang

masuk kedalam toilet memiliki perbedaan dalam banyaknya menggunakan

14
air dan lamanya berdiam di toilet tersebut. Tetapi karena gharar sedikit,

tidak mendominasi akad muamalah dan tidak mungkin gharar dihindari

secara keseluruhan maka para ulama membolehkannya (Anshori, 2007).

b. Mungkin terhindar dari gharar tanpa adanya kesulitan. Para ulama sepakat

bahwa gharar yang tidak mungkin terhindar darinya kecuali dengan

kesulitan berat, maka hal tersebut bisa dimaafkan. Para ulama memberi

contoh seperti fondasi bangunan. Orang membeli rumah tidak mengetahui

bagaimana kondisi fondasinya dan sangat sulit untuk mengetahuinya, hal

tersebut dimaafkan karena sangat sulit untuk mengetahui hal tersebut.

Gharar seperti ini dimaafkan karena susah untuk dihindari.

c. Tidak adanya kepentingan umum yang mengharuskan dimaafkannya

gharar tersebut.

d. Hendaknya gharar tersebut adalah hanya sekedar cabang pengikut bukan

asal atau pokok.

e. Hendaknya gharar tersebut pada ahkam al-mu’awadhat (hukum-hukum

pergantian/pertukaran) dan yang semakna dengannya seperti nikah

(Hakim, 2011).

c. Gharar dan Tadlis

Permasalahan gharar dan tadlis berkaitan dengan informasi tentang

barang yang ditransaksikan dalam jual beli, dimana tadlis berarti salah satu

pihak tidak memiliki informasi yang jelas terhadap barang tersebut sementara

pihak lain mengetahuinya dengan pasti. Sedangkan gharar adalah kedua

belah pihak yang melakukan transaksi tidak memiliki informasi yang utuh

dan sempurna terhadap barang yang ditransaksikan. Jelas ini dilarang karena

15
akan ada satu pihak atau malah kedua belah pihak yang akan

dizalimi/dirugikan pada transaksi ini. Dengan demikian dalam muamalah

diperintahkan agar adanya keterbukaan informasi dari penjual kepada

pembeli terhadap barang yang dijualnya tersebut (Sabiq, 2006).

Kondisi ideal dalam pasar adalah apabila pembeli dan penjual

mempunyai informasi yang sama tentang barang yang akan diperjualbelikan.

Apabila salah satu pihak tidak memiliki informasi seperti yang dimiliki pihak

lain, maka salah satu pihak akan merasa dirugikan dan terjadi

kecurangan/penipuan. Adapun tadlis terdiri dari beberapa jenis, yakni:

a. Tadlis dalam kuantitas, adalah termasuk kegiatan menjual barang kuantitas

sedikit dengan barang kuantitas banyak dengan mengurangi jumlah

barang, yang tentunya tanpa sepengetahuan pembeli.

b. Tadlis dalam kualitas, termasuk juga menyembunyikan cacat atau kualitas

barang yang buruk yang tidak sesuai dengan apa yang disepakati antara si

penjual dan pembeli.

c. Tadlis dalam harga, ini termasuk menjual barang dengan harga yang lebih

tinggi atau lebih rendah dari harga pasar karena tidak ketahuan pembeli

atau penjual. Yang termasuk dalam penipuan jenis ini adalah si penjual

tahu persis ia tidak akan menyerahkan barang tersebut pada esok hari,

namun menjanjikan akan menyerahkan barang tersebut pada esok hari.

Walau konsekuensi tadlis dalam waktu penyerahan tidak berkaitan

langsung dengan harga ataupun jumlah barang yang ditransaksikan, namun

masalah waktu adalah yang sangat penting.

16
d. Tadlis dalam waktu penyerahan dilakukan penjual dengan menutupi

kemampuannya dalam menyerahkan barang yang sebenarnya lebih lambat

dari yang dijanjikan (Mardani, 2012).

d. Jenis dan Unsur Gharar dalam Jual Beli

1). Jenis Gharar dalam Jual Beli

Adapun jenis gharar dalam jual beli sebagai berikut:

a. Bai ‘ataini Fii Bai’ah, Rasulullah melarang melakukan dua kesepakatan

dalam satu transaksi (bai ‘ataini fii bai’ah). Para ulama ahli fiqh sepakat

dengan hadist ini secara umum dan mereka melarang seorang untuk

mengadakan dua transaksi dalam satu kesepakatan.

b. Bai’ Arbun, adalah seorang membeli sebuah komoditi dan sebagian

pembayaran diserahkan kepada penjual sebagai uang muka. Jika pembeli

jadi mengambil komoditi maka uang pembayaran tersebut termasuk dalam

perhitungan harga. Akan tetapi jika pembeli tidak mengambil komoditi

tersebut maka uang muka tersebut menjadi milik penjual (Shahatah & Ad-

Dhahi, 2005, hal. 154). Jumhur ulama sepakat bahwa Bai’ Arbun ada

unsur ghararnya. Karena masing-masing pihak, baik penjual maupun

pembeli tidak mengetahui apakah transaksi jual beli yang telah disepakati

dapat berlangsung secara sempurna atau tidak.

c. Jual Beli Jahiliyah (Bai ‘Al-Hashah, Bai ‘Al-Mulamasah, Bai

‘AlMunabazah), unsur gharar juga terdapat dalam tiga macam jual beli

yang telah biasa dipraktekkan oleh orang-orang jahiliyah sebelum Islam.

Tiga macam jual beli tersebut adalah sebagai berikut;

17
Bai ‘Al-Hashah, adalah ketika kedua belah pihak (penjual dan pembeli)

melakukan aktivitas tawar menawar atas suatu komoditi, kemudian apabila

calon pembeli menyentuh komoditas tersebut (baik sengaja maupun tidak)

maka harus membelinya baik sang pemilik komoditas itu rela atau tidak.

(Muhammad, 2004).

Bai ‘al-Mulamasah dan bai ‘Al-Munabazah, mulamasah secara bahasa

adalah sighah (bentuk) yang berarti menyentuh sesuatu dengan tangan.

Sedangkan pengertian mulamasah secara syar’i, yaitu seorang pedagang

berkata, “Kain mana saja yang engkau sentuh, maka kain tersebut menjadi

milikmu dengan harga sekian.” Jual beli ini batil dan tidak diketahui

adanya khilaf (perbedaan pendapat) para ulama akan rusaknya jual beli

seperti ini. Imam Muslim meriwayatkan dalam Shahih-nya dari Abu

Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata, “(jual beli mulamasah), yaitu

masing-masing dari dua orang menyentuh pakaian milik temannya tanpa

ia perhatikan dengan seksama.”

d. Bai’ Al-Mu’allaq, adalah suatu transaksi jual beli dimana

keberlangsungannya tergantung pada transaksi lainnya yang disyaratkan

(Shahatah & Ad-Dhahi, 2005). Unsur gharar dalam jual beli muallaq

adalah ketika kedua belah pihak (penjual dan pembeli) tidak mengetahui

tercapai tidaknya masalah yang dijadikan ikatan sehingga dapat

melangsungkan transaksi jual beli diantara keduanya, sebagaimana kedua

belah pihak tidak mengetahui dalam kondisi yang bagaimana transaksi

dapat terlaksana, karena bisa saja transaksi semacam ini terlaksana ketika

keinginan pembeli atau penjual berubah seketika. Oleh karena itu jelas

18
terdapat unsur gharar baik dari aspek terlaksana tidaknya akad, aspek

waktu pelaksanaan, atau juga gharār dalam mewujudkan rasa saling rela

atau tidaknya antara kedua belah pihak ketika ada syarat yang

menyertainya.

2). Unsur Gharar dalam Jual Beli

Pada hukum perjanjian Islam, objek akad dimaksudkan sebagai suatu

hal yang karenanya akad dibuat dan berlaku akibat-akibat hukum akad. Objek

akad dapat berupa benda, manfaat benda, jasa atau pekerjaan, atau suatu yang

lain yang tidak bertentangan dengan Syari'ah (Shahatah & Ad-Dhahi, 2005).

Kedudukan obyek akad adalah sangat penting karena ia termasuk

bagian yang harus ada (rukun) dalam suatu perjanjian Islam. Oleh karena

keberadaannya sangat menentukan sah tidaknya suatu perjanjian yang akan

dilakukan, maka obyek akad harus memenuhi syarat-syarat sahnya seperti

terbebas dari unsur gharar yang dapat terjadi dalam objek akad dan akan

mempengaruhi sah tidaknya perjanjian sebagai berikut:

a. Ketidakjelasan dalam jenis obyek akad

Mengetahui jenis obyek bakad secara jenis adalah syarat sahnya jual beli.

Maka jual beli yang obyeknya tidak diketahui tidak sah hukumnya karena

terdapat gharar yang banyak di dalamnya. Seperti menjual sesuatu dalam

karung yang mana pembelinya tidak mengetahui dengan jelas jenis barang

apa yang akan ia beli. Namun demikian terdapat pendapat dari mazhab

maliki yang membolehkan transaksi jual beli yang jenis obyek

transaksinya tidak diketahui, jika disyaratkan kepada pembeli khiyar

19
ru’yah (hak melihat komoditasnya). Begitu juga dengan Mazhab Hanafi

merupakan khiyar ru’yah tanpa dengan adanya syarat.

b. Ketidakjelasan dalam macam obyek akad

Gharar dalam macam obyek akad dapat menghalangi sahnya jual beli

sebagaimana terjadi dalam jenis obyek akad. Tidak sahnya akad seperti ini

karena mengandung unsur ketidakjelasan dalam obyeknya. Seperti seorang

penjual berkata, “saya jual kepada anda binatang dengan harga sekian”

tanpa menjelaskan binatang apa dan yang mana. Oleh karena itu, obyek

akad disyaratkan harus ditentukan secara jelas.

c. Ketidakjelasan dalam ukuran obyek transaksi.

d. Ketidaktahuan dalam dzat obyek transaksi.

e. Ketidaktahuan dalam waktu akad.

f. Ketidaktahuan dalam penyerahan komoditas.

g. Melakukan akad atas suatu yang ma’dum (tidak nyata adanya).

h. Tidak adanya hak melihat atas obyek transaksi (Lakibula, 2020).

3). Pertanggung Jawaban Risiko dalam Transaksi Jual Beli

Konsep ketidakpastian dalam ekonomi Islam menjadi salah satu pilar

penting dalam proses managemen risiko Islam. Secara natural, dalam

kegiatan usaha, di dunia ini tidak ada seorangpun yang menginginkan usaha

atau investasinya mengalami kerugian.

Ibnu rusyd al-Maliki menegaskan, “diantara akad jual beli yang

terlarang adalah berbagai jenis akad jual beli yang berpotensi menimbulkan

kerugian pada orang lain, karena adanya ketidakjelasan status. Dan

ketidakjelasan dalam akad jual beli dapat ditemukan pada:

20
a. Ketidakpastian dalam penentuan barang yang diperjualbelikan;

b. Ketidakpastian akad;

c. Ketidakpastian harga;

d. Ketidakpastian barang yang diperjualbelikan;

e. Ketidakpastian kadar harga atau barang;

f. Ketidakpastian tempo pembayaran atau penyerahan barang (bila

pembayaran atau penyerahan barang ditunda);

g. Ketidakpastian ada atau tidaknya barang, atau ketidakpastian apakah

penjual kuasa menyerahkan barang yang ia jual;

h. Ketidakpastian utuh tidaknya barang yang diperjualbelikan (Rusyd, 2010).

Para ulama telah meletakkan kaidah yang jelas dalam menilai apakah

gharar yang ada termasuk terlarang atau yang dimaafkan. Imam Al-Mawardi

memberikan pedoman kepada metode yang benar-benar bagus dan jelas

dalam mengidentifikasi gharar yang ada pada suatu akad. Beliau berkata:

“hakikat gharār yang terlarang dalam akad jual beli ialah suatu keadaan yang

memiliki dua kemungkinan, tetapi kemungkinan buruklah yang paling besar

peluangnya” (A. Mas'adi, 2002).

Menurut (Misbahuddin, 2012) undang-undang perlindungan konsumen,

dijelaskan bahwa kewajiban pelaku usaha terhadap konsumen berupa

pemenuhan kewajiban sebagai berikut:

21
a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;

b. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan

jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan,

perbaikan dan pemeliharaan;

c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta

tidak diskriminatif;

d. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau

diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa

yang berlaku;

e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba

barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas

barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;

f. Jaminan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat

penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang

diperdagangkan;

g. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang

dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan

perjanjian.

Kemudian, konsumen memiliki hak-hak yang harus dilindungi oleh

produsen atau pelaku usaha, hak-hak tersebut sebagai berikut:

a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi

barang dan/atau jasa;

22
b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang

dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan

yang dijanjikan;

c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan

jaminan barangdan/atau jasa;

d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa

yang digunakan;

e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian

sengketa perlindungan konsumen secara patut;

Dari butir-butir pasal perlindungan konsumen tersebut jelas bahwa jika

terjadi ketidaksesuaian pada barang yang diperjualbelikan, maka pihak

penjual berkewajiban untuk mengganti atau memperbaiki barang tersebut.

Sedangkan menurut hukum Islam, jika transaksi tersebut terindikasi

mengandung unsur gharar, maka akad yang berlangsung tidak sah dan

pembeli boleh membatalkan perjanjian.

2.2.2. Jual Beli Online

a. Pengertian dan Perkembangan Jual Beli Online di Indonesia

Secara general, jual beli online atau e-commerce adalah transaksi yang

dilakukan oleh penjual dan pembeli melalui internet yang sebelumnya

memberitahukan informasi atas produk yang ingin dijual atau pun dibeli.

Pembayaran juga dilakukan dengan cara mendigitalisasikan proses transfer

uangnya (Wong, 2010).

Pada konteks kekinian, perkembangan e-commerce di Indonesia sangat

signifikan. Hal ini dibuktikan dengan konsistennya pertambahan konsumen e-

23
commerce di Indonesia. Tokopedia masih menjadi e-commerce paling banyak

dikunjungi pada kuartal III 2021. IPrice melaporkan hal ini dilihat dari jumlah

pengunjung web bulanannya yang mencapai 158,1 juta kunjungan, naik 7%

dari kuartal sebelumnya yang sebanyak 147,8 juta kunjungan. Kemudian, di

posisi kedua ditempati Shopee dengan 134,4 juta kunjungan. Kunjungan ke

situs Shopee naik 5,8% dari kuartal II 2021 yang sebanyak 127 juta

kunjungan (Jayani, 2021).

Lalu posisi ketiga ditempati Bukalapak. E-commerce yang didirikan

oleh Achmad Zaky ini memiliki 30,1 juta kunjungan pada kuartal III 2021,

naik 2,3% dari kuartal sebelumnya. Lazada menyusul dengan 27,95 juta

kunjungan. Angka ini naik 1% dari kuartal sebelumnya yang sebanyak 27,7

juta kunjungan. Sebagaimana dalam info grafik sebagai berikut (Jayani,

2021):

b. Landasan Hukum Jual Beli Online

24
Dasar hukum jual beli online diatur dalam hukum positif, yaitu: a.

Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) Menurut pasal

1 ayat 2 UU ITE, transaksi elektronik, yaitu: Transaksi Elektronik adalah

perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan

komputer, dan/atau media elekronik lainnya. Dalam pasal 3 UU ITE

disebutkan juga bahwa: Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi

Elektronik dilaksanakan berdasarkan asas kepastian hukum, manfaat,

kehatihatian, iktikad baik, dan kebebasan memilih teknologi atau netral

teknologi (Republik Indonesia).

Pada pasal 4 UU ITE tujuan pemanfaatan teknologi dan informasi

elektronik, yaitu: Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik

dilaksanakan dengan tujuan untuk (Republik Indonesia):

a. Mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat

informasi dunia;

b. Mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka

meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Transaksi elektronik dapat dilakukan dalam lingkup publik ataupun

privat sesuai dengan pasal 17 ayat (1) UU ITE. Penyelenggaraan Transaksi

Elektronik dapat dilakukan dalam lingkup publik ataupun privat. Transaksi

Elektronik juga diatur dalam KUHPerdata yang menganut asas kebebasan

berkontra. Menurut Gunawan Wijaya, jual beli adalah suatu bentuk perjanjian

yang melahirkan kewajiban atau perikatan untuk memberikan sesuatu, yang

dalam hal ini terwujud dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh

penjual dan penyerahan uang dari pembeli ke penjual. Dalam buku III

25
KUHPerdata diatur mengenai perikatan yang menganut asas terbuka atau

kebebasan berkontrak, maksudnya memberikan kebebasan kepada pihak-

pihak dalam membuat perjanjian asalkan ada kata sepakat, cakap bertindak

hukum, suatu hal tertentu dan suatu sebab tertentu, dan suatu sebab yang

halal.

Begitupun juga transaksi elektronik yang diatur dalam KUHPerdata

yang menganut asas kebebasan berkontrak. Sifat terbuka dari KUHPerdata ini

tercermin dalam pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang mengandung asas

kebebasan berkontrak, yaitu: Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku

sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

Maksudnya ialah setiap orang bebas untuk menentukan bentuk, macam

dan isi perjanjian asalkan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku, kesusilaan dan ketertiban umum, serta selalu

memperhatikan syarat sahnya perjanjian sebagaimana termuat dalam pasal

1320 KUHPerdata, yaitu: Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat

syarat sebagai berikut (Republik Indonesia):

a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;

b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

c. Suatu hal tertentu;

d. Suatu sebab yang halal.

c. Akad dalam Jual Beli Online

Secara bahasa, transaksi (akad) digunakan berbagai arti, yang hanya

keseluruhan kembali pada bentuk ikatan atau hubungan terhadap dua hal.

yaitu as-Salam atau disebut juga as-Salaf merupakan istilah dalam bahasa

26
arab yang mengandung makna “penyerahan”. Secara etimologi, salam adalah

salaf yaitu sesuatu yang didahulukan. Dalam konteks ini, jual beli

salam/salaf di mana harga/uangnya didahulukan, sedangkan barangnya

diserahkan kemudian hari, dapat dinyatakan pula pembiayaan di mana

pembeli diharuskan untuk membayar sejumlah uang tertentu untuk

pengiriman barang. Atau dalam kata lain pembayaran dalam transaksi salam

dilakukan di muka. Di katakana salam karena ia menyerahkan uangnya

terlebih dahulu sebelum menerima barang dagangannya. Sebagaimana firman

Allah SWT dalam QS. Al –Baqarah: 282 sebagai berikut:

       


....   

Terjemahannya: 282. Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu


berutang piutang untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu
mencatatnya. (Q.S Al –Baqarah: 282).
Ayat ini menjelaskan bahwa apabila bermuamalah tidak secara tunai

sampai waktu tertentu, maka buatlah secara tertulis. Jual beli pesanan dalam

ilmu fiqh disebut as-Salam sedangkan as-Salaf adalah bahasa penduduk

Hijaz dan Iraq. Kedua kata ini mempunyai makna yang sama, sebagaimana

diriwayatkan bahwa Rasulullah ketika membicarakan akad Bai’ as-Salam,

sehingga dua kata tersebut merupakan kata sinonim (Purkon, 2014). Dengan

adanya pendapat di atas ,sudah cukup untuk memberikan penjelasan dari akad

tersebut, di mana inti dari pendapatnya bahwa akad salam merupakan akad

pesanan dengan membayar terlebih dahulu dan barangnya diserahkan

kemudian, tapi ciri-ciri barang tersebut haruslah jelas.

Menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES), salam adalah

jasa pembiayaan yang berkaitan dengan jual beli yang pembiayaannya

27
dilakukan bersamaan dengan pemesanan barang. Dalam akad salam harus

terpenuhi rukun dan syaratnya. Hal terpenting dalam salam adalah bahwa

pembayaran atas harga harus dilakukan pada saat akad dibuat. Syarat-syarat

salam adalah sebagai berikut:

a. Uangnya dibayar di tempat akad, berarti pembayaran dilakukan terlebih

dahulu.

b. Barangnya menjadi utang bagi penjual.

c. Barangnya dapat dibelikan sesuai waktu yang dijanjikan, berarti pada

waktu yang dijanjikan barang itu harus sudah ada, oleh sebab itu, men-

salam buah-buahannya yang waktunya ditentukan bukan pada musimnya

tidak sah.

d. Barang tersebut hendaklah jelas ukurannya, takarannya, ataupun

bilangannya, menurut kebiasaan cara menjual barang semacam itu.

e. Diketahui dan disebabkan sifat-sifat dan macam barangnya dengan jelas,

agar tak ada keraguan yang akan mengakibatkan perselisihan antara kedua

belah pihak. Dengan sifat itu, berarti harga dan kemauan orang pada

barang tersebut dapat berbeda (Purkon, 2014).

d. Kaidah Fiqih Mengenai Jual Beli Online

Dasar-dasar yang digunakan untuk menentukan hukum jual beli secara


online adalah:

َ ‫ َدلِ ْي ٌل َع‬ ‫احةُ االَّ َأ ْن يَ ُد َّل‬


‫لى تَحْ ِر ْي ِمهَا‬ َ َ‫اَألصْ ُل فِي ال ُم َعا َملَ ِة اِإل ب‬
“Hukum asal dalam muamalah adalah boleh sepanjang tidak ada dalil
yang mengharamkannya.”
Berkaitan dengan jual beli, karena jual beli merupakan salah satu

perbuatan muamalah maka hukumnya boleh sepanjang tidak ada dalil yang

28
mengharamkannya. Kemudian jual beli online juga termasuk dalam kegiatan

jual beli, sehingga selama tidak ada dalil yang mengharamkannya maka

hukumnya boleh.

ٌ ْ‫اَ ْل ُح ْك ُم اَأل ْشيَا ِءفَر‬


َ َ‫ع َع ْن ت‬
‫ص ُّو ِر ِه‬
“Penilaian Hukum terhadap suatu masalah berangkat dari gambaran
tentang sesuatu tersebut.”
Hal ini tercermin dari mewabahnya pertukaran transaksi barang dan

jasa melalui media elektronik. Pesatnya perkembangan ini dimungkinkan

mengingat perdagangan melalui jaringan computer menjanjikan efisiensi baik

dari segi waktu dan biaya serta kenyamanan dalam bertransaksi bagi

konsumen, dibandingkan dengan pola bertransaksi secara tradisional. Dan

secara bisnis, keuntungan going in-line bisnis adalah potensi untuk

menghindari biaya operasional kantor atau outlet dan administrasinya yang

diperkirakan setiap transaksi konvensional membutuhkan biaya 12 kali

dibanding transaksi di cyberspace (Misbahuddin, 2012).

e. Pandangan Ulama Tentang Jual Beli Online

Sebagaimana diputuskan oleh Majma’ Al Fiqh Al Islami (Divisi Fiqih

OKI) keputusan no. 52 (3/6) tahun 1990 (Salim, 2017), yang berbunyi

“Apabila akad terjadi antara dua orang yang berjauhan tidak berada dalam

satu majlis dan pelaku transaksi, satu dengan lainnya tidak saling melihat,

tidak saling mendengar rekan transaksinya, dan media antara mereka adalah

tulisan atau surat atau orang suruhan, hal ini dapat diterapkan pada

faksimili, teleks, dan layar komputer (internet). Maka akad berlangsung

dengan sampainya ijab dan qabul kepada masing-masing pihak yang

29
bertransaksi. Bila transaksi berlangsung dalam satu waktu sedangkan kedua

belah pihak berada di tempat yang berjauhan, hal ini dapat diterapkan pada

transaksi melalui telepon ataupun telepon seluler, maka ijab dan qabul yang

terjadi adalah langsung seolah-olah keduanya berada dalam satu tempat.”

Setelah ijab qabul, pihak penjual meminta pembeli melakukan transfer

uang ke rekening bank milik penjual. Setelah uang diterima, penjual baru

mengirim barangnya melalui kurir atau jasa pengiriman barang. Jadi,

transaksi seperti ini (jual beli online) mayoritas para Ulama menghalalkannya

selama tidak ada unsur gharar atau ketidakjelasan, dengan memberikan

spesifikasi baik berupa gambar, jenis, warna, bentuk, model dan yang

mempengaruhi harga barang (Salim, 2017).

2.2.3. Mystery Box

a. Definisi Mystery Box

Mystery box merupakan sebuah barang yang dijual di platform atau

marketplace dimana penjual hanya memberikan informasi mengenai jenis

barang kepada calon pembeli. Kemudian barang tersebut akan dipilihkan oleh

penjual secara acak dan sekiranya menarik bagi pembeli (Fahrurozzi, 2021, p.

108). Namun, ada kalanya mystery box ini tidak memiliki informasi apapun di

dalamnya. Jual beli mystery box ini sangat berkembang dan menjamur

disetiap situs-situs jual beli online. Pembeli atau konsumen biasanya membeli

sebuah produk mystery box untuk menghilangkan rasa penasaran terhadap isi

yang akan didapatkan dari sebuah produk tersebut (Rosyid, 2021).

b. Mekanisme Pembelian Mystery Box di Marketplace

1). Mekanisme Pembelian Mystery Box pada Shopee

30
Shopee adalah situs elektronik komersial yang berkantor pusat di

Singapura yang dimiliki oleh Sea Limited (sebelumnya dikenal dengan nama

Garena), yang didirikan pada 2009 oleh Forrest Li (Wikipedia, 2019).

Seperti halnya berbelanja online pada umumnya, mekanisme transaksi

pembelian mystery box di Shopee tidaklah sulit. Seperti halnya aplikasi

belanja yang lain, tahap pertama yakni membuka situs situs pada

https://shopee.co.id/ atau dengan melakukan di aplikasi Shopee yang terdapat

pada ponsel/gadget masing-masing. Setelah masuk ke website atau aplikasi

Shopee yang ada di ponsel, langkah selanjutnya pergi ke bagian kotak

pencarian (search box) yang ada pada pojok kiri bagian atas pada ponsel atau

pada tengah bagian atas pada website aplikasi.

Selanjutnya, pembeli dapat melakukan pencarian barang apa yang akan

dibeli di situs atau aplikasi shopee. Dalam hal ini, pembeli akan membeli

mystery box dan kemudian menuliskan kata “mystery box” pada kolom

pencarian dan tekan tombol cari atau enter. Setelah itu akan muncul produk

mystery box yang akan dijual oleh para pelapak di Shopee.

Selanjutnya akan muncul banyak produk mystery box dan pembeli

bebas memilih produk yang diinginkan. Setelah mendapatkan produk yang

akan dibeli, pembeli melakukan proses pembayaran sebagai bentuk tahap

selanjutnya. Dalam tahap ini, pembeli diminta untuk menuliskan informasi 18

pribadi meliputi nama, alamat lengkap berikut kode pos, alamat surat

elektronik, nomor telepon, dan juga alamat email (Rosyid, 2021).

Setelah data informasi pribadi diisi dengan lengkap, tahap selanjutnya

yaitu melakukan proses pembayaran. Pada proses ini, pembeli akan diberikan

31
pilihan metode pembayaran dan kurir yang akan mengirim barang (Rosyid,

2021).

Setelah memilih metode pembayaran dan kurir pengiriman barang,

maka tahap selanjutnya adalah proses pembayaran. Setelah pembayaran

selesai, pembeli akan mendapatkan pemberitahuan dari shopee bahwa barang

sedang diproses oleh pelapak dan dikirimkan kepada pembeli, dan pembeli

hanya akan menunggu barang tersebut sampai sesuai perkiraan waktu

pengiriman yang dipilih pembeli pada proses pembayaran/pembelian (Rosyid,

2021).

2). Mekanisme Pembelian Mystery Box pada Tokopedia

Tokopedia resmi diluncurkan ke publik pada 17 Agustus 2009 di bawah

naungan PT Tokopedia yang didirikan oleh William Tanuwijaya dan

Leontinus Alpha Edison pada 6 Februari 2009 (Wikipedia, 2021).

Mekanisme transaksi pembelian mystery box di Tokopedia sama seperti

halnya berbelanja online pada umumnya, langkah pertama yakni membuka

situs tokopedia pada https://www.tokopedia.com/ atau dengan melakukan

aplikasi tokopedia yang terdapat pada ponsel/gadget masing-masing. Setelah

masuk ke website atau aplikasi tokopedia yang ada di ponsel, langkah

selanjutnya pergi ke bagian kotak pencarian (search box) yang ada pada pojok

kiri bagian atas.

Selanjutnya, pembeli melakukan pencarian barang apa yang akan dibeli

di situs atau aplikasi tokopedia ini. Dalam hal ini, pembeli akan membeli

mystery box dan kemudian menuliskan kata “mystery box” pada kolom

32
pencarian dan tekan tombol cari atau enter. Setelah itu akan muncul produk

mystery box yang akan dijual oleh para penjual di Tokopedia.

Selanjutnya, pembeli melakukan pencarian barang apa yang akan dibeli

di situs atau aplikasi tokopedia ini. Dalam hal ini, pembeli akan membeli

mystery box dan kemudian menuliskan kata “mystery box” pada kolom

pencarian dan tekan tombol cari atau enter. Setelah itu akan muncul produk

mystery box yang akan dijual oleh para penjual di Tokopedia.

Disana akan muncul banyak produk mystery box dan pembeli bebas

memilih produk yang diinginkan. Setelah mendapatkan produk yang akan

dibeli, pembeli melakukan proses pembayaran sebagai bentuk tahap

selanjutnya. Dalam tahap ini, pembeli diminta untuk menuliskan informasi

pribadi meliputi nama, alamat lengkap berikut kode pos, alamat surat

elektronik, nomor telepon, dan juga alamat email.

Setelah data informasi pribadi diisi dengan lengkap, tahap selanjutnya

yaitu melakukan proses pembayaran. Pada proses ini, pembeli akan diberikan

pilihan metode pembayaran dan kurir yang akan mengirim barang.

Setelah memilih metode pembayaran dan kurir pengiriman barang,

maka tahap selanjutnya adalah proses pembayaran. Setelah pembayaran

selesai, pembeli akan mendapatkan pemberitahuan dari tokopedia bahwa

barang sedang diproses oleh pelapak dan dikirimkan kepada pembeli, dan

pembeli hanya akan menunggu barang tersebut sampai sesuai perkiraan

waktu pengiriman yang dipilih pembeli pada proses pembayaran/pembelian

(Rosyid, 2021).

2.3. Kerangka Konseptual

33
Kelurahan
Bungguosu

Mystery Box pada


Brand Pingu

Praktek Gharar pada


Mystery Box Brand
Pingu

Kajian Literatur Hasil Wawancara Hasil Wawancara

Pandangan Ulama Akademisi Hukum Konsumen Mystery


tentang Mystery Box Ekonomi Syariah Box Brand Pingu

Pembahasan Penelitian

Kesimpulan Penelitian

BAB III

34
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Menurut

(Sugiyono, 2014) penelitian kualitatif merupakan penelitian yang lebih

menekankan pada aspek pemahaman secara mendalam pada suatu masalah.

Penelitian ini dilakukan dengan menggali data dan informasi yang bersumber

dari lokasi penelitian. Adapun data tersebut diperoleh dari hasil wawancara

masyarakat yang menggunakan produk mystery box pada Brand Pingu, para

akademisi, serta pandangan ulama. Penelitian ini bersifat analisis deskriptif

yaitu berusaha untuk menuturkan sekaligus menganalisis praktek gharar

dalam transaksi jual beli online mystery box pada brand Pingu.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

3.2.1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Bungguosu, Kecamatan Konawe.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 1 bulan, yaitu sejak proposal ini

diterima dan dinyatakan siap untuk diteliti.

3.3. Data dan Sumber Data

3.3.1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumbernya

(Sugiyono, 2014). Data ini diperoleh dari hasil penelitian lapangan melalui

wawancara langsung dengan konsumen mystery box pada brand Pingu, para

Akademisi yang konsep pada bidang keilmuan hukum ekonomi syariah.

3.3.2. Data Sekunder

35
Data sekunder adalah data yang diperoleh tidak diusahakan sendiri

pengumpulannya oleh peneliti (Sugiyono, 2014). Data ini mencakup literatur-

literatur, hasil penelitian dan seterusnya, atau data yang mendukung

pembahasan. Dalam hal ini peneliti melakukan penelitian dengan mengkaji

literatur-literatur yang relevan dengan objek penelitian.

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

penelitian lapangan. Menurut (Sugiyono, 2014) bahwa penelitian lapangan

(field research) adalah penelitian yang dilakukan dengan menggali data yang

bersumber dari objek penelitian. Teknik yang digunakan untuk memperoleh

data dengan melaksanakan penelitian lapangan sebagai berikut:

3.4.1. Observasi

Penelitian ini menggunakan observasi non partisipan, sehingga

peneliti tidak terlibat dan hanya sebagai pengamat independen. Peneliti

mencatat, menganalisis, dan selanjutnya dapat membuat kesimpulan tentang

praktek gharar dalam transaksi jual beli online mystery box pada Brand

Pingu.

3.4.2. Wawancara

Wawancara adalah suatu kejadian atau suatu proses interaksi antara

pewawancara melalui komunikasi langsung. Menurut (Yusuf, 2014) dapat

pula dikatakan bahwa wawancara merupakan percakapan tatap muka antara

pewawancara dengan sumber informasi. Pewawancara bertanya langsung

tentang suatu objek yang diteliti dan telah dirancang sebelumnya. Wawancara

dilakukan dengan masyarakat/pembeli produk mystery box pada Brand Pingu,

36
dan akademisi yang konsen keilmuannya pada hukum ekonomi syariah.

Adapun peneliti mewawancara narasumber sebagai berikut:

NO NAMA UMUR KETERANGAN


Sebagai Konsumen/Pembeli
1 Hasfina 37 Thn Mystery Box pada Brand
Pingu
Sebagai Konsumen/Pembeli
2 Irkayanti 29 Thn Mystery Box pada Brand
Pingu
Sebagai Konsumen/Pembeli
3 Shelia 23 Thn Mystery Box pada Brand
Pingu
Sebagai Konsumen/Pembeli
4 Suriyanti 25 Thn Mystery Box pada Brand
Pingu
Sebagai Konsumen/Pembeli
5 Lisa Djabar 23 Thn Mystery Box pada Brand
Pingu
Sebagai Konsumen/Pembeli
6 Novianti Husri 32 Thn Mystery Box pada Brand
Pingu
Sebagai Konsumen/Pembeli
7 Ekawati Sinapoy 27 Thn Mystery Box pada Brand
Pingu
Sebagai Konsumen/Pembeli
8 Anti Kadir 34 Thn Mystery Box pada Brand
Pingu
Sebagai Konsumen/Pembeli
9 Dea Putri Kasim 22 Thn Mystery Box pada Brand
Pingu
Sebagai Konsumen/Pembeli
10 Astia Sulastri 41 Thn Mystery Box pada Brand
Pingu

NO NAMA KETERANGAN
Andi Novita Murdjaoe, S.H.,
1 Akademisi IAIN Kendari
M.H

3.4.3. Dokumentasi

37
Dokumentasi merupakan catatan atau karya seseorang tentang sesuatu

yang sudah berlalu. Dokumentasi tentang orang atau sekelompok orang,

peristiwa, atau kejadian dalam situasi sosial yang sesuai dan terkait dengan

fokus penelitian adalah sumber informasi yang sangat berguna dalam

penelitian kualitatif. Dokumentasi dilakukan dengan melakukan pengumpulan

data dan dokumen yang relevan dengan penelitian ini.

3.5. Teknik Analisis Data

Menurut (Sugiyono, 2014) dalam menjawab rumusan masalah yang

terdapat dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik analisis deskriptif

kualitatif. Dengan menggunakan metode analisis deskriptif-kualitatif, data

yang diperoleh baik dari hasil wawancara, observasi, dokumentasi dan studi

kepustakaan akan dianalisis secara kualitatif, yaitu dengan mengkaji,

memaparkan, menelaah, dan menjelaskan data-data yang diperoleh tentang

praktek gharar dalam transaksi jual beli online pada mystery box pada brand

Pingu. Teknik analisis data yang digunakan peneliti adalah sebagai berikut:

3.5.1. Reduksi Data

Reduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal pokok, yang

memfokuskan pada hal-hal yang penting. Mencari tema dan polanya dan

menanggalkan yang tidak perlu (Sugiyono, 2014). Dengan mereduksi data,

maka akan mempermudah peneliti dalam melakukan pengumpulan data

selanjutnya.

3.5.2. Penyajian Data

Pada penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk

uraian singkat, bagan hubungan antar kategori, flowchart, dan sejenisnya

38
(Sugiyono, 2014). Dengan langkah ini akan memudahkan peneliti dalam

memahami apa yang terjadi serta merencanakan langkah selanjutnya.

3.5.3. Penarikan Kesimpulan

Menurut (Sugiyono, 2014) kesimpulan dalam penelitian kualitatif yaitu

kesimpulan yang diharapkan adalah sebuah temuan baru yang memperkaya

temuan-temuan sebelumnya. Kesimpulan dapat didukung oleh bukti-bukti

yang valid dan konsisten.

3.6. Pengecekan Keabsahan Data

Hal yang peneliti lakukan untuk mencapai tujuan yang diharapkan

dalam penelitian ini adalah Menyusun prosedur penelitian melalui triangulasi

data. Menurut (Sugiyono, 2014) triangulasi data adalah sebagai berikut:

3.6.1. Triangulasi Sumber Data

Triangulasi sumber data adalah pengujian kredibilitas data yang

dilakukan dengan cara mengecek data yang diperoleh melalui beberapa

sumber.

3.6.2. Triangulasi Teknik

Triangulasi teknik adalah pengujian kredibilitas data yang dilakukan

dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang

berbeda.

3.6.3. Triangulasi Waktu

Menurut (Sugiyono, 2014), dalam rangka pengujian kredibilitas data

dapat dilakukan dengan cara melakukan pengecekan dengan wawancara,

39
observasi, atau teknik lain dalam waktu atau situasi yang berbeda.” Jadi

kondisi mampu mempengaruhi proses pengumpulan data.

DAFTAR PUSTAKA
Buku
A. Mas'adi, G. (2002). Fiqh Muamalah Kontekstual. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
al Bukhary al Ja‟fy, M. b. (2001). al Jami’ al Musnad Cet ke-3. Beirut: Daru Tuq
an-Najah.
Al-Khalafi, A. A. (2006). Al-Wajiz Ensiklopedi Fiqih Dalam Al-Qur'an As-
Sunnah As-Shahih. Jakarta: Pustaka As-Sunnah.
Al-Qurthubi, M. I. (2003). Bidayatul Mujtahid Wa Nihayat Al-Muqtashid. (S. M.
Wa'iz, & D. M. Khadhrah, Trans.) Jakarta: Akbar Media.
An-Nawawi, A.-I. (2003). Al-Majmu’ Syārh Al-Muhazzāb, Jilid. 9. (M. N. Al-
Muthi'i, Trans.) Jakarta: Pustaka Azzam.
Anshori, A. G. (2007). Perbankan Syari’ah di Indonesia. Yogyakarta: Gajah
Mada University Press.
Hakim, A. A. (2011). Fiqh Perbankan Syari’ah. Bandung: Refika Aditama.
Mardani. (2012). Fiqh Ekonomi Syariah. Jakarta: Kencana.
Misbahuddin. (2012). E-Commerce dan Hukum Islam. Makassar: Alauddin Press.
Muhammad. (2004). Dasar-Dasar Keuangan Islam. Yogyakarta: Ekonsia FE UII.
Purkon, A. (2014). Bisnis Online Syariah: Meraup Harta Berkah dan Berlimpah
Via Internet. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekomomi Islam (P3EI) Dan Bank
Indonesia. (2008). Ekonomi Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Rusyd, I. (2010). Bidayatul Mujtahid Jilid. 2. Semarang: Pustaka Azzam.
Sabiq, S. (2006). Fiqh Sunnah, Jilid 4. Jakarta: Pena Pundi Asmara.
Shahatah, H., & Ad-Dhahi, S. M.-A. (2005). Transaksi Dan Etika Bisnis Islam.
(S. B. Satryo, & F. R., Trans.) Jakarta: Visi Insani Publishing.

40
Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Kualitatif Kuantitatif dan R& D. Bandung:
Alfabeta.
Wong, J. (2010). Internet Marketing for the Beginners. Jakarta: Kompas
Gramedia.
Yusuf, M. (2014). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Penelitian
Gabungan. Jakarta: Prenadamedia Group.

Jurnal
Erliana, L. (2020). Jual Beli Online yang Mencantumkan Gambar dan Testimoni
Palsu Studi Market Place Melalui Facebook. Falah: Jurnal Hukum Ekonomi
Syariah , 1 (1).
Fahrurozzi, M. H. (2021). Tinjauan Fikih Muamalah Akad Bai’ terhadap Praktik
Jual Beli Mystery Box di Situs Tokopedia. UNISBA: Prosiding Hukum
Ekonomi Syariah , 7 (1).
Irfana, M. R., & Witasari, A. (2021). The Mystery Box Transaction Practice in
The Perspective of Islamic Law and Civil Law. 1st PROCEEDING :
Constitutional Protection Of Citizens In The Health Sector Semarang , 1.
Pertiwi, N. A., Azzahrah, I., & Berliana, S. (2021). Pemahaman Konsumen
terhadap Gharar dalam Transaksi Online di Market Place. Pekan Ilmiah
Mahasiswa FKIP UNIS .
Qori, D. E. (2020). Transaksi E-Commerce Berbasis Market Place: Antara Akad
Salam dan Gharar (Perspektif Fiqih Madzhab Syafi'i). MIYAH: Jurnal Studi
Islam , 16 (02).
Salim, M. (2017). Jual Beli Online dalam Pandangan Hukum Islam. Al-Daulah , 6
(2).
Susilowati, D., & Mu'sif, A. (2021). Analisis Jual Beli Lucky Box pada Aplikasi
Shopee Perspektif Fiqih Muamalah (Studi Kasus di Lingkungan Mahasiswa
Universitas Trunojoyo Madura). Jurnal Kaffa , 1 (1).
Syahputra, A., & Yoesoef, Y. M. (2020). Praktek Gharar pada Endorsement
Produk di Media Sosial Instagram. Al-Mustashfa: Jurnal Penelitian Hukum
Ekonomi Islam , 5 (2).
Skripsi/Tesis
Lakibula, A. M. (2020). Skripsi: Pengaruh Gharar terhadap Keabsahan
Transaksi Jual Beli. Makassar: Universitas Muhammadiyah Makassar.
Rosyid, M. H. (2021). Analisis Perilaku Konsumen terhadap Mystery Box
Perspektif Islam. Tesis .

41
Selfeny, R. (2022). Implementasi Jual Beli Online Mystery Box di Marketplace
Shopee Tinjauan Hukum Islam dan Hukum Perdata. Skripsi .
Website
Jayani, D. H. (2021). Tokopedia Masih Jadi E-Commerce Paling Banyak
Dikunjungi pada Kuartal III 2021. (A. Mutia, Editor) Retrieved Agustus 24,
2022, from Databoks.katadata.co.id/:
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/11/18/tokopedia-masih-
jadi-e-commerce-paling-banyak-dikunjungi-pada-kuartal-iii-2021
Pingu & Uni Color. (2020, September 20). Pingu & Uni Color. Retrieved
September 25, 2022, from Pakaianbagus.com:
https://www.pakaianbagus.com/pingu-unicolor/
Ramadhani, N. (2021, April 18). Bubble Economy: Pengertian, Penyebab, dan
Cara Mengatasinya. Retrieved September 5, 2022, from Akseleran.co.id:
https://www.akseleran.co.id/blog/bubble-economy-adalah/
Wahyudi, A. (2022, Juli 18). Marak Praktik Penipuan Mystery Box, Celios
Sarankan E-Commerce Lebih Proaktif. Retrieved September 5, 2022, from
Barisan.co: https://barisan.co/marak-praktik-penipuan-mystery-box-celios-
sarankan-e-commerce-lebih-proaktif/
Wikipedia. (2019). Shopee. Retrieved Agustus 25, 2022, from Wikipedia
Ensiklopedia Bebas: https://id.wikipedia.org/wiki/Shopee
Wikipedia. (2021). Tokopedia. Retrieved Agustus 25, 2022, from Wikipedia
Ensiklopedia Bebas: https://id.wikipedia.org/wiki/Tokopedia
Kitab Perundang-Undangan
Republik Indonesia. Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Pasal 1320.

Republik Indonesia. Undang-undang RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi

dan Transaksi Elektronik, Bab I, Pasal 1, angka 2.

42
LAMPIRAN

PEDOMAN WAWANCARA

Narasumber: Konsumen/Pembeli Mystery Box pada Brand Pingu

NO PERTANYAAN JAWABAN

1 Jenis produk apa yang anda beli

pada mystery box di brand Pingu

pada situs Shopee?

2 Apa alasan/latar belakang anda

membeli produk mystery box

tersebut?

3 Berapa harga produk mystery box

yang anda beli pada brand Pingu?

4 Apakah anda ketahui tentang

praktek gharar dalam jual beli

online mystery box?

5 Apakah anda puas terkait dengan

produk mystery box yang diterima?

43
Narasumber: Akademisi IAIN Kendari

NO PERTANYAAN JAWABAN

Bagaimana pandangan Bapak/Ibu terkait

1 fenomena transaksi mystery box

dibeberapa marketplace?

Menurut Bapak/Ibu, apakah transaksi

2 mystery box dalam jual beli online

mengandung gharar?

Apakah Bapak/Ibu pernah membeli


3
mystery box?

Bagaimana pandangan Bapak/Ibu dalam

mengedukasi masyarakat, khususnya umat


4
Islam perihal praktek gharar pada

transaksi jual beli online mystery box?

44

Anda mungkin juga menyukai