SKRIPSI
Oleh :
BIANCA SAFIRA JULYANNE
NIM : 11180480000078
SKRIPSI
Oleh :
BIANCA SAFIRA JULYANNE
NIM : 11180480000078
i
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORUPSI BANTUAN SOSIAL
OLEH MANTAN MENTERI SOSIAL PADA MASA PANDEMI
(Analisis Putusan Nomor 29/Pid.Sus-Tpk/2021/PN.Jkt.Pst)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh :
Bianca Safira Julyanne
NIM : 11180480000078
Dibawah Bimbingan
Pembimbing
ii
LEMBAR PERNYATAAN
iii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
iv
ABSTRAK
v
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb, Segala puji dan syukur kepada Allah SWT atas
segala berkat, rahmat, dan karunia-Nya, shalawat serta salam selalu tercurahkan
kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat dan seluruh umatnya.
Dengan mengucapkan Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, peneliti diberi kemudahan
dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul “PERTANGGUNGJAWABAN
PIDANA KORUPSI BANTUAN SOSIAL OLEH MANTAN MENTERI
SOSIAL PADA MASA PANDEMI (Analisis Putusan Nomor 29/Pid.Sus-
Tpk/2021/PN.Jkt.Pst)”
Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari keterlibatan berbagai pihak yang
senantiasa membantu dan membimbing Penulis dalam suka maupun duka. Penulis
mengucapkan terima kasih tak terhingga kepada seluruh pihak yang telah
membantu, terutama kepada kedua orang tua tercinta penulis yakni, Ayahanda
tercinta yang banyak memberikan pelajaran, inspirasi dan mengajarkan bagaiman
menjadi seorang yang mempunyai prinsip dan tetap berusaha sesulit apapun dan
ibunda tercinta atas segala curahan kasih sayang yang tulus dan motivasi serta doa
yang tulus kepada penulis agar Penulis senantiasa menjadi manusia yang
bermanfaat untuk diri sendiri, keluarga, masyarakat, Bangsa dan Negara. Mudah-
mudahan harapan ayahanda dan ibunda agar penulis menjadi manusia yang
bermanfaat bagi manusia lainya dikabulan oleh sang pencipta. Banyak pihak yang
mempunyai peran penting dalam membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi
ini sekaligus sebagai tanda telah diselesaikanya pendidikan Strata Satu (S1) di
Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Maka untuk itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya
kepada:
1. Prof. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., M.H., M.A. Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidyatullah Jakarta beserta jajarannya.
vi
2. Dr. Muhammad Ali Hanafiah Selian, S.H., M.H. Ketua Program Studi Ilmu
Hukum dan Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum. Sekretaris Program Studi Ilmu
Hukum UIN Syarif Hidayatullah jakarta.
3. Dr. Burhanudin, S.H., M.Hum. sebagai dosen penasihat akademik sampai awal
penyusunan skripsi ini. Hingga beliau kembali menjadi pembimbing skripsi
peneliti yang meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing peneliti
dalam menyelesaikan skripsi.
4. Kepala Pusat Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Kepala Urusan
Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum yang telah memberikan fasilitas dan
memberikan arahan dalam pencarian buku-buku referensi yang dibutuhkan
dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Mama Nurasiah dan Papa Henry yang telah memberikan support dalam berbagai
bentuk. Secara finansial, motivasi, arahan, hingga doa yang tiada henti.
6. Semua pihak yang berkontribusi secara langsung maupun tidak langsung, tanpa
mengurangi esensi, makna dan arti penting bagi peneliti. Peneliti hanya mampu
mendoakan keberkahan dan kebaikan kepada teman-teman, semoga Allah SWT
membalas kebaikan-kebaikan yang berlipat ganda dan menempatkan kita semua
dalam Jannatu Firdaus Aamiin Ya Rabbal’alamiin.
Atas segala bantuan dan jasa yang diberikan, Penulis hanya bisa berharap
dan mendoakan semua pihak yang telah berjasa dalam hidup Penulis, semoga Allah
SWT senantiasa memberikan ridho dan balasan atas jasa-jasa dan kebaikan yang
diberikan kepada Penulis. Besar harapan Penulis agar kiranya skripsi ini dapat
bermanfaat bagi semua orang. Namun demikian, disadari sepenuhnya bahwa
penyusunan skripsi ini masih jauh dari kata sempurna.
vii
DAFTAR ISI
viii
B. Pertimbangan Hakim ....................................................................... 40
C. Amar Putusan ................................................................................... 43
D. Analisis Peneliti ................................................................................ 44
ix
BAB I
PENDAHULUAN
1
Achmad Irwan Hamzani,” Menggagas Indonesia Sebagai Negara Hukum Yang
Membahagiakan Rakyatnya”, Yustisia, Edisi 90, (Desember, 2014) h. 139.
1
2
2
Rifyal Ka’bah, “Korupsi di Indonesia”, Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun ke-37,
(Januari-Maret, 2007), h.87.
3
Unicef Indonesia, “Tanya Jawab Seputar Coronavirus (COVID-19)”,
https://www.unicef.org/indonesia/id/coronavirus/tanya-jawab-seputar-
coronavirus?gclid=CjwKCAiA8OmdBhAgEiwAShr402QELH3VB6phzWvbwegFlZunrnK3K664
Tybc0QI0_v1cp-Z1l_pnXhoCNEYQAvD_BwE#bagaimanacoronavirusmenyebar, (diakses 8
januari 2023 pada pukul 17.26 WIB).
3
Hingga pada akhir tahun 2021, Menteri Sosial pada saat itu, yakni Juliari
Pieter Batubara ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Saat itu, Juliari
diduga memerintahkan pemungutan uang fee dari para penyedia bantuan
sosial sebesar Rp. 10.000 (sepuluh ribu rupiah) per paket sembako. Menurut
Wakil Ketua KPK, Lili Pintauli, pengadaan barang atau jasa memang
merupakan titik rawan korupsi. Berpotensi terjadinya kolusi, mark-up harga,
dan kickback.4
Penetapan Juliari sebagai tersangka korupsi bantuan sosial saat itu,
menimbulkan kontroversi di masyarakat. Kontroversi tersebut dipicu oleh
pernyataan Ketua KPK, yaitu Firli Bahuri, bahwa pelaku yang melakukan
korupsi di tengah pandemi dapat dikenakan hukuman mati sesuai dengan
Undang- undang Tindak Pidana Korupsi. Tetapi peneliti Balitbangkumham,
menyatakan bahwa hukuman mati melanggar hak untuk hidup yang diatur
dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia atau Universal Declaration of
Human Rights (DUHAM).5
Tidak hanya perbuatan korupsi yang dilakukan oleh Juliari, tuntutan yang
dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum KPK juga cukup menimbulkan
pembicaraan di tengah masyarakat. Menurut Indonesia Corruption Watch
(ICW), hal ini terjadi karena tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang dianggap
terlalu rendah untuk perbuatan yang dilakukan oleh Juliari, jika dibandingkan
dengan dampak yang terjadi akibat perbuatannya.6 Selain itu, menurut
koordinator MAKI, Boyamin Saiman,7 pertimbangan hakim dalam
menetapkan alasan yang meringankan hukuman terdakwa juga dianggap
kurang tepat.
4
Andri Saubani, “Empat Sektor Rawan Korupsi dalam Penanganan Pandemi Covid-19”,
https://www.republika.co.id/berita/qf95pl409/empat-sektor-rawan-korupsi-dalam-penanganan-
pandemi-covid19 , (diakses 8 Januari 2023, pukul 17.55 WIB).
5
Humas Kemenkumham, “Hukuman Mati dalam Perspektif HAM di Indonesia”.
6
Tatang Guritno, “Tuntutan 11 Tahun Penjara terhadap Juliari atas Dugaan Korupsi di
Tengah Pandemi”, https://nasional.kompas.com/read/2021/07/29/09264291/tuntutan-11-tahun-
penjara-terhadap-juliari-atas-dugaan-korupsi-di-tengah (diakses 9 Januari 2023, pada pukul 21.36
WIB).
7
KOMPASTV. 2021, 25 Agustus. Pro Kontra Vonis 12 Tahun untuk Eks Mensos Juliari
[Video]. Youtube. https://www.youtube.com/watch?v=w6cOnsum7Tg..
4
korupsi suap menyuap dan gratifikasi dalam hukum positif serta penerapan
hukum dan pertimbangan Hakim menjatuhkan putusan dalam kasus
korupsi bantuan sosial yang dilakukan oleh Mantan Menteri Juliari
Batubara dengan menganalisis Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
Nomor 29/Pid.Sus-Tpk/2021/PN.Jkt.Pst).
3. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah penulis paparkan di atas,
maka penulis akan melakukan analisis serta memaparkan terkait perbedaan
tindak pidana korupsi suap menyuap dan gratifikasi dalam hukum positif
Indonesia dan melakukan analisis terkait bagaimana pertimbangan Hakim
dan penerapan hukum dalam membuat putusan terkait kasus korupsi
bantuan sosial yang dilakukan Mantan Menteri Juliari Batubara
berdasarkan studi putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor
29/Pid.Sus-Tpk/2021/PN.Jkt.Pst), maka penulis merumuskan beberapa
pertanyaan penelitian sebagai berikut :
a. Bagaimana pertanggungjawaban tindak pidana suap menurut hukum
positif?
b. Bagaimana pertimbangan hakim dan penerapan hukum dalam
menjatuhkan putusan kasus korupsi bantuan sosial dalam putusan
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 29/Pid.Sus-
Tpk/2021/PN.Jkt.Pst?
Tpk/2021/PN.Jkt.Pst.
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Manfaat dari penelitian ini secara teoritis diharapakan dapat
menjadi referensi dan atau acuan penelitian lain mengenai keilmuan
hukum pidana terkait pertanggungjawaban pidana bagi pelaku kasus
korupsi suap menyuap. Selain itu, penelitian ini juga berfungsi untuk
mendalami teori serta ilmu yang telah didapat selama menjadi
mahasiswa strata satu di Fakultas Syariah dan Hukum Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
b. Manfaat Praktis
Manfaat dari penelitian ini secara praktis dapat digunakan untuk
memberi masukan kepada pemerintah terkait penerapan penegakkan
hukum bagi pelaku kasus korupsi berdasarkan hukum positif
Indonesia.
D. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum yang bersifat
yuridis normatif. Metode ini adalah penelitian hukum kepustakaan yang
dilakukan dengan cara meneliti bahan kepustakaan atau data sekunder
belaka.8 Sehingga penelitian yang akan dilakukan adalah dengan meneliti
aturan hukum yang berlaku di Indonesia dengan metode pendekatan
perundang-undangan serta pendekatan yuridis dengan menggunakan
putusan kasus terkait. Selain itu peneliti juga akan meneliti bahan-bahan
kepustakaan atau data sekunder yang berhubungan dengan permasalahan.
2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang penulis gunakan adalah Statutory
Approach dan Case Approach. Statutory Approach yaitu pendekatan
8
Soerjono Soekanto dan Sri Mahmudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan
Singkat, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), h.13.
7
9
Peter Mahmud Marzuki. Penelitian hukum, (Jakarta; Kencana Prenada Media Group,
2006), h. 93-94.
10
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta; PT. Raja Grafindo Persada,
2006), h. 31.
8
11
Sumanto, Teori dan Metode Penelitian, ( Yogyakarta; CAPS (Center of Academic
Publishing Service, 2014), h.179.
9
E. Sistematika Pembahasan
Penelitian ini disusun menjadi lima bab, yang pada tiap bab terdiri
beberapa sub bab, yang diawali dengan pendahuluan dan diakhiri dengan
kesimpulan serta saran yang penulis anggap penting. Berikut ini penulis
jabarkan sistematikan pembahasan dalam skripsi ini, sebagai berikut :
Bab Pertama berisi pendahuluan, yang memuat tentang keseluruhan
mengenai latar belakang masalah, identifikasi masalah, rumusan masalah,
pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian tinjauan studi terdahulu,
metode penelitian dan sistematika penulisan.
Bab Kedua menyajikan pemaparan tinjauan umum tentang
pertanggung jawaban pidana serta tindak pidana korupsi. Lalu dilanjutkan
dengan menjelaskan teori yang digunakan untuk menganalisis dan
menginterpretasikan data penelitian.
Bab Ketiga ini menyajikan data penelitian. Penyediaan data berupa
deskripsi data yang berkenaan dengan variable yang diteliti secara objektif.
Bab Keempat ini menyajikan pemaparan hasil analisa dari rumusan
masalah yang diuraikan oleh peneliti dan akan dijelaskan secara rinci sesuai
data yang dimiliki.
Bab Kelima ini menyajikan penutup. Berisikan tentang kesimpulan
yang diambil dari permasalahan yang diteliti dengan menjawab masalah yang
telah diidentifikasi sebelumnya berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan.
BAB II
TINJAUAN UMUM PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN
TINDAK PIDANA KORUPSI
A. Kerangka Konseptual
1. Tinjauan Umum Tindak Pidana
a. Pengertian Tindak Pidana
Dalam bukunya yang berjudul “Tindak Pidana Tertentu di
Indonesia”, Wirjono Prodjodikoro mendefinisikan tindak pidana
sebagai perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana,
serta pelakunya dapat dikatakan sebagai subjek dari tindak pidana.
b. Unsur Tindak Pidana
Untuk mengatakan suatu perbuatan sebagai tindak pidana, tentu
terdapat unsur-unsur tindak pidana yang harus dipenuhi. Menurut S.R.
Sianturi, unsur tindak pidana dapat digolongkan ke dalam 2 (dua)
macam, yaitu unsur-unsur subjektif dan objektif.
1.) Unsur Subjektif adalah :
a.) Adanya subjek;
b.) Adanya unsur kesalahan.
2.) Unsur Objektif adalah :
a.) Perbuatan bersifat melawan hukum;
b.) Suatu tindakan yang dilarang atau diharuskan oleh undang-
undang atau diharuskan oleh undang-undang dan bagi
pelanggarnya akan dikenakan pidana;
c.) Dalam suatu waktu, tempat dan keadaan tertentu.1
c. Jenis Tindak Pidana
Berdasarkan KUHP Indonesia saat ini jenis tindak pidana terbagi
menjadi 2 bagian, yaitu ;
1.) Kejahatan (misdrijven); dan
1
S.R. Sianturi, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapan, (Jakarta; Storia
Grafika, 2002), h. 208.
11
12
2
Mahrus Ali, Dasar Dasar Hukum Pidana, (Jakarta; Sinar Grafika, 2011), h. 102.
3
Yulies Tiena Masriani, Pengantar Hukum Indonesia, (Jakarta; Sinar Grafika, 2009), h.
66.
13
4
Margaretha Yesicha Pryscyllia, Pemiskinan Koruptor sebagai Salah Satu Hukuman
Alternatif dalam tindak Pidana Korupsi, (2014) h.7.
5
“Pengertian Tindak Pidana Korupsi” Pengertian Tindak Pidana Korupsi (kanal.web.id)
(diakses pada 31 Maret 2022, pukul 10.36 WIB)
14
6
I Gede Sayogaramasatya, I Made Minggu Widyantara dan Ida Ayu Putu Widiati,
SANKSI PIDANA TERHADAP PEJABAT NEGARA YANG MELAKUKAN KORUPSI ATAS
PENYALAHGUNAAN WEWENANG, Jurnal Interpretasi Hukum, Vol. 2, No. 1, (2021), h. 169.
16
7
Noni Noerkaisar, EFEKTIVITAS PENYALURAN BANTUAN SOSIAL PEMERINTAH
UNTUK MENGATASI DAMPAK COVID-19 DI INDONESIA,
file:///C:/Users/Noey%20Henry/Downloads/363-Article%20Text-2888-1-10-20210630.pdf.
(diakses pada 25 September 2022, pada pukul 19.38 WIB )
8
Program Bantuan Sosial Untuk Rakyat,
https://www.kominfo.go.id/content/detail/15708/program-bantuan-sosial-untuk-
rakyat/0/artikel_gpr (diakses pada 25 September 2022, pada pukul 19.45 WIB).
18
9
Agus Purwanto, dkk, “Studi Eksplorasi Dampak Pandemi COVID 19 terhadap Proses
Pembelajaran Online di Sekolah Dasar”, (Indonesia: Universitas Pelita Harapan, 2020), h. 5
19
c. Flu Babi
Penyakit yang disebabkan oleh jenis baru dari virus H1N1 ini
menyebar pada tahun 2009 - 2010. Bermula dari Meksiko hingga
menyebar ke seluruh dunia hingga menginfeksi 1,4 miliar orang
dengan total korban jiwa sebanyak 500 ribu orang.
d. Ebola
Kasus pertama ditemukan tahun 2014 di sebuah desa di Guinea,
lalu menyebar di Afrika Barat. Penyakit ini ditularkan oleh hewan liar
ke manusia. Penyebaran antara manusia terjadi saat terdapat kontak
langsung dengan darah, sekresi, organ, atau cairan tubuh yang
terinfeksi serta pada permukaan atau bahan yang dapat terkontaminasi
cairan tersebut. Total yang terinfeksi berjumlah 28.600 orang dengan
korban jiwa sebanyak 11.325 orang.10
e. Corona Virus Disease 2019 (Covid-19)
Corona Virus Disease 2019 atau Covid-19 merupakan wabah
penyakit menular yang disebabkan oleh SARS-Cov-2. Kasus
pertamanya ditemukan di Wuhan, China pada akhir 2019. Lalu, terjadi
penyebaran yang cepat ke seluruh dunia, tak terkecuali Indonesia.
Kasus pertama di Indonesia ditemukan pada Maret 2020 di Depok dan
terus menyebar ke berbagai kota. Total korban secara global hingga
25 September 2022 berjumlah 615 juta dengan total korban jiwa
sekitar 6,5 juta orang.
B. Kerangka Teori
1. Teori Pemidanaan
Teori pemidanaan merupakan teori yang berpandangan bahwa
seseorang yang melakukan kejahatan atau pelanggaran, maka seseorang
10
Penyakit Yang Pernah Menjadi Wabah Di Dunia,
http://www.b2p2vrp.litbang.kemkes.go.id/mobile/berita/baca/358/Penyakit-Yang-Pernah-Menjadi-
Wabah-Di-Dunia (diakses pada 25 September 2022, pada pukul 20.34 WIB).
20
11
Ayu Efritadewi, “Modul Hukum Pidana”, https://law.umrah.ac.id/wp-
content/uploads/2020/05/MODUL-HUKUM-PIDANA.pdf (diakses pada 24 September 2022,
pukul 23.34 WIB).
21
12
Yuli Latriyani, “TEORI-TEORI PEMIDANAAN DALAM HUKUM PIDANA”, (DOC)
TEORI-TEORI PEMIDANAAN DALAM HUKUM PIDANA | yuli latriyani - Academia.edu
(diakses pada 25 Maret 2022, pukul 00.30 WIB).
13
Usman, “ANALISIS PERKEMBANGAN TEORI HUKUM PIDANA”, Jurnal Ilmu
Hukum, (2011), h. 74.
14
Dominikus Rato, Filsafat Hukum Mencari: Memahami dan Memahami Hukum,
(Yogyakarta; Laksbang Pressindo, 2010), h. 59.
15
Riduan Syahrani, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Penerbit Citra Aditya
Bakti,Bandung, 1999, hlm.23.
22
16
Azharul Putra Nugraha, “TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA
KORUPSI YANG DILAKUKAN OLEH KARYAWAN BADAN USAHA MILIK NEGARA”,
Universitas Hasanuddin, (Tidak diterbitkan)
17
Alfian Pratama, “ANALISIS YURIDIS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA
PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI PENGADAAN ALAT KESEHATAN (Studi Putusan Nomor
62/Pid.Sus.Tpk/2016/Pn/Mks)”, Universitas Hasanuddin, (Tidak diterbitkan)
23
18
Muhammad Zulham, “PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK
PIDANA KORUPSI SECARA BERSAMA-SAMA PADA PERKERJAAN PEMBANGUNAN
PASAR” Universitas Hasanuddin, (Tidak diterbitkan).
24
19
Christian Victor Samuel Marzuki, John Dirk Pasalbessy, Jetty Patty, “Aspek Melawan
Hukum Pidana Terhadap Perbuatan Penyalahgunaan Wewenang Dalam Penyaluran Bantuan
Sosial Di Masa PSBB”. Jurnal Ilmu Hukum. Vol. 1 No. 7, 2021, h.674 – 677.
20
Ni Komang Sri Herawati Octa, Anak Agung Sagung Laksmi Dewi, Luh Putu Suryani,
“PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI DANA BANTUAN SOSIAL
PANDEMI COVID-19 YANG DILAKUKAN OLEH PEJABAT NEGARA”. Jurnal Preferensi
Hukum. Vo. 3 No. 2, 2022, h. 424-429.
25
21
Farug Human Maulana, “PENJATUHAN PIDANA MATI BAGI PELAKU KORUPSI
DANA BANTUAN COVID – 19”, Universitas Sriwijaya, (Tidak diterbitkan)
22
Enricko Kirby Wijaya, “TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KASUS KORUPSI DANA
BANTUAN SOSIAL DI MASA PANDEMI COVID-19 OLEH EKS MENTERI SOSIAL JULIARI”,
Universitas Diponegoro, (Tidak diterbitkan)
26
23
Fitri Anugrah, “TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI
DANA BANTUAN SOSIAL SECARA BERSAMA-SAMA (Studi Kasus Putusan Nomor: 2703
K/Pid.Sus/2015)”, Universitas Hasanuddin, (Tidak diterbitkan)
24
Ninik Alfiyah, “PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU KORUPSI BANTUAN
SOSIAL DI MASA KEDARURATAN PANDEMI COVID-19”. Jurnal Education and Development.
Vol. 9 No. 2, 2021, h. 378-382
25
Yones Kumombong, Selviani Sambali, Fonny Tawas, “KAJIAN YURIDIS MENGENAI
TINDAK PIDANA KORUPSI DANA BANTUAN SOSIAL COVID-19 YANG DILAKUKAN OLEH
PEJABAT DAERAH”, (Tidak diterbitkan)
27
26
Mahrus Ali, Dasar-Dasar Hukum Pidana, (Jakarta; Sinar Grafika, 2011) h. 20.
28
27
Kanter dan Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia dan Penerapannya,
(Jakarta; Storia Grafika, 2002), h.54.
BAB III
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA ATAS KASUS KORUPSI
BANTUAN SOSIAL
A. Posisi Kasus
Pada 13 April 2020, Presiden menetapkan Corona Virus Disease 2019
sebagai bencana nasional. Karena itu, 16 April 2020, Terdakwa menetapkan
adanya bantuan sosial sembako dan bantuan sosial tunai dalam penanganan
dampak Corona Virus Disease 2019. Dalam Keputusan yang dikeluarkan,
bantuan sosial sembako akan dilaksanakan di wilayah Jabodetabek.
Tanggal 19 April 2020, Terdakwa melakukan pertemuan di rumah
dinasnya dengan beberapa pejabat Kementerian Sosial, diantaranya Hartono
(Sekretaris Jendral Kementerian Sosial), Pepen Nazarudin (Direktur Jendral
Perlindungan dan Jaminan Sosial Kementerian Sosial), Isak Sawo (Direktur
Perlindungan Sosial Korban Bencana Sosial/PSKBS), Adi Wahyono (Kepala
Biro Umum Kementerian Sosial), dan Victorius Saut Hamonangan/ (Kepala
Sub Direktorat Penanganan Bencana Sosial & Politik pada direktorat PSKBS
KEMENSOS dan PPK Reguler Direktorat PSKBS) untuk membahas
pelaksanaan bantuan sosial sembako dan penentuan perusahaan penyedia
sembako. Saat itu, Terdakwa menunjuk AW agar membantu penyediaan
bantuan sosial tersebut.
Pada tanggal 20 April, Matheus Joko Santoso ditunjuk sebagai Pejabat
Pembuat Komitmen (PPK) dan tanggal 30 April, Adi Wahyono ditunjuk
Terdakwa menjadi Pelaksana Tugas Direktur Perlindungan Sosial Korban
Bencana Sosial Kementerian Sosial. Lalu, Terdakwa juga menunjuk Adi
Wahyono menjadi Kuasa Pengguna Anggaran pada Direktorat PSKBS dan
memerintahkan Adi Wahyono untuk mengumpulkan fee sebesar Rp.10.000
(sepuluh ribu rupiah) per paket dari penyedia untuk kepentingan pribadinya
dengan berkoordinasi Bersama Kukuh Ari Wibowo (tim teknis kementerian
sosial) dalam pengadaan bantuan sosial.
29
30
B. Pertimbangan Hakim
1
Juliari Pieter Batubara, Nomor 29/Pid.Sus-Tpk/2021/PN.Jkt.Pst, Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat, 23 Agustus 2023.
32
hukum dari perilaku, hubungan hukum, serta kedudukan hukum para pihak
terlibat. Hal ini bertujuan agar hakim dapat menyelesaikan perkara secara
imparsial berdasarkan hukum yang ada, selain itu hakim juga harus bebas dari
pengaruh siapapun, terutama saat melakukan pemutusan perkara.2
Dalam menjatuhkan putusan atas perkara yang ditanganinya, hakim
memiliki kebebasan yang kontekstual yaitu :
1. Hakim hanya tunduk pada hukum dan keadilan
2. Tidak ada yang dapat mempengaruhi atau mengarahkan hakim dalam
menjatuhkan putusan, tak terkecuali pemerintah.
3. Tidak ada konsekuensi secara pribadi terhadap hakim dalam menjalani
tugas dan fungsi sebagaimana harusnya.3
Menurut peneliti, berdasarkan hal yang dijabarkan diatas dapat diketahui
bahwa bebas yang dimaksud dalam kebebasan hakim bukan berarti tidak
memiliki batasan. Tetapi lebih menunjukkan bahwa dalam tugasnya, terutama
dalam memutus suatu perkara, hakim tidak dapat dipengaruhi oleh apapun,
siapapun, serta segala kekuasaan dalam bentuk apapun, kecuali sesuai dengan
hukum yang berlaku. Selain itu, hal ini juga menunjukkan bahwa hakim
dalam memutus perkara harus mengacu pada keadilan yang sepatutnya,
memiliki alasan hukum atau legal reasoning yang kuat, serta dasar hukum
juga penalaran yang logis.
Selain itu, untuk menjatuhkan putusan, hakim harus memperhatikan
aspek-aspek lain, seperti surat dakwaan, fakta hukum yang ada di
persidangan, bahkan keadaan dalam persidangan.4 Serta berdasarkan Kitab
Undang-undang Hukum Acara Pidana, pasal 183 juga diatur bahwa dalam
memutus perkara dengan menjatuhkan pidana kepada terdakwa, hakim harus
memiliki setidaknya 2 (dua) alat bukti yang sah untuk dijadikan pertimbangan
bagi hakim. Karena Indoenesia menganut sistem pembuktian negatif yang
2
Wildan Suyuthi Mustofa, “Kode Etik Hakim, Edisi Kedua”, (Jakarta: Prenadamedia
Group, 2013), h. 74
3
Ahmad Rifai, Penemuan Hukum oleh Hakim dalam Perspektif Hukum Progresif,
(Jakarta: Sinar Grafika, 2011), h. 104.
4
Bambang Waluyo, “Pidana dan Pemidanaan”, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), h. 80.
33
5
Lilik Mulyadi, Seraut Wajah Putusan Hakim dalam Hukum Acara Pidana Indonesia,
(Malang; PT Citra Aditya Bakti, 2014) h. 129.
6
Lilik Mulyadi, Seraut Wajah Putusan Hakim dalam Hukum Acara Pidana Indonesia, …
h.219.
7
M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Penyidikan
dan Penuntutan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), h. 20.
34
atau nilai dalam cita hukum (rechtsidee) perlu ditunjukkan sebagai sarana
menjamin keadilan. Hal ini berarti hakim akan mempertimbangkan untuk
menjatuhkan pidana sebagai upaya dalam membantu terdakwa
memperbaiki perilakunya tanpa mengesampingkan rasa keadilan yang
patut dirasakan korban. Menurut peneliti, pertimbangan filosofis ini cukup
penting untuk menunjukkan fungsi hukum pidana terhadap terdakwa, yaitu
mendidik orang yang telah melakukan tindak pidana agar menjadi orang
baik dan dapat diterima kembali dalam masyarakat.
Jadi, pidana yang dijatuhkan bukan lagi pidana yang bertujuan untuk
membalas dendam terhadap terdakwa atas perbuatannya hingga terdakwa
harus merasakan penderitaan yang sama seperti yang dirasakan korban,
melainkan lebih kepada memberi pembelajaran kepada terdakwa, namun
juga tetap dengan memperhatikan hak serta rasa keadilan dari korban.
3. Pertimbangan Sosiologis
Pertimbangan sosiologis berarti saat melakukan penjatuhan pidana,
hakim melakukan pertimbangan dengan latar belakang sosial dari
terdakwa serta pidana yang dijatuhkan juga bermanfaat bagi masyarakat.8
Jika putusan hakim menjadikan pertimbangan sosiologis sebagai salah satu
pertimbangannya, maka putusan tersebut seharusnya tidak akan
bertentangan dengan hukum yang ada di masyarakat. Hal ini sesuai dengan
aturan pada pasal 5 ayat (1) dalam Undang-undang No. 48 Tahun 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman, bahwa hakim diharuskan memahami dan
mengikuti nilai hukum dan keadilan yang tumbuh di masyarakat.
Sehingga, manfaat dari pidana yang dijatuhkan dapat dirasakan
masyarakat.
Salah satu mantan hakim agung Mahkamah Agung, yakni hakim
Bismar Siregar menulis dalam bukunya yang berjudul “Bunga Rampai
Karangan Tersebar” bahwa seandainya terjadi dan akan terjadi benturan
bunyi hukum antara yang dirasakan adil oleh masyarakat dengan apa yang
8
Rusli Muhammad, Hukum Acara Pidana Konteporer, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti,
2007), h.212.
35
9
Yarni Nikita, TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI DANA
BANTUAN SOSIAL (Studi Kasus Putusan Nomor: 18/Pid.Sus.TPK/2015/PN.Mks.), Universitas
Hasanuddin, (Tidak diterbitkan), h. 42.
36
b. Adanya kesalahan
Kesalahan seseorang merupakan hal penting dalam hukum
pidana. Bahkan dalam hukum positif negara kita mengenal asas
kesalahan yang menyatakan tiada pidana tanpa kesalahan.
Berdasarkan asas tersebut kita mengetahui bahwa seseorang baru
dapat diminta pertanggungjawaban, apabila terdapat kesalahan yang
melekat padanya.10 Dalam hukum pidana, dikenal 2 (dua) bentuk
kesalahan yaitu kesengajaan atau dolus dan kealpaan atau culpa,
yang akan peneliti uraikan sebagai berikut:
1.) Kesengajaan
Dalam pasal 11 Criminal Wetboek Nederland dijelaskan
bahwa sengaja adalah maksud berbuat sesuatu atau tidak berbuat
sesuatu yang dilarang atau diperintahkan undang undang. 11
2.) Kealpaan
Kealpaan merupakan kesalahan yang terjadi karena ketidak
hati-hatian karena kurang melihat ke depan atau berpikir
panjang. Kesalahan berbentuk kealpaan ini dianggap lebih
ringan dibanding kesengajaan.
c. Tidak ada alasan pemaaf
Menyangkut pertanggungjawaban seseorang terhadap perbuatan
pidana telah dilakukan. Alasan pemaaf dapat menghapuskan
kesalahan orang yang melakukan delik atas beberapa hal. Alasan
pemaaf terdiri dari :
1.) Daya paksa relatif (Pasal 48 KUHP)
2.) Pembelaan terpaksa melampaui batas (Pasal 49 ayat (2) KUHP)
3.) Menjalankan perintah jabatan yang tidak sah, tetapi terdakwa
mengira perintah itu sah (Pasal 51 ayat (2) KUHP)
2. Pertanggungjawaban Pidana Kasus Korupsi Bantuan Sosial
10
Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, (Jakarta: Raja Grafindo, 2014), h. 227.
11
Zainal Abidin, Hukum Pidana 1, (Jakarta: Sinar Grafika, 1995), h. 226.
37
12
R. Wiyono, Pembahasan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,
(Jakarta: Sinar Grafika, 2008), h. 132.
38
3. Analisis Peneliti
Dalam kasus korupsi bantuan sosial mantan Menteri sosial dalam
program bantuan sosial, dapat kita ketahui bahwa Juliari Pieter
Batubara, sebagai subjek hukum memenuhi unsur pertama. Juliari
merupakan subjek hukum orang perseorangan yang mampu
mempertanggungjawab. Unsur ini dapat dilihat dari kemampuan
Juliari dalam menjawab pertanyaan yang diajukan kepadanya dengan
tegas dan yakin. Selain itu, secara fisik dan jiwa terdakwa juga sehat.
Selain itu, jika mengacu pada KUHP, Juliari sebagat terdakwa dalam
perkara no 29/Pid.Sus-TPK/2021/PN.Jkt.Pst terkait kasus korupsi
bantuan sosial juga tidak memenuhi hal yang dapat menghapus
pertanggungjawaban pidana yang dilakukan, baik alasan pembenar
maupun pemaaf.
Menurut salah satu hakim Pengadilan Negeri Makassar yaitu Hakim
Rostansar S. H., M. H., terdapat 3 (tiga) alasan terhapusnya
tanggungjawab secara pidana yang tidak disebut, yaitu :
a. Negara tidak dirugikan;
b. Terdakwa tidak memperoleh untung;
c. Kepentingan umum terselenggara.13
Jika ketiga unsur tersebut terpenuhi, maka terdakwa dapat diputus
dengan putusan lepas. Menurut LiliK Mulyadi, dalam bukunya yang
berjudul “Hukum Acara Pidana” pada hal. 152-153. Putusan lepas
berarti segala tuntutan hukum atas perbuatan terdakwa dalam surat
dakwaan terlah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum
tetapi terdakwa tidak dapat dijatuhi pidana.14
Berdasarkan alasan penghapus pertanggungjawaban diatas, pada
kasus korupsi bantuan sosial yang dilakukan terdakwa Juliari juga tidak
13
Yarni Nikita, TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI DANA
BANTUAN SOSIAL (Studi Kasus Putusan Nomor: 18/Pid.Sus.TPK/2015/PN.Mks.), Universitas
Hasanuddin, (Tidak diterbitkan), h. 48.
14
Moeljatno, Delik-delik Percobaan dan Delik-delik Penyertaan, (Jakarta: PT. Bina
Askara , 1985), h. 88.
39
B. Pertimbangan Hakim
1. Pertimbangan Hakim
Berdasarkan fakta hukum di persidangan, majelis hakim
mempertimbangkan perbuatan yang dilakukan terdakwa telah memenuhi
40
41
C. Amar Putusan
MENGADILI:
i. Menyatakan Terdakwa Juliari P Batubara tersebut di atas, terbukti secara
sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana KORUPSI
SECARA BERSAMA-SAMA DAN BERLANJUT sebagaimana
dakwaan alternatif ke satu Penuntut Umum;
ii. Menjatuhkan pidana oleh karenanya kepada Terdakwa dengan pidana
penjara selama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda sejumlah
Rp500.000,000,00 (lima ratus juta rupiah) dengan ketentuan apabila
denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 6
(enam) bulan;
iii. Menjatuhkan pidana tambahan kepada Terdakwa untuk membayar uang
pengganti sejumlah Rp14.597 .450,000,00 (empat belas miliar lima ratus
sembilan puluh tujuh juta empat ratus lima puluh ribu rupiah) dengan
ketentuan apabila tidak dibayar paling lama 1 (satu) bulan setelah perkara
ini mempunyai kekuatan hukum tetap, maka harta benda Terpidana
dirampas untuk menutupi kerugian negara tersebut dan apabila harta
44
D. Analisi Peneliti
Dalam pasal 143 ayat (2) b KUHAP disebutkan bahwa surat dakwaan
harus dibuat dengan cermat. Menurut peneliti berarti dalam surat dakwaan
tersebut seharusnya disusun tanpa kekurangan dan kekeliruan sesuai
dengan undang-undang yang berlaku bagi terdakwa. Sehingga, jaksa
penuntut umum seharusnya memahami bagaimana kronologi terjadinya
tindak pidana dan bagaimana posisi dari terdakwa. Namun, jika melihat
surat dakwaan yang diajukan jaksa pada perkara ini, terlihat bahwa jaksa
penuntut umum tidak memahami secara mendalam terkait perbuatan yang
dilakukan terdakwa dan perbedaan tindak pidana korupsi suap menyuap
dengan kerugian uang negara. Jika ditelaah dengan baik, sangat tampak
pasal kerugian uang negara jauh lebih tepat untuk kasus korupsi yang
dilakukan Juliari dibandingkan dengan pasal suap menyuap. Karena
berdasarkan fakta yang terbukti di persidangan, Juliari menerima uang
sebesar 32 miliar tersebut dari anggaran negara untuk program bantuan
sosial.
1
CNN Indonesia, “Juliari Divonis 12 Tahun, Pakar Hukum: Harusnya Didakwa dengan
Pasal Merugikan Keuangan Negara”, 23 Agustus 2021,
https://www.youtube.com/watch?v=8933IS2nLPA
46
Jika terkait dengan hukuman mati, hal ini tentu sulit dilakukan oleh
hakim. Karena, dakwaan yang diajukan jaksa penuntut umum adalah Pasal
12 huruf b Undang-undang Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 11 Undang-
undang Tindak Pidana Korupsi. Apabila kita merujuk pada Kitab Undang-
undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), pada pasal 182 ayat (3) dan ayat
(4) menyatakan :
(4) Musyawarah tersebut pada ayat (3) harus didasarkan atas surat
dakwaan dan segala sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan di
sidang.
Selain itu menurut Saud Situmorang, wakil ketua KPK tahun 2015-2019,
beliau menyatakan bahwa hakim tidak dapat menjatuhkan hukuman mati
karena pasal yang didakwa oleh jaksa hanya pasal suap bukan pasal 2
Undang-undang Tindak Pidana Korupsi. Dari pasal serta penyataan
tersebut, dapat kita lihat bahwa hakim menjatuhkan putusan harus
didasarkan dengan surat dakwaan yang disusun oleh jaksa penuntut umum
serta setiap hal yang terbukti secara sah selama persidangan. Yang berarti,
sudah jelas bahwa dalam kasus Juliari, hakim tidak bisa menjatuhkan
hukuman mati. Karena hukuman mati merupakan hukuman yang dapat
dijatuhkan jika Terdakwa terbukti melanggar sesuai pasal 2 ayat (1)
Undang-undang Tindak Pidana Korupsi serta jika dalam keadaan tertentu
dapat dijatuhi hukuman mati berdasarkan pasal 2 ayat (2), sedangkan
dalam surat dakwaan yang diajukan jaksa tidak dicantumkan pasal tersebut
sebagai dakwaan terhadap Terdakwa, maka fakta-fakta yang ada di
persidangan tidak akan membuktikan pasal yang tidak tercantum dalam
surat dakwaan. Sehingga majelis hakim akan sulit melakukan penjatuhan
pidana mati, karena hal itu akan menjadikan putusan tidak sesuai dengan
surat dakwaan. Selain itu, menurut teori kepastian hukum, hal ini akan
menjadi bertentangan. Karena teori ini berpendapat bahwa hukum
dianggap berfungsi ketika bersifat pasti dan adil. Apabila hakim
melakukan penjatuhan pidana diluar dari surat dakwaan yang dibuat jaksa,
maka menjadi timbul ketidakpastian hukum bagi terdakwa, meski
terdakwa bersalah namun keadilan juga tetap harus ditegakkan untuk
siapapun. Serta berdasarkan pasal 197 KUHAP, putusan yang tidak sesuai
dengan surat dakwaan yang diajukan maka akan batal demi hukum.
2
KOMPASTV, “Juliari Batubara Divonis 12 Tahun Penjara, ICW: Koruptor Bansos
Seharusnya Dihukum Seumur Hidup”, 24 Agustus 2021,
https://www.youtube.com/watch?v=xBhG0yXJiFU
49
3
Ferry Hidayat, “Tak Mengaku Korupsi, Juliari Hanya Menyebut Lalai”,
https://wartaekonomi.co.id/read354600/tak-mengaku-korupsi-juliari-hanya-menyebut-lalai
(diakses pada 9 Januari, pukul 10.14 wib).
4
CNN Indonesia, “Juliari Divonis 12 Tahun, Pakar Hukum: Harusnya Didakwa dengan
Pasal Merugikan Keuangan Negara”, 23 Agustus 2021,
https://www.youtube.com/watch?v=8933IS2nLPA.
50
5
Nurul Irfan, Korupsi dalam Hukum Pidana Islam, (Jakarta; Amzah, 2012), h. 89.
51
6
“Suap dan Korupsi dalam Perspektif Hukum Islam” (Khotbah Jumat), (Bersama
Dakwah, 2016), h. 2.
52
علَيْه َ صلَى
َ ّللاه َ ّللا ع ْم ٍرو قَا َل قَا َل َر ه
َ سو هل َ ع ْن
َ عبْد
َ ّللا بْن َ
سلَ َم لَ ْعنَةه
َ َو
الراشي َو ْال هم ْرتَشي
َ علَى َ
َ ّللا
Artinya :
“Dari Abdullah bin’Amr, dia menceritakan Rasulullah SAW
bersabda, “Laknat Allah SWT kepada pemberi suap dan penerima suap.”
(HR Ahmad)
Dalam Al-Qur’an juga terdapat ayat yang menyinggung tentang
larangan bagi manusia melakukan perbuatan suap, yaitu pada surat Al-
Baqarah ayat 188 :
َو َل تَأ ْ هكلهوا أ َ ْم َٰ َولَ هكم بَ ْينَ هكم ب ْٱل َٰبَطل َوت ه ْدلهوا ب َها إلَى ْٱل هح َكام
لتَأ ْ هكلهوا
sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat)
dosa, padahal kamu Mengetahui.” (Q.S. Al-Baqarah, 2 : 188)
7
Muhammad Afiruddin, https://tafsiralquran.id/tafsir-surah-an-nisa-ayat-29-prinsip-jual-
beli-dalam-
islam/#:~:text=Berdasarkan%20penjelasan%20di%20atas%20dapat,diri%20sendiri%20dan%20or
ang%20lain. (diakses pada tanggal 4 Oktober 2022, pukul 16.47 WIB).
55
8
Rahmayanti, “Sanksi Hukum terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi Berdasarkan
Hukum Positif dan Hukum Islam”. Mercatoria Vol. 10 No. 1, 2017, h. 70.
9
Rosi Handayani, “Bisakah Koruptor Dihukum Potong Tangan Sesuai Syariat Islam?”
(https://www.republika.co.id/berita/qky1su430/bisakah-koruptor-dihukum-potong-tangan-
sesuaisyariat-islam ,diakses pada tanggal 9 Januari 2023 pukul 08:59).
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah peneliti lakukan, maka peneliti
dapat menarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Pertanggungjawaban pidana dalam tindak pidana korupsi bantuan dana
sosial studi kasus putusan no. 29/Pid.Sus-Tpk/2021/PN.Jkt.Pst adalah
dalam kasus ini terdakwa telah memenuhi setiap unsur
pertanggungjawaban pidana, adanya kesalahan, serta tidak ditemukan
adanya alasan pemaaf dan pembenar. Dalam kasus ini terdakwa
dijatuhkan pasal 12 huruf b Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
2. Penerapan dan pertimbangan hakim pada putusan no. 29/Pid.Sus-
Tpk/2021/PN.Jkt.Pst, setiap unsur tindak pidana yang terdapat dalam
pasal yang didakwa oleh jaksa penuntut umum telah terpenuhi dan
terbukti. Sehingga, putusan yang dijatuhkan kepada terdakwa telah
sesuai. Namun, menurut peneliti terkait pertimbangan hakim masih
terdapat beberapa alasan yang meringankan terdakwa yang memang
dapat mengecewakan rasa keadilan masyarakat.
B. Saran
Berangkat dari pembahasan yang telah dipaparkan dalam bentuk
pembahasan dan kesimpulan, dengan ini peneliti memberikan beberapa saran
sebagai berikut :
1. Bagi peneliti yang akan melanjutkan untuk mengembangkan penelitian
sejenis, maka tulisan ini dapat dijadikan sebagai referensi yang dapat di
sempurnakan.
2. Bagi pembaca yang tertarik dengan penelitian ini, maka penelitian ini
dapat menjadi wawasan tambahan bagi pembaca agar lebih memahami
bagaimana pertanggungjawaban tindak pidana korupsi di masa pandemi.
56
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Ali Mahrus. Dasar Dasar Hukum Pidana. Jakarta: Sinar Grafika, 2011
Harahap M. Yahya. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP
Penyidikan dan Penuntutan. Jakarta: Sinar Grafika, 2012
Irfan Nurul. Korupsi dalam Hukum Pidana Islam. Jakarta: Amzah, 2012
Irwan Hamzani Achmad. Menggagas Indonesia Sebagai Negara Hukum Yang
Membahagiakan Rakyatnya. Yustisia, 2014
Joko Subagyo P. Metode Penelitian dalam teori dan Praktek. Jakarta: Rineka
Cipta, 2000
Kanter dan Sianturi. Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia dan Penerapannya,
Jakarta; Storia Grafika, 2002
Marzuki Peter Mahmud. Penelitian hukum. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2006
Muhammad Rusli. Hukum Acara Pidana Konteporer. Bandung: PT Citra Aditya
Bakti, 2007
Mulyadi Lilik. Seraut Wajah Putusan Hakim dalam Hukum Acara Pidana
Indonesia. Malang: PT Citra Aditya Bakti, 2014
Mustofa Wildan Suyuthi. Kode Etik Hakim, Edisi Kedua. Jakarta: Prenadamedia
Group, 2013
Rato Dominikus. Filsafat Hukum Mencari: Memahami dan Memahami Hukum.
Yogyakarta: Laksbang Pressindo, 2010
Rifai Ahmad. Penemuan Hukum oleh Hakim dalam Perspektif Hukum Progresif.
Jakarta: Sinar Grafika, 2011
Sianturi S.R. Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapan. Jakarta:
Storia Grafika, 2002
Soekanto Soerjono dan Sri Mahmudji. Penelitian Hukum Normatif, Suatu
Tinjauan Singkat. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003
Sumanto. Teori dan Metode Penelitian. Yogyakarta; CAPS (Center of Academic
Publishing Service, 2014
57
58
Jurnal
Efritadewi Ayu, “Modul Hukum Pidana”, Modul Hukum Pidana, (2020)
Gede Sayogaramasatya I, I Made Minggu Widyantara, dan Ida Ayu Putu Widiati,
“SANKSI PIDANA TERHADAP PEJABAT NEGARA YANG
MELAKUKAN KORUPSI ATAS PENYALAHGUNAAN WEWENANG”
, Jurnal Interpretasi Hukum, Vol. 2, No. 1, (2021)
Ka’bah, Rifyal, “Korupsi di Indonesia”, Jurnal Hukum dan Pembangunan Tahun
ke-37, (2007)
Marzuki Christian Victor Samuel, John Dirk Pasalbessy, Jetty Patty, “Aspek
Melawan Hukum Pidana Terhadap Perbuatan Penyalahgunaan Wewenang
Dalam Penyaluran Bantuan Sosial Di Masa PSBB”, Jurnal Ilmu Hukum,
Vol. 1, No. 7, (2021)
Purwanto Agus, dkk, “Studi Eksplorasi Dampak Pandemi COVID 19 terhadap
Proses Pembelajaran Online di Sekolah Dasar”, Journal of Education,
Psychology, and Counseling, (2020)
Usman, “ANALISIS PERKEMBANGAN TEORI HUKUM PIDANA”, Jurnal
Ilmu Hukum, (2011)
Yesicha Pryscyllia Margaretha, “Pemiskinan Koruptor sebagai Salah Satu
Hukuman Alternatif dalam tindak Pidana Korupsi”, (2014)
59
Skripsi
Artikel
Lesmana Irwan, “Suap dan Korupsi dalam Perspektif Hukum Islam”, (2016),
https://adoc.pub/khutbah-jumat-suap-dan-korupsi-dalam-perspektif-islam-
bersam.html
Noerkaisar Noni, “EFEKTIVITAS PENYALURAN BANTUAN SOSIAL
PEMERINTAH UNTUK MENGATASI DAMPAK COVID-19 DI
INDONESIA”,file:///C:/Users/Noey%20Henry/Downloads/363-
Article%20Text-2888-1-10-20210630.pdf
Website
Afiruddin Muhammad, https://tafsiralquran.id/tafsir-surah-an-nisa-ayat-29-
prinsip-jual-beli-dalam-
islam/#:~:text=Berdasarkan%20penjelasan%20di%20atas%20dapat,diri%20
sendiri%20dan%20orang%20lain, (2021)
60