SKRIPSI
Oleh:
Nisya Febrianka
11170454000017
SKRIPSI
Oleh:
Nisya Febrianka
NIM: 11170454000017
Pembimbing 1 Pembimbing 2
i
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
Tindak Pidana Pemerkosaan Oleh Anak Di Bawah Umur Dalam Tinjauan Hukum
Positif dan Hukum Islam (Analisis Putusan Nomor 3/JN.Anak/2021/MS. Aceh)
telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari Kamis tanggal 14 bulan
April tahun 2022 Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh
gelar Sarjana Hukum (S.H) pada Program Studi Hukum Pidana Islam.
Jakarta, 14 April 2022
Mengesahkan
Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum
ii
LEMBAR PERNYATAAN
Nisya Febrianka
iii
ABSTRAK
Nisya Febrianka, NIM 11170454000017, TINDAK PIDANA
PEMERKOSAAN OLEH ANAK DI BAWAH UMUR DALAM
TINJAUAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM, Program Studi
Hukum Pidana Islam, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Permasalahan utama dalam skripsi ini adalah mengenai pelaku
pemerkosaan terhadap anak di bawah umur yang dilakukan oleh seorang
anak laki-laki yang berusia 17 tahun, yang terdapat di dalam putusan
perkara Nomor 3/JN.Anak/2021/MS.Aceh dengan pidana 50 bulan di
LPKA Banda Aceh. Skripsi ini bertujuan untuk menjelaskan mengenai
ketentuan hukum Islam dan Qanun Jinayat Aceh dan Pertimbangan Hakim
terkait pemerkosaan yang dilakukan oleh anak ditinjau dari beberapa
perspektif hukum, yaitu: hukum positif, hukum Islam, dan Qanun Jinayah
Aceh.
Penelitian dalam skripsi ini merupakan jenis penelitian kualitatif
dengan menggunakan metode pendekatan penelitian yuridis normatif
dengan bahan hukum primer kitab undang-undang hukum pidana, peraturan
perundang-undangan, Qanun Jinayah Aceh, putusan Mahkamah Syariah
dan bahan hukum sekunder seperti, buku-buku hukum, jurnal atau artikel
hukum yang dapat memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer.
Setelah data diperoleh kemudian penulis menganalisis secara kualitatif
terhadap putusan Nomor 3/JN.Anak/2021/MS.Aceh.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa dalam hukum pidana
positif pelaku pemerkosaan anak dikenakan pasal 285 KUHP dengan pidana
12 tahun dan 287 ayat 1 KUHP dengan pidana 9 tahun. Dikarenakan pelaku
masih tergolong sebagai anak maka untuk dijatuhi pidana memperhatikan
pasal 81 ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem
Peradilan Pidana Anak pidana penjara dijatuhkan kepada anak maksimal ½
dari hukuman orang dewasa, menurut hukum pidana Islam pelaku
pemerkosaan anak jika anak sudah berumur 15 tahun maka dianggap sudah
baligh dan dikenakan had zina, dan menurut Qanun Jinayat Aceh pelaku
pemerkosaan anak dikenakan Pasal 50 dengan maksimum penjara 200
bulan dan dikarenakan pelaku masih belum berumur 18 tahun atau masih
anak maka sesuai Pasal 67 maka mendapatkan hukuman sepertiga dari
hukuman orang dewasa.
iv
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Segala puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang senantiasa
memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehinga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan baik. Shalawat dan salam penulis haturkan kepada
junjungan Nabi besar kita Nabi Muhammad SAW, para keluarga dan para
sahabatnya yang telah membawa petunjuk bagi umat Islam ke jalan yang
terang benderang.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis sangat menyadari akan
pentingnya orang-orang yang telah memberikan pemikiran dan dukungan
baik secara moril maupun spiritual sehingga skripsi ini dapat terselesaikan
sesuai dengan apa yang diharapkan. Untuk itu penulis menyampaikan
ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya atas bimbingan, masukan,
kritik, saran, dan dukungan baik moril maupun materiil kepada yang
terhormat:
1. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., M.H. Selaku Dekan Fakultas
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Qosim Arsadani, M.A. Selaku Ketua Program Studi Hukum Pidana
Islam.
3. Mohamad Mujibur Rohman, M.A. Selaku Sekretaris Ketua Program
Studi Hukum Pidana Islam.
4. Afwan Faizin, M.A. Selaku Dosen Pembimbing I dan Mufidah,
S.Hi., M.H Selaku Dosen Pembimbing II dalam penulisan skripsi ini
yang telah memberikan banyak masukan dan arahan serta telah
meluangkan waktunya dengan penuh keikhlasan dan ketulusan
kepada penulis.
5. Seluruh Dosen dan Civitas Akademis Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Paling istimewa teruntuk kedua orang tua penulis, Papa Andi Irwan
M dan Mama Leonita Darsa yang tidak pantang menyerah dalam
v
memberikan dukungan, semangat, motivasi, serta doa yang tiada
henti-hentinya selama penulis menempuh studi di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Pencapaian ini adalah persembaha istimewa
saya untuk papa dan mama.
7. Kepada suami tercinta Muhammad Rizki Ramdhani pria yang hebat,
motivator pribadi, partner hidup terbaik yang selalu memberikan
dukungan baik moral dan materiil, yang selalu mampu menjadi
tempat berkeluh kesah dan rumah untuk pulang melepas penat.
8. Kepada anak tersayang penulis Kay Shaquille Ramdhani dan
Keenan Esequille Ramdhani, terima kasih telah menjadi malaikat
kecil, penyejuk hati, dan selalu menjadi penyemangat dalam segala
hal.
9. Kepada teman terbaik Dany Ryzka Maulidya, S.H, teman yang
selalu ada disisi penulis baik dalam keadaan senang maupun sedih,
terima kasih atas inspirasi, dorongan, dan dukungan kepada penulis
hingga saat ini dan sampai nanti. Terima kasih telah menjadi teman
terbaik di dunia.
10. Kepada teman seperjuangan Inarotul Insyaniyah, S.H dan Annisa
Al-Aufia, S.H terimakasih telah mewarnai masa-masa perkuliahan.
Nisya Febrianka
vi
DAFTAR ISI
vii
BAB IV ANALISIS PUTUSAN PERKARA NOMOR
3/JN.ANAK/2021/MS.ACEH TENTANG PEMERKOSAAN TERHADAP
ANAK DI BAWAH UMUR ............................................................................. 44
A. Sanksi Pidana Pemerkosaan Terhadap Anak ............................................ 44
B. Pertimbangan Hakim ............................................................................... 52
C. Analisis Putusan Perkara Nomor 3/JN.Anak/2021/Ms.Aceh Tentang
Jarimah Pemerkosaan Dengan Anak............................................................... 55
1. Analisis Putusan Menurut Hukum Positif ................................................ 55
2. Analisis Putusan Menurut Hukum Islam .................................................. 59
3. Analisis Putusan Menurut Qanun Jinayah Aceh ....................................... 62
BAB V PENUTUP ........................................................................................... 67
A. Simpulan ................................................................................................. 67
B. Saran ....................................................................................................... 68
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 69
viii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Provinsi Aceh merupakan provinsi yang mendapatkan legalitas dari
Pemerintah Pusat untuk menerapkan syariat Islam. Undang-Undang No. 11
Tahun 2006 Tentang Pemerintah Aceh diterbitkan dalam rangka memperkuat
dan mempertegas penerapan syari’at Islam terhadap seluruh wilayah Provinsi
Nangroe Aceh Darussalam tertera di dalam Pasal 16 ayat (2) huruf a yang
berbunyi:
“Penyelenggaraan kehidupan beragama dalam bentuk pelaksanaan syari’at
Islam bagi pemeluknya di Aceh dengan tetap menjaga kerukunan hidup
antarumat beragama.”
Hukum Pidana Islam adalah hukum yang memuat mengenai tindak pidana
atau perbuatan kriminal yang dilakukan oleh orang-orang mukallaf (orang yang
dapat dibebani kewajiban). Hukum Pidana Islam merupakan hukum Allah atau
hukum yang bersumber dari dalil-dalil Al-Qur’an dan Hadits Nabi yang
mengandung kemaslahatan bagi kehidupan manusia baik di dunia maupun
akhirat.1 Permasalahan yang akan dibahas oleh penulis ialah mengenai tindak
pidana pemerkosaan oleh anak. Seseorang yang dikatakan sebagai anak ialah
seseorang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih
di dalam kandungan. 2
Anak merupakan generasi penerus bangsa yang memiliki hak dan
kewajiban untuk membangun negara dan bangsa Indonesia ke arah yang lebih
maju. Anak juga merupakan aset bangsa yang akan menentukan nasib bangsa
di masa depan. Kualitas anak sangat ditentukan oleh proses dan bentuk
perlakuan terhadap mereka di masa kini. Dalam kenyataannya upaya
1
Kharisatul Janah, Sanksi Tindak Pidana Pemerkosaan Oleh Anak Dalam Perspektif
Hukum Pidana Islam, TA’ZIR: Jurnal Hukum Pidana Vol. 4 No. 2, Desember 2020, h. 77.
2
Hilmawati dan Ainal Hadi, Jarimah Pemerkosaan Terhadap Anak Dan Penerapan
‘Uqubatnya (Suatu Penelitian Di Wilayah Hukum Mahkamah Syar’iyah Tapaktuan), JIM Bidang
Hukum Pidana : Vol. 4, No.3 Agustus 2020, h. 442
1
2
pengembangan generasi muda acap kali dihadapkan pada berbagai masalah dan
tantangan yang sulit dihindari, antara lain dijumpai penyimpangan sikap
perilaku sementara anak. Bahkan lebih jauh dari itu, terdapat anak-anak yang
melakukan perbuatan melanggar hukum, baik anak dari kalangan sosial
ekonomi yang tinggi, menengah, maupun kebawah.3
Dalam pandangan Islam, pemaksaan zina atau perkosaan merupakan
kejahatan yang pelakunya dapat dijatuhkan hukuman berat. Ini karena dalam
Islam telah ditentukan cara penyaluran naluri seksual melalui lembaga
perkawinan. Karena itu, penyaluran naluri seksual di luar perkawinan yang sah
diharamkan oleh Islam, Apalagi dalam bentuk pemaksaan atau kekerasan. 4
Jarimah pemerkosaan yang telah diatur dalam Qanun Aceh Pasal 50 Nomor
6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat, yang berbunyi sebagai berikut:
“Setiap orang yang dengan sengaja melakukan Jarimah pemerkosaan
sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 48 terhadap anak diancam dengan
‘Uqubat Ta’zir cambuk paling sedikit 150 (seratus lima puluh) kali, paling
banyak 200 (dua ratus) kali atau denda paling sedikit 1.500 (seribu lima
ratus) gram emas murni, paling banyak 2.000 (dua ribu) gram emas murni
atau penjara paling singkat 150 (seratus lima puluh) bulan, paling lama 200
(dua ratus) bulan.”5
Pasal 66 Qanun Aceh Nomor 6 tahun 2014 yang mengatur tentang pidana
yang dilakukan oleh anak, yang berbunyi sebagai berikut:
“Apabila anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun
melakukan atau diduga melakukan Jarimah, maka terhadap Anak tersebut
dilakukan pemeriksaan berpedoman kepada peraturan perundang-undangan
mengenai peradilan pidana anak.”
Pasal 67 Ayat 1 dan 2 dalam Qanun Aceh Nomor 6 tahun 2014 berbunyi
sebagai berikut:
(1) Apabila anak yang telah mencapai umur 12 (dua belas) tahun tetapi
belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun atau belum menikah
melakukan Jarimah, maka terhadap anak tersebut dapat dikenakan Uqubat
3
Kharisatul Janah, Sanksi Tindak Pidana Pemerkosaan Oleh Anak Dalam Perspektif
Hukum Pidana Islam, TA’ZIR: Jurnal Hukum Pidana Vol. 4 No. 2, Desember 2020, h. 77.
4
Ali Abu Bakar dan Zulkarnanin Lubis, Hukum Jinayat Aceh Sebuah Pengantar Edisi
Pertama, (Jakarta : Kencana, 2019) h. 107.
5
Hilmawati dan Ainal Hadi, Jarimah Pemerkosaan Terhadap Anak Dan Penerapan
‘Uqubatnya (Suatu Penelitian Di Wilayah Hukum Mahkamah Syar’iyah Tapaktuan), JIM Bidang
Hukum Pidana : Vol. 4, No.3 Agustus 2020, h. 442
3
paling banyak 1/3 (satu per tiga) dari Uqubat yang telah ditentukan bagi
orang dewasa dan/atau dikembalikan kepada orang tuanya/walinya atau
ditempatkan di tempat yang disediakan oleh Pemerintah Aceh atau
Pemerintah Kabupaten/Kota.
(2) Tata cara pelaksanaan Uqubat terhadap anak yang tidak diatur dalam
peraturan perundang-undangan mengenai sistem peradilan anak diatur
dalam Peraturan Gubernur.
Dalam padangan Islam bahwa kehidupan manusia begitu berharga dan
melakukan kezaliman jelas-jelas dilarang dan haram. Salah satu bentuk
kezaliman yang dilarang adalah perbuatan perkosaan. Tindak pidana perkosaan
dalam Hukum Pidana Islam termasuk kedalam persetubuhan yang haram.
Dalam Islam, persetubuhan yang haram diatur dalam jarimah 114 zina. Zina
secara harfiah berarti fahisyah, yaitu perbuatan keji. Zina dalam pengertian
istilah adalah hubungan kelamin antara seorang lelaki dengan seorang
perempuan yang satu sama lain tidak terikat dalam hubungan perkawinan. Para
fuqaha mengartikan zina yaitu melakukan hubungan seksual dalam arti
memasukkan zakar (kelamin pria) ke dalam vagina wanita yang dinyatakan
haram, bukan syubhat, dan atas dasar syahwat.6
Penyimpangan tingkah laku atau perbuatan melanggar hukum yang
dilakukan oleh anak, antara lain, disebabkan oleh faktor diluar diri anak
tersebut. Kenakalan anak setiap tahun meningkat, apabila dicermati
perkembangan tindak pidana yang dilakukan oleh anak selama ini baik dari
kualitas maupun modus operandi yang dilakukan, kadang-kadang tindakan
pelanggaran yang dilakukan anak dirasakan telah meresahkan semua pihak
khususnya para orang tua, fenomena meningkatnya perilaku tindak pidana
kekerasan yang dilakukan anak seolah-olah tidak bebanding lurus dengan usia
pelakunya.7
Kasus kekerasan seksual terhadap anak di Indonesia masih sangat tinggi.
Sebagaimana data yang diperoleh dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan
6 Fitri Wahyuni, Hukum Pidana Islam Aktualisasi Nilai-Nilai Hukum Pidana Islam Dalam
Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia, (Tangerang Selatan: PT Nusantara Persada Utama, 2018)
Edisi ke-1Cetakan ke-1, h. 58-59.
7
Kharisatul Janah, Sanksi Tindak Pidana Pemerkosaan Oleh Anak Dalam Perspektif
Hukum Pidana Islam, TA’ZIR: Jurnal Hukum Pidana Vol. 4 No. 2, Desember 2020, h. 77-78.
4
8 https://nasional.kompas.com/read/2021/03/19/17082571/sejak-awal-januari
kementerian-pppa-catat-426-kasus-kekerasan-seksual. (Diakses pada Minggu, 13 Juni 2021 pukul
12:01 WIB)
9Virdis Firmanillah Putra Yuniar. Penegakan Hukum Dalam Tindak Pidana Pemerkosaan
Terhadap Anak Berdasarkan Qanun Jinayat Aceh, Media Iuris: Vol. 2 No. 2, Juni 2019, h. 261.
10 Selviyanti Kaawoan, Pemerkosaan Anak Kandung Oleh Orang Tua Dalam Pandangan
Islam, Irfani Volume 11 Nomor 1Juni 2015, h. 128-129.
5
E. Metode Penelitian
Penelitian skripsi ini dilakukan dengan ditunjang oleh sekumpulan data,
untuk memperoleh data-data yang akurat, maka dilakukan langkah-langkah
pengumpulan data dengan menggunakan data sebagai berikut :
1) Pendekatan Penelitian
9
2) Jenis Penelitan
11
Jonaedi Efendi dan Johnny Ibrahim, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Empiris
Edisi Pertama, (Depok: Prenada Media Group, 2016), h. 124
12
Albi Anggito dan Johan Setiawan, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Sukabumi: CV
Jejak, 2018) h.8
13
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum Edisi Revisi, (Jakarta: Kencana, 2017), h.
181.
14
Ibid, h. 181
10
5) Analisa Data
Metode analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif kualitatif yaitu, memaparkan apa adanya tentang peristiwa hukum
atau kondisi hukum yang terjadi di suatu tempat tertentu pada keadaan
tertentu.16
F. Sistematika Penulisan
Skripsi ini disusun berdasarkan buku “Petunjuk Penulisan Skripsi Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2017” dengan
sistematika yang terbagi dalam lima bab. Masing-masing bab terdiri atas
beberapa sub bab sesuai pembahasan dan materi yang diteliti. Adapun
perinciannya sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini penulis akan menuliskan latar belakang
masalah, identifikasi, pembatasan, dan rumusan masalah,
tujuan dan manfaat penelitian, penelitian terdahulu yang
relevan, kerangka teori, metode penelitian, dan sistematika
penulisan.
BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG KONSEP TINDAK
PIDANA PEMERKOSAAN OLEH ANAK DI BAWAH
UMUR
Dalam bab ini penulis akan menguraikan tinjauan umum
tentang tindak pidana pidana pemerkosaan dari tiga sudut
15
Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008),
h. 1-2.
16
I Made Pasek Diantha, Metodologi Penelitian Hukum Normatif Dalam Justifikasi Teori
Hukum,( Jakarta: Kencana, 2017), h. 152.
11
1. Pengertian Pemerkosaan
Pemerkosaan (rape) berasal dari bahasa latin rapare yang berarti mencuri,
memaksa, merampas, atau membawa pergi. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, perkosaan itu artinya, “menundukkan dengan kekerasan, memaksa
dengan kekerasan, menggagahi, dan merogol”. Pemerkosaan artinya “proses,
cara, perbuatan memerkosa, pelanggaran dengan kekerasan”. Memperkosa
berarti “menundukkan dengan kekerasan, menggagah, melanggar dengan
kekerasan’. Hal itu menunjukkan bahwa unsur utama yang melekat pada
tindakan pemerkosaan, yaitu adanya prilaku kekerasan yang terkait dengan
hubungan seksual yang dilakukan dengan jalan melanggar hukum. 1
Perkosaan menurut konstruksi yuridis peraturan perundang-undangan di
Indonesia (KUHP) adalah perbuatan memaksa seorang wanita yang bukan
istrinya untuk bersetubuh dengan dia dengan kekerasan atau ancaman
kekerasan. Kata “memaksa” dan “dengan kekerasan atau ancaman kekerasan”
sudah menunjukkan betapa mengerikannya perkosaan tersebut. Pemaksaan
hubungan kelamin pada wanita yang tidak menghendakinya akan menyebabkan
kesakitan hebat pada wanita tersebut, apalagi jika kemudian disertai dengan
kekerasan fisik. Akibat lebih lanjut adalah kesakitan yang bersifat psikis. 2
Perkosaan merupakan perbuatan kejahatan kesusilaan yang bisa disebabkan
oleh berbagai macam faktor. Kejahatan ini cukup kompleks penyebabnya dan
1
Ali Abubakar dan Zulkarnain Lubis, Hukum Jinayat Aceh Sebuah Pengantar Edisi
Pertama, (Jakarta: Kencana, 2019), h. 105.
2
Ibid, h. 105-106
16
17
3
Juniarto Onesimus Egi Supit, Perlindungan Hukum Terhadap Korban Tindak Pidana
Perkosaan Menurut Hukum Positif Indonesia, Lex Crimen Vol. IV No. 4 Juni 2015, h. 124.
4
Bunda Hana, Right From The Start, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2014), h. 203.
5
Zuleha, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Pemerkosaan Dalam Perspektif
Viktimologi, Vol. 10 No. 1 Januari-Juni 2015, h. 126.
6
Ramiyanto dan Waliadin, Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Perkosaan Dengan
Sarana Penal Dalam Rangka Melindungi Perempuan, Jurnal Legislasi Indonesia Vol 15 No.4 -
Desember 2018, h. 322.
18
7
Asyifa, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Putusan PN Sidoarjo No.
189/Pid.B/2009/PN.Sda Tentang Pemerkosaan Anak Di Bawah Umur, al-Jinâyah: Jurnal Hukum
Pidana Islam Vol. 6, No. 1, Juni 2020, h. 153.
19
8
P.A.F. Lamintang dan Theo Lamintang, Kejahatan Melanggar Norma Kesusilaan &
Norma Kepatutan, ( Jakarta: SInar Grafika, 2009), h. 97.
9
P.A.F. Lamintang dan Theo Lamintang, Kejahatan Melanggar Norma Kesusilaan &
Norma Kepatutan, ( Jakarta: SInar Grafika, 2009), h. 322.
10
Ibid, h. 323.
20
11
Iwan Setiawan, Tindak Pidana Perkosaan Dalam Tinjauan Hukum Pidana Indonesia,
Volume 6 No. 2-September 2018, h. 128
21
macam tirani, penindasan, dan juga perbudakan. Dalam hukum islam pun
perkosaan merupakan suatu usaha untuk melampiaskan nafsu seksual yang
dilakukan oleh seorang laki-laki terhadap perempuan dengan cara yang dinilai
melanggar menurut moral dan hukum. 12
Bentuk perkosaan tidak selalu persetubuhan; tetapi termasuk segala bentuk
serangan atau pemaksaan yang melibatkan alat kelamin. Tindakan tersebut
dilakukan dengan pemaksaan ataupun menunjukkan kekuasaan pada saat
korban tidak dapat memberikan persetujuan baik secara fisik maupun mental. 13
Dari karakternya pemerkosaan dibagi menjadi 4 macam, yaitu: Pertama,
pemerkosaan yang dilakukan orang yang dikenal korban, bisa teman, pacar,
rekan kerja, anggota keluarga, maupun tetangga. Akan tetapi, pemerkosaan
sering juga dilakukan orang yang sama sekali tidak dikenal korban. Kedua,
pemerkosaan saat berkencan, yakni pemerkosaan yang dilakukan pacar atau
teman dekat saat korban saat sedang berkencan. Ketiga, pemerkosaan dengan
ancaman yang halus, yakni pemerkosaan yang dilakukan orang yang
mempunyai kedudukan lebih tinggi ketimbang korban, seperti majikan terhadap
pembantu, atasan terhadap bawahan, guru terhadap murid, atau polisi terhadap
tahanan. Dan keempat, pemerkosaan dalam ikatan perkawinan, atau ang disebut
dengan istilah marital rape. Suami memaksa dilayani hasrat seksnya tanpa
melihat dan mempertimbangkan kesediaan dan kesiapan istri. Wacana marital
rape merupakan bentuk kesadaran baru akan pentigny perlindungan terhadap
hak-hak perempuan khususnya dalam kehidupan rumah tangga. 14
Hukum pidana Islam, tidak memberikan definisi khusus tentang
pemerkosaan baik dalam Alquran maupun hadits. Dalam kitab Fiqh Sunnah
yang ditulis oleh Sayyid Sabiq mengklasifikasikan pemerkosaan ke dalam zina
yang dipaksa. Karena perbuatan ini dikategorikan sebagai paksaaan, sehingga
merupakan perbuatan yang terjadi atas kemauan seseorang lain, dimana
12
Ali Abu Bakar, Hukum Jinayat Aceh Sebuah Pengantar Edisi Pertama, (Jakarta:
Kencana, Cet. Ke-1 2019), h.107.
13
Ali Abu Bakar, Hukum Jinayat Aceh Sebuah Pengantar Edisi Pertama, (Jakarta:
Kencana, Cet. Ke-1 2019), h.108.
14
Milda Marlia, Marital Rape Kekerasan Seksual Terhadap Istri, (Yogyakarta: Pustaka
Pesantren, 2007), h.72.
22
perbuatan itu luput dari kerelaannya ataupun dari kemauan orang tersebut.
Dalam bahasa Arab memperkosa disebut انتھكsedangkan dalam sumber-sumber
fiqh, seperti al-Qur’an dan hadist dipahami tidak banyak mengungkapkan
pengertian tindak pidana perkosaan secara langsung. Sekalipun sebenarnya ada
ayat yang sudah mengarah pada pelanggaran tindak pemaksaan dalam
persoalan seksual, sekaligus memberikan perlindungan terhadap korban
kekerasan seksual. 15
15
Asyifa, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Putusan PN Sidoarjo No.
189/Pid.B/2009/PN.Sda Tentang Pemerkosaan Anak Di Bawah Umur, al-Jinâyah: Jurnal Hukum
Pidana Islam Vol. 6, No. 1, Juni 2020, h. 148-149.
16
Selviyanti Kaawoan, Pemerkosaan Anak Kandung Oleh Orang Tua Dalam Pandangan
Islam, Irfani, Volume 11 Nomor 1Juni 2015, h. 129
17
Asyifa, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Putusan PN Sidoarjo No.
189/Pid.B/2009/PN.Sda Tentang Pemerkosaan Anak Di Bawah Umur, al-Jinâyah: Jurnal Hukum
Pidana Islam Vol. 6, No. 1, Juni 2020, h. 149-150
23
4) Zina menurut Ibnu Rusyd adalah setiap persetubuhan yang bukan terjadi
karena nikah yang sah dan bukan karena pemilikan.
Dari beberapa perbedaan pendapat ulama mengenai zina, dapat disimpulkan
bahwa yang dimaksud dengan zina adalah memasukkan dzakar seorang laki-
laki mukallaf ke dalam kemaluan wanita yang bukan miliknya dan dengan
tidak subhat disertai dengan hawa nafsu. 18
Bahkan tidak hanya perbuatan zina saja yang haram mendekatinya zina pun
diharamkan oleh Allah sebagaimana dalam Al-Qur’an surat Al-Isra ayat 32
yang berbunyi:
َٰ َ و ََل تَ ْقربوآ ٱلزنَىٓ ٓ إنَّهۥ ك
ً س ِب
يل َ َان فَ ِحشَةً َو
َ سآ َء ِ َٰ ِ َ َ
Artinya: “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu
adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.”
Para ulama menetapkan unsur-unsur perkosaan atau rukun dari perbuatan
zina yang berhak atas ancaman yang memberatkan sebagai berikut 19:
1) Perzinahan adalah hubungan seks yang dilarang. Islam menyatakan
bahwa prinsip dasar hubungan seksual antara pria dan wanita adalah
Haram. Hanya ada satu cara untuk memperbaiki atau membenarkan
ilegalitas hubungan seksual dan itu adalah melalui pernikahan. Oleh
karena itu, perkawinan disebut akad yang menghalalkan hubungan
yang semula terlarang antara seorang pria dan seorang wanita.
2) Hubungan seksual disengaja dan ilegal. Artinya jika hubungan
seksual itu tidak disengaja karena masing-masing pelaku meyakini
bahwa pasangannya adalah pasangan yang sah atau dilakukan atas
dasar pemaksaan (pemerkosaan), maka perbuatan itu disebut
perzinahan. Dalam fiqh, hubungan seksual yang tidak disengaja
disebut subhat. Sifat subhat inilah yang membuat hubungan seksual
ilegal dan dikenakan hukuman.
18
Asyifa, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Putusan PN Sidoarjo No.
189/Pid.B/2009/PN.Sda Tentang Pemerkosaan Anak Di Bawah Umur, al-Jinâyah: Jurnal Hukum
Pidana Islam Vol. 6, No. 1, Juni 2020 h. 150
19
Asyifa, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Putusan PN Sidoarjo No.
189/Pid.B/2009/PN.Sda Tentang Pemerkosaan Anak Di Bawah Umur, al-Jinâyah: Jurnal Hukum
Pidana Islam Vol. 6, No. 1, Juni 2020, h. 151-152
24
Adapun pendapat para ahli hukum Islam menunjukkan bahwa konsep zina
harus mengandung unsur-unsur sebagai berikut:
1) Adanya persetubuhan.
2) Perkawinan yang disengaja berarti penetrasi alat kelamin laki-laki
ke dalam farji (alat kelamin) perempuan (ada yang berpendapat:
termasuk anus dan mulut).
3) Seks terjadi di luar perjanjian pernikahan yang sah (bukan istri atau
suami).
4) Hubungan seksual terjadi atas dasar persetujuan suka sama suka,
bukan atas dasar paksaan salah satu pihak.
Sedangkan unsur paksaan, menurut Ulama Hanafi juga ada empat syarat:
1) Kehendak orang yang membebankan kepadanya apa yang
mengancam, baik kekuasaan maupun kejahatan.
2) Ada ketakutan terhadap apa yang dipaksakan, yaitu sebelum ada
perlawanan terhadap tindakan yang telah dikenakan padanya.
3) Keadaan orang yang dipaksa, yaitu sebelum ada perlawanan
terhadap perbuatan yang dilakukan.
4) Keadaan orang yang terpaksa, baik dengan paksaan, orang yang
terpaksa kehilangan jiwanya atau anggota-anggotanya. 20
Seorang pemerkosa dapat dikatakan pemerkosa muhsan bila memenuhi
syarat sebagai berikut:
1) Dia adalah seorang mukallaf, yang berakal, waras, dan sudah balig.
2) Dia adalah seorang yang merdeka.
3) Dia sudah pernah merasakan persetubuhan dalam ikatan nikah yang
sah.
Tindak pidana pemerkosaan dibagi menjadi dua bagian, yaitu Muhsan dan
Gairu Muhsan. Pemerkosa muhsan adalah pemerkosa atau orang yang sudah
menikah yang melakukan hubungan seksual dengan orang yang bukan
20
I Asyifa, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Putusan PN Sidoarjo No.
189/Pid.B/2009/PN.Sda Tentang Pemerkosaan Anak Di Bawah Umur, al-Jinâyah: Jurnal Hukum
Pidana Islam Vol. 6, No. 1, Juni 2020, h. 152
25
miliknya dengan paksaan atau kekerasan atau bukan atas kehendak pihak
perempuan. Sedangkan pemerkosa Gairu Muhsan masih lajang dan melakukan
hubungan seksual melalui kekerasan atau ancaman di luar perkawinan yang
sah dan tanpa persetujuan pihak perempuan. 21
Para Fuqaha (Imam Syafi'i, Malik, Auza'i dan Abu Hanifah) berpendapat
bahwa hukuman bagi orang seperti itu adalah rajam. Mereka berpegang teguh
pada otentisitas hadits tentang rajam, yakni perkataan Umar bin Khattab dalam
khutbah Ibnu Abbas.
Disamping itu, mereka beralasan pula dengan hadis Ali ra. Yang
dikeluarkan oleh Muslim dan lain-lainnya, bahwa Ali ra tetap menjatuhkan
dera terhadap Syarakah al Hamdiyah pada hari kamis dan kemudian
merajamnya pada hari jum’at, ia berkata: “Aku menderanya Sarakah
berdasarkan kitabullah, dan aku merajamnya berdasarkan sunnah Rasul-
Nya”.22
Adapun golongan kedua yang berpendapat bahwa hukuman bagi setiap
orang yang berbuat zina adalah dera, mereka berpegangan dengan keumuman,
firman Allah SWT. Adapun dalam Al-Qur’an Surat An-Nur Ayat 2 yang
berbunyi:
اح د ِم نْ ه َم ا ِم ا ئ َة َ َج لْ دَ ة
ِ ال َّز ا ن ِ ي َ ة َو ال َّز ا ن ِ ي ف َ ا ْج ل ِ د وا ك لَّ َو
Artinya: “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah
tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera.”
Ayat ini merupakan ayat yang disepakati sebagai ayat hukum oleh ketiga
mufassir (Ibnu Al-‘Araby, Muhammad ‘Ali As-Says dan Muhammad ‘Ali
Ash-Shahbuni). Ayat ini merupakan penjabaran lebih lamjut dari surat An-
nisa’ ayat 15 dan 16, yang berkaitan dengan hukuman untuk orang yang
melakukan zina.yang berbunyi:
21
Asyifa, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Putusan PN Sidoarjo No.
189/Pid.B/2009/PN.Sda Tentang Pemerkosaan Anak Di Bawah Umur, al-Jinâyah: Jurnal Hukum
Pidana Islam Vol. 6, No. 1, Juni 2020, h. 154
22
Asyifa, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Putusan PN Sidoarjo No.
189/Pid.B/2009/PN.Sda Tentang Pemerkosaan Anak Di Bawah Umur, al-Jinâyah: Jurnal Hukum
Pidana Islam Vol. 6, No. 1, Juni 2020, h. 155
26
ۖع ْنه َما ْ َ ان يَأْتِ َٰيَنِ َها ِمنك ْم فَـَٔاذوه َما ۖ فَ ِإن تَابَا َوأ
َ ۖصلَ َحا فَأَع ِْرضوا ِ ََوٱلَّذ
َان تَ َّوابًا َّر ِحي ًما َّ ۖ إِ َّن
َ ٱَّللَ ك
Artinya: “Dan terhadap dua orang yang melakukan perbuatan keji di antara
kamu, maka berilah hukuman kepada keduanya, kemudian jika keduanya
bertaubat dan memperbaiki diri, maka biarkanlah mereka. Sesungguhnya
Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.”
Sedangkan terkait hukuman Bagi Pezina Gairu Muhsan, para ulama telah
sepakat, bahwa hukuman yang dikenakan atas diri perawan dan jejaka merdeka
yang melakukan zina adalah seratus kali dera. Hal ini didasarkan kepada firman
Allah swt. dalam surat AnNur ayat 2, yang berbunyi:
ٱلزا ِنى فَٱجْ ِلدواۖ ك َّل َٰ َو ِحد ِم ْنه َما ِماۖئَةَ َج ْلدَة ۖ َو ََل تَأْخ ْذكمَّ ٱلزا ِن َية َو
َّ
ْ اخ ِر ۖ َو ْل َي
ش َه ْد ِ ٱَّلل َوٱ ْل َي ْو ِم ٱ ْل َء َ ٱَّلل ِإن كنت ْم ت ْؤ ِمن
ِ َّ ون ِب ِ ِب ِه َما َرأْفَةٌ ِفى د
ِ َّ ِين
َ ِعذَابَه َما َطاۖئِفَةٌ ِم َن ٱ ْلم ْؤ ِمن
ين َ
Artinya: “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka
deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah
belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan)
agama Allah dan hari akhirat dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman
mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman”
Menurut sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dari Abu Hurairah,
bahwa Rasulullah saw. pernah menghukum orang yang melakukan zina (Gairu
Muhsan) berupa hukuman buangan selamanya satu tahun dan pukulan seratus
kali. Imam Muslim dari Ubaddah bin Samit, disebutkan bahwa nabi
Muhammad saw. bersabda: “Ketahuilah....ketahuilah sesungguhnya Allah
telah memberi jalan untuk mereka, untuk jejaka dan perawan yang berzina
dihukum dengan seratus kali pukulan dan diasingkan setahun lamanya, dan
27
untuk janda dan duda yang berzina dihukum dengan hukuman seratus kali
pukulan dan rajam”.(HR Muslim).
Imam Malik dan Auza’i berpendapat bahwa pengasingan hanya dikenakan
bagi pezina laki-laki dan tidak dikenakan pada perempuan karena mereka
menganggap perempuan adalah aurat yang harus dilindungi atau
disembunyikan. Imam Abu Hanafiyah dan para pengikutnya berpendapat
bahwasanya tidak ada pengasingan sama sekali.
23
Virdis Firmanillah Putra Yunia , Penegakan Hukum dalam Tindak Pidana Pemerkosaan
Terhadap Anak Berdasarkan Qanun Jinayat Aceh , Media Iuris Vol. 2 No. 2, Juni 2019, h. 262
24
Zulkarnain Lubis dan Bakti Ritonga, Dasar-Dasar Hukum Acara Jinayah, (Jakarta:
Prenamedia Grup 2016), h. 2.
25
Ali Geno Berutu, Fikih Jinayat (Hukum Pidana Islam), (Banyumas: CV.Pena Persada,
2020), h. 119.
28
26
R. Fakhrurrazi, Jarimah Zina dan Pemerkosaan Dalam Qanun Jinayat Aceh: Analisis
Perumusan Metode Istinbath, Islam Universalia International Journal Of Islamic Studies and Social
Sciences, Vol. I No. 3 January 2020, h. 420-421
27
Syahrizal Abbas, Filosofi Pelaksanaan Syariat Islam Di Aceh, (Banda Aceh: Naskah
Aceh, 2018), h. 75.
28
Syahrizal Abbas, Filosofi Pelaksanaan Syariat Islam Di Aceh, (Banda Aceh: Naskah
Aceh, 2018), h.76.
29
29
Angger Sigit Pramukti dan Fuady Primaharsa, Sistem Peradilan Pidana Anak,
(Yogyakarta: Medpress Digital, 2014), h. 5.
30
Liza Agnesta Krisna, Hukum Perlindungan Anak Panduan Memahami Anak Yang
Berkonflik Dengan Hukum, (Yogyakarta: Deepublish, 2018), h. 14.
31 Asyifa, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Putusan PN Sidoarjo No.
189/Pid.B/2009/PN.Sda Tentang Pemerkosaan Anak Di Bawah Umur, al-Jinâyah: Jurnal Hukum
Pidana Islam Vol. 6, No. 1, Juni 2020, h. 158-159.
30
32
Liza Agnesta Krisna, Hukum Perlindungan Anak Panduan Memahami Anak Yang
Berkonflik Dengan Hukum, (Yogyakarta: Deepublish, 2018), h. 15.
33
I Liza Agnesta Krisna, Hukum Perlindungan Anak Panduan Memahami Anak Yang
Berkonflik Dengan Hukum, (Yogyakarta: Deepublish, 2018),, h. 17.
31
34
Liza Agnesta Krisna, Hukum Perlindungan Anak Panduan Memahami Anak Yang
Berkonflik Dengan Hukum, (Yogyakarta: Deepublish, 2018), h. 20-23
32
E. Kerangka Teori
1. Teori Keadilan
Teori keadilan menurut Aristoteles diantaranya ialah:
a. Keadilan Komulatif
Keadilan yang memberikan masing-masing orang apa yang menjadi
bagiannya, dimana yang diutamakan adalah obyek tertentu yang
menjadi hak seseorang. Keadilan komulatif berkenaan dengan
hubungan antar individu.
b. Keadilan Distributif
Keadilan yang memberikan masing-masing orang apa yang menjadi
haknya. Subyek dalam hal ini yaitu individu. Sedangkan yang menjadi
subyek kewajiban adalah masyarakat. Keadilan distributif berkenaan
dengan hubungan antara individu dan masyarakat.
c. Keadilan Legal
Keadilan yang berdasarkan undang-undang. Yang menjadi objek dari
keadilan legal ialah tata masyarakat. Tata masyarakat ini dilindungi
dengan undang-undang.
d. Keadilan Vindikatif
Keadilan yang memberikan masing-masing orang denda atau hukuman
sesuai dengan pelanggaran atau kejahatan yang dilakukan.
35
e. Keadilan Reaktif
Keadilan yang dapat memberikan masing-masing orang bagiannya
berupa kebebasan untuk menciptakan sesuai dengan kreatifitas yang
dimiliki.
f. Keadilan Protektif
Keadilan memberikan perlindungan kepada pribadi dalam masyarakat,
keamanan dan kehidupan pribadi warga masyarakat wajib dilindungi
dari tindak sewenang-wenang pihak lain. 35
3. Teori Kemaslahatan
Menurut Al-Ghazali ialah menarik kemanfaatan atau menolak
sesuatu yang dapat menimbulkan kerugian. Untuk mencapai kemanfaatan
dan menafikan kemadharatan adalah tujuan atau maksud dari makhluk.
Kemaslahatan atau kebaikan mahkluk terletak pada tercapainnya tujuan
mereka. Tetapi, yang dimaksud dengan maslahat ialah menjaga atau
memelihara tujuan syara’. Tujuan syara’ yang berhubungan dengan
mahluk ada lima. Yaitu: pemeliharaan atas mahluk terhadap agama, jiwa,
akal, nasab atau keturunan, harta mereka. Setiap sesuatu yang mencakup
35 http://www.pengertian ahli.com/2014/01/pengertian-keadilan-apa-itu-
keadilan. Diakses pada tanggal 15 july 2022.
36 Asikin Zainal, 2012, Pengantar Tata Hukum Indonesia, Rajawali Press,
Jakarta.
36
pemeliharaan atas lima pokok dasar tersebut adalah mafsadat. Akan tetapi
jika menolaknya dari kelima pokok dadar tersebut adalah maslahat.37
A. Duduk Perkara
Putusan Mahkamah Syariah Nomor 3/JN.Anak/2021 adalah berkas putusan
jarimah pemerkosaan dengan anak. Adapun kronologis perkara perkara yang
terdapat pada putusan ini adalah sebagai berikut1:
Pada tanggal 16 Maret 2021 pukul 10.00 Wib saksi A dan B menemui anak
saksi C di depan MAN Kota Langsa untuk menagih utangnya sebesar Rp.
150.000,- (seratus lima puluhribu rupiah). Lalu mengatakan “Kau sediakan aja
baneng, utang lunas” dan saksi X mengatakan “Bisa juga” dan dijawab anak
saksi X “Ya udah, liat nanti malam” dan dijawab saksi X “Ya udah”. Kemudian
sekira pukul 19.00 Wib anak saksi X menghubungi anak korban X untuk
mengajak jalan namun ditolaknya sehingga anak saksi X menghubungi anak
saksi lainnya untuk membujuk anak saksi X mau pergi jalan sedangkan anak
saksi X meminta temannya yaitu saksi X ikut menemaninya menjemput anak
korban X dan anak saksi X di rumah anak korban X di Jalan Kota Langsa
tibatiba saksi X mengirim pesan di Mesengger (yang sudah dihapus) “Dimana?”
dan dijawab anak saksi X “Lagi diluar” dan saksi X bertanya “Ada cewe ga?”
dan dijawab anak saksi X “Iya” dan saksi X menyuruh saksi anak X agar
perempuan (anak korban X) dibawa ke rumah kosong di Gampong Kota Kota
Langsa.
Setelah itu anak saksi X dan anak saksi X tiba di rumah anak korban X
bertemu dengan anak korban X dan saksi X langsung saksi anak X
memboncengi anak korban X dengan menggunakan kendaraan miliknya
berupa 1 (satu) unit sepeda motor merk Honda jenis Kharisma tanpa nomor
1
Putusan Nomor 3/JN.Anak/2021/MS.Aceh
35
36
Pada pukul 20.30 WIB, saksi anak X dan anak korban X duduk di depan
rumah tersebut tiba-tiba datang saksi X bersama dengan X. Setelah itu saksi X
mengatakan apa yang telah dilakukan oleh anak saksi X dan anak korban X
telah diduga berbuat mesum ditempat tersebut. Kemudian saksi X mengatakan
akan melaporkan perbuatan mereka kepada masyarakat setempat namun tidak
akan dilaporkan apabila anak korban X melakukan sesuatu kepadanya. Setelah
itu anak korban merasa terpaksa akan menyanggupi permintaan tersebut namun
tidak mengetahui tentang hal tersebut. Selanjutnya saksi X menyuruh anak
korban X agar masuk ke dalam rumah kosong tersebut berdua dengannya
namun berusaha ditolaknya sedangkan anak saksi X menarik paksa tangan anak
korban membawa masuk ke dalam rumah tersebut sesuai permintaan saksi X
langsung saksi X membawa paksa anak korban X ke dalam ruangan kosong di
dalam rumah tersebut sedangkan anak saksi X bersama dengan X menunggu
diluar untuk mengawasi apabila ada warga yang mencurigai perbuatan mereka.
menggerakkan kepala anak korban Xxxxx maju mundur hingga mengeras penis
saksi X sambil tangan kanannya meremas payudara anak korban X. Setelah itu
saksi X menyuruh anak korban untuk berbaring terlentang diatas alas kain
tersebut langsung saksi X membuka kaki anak korban X agar mengangkang
dan saksi X berusaha memasukkan penisnya ke dalam vagina anak korban X
dengan menindih tubuhnya namun anak korban X berusaha menolaknya.
Selanjutnya saksi X memposisikan tubuh anak korban menungging dan saksi X
berusaha memasukkan penisnya ke dalam vagina anak korban X namun
ditolaknya. Lalu anak korban X berusaha berdiri dan merebut celananya namun
saksi X menarik tangan anak korban X dengan memaksa agar menghisap
penisnya lagi dan ditolak anak korban X. Kemudian saksi X menarik paksa
kepala anak korban X dan membuka mulut anak korban X dengan memasukkan
penisnya. Setelah itu masuk ke ruangan tersebut yaitu Xxxxx memaksa anak
korban dengan memasukkan jari tangannya ke dalam vagina anak korban X,
lalu X meremas payudaranya dan menciumi leher anak korban X dan
memasukkan penisnya ke dalam vagina anak korban X
rumah kosong tersebut dikarenakan perbuatan mereka telah selesai dan Xakan
mengantarkan anak korban X.
Setelah itu anak saksi X berusaha mengikuti sepeda motor yang dikendarai
oleh X memboncengi anak korban X. Selanjutnya diperjalanan anak saksi X
kehilangan jejak dengan X yang telahmemisahkan diri langsung anak saksi
Raihan pulang ke rumahnya. Lalu X yang memboncengi anak korban X
membawa dan meninggalkannya di sebuah Mesjid di Sungai Pauh Kota Langsa
yang mana agar anak korban menunggu sementara di Mesjid tersebut langsung
X pulang ke rumah untuk mengecas handphonenya. Kemudian pada hari Rabu
tanggal 17 Maret 2021 sekira pukul 02.00 Wib tiba dirumah X menghubungi
kawannya yaitu anak atas nama X dengan mengatakan ada perempuan yang
dapat dipake/disetubuhi juga meminta tempat untuk menyetubuhinya dan
dijawab anak atas nama X agar perempuan tersebut/anak korban X dibawa ke
rumahnya di Lorong Permai Gampong Teungoh Kecamatan Langsa Kota Kota
Langsa, yang mana anak atas nama X sedang bersama dengan saksi X.
Setelah itu sekira pukul 02.30 Wib tiba di rumah anak atas nama X di Kota
Kota Langsa langsung masuk ke dalam kamar bersama dengan anak korban X
sedangkan anak atas nama X bersama dengan saksi X menunggu diluar kamar
mengawasi apabila orang tua dari anak atas nama X terbangun dan mencurigai
39
Kemudian tiba-tiba sekira pukul 05.00 Wib terbangun orang tua dari anak
atas nama Xsehingga anak atas nama X dengan saksi X akan mengantarkan
anak korban X pulang ke rumahnya sedangkan X tidur di rumah tersebut.
Setelah itu sekira pukul 05.00 Wib saksi X menghubungi kawannya yaitu saksi
X dengan mengatakan ada perempuan dapat dipake/disetubuhi agar dijemput di
Simpang Tugu Kota Langsa dan saksi X mengatakan akan menjemputnya.
Selanjutnya saksi X yang sedang berada dengan saksi X meminta agar
mengantarkan dirinya ke Simpang Tugu Kota Langsa. Lalu saksi xxxx
mengantarkan saksi X langsung pergi ke tempat simpang Tugu Kota Langsa.
Kemudian tiba di simpang Tugu Kota Langsa saksi X bertemu dengan anak atas
nama Xserta saksi X. Setelah itu saksi X meminta uang Rp. 5.000,- (lima ribu
rupiah) untuk beli rokok kepada saksi X langsung anak atas nama X dan saksi
X pergi dari tempat tersebut. Selanjutnya saksi X mengetahui tujuan saksi X
akan menjemput perempuan yang akan dipake/disetubuhi yaitu anak korban X
langsung saksi X mengendarai sepeda motor tersebut memboncengi anak
korban X sedangkan X bonceng dibelakang anak korban X dibawa pergi ke
rumah saksi Xxxxxdi Gampong xxxxx Kota Langsa. Lalu tiba di rumah saksi
X langsung saksi X dan anak korban X turun sedangkan saksi X pergi
menggunakan sepeda motornya pulang ke rumahnya.
40
Kemudian sekira pukul 10.30 Wib anak saksi X datang kepada anak saksi
X meminta tolong diantarkan ke rumah saksi X di X Kota Langsa. Setelah itu
anak saksi xxxxx mengantarkan anak saksi xxxx ke rumah saksi X di X Kota
Langsa. Selanjutnya di simpang empat Jl.TM. Bahrum saksi X turun sehingga
anak saksi X yang menjemput anak korban X sedangkan anak saksi X dijemput
temanya. Lalu anak saksi X menjemput anak korban di rumah saksi X di
Timbang Langsa Kota Langsa langsung membawanya ke Warnet di belakang
Cek Li Jl. xxxx Kota Langsa. Kemudian didalam bilik warnet tersebut anak
saksi X meraba-raba paha anak korban X sambil memaksa tidur kepala anak
korban X dipangkuannya dan memaksa agar anak korban tidur dirumahnya.
Setelah itu anak korban Xmemaksa agar pulang hingga anak korban dengan
berjalan kaki pulang ke rumahnya.
berwarna kebiruan, arah pukul empat dan lima sampai ke dasar, arah pukul
enam, tujuh tidak sampai ke dasar disertai memar berwarna kemerahan, arah
pukul delapan tidak sampai ke dasar. Dijumpai luka lecet berwarna kemerahan
di liang senggama arah pukul enam (vestibulum).
B. Dakwaan/Tuntutan Jaksa
Menimbang, bahwa Jaksa Penuntut Umum dengan surat tuntutannya
Nomor Reg. PERKARA PDM-06/LNGSA/Eku.2/04/2021 tanggal 29 April
2021 yang pada pokoknya sebagai berikut:
1. Menyatakan Anak XXXXX terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah
melakukan tindak pidana turut serta dengan sengaja melakukan jarimah
pemerkosaan terhadap anak sebagaimana dalam dakwaan Primair
melanggar Pasal 50 Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Hukum
Jinayat Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo UU RI No. 11 tahun 2012 tentang
Sistem Peradilan Pidana Anak.
2. Menjatuhkan pidana terhadap anak xxxxx dengan “Uqubat Ta’zir” penjara
selama 55 (lima puluh lima) bulan dikurangi selama anak menjalani
penahanan.
3. Menyatakan barang bukti berupa :
1 (satu) Unit HP merk VIVO 1816 Type Y91 warna Hitam Biru IMEI 1 :
867906049127 IMEI 2 : 867906049127905.
Dirampas untuk dimusnahkan.
1 (satu) buah Kain Sarung warna Coklat Muda dan Coklat Tua dengan
motif garis-garis berwarna Putih;
C. Amar Putusan
Dalam amar putusan Nomor 3/JN.Anak/2021/MS.Aceh mengenai
pemerkosaan terhadap anak adalah sebagai berikut:
Memperhatikan Undang Undang No. 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintah
Aceh, Qanun Aceh Nomor 7 Tahun 2013 Tentang Hukum Acara Jinayat dan
Qanun Aceh Nomor 6 tahun 2014 Tentang Hukum Jinayat serta Peraturan
Perundang-undangan lainnya dan Hukum Syara’ yang berkaitan dengan perkara
ini:
MENGADILI:
Menerima permohonan banding Pembanding
Membatalkan Putusan Mahkamah Syar’iyah Langsa Nomor 3/JN.Anak /
2021/MS.Lgs tanggal 03 Mei 2021 Masehi bertepatan tanggal 21
Ramadhan 1442 Hijriyah,
DENGAN MENGADILI SENDIRI:
1. Menyatakan Anak xxxxx terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah
melakukan tindak pidana turut serta dengan sengaja melakukan jarimah
pemerkosaan terhadap anak sebagaimana dalam dakwaan Primair
melanggar Pasal 50 Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Hukum
Jinayat Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo UU RI No. 11 tahun 2012 tentang
Sistem Peradilan Pidana Anak;
2. Menjatuhkan pidana terhadap anak xxxxx dengan Uqubat pembinaan di
Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Banda Aceh selama 50 (lima
puluh) bulan dikurangi selama anak menjalani penahanan;
3. Menyatakan barang bukti berupa :
1 (satu) Unit HP merk VIVO 1816 Type Y91 warna Hitam Biru IMEI1 :
867906049127 IMEI 2 : 867906049127905.
Dikembalikan kepada Anak Korban;
43
1 (satu) buah Kain Sarung warna Coklat Muda dan Coklat Tua dengan motif
garis-garis berwarna Putih;
1 (satu) buah Jilbab segi 4 (empat) polos warna Merah Marun;
1 (satu) buah Baju Lengan panjang warna Merah Marun dengan tulisan di
bagian dada depan “JUST PEACHY” warna Merah muda;
1 (satu) buah celana panjang Lie berbahan karet warna Biru muda;
1 (satu) buah celana dalam polos warna Merah Marun berbahan karet;
1 (satu) buah Bra warna merah muda polos.
Dipergunakan dalam perkara xxxxx
4. Menetapkan agar Anak dibebani membayar biaya perkara pada tingkat
pertama sebesar Rp 5.000,00 (lima ribu rupiah).
Menetapkan agar Anak dibebani membayar biaya pada tingkat banding
sejumlah Rp5.000,00 (lima ribu rupiah),
BAB IV
1
Astrid Ayu Pravitria, Anak Yang Berkonflik Dengan Hukum Yang Melakukan
Pemerkosaan Terhadap Anak, Media Iuris: Vol. 1 No. 3, Oktober 2018, h. 412
44
45
2
Brenda Gabriela Tangkawarouw, Penghukuman Terhadap Perbuatan Pemerkosaan Anak
Menurut Undangundang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak, Lex et Societatis, Vol.
V/No. 5/Jul/2017, h. 80
46
3) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
oleh Orang Tua, Wali, pengasuh Anak, pendidik, atau tenaga kependidikan,
maka pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
Pasal 82 yang berbunyi:
1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 76E dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan
paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
oleh Orang Tua, Wali, pengasuh Anak, pendidik, atau tenaga kependidikan,
maka pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
Dilihat dari pengaturan sanksi pidana bagi pemerkosaan anak, ditetapkan
pidana maksimum umum dan minum khusus menjadi peluang bagi hakim
dalam menjatuhkan sanksi yang ringan bagi pelaku pemerkosaan anak sehingga
tujuan pemidanaan agar pelaku tidaka mengaulangi kejahatan tersebut terbuka
lebar. Selain itu, sanksi pidana tersebut belum mengakomodir kepentingan
perlindungan korban hanya berorientasi pada perbuatan pelaku. 3
Namun dikarenakan pelaku tindak pidana pemerkosaan ialah masih
dikategorikan sebagai anak karena belum berusia 18 tahun maka sanksi pidana
yang dijatuhkan kepada pelaku tidak dapat dijalankan sesuai dengan ketetapan
Pasal 285 KUHP dan Pasal 81 Undang-Undang Perlindungan Anak, akan tetapi
pelaku harus diadili sesuai dengan ketentuan Peraturan Sistem Peradilan Pidana
Anak yang diberlakukan khusus untuk menangani kasus anak-anak yang
berkonflik atau berhadapan dengan hukum. Hal ini sesuai dengan ketentuan
Pasal 81 Ayat 2 Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan
Pidana Anak yang berbunyi:
“Pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada Anak paling lama 1/2 (satu
perdua) dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa.”
Berdasarkan ketentuan Pasal 81 ayat (2) Undang-undang Nomor 11 Tahun
2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak Pidana Penjara yang dapat
dijatuhkan kepada Anak paling lama ½ (satu perdua) dari maksimum ancaman
3
Fitri Wahyuni, Sanksi Pidana Pemerkosaan Terhadap Anak Menurut Hukum Pidana
Positif dan Hukum Pidana Islam, Jurnal Media Hukum Vol. 23 No.1 Juni 2016, h. 100.
47
ونَ علَ َٰى َطا ِعم يَ ْطعَمهۥ إِ ََّلۖ أَن يَك ِ قل ََّلۖ أَ ِجد فِى َماۖ أ
َ وح َى إِلَ َّى م َح َّر ًما
ْ ِس أ َ ْو ف
ِ َّ سقًا أ ِه َّل ِلغَي ِْر
ۖ ٱَّلل ِب ِهۦ ْ َم ْيتَةً أَ ْو َد ًما َّم
ٌ ْسفو ًحا أَ ْو لَحْ َم ِخ ِنزير فَ ِإنَّهۥ ِرج
ور َّر ِحي ٌم
ٌ غفَ َغي َْر بَاغ َو ََل عَاد فَ ِإ َّن َربَّك
َ ضط َّر ْ فَ َم ِن ٱ
Artinya: “Katakanlah: “Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang
diwahyukan kepadaKu, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak
memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir
atau daging babi - karena Sesungguhnya semua itu kotor - atau binatang
4
Kharisatul Janah, Sanksi Tindak Pidana Pemerkosaan Oleh Anak Dalam Perspektif
Hukum Pidana Islam, TA’ZIR: Jurnal Hukum Pidana Vol. 4 No. 2, Desember 2020, h. 87
5
Ibid, h.102
48
yang disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa yang dalam Keadaan
terpaksa, sedang Dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui
batas, Maka Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang”. (Q.S Al An’aam (6):145).
Adapun hukuman bagi pelaku zina yang belum menikah (ghoiry muhsan)
didasarkan pada ayat AlQur‟an Surah An-Nuur ayat 2 yang berbunyi:
ٱلزانِى فَٱجْ ِلدواۖ ك َّل َٰ َو ِحد ِم ْنه َما ِماۖئَةَ َج ْلدَة ۖ َو ََل تَأْخ ْذكم بِ ِه َما َّ ٱلزانِيَة َو
َّ
عذَابَه َما ْ َاخ ِر ۖ َو ْلي
َ ش َه ْد ِ ٱَّلل َوٱ ْليَ ْو ِم ٱ ْل َء َ ٱَّللِ إِن كنت ْم ت ْؤ ِمن
ِ َّ ِون ب ِ َرأْفَةٌ فِى د
َّ ِين
َ َِطاۖئِفَةٌ ِم َن ٱ ْلم ْؤ ِمن
ين
Artinya: “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah
tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas
kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama
Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah
(pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang
yang beriman.”
Ada beberapa pendapat ulama mengenai hukuman bagi pelaku
pemerkosaan sebagai berikut 6:
1) Imam Malik berpendapat yang sama dengan Imam Syafi‟i dan
Imam Hanbali Yahya (murid Imam Malik) mendengar Malik
berkata bahwa, apa yang dilakukan dimasyarakat mengenai
seseorang laki-laki memperkosa seseorang perempuan, baik
perawan atau bukan perawan, jika ia wanita merdeka, maka
pemerkosa harus wajib membayar maskawin dengan nilai yang
sama dengan seseorang seperti dia. Jika wanita itu budak maka
pemerkosa wajib membayar nilai yang dihilangkan. Hadd adalah
hukuman yang diterapkan kepada pemerkosa, dan tidak ada
hukuman diterapkan bagi yang diperkosa, jika pemerkosa adalah
budak, maka menjadi tanggung jawab tuannya kecuali ia
menyerahkan.
6 Kharisatul Janah, Sanksi Tindak Pidana Pemerkosaan Oleh Anak Dalam Perspektif
Hukum Pidana Islam, TA’ZIR: Jurnal Hukum Pidana Vol. 4 No. 2, Desember 2020, h. 89
49
7
Ahmad Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 2005), h.
271
50
8
Nurhayati, Pelaksanaan Tindak Pidana Pemerkosaan: Studi Komparatif Antara Hukum
Islam dan Qanun Jinayat Di Aceh, Al-Manahij Vol. XII No. 1 Juni 2018, h. 23-24
51
9
Syahrizal Abbas, Filosofi Pelaksanaan Syariat Islam Di Aceh, (Banda Aceh: Naskah
Aceh dan Pasca Sarjana UIN Ar-Raniry, 2018), h. 75
10
Ibid,. h. 76
11
R. Fakhrurrazi, Jarimah Zina dan Pemerkosaan Dalam Qanun Jinayat Aceh: Analisis
Perumusan Metode Istinbath, Islam Universalia International Journal Of Islamic Studies and Social
Sciences, Vol. I No. 3 January 2020, h. 426.
52
ratus) gram emas murni, paling banyaj 2.000 (dua ribu) gram emas murni
atau penjara paling singkat 150 (seratus lima puluh) bulan, paling lama 200
(dua ratus) bulan.”
B. Pertimbangan Hakim
Adapun pertimbangan hakim dalam memutus perkara nomoe
3/JN.Anak/2021/Ms. Aceh antara lain14:
Bahwa Mahkamah Syar’iyah Aceh sebagai yudex factie pada tingkat
banding berpendapat bahwa setiap orang yang melakukan perbuatan
12
Ibid., h. 426
13
Syahrizal Abbas, Filosofi Pelaksanaan Syariat Islam Di Aceh, (Banda Aceh: Naskah
Aceh dan Pasca Sarjana UIN Ar-Raniry, 2018), h. 77-78
14
Putusan Nomor 3/JN.Anak/2021/Ms.Aceh
53
bulan penjara, maka uqubat yang layak terhadap Anak dalah sepertiga dari
150 sesuai pasal 67 ayat (1) Qanun Aceh Nomor 6 tahun 2014 adalah 50
(lima puluh) bulan penjara dikurangi masa tahanan yang telah dijalani oleh
Anak.
Bahwa sebelum menjatuhkan putusan, perlu dipertimbangkan hal-hal yang
memberatkan dan meringankan Terdakwa:
Hal-hal yang memberatkan :
- Perbuatan Terdakwa tidak mendukung program Pemerintah Aceh dalam
menegakkan Syari’at Islam di Provinsi Aceh.
- Perbuatan Anak merusak masa depan anak korban.
Hal-hal yang meringankan :
- Anak belum pernah dihukum.
- Anak bersikap sopan di persidangan dan berterus terang mengakui
perbuatannya.
Bahwa oleh karena Anak dinyatakan bersalah dan dihukum, maka sesuai
dengan ketentuan Pasal 214 ayat (1) Qanun AcehNomor 7 Tahun 2013
tentang Hukum Acara Jinayat, kepada Anak harus dibebankan untuk
membayar biaya perkara pada tingkat pertama dan pada tingkat banding.
Bahwa karena pada tingkat pertama Anak telah dibebankan untuk untuk
membayar biaya perkara sejumlah Rp5.000,00 (lima ribu rupiah), maka
sesuai dengan Surat Ketua Mahkamah Agung RI. Nomor KMA/155/X/1981
tanggal 19 Oktober 1981 dan angka 27 Lampiran Keputusan Menteri
Kehakiman Nomor M.M 14-PW.07:03 Tahun 1983 tentang Tambahan
Pedoman Pelaksanaan KUHAP yang menyebutkan biaya perkara pidana
maksimum yang dapat dibebankan kepada terpidana adalah paling rendah
Rp5000,00 (lima ribu rupiah) dan maksimal Rp10.000,00 (sepuluh ribu
rupiah), maka pada tingkat banding Anak dibebankan membayar biaya
perkara sejumlah Rp5.000,00 (lima ribu rupiah).
55
15
Bambang Heri Supriyanto, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Pelaku Perkosaan
Berdasarkan Hukum Positif Indonesia, ADIL: Jurnal Hukum Vol. 6 No.2 2015, h. 166
58
mengakui perbuatannya. Jadi, Jika ditinjau dari sudut pandang anak maka
pidana yang dijatuhkan bagi pelaku tindak pidana pemerkosaan terhadap
anak adalah sesuai porsinya.
Selain itu penulis juga sependapat dengan putusan hakim pada perkara
nomor 3/JN.Anak/2021/MS.Aceh karena dalam memutus perkara telah
mempertimbangkan dari segi yuridis dan non yuridis. Adapun
pertimbangan yuridisnya, ialah: dakwaan penutut umum, keterangan
terdakwa, keterangan para saksi, barang bukti, dan pasal-pasal pidana.
sedangkan pertimbangan non yuridisnya, ialah: latar belakang terdakwa
yang melakukan perbuatan bejatnya dan teman-temannya dengan cara
memaksa anak korban untuk memuaskan nafsunya, kemudian kondisi
terdakwa yang masih tergolog anak, terdakwa juga terus terang kepada
hakim mengenai perbuatannya, dan akibat perbuatan terdakwa dan teman-
temannya anak korban mengalami luka dan memar dibagian tubuhnya.
Hakim juga mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan terdakwa, yaitu
terdakwa tidak mendukung program pemeritah Aceh dalam menegakkan
syariat Islam di Provinsi Aceh kemudian terdakwa juga telah merusak masa
depan korban. Adapun meringankan terdakwa, yaitu: terdakwa belum
pernah dihukum dan terdakwa dinilai kooperatif pada saat persidangan
berlangsung. Dalam perkara ini hakim dinilai telah sesuai dalam
memberikan putusan terhadap pihak korban dan pelaku.
Putusan dari Hakim merupakan sebuah hukum bagi terdakwa pada
khususnya dan menjadi sebuah hukum yang berlaku luas apabila menjadi
sebuah yurisprudensi yang akan diikuti oleh para Hakim dalam memutus
suatu perkara yang sama. Apabila suatu perkara yang diputus sudah keliru
dan pada akhirnya menjadi sebuah yurisprudensi, maka yang terjadi adalah
tidak terciptanya keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa seperti
yang dicantumkan dalam setiap putusan Hakim, khususnya dalam
pelaksanaan perlindungan hukum terhadap anak korban pemerkosaan
59
16
Waty Suwarty Haryono dan Bhetner Hatta Pritz, Perlindungan Hukum Bagi Anak
Sebagai Pelaku Tindak Pidana Kejahatan Perkosaan, Jurnal LEX Certa Vol. 1 No. 1 2016, h. 85
17
Nur Arifah B, Persepektif Hukum Pidana Islam & Positif Terhadap Uqubah (Hukuman)
Pemerkosaan Terhadap Anak, diakses melalui https://osf.io pada Senin, 06 Desember 2021 pukul
10.28, h. 3
60
18
Min Nuthfatin Nadlifah, Sanksi Hukum Bagi Pelaku Pemerkosaan Terhadap Anak (
Studi Komparatif Antara Pasal 81 dan Pasal 82 Perppu Nomor 1 Tahun 2016 dengan Hukum Islam,
Maqasid: Jurnal Studi Hukum Islam/Vol. 6, No. 1, 2017, h. 14
61
19
Ahmad Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 2005), h.
271
20
Kharisatul Janah, Sanksi Tindak Pidana Pemerkosaan Oleh Anak Dalam Perspektif
Hukum Pidana Islam, TA’ZIR: Jurnal Hukum Pidana Vol. 4 No. 2, Desember 2020, h. 89
21 Fitri Wahyuni, Sanksi Pidana Pemerkosaan Terhadap Anak Menurut Hukum Pidana
Positif dan Hukum Pidana Islam, Jurnal Media Hukum Vol. 23 No.1 Juni 2016, h. 102-103
62
ialah telah sampai umur 15 tahun. 22 Maka dalam hal ini seharusnya jika
anak tersebut dapat dikatan sudah baligh maka mendapatkan hukuman sama
dengan hukumann hadd zina. Dimana para ulama juga telah bersepakat
mengenai ketentuan diberlakukannya hukum hadd pemerkosaan jika
terdapat bukti yang kongkret dan dijatuhi hukuman hadd apabila pelaku
mengakui perbuatannya. Jadi, sanksi yang diberlakukan bagi pemerkosa
adalah apabila seorang laki-laki memperkosa seorang perempuan, seluruh
fuqaha sepakat perempuan itu tak dijatuhi hukuman zina (had az zina).
22
Nety Hermawati, Kejahatan Anak Menurut Hukum Pidana Positif dan Hukum Pidana
Islam, Diakses melalui http://e-
journal.metrouniv.ac.id/index/php/istinbath/article/download/577/518, pada Senin, 06 Desember
2021 pukul 19.43, h. 17
23
Virdis Firmanillah Putra Yuniar, Penegakan Hukum dalam Tindak Pidana Pemerkosaan
Terhadap Anak Berdasarkan Qanun Jinayat Aceh, Media Iuris Vol. 2 No. 2, Juni 2019, h. 264
63
24Mahkamah Syariah Aceh, Buku Pedoman Administrasi dan Peradilan Jinayat Pada
Mahkamah Syariah Di Aceh, h.68-71
64
PENUTUP
A. Simpulan
1. Pertimbangan hakim dalam memutus perkara Nomor
3/JN.Anak/2021/MS.Aceh adalah dengan mempertimbangkan seluruh
fakta-fakta didalam persidangan, baik itu saksi, barang bukti, keterangan
terdakwa yang diajukan di persidangan, hal-hal yang memberatkan dan
meringankan anak, Pasal 50 Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 Tentang
Hukum Jinayat Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo UU RI No. 11 tahun
2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
2. Hukuman/ Uqubat bagi pelaku pemerkosaan terhadap anak, ditinjau dari
beberapa sudut pandang hukum, ialah:
a. Hukum Positif: Apabila Anak belum berumur 18 tahun ketika
melakukan tindak pidana maka, diancam dengan pidana penjara ½
dari maksimum penjara bagi orang dewasa. Hal ini tertulis dalam
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan
Pidana Anak.
b. Hukum Islam: Apabila anak sudah berumur 15 tahun ia tergolong
baligh kemudia ia terbukti bersalah melakukan tindak pidana dan
mengakui perbuatannya. Maka para ulama mewajibkan hukuman
hadd zina bagi anak tersebut.
c. Qanun Jinayah Aceh: Apabila anak yang belum berusia 18 tahun
melakukan Jarimah pemerkosaan maka hukuman yang akan
diberikan oleh Anak dikurangi 1/3 dari maksimum pidana penjara
orang dewasa. Dan akan dipenjara di Lembaga Khusus Penanganan
Anak.
67
68
B. Saran
1. Kepada aparat penegak hukum, penulis memberikan saran bahwa ketika
menganangi, mengadili, dan memutus suatu perkara harus sesuai dengan
ketentuan Peraturan Perundangan-undangan yang berlaku. Khususnya di
Aceh yang diberikan kewenangan istimewa untuk dapat mengurus
daerahnya sendiri oleh Pemerintah Aceh. maka hakim harus menerapkan
hukuman yang sesuai dengan Qanun Jinayat Aceh agar dapat selalu
menjunjung tinggi dan menerapkan syariat Islam kepada masyarakat. Dan
hakim dalam memutus perkara harus memuat nilai-nilai keadilan, kepastian,
dan kemanfaatan hukum khususnya bagi pelaku dan korban.
2. Kepada orang tua, penulis memberikan saran bahwa peran orang tua dalam
menjaga dan mendidik anak sangatlah penting bagi masa depan anak. Anak-
anak yang melakukan tindak pidana ini disebabkan oleh beberapa faktir,
seperti tingkat pendidikan yang rendah, kurangnya ilmu agama, adanya
kesempatan, hawa nafsu yang tinggi. Sehingga sebagai orang tua harus
memberikan wawasan mengenai hal-hal yang boleh dilakukan dan hal yang
tidak boleh dilakukan karena akan diancam dengan pidana. Karena apabila
tidak diberikan edukasi sejak dini maka kasus-kasus kejahatan oleh anak
dan terhadap anak akan terus meningkat.
3. Kepada masyarakat, penulis juga memberikan saran bahwasannya harus
turut serta dalam memperhatikan anak. Apabila ada anak-anak yang nakal
maka harus diberi nasihat agar anak tidak melakukan tindak pidana yang
melanggar hukum.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Ahmad Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 2005)
Albi Anggito dan Johan Setiawan, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Sukabumi:
CV Jejak, 2018)
Ali Abu Bakar, Hukum Jinayat Aceh Sebuah Pengantar Edisi Pertama, (Jakarta:
Kencana, Cet. Ke-1 2019
Ali Abubakar dan Zulkarnain Lubis, Hukum Jinayat Aceh Sebuah Pengantar Edisi
Pertama, (Jakarta: Kencana, 2019
Ali Geno Berutu, Fikih Jinayat (Hukum Pidana Islam), (Banyumas: CV.Pena
Persada, 2020)
Angger Sigit Pramukti dan Fuady Primaharsa, Sistem Peradilan Pidana Anak,
(Yogyakarta: Medpress Digital, 2014)
Bunda Hana, Right From The Start, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2014
I Made Pasek Diantha, Metodologi Penelitian Hukum Normatif Dalam Justifikasi
Teori Hukum,( Jakarta: Kencana, 2017)
Jonaedi Efendi dan Johnny Ibrahim, Metode Penelitian Hukum Normatif dan
Empiris Edisi Pertama, (Depok: Prenada Media Group, 2016
Liza Agnesta Krisna, Hukum Perlindungan Anak Panduan Memahami Anak Yang
Berkonflik Dengan Hukum, (Yogyakarta: Deepublish, 2018)
Mahkamah Syariah Aceh, Buku Pedoman Administrasi dan Peradilan Jinayat
Pada Mahkamah Syariah Di Aceh.
Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
2008)
Milda Marlia, Marital Rape Kekerasan Seksual Terhadap Istri, (Yogyakarta:
Pustaka Pesantren, 2007)
P.A.F. Lamintang dan Theo Lamintang, Kejahatan Melanggar Norma Kesusilaan
& Norma Kepatutan, ( Jakarta: SInar Grafika, 2009
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum Edisi Revisi, (Jakarta: Kencana, 2017)
69
70
Sahid HM, Legislasi Hukum Islam Di Indonesia Studi Formalisasi Syariat Islam,
(Surabaya: Pustaka Idea, 2016)
Syahrizal Abbas, Filosofi Pelaksanaan Syariat Islam Di Aceh, (Banda Aceh:
Naskah Aceh dan Pasca Sarjana UIN Ar-Raniry, 2018)
Zainal Asikin, Pengantar Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Rajawali Press, 2012).
Zulkarnain Lubis dan Bakti Ritonga, Dasar-Dasar Hukum Acara Jinayah,
(Jakarta: Prenamedia Grup 2016)
Jurnal:
Astrid Ayu Pravitria, Anak Yang Berkonflik Dengan Hukum Yang Melakukan
Pemerkosaan Terhadap Anak, Media Iuris: Vol. 1 No. 3, Oktober 2018
Asyifa, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Putusan PN Sidoarjo No.
189/Pid.B/2009/PN.Sda Tentang Pemerkosaan Anak Di Bawah Umur, al-
Jinâyah: Jurnal Hukum Pidana Islam Vol. 6, No. 1, Juni 2020
Bambang Heri Supriyanto, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Pelaku
Perkosaan Berdasarkan Hukum Positif Indonesia, ADIL: Jurnal Hukum
Vol. 6 No.2 2015
Brenda Gabriela Tangkawarouw, Penghukuman Terhadap Perbuatan Pemerkosaan
Anak Menurut Undangundang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang
Perlindungan Anak, Lex et Societatis, Vol. V/No. 5/Jul/2017
Fitri Wahyuni, Sanksi Pidana Pemerkosaan Terhadap Anak Menurut Hukum
Pidana Positif dan Hukum Pidana Islam, Jurnal Media Hukum Vol. 23
No.1 Juni 2016
Hilmawati dan Ainal Hadi, Jarimah Pemerkosaan Terhadap Anak Dan Penerapan
‘Uqubatnya (Suatu Penelitian Di Wilayah Hukum Mahkamah Syar’iyah
Tapaktuan), JIM Bidang Hukum Pidana : Vol. 4, No.3 Agustus 2020
Iwan Setiawan, Tindak Pidana Perkosaan Dalam Tinjauan Hukum Pidana
Indonesia, Volume 6 No. 2-September 2018
Juniarto Onesimus Egi Supit, Perlindungan Hukum Terhadap Korban Tindak
Pidana Perkosaan Menurut Hukum Positif Indonesia, Lex Crimen Vol. IV
No. 4 Juni 2015
71
Kharisatul Janah, Sanksi Tindak Pidana Pemerkosaan Oleh Anak Dalam Perspektif
Hukum Pidana Islam, TA’ZIR: Jurnal Hukum Pidana Vol. 4 No. 2,
Desember 2020
Min Nuthfatin Nadlifah, Sanksi Hukum Bagi Pelaku Pemerkosaan Terhadap Anak
( Studi Komparatif Antara Pasal 81 dan Pasal 82 Perppu Nomor 1 Tahun
2016 dengan Hukum Islam, Maqasid: Jurnal Studi Hukum Islam/Vol. 6,
No. 1, 2017
Munandar, Kedudukan Anak Sebagai Jinayah Dalam Qanun Aceh Nomor 6 Tahun
2014 Tentang Hukum Jinayah, Syiah Kuala Law Journal: Vol. 1, No.1
April 2017
Nety Hermawati, Kejahatan Anak Menurut Hukum Pidana Positif dan Hukum
Pidana Islam, Diakses melalui http://e-
journal.metrouniv.ac.id/index/php/istinbath/article/download/577/518,
pada Senin, 06 Desember 2021 pukul 19.43
Nur Arifah B, Persepektif Hukum Pidana Islam & Positif Terhadap Uqubah
(Hukuman) Pemerkosaan Terhadap Anak, diakses melalui https://osf.io
pada Senin, 06 Desember 2021 pukul 10.28
R. Fakhrurrazi, Jarimah Zina dan Pemerkosaan Dalam Qanun Jinayat Aceh:
Analisis Perumusan Metode Istinbath, Islam Universalia International
Journal Of Islamic Studies and Social Sciences, Vol. I No. 3 January 2020
Ramiyanto dan Waliadin, Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Perkosaan
Dengan Sarana Penal Dalam Rangka Melindungi Perempuan, Jurnal
Legislasi Indonesia Vol 15 No.4 -Desember 2018
Selviyanti Kaawoan, Pemerkosaan Anak Kandung Oleh Orang Tua Dalam
Pandangan Islam, Irfani, Volume 11 Nomor 1Juni 2015
Virdis Firmanillah Putra Yuniar, Penegakan Hukum dalam Tindak Pidana
Pemerkosaan Terhadap Anak Berdasarkan Qanun Jinayat Aceh, Media
Iuris Vol. 2 No. 2, Juni 2019
Waty Suwarty Haryono dan Bhetner Hatta Pritz, Perlindungan Hukum Bagi Anak
Sebagai Pelaku Tindak Pidana Kejahatan Perkosaan, Jurnal LEX Certa
Vol. 1 No. 1 2016
72
Putusan:
Putusan Nomor 3/JN.Anak/2021/Ms.Aceh
Putusan Nomor 3/JN.Anak/2021/Ms.Lgs
Internet:
https://nasional.kompas.com/read/2021/03/19/17082571/sejak-awal-januari
kementerian-pppa-catat-426-kasus-kekerasan-seksual. (Diakses pada Minggu, 13
Juni 2021 pukul 12:01 WIB)
http://www.pengertianahli.com/2014/01/pengertian-keadilan-apa-itu-
keadilan. (Diakses pada tanggal 15 juli 2022 pukul 14:00).
Kitab:
Al-Qur’an
Hadits
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak
Undang-Undang No. 11 Tahun 2012
Qanun Jinayat Aceh No. 6 Tahun 2014
Undang-Undang No. 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintah
Al-Ghazali, Abu Hamid Muhammad, al-Musthfa, (Beirut: Mu’assasah ar Risalah,
1997) Juz I, hal, 416.