Anda di halaman 1dari 82

i

TINJAUAN HUKUM TINDAK PIDANA KEKERASAN


TERHADAP ANAK DI KOTA MAKASSAR

INDAH FADHILLAH NURDIN

4516060183

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Pada Program Studi Ilmu Hukum Universitas Bosowa
.

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS BOSOWA
2022
ii
iii
iv
v

PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi dengan judul Tinjauan Hukum Tindak Pidana Kekerasan

Terhadap Anak Di Kota Makassar ini adalah hasil karya saya sendiri, dan

semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan

benar.

Nama : Indah Fadhillah Nurdin


NIM : 4516060183
Prog. Studi/Fakultas : Ilmu Hukum / Hukum

Makassar, 8 Februari 2023

Indah Fadhillah Nurdin

ii
vi

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat serta hidayah-Nya serta Sholawat dan salam tetap tercurahkan kepada

Nabi Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Tinjauan Hukum Tindak Pidana Kekerasan Terhadap Anak Di

Kota Makassar”.

Skripsi ini disusun guna memenuhi sebagian persyaratan untuk mencapai

derajat sarjana Fakultas Hukum Universitas Bosowa Makassar. Penulisan skripsi

ini dapat terselesaikan bukan hanya atas usaha dan doa dari penulis saja, namun

bantuan dan dukungan dari berbagai pihak yang turut membantu

menyelesaikannya. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati dan tulus

ikhlas, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Segenap keluarga besar penulis yang telah mendoakan dan mendukung

penulis dalam menyelesaikan skripsi

2. Prof. Dr. Ir. Batara Surya, S.T., M.Si., selaku Rektor Universitas Bosowa

Makassar beserta jajarannya

3. Dr. Yulia A Hasan, S.H., M.H., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas

Bosowa beserta jajarannya

4. Dr. Andi Tira S.H., M.,M.H., Selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum

Universitas Bosowa Makassar

5. Dr. Zulkifli Makkawaru, S.H., M.H., selaku Ketua Program Studi Ilmu

Hukum Universitas Bosowa Makassar

6. Dr. Ruslan renggong, S.H., M.H., (selaku pembimbing I), dan Hj. Siti

Zubaidah, S.H., M.H. (selaku Wakil Dekan II dan selaku pembimbing II)
vii

yang telah baik, sabar, serta ikhlas membimbing dan mengarahkan penulis

agar dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan benar

7. Kepada semua Dosen Fakultas Hukum dan segenap keluarga besar

Fakultas Hukum yang telah memberikan pembelajaran terbaik bagi penulis

serta mendoakan juga mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini

8. Kepada seluruh Staf Akademik, Tata Usaha, dan Perpustakaan Universitas

Bosowa Makassar yang telah membantu segala kebutuhan dan

memberikan kelancaran penulis dalam proses penyusunan skripsi dan

selama menuntut ilmu di Universitas Bosowa

9. Pengadilan Negri Kota Makassar, yang telah bersedia membantu penulis

untuk melengkapi penelitian dalam penulisan skripsi ini.

10. Seluruh teman-teman penulis yang telah memebrikan support dan

dukungannya kepada saya.

11. Semua yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu. Penulis sampaikan

semoga amal baik semua pihak mendapat balasan yang berlipat ganda dari

sang pencipta yang pengasih dan penyayang Allah SWT. Aamiin

Dengan penuh kesadaran dan keterbatasan penulis mengucapkan

terimaksih tak terhingga atas selesainya skripsi ini. Penulis menyadari dalam

penyusunan skripsi ini terdapat banyak kekurangan dan kesalahan selama

menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bisa berguna bagi pembacanya dan

menjadi sumber ilmu pengetahuan untuk masa depan.

Wassalamualaikum Wr.Wb.

Makassar, 8 Februari 2023

Indah Fadhillah Nurdin

iv
viii

ABSTRAK

Indah Fadhillah Nurdin, Tinjauan Hukum Tindak Pidana Kekerasan


Terhadap Anak Di Kota Makassar, Ruslan Renggong dan Hj. Siti Zubaidah.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana Pertanggungjawaban
pidana anak sebagai pelaku tindak pidana, mengetahui bagaimana upaya
penegakan hukum yang dilakukan oleh penegak hukum dalam hal ini adalah
Instansi Pengadilan.
Tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan metode
pendekatan normatif dan empiris. Sumber data yaitu data primer dan data
sekunder. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara. Data
yang diperoleh dalam penelitian ini selanjutnya dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian menunjukan bahwa Anak sebagai pelaku tindak pidana
masih menunjukkan peningkatan setiap tahunnya, peran penegak hukum belum
bisa bekerja efektif dalam melakukan upaya penegakan hukum. Faktor penjatuhan
sanksi pidana terhadap anak yang dinilai belum begitu memebrikan efek jerah
dapat menyebabkan anak sebagai pelaku tindak pidana dapat mengulang
perbuatannya kembali.

Kata kunci : Kekerasan Terhadap Anak, Sanksi Pidana, Kota Makassar

v
ix

ABSTRACT

Indah Fadhillah Nurdin, (Legal Review of Violence Against Children in


Makassar City), Ruslan Renggong, and Hj. Siti Zubaidah.
This study aims to find out how the criminal responsibility of children as
perpetrators of criminal acts, knowing how law enforcement efforts are carried out
by law enforcement in this case is the Court Institution.
The type of research used is qualitative research with normative and
empirical approach methods. Data sources are primary data and secondary data.
Data collection techniques were carried out by interviewing. The data obtained in
this study were then analyzed qualitatively.
The results of the study show that children as perpetrators of crimes still
show an increase every year, the role of law enforcers has not been able to work
effectively in carrying out law enforcement efforts. The factor of imposing
criminal sanctions on children who are considered not to have had a deterrent
effect can cause children as perpetrators of criminal acts to repeat their actions
again.

Keywords: Violence Against Children, Criminal Sanctions, Makassar City

vi
x

DAFTAR ISI
Halaman

HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i

PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................................... ii

KATA PENGANTAR ....................................................................................... iii


ABSTRAK ......................................................................................................... v
ABSTRACT ....................................................................................................... vi
DAFTAR ISI ...................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ............................................................................................. ix
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah .......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian .................................................................................... 6
D. Kegunaan Penelitian ................................................................................ 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 8
A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana ............................................ 8
B. Pengertian dan Jenis-Jenis Kekerasan .................................................... 12
C. Batasan Pengertian Anak ....................................................................... 16
D. Sistem Pembuktian dan Jenis-Jenis Alat Bukti ...................................... 20
E. Ketentuan Sanksi Pidana Dalam Undang-Undang No.35 Tahun 2014 . 24
BAB III METODE PENELITIAN ................................................................. 40
A. Jenis Penelitian ....................................................................................... 40
B. Tipe Penelitian ........................................................................................ 40
C. Jenis dan Sumber Bahan Hukum ........................................................... 40
D. Teknik Pengumpulan Data ...................................................................... 41
E. Analisis Data ........................................................................................... 41

BAB IV HASIL PENELITIAN ....................................................................... 43

A. Penerapan Sanksi Bagi Pelaku Tindak Pidana Kekerasan Terhadap

B. Anak di Kota Makassar ........................................................................... 43

vii
xi

C. Pembuktian Hukum Pelaku Tindak Pidana Kekerasan Terhadap

Anak di Kota Makassar Studi Kasus Putusan

No.96/Pid.Sus-Anak/2022/PN.Mks ....................................................... 46

BAB V PENUTUP ............................................................................................ 64

A. Kesimpulan ............................................................................................ 64

B. Saran ....................................................................................................... 65
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 66

viii
xii

DAFTAR TABEL

Halaman
1.1 Jumlah data kekerasan terhadap anak di Indonesia .................................... 4
4.1 Tindak pidana yang melibatkan anak sebagai pelaku di Kota Makassar
Tahun 2020-2022 ........................................................................................ 43

ix
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Anak adalah investasi masa depan bagi setiap negara di dunia. Anak

merupakan sumber daya manusia yang menjadi generasi penerus pembangunan

suatu negara. Dalam dunia internasional, setiap negara wajib memberikan jaminan

setiap pelaksanaan yang dimiliki oleh setiap manusia, termasuk anak-anak. Secara

yuridis, setiap negara memiliki tanggung jawab menjamin dan memberikan

penghidupan yang baik bagi anak-anak, memberikan kesejahteraan baik secara

lahir dan batin, serta melindungi dari segala macam bahaya yang mengancam diri

anak. Negara harus memberikan jaminan perlindungan kepada anak secara

optimal.

Perkembangan dewasa ini, problematika anak dan perlindungan terhadap

hak-hak anak menjadi hal yang penting. Berbagai kondisi anak telah menunjukkan

bahwa ternyata anak-anak masih berada dalam keadaan yang memprihatinkan.

Anak kerap kali berada dalam posisi yang rentan terhadap permasalahan

kriminalitas1. Maka dari itu elemen-elemen penting seperti negara, masyarakat

dan keluarga anak menjadi bagian vital yang seharusnya menjamin terpenuhinya

semua kebutuhaan dan hak dasar bagi anak. Hal ini dikarenakan anak adalah

kelompok manusia yang belum mampu secara mandiri membela hak-haknya.

Kedudukan anak dalam hukum juga dibedakan dengan kelompok manusia yang

1
Ratri Novita Erdianti, 2020, Hukum Perlindungan Anak di Indonesia, Malang, UMM Press, hlm.
1

1
2

lain. Anak dengan segala kedudukannya di hadapan hukum layak diperhatikan

pemenuhan kebutuhannya baik jasmani maupun kebutuhan rohani.

Kesadaran nasional atau justifikasi konstitusional melindungi anak sebagai

urusan utama dalam berbangsa dan bernegara, tertuang dalam Pasal 28 ayat (2)

Undang-Undanh Dasar Negara Republilk Indonesia 1945 secara ekplisit telah

menegaskan hak-hak konstitusi anak bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan

hidup, tumbuh dan berkembang, dan perlindungan dari berbagai bentuk kekerasan

dan diskriminasi. Perihal perlindungan anak dari kekerasan baik fisik, psikis,

seksual, dan penelantaran, di Indonesia telah ada jaminan perlindungan hukum

melalui Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pengertian kekerasan

sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 1 ayat 15a Undang-Undang

Perlindungan Anak diartikan sebagai perbuatan terhadap anak yang berakibat

timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual, dan/atau

penelantaran, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan atau

perampasan kemerdekaan secara melawan hukum2.

Delik pidana kekerasan terhadap anak sendiri diatur dalam dalam Undang-

Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor

23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak berjumlah 3 (tiga) delik yang terdapat

pada Pasal 76C (dijerat dengan Pasal 80 ayat 1, ayat 2, dan ayat 2), Pasal 76D

(dijerat dengan Pasal 81 ayat 1), dan Pasal 76E (dijerat dengan Pasal 82 ayat 1).3

Ketiga delik kekerasan terhadap anak tersebut diharapkan mampu melindungi


2
Beniharmoni Harefa, 2019, Kapita Selekta Perlindungan Hukum Bagi Anak, Sleman,
Deepublish, hlm. 95
3
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak
3

anak dari tindak kekerasan. Selain itu, ketentuan tersebut juga memberikan

kepastian perlindungan dan penegakan pidan terhadap individu yang melakukan

kekerasan terhadap anak. Dalam hal ini dapat dilihat bahwa hukum pidana selain

bertindak sebagai ultimum remedium (upaya hukum terakhir yang bersifat

represif), juga dapat bertindak sebagai premium remedium (bersifat preventif)

dengan memberikan menegaskan ancaman sehingga secara tidak langsung

membuat individu tertentu untuk mengurungkan niatnya melakukan kekerasan

terhadap anak.

Meskipun demikian, tidak semua yang dilarang oleh aturan hukum selalu

sejalan dengan perbuatan suatu masyarakat. Faktanya meskipun telah ditegaskan

ancaman, kekerasan terhadap anak masih marak terjadi dan hal yang

melatarbelakangi seorang anak mengalami kekerasan sangat erat kaitannya

dengan keluarga dan lingkungan masyarakat sekitarnya. Sebab keberadaan anak-

anak tidak terlepas dari pola asuh keluarga dan tingkah laku umum masyarakat

yang ada disekitarnya.

Kekerasan yang sering terjadi pada anak secara langsung merupakan

perbuatan berbahaya, merusak, dan menakutkan anak. Anak yang menjadi korban

kekerasan tidak hanya menjadi menderita kerugian material tetapi lebih dari itu

akan berdampak pada kerugian immaterial. Anak akan mengalami goncangan

emosional dan psikologis. Mirisnya, pelaku kekerasan terhadap anak justru

dilakukan oleh orang tua, anggota keluarga, masyarakat dan bahkan aparat

pemerintah sendiri (aparat penegak hukum).


4

Berdasarkan data dari Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan

dan Anak (SIMFONI) PPA menyebutkan bahwa :

Tabel 1.1
Jumlah data kekerasan terhadap anak di Indonesia

Tahun Jumlah Kasus Rincian Kasus

Kekerasan Seksual : 6.454


2019 11.057 Kekerasan Psikis : 2.527
Kekerasan Fisik : 3.401
Kekerasan Seksual : 6.980
2020 11.278 Kekerasan Psikis : 2.737
Kekerasan Fisik : 2.900
Kekerasan Seksual : 5.628
2021 12.556 Kekerasan Psikis : 3.332
Kekerasan Fisik : 3.274
Sumber : Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak
(SIMFONI) PPA

Berdasarkan tabel diatas kasus kekerasan terhadap anak terus meningkat

setiap tahunnya, dan tahun 2021 peningkatan lebih tajam. Pada tahun 2019, kasus

kekerasan terhadap anak sebanyak 11.057 kasus meningkat menjadi 11.278 kasus

pada tahun 2020, dan meningkat kembali pada tahun 2021 selama Januari-

November menjadi 12.5564. Meningkatnya kasus kekerasan anak ini menjadi

kegelisahan tersendiri dan menimbulkan pertanyaan terkait penerapan sanksi

pidana yang dianggap belum mampu memberikan efek jera.

Kasus tindak pidana kekerasan anak juga telah menjadi perhatian

pemerintah Kota Makassar, Arah kebijakan pemerintah Kota Makassar terkait

kebijakan perlindungan anak tertuang dalam Peraturan Daerah Kota Makassar

Nomor 5 Tahun 2021 tentang tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah

4
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak, Profil Anak 2021, Jakarta, Kemen PPA, hlm.
124
5

Daerah (RPJMD) Kota Makassar 2021–2026. Kebijakan terkait perlindungan

anak tertuang dalam poin Kebijakan Umum dan Program Pembangunan Daerah

Kota Makassar poin 19 yakni meningkatnya keberdayaan perempuan dan

perlindungan anak yang meliputi kebijakan umum yakni (1) Penguatan pokja

gender, (2) Peningkatan perlindungan perempuan dan anak, dan (3)

Pengembangan kelurahan layak anak.

Namun upaya pemerintah Kota Makassar tersebut dalam melakukan

pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap anak sejauh ini belum mampu

menekan angka kekerasan terhadap anak di Kota Makassar, hal ini terlihat dalam

daftar angka kekerasan dalam waktu beberapa tahun terakhir dimana berdasarkan

data DPPPA Kota Makassar ditemukan bahwa kasus yang diterima dalam kurun

waktu dari Januari hingga Desember 2019, tercatat 1.351 kasus kekerasan yang

terjadi pada perempuan dan anak. Terhadap anak 187 kasus merupakan kekerasan

fisik, 29 kasus Penelantaran anak, 57 kasus kekerasan secara psikis, kekerasan

seksual sebanyak 127 kasus, 12 kasus menyangkut trafficking, serta 266 kasus

anak yang berhadapan dengan hukum. Kemudian sepanjang 2021, kekerasan

terhadap anak di Kota Makassar meningkat tajam menjadi 1.551 kasus. Itu artinya

ada peningkatan 50% dibandingkan dengan tahun 2020 yang hanya 1.031 kasus. 5

Mengingat masih banyak terjadinya tindak pidana kekerasan yang terjadi

terhadap anak di Kota Makassar dan dengan adanya identifikasi karakteristik anak

yang mengalami kekerasan, merupakan pendekatan lain yang dapat dijadikan

petunjuk oleh pemerintah atau masyarakat untuk membuat prioritas dalam


5
Siga Makassar, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Makassar,
https://siga.dp3amakassar.com/page-data-kekerasan_terhadap_perempuan.html diakses 30
Agustus 2022
6

melakukan intervensi untuk dapat menghindari tindakan kekerasan pada anak ini.

Berangkat dari berbagai fenomena kekerasan terhadap anak yang terjadi

khususnya di Kota Makassar yang semakin meningkat sehingga perlu dianalisis

secara yuridis kekerasan terhadap anak dan perlu diperhatikan khususnya di

kalangan para penegak hukum yaitu pihak kepolisian, kejaksaan, pengadilan

negeri maupun instansi yang terkait, agar sebelum menerapkan hukum sesuai

dengan yang diharapkan, dengan lebih mengetahui faktor penyebab terjadinya

kekerasan pada anak dan menunjukkan langkah-langkah yang proaktif dalam

melakukan perlindungan pada anak sebagaimana yang tertuang dalam Undang-

Undang Perlindungan Anak.

Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk mengkaji lebih lanjut dan

melakukan penelitian dengan judul: Tinjauan Hukum Tindak Pidana

Kekerasan Terhadap Anak Di Kota Makassar.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah penerapan sanksi terhadap pelaku tindak pidana kekerasan

terhadap anak di Kota Makassar?

2. Bagaimanakah pembuktian hukum tindak pidana kekerasan terhadap anak

di Kota Makassar Studi Kasus No.96/Pid.Sus-Anak/2022/PN.Mks?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui penerapan sanksi terhadap pelaku tindak pidana

kekerasan terhadap anak di Kota Makassar.


7

2. Untuk mengetahui pembuktian hukum tindak pidana kekerasan terhadap

anak di Kota Makassar pada Pengadilan Negeri Kota Makassar

D. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian yang diharapkan dalam penulisan ini adalah:

1. Kegunaan Teoritis

Secara teoritis, penulisan ini dapat memberikan sumbangsih ilmu

pengetahuan utamnya dalam ilmu hukum pidana.

2. Secara Praktis

Penulisan ini menjadi kajian bagi para praktisi hukum dan aparat penegak

hukum dalam penanganan tindak pidana kekerasan anak. Selain itu, dapat

menjadi referensi yang berkaitan dengan pembahasan tindak pidana

kekerasan anak.
8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Dan Unsur-Unsur Tindak Pidana

Istilah tindak pidana dikenal dalam hukum pidana. istilah tindak pidana ini

merupakan terjemahan dari istilah strafbaar feit dalam Kitab Undang-undang

hukum pidana Belanda sebagai hukum nasional melalui asas konkordansi dengan

adanya Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Dalam KUHP, tidak terdapat

penjelasan mengenai apa sebenarnya yang dimaksud dengan strafbaar feit itu

sendiri.6

Menurut Pompe, “strafbaar feit” secara teoritis dapat merumuskan sebagai

suatu pelanggaran norma (gangguan terhadap tertib hukum) yang dengan sengaja

ataupun dengan tidak disengaja telah dilakukan oleh seorang pelaku, di mana

penjatuhan terhadap pelaku tersebut adalah perlu demi terpeliharanya tertib

hukum dan terjaminnya kepentingan hukum.7 Sedangkan Indiyanto Seno Adji

mendefiniskan tindak pidana sebagai perbuatan seseorang yang diancam pidana,

perbuatannya bersifat melawan hukum, terdapat suatu kesalahan yang bagi

pelakunya dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya. 8

Simons menjelaskan bahwa tindak pidana adalah suatu perbuatan yang

diancam dengan pidana, yang bersifat melawan hukum, yang berhubungan dengan

kesalahan dan yanang dilakukan oleh orang yang mampu bertanggung jawab

6
https://www.hukumonline.com/klinik/a/mengenal-unsur-tindak-pidana-dan-syarat-
pemenuhannya-lt5236f79d8e4b4 diakses pada tanggal 8 septembert 2022
7
Erdianto Effendi, 2014, Hukum Pidana Indonesia Suatu Pengantar, Bandung: PT. Refika
Aditama, hlm. 97
8
Indriyanto Seno Adji, 2022, Korupsi dan Hukum Pidana, Jakarta : Kantor Pengacara dan
Konsultasi Hukum “Prof. Oemar Seno Adji&Rekan, hlm.155

8
9

(eene strafbaar gestelde “onrechtmatige met schuld in verband staaande

handeling van een toerekeningsvatbaar person”).9

R. Tresna mengemukakan bahwa peristiwa pidana adalah suatu rangkaian

perbuatan yang dilakukan manusia, yang bertolak belakang dengan undang-

undang atau peraturan-peraturan lainnya, terhadap perbuatan yang dikenankan

sanksi.10

Tindak pidana pada dasarnya cenderung melihat pada perilaku atau

perbuatan (yang mengakibatkan) yang dilarang oleh undang-undang. Tindak

pidana khusus lebih pada persoalan-persoalan legalitas atau yang diatur dalam

undang-undang.

Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)terbagi dalam Buku II

dan Buku III dalam Buku II memuat tentang Kejahatan dan Buku III memuat

tentang Pelanggaran. Tindak Pidana juga dibedakan atas Tindak Pidana Formil

(Formeel Delicten) dan Tindak Pidana Materil (Meteriil Delicten). Tindak pidana

formil adalah perbuatan pidana yang perumusannya dititikberatkan pada

perbuatan yang dilarang yaitu tindak pidana telah dianggap selesai dengan telah

dilakukannya perbuatan yang dilarang oleh undang-undang tanpa mempersoalkan

akibatnya, sedangkan tindak pidana materil adalah perbuatan pidana yang

dititiberatkan pada akibat yang dilarang yaitu tindak pidana ini dianggap telah

selesai apabila akibat yang dilarang itu terjadi.

Secara teoritis terdapat beberapa jenis perbuatan pidana atau tindak pidana

dapat dibedakan secara kualitatif atas kejahatan dan pelanggaran. Kejahatan


9
Andi Hamzah, 2017, Hukum Pidana Indonesia,Jakarta: Sinar Grafika, hlm.33
10
R.Tresna, 2022, Hukum Pidana Korporasi dan Sistematisasi Penegakannya SecaraI
integral,Sleman: DEEPUBLISH, hlm. 61
10

adalah rechtdelicten, yaitu perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan

keadilan, terlepas apakah perbuatan itu diancam pidana dalam suatu undang-

undang atau tidak. Sekalipun tidak dirumuskan sebagai delik dalam undang-

undang, perbuatan ini benar benar dirasakan oleh masyarakat sebagai perbuatan

yang bertentangan dengan keadilan. Sedangkan pelanggaran adalah perbuatan

yang oleh masyarakat baru disadari sebagai perbuatan pidana karena undang-

undang merumuskannya sebagai delik. Perbuatan-perbuatan ini dianggap sebagai

tindak pidana oleh masyarakat karena undang-undang mengancamnya dengan

sanksi pidana.

Tindak pidana juga dibedakan atas delik aduan dan delik biasa. Delik aduan

adalah adalah perbuatan pidana yang penuntutannya hanya dilakukan jika ada

pengaduan dari pihak yang merasa dirugikan. Delik aduan ini dibedakan menjadi

2 jenis yaitu: delik aduan absolute dan delik aduan relatif . Delik aduan absolut

delik yang mempersyaratkan secara mutlak adanya pengaduan untuk

penuntutannya, sedangkan delik aduan relatif adalah delik yang masih dalam

lingkungan keluarga. Delik biasa adalah delik yang tidak mempersyaratkan

adanya pengaduan untuk penuntutannya.

Delik dolus, adalah suatu perbuatan pidana yang dilakukan dengan sengaja.

Misalnya : Pembunuhan (pasal 338 KUHP).Delik culpa, adalah perbuatan pidana

yang tidak sengaja, karena kealpaannya mengakibatkan matinya seseorang.

Misalnya : (Pasal 359 KUHP).

Setelah mengetahui definisi dan pengertian yang lebih mendalam dari tindak

pidana itu sendiri, maka di dalam tindak pidana tersebut terdapat unsur-unsur
11

tindak pidana. Pada hakikatnya, setiap perbuatan pidana harus dari unsur-unsur

lahiriah (fakta) oleh perbuatan, mengandung kelakuan dan akibat yang

ditimbulkan karenanya. Keduanya memunculkan kejadian dalam alam lahir

(dunia).

Unsur-unsur tindak pidana yaitu:11

a. Unsur Objektif

Unsur yang terdapat di luar si pelaku. Unsur-unsur yang ada

hubungannya dengan keadaan, yaitu dalam keadaan di mana tindakan-

tindakan si pelaku itu hanya dilakukan terdiri dari: 1) Sifat melanggar

hukum. 2) Kualitas dari si pelaku. 3) Kausalitas

b. Unsur Subjektif

Unsur yang terdapat atau melekat pada diri si pelaku, atau yang

dihubungkan dengan diri si pelaku dan termasuk didalamnya segala

sesuatu yang tetkandung di dalam hatinya. Unsur ini terdiri dari: 1)

Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus atau culpa) 2) Maksud pada

suatu percobaan, seperti ditentukandalam pasal 53 ayat (1) KUHP. 3)

Macam-macam maksud seperti terdapat dalam kejahatankejahatan

pencurian, penipuan, pemerasan, dan sebagainya. 4) Merencanakan

terlebih dahulu, seperti tecantum dakam pasal 340 KUHP, yaitu

pembunuhan yang direncanakan terlebih dahulu. 5) Perasaan takut seperti

terdapat di dalam pasal 308 KUHP.

Menurut Simons, unsur-unsur tindak pidana (strafbaar feit) adalah:12

11
Teguh Prasetyo, 2016, Hukum Pidana (Edisi Revisi), Jakarta: Rajawali Pers, hlm. 50
12

a. Perbuatan manusia (positif atau negatif, berbuat atau tidak berbuat atau

membiarkan).

b. Diancam dengan pidana (statbaar gesteld).

c. Melawan hukum (onrechmatig).

d. Dilakukan dengan kesalahan (met schuld in verband stand)

Menurut Pompe, untuk terjadinya perbuatan tindak pidana harus dipenuhi

unsur sebagai berikut: 1) Adanya perbuatan manusia. 2) Memenuhi rumusan

dalam syarat formal. 3) Bersifat melawan hukun. Sedangkan menurut Jonkers

unsur-unsur tindak pidana adalah: 1) Perbuatan; 2) Melawan hukum; 3).

Kesalahan; 4). Dipertanggungjawabkan.13

Dengan demikian dalam kaitannya dengan syarat penjatuhan pidana,

seorang dapat dijatuhi pidana apabila terpenuhi dua syarat yakni: (1) telah

melakukan tindak pidana; dan (2) mempunyai kesalahan. Seorang tidak dapat

dijatuhi pidana kendatipun telah terbukti melakukan tindak pidana apabila tidak

terpenuhi syarat lain yang berupa adanya kesalahan.

B. Pengertian dan Jenis-Jenis Kekerasan

Kekerasan dalam bahasa latin disebut dengan violence. Violenci berkaitan

erat dengan gabungan kata lain “vis” yang berarti daya, kekuatan dan “latus” yang

berasal dari ferre, membawa yang kemudian berarti membawa kekuatan. Dalam

Kamus Umum Bahasa Indonesia, karangan Poerwadarminta, kekerasan diartikan

sebagai “sifat atau hal yang keras; kekuatan; paksaan”. Sedangkan “paksaan”

berarti tekanan, desakan yang keras. Kata-kata ini bersinomim dengan kata

12
Rahmanuddin Tomalili, 2012, Hukum Pidana, Yogyakarta: CV. Budi Utama, hlm. 12
13
Adami Chazawi, 2008, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, Jakarta: RajaGrafindo, hlm. 81
13

“memperkosa” yangberarti menundukan dengan kekerasan, jadi kekerasan berarti

membawa kekuatan, paksaan dan tekanan.

Kekerasan adalah sebuah tindakan yang memang sengaja dilakukan oleh

individu atau kelompok dengan tujuan menindas yang lemah agar terus

mendapatkan penderitaan. Kekerasan ini bisa dalam bentuk fisik atau bisa juga

dalam bentuk psikis. Adapun tindak kekerasan fisik, seperti seseorang memukul

atau menendang, dan sebagainya. Sedangkan kekerasan psikis, seperti memaksa

orang lain untuk melakukan hal yang tidak disukainya. Kedua bentuk itu sama-

sama memiliki dampak yang bisa merugikan korbannya. 14

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kekerasan adalah perbuatan

seseorang atau kelompok orang yang menyebabkan cedera atau matinya orang

lain atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain. 15

Umumnya bentuk kekerasan terbagi menjadi 3, daiantaranya :

a) Kekerasan fisik

Kekerasan fisik adalah suatu kekerasan yang terjadi secara nyata

atau dapat dilihat dan dirasakan oleh tubuh langsung. Kekerasan fisik ini

seringkali meninggalkan bekas luka bagi penerima kekerasan atau

korban tindak kekerasan, sehingga ketika ingin melaporkan tindak

kekerasan ini akan divisum terlebih dahulu. Adapun wujud dari

kekerasan fisik, seperti pemukulan, pembacokan, bahkan hingga

menghilangkan nyawa seseorang. Kekerasan fisik ini bisa juga disebut

dengan kekerasan langsung karena bisa langsung menyebabkan luka


14
https://www.gramedia.com/literasi/pengertian-kekerasan/ diakses pada tanggal 10 septembert
2022
15
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/kekerasan diakses pada tanggal 10 septembert 2022
14

pada korbann ya. Kekerasan fisik ini bukan hanya terjadi di lingkungan

luar rumah saja, tetapi bisa juga terjadi di lingkungan keluarga, seperti

Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).

b) Kekerasan struktural

Kekerasan struktural ini bisa dibilang sebagai kekerasan yang

sangat kompleks karena bukan hanya berkaitan dengan individu saja,

tetapi juga sering terjadi dengan suatu kelompok. Kekerasan struktural

adalah jenis kekerasan yang dapat terjadi dan pelakunya bisa kelompok

atau seseorang dengan cara memakai sistem hukum, sistem ekonomi,

atau norma-norma yang terjadi pada lingkungan masyarakat. Maka dari

itu, kekerasan struktural ini seringkali menyebabkan terjadinya

ketimpangan sosial, baik itu pada pendidikan, pendapatan, keahlian,

pengambil keputusan, dan sumber daya. Dari hal-hal itu bisa

memberikan pengaruh terhadap jiwa dan fisik seseorang. Kekerasan

struktural ada yang bisa diselesaikan dengan cara bermusyawarah atau

melalui jalur hukum.

c) Kekerasan psikoligis

Kekerasan psikologis adalah kekerasan yang di mana dilakukan

untuk melukai mental atau jiwa seseorang, sehingga bisa menyebabkan

seseorang menderita gangguan jiwa. Kekerasan psikologis ini lebih

dikenal oleh masyarakat banyak dengan nama kekerasan psikis. Bentuk

dari kekerasan psikologis biasanya, seperti ucapan yang menyakitkan

hati, melakukan penghinaan terhadap seseorang atau kelompok,


15

melakukan ancaman, dan sebagainya. Kekerasan psikologis ini bukan

hanya bisa menimbulkan ketakutan saja, tetapi bisa juga menyebabkan

seseorang mendapatkan trauma secara psikis. Jika korban kekerasan

psikis sudah cukup parah, maka ia perlu dibawa ke psikiater atau

psikolog. Selain itu, orang-orang disekitarnya harus tetap

mendukungnya agar mendapatkan keadilan.

Selain tiga jenis kekerasan diatas, dalam pengkategorian jenis kekerasan

juga terdapat kekerasan ekonomi, kekerasan sosial, dan kekerasan emosional.

Kekerasan ekonomi adalah perbuatan seseorang yang diberikan kewenangan

untuk mengasuh dan tidak memenuhi kewajibannya untuk menafkahi anaknya

tersebut, mempekerjakan anak di bawah umur juga merupakan tindakan kekerasan

secara ekonomi. Kekerasan sosial adalah perbuatan yang Mencakup penelantaran

anak dan eksploitasi anak, penelantaran anak adalah sikap dan perlakuan orang

tua yang tidak memberikan perhatian yang layak terhadap proses tumbuh

kembang anak. Misalnya, anak dikucilkan atau tidak diberikan pendidikan dan

perawatan kesehatan yang layak. Sedangan kekerasan emosional merupakan

serangan terhadap perasaan, martabat dan harga diri anak yang menyebabkan luka

psikologis. Kekerasan emosi dapat berupa tindakan mempermalukan, menghina

atau menolak anak, dari hal ini maka dapat dikatakan bahwa penting bagi orang

tua untuk mempertimbangkan makna kata-kata seseorang bagi anak, karena

kritikan dari orang tua akan berdampak lebih dalam pada anak dibanding dengan

kritikan yang diberikan oleh orang lain.


16

Berbagai macam bentuk kekerasan merupakan suatu tindakan yang tidak

mencerminkan Hak Asasi Manusia. Oleh karena itu, bagi pelaku kekerasan harus

segera diberikan sanksi hukum yang sudah berlaku. Selain itu, bagi setiap anggota

masyarakat harus saling melindungi agar tindak kekerasan bisa dihindarkan.

C. Batasan Pengertian Anak

Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang

masih dalam kandungan terdapat dalam Undang-undang No.35 Tahun 2014

tentang Perlindungan Anak. Pasal tersebut menjelaskan bahwa, anak adalah siapa

saja yang belum berusia 18 tahun dan termasuk anak yang masih didalam

kandungan, yang berarti segala kepentingan akan pengupayaan perlindungan

terhadap anak sudah dimulai sejak anak tersebut berada didalam kandungan

hingga berusia 18 tahun. Sedangkan menurut Undang-Undang No 11 Tahun 2012

tentang sistem Peradilan Pidana Anak pasal 1 angka 3 menjelaskan bahwa anak

yang berkonflik dengan hukum yang selanjutnya disebut anak adalah anak yang

telah berumur 12 (dua belas) Tahun, tetapi belum 18 (delapan beas) Tahun yang

diduga melakukan tindak pidana.

Sedangkan dalam kamus besar bahasa indonesia secara etimologi anak

diartikan sebagai generasi kedua atau keturunan pertama dan sering juga disebut

manusia yang masih kecil atau manusia yang belum dewasa16 Dan menurut World

Health Organitation (WHO) definisi anak adalah dihitung sejak seseorang di

dalam kandungan sampai dengan usia 19 tahun.

16
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/anak diakses pada tanggal 10 septembert 2022
17

Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang di dalam

dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Bahwa anak

merupakan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa di masa depan

yang merupakan modal bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable

development). Yang memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus

yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan Negara pada masa depan.

Berangkat dari hal tersebut, kepentingan yang utama untuk tumbuh dan

berkembang anak dalam kehidupan harus menjadi prioritas kita semua.

Sayangnya, tidak semua anak memiliki kesempatan yang sama dalam hidupnya,

banyak di antara mereka beresiko tinggi untuk tidak tumbuh dan berkembang

secara sehat, mendapat pendidikan yang terbaik, lahir dari kelurga tidak mampu

secara finansial, orang tua bermasalah diperlakukan salah, di terlantarkan orang

tua sehingga mereka tidak mendapatkan kehidupan yang layak.

Salah satu upaya perlindungan anak yang sangat penting untuk menjadi

perhatian adalah perlindungan anak terhadap kekerasan anak, terutama kekerasan

fisik dan mental anak yang saat ini terjadi memang sangat memperihatikan. Anak

yang mengalami kekerasan fisik perlu perhatian secara serius, mengingat akibat

dari kekerasan fisik terhadap anak akan menyebabkan anak akan mengalami

trauma yang berkepanjangan. Trauma yang mereka alami ini nanti yang akan

membahayakan tumbuh kembang anak secara psikologis sehingga anak tidak

dapat tumbuh dan berkembang secara wajar.

Anak adalah buah hati yang perlu dijaga selayaknya mendapat perlindungan

yang baik yang semestinya diperoleh anak. Keluarga merupakan tempat anak
18

berlindung dan merasa aman. Berdasarkan data dari Kementerian Pemberdayaan

Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia jumlah kasus kekerasan

terhadap anak di Indonesia sendiri hingga 2022 ini telah mencapai 15.768 kasus.

Dan berdasarkan dari data tersebut, jumlah kasus berdasarkan tempat kejadian

sebanyak 10.465 kasus terjadi di lingkungan rumah tangga. Rumah yang menjadi

tempat tenyaman bagi anak berdasarkan data tersebut di atas justru menjadi lokasi

terbanyak tejadinya kekerasan terhadap anak, sungguh suatu hal yang miris.

Anak yang menjadi korban kekerasan menderita kerugian, tidak saja bersifat

material, tetapi juga bersifat immaterial seperti goncangan emosional dan

psikologis yang dapat mempengaruhi kehidupan masa depan anak. Anak yang

menjadi korban kekerasan fisik dalam keluarga perlu diperhatikan khususnya

orangtua.

Dalam perundang-undangan di Indonesia, kewajiban dalam memberikan

perlindungan hukum terhadap anak tersebut sebenarnya telah diwujudkan dan

dituangkan sejak dalam konstitusi yaitu dalam Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945, yakni pada Bab XA tentang Hak Asasi Manusia

dan dituangkan dalam pasal 28A sampai dengan pasal 28J. Sedangkan tentang hak

anak diatur diatur dalam pasal 28B ayat (2) yang menyatakan bahwa “setiap anak

memiliki hak atas kelangsungan hidupnya, tumbuh maupun berkembang serta

mempunyai hak atas perlindungan dari kekerasan maupun diskriminasi yang

diterima oleh anak”. 17

17
Tini Rusmini Gorda, 2017, Hukum Perlindungan Anak korban Pedofilia, Malang: Setara Press,
hlm. 76
19

Selain itu, anak diberikan perlindungan hukum terhadap anak sebagai

korban kekerasan terdapat dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35

Tahun 2014 Tentang Perlindungan anak yaitu agar anak tersebut mendapat

perlindungan dan hak-haknya sebagai anak juga dilindungi yaitu hak untuk hidup,

tumbuh berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan

martabat kemanusiaan, serta perlindungan hukum diberikan agar mendapat

perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi yang akan menimpa anak.

Dalam hukum pidana positif yang berlaku saat ini, pada hakekatnya telah

ada perlindungan secara tidak langsung terhadap berbagai kepentingan hukum dan

hak asasi korban. Jadi dengan adanya sanksi yang terdapat pada berbagai

perumusan tindak pidana kekerasan terhadap anak dalam Undang-Undang Nomor

35 tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak, apabila diterapkan terhadap pelaku

yang melakukan kekerasan terhadap anak dipandang merupakan bentuk

perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban kekerasan.

Berbagai macam peraturan perundang-undangan di indonesia telah

mendefinisikan anak dengan berbagai pemahaman yang berbeda-beda yang

disesuaikan dengan kebutuhan penggunaannya. Seperti contohnya diatas penulis

telah memberikan perbedaan definisi mengenai anak berdasarkan Undang-Undang

No.35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang No 11 Tahun

2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Dapat ditarik kesimpulan bahwa

pengertian anak memiliki arti yang sangat luas dan bersifat universal.
20

D. Jenis dan Sistem Pembuktian Yang Dianut Di Indonesia

Sistem pembuktian dalam hukum acara pidana bertujuan untuk menilai alat

bukti dalam suatu perkara yang sedang diperiksa. Pembuktian adalah ketentuan-

ketentuan yang berisi pedoman menurut tata cara yang dibenarkan undang-undang

untuk membuktikan kesalahan yang didakwakan terhadap terdakwa.18 Pembuktian

merupakan upaya hukum yang dilakukan guna memberikan kejelasan berkaitan

tentang kedudukan hukum bagi pihak-pihah dengan dilandasi dengan dalil-dalil

hukum yang dikemukakan oleh para pihak, sehingga dapat memberikan gambaran

yang jelas pada hakim untuk membuat kesimpulan dan keputusan tentang

kebenaran dan kesalahan para pihak-pihak yang berperkara tersebut.19

Kata pembuktian berasal dari kata “bukti” yang artinya sesuatu yang

menyatakan kebenaran suatu peristiwa, kemudian mendapat awalan “pem” dan

akhiran “an” maka pembuktian artinya proses perbuatan cara membuktikan

sesuatu yang menyatakan kebenaran suatu peristiwa.20

Pembuktian tentang benar tidaknya terdakwa melakukan perbuatan yang

didakwakan, merupakan bagian terpenting acara pidana. Dalam hal ini pun hak

asasi manusia dipertaruhkan.21 Bagaimana akibatnya jika seorang yang

didakwakan dinyatakan terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan

berdasarkan alat bukti yang ada disertai keyakinan hakim padahal tidak benar.

Untuk inilah maka hukum acara pidana bertujuan untuk mencari kebenaran

18
https://litigasi.co.id/posts/hukum-pembuktian-menurut-hukum-acara-pidana, Diakses pada
tanggal 11 September 2022
19
Ali imron & Muhammad Iqbal, 2019, Hukum Pembuktian, Unpam Press, hlm.2
20
KBBI
21
Andi hamzah .2015. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta. Sinar Grafika, hlm. 249
21

materil berdasarkan alat-alat bukti yang sah menurut peraturan perundang-

undangan.

Dalam persidangan baik dalam hukum acara perdata atau hukum acara

pidana seorang hakim terikat pada alat-alat bukti yang sah berdasarkan undang-

undang yang telah ditetapkan, yang berarti bahwa hakim hanya boleh mengambil

keputusan berdasarkan alat bukti yang ditentukan oleh undang-undang saja.

Tujuan dari pembuktian adalah untuk memberikan gambaran berkaitan

tentang kebenaran atas suatu peristiwa, sehingga dari peristiwa tersebut dapat

diperoleh kebenaran yang dapat diterima oleh akal. Pembuktian mengandung arti

bahwa benar suatu peristiwa pidana telah terjadi dan terdakwalah yang bersalah

melakukannya, sehingga harus mempertanggung jawabkannya. Dalam

pembuktian harus menggunakan alat bukti, jenis-jenis alat bukti yang sah menurut

hukum terdapat pada Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana pasal 184 ayat

1 (KUHAP) yaitu:

a. Keterangan saksi

Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna

kepentingan penyidik, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara

pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri.

b. Keterangan ahli

Dalam Pasal 186 KUHAP “keterangan ahli ialah apa yang seorang

ahli nyatakan disidang pengadilan”.

c. Surat
22

Menurut Pasal 187 KUHAP bahwa yang dimaksud dengan surat

sebagaimana pada Pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah jabatan

atau dikuatkan dengan sumpah, adalah:

1) Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat

umum yang berwenang atau yang dibuat dihadapannya, yang memuat

keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau

dialaminya sendiri, disertai alasan yang jelas dan tegas tentang

keterangannya itu.

2) Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan

atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam

tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang diperumtuhkan

bagi pembuktian sesuatu hal atau suatu keadaan.

3) Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan

keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta

secara resmi dan padanya.

4) Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi

dari alat pembuktian yang lain.

d. Petunjuk

Berdasarkan Pasal 188 KUHAP di artikan bahwasanya yang dimaksud

dengan alat bukti petunjuk sebagi berikut:

(1) Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena

persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun


23

dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu

tindak pidana dan siapa pelakunya.

(2) Petunjuk sebagaiman yang dimaksud pada ayat (1) hanya dapat

diperoleh dari keterangan saksi, surat, dan keterangan terdakwa.

(3) Penilaian atau kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam setiap

keadaan tertentu dilakukan oleh hakim dengan arif lagi bijaksana,

setelah ia mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan

keseksamaan berdasarkan hati nuraninya.

e. Keterangan terdakwa

Yang dimaksud dengan keterangan terdakwa sebagaimana disebutkan

pada Pasal 189 KUHAP sebagai berikut:

a. Keterangan terdakwa adalah apa yang terdakwa nyatakan disidang

tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahuai sendiri atau

alami sendiri.

b. Keterangan terdakwa yang diberikan diluar sidang dapat digunakan

untuk membantu menemukan bukti di didang, asalkan keterangan itu

didukung oleh suatu alat bukti yang sah sepanjang mengenai hal yang

didakwakan kepadanya.

c. Keterangan terdakwa hanya dapat digunakan terhadap dirinya sendiri

d. Keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa ia

bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya,

melainkan harus disertai dengan alat bukti yang sah lainnya.


24

Kegiatan pembuktian yang didasarkan pada sistem pembuktian bagi

beberapa pihak berikut:22

a. Bagi hakim diarahkan sedemikian rupa guna membentuk keyakinan

tentang telah terjadi tindak pidana yang didakwakan dan keyakinan

bahwa terdakwa yang bersalah melakukannya (183 KUHAP).

b. Bagi Jaksa Penuntut Umum (JPU) diarahkan sedemikian rupa guna

memengaruhi terbentuknya keyakinan hakim bahwa benar telah terjadi

tindak pidana dan terdakwa bersalah telak melakukannya.

c. Bagi Penasihat Hukum (PH) diarahkan sedemikian rupa guna

memengaruhi pendapat hakim ke arah tidak terbentuknya keyakinan

hakim tentang terbuktinya tindak pidana yang didakwakan / dan atau

tidak terbentuknya keyakinan hakim tentang terdakwa bersalah

melakukannya. Atau terbentuknya pendapat hakim tentang adanya hal-

hal yang menghapuskan kesalahan dan atau sifat melawan hukumnya

perbuatan atau setidak-tidaknya meringankan kesalahan dan beban

pertanggungjawaban pidana terdakwa.

E. Ketentuan Sanksi Pidana Dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2014

Istilah pidana diartikan sebagai sanksi pidana, selain itu juga diartikan

dengan istilah-istilah lain yaitu hukuman, penghukuman, pemidanaan, penjatuhan

hukuman, pemberian pidana dan hukuman pidana.23 Sanksi pidana adalah suatu

hukuman sebab akibat, sebab adalah kasusnya dan akibat adalah hukumnya, orang

22
Adami Chazawi, 2016, Kemahiran&Keterampilan Hukum Pidana, Cetakan ke 8, Malang:
Bayumedia Publishing. hlm.203
23
Mahrus Ali, 2012, Dasar-Dasar Hukum Pidana, Jakarta: Sinar Grafika, hlm. 185
25

yang terkena akibat akan mempeoleh sanksi baik masuk penjara ataupun terkena

hukuman lain dari pihak berwajib.

Sanksi pidana merupakan suatu jenis sanksi yang bersifat nestapa yang

diancamkan atau dikenakan terhadap perbuatan atau pelaku perbuatan pidana atau

tindak pidana yang dapat mengganggu atau membahayakan kepentingan hukum.

Sanksi pidana pada dasarnya merupakan suatu penjamin untuk merehabilitasi

perilaku dari pelaku kejahatan tersebut, namun tidak jarang bahwa sanksi pidana

diciptakan sebagai suatu ancaman dari kebebasan manusia itu sendiri.24

Sanksi pidana merupakan jenis sanksi yang paling banyak digunakan di

dalam menjatuhkan hukuman terhadap seseorang yang dinyatakan bersalah

melakukan perbuatan pidana. Sanksi tindakan merupakan jenis yang lebih banyak

tersebar di luar KUHP, walaupun dalam KUHP sendiri mengatur juga bentuk-

bentuknya, yaitu berupa perawatan di rumah sakit dan dikembalikan pada orang

tuanya atau walinya bagi orang yang tidak mampu bertamggung jawab dan anak

yang masih di bawah umur.

Dalam Black‟s Law Dictionary Henry Campbell Blackmemberikan

pengertian sanksi pidana sebagai punishment attached to conviction at crimes

such fines, probation and sentences (suatu pidana yang dijatuhkan untuk

menghukum suatu penjahat (kejahatan) seperti dengan pidana denda, pidana

pengawasan dan pidana penjara). Berdasarkan deskripsi pengertian sanksi pidana

di atas dapat disimpulkan, bahwa pada dasarnya sanksi pidana merupakan suatu

pengenaan suatu derita kepada seseorang yang dinyatakan bersalah melakukan

24
Tri Andrisman, 2019, Asas-asas dan Dasar Aturan Hukum Pidana Indonesia, Bandar Lampung:
Unila, hlm. 8
26

suatu kejahatan (perbuatan pidana) melalui suatu rangkaian proses peradilan oleh

kekuasaan (hukum) yang secara khusus diberikan untuk hal itu, yang dengan

pengenaan sanksi pidana tersebut diharapkan orang tidak melakukan tindak

pidana lagi.25

Berkaitan dengan macam-macam sanksi dalam hukum pidana itu dapat

dilihat didalam pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Pasal 10 KUHP

menentukan, bahwa pidana terdiri dari:

a. Pidana Mati

Hukum pidana tidak pernah melarang orang mati, akan tetapi

akan melarang orang yang menimbulkan kematian, karena perbuatannya.

Keberadaan pidana mati (death penalty) dalam hukum pidana (KUHP),

merupakan sanksi yang paling tertinggi apabila dibandingkan dengan

sanksi pidana lainnya. Dilihat dari rumusan-rumusan perbuatan di dalam

KUHP, memperlihatkan bahwa ancaman pidana mati ditujukan atau

dimaksudkan hanya terhadap perbuatan-perbuatan yang sangat serius dan

berat.26

Pidana mati merupakan pidana yang paling keras dalam sistem

pemidanaan. Sungguhpun demikian, pidana mati paling banyak dimuat

dalam hukum pidana di banyak Negara dengan cara eksekusi dengan

berbagai bentuk mulai dari pancung, digantung, disetrum listrik, disuntik

hingga ditembak mati. Berdasarkan Pasal 69 Undang-Undang Nomor 35

Tahun 2009 tentang Narkotika maupun berdasarkan hak yang tertinggi

25
Mahrus Ali, Op.Cit., hlm. 195
26
Rasyid Ariman dan Fahmi Raghib, 2015, Hukum Pidana, Malang: Setara Pers, hlm. 294
27

bagi manusia, pidana mati adalah pidana yang terberat menurut hukum

positif di Indonesia.

Tujuan menjatuhkan dan menjalankan hukuman mati juga

diarahkan kepada khalayak ramai agar mereka, dengan ancaman

hukuman mati akan takut melakukan perbuatan-perbuatan kejam yang

akan mengakibatkan mereka dihukum mati. Kelemahan dan keberatan

pidana mati ini ialah apabilah telah dijalankan, maka tidak dapat member

harapan lagi untuk perbaikan, baik revisi atau jenis pidananya maupun

perbaikan atas diri terpidananya apabila kemudian ternyata penjatuhan

pidana itu terdapat kekeliruan, baik kekeliruan terhadap orang atau

pembuatnya, maupun kekeliruan terhadap tindak pidana yang

mengakibatkan pidana mati itu dijatuhkan dijalankan dan juga kekeliruan

atas kesalahan terpidana.

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), kejahatan

yang diancam dengan pidana mati hanya kejahatan yang dipandang

sangat berat,27 yaitu sebagai berikut:

1. Pasal 104 KUHP (maker terhadap presiden dan wakil presiden).

2. Pasal 111 ayat (2) KUHP (membujuk Negara asing untuk

bermusuhan atau berperang, jika permusuhan itu dilakukan atau

berperang).

3. Pasal 124 ayat 1 KUHP (membantu musuh waktu perang).

27
Rahmanuddin Tomalili, 2015, Hukum Pidana, Jakarta: Mitra Wacana Media, hlm. 59
28

4. Pasal 124 KUHP (menyebakan atau memudahkan atau

menganjurkan huru hara).

5. Pasal 140 ayat (3) KUHP (maker tergadap raja atau presiden atau

kepala Negara sahabat yang direncanakan atau berakibat maut).

6. Pasal 340 KUHP (pembunuhan berencana).

7. Pasal 365 ayat (4) KUHP (pencurian dengan kekerasan yang

mengakibatkan luka berat atau mati).

8. Pasal 444 KUHP (pembajakan di laut, di pesisir dan di sungai

yang mengakibatkan kematian).

9. Pasal 479 ayat (2) dan pasal 479 ayat (2) KUHP (kejahatan

penerbangan dan kejahatan terhadap sarana/prasarana

penerbangan).

b. Pidana Penjara (Gevangemisstraf/Improsonment)

Pidana penjara merupakan pidana pokok yang berwujud

pengurungan atau perampasam kemerdekaan seseorang. Namun

demikian, tujuan pidana penjara itu tidak hanya memberikan pembalasan

terhadap perbuatan yang dilakukan dengan memberikan penderitaan

kepada terpidana karena telah dirampas atau dihilangkan kemerdekaan

bergeraknya, disamping itu juga mempunyai tujuan lain yaitu ungtuk

membina dan membimbing terpidana agar dapat kembali menjadi

anggota masyarakat yang baik dan berguna bagi masyarakat, bangsa dan

Negara.28

28
Zuleha, 2017, Dasar-Dasar Hukum Pidana, Yogyakarta: Deepublish, hlm. 95
29

Dalam pidana penjara terdapat 3 sistem pemenjaraan, yaitu:

1) Sistem Pensylvania/Cellulaire System, dalam system Pensylvania

terpidana dimasukkan dalam sel-sel tersendiri. Ia sama sekali tidak

diizinkan menerima tamu. Dia juga tidak boleh bekerja di luar sel

tersebut. Satu-satunya pekerjaannya ialah untuk membaca Buku Suci

yang diberikan kepadanya. System ini pertama kali digunakan di

Pensylvania, karena itu disebut Sistem Pensylvania.

2) Sistem Auburn, dalam system Auburn yang disebut juga system

Silent, karena pada malam hari terpidana dimasukkan dalam sel

sendiri tetapi pada siang hari diwajibkan bekerja sama dengan

narapidana lain tetapi diarang berbicara antarsesama narapidana atau

kepada orang lain.

3) Sistem English/Progresif, system progresif dilakukan secara bertahap.

Pada tahap pertama selama tiga bulan, terpidana menggunakan

cellular system, setelah ada kemajuan, si terpidana

diperbolehkanmenerima tamu, berbincang-bincang dengan sesama

narapidana, bekerja sama dan lain sebagainya. Tahap selanjutnya lebih

ringan lagi, bahkan pada tahap akhir ia boleh menjalani pidananya di

luar tembok penjara.29

Selanjutnya, orang-orang yang menjalani pidana penjara digolongkan dalam

kelas-kelas, yaitu:

29
Erdianto Effendi, 2011, Hukum Pidana Indonesia Suatu Pengantar, Bandung: Refika Aditama,
hlm. 147
30

1. Kelas satu yaitu untuk mereka yang dijatuhi pidana penjara seumur

hidup dan mereka yang telah dijatuhi pidana penjara sementara.

2. Kelas dua yaitu mereka yang telah dijatuhi pidana penjara selama lebih

dari tiga bulan yakni apabila mereka dipandang tidak perlu untuk

dimasukkan ke dalam golongan terpidana kelas satu atau mereka yang

dipidahkan ke dalam golongan kelas dua dari golongan kelas 1 dan 3,

mereka yang dipindahkan ke golongan kelas 2 dari golongan kelas 3.

3. Kelas 3 adalah mereka yang semula termasuk ke dalam golongan kelas

2, yang karena selama enam bulan berturutturut telah menunjukkan

kelakuan yang baik, hingga perlu dipindahkan ke golongan kelas tiga.

4. Kelas empat adalah mereka yang telah dijatuhi pidana penjara kurang

dari tiga bulan.

c. Pidana Kurungan (Hechtenis)

Pidana kurungan adalah bentuk-bentuk dari hukuman perampasan

kemerdekaan bagi si terhukum yaitu pemisahan si terhukum dari

pergaulan hidup masyarakat ramai dalam waktu tertentu dimana sfatnya

sama dengan hukuman penjara yaitu perampasan kemerdekaan orang.30

Terhadap pidana kurungan ini yang dianggap oleh pembentuk undang-

undang lebih ringan dari pidana penjara dan ini seklaigus merupakan

perbedaan antara kedua pidana itu, ialah:

1. Menurut Pasal 12 ayat (2) KUHP lamanya hukuman penjara

adalah sekurang-kurangnya (minimum) satu hari dan

30
Niniek Suparni, 2017, Eksistensi Pidana Denda dalam Sistem Pidana dan Pemidanaan, Jakarta:
Sinar Grafika, hlm. 23
31

selamalamanya lima belasa tahun berturut-turut. Maksimum 15

tahun dilampaui dalam hal gabungan tindak pidana, recidive, atau

dalam hal berlakunya pasal 52 KUHP (ayat 3 dari Pasal 12).

2. Menurut Pasal 19 ayat (2) KUHP, kepada seseorang hukuman

kurangan diberi pekerjaan lebih ringan dari orang yang dijatuhi

pidana penjara.31

3. Menurut Pasal 21 KUHP, hukuman kurungan harus dijalani

dalam daerah Provinsi tempat si terhukum berdiam.

4. Menurut Pasal 23 KUHP, orang yang dihukum dengan kurungan

boleh memperbaiki nasibnya dengan biaya sendiri menurut

peraturan yang ditetapkan dalam undang-undang.32

Peraturan-peraturan yang sama bagi hukuman kurungan dan

penjara adalah:

1) Menurut Pasal 20, dalam putusan hakim yang menjatuhkan

hukuman penjara atau kurungan selama tidak lebih dari sebulan.

2) Tidak boleh disuruh bekerja diluar tembok lembaga

permasyarakatan bagi: a) Orang dihukum penjara seumur hidup;

b) Orang-orang perempuan; c) Orang-orang yang mendapat

sertifikat dari dokter.

3) Menurut Pasal 26 KUHP, apabila menurut hakim ada alasan

mendasar atas keadaan permasyarakatan, maka dapat ditentukan

31
Pasal 19 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
32
Pasal 23 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
32

bahwa kepada hukuman penjara atau kurungan tidak diberi

pekerjaaan diluar tembok lembaga permasyarakatan.

Walaupun pidana penjara ataupun kurungan masih menjadi

polemik karena banyak kalangan yang masih mempersoalkan manfaat

dari pada jenis pidana ini. Namun penerapannya tetap dianggap yang

terbaik untuk saat ini karena terbukti banyak mantan napi yang kemudian

takut untuk tidak mengulanginya lagi begitupula unsur preventifnya juga

diutamakan bagi masyarakat luas.33

d. Pidana Denda

Pidana Denda adalah jenis pidana yang dikenal secara luas di

dunia, dan bahkan di Indonesia. Pidana ini diketahui sejak zaman

Majapahit dikenal sebagai pidana ganti kerugian. Menurut Andi Hamzah,

pidana dendamerupakan bentuk pidana tertua, lebih tua daripada pidana

penjara, mungkin setua pidana mati.34

Menurut pasal 30 ayat (2) KUHP apabila denda tidak dibayar

harus diganti dengan pidana kurungan, yang menurut ayat (3) lamanya

adalah minimal satu hari dan maksimal enam bulan, menurut pasal 30

ayat (4) KUHP, pengganti denda itu diperhitungkan sebagai berikut:

1) Putusan denda setengah rupiah atau kurang lamanya ditetapkan

satu hari.

33
Teguh Prasetyo, 2018, Kriminalisasi dalam Hukum Pidana, Bandung: Nusa Media, hlm. 124
34
Andi Hamzah, 2015, Asas-Asas Hukum Pidana Edisi Revisi, Jakarta: Rinaka Cipta, hlm. 189
33

2) Putusan denda yang lebih dari setengah rupiah ditetapkan

kurungan bagi tiap-tiap setengah rupiah dan kelebihannya tidak

lebih dari satu hari lamanya.35

Dalam praktek hukum selama ini, pidana denda jarang sekali

dijatuhkan. Hakim selalu menjatuhkan pidana kurungan atau penjara jika

pidana denda itu diancamkan sebagai alternatif saja dalam rumusan

tindak pidana yang bersangkutan, kecuali apabila tindak pidana itu

memang hanya diancamkan dengan pidana denda saja, yang tidak

memungkinkan hakim menjatuhkan pidana lain selain denda.36

e. Pidana Tutupan

Dasar hukum diformulasikannya pidana tutupan ini dalam KUHP

terdapat di dalam Undang-Undang RI 1946 No.20, berita Republik

Indonesia Tahun II No.24. Dalam ketentuan Pasal 2 ayat (1) dinyatakan

bahwa: “Dalam mengadili orang yang melakukan kejahatan yang

diancam pidana penjara, karena terdorong oleh maksud yang patut

dihormati, Hakim boleh menjatuhkan pidana tutupan. Pidana ini tidak

boleh dijatuhkan bila perbuatan itu atau akibatnya sedemikian rupa,

sehingga Hakim menimbang pidana penjara lebih pada tempatnya.

Tempat dan cara menjalankan pidana ini diatur tersendiri dalam PP 1948

No.8. Dalam peraturan ini narapidana diperlukan jauh lebih baik dari

35
Zuleha, 2017, Dasar-Dasar Hukum Pidana, Yogyakarta: Deepublish, hlm. 98
36
Teguh Prasetyo, op.cit, hlm. 130
34

pada pidana penjara, antara lain: uang pokok, pakaian sendiri, dan

sebagainya.37

1) Pidana Tambahan

Pidana Tambahan Pidana tambahan biasanya tidak dapat

dijatuhkan secara tersendiri, melainkan ia selalu harus dijatuhkan

bersama-sama dengan sesuatu tindak pidana pokok. Jenis-jenis

pidana tambahan yang dikenal di dalam Pasal 10 Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana itu adalah:38

a. Pencabutan hak-hak tertentu

Menurut Vos,39 pencabutan hak-hak tertentu ialah suatu

pidana di bidang kehormatan, berbeda dengan pidana hilang

kemerdekaan, pencabutan hak-hak tertentu dalam dua hal:

Pertama, tidak bersifat otomatis, tetapi harus ditetapkan dengan

keputusan hakim. Tidak berlakunya selama hidup, tetapi menurut

jangka waktu menurut Undang-Undang dengan putusan hakim.

Hak-hak yang dapat dicabut disebut dalam pasal 35 Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana, yaitu: 1. Hak memegang jabatan

pada umumnya atau jabatan tertentu; 2. Hak memasuki angkatan

bersenjata; 3. Hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang

diadakan berdasarkan aturan-aturan umum; 4. Hak menjadi

penasihat (raadsman) atau pengurus menurut hukum

37
Rasyid Ariman dan Fahmi Raghib, op.cit., hlm. 302
38
Tina Asmarawati, 2015, Pidana dan Pemidanaan dalam Sistem Hukum di Indonesia (Hukum
Penitensier), Yoyakarta: Deepublish, hlm. 125
39
Andi Hamzah, op.cit, hlm. 211-212
35

(gerechtelijke bewindvoerder), hak menjadi wali pengawas,

pengampu, atau pengampu pengawas, atas orang yang bukan

anak-anak; 5. Hak menjalankan kekuasaan bapak menjalankan

perwakilan atau pengampu atas anak sendiri; 6. Hak menjalankan

mata pencaharian tertentu.

Kedua, jangka waktu pencabutan hak oleh hakim, adapun

tentang jangka waktu lamanya bila hakim menjatuhkan pidana

pencabutan hak-hak tertentu dimuat dalam pasal 38 KUHP.

Tindak pidana yang diancam dengan pidana pencabutan hakhak

tertentu antara lain tindak pidana yang dimuat dalam Pasal-pasal:

317, 318, 334, 347, 348, 350, 362, 363, 365, 374, 375 KUHP.

b. Pidana perampasan barang-barang tertentu

Pidana perampasan merupakan pidana kekayaan, seperti juga

halnya dengan pidana denda. Perampasan barang sebagai suatu

pidana hanya diperkenakan atas barang-barang tertentu saja, tidak

diperkenakan untuk semua barang. Undang-undang tidak

mengenal perampasan untuk semua kekayaan. Ada dua jenis

barang yang dapat dirampas melalui putusan hakim pidana diatur

dalam Pasal 39 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yakni:40 1)

Barang-barang kepunyaan terpidana yang diperoleh dari

kejahatan atau yang sengaja dipergunakan untuk melakukan

kejahatan, dapat dirampas; 2) Dalam hal pemidanaan karena

40
Pasal 39 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
36

kejahatan yang tidak dilakukan dengan sengaja atau karena

pelanggaran; 3) Perampasan dapat dilakukan terhadap orang yang

bersalah yang diserahkan kepada pemerintah.

c. Pengumuman putusan hakim

Pidana pengumuman putusan hakim ini hanya dapat

dijatuhkan dalam hal-hal yang telah ditentukan dalam undang-

undang. Pidana pengumuman putusan hakim ini merupakan suatu

publikasi ekstra dari suatu putusan pemidanaan seseorang dari

suatu pengadilan pidana, dan bertujuan untuk memberitahukan

kepada seluruh masyarakat agar masyarakat dapat lebih berhati-

hati terhadap si terhukum. Biasanya ditentukan oleh hakim dalam

surat kabar yang mana, atau beberapa kali, yang semuanya atas

biaya si terhukum.41

Dan tata caranya diatur dalam Pasal 43 Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana, yakni: a) Barang-barang berasal atau

diperoleh dari suatu kejahatan (bukan dari pelanggaran), misalnya

uang palsu dalam kejahatan pemalsuan uang. b) Barang-barang

yang digunakan dalam melakukan kejahatan yang disebut

instruementa delictie, misalnya pisau yang digunakan dalam

kejahatan pembunuhan dan penganiayaan.

Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa sanksi dalam

hukum pidana terdiri dari pidana pokok dan pidana tambahan.

41
Bambang Waluyo, 2009, Pidana dan Pemidanaan, Jakarta: Gramedika, hlm. 45.
37

Dalam terminologi hukum pidana. Pidana pokok disebut dengan

“hafd straf”, yaitu pidana yang dapat dijatuhkan tersendiri oleh

hakim, misalnya: pidana mati, pidana penjara, kurungan, dan

denda. Sedangkan pidana tambahan (bijkomende straf) berarti

pidana yang hanya dapat dijatuhkan disamping pidana pokok,

misalnya, pencabutan hak-hak tertentu, perampasan barangbarang

tertentu, dan pengumuman putusan hakim. Pidana tambahan

berupa perampasan atau pemusnaha dapat terdiri dari misalnya

uang palsu, narkotika, senjata api atau bahan peledak.42

Penjatuhan pidana kepada pelaku tindak pidana merupakan

kewenangan hakim dengan mempertimbangkan secara yuridis dan sosiologis

agar pidana yang dijatuhkan dapat bermanfaat bagi terpidana maupun

masyarakat. Oleh karena itu konsep penjeraan dilakukan dalam pelaksanaan

putusan pidana penjara dengan konsep pembinaan. Konsep pembinaan terkesan

lebih manusiawi namun tidak menurunkan konsep lama bahwa hukum

pidana sebagaimana Simon menyebutnya sebagai nestapa khusus yang lebih

berat daripada hukuman perdata dan hukuman administrasi Negara.43

Disamping itu Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang

Perlindungan Anak telah mengatur mengenai ketentuan sanksi pidana kekerasan

terhadap anak dimana terdapat pada Pasal 76C yang berbunyi “Setiap Orang

dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut

42
Andi Hamzah, 2014, Terminologi Hukum Pidana, Jakarta: Sinar Grafika, hlm. 121
43
Putri, A. D., Renggong, R., & Zubaidah, S. (2022). HUKUM PENJATUHAN PIDANA MATI
DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA. Clavia, 20(2), 170-175
38

serta melakukan kekerasan terhadap Anak”.44 Sedangkan sanksi pidananya

terdapat pada Pasal 80, sebagai berikut :

a. Ayat (1) ”Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 76C, dipidana dengan pidana penjara paling lama

3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak

Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah)”.

b. Ayat (2) “Dalam hal Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) luka

berat, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)

tahun dan/atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta

rupiah)”.

c. Ayat (3) “Dalam hal Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mati,

maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas)

tahun dan/atau denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar

rupiah).”

Pada umumnya anak sebagai pelaku tindak pidana dapat dijatuhi 2 (dua)

macam sanksi, yakni sanksi tindakan (pelaku tindak pidana berumur di bawah 14

tahun) dan sanksi pidana (Pasal 69 Undang-UndangNomor 11 Tahun 2012

Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak) penjelasannya sebagai berikut :45

a. Sanksi tindakan meliputi, pengembalian kepada orang tua/wali, penyerahan

kepada seseorang, perawatan di rumah sakit jiwa, perawatan di LPKS,

kewajiban mengikuti pendidikan formal dan/atau pelatihan yang diadakan

oleh pemerintah atau badan swasta, pencabutan surat izin mengembudi

44
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak
45
Undang-UndangNomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
39

dan/atau perbaikan akibat tindak pidana (Pasal 82 Undang-UndangNomor

11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak)

b. Sanksi Pidana meliputi pidana pokok dan pidana tambahan (Pasal 71

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana

Anak) :

1. Pidana pokok yang meliputi, pidana peringatan, pidana dengan syarat

(yang terdiri atas pembinaan diluar lembaga, pelayanan masyarakat, atau

pengawasan), pelatihan kerja, pembinaan dalam lembaga dan penjara.

2. Pidana tambahan yang meliputi, perampasan keuntungan yang diperoleh

dari tindak pidana atau pemenuhan kewajiban adat.

Sistem Peradilan Pidana Anak ditetapkan dalam Undang-Undang No 11

Tahun 2012 untuk memberikan suatu perlindungan khusus yakni terhadap anak

demi mengangkat harkat dan martabat anak itu sendiri termasuk dengan anak-

anak yang berhadapan memiliki konflik dengan hukum. Undang-Undang SPPA

sebagai pelaksanaan penegakan hukum yang dikhususkan untuk anak, baik anak

sebagai pelaku, sebagai korban, maupun sebagai saksi dalam suatu tindak

pidana.46

Berdasarkan uraian mengenai penjelasan sanksi pidana diatas penulis

berpendapat bahwa penjatuhan sanksi hukuman bagi pelaku kekerasan terhadap

anak haruslah betul memberikan efek jerah dan adil sabagaimana yang tertuang

dalam pasal-pasal yang memuat ketentuan pidana kekerasan anak.

46
Fayelixie Keshia Amanda, Siti Zubaidah. 2021. Analisis Penjatuhan Tindakan Terhadap Anak
Yang Mengakses Sistem Elektronik Tanpa Hak (Studi Kasus Putusan Nomor 52/Pid.Sus-
Anak/2019/PN Mks). Vol. Journal Of Law, Vol 19 No. 1
40

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang dipilih penulis adalah diwilayah hukum Pengadilan

Negeri Kota Makassar.

B. Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

hukum normatif-empiris. Pada penelitian hukum normatif, hukum yang tertulis

dikaji dari berbagi aspek yaitu aspek filosofi, teori, perbandingan, penjelasan

umum pada tiap pasal, dan formalitas atau kekuatan mengikat suatu undang-

undang dengan menggunakan bahasa hukum.

C. Jenis dan Sumber Data

1. Jenis Data

Tipe data yang digunakan dalam penelitian ini terbagi atas 2 jenis, yaitu :

a. Data Primer

Data primer adalah bahan hukum yang bersifat otoritas. Di mana

dalam hal data primer adalah terdiri dari peraturan perundang-

undangan, catatan-catatan resmi, atau risalah dalam pembuatan

peraturan perundang-undangan.

b. Data Sekunder

Data hukum sekunder, yaitu data yang mendukung dan

memperkuat data primer memberikan penjelasan mengenai data primer

yang ada sehingga dapat di lakukan analisa dan pemahaman yang lebih

40
41

mendalam sehingga adanya penguatan atas dasar hukum menghasilkan

analisa hukum yang baik.

2. Sumber Data

Adapun beberapa sumber data dalam penelitian ini, yaitu :

a. Sumber wawancara yaitu sumber data yang diperoleh dari hasil

wawanca langsung dengan hakim Pengadilan Negeri Kota Makassar

atau pakar hukum serta beberapa pihak lainya yang bersangkutan

dengan perkara ini.

b. Sumber penelitian studi pustaka yaitu sumber data yang diperoleh dari

hasil penalaahan beberapa literatur dan sumber bacaan lainnya yang

dapat mendukung penulisan skripsi ini.

D. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik pengumpulan data

dengan cara melakukan wawancara kepada hakim di Pengadilan Negeri Kota

Makassar serta pihak lainnya yang berhubungan dengan permasalahan yang akan

diteliti. Selain itu akan digunakan pengumpulan data melalui kajian literature

(library research) serta menggunakan peraturan perundang-undangan.

E. Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil penelitian kemudian dianalisis terlebih

dahulu dengan menggunakan metode kualitatif yang kemudian disajikan secara

deskripsi yaitu menjelaskan, menguraikan, dan menggambarkan sesuai dengan

kenyataan-kenyataan yang di peroleh dari hasil penelitian, kemudian menarik


42

suatu kesimpulan berdasarkan analisis yang telah dilakukan untuk menjawab

permasalahan yang di ajukan.


43

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Penerapan Sanksi Bagi Pelaku Tindak Pidana Kekerasan Terhadap Anak

di Kota Makassar

Upaya pemerintah Kota Makassar dalam mengeluarkan Peraturan Daerah

Kota Makassar Nomor 5 Tahun 2021 Tentang Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Daerah (RPJMD) Kota Makassar 2021–2026 tertuang pada poin ke 19

mengenai upaya penekanan peningkatan kasus kekerasan terhadap anak dinilai

belum begitu efektif, sebagaimana sebelumnya penulis telah menghimpun data

pada Pengadilan Negeri Kota Makassar terkait perkembangan kasus tindak

pidana yang melibatkan anak sebagai korban ataupun sebagai pelaku selama 3

(tiga) tahun terakhir, sebagai berikut :

Tabel 4.1
Tindak pidana yang melibatkan anak sebagai pelaku di Kota Makassar
Tahun 2020-2022
Tahun Putusan Upaya
Banding

2020 45 9
2021 64 2
2022 90 7
Sumber : Direktori Putusan Pengadilan Negeri Kota Makassar

Berdasarkan data pada tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah peningkatan

tindak pidana yang melibatkan anak sebagai sebagai pelaku mengalami

peningkatan yang signifikan mulai dari tahun 2020 terdapat sebanyak 54 kasus

dan 45 kasus yang telah dijatuhi putusan serta 9 kasus dilakukan upaya banding,

pada tahun 2021 terdapat 66 kasus dan 64 kasus yang telah dijatuhi putusan serta

43
44

2 kasus dilakukan upaya banding dan tahun 2022 terdapat 97 kasus dan 45 kasus

yang telah dijatuhi putusan serta 7 kasus dilakukan upaya banding. Maka dapat

disimpulkan jumlah tersebut menunjukkan peningkatan drastis pada tahun 2020

terdapat 12 selisih kasus ke tahun 2021 serta terdapat selisih 31 kasus ke tahun

2022.47

Pada tahun 2020 diKota Makassar, tindak pidana yang melibatkan anak

sebagai pelaku didominasi dengan tindak pidana narkotika dan pencurian

sebanyak 54 kasus, lalu pada tahun 2021 tindak pidana yang melibatkan anak

sebagai korban ataupun pelaku didominasi dengan tindak pidana kepemilikan

senjata api atau benda tajam sebanyak 66 kasus dan pada tahun 2022 tindak

pidana yang melibatkan anak sebagai korban ataupun pelaku didominasi dengan

tindak pidana kejahatan terhadap ketertiban umum, pencurian dan narkotika

sebanyak 97 kasus.

Berdasarkan kasus tindak pidana yang melibatkan anak sebagai korban

ataupun sebagai pelaku selama 3 (tiga) tahun terkahir diatas, dapat ditarik

kesimpulan bahwa kasus tindak pidana pencurian dan narkotika sangat

mendominasi dan mengalami peningkatan setiap tahunnya.

Penulis kemudian telah melakukan wawanca terhadap salah satu hakim anak

di Pengadilan Negeri Kota Makassar An. Hendri Tobing pada tanggal 18 Januari

2023 yang menyatakan bahwa :

“Dalam menjatuhkan sanksi pidana terhadap anak, kami tidak serta merta
merta harus menjatuhkan hukuman berdasarkan apa yang di tuntut oleh
jaksa penuntut umum, kami harus merujuk pada balai pemasyrakatan
(BAPAS) yang diberikan kewenangan dalam melakukan penelitian

47
SIPP Direktori Putusan Pengadilan Negeri Kota Makassar
45

kemasyarakatan terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana yang memuat


laporan sebagaimana dimaksud pada Pasal 57 ayat 1 Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang berisi:
(a). data pribadi anak, keluarga, pendidikan, dan kehidupan sosial, (b). latar
belakang dilakukannya tindak pidana, (c). keadaan korban dalam hal ada
korban dalam tindak pidana terhadap tubuh atau nyawa, (d). hal lain yang
dianggap perlu, (e). berita acara diversi dan (f). kesimpulan dan
rekomendasi dari pembimbing kemasyarakatan. Faktor-faktor diataslah
yang wajib kami pertimbangkan dalam menajtuhkan putusan, apabila faktor
diatas tidak kami gunakan sebagai pertimbangan maka putusan yang kami
jatuhkan bisa batal demi hukum berdasarkan Pasal 60 Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Selama 3
tahun terakhir ini juga peningkatan kasus yang melibatkan anak sebagai
pelaku kami memberikan putusan yang lebih mengarah ke pembinaan oleh
lembaga khusus pembinaan anak (LPKA) dalam bentuk pendidikan,
pelatihan keterampilan, pembimbingan dan pendampingan ataupun
melakukan pengembalian anak ke orang tuanya dan adapun yang kami
jatuhi sanksi pidana kurungan penjara itu hanya dijatuhi ½ (satu perdua)
dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa dan jika tindak
pidana yang dilakukan oleh anak merupakan tindak pidana yang diancam
dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, pidana yang
dijatuhkan adalah pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun saja sesuai
dengan ketentuan yang berlaku”.48

Menurut penulis, penjatuhan sanksi pidana yang diberikan oleh hakim diatas

pada saat penulis melakukan wawancara, sangatlah mengistimewakan anak

sebagai pelaku tindak pidana sehingga hal itu pula yang membuat anak merasa

tidak jerah terhadap hukuman yang jatuhkan kepadanya dan tidak segan untuk

mengulangi perbuatannya kembali.

Seyogyanya anak telah diberikan perlindungan penuh oleh Undang-Undang,

baik itu anak sebagai pelaku maupun sebagai korban. Namun perlindungan

tersebut itu pula yang seakan memberikan dampak negatif bagi anak itu sendiri

karena dalam proses penjatuhan hukumannya tidak begitu memberikan efek jerah

bagi anak, sehingga faktor itulah yang membuat anak untuk berfikir mengulangi

48
Wawancara hakim pengadilan negeri makassar An. An. Hendri Tobing pada tanggal 18 Januari
2023
46

tindak pidana yang pernah dilakukannya kembali dan karena faktor itupula yang

menyebabkan terjadinya jumlah peningkatan yang melibatkan anak sebagai

pelaku atau korban tindak pidana hingga saat ini dan telah dibenarkan pula oleh

Budhi Haryanto selaku Kapolrestabes Makassar dalam sebuah wawancara

podcast dikanal Youtube @deddycorbuzier49 yang menyatakan bahwa selama

tahun 2022 terdapat 2 (dua) orang anak yang telah dibebaskan pada proses

penyidikan dan dikembalikan ke orang tuanya namun kembali melakukan tindak

pidana lagi (pengulangan tindak pidana).

Merujuk pada Pasal 69 dan Pasal 71 Undang-Undang Nomor 11 Tahun

2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, hemat penulis hakim dalam

menjatuhkan putusan dibatasi oleh Pasal-Pasal tersebut. Hakim dituntut untuk

mempertimbangkan kepentingan-kepentingan anak dan dilarang melanggar harkat

dan martabat anak, serta memperhatikan kebebasan anak. Ruang lingkup dalam

penjatuhan hukumannya dibatasi dengan dianjurkan atau diwajibkannya seorang

hakim menjatuhkan sanksi pembinaan atau tindakan dan sanksi pidana peringatan

saja dengan pertimbangan apabila tindak pidana yang dilakukan oleh anak

tersebut tidak membahayakan/meresahkan masyarakat dan apabila kategori

membahayakan masyrakat terpenuhi, anak tidak dapat dijatuhi sanksi pidana

hukuman mati ataupun seumur hidup serta pidana maksimum.

B. Pembuktian Hukum Pelaku Tindak Pidana Kekerasan Terhadap Anak di

Kota Makassar Studi Kasus Putusan No.96/Pid.Sus-Anak/2022/PN.Mks

49
Podcast #closethedoorcorbuzier diakses pada tanggal 20 januari 2022
47

Hakim dituntut cermat dalam memberikan pertimbangan-pertimbangan

terkait pembuktian yang dilakukan oleh jaksa penuntut umum maupun terdakwa

yang didampingi oleh penasihat hukumnya pada saat proses persidangan dalam

menghadirkan saksi-saksi dan alat bukti yang memberatkan ataupun meringankan

terdakwa karena menurut sistem teori pembuktian yang dianut di Indonesia,

hakim tidak hanya merujuk kepada alat-alat bukti yang sah menurut peraturan

perundang-undangan, melainkan harus merujuk pula kepada segala sesuatu yang

disampaikan dalam persidangan untuk memperoleh keyakinan dalam menjatuhkan

putusan.

Penulis kemudian menganalisis pembuktian dalam salah satu kasus tindak

pidana pencurian yang melibatkan anak sebagai pelaku, dimana proses

pembuktiannya telah terpenuhi unsur-unsur pada Pasal 365 ayat (2) ke-1 dan ke-2

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang di dakwakan kepadanya yaitu putusan

Nomor 96/Pid.Sus-Anak/2022/PN.Mks :

1. Kasus Posisi

Awal mula kejadian yakni ketika Anak Pelaku TERDAKWA 1 dan

Anak Pelaku TERDAKWA 2 bersama dengan teman-temanya baru saja

selesai minum minuman keras, setelah itu TERDAKWA 1 mengatakan

kepada temannya „ayomi deh keliling-keling siapa tau ada didapat bisa

dipake belanja”, namun sebelum pergi para pelaku menyiapkan busur

beserta anak busurnya dan badik, lalu kemudian setelah itu Anak Pelaku

TERDAKWA 1 dan Anak Pelaku TERDAKWA 2 memulai perjalanan

dengan menyusuri Jalan Terminal Daya menuju Jalan Ir. Sutami


48

menggunakan 3 (tiga) unit Sepeda Motor dimana Anak Pelaku

TERDAKWA 1 berboncengan dengan Anak Pelaku TERDAKWA 2,

kemudian teman TERDAKWA lainnya saling berboncengan mengikuti

Anak Pelaku TERDAKWA 1 dan Anak TERDAKWA 2, pada saat

melintas di Jl Ir. Sutami disamping Indah Logistic, Anak Pelaku

TERDAKWA 1 dan Anak Pelaku TERDAKWA 2 melihat korban yang

hendak dijadikan korban sedang berbelanja di warung, kemudian Anak

Pelaku TERDAKWA 2 langsung menghampiri korban dan mengancam

korban dengan menggunakan busur, lalu Anak Pelaku TERDAKWA 2

meminta handphone milik korban namun korban menolak dan hendak

memberikan perlawanan sehingga Anak Pelaku TERDAKWA 2

melepaskan anak busurnya dan mengenai perut sebelah kiri korban

sehingga menyebabakan korban lansung tergeletak dilantai akibat luka

yang dialaminya, kemudian Anak Pelaku TERDAKWA 1 mengambil

Handphone milik korban yang tergeletak diatas meja warung lalu

kemudian setelah itu Anak Pelaku TERDAKWA 1 berbonceng dengan

teman TERDAKWA lainnya dan Anak Pelaku TERDAKWA 2 pergi

meninggalkan lokasi dan korban, lalu pergi mencari target baru,

kemudian pada saat melintas di Jalan Ir. Sutami disamping Kost

Marwah tidak jauh dari lokasi korban sebelumnya kembali menghadang

2 (dua) orang yang sedang berboncengan mengendarai Sepeda Motor,

lalu Anak TERDAKWA 1 dan TERDAKWA 2 turun dari Sepeda Motor

dan membentangkan anak panah busur kepada kedua korbannya hingga


49

pelontar anak panah tersebut putus, lalu korban berusaha melakukan

perlawanan hingga korban sampai terjatuh kedalam saluran air (got) dan

kemudian TERDAKWA 2 mendekati teman korban dan menikamnya

menggunakan badik yang melukai pinggang bagian kirinya lalu anak

TERDAKWA 1 dan TERDAKWA 2 bersama teman-temanya pergi

meninggalkan lokasi dan berhasil mengambil Handphone milik teman

korban yang terkena tikam. Setelahnya korban membuat laporan polisi

lalu kemudian dilakukan penyelidikan dan dilakukan upaya

penangkapan terhadap anak TERDAKWA 1 dan anak TERDAKWA 2,

sedangkan pelaku lainnya di tuntut dan diadili secara terpisah serta

TERDAKWA lainnya masih dalam pencarian (buron).

2. Pembuktian Pada Dakwaan Jaksa Penuntut Umum

Jaksa penuntut umum telah mendakwa para Anak menggunakan

dakwaan “tunggal” dengan Pasal 365 ayat (2) ke-1 dan ke-2, kemudian

berdasarkan Pasal 184 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

menghadirkan 3 orang saksi untuk membuktikan dan membenarkan alat

bukti dan barang bukti yang dihadirkan dalam proses persidangan serta

mendengar keterangan anak TERDAKWA 1 dan anak TERDAKWA 2

dalam persidangan yang pada pokoknya menerangkan bahwa :

1. Saksi 1

- Bahwa kejadiannya para pelaku merampas/mengambil dengan

paksa Hp milik saksi secara paksa yakni pada hari Rabu tanggal

14 September 2022 sekira pukul 02.00 Wita bertempat di Jl. Ir.


50

Sutami tepatnya di samping indah logistic Kel Bira Kec.

Tamalanrea Kota Makassar.

- Bahwa ciri-ciri hp milik saksi yang di rampas paksa sama para

pelaku yakni 1 ( satu ) unit Hp merk VIVO Y12 warma merah

maron.

- Bahwa saat itu hp milik saksi sebelumnya saksi simpan di atas

meja kayu di depan warung sewaktu saksi singgah belanja.

- Bahwa awalnya saat itu saksi bersama-sama dengan teman saksi

singgah di warung untuk beli makanan tepatnya di pinggir Jalan

samping Tol setelah itu tiba-tiba saksi melihat ada beberapa orang

laki-laki dengan mengendarai sepeda motor saling berboncengan

melintas didepan saksi dan kemudian para pelaku tersebut

memutar arah kembali dan mendatangi saksi bersama dengan

teman saksi, sehingga saksipun menjadi takut dan menyimpan Hp

milik saksi di atas meja depan warung dan saksi melihat sekitar 6

( enam ) orang laki-laki turun dari Sepeda Motor dan mengancam

saksi dengan menggunakan anak busur mengarahkan ke saksi

sambil mengatakan “ SUNDALA.” sedangkan temannya sekitar

3 ( tiga ) orang laki-laki tersebut berada di atas Sepeda Motor

sambil menunggu lalu kemudian salah satu pelaku melepaskan

anak busur tersebut ke arah saksi dan kena pada bagian perut

sebelah kirinya dimana anak busur tersebut tertancap diperut

saksi maka saksipun pergi melarikan diri sambil memegang anak


51

busur tersebut yang tertancap diperut saksi menuju ke tempat

kerja dan setelah itu tidak lama kemudian teman saksi tiba juga di

tempat kerja saksi dan mengatakan kepada saksi “ HPMU DI

AMBIL SAMA PARA PELAKU” dan setelah itu saksipun di

antar pergi ke Rs.Wahidin untuk mendapatkan perawatan medis.

- Bahwa dengan adanya kejadian tersebut maka saksi mengalami

luka tusuk dan dijahit sebanyak 9 ( sembilan ) jahitan serta

dioperasi dan di rawat Inap selama 3 ( tiga ) hari diRs. Wahidin

dan adapun kerugian materil yang saksi alami sekitar Rp.

2.600.000, ( Dua juta enam ratus ribu rupiah)

- Terhadap keterangan saksi, Para Anak memberikan pendapat

benar.

2. Saksi 2

- Bahwa pencurian yang saksi alami pada hari Rabu tanggal 14

September 2022 sekira pukul 01.30 Wita, bertempat di Jl. poros

Ir. Sutami setelah rumah Kost Marwah Kel .Bira Kec Tamalanrea

Kota Makassar. korban sekaligus saksi menerangkan pelaku

yakni berjumlah 9 (sembilan) orang laki-laki menggunakan

sepeda motor matic masing-masing berboncengan tiga.

- Bahwa objek dari pencurian yang saksi laporkan yakni 1(satu)

buah handphone Merk Samsung A7 warna hitam dengan nomor

Hp yang terpasang 082189980310.


52

- Bahwa handphone milik saksi tersimpan didalam kantong celana

depan.

- Bahwa pada saat tersebut saksi sedang melintas di jln Ir Sutami

setelah Rumah Kost Marwah Kel Tamalanrea Kec Tamalanrea

Kota Makassar menggunakan sepeda motor Yamaha NMAX

warna hitam berboncengan dengan bapak saksi korban.

- Bahwa kronologis kejadian pencurian yang saksi alami awalnya

saksi bersama dengan bapak saksi korban dari rumah keluarga di

Jl Bulurokeng hendak pulang kerumah di Jl Barukang raya Lr 4

No 12 menggunakan sepeda motor berboncengan kemudian pada

saat melintas di Jl. Ir. sutami, 9 (Sembilan) orang pelaku

menggunakan 3 (tiga) unit sepeda motor matic menghadang saksi

yang berboncengan dengan bapak saksi korban sehingga saksi

lansung berhenti lalu salah satu pelaku turun dari motornya

lansung mengancam kami dengan busur dan saksipun melawan 5

(lima) orang pelaku yang hendak mengambil handphone milik

saksi sementara bapak saksi korban melawan 4(empat) orang

pelaku lainnya yang berusaha diambil oleh pelaku, karena

terdesak sehingga teman pelaku mengeluarkan busur dan badik

dimana anak busurnya sempat dilepaskan kearah saksi korban

sebanyak 2(dua) kali hingga saksi terjatuh digot kemudian pada

saat saksi terjatuh pelaku lansung mengambil handphone milik

saksi sementara bapak saksi yang mempertahankan motornya


53

ditikam oleh salah satu pelaku sebanyak 1(satu) kali pada bagian

pinggang sebelah kiri menggunakan badik setelah itu pelaku

lansung pergi meninggalkan saksi dan bapak saksi korban menuju

ke Jl. Bulurokeng, setelah memastikan pelaku sudah pergi saksi

menghampiri bapaknya dan menayakan luka nya dimana pada

saat itu bapak saksi korban meminta untuk dicek bagian

belakangnya kemudian pada saat bajunya terangkat saksi melihat

badik tertancap dipinggangnya sehingga saksi berinisiatif untuk

membawanya kerumah sakit terdekat namun bapak saksi meminta

untuk dibawah saja pulang kerumah sehingga saksi

memboncengnya pulang sesampai dirumah keluarga yang melihat

luka bapak saksi lansung menbawanya kerumkah sakit

bhayangkara untuk dilakukan perawatan setelah itu saksi kepolsek

Tamalanrea melaporkan kejadian yang saksi alami.

- Bahwa kejadian tersebut tidak ada luka yang saksi alami namun

bapak saksi korban mengalami luka tusuk pada bagian pinggang

sebelah kiri dan harus menjalani operasi karena badik milik

pelaku tertancap dan saat ini bapak saksi korban dirawat di RS

Bhayangkara.

- Bahwa kerugian yang saksi alami atas kejadian ini senilai

Rp.5.000.000 (Lima juta rupiah).

- Terhadap keterangan saksi, Para Anak memberikan pendapat

benar
54

3. Saksi 3

- Bahwa yang menjadi korban pencurian yang di sertai dengan

kekerasan yang saksi ketahui yakni saksi.

- Bahwa adapun barang milik dari saksi korban yang di ambil

paksa oleh

pelaku tersebut yakni 1( satu ) unit Handphone Samsung A7

warna hitam ungu.

- Bahwa kejadiannya pada hari Rabu tanggal 14 September 2022

sekitar pukul 02.00 wita yang bertempat di Jalan Poros Ir.Sutami

tepatnya setelah Rumah Kost Marwah yang berlokasi di Kel. Bira

Kec. Tamalanrea Kota Makassar.

- Bahwa hp milik saksi sebelumnya yang di ambil paksa oleh para

pelaku tersebut tersimpan di dalam kantong celana pendek

sebelah kirinya.

- Bahwa awalnya saat itu saksi korban bersama-sama dengan saksi

2 yang merupakan anak saksi sendiri dari jalan bulurokeng

hendak pulang ke rumah saksi dengan mengendarai sepeda motor

saling berboncengan sekitar pukul 01.40 wita, dimana saat itu

yang membawa Sepeda Motor sedangkan saksi 2 yang saksi

korban bonceng, setelah di perjalanan tepatnya di Jalan Poros

Ir.Sutami tepatnya setelah rumah Kost Marwah yang berlokasi di

Kel. Bira Kec. Tamalanrea Kota Makassar saksipun berpapasan

dengan para pelaku yang kebetulan saat itu mengendarai 3 ( tiga )


55

unit sepeda motor saling berboncengan dan salah satu pelaku

mengancam saksi dengan busur sehingga saksipun langsung

merampas busur tersebut dari tangan pelaku dan selanjutnya saksi

2 turun dari sepeda motor dan berkelahi sama para pelaku tersebut

sehingga salah satu dari pelaku langsung menikam saksi korban

arah belakang dengan menggunakan sebilah badik kena pada

bagian pinggang sebelah kiri di mana posisi badik tersebut

tertancap di pinggang sebelah kiri saksi setelah itu saksipun

memegang pinggang saksi ternyata berdarah, dan para pelaku

langsung pergi maelarikan diri dan kemudian saksipun di datangi

oleh saksi 2 dan mengatakan kepada saksi “ hpku di ambil paksa

juga bapak sama para pelaku “ sehingga saksipun pulang

bersama-sama dengan saksi 2 dengan mengendarai sepeda motor

dengan posisi badik masih tertancap di pinggang sebelah kiri

untuk pergi mengambil uang dan selanjutnya saksipun ke

Rs.Bhayangkara di antar oleh saksi 2 untuk mendapatkan

perawatan.

- Bahwa akibat dari penikaman yang saksi alami yakni merasakan

luka tusuk sedalam 12 Cm dan mengeluarkan darah serta

menjalani operasi di Rs. Bahyangkara Makassar.

- Bahwa adapun kerugian yang di alami saksi korban atas kejadian

tersebut sebesar Rp.5.000.000 ( lima juta rupiah).


56

-Terhadap keterangan saksi, Para Anak memberikan pendapat

benar.

3. Pembuktian Pertimbangan Hakim

Penulis kemudian memberikan analisis terkait penjabaran unsur-unsur

Pasal 365 KUHP ayat (2) ke-1 dan ke-2 yang di paparkan oleh hakim

secara terperinci sebagai berikut :

Ad.1. Unsur “barangsiapa”;

Menimbang, bahwa yang dimaksud unsur barangsiapa adalah

menunjuk kepada pelaku tindak pidana yang sedang didakwa,

sebagai subyek hukum pendukung hak dan kewajiban yang dalam

hal ini adalah orang (person) yang didakwa melakukan tindak

pidana, yang cakap secara lahir bathin serta mampu dan dapat

dipertanggungjawabkan dalam suatu tindak pidana. Untuk

menghindari kesalahan mengenai orangnya (error in persona) maka

identitasnya dicantumkan secara cermat, jelas dan lengkap di dalam

surat dakwaan. Dalam hal ini antara orang yang diajukan ke depan

persidangan dengan identitas yang terdapat dalam surat dakwaan

sudah bersesuaian, yakni Anak TERDAKWA 1 dan Anak

TERDAKWA 2 keterangan mana telah dibenarkan sendiri oleh

terdakwa di persidangan sehingga tidak terdapat kesalahan mengenai

orangnya (error in persona), dan ternyata sepanjang persidangan

anak cakap dan mampu dipertanggungjawabkan atas perbuatannya

maka unsur barangsiapa telah terpenuhi.


57

Menurut penulis, pertimbangan hakim pada unsur Pasal 365 ayat (2) ke-1

dan ke-2 yaitu “barang siapa”, telah sesuai dan tidak terdapat kesalahan mengenai

orang (terdakwa) pada saat proses persidangan berlangsung, para pelaku anak

telah membenarkan identitas mereka masing-masing yang dibacakan oleh hakim

dalam proses persidangan.

Ad.2. Unsur “mengambil sesuatu barang yang seluruhnya atau sebagian

kepuanyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan

hukum”;

Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi dan

keterangan Anak terungkap fakta hukum bahwa Anak

TERDAKWA 1 dan Anak TERDAKWA 2 telah mengambil

Handphone milik saksi korban pada hari Rabu tanggal 14 September

2022 sekitar pukul 01.30 Wita dan pukul 02.00 Wita bertempat di Jl.

Ir. Sutami Kelurahan Bira Kecamatan Tamalanrea Kota Makassar.

Bahwa Anak TERDAKWA 1 dan Anak TERDAKWA 2 mengambil

Handphone milik saksi korban tanpa ijin dan dilakukan dengan cara

terlebih dahulu mengancam saksi korban dengan menggunakan

busur dan badik dan melukai saksi korban, sehingga saksi korban

ketakutan lalu kemudian saksi menyerahkan Handphonenya kepada

TERDAKWA 1 dan Anak TERDAKWA 2, dengan demikian unsur

ini telah terpenuhi.

Menurut penulis, pertimbangan hakim pada unsur Pasal 365 ayat (2) ke-1

dan ke-2 yaitu “mengambil sesuatu barang yang seluruhnya atau sebagian
58

kepuanyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum”,

telah sesuai bahwa benar para pelaku anak telah mengambil barang yang bukan

miliknya dengan cara menggunakan kekerasan dengan melukai korbannya yang

dimana, hal itu jelas telah melanggar hukum dan merugikan korban secara

materiil dan non materiil.

Ad.3. Unsur “yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau

ancaman kekerasan terhadap orang”;

Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi dan

keterangan Anak dihubungkan dengan barang bukti yang

diperlihatkan di persidangan terungkap fakta-fakta hukum bahwa

anak TERDAKWA 1 dan anak TERDAKWA 2 terlebih dahulu

menyiapkan busur beserta anak busurnya dan badik, sebelum pergi

para pelaku menyiapkan busur beserta anak busurnya dan badik, lalu

kemudian setelah itu Anak Pelaku TERDAKWA 1 dan Anak Pelaku

TERDAKWA 2 memulai perjalanan dengan menyusuri Jalan

Terminal Daya menuju Jalan Ir. Sutami menggunakan 3 (tiga) unit

Sepeda Motor dimana Anak Pelaku TERDAKWA 1 berboncengan

dengan Anak Pelaku TERDAKWA 2, kemudian teman

TERDAKWA lainnya saling berboncengan mengikuti Anak Pelaku

TERDAKWA 1 dan Anak TERDAKWA 2, pada saat melintas di Jl

Ir. Sutami disamping Indah Logistic, Anak Pelaku TERDAKWA 1

dan Anak Pelaku TERDAKWA 2 melihat korban yang hendak

dijadikan korban sedang berbelanja di warung, kemudian Anak


59

Pelaku TERDAKWA 2 langsung menghampiri korban dan

mengancam korban dengan menggunakan busur, lalu Anak Pelaku

TERDAKWA 2 meminta handphone milik korban namun korban

menolak dan hendak memberikan perlawanan sehingga Anak Pelaku

TERDAKWA 2 melepaskan anak busurnya dan mengenai perut

sebelah kiri korban sehingga menyebabakan korban lansung

tergeletak dilantai akibat luka yang dialaminya, kemudian Anak

Pelaku TERDAKWA 1 mengambil Handphone milik korban yang

tergeletak diatas meja warung lalu kemudian setelah itu Anak Pelaku

TERDAKWA 1 berbonceng dengan teman TERDAKWA lainnya

dan Anak Pelaku TERDAKWA 2 pergi meninggalkan lokasi dan

korban, lalu pergi mencari target baru, kemudian pada saat melintas

di Jalan Ir. Sutami disamping Kost Marwah tidak jauh dari lokasi

korban sebelumnya kembali menghadang 2 (dua) orang yang sedang

berboncengan mengendarai Sepeda Motor, lalu Anak TERDAKWA

1 dan TERDAKWA 2 turun dari Sepeda Motor dan membentangkan

anak panah busur kepada kedua korbannya hingga pelontar anak

panah tersebut putus, lalu korban berusaha melakukan perlawanan

hingga korban sampai terjatuh kedalam saluran air (got) dan

kemudian TERDAKWA 2 mendekati teman korban dan

menikamnya menggunakan badik yang melukai pinggang bagian

kirinya lalu anak TERDAKWA 1 dan TERDAKWA 2 bersama

teman-temanya pergi meninggalkan lokasi dengan itu maka unsur


60

Yang Didahului, Disertai atau Diikuti dengan Kekerasan atau

Ancaman Kekerasan terhadap Orang pada Pasal ini telah terpenuhi.

Menurut penulis, pertimbangan hakim pada unsur Pasal 365 ayat (2) ke-1

dan ke-2 yaitu ”yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau

ancaman kekerasan terhadap orang”, telah sesuai karena benar bahwa pelaku

melakukan ancaman kekerasan kepada korbannya yang juga diikuti kekerasan

melukai korbannya dengan niat untuk merampas barang milik korban yang berupa

Handphone dengan cara mengancam korbannya terlebih dahulu menggunakan

busur yang kemudian pelaku melapaskan anak panah busur kepada korbannya dan

menusuk korbannya pula menggunakan senjata tajam jenis badik.

Ad.4. Unsur “dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah

pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan

melarikan diri sendiri atau peserta lainnya, atau untuk tetap menguasai

barang yang dicuri, yang dilakukan di jalan umum dan dilakukan oleh

dua orang atau lebih dengan bersekutu”;

Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi dan

keterangan Anak dihubungkan dengan barang bukti yang

diperlihatkan di persidangan terungkap fakta hukum bahwa anak

TERDAKWA 1 dan anak TERDAKWA 2 terlebih dahulu

menyiapkan busur beserta anak busurnya dan badik, sebelum pergi

para pelaku menyiapkan busur beserta anak busurnya dan badik, lalu

kemudian setelah itu Anak Pelaku TERDAKWA 1 dan Anak Pelaku

TERDAKWA 2 memulai perjalanan dengan menyusuri Jalan


61

Terminal Daya menuju Jalan Ir. Sutami menggunakan 3 (tiga) unit

Sepeda Motor dimana Anak Pelaku TERDAKWA 1 berboncengan

dengan Anak Pelaku TERDAKWA 2, kemudian teman

TERDAKWA lainnya saling berboncengan mengikuti Anak Pelaku

TERDAKWA 1 dan Anak TERDAKWA 2, pada saat melintas di Jl

Ir. Sutami disamping Indah Logistic, Anak Pelaku TERDAKWA 1

dan Anak Pelaku TERDAKWA 2 melihat korban yang hendak

dijadikan korban sedang berbelanja di warung, kemudian Anak

Pelaku TERDAKWA 2 langsung menghampiri korban dan

mengancam korban dengan menggunakan busur, lalu Anak Pelaku

TERDAKWA 2 meminta handphone milik korban namun korban

menolak dan hendak memberikan perlawanan sehingga Anak Pelaku

TERDAKWA 2 melepaskan anak busurnya dan mengenai perut

sebelah kiri korban sehingga menyebabakan korban lansung

tergeletak dilantai akibat luka yang dialaminya, kemudian Anak

Pelaku TERDAKWA 1 mengambil Handphone milik korban yang

tergeletak diatas meja warung lalu kemudian setelah itu Anak Pelaku

TERDAKWA 1 berbonceng dengan teman TERDAKWA lainnya

dan Anak Pelaku TERDAKWA 2 pergi meninggalkan lokasi dan

korban, lalu pergi mencari target baru, kemudian pada saat melintas

di Jalan Ir. Sutami disamping Kost Marwah tidak jauh dari lokasi

korban sebelumnya kembali menghadang 2 (dua) orang yang sedang

berboncengan mengendarai Sepeda Motor, lalu Anak TERDAKWA


62

1 dan TERDAKWA 2 turun dari Sepeda Motor dan membentangkan

anak panah busur kepada kedua korbannya hingga pelontar anak

panah tersebut putus, lalu korban berusaha melakukan perlawanan

hingga korban sampai terjatuh kedalam saluran air (got) dan

kemudian TERDAKWA 2 mendekati teman korban dan

menikamnya menggunakan badik yang melukai pinggang bagian

kirinya lalu anak TERDAKWA 1 dan TERDAKWA 2 bersama

teman-temanya pergi meninggalkan lokasi dengan itu maka unsur

Dengan Maksud untuk Mempersiapkan atau Mempermudah

Pencurian, atau dalam Hal Tertangkap Tangan, untuk

Memungkinkan Melarikan Diri Sendiri atau Peserta lainnya, atau

untuk Tetap Menguasai Barang yang Dicuri, yang Dilakukan di

Jalan Umum dan Dilakukan oleh Dua Orang atau Lebih dengan

Bersekutu pada Pasal ini telah terpenuhi.

Menurut penulis, pertimbangan hakim pada unsur Pasal 365 ayat (2) ke-1

dan ke-2 yaitu “dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah

pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan melarikan diri

sendiri atau peserta lainnya, atau untuk tetap menguasai barang yang dicuri, yang

dilakukan di jalan umum dan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan

bersekutu”, telah sesuai karena benar bahwa pelaku para anak telah

mempersiapkan anak panah beserta pelontarnya dan senajata tajam jenis badik

untuk mempermudah aksi pencuriannya secara bersama-sama (bersekutu) dan

menggunakan senjata tajam itu pula para pelaku anak melukai korbannya dibagian
63

pinggang kirinya dan berhasil memperoleh barang milik korban berupa

Handphone yang aksi tersebut dilakukan pada malam hari dijalanan umum yaitu

di Jl. Ir.Sutami.

Berdasarkan pembuktian Unsur-Unsur Pasal 365 ayat (2) ke-1 dan ke-2

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana serta alat-alat bukti dan barang bukti yang

dihadirkan pada proses persidangan yang saling berhubungan dengan keterangan

para saksi-saksi diatas hakim kemudian memperoleh fakta-fakta hukum bahwa

anak TERDAKWA 1 dan anak TERDAKWA 2 telah terbukti secara sah dan

meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “pencurian dengan kekerasan yang

dilakukan pada malam hari dengan bersekutu”, yang kemudian menjatuhkan

hukuman 1 (satu) tahun pidana penjara terhadap para anak dan memerintahkan

untuk ditempatkan pada Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Kabupaten

Maros, dengan pertimbangan hakim bahwa :

- Perbuatan anak sangat meresahkan masyarakat.

- Anak sopan selama persidangan sehingga memperlancar jalannya sidang.

- Anak menyesali perbuatannya dan berjanji untuk tidak mengulangi perbuatan

tersebut.

Penulis kemudian berpendapat bahwa proses pembuktian pada peradilan

anak sebagaima yang telah diamanatkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012

Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak telah berjalan sebagaimana mestinya,

penjatuhan sanksi bagi anak sebagai pelaku tindak pidana tidak serta merta

dilakukan seperti proses peradilan pada umumnya. Keistimewaan terhadap

peradilan anak terletak pada lembaga Balai Pemasyarakatan (BAPAS) yang


64

diberikan kewenangan khusus untuk mengetahui bagaimana latar belakang anak

yang terlibat sebagai pelaku tindak pidana guna sebagai bahan pertimbangan

hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana.

Disamping itu penjatuhan sanksi pidana bagi anak, hakim di tuntut agar

tidak melanggar harkat dan martabat anak dan menjatuhkan hukuman pembinaan

atau peringatan saja bagi anak pelaku tindak. Sebagaimana pada putusan

No.96/Pid.Sus-Anak/2022/PN.Mks yang penulis telah analisa diatas, hakim hanya

menjatuhkan sanksi pidana selama 1 (satu) tahun saja dan sanksi pidana tersebut

ditujukan pada Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) yang bertujuan agar

anak diberikan pembinaan serta bimbingan dengan metode-metode edukatif,

bukan kurungan penjara seperti orang dewasa pada umumnya. Menurut penulis,

dengan penjatuhan sanksi pidana bagi para terdakwa anak diatas sangatlah

tergolong ringan, tidak sebanding dengan perbuatannya yang mengancam

keselamatan jiwa sesorang dan menyebabkan korban mengalami kerugian materiil

dan non materiil dengan luka yang dialaminya.


65

BAB V

PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian diatas maka penulis mengemukakan beberapa

kesimpulan, sebagai berikut :

1. Peningkatan kasus tindak pidana yang melibatkan anak sebagai pelaku telah

menjadi fenomena baru bagi kalangan masyarakat yang menyebabkan

keresahan serta terganggunya ketertiban umum yang selama ini tercipta.

Peran aparatur penegak hukum sangat diharapkan berperan penting dalam

menanggulangi masalah tersebut, mulai dari instansi kepolisian hingga

instansi pengadilan yang memberikan penjatuhan hukuman untuk

memberikan efek jerah bagi pelaku tindak pidana yang melibatkan anak,

namun hemat penulis, faktanya penerapan sanksi pidananya belum dinilai

begitu efektif untuk menekan peningkatan kasus tindak pidana yang

melibatkan anak sebagai pelaku karena masih sering dijumpai maraknya

tindak pidana yang melibatkan anak dan terjadi pula pengulangan tindak

pidana oleh anak tersebut, sebagaimana yang telah di kemukakan penulis

diatas.

2. Dalam melakukan upaya pembuktian hukum, instansi Pengadilan yang

diberikan kewenangan penuh terhadap penjatuhan sanksi bagi pelaku tindak

pidana yang melibatkan anak telah melaksanakan tugas dan fungsinya

sebagai lembaga peradilan yang menjunjung tinggi hak-hak anak dalam

proses peradilannya, sebagaimana pada kasus tindak pidana pencurian yang

64
66

disertai kekerasan yang dilakukan oleh pelaku anak yang penulis telah

kemukakan diatas, hakim telah membuktikan setiap unsur-unsur pasal yang

disangkakan pada anak serta memperoleh fakta-fakta hukum yang kemudian

hakim manjadikannya acuan dalam menjatuhkan sanksi pidana selama 1

(satu) tahun bagi para terdakwa anak yang menurut penulis belum begitu

efektif untuk memberikan efek jerah bagi para terdakwa anak.

B. Saran

1. Diharapkan peran penuh aparatur penegak hukum dalam menjalankan tugas

dan fungsinya agar memberikan penjatuhan sanksi pidana yang sesuai

dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku guna memberikan efek

jerah bagi anak agar tidak mengulangi perbuatannya kembali (pengulangan

tindak pidana) dan tidak menimbulkan keresahan bagi masyrakat.

2. Diharapkan pula peran Pemerintah Kota Makassar yang tidak hanya

mengeluarkan regulasi terkait perlindungan terhadap anak namun juga

memberikan pengawasan penuh terhadap regulasi tersebut. Serta peran

aparat penegak hukum yang dalam hal ini adalah Pengadilan Negeri Kota

Makassar dapat memberikan kinerja terbaiknya dalam menangani setiap

kasus tindak pidana kekerasan terhadap anak agar dapat menekan jumlah

peningkatan tindak pidana yang melibatkan anak baik itu sebagai korban

maupun sebagai pelaku.


67

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Adami Chazawi, 2008, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, Jakarta: RajaGrafindo

--------------------.2016, Kemahiran&Keterampilan Hukum Pidana, Cetakan ke 8,


Malang: Bayumedia Publishing

Ali Imron & Muhammad Iqbal, 2019, Hukum Pembuktian, Unpam Press

Andi Hamzah .2015. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta. Sinar Grafika,

---------------- 2014, Terminologi Hukum Pidana, Jakarta: Sinar Grafika

----------------, 2015, Asas-Asas Hukum Pidana Edisi Revisi, Jakarta: Rinaka Cipta

----------------, 2017, Hukum Pidana Indonesia,Jakarta: Sinar Grafika

Bambang Waluyo, 2009, Pidana dan Pemidanaan, Jakarta: Gramedika

Beniharmoni Harefa, 2019, Kapita Selekta Perlindungan Hukum Bagi Anak,


Sleman, Deepublish

Erdianto Effendi, 2014, Hukum Pidana Indonesia Suatu Pengantar, Bandung: PT.
Refika Aditama

Fayelixie Keshia Amanda, Siti Zubaidah. 2021. Analisis Penjatuhan Tindakan


Terhadap Anak Yang Mengakses Sistem Elektronik Tanpa Hak (Studi
Kasus Putusan Nomor 52/Pid.Sus-Anak/2019/PN Mks). Vol. Journal Of
Law, Vol 19 No. 1

Indriyanto Seno Adji, 2022, Korupsi dan Hukum Pidana, Jakarta : Kantor
Pengacara dan Konsultasi Hukum “Prof. Oemar Seno Adji&Rekan

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak, Profil Anak 2021, Jakarta,


Kemen PPA

Mahrus Ali, 2012, Dasar-Dasar Hukum Pidana, Jakarta: Sinar Grafika

Niniek Suparni, 2017, Eksistensi Pidana Denda dalam Sistem Pidana dan
Pemidanaan, Jakarta: Sinar Grafika
68

Putri, A. D., Renggong, R., & Zubaidah, S. (2022). hukum penjatuhan pidana mati
dalam perspektif hak asasi manusia. Clavia, 20(2).
R.Tresna, 2022, Hukum Pidana Korporasi dan Sistematisasi Penegakannya
SecaraI integral,Sleman: Deepublish

Rahmanuddin Tomalili, 2012, Hukum Pidana, Yogyakarta: CV. Budi Utama

-----------------------------, 2015, Hukum Pidana, Jakarta: Mitra Wacana Media

Rasyid Ariman dan Fahmi Raghib, 2015, Hukum Pidana, Malang: Setara Pers
Ratri Novita Erdianti, 2020, Hukum Perlindungan Anak di Indonesia, Malang,
UMM Press
Teguh Prasetyo, 2016, Hukum Pidana (Edisi Revisi), Jakarta: Rajawali Pers

Teguh Prasetyo, 2018, Kriminalisasi dalam Hukum Pidana, Bandung: Nusa


Media

Tina Asmarawati, 2015, Pidana dan Pemidanaan dalam Sistem Hukum di


Indonesia (Hukum Penitensier), Yoyakarta: Deepublish

Tini Rusmini Gorda, 2017, Hukum Perlindungan Anak korban Pedofilia, Malang:
Setara Press

Tri Andrisman, 2019, Asas-asas dan Dasar Aturan Hukum Pidana Indonesia,
Bandar Lampung: Unila

Zuleha, 2017, Dasar-Dasar Hukum Pidana, Yogyakarta: Deepublish

Peraturan Perundang-Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia

Undang-UndangNomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak

Website

Siga Makassar, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota


Makassar,https://siga.dp3amakassar.com/page-data
kekerasan_terhadap_perempuan.html diakses 30 Agustus 2022
69

https://www.hukumonline.com/klinik/a/mengenal-unsur-tindak-pidana-dan-
syarat-pemenuhannya-lt5236f79d8e4b4 diakses pada tanggal 8
septembert 2022

https://litigasi.co.id/posts/hukum-pembuktian-menurut-hukum-acara-
pidana, Diakses pada tanggal 8 September 2022

https://www.gramedia.com/literasi/pengertian-kekerasan/ diakses pada tanggal 20


November 2022

https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/kekerasan diakses pada tanggal 23


November 2022

https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/anak diakses pada tanggal 23 November


2022
70

LAMPIRAN
DOKUMENTASI

Sumber : Peneliti melakukan wawancara di Pengadilan Negeri Makassar dengan


Hakim Bapak Hendri Tobing pada tanggal 18 Januari 2023

Anda mungkin juga menyukai