OLEH
AURA NUR MAULIDA
B011181305
SKRIPSI
Sebagai Tugas Akhir dalam Rangka Penyelesaian Studi Sarjana pada
Departemen Hukum Pidana Program Studi Ilmu Hukum
PEMINATAN PIDANA
DEPARTEMEN HUKUM PIDANA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2022
ii
iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Dr. Hj. Nur Azisa, S.H., M.H. Dr. Hj. Haeranah, S.H., M.H.
NIP. 19671010 1992022 002 NIP. 19661212 1991032 002
iv
PERSETUJUAN MENEMPUH UJIAN SKRIPSI
v
PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN
adalah karya saya sendiri dan tidak melanggar hak cipta pihak lain. Apabila
dengan cara melanggar hak cipta pihak lain, maka saya bersedia
menerima sanksi.
Yang Menyatakan
vi
ABSTRAK
vii
KATA PENGANTAR
Yang Masa Esa, Allah subhanahu wa ta’ala, atas segala limpahan rahmat,
Hasanuddin.
kasih yang tak terhingga kepada keluarga tercinta terkhusus kedua orang
tua penulis, Bapak Dr. Syamsuddin Muchtar, S.H., M.H. dan Mama Dra.
Amriana, M.M. yang telah memberikan cinta, kasih, perhatian, dan motivasi
yang tak terhingga selama ini. Serta telah berkorban dengan jerih payah
menafkahi selama penulis hidup di dunia ini. Ucapan terima kasih pula
keluarga tercinta.
Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada Ibu Dr. Hj. Nur
Azisa, S.H., M.H. selaku Pembimbing Utama dan Ibu Dr. Hj. Haeranah,
ucapkan pula kepada tim penilai Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Said
viii
Karim, S.H., M.H., M.Si, C.L.A selaku Penilai 1 dan Ibu Dr. Audyna
Mayasari Muin, S.H., M.H., C.L.A. selaku Penilai 2 atas segala saran dan
1. Prof. Dr. Dwia Aries Tina Pulubuhu, M.A. selaku Rektor Universitas
M.A.P selaku Wakil Dekan Bidang Akademik, Riset, dan Inovasi, Dr.
penulis.
ix
Terima kasih atas segala ilmu pengetahuan, nasihat, dan arahan
Muthia, serta Fajar, TB, KD, Vier, Heru, Adib, dan Yasin (Lorong
Hitam’18).
akhir kepengurusan.
x
Lembaga Kemahasiswaan, terima kasih atas segala pengalaman
9. ARINA singkatan dari Ajeng, Reza, Insi, Nisten, Aura yang telah
masing-masing.
10. Kak Dilla, kak Aul, Auni, Mahdi, dan Atika sebagai sahabat penulis
suka dan duka. Tak lupa pula kepada SSD, sahabat semasa SMP
Nadiah, Nunu, Qila, Cica, Pipoy, Devi, Lia, Jamen, dan Cantika.
menyemangati penulis.
terkhusus kak Alfian, S.H, kak Fahri, S.H, kak Affan, S.H, kak Didi,
S.H., M.H, kak Fauzi, S.H, kak Zuhud, S.H, kak Ikhsan, S.H, kak
Faisal, S.H, kak Wahid, kak Erval, kak Irfandi, kak Alvin, Afiqa,
xi
14. Seluruh pihak yang tidak bisa penulis sebut namanya satu persatu.
akan mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT. Penulis juga
menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan yang jauh dari
kesempurnaan.
Penulis,
xii
DAFTAR ISI
Halaman
xiii
3. Konsep Perdagangan Anak .............................................. 26
C. Rumusan Ketentuan Pidana .............................................. 27
1. Asas Legalitas ................................................................... 30
2. Asas Lex Specialis Derogat Legi Generali ....................... 31
D. Ancaman Pidana ................................................................. 33
E.Tinjauan terhadap Undang-Undang Nomor 21 Tahun
2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang ................................................................ 34
1. Landasan Pembentukan ................................................... 35
2. Kedudukan Perdagangan Anak ........................................ 37
F. . Tinjauan terhadap Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2002 tentang Perlindungan Anak ........................................... 39
1. Landasan Pembentukan ................................................... 39
2. Kedudukan Perdagangan Anak ........................................ 42
G. Concursus ........................................................................... 43
1. Pengertian Concursus ....................................................... 43
2. Jenis Concursus ................................................................ 45
H. Pembahasan dan Analisis ................................................. 47
BAB III TINJAUAN PUSTAKA DAN ANALISIS PENERAPAN
KETENTUAN PIDANA TENTANG TINDAK PIDANA
PERDAGANGAN ANAK YANG DIATUR DALAM UU NOMOR 21
TAHUN 2007 DAN UU NOMOR 35 TAHUN 2014 .................................. 66
A. Delik ..................................................................................... 66
1. Pengertian Delik ................................................................ 66
2. Unsur Delik........................................................................ 67
3. Jenis Delik ......................................................................... 68
B. Dakwaan .............................................................................. 71
1. Pengertian Dakwaan ......................................................... 71
2. Bentuk Surat Dakwaan...................................................... 71
C. Putusan Pengadilan ........................................................... 74
1. Pengertian Putusan Pengadilan ........................................ 74
2. Bentuk Putusan Pengadilan .............................................. 75
3. Syarat Sah Putusan Pengadilan ....................................... 77
xiv
D. Pembahasan dan Analisis ................................................. 79
BAB IV PENUTUP ................................................................................ 89
A. Kesimpulan ......................................................................... 89
B. Saran.................................................................................... 91
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 93
xv
BAB I
PENDAHULUAN
generasi penerus bangsa. Anak adalah amanah yang dititipkan oleh Tuhan
Aktualisasi harapan tersebut menjadi tugas dan kewajiban orang tua. Peran
orang tua merupakan unit pertama atau institusi pertama yang akan diterima
berkembang disaksikan oleh orang tua.2 Dengan demikian, fungsi orang tua
untuk mendidik anak dari aspek pendidikan, agama, dan sosial sangat
mendidik, orang tua akan menjadi role model bagi seorang anak. Hal tersebut
1
1. Prinsip bahwa anak tidak dapat berjuang sendiri, dikarenakan
faktor makro dan mikro baik secara langsung maupun tidak langsung.4
tahun 2020 terdapat 149 laporan kasus, sedangkan pada tahun 2019 tercatat
pandemi, tercatat angka laporan perdagangan anak sebanyak 234 anak pada
bulan Januari hingga April 2021, dikabarkan pelakunya adalah orang tua
kandung dari anak tersebut dengan tuntutan bahwa anak harus menanggung
4 Nurul Qomar, 2013, Hak Asasi Manusia dalam Negara Hukum Demokrasi,
Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 141.
5 https://www.kompas.id/baca/riset/2021/08/05/perdagangan-anak-2 (koran
online)
2
beban ekonomi.6 Lebih lanjut, Indonesia saat ini disoroti di lingkup
Dalam hal ini, anak sebagai bagian dari kelompok rentan yang mudah
tersebut dapat dinyatakan bahwa segelitir orang tua tidak berhasil menjadi
menjadi pilihan anak tersebut, tetapi kapasitasnya yang tidak kuat dalam
yang pada akhirnya mereka lebih mudah berada di bawah ancaman ataupun
kelompok anak yang lebih beresiko menjadi korban perdagangan anak, yakni:
6https://kompaspedia.kompas.id/baca/paparan-topik/menutup-celah-
Korban Perdagangan Anak (Trafficking) dan Pekerja Anak di Bawah Umur di Jawa
Barat”, Jurnal Aplikasi Ipteks untuk Masyarakat, Vol.6, Nomor 3 Desember 2017, hlm.
247.
3
a. Anak Jalanan
sangat besar, hal ini sejalan dengan Teori Lifestyle Explosure yang
Oleh karena itu, anak jalanan menjadi salah satu bagian rentan
Pelaku Korban dan Kerentanan pada Anak”, Jurnal Psikoislamika, Vol.12, Nomor 2
2015, hlm. 6.
4
c. Anak yang dilacurkan
Lebih lanjut, anak yang menjadi korban trafficking pun mengalami kerugian
kewajiban negara (state obligation).11 Hal ini membuktikan bahwa selain peran
orang tua yang menjamin perlindungan terhadap anak, negara juga berperan
5
Indonesia telah menjamin kedudukannya melalui peraturan perundang-
tercantum pada Pasal 28A UUD NRI 1945 yang menjelaskan bahwa setiap
diperjelas dalam Pasal 28B ayat (2) yang juga menjelaskan bahwa setiap
Manusia yang menjelaskan bahwa setiap anak yang masih dalam kandungan
hidupnya. Anak yang dimaksud dalam ketentuan tersebut adalah janin yang
6
dalam masyarakat.14 Telah menjadi tugas bagi negara untuk mengedepankan
perlindungan hukum dan hak asasi manusia kepada anak sebagai pelanjut
cita-cita bangsa.
yakni termaktub pada Pasal 76F yang menyatakan “Setiap orang dilarang
berbunyi:
7
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, terkhusus dalam
yang mampu memberikan efek jera kepada para pelaku. Jika terbentuk dua
ketentuan dalam satu topik, diindikasi ada perbedaan antara kedua ketentuan
Orang. Maka dari itu penulis tertarik untuk meneliti topik dengan judul:
8
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
9
dan UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-
D. Kegunaan Penelitian
anak.
E. Keaslian Penelitian
10
terhadap ketentuan tindak pidana perdagangan anak yang diatur dalam
Rancangan KUHP.
F. Metode Penelitian
1. Tipe Penelitian
11
2. Pendekatan Penelitian
12
undang dan/atau regulasi yang memiliki keterkaitan
19 Peter Mahmud Marzuki, 2006, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, hlm. 119.
13
3. Bahan Hukum
Tahun 1945;
14
b. Bahan Hukum Sekunder
15
BAB II
A. Anak
1. Pengertian Anak
pada baik buruknya kondisi anak. Sejalan dengan hal tersebut, maka dalam
memperlakukan anak harus dengan cara yang baik, hal tersebut merupakan
Ditinjau dari aspek yuridis maka anak pada tataran hukum positif Indonesia
constitutum atau ius operatum) tidak mengatur adanya unifikasi hukum yang
20
M. Nasir Djamil, 2013, Anak Bukan Untuk Dihukum, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 8.
16
baku atau berlaku universal untuk menentukan kriteria batasan umur bagi
seorang anak.21
Asasi Manusia
21
Lilik Mulyadi, 2005, Pengadilan Anak di Indonesia Teori, Praktik dan
Permasalahannya, Mandar Maju, Bandung, hlm. 4.
17
Termuat pada Pasal 1 angka 5 yang menjelaskan bahwa: anak adalah
setiap manusia yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum
menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut
Anak
anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum
memiliki perspektif yang sama mengenai definisi anak, hal ini tidak berpotensi
yang berkaitan dengan topik penelitian ini. Sehingga, yang dimaksud anak
dalam penelitian ini yang tunduk pada Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014
18
tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
2. Hak-Hak Anak
dasar Konvensi Hak Anak yang disahkan pada tahun 1990 yang pada
Hak anak adalah sesuatu yang melekat pada diri seorang anak yang harus
dilindungi dan dijaga agar berkembang secara wajar. Terdapat prinsip utama
a. Prinsip yang terbaik bagi anak (the best interest of the child)
19
b. Prinsip atas hak hidup, kelangsungan, dan perkembangan (the rights to
Pada prinsip ini, setiap anak diakui memiliki hak atas kehidupan
yang melekat pada dirinya atas kehidupan yang dijalani, hal ini termuat
pada Pasal 6 ayat (1). Kemudian disebutkan pula bahwa anak dijamin
Kemudian dijamin pula bahwa anak akan dilindungi dari semua bentuk
pendapat yang dikemukakan atau keyakinan orang tua atau wali anak
ataupun anggota keluarganya, hal ini termuat pada Pasal 2 ayat (2).
d. Prinsip penghargaan terhadap pendapat anak (the respect for the views
of the child).
dihargai sesuai dengan tingkat usia dan kematangan anak serta perlu
20
diperhatikan dalam setiap mengambil keputusan atau kebijakan, hal ini
legalisasi penyerapan dari Konvensi Hak Anak, otomatis telah menjadi norma
hukum nasional. Hak anak atas hidup, tumbuh kembang, perlindungan, serta
partisipasi secara wajar menjadi bagian penting yang perlu dilindungi dan
dipenuhi.22
mengenai hak dan kewajiban anak yang tercantum dalam Pasal 4 sampai
berikut:
Pasal 4. Hak ini merupakan supreme right yang artinya sebagai hak
utama.
21
dan bakatnya, serta perlindungan dalam lingkup pendidikan dari
lain. Hal ini termuat pada Pasal 9. Hak ini merupakan aturan turunan
usia yang dimiliki untuk pengembangan diri yang sesuai nilai kepatuhan
dan kesusilaan.
11.
22
eksploitasi (ekonomi dan seksual), kekejaman, kekerasan,
berlaku;
pula pengaturan mengenai kewajiban anak. Hal ini termuat pada Pasal 19
23
e. Melaksanakan etika dan akhlak yang mulia.
B. Perdagangan Anak
luar biasa (extra ordinary crime). Mengingat subjek penelitian ini adalah anak,
dipindahkan kepada orang lain dari siapa pun (individu maupun kelompok)
24
seringkali berkaitan dengan kegiatan eksploratif (eksploitasi dalam bentuk
anak merupakan masalah yang sangat serius yang perlu ditindaklanjuti secara
hukum karena berkaitan dengan hak asasi manusia yang dilakukan dengan
kehidupan bermasyarakat.
tiga, yakni:
seseorang.”
25
c. “Maksud dan tujuan yakni eksploitasi, setidaknya meliputi tindakan
kekerasan.
Kejahatan terhadap anak saat ini sering terjadi hingga menjadi isu yang
perekrutan, pemindahan manusia dari satu tempat ke tempat lain bai kantar
wilayah negara maupun antar negara untuk tujuan eksploitasi dengan metode
Untuk lebih lengkap mengenai konsep perdagangan anak dapat disimak pada
tabel berikut:27
26
Francis T Miko, 2001, Perdagangan Wanita dan Anak-anak, Progressia, Jakarta,
hlm. 46.
Abu Hanifah, “Perdagangan Perempuan dan Anak: Kajian Faktor Penyebab dan
27
26
Proses Cara Tujuan
Ketiga metode atau cara tersebut saling berkaitan satu sama lain,
28
Nuh Muhammad, 2005, Jejaring Anti Traficking, Strategi Penghapusan
Perdagangan Perempuan dan Anak, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, hlm. 26.
29 John Chipman Gray, 1990, The Nature and Sources of the Law, The Legal Classics
27
Upaya pemerintah dalam memperbesar pengaruhnya terhadap
adalah Hukum Pidana30 Hal tersebut tentu tidak lepas dari perubahan
yang dilarang dan diancam dengan pidana, maka harus dirumuskan atau
b. Kualifikasi; dan
c. Sanksi.
30 Roeslan Saleh, 1983, Beberapa Asas Hukum Pidana Dalam Perspektif, Aksara
semula bukan bagian dari tindak pidana menjadi suatu tindak pidana (perbuatan yang dapat
dipidana). Sehingga, kebijakan kriminalisasi merupakan bagian dari kebijakan kriminal
(criminal policy) dengan menggunakan sarana hukum pidana (penal) yang kemudian
dikategorisasikan sebagai bagian dari kebijakan dari hukum pidana (penal policy).
32 Septa Candra, “Perumusan Ketentuan Pidana Dalam Peraturan Perundang-
28
pidana tidak lebih dari suatu batasan atau kualifikasi. Setidaknya rumusan
norm)”;
tidak berbuat sesuatu yang dilarang oleh hukum pidana, diperkuat oleh
sebagai hukum (yang berisikan) perintah.34 Suatu ketentuan pidana akan mulai
33
Ibid.
34 Jan Remmelink, 2003, Hukum Pidana: Komentar atas Pasal-Pasal Terpenting dari
KUHP Belanda dan Padanannya dalam KUHP Indonesia, Diterjemahkan oleh Trista, P.
Moeliono, 2003, Gramedia Pusaka Utama, Jakarta, hlm. 9.
29
1. Asas Legalitas
“Asas Legalitas (nullum delictum nulla poena sine praevia lege poenali)
merupakan asas pertama dari Pasal 1 ayat (1) KUHP yang menjelaskan bahwa
“Rumusan asas legalitas pada Pasal 1 ayat (1) KUHP tersebut merupakan
prinsip asas legalitas formal yang menjadi petunjuk atau pedoman dari
perumusan tindak pidana, asas ini menggariskan dasar untuk menentukan patut
dipidana sesuai rumusan ketentuan pidana yang sudah ada sebelum perbuatan
itu dilakukan. Lain halnya dengan asas legalitas materiel, prinsip ini tidak
dirumuskan secara formal dalam KUHP, tetapi dipegang teguh oleh kalangan
35
S.R Sianturi,1986, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya,
Alumni Ahaem-Petehaem, Jakarta, hlm. 74.
36
Eddy O.S. Hiariej, 2009, Asas Legalitas dan Penemuan Hukum dalam Hukum
Pidana, Erlangga, Jakarta, hlm. 9.
30
bermasyarakat”.37 Oleh karena itu, dalam merumuskan ketentuan pidana tidak
dimaksud asas diatas adalah suatu peristiwa khusus yang wajib diterapkan
diterapkan dalam undang-undang karena peristiwa yang luas atau umum juga
menjelaskan bahwa “bila dilihat dari perspektif politik hukum pidana (penal
peristiwa yang konkrit yang sering disebut dengan ius operatum melalui
37
Aditya Widyatmoko, 2010, “Komparasi Asas Legalitas dalam Hukum Pidana Islam
dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)”, Skripsi, Sarjana Hukum, Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret, Surakarta, hlm. 50.
38
Purnadi Purbacaraka & Soerjono Soekanto, 1983, Perundang-undangan dan
Yurisprudensi, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 8.
31
Dalam bidang hukum pidana khususnya, asas ini tercantum dalam
menerangkan bahwa:
khusus, maka melalui penerapan asas ini, ketentuan pidana khusus tersebut
asas ini telah diterima, dibuktikan dengan pendapat Nolte yang menyatakan
bahwa “praktisi hukum telah bersepakat mengenai penerapan asas ini, oleh
karena itu apabila suatu perbuatan telah memenuhi unsur dari suatu tindak
pidana yang diatur dalam suatu ketentuan pidana, tetapi memenuhi pula
satu ketentuan hukum pidana dengan ketentuan hukum pidana lainnya, sebab
memiliki korelasi atau hubungan antara satu sama lain. Singkatnya, unsur-
32
unsur dari ketentuan pidana yang umum dapat ditemui lebih rinci pada
D. Ancaman Pidana
atau sanksi yang terlekat pada ketentuan pidana tersebut. Ancaman pidana ini
ditujukan kepada orang yang melakukan tindakan yang dilarang oleh peraturan
serta perbuatan tersebut menimbulkan akibat yang terlarang. Oleh sebab itu,
diperuntukkan kepada orang yang melakukan, hal ini didasari bahwa hanya
sifat orang, bukan sifat dari suatu perbuatan. Maka, dengan penjatuhan pidana
secara objektif ada pada tindak pidana kemudian akan menjadi celaan subjektif
kepada pembuatnya.
39 Shinta Agustina, “Implementasi Asas Lex Specialis Derogat Legi Generali Dalam
Sistem Peradilan Pidana”, Jurnal MMH, Vol. 44, Nomor 4 Oktober 2015, hlm. 505.
40
Roeslan Saleh, Op.cit, hlm. 23.
41
Andi Hamzah, 1983, Asas-asas Hukum Pidana, Aksara Baru, Jakarta, hlm. 14.
33
Ancaman pidana merupakan bagian dari unsur pidana. Dimana pidana
adalah suatu tindakan dan reaksi atas tindak pidana yang berupa wujud
nestapa yang dengan sengaja dijatuhi negara kepada pembuat tindak pidana
yang termuat dalam rumusan tindak pidana justru timbul disebabkan adanya
42
Septa Candra, Op. cit, hlm. 127.
43
Ibid, hlm. 128.
34
1. Landasan Pembentukan
korban”.
35
internasional dimana perjanjian ini telah diratifikasi oleh Indonesia,
yang disusun oleh hukum internasional dan dibuat secara tertulis oleh
tersebut.
36
d. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
tentang Perlindungan Anak pada Pasal 83, Pasal 84, Pasal 85, dan
undang ini.
anak termuat pada beberapa pasal, secara garis besar memuat ancaman
37
hal tersebut yakni Pasal 5 dan Pasal 6, sedangkan untuk ketentuan secara
Namun, “apabila tindak pidana itu dilaksanakan yang dimana anak menjadi
terhadap ancaman pidana yakni menambah 1/3 dari ancaman pidana yang
suatu korporasi, selain diancam pidana penjara dan denda terhadap pengurus
sebagaimana diatur pada Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6”.
38
F. Tinjauan terhadap Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang
Perlindungan Anak
hukum di dalamnya.
1. Landasan Pembentukan
mendapatkan hak atas hidup dan hak perlindungan baik dari orang
45
R. Abdussalam, 2012, Hukum Perlindungan Anak, PTIK, Jakarta, hlm. 10.
39
komersial yang dapat mengakibatkan kerugian kepentingan terbaik
40
b. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak
tersebut.
besar makna dari ketentuan ini bahwa seorang anak yang menjadi
41
penjelasan lebih teknis yang akan menjadi pedoman pelaksanaan
UUPA untuk melindungi hak-hak anak melalui ketentuan pidana yang termuat
42
melalui upaya perlindungan, pengawasan, pencegahan, perawatan dan
seorang anak.
G. Concursus
1. Pengertian Concursus
lebih tindak pidana oleh satu orang atau beberapa orang dimana tindak
pidana yang dilakukan belum dijatuhi sanksi pidana, atau tindak pidana
sebelumnya dan yang terjadi belum mendapatkan batasan oleh suatu putusan
ilmu hukum pidana dimana merupakan gabungan tindak pidana dalam waktu
46
P.A.F Lamintang, Op.cit, hlm. 671.
43
Selanjutnya, pendapat Waluyadi menjelaskan mengenai tiga pengertian
diantaranya dan putusan hakim terhadap delik yang dilakukan oleh seseorang
akan terjadi serentak dalam waktu yang bersamaan dengan perbuatan lain,
apabila satu orang telah melakukan lebih dari satu delik dimana semua delik
itu belum diperiksa dan diputus dimuka pengadilan”. Pada dasarnya ketentuan
47
Waluyadi, 2003, Hukum Pidana Indonesia, Djambatan, Jakarta, hlm. 160.
48 Ibid, hlm. 161.
44
2. Jenis Concursus
1. “Jika suatu perbuatan masuk dalam lebih dari satu aturan pidana,
maka yang dikenakan hanya salah satu diantara aturan-aturan
itu; jika berbeda-beda, yang dikenakan yang memuat ancaman
pidana pokok yang paling berat”;
2. “Jika suatu perbuatan yang termasuk dalam aturan pidana
umum, ada ketentuan pidana khusus, maka ketentuan pidana
khusus itu sajalah yang digunakan”.
49
P.A.F. Lamintang, Op.cit, hlm. 686.
45
b. Pasal 65, Pasal 66, dan Pasal 70 KUHP berbunyi:
Pasal 65:
Pasal 66:
Pasal 70:
concursus, maka terdapat dua jenis concursus yang memiliki titik fokus
46
peraturan sedangkan concursus realis berfokus pada perbarengan
perbuatan.
terbentuk dua ketentuan dalam satu topik, diindikasi ada perbedaan antara
1. Konsiderans
47
Pada kedua undang-undang ini memiliki perbedaan yang
PA, yakni Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28B ayat (2), Pasal 28G ayat
Anak.
48
berbagai bentuk kejahatan yang terorganisasi dan tidak
terorganisasi, baik bersifat antarnegara maupun dalam negeri
yang menjadi ancaman bagi masyarakat, bangsa, negara, dan
norma-norma kehidupan yang dilandasi penghormatan terhadap
HAM. Bahwa peraturan yang berkaitan dengan perdagangan
orang belum memberikan landasan hukum secara menyeluruh
dan terpadu dalam upaya pemberantasan tindak pidana
perdagangan orang. Sehingga, melalui pertimbangan tersebut,
perlunya dibentuk undang-undang tentang pemberantasan
tindak pidana perdagangan orang”.
PTPPO, yaitu Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 28B ayat (2) Undang-
Perlindungan Anak.
49
undang-undang tersebut, sehingga jelas bahwa penerapan asas
yakni UU PTPPO.
2. Pengertian
menjelaskan bahwa:
50
bertujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang
tereksploitasi.”
anak.
perdagangan Anak”.
berbunyi:
51
paling sedikit Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) dan paling
banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratuh juta rupiah)”.
yakni:
a. setiap orang;
tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling
52
sedikit Rp60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) dan paling
a. setiap orang;
eksploitasi;
anak dalam UU PA Pasal 76I ini yakni “pidana penjara paling lama
53
Lebih lanjut, ketentuan pidana mengenai perdagangan anak
Pasal 5:
a. setiap orang;
sesuatu;
c. untuk dieksploitasi.
Pasal 6:
a. setiap orang;
54
c. mengakibatkan anak tersebut tereksploitasi.
Pasal 2:
a. setiap orang;
55
manfaat walaupun memperoleh persetujuan dari orang yang
Pasal 3:
a. setiap orang;
Pasal 4:
a. setiap orang;
56
b. membawa warga negara Indonesia ke luar wilayah negara
Republik Indonesia;
Republik Indonesia.
4. Ancaman Pidana
paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun”.
57
“ancaman pidananya ditambah 1/3 jika anak sebagai korban,
berat”.
semakin berat.
58
1. “Jika suatu perbuatan masuk dalam lebih dari satu aturan
pidana, maka yang dikenakan hanya salah satu diantara aturan-
aturan itu; jika berbeda-beda, yang dikenakan yang memuat
ancaman pidana pokok yang paling berat”;
2. “Jika suatu perbuatan yang termasuk dalam aturan pidana
umum, ada ketentuan pidana khusus, maka ketentuan pidana
khusus itu sajalah yang digunakan”.
pidana pokok (pidana penjara dan pidana denda) yang paling berat.
59
Sebagai upaya meningkatkan kemauan masyarakat
51 Josefhin Mareta, “Analisis Kebijakan Perlindungan Saksi dan Korban”, Jurnal JIKH, Vol. 10,
Nomor 1 Maret 2016, hlm. 108.
52 Berdasarkan penjelasan Pasal 71D ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
menyatakan bahwa yang dimaksud dengan “restitusi” adalah pembayaran ganti kerugian
yang dibebankan kepada pelaku berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum
tetap atas kerugian materiil dan/atau imateriil yang diderita korban atau ahli warisnya. Khusus
untuk anak yang berhadapan dengan hukum yang berhak mendapatkan restitusi adalah Anak
korban.
60
(2) “Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan restitusi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah”.
“Pasal 44:
(1) Saksi dan/atau korban tindak pidana perdagangan orang
berhak memperoleh kerahasiaan identitas”.
“(2) Hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan juga
kepada keluarga saksi dan/atau korban sampai dengan derajat
kedua, apabila keluarga saksi dan/atau korban mendapat
ancaman baik fisik maupun psikis dari orang lain yang
berkenaan dengan keterangan saksi dan/atau korban”.
“Pasal 45:
(1) Untuk melindungi saksi dan/atau korban, di setiap provinsi
dan kabupaten/kota wajib dibentuk ruang pelayanan khusus
pada kantor kepolisian setempat guna melakukan pemeriksaan
di tingkat penyidikan bagi saksi dan/atau korban tindak pidana
perdagangan orang”.
“(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan ruang
pelayanan khusus dan tata cara pemeriksaan saksi dan/atau
korban diatur dengan Peraturan Kepala Kepolisian Negara
Republik Indonesia.”
61
“Pasal 46:
(1) Untuk melindungi saksi dan/atau korban, pada setiap
kabupaten/kota dapat dibentuk pusat pelayanan terpadu bagi
saksi dan/atau korban tindak pidana perdagangan orang”.
“(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan mekanisme
pelayanan terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.”
”Pasal 48
“(1) Setiap korban tindak pidana perdagangan orang atau ahli
warisnya berhak memperoleh restitusi”.
“(2) Restitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa ganti
kerugian atas:
a. kehilangan kekayaan atau penghasilan;
b. penderitaan;
c. biaya untuk tindakan perawatan medis dan/atau
psikologis; dan/atau
d. kerugian lain yang diderita korban sebagai akibat
perdagangan orang”.
“(3) Restitusi tersebut diberikan dan dicantumkan sekaligus
dalam amar putusan pengadilan tentang perkara tindak pidana
perdagangan orang”.
“(4) Pemberian restitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan sejak dijatuhkan putusan pengadilan tingkat
pertama”.
“(5) Restitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat
dititipkan terlebih dahulu di pengadilan tempat perkara diputus”.
“(6) Pemberian restitusi dilakukan dalam 14 (empat belas) hari
terhitung sejak diberitahukannya putusan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap”.
“(7) Dalam hal pelaku diputus bebas oleh pengadilan tingkat
banding atau kasasi, maka hakim memerintahkan dalam
putusannya agar uang restitusi yang dititipkan dikembalikan
kepada yang bersangkutan.”
62
“Pasal 49:
(1) Pelaksanaan pemberian restitusi dilaporkan kepada ketua
pengadilan yang memutuskan perkara, disertai dengan tanda
bukti pelaksanaan pemberian restitusi tersebut”.
“(2) Setelah ketua pengadilan menerima tanda bukti
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ketua pengadilan
mengumumkan pelaksanaan tersebut di papan pengumuman
pengadilan yang bersangkutan”.
“(3) Salinan tanda bukti pelaksanaan pemberian restitusi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh
pengadilan kepada korban atau ahli warisnya.”
“Pasal 50
(1) Dalam hal pelaksanaan pemberian restitusi kepada pihak
korban tidak dipenuhi sampai melampaui batas waktu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (6), korban atau
ahli warisnya memberitahukan hal tersebut kepada pengadilan”.
“(2) Pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memberikan surat peringatan secara tertulis kepada pemberi
restitusi, untuk segera memenuhi kewajiban memberikan
restitusi kepada korban atau ahli warisnya”.
“(3) Dalam hal surat peringatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) tidak dilaksanakan dalam waktu 14 (empat belas) hari,
pengadilan memerintahkan penuntut umum untuk menyita harta
kekayaan terpidana dan melelang harta tersebut untuk
pembayaran restitusi”.
“(4) Jika pelaku tidak mampu membayar restitusi, maka pelaku
dikenai pidana kurungan pengganti paling lama 1 (satu) tahun.”
“Pasal 51
(1) Korban berhak memperoleh rehabilitasi kesehatan,
rehabilitasi sosial, pemulangan, dan reintegrasi sosial dari
pemerintah apabila yang bersangkutan mengalami penderitaan
baik fisik maupun psikis akibat tindak pidana perdagangan
orang”.
“(2) Hak-hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh
korban atau keluarga korban, teman korban, kepolisian, relawan
pendamping, atau pekerja sosial setelah korban melaporkan
kasus yang dialaminya atau pihak lain melaporkannya kepada
Kepolisian Negara Republik Indonesia”.
“(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan
kepada pemerintah melalui menteri atau instansi yang
menangani masalah-masalah kesehatan dan sosial di daerah.”
63
“Pasal 52
(1) Menteri atau instansi yang menangani rehabilitasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (1) wajib
memberikan rehabilitasi kesehatan, rehabilitasi sosial,
pemulangan, dan reintegrasi sosial paling lambat 7 (tujuh) hari
terhitung sejak diajukan permohonan”.
“(2) Untuk penyelenggaraan pelayanan rehabilitasi kesehatan,
rehabilitasi sosial, pemulangan, dan reintegrasi sosial
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah dan
Pemerintah Daerah wajib membentuk rumah perlindungan sosial
atau pusat trauma”.
“(3) Untuk penyelenggaraan pelayanan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), masyarakat atau lembaga-lembaga pelayanan
sosial lainnya dapat pula membentuk rumah perlindungan sosial
atau pusat trauma.”
“Pasal 54
(1) Dalam hal korban berada di luar negeri memerlukan
perlindungan hukum akibat tindak pidana perdagangan orang,
maka Pemerintah Republik Indonesia melalui perwakilannya di
luar negeri wajib melindungi pribadi dan kepentingan korban,
dan mengusahakan untuk memulangkan korban ke Indonesia
atas biaya Negara”.
“(2) Dalam hal korban adalah warga negara asing yang berada
di Indonesia, maka Pemerintah Republik Indonesia
mengupayakan perlindungan dan pemulangan ke negara
asalnya melalui koordinasi dengan perwakilannya di Indonesia”.
“(3) Pemberian perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan, hukum internasional, atau kebiasaan
internasional”.
64
juga berhak mendapatkan hak dan perlindungan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan lain.”
secara rinci.
65